Buletin Advokasi No 1

Page 1

Buletin Advokasi No 1/II/2001

Halaman 1


2

Kewalahan dengan gulma yang kebal Assalamu’alaikum Wr. Wb. Menanggapi tentang Rekayasa Genetika, yang telah kami informasikan pada petani di daerah-daerah. Bahwa petani menanggapi dengan serius dan sangat hati-hati memilih bahan pangan. Petani saat ini merasa kewalahan adanya gulma/rumput yang kebal pada herbrida, rumput tersebut susah diberantas sehingga lahan persawahan tidak bisa ditanami, kalau dipaksa ditanami padi memerlukan biaya yang sangat tinggi, sedangkan hasil produksi petani murah harganya (petani rugi). Umumnya warga Desa Jayapura mengkonsumsi kacang kedelai import, karena harganya lebih murah, harganya Rp. 2.000/kg. Kami tidak pernah diberitahu, kedelai ini hasil rekayasa atau bukan. Mengenai penyakit tumor/ daging pada bagian dada dan dahi leher, yang terkena anak-anak umur 10 Th , juga yang berumur 40 tahun ke atas. Penyembuhannya melalui operasi bedah dan berobat rutin yang sangat mahal. Yang terkena penyakit tsb, di lingkungan satu RW. Ada satu sampai dua orang. Radisan Jayapura, Siak Kiri, Riau.

Menolak modifikasi genetika Salam sejahtera dari jauh. Setelah menerima surat dari teman-teman YDA di Solo, Kami membacanya beserta teman-teman kelompok tani. Kami peserta monitoring partisipatif Dk. Sumber Harum, Ds. Harapan Jaya, Kel. Tempuling, Kab. Inhil, sepakat mengumpulkan Kades, PPL, Kasun, Ketua RT, RW, Ketua Kelompok Tani, tokoh masyarakat dan petani. Dan berdiskusi tentang isi surat itu, hasilnya cukup memuaskan. Semua

Surat Tani setuju menolak modifikasi genetika (rekayasa genetika). Namun sebagian mengusulkan, mohon diberi ciri-ciri bahan makanan yang mengandung “racun” tersebut. Dan semua juga sadar tidak akan menanam bibit hibrida yang diduga hasil rekayasa genetik. Selamat berjuang. Prawito Desa Harapan Jaya, Tempuling Inderagiri Hilir Riau.

Petualangan Pestisida Pestisida Kau hadir disini Dengan bahasa yang indah dan ramah Hampir di setiap sudut-sudut rumah kau ada Dengan senyum bangga kau tak segan bicara kepada si kaya, si miskin dan si papa. Si pandai bicara selalu mendendangkan namamu. Si tukang rekayasa selalu mengganti pakaianmu. Si mafia-mafia selalu melindungimu Kau bebas bicara dengan lantang kau berkata, “Aku penolongmu, aku membantumu, aku ringankan bebanmu,” Itulah rayuanmu. Tapi kenapa si miskin merana si papa menderita. Di sana lain cerita. Saudaramu itu tak bebas bicara hanya bisa berbisik. Di sana … di sebuah kota Kau tidur dikasur-kasur empuk, duduk di kursi goyang Tinggal di hotel berbintang, makan apa yang kau senang. Nun jauh disana di sebuah desa Seorang anak kecil, payah bicara, sulit berkata

Buletin Advokasi No 1/II/2001

Mereka tak lincah seperti anak-anak di sana Orang tuanya lelah bekerja, ia lupa makanan hampir tak ada. Hutang terasa berat dipundaknya. Kami bertanya…. Ini salah siapa-ini dosa siapa? Kami bertanya-jangan jawab dengan kesombongan dan keangkuhanmu Jangan racuni bumi kami! Jangan racuni kami Jangan racuni anak-anak cucu kami 23 April 2000 Ramli AR Dusun puring Desa Teluk Pakedai II, Kec. Teluk Pakedai Kab. Pontianak Kalbar.

Buletin Petani Advokasi diterbitkan oleh Yayasan Duta Awam (YDA), sebagai media komunikasi dan advokasi menuju petani Indonesia mandiri. Penanggung Jawab: Nila Ardhianie Dewan Redaksi: Mediansyah (koordinator) M. Riza, Puitri Hatiningsing, Suci Handayani, Kurniawan Eko, M. Yunus, M. Zainuri Hasyim, A. Bayu Cahyono. Distributor: Sumengkar W Alamat: Jl Adi Sucipto No 184-I Solo 57102 Telp/Fax: (0271) 710816 e-mail: dutaawam@bumi.net.id Redaksi Buletin Petani Advokasi menerima tulisan, gambar/foto dengan misi pemberdayaan petani dari berbagai pihak, khususnya dari kalangan petani sendiri.


Buletin Advokasi No 1/II/2001

LAPORAN

Halaman 3

Bimas, Inmas, KUT, KKP...

Kredit-kredit pertanian, kemana arahnya? S

Desember 1978 menjadi 10,5 persen.

Kita lihat pada tahun 1963, Institut Pertanian Bogor dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (bukan Departemen Pertanian) me-luncurkan sebuah proyek perintis di bidang pertanian pada lahan seluas 100 hektar di Kabupaten Karawang. Hasil dari proyek perintis ini,

luar negeri seperti Mitsubishi dan CIBA. Terbuktilah perusahaan-perusahaan ini lebih banyak “menunggangi” Bimas untuk menjual produk-produknya. Pada kurun berikutnya, munculah Kredit Usaha Tani (KUT). Semula bunga KUT adalah 14 persen se-tahun, setelah berjalan beberapa tahun, pada

Kemudian terjadi perubahan cara penyaluran kredit. Pihak bank yang semula menjadi pengambil keputusan untuk menyalurkan, kini menjadi pihak perantara saja. Departemen Koperasi (saat itu Menterinya Adi Sasono) menjadi pihak pengambil keputusannya. Dalam penyalurannya, KUT melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Akibatnya LSM tumbuh bak jamur di musim hujan untuk memohon kredit bagi petani dampingannya. Namun, hasil evaluasi Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) yang dilakukan akhir tahun 1999, menunjukkan tingkat pengembalian KUT hanya Foto YDA/Eko 28,2 persen. Sementara di kalangan petani (sengaja atau tidak) ditumbuhkan “harapan” bahwa suatu saat utang akan “diputihkan”. Hal ini terjadi karena kredit KUT ditunggangi politik untuk mendapatkan massa dan suara pada Pemilu dan untuk tercapainya “ketenangan” pada Sidang Umum MPR! (Berbagai sumber/Tim Advokasi)

1963: IPB dan Depdikbud meluncurkan proyek perintis pertanian di Kabupaten Karawang. 1964: Pemerintah meluncurkan program Demonstrasi Massal (Denmas). 1965: Program Bimbingan Massal (Bimas) dijalankan.

1968: Program Bimas Gotong Royong dipraktekkan.

Sukseskah program-program peme- adalah sebuah kesimpulan bahwa rintah di bidang pertanian yang katanya teknologi bisa menaikkan keuntungan ingin menolong petani? Semua program petani. Namun disimpulkan pula, petani itu mencantumkan tujuan untuk “mem- harus didampingi oleh penyuluh yang bantu” petani atau “meningkatkan kese- andal.itunggangi Kepentingan Ekonomi jahteraan” petani. Kemudian muncullah Bimas Sejak diluncurkannya Bimas, Gotong Royong (Bimas GR), yaitu Bimas Inmas dan KUT, ternyata petani tidak yang dananya dibantu oleh perusahaan pernah sejahtera. Bahkan segala kredit itu menjadi tidak jelas kemana arahnya. Malahan, petani harus menanggung “cap” sebagai pemalas dan biang keladi kegagalan programprogram itu. Konon, segala program itu sejak dilahirkan sudah dititipi berbagai kepentingan dan sifat programnya dikendalikan dari atas. Keinginan petani tidak pernah menjadi rujukkan, tidak pula dijadikan ukuran untuk menghitung tingkat keberhasilan. Petani Indonesia, ditopang atau diperkuda?

Harus didampingi

1977: Tunggakan Kredit Bimas mencapai Rp. 50 Milyar. 1985: Muncullah Kredit Usaha Tani. Beberapa kali terjadi perubahan sistem, namun nama tetap KUT.

Ditunggangi politik

1999: Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) melakukan evaluasi, bahwa ternyata tingkat pengembalian KUT hanya 28,2 persen. 2000: Pemerintah mencanangkan CF, Program Ketahanan Pangan (PKP) dan Kredit Ketahanan Pangan (KKP). (Berbagai sumber)


LAPORAN

4

Buletin Advokasi No 1/II/2001

BIMAS DAN KUT RIWAYATMU DULU

iga orang laki-laki kurus duduk santai ditepi jalan di pinggiran sawah mereka yang tidak begitu luas. Ketiganya berusia di atas 50 tahun, Seorang diantaranya nampak santai tanpa menge-nakan baju. Dari warna kulit dan guratan wajahnya menyiratkan cerita tentang perjalanan panjang petani Indonesia. Sambil menunggu kiriman makan siang dari anaknya, mereka membicarakan kesulitan mereka untuk mendapatkan dana guna mengusahakan lahannya. Apalagi kabarnya KUT akan dihapus, sedangkan gantinya belum juga jelas. Kalau sampai tidak ada kredit mereka terpaksa lari ke Bank Plecit (kredit harian yang biasa beroperasi didesa-desa) atau ke calo-calo lintah darat yang banyak berkeliaran di desadesa. Barangkali kenyataan di atas memberikan gambaran yang memprihatinkan, di tengah-tengah ‘keinginan’ pemerintah untuk menyejahterakan petani. Dan yang harus menjadi perhatian dan bahan pemikiran secara sungguhsungguh, adalah mengapa sekian program pemerintah dalam upaya mendorong peningkatan produktifitas tidak pernah memberikan hasil yang

Mu gi S ury ana

T

nyata untuk petani. Simak saja antara tahun 70-an sampai sekarang kita telah mengenal paling tidak 5 macam program kredit pertanian, yakni BIMAS dan Inmas (termasuk juga Bimas Gotong Royong), KUT, PKP dan KKP. Kejam Kekejaman Bimas menjadi cerita duka petani di jaman itu. Betapa mereka dengan mudah berhadapan dengan aparat Koramil hanya karena tidak mau jadi peserta Bimas. Perusahaan besar yang terlibat pun menjadikan petani sebagai konsumen

pasar produk mereka. Maka cepat dan pasti petani-petani mulai terhipnotis dengan input-input yang selama ini tidak begitu mereka kenal. Karena berbagai produk pabrik itu, disamping praktis juga efektif dalam menyuburkan tanaman atau memberantas hama. Petani menjadi tidak sadar bahwa bahaya jangka panjang mengancam, yakni ketergantungan dan kerusakan lingkungan serta kesehatan Namun ada juga klaim keberhasilan Bimas, yakni manakala Indonesia berhasil mendapatkan penghargaan sebagai Negara Swasembada Beras.


Buletin Advokasi No 1/II/2001

LAPORAN

Halaman 5

Hal ini bisa jadi merupakan keberhasilan dari kacamata kemampuan pemerintah menjaga stok pangan. Namun apa kesejahteraan petani meningkat ? Tahun 1975-1976 terjadilah kemarau panjang yang memang dapat dijadikan kambing hitam kegagalan program kredit itu. Tapi yang kurang disorot, ialah kisahkisah pedih petani yang telah membayar kredit ke kas desa dan tidak sampai ke kas Bimas, menyebabkan pamor Bimas semakin terpuruk. Bimas Gotong Royong berakhir, dengan menyisakan berbagai persoalan yang seharusnya menjadi pe-lajaran. KUT Gagal Kembali dengan pola pikir yang sama, bahwa petani perlu mendapatkan bantuan modal (kredit) untuk meningkatkan usahataninya, pemerintah mengucurkan kredit baru dengan nama Kredit Usaha Tani ( KUT). Awalnya KUT mematok bunga sebesar 14%, namun karena dipandang masih memberatkan, akhirnya di tahun 1998 bunga kredit diturunkan menjadi 10,5%. Seiring dengan turunnya bunga tersebut, juga dilakukan perubahan pola penyaluran. Bank yang selama itu menjadi executing ( penyalur langsung) diubah menjadi channelling (perantara). Sedangkan executingnya melaui KUD atau LSM lewat rekomendasi Dinas Koperasi.PKM di masing-masing kabupaten. Penyaluran kredit melalui dua jalur, yakni KUD dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) ini tidak hanya menumbuh suburkan KUD-KUD baru namun juga LSM-LSM baru, untuk mendapatkan kredit bagi anggotanya. Dana yang dikucurkan untuk KUT ini berangsur me-ningkat. tahun 1998 anggaran KUT dari 379 milyar tahun 1996/ 1997 naik jadi 7,8 trilyun. Berlaku musim tanam Oktober - Maret 1998/1999. Sayangnya beberapa evaluasi yang dilakukan beberapa lembaga (termasuk YDA) menunjukkan adanya beberapa

Mugi Suryana

faktor kelemahan kalau tidak bisa disebut disebabkan karena gagal panen serta kegagalan dalam penyelenggaraan KUT. sebagai akibat penyaluran yang tidak akurat. Penyelewengan Jangan heran pula, kalau dana KUT berdasar Monitoring Partisifatif oleh digunakan untuk membuat Pom petani yang diprakarsai YDA, sepanjang Bensin, bikin usaha bengkel, untuk ikut 1998-1999, terbukti bahwa pihak-pihak Pilkades, setoran dana kampanye yang terkait KUT cenderung Pemilu dan lain-lain. melaksanakan tugasnya secara projeck Sekarang sudah santer terdengar oriented. Peran pihak-pihak itu secara Corporate Farming (Pertanian Gotong manajemen sangat lemah. Royong), PKP (Proyek Ketahanan Ditemukan pula, beberapa pihak Pangan), KKP (Kredit Ketahanan seperti PPL, KUD, LSM, Bank Palaksana Pangan). (aparat formal yang bertugas PKP dan KKP ini dimaksudkan oleh memperlancar petani dalam memperoleh pemerintah untuk menggenjot KUT) adalah aaparat yang secara resmi produktifitas hasil usahatani, yaitu memperoleh keuntungan (imbalan) dalam untuk menjaga “Ketahanan Pangan�. pelaksanaan KUT, walau mereka tidak Akankah kredit-kredit baru optimal melaksanakan tugasnya. Hal ini tersebut menyisakan kegetiran nasib ditunjukkan dengan munculnya kasus petani, yang tak pernah meningkat taraf RDKK fiktif, pemalsuan tandatangan dll. hidupnya meskipun sudah menjadi Hal di atas tentu berhubungan peserta berbagai macam kredit? dengan pengembalian KUT secara Bahkan kini kegetiran bertambah nasional yang hanya mampu mencapai ketika petani kita harus bolak-balik angka 28,2%. dipanggil kejaksaan sehubungan kredit Rendahnya tingkat pengembalian macet. (Yoen)


LAPORAN

6

Buletin Advokasi No 1/II/2001

Teliti dahulu sebelum Ngutang..!! PKP = PROGRAM KETAHANAN PANGAN (Lihat Diagram Mekanisme PKP di Halaman 8) PKP (Program Ketahanan Pangan ) adalah kredit yang diusulkan oleh Komisi III DPR-RI yang pada realisasinya kemudian dibiayai melalui APBD Mata Anggaran (MA) 16. Program ini sendiri dinamakan Proyek Pemberdayaan Petani Melalui Pengembangan Usaha Kelompok. PKP terfokus untuk tanaman pangan serta ternak potong khususnya sapi potong. Sesuai dengan nama proyeknya maka kredit ini hanya diperuntukkan bagi daerah-daerah penghasil utama pangan. Secara nasional ada 11 propinsi sebagai sasaran proyek, termasuk Jawa Tengah. Di Jawa Tengah kredit tersebut dialokasikan ke 29 Kabupaten penghasil utama pangan. Pada tahap pelaksanaannya untuk tiap-tiap kabupaten dikoordinasikan oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan masing-masing kabupaten. Anggaran PKP masing-masing kabupaten berbeda sesuai dengan luas lahan produktif yang diperkirakan bisa mendukung proyek ini. Secara umum dari 100 % anggaran yang disediakan pemerintah sekitar 95 %nya dialokasikan ke kelompok tani sebagai pinjaman modal dan sekitar 5 %nya digunakan untuk membiayai kegiatan perencanaan, sosialisasi, pelatihan, pemantauan dan evaluasi, pengawasan dan administrasi yang semuanya ditangani oleh Proyek. Berdasar wilayah yang telah ditetapkan, petani yang berkeinginan mengambil kredit harus memenuhi persyaratan : A

.

Kelompok Produksi Padi 1. 2.

3.

4. 5.

Kelompok yang sudah efektif lebih dari 2 kali MT atau 1 tahun 75 % anggota kelompok adalah petani berlahan sempit <0,25 - 0,30 Ha untuk wilayah Jawa Tengah. Beberapa tahun terakhir belum menerapkan rekomendasi tehnologi secara, penuh, terutama pupuk dan benih. Pada saat pelaksanaan, kelompok tidak mempunyai tunggakan KUT lebih dari 40 % Pada saat yang sama kelompok tidak memperoleh KUT maupun bantuan dari pro-

gram lainnya serta bukan lokasi SPL-OECF. B. Kelompok Pembibitan Ternak 1. Kelompok yang sudah mempunyai kemampuan untuk memproduksi bibit berkualitas dan teknologi IB 2. Setiap kelompok terdiri atas sekitar 25 KK 3. Kelompok tersebut berada dalam kawasan dengan populasi 300-400 ekor, aseptor IB dan 1-2 orang insiminator terampil dan mandiri. Pola lainnya untuk pembibitan ternak adalah dengan cara melibatkan UPT pembibitan ternak. Hal yang Penting Diketahui Dalam PKP 1. Kredit PKP memakai pendekatan pra-korporasi atau pengelolaan usaha secara bersama-sama dalam satu wadah. 2. Untuk memaksimalkan pengelolaan usaha bersama tersebut (penyediaan saprodi, pemasaran hasil, efisiensi usaha, penerapan tehnologi dll) perlu adanya dukungan kelembagaan yang disebut kelompok usaha yang dikelola sepenuhnya oleh seorang manajer. Penentuan manajer hendaknya sesuai dengan kriteria dan pilihan masyarakat setempat. 3. Dukungan terhadap keberhasilan proyek, terutama masalah tehnis pertanian, didukung sepenuhnya oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan melalui PPL. 4. Proyek harus mengutamakan aspek pemberdayaan kelompok, yang meliputi aspek manajemen usaha, aspek teknis, serta aspek kelembagaan. 5. Masyarakat luas utamanya peserta proyek diberi kesempatan seluas-luasnya untuk memantau dan memberikan masukan terhadap pelaksanaan proyek. 6. Untuk mempersiapan setiap pihak yang terkait proyek (manajer, penyuluh, pengurus kelompok, anggota , tokoh masyarakat, dsb) perlu diadakan kegiatan sosialisasi dan pelatihan. 7. Evaluasi proyek dilakukan secara partisipatif. Artinya dengan melibatkan seluruh pihak yang terkait dengan proyek, termasuk LSM. Sumber: Kanwil Deptan Jawa Tengah


Buletin Advokasi No 1/II/2001

LAPORAN

Halaman 7

CF = CORPORATE FARMING (Lihat Diagram Mekanisme CF di Halaman 8) Petani peserta Corporate Farming (selanjutnya disingkat CF) sering menyebut proyek ini dengan “PT Kaporet”. Mereka menyebut demikian karena memahami proyek ini sama dengan proyek-proyek lain yang pernah diterimanya melalui kerjasama dengan sebuah PT (sebut industri). Seperti proyek jagung, kapas dll. Meskipun istilah CF sudah sangat melekat dalam proyek PKP, namun ujud pelaksanaan CF sendiri oleh pemerintah dilaksanakan melalui Proyek Ujicoba Corporet Farming yang untuk wilayah Jawa Tengah mengambil lokasi di Kabupaten Grobogan, tepatnya Desa Pilang Payung dan Sugihan, Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan, seluas 114,6 Ha dengan melibatkan 321 petani. Anggaran dan Mekanisme Pembiayaan Dana pembangunan disalurkan melalui KPKN, selanjutnya ditarik oleh proyek, untuk kemudian dialokasikan ke wilayah ujicoba Corporate Farming. Ujicoba CF di Kabupaten Grobogan mendapatkan dana sebesar Rp. 1,430 Milyar, terdiri dari : 1. Kegiatan produksi pangan sebesar 6,8 juta per hektar ( 680 juta untuk 114,6 hektar) mencakup komponen : a. Sarana produksi pupuk dan benih sebesar 0,8 juta per hektar. Dana ini merupakan kredit petani yang harus dikembalikan ke rekening kelompok dengan bunga dan

jangka waktu yang disepakati kelompok. b. Modal usaha lainnya, sebesar Rp. 6 juta per hektar, dapat dipergunakan : § Membangun infrastruktur, membeli alat dan mesin pasca panen, atau barang modal lainnya. § Membiayai bahan baku atau sarana usaha lainnya. 2. Untuk kegiatan produksi peternakan sebesar Rp. 750 juta, mencakup komponen : a. Ternak sapi, dengan biaya Rp. 450 juta; modal pembuatan kandang, pengadaan pakan dan kesehatan hewan Rp. 200 juta. Biaya tersebut merupakan kredit yang harus dikembalikan kepada rekening kelompok, dengan pola, bunga dan jangka waktu yang disepakati bersama. b. Paket peralatan IB sebesar Rp. 100 juta. Petani yang memanfaatkan jasa IB ditarik biaya sebagai pemasukan bagi kelompok dan disetor ke rekening kelompok. Besarnya biaya ditentukan kelompok. Ketentuan lainnya termasuk peserta dan mekanisme penyaluran dana sama seperti pada kredit PKP. Termasuk didalamnya harus adanya partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan. Sumber: Kanwil Deptan Jawa Tengah

KKP= KREDIT KETAHANAN PANGAN (Lihat Diagram Mekanisme KKP di Halaman 8) Kredit Ketahanan Pangan (KKP) adalah pengganti KUT, tidak jelas mengapa KUT perlu diganti. KKP adalah kredit modal kerja yang diberikan oleh Bank Pelaksana dalam rangka peningkatan ketahanan pangan. Bank Pelaksana ialah BRI, Bukopin, BNI, Bank Mandiri, Bank Agro Niaga, BCA, BII, Bank Niaga, BPD berbagai provinsi, dan Bank Danamon. Bunga Kredit Untuk Padi, jagung, kedelai ubi kayu, ubi jalar sebesar 12% per tahun. Budidaya tebu à 16% per tahun. Sapi potong, ayam buras, itik à 16% per tahun. Budidaya ikan à 16% per tahun. Pembelian gabah, jagung, kedelai petani à 15% per tahun

Syarat Peserta KKP: 1. Petani anggota kelompok tani; 2. Menggarap sendiri lahannya (petani pemilik penggarap) atu menggarap lahan orang lain (petani penggarap). Bagi petani penggarap perlu surat kuasa dari pemilik lahan yang diketahui Kepala Desa; 3. Petani berumur sekurang-kurang 18 tahun atau sudah menikah; 4. Petani pemilik penggarap yang memiliki lahan sendiri maksimal seluas 2 hektar; 5. Bersedia mengikuti petunjuk/pembinaan PPL dan bersedia mematuhi ketentuan sebagai peserta KKP. Sumber: Kep Mentan No: 399/Kpts/BM.530/8/2000 Tentang Petunjuk Teknis Pemanfaatan Skim Kredit Ketahanan Pangan dan Siaran Pers Departemen Keuangan No. 29/HMS/2000, 19 Oktober 200 tentang Pendanaan Kredit Ketahanan Pangan


8

LAPORAN

MEKANISME PENYALURAN PKP & CF

Buletin Advokasi No 1/II/2001

MEKANISME PENYALURAN KKP


Buletin Advokasi No 1/II/2001

KAJIAN

Halaman 9

Corporate Farming, Sebuah Harapan Baru? Salah satu upaya pemerintah menjaga Ketahanan Pangan (KP) adalah menggulirkan program Coorporate Farming (CF). Menurut Buku petunjuk yang dikeluarkan Kanwil Deptan Jateng, konsep CF adalah suatu kerja sama ekonomi dengan orientasi agrobisnis komersial secara manajerial. Usaha bisnis pertanian ini diujudkan dengan konsolidasi penguasaan lahan dengan tetap menjamin kepemilikannya oleh masingmasing petani. P e m e r i n t a h memandang, lahan usaha pertanian yang dikelola oleh petani secara individu atau keluarga tidak efisien. Karena rata-rata lahan pertanian yang digarap oleh petani adalah berlahan sempit atau kurang dari 0,5 ha. Dalam petunjuk pelaksanaan yang dikeluarkan oleh Deptan, dituliskan bahwa pemilikan dan penguasaan lahan pertanian yang sempit mengakibatkan rendahnya efisiensi, serta pendapatan usaha tani di bawah UMR, dan alih teknologi lambat serta seretnya proses produksi. Jadi, konsep CF dengan konsolidasi lahan dipandang oleh pemerintah akan lebih menguntungkan petani. Pengelolaan lahan usaha pertanian CF sendiri yang diharapkan oleh pemerintah adalah konsolidasi lahan dengan luasan 100 ha dan pengembangan usaha ternak yang juga di pelihara dalam satu kandang komunal. Keseluruhan usaha akan dikelola dengan sistem manajemen yang profesional oleh seorang manajer.

CF Yang Dialami Petani CF yang baru dalam tahap uji coba dilaksanakan pada 7 Propinsi di Indonesia. Untuk di Jawa Tengah sendiri dilaksanakan di Kabupaten Grobogan, desa Pilang Payung, Kecamatan Toroh. Karena masih dalam taraf uji coba, memang masih dini untuk

Sapi dan Sawah CF melihat perkembangannya maupun hasilnya. Namun beberapa petani yang sempat dijumpai merasa bahwa CF ini terlalu rumit untuk diikuti dan mereka juga mempertanyakan apa itu CF sesungguhnya? Satu hal lain yang harus dijamin oleh pemerintah dalam CF ini adalah sistem pasar dari hasil panen petani. Dari beberapa petani yang dijumpai Advokasi di lokasi lahan uji CF, Desember silam, merasa ragu bahwa panen mereka akan terjamin

harga jualnya. “Paling-paling kami akan menjual hasil panen sendiri, seperti sebelum ada CF di sini,” kata Sukemi, seorang petani setempat. Pak Hardi, salah seorang petani di Pilang Payung, merasa tidak mungkin CF akan menjamin harga gabah petani sementara dipasar sendiri harga gabah tidak tentu. Yudi, seorang pemuda tani setempat, juga mempertanyakan aturan main dari CF sendiri. “Biasanyakan kalau mau pelihara ternak itu disiapkan dulu kandangnya baru sapinya, tapi ini kok sapinya dulu datang baru buat kandang, trus gimana dulu persiapannya ?” tanyanya. Penyatuan Lahan Tentang penyatuan lahan, beberapa petani yang dijumpai mempertanyakan bagaimana sistem penyatuan lahan itu. Mungkinkah CF mengarah pada penyerahan lahan petani kepada orang lain? “Bagaimanapun juga petani menolak tegas penyatuan lahan,” tutur Yudi. Namun, gejala penguasaan usaha tani oleh sekelompok elit di desa dilaporkan telah mulai timbul. Pak Hardi menuturkan cara pembelian sapi CF yang beresiko kolusi antara pengurus CF dengan pedagang. “Pengurus CF mirip perantara antara pedagang sapi dengan petani.” Dari paparan diatas, memang masih banyak pertanyaan seputar CF di kalangan petani (bukan hanya di kalangan akademis ). Apakah CF sebuah harapan atau pepesan kosong? (Berbagai sumber/ iyem)


10

Monitor

Buletin Advokasi No 1/II/2001


Buletin Advokasi No 1/II/2001

Monitor

Halaman 11


KAJIAN

12

Buletin Advokasi No 1/II/2001

Benih Rekayasa Genetika Tinjauan Peraturan yang Ada di Indonesia

P erundang-undangan

yang mengatur produk transgenik atau rekayasa genetika (RG) di Indonesia masih lemah. Karena belum ada yang secara khusus mengatur tentang hal ini. Memang ada beberapa produk hukum yang “sedikit” mengatur perihal RG, namun tidak “menunjuk” langsung kepada proses dan produk rekayasa genetika. Produk RG yang banyak sorot berupa makanan yang mengandung hasil RG, benih dan pakan ternak. Lemahnya segi peraturan, menyebabkan masyarakat tidak mendapat informasi cukup atas sebuah produk (mengandung bahan RG atau tidak). Perangkat peraturan yang ada, belum ada yang mengatur persoalan etika bioteknologi secara menyeluruh. Benih RG Saat ini, belum ada benih RG yang secara resmi dilepas oleh Deptan. Namun, beberapa waktu lalu, masyarakat dikejutkan dengan “ujicoba” kapas Bt di Sulawesi Selatan yang dilakukan Monsanto bekerjasama dengan Dinas perkebunan setempat. Pemakaian benih hasil RG sebenarnya baru dalam tahap ujicoba di labolatorium dan uji di lahan terbuka (yang seharusnya terbatas). Hal ini jika benih hasil RG dipandang sebagai varietas baru (pemuliaan), yaitu sebagaimana diatur menurut UU No 12 Tahun 1992 Tentang Sistem Budidaya Tanaman jo. PP No 44 Tahun 1995 Tentang Pembenihan. Benih yang ditanam dan secara terbuka menyebut hasil RG, barulah kapas Bt dan Jagung Bt. Sebagai contoh ialah praktik pengembangan varietas kapas Bt di Sulsel, di daerah Bantaeng dan Takalar oleh Monsanto atau PT Monagro (+/- 500 hektare). Di sini dikembangkan tanaman kapas Bt (diberi gen bakteri Bt yang mampu membunuh hama penggerek) dengan

ditumpangsarikan dengan kedelai Roundup-ready (kebal tehadap racun herbisida) dan Jagung Bt (di AS, jagung Bt hanya disarankan untuk pakan ternak). Pihak yang bertanggungjawab “melepas” atau memberi ijin kapas Bt,

Di AS, kini petani mulai melaporkan kerusakan akibat serangan hama pada kapas Bt. Sekitar, 40% petani kapas Bt harus (tetap) menggunakan semprotan kimia untuk mengendalikan hama penggerek, bahkan ada yang harus lebih dari sekali.

Aksi Pemerintah melalui Litbang Deptan harus segera menghentikan proses ujicoba kapas Bt yang berlangsung saat ini, hingga dipenuhinya prosedur. Tanamlah benih yang telah terbukti aman bagi lingkungan Anda!

adalah Komisi Keamanan Hayati, Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan Deptan Bogor, dan Puslitbang

Tanaman Industri Dephutbun. Dinas Perkebunan Sulsel mendukung kapas Monsanto ini lebih dengan alasan otonomi daerah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Di beberapa daerah lain, juga ditanam kayu akasia, jati emas dan lain-lain. Namun produk-produk varietas baru ini diklaim (diaku) sebagai hasil bioteknologi (pemuliaan biasa- bukan produk RG). Dengan lemahnya sistem hukum tentang produk RG di Indonesia, dalam bidang pertanian, maka Perusahaan benih seperti Monsanto akan membuat petani tergantung pada benih produksinya. Hal ini sudah terlihat pada jagung hibrida yang produksinya menurun pada generasi kedua. Petani harus membayar technology fee (biaya teknologi) untuk benih yang dibeli, harus berjanji untuk tidak menanam lagi benih hasil panenannya. Dengan senjata HAKI yang diatur dalam TRIP’s yang diawasi WTO, produsen benih trangenik dapat memaksa pemerintah negara berkembang untuk menaati peraturan ini. Promosi yang gencar dari perusahaan benih RG memang dapat difahami, sebab mereka perlu segera memasarkan produk transgenik agar investasinya kembali dengan untung. UU Varietas Hal lain yang cukup meresahkan, ialah disetujuinya RUU Perlindungan Varietas Tanaman oleh DPRRI barubaru ini. Karena dalam RUU ini, lebih banyak berbicara tentang perdagangan varietas, ketimbang perlindungan. Bahkan peraturan ini menciptakan lembaga baru yaitu sertifikat “Perlindungan Varietas Tanaman” yang tidak lain adalah istilah UU ini untuk “Hak Paten” bagi produk penelitian varietas tanaman. (Berbagai sumber/Dian)


Buletin Advokasi No 1/II/2001

KAJIAN

Halaman 13

“KETAHANAN PANGAN BUKAN TANGGUNG JAWAB PETANI” Widada Bw Spesialis Pengembangan Masyarakat

Sejarah perkembangan pertanian di Indonesia adalah sejarah eksploitasi terhadap petani, sejarah kekalahan petani. Semula oleh kekuasaan feodal dan kolonial (Belanda dan Jepang) dilakukan secara sistemik untuk melanggengkan kekuasaan.

sub-ordinat program), juga untuk mempertahankan kekuasaan. Dan kemudian ditiru oleh Parpol (Partai Politik) untuk menghimpun suara, oleh Organisasi petani untuk mencari kedudukan dan oleh LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) untuk mendapat dana.

kemudian oleh pemerintahaan Republik Proklamasi dan pemerintahan ORBA dilaksanakan secara pragramatis (yang menempatkan petani sebagai

Petani perlu bersatu dan bergerak melawan eksploitasi (dijadikan obyek pemerasan) dan sub-ordinasi (diperalat) tersebut. Tujuan gerakannya adalah untuk: · Merebut kembali hak-hak dasarnya · Memulihkan harkat dan martabatnya · Meningkatkan kesejahteraannya Semua pihak yang peduli pada nasib dan perjuangan petani harus menggunakan segala macam program yang dikembangkannya sebagai sarana untuk mencapai tujuan gerakan petani tersebut. Pangan atau Ketahanan Pangan Nasional menjadi tanggung jawab stakeholder (semua pihak yang diuntungkan dan yang dirugikan) pangan. Bukan hanya tanggung jawab Petani. Semua pihak perlu meredifinisi paradigma (cara berfikir), mereposisi peran, merefresh (menyegarkan) SDM-(Sumber daya Manusia)-nya, dan mereorientasi program, untuk membantu mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional.

Widada Bw

Menyerahkan sebagian besar tanggungjawab Ketahanan Pangan Nasional kepada para petani, tentu tidak bertanggungjawab. Selain itu menunjukkan kedangkalan sebuah program nasional. (*)


14

Profil Aksi

Buletin Advokasi No 1/II/2001

Saikul Lukman:

“Kalau sendirian, tidak mungkin memecahkan persoalan-persoalan yang ada” M

ei 2000 yang lalu, beberapa petani penerima Kredit Usaha Tani (KUT) se eks Karesidenan Surakarta Jawa Tengah bersama Yayasan Duta Awam (YDA) dan beberapa LSM lainnya, mengadakan kunjungan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) di Jakarta. Kunjungan ini dimaksudkan untuk menyampaikan temuan-temuan petani sehubungan dengan pelaksanaan KUT yang dirasakan mereka. Dari sejumlah 7 orang petani yang berangkat ke DPR untuk menyampaikan aspirasi tersebut, terdapat sesosok petani muda bernama Saikul Lukman (29 tahun). Bapak berputera satu ini bertempat tinggal di Desa Bade Kecamatan Klego Kabupaten Boyolali Jawa Tengah. Ditemui awal Pebruari lalu di rumah orang tuanya, dimana dia tinggal bersama keluarga, Saikul yang baru pulang dari sawah langsung menemui Advokasi sambil mengasuh anaknya, Wildan, yang baru berusia 1 tahun.

akan menerima informasi yang sepihak saja namun dari berbagai pihak. Bahkan menurut Saikul, DPR berpesan kalau ada masalah bisa disampaikan kepada mereka. Pengalaman Saikul berkunjung ke DPR diakuinya menambah keberaniannya untuk berbicara. Namun, “… perlu berke-

lalu. Manfaat berkelompok sangat dirasakannya dalam berusaha memecahkan persoalan-persoalan di desanya. KPL sendiri adalah sebuah kelompok yang berdiri (1998) karena adanya keprihatinan sebagian masyarakat Desa Bade tentang pencemaran lingkungan oleh sebagian masyarakat lainya. Kelompok ini telah melakukan kegiatan-kegiatan seperti sosialisasi lingkungan hidup ke masyarakat sekitar, sosialisasi Undang-undang Lingkungan Hidup ke Kepolisian Sektor (Polsek) Kecamatan Klego, monitoring KUT, workshop advokasi, monitoring kredit pertanian, dan terakhir mereka saat ini melakukan pendekatan ke Pemerintah Daerah Tingkat II Boyolali dalam rangka advokasi terhadap jaringan irigasi di desa mereka. Sehubungan dengan masalah-masalah petani yang ada, “yang perlu kita bangun adalah kekompakkan,” tutur Saikul.

“Mereka (DPR) bisa menerima atase (meskipun-red) kita ini petani,” ungkap Saikul sambil menerawang mengingat pengalamannya menyampaikan aspirasi ke DPR RI, saat dia bersama kawan-kawannya ditemui Fraksi Reformasi dan Fraksi PDI Perjuangan.

lompok, kalau sendirian tidak mungkin memecahkan persoalan-persoalan yang ada,” nasihat Saikul mantap, ketika ditanya apa yang bisa diambil dari pengalamannya itu.

Lalu dia menceritakan pula bagaimana DPR berterima kasih atas informasi-informasi yang disampaikan, dengan demikian DPR tidak

Pendapatnya ini tentu saja tidak terlepas dari keterlibatannya dalam Kelompok Peduli Lingkungan (KPL) Desa Bade sejak dua tahun yang

Saikul Lukman

Obrolan Advokasi dengan Saikul, akhirnya terpaksa diakhiri karena hari semakin sore dan dia harus melaksanakan tugas sebagai salah seorang pengajar di Taman Pendidikan Al Qur’an (TPA) di desanya. Ya, selain profesi aslinya sebagai petani, Saikul juga mengajar di TPA yang turut dibidaninya. Dan dia juga masih sempat menimba ilmu di Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) di STAIMUS. Iya dah, selamat berjuang Mas Saikul. (Riza/ Bayu)


Buletin Advokasi No 1/II/2001

AYO AKSI

Halaman 15

Elemen Dasar Advokasi D

alam melakukan advokasi ada banyak cara-cara yang bisa digunakan. Bagan yang Anda lihat di bawah ini adalah hal-hal paling mendasar (elemen dasar) yang sebaiknya ada dalam sebuah kegiatan advokasi. Kadang-kadang Kita tidak perlu menggunakan seluruhnya, tapi tidak jarang seluruh hal tersebut mutlak dibutuhkan. Terlepas dari perlu digunakan seluruhnya atau tidak, satu hal yang perlu diingat adalah: tidak perlu terikat pada urutannya.Kita bebas memilih atau menggabung-gabungkan elemen-elemen tersebut sesuai kebutuhan Kita.

Memilih tujuan advokasi

Memilih tujuan Menggunakan data penelitian

Menentukan kelompok sasaran

Evaluasi

Advokasi

Mengembangkan & mengirim pesan

Suatu masalah kadang-kadang bisa sangat rumit. Untuk dapat sukses dalam beradvokasi, kita perlu membuat tujuan yang jelas dan khusus.

Membuat presentasi Membangun koalisi

ngirim Pesan Advokasi Menggunakan data hasil penelitian untuk advokasi Data yang akurat sangat berguna untuk menunjang argumen dalam advokasi. Selain itu data juga bermanfaat memperkaya Kita dalam merumuskan masalah, pemecahan masalah yang diharapkan dan dalam menetapkan tujuan advokasi.

Menentukan kelompok sasaran advokasi Begitu Kita menetapkan sebuah tujuan, seluruh upaya advokasi harus diarahkan pada orang-orang yang memiliki kekuasaan atau memiliki kekuatan untuk mempengaruhi pengambil kebijakan.

Mengembangkan dan Me-

Menggalang dana

Masing-masing kelompok akan memberikan reaksi yang berbeda terhadap sebuah pesan. Karena itu Kita perlu mengembangkan pesan yang tepat kepada setiap kelompok sasaran agar mereka memberikan tanggapan seperti yang Kita inginkan.

menyeluruh dan hati-hati dalam menyusun argumen adalah suatu langkah yang sangat penting.

Menggalang Dana Untuk dapat melaksanakan advokasi yang mencapai sasaran, pasti dibutuhkan berbagai dukungan. Salah satunya yang cukup penting adalah dana.

Membangun Koalisi Seringkali kekuatan sebuah advokasi ditentukan oleh berapa banyak orang -orang yang mendukung tujuan Anda. Karena itu galang dukungan sebanyak mungkin.

Membuat Presentasi yang Meyakinkan Kesempatan untuk mempengaruhi orang yang sangat penting dalam advokasi Kita seringkali sangat sedikit dan sempit, karena itu Anda harus mampu membuat presentasi yang meyakinkan. Sebuah persiapan yang

Mengevaluasi Upaya Advokasi Bagaimana Kita tahu bahwa advokasi yang dikerjakan berhasil mencapai tujuan? Bagaimana strategi advokasi bisa ditingkatkan kualitasnya? Untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut Kita membutuhkan umpan balik dan evaluasi yang terus menerus. (Nila) Sumber: Ritu R. Sharma, Support for Analysis and Research in Africa (SARA)


16

BERO

Buletin Advokasi No 1/II/2001

Awas, sekarang ada dua yang diracuni…

S

eorang petani semangka sangat kesal dengan ulah anak-anak kampungnya yang suka mencuri buah di ladangnya. Berbagai cara sudah dilakukan agar tanamannya tidak diusili, namun selalu gagal. Tetapi suatu hari si petani mendapat ide… Dia pun menulis di sebuah papan pengumuman besar, “Awas, salah satu buah semangka di ladang ini diberi racun yang mematikan!” Lalu, papan pengumuman itu di pasangnya di ladangnya. Si petani tersenyum geli membaca tulisannya, “Ha ha sekarang pasti kamu akan pikir-pikir untuk mengganggu tanaman di ladang ini,” si petani membatin. Lantas dengan hati tenang dia pun pulang ke rumah. Benar saja, keesokan harinya saat si petani memeriksa ladang semangka. Ladangnya tidak lagi diusili oleh anak-anak kampung itu. Tanamannya betul-betul aman dan tidak diganggu. Namun dia jadi kaget setengah mati. Sebab, di samping papan pengumuman yang dipasangnya, kini ada sebuah papan pengumuman lain. Di papan yang baru itu tertulis, “Awas, kini ada dua semangka yang diracuni…” (Dian)

& berhadiah! Santai & Menurun 1. Akar yang dapat dimakan 2. Dobel 3. …. Daniati 4. Minuman kesehatan bayi 6. Volume (sing) 8. Nama (Inggris) 10. Kita (Inggris) 11. Jenis pupuk (dibalik) 12. Jenis pupuk juga 13. Gejala alam, sering mengakibatkan gagal panen pada bawang. 14. Kepunyaan 15. Harapan 17. Kayu besi 19. Rongga/ruang di tanah Bayu

Mendatar 1. Biasanya disebut bantuan 2. Bumi 5. Pembelaan dan pemberdayaan/nama bulletin ini 7. Bermalam 9. Buah yang mengandung lemak tinggi 13. Tidak turun hujan 16. Rancangan Undang-undang 18. Hama yang besar-besaran menyerang Lampung dan NTT 20. Hama padi 21. Pestisida

Tulis jawaban TTS Anda pada selembar kartu pos dan Kirim ke redaksi Advokasi: Yayasan Duta Awam, Jl. Adi Sucipto 184-i Solo. Jangan lupa tempelkan kupon TTS. Jawaban ditunggu paling lambat akhir April 2001. Tersedia hadiah sebagai tanda persahabatan dari redaksi bagi tiga orang pemenang yang beruntung. Lumayan khan? Edisi Pebruari 2001


Buletin Advokasi No 1/II/2001

KILAS

Halaman 17

Presiden Batalkan PPN Produk pertanian Karena petani keberatan maka Presiden Abdurrahman Wahid membatalkan berlakunya Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Atas produk pertanian, peternakan, dan perikanan melalui UU No 18 Tahun 2000. Menurut Mentan keberatan petani kita wajar, sebab di negara lain pertanian disubsidi jadi tak terkena PPN. Di Indonesia subsidi untuk petani sudah hampir disikat habis, jadi tidak adil bila dikenakan PPN.(Kompas 12 Januari 2001)

Pemerintah Akan Hapus HDG

harga dasar gabah yang ditetapkan mulai 1 Januari 2001, dibawah harga pasar. Gejala itu terjadi di beberapa daerah di lumbung padi Jawa Tengah. Melalui Inpres No 8 Tahun 2000. ditetapkan harga GKP Rp 1500. Dengan persyaratan kualitas, kadar air maksimal 14%, kotoran maksimal 3%, butir hijau maksimal 3%, butir merah maksimal 3%. Sedang di lapangan kenyataannya ternyata lain. Sektor pertanian adalah nafasnya bangsa, jadi Mentan tak hanya cukup minta maaf kepada petani dan keluarganya.(Kompas 12 Januari 2001)

Pemerintah akan mengganti Petani Sulit Penuhi HDG (Harga dasar Gabah) dengan sistem pembelian harga gabah tetap (procurement price). Dengan sistem ini, harga gabah distabilkan, baik diwaktu paceklik maupun waktu panen raya. Dikatakan Mentan Bungaran, bila setiap tahun pemerintah memerlukan stok beras 2 juta ton, maka pemerintah akan membeli jumlah itu dengan harga yang ditetapkan, bukan seperti sekarang, membeli gabah petani saat harga anjlok. Dengan kondisi sekarang, pemerintah sulit melakukan pembelian beras dengan optimal, apalagi harga beras dalam negeri jauh lebih tinggi dibanding harga beras internasional.(Solopos 18 Januari 2001)

Syarat Gabah Bulog

Soal Gabah Pemerintah Tak Cukup Minta Maaf

Menurut Dirjen sarana dan Prasarana Deptan Ato Suprapto, permintaan beras terus meningkat, dengan jumlah penduduk sekitar 210 Juta, dan kebutuhan beras 135 Kg/ orang/tahun. maka dibutuhkan 28 Juta ton beras.

M

entan Bungaran Saragih meminta maaf kepada petani sebab

Dirjen Tanaman Pangan dan hortikultura, Syarifudin Karama, menjanjikan akan mengusulkan kepada Bulog untuk membuat rafaksi gabah berdasarkan kadar airnya. Tujuannya agar gabah petani tetap bisa dibeli oleh Bulog. Bila disetujui perlu dibuat alat ukur kadar air dan pengukuran dilakukan bersama-sama. Karena petani mengaku kesulitan memenuhi persyaratan kualitas gabah.(Kompas, Subang 15 Januri 2000)

Disiapkan RUU Lahan Pertanian Abadi

Untuk ini pemerintah akan menyiapkan UU Lahan Pertanian Abadi, yang mengatur soal tata ruang pertanian, sehingga daerah sentra pertanian tidak diganggu gugat. Untuk mencegah konversi (perubahan status) lahan pertanian ke industri secara besar-besaran. Dikatakan, pada tahun 1993 lahan pertanian yang dikonversi (diubah stausnya) untuk industri seluas 1 juta Ha. Sedangkan pada tahun 2000 sebanyak 1,2 juta ha. Setiap tahun rata-rata lahan pertanian yang dikonversi ke industri sebesar 102 ha.(Solopos 9 Januari 2001)

Pemerintah Tak Jamin KKP Pemerintah tidak menjamin KKP tahun ini sebesar Rp 1,9 Triliun dan menyerahkan ke bank pelaksana dibantu Askrindo, untuk menyalurkan dan bertanggung jawab terhadap pengembalian kredit. Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Mennegkop UKM) Zarkasih Nur, mengatakan memang ada usulan mengenai perlunya pemerintah memberikan jaminan terhadap KKP. “Tapi kemudian disepakati bahwa polanya tetap executing. Artinya diserahkan kepada bank sepenuhnya dan mereka ikut bertanggungjawab mengembalikan�. Karena tak ada jaminan, pemerintah meminta Askrindo dan Perum Pengembangan Keuangan Koperasi(Perum PKK) proaktif untuk melakukan penjaminan pada KKP. Dicontohkan Zarkasi, perlunya bank-bank mencontoh Bank Bukopin, yang mencarikan pembeli bagi tebu produksi petani yang dibiayai KKP. (Solopos 3 Januari 2001)


Resep Kita

18

Buletin Advokasi No 1/II/2001

Cara Alami Untuk Mengendalikan Hama Wereng 1. Memakai Umbi Gadung Bahan a. Satu umbi gadung. b. Satu liter air kencing ternak. Cara PembuatanB. Cara Pembuatan a. Umbi gadung diparut. b. Tambahkan 1 liter air kencing ternak. c. Kemudian endapkan selama 3 hari, hasilnya disaring kemudian disemprotkan pada tanaman yang terserang wereng . Cara Pemakaian Cara Pembuatan a. Bagi 1 liter larutan tersebut menjadi 3 bagian (+ 300 cc larutan) b. Campurkan 300 cc larutan tersebut dengan air sebanyak 9 sampai 14 liter lalu masukkan pada 1 tangki sprayer. c. Kemudian semprotkan pada tanaman yang terserang.

2. Memakai Racun Jamur Bahan a. Beras Âź Kg. b. Kantong plastik 500 Gram. c. Alat masak. d. Air 5 liter. e. Gula pasir 4 sendok makan. f. Saringan kain kasa. g. Serangga terserang penyakit jamur. Cara Pembuatan Beras dicuci/dipususi kemudian dimasak setengah matang, kemudian masukkan kedalam plastik, ambil serangga hama yang terserang jamur dilahan dan masukkan ke

Wereng dalam nasi setengah masak yang dibungkus plastik tadi, kemudian tambahkan air 5 liter aduklah sampai rata. Adonan ini biarkan 2 sampai 3 minggu, hasil dari biakan ambil satu sendok makan, kemudian tambahkan air 5 liter aduklah sampai rata dan tambahkan gula pasir 4 sendok makan dan aduklah sampai rata, kemudian saringlah dan semprotkan pada tanaman yang terserang hama kepinding, wereng dan mentul, walang sangit. Cara Pemakaian Cara Pembuatan a. 1 sendok makan biakan jamur + 5 liter air + 4 sendok makan gula pasir diaduk hingga rata. b. Setelah larutan tercampur, kemudian disaring, dan airnya dimasukkan dalam tangki. c. Kemudian semprotkan pada tanaman yang terserang. (Berbagai sumber/Eko)


Buletin Advokasi No 1/II/2001

InfoTerbitan

Halaman 19

Bacaan penting untuk gerakan advokasi! Utang Ekologis

Keuntungan Palsu

Buku ini menuturkan secara gamblang, bagaimana penghisapan sumber daya yang dilakukan negara negara Utara terhadap negara-negara Selatan. Dus, membuktikan bahwa negara Utaralah yang justeru (secara ekologis) memiliki utang kepada negara Selatan!

Buku ini memaparkan bagaimana paket pembangunan (utang) yang ditawarkan kepada negara kita, justeru akan membuat kita makin terpuruk ke jurang kemiskinan yang tak berujung!

Perkebunan & Pestisida Modul untuk aksi ini, mengajak petani dan buruh tani bangkit melawan penggunaan pestisida. Modul ini mengungkap pula berbagai kasus mengenai racun ini.

KPL; Lokomotif Perjalanan menuju Petani Advokasi Komik atau cerita bergambar ini ditulis berdasarkan pengalaman Kelompok Peduli Lingkungan Desa Badhe Klego Boyolali dalam mengadvokasi persoalan di lingkungannya.

Monitoring Partisipatif Terhadap Proyek Bank Dunia.

Utang Luar Negeri Indonesia

Proyek yang dibiayai dari utang luar negeri harus diwaspadai dan diawasi oleh warga. Komik ini dapat membagi pengalaman YDA bagaimana memonitornya, dengan kekuatan warga secara partisipatif.

Komik ini dengan lugas dan sederhana, mengungkap bagaimana masyarakat harus bersikap terhadap proyek yang dibiayai dari utang luar negeri.

ik? r a t Ter ungi: Hub


20

Buletin Advokasi No 1/II/2001


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.