advokasi No 07

Page 1


Berbagi Cerita

Halaman 2

Petani Selalu Terpojok Terimakasih kami bisa numpang nulis dalam buletin ini. Kami sebagai petani sependapat dengan misi dan visinya YDA, yang mau memperhatikan nasib petani, dimana petani selalu terpojok, selalu jadi obyek oleh satu pihak yang diuntungkan. Misal dalam pembenihan, petani seolah dipaksa agar mereka menggantungkan pada perusahaan pembenihan. Padahal kerap terbukti munculnya benih-benih perusahaan itu menimbulkan penyakit baru. Selanjutnya perusahaan pestisida akan mengambil kesempatan untuk membuat obat-obat baru. Dan petani tidak tahu hasil uji cobanya di lapangan. Maka yang untung perusahaan benih dan obat. Kami petani mengharap pada pemerintah untuk selektif pada benih dan obat (pestisida-red) yang masuk ke Negara ini. Pada buletin berikutnya, mohon dicantumkan UU tentang benih, dan UU konsumen. Sudadi Bulu Wetan Desa Suroteleng kecamatan Selo, Boyolali

Kapan Petani Untung ?

lomba mencari tebasan sebanyakbanyaknya dengan uang muka tak seberapa. Pada awal memetik hasilnya baik, tapi karena lahannya luas waktunya pun lama, ketika panen baru berlangsung 20%, terjadi penurunan harga, dan penebaspun membuat langkah membatalkan kesepakatan semula. Dan petani menanggung sendiri penjualan sisa panenan yang ditinggal begitu saja, dengan kualitas dan harga yang telah jatuh. Maka ke depan diharap petani bisa melindungi dirinya dengan membuat perjanjiaan tertulis diatas segel, dan memakai saksi. Maka petani bisa terlindungi secara hukum. Robert S Desa Bentak 18/V Sidoharjo Sragen Jateng

Menggagas Bahasa Petani Sebuah terbitan apapun bentuknya, pasti memiliki kebijakan tersendiri untuk memilih secara�khas� bahasa yang digunakan. Misal majalah TEMPO dan ANEKA pasti berbeda. Pertimbangan pilihan bahasa sebuah terbitan tentu disesuaikan dengan segmen pasar yang dibidiknya, agar nyaman menikmati bahasanya. Bahasa remaja pasti berbeda dengan bahasa politikus, pebisnis,

Melalui buletin ini saya meng himbau pada teman petani agar tak selalu jadi korban. Ketika petani ingin menebaskan (menjual dengan cara tanaman dipanen oleh pihak pembeli) padi dengan kesepakatan dengan penebas yang telah disepakati dua pihak. Namun tiba-tiba penebas membatalkan secara sepihak sehingga petani dirugikan. Saat harga baik, penebas ber-

Buletin Petani ADVOKASI No 7 April-Juni 2002

atau ibu rumah tangga. Tanpa harus latah, nampaknya perlu juga untuk menggagas bahasa yang pas untuk terbitan dengan segmen petani dan pemerhati petani. Dengan pilihan bahasa yang akrab dengan petani, saya yakin, akan membuat media itu dicintai. Tentu semua tak lepas dari pertimbangan seperti kaidah bahasa Indonesia. Sri Sutardi Kelompok Jerami Bulukerto Wonogiri

Mengkopy Buletin Kami selalu mendapat Buletin Advokasi dari YDA 5 exp. Dan kami selalu membawanya ke lapangan untuk memberikan informasi kepada petani. Ternyata cara ini mempermudah acara diskusi dalam kelompok tani. Kelompok meminta kami meninggalkan buletin itu, maka kami mengkopinya untuk mereka, tapi tempat foto copynya jauh. Dan mereka lebih suka membaca yang asli. Materinya sangat diminati dan membuat penyadaran bagi mereka. Okti Fitriani Koord Pengorganisasian YASVA, Jl. Durian No. 118 Lingkar Timur Bengkulu 38226

Literacy Clipaart of ACCU, UNESCO APPEAL


Salam Advokasi

Halaman 3

PupukUntuk Dijual ke Luar Negeri apa kita membangun pabrik pupuk? Ketika Presiden Soekarno memutuskan untuk membangun pabrik pupuk Pusri pada tahun 1959, tujuan utamanya adalah mempunyai pabrik yang bisa menyediakan sarana produksi yang memadai untuk mendorong peningkatan produksi pangan. Jadi, sejak awal kita membangun pabrik pupuk bukan untuk menjadi negara produsen pupuk, tetapi menunjang program pertanian. Kelirukah pilihan itu? Sama sekali tidak. Negeri ini terlalu besar dan terlalu banyak jumlah penduduknya. Sangatlah riskan membiarkan negara berpenduduk besar tanpa mempunyai ketahanan pangan yang memadai. Jangan lupa, negeri ini terdiri dari beragam suku bangsa dan tersebar dalam ribuan pulau. Ketika negara tidak mampu menyediakan bahan makanan yang memadai bagi rakyatnya, maka dengan mudah itu menjadi isu politik yang bisa memecah-belah bangsa ini. Untuk kebijakan pangan, semua negara di dunia tidak mau berkompromi. Dengan segala cara mereka akan bertahan dengan kebijakan pangannya dan sejauh mungkin menghindarkan diri tergantung pada orang lain. Kita hidup di dunia ini memang bukan untuk makan. Tetapi, kita membutuhkan makan untuk hidup. Karena makanlah kita bisa bekerja produktif.Karena terpenuhinya kebutuhan gizi, maka kita bisa mengembangkan diri dan menghasilkan karya-karya yang bermanfaat bagi diri kita dan bagi kehidupan manusia. Sebaliknya kita tahu bahwa orang-orang yang lapar cenderung destruktif.Karena laparlah, maka orang bisa bermata gelap dan tidak bisa menghasilkan karya apaapa. Dengan semua latar belakang itulah, kita ingin mempertanyakan kebijakan pembangunan pertanian kita. Apakah pertanian itu sekadar bercocok tanam, sekadar persoalan petani, ataukah juga meliputi sarana penunjangnya, sarana produksi mulai dari ketersediaan Saprodi, hingga penanganan pasca panennya? Buletin Petani Advokasi diterbitkan oleh Yayasan Duta Awam (YDA), sebagai media komunikasi dan advokasi menuju petani Indonesia mandiri. Redaksi Buletin Petani Advokasi menerima tulisan, gambar/foto dengan misi pemberdayaan petani dari berbagai pihak, khususnya dari kalangan petani sendiri.

Presiden Megawati mengaku malu bahwa negeri ini belum mandiri dalam soal pangan. Tapi, persoalannya tidak bisa hanyadilemparkan ke Departemen Pertanian. Yang tidak kalah penting adalah bagaimana dukungan dari bidang risetnya, industri pupuknya, dan hal terkait lain. Selama ini, kita selalu berpikir sepotong-sepotong apabila membicarakan soal pembangunan pertanian. Kita lupa untuk juga menggugat peranan sektor lain yang seharusnya ikut bertanggung jawab terhadap peningkatan produksi pertanian. Salah satunya yang sekarang ini patut kita pertanyakan adalah tanggung jawab industri pupuk. Apakah karena kita sedang hidup di era ekonomi pasar, maka orientasi industri pupuk hanya sekadar mencari untung sebesar-besarnya. Jelas! Bahwa industri pupuk nasional sudah melenceng dari tujuan awalnya. Hanya karena ingin dianggap berhasil, ingin dianggap menguntungkan, maka berbondongbondong mereka mengincar pasar internasional, yang harga per tonnya memang bisa 50 dollar hingga 60 dollar AS lebih mahal. Hanya dengan alasan "harus bisa hidup", kewajiban untuk memasok kebutuhan dalam negeri pun dilanggar. Industri pupuk lebih suka memasok terlebih dahulu kebutuhan negara lain, entah itu Vietnam ataupun Thailand, hanya karena akan bisa mendapatkan uang lebih. Kita lupa kalaupun kita mendapatkan keuntungan dari penjualan pupuk, apakah kemudian kita bisa membeli kebutuhan pangan bagi rakyat di dalam negeri, ketika kita membutuhkan itu? Kita pernah punya pengalaman pahit, ketika bermimpi untuk melompat menjadi negara industri. Kita memilih untuk meninggalkan sektor pertanian dan membangun industri pesaw at terbang. Apakah hasilnya? Ternyata kita menjual pesawat terbang, kemudian hanyalah ditukar dengan beras. Haruskah kesalahan itu terulang kembali? Penanggung Jawab: M Riza Dewan Redaksi: Mediansyah (koordinator), Kurniawan Eko, Puitri Hatiningsih, Muhammad Yunus, M Zainuri Hasyim, A Bayu C, Haleluya Giri Rahmasih, Anwar Hadi, Panggah, Retno AW ,W illem M (Kalbar), Sucipto (Riau). Distribusi : Sumengkar W , F Agnes Alamat:Jl Adi Sucipto No 184-I Solo 57102 Telp: (0271) 710816 Fax: (0271) 729176 e-mail: dutaawam@bumi.net.id

Buletin Petani ADVOKASI No 7 April-Juni 2002


Laporan

Halaman 4

Bulog jadi Perum Pangan

Petanimakinditinggalkan Bulog merencanakan perubahan status menjadi Perum Logistik Pangan Nasional (Perum Pangan) pada 1 Januari 2003 dengan masa transisi dua tahun, demikian seorang pejabat mengungkapkan. Kepala Bulog Widjanarko Puspoyo mengatakan perubahan status tersebut untuk memudahkan penyusunan anggaran dan sistem akuntansi keuangan yang akan digunakan. Keppres RI No.3/2002 menetapkan, bahwa selambatnya 31 Mei 2002 Bulog sudah berubah status hukumnya dari Lembaga Pemerintah non-Departemen menjadi suatu badan usaha milik negara. Namun, ini diundur hingga akhir tahun. Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) soal Perumisasi Bulog, menurut Widjanarko, sudah berada di Sekneg dan diharapkan dalam waktu dekat dapat tiba di DPR. Pembahasan mengenai perumisasi Bulog, kata dia, kini diarahkan untuk melalui masa transisi dan tahap pelaksanaan korporatisasi BUMN sesuai core business. Masa transisi diusulkan selama 2 tahun dimulai 2003 terdiri dari tahun permulaan kegiatan produksi maupun pemasaran komoditas pangan beras dan nonberas. “Sedangkan tahun kedua diharapkan telah memasuki tahap pemantapan untuk mencapai kemandirian,” ujar mantan anggota DPR itu. Sehubungan dengan rencana tersebut, kata dia, persiapan perangkat lunak jaringan operasional dan sistem akuntasi sudah disiapkan, sehingga pada saat RPP Perum ditandatangani

Volume perdagangan beras lokal di Indonesia masih sangat kecil, hanya 30% saja produksi beras nasional yang masuk ke pasar domestik. Sementara sebagian besar atau 70% hasil produksi beras lokal kembali lagi ke petani untuk konsumsi mereka sehari-hari.

Presiden maka Bulog sudah siap untuk menjadi lembaga kompetitif (bisnis). Tugas Perum Pangan Mengenai tugas Bulog sebagai penanggung-jawab Program Raskin, yang diemban sejak awal 2002, Widjanarko mengatakan RPP tidak menyebutkan secara eksplisit apakah masih diteruskan bila sudah menjadi Perum. Namun demikian, ujarnya, RPP itu menyebutkan Perum Pangan berhubungan dengan manajemen nasional bahan pangan pokok dan tidak tertutup kemungkinan untuk mendapatkan penugasan khusus, termasuk tugas ekspor-impor. “Kebijakan stabilisasi pangan nasional, termasuk Program Raskin, adalah kewenangan pemerintah. Jadi selama kebijakan itu tetap dilakukan, pelaksananya tetap Bulog,” kata dia. Perubahan kebijakan, menurut dia, baru bisa dilak-sanakan setelah pembahasan APBN di DPR.

Stephanie Pelletier-CUSO

Buletin Petani ADVOKASI No 7 April-Juni 2002

Lindungi petani? Dalam hal pengamanan pendapatan petani, Kabulog menyatakan, diperlukan kebijakan baru, bukan semata mengandalkan pada patokan harga dasar gabah (HDG) yang ditetapkan melalui Inpres No. 9/2001 tentang Penetapan Kebijakan Per-berasan. “Hal terpenting untuk mengamankan pendapatan petani adalah kebijakan berkaitan perda-gangan Internasional,” sebut Widja-narko. Disebutkan, ada beberapa pilihan langkah untuk mengamankan petani, yaitu mempertahankan kebijakan harga masuk beras impor lebih rendah dari harga dalam negeri,


Laporan

Halaman 5

agar konsumen dan produsen (petani) tidak terombang-ambing fluktuasi harga dunia. Pilihan kedua adalah menaikkan tarif bea masuk. Namun risikonya membuat berang pihak Bank Dunia dan lembaga keuangan internasional (IMF) yang keberatan. Dampak lain kenaikan tarif adalah maraknya penyelundupan. Pilihan Kabulog Widjanarko menyodorkan pilihan ketiga, yaitu membebaskan perdagangan sebebas-bebasnya. Hal tersebut berarti menyetujui usulan IMF dan Bank Dunia agar konsumen dalam negeri menikmati harga beras yang lebih rendah, terlepas dari produk dalam negeri ataupun impor. Tetapi mereka (IMF dan Bank Dunia, red) tidak akan peduli, apakah nanti petani kita beralih menjadi kuli bangunan, karena budidaya padi tidak lagi menguntungkan. Maka pembebasan pasar tanpa batas tersebut tentu sangat membahayakan. Ada pilihan lain Kabulog yang dianggapnya terbaik, adalah menetapkan kuota tarif yang disebut Kabulog sebagai kebijakan baru. (Meski telah lama diterapkan di negara lain terutama negara maju) Kebijakan tersebut berupa penetapan jumlah pangan impor yang boleh masuk suatu negara dalam tenggang waktu satu tahun. Dicontohkan, semisal tahun 2002 dilakukan impor beras sebanyak 3 juta ton/tahun. Lantas Bulog yang kelak berubah menjadi Perum menerima 50%. Sementara selebihnya diserahkan ke swasta. “Dengan adanya beras impor 1,5 juta ton, maka bisa digunakan untuk menstabilkan pasokan dan besaran bea yang masuk ke Depkeu dapat diketahui,” jelas Kabulog. Sangat Kecil Volume perdagangan beras lokal di Indonesia masih sangat kecil, hanya 30% saja produksi beras nasional yang masuk ke pasar domestik.

g dun Ban SDM

Sementara sebagian besar atau 70% hasil produksi beras lokal kembali lagi ke petani untuk konsumsi mereka sehari-hari. Gejolak harga beras selalu berdampak langsung pada timbulnya masalah sosial dan ekonomi di masyarakat. Padahal sebagai komoditas strategis pemenuhan kebutuhan beras dari produksi domestik (dalam negeri) harus menjadi prioritas. “Beras hasil panen petani yang masuk ke pasar hanya 30%, selebihnya menjadi konsumsi petani. Dari 30 % volume produksi beras nasional yang masuk pasar lokal, lebih dari 80 % dikuasai perusahaan swasta, hanya 20% saja yang bisa ditangani pemerintah,” kata Pengamat Ekonomi Prof. Dr. Didik J Rachbini dalam seminar Kebijakan Perpadian Nasional, di Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi, Subang. Menurutnya sejak komoditas beras diperbolehkan lewat mekanisme pasar murni dan jumlahnya lebih besar dari yang dikuasai negara. Itu membuat kekuatan pasar secara teoritis lebih dominan. Meski demikian,

petani sering kali tidak bisa mendapatkan nilai tambah, dari mekanisme pasar tersebut. Pasalnya fluktuasi harga beras ini dikendalikan oleh pasar. “Mungkin benar petani sebagai produsen bisa bebas memilih kemana saja menjual hasil panennya. Akan tetapi petani selama ini telah memiliki hubungan khusus dan terikat dengan para pengumpul (tengkulak), sehingga kebebasan itu tidak bisa dimanfaatkan mereka,” jelasnya. Dengan struktur pasar yang kompetitif, sebenarnya membuat distribusi beras dan perdagangan adil dan cukup ideal. Namun itu semua sulit direalisasikan pada saat ini. Apalagi diperparah pula dengan masuknya beras impor, baik itu lewat saluran resmi pemerintah, pengusaha swasta atau interaksi antar negara. Sehingga permasalahannya menjadi semakin komplek. Kemudian adanya kesenjangan dari transparansi, khususnya menyangkut perjanjian perdagangan itu sendiri, baik jumlah maupun pelaku impornya semakin memperkeruh kebijakan perberasan nasional. (Tim/berbagai sumber)

Buletin Petani ADVOKASI No 7 April-Juni 2002


Laporan

Halaman 6

Demi Perekonomian Nasional

Sektor Pertanian Kembali Dijadikan Korban

M eski DPR telah meng-

usulkan agar harga gabah dinaikkan menjadi Rp 2.000 per kg sejak Februari 2002, namun pemerintah memperkirakan tidak akan ada perubahan harga pembelian dalam tahun ini, tetap sebesar Rp 1,519 per kg hingga akhir tahun. ”Kita melihat tidak ada alasan yang kuat untuk meningkatkan harga pembelian gabah oleh pemerintah. Lebih baik bila harga gabah yang ada diefektifkan dulu,” kata Kepala Badan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian, Achmad Suryana, dalam seminar “Kebijakan Harga Pangan” di Jakarta, awal Bulan Mei. Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat dengan Menteri Pertanian Bungaran Saragih, 27 Februari lalu, DPR mengusulkan agar pemerintah menaikkan harga dasar pembeliannya, guna menyangga anjloknya harga saat musim panen. Pemerintah pun diminta meningkatkan volume pembelian gabah sebesar 10 persen dari total produksi nasional. Walau diakui bagus, usul itu ternyata tidak bisa langsung ditindak lanjuti. “Soal peningkatan pengadaan 10 persen cukup realistis, tetapi soal pelaksanaannya perlu dipikirkan lagi,” kata Achmad Suryana.

Stephanie Pelletier-CUSO Merontokkan bulir padi, nasib ikut rontok

Dan, alih-alih meningkatkan pembelian dari petani dewe, sebagaimana dilaporkan Kompas 8 Mei, pemerintah malah membuat perjanjian dengan Vietnam untuk membeli beras jutaan ton beras untuk tahun ini. Padahal, Departemen Pertanian punya perkiraan angka produksi petani kita tahun 2002, yaitu sebanyak 53 juta ton gabah kering giling (GKG), atau setara dengan 34 juta ton beras. Dari jumlah sebanyak itu, Bulog hanya berencana untuk menyedot hingga dua juta ton. Saat ini sudah lebih dari satu juta ton masuk ke gudang Bulog.

Buletin Petani ADVOKASI No 7 April-Juni 2002

Lebih suka impor Menurut peneliti dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Nizwar Syafaat dan Supena Friyatna, mengatakan, tujuan akhir penetapan harga dasar pembelian pemerintah harus diletakkan dalam perspektif keuntungan finansial usaha tani padi dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan produktivitas usaha tani padi. Kemudian, dengan melihat perkembangan harga beras di pasar internasional yang cenderung menurun, dikhawatirkan apabila


Laporan kebijakan peningkatan harga dasar pembelian pemerintah diberlakukan saat ini maka akan terperangkap pada gejala overhange yang justru secara politik akan menurunkan kredibilitas pemerintah. Inilah agaknya yang menyebakan pemerintah lebih suka impor. Semua naik, kecuali.. Sebenarnya, berdasarkan manajemen stok Bulog yang wajar, usulan DPR agar pemerintah menaikkan volume pembelian gabah sebesar 10 persen dari total produksi nasional, secara operasional dapat dilaksanakan karena masih di bawah kapasitas manajemen stok Bulog. Sementara itu, menanggapi deflasi bulan April sebesar 0,24 persen yang disebabkan penurunan harga, terutama beras dan melihat hasil seminar itu, hingga kini tidak ada insentif baru bagi petani. Harga produk pertanian mengalami penurunan sementara harga lain termasuk bahan bakar minyak terus naik. Nilai tukar petani Direktur Eksekutif Pusat Studi Pembangunan IPB, Bayu Krisnamurti terpisah menyatakan, dari angka deflasi itu menunjukkan kontribusi pertanian dalam mengurangi dampak negatif kebijakan pemerintah. Artinya, diakui atau tidak, sektor pertanian telah menyumbang peran yang paling besar dalam menstabilkan perekonomian bangsa kita yang sedang terseok-seok ini. “Akan tetapi, hal itu belum tentu berarti baik bagi pertanian sendiri. Ada falacy composition, meski secara umum harga-harga turun tetap ada komponen harga yang tidak turun, semisal input pertanian. Akibatnya, pertanian mengorbankan dirinya kepada perekonomian secara keseluruhan,” kata Bayu. Bisa disimpulkan, nilai tukar hasil petani dipastikan akan menurun. Bukan hanya pendapatan yang turun, insentif untuk usaha tani pun akan terganggu. (Tim/berbagai sumber)

Halaman 7

Surplusberasbuatsiapa? Produktivitasnaik, buatsiapa..? Kenyataan bahwa surplus beras tidak meningkatkan pendapatan petani, diakui dikemukakan anggota Komisi B DPRD Jateng Sutoyo Abadi dan Kepala Badan Bimas Ketahanan Pangan Jateng Bowo Susetyo Hadi, Kamis (2/5), setelah berkunjung ke Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor, akhir pekan lalu. Bowo Susetyo Hadi mengatakan, penduduk Jateng yang bekerja di pertanian 7,7 juta atau sekitar 47,22 person dari total penduduk 30,9 juta. Di antaranya 52,78 person atau delapan juta bekerja di bidang nonpertanian. Sedangkan, Sutoyo Abadi menyatakan, perhitungan bahwa produksi padi Jateng yang memproyeksikan surplus beras 1.016.877 ton tahun 2002 itu adalah angka bombastis. “Surplus beras itu tidak ada artinya kalau kelebihan produksi itu tetap membuat petani miskin,” katanya. Disebutkannya, Pemprov Jateng juga tidak mampu menjamin penyerapan gabah maupun beras yang melimpah di tingkat petani. “Hasil panen tahun 2002 melimpah di saat beras impor juga membanjiri pasaran, perlu dievaluasi,” kata Sutoyo. Dia menjelaskan, Pemprov harus berani melakukan diversifikasi pertanian seperti mengembangkan berbagai jenis tanaman agro bisnis dan agro industri. Dihubungi terpisah, pengamat pertanian dari Universitas Diponegoro, Semarang, Susilo Utomo menguraikan, dalam era otonomi daerah belum mampu mengubah sikap dan pandangan aparat Gubernur Jateng yang bergerak di bidang pertanian untuk memulai kebijakan yang menguntungkan petani. “Dalam otonomi daerah, Gubernur dapat menentukan sendiri patokan harga beras lokal yang berpihak kepada petani maupun membatasi lahan pertanian untuk meningkatkan kesejehtaraan petani.” Proyeksi surplus beras yang digembar-gemborkan saat ini, bertujuan demi keuntungan siapa juga tidak jelas. “Surplus beras tanpa kemampuan memasarkan dengan harga yang menguntungkan sama juga menjadikan petani tetap miskin,” kata Susilo Utomo. (Tim/Barbagai sumber)

Buletin Petani ADVOKASI No 7 April-Juni 2002


Laporan

Halaman 8

Jurus meretas ruwetnya pemasaran (pengalaman 3 kelompok tani di Boyolali)

Siapa yang tetap saja susah, saat (menjual hasil siap panen, namun pertanian adalah pada akses pasar usahanya berhasil maupun gagal? masih di pohon). (yaitu peluang dan informasi pasar) Mungkin pembaca perkotaan pasti “Yah kami ini panen ya tetep tekor dan mata rantai pemasaran (pihaksusah menjawabnya. Tapi jika (rugi), karena harga pasti jatuh. pihak yang terlibat dalam pemasaran). pertanyaan ini dilontarkan pada Hitungan kami harga yang normal Rp. Semakin jauh dan panjang mata petani, maka jawabnya, “Kami atau 1.200/Kg tapi bakul hanya mau rantai pemasaran, semakin tekor petani,” dengan petani kita. tegas mungkin diKarena setiap tambah mimik gesimpul rantai, ram. akan mencari Ya, banyak buklaba. ti yang memperKesimpulan lihatkan bahwa tersebut didapatpetani tetap saja kan dari analisis murung, disaat Kelompok Tani usaha pertaniannya Makmur, Boyolali buntung atau unyang mencoba tung. mendiskusikan Kalau gagal pelikya persoalan panen, nggak perlu pemasaran produk pertanian. dijelaskan, siapapun Dari serangtahu pasti merasa kaian analisis dan susah. ujicoba, kelompok “Setiap panen tani ini menemuselalu ada-ada saja Foto: Eko /YDA kan jawaban jitu. alasan pembeli Petani dan tengkulak : petani belum mempunyai akses pasar yang baik, dan “Kuncinya, petani gabah untuk menutengkulak mempunyai banyak alasan memainkan harga, terutama saat panen. harus bersatu dan runkan harga” kata berbagi peran,” Joko Santoso petani Dukuh Purworejo, Desa Dlingo membeli Rp.900/Kg. Apa nggak tekor tegas Pak Joko Santoso. Berikut berapa pemecahan, kecamatan Mojosongo Boyolali Jateng, namanya” jelas Wardoyo, petani mencoba menerangkan betapa dukuh Kalangan Kecamatan Klego, sengaja disampaikan kepada kawankawan petani semua, dengan harapan sulitnya petani menghadapi para Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. bisa dijadikan alternatif jawaban untuk tengkulak. Salah satu alasan tentang Kuasai Pasar! “melepaskan diri” dari ruwetnya kualitas gabah yang dilontarkan bakulTentu masyarakat kota bertanya- masalah pemasaran. bakul gabah persis di tayangan iklan tanya dan heran, “Kalau harga beras Lembaga Lumbung Desa TV yang dikeluarkan Bulog, “ Kami ini di kota sudah mahal, kenapa petani mau beli gabah, bukan air.” kita masih miskin?” Lumbung Desa adalah istilah Dari pemaparan singkat Pak Joko yang cukup terkenal di tempoe doeloe. Belum lagi karena didesak pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga, Santoso dan Pak Wardoyo tadi, dan Lembaga ekomomi desa yang menjadi banyak petani yang terpaksa menjual oleh kebanyakan petani di Indonesia, simbol kemandirian rakyat ini, menjadi dengan sistem ijon (menjual produk tergambar jelas bahwa persoalan alternatif untuk menyimpan hasil ketika belum matang) dan tebasan utama dalam pemasaran produk produksi petani, nampaknya menjadi

Buletin Petani ADVOKASI No 7 April-Juni 2002


Laporan alternatif yang harus dipikirkan lagi. Fungsi lumbung desa yang terkait dengan pemasaran produk pertanian, ialah agar petani-petani bersatu dalam suatu wadah pemasaran bersama. Dari lumbung inilah digerakkan upaya-upaya untuk mendekatkan produsen (petani) kepada konsumen (pembeli beras). Sehingga, mata rantai pemasaran bisa dipotong. Kemudian, petani bisa menjual dengan harga yang layak, dilain pihak, tentu tidak ‘memeras‘ konsumen. Begitulah kirakira cita-cita Kelompok Tani Mulyo, kecamatan Mojosongo Boyolali. Langkah awal yang harus dilakukan, setelah semua anggota sepakat untuk melakukan upaya pemasaran langsung ke konsumen, adalah dengan menghitung kebutuhan keluarga. Hasil panen petani kemudian sebagian disimpan sendiri (untuk pemenuhan kebutuhan keluarga, sosial dan input produksi) dan sebagian disimpan di lumbung desa. Jumlah yang tersimpan di lumbung desa inilah nantinya yang dihitung untuk dipasarkan langsung ke konsumen. Memetakan Konsumen Mengetahui kebutuhan konsumen merupakan faktor terpenting, agar petani bisa menyediakan produk sesuai permintaan, baik dari segi jenis maupun jumlahnya. Berdasarkan peran dan tugas yang telah disepakati di awal, kelompok tani ini mencoba menghitung target konsumen yang akan dijadikan sasaran. Mula-mula diambillah data di Kantor Statistik tentang jumlah kebutuhan beras di Kabupaten. kemudian petani harus menghitung dan mengidentifikasikan instansi-instansi dan pusat-pusat pelayanan umum yang ada (rumah sakit, kantor kantor pemerintah, dll), untuk selanjutnya menghitung kebutuhan pasarnya.

Halaman 9

Sebuah lumbung padi/Donald Bason

Komunikasikan stok yang ada Setelah mengetahui peta kebutuhan konsumen dengan perhitungan diatas, petani (sesuai dengan tugas yang telah disepakati kelompok), langkah selanjutnya ialah menyebarkan informasi ketersediaan beras kepada konsumen. Informasi yang disampaikan tidak hanya soal harga, jenis dan jumlah yang tersedia, namun juga tentang biaya produksi yang dikeluarkan petani. Informasi ini penting agar konsumen juga memahami kebutuhan biaya yang harus disediakan oleh petani dalam memproduksi beras. Sehingga jika terjadi proses tawar menawar maka diharapkan akan tercipta harga yang adil bagi petani dan konsumen. Disamping upaya-upaya pemasaran langsung ke konsumen diatas, maka untuk mempersiapkan tantangan kedepan kelompok tani ini juga melakukan monitoring terhadap anggota, terutama untuk tetap menjaga ketersediaan barang, disamping kualitas. Kebersamaan Berdasarkan pengalaman Kelompok Tani Mulyo yang telah mencoba merealisasikan strategi ini, bisa terhimpun bisa menghimpun modal (untuk kelompok) Rp. 4.300.000 dari

4 kali proses penjualan, dengan peningkatan nilai jual 225/Kg bagi petani. “Kunci utamanya ada pada kebersamaan petani sendiri serta strategi mendekatkan produsen dan konsumen,� kata Joko Santoso. Disamping keberhasilan tersebut, kelompok tani ini juga berhasil menggiring konsumen kota untuk datang mengunjungi desa (tempat proses produksi), tidak sekedar membeli beras, tapi juga kebutuhan lainnya, Seperti membeli produk sayur organik dan lain lain. Kelompok lain, yang juga menerapkan alternatif pemasaran (begitu mereka menyebut gerakan mendekatkan langsung konsumen dan produsen) adalah Kelompok Tani Ngudi Makmur Kecamatan Klego, Tani Makmur Kecamatan Kalangan Boyolali. Dengan upaya tersebut, mereka berhasil melakukan kerjasama dengan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah setempat dan KPN (Koperasi Pegawai Negeri di Boyolali) Tentunya, langkah terobosan beberapa kelompok tani di Kabupaten Boyolali Jawa Tengah ini, dapat menjadi bahan bagi kita melakukan upaya-upaya meretas ruwetnya jalur pemasaran.

(Bahan: Inovasi Petani, Solo 19-20 Juni 2001, Oleh Panitia bersama: CRS, LPTP, Lesman, GP, WE, YDA, FP-UNS)

Buletin Petani ADVOKASI No 7 April-Juni 2002


Monitor & Advokasi

Halaman 10

Mengapa Petani Melarat?

Dok YDA

Dibawah ini adalah diagram PERSOALAN PETANI, yang disarikan dari sebuah diskusi di kantor YDA tanggal 20 September 2000 lalu. Diagram ini memang belum sempurna untuk menggambarkan persoalan atau masalah yang menimpa petani Indonesia. Namun, paling tidak, untuk menjawab pertanyaan “Mengapa Petani Indonesia Melarat?” sebagian peserta diskusi mengumpulkan hal-hal yang ada di dalam kotak-kotak di bawah ini. Tentu saja, pembaca Advokasi dapat menambahkan atau membuat “peta” masalah ini lebih sempurna. Dan selanjutnya dapat merumuskan “APA YANG DAPAT KITA LAKUKAN?”

Buletin Petani ADVOKASI No 7 April-Juni 2002


Monitor & Advokasi

Halaman 11

Tidak memiliki akses terhadap pasar Petani tidak menguasai pasar produknya

Ikhwan Setiawan/SDM Bandung

Pasar petani terbesar adalah tengkulak/pedagang pengumpul. Penjualan sering dilakukan dengan sistem ijon (sudah dijual ketika belum masa panen) sistem tebas (hasil dijual untuk dipanen oleh tengkulak) maupun penjualan sesaat setelah panen. Penjualan sesaat setelah panen dilakukan kepada tengkulak yang datang atau yang menunggu di tempat terdekat. Tengkulak yang menaksir dan menentukan nilai produk pertanian.

Apa yang dapat kita lakukan? Pasar:

Benih:

Didalam buletin Advokasi kali ini terdapat kiat-kiat menembus (mengakses) pasar untuk meningkatkan nilai jual dan pendapatan petan. Diskusikan dengan kelompok anda! Buatlah gambaran masalah anda sejelas-jelasnya! Lalu susunlah langkah-langkah bersama untuk menanggulangi masalah secara mandiri dan berorganisasi!

Benih adalah sarana produksi yang tidak boleh terlepas dari kekuasaan petani. Karena benih adalah hak asasi petani. Kini benih makin dikuasai oleh perusahaan-perusahaan besar, yang sebelumnya �mencuri“ keunggulan varietas tang dikembangkan petani turun temurun. Sementara itu benih varietas lokal itu makin punah karena tidak ditanam lagi. Petani harus terus menerus membeli benih yang dibisniskan oleh perusahaan besar. Ayo diskusikan masalah ini dalam kelompok anda! Misalnya, apakah adil bila benih tanaman pangan di seluruh dunia dikuasai oleh 4-5 perusahaan besar?

Pupuk: Pupuk buatan pabrik, sering dipermainkan harganya, karena kerap tidak tersedia di saat dibutuhkan. Karena hal itu pula sering muncul pupuk palsu (pupuk kimia maupun organik) di pasaran, dilakukan orangorang tak bertanggungjawab yang mengambil kesempatan dalam kesempitan. Tidakkah anda dan kelompok anda ingin mandiri? dengan membuat pupuk sendiri dan menggunakan sistem pertanian terpadu yang lebih sehat dan murah! Diskusikan dalam pertemuan kelompok anda!

Masalah petani memang masih banyak, tapi dengan bersatu dan berbuat bersama kita pasti mencapai kehidupan yang lebih baik untuk anak cucu kita!

Donald Bason

Buletin Petani ADVOKASI No 7 April-Juni 2002


Kajian

Halaman 12

Apa kabar, Bumi...

Banjir, kekeringan, kebakaran hutan, polusi, erosi...

P

ada saat refleksi ini ditulis, matahari sangat menyengat di ruangan divisi Penelitian & Pelatihan YDA yang panas. Angin didatangkan dari kipas elektronik agar menghadirkan sedikit kesejukan bagi orang-orang yang saat itu sedang bekerja didalamnya. Aku membayangkan beberapa juta orang yang saat ini juga sedang kepanasan, dan mungkin akan terus menanggung suasana panas ini di bulan-bulan yang akan datang. Kabar akan datangnya El Nino ditahun ini sudah muncul di koran-koran. Akan datang musim kemarau yang sangat panjang. Matahari yang bersinar sepanjang hari selama beberapa bulan, hujan yang tak kunjung datang, air sungai menyusut dan mata air mengering. Entah bagaimana nanti Mbah Hardi di Toroh Grobogan, Mas Dadi di Suroteleng Boyolali, serta banyak petani lainnya yang memperoleh air untuk mengairi lahannya. Atau Kak Mar dan para tetangga di desa Air Rami Kabupaten Bengkulu Utara yang tiap musim kemarau harus berjalan kaki sejauh 2 kilometer untuk mencari air bersih. Kalau tidak demikian, mungkin bencana muntaber akan menimpa keluarganya dan mendatangkan kematian, seperti yang sering terjadi pada beberapa keluarga di desanya setiap kali musim kemarau datang. Mengingat musim kemarau yang panjang, aku juga membayangkan temanteman di Pulau Kalimantan dan Sumatera yang harus bersesak nafas menghirup asap setiap kali musim kemarau panjang membakar hutannya. Ya, kengerian akan datangnya musim kemarau telah menghinggapi pikiran, padahal air hujan yang tertumpah dibumi belum lagi kering. Masih segar dalam ingatan kita bencana banjir, juga tanah longsor, di berbagai daerah, tak terkecuali di Jakarta

yang tidak lagi mempunyai areal serapan air. Berbagai orang menderita kehilangan harta dan bahkan anggota keluarga. Media massa banjir berita dan para relawan disibukkan dengan aksi sosial penanggulangan bencana. Bahkan sampai saat inipun mungkin ribuan paket bantuan masih mengalir ke posko-posko bencana banjir. Betapa dasyatnya musim, betapa dasyatnya air jika tidak dikelola dengan baik, dan betapa dasyatnya hutan hijau tempat serapan air.... Manusia vs alam Kemudian, aku teringat berita koran beberapa hari lalu tentang domba Dolly hasil kloning yang ternyata juga rentan terhadap penyakit. Begitu juga perdebatan tentang kloning manusia yang menurut beberapa pakar, kelanjutannya tidak akan berbeda jauh dengan kasus domba Dolly. Ternyata bioteknologi (termasuk di dalamnya rekayasa genetika) yang diimpikan akan meningkatkan kesejahteraan manusia disatu sisi mendatangkan konsekuensikonsekuensi yang negatif bagi kesejahteraan umat manusia sene diri. g ita er Lalu teringat lH a ob Gl olehku ungkapan yang mengatakan, bukan mesin atau cerobong asap merupakan pengotor lingkungan paling besar. Tetapi manusia, anda dan saya. Betapa dahsyatnya manusia.... Sebenarnya persoalan siapakah semuanya ini? Akankah kita mengatakan bahwa kebakaran hutan itu kan masalah orang Kalimantan, banjir kan di Jakarta, dan muntaber adalah persoalan penduduk desa Air Rami? Sementara kita tinggal di alam yang sama, bumi yang sama maupun jagat yang sama pula? Kebakaran hutan di Kalimantan akan membuat langit negara tetangga berubah gelap. Produk-produk negara industri maju menyebabkan lapisan ozon berlubang, dan berdampak pada meningkatnya suhu udara di seluruh bumi.

Buletin Petani ADVOKASI No 7 April-Juni 2002


Kajian

Halaman 13

Penebangan hutan di kawasan Puncak membuat Jakarta banjir. Dan limbah pabrik tekstil di Pabelan Solo, menyebabkan sungai di Jegon berwarna keruh dan berbau. Sikap birokrat Baiklah kita simpan dahulu pertanyaan itu. Dan alangkah bijak jika kita menengok kabar baik yang berhubungan dengan lingkungan kita. Kabar baik tentunya akan memberi harapan bagi kita dan mendorong kita untuk melakukan hal yang sama. Kabar baik itu tentang sikap pemerintah di dua Kabupaten, Sragen dan Wonogiri, yang memilih untuk berhadapan dengan pemilik modal besar untuk melindungi masyarakatnya dari dampak pencemaran lingkungan. Sikap ini diambil melalui penolakannya terhadap peredaran pupuk cair ‘Pandawa’. Pupuk ini sendiri adalah limbah pabrik bumbu masak dari PT Palur Raya. Oleh PT Palur Raya, limbah tersebut diangkut dengan tanki kemudian didistribusikan serta dipromosikan sebagai pupuk cair dengan nama pupuk cair Pandawa. Dalam sejarahnya, PT Palur Raya sendiri pernah menghadapi gugatan dari penduduk sekitar pabrik berhubungan dengan pencemaran lingkungan yang ditimbulkannya. Bau busuk limbah pabrik tersebut menyebar ke pemukimanan sekitar. Selain itu, rembesan limbahnya mencemari air dan tanah sehingga berakibat matinya tanaman di areal persawahan sekitar pabrik. Setelah tidak mampu lagi menyimpan limbah yang semakin tidak tertampung, limbah tersebut dipasarkan sebagai pupuk cair. Namun sebuah penelitian yang dilakukan oleh LSM Gita Pertiwi dan Kepras menunjukkan bahwa penggunaan "pupuk" tersebut justru menurunkan hasil panen padi sekitar 27 %. Barangkali sikap Bupati kedua Kabupaten tersebut baru satu contoh. Tapi hal ini mencerminkan perubahan sikap birokrat. Birokrat bukan hanya lembaga yang mengijinkan penambangan besar-besaran dan perusakan lingkungan untuk keuntungan jangka pendek, seperti yang terjadi di Tembagapura, Papua.

EuroConsult/Departemen Pekerjaan Umum

Tetapi masih ada birokrat yang menaruh perhatian besar kepada masalah lingkungan hidup, sikap kepedulian terhadap bumi yang menjadi sumber kehidupan manusia. Inilah contoh, bahwa permasalahan lingkungan tidak hanya menjadi urusan sekelompok orang tertentu, melainkan permasalahan dan keperihatinan pemerintah daerah, dan tentunya juga permasalahan dan keprihatinan kita bersama. Manusia sebagai makluk paling berkuasa di bumi mempunyai potensi untuk merusak bumi, namun juga kekuatan untuk melestarikan bumi. Tindakan kecil apapun yang kita lakukan di suatu tempat akan menimbulkan pengaruh di tempat lain. Tanggal 20 Maret 2002 adalah Hari Kehutanan Dunia, sehari setelahnya adalah Hari Air Internasional, 21 Maret 2002. Kemudian, 22 April 2002, kita memperingati hari Bumi. Mungkin waktu-waktu inilah waktu yang tepat untuk memikirkan kembali keadaan bumi kita dengan segala unsur di dalamnya; tanah, hutan, air, udara, hewan, dan manusia. Bumi telah semakin tua, kotor dan rusak. Meskipun kita tidak berhasil membersihkannya, paling tidak kita tidak turut menambah kotornya bumi tempat kita berpijak. (Haleluya Giri Rahmasih)

Buletin Petani ADVOKASI No 7 April-Juni 2002


Profil Aksi

Halaman 14

Titus Sriyono

&Sri Sutardi

Mengubah trauma menjadi gairah berkoperasi Titus Sriyono Ada Kegelisahan di jiwa dua pemuda melihat kondisi ekonomi masyarakat di desanya. Kegelisahan itulah salah satu penyebab pemuda bernama Titus Sriyono (33) tak segan meninggalkan pekerjaannya di sebuah perusahaan periklanan di Kota Solo. lantas memilih bergelut dengan upaya peningkatkan pendapatan petani di Desa Nguneng, Kecamatan Bulukerto, Kabupaten Wonogiri, Jawa tengah. Sebuah koperasi yang kini beromset sekitar 60 juta yang diketuai pemuda Sriyono dengan karib sebayanya, Sri Sutardi, sebagai sekretaris, tidaklah tiba-tiba berkembang. “Saat mengemukakan ide usaha bersama ini, masyarakat sedang dalam kondisi trauma dan memiliki sikap ketidakpercayaan pada koperasi, khususnya kegagalan KUT menimbulkan trauma terhadap kegiatan berkelompok.”

“Banyak contoh yang dilihat masyarakat, bahwa kelompok tani dan koperasi hanya dijadikan alat sebuah kepentingan sekelompok orang,” tutur Sriyono didampingi Sutardi. “Banyak anggota masyarakat yang tidak lagi percaya dengan kelompok tani dan koperasi setelah kecewa dengan KUT dulu,” ungkap pemuda “Permasalahan petani tidak saja ada di seputar lahan petani. Tetapi juga menyangkut hal-hal lain, misalnya kebijakan pemerintah”

Desa Nguneng Kecamatan Bulukerto Wonogiri ini. ”Untuk membuka mata hati mereka dengan kelompok dan

Buletin Petani ADVOKASI No 7 April-Juni 2002

koperasi kami membutuhkan waktu satu tahun” imbuh Sriyono menceritakan ihwal koperasi yang diberi nama Jerami, kependekan dari Jejaring Rakyat Mandiri. Koperasi Jerami memfokuskan kegiatan pada usaha ternak/ penggemukan sapi kini berdiri di desa itu, dan menjadi kebanggaan warga. Betapa tidak, dalam sejarah desa itu, tahun 2002 inilah pernah dikunjungi oleh para pejabat Kabupaten Wonogiri. Pak Bupati Wonogiri mungkin tidak pernah hadir di Nguneng, jika di sana tidak ada sebuah koperasi yang giat meningkatkan kehidupan masyarakatnya. Selain Pak Bupati, pernah berkunjung pula beberapa anggota DPRD Wonogiri, serta pejabat dari Dinas Peternakan dan Dinas Pertanian setempat. Sebelum mendirikan koperasi secara resmi, Sriyono dan Tardi


Profil Aksi

melakukan pendekatan kepada masyarakat dengan memakan waktu yang tidak sebentar. Akhirnya kedua sahabat ini, berhasil juga mengajak 37 orang mempelopori pendirian sebuah kelompok tani sekaligus koperasi. “Untuk untuk modal koperasi tiap orangnya dibebani simpanan pokok sebesar Rp. 50.000, itupun diangsur selama 10 bulan,” tutur Sriyono.

Ditertawakan petugas Diceritakannya, Koperasi Jerami pada bulan pertama hanya memiliki modal dalam bentuk uang sebesar Rp. 277.000. Ketika Bulan Oktober 2000, terdaftarlah koperasi yang dibentuk masyarakat Desa Nguneng di Departemen Koperasi sebagai koperasi yang berbadan hukum. “Petugas pendaftaran sempat menertawakan kami, ketika mengetahui bahwa simpanan pokok koperasi ini dicicil hingga sepuluh bulan,” kenang Sriyono. Dituturkan, untuk menambah modal mereka bermusyawarah. Maka lahirlah usaha penggalangan modal dari masyarakat lain dalam bentuk usaha pengelolaan tabungan. “Puji syukur semakin banyak masyarakat yang akhirnya tertarik untuk menabung di koperasi” kata dia. Untuk menarik para penabung, bunga yang ditetapkan koperasi adalah 1.7 – 2 % per bulan. Menurut Mas Sriyono bunga tabungan semakin lama akan diturunkan sesuai dengan jumlah masyarakat yang terbuka hatinya untuk menabung. “Jarak desa ini yang jauh dari bank terdekat, juga ikut menentukan keberhasilan kami menarik penabung. Jadi, inilah keuntungan berkoperasi di daerah terpencil.” “Sekarang ini, perputaran uang di Koperasi Jerami sudah meningkat jauh dari awal berdirinya dulu, yaitu mencapai Rp. 60.000.000,- dan kelihatannya untuk tahun ini akan meningkat lagi” kata Sriyono berbinar-

Halaman 15

binar. Kini, Koperasi Jerami melakukan kegiatan kredit/simpan pinjam, Demplot pertanian organik, Demplot pembuatan pupuk organik dari kotoran sapi. Koperasi juga memiliki perpustakaan untuk masyarakat tani setempat. Sapi dan komputer Selain itu, ada gerakan di bidang pendidikan berupa pelatihan komputer, serta sebuah konsep pendidikan yang mereka sebut “pendidikan cinta desa, cinta sesama dan cinta lingkungan” bagi anakanak dan remaja.” “Untuk kredit, memang hanya khusus untuk anggota saja dan itupun difokuskan untuk pembelian sapi” ungkap Tardi. Ketika Advokasi menanyakan alasan, mengapa koperasi memfokuskan usaha pembiayaan pemeliharaan sapi dibandingkan usaha yang lain, Sriyono menjawab ”Dalam hal pemeliharaan sapi, masyarakat Dusun Pendem sudah banyak sudah paham banyak, selain itu usaha ini cocok dengan kondisi budaya dan alam di sini. Di sisi lain, keuntungan dapat kami terlihat dengan jelas dibanding usaha lain.” “Minimal kredit untuk sapi 3 Juta rupiah, dengan asumsi sapi seharga 3 Juta rupiah apabila dipelihara selama 3-4 bulan sudah dapat memberikan keuntungan bagi peternak,” kata Sriyono. Seiring berkembangnya koperasi, telah banyak tawaran bantuan dari pemerintah atau tawaran kerjasama dari pihak lain, namun tidak semua tawaran bantuan dan kerjasama diterima, “Tergantung kebutuhan dan musyawarah anggota,” ungkap

Sri Sutardi Sriyono. Bahkan, warga desa-desa di sekitar Nguneng banyak yang tertarik untuk membuat koperasi serupa. Sriyono dan kawan-kawannya beberapa kali memfasilitasi aktivitas pembentukan koperasi di desa tetangga. “Saat sekarang ini, teman-teman sering mensosialisasikan perlunya kelompok dan koperasi untuk mendukung usaha tani. Sudah dua desa yang meminta bimbingan untuk pelaksanaan koperasi mereka.” Lebih lanjut, Sriyono dan kawankawannya menyadari, bahwa permasalahan petani tidak saja ada di seputar lahan petani. Tetapi juga menyangkut hal-hal lain, misalnya kebijakan pemerintah. “Sebagian dari kemiskinan yang ada, berwujud kemiskinan struktural. Di sini pentingnya untuk memetakan para pengambil kebijakan,” kata Sriyono. (Bayu)

Buletin Petani ADVOKASI No 7 April-Juni 2002


Halaman 16

Cek & Cek-cok Mungkin hal yang biasa terjadi dalam sebuah rumah tangga, adanya percekcokan antara suami dan istri. Seperti halnya yang di alami oleh Pak Mantri Tirto (nama samaran). Pada suatu sore Pak mantri Tirto cek-cok dengan istrinya, bahkan sampai malam harinya Pak Mantri belum mau bertegur sapa sapa dengan istrinya itu. Ketika akan tidur, Pak Mantri bingung karena keesokan harinya harus bangun lebih pagi karena ada janji bertemu dengan seseorang. Padahal Pak Mantri adalah orang yang paling tidak bisa bangun pagi. Hanya dengan bantuan istrinyalah selama ini dia bisa bangun pagi. Karena masih dalam suasana “perang syaraf” dengan istrinya, maka sebelum tidur Pak Mantri menulis pesan untuk istrinya yang berbunyi : “Tolong aku dibangunkan jam 04.30 WIB tepat!”. Pesan tersebut diletakan dimeja dekat

Bero

tempat tidur istrinya, lalu dia berangkat tidur. Pagi harinya Pak Mantri tersentak, ketika bangun dilihatnya jam menunjukkan pukul 07.00. Dia cari istrinya, tetapi sudah tidak ada. Kemudian dia melihat pesan yang ia tulis semalam. Betapa kaget dan jengkelnya dia karena dibawah pesan yang ia tulis tertulis “He…. bangun, …bangun, sudah jam 04.30. Cepat bangun!”. Dalam hati Pak Tirto berujar, …bangunin orang kok dengan tulisan,……siapa bisa bangun?!. Kemudian dia merenung betapa tidak enaknya cek-cok dalam rumah tangga. Kiriman : M. Komarun dan Juni Petani asal desa Bade-Klego-Boyolali

‘Ko

Literacy Clippart of ACCU, UNESCO APPEAL

Santai & & berhadiah!

Gambar di atas adalah contoh pertanian terpadu. Pertanyaan: 1. Menurut anda, apa kelebihan dan 2. Sebutkan pula kelebihan dan kekurangan sistem pertanian kekurangan sistem pertanian terpadu? monokultur (yaitu dengan satu saja tanaman budidaya)? Pemenang kuis edisi 5 Oktober-Desember 2001: 1. Ngatinem Jl. Reksonatan 43 Gajahan Solo 57103 2. Sugito Blok B Rt 12/03 Rumbai Jaya Kec. Tempuling Kab. Inhil-Riau

Buletin Petani ADVOKASI No 7 Maret-April 2002

Kirim jawaban anda melalui surat pos/kartu pos ke: Redaksi Buletin Petani ADVOKASI, Yayasan Duta Awam, Jl. Adisucipto 184 i Solo. Jangan lupa tempelkan kupon yang tersedia di bawah ini. Pemenang beruntung mendapatkan tanda persahabatan dari redaksi, diumumkan pada dua penerbitan mendatang.

Kupon KuponSantai Santai&&Berhadiah Berhadiah Edisi 7 Edisi 7


Kilas Berita Tani Perlu terobosan baru untuk tingkatkan tarap hidup petani

Halaman 17

Benih berlabel bhs asing melanggar hak petani

Saat ini diperlukan terobosan-terobosan baru untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup para petani di Indonesia. Demikian dikemukakan Direktur Indef, Bustanul Arifin di Gedung Bappenas, Rabu (11/4). Selama ini, menurut Bustanul, petani kurang tersentuh oleh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. "Kita pernah melakukan penelitian tahun 2000, di mana separuh dari harga di tingkat petani itu di bawah harga dasar. Jadi implikasinya kan tidak efektif," ujarnya. Sementara itu mengenai usulan harga pembelian pemerintah (HPP) terhadap beras, Bustanul meragukan keefektifan sistem tersebut. "Kalau HPP, saya masih skeptis, karena HPP itu akan lebih banyak membantu pedagang, bukan petani. Kecuali ada sesuatu kebijakan terobosan besar yang mampu meningkatkan peran petani dalam prosesing dan pengolahan. Dengan kata lain perlu diberdayakan, agar petani mulai melirik penggilingan padi dan perdagangan," paparnya. Ia menambahkan, bila petani hanya mengandalkan dari produksi beras saja, hal itu tidak akan meningkatkan pendapatan petani. "Tapi kalau dengan perdagangan, maka margin keuntungan akan lebih banyak," tambahnya. (Kompas Cyber Media, 11 April 2002)

Sektor pertanian penyumbang terbesar ekonomi nasional Kinerja perekonomian Indonesia triwulan I tahun 2002 tumbuh 2,15 persen dibanding triwulan IV tahun 2001. "Kinerja perekonomian Indonesia pada triwulan I tahun 2002 bila dibandingkan triwulan sebelumnya yang digambarkan oleh Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan mengalami peningkatan sebesar 2,15 persen," ungkap Deputi Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Bidang Neraca dan Analisis Statistik, Laode Safiuddin dalam jumpa pers di Gedung BPS, Jakarta, Rabu (15/5). Peningkatan tersebut, lanjut Safiuddin, terjadi pada sektor pertanian, pertambangan, penggalian, perdagangan, pengangkutan dan sektor keuangan persewaan jasa perusahaan. "Pertumbuhan tertinggi dihasilkan oleh sektor pertanian dengan 16,51 persen, sedang pertumbuhan sektor lainnya kurang dari 2 persen," ujarnya. (Kompas Cyber Media, 16 Mei 2002)

YDA/Bayu

YDA bersama petani se-wilayah Surakarta, tanggal 4 hingga 6 April 2002 lalu berkumpul menggagas dan merancang monitoring benih berlabel bahasa asing. Benih impor yang berlabel bahasa asing banyak di temui di toko-toko pertanian, ditenggarai telah melanggar hukum impor/pelabelan perbenihan dan menyalahi hak informasi petani (hak untuk mengetahui yang sebenar dan sejelasnya). Petani se-Surakarta berharap lembaga yang berwenang dalam penegakan hukum, dapat mengambil tindakan terhadap importir hingga pedagang yang nyatanyata mengedarkan benih ilegal tersebut. Kegiatan pelatihan Monitoring partisipatif terhadap Benih Berlabel Bahasa Asing tersebut, dilanjutkan dengan pencarian data dan fakta lapangan. Menurut staf YDA penanggungjawab kegiatan, Haleluya Giri Rahmasih, penggalian data diperlukan untuk keperluan Advokasi. (Yan)

Hari Hartiko sambangi petani di desa-desa Dr Hari Hartiko Msc, dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, diboyong YDA keliling menyambangi petani di desa-desa. Dalam kegiatan ini, ahli biologi molekuler ini, berbicara mengenai rekayasa genetika (RG) pertanian di Desa Suroteleng Kecamatan Selo, Boyolali Jateng (12 Mei 2002) dan Desa Dr Hari Hartiko Msc Nguneng Kecamatan Bulukerto, Wonogiri Jateng (19 Mei 2002). Dalam kesempatan itu, para petani, sepakat akan ekstra hati -hati terhadap benih RG, juga lebih memilih melestarikan benih lokal. (Yan) YDA/Eko

Buletin Petani ADVOKASI No 7 April-Juni 2002


Resep Kita Kita Resep

Halaman 18

Kiat menangguk untung dari

Penggemukan Sapi Bagaimana sebenarnya tehnik pemeliharaan dan penggemukan sapi yang tepat, sekaligus agar bisa memiliki pasaran yang tepat dan kuat. Ada tips-tips tersendiri untuk memelihara sapi dan juga membuka pasar. Berikut ini resep yang disarikan dari wawancara dengan Titus Sriyono, yang saat ini menjadi Ketua Koperasi Ternak Sapi “Jerami� Kecamatan Bulukerto Kabupaten Wonogiri Jateng. Sriyono memulai usaha penggemukan sapi sejak tahun 1970 dengan manajemen (sistem pengelolaan) yang sederhana (sapi hanya dijadikan simpanan atau tabungan saja). Lalu baru mulai sekitar tahun 1995 usaha tersebut berkembang pesat karena dikelola dengan profersional. Berikut kiat-kiat Sriyono yang dibagikan kepada pembaca Advokasi, yaitu: Pemilihan bibit sapi lokal unggul

Eko

1. Carilah sapi yang berumur kira-kira 1,5– 2,5 tahun dengan tanda-tanda gigi depan sudah tanggal 2-4 dan berganti gigi geraham. 2. Punggung sapi harus lurus jangan yang bergelombang 3. Kalung atau gelambir di leher jangan terlalu lebar dicari yang sedang saja 4. Paha depan dan paha belakang harus simetris (seimbang) bentuknya, membuka ke luar jangan yang mengerucut ke dalam runcing 5. Mata sapi jangan yang berair 6. Pilih sapi yang kukunya pendek dan kekar

Pengaturan Pola Makan

Kandang

1. Sapi diberi makan 2x sehari, jam 4 pagi dan jam2 sore. Kandang dibuat senyaman mungkin untuk sapi dengan 2. Rumput gajah diberikan terlebih dahulu sebelum sapi memperhatikan: lantai kandang yang agak miring agar air diberi makan komboran. seni sapi dapat langsung mengalir, sehingga tidak becek, 3. Untuk menyiasati sapi yang tidak mau makan, maka dan kotoran sapi bisa dengan mudah disekop atau singkong yang sudah diiris tipis-tipis tersebut dipisahkan dibersihkan. dari komboran dan diberikan sedikit-sedikit, karena sapi sangat suka singkong. Proses penggemukan sapi ini dilakukan dalam waktu 3-4 Komposisi Pakan bulan hingga sapi mencapai berat 3,5-4 Kwintal. 1. Pakan terdiri 25% hijau-hijauan (misal: rumput gajah) 2. Selanjutnya, 75% yang lain terdiri dari : - singkong (ketela pohon); - bekatul (jika tidak ada, dapat diganti dengan jagung yang sudah digiling terlebih dahulu agar menjadi tepung); - air hangat; - garam secukupnya (Bahan-bahan ini) dicampur jadi satu (komboran -Jawa), dengan target 1 sapi harus menghabiskan 10 liter komboran.

Pemasaran Menurut Sriyono, agar petani memilki nilai tawar (bargaining) yang tinggi dalam hal harga sapi, maka jangan sekali-kali petani membawa sapi kepada pedagang. Jika ini dilakukan, harga sapi kita bisa dipastikan jatuh. Upayakan pedagang datang untuk mencari sapi yang sudah siap dan layak jual. Caranya, kita harus “memancing� para pedagang datang ke tempat kita. Cobalah datang ke tempat para pedagang, dan di sana lakukan promosi (tanpa membawa sapi) dahulu. Selamat mencoba! (Retno)

Buletin Petani ADVOKASI No 7 April-Juni 2002


Paket Komplet fahami RG

Halaman 19

Apakah Rekayasa Genetika (RG) Itu? Bagaimana RG di bidang pertanian? Bagaimana prosesnya? Apa manfaatnya? Apa dampak yang mengintai? Apa pengaruh lingkungannya? Apa saja efek ekonominya? Bagaimana posisi petani?

cari jawabannya dalam sebuah komik yang enak dibaca dan mudah dimengerti

Ingin lebih komplet memahami RG?

Belum dapat Buletin Advokasi No IV/I ? Khusus mengulas aspek-aspek RG di bidang pertanian

aspek ilmiahnya aspek sosialnya aspek lingkungannya aspek ekonominya jabaran globalnya informasi perkembangan mutakhirnya kondisinya di Indonesia dan dunia

Tanaman dan Pangan Rekayasa Genetika

Merupakan sarana yang mantap untuk diskusi dan aksi

INFORMASI

&

dutaawam@bumi.net.id

Baca..!

Jangan lupa... Selembar leaflet yang sarat informasi terkini

Apa saja makanan kita yang sudah tercemar RG? Buletin Petani ADVOKASI No 7 Maret-April 2002



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.