Surat Tani
Halaman 2
Saling Tukar Informasi Hidup Petani! Hallo teman-teman di YDA, bagaimana kabarnya? Semoga baik-baik saja. Buku Buletin Advokasi sudah kami bagikan sama kelompok tani dan kami berterima kasih sekali. Dan yang menarik sekali adalah paparan Mas Titus Sriyono tentang kelompoknya. Rencananya kelompok kami akan meneruskan tentang ternak sapi. Harapan petani-petani hubungannya dengan YDA hendaknya terus berlanjut, terutama adanya buku-buku yang sangat penting sekali. Maklum, di Bengkulu langka atau kurang sekali buku-buku untuk petani. Mudah-mudahan tiap-tiap bulan kita harus saling memberi informasi. Salam buat staf YDA. Adi Ogan Petani dan Koordinator Serikat Tani Bengkulu Muara Aman Lebong Utara, Bengkulu
Berpestisida atau Tidak, Dihargai Sama Kami dari kelompok Mitra Tani, dan dari teman YMI dan YDA sedang serius beraktivitas di SLPHT, mencoba membuat dan menggunakan pestisida alami, hasilnya cukup lumayan. Pada sebuah pertemuan, salah satu orang menyeletuk, “Kenapa baru sekarang diberitahu Pak, kalau Saya tahu sejak dulu pasti Saya akan menggunakan pestisida alami saja. Bahannya harganya murah, hasilnya memuaskan, dan tidak berbahaya, karena sebelumnya Saya selalu menggunakan Decis. Sampai Saya
pening, jalan sempoyongan, keringat bercucuran�. Saya juga mencoba menanam padi lokal, jenis padi kuatik yang umurnya 5-6 bulan. Tanpa pupuk dan pestisida, hasilnya setelah Saya analisa cukup lumayan, tidak banyak pengeluaran, ramah lingkungan, dan nasinya enak, pokoknya lain dari yang lain. Hanya saja harga dipasaran sama dengan padi/beras unggul, karena belum termonitornya pasar, maka beras/hasil petani yang berpestisida maupun tidak harganya sama. Demikian, maka kami memohon kepada teman-teman YDA bagaimana caranya memonitor pasaran, dan kapan ada penelitian hasil petani yang tanpa pestisida dapat lebih tinggi harganya. Prawito Kelompok Mitra Tani Harapan Jaya, Tempuling Indragiri Hilir-Riau
Komik RG Dipahami Tua-muda Saya mengucapkan terimakasih kepada YDA, yang telah mengirimkan buku-buku pada saya (sudah saya terima tanggal 28 Agustus 2002 lalu). Buku tersebut saya bagikan kepada teman-teman petani. Buletin Advokasi juga bermanfaat bagi anak-anak (sebagai taman bacaan anak), sehingga anak sangat betah main di rumah dengan temantemannya. Yang sangat menjadi perhatian anak saya dan temannya adalah buku RG (rekayasa genetika) bergambar Petruk dkk. Dengan memahami buku cerita bergambar itu, anak-anak lebih memahami bahaya-bahaya pestisida
Buletin Petani ADVOKASI No 9 Nopember-Desember 2002
(selama ini kaleng atau botol bekas pestisida sering untuk mainan, namun saat ini tidak lagi). Begitu juga kalau anak mau jajan/belanja sering bertanya dengan temannya, apakah ini kue atau donat Petruk? Demikian juga, kalau mau makan di rumah atau sarapan, pasti nanya (Sayur Petruk?). Pokoknya gempar deh. Komik itu juga bermanfaat bagi orang yang tidak bisa membaca (hanya melihat gambarnya dan bertanya pada anak yang membaca, menjadi faham). Salam, Radisan RT 01/RW 01 Buantan Lestari Kecamatan Bugaraya Kab Siak Riau 28763
Manfaatkan Limbah Panen Limbah panen kita, jika dimanfaatkan akan memberi nilai tambah secara ekonomi. Sebagai contoh, jerami dapat dimanfaatkan untuk media jamur merang. (Di daerah kami) Karena kurangnya pengetahuan petani, maka limbah ini dibiarkan diambil begitu saja, oleh perusahaan jamur merang. Padahal setelah jerami dibuat media jamur, sisanya dapat dibuat pupuk organik. Dengan demikian petani tidak mendapat apa-apa, sedangkan perusahaan mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda. Marilah kita belajar untuk mendapatkan pengetahuan pertanian dalam segala aspeknya, sehingga dapat tercapai petani yang mandiri dan sejahtera. R Suharno Bentak TR 18/RW V Sidoharjo Sragen Jawa Tengah
Salam Advokasi
Halaman 3
Jadi petani kecil di jaman globalisasi Puasa, Lebaran, Natal, ganti tahun, hajatan mantu (Penyelenggaraan pernikahan anak), ritual-ritual yang begitu menyedot harta, tenaga, dan emosional masyarakat luas di negeri ini. Demikian juga keluarga petani, tidak bisa menghindari segala hal itu. Kalaupun dihindari, kita akan dianggap sebagai penyendiri yang anti sosial. Keluarga petani, harus cermat menghitung keuang-annya, untuk belanja pupuk, bibit, dan ‘obat’ (seharusnya pestisida). Juga untuk bayar makan siang buruh tani, sewa traktor, iuran air. Rasanya tak tersisa lagi anggaran untuk hal lain. Maka petani selalu berpikir keras, untuk selalu mencari tambahan lain diluar bertani. Agar impian untuk mensarjanakan anakanaknya terwujud, agar impiannya Ngomah-ngomahke anak-anaknya bisa sampai (menikahkan anak, mengantar pada jenjang dewasa). Anak-anak diharap menjadi simbol kebanggaan keluarga kepada tetangga -tetangga di desa. Maka tak begitu salah kalau masalah keuangan, menjadi pikiran berat bagi petani. Masalah ekonomi menjadi Top of Mind! (yang pertama dipikirkan). Karena itulah, Wandiyo seorang petani di Sukoharjo, Jawa Tengah , harus ikhlas melepas istrinya berjualan jamu gendong di sebuah kota di Jawa Timur. Bila Bulan puasa tiba sampai lebaran, Istrinya baru berkumpul lagi dengan keluarga. Hanya dalam satu bulan puasa itu, istrinya berada sepenuhnya di rumah. Itupun, sang istri bukan istirahat total, tapi tetap sibuk. Sore menyiapkan buka, siang ke sawah membantu suaminya bertani. Selain bertani, Wandiyo juga mencoba beternak ayam, dan sesekali dia menjadi modin (tukang doa) di kampungnya. Buletin Petani Advokasi diter-bitkan oleh Yayasan Duta Awam (YDA), sebagai media komunikasi dan advokasi menuju petani Indonesia mandiri. Redaksi Buletin Petani Advokasi menerima tulisan, gambar/foto dengan misi pemberdayaan petani dari berbagai pihak, khususnya dari kalangan petani sendiri.
Dengan upaya suami-istri ini, maka dua dari empat anaknya sudah sarjana. Tinggal dua lagi yang jadi beban pikiran Wandiyo. Bagi petani seperti Wandiyo, perhitungan keuangan sederhana saja. Yaitu, semakin banyak tabungan, semakin sejahtera hidupnya. Bagi dia, selama Harga Dasar Gabah tetap rendah, dan penghasilan rendah maka bagaimana bisa dikatakan sejahtera? walau produksi meningkat sebagaimana diharapkan oleh pemerintah. Memikirkan kehidupan sehari-hari yang sudah sulit, menyebabkan petani tidak ingin tambah susah berpikir. Apalagi menghubungkan keterpinggiran hidup mereka dengan ulah kapitalisme global atau globalisasi. Embuh ra weruh! Petani sempat menyadari atau tidak, kini globalisasi (sistem perdagangan bebas yang dikuasai pemodal besar) berencana tak menyisakan satupun ruang kosong sampai ke pelosok desa. Sekarangpun, petani Indonesia sudah merasakan dampak dari sistem yang diciptakan oleh perusahaanperusahaan internasional (benih, pestisida dan pupuk yang kita pakai berasal dan diproduksi dari negeri entah berantah yang berada di ujung dunia sana). Globalisasi seolah mengejar kita dan mengajak kita “terus membeli”. Aneh pula, ketika petani kita menjual produk dengan bahan baku ‘obat’ (pestisida) buatan mereka, ternyata konsumen internasional menolak! “Kadar racunnya terlalu tinggi,” kilah mereka.(Puitri)
kasi Advo
Penanggung Jawab: M Riza Dewan Redaksi: Mediansyah (koordinator), Kurniawan Eko, Puitri Hatiningsih, Muhammad Yunus, M Zainuri Hasyim, A Bayu C, Haleluya Giri Rahmasih, Anwar Hadi, Panggah, Retno AW, Willem Molle , Sucipto. Distribusi: Sumengkar W, F Agnes Alamat:Jl Adi Sucipto No 184-I Solo 57102 Telp: (0271) 710816 Fax: (0271) 729176 e-mail: dutaawam@bumi.net.id
Buletin Petani ADVOKASI No 9 Nopember-Desember 2002
Laporan
Halaman 4
ORGANISASI PETANI dari Alat Mobilisasi Petani Menuju Alat Perjuangan Petani B ulan
Desember 2002 merupakan ‘bulan lebaran (hari raya)’. Paling tidak ada dua komunitas masyarakat akan merayakannya. Ya, Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Natal. Seperti biasa, menjelang hari raya pasar-pasar, baik pasar tradisional maupun super maket, selalu dijejali pembeli. Ada yang membeli baju baru, alat rumah tangga, kue-kue, bahan makanan, dan lain-lain. Pokoknya segala keperluan untuk merayakan dan meramaikan suasana lebaran. Semua hasil jerih payah (uang) yang didapat selama ini, tabungan, THR (bagi yang mendapatkan), seolah hendak dihabiskan untuk menyiapkan pesta hari raya. Masyarakat desa yang mencari rejeki di kota, memborong kebutuhan-kebutuhan tersebut, yang kebanyakan juga berasal dari desa, untuk oleh-oleh sanak saudara di desa. Masyarakat desa berbondongbondong memenuhi angkutanangkutan umum berangkat ke kota untuk mencari kebutuhan-kebutuhan perayaan hari raya di desa. Dan pemilik-pemilik usaha dan modal meraup untung dari ‘kebudayaan lebaran’ tersebut. Sementara meningkatnya pembelian tersebut tidak otomatis mendatangkan keuntungan bagi produsenprodusen di desa (petani), meski barang-barang tersebut kebanyakan berasal dari petani. Lihat saja, baju baru bahan dasarnya dari petani kapas, kue-kue bahan bakunya dari petani ubi, petani
gandum, petani padi, dan lain lain. Kemudian, buah, sayur, ikan, daging bahan bakunya dari petani buah, hortikultura, nelayan dan peternak. Yang meraup untung tetap saja pedagang dan pemilik modal. Di pasar-pasar loak (tempat menjual barang bekas) tak kalah ramainya. Kebanyakan dari pengunjung adalah masyarakat miskin kota dan desa, yang tidak mempunyai cukup uang untuk membeli barang-barang baru dalam memenuhi kebutuhan perayaan hari raya. Namun banyak juga diantara masyarakat kita yang belum sempat berkunjung kemanapun, karena memang belum memiliki uang untuk membeli apapun. Mereka adalah kelompok masyarakat yang tidak cukup mendapatkan hak kesejahteraan hidup, sebagaimana layaknya warga masyarakat lainnya, meskipun tugas dan tanggung-jawabnya teramat penting bagi negeri dan masyarakat dunia ini. Masyarakat miskin kota (gelandangan, anak terlantar, pedagang asongan, dll) sangat besar tugas dan jasanya bagi negeri ini. Dengan dan karena penderitaan merekalah, maka pemerintah, partai politik, dan ada diantaranya ormas dan LSM dapat membuat program (menjual penderitaan rakyat ini) untuk mendapatkan utangan dari lembagalembaga pemberi utang, seperti IMF, Bank Dunia dan ADB (Asian Development Bank). Sebagian dana tersebut memang dikucurkan untuk mereka, namun sebagian lainnya (yang jumlahnya terkadang lebih besar) justru dinikmati oleh kalangan berduit karena faktor
Buletin Petani ADVOKASI No 9 Nopember-Desember 2002
‘keahliannya atau tugas-tugasnya, jabatannya, dll. Masyarakat miskin desa (petani, nelayan, buruh tani, pekerja kebun, dan lain-lain) yang sangat berjasa dalam menyediakan pangan dan bahan pangan, bahkan bahan-bahan baku lainnya, dijadikan alat untuk menumpuk utang dan menggelembungkan pundi-pundi kekayaan dan kekuasaan pelaksananya, melalui berbagai mega proyek pertanian. Penderitaan Petani sebagai Komoditas Politik Barang-barang yang pajang di pasar tradisional dan swalayan banyak berasal dari jerih payah petani desa. Para petani yang akrab dengan tetesan peluh, sengatan matahari dan tidak mengenal waktu demi mengelola usaha taninya. Mereka giat mengemban usaha untuk menjaga agar stok pangan nasional tetap aman. Untuk itu petani terus dipacu (dengan berbagai program pemerintah) untuk ngejar produktifitas! Kata produktifitas inilah yang selalu dan selalu mereka dengar sebagai upaya untuk mendapatkan kesejahteraan. Dengan kata lain tidak produktif sama saja dengan tidak mau sejahtera. Produktifitas, itulah inti masalah petani yang disimpulkan oleh ‘pakarpakar pertanian’ yang bercokol di pemerintahan, dan perguruan tinggiperguruan tinggi. Banyak hal yang dijadikan alasan terkait dengan dengan produktifitas. Ada masalah lahan (tidak subur). Ada masalah saluran/air. Ada masalah serangan hama. Ada masalah ‘tidak modernnya’ teknis pengolahan lahan
Laporan
Halaman 5
dok YDA
sehingga tidak efisien. Ada masalah benih dan bibit. Ada masalah modal usaha. Banyak lagi. Semuanya untuk menjelaskan pada satu titik, yakni mengejar produktifitas. Asumsinya, jika masalah-masalah diatas terselesaikan, hasil produksi banyak dan berlimpah, maka pendapatan petani akan berlimpah pula. Berangkat dari isu (masalah) produktifitas dengan sub-sub isu lainnya, banyak pihak kemudian berupaya semaksimal mungkin untuk mendapatkan keuntungan darinya. Apalagi petani banyak disebut sebagai pihak yang nggak ngerti apa-apa. Maka lahirlah berbagai konsep bagaimana berbisnis dengan isu-isu tersebut. Perusahaan-perusahaan pertanian (pestisida, pupuk, benih, mesin pertanian) melakukan berbagai pendekatan untuk memuluskan usahanya. Oknum-oknum pejabat terkait kasak-kusuk melobi DPR untuk mengegolkan mega proyek-mega proyek ‘peningkatan kesejahteraan petani’. Pelaku bisnis memanfaatkan isu petani melalui politik dagang. Pejabat-pejabat negara meman-
faatkan isu petani untuk meraih suara dan dukungan petani pada pemilu. Kalangan dewan mendukung kebijakan pemerintah untuk politik ‘asap dapur’ mereka. Contoh-contoh pandangan di atas bisa kita lihat pada proyek pertanian dan pengembangan sarana dan prasarana yang dilaksanakan pemerintah pada masa orde baru. Bimas bukannya mensejahterakan petani, tapi malah membuncitkan perut industriindustri pestisida. KUT bukannya membuat petani jadi tambah penghasilan, namun sebagian besar dilalap oknum-oknum pelaksana. Proyek-proyek besar seperti ISDP (Integrated Swamp Development Project) untuk petani lahan rawa di Kalbar, Riau dan Jambi, TCSSP (program kredit kebun karet) dan banyak lagi, telah selesai dilaksanakan. Bukannya kesejahteraan yang didapat, namun penderitaan panjang bagi petani, karena bukannya masalah mereka selesai namun malah timbul masalahmasalah baru. Penahanan sertifikat untuk jaminan kredit, ketergantungan pada pestisida dan pupuk kimia, dan lain-lain.
Jika oknum-oknum kalangan atas memanfaatkan isu petani untuk melakukan usaha-usaha bisnis, mengegolkan proyek-proyek pertanian, maka di kalangan bawah (pelaksana) memanfaatkan proyek-proyek pertanian untuk kepentingan pribadi. Maka, tidak mengherankan kalau kemudian ada politik lahan fiktif dan ‘politik’ peserta fiktif di KUT. Ada politik pemalsuan tanda tangan. Ada rekayasa biaya produksi, dll. Artinya dari isu-isu pertanian tersebut patut dipertanyakan berapa margin (besar) keuntungan yang dinikmati oleh petani dan berapa yang dinikmati oleh pihak-pihak lain. Atau oknum-oknum. Betapa isu-isu pertanian tersebut dijadikan ‘komoditas politik’ oleh pihak-pihak yang sangat terkait dengan persoalan petani dan pertanian. Organisasi Petani Sebagai Tunggangan Politik Sukses dengan politik-politik diatas, mulai dari pelaku bisnis, kalangan legislatif sampai pada pejabat politik mencoba serakah dengan
Buletin Petani ADVOKASI No 9 Nopember-Desember 2002
Laporan
Halaman 6 mempermudah gerakan mobilisasi petani. Sukses menawarkan ‘dagangan proyek’ yang berupa input baru, tehnologi baru dan lain-lain, mereka mencoba memikirkan ‘efisiensi usaha’. Artinya bagaimana memanfaatkan petani dan kelompok-kelompok tertentu untuk memperlancar usaha dan memudahkan usaha. Strategi ini telah dirancang sejak adanya program Bimas. Seiring dengan pelaksanaan program, di desa dibentuk kelompokkelompok tani. Demikian juga ketika ada proyek turun (terutama yang berbau kredit). Lama kelamaan menjamurlah yang namanya kelompok tani.
B
Meski banyak diantaranya yang tidak ada kegiatan setelah program selesai. Bahkan ada juga yang masih berkegiatan namun tidak melakukan aktifitas pertanian. Melalui kelompokkelompok ini, pihak-pihak luar jadi lebih mudah mendekati petani. Pak Lurah cukup mengundang ketua-ketua kelompok untuk mengkampanyekan program pemerintah. Pak Kepala Desa cukup hanya dengan mengkomando ketua kelompok untuk menggerakkan masyarakatnya melakukan suatu kegiatan. Perusahaan besar sampai pedagang kecil, cukup dengan membuat perjanjian dengan ketua kelompok untuk mendapatkan kerjasama pem-
belian produk pertanian. Nasib dan pilihan petani seolah hanya ditangan ketua kelompok. Petani-petani dengan mudah dimobilisasi cukup hanya dengan pencet ‘kode ketua kelompok’. Bayangkan berapa keuntungan orang luar ini dengan efisiensi kelompok yang telah terbentuk. HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) pernah merasakan pahitnya tudingan bahwa kelompok ini pada ujung-ujungnya hanya untuk kepentingan mobilisasi petani oleh partai politik tertentu pada masa Orde Baru. Demikian juga KTNA (Kelompok Tani dan Nelayan Andalan) pernah mengalami hal serupa.(M Yunus)
Organisasi Sebagai Alat Perjuangan Petani
elajar dari masa lalu tersebut, maka tidak heran muncul pertanyaan, Siapa yang kemudian dapat dipandang sebagai pihak yang sungguh-sungguh berjuang untuk petani? Departemen dan Dinaskah ? PPLkah? Ilmuwankah? LSMLSMkah? Siapa bisa menjamin? Berdasarkan pengalaman diatas, maka kita tidak bisa lagi menggan-tungkan nasib kita pada pihak-pihak luar. Kita harus merebut nasib dan masa depan kita sendiri. Dengan tetap menggunakan organisasi yang telah kita punyai. Jangan biarkan pihak lain menguasai organisasi kita untuk kepentingan mereka. Tapi, mari kita pakai organisasi kita untuk kepentingan kita-kita semua. Kepentingan petani. Bagaimanapun organisasi petani tetap perlu kita bangun. Karena dengan organisasi maka usulan dan tuntutan yang kita perjuangkan untuk kesejahteraan petani, bukanlah tuntu-tan dan perjuangan pribadi, tapi perjuangan dan tuntutan petani.
Kita bisa memakai organisasi petani untuk mengajak kalangan perguruan tinggi (mahasiswa dan dosen) membantu kita menyelesaikan masalah-masalah petani. Dengan organisasi petani kita bisa meminta kepala desa, camat, bupati, gubernur bahkan jika organisasi kita besar meminta presiden, untuk membuat kebijakankebijakan yang melindungi dan menguntungkan petani. Dengan organisasi petani kita bisa menolak kebijakan dan produk-produk yang tidak sesuai dengan kebutuhan petani. Dengan organisasi petani kita bisa mengawasi proyek-proyek pertanian di lingkungan kita. Dengan organisasi petani kita bisa mendesak PPL, dan Dinas Pertanian untuk banyak-banyak memperhatikan petani. Dengan organisasi petani kita bisa memaksa kalangan dewan untuk berpikir untuk kita, karena mereka adalah wakil-wakil kita. Bahkan dengan organisasi petani kita bisa memboikot partai-partai politik jika mereka tidak juga memikirkan nasib petani. Toh pendu-
Buletin Petani ADVOKASI No 9 Nopember-Desember 2002
duk negeri ini sebagian besar petani. Namun yang paling penting dan mendasari semua adalah bahwa dengan organisasi petani, maka kita akan dilatih untuk tidak hanya berpikir tentang nasib kita sendiri-sendiri. Tapi nasib kita bersama! Petani! Dengan modal tersebut maka semakin banyak petani terlibat dan bergabung untuk memperjuangkan nasib petani melalui organisasi petani, maka semakin dah-syat kekuatan petani. Bahasa keren-nya petani jadi memiliki bargaining power . Atau kekuatan untuk menawar-kan hal-hal yang menguntungkan petani. Kalau sudah begitu, kapanpun petani siap melawan pihak-pihak yang tidak berpikir demi kesejahteraan petani. Ingat, di tangan petani pangan dunia dibebankan. Di tangan petani pula gizi anak bangsa digantungkan. Kalau tidak ada lagi pihak-pihak yang berpikir demi kesejahteraan petani, suatu saat petani bisa menggilas siapapun dengan organisasi taninya. Siapa takut? (M Yunus)
Laporan
Halaman 7
Pertemuan Kelompok Sebagai Alat Pemecahan Masalah dan Mengembangkan Diri
1. Mendirikan kelompok ini harus dengan tujuan yang jelas dan harus disertai keinsyafan dari setiap anggota kelompok terhadap prosedur kerja kelompok. Maka tujuan pribadi anda masuk ke dalam kelompok pun harus selaras dengan tujuan kelompok. 2. Sebagai anggota kelompok, anda harus tetap mempraktekkan "pola belajar sendiri" yang senafas dengan kelompok. Kemudian, pada saat pertemuan kelompok, anda (dan setiap anggota) datang untuk mendiskusikan persoalan yang telah anda dipelajari secara individu. Jadi, dan bukan untuk sekadar "meminta tolong" kepada anggota lain. Maka itu, setiap pertemuan harus berencana, dengan acara diskusi yang khusus, sehingga anda dan kawan-kawan (sedikit banyak) dapat mempelajarinya dahulu, secara individu. Dus, kelompok itu tidak perlu dipisahkan dengan usaha-usaha memecahkan masalah secara individu, karena sesungguhnya keduanya saling melengkapi. 3. Kalau dalam kelompok itu ada orang terpelajar yang lebih "cemerlang" pandanglah ia tak lebih dari penasehat semata-mata, jadi jangan sekali-kali anda menggantungkan harapan darinya. 4. Dalam pertemuan kelompok, diskusikanlah pokok-pokok pembicaraan disepakati dahulu agar tidak menyimpang dari acara. 5. Setiap anggota mencatat hasil diskusi menurut kebutuhan masing-masing. Pada akhir diskusi, ketua menyimpulkan hasil-hasil diskusi dan membuat catatan hal-hal yang belum terpecahkan, lalu menga-dakan rencana kerja untuk diskusi berikutnya. 6. Diskusi dalam pertemuan kelompok, sedapat mungkin harus singkat dan dibatasi waktunya. 7. Bila Anda bertemu persoalan yang benar-benar sangat kontroversial (rumit dan berasal dari pendapat yang berbeda-beda)dan tidak dapat dipecahkan, maka ini dianggap masalah bersama yang nanti ditanyakan pada ahlinya. 8. Akhirnya, setiap anggota kelompok harus sadar bahwa kekuatan kelompok adalah tergantung dari setiap anggota. Tak ubahnya seperti mata rantai, kekuatan rantai tergantung pada kekuatan mata rantai yang paling lemah, satu unsur saja lemah seluruh rangkaian rantai menjadi lemah. (*)
Buletin Petani ADVOKASI No 9 Nopember-Desember 2002
Laporan
Halaman 8
Masalah Petani & Organisasi Petani P ada
suatu pertemuan ‘perumusan program kelompok tani’ yang difasilitasi YDA, terjadi dialog yang menarik antar petani peserta pertemuan. Setelah membuat daftar masalah yang ingin diselesaikan kelompok, sebagian besar petani peserta dialog, menginginkan sebuah program yang bermanfaat, praktisnya ialah agar ada “tambahan modal�. Mereka mengeluarkan usulan, agar ada program yang dapat menarik “bantuan� dari luar desa kepada kelompok. Namun anehnya, setelah diskusi berlanjut dengan menganalisa potensi yang mereka miliki, dan segala potensi yang dapat mereka kembangkan. Maka, usulan jadi berbalik mengedepankan kemandirian, ketimbang meminta bantuan dari luar, apalagi utang. “Ternyata kami punya segala potensi untuk mandiri, dan ternyata kami tidak butuh kredit,� kata seorang petani dari Sragen Jawa Tengah. Harus kita akui, masalah kelemahan ekonomi adalah masalah yang melilit sebagian besar petani di negeri ini. Namun, tambahan modal dari luar, apalagi berwujud utang, hanya akan menambah ketergantungan petani. Kemudian menghilangkan kemandirian. Lantas, nasib petani tidak akan pernah terangkat. Banyak organisasi petani dibentuk hanya untuk menampung dana dari sebuah program pemerintah, akibatnya organisasi petani hanya menjadi alat. Lantas, bagaimana organisasi yang ideal dan dapat meningkatkan tarap dan harkat hidup petani?
N
un jauh disana di kaki Gunung Lawu, masuk wilayah Kabupaten Wonogiri, terdapat sebuah desa bernama Nguneng. Karena letaknya di atas perbukitan maka suasananya cukup sejuk dengan pemandangan yang menyegarkan mata. Hamparan persawahan yang bersekat-sekat khas sawah di dataran tinggi seakan mencerminkan kalau sebagian penduduknya adalah petani. Dari salah seorang penduduk desa tersebut terkuak cerita mengenai rahasia kehidupan penduduk Desa Nguneng. Kala dahulu penghidupan masyarakat Desa Nguneng cukup paspasan, mereka hanya mengusahakan pertanian secara sendiri-sendiri. Kalaupun berkelompok, hanya untuk mengatur air dan menerima dana bantuan dari pemerintah (KUT), sedangkan yang mengarah agar petani mempunyai nilai tawar di mata pemerintah maupun peningkatan usaha taninya belum ada. Pada tahun 1997 di Desa Nguneng terbentuk sebuah koperasi yang diberi nama Jerami (Jejaring Rakyat Mandiri). Jerami adalah sebuah koperasi yang berdiri dengan kesadaran penuh para anggotanya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat petani Desa Nguneng. Pada awalnya, dari analisis yang mereka lakukan, dipetakanlah bahwa permasalahan penduduk Desa Nguneng adalah lemahnya perekonomian penduduk. Dari hal di atas, maka arah dari pembentukan koperasi inipun mula-mula hanya untuk meningkatkan perekonomian penduduk. Tetapi setelah koperasi Jerami berjalan beberapa tahun dengan mengadakan pertemuan rutin selapanan (tiap 35 hari sekali) dan mengagendakan diskusi tentang perkembangan informasi pertanian yang selama ini kurang diketahui anggotanya,
Buletin Petani ADVOKASI No 9 Nopember-Desember 2002
pemahaman anggota kelompok sedikit demi sedikit mulai meningkat. Ternyata permasalahan yang ada tidak hanya masalah ekonomi saja tetapi juga masalah informasi. Juga disadari bahwa yang membutuhkan informasi tidak hanya orang tua saja tetapi juga anak-anak, sehingga Koperasi Jerami membuat perpustakaan, kursus komputer dan pendidikan lingkungan. Seiring diskusi yang dilakukan secara rutin setiap 35 hari sekali tersebut, semakin mengasah pemikiran anggota Jerami. Makin banyak hal yang kemudian mereka sadari sebagai masalah. Misalnya, setelah ada ternak sapi, ketersediaan dedak (bekatul) menjadi sangat penting sehingga memicu mereka untuk membeli dedak secara bersama lewat koperasi. Berkat aksi ini, harga dedak di wilayah kabupaten itu bahkan dapat dipenga-ruhi mereka sebagai produsen. Selain permasalahan di atas, mereka mulai menyadari ternyata masalah yang mereka hadapi itu banyak, misalnya ada masalah ketergantungan petani pada pupuk, benih, pestisida, pakan sapi dan keterbatasan (serta ketergantungan) informasi. Tidak lupa, mereka sadari pula, bahwa sebuah permasalahan pula, bila pengalaman sesama petani tidak dapat dimanfaatkan oleh petani lain. Dari perjalanan panjang tersebut berakibat semakin banyaknya tugas yang harus dipikul oleh koperasi Jerami dalam mengabdi kepada masyarakat Desa Nguneng. Karena semakin masyarakat menjadi lebih tahu (dengan seringnya melakukan diskusi-diskusi) maka semakin banyak permasalahan yang kemudian mengemuka dan harus ditangani. Sekarang cakupan kegiatan Koperasi Jerami semakin melebar dari
Laporan
Halaman 9
dok YDA
keinginan untuk memenuhi kebutuhan akan ekonomi yang menjadi permasalahan kemudian setelah melakukan pertemuan-pertemuan/diskusidiskusi secara intensip berkembang ke problem petani yang lainnya tidak hanya ekonomi saja tetapi beberapa macam, seperti masalah benih, pupuk, pakan. Bahkan, kelompok Jerami pernah melakukan ‘gugatan’ ke Industri Jagung, karena benih jagung yang ditanam oleh masyarakat Desa Nguneng tidak tumbuh dan hasil dari kekompakan bersama tersebut akhirnya perusahaan jagung mau mengganti kerugian yang diderita petani. Sekarang anggota Koperasi Jerami sadar bahwa ekonomi hanya merupakan salah satu bagian saja dan kemandirianlah yang utama, sehingga seiring berjalannya Koperasi Jerami banyak bantuan yang datang dari pemerintah ditolak. Menurut mereka, bantuan dari luar hanya akan membuat ketergantungan baru bagi anggota Jerami khususnya dan masyarakat Desa Nguneng pada umumnya, sehingga mereka memilih pengumpulan modal dengan usaha
sendiri walau sedikit-demi sedikit. Sebenarnya banyak contoh kesuksesan dalam penyelesaian permasalahan-permasalahan yang terkait dengan pertanian selain diatas masih banyak lagi, dan semuanya kebanyakan menggunakan kekuatan kelompok. Dari contoh tersebut diatas kelihatan betapa pentingnya sebuah kelompok atau organisasi untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada di sekelilingnya baik yang terkait secara langsung maupun tidak langsung. Ketika permasalahan-permasalahan disekitarnya sudah dapat dipecahkan maka secara naluriah kelompok/organisasi tersebut akan memikirkan permasalahan-permasalahan yang ada di orang lain/kelompok lain. Selain itu mereka juga akan mempunyai rasa kemandirian yang besar (tidak tergantung) dan selalu tertarik untuk lebih mengefisienkan usaha taninya, karena mereka sudah lebih tanggap terhadap informasiinformasi yang beredar. Selama ini kelompok/organisasi petani yang ada masih terpilah-pilah
berdasarkan kinerjanya, misalnya Kelompok Tani yang akan membahas sekitar bercocok tanam, P3A yang akan membahas hanya pada pengelolaan air, ada pembentukan kelompok yang khusus mengelola Alsintan dll. Seharusnya, pemerintah melihat bahwa petani itu satu kesatuan yang utuh dengan kegiatan yang terkait dibidang pertanian, sehingga apabila masih ada pengkotakan-pengkotakan akan mengakibatkan timbulnya permasalahan-permasalahan baru antar petani. Namun, dengan hanya satu organisasi petani/kelompok tani yang didalamnya ada beberapa kegiatan, kemungkinan dapat terselesaikannya sebuah permasalahan semakin besar karena akan banyak anggota yang memberikan sumbangan pemikiran pemecahan masalah dan dapat mengurangi timbulnya permasalahanpermasalahan baru. Dari contoh diatas dapat diambil pelajaran sebelum kelompok terbentuk diperlukan diskusi-diskusi secara rutin agar anggotanya memahami dan sadar betul mengapa harus mendirikan kelompok. (Bayu)
Buletin Petani ADVOKASI No 9 Nopember-Desember 2002
Halaman 10
Monitor & Advokasi
Ayo Berjaringan & Meningkatkan Kualitas Kelompok
Dengan berjaringan, kelompok kita akan menambah wawasan dan menambah kemampuan untuk memecahkan masalah kita. Dengan berjaringan kekuatan makin kuat, dan kelemahan dicarikan jalan keluar. Dengan berjaringan, kita saling membantu.
Berikut ini adalah daftar beberapa kelompok, yang masing-masing dengan keunggulannya tersendiri. Kirimi surat atau kabar, kepada rekan petani anda ini, siapa tahu kita dapat bekerjasama makin baik, menambah semangat untuk menuju petani mandiri.
A. Kelompok Ngudi Makmur, Desa Banyuurip, Kecamatan Klego, Boyolali, Jateng. (Mampu membuat benih padi bersertifikat, dan telah mengembangkan model belajar alternatif untuk petani, memiliki ahli pemupukan, hama, peternakan dan pestisida alami ). B. Kelompok Tani Sidodadi, Dusun Pencil, Desa Boto, Kecamatan Baturetno, Kabupaten Wonogiri, Jateng. (Mampu melakukan penangkaran dan pemurnian benih padi).
dok YDA
C. Sagiman, Dusun Setren, Desa Kedungombo, Baturetno, Wonogiri. (Memurnikan Varietas Kedelai). D. Maryanto, Desa Bero, Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten, Jateng. (Strategi pengembangan agribisnis Jamur Kuping). E. Kelompok Tani Makmur , Dusun Kalangan, Desa Sangge, Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali. (Mampu mengembangkan pasar untuk produk pertanian –padilangsung ke konsumen). F.
Kuilu
Kelompok Tani Mulyo, Dusun Purworejo, Desa Dlingo, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali. (Mengembangkan pasar alternatif dan mengembangkan sistem lumbung padi sebagai strategi pemasaran).
Buletin Petani ADVOKASI No 9 Nopember-Desember 2002
Monitor & Advokasi
Halaman 11
G. Kelompok Peduli Lingkungan (KPL), Desa Bade, Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali, Jateng. (Mengembangkan sebuah kelompok advokasi untuk masalah-masalah yang dihadapi petani). H. Kelompok Tani Sidodadi, Dukuh Wates, Dusun Sruni, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali Jateng. (Mengembangkan sistem penyusuan anak sapi – pedhet-yang optimal, disebut panti pedhet, sebagai alternatif jatuhnya harga susu).
Kuilu
I.
Parmin dan Daud, petani di Desa Kayutrejo, Kecamatan Wododaren, Kabupaten Ngawi, Jatim. (Mengembangkan cara pengendalian tikus dengan sistem blok).
J.
Surati, Kelompok Tani Perempuan di Dusun Sumbersari, Desa Sendangmulyo, Kecamatan Tirtomoyo, Kabupaten Wonogiri. (Ahli melakukan pengendalian hama uret).
K. Sukino, petani di Dusun Pindan, Desa Setrorejo, Baturetno, Kabupaten Wonogiri. (Ahli PHT Kedelai, khususnya masalah hama wereng kedelai).
Kuilu
L.
Yamtini, Kelompok Perempuan Tani Desa Kedung Pilang, Kedung Pilang, Kabupaten Boyolali, Jateng. (Mengembangkan permodalan berbasis kelompok petani perempuan).
M.
Kelompok Jerami, Desa Nguneng, Kecamatan Bulukerto, Kabupaten Wonogiri. (mengembangkan sistem permodalan mandiri dan cara beternak sapi potong yang berorientasi pada pemasaran. Juga kuat dalam keorganisasian)
Sebenarnya di seluruh Indonesia, masih banyak individu atau kelompok yang berasal dari kalangan petani sendiri, yang memiliki prestasi tertentu. Kelompok anda dapat mendiskusikan dan melakukan komunikasi dengan jaringan sesama petani ini, untuk melangkah saling mengisi ke arah kemajuan kaum tani.
Tahukah anda, jika anda tau kelompok anda memiliki keunggulan-keunggulan tertentu. Namun tidak dapat disebarkan pemanfaattannya bagi sesama petani, maka hal itu adalah sebuah masalah tersendiri?
Sekali lagi, Ayo Berjaringan! Buletin Petani ADVOKASI No 9 Nopember-Desember 2002
Halaman 12
Pengalaman Advokasi
Memecahkan Persoalan Petani dengan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) D
esa Harapan Jaya, merupakan salah satu dari 5 desa Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) daerah rawa pasang surut di Kabupaten Indragiri Hilir-Riau sejak tahun 1979. Pada tahun 2001, di desa ini pula tumbuh sebuah organisasi petani bernama “Mitra Tani�. Organisasi ini muncul karena adanya berbagai permasalahan petani di desa Harapan Jaya. Mereka merasa perlu berorganisasi setelah melihat rusaknya agroekosistem (kondisi lingkungan khususnya tanah dan air), resistensi (meningkatnya kekebalan hama), resurjensi (peningkatan serangan hama) dan residu (sisa endapan) pestisida sebagai dampak dari pelaksanaan ISDP (Integrated Swamp Development Project -Program Pertanian Rawa Terpadu, sebuah proyek yang didanai dari utang Bank Dunia). Melihat kondisi yang terjadi tersebut, 20 orang petani yang terdiri dari 4 orang petani pemandu, 4 orang petani pemonitor, dan 12 orang petani lainnya berkumpul dan berdiskusi bersama, melakukan identifikasi dan analisa masalah, memetakan stakeholder, dan merumuskan kegiatan yang dirancang untuk mengatasi berbagai permasalahan mereka. Merancang Kegiatan Kegiatan pertama kali yang digagas dan dirancang oleh kelompok ini adalah SLPHT di Desa Harapan Jaya. Kegiatan tersebut difasilitasi oleh Yayasan Duta Awam (YDA) melalui staf lapangannya, kemudian Mitra Tani merencanakan kegiatan SLPHT, sebagai salah satu kegiatan alternatif untuk memecahkan masalah petani
yang mereka hadapi. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dasar PHT bagi petani, agar petani menjadi ahli PHT. Dalam SLPHT dan penerapannya, Mitra Tani menggunakan 4 prinsip manajemen yang mendasari PHT. Keempat prinsip tersebut adalah sebagai berikut : 1. Budidaya tanaman sehat 2. Mendayagunakan musuh alami 3. Pengamatan secara rutin (mingguan) 4. Petani ahli PHT Pola yang diterapkan dalam penyelenggraaan SLPHT mengikuti daur belajar melalui pengalaman, yaitu melakukan (mengalami), mengungkapkan, menganalisis, mengumpulkan dan menerapkan. Pelaksanaan SLPHT Pelaksanaan SLPHT yang diselenggarakan Mitra Tani dimulai berdasarkan 2 tahapan yakni : A. Persiapan SLPHT Persiapan meliputi pemilihan kelompok tani, pemilihan petani peserta, tempat dan lahan belajar, bahan dan alat belajar, materi dan waktu belajar. Kesemua kegiatan persiapan dilakukan secara bersama-sama, melalui proses diskusi pada pertemuan tingkat desa, dan kelompok tani. B. Pelaksanaan SLPHT SLPHT merupakan proses belajar petani yang berlangsung secara periodik (mingguan) sesuai dengan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT, hama)-nya selama 1 musim tanam (14 kali pertemuan)
Buletin Petani ADVOKASI No 9 Nopember-Desember 2002
Kegiatan SLPHT dilaksanakan pada pagi hari, minimal 6 jam efektif. Kegiatan yang berlangsung dalam SLPHT meliputi : 1. Kerja Lapangan Sebelum pengamatan agroekositem, peserta melakukan kerja lapangan pada lahan belajar, seperti sanitasi, pengairan, penyiangan dan sebagainya. 2. Pengkajian agroekosistem Merupakan materi pokok dalam SLPHT, tiap sub kelompok mengamati petak yang telah ditentukan untuk mengetahui perkembangan agroekosistem. Mereka menggambar kondisi lingkungannya dan melakukan analisa agroekosistem, melalui proses diskusi kelompok dan diskusi besar (pleno). Di akhir proses diskusi pleno, semua peserta menyimpulkan analisa agro-ekosistem dan memutuskan tindakan yang akan dilakukan untuk pengelolaan agro-ekosistem selanjutnya. 3. Topik khusus Topik khusus yang disajikan dan dipelajari dalam setiap pertemuan dipilih berdasarkan permasalahan yang dihadapi oleh petani saat itu. Jika pada waktu pertemuan tidak menghadapi masalah, materi topik khusus diambil dari petunjuk lapangan (Petlap) SLPHT, yang disesuaikan dengan tahapan pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Pengalaman Advokasi 4. Dinamika kelompok Kegiatan ini dirancang untuk menjadi penyegar suasana/ bina suasana agar kondisi kerjasama, kreativitas, dan proses perencanaan makin berjalan bagus. Manfaat/hasil yang diperoleh SLPHT yang dilaksanakan selama satu musim tanam, melalui proses belajar dari pengalaman peserta telah banyak memperoleh manfaat. Manfaat yang sangat dirasakan peserta yakni : 1. Peserta langsung mempraktekan pengetahuan dan ketrampilan pada lahan usaha tani. 2. Hasil pengalaman dari lahan masing-masing dijadikan bahan diskusi pada pertemuan selanjutnya. Dampak Pelaksanaan SLPHT selain memberikan hasil/manfaat, tetapi juga membawa dampak bagi petani dan kehidupan pertanian secara umum. Beberapa aspek kehidupan pertanian yang terkena dampak antara lain : pola pikir dan pengunaan
input kimia (pestisida). Kasus-kasus dampak yang terjadi setelah SLPHT diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Cara pandang Sebelum adanya SLPHT, petani beranggapan bahwa pestisida adalah satu-satunya “obat� yang dikenal petani untuk mengendalikan OPT. Namun setelah mereka mengikuti SLPHT, telah mengubah cara pandang dan pemahaman mereka, bahwa pestisida selain membawa bahan dan dampak negatif terhadap agro ekosistem, juga sangat berbahaya terhadap pemakai (manusia). 2. Penurunan penggunaan input kimia (Pestisida) Sebelum ada SLPHT, seluruh petani di Desa Harapan Jaya Kec. Tempuling, INHIL, menggunakan pestisida pada lahan sawahnya, sebagian besar petani mengaplikasikan 4 jenis pestisida dalam setiap musim (herbisida/ racun rumput, insektisida/racun serangga, fungisida/jamur dan rodentisida/racun tikus). Setelah mengikuti SLPHT dan paham akan budidaya tanaman sehat, mereka mengurangi jenis dan dosis pestisida yang digunakan usaha tani.
dok YDA
Halaman 13
3. Pembelaan Sebelum ada SLPHT, penentuan kebutuhan Saprotan sangat ditentukan oleh rekomendasi dari ISDP atau pihak Dinas Pertanian. Namun setelah para petani mengikuti SLPHT, semua kebutuhan saprotan dalam usaha tani, telah ditentukan oleh mereka sendiri, berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh pada SLPHT. Organisasi petani Mitra Tani berharap, melalui kegiatan SLPHT, petani dan pemandu, dapat memasyarakatkan PHT, sehingga SLPHT akan terus hidup dan berkembang, serta melembaga di lapisan masyarakat petani. Kesimpulan SLPHT di Desa Harapan Jaya, ternyata tidak hanya menambah pengetahuan tentang cara pertanian yang sehat, ramah lingkungan dan berkelanjutan. Juga menambah wawasan, menumbuhkan kemandirian dan menimbulkan kesadaran berorganisasi dalam memecahkan persoalan-persoalan petani, bukan hanya pertanian. (Sucipto)
dok YDA
Kegiatan SLPHT di Desa Harapan Jaya, mencita-citakan pertanian yang sehat, ramah lingkungan dan berkelanjutan. Kegiatan yang dilakukan oleh organisasi petani “Mitra Tani� ini dirasakan menambah wawasan, menumbuhkan kemandirian dan menimbulkan kesadaran berorganisasi dalam memecahkan persoalan-persoalan petani setempat,
Buletin Petani ADVOKASI No 9 Nopember-Desember 2002
Halaman 14
Profil Aksi
Adi Ogan Tetap Menyuarakan Kebenaran Pak Kades Ngamuk, Rekayasa Surat Pengusiran “Saya diusir dari desa, lalu saya harus pergi kemana? demikian ucapan terlontar dari Adi Ogan, petani yang berasal dari desa Talang Bunut, Muara Aman, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu. Lontaran Adi Ogan ini, mencuat ketika para petani, bersama YDA, mengadakan kegiatan dialog ke Fraksi Reformasi dan PKB di Gedung DPR-RI tanggal 17 September 2002. Kisah pengusiran ini dimulai ketika Adi bersama kawan-kawannya, antara lain Ariyanto Djalal dan Koko Sumardi awal September 2002 menyampaikan permasalahan pembangunan beronjong pengendali Sungai Ketahun dan jalan di desanya.
Pembangunan beronjong dan jalan itu dinilai tidak sesuai standar bangunan dan bestek yang telah diberikan Kimpraswil (Pemukiman dan Prasarana Wilayah) ketika kontrak ditandatangani. Laporan Adi dan kawan-kawan, disampaikan pada sebuah acara yang dihadiri Gubernur setempat. Dalam acara yang di maksudkan untuk melihat kesiapan masyarakat terkait dengan rencana pemekaran wilayah di daerah itu. Disitulah, Adi Ogan kawan kawan menyampaikan beberapa persoalan. Di acara itu, mereka mengatakan, mendukung rencana pemekaran wilayah. Namun, ada hal-hal atau persoalan yang harus diselesaikan terlebih dahulu.
dok YDA
Buletin Petani ADVOKASI No 9 Nopember-Desember 2002
Beberapa masalah yang belum selesai antara lain : 1. Kasus BRDP (Bengkulu Regional Development Project), dimana dijanjikan untuk tiap desa mendapat Rp 150 juta, tetapi sampai saat cerita ini disampaikan belum ada uangnya. 2. Masalah KUT, menurut Gubernur waktu pidato di acara panen raya terdahulu, uang KUT yang dibayar petani akan dikembalikan ke daerah. Hal mana seiring otonomi daerah akan menambah PAD. Adi Ogan dan kawan-kawan mempertanyakan hal ini dan menyatakan akan memonitor untuk meniadakan penyimpangan dalam pelaksanaan kembalinya dana KUT yang dibayar petani. 3. Ada perusahaan batu granit yang diresmikan dengan dana 1 milyar (yang dikelola oleh Bupati bersama anaknya) sampai sekarang mandul dan proyeknya tidak jalan. 4. Diungkapkan pula, kondisi transmigran UPT Ladang Palembang atas persoalan lahan dan persoalan sarana pertanian yang seharusnya sudah mereka terima. 5. Kemudian, adanya permasalah pada proyek pembangunan beronjong sungai dan jalan yang dilaksanakan oleh Daerah Tingkat I dan II. Proyek Beronjong dan Jalan Lebih lanjut Adi menyampaikan pembangunan beronjong (tanggul sungai) sepanjang 60 Km dan jalan sepanjang 5,5 Km. Dalam pembangunannya dinilai terdapat kejanggalan. “Ini (proyek dari dana) utang luar negeri seperti yang terlihat pada papan, inikan mau dibayar rakyat Pak!� Kata Adi.
Profil Aksi Mendengar laporan tersebut Gubernur cukup tanggap dan mengatakan, “Saya perintahkan Pak Camat dan Pak Kades hari ini, periksa jalan itu kalau ada kejanggalan”. Pada waktu dicek, Bawasda, Kimprawsil, PU, Tingkat I dan II, Kades, dan camat turun ternyata memang ditemui kejanggalan. Kejanggalan antara lain, prasarana umum tersebut dibangun “sekadarnya” dengan bahan baku yang tidak berkualitas. Jelasnya, telah terjadi manipulasi terhadap harga bahan baku. Maka, atas perintah Gubernur, beronjong tersebut dibongkar habis! Masyarakat tentu bersyukur, tapi ada pihak yang merasa dirugikan, yaitu kontraktornya (PT Hasta Respati) dan Kades setempat yang ternyata adalah subkontraktor pelaksana pembangunanya. Pengusiran Adi Ogan Tentu saja, laporan Adi tersebut membuat marah kepala desa Talang Bunut (Daarul Maukup SAg) si subkontraktor. Daarul kemudian melakukan “penggalangan tanda tangan” dan berhasil mengumpulkan dukungan 145 warga desa. Warga desa itu memang ikut menandatangani surat pernyataan bernomor 140/045/2022/2002 tanggal 4 September 2002. Surat yang isinya mengusir Adi Ogan dari desa itu, ditembuskan pada Bupati Rejang Lebong, Gubernur Bengkulu, Ketua DPRD Rejang Lebong, Kapala Dinas Kimpraswilkab, Kapala Dinas Kimpraswil Propinsi Bengkulu, Kajari, Ketua PN, Kapolsek dan Koramil Lebong Utara. Mengetahui itu, Adi kemudian melacak persoalan ini, sampai menemui sejumlah wartawan di ibukota provinsi. Ternyata dalam penggalangan tanda tangan itu, warga desa tidak diberitahu untuk apa membubuhkan tandatangan. Warga hanya ditanya, apakah mereka setuju adanya pembangun PDAM, beronjong, dan jalan?
Halaman 15 Adi Ogan (inzet, berbaju hitam) saat berdialog dengan wakil-wakil rakyat di Gedung DPR-RI Jakarta, tanggal 17 September dok YDA
Kalau mereka setuju, maka silakan tandatangan di surat itu! Karena tidak tahu maksud yang sebenarnya, maka warga (termasuk juga bibi dan keponakan Adi Ogan sendiri) mau saja menandatangani daftar yang disodorkan Kades. Keluarga bersedih Peristiwa pengusiran dengan surat rekayasa itu, membuat keluarga Adi menjadi tidak tenang. Sang istri menjadi sedih dan anak Adi menangis. Kabar yang simpang siur tersebut cepat tersebar di desa. Bahkan pihakpihak tertentu menempelkan selebaran (yang memojokkan Adi) di rumahrumah. Sampai-sampai menjadi bahan obrolan di kala ibu-ibu mencuci di sungai. Tanggal 15 September 2002, sehari sebelum Adi bersama empat kawannya dari Bengkulu hendak pergi ke DPR-RI Jakarta (diajak YDA untuk ikut berdialog dengan Anggota DPR), Tripika setempat mendatangi Adi untuk rapat guna menyelesaikan masalah tersebut, waktu itu Adi menjanjikan bersedia berdialog setelah kepulangannya dari Jakarta. Adi mengatakan pada Tripika, bahwa semua harus diselesaikan sesuai prosedur hukum, atau secara adat. “Kalau secara adat sih gampang, Pak Kades dikalungi sandal keliling kampung dan ngomong kepada warga bahwa Adi Ogan lah pihak yang benar”.
Dukungan pada Adi Ogan Dilain pihak, laporan Adi Ogan dan kawannya tentang berbagai problem di desanya, ditindaklanjuti oleh Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) Rejang Lebong dengan memerintahkan kontraktor untuk membongkar bangunan sepanjang 60 meter dan mengerjakan ulang, termasuk akan memeriksa Kades Talang Bunut. Tindakan Adi Ogan dan kawankawan mendapat dukungan dari berbagai kalangan, diantaranya dari Drs Mirza Yasben MS Soc Sc, seorang tokoh masyarakat Lebong yang mengecam sikap Kades Talang bunut yang memobilisasi warganya untuk mengusir Adi Ogan dari Desa. Hal senada juga disampaikan juga oleh Sekretaris Jendral Serikat Tani Bengkulu (STAB). STAB mengatakan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Kades merupakan sikap pengecut. “Seharusnya Kades merasa bangga, bahwa ada warganya yang mampu bersikap kritis berdasar data dan fakta yang benar”. Dukungan diberikan pula M Zainal Arifin SH, seorang anggota Fraksi Reformasi DPR-RI asal pemilihan Bengkulu. Zainal menyatakan dukungan kepada Adi saat dialog dengan petani di Jakarta. Bahkan Zainal berjanji akan melanjutkan dialog secara khusus dengan Adi Ogan di Bengkulu, saat DPR-RI reses di Bulan Oktober 2002. (Kurniawan EY)
Buletin Petani ADVOKASI No 9 Nopember-Desember 2002
Bero
Halaman 16
Konflik Antar Etnis di Warung Nasi Sebuah warung di dekat YDA
Solo, sempat geger. Apa pasal? Kisahnya begini, adalah Wily yang anak Ambon asli (pinggiran) makan siang di warung yang dijaga gadis manis itu. Si Jong Ambon datang sendiri dan kemudian memesan masakan kegemarannya, nasi + ikan asin + sambal terasi + sayur asem, dan minumnya air putih. Baru beberapa sendok, datanglah dua rekan sekantornya yang terdiri dari Joni yang anak Lampung dan Asep yang asli Sunda, “Es teh dua,” kata si Asep kepada gadis penjaga warung. Lalu Asep dan Joni menyeruput minumannya sambil ngobrol kesanakemari, dengan bahasa ibu mereka. Sambil minum, kedua Sundanese itu, mengambil beberapa roti sobek manis, di meja warung dan lantas menikmatinya. Nah, ketika kedua anak kurang tata ini, merasa cukup kenyang. Mereka bengkit dari kursi dan berkata
kepada si Ambon dalam bahasa Dayak Benuaq (mereka bertiga memang pernah lama bertugas di kalimantan Timur, sehingga biasa berkomunikasi dalam bahasa Dayak). Terjemahannya begini, “Kami pulang duluan ya, tolong dibayarin nih, minuman es dua gelas ditambah roti empat bungkus.” Keduanya lantas ngeloyor pergi… Si Ambon tidak menjawab, cuma mengangguk dan tersenyum kecut melihat tingkah kedua kawankawanya itu. Apa yang terjadi? Si Mbak penjaga warung ternyata panik, karena merasa dua nasabah-nya ada yang melarikan diri, ” Loh, nengdi bocah loro sing ngombe es mau. Waaah, mlayu tanpa mbayar. Rugi aku!” kata dia dengan kesal dan terus menyumpah-nyumpah dua anak “nakal” tadi dalam bahasa Jawa. Si Wily tetap dengan tenang menyelesaikan makannya tanpa tahu dan tanpa peduli terhadap si gadis penjaga warung yang sedang gundah
Santai & & berhadiah! Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut. Akan lebih baik jika anda terlebih dahulu berdiskusi dengan kelompok (organisasi petani) anda sebelum menjawab pertanyaan di bawah ini: Pertanyaan 1: Menurut anda, apa saja masalah-masalah yang dihadapi profesi petani sekarang ini? (masalah yang anda rasakan, atau yang ada di sekitar anda sendiri). Pertanyaan 2: Menurut anda, bagaimana supaya para petani dapat mengatasi (menyelesaikan) masalah-masalahnya, secara bertahap atau secara langsung, dengan baik atau strategis? Pertanyaan 3: Menurut Anda, bagaimanakah sebuah organisasi petani yang baik itu?
Buletin Petani ADVOKASI No 9 Nopember-Desember 2002
gulana kehilangan costumer itu. Setelah selesai menikmati makan siangnya, Wily bangkit dari kursi dan mendekati kasir. “Saya makan nasi + ikan asin + sambal terasi + sayur asem, tambah air putih. Terus dua kawan saya tadi minum dua es teh ditambah empat roti,” kata dua dengan wajah tak berdosa. Seketika si Mbak terkaget, dan berkata, ”Lho, jadi dua orang yang tadi kawan kamu dan mereka tidak melarikan diri tho? Ko’ kamu diam saja waktu saya nyumpah-nyumpah, kerena mengira mereka melarikan diri tanpa membayar?” “Lho, si Mbak marah-marah pada mereka ya? Saya kira tadi Mbak lagi nyanyi tembang Jawa,” kata Wily serius. Ternyata, Wily yang tidak faham bahasa Jawa, tidak menyadari bahwa si gadis penjaga warung sedang meributkan dua kawannya. Tapi akhirnya happy ending, konflik antar etnis tidak meluas. Ternyata hanya kesalahpahaman. Syukurlah! Pemenang Kuis No 7 Mukani Blok B Dusun Tegal wangi Desa Rumbai Jaya, Tempuling Kab Inderagiri Hilir Riau
Kirim jawaban anda melalui surat pos/kartu pos ke: Redaksi Buletin PetaniADVOKASI Yayasan Duta Awam, Jl. Adisucipto 184 i Solo Jangan lupa tempelkan kupon yang tersedia di bawah ini. Pemenang beruntung mendapatkan tanda persahabatan dari redaksi, diumumkan pada dua penerbitan mendatang.
Kupon KuponSantai Santai&&Berhadiah Berhadiah Edisi Edisi 97
Kilas Berita Tani Industri Pakan Ternak Terus Impor Jagung Pengurus Gabungan Pengusaha
Makanan Ternak (GPMT) memperkirakan produsen pakan ternak nasional masih akan mengimpor jagung untuk produksi 2003. Sementara itu total kebutuhan jagung nasional diperkirakan 3,5 juta ton untuk tahun 2003. Menurut Ketua GPMT, Budiarto Subianto, pada 2001 total impor jagung mencapai 1,2 juta ton. Sedangkan hitungan sementara untuk 2002 adalah 1,4 juta ton. Kata Budiarto, jagung yang diimpor pada umumnya berasal dari Cina dan Benua Amerika, tapi bukan dari Amerika Serikat. Sedangkan menurut data impor Industri dan Perdagangan No 223 BPS, impor jagung dari Cina periode Januari-Mei 2002 mencapai 131.920 ton. Sedangkan dari Amerika Serikat 67.597 ton, Thailand 20 ton dan negara-negara lain 22.910 ton. Mengapa bukan jagung lokal? Menurut Budiarto, pihaknya tidak memilih jagung lokal, “Industri pakan ternak membutuhkan jagung yang memenuhi standar industri seperti kadar air dan aflatoxin.� Sebelumnya, Memperindag Rini MS Soewandi mengungkapkan bahwa impor jagung 2001 senilai 150 Dollar Amerika sebenarnya tidak perlu, karena Indonesia dapat mengisi kebutuhan pasar dalam negeri. Hanya saja, menurut Rini, jagung kita terhambat sistem pemasaran dan pengolahan paska panen, khususnya masalah pengeringan. (Solopos, 11 Desember)
Yamisa Disidang di PN Bandung Ketua Yamisa (Yayasan Misi Islam
Sunah Waljamaah) Abdul Rahman, mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Bandung, 16 Desember. Pengadilan ini digelar terkait dakwaan bahwa Yamisa telah melakukan penipuan berkedok pengumpulan dana masyarakat dengan iming-iming bonus besar. Menurut Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bandung, Nur Rochmat, kasus Yamisa merupakan kasus nasional yang meminta korban masyarakat cukup banyak. Diduga sekitar 60.000 anggota masyarakat dari berbagai daerah menjadi korban Yamisa. (Kompas, 10 Desember)
Enjeng Gondok Bahan Baku Kerajinan Tanaman enceng gondok yang dikenal sebagai gulma air, ternyata dapat bernilai ekonomis tinggi. Tanaman ini dapat dimanfaatkan batangnya sebagai bahan baku kerajinan anyaman seperti tas, dompet dan pigura. Pemanfaatan batang enceng gondok ini dicontohkan oleh Narto, 23, yang mengambil enceng gondok dari Kali Jagir Surabaya, Jawa Timur. Setelah enceng gondok dikeringkan, Narto mengirimnya ke Bali. Kemudian diolah menjadi kerajinan anyaman. Di Bali, hasil kerajinan dari enceng gondok ternyata diminati oleh wisatawan asing maupun wisatawan domestik. (Kompas, 10 Desember)
Halaman 17
Kartel Beras Internasional Terbentuk Kartel adalah istilah yang biasanya dihubungkan dengan jaringan atau sindikat kejahatan (industri) narkotika. Dalam sebuah perdagangan sistem kartel, maka harga dan kuota (jumlah) yang akan dilempar ke pasar dapat ditentukan segelintir orang saja. Selama penghujung tahun ini, kita seperti terlena dengan berita bom Bali, sehingga ada peristiwa penting yang hampir luput dari perhatian kita. Tanggal 9 Oktober, di Bangkok, lima negara pengekpor beras, yaitu Thailand, India, Cina, Vietnam dan Pakistan, berkumpul untuk merencanakan pembentukan kartel beras. Bagi mereka, produksi besar yang sudah melampaui jumlah kebutuhan dunia ini, cukup merepotkan. Sehingga diusulkan agar harga minimum beras diturunkan pada tingkat harga pada tahun 1997. Diperkirakan harga beras memang akan terus turun. (Kompas, 3 Desember)
Undang-Undang Perkebunan Bikin Heboh Undang-Undang (UU) Perkebunan Perkebunan, mendapat kritikan keras dari sejumlah elemen masyarakat. Dalam aturan-aturannya, menjadikan UU Perkebunan tersebut hanya sebagai alat untuk melakukan eksplorasi sumber daya alam, tanpa diiringi dengan langkah-langkah konservasi. Selain itu juga tidak memberikan perlindungan terhadap hak tanah ulayat dan tanah adat. UU tersebut menonjolkan aspek ekonomi dan eksploitasi sumber daya alam, sementara aspek konservasi terabaikan. (*)
Buletin Petani ADVOKASI No 9 Nopember-Desember 2002
Resep Kita Kita Resep
Halaman 18
Membuat Sendiri
Pupuk Cair
Anda dapat membuat sendiri pupuk cair, yang bermanfaat, mudah diserap tanaman, murah:
Langkah I Siapkan alat-alat yang diperlukan utuk membuat pupuk cair, yaitu drum, penutup drum dapat berupa plastik hitam, tali, karung goni atau karung berbahan nilon juga boleh, dan batu.
Langkah III Masukkan karung yang telah diisi bahan baku pupuk tersebut ke dalam drum kosong kemudian diisi air (2 liter air untuk 2 kilo berat isi karung).
Langkah II Karung diisi dengan daun-daunan yang telah dicincang halus, atau kotoran yang masih segar, kira-kira 3/4 karung, lalu diikat ujungnya.
Langkah IV Letakkan batu di atas karung sehingga tenggelam, dan drum dijaga selalu tertutup. Selain itu letakkan drum di tempat yang teduh.
Buletin Petani ADVOKASI No 9 Nopember-Desember 2002
Resep Kita Kita Resep
Halaman 19
Langkah V Setelah 2-3 minggu (jika daun muda 3 malam), karung diangkat. Larutan dalam drum itulah yang disebut dengan pupuk cair. Ampasnya juga dapat digunakan untuk menyuburkan tanah.
Langkah VI Encerkan pupuk cair dengan air (1 bagian pupuk ditambah 3 bagian air jika bahan dari daun, dan 4-6 bagian air jika bahan dari kotoran ternak) kemudian disiramkan pada tanah di sekitar tanaman (upayakan jangan terkena tanaman anda).
Sumber: baik gambar maupun keterangan gambar diadaptasi dari CD KUILU, sebuah program komputer untuk format dan perancangan, hasil kolaborasi banyak illustrator dan NGO, antara lain Driya Media, Cuso Indonesia, Le Chat Orange dan Canadian Bureau for International Education
Buletin Petani ADVOKASI No 9 Nopember-Desember 2002