Surat Tani
Halaman 2
Kehilangan mata karena pestisida S aya
punya cerita yang ingin saya sampaikan kepada teman-teman petani, khususnya yang membaca Buletin Foto Dok YDA Advokasi ini. Bu Jaetun, Seorang ibu tani yang tinggal disekitar desa saya mengalami nasib malang. Kisah itu berawal dari kebiasaannya mengobati hama dengan ikatan merang yang dicelupkan pada adonan obat/racun lalu dikibaskan pada tanaman padi. Bukan dengan penyemprot (sprayer), dan juga tidak bermasker. Beberapa warga desa biasanya juga menggunakan merang seperti itu, hanya sekarang tidak semua petani memakai cara tradisional itu. Dan pestisida yang ber-merk Matador itu, percikannya mengenai wajah si ibu. Akibatnya matanya terasa panas dan berair. Sayang, dokter yang ditemui tak bisa menolong, dan disarankan ke Rumah Sakit Boyolali. Dan dokter Rumah Sakit menyarankan untuk operasi. Kini ibu Jaetun, 53 th, yang beralamat di DK Jlegong, Banyuurip, Klego Boyolali, salah satu matanya diganti mata palsu karena buta. Juni Negro Desa Bade Kecamatan Klego, Boyolali
Mencoba memonitor pestisida S aya sangat berterima kasih kepada teman YDA atas terpenuhi permintaan saya, waktu workshop di
Solo. Akhirnya saya bisa bekerja sama dengan teman-teman YMI dan YDA untuk mencoba memonitor pemakaian pestisida di desa kami. Akhirnya teman-teman peserta Kelompok Mitra tani PHT menyadari bahwa selama ini,penggunaan pestisida yang dilakukan sangat ceroboh, dan sekarang lagi serius diskusi tentang racun. Akhirnya banyak yang menyesali kenapa baru sekarang di adakan SLPH. Secara teliti dan rinci katanya. Namun demikian tak ada kata terlanjur selagi masih mau mencari jalan keluarnya, celetuk teman yang lain. Apalagi setelah menonton film Bayang-Bayang Pestisida tempo hari, sangat-sangat menyesal tapi kata teman yang lain apa ada gantinya herbisida ya, katanya, kami berusaha untuk menggali ilmu-ilmu alami yang embah lakukan dulu untuk dihayati bersama. Mohon dengan hormat kepada teman-teman YDA, mohon dikirim buku-buku informasi baru bila ada. Dan lagi mohon disampaikan kepada pemerintah tentang UU Penyalahgunaan Racun, seperti meracuni ikan di sungai (parit) ini sepertinya sepertinya sama dengan makan racun langsung. Sepertinya hal ini kurang diperhatikan dari aparat pemerintah apalagi perangkat desa. Prawito Desa Harapan Jaya, Tempuling Kabupaten Inderagiri Hilir Riau
Si Semut dapat pasangan Buletin Si Semut dan seluruh staf World Education Indonesia mengucapkan selamat atas terbitnya buletin petani "ADVOKASI". Kami minta maaf karena baru menyampaikannya. Terlambat tidak mengapa kan?
Buletin Petani ADVOKASI No 4/Agustus-September 2001
Redaksi yang terhormat, isi dari ADVOKASI ini sungguh membantu kami dalam menghubungkan apa-apa yang selama ini kami kerjakan bersama petani (mikro) dengan pemikiran dan kondisi global yang saat ini berlaku. Dengan demikian si Semut mendapat pasangannya, karena fokus si Semut adalah hal-hal mikro saja. Di Kantor kami, ADVOKASI menjadi bacaan wajib yang digilirkan kepada semua staf termasuk Country Rep (pimpinan di WE). Semoga sukses dan tetap routine terbit. Handoko Widagdo Project Director WE & PemRed si-Semut Jl. Tebet Dalam IV D No.5A Jakarta 12810, Indonesia
Buletin Petani Advokasi diterbitkan oleh Yayasan Duta Awam (YDA), sebagai media komunikasi dan advokasi menuju petani Indonesia mandiri. Penanggung Jawab: Nila Ardhianie Dewan Redaksi: Mediansyah (koordinator) Muhammad Riza, Kurniawan Eko, Puitri Hatiningsih, Muhammad Yunus, M. Zainuri Hasyim, A. Bayu Cahyono, Willem M (Kalbar), Sucipto (Riau). Distributor: Sumengkar W Alamat: Jl Adi Sucipto No 184-I Solo 57102 Telp/Fax: (0271) 710816 e-mail: dutaawam@bumi.net.id Redaksi Buletin Petani Advokasi menerima tulisan, gambar/foto dengan misi pemberdayaan petani dari berbagai pihak, khususnya dari kalangan petani sendiri.
Salam Advokasi
Halaman 3
Rekayasa Genetika, Siapa yang akan jadi pemenang?
genetika diperkenalkan awal tahun 1980-an, banyak yang menyambut gembira. Maklumlah, Revolusi Hijau yang waktu itu didewakan, sudah mencapai titik jenuh, tidak lagi meningkatkan produksi pangan. Padahal, jumlah penduduk dunia terus bertambah (revolusi hijau: istilah untuk cara pertanian yang ditata dengan penggunaan bibit unggul, irigasi, pupuk, dan pestisida) Revolusi Hijau juga sudah sejak lama dikritik karena ternyata mengganggu lingkungan. Penggunaan bibit unggul secara meluas telah menciptakan konsep tanaman monokultur yang jadi sumber ledakan hama dan penyakit tanaman. Pupuk dan intensifikasi pertanaman merusak kesuburan tanah, sedang penyemprotan pestisida justru memicu kekebalan pada hama dan penyakit tanaman, sekaligus mematikan musuh-musuh alaminya. Maka kehadiran teknologi rekayasa genetika (dikenal juga sebagai bioteknologi) disambut lega. Bioteknologi diharapkan menghasilkan tanaman unggul yang tahan hama penyakit, bisa tumbuh di lahan kritis, dan seterusnya. Industri, modal besar, paten Bioteknologi terus berkembang dan kini justru bersinergi dengan industri, modal besar, dan rambu hukum paten, yang bisa menjanjikan keuntungan jutaan dollar. Maka muncullah raksasa-raksasa industri di bidang bioteknologi; Monsanto dan DuPont/Pioneer HiBred dari Amerika Serikat, AstraZeneca (Inggris/ Swedia), Novartis (Swiss), AgrEvo (Jerman). Monsanto dan Novartis telah menghasilkan Bt-corn (jagung Bt), jagung dengan gen bakteri Bacillus thuringiensis yang menghasilkan enzim perusak pencernaan serangga, sehingga tiap sel tanaman bisa mematikan serangga yang memakannya. Bt-corn yang dengan cepat jadi favorit petani AS, ternyata berdampak pada menurunnya populasi kupukupu monarch dan mengganggu daya reproduksi burung
di Irlandia. Apa pula dampaknya bagi manusia yang memakannya dalam jangka panjang, meski produsennya menjamin aman? (Disana-sini, juga dilaporkan rendahnya produksi tanaman RG dibandingkan non-Rg yang biasa ditanam). Herbisida merek Roundup, juga telah dipasarkan bersamasama tanaman RG yang tahan herbisida (disebut tanaman Roundoup Ready). Dengan demikian, petani bisa lebih efisien membasmi gulma, penyemprotan herbisida selama musim tanam tak akan mengganggu tanaman utama. Padahal, justru itu yang dikhawatirkan para pecinta lingkungan; penggunaan herbisida menjadi tak terkontrol sehingga dapat memicu munculnya gulma super yang tahan herbisida. Belum lagi dampak penumpukan residu herbisida itu sendiri di alam. Sekarang, dunia kembali dikejutkan dengan munculnya benih terminator. Teknik yang sudah dipatenkan oleh Delta & Pipe Land dengan Departemen Pertanian AS (USDA) dengan nomor US Patent 5723765 di lebih dari 78 negara ini, telah dibeli Monsanto senilai satu milyar dollar AS. Benih ini sudah disisipi gen yang membuat turunan pertamanya tidak dapat tumbuh. Artinya, petani tak dapat lagi menyisihkan hasil panennya sebagai sumber benih dan setiap kali tanam harus membeli di produsen benih. Menurut The Rural Advancement Foundation International (RAFI) yang berbasis di Kanada, petani akan kehilangan otonomi dan tergantung pada perusahaan multinasional. Maka upaya peningkatan kesejahteraan pada petani miskin di negara berkembang makin jauh karena keuntungan menumpuk di perusahaan tertentu. Adilkah bila hanya 10 produsen benih mengontrol sepertiga perdagangan benih dunia? Dalam Buletin Advokasi edisi ini, redaksi mengajak pembaca semua mencermati perkembangan “revolusi genetika� ini dan Ayo beraksi! Salam Advokasi! Montase Dian
Ketika teknologi rekayasa
Buletin Petani ADVOKASI No 4/Agustus-September 2001
Halaman 4
P emahaman petani akan rekayasa genetika (RG) mungkin dapat diwakili oleh gambar seorang petani yang sedang mengarahkan pandang kepada sekumpulan jejak tapak kaki. Jejak tersebut berserakan di tanah dan menunjukkan arah yang tak beraturan. Beberapa mengarah ke kanan, ke kiri, mundur, bahkan maju terus. Sementara petani tersebut mencoba mencermati jejak-jejak kaki dengan ekspresi kebingungan, yang disimbolkan dengan gambar tanda tanya besar di atas kepala petani tersebut. Petani tersebut tidak tahu jalan mana yang harus ditempuh, ke kanan, ke kiri, maju terus, atau arah mundur. Gambar tersebut dimunculkan oleh salah satu kelompok petani dalam session pemahaman rekayasa genetik. Petani harus mengambil sikap dalam masalah rekayasa genetika. Namun ketidakpastian dan ketidakjelasan informasi mengenai rekayasa genetika membuat petani bingung dalam menentukan sikap. Diskusi Bersama Petani tentang Rekayasa Genetik pada tanggal 13-15 Juni 2001 di Hotel Sahid Kusuma Solo, diadakan dalam rangka memberikan informasi dan pemahaman yang proporsional tentang RG. Acara ini dihadiri oleh petani se-Karesidenan Surakarta dan Kabupaten Grobogan. Pembicara yang hadir dalam diskusi ini ialah Hari Hartiko, profesor bidang biologi molekuler dari UGM, Russel Cullinane, dari CUSO, dan Nila Ardhianie serta Mediansyah dari YDA. Sedangkan materi yang dibawakan dalam diskusi ialah Pengertian RG, Produk-produk RG dan Aspek Hukumnya di Indonesia, serta Dampak RG. Hak informasi Benih rekayasa genetik sudah masuk ke Indonesia melalui uji di lahan terbuka. Benih yang telah diper-
Laporan Rekayasa Genetika dan Hak Informasi Petani
Dok YDA
Coretan galau seorang petani, saat dia ditanya seputar rekayasa genetika dalam Diskusi Bersama Petani tentang Rakayasa Genetika tanggal 13-15 Juni 2001 di Hotel Sahid Kusuma Solo
kenalkan secara terbuka sebagai RG adalah Kapas Bt di Sulawesi Selatan. Namun petani yang akan bersentuhan dengan benih RG, masih belum mengenal RG secara benar. Kasus pengangkutan benih kapas Bt di Sulawesi Selatan dengan menggunakan truk militer yang diberi tulisan “Angkutan Beras Dolog� adalah salah satu contoh ketidakterbukaan pemerintah dalam masalah RG. Ini berarti, RG yang masih “misterius� dalam hal manfaat dan resikonya, belum disosialisasikan secara terbuka, utamanya kepada petani. Sementara itu Indonesia adalah pangsa pasar besar untuk produk RG. Jumlah penduduk yang banyak serta sektor pertanian yang luas menjadi alasan masuknya produk RG secara mudah. Jumlah penduduk yang banyak membutuhkan pasokan bahan pangan yang banyak pula serta murah. Dan
Buletin Petani ADVOKASI No 4/Agustus-September 2001
salah satu manfaat RG ialah menawarkan benih tanaman dengan keunggulan tertentu sehingga memberikan hasil yang melimpah. Dengan maksud inilah RG seringkali disosialisasikan. Sementara resiko RG tidak diinformasikan secara terbuka. Hari Hartiko menjelaskan dampak RG yang merugikan tergantung dari jenis produk dan cara perlakuannya. Namun cakupan dampak tersebut sangatlah luas, meliputi dampak terhadap kesehatan lingkungan, kesehatan manusia, kondisi social, budaya dan kondisi keimanan, kondisi ekonomi makro dan mikro serta kemungkinan ketergantungan terhadap adanya monopoli kehidupan petani dalam jangka pendek. Yang tidak kalah penting ialah apakah petani diberi informasi tentang kemungkinan dampak negatif tersebut, dan bukan hanya janji keuntungan
Laporan belaka. Petani berhak untuk mendapatkan informasi sejelasjelasnya mengenai RG. Tidak hanya manfaat RG, tetapi juga sisi negatif/ resiko RG. Dengan informasi yang jelas, maka petani mempunyai pedoman untuk menentukan pilihannya sendiri. Tanpa informasi yang jelas, petani akan melangkah tanpa kejelasan arah, seperti yang digambarkan oleh illustrasi diatas. Persepsi Petani tentang RG (Hasil Diskusi) Pada sessi pertama acara diskusi, petani mendapatkan gambaran tentang RG. RG adalah suatu cara canggih yang menyilangkan sifat baka antar makluk hidup berbeda jenis untuk mendapatkan sifat yang diinginkan. Pemahaman mereka kemudian dituangkan dalam diskusi kelompok petani yang berperan sebagai scientist (ilmuwan). Disitu petani mewujudkan pemahaman akan RG kedalam produk-produk RG yang seolah-olah hendak mereka ciptakan. Diskusi jadi menarik karena setiap kelompok mencoba membuat produk RG yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka dalam masalah pertanian, termasuk kebutuhan untuk menangkal hama tikus pada tanaman padi. Sebuah kelompok merekayasa tanaman padi agar tahan serangan hama tikus, yaitu dengan memasukkan “gen bau kucing� pada tanaman padi sehingga tikus akan menjauh dari hamparan padi. Terkesan ada-ada saja, tetapi bukan tak mungkin hal itu akan terjadi. Setelah melalui dua hari proses diskusi RG, muncullah pemahaman yang lebih mendalam tentang RG, yang digambarkan dalam sebuah fragmen dan beberapa gambar. Penjelasan gambar yang menjadi pembuka tulisan ini adalah salah satu hasil diskusi refleksi petani tentang RG. Oleh kelompok lain, kehadiran RG dipandang sama dengan program-pro-
gram pemerintah lain yang berhubungan dengan pertanian, misalnya program Revolusi hijau, KUT, CF, dll. Program tersebut dijanjikan akan meningkatkan kehidupan petani menjadi lebih makmur, namun petani malah menjadi semakin terpuruk. Seorang petani bercerita melalui gambar poster, bergambar petani yang terjungkir terkena “tudingan tangan� bertuliskan RG. Tudingan tangan tersebut digambarkan sedemikian besar. Sementara itu pada pakaian petani itu melekat tulisan program-program pertanian yang pernah diterapkan pemerintah. Kelompok yang sama juga membuat gambar poster yang menunjukkan belum adanya UU yang secara jelas mengatur RG di Indonesia. Sementara diantara para pakar masih terdapat pro kontra mengenai RG yang digambarkan dengan tanda tanya besar diatas kepala para pakar. Sehingga muncullah kebingungan diantara masyarakat. Pemahaman mengenai dampak RG terhadap kesehatan tubuh, dan lingkungan disampaikan melalui gambar seorang ibu yang badannya penuh dengan bercak merah dan gatal. Ibu petani ini menanam jagung RG yang kebal terhadap hama. Namun di lahan, Ibu petani tersebut mendapati hama jagung yang semakin kebal, hingga Ibu tersebut menyemprotkan pestisida lebih banyak. Kesepakatan Tindak Lanjut Sebagai produk canggih, RG masih misterius. Sifat kemisteriusan RG terutama karena sampai saat ini belum terdapat pelabelan terhadap produk RG, sehingga masyarakat tidak bisa membedakan mana produk RG dan mana yang bukan. Pada akhirnya masyarakat tidak mengetahui apakah produk yang telah masuk kedalam tubuhnya adalah RG atau bukan. Begitu juga petani, tidak bisa membedakan dan memilih benih RG dan bukan RG. Sedangkan risiko konsumsi produk RG tidak memandang
Halaman 5 apakah masyarakat tahu atau tidak, masyarakat sadar atau tidak. Dampak tersebut akan menghinggapi kita semua. Akhirnya setelah mengikuti beberapa materi diskusi RG, melihat permasalahan dan kenyataan yang ada, peserta merasa perlu melakukan tindakan untuk mensikapi RG. Berbagai usulan tindak lanjut muncul dari petani peserta diskusi sehingga disimpulkan menjadi sebelas macam. Namun dari sebelas usulan tindak lanjut tersebut dirangkum menjadi tiga, yaitu 1. Penelitian 2. Mendatangi dinas, DPR, dan/atau Monagro Kimia 3. Penguatan basis dengan mensosialisasikan perihal RG Petani sepakat, perlunya penelitian dilakukan atas peredaran bibit yang diduga RG di toko pertanian. Penelitian ini sangat perlu mengingat belum teridentifikasinya benih RG secara jelas. Bisa jadi benih tersebut telah ada di sekitar kita, ditanam di lahan, tetapi kita tidak mengetahuinya. Penelitian dilakukan pula atas dampak pada tubuh dan lahan, serta penelitian tentang asal kedelai. Data menyebutkan bahwa Indonesia mengimpor 70% kedelai dari AS, dan di AS sendiri 50 % kedelainya adalah RG. Jadi bukan tidak mungkin produk RG telah berada dalam tubuh masyarakat Indonesia melalui lauk tahu tempe yang dimakan sehari-hari. Disepakati, hasil penelitian ini akan dipakai sebagai data untuk penguatan basis dan penyebaran informasi tentang RG. Selain itu juga dipakai untuk mendatangi dinas atau DPR dengan usulan tindak lanjut berikutnya. Kembali kepada ilustrasi gambar dimuka, tentang petani yang kebingungan menentukan arah. Ketika dihadapkan pada masalah RG, seterbuka atau setertutup apapun, pada akhirnya kita harus menentukan sikap. Perlu kewaspadaan dalam memutuskan untuk menolak atau menerima! (Haley)
Buletin Petani ADVOKASI No 4/Agustus-September 2001
Halaman 6
Laporan
DAMPAK REKAYASA GENETIKA TERHADAP MANUSIA DAN LINGKUNGAN P
ro kontra produk hasil rekayasa genetika (RG) yang terjadi dewasa ini adalah karena perbedaan cara memandang terhadap RG. Pihak yang pro selalu membicarakan sisi manfaat, sedangkan pihak yang kontra selalu mengungkap sisi mudharatnya. Jika dilihat secara lebih mendasar, pihak pro RG melihat produk ini aman, sedangkan pihak kontra RG melihatnya dengan penuh kehatihatian. Dampak RG sebetulnya sulit diprediksi, namun produsen selalu menyatakan bahwa RG aman. Sulitnya memprediksi dampak RG karena produk hasil RG ini akan berinteraksi dengan alam (manusia, tumbuhan, hewan) tanpa dapat diawasi secara ketat. Interaksi akan terjadi melalui perantaraan angin, serangga atau unggas. Ketika tanaman RG dilepas di alam bebas, karena produk RG adalah mahkluk hidup, kemungkinan besar akan membawa dampak pada perubahan lingkungan di sekitarnya. Sebetulnya, produsen pun secara tak langsung mengakui ketidakterkendalian interaksi RG itu. Yaitu melakukan lokalisasi pada lahan, supaya komponen gen tertentu tidak “lepas mencemari� tanaman lain. Bentuk lokalisasi dalam penanaman benih RG (oleh produsen) dengan cara membuat lingkaran lahan kosong di sekeliling lahan yang menanam RG. Bahkan ada produsen yang membuat aturan lebar lahan kosong yang melingkari lahan untuk menanam RG hingga selebar 0,5 mil (800 meter). Alergi Lalu apa dampak tanaman hasil RG yang sudah dapat dideteksi?
Dalam uji oleh Universitas Cornell USA, ternyata larva kupu-kupu monarch (kiri) mati bila terpapar serbuk sari dari jagung Bt (atas). padahal pihak Monsanto menjamin racun Bt hanya ada di batang dan daunnya (foto: Cornell University/Via Internet)
Sejauh ini, beberapa kasus telah muncul dari tanaman yang direkayasa genetika. Dr. Ir. Koesnandar, M.Eng (Pusat Pengkajian dan Penerapan Bioteknologi BPPT) mengutip Neumann (1999) menyatakan bahwa gen tanaman Brazil nut (mengandung methionin tinggi) yang dirakit pada tanaman kedelai (yang kandungan methionin-nya rendah), setelah diuji ternyata memunculkan sifat alergi terhadap manusia. Dengan ditemukannya sifat alergi tersebut maka pengembangan tanaman ini dihentikan dan tidak sempat dikomersialkan. Menurut Koesnandar, semua allergen (penyebab alergi) adalah protein namun tidak semua protein adalah allergen. Jika melihat kasus di atas, maka jelas bahwa RG dapat menimbulkan dampak negatif pada manusia. Karena RG adalah merekayasa DNA yang
Buletin Petani ADVOKASI No 4/Agustus-September 2001
merupakan protein, maka akan memungkinan timbulnya protein tipe baru. Timbulnya protein baru ini jelas memungkinkan timbulnya penyebab alergi baru pula. Hama kebal Dampak RG juga bisa dilihat di lingkungan. Beberapa kasus cukup memberikan bukti. Kapas Bt yang ditanam di Carolina Utara (AS) dilaporkan justeru meningkatkan serangan hama stinks bug dibandingkan dengan tanaman kapas non Bt yang disemprot dengan insektisida biasa. Sementara itu hama pink bollworms (hama kapas utama di Arizona AS) dengan adanya kapas Bt justeru mengembangkan resistensinya (daya tahan), sehingga seiring dengan meningkatnya kekebalan hama maka aplikasi pestisida pun tetap diterapkan dan bahkan mungkin bertambah volumenya.
Laporan Kapas Roundup Ready, ternyata menginfeksi tanaman sekitarnya hingga menjadi tanaman pengganggu (gulma) tanaman budidaya. Lahan kapas RG yang luas ini justeru menjadi tempat berlindung hama cotton boll weevil yang menyerang tanaman tanaman lainnya. Fakta ini ungkapkan oleh ahli hama di Carolina Selatan (AS). Hal ini juga terjadi di lahan-lahan yang ditanami kedelai hasil RG. Meracuni tanah Racun Bt dapat melekat ke tanah, melalui daun-daun tanaman yang selesai di panen. Menurut ahli kimia Amerika, Donnegan dan Palm (1995) racun itu dapat bertahan selama tiga bulan di tanah dimana pernah ditanami tanaman RG.
Halaman 7
Akibatnya, populasi invertebrata di tanah, seperti cacing berkurang populasinya. Padahal invertebrata sangat berguna untuk mengurai bahan-bahan organik yang ada di tanah dan dipermukaannya. Dampak RG yang cukup mengerikan adalah membunuh mahluk hidup tanpa mengenal usia. Bt dalam tanaman RG, menurut entomolog Universitas Cornell (AS) sebagaimana dikutip Intisari (Mei 2000) juga menyebabkan matinya binatang bukan sasaran sesungguhnya. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa kupu-kupu raja beserta ulatnya mati akibat Bt, bahkan larvanya pun ikut mati. Padahal kupu-kupu itu berguna untuk penyerbukan tanaman dan mereka pun hanya mengisap nectar (sari bunga) tanaman.
-
RG ternyata juga menghasilkan bagian DNA asing yang belum terdeteksi sebelumnya. Monsanto, raksasa industri pestisida dunia yang juga pebisnis RG, menemukan bagian DNA yang asing dalam gen Kacang Roundup Ready. Bagian DNA ini semula tidak ditemukan tim Monsanto saat mereka melakukan penelitian terdulu. Melihat deretan dampak RG di atas, di sisi lingkungan dan manusia, tampaknya kita harus berhitung untung-ruginya. Jika beberapa negara lain sudah mendesain ulang kebijakannya tentang RG, bagaimana dengan Indonesia? Kiranya, jika kita menanam tumbuhan RG, akan pula sulit menjualnya, sebab konsumen pun makin sadar dan berhati-hati. (Riza)
Mugi S
Status Pengujian Tanaman Rekayasa Genetika di Indonesia Tanaman
Sifat Introduksi
Jagung Bt Jagung Bt Jagung PinII Jagung Roundup Ready (RR) Kapas Bt Kapas RR Kacang tanah Kedelai RR Kentang Bt Padi Bt dan GNA
Tahan serangga Tahan serangga Tahan serangga Tahan herbisida Tahan serangga Tahan herbisida Tahan virus Tahan herbisida Tahan serangga Tahan serangga
Lembaga Pioneer Monsanto Balitbio/ABSP Monsanto Monsanto Monsanto Balitbio/ACIAR Monsanto Balitsa/Balitan/MSU P3B LIPI
Status Penelitian Rekayasa Genetika Tanaman di Indonesia Tanaman
Sifat dan gen sisipan
Kakao Kedelai Pepaya Tebu Tembakau Ubi Jalar Ubi Jalar Cabai Kopi Tanaman kehutanan
Tahan penggerek buah; Bt Tahan penggerek polong; Pin II Tahan PRSV; CP Tahan Penggerek Batang; Bt Tahan TMV; CP Tahan hama boleng; Pin II Tahan SPMV Ketahanan terhadap virus; CP Tahan terhadap penyakit karat; chitinase Tahan serangga; mutu agronomis
Sumber: www.isaaa.org; Herman (2000)
Uji Terbatas
Uji Lapangan Terbatas
ya ya Sedang berjalan ya ya ya ya ya ya Sedang berjalan
Ya ya ya ya ya ya Sumber: Mulyoprawiro, 2000; Slamet-Loedin,2000.
Lembaga UPBP Balitbio balitbio,Balitsa, Balitbu P3GI Balitas Balitbio Balitbio/Monsanto IPB UPBP Indah Kiat
ABSP = Agricultural Biotechnology for Sustainable Productivity; ACIAR = Australian Center for International Agricultural Research; Balitbio = Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan; Balitan: Balai Penelitian Tanaman Pangan Pusat; Balitas = Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat-seratan; Balitbu= Balai Penelitian Tanaman Buah-buahan; Balitsa= Balai Penelitian Tanaman Sayuran; Bt = Bacillus thuringiensis; GNA = Galanthus nivalis agglutinin (snowdrop lectin); MSU = Michigan State University; P3B LIPI = Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia; Pin II = Proteinase Inhibitor II; RR= roundup ready, herbisida yang mengandung gliphosat; CP= Coat Protein; P3GI= Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia; Pin II = Proteinase Inhibitor II; PRSV = Papaya ringspot virus; SPFMV= Sweet potato feathery mottle virus; TMV= Tobacco mosaic virus; UPBP = Unit Penelitian Bioteknologi Perkebunan.
Buletin Petani ADVOKASI No 4/Agustus-September 2001
Laporan
Halaman 8
Produk Rekayasa Genetika
Belum ada aturan untuk lindungi warga dan lingkungan P
roduk rekayasa genetik (RG) sudah ada di sekitar kita, bahkan sudah diproduksi secara massal (Kapas Bt), dan bahkan kemungkinan besar sudah dikonsumsi secara besarbesaran (Kedelai impor dari AS). Namun, hingga kini Indonesia belum memiliki perangkat yang kuat untuk melindungi warga dan lingkungannya yang tengah dan akan dibanjiri produk RG. Lemahnya segi peraturan, menyebabkan masyarakat tidak mendapat informasi cukup atas sebuah produk (mengandung bahan RG atau tidak). Padahal, menghadapi perdagangan bebas berdasar kesepakatan WTO, dapat dipastikan membanjirnya produk-produk bioteknologi terutama yang berasal dari tanaman RG ke Indonesia.
Akan Dikemanakan produk “uji coba ini� ? yang jelas belum mungkin untuk diekspor. Beberapa aturan yang perlu kita cermati sehubungan adanya benih RG, antara lain UU No 12 Tahun 1992 tentang Budidaya Tanaman. Dalam UU ini, ditegaskan kita tidak boleh mengimpor benih langsung untuk dibudidayakan (ditanam). Namun, benih impor tersebut digunakan sebagai benih asal untuk tujuan pemuliaan (perbanyakan benih dilakukan di dalam negeri). Kemudian ada PP (Peraturan Pemerintah) tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, yang di dalamnya ada kewajiban pencantuman keterangan mengenai produk RG.
Kapas Bt di Sulut Saat ini, (walau kapas Bt sudah mulai dipanen di Sulawesi Selatan) belum ada benih RG yang secara resmi dilepas oleh Deptan. Pemakaian benih hasil RG seperti kapas Bt, sebenarnya baru dalam tahap ujicoba lahan terbatas (herannya kapas Bt di Sulsel, yang berstatus ujicoba lahan terbatas, sudah untuk dikomersialkan). Pengembangan varietas kapas Bt di Sulsel, di daerah Bantaeng dan Takalar oleh Monsanto atau PT Monagro Indonesia (+/- 500 hektare). Di sini dikembangkan tanaman kapas Bt (diberi gen bakteri Bt yang mampu membunuh hama penggerek) dengan ditumpangsarikan dengan kedelai Roundup-ready (kebal tehadap racun herbisida) dan Jagung Bt (di AS, jagung Bt varietas Starlink dari Aventis hanya dianjurkan untuk pakan ternak).
Kedelai AS Namun PP ini terlihat mandul terutama dalam kasus bahan pangan impor. Sebagai contoh, eksportir kedele di AS (Cargill) menolak mentah-mentah untuk mencantumkan “bebas RG� pada kedele yang kita impor dari AS. Pihak importir kitapun (Kopti dan para pemasok lain) seolah tidak peduli apakah kedelai yang didatangkannya RG atau dicampur dengan kedele RG. Di dunia internasional, sebenarnya ada aturan global yang bernama Protokol Keamanan hayati Cartagena (pedoman penilaian keamanan hayati inter-nasional). Pemerintah kita sudah menandatangai Protokol Cartagena (yang mengatur lalu-lintas perdagangan produk RG dan olahannya) di Nairobi bulan Mei 2000, tapi hingga kini belum
Buletin Petani ADVOKASI No 4/Agustus-September 2001
Mugi S
Dengan teknik RG, maka gen tanaman dapat dirangkaikan dengan gen manusia. Bagaimana dengan aspek kesehatan, sosial, moral dan agama? diratifikasi dalam bentuk undangundang. Menurut aturan dalam Cartagena, produk RG sudah dapat ditolak jika ada keragu-raguan (ini disebut prinsip kehati-hatian). SKB Empat Menteri Sementara Protokol cartagena belum diratifikasi dan dibuatkan undang-undang yang mengaturnya, telah ada peraturan ditingkat menteri yaitu Surat Keputusan bersama (SKB) Mentan, Menhut, Menkes serta MenegPangan & Holtilutura tertanggal 29 September 1999 tentang Produk Transgenik, dengan nomor 998.i/Kpts/ OT.210/9/99; 790.a/Kpts-IX/1999; 1145A/Menkes/SKB/IX/1999; 015A/ Mneg/PHOR/09/1999. Namun banyak kalangan menganggap SKB4M ini (karena bukan berstatus UU) tidak cukup kuat, juga lemah karena tidak ada perangkat
Laporan yang mengatur dan menjamin pelaksanaannya dan sanksi atas pelanggarannya. Dari segi isi, SKB4M mengandung beberapa ketentuan yang tidak sesuai dengan Protokol Cartagena, antara lain dalam SKB4M tidak terlihat prinsip pengamanan yang digunakan sebagai landasan (landasan kehati-hatian yang digunakan oleh Protokol Cartagena). SKB4M justeru menggunakan landasan GRAS (Generally regarded as Safe; secara umum dianggap aman) dan Subtansial Equivalent (kesetaraan denga varietas lokal; yang sebenarnya digunakan untuk menilai keamanan produk tanaman biasa). Dengan demikian SKB4M tidak sejalan dengan tujuan keamana hayati dan keamanan pangan. Dalam SKB4M memuat perangkat Teknis yang ditunjuk oleh menterimenteri, yaitu Komisi Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan (KKHKP) dan Tim Teknis Keamanan hayati dan Keamanan Pangan (TTKHKP). Walaupun cukup besar anggotanya, ternyata dua perangkat ini tidak merata mewakili lembaga-lembaga pemerintah terkait. Kantor Lingkungan Hidup, misalnya yang ditunjuk sebagai cleaning house/National Focal Point (badan utama dalam hal persoalan lingkungan), sesuai dengan kesepakatan internasional CBD (Adhoc Committee on Boisafety) tidak terwakili dalam dua lembaga yang dibentuk SKB4M, belum lagi wakil kelompok masyarakat. Jika dalam konsideran (pembukaan) disebutkan adanya asas etika dan agama, maka dalam tim ternyata tidak ada wakil kelompok agama (ulama, pendeta dll). Dari keanggotaan TTKHKP saja (sebagian besar diisi orang-orang Departemen pembuat SKB4M), dapat disimpulkan bahwa banyak anggotanya tidak bersinggungan dengan perkembangan nasional atau internasional tentang pengamanan hayati (biosafety) produkpertanian hasil RG. (Dian/Retno)
Halaman 9
Mengenal Monsanto Si penebar racun dan rekayasa makhluk hidup
P
erusahaan Multinasional Monsanto di negeri kita bersama Salim Grup membentuk PT Monagro Kimia yang salah satu bisnisnya adalah kapas rekayasa genetik di Sulawesi Selatan. Monsanto memang banyak membiayai studi-studi ilmiah mengenai pestisida dan rekayasa genetik (RG), untuk “pembenaran” usaha penjualan racunnya. Juga kedok untuk menampilkan citra peduli lingkungan, padahal perusahaan ini telah terbukti menjual racun yang sangat berbahaya. Ketika beberapa tahun lalu masalah racun dioksin merebak di seluruh dunia, tidak banyak yang tahu bahwa Monsanto adalah produsen dioksin. Banyak penelitian membuktikan bahwa dioksin adalah zat racun nomor wahid (Pernyataan WHO dan EPA). Namun pihak Monsanto dengan entengnya menyiarkan “hasil penelitian ilmiahnya” yang menyebutkan tidak ditemukannya dampak kesehatan terhadap orang yang terpapar dioksin. Dalam hal RG, Monsanto sejak tahun 1980-an mengeluarkan US$ 300 juta untuk penelitian hormon pertumbuhan sapi, belum termasuk untuk rekayasa tanaman pertanian. Dari hormon pertumbuhan sapi saja, Monsato meraup US$ 300-500 juta di AS dan US$ 1 miliar dari seluruh dunia. Demi mencapai target ini, Monsato tidak segan mempromosikan produk-produknya di luar batas kejujuran dan ilmiah, hingga pihak FDA (Food and Drug Administration) Amerika memerintahkan Monsanto untuk berhenti mengeluarkan pernyataan tanpa dukungan bukti kongkret. Dari laporan FDA, bahwa sapi yang disuntik hormon milik Monsato menderita infeksi bola susu yang dapat parah. Berikut adalah “rekor” Monsanto dalam meracuni lingkungan: 1. 1988, Monsato terpaksa membayar US$ 1,5 juta untuk santunan perkara keracunan kimia yang diajukan 170 mantan pekerjanya di Nitro, Virginia Barat. Enam orang diantaranya menderita kanker kandung kemih yang langka. 2. 1990, Monsanto membayar US$ 648 ribu untuk memenuhi tuntutan karena lalai tidak melaporkan temuan berisiko tinggi kepada EPA sebagaimana ditentukan dalam UU Pengendalian Zat-Zat Racun. 3. 1991, Kejaksaan Agung Massachusetts mendenda Monsanto US$ 1 juta, terbesar sepanjang sejarah negara bagian itu, karena melanggar UU lingkungan dengan membuang 200 ribu galon air asam dari sebuah pabriknya dan tidak segera melaporkan hal itu. Sebelumnya di negara bagian yang sama, Monsanto didenda US$ 35 ribu karena tidak melaporkan tumpahan bahan asam di pabrik yang sama. 4. 1992, Monsanto harus membayar US$ 208 juta untuk membereskan perkara dengan 1.700 penduduk Houston yang melaporkan menderita cedera atau penyakit karena tinggal di dekat sebuah bekas pembuangan sampah beracun. Monsanto membuang 516 juta pon bahan berbahaya ke dalam lubang-lubang galian yang bagian dalamnya tidak dilapisi, sehingga anak-anak di wilayah itu menderita gangguan kesehatan, merosotnya kekebalan tubuh, kanker, cacat bentuk wajah yang diduga kuat disebabkan racun yang merembes dari lubang sampah Monsanto. Sumber: The reality behind Corporate Enviromentalism, ditulis oleh Jed Greer dan Kenny Bruno; juga Warta Konsumen edisi Juni 2001.
Buletin Petani ADVOKASI No 4/Agustus-September 2001
Halaman 10
Monitor Monitor
Rekayasa Genetika Risiko urusan nanti? R
Foto: dhushara.com
Sapi ini berotot dua kali lebih besar dari normal, karena mutasi gen myostatin yang mengatur pertumbuhan otot
Foto: dhushara.com
Tikus untuk menumbuhkan daun telinga manusia sebelum dicangkokan ke orang yang membutuhkan.
ekayasa genetik adalah produk yang masih penuh kontradiksi. Kalangan ilmuwan pendukung teknik ini pun tidak bisa secara pasti menjamin keamanan sebuah produk makluk hidup hasil rekayasa genetika, jika dilepas di luar labolatorium (di alam bebas, termasuk di lahan dan kandang petani), sebab makluk hidup memang bisa berkembang dan menyesuaikan diri di alam bebas. Makhluk hidup juga akan saling pengaruh-mempengaruhi dengan lingkungan di sekitarnya. Hingga kini, belum ada yang berani menjamin, makluk hidup rekayasa tidak berubah sifat (menjadi ganas misalnya). Sementara itu, pihak produsen selama ini hanya mengedepankan keunggulan dan keuntungan yang semata. Risiko? itu urusan nanti kata mereka.
Benih rekayasa Genetika sudah
masuk ke Indonesia. Secara resmi mulai dengan Kapas Bt dan Jagung RR di Sulawesi Selatan. Tapi kok masuknya main sembunyisembunyi ya...? Pakai truk bertuliskan “Beras Dolog� untuk mengelabui rakyat, dikawal militer supaya orang awam tidak mendekat, para wartawan pun dilarang meliput saat di Bandara. Soal prosedur masuknya? jangan tanya itu. sebab sudah terlanjur masuk ke lahan petani tanpa sempat dikaji secara detail keamanannya. Pejabat kita langsung percaya begitu saja dengan ucapan pihak produsen. Waah, apa yang harus kita lakukan? Mugi S
Buletin Petani ADVOKASI No 4 Agustus-September 2001
Monitor Monitor
Halaman 11
Apa yang bisa kita lakukan? Secara pribadi Sebisa mungkin jadilah sebagai sumber informasi tentang Rekayasa Genetik pada teman dan masyarakat Jangan membeli benih, tanaman atau produk hasil Rekayasa Genetik Mempraktekkan pertanian berkelanjutan di lahan anda atau dengan kelompok Anda Menghubungi organisasi untuk mengadakan pelatihan di daerah Anda mengenai dampak tanaman hasil Rekayasa Genetik Meminta penjual makanan atau supermarket untuk memberi label pada makanan Rekayasa Genetik Terlibatlah di dalam daftar kegiatan dibawah ini
Mugi S
Lingkup Nasional Menyelenggarakan penelitian mengenai kasus dimana tanaman hasil Rekayasa Genetik ditanam. Aktif menentang produk-produk rekayasa, aliansi antara pedesaan dan perkotaan Aktif menentang pemberian hak paten terhadap tanaman dan makhluk hidup lain Berbagi informasi dan bergabung dengan jaringan advokasi/informasi Nasional mengenai Rekayasa Genetik Mengkampanyekan penentangan Rekayasa Genetik ke pemerintah Mugi S nasional Menuntut adanya hukum nasional tentang pelabelan Rekayasa Genetik Menentang pemerintah yang mendukung tanaman hasil Rekayasa Genetik Bergabung dengan pergerakan nasional anti Rekayasa Genetik Mengidentifikasi dan mempublikasikan kolusi antara TNC dan pejabat pemerintah Mengkomunikasikan dengan produsen dan distributor Memperkuat ekspor makanan Indonesia dan mengupayakan negara bebas Rekayasa Genetik Lingkup Regional dan Internasional
Mugi S
Dikutip dari Russell Cullinane CUSO Indonesia GMO Project Coordinator
Mugi S
Berbagi informasi dan bergabung dengan jaringan advokasi/informasi regional dan internasional mengenai Rekayasa Genetik Bergabung dengan pergerakan anti Rekayasa Genetik tingkat regional dan internasional Mendukung aktivitas anti Rekayasa Genetik di negara-negara lain dalam satu regional Mengkampanyekan penentangan Rekayasa Genetik ke lembaga-lembaga regional dan internasional (ASEAN, APEC, FAO, CIGAR, WHO, dsb) Intensif bergabung dengan kegiatan menentang kebijakan Bank Dunia dan World Trade Organization. Menekan aktivitas penyelesaian perjanjian dan persetujuan internasional (seperti protokol perlindungan hayati Cartagena, perjanjian TRIPS, dsb
Buletin Petani ADVOKASI No 4 Agustus-September 2001
Halaman 12
Kajian
Politik pertanian sub-sektor tanaman pangan Dari Orde Baru hingga Orde Reformasi D
alam sektor pertanian yang selama ini dianggap sebagai tulang punggung perekonomian nasional telah dihasilkan berbagai macam kebijakan pertanian yang bertujuan peningkatan pengadaan pangan nasional. Slogan berswasembada pangan banyak didengung-dengungkan, hal ini bukan tanpa alasan, karena jumlah penduduk yang mencapai angka 120.000.0000 jiwa menuntut ketersediaan pangan yang cukup. Sehingga istilah swasembada pangan sebagai penunjang stabilitas politik Orde Baru (Orba) menjadi komoditas politik bagi penguasa saat itu hingga sekarang. Dari Orba hingga reformasi Secara umum kebijakan subsektor tanaman pangan dari awal program Pembangunan Jangka Panjang Tahap (PJPT) I tahun 1969 sampai sekarang bisa dikatakan identik dengan BIMAS pada tahun 1970 yang kemudian disusul lahirnya INMAS diera 80-an. Dari kedua program tersebut relatif tidak ada perbedaan yang mencolok, hanya terjadi penambahanpenambahan komponen seiring dengan perkembangan teknologi yang ada. Pada kedua program tersebut segala sesuatu yang berhubungan dengan sarana produksi pertanian disediakan oleh Pemerintah Pusat, sementara Pemerintah Daerah tinggal melaksanakan berdasarkan aturan yang telah ada. Terasa kental aroma Top Down Policy yang diterapkan yang berakibat pada kegagalan-kegagalan. Kegagalan-kegagalan yang ada dalam program tersebut dikarenakan lemahnya sistem penyaluran kredit dan kontrol pemerintah, maupun dari masyarakat penerima manfaat .
Kegagalan demi kegagalan tidaklah membuat pemerintah belajar dari pengalaman. Hal mana terulang kembali pada program KUT (Kredit Usaha Tani) yang didesain untuk mengentaskan petani dari jurang kemiskinan, terbukti tidaklah menemukan hasil seperti yang diharapkan. Sistem pendistribusian yang melenceng mengakibatkan program KUT tersebut tidak tepat sasaran, hal ini juga terjadi pada sistem channeling dan tanggung-renteng yang diterapkan. Kondisi ini menyebabkan banyaknya tingkat penyelewengan pada tingkat penyalur yang melibatkan
Penanaman padi “unggul� sejak tahun 70-an secara besar-besaran berakibat hilangnya 3000 varietas lokal padi Indonesia LSM dan KUD serta tingginya tingkat kredit macet dan kurang lancarnya pengguliran dana ke kelompok lain. Dari kegagalan program KUT (yang masih menyisakan permasalahan), kini pemerintah berusaha mengalihkan sistem pertanian individu kepada sistem korporasi (Corporate Farming). Dalam sistem CF ini diharapkan terjadi efisiensi pengolahan lahan dengan cara penyatuan lahan dan penerapan teknologi modern. Sistem ini dianggap lebih efisien dibandingkan dengan pengolahan lahan secara tradisional dan individu. Sebelum program Corporate
Buletin Petani ADVOKASI No 4 Agustus-September 2001
Farming terealisasi, terlebih dulu diluncurkan Program Ketahanan Pangan yang didesain sebagai pra kondisi menuju sistem korporasi yang sesungguhnya. Terlihat pada program ini, sebagian besar komponennya masih memakai pola sebelumnya, antara lain penyediaan sarana produksi oleh pemerintah dengan sistem pengembalian sehabis panen. Dampak pada petani, lingkungan dan negara Sesuatu rutinitas yang sudah terjadi bertahun-tahun bahkan berpuluh tahun, tentu akan menyebabkan petani sulit untuk memahami atau menemukan alternatif lain selain rutinitas yang sudah biasa dijalaninya. Disinilah awal tercipta ketergantungan! Politisasi pangan yang melahirkan kebijakan yang bersifat Top Down Policy mengakibatkan lahirnya kebijakan pertanian yang tidak memperhatikan kondisi lokal setempat. Hal ini berlangsung secara terus menerus di Indonesia, padahal kondisi tanah di Indonesia tidaklah semua sama, baik secara fisik, kimiawi, ataupun biologis. Hingga seharusnya kebutuhan bahan kimiawi juga tidak sama. Persoalan lain, ialah ketidaksesuaian program dengan kondisi budaya lokal masyarakat setempat. Masuknya input kimia (pestisida) kedalam setiap paket kebijakan pertanian menjadi ajang pembodohan bagi masyarakat petani. ketergantungan petani pada industri pestisida menjadikan petani kehilangan kreativitasnya, petani tidak tahu ada alternatif lain selain pestisida (yang harganya mahal dan belum tentu efektif dan pasti tidak ramah lingkungan). Penanaman padi unggul di era 70an secara besar-besaran berakibat punahnya 3000 varietas padi lokal kita.
Kajian Penggalakan pemakaian pestisida demi memenuhi target penyediaan pangan menjadi contoh bahwa petani hanya dijadikan alat produksi pangan. Secara ekonomi, ketergantungan pada pestisida ikut menaikan biaya produksi. sementara keberhasilan swasembada pangan tidak banyak menolong petani karena hasil panen yang melimpah secara otomatis menyebabkan harga gabah menurun. Jadi, sebenarnya kebijakan ketahanan pangan ini untuk siapa? kebijakan pangan yang berlangsung secara khusus menyebabkan kemandirian petani rendah. Ketergantungan ini antara lain: (1) Ketergantungan petani pada teknologi, petani hanya bergantung pada produk atau inovasi dari luar lingkungan mereka. (2) Pengaruh petani terhadap kekuatan pasar sangat lemah, terutama pada harga produk yang mereka hasilkan. Panjangnya rantai perdagangan ditambah ketidak seriusan pemerintah menangani hal ini membuat petani selalu menjadi penanggung resiko kegagalan program. Keuntungan terbesar dari adanya kebijakan pangan ini tidak dinikmati petani produsen pangan melainkan oleh pedagang perantara dan industri pemasok Saprodi. (3) Kemandirian petani dalam hal akses terhadap modal terpinggirkan. Meski jelas bahwa sektor pertanian menjadi prioritas pertama sejak digulirkannya REPELITA I, namun disengaja atau tidak pemerintah telah meminggirkan petani dalam posisi yang lemah dengan diciptakannya ketergantungan pada kebijakan pemerintah pusat. Kebijakan harga gabah Kebijakan harga gabah yang diberlakukan sejak sejak Orba adalah sebuah sudut penting untuk melihat keseriusan kerja pemerintah di sektor pangan. Menurut Chrisman Silitonga, sebagian besar negara berkembang menetapkan harga dasar dari segi
Halaman 13
produksi dengan pertimbangan aspek moneter, inflasi, biaya dan besarnya dana dari saku pemerintah. Namun, Indonesia menerapkan Harga Dasar Gabah (HDG) agar petani terangsang untuk meningkatkan produksi dan untuk mengendalikan inflasi. Sehingga kebijakan HDG tidak memperhitungkan nilai tukar gabah dibanding sektor lain. Sebagai contoh, keseluruhan rata-rata kenaikan HDG dalam sepuluh tahun (1987 - 1997) adalah 9,25%. Hal ini ironis, karena kenaikan HDG lebih rendah dari kenaikan harga pupuk yang rata-rata 12,24% pada periode yang sama. Apabila HDG
dengan harga rendah. Jadi, kebijakan harga yang diterapkan pemerintah tidak bisa dinikmati petani, dan justru lebih banyak dinikmati konsumen dan para pedagang. Sejak tahun 1990-an, harga beras nasional rata-rata lebih mahal bila dibandingkan dengan harga luar negeri. Ini mengakibatkan beras dalam negeri tidak menguntungkan untuk diekspor. Bahkan, di dalam negeri beras kita kalah bersaing harga. Dus, sektor pertanian tidak mendapat perhatian secara serius dari pemerintah. Usaha pertanian hanya dilihat sebagai cocok tanam belaka, tanpa usaha untuk menjadikannya sebagai pilar ekonomi bangsa. Sebagai contoh, sampai saat ini tidak ada dukungan dari sektor perbankan yang secara serius menangani bidang pertanian dengan alasan tidak adanya jaminan dalam hal pengembalian pinjaman dan kurangnya nilai ekonomi sektor ini. Untuk itulah diperlukan satu Penetapan harga gabah petani didasarkan Dok YDA konsep baru pengelolaan kebikepentingan politik sesaat jakan sub sektor tahun 1997-1990 mengalami kenaikan tanaman pangan. Petani sebagai sebesar 94,44%, maka pupuk pada pemilik modal tidak perlu bergantung periode yang sama telah naik sebesar pada input kimia dan aliran modal dari luar. 102%. Sudah saatnya petani sadar Kondisi ini diperparah, karena harga terendah yang ditetapkan bahwa mereka harus bisa memanpemerintah tidak sepenuhnya berlaku faatkan segenap sumber daya di bagi petani. Dengan berbagai alasan, sekeliling mereka guna menunjang seperti KUD tidak mampu membeli usaha taninya. (Panggah/dian) besar dengan harga standar, Bahan bacaan: persyaratan yang diterapkan KUD dan -Kondisi dan Tantangan Ke Depan Sub Sektor Tanaman Pangan M Arfian & Arman Wijanarko, pada Symposium Dolog yang tidak tercapai dan dionIndonesia, Agri-Bioche 2000. sebagainya. Sehingga petani harus -Politik Pangan, Titin Purwaningsih, Jurnal Media Inovasi No I/ IX/1999. menjual hasilnya kepada tengkulak -Hasil penelitian YDA pada PKP & CF, 2001.
Buletin Petani ADVOKASI No 4 Agustus-September 2001
Profil Aksi
Halaman 14
Suhardi, jalan kaki 10 Km untuk mengadvokasi masalah petani S
uhardi (60) biasa disapa Mbah Hardi, adalah petani dari Desa Sugihan, Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Desa tempat dia tinggal, dijadikan (Desa Sugihan dan Pilang Payung) merupakan salah satu wilayah uji coba proyek Corporate Farming, dari 7 wilayah uji coba CF di seluruh Indonesia. Walau terbilang berusia tua, Mbah hardi masih giat melakukan advokasi permasalahan petani-petani yang ada disekitarnya. Saat ini pun ia giat memperjuangkan agar pelaksanaan Proyek CF, sesuai dengan kerangka aturan dan kepentingan petani. Walaupun dia sendiri bukan peserta dari Poyek Corporate
A YD ok :D to Fo
Farming, kepedulian terhadap permasalahan ini ditunjukkannya ketika datang ke DPRD II Grobogan yang harus ditempuh dengan berjalan kaki dulu kurang lebih sepuluh kilo meter pulang pergi dari desanya untuk mencapai jalan raya. Menurut Mbah Hardi, “Pada kesempatan itu saya mengajak salah satu anggota DPRD II untuk meninjau dan memonitor pelaksanaan Proyek Corporate Farming yang ada di desaku”. Menurutnya pelaksanaan proyek CF di desanya tidak sesuai dengan Juklak yang dikeluarkan oleh Kantor Wilayah Departemen Pertanian Jateng yang ia peroleh saat mengikuti pelatihan Monitoring Partisipatif CF/PKP yang diadakan oleh Yayasan Duta Awam di Solo. Menurut Mbah Hardi pihak
anggota DPRD justru mempersoalkan prosedur ketimbang masalah-masalah yang diadukannya. “Sesuai yang bapak katakan tadi, apakah bapak mempunyai bukti-bukti tertulis mengenai permasalahan itu, kalau belum ditulis tidak bisa diterima, jadi sebaiknya ditulis dahulu baru disampaikan ke DPRD,” demikian Mbah Hardi mengutip si anggota DPRD. “Setelah berkata itu wakil rakyat tersebut beralasan sibuk akan ada rapat, sehingga meminta saya untuk pulang” kisah Mbah Hardi, sembari mengungkap kekecewaan pada wakil rakyat yang selama ini didukungnya. Ketika Advokasi menanyakan kenapa Mbah Hardi melaporkan permasalahan CF ke DPRD II, dia menjawab “Saya tahu kalau permasalahan CF bisa dilaporkan ke DPRD II dari anak-anakku di YDA, disamping itu saya punya kenalan anggota DPRD II Grobogan yang dulu saya ikut mendukungnya,” kata aktivis PDIP ini. Kini, dia sedang menyelesaikan laporan yang diminta anggota Dewan, “Walaupun saya hanya lulusan SD, tetapi saya akan berusaha menyelesaikan tulisan ini secepatnya dan saya minta ke YDA agar segera di beri hasil monitoring pelaksanaan CF agar bisa saya bawa sebagai bukti ke DPRD II Grobogan,” kata Mbah Hardi sambil menikmati rokoknya. Hal-hal yang akan disampaikan oleh Mbah Hardi lewat tulisannya diantaranya adalah: 1. Penyusunan rencana proyek apapun haruslah melibatkan masyarakat penerima proyek dan pelaksanaannya harus sesuai dengan aturan yang berlaku 2. Pertanyaan Mbah Hardi: Mengapa petani peserta CF masih harus mengusahakan sendiri penjualan hasil panennya? Hal ini tidak seperti yang telah dijanjikan oleh pengurus CF. Juga dan tidak ada petunjuk penggunaan pupuk yang benar dari pengurus, karena ada perbedaan penggunaan pupuk sebelum dan sesudah ada proyek 3. Adanya saluran irigasi yang mengalami kerusakan (jebol) sedang pengurus CF tidak menangani masalah ini, yang mengakibatkan hasil panen petani peserta CF mengalami kemerosotan . Disamping memperjuangkan penyelesaian masalah mengenai CF, Mbah Hardi juga aktif melakukan advokasi masalah petani di wilayahnya, serta masalah-masalah sosial yang ada di sekitarnya. “Usia tua bukan merupakan hambatan, asal semangat tentu masih bisa melakukan...,” katanya sambil berseloroh. (chie, haley, bayu)
Buletin Petani ADVOKASI No 4 Agustus-September 2001
Pengalaman Advokasi
Halaman 15
KPL Bela Tani Desa Bintang Mas, Kalimantan Barat:
Sosialisasikan bahaya pestisida lewat wayang kulit
Foto Dok YDA
W
ilayah ISDP (Proyek Pengembangan Lahan Rawa Terpadu, didanai uang utangan Bank Dunia) di Kalimantan Barat (Kalbar) sebagian besar didominasi oleh lahan gambut dengan ketebalan gambut mencapai 10 meter atau lebih. Dengan kondisi lahan yang berawa-gambut, sangat riskan serangan hama maupun ganguan gulma (tanaman peng-ganggu tanaman budidaya). Dengan kondisi lahan pertanian ini, bagi pihak perusahaan pestisida merupakan peluang yang sangat besar dalam memasarkan produknya, mulai dari jenis pestisida (menurut daftar WHO dikatakan) ringan sampai pada yang sangat berbahaya. Promosi yang dilakukan oleh pihak perusahaan melalui distributor maupun formulatornya tidak tangungtangung, mulai dari demonstrasidemonstrasi yang dilakukan dengan berbagai hadiah yang mengiurkan sampai pada boncengannya terhadap segala bentuk proyek pertanian yang masuk ke desa. Bahkan ada formulator yang mau membiayai gadu tanaman jagung hibrida dengan syarat petani harus mengunakan salah satu produk pestisida mereka (pertemuan ketuaketua kelompok tani di Desa Rasau Jaya II, dalam mempersiapkan gadu tanaman jagung tahun 2001). Alhasil, masyarakat tani terbius oleh jalan pintas penggunaan pestisida. Hampir semua warung yang ada
di desa menjual pestisida khususnya untuk jenis herbisida atau racun rumput. Berdasarkan pengamatan awak Advokasi di Kalbar, bahwa jenis pestisida rumput seperti polaris, roundup dan gramaxon banyak beredar di masyarakat tani. Wayang kulit Untuk melakukan penyadaran di tingkat petani hingga masyarakat luas tentang bahaya pestisida dengan melakukan berbagai bentuk sosialisasi, salah satunya adalah dengan pagelaran wayang kulit. Sosialisasi bahaya pestisida dengan wayang kulit secara intensif telah dimulai oleh Kelompok Peduli Lingkungan (KPL) Bela Tani dari Desa Bintang Mas, Kecamatan rasau Jaya,
Susunan pengurus Kelompok Peduli Lingkungan “Bela Tani� Wilayah Bintang Mas IV, Rasau Jaya Umum, Kalimantan Barat Ketua: Yanto Bujang (Bintang Mas IV) Wakil Ketua: Suyanto (Bintang Mas II) Sekretaris: Wulyanto (Bintang Mas IV) Bendahara: A Jainudin (Pematang Tujuh) Koordinator Humas: Yusuf Sani (Bintang Mas III) Anggota: Haknur (Bintang Mas IV), Umang haryono (pematang Jaya), Tomadi Yahya (Bintang Mas II), Ramli AR (Teluk pakedai)
Petani Kalimantan Barat belajar mengajar bersama dengan SLPHT. Mengadvokasi masalah masalah petani dengan KPL Bela Tani.
Kabupaten Pontianak. KPL Bela Tani adalah suatu kelompok swadaya masyarakat yang berdasarkan visi misinya sangat peduli terhadap lingkungan. Kelompok ini merasa bahwa lingkungan saat ini telah banyak terpolusi oleh berbagai faktor salah satunya adalah pencemaran lingkungan oleh pemakaian pestisida yang sangat berlebihan oleh petani, sementara petani sendiri tidak mengetahui bahaya yang ditimbulkan dari pemakaian pestisida tersebut. Kelompok yang memiliki sekretariat di Dusun Bintang Mas IV desa Rasau Jaya ini, beranggotakan 11 orang yang keseluruhannya adalah petani dan mempunyai pengaruh di kelompok-kelompok taninya (pengurus di kelompok tani). Hal ini cukup memudahkan KPL Bela Tani dalam mengembangkan visi-misi KPL di kelompok tani masingmasing dengan bentuk informasi ataupun sosialisasi akan bahaya pestisida bagi kesehatan petani. Dalam pertemuan di Bulan Mei 2001 silam, salah satu program kerja
Buletin Petani ADVOKASI No 4 Agustus-September 2001
Halaman 16
Pengalaman Advokasi
KPL yang telah dirumuskan. Program KPL antaranya menekan pencemaran lingkungan dengan menginformasikan bahaya pestisida ke petani maupun masyarakat umum melalui penyuluhan di kelompok, penyebaran leaflet maupun penyebaran poster atau gambar-gambar tentang dampak dari pema-kaian pestisida. Film Bayang-bayang Racun Salah satu bentuk sosialisasi yang berdampak luas kemasyarakat adalah dengan pemutaran film bayangbayang racun dalam layar lebar atau melalui pagelaran kesenian daerah yang bisa membawa pesan tentang bahaya pestisida. Keinginan besar kelompok dalam mensosialisasikan bahaya pestisida adalah dengan pagelaran kesenian daerah Pulau Jawa yaitu Wayang kulit yang dirasa bisa membawakan lakon tentang pertanian dengan pesanpesan bahaya pestisida dalam setiap alur ceritanya (diatur jalan ceritanya bersama dalang). Menurut KPL Bela Tani, ada beberapa hal yang dirasa perlu untuk menampilkan pagelaran kesenian wayang kulit dalam mensosilisasikan bahaya pestisida ke masyarakat tani: 1. Kebudayaan wayang telah memasyarakat di kalangan petani transmigrasi. 2. Kebanyakan penggunaan pestisida justru banyak datang dari masyarakat transmigrasi (Jawa), semen-tara petani lokal (etnis Melayu, dayak) mulai terpengaruh untuk menggunakan pestisida. 3. Pesan bahaya pestisida lebih mudah disampaikan dalam pagelaran wayang kulit dibandingkan dengan acara yang lainnya. Masyarakat sasaran sosialisasi dengan pagelaran wayang kulit adalah Desa Bintang Mas II, dimana masyarakatnya mayoritas adalah warga transmigrasi asal pulau Jawa.
Wilayah Bintang Mas umumnya (terdiri dari Bintang Mas I, II, III dan IV) memiliki lahan pertanian yang sangat luas dengan kepemilikan lahan yang masih kosong dan dominasi lahan adalah rawa gambut, sehingga pemakaian lahan untuk pertanian masih sangat banyak. Hal ini membuat kecenderungan masyarakat tani untuk mengunakan sistem TOT (tanpa olah tanah) dengan herbisida untuk membuka lahan yang sangat luas itu. Desa Bintang Mas II berada pada posisi tengah antara masyarakat lokal (melayu) dan masyarakat transmigrasi (Jawa). Maka wilayah Bintang Mas ini selalu dijadikan tempat demontrasi pestisida baik dari PPL/Dinas Pertanian atau distributor maupun formulator pestisida. Dalam kondisi seperti itulah, KPL Bela Tani memang sangat berharap dapat mengorganisir perlawanan terhadap masuknya promosi pestisida oleh pihak apapun. Sangat diharapkan sekali agar bentuk perlawanan seperti ini bisa tertular ke masyarakat tani yang lain di Kalimantan Barat. KPL berencana untuk membuat spanduk tentang bahaya pestisida maupun kawasan larangan pestisida di Bintang Mas. KPL bertekad untuk terus melakukan sosialisasi ke kelompokkelompok tani dengan mengarahkan ke pertanian organik yang ramah lingkungan. Hal ini telah dimulai dengan berbagai pertemuan, Penyebaran poster, Penyebaran leaflet maupun booklet tentang pestisida, diantaranya yaitu: 1. Pelatihan Petani Pemandu, Mei 2001 2. Workshop pembentukan Kelompok tani Advokasi, melahirkan KPL Bela tani, 1 Maret 2001 3. Sosialisasi bahaya pestisida lewat sisipan acara wayang pada 1 Suro di Desa Rasau Jaya I. 4. Diskusi “Tak seorangpun dapat
Buletin Petani ADVOKASI No 4 Agustus-September 2001
berkata pestisida aman” dan pemutaran film “bayang-bayang racun”, sepanjang 2001 telah ada 6 kali diskusi. 4. Pemasangan poster “Lingkaran Racun Pestisida”. Selamat berjuang KPL Bela Tani, merencana dan melaksanakan program. Cukup sudah era ketika petani hanya dijadikan alat produksi. (Iyem)
S
elain hal hal di atas, ada beberapa kegiatan yang menarik lain dari petani Kalbar yang tergabung dalam KPL Bela tani, antara lain: 1. Advokasi oleh Alumni SLPHT YDA yang dimotori oleh Pak Sarilam di wilayah TR 9 Desa Sungai Terus terhadap usaha pemindahan lokasi SLPHT Proyek ISDP oleh PPL (hendak dipindahkan ke lokasi yang mudah dijangkau PPL dari kota Pontianak) dan penggelapan dana SLPHT ISDP oleh PPL. 2. Pengawasan perbaikan sarana pengairan ISDP yang dimotori Pak Yanto Bujang. Dengan pengawasan masyarakat itu, proyk rehabilitasi pintu air oleh PU di daerah Bintang Mas IV itu, telah dikerjakan lebih baik dari sebelum-sebelumnya. 3. Ada pula pengalaman “pahit” yang dialami salah satu petani setempat, Bu Wanti Nastiti, saat Bapak Pakpahan dari Bappenas datang meninjau proyek ISDP. Dengan alasan keterbatasan waktu, Pakpahan tidak mau dijak Bu Wanti untuk mengunjungi bangunan-bangunan air yang rusak. Para peninjau dari Jakarta dan Provinsi itu hanya melihat dari kejauhan. (Iyem)
Bero
Halaman 17
Mbah Lurah Hardi datang, karaoke bubar
Beberapa waktu lalu YDA mengadakan pelatihan Penelitian Rekayasa Genetika, bertempat di Desa Ngaran Kecamatan Polanharjo Kabupaten Klaten. Malam selepas acara, di pendapa yang dijadikan tempat acara, peserta dan panitia menggelar acara karaoke bersama.Dari lagu keroncong, campursari sampai dangdut dinyanyikan. Malam bertambah larut, tinggal beberapa orang yang masih bertahan menyanyi, diantaranya Mas Noer Wardoyo dan Pak Priyanto (pemilik rumah) yang masih nyanyi bergantian dengan Eko, Bayu dan Yunus. Beberapa bapak-bapak sudah tertidur di pendapa itu juga. Mbah Hardi (60), salah satu peserta asal kabupaten Grobokan, terlihat tidur berselimut sarung, namun dia rupanya tidak bisa tidur nyenyak karena musik karaoke dan nyayian beberapa orang masih saja terdengar cukup nyaring. Sesaat kemudian, Mbah Hardi keluar menuju halaman rumah. Peserta karaoke mengira Mbah Hardi pindah tidur di dalam kamar yang disediakan (rumah tetangga) di depan rumah Pak Priyanto. Kemudian, ketika Bayu dan Eko melantunkan Bengawan Solo dengan syahdu di tengah malam itu, Mbah Hardi kembali dengan tergesa, dan kemudian berkata kepada semua peserta yang masih berkaraoke,”Aku dapat pesan dari Pak Lurah, katanya kita harus menghentikan musiknya....,” kegiatan menyanyipun berhenti seketika. Eko langsung pergi tidur begitu mendengar ucapan Mbah Hardi, “Gawat nih, Pak Lurah sudah memberi peringatan, aku tidak ingin terlibat,” pikir Eko. Sesudah musik reda, ternyata Mbah Hardi kembali merebahkan dirinya di tikar dekat TV Karaoke, dan lantas tidur tanpa lagi terganggu suara berisik musik. Esok harinya, ketika dikonfirmasi oleh Advokasi, sambil senyum-senyum dikulum, Mbah Hardi mengaku, bahwa Pak Lurah setempat sama sekali tidak pernah memberi teguran pada malam itu. Jadi, “peringatan Pak Lurah” semalam ternyata rekayasa Mah Hardi yang ingin tidur di pendapa tanpa gangguan musik.(puitri)
Santai & & berhadiah! 1
2
3
7
4
5
8
9
Mendatar 1. Tanaman penghasil cokelat 4. Hama pada padi 7. Air manis dari pohon enau 9. Gas pengisi Lampu TL 11. Nama buah 12. Nama buah 14. Benang setelah dipintal 17. Air membeku 19. Cairan dari bisul 21. Ulama/kiai 17. Keluar bisul 19. Rumah sederhana 25. Lezat 27. Binatang penghasil madu 30. Jenis hama 31. Nama ikan 32. Beras yang sudah dimasak 33. Petani (Bahasa Inggris) 34. Musuh petani
6
10
11
12
13
18
19
14
15
16
17
22
20
21
24
23
25
26
27
28
29
31
30
33
18. 23. 24. 25. 26.
Sidang Umum Tidak salah Semacam darah pada tanaman Buih Menang mutlak dalam olah raga tinju 29. Ukuran luas Pemenang Teka-Teki Berhadiah Advokasi April-Mei 2001 tidak ada. Redaksi memberi penghargaan pada Pak Djuni dari Klego Boyolali yang telah mengirim jawaban nyaris sempurna
Kirim jawaban via pos/kartu pos ke Redaksi Buletin Petani ADVOKASI, Yayasan Duta Awam, Jl. Adisucipto 184 i Solo. Jangan lupa tempelkan kupon yang tersedia. Pemenang beruntung mendapatkan tanda persahabatan dari redaksi, diumumkan pada dua penerbitan mendatang.
Buletin Petani ADVOKASI No 4 Agustus-September 2001
KUPON TTS NO 4
Menurun 1. Kelompok Tani Nelayan Andalan (disingkat) 2. Surat kabar 3. Orkes Melayu 5. Istri kakek 6. Kegiatan akhir di lahan 8. Terhimpun dalam pelangi 9. Tulis ELA 13 Tanah menjulang ke atas 15. Dibalik, tanam padi + ikan 16. Lawan positif
34
Eko
32
Halaman 18
DDT kemasan kantong plastik beredar di Sukoharjo Di desa Alas Ombo, Kecamatan
Weru, Kabupaten Sukoharjo Jawa tengah, masih ditemukan petani yang menggunakan DDT untuk membasmi hama kedelai. Saat Advokasi YDA bertandang ke sana bulan lalu, didapati petani mencampurkan DDT dengan pestisida merk fastac. Petani tersebut mengaku tidak tahu bahwa DDT sudah lama dilarang beredar. Bagi dia, yang penting bubuk putih itu ampuh untuk membunuh hama. Tak jauh dari ladang kedelai, Seorang ibu, sebut saja Bu Jarwo menjual DDT di warung yang juga menjual makanan seperti tape singkong, tempe goreng dll. Menurut Bu Jarwo, DDT di pasok dari Malang, Jawa Timur. DDT tersebut dijual Rp 3000 per kemasan plastik tipis yang gampang jebol. Pada bungkus itu hanya bertuliskan “Awas Racun Bahaya”, dan gambar tengkorak (semua dalam warna hijau), tak ada tambahan keterangan lain. (puitri)
Tikus mengganas di Banyudono Ratusan Petani di Desa Jipangan,
Sambon, Trayu dan berbagai desa lain di Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali mengaku sudah putus asa menanam padi. Hal ini dikarenakan mengganasnya serangan tikus di sawah mereka. Dilaporkan, sebagian petani di sana sudah tidak menanam padi selama dua kali musim tanam (Februari-April dan April- Juli). Menurut Saptoto petani Desa Jipangan, kerena hama tikus itu, petani hanya dapat menghasilkan Rp 200.000
Kilas Berita Berita Tani Tani Kilas per patok sawah (sekitar 2.500 M2). “Hasil segitu samasekali tidak untung. Belum lagi bila dihitung dengan pembelian pupuk dan ongkos tenaga,” kata Saptoto yang juga anggota komisi E DPRD Boyolali itu. Minta burung hantu Dikatakan, jika bangkai tikus hanya dibakar dan bau bangkai tercium oleh menyengat tikus lain, maka tikus-tikus yang masih hidup jadi marah dan akan menyerang dalam jumlah lebih besar. “Tikus punya naluri, jadi lebih efektif setelah digropyok dikubur”. Ujar Saptoto. Selaku anggota dewan dia meminta kepada dinas terkait agar memberi bantuan penanggulangan dengan menempatkan Burung Hantu, karena bisa mengurangi serangan tikus. (Suara Merdeka 18 Juli 2001)
Beras melonjak di Pedalaman Kalimantan H
arga beras kualitas sedang di pedalaman Kalteng mencapai Rp 20.000 per kg . Dalam keadaan normal harga beras Rp 6000 sampai Rp 7500 per kg. Lonjakan harga beras terjadi karena penyusutan sungai Kahayan terutama di bagian hulu. Sedang transportasi dari pedalaman ke Palangkaraya dan Sampit belum berfungsi masih banyak jalan terputus. Sejumlah pedagang yang biasanya melayani kebutuhan pokok tidak berlayar, karena kedalaman sungai Kahayan hanya mencapai 50 cm dari dasar sungai. (Kompas 23 Juli 2001)
KKP Jawa Tengah Ekspor pupuk terancam gagal urea tabur di-
P rogram Kredit Ketahanan hentikan Pangan (KKP) TH 2000/2001 di B UMN (Badan Usaha Milik Propinsi Jateng terancam gagal. Hingga Juli 2001, Realisasi penyaluran KKP pertanian dan peternakan dibawah 5 %.Jauh dari anggaran yang ditentukan. Saat ini, Penyaluran KKP di Jateng untuk sektor pertanian (intensifikasi padi,jagung,kedelai, ubi kayu,ubi jalar) baru Rp 5,989 milyar atau 2,95 dari rancangan dana KKP sebesar Rp 203,249 milyar. Sedang KKP untuk peternakan (sapi potong, ayam buras dan itik) baru terealisasi sekitar Rp 1,155 juta atau 3,9% dari seluruh anggaran yang ditetapkan Rp 29,250 milyar. Dari 35 kabupaten di Jateng, yang telah mendapat kucuran dana KKP untuk pertanian baru sembilan kabupaten. (Kompas, 26 Juli 2001)
Buletin Petani ADVOKASI No 4 Agustus-September 2001
Negara) yang memproduksi pupuk, tidak mengekspor pupuk urea tabur (pril) hingga akhir tahun , karena pasokan dalam negeri berkurang serta dan untuk mengantisipasi kebutuhan musim tanam rendeng bulan Oktober 2001. Pasokan dalam negeri berkurang, karena dua pabrik pupuk di Aceh berhenti berproduksi. Selama ini, rata-rata ekspor pupuk mencapai 1,7 juta ton pertahun, namun tahun 2001 ekspor Indonesia hanya mencapai 1,2 juta ton. Kebutuhan dalam negeri diperkirakan mencapai 4,4 juta ton/tahun. Pupuk Urea Indonesia memang diminati petani Vietnam, Taiwan, Thailand, Jepang, Korea Selatan dan Australia. (Kompas 25 Juli2001).
Resep Kita Kita Resep
Halaman 19
Membuat sendiri benih bermutu Tidakkah anda ingin menjadi Petani mandiri yang tidak
tergantung pada benih buatan perusahaan pembenihan? Bukankah salah satu hak petani, ialah hak untuk menguasai benih? Nah, anda dapat melakukan pemuliaan padi atau membuat benih bermutu sendiri! Dibawah ini adalah teknik sederhana tentang pemuliaan yang dapat kita lakukan: Bahan dan Metode • Lahan seluas 10 x 10 meter. • Pupuk tambahan SP. 36, Urea, KCI sebanyak 10 Kg. • Garam/abu dapur dan abu sekam secukupnva. • Ember untuk tempat mencampur pupuk. • Alat-alat untuk pemanenan dan pasca panen. Cara Perlakuan 1. Pemuliaan benih pada lahan • Siapkan lokasi seluas 10x10 meter dengan jarak dari pematang 3 meter keliling. • Lakukan pemotongan pada malai yang tidak sama tinggi maupun jenis varietasnya pada saat padi keluar malai. Pemotongan dilakukan dengan hatihati pada waktu sore hari agar tidak mempengaruhi pembuahan. • Berikan pupuk tambahan pada saat padi masak susu, dengan dosis: Urea 2,5 Kg, SP 36 sebanyak 2,5 kg dan KCI 5 Kg, untuk satu lokasi ukuran 10x10 meter. • Panen akan mundur 7 hingga 10 hari, dan sebelum dipanen lakukan sekali lagi pemotongan pada padi yang tidak sama tinggi maupun varietasnya, karena kuatir masih tersisa. 2. Perlakuan pasca panen • Pemanenan dilakukan setelah padi menguning 85-90 %. • Lakukan pemanenan secara khusus dan jangan sampai tercampur dengan padi yang lain. • Lakukan segera penjemuran dengan alas kepang, tikar dan jangan di lantai jemur, pada pagi hari pukul 7.30 sampai 10.00 WIB serta sore hari pukul 14.30 hingga 16.30 WIB, sampai kering dengan kadar air 14-12 %. • Lakukan stagnasi selama 7-15 hari sebelum direndam. 3. Perlakuan Perendaman • Ambil benih secukupnya sesuai dengan luas lahan. • Siapkan air garam/air abu yang bisa membuat telur ayarn kampung terapung separuhnya. • Masukan benih ke dalam air tersebut dan akan terlihat benih menjadi 3 bagian. Bagian I
Memuliakan benih sendiri, menuju petani mandiri
Foto Dok YDA
adalah yang ada di dasar, dengan daya tumbuh 90-95%, Bagian II adalah yang melayang, dengan daya tumbuh 85-90 %, Bagian III adalah yang terapung dengan daya tumbuh 0-85 %. • Pisahkan bagian III (yang terapung) dan bisa dijemur lagi untuk dikonsumsi. • Ambil bagian I dan II lalu dibilas dengan air tawar sampai bersih dan rendam selama 24 jam dengan air bersih, lalu ditiriskan dan kita peram selama 24 jam, maka benih siap untuk ditebar. 4. Perlakuan Penyebaran • Siapkan lahan persemaian seluas 1/20 dari luas lahan. • Penyemaian sebaiknya dilakukan sore hari dan lihat cuaca untuk sebar dengan air atau tanpa air. • Berikan pupuk secukupnya dengan dosis Urea, SP.36 dan KCL 1:1:1 pada saat berumur satu minggu HSS (Hari Setelah Semai). • Pengendalian hama sebaiknya dengan menggunakan pestisida nabati. • Lakukan pencabutan setelah berumur antara 2025 hss. 5. Perlakuan Setelah Tanam Setelah tanam sebaiknya diperlakukan sebagaimana kita menanam padi seperti biasanya, dan jangan menggunakan pestisida. Mutu benih akan meningkat jika kita melakukan proses pemuliaan ulang yang sama seperti di atas. Selamat mencoba. Sumber: Dinamika Petani : Media Informasi tentang Sumber Daya Air dan Pertanian No. 32 Tahun X PSDAL-LP3ES (Via In-ternet), diolah oleh Eko
Buletin Petani ADVOKASI No 4 Agustus-September 2001