Nomor 6 Tahun II Januari-Pebruari 2002
Advokasi Buletin Petani
Mungkinkah mandiri dalam hal benih? Bagaimana menjadi pembenih bersertifikat?
Profil Aksi: Suradi, PNS yang Berjiwa Advokasi
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Halaman 10
Monitor & Advokasi Membentuk Jaringan dalam Advokasi ss Ru
Banyak hal yang tidak dapat kita lakukan sendiri dapat dikerjakan bersama-sama dengan orang lain. Membangun jaringan dengan masyarakat dan terkadang juga membentuk koalisi antar organisasi bertujuan untuk membawa perubahan. Kita semua memiliki jaringan teman, saudara, kolega, dan kenalan-kenalan lain yang sewaktuwaktu dapat kita mintai dukungan. Jaringan advokasi juga mirip dengan jaringan yang kita miliki. Perbedaannya adalah jaringan advokasi dibentuk dengan sengaja untuk membantu dalam meraih tujuan advokasi yang kita harapkan. Sebuah jaringan terdiri dari individu-individu atau organisasi-organisasi yang bersedia untuk saling membantu dan bekerja sama.
kita. Ajaklah berdiskusi tentang ide-ide dan tujuan advokasi kita, serta terbukalah terhadap saran-saran dan ide mereka. Perasaan bahwa mereka ikut memiliki suatu ide sangatlah penting untuk membina hubungan yang lebih lanjut. Langkah 4 : Bagaimana agar mereka dapat membantu kita. Ketika kita telah siap, mintalah mereka untuk melakukan satu bantuan spesifik untuk kita. Semakin banyak yang dilakukan mereka untuk kita, maka makin banyak pula yang harus kita lakukan untuk mereka. Bahan: Terjemahan dari Modul Pengantar Pelatihan Advokasi karangan Ritu R. Sharma terbitan Support for Analysis and Research in Africa (SARA), HHRAA.
Membangun Jaringan Advokasi Langkah 1 : Mengetahui siapa saja yang harus ikut berpartisipasi dalam jaringan yang akan kita bentuk. Langkah 2 : Membina hubungan yang terbuka dan saling terbuka sejak dari awal dengan cara : bekerja samalah dalam proyekproyek yang menarik minat kedua pihak; bantulah mereka agar pekerjaan mereka mendapat perhatian; bantulah mereka dalam proyek-proyek khusus; berbagilah informasi; hadiri pertemuan mereka dan undanglah mereka ke pertemuan kita. Langkah 3 : Bagaimana membuat mereka tertarik pada tujuan advokasi
Buletin Petani ADVOKASI No 6 Januari-Pebruari 2002
Mugi S
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Monitor & Advokasi Membentuk Koalisi
Sebuah koalisi adalah kelompok organisasi-organisasi yang bekerja sama dalam sistem yang terkoordinasi untuk mencapai tujuan bersama koalisi yang terorganisasi adalah salah satu pilihan yang patut dipertimbangkan dalam advokasi.
gi S Mu
¾ ¾
Keuntungan Dalam Sebuah Koalisi: ¾ Memperluas basis dukungan Anda, Anda dapat memenangkan sesuatu bersama-sama jika Anda tidak dapat memenangkannya sendirian ¾ Menyediakan keamanan bagi upaya advokasi Anda dan memberikan perlindungan bagi anggota yang tidak dapat bertindak sendirian ¾ Memperbesar sumber daya yang ada dengan
iS ug M
Halaman 11
¾ ¾
cara mengumpulkan dan mendelegasikan sumber daya itu untuk bekerja sama dalam koalisi Meningkatkan sumber daya finansial dan program untuk sebuah kampanye advokasi Membantu mengembangkan kepemimpinan baru Membantu dalam jaringan pribadi organisasi Memperluas lingkup kerja Anda
Dua cara untuk membentuk koalisi: ¾ Adakan sebuah pertemuan terbuka. Ini adalah cara yang biasa digunakan untuk membentuk suatu koalisi dengan cepat; dan biasanya digunakan untuk pembentukan koalisi informal. Gunakan cara ini hanya jika tujuan dan isu advokasi Anda fleksibel. Sebarkan formulir koalisi terlebih dahulu barulah kemudian menentukan agenda spesifik untuk koalisi ini; tergantung siapa saja yang bergabung dan minat apa yang terwakili dalam koalisi ini. ¾ Satukan koalisi hanya berdasarkan undangan. Metode ini digunakan untuk membentuk koalisi yang lebih solid dan berjangka waktu lama. Membentuk koalisi berdasarkan undangan artinya isu dan agenda dalam koalisi ini akan lebih terfokus dan Anda dapat memilih kelompok mana saja yang dapat menjadi anggota koalisi dan memberikan kontribusi tenaga, kekuatan, sumber daya dan prestise ke dalam koalisi tersebut. Kerugian dari metode ini adalah kurang beragamnya anggota koalisi.
Bahan: Terjemahan dari Modul Pengantar Pelatihan Advokasi karangan Ritu R. Sharma terbitan Support for Analysis and Research in Africa (SARA), HHRAA.
Buletin Petani ADVOKASI No 6 Januari-Pebruari 2002
Halaman 12
Pengalaman Advokasi
Dipertan Klaten: Yang penting dana turun dahulu. Prosedur dan mekanismenya bisa belakangan.
Petani 3 Kabupaten di Jateng Dialogkan PKP/CF dengan DPRD Setelah menghimpun data dengan monitoring Program Ketahanan Pangan (PKP) di Kabupaten Sukoharjo dan Klaten, juga terhadap Proyek Corporate Farming (CF) di Kabupaten Grobogan, terdatalah berbagai permasalahan kongkret. Diantara persoalan PKP ialah kegiatan kelompok usaha sangat minimal sebatas penyaluran kredit dan simpan pinjam. Juga persoalan partisipasi petani yang belum ideal. Ditambah lagi, ada kecenderungan pihak-pihak yang terkait dalam PKP bekerja atas dasar project oriented, dan belum berjalannya monitoring dan evaluasi yang dilaksanakan oleh pengelola proyek secara optimal. Sedangkan permasalahan dalam CF, terjadinya benturan antara konsep dasar pelaksanaan Corporate Farming (penyatuan lahan, kandang sapi secara komunal) dengan budaya lokal. Selain itu, soal pemasaran yang merupakan masalah utama dalam pertanian, belum mendapatkan perhatian yang optimal. Melihat permasalahan itu, petani yang ikut dalam melakukan monitoring CF dan PKP memandang perlu untuk menyampaikan permasalahan ini di tingkat DPRD. Hal ini dipandang perlu karena dalam pelaksanaan kedua proyek tersebut butuh perbaikan, sedangkan DPRD (dalam hal ini Komisi B) sudah selayaknya melakukan fungsi kontrol terhadap proyek tersebut. Dengan menyampaikan masalah yang terjadi dalam pelaksanaan PKP dan CF kepada DPRD, diharapkan mencapai kesepakatan-kesepakatan antara petani dengan DPRD dengan
adanya tindak lanjut yang konkret. “Selain itu, kami berharap dapat memberikan tambahan pengalaman kepada petani dalam melakukan diskusi dengan wakilnya di pemerintahan yang sekaligus merupakan salah satu dari tahapan dalam advokasi. Juga, sekaligus membuka wacana DPRD mengenai permasalahan petani khususnya yang terkait dengan proyek-proyek pertanian dari Pemerintah,� kata Agung. Acara dengar pendapat dengan dengan Komisi B DPRD Kabupaten Grobogan dilaksanakan tanggal 25 Oktober 2001, bertempat di Balai Desa Pilang Payung, yaitu lokasi dimana uji coba CF nasional dilakukan. Sedangkan dialog dengan Komisi B DPRD Kabupaten Sukoharjo dilaksanakan tanggal 15 November 2001, bertempat di ruang sidang dewan, gedung DPRD Sukoharjo. Lantas, diskusi petani dengan Komisi B DPRD Kabupaten Klaten dilaksanakan tanggal 19 November 2001, bertempat di ruang sidang dewan, gedung DPRD Klaten Di Kabupaten Klaten, saat dialog dihadiri oleh ketua beserta 5 orang dari 7 orang anggota komisi B, 3 orang staf YDA, 5 orang pengurus FKISP (Forum Komunikasi dan Informasi Simpul Petani), 2 orang staf ekonomi Bappeda, 4 orang (pimpinan, ass. Pimpinan, pimbagpro dan ass. Pimbagpro) Dipertan, 10 orang petani peserta PKP. Di Kabupaten Sukoharjo, dialog dihadiri oleh 7 orang anggota komisi B sedangkan ketua tidak datang karena menerima hadiah Supra Insus
Buletin Petani ADVOKASI No 6 Januari-Pebruari 2002
di Jakarta, 15 orang wakil petani peserta PKP dan 5 orang staf YDA. Sedangkan di Grobogan, hadir 4 orang anggota komisi B (sekretaris, bendahara, anggota dan staf administrasi), 3 orang pengurus CF “Bersemi�, 10 orang petani peserta CF, 5 orang staff YDA, serta Kepala Desa Pilang Payung. Berbagai Persoalan Lapangan Dalam dialog di Grobogan, petani peserta CF menyampaikan adanya masalah pada pelaksanaan pembangunan saluran irigasi yang menjadi bagian dari proyek CF. Juga, petani menyebutkan bahwa hasil penjualan sapi CF merugikan petani. Dari 29 sapi yang digaduh petani hanya 1 orang yang merasa untung. Dikatakan, sapi seharga 2,5 juta rupiah itu, setelah dirawat selama 3 bulan hanya laku 2,4 rupiah juta sehingga petani merasa rugi belum ditambah lagi dengan biaya selama perawatan. Disebutkan pula, Adanya saranasarana produksi peternakan yang tercantum dalam RKK belum direalisasikan. Disebutkan pula, ada masalah pada tempat yang digunakan untuk mendirikan kandang. Tempat itu milik orang lain, bukan milik CF, jadi berpotensi masalah di hari depan. Tambah lagi, tidak adanya jaminan pasar atas produk yang dihasilkan dari lahan CF, padahal semula pengurus sanggup untuk mencarikan pasar. Sementara, petani peserta PKP Sukoharjo, kepada anggota Dewan setempat menyampaikan hal-hal antara lain soal kriteria keanggotaan PKP yang tidak jelas.
Pengalaman Advokasi penentuan lokasi sampai dalam pelaksanaannya. Sedangkan di Kabupaten Klaten, petani PKP mempermasalahkan hal-hal antara lain, rendahnya sosialisasi proyek kepada masyarakat penerima proyek. Selain itu, dirasa sekali rendahnya partisipasi masyarakat maupun peserta proyek sejak dari pemilihan lokasi PKP sampai ke pembuatan keputusan-keputusan kelompok. Sedangkan kinerja pengurus juga buruk, sehingga kelompok hanya mempunyai kegiatan menyalurkan dana dan simpan pinjam (tidak ada kegiatan kelompok yang mendukung peningkatan pendapatan anggota maupun penyelesaian perEko m a s a l a h a n permasalahan yang Suasana dialog di Sukoharjo, Klaten dan Grobogan muncul). Berdasarkan Juga, tidak adanya pelatihan kenyataan itu, petani mengusulkan maupun pendampingan administratif kepada Dewan, untuk melihat lagi untuk pengurus yang telah menyetentang pelaksanaan perkreditan babkan banyak kerancuan dalam pertanian di Indonesia. pengelolaan organisasi. Dikatakan, walaupun tujuan proDisamping itu tidak adanya gram itu untuk membantu petani, tependampingan teknis dari pengelola tapi kenyataannya hanya memkepada kelompok untuk membantu beratkan petani. memecahkan masalah yang muncul. Juga, perlunya transparasi dari Petani Sukoharjo (dan Klaten) juga pihak pelaksana proyek mengenai mengkhawatirkan adanya rencana aturan-aturan dalam PKP serta masa (konsep) penyatuan lahan dalam depannya. Perlu juga dilaksanakan Juklak pengembangan PKP. Hal mana pelatihan-pelatihan dan pendamdiramalkan petani, hanya akan pingan ke kelompok. menimbulkan problem sosial. Petani Klaten menuntut Dewan Petani juga protes, terhadap untuk aktif melakukan pengawasan minimnya tingkat partisipasi dari PKP, walaupun dari segi asal dananya masyarakat dalam proyek, sejak dari bukan dari APBD setempat.
Halaman 13 Tanggapan Dewan Menurut Komisi B DPRD Grobogan, diskusi yang diadakan itu merupakan langkah awal dari pendidikan demokrasi bagi masyarakat khususnya petani. Menurut Dewan, diskusi ini bertujuan untuk mencari jalan keluar terhadap permasalahan yang dihadapi baik bagi petani maupun pengurus untuk menentukan strategi menuju perbaikan-perbaikan pelaksanaan CF minimal untuk dua tahun ke depan. Dari diskusi di Grobogan dapat dipetakan adanya tiga komponen dalam pelaksanaan CF: adanya kelemahan dan kekuatan pengurus selama menjalankan program CF, serta peta permasalahan riil yang ada di lapangan. Anggota Dewan menghimbau hendaknya keputusan-keputusan ataupun kebijakan-kebijakan yang dihasilkan berdasarkan rapat pengurus dapat disosialisasikan kepada anggota, melalui media pertemuan apapun sehingga jika ada perubahan keputusan ataupun kebijakan akan dapat dipahami dan diketahui. Di Sukoharjo, komisi B Dewan setempat, melalui sekretarisnya, mengatakan bahwa pihaknya kurang begitu paham mengenai pelaksanaan PKP di wilayahnya. Juga karena pihak Dipertan Sukoharjo tidak dapat hadir, maka pertanyaan-pertanyaan dari petani akan ditampung dahulu oleh Dewan. Sementara Dewan Klaten dalam forum dialog, mengkritik pihak Dipertan yang kurang hati-hati bahkan cenderung sembrono dalam melaksanakan proyek ini, dan cenderung melaksanakan proyek dari pusat sekadar berjalan saja. Pihak Dewan cukup terkejut ketika Dipertan setempat mengatakan, “Yang penting dana turun dahulu dari Pemerintah. Sedangkan prosedur dan mekanismenya bisa belakangan.� (Bayu/Retno)
Buletin Petani ADVOKASI No 6 Januari-Pebruari 2002
Halaman 14
Profil Aksi
Suradi, PNS yang Berjiwa Advokasi “Karena kalau dibiarkan, lama-kelamaan Negara ini akan hancur secara perlahan”
Jiwa kepeloporan Suradi (40) pria asal Desa Dibal Kecamatan Donohudan Kabupaten Boyolali yang dalam kesehariannya bekerja pada Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih bagian Sertifikasi Benih, Departemen Pertanian, menyebabkan dia melakukan advokasi masalah-masalah yang ada didesanya. Didorong kegelisahan melihat beberapa ketimpangan, dia pernah mengirimkan surat pada Polisi, Bupati, Gubernur, Kejati sampai DPRD tentang berbagai masalah, hingga ia sering diundang oleh aparat desa dan DPRD untuk mengklarifikasi apa yang ia tulis. Beberapa surat tersebut ternyata cukup ampuh membuat menyelesaikan masalah yang ada, walaupun belum semuanya tuntas. Kepada Buletin Advokasi, Suradi bercerita, pernah ia menemukan penyimpangan sejumlah 82 sak semen pada Proyek Pengembangan Kecamatan (PPK) di tempat tinggalnya. Setelah diadakan sidang antara Camat, Fasilitator Kecamatan dan dari kabupaten akhirnya semen tersebut dapat dikembalikan. Setelah sempat berjuang sendirian, Suradi menyadari bahwa dibutuhkan wadah organisasi agar perjuangan dapat berjalan baik. Dengan bantuan beberapa kawan yang berlatar belakang sarjana dan mahasiswa, ayah empat orang anak ini mendirikan sebuah lembaga yang diberi nama LSM Peduli Kepentingan Rakyat pada tanggal 23 Desember 2000 lalu, dengan tujuan menekan penyimpangan proyek pemerintah yang ditujukan untuk masyarakat khususnya petani. Dituturkannya, pada kasus PPK di Desa Manggung Kecamatan Donohudan Kabupaten Boyolali, dia
bersama kawan-kawannya juga menemukan penyimpangan dana sebesar kurang lebih 10 juta, yang oleh masyarakat setempat dana tersebut tidak dapat diminta/ditagih.
“Akhirnya masalah tersebut dilaporkan pada Camat. Setelah itu diadakan pertemuan antara Camat, Dinas Pengairan, LSM, dan ketua P3A untuk mencari penyelesaian tentang program apa yang baik untuk dilaksanakan, karena uang tersebut berasal dari petani dan harus kembali ke petani juga,” kata dia. Bersama teman-teman ia juga membongkar kasus pada Proyek Ketahanan Pangan (PKP) setempat, dimana Kadus yang sekaligus sebagai ketua kelompok dan P3A “membawa” uang Rp 7 juta. Setelah melalui proses sidang, Kadus tersebut mau mengakui perbuatan dan mengembalikan uang tersebut. “Uang tersebut sebenarnya milik kelompok tani Dono RahayuDonohudan. Setelah kami melayangkan surat pada bupati dan Pimpro PKP, akhirnya masalah tersebut dapat terselesaikan, dan petani penerima proyek dapat kembali menerima kredit Suradi mereka.” Eko Walau berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) Golongan IIIA, Suradi tetap Tetapi setelah “dikejar” oleh konsisten memperjuangkan hak-hak lembaga yang dibentuknya, bahkan petani, dengan berbagai resikonya. hampir dilaporkan kepada Polisi, baru “Ancaman keselamatan dari pihak dana tersebut dapat turun. Mereka juga pernah mengadvokasi yang pernah diungkap kejahatannya masalah P3A. Yaitu kasus Waduk merupakan hal yang biasa. Saya dan kawan-kawan berprinsip, Cengklik di Boyolali yang mengairi sejumlah 2000 hektar, dimana petani bahwa hidup dan mati manusia sudah dipungut iuran sebesar Rp. 30.000/ha diatur oleh Tuhan,” ungkap dia tentang dalam satu musim tanam. “Menurut resepnya dalam menghadapi resiko pengurus P3A, dana yang terkumpul yang ada. Suradi mengatakan, bahwa ia siap dalam satu tahun tersebut (+ 120 juta) hampir habis untuk operasional. kapan dan dimanapun dalam perNamun, dalam pertemuan pada bulan juangan memberantas segala bentuk Juni 2000 pejabat yang memegang korupsi terhadap proyek pemerintah uang tersebut mengatakan mem- dengan membawa data atau bukti punyai dana sebesar 450 juta. Ketika yang ada, “Karena kalau hal ini ditanyakan uang tersebut untuk dibiarkan, lama-kelamaan Negara ini keperluan/program apa, Si Pejabat akan hancur secara perlahan,” kata dia tidak menjawab dengan jelas. prihatin. (Eko)
Buletin Petani ADVOKASI No 6 Januari-Pebruari 2002
Kilas Berita Tani Pertanian Organik Masih Sekadar Omongan Kalangan petani mengemukakan, masalah pertanian organik yang menjamin kelestarian lingkungan alam dan kesehatan para petani, hingga saat ini masih jadi “omongan“ kalangan pemerintah. Dinilai, pemerintah belum melakukan tindakan nyata. Pernyataan itu disampaikan petani dalam Gelar Budaya Petani dan pameran produksi petani 20-23 Oktober di Gedung Purna Budaya Yogyakarta. Gelar budaya yang diprakarsai Aliansi untuk Kedaulatan Petani itu antara lain memamerkan benih dan tekhnologi lokal petani, pasar tani, pentas seni petani, seni rupa pertunjukan tani, dialog agraria dan pengelolaan sumber daya alam, dan saresehan petani dan konsuman. Pertanian organik , yang merupakan budaya petani lokal , penting dikenali kalangan petani kembali karena budaya itu nyaris punah oleh program-program pemerintah sendiri. (Kompas 22 Oktober 2001)
Beras Organik Sragen Bebas Pestisida Beras organik petani Sragen, mendapat sertifikasi dari lembaga Sucofindo dan dinyatakan bebas pestisida setelah melewati uji laboratorium No 2942297 untuk IR64 dan No 2942298 untuk Menthik Wangi. Salah seorang petani , Paimin dari Desa Glonggong Gondang Sragen yang pernah mendapat penghargaan pelopor padi organik dari Gubernur Jateng Mardiyanto, mengaku sangat gembira melihat hasil uji laboratorium itu. Dia bersama rekan-rekannya sudah lebih 12 kali panen, tidak memakai obat-obatan. Bahkan tidak memakai pupuk urea.
Sragen sebagai salah satu lumbung padi di Jawa Tengah, setiap tahun menghasilkan 480 ribu ton gabah kering atau sekitar 230 ribu ton beras. Beras organik hanya 0,3 % dari total produksi. Sedang lahan padi organik di Sragen mencapai 239 hektar atau 0,6% dari lahan pertanian 40.156 hektar. (Solopos 31 Oktober 2001)
Berkedok Membela Petani, Pedagang Minta Proteksi Tarif Pengenaan tarif bea masuk (BM) yang tinggi terhadap komoditas imporyang berdampak pada kenaikan harga komoditas yang sama didalam negeri – belum tentu melindungi petani. BM yang tinggi justeru hanya menguntungkan pedagang-pedagang (trader) yang selama ini mengklaim membela petani. “Yang kontroversial beras. Seolaholah kita menjadi pahlawan, kita bela petani kalau beras impor kita kenakan BM sebesar 60%. Itu bukan membantu petani,” Kata Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Faisal Basri. Faisal menjelaskan, cadangan beras sekarang ini banyak berada di tangan pedagang. “Petani tidak punya beras . Petani umumnya juga membeli beras. Kalau dikenakan BM beras sebesar 60% harga beras impor menjadi mahal. Pedagang dalam negeri yang mempunyai stok beras, lanjut Faisal juga mempunyai keleluasaan untuk menaikkan harga beras yang dibeli petani juga. (Kompas 22 Nop 2001)
M Riza Direktur Baru YDA Yayasan Duta Awam (YDA) punya Direktur Eksekutif baru, yaitu Muhammad Riza yang terpilih menggantikan Nila Ardhianie, dalam Rapat Tahunan YDA, Sabtu 5 Januari 2002.
Halaman 15 Terpilihnya Riza melalui proses rapat yang dipimpin Direktur Eksekutif sebelumnya, Nila. Setelah itu, Riza secara resmi disahkan oleh Board (Badan Pembina) sebagai Ketua Dewan Pengurus atau Direktur Eksekutif YDA baru, menggantikan Nila yang telah empat tahun memimpin lembaga advokasi itu. Dalam Rapat Tahunan, antara lain disepakati penyempurnaan Anggaran Dasar (AD), dan adanya kelanjutan proses audit menyeluruh atas sistem pendanaan yayasan oleh akuntan publik, hingga dapat dibuat mekanisme dan prosedur lembaga yang lebih bagus. Rapat tersebut juga mengkritisi program-program yang telah dilaksanakan oleh YDA selama ini. Diharapkan di tahun-tahun mendatang YDA sebagai lembaga advokasi petani, akan lebih bermanfaat bagi kalangan petani indonesia (*)
Tim YDA Solo Berangkat ke Bengkulu Tim YDA Solo, pada bulan Januari 2002 ini berangkat ke Provinsi Bengkulu untuk pengorganisasian advokasi berlandaskan monitoring partisipatif terhadap proyek BRDP (Bengkulu Regional Development Project) yang merupakan proyek pembangunan wilayah pedesaan/ pertanian dan sumber alam dari dana utang luar negeri (Bank Dunia). Dalam pelaksanaan monitoring tersebut YDA bekerjasama dengan lembaga YASVA (Yayasan Advokasi Perempuan dan Anak). Monitoring partisipatif dimulai dengan melakukan pelatihan pada petani setempat, untuk melakukan pengumpulan data pelaksanaan BRDP. Rangkaian kegiatan YDA-YASVApetani itu dilanjutkan dengan seminar di tingkat petani hingga tingkat nasional sebagai langkah advokasi bagi petani peserta proyek (*)
Buletin Petani ADVOKASI No 6 Januari-Pebruari 2002
Halaman 16
Hotel Berbintang-gate Kisah ini dialami oleh seorang petani perempuan sebut saja Bu Limbuk. Sebagai petani di Desa Pojokgunung, yang berudara bersih, walau sudah cukup berumur, kondisi kesehatan Limbuk sangat prima dan tidak pernah masuk angin. Sejak berkenalan dengan temanteman LSM di suatu kota, maka semangat dan jiwa muda Limbuk yang selalu ingin belajar rupanya mendapat saluran yang tepat. Nah, suatu hari Bu Limbuk dapat undangan menghadiri latihan penelitian di bidang pertanian dari sebuah LSM di kota S. tentu saja dia langsung berangkat dengan semangat setelah berpamitan dengan sang suami tercinta. “Pak-e bebeknya dijaga jangan sampai stress supaya telurnya besar-besar,” kata Limbuk berpamitan pada sang suami. Karena sang suami mendukung kemajuan istrinya, dia oke-oke saja sang istri menimba ilmu di kota S untuk beberapa hari. “ Wah kalau begitu saya kesepian dong,” keluhnya dalam hati.
Singkat cerita dia jadi berangkat walau dengan berat hati meninggalkan suami untuk beberapa hari. Ketika sampai di di tempat pelatihan dia terkejut karena ternyata di sebuah hotel berbintang. “Mbok tempatnya sederhana saja. Ngirit sesuai dengan kondisi bangsa yang sedang krisis,” protesnya patriotik. Toh panitia sudah memesankan kamar hotel yang kasurnya bisa menthulmenthul kaya perahu diayun gelombang. Limbuk-pun menyesuaikan diri. Memasuki hari kedua, terjadilah peristiwa memilukan. Bu Limbuk mengeluh badannya kurang enak dan perutnya sakit. Panitia menjadi sibuk, ada yang mengusulkan dikerokin, dibelikan obat. Bahkan dengan khawatir, ketua panitia meminta salah seorang anggotanya untuk mengantarkan Bu Limbuk ke rumah sakit terdekat untuk di-check. Dan gawatnya, ternyata penyakit Bu Limbuk dengan cepat menular ke beberapa peserta lain. Ketua panitia sempat mendatangi manajer hotel, sebab jangan-jangan
Perhatikan urutan gambar di bawah ini:
Bero
para peserta itu diberi makanan kadaluarsa…, tapi dugaan panitia ini tidak terbukti. Menghadapi keadaan ini, kemudian panitia mengumpulkan semua peserta yang sakit dan yang sehat untuk ditanya, “siapa tahu terkuak penyebabnya” desah ketua panitia. Lasmini, salah seorang panitia melakukan interogasi ke peserta. Bahkan demi kelengkapan data, apa saja yang dilakukan dalam kamar-pun ditanyakan. Inilah hasil penyelidikan Lasmini, ” Ternyata semua ini terjadi karena peserta tidak tahu kalau ada selimut dikamar masing-masing. Juga ditambah tidak bisa mematikan AC (pendingin udara) sehingga menderita kedinginan. Ditambah lagi, ketika sarapan mereka hanya meminum teh/kopi pahit karena malu bertanya letak gula yang sebenarnya sudah ada di tiap meja”. Mendengar iru semua peserta dengan kompaknya berkata oo…, ada yang sekedar geli di hati. Namun ada pula yang langsung protes ke panitia. (Bayu)
Santai & & berhadiah!
Apa hikmah yang dapat kita ambil?
1
3
2
4
Pilihlah salah satu dari jawaban di bawah ini, yang paling tepat menurut anda untuk mengartikan urutan (cerita) gambar ini. a) Tikus sayang anak. b) Anak tikus bermain kaleng bekas. c) Tikus suka menggigit temannya. d) Tikuspun tahu akan bahaya pestisida. e) Gambar tengkorak ditakuti tikus. f) pak tani meracun tikus. g) Tikus makin pintar. h) Tikus doyan pestisida tertentu.
Pemenang kuis (TTS) edisi 4 Agustus-September 2001: Dewi Maryam, Cangkring Rt 01/I Jimus Polanharjo Klaten Jateng
Buletin Petani ADVOKASI No 6 Januari-Pebruari 2002
Kirim jawaban anda melalui surat pos/kartu pos ke: Redaksi Buletin Petani ADVOKASI, Yayasan Duta Awam, Jl. Adisucipto 184 i Solo. Jangan lupa tempelkan kupon yang tersedia di bawah ini. Pemenang beruntung mendapatkan tanda persahabatan dari redaksi, diumumkan pada dua penerbitan mendatang. advokasiadvokasiadvokasiadvokasiadvokasiadvokasiadvokasi advokasiadvokasiadvokasiadvokasiadvokasiadvokasiadvokasi advokasiadvokasiadvokasiadvokasiadvokasiadvokasiadvokasi advokasiadvokasiadvokasiadvokasiadvokasiadvokasiadvokasi advokasiadvokasiadvokasiadvokasiadvokasiadvokasiadvokasi advokasiadvokasiadvokasiadvokasiadvokasiadvokasiadvokasi advokasiadvokasiadvokasiadvokasiadvokasiadvokasiadvokasi
KUPON SANTAI & BERHADIAH EDISI No. 6
Kajian
Halaman 17
Beras Naik! Petani Untung? BBM belum lagi naik (waktu itu), masyarakat kita sudah dihebohkan dengan naiknya harga beras di sejumlah pasar tradisional yang membuat heboh para pedagang dan ibu rumah tangga. Namun, ada pertanyaan yang harus diajukan. Siapakah yang diuntungkan dari kenaikan beras yang mengagetkan dan telah memaksa pemerintah melakukan Operasi Pasar (OP) ini? Jangan-jangan, ketika saatnya petani panen justeru harga gabah kembali anjlok akibat OP yang dilakukan Bulog dengan gencar tersebut. Memang petani yang bisa bisa panen di pertengahan Januari 2002, bisa menyabet keuntungan yang tinggi. Harga gabah basah potong untuk jenis IR 64 sekitar Rp 140.000/kuintal. Kenaikan harga beras yang terus berlanjut, meski dikeluhkan pembeli tapi dinanti oleh petani. Di pasar Legi Solo, jenis Menthik Wangi Rp 3.500/ kg, Memberamo Rp 3.400/kg , C4 Rp 3.300/kg, IR 64 I Rp 3.600/kg. Padahal sebelumnya harga beras berkisar Rp 2.800/kg. “Yang terang kami sekarang masih harap-harap cemas. Janganjangan ketika kami panen di bulan depan (Febuari) atau awal Maret, harga gabah kembali anjlok akibat operasi pasar Bulog dengan gencar tanpa memikirkan nasib petani”. Ujar Mulyono (46), petani dari Tanggungharjo, Grobogan. Sementara itu, harga pupuk masih dirasa tinggi, pupuk TS sekarang Rp 77.000/sak/50 kg. Pupuk urea Rp 50.000 per sak (Suara Merdeka 15 Januari 2002, Solopos 10 Januari 2002).
Kondisi musim yang tidak menentu juga menjadi kecemasan tersendiri. Sebagai contoh, turunnya hujan yang tidak menentu akhir-akhir ini membuat sebagian besar petani yang tersebar di beberapa kecamatan di Blora kebingungan. Karena hujan yang sangat jarang itu mengakibatkan 71 ha tanaman padi puso, terdiri dari
sebenarnya tidak lagi bisa diandalkan untuk melakukan kontrol atas harga. Hal ini dikatakan oleh Kabulog Widjanarko Puspoyo (Suara Merdeka, 15 Januari) bahwa peran Bulog sudah jauh berubah. Dia menyebutkan, Bulog sejak 1998 sudah diubah dengan corak baru. Kini Bolog tidak lagi memegang monopoli impor. Untuk impor beras, sudah dibebaskan menjadi milik swasta. Juga, harga beras tidak lagi dikendalikan, tapi dibebaskan dan pemerintah tidak lagi mempunyai hak tunggal dan kemampuan untuk melakukan intervensi pasar. Kabulog berpendapat, memang seharusnya komoditas tertentu seperti beras harusnya diperlakukan secara khusus. Kongkretnya, kata Kabulog, beras seharusnya termasuk komoditas yang diproteksi. Sehingga kepentingan produsen (petani) lokal dan konsumen dapat diseimbangkan oleh kita sendiri. Namun apa daya, dalam beberapa hal minat melakukan Mugi S proteksi tampaknya akan berbenturan dengan aturan main tanaman padi yang masih berbentuk WTO. persemaian ataupun sudah berusia 25Disamping itu, Bulog juga punya 40 hari. “beban sejarah” yang buruk. Justeru “Tanaman padi saya mestinya ketika pada jaman lembaga ini punya sudah waktunya memupuk, tapi karena kesempatan yang besar untuk tidak ada hujan terpaksa tidak bisa. membela petani dan konsumen. Perkiraan panenan tahun ini minim,” Lembaga ini dulu telah dijadikan alat jelas petani di wilayah Kecamatan oleh pihak tertentu untuk menangguk Banarjero Blora. dana untuk keperluan politik. Dan banyak pihak yang Akhirnya , konsumen dalam hal ini memperkirakan, naiknya harga gabah ternyata lebih bisa bersuara keras. tidak akan bertahan lama. Bisa jadi bagaimana dengan para produsen (seperti yang sudah-sudah) saat panen lokal (petani) kita? raya nanti, akan jatuh juga hingga di Front Perjuangan ada di banyak bawah Rp 100.000/kuintal. sisi. Memang masih banyak yang harus Sementara itu, Bulog kini dilakukan (*)
Buletin Petani ADVOKASI No 6 Januari-Pebruari 2002
Media Untuk Aksi Utang Ekologis Tidak ada Lagi Yang Bisa Dirampas Mereka Justeru Memiliki Utang Ekologis Kepada Kita
Buku ini menuturkan secara gamblang, bagaimana penghisapan sumber daya yang dilakukan negara negara maju pada negara Selatan. Dus, membuktikan bahwa negara Utaralah yang justeru (secara ekologis) memiliki utang kepada negara Selatan!
Sampul berwarna; 26 halaman, dilengkapi gambar-gambar menarik. Pengganti ongkos cetak Rp 3.000,-
Keuntungan Palsu Pemenang dan Pecundang yang sebenarnya, Ketika IMF, Bank Dunia, dan WTO Memasuki Negara Kita
Buku ini memaparkan bagaimana paket pembangunan (utang) yang ditawarkan kepada negara kita, justeru akan membuat kita terpuruk ke jurang kemiskinan tak berujung!
Komik dari sebuah pengalaman Monitoring Partisipatif Terhadap Proyek Bank Dunia.
Halaman 19 Kelompok Peduli Lingkungan: Lokomotif Perjalanan menuju Petani Advokasi
Membagi pengalaman sebuah kelompok petani yang melakukan advokasi untuk diri mereka sendiri. Komik atau cerita bergambar ini ditulis berdasarkan pengalaman Kelompok Peduli Proyek yang dibiayai dari utang luar Lingkungan Desa Badhe Klego Boyolali negeri harus diwaspadai dan diawasi oleh dalam meng-advokasi persoalan di warga. Komik ini membagi pengalaman lingkungannya. YDA bagaimana cara memonitornya, deDilengkapi 88 gambar menarik ngan kekuatan warga secara partisipatif 18 halaman hitam putih dan mandiri serta terorganisasi.
Tersedia edisi bahasa Indonesia maupun Inggris Dilengkapi 72 gambar menarik cover luks 18 halaman hitam putih Pengganti ongkos cetak Rp 3.000,-
Pengganti ongkos cetak Rp 4.500,Poster & Stiker
“Lingkaran Racun Pestisida�
Sebuah komik: Utang Luar Negeri Indonesia
Sampul berwarna; 47 halaman, dilengkapi gambar-gambar menarik. Pengganti ongkos cetak Rp 4.000,Selain memberikan fakta-fakta yang terjadi, komik ini dengan lugas dan sederhana, mengungkap bagaimana Dengan poster/stiker ini, dipaparkan masyarakat harus bersikap terhadap dampak penggunaan pestisida yang proyek yang dibiayai dari utang luar meracuni lingkungan hidup kita, bagaikan negeri. lingkaran yang saling bertaut
Tersedia edisi bahasa Indonesia maupun Inggris
Dilengkapi 60 gambar menarik cover luks 18 halaman hitam putih Pengganti ongkos cetak Rp 3.000,-
Full color Ukuran poster : 69,5 x 47,5 Cm Ukuran Stiker: 10 x 13,5 Cm Pengganti cetak poster Rp 2.000 Pengganti cetak stiker Rp 800
Buletin Petani ADVOKASI No 6 Januari-Pebruari 2002
Pemasangan papan peringatan bahaya pestisida oleh kelompok Pembela Lingkungan (KPL) Bela Tani Desa Rasau Jaya Umum, Kecamatan Rasau Jaya Kabupaten Pontianak, Kalimantan Barat (Foto: Dok YDA)