Surat Tani
Halaman 2
Isi Buletin Pas Seperti yang Dialami Petani
Kelompok Tani Sugi Mukti Juara II Kabupaten
erima kasih kepada teman-teman YDA yang sekaligus pengelola Buletin Petani Advokasi. Saya sudah pernah menerima kiriman dari YDA berupa baju kaos dan majalah Buletin Petani Advokasi Nomor 3 Tahun I Juni-Juli 2001. Dari buletin tersebut Saya dan teman-teman petani di desa Saya sangat tertarik serta merasa mendapat informasi yang berman-faat. Sayangnya buletin yang Saya dapat hanya satu, karena banyak yang berminat, buletin tersebut Saya foto copy dan Saya bagikan. Buletin Petani Advokasi, sangat bagus dari kulit sampul, warna dan gambar serta isi pas seperti yang dialami dan dirasakan oleh petani di tempat/daerah Saya. Untuk itu Saya minta tolong kepada Buletin Petani Advokasi kiranya dapat mengirimkan edisi Nomor 1 Tahun 2001, sampai dengan edisi nomor sekarang.....Agustus Tahun 2002, agar Saya dapat mengetahui informsi dari awal. Adapun persyaratannya bagaimana akan Saya penuhi. Oh ...ya... ada perubahan alamat, sehubungan desa Saya ada pemekaran (Pemekaran Desa) sehingga alamat Saya berobah yaitu seperti tersebut dibawah ini. Sekian dan atas kebaikkan kawan-kawan YDA serta bantuannya diucapkan terima kasih. Merdeka, Merdeka, Merdeka.....tetap Merdeka.
Apa kabar kawan-kawan YDA? Ada kabar gembira, setelah Saya mengikuti lomba Insus Tanaman Kedelai Tingkat Kabupaten. Kelompok Tani Sugi Mukti mendapat juara II Tingkat Kabupaten. Saya mendapat piagam dan uang sebanyak Rp. Rp. 1.200.000 dari Bapak Bupati yang diserahkan langsung pada tanggal 19 Desember 2002. Semua ini tentu berkat bimbingan dan dukungan YDA. Setelah ada penyegaran pengurus kelompok tani Sugi Mukti, Saya bisa membawa nama baik kelompok dan Desa Bagan Jaya di Tingkat Kabupaten. Hasil kedelai perhektar Saya berisi 1,5 ton. Saat ini tanaman padi di kelompok Sugi Mukti agak bagus dibanding tahun kemarin. Harapan dari Saya YDA akan terus menjalin hubungan informasi dan selalu memonitor keadaan Kami di Riau. Cita-cita kami ke depan akan selalu mengikuti lomba kelompok tani. Salam Kami buat kawan-kawan di YDA. Cukup sekian kabar dari Saya.
T
Radisan Desa Buantan Lestari Kecamatan Bunga Raya Kab. Siak Riau 28763 Pak Radisan Yth, Terima kasih atas surat dan informasi yang Bapak kirimkan. Kami mohon maaf apabila jumlah yang diterima untuk Bapak dan kawan-kawan kurang, tetapi kami akan berusaha menambah jumlah yang akan kami kirimkan beserta edisi-edisi sebelumnya dengan melihat cadangan yang ada pada kami. Semoga Buletin Advokasi semakin bermanfaat bagi Bapak dan kawankawan. Salam, Redaksi
Parlan Desa Bagan Jaya, Blok E2 Kec. Enok Kab. Indragiri Hilir-Riau Pak Parlan Yth, kami ucapkan selamat atas keberhasilan yang Bapak dan kawan-kawan raih, semoga dapat memberi semangat kawan-kawan lain. Salam, Redaksi
Buletin untuk Pak Camat
S
eiring perkembangan kelompok Jerami di desa Nguneng Bulukerto Wonogiri, saat ini kelompok kami mulai terbagi menjadi dalam bebe-rapa regu dan muculnya kelompok serupa yang difasilitasi oleh Jerami. Harapan kelompok terhadap YDA berkaitan dengan jumlah Buletin Advokasi yang selama ini diterima adalah agar jumlah yang dikirimkan ditambah. Hal ini, mengingat bahwa yang menginginkan mendapatkan Buletin bukan hanya petani tapi juga pihak pemerintah seperti camat dan yang lain.
Buletin Petani ADVOKASI No 10 Januari-Pebruari 2003
Sriyono Dusun Pendem-Desa Nguneng. Bulukerto-Wonogiri
Salam Advokasi
S
ecara sepintas pasar bebas akan menguntungkan, namun apakah sudah dilakukan analisis lebih lanjut tentang hal tersebut? Siapa nantinya yang akan diuntungkan dan yang dirugikan? Ketika barang dan jasa luar negeri bisa masuk dengan bebas ke Indonesia tanpa bea masuk, termasuk hasil pertanian tentunya, maka konsumen akan diuntungkan untuk sementara karena mendapat barang dengan harga yang murah. Namun bagaimana nasib produsen, dan petani kita? Harga dan kualitas barang produksinya tidak mampu bersaing dengan barang impor yang masuk meski biaya produksi sudah ditekan. Selanjutnya, akan banyak industri kecil yang gulung tikar karena barang produksinya tidak laku di pasaran. Akibatnya terjadi banyak pengangguran. Dan karena tidak punya pendapatan, daya beli masyarakat menurun. Hanya kelas menengah ke atas saja yang mampu menjangkau barang dan jasa yang ada. Lalu, bagaimana nasib rakyat dan petani kita? Sebagai contoh, masuknya kapas rekayasa genetika asal Australia yang bernama “Bollgard” ke Indonesia untuk diujicobakan di Sulawesi Selatan. Padahal saat itu Balittas (Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat) Malang juga mempunyai benih kapas ”Kanesia 7”. Kapas Indonesia ini, menurut Balittas, cocok untuk ditanam di Sulawesi Selatan, lebih tahan terhadap kekeringan dan relatif kurang disukai Wereng Hijau kapas, karena daunnya berbulu (Kompas, 20 September 2000). Namun dengan lobi yang kuat dari perusahaan Monsanto, dan tanpa ada analisis kebutuhan, lingkungan dan kesehatan terlebih dahulu oleh pemerintah, akhirnya benih kapas rekayasa genetika tersebut bisa masuk dengan mudah. Monsanto menjanjikan dalam 1 Ha lahan dapat menghasilkan 4-5 ton, tanpa pestisida, tetapi tetap perlu pupuk yang juga disediakan oleh pihak perusahaan. Namun janji tinggal janji, pada saat panen hanya 2% yang mencapai 4-5 ton, 38% kurang dari 4 kwintal, sedangkan yang 60% sangat di bawah harapan. Ketika
Halaman 3 petani protes, pihak perusahaan dengan santai mengatakan bahwa tanah petani tidak subur jadi tidak cocok. Akhirnya karena merasa tertipu, petani membakar ladang kapas tersebut. Contoh tersebut seharusnya sudah mulai menyadarkan masyarakat, dan petani khususnya, bagaimana dan apa yang akan dilakukan saat pasar bebas nanti. Yang jelas beban yang dipikul petani Indonesia di era pasar bebas nanti menjadi lebih berat lagi. Beban petani yang pertama, adalah manakala petani harus berbenturan dengan kebijakan pemerintah di bidang pertanian yang belum memperlihatkan keberpihakan penuh kepada petani. Petani hanya dijadikan obyek. Akibatnya, yang terjadi sekarang adalah petani kita menjadi buruh di ladangnya sendiri. Contoh, kebijakan harga gabah, apakah dapat menguntungkan petani? Kedua, petani harus bersaing dengan perusahaanperusahaan pertanian besar. Mereka bisa memproduksi benih sendiri dengan “politik” dan teknologi canggih agar bisa terus berjualan dan laku dipasaran. Contoh, benih produksi perusahaan setelah ditanam sekali tidak dapat lagi ditanam ulang. Petani yang menyukainya akan terus menerus membelinya. Akhirnya petani “lupa” cara membuat benih dan akan tergantung pada perusahaan. Ketiga, petani juga harus berhadapan dengan era globalisasi. Produk pertanian luar negeri akan masuk dengan mudah ke Indonesia tanpa bea masuk dan akan menyaingi produk pertanian kita. “Gula impor dari Malaysia lebih murah dari pada gula produksi dalam negeri,” ujar Sucipto petani asal Inderagiri Hilir Riau. “Gula Malaysia Rp. 3.200,- per kilogram sedangkan gula dalam negeri Rp. 3.500,- perkilogram,” ujarnya lagi di awal Januari 2003 lalu. Lalu apa yang harus dilakukan semua rakyat Indonesia dan petani khususnya untuk menghadapi ini. (Retno AW)
Tantangan Petani Menghadapi Pasar Bebas
Buletin Petani Advokasi diterbitkan oleh Yayasan Duta Awam (YDA), sebagai media komunikasi dan advokasi menuju petani Indonesia mandiri. Redaksi Buletin Petani Advokasi menerima tulisan, gambar/foto dengan misi pemberdayaan petani dari berbagai pihak, khususnya dari kalangan petani sendiri.
kasi o v d A
Penanggung Jawab: M Riza Dewan Redaksi: Mediansyah (koordinator) Editor Naskah: Haleluya Giri Rahmasih, M Yunus, M Riza Computer editor & Pra-cetak: Kurniawan Eko, M Zainuri H Penulis: Willem Molle, Retno AW, Mediansyah, M Yunus, K Eko, Sudadi (Petani), A Bayu C, Puitri Hatiningsih, M Yunus, Erni Mahasti, Sucipto Riset Foto: K Eko Adm dan distribusi: Puitri Hatiningsih Pengiriman: Agus Wahyono Alamat: Jl Adi Sucipto No 184-I Solo 57102 Telp: (0271) 710816 Fax: (0271) 729176 e-mail: dutaawam@bumi.net.id
Buletin Petani ADVOKASI No 10 Januari-Pebruari 2003
Laporan
Halaman 4
Indonesia dalam
Perdagangan Internasional
P
erdagangan internasional sudah ada sejak lama, namun sekarang lebih banyak WTO, yang berperan
Negara-negara “Adi Daya” sebelum berlakunya kesepa-katankesepakatan dalam WTO (World Trade Organization) atau Organisasi Perdagangan Dunia, sudah beranggapan bahwa masalah ketersediaan pangan akan menjadi bencana di dunia akibat depresi (tekanan) ekonomi dunia. Oleh sebab itu mereka mulai memikirkan teknologi-teknologi untuk menjawab ketersediaan pangan dunia dan mengatasi depresi ekonomi dunia. Kemudian timbul berbagai kepentingan politis yang mengatasnamakan isu-isu tersebut. Terjadilah penguasaan sumber daya alam lintas negara seperti, pematenan teknologi lokal, perampasan hak-hak adat, beredarnya produk-produk kimia pada pertanian, dan lain sebagainya, hingga pada penguasaan pasar oleh negaranegara “Adi Daya” tersebut.
GATT juga meminta pemerintah negara-negara yang ikut dalam perundingannya lebih terfokus pada proses produksi untuk tujuan ekspor. GATT lahir pada tahun 1948 - dua tahun lebih muda dari Word Bank dan IMF pada 1946 - sebelum menjadi
Sumber : Kuilu
GATT dan WTO GATT (General Agreement on Tariff and Trade) atau Perjanjian Bea Masuk dan Perdagangan merupakan kesepakatan yang memuat peraturan apakah sebuah produk yang masuk ke suatu negara perlu dikurangi pajak impor atau tidak.
organisasi yang kuat harus melalui tujuh kali putaran perundingan dan putaran yang terakhir adalah di Uruguay yang menghabiskan waktu selama delapan tahun (1986-1994). Dari putaran perundingan ini kemudian lahirlah WTO tepatnya 15
Buletin Petani ADVOKASI No 10 Januari-Pebruari 2003
April 1994 yang kemudian menjadi organisasi yang kuat dalam mengendalikan perdagangan internasional. Indonesia yang ikut dalam menandatangani lahirnya kesepakatan-kesepakatan dalam putaran Uruguay, secara tidak langsung juga berperan dalam lahirnya WTO. Kemudian DPR pada tanggal 13 Oktober 1994 mensahkannya dalam UU no.7 tahun 1994. Dengan demikian maka Indonesia menjadi terikat dan tunduk penuh dalam berbagai ketentuan dalam WTO. Apa peran WTO sebenarnya? WTO adalah suatu organisasi yang mengurusi perdagangan internasional dan bisa dikatakan sebagai alat kontrol perdagangan dunia. WTO ada untuk memastikan negaranegara mematuhi kesepakatan dalam GATT dan mempunyai wewenang untuk menjatuhkan sanksi kepada negara-negara yang tidak mematuhinya. Dengan kewenangan ini muncul sebuah persoalan baru ketika WTO lebih banyak memberikan hak-hak kepada perusahaan swasta besar daripada kepada rakyat, bahkan kepada sebuah negara. Putaran terakhir Uruguay, merupakan putaran terpenting dari kesepakatan-kesepakatan GATT selama delapan tahun. Dari putaran ini mulai diberlakukan secara resmi “politik perdagangan dunia” (sejak tanggal 1 Januari 1995). Ada empat
Laporan
Halaman 5
Sumber : Kuilu
hal yang terpenting yang dibicarakan, yaitu :
Kedua, Penyempurnaan aturan GATT pada putaran-putaran sebelumnya.
Pertama, Perluasan akses ke pasar, dari poin ini yang melahirkan kesepakatan di bidang pertanian atau Agreement on Agriculture (AoA). Perluasan akses pasar ini langkahlangkah yang dibutuhkan adalah (1) Penurunan bea masuk dan tarif (2) Penghapusan atau pengurangan hambatan non-tarif (3) Penghapusan atau pengurangan hambatan terhadap perdagangan hasil tropis (4) Penghapusan atau pengurangan hambatan terhadap hasil yang berasal dari sumber daya alam (5) Penataan kembali aturan permainan di bidang tekstil dan pakaian jadi (6) Penetapan aturan permainan di bidang perdagangan hasil pertanian yang masih mengandung distorsi dalam bentuk subsidi dan pembatasan kuantitatif terutama di negara maju. Istilah hambatan dalam pengertian di atas adalah segala bentuk perundangundangan atau sejenisnya, yang bersifat melindungi. Karena sifatnya yang melindungi dianggap tidak memperluas terhadap akses pasar maka disebut hambatan.
Ketiga, Penyempurnaan kelembagaan GATT. Keempat, Masalah-masalah baru, seperti (1) Trade in services (GATS), yang merumuskan aturan permainan di bidang perdagangan jasa-jasa (2) Trade Related Aspect of Intelectual Property Rights (TRIPs), yang merumuskan aturan permainan di bidang hak paten, hak cipta, merk, dan sebagainya (3) Trade Related Investment Measures (TRIMs), adalah tindakan dan kebijakan di bidang investasi yang mempunyai dampak terhadap perdagangan dunia guna menerapkan disiplin dalam kebijakan investasi sehingga tidak distortif WTO dan Pertanian Indonesia Apa pengaruh WTO terhadap sistem pertanian di Indonesia? Para pemerhati pertanian menganggap bahwa salah satu kesepakatan yang menjadi persoalan di WTO adalah tentang penandatanganan Agreement on Agriculture (AoA) atau kesepakatan di bidang pertanian. Walaupun
mereka juga menganggap bahwa kesepakatan yang lainnya dalam WTO juga mengikat bangsa Indonesia dalam perdagangan internasional. Dalam kesepakatan AoA, diatur tentang perdagangan produk-produk pertanian. Tiga prinsip utama dalam kesepakatan AoA adalah tentang : 1.Akses pasar yang dalam kesepakatannya akan menghapus semua bentuk hambatan dalam setiap pemasaran barang-barang pertanian di pasar-pasar seluruh dunia, 2. Dukungan lokal yang mengharuskan pemerintah mengurangi secara bertahap segala bantuan yang diberikan baik kepada petani sendiri maupun kepada pengekspor. Misalnya dalam ujud pemberian subsidi. 3. Kompetisi ekspor yaitu kemampuan melakukan ekspor oleh negara anggota WTO dalam aturan main yang sama yaitu persaingan bebas. Menurut analisis yang dikemukakan oleh Riza V.Tjahjadi1, bahwa bila kesepakatan AoA resmi dijalankan akan muncul beberapa persoalan, khususnya dikalangan petani.
Buletin Petani ADVOKASI No 10 Januari-Pebruari 2003
Laporan
Halaman 6 Petani di negara berkembang yang berasal dari golongan miskin dengan pengusahaan lahan kurang dari 0,5 ha akan tinggal gigit jari dan tidak banyak pilihan tanaman yang akan ditanam. Para pemerhati pertanian di Indonesia juga menentang perjanjianperjanjian kesepakatan oleh WTO. Salah satu yang muncul adalah dari koalisi NGO (Non Government Organization) yang meminta pada pemerintah untuk mengevaluasi secara menyeluruh implementasi perjanjian WTO di Indonesia. Koalisi NGO ini menilai perjanjian yang dibuat dalam WTO hanyalah akan membuat negara-negara berkembang menjadi tempat eksploitasi di bidang ekonomi. Ketua Departemen Kampanye dan Advokasi Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI) mengatakan bahwa salah satu perjanjian yang perlu untuk dievaluasi adalah Agreement on Agriculture (AoA). Menurutnya persoalan beras impor sekarang merupakan kenyataan dari persetujuan atas perjanjian tersebut.
America Free Trade Area) atau Wilayah Perdagangan Bebas Amerika Utara, Asia Pacific Economic Corporation (APEC)/Kerjasama ekonomi Asia-Pasifik, The Europen Economic Community/Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE), Union Donaniare et Economique de L’Afrique/Persatuan Ekonomi Negara-Negara Afrika. kesemua “kawasan ekonomi” itu memiliki aturan-aturan dan kesepakatan-kesepakatan sendirisendiri. Seperti AFTA yang merupakan kesepakatan bersama ASEAN untuk pembebasan bea masuk bagi tiap-tiap negara anggota dan penghapusan semua bea lalu lintas barang sesama negara anggota, sedangkan untuk negara lain dikenakan tarif bea bersama. Melihat persoalan ini, kita harus benar-benar membuka mata untuk melihat kenyataan dalam era pasar bebas ini. Apalagi tahun ini (2003), Indonesia telah masuk dalam gerbang pasar bebas ASEAN atau ASEAN Free Trade Area (AFTA).(Willem) Reference :
Menurut kelompok ini, dengan dibukanya pasar bebas, produk pertanian negara-negara agraris dapat memasuki pasar negara-negara industrial tanpa hambatan, baik berupa tarif, cukai maupun proteksi dari negara bersangkutan.
3. Kompas, 5 Nopember 2001 “Koalisi Ornop Tolak Agenda Baru di WTO”
2. Widodo Dwi Putro (LP3ES Jakarta), Beban Petani di Era Global à Artikel Kompas, 10 Juli 2002
AFTA dan NAFTA Selain WTO yang merupakan organisasi perdagangan internasional ada juga bentuk kesepakatan blok-blok ekonomi negara berdasarkan batas wilayah yang berdekatan. Seperti untuk negara-negara ASEAN ada AFTA (Asean Free Trade Area) atau Wilayah Perdagangan Bebas Asean. Di Amerika Utara ada NAFTA (North
Buletin Petani ADVOKASI No 10 Januari-Pebruari 2003
Sumber : Kuilu
Sementara bagi kalangan pro pasar bebas beranggapan, liberalisasi dan pasar bebas di bidang pertanian akan menguntungkan negara-negara agraris, termasuk Indonesia.
1. Riza V.Tjahjadi (PAN Indonesia), Kesepakatan Internasioanl dan Pengaturannya terhadap Ketahanan Pangan Rakyat à Makalah
Laporan
Halaman 7
Kalau Minumnya Pestisida, Mana Mungkin Kencingnya Organik! Seperti biasa, malam itu sepulang dari kantor, saya mampir ke kantor istri saya. Menjemput! Supaya irit, kami berangkat dan pulang kerja boncengan sepeda motor. Pergi dan pulang kami selalu melewati jalan umum dari kampung ke Kota Solo. Yang tidak biasa malam itu, adalah suasana desa kami Desa Ngringo Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah. Waktu itu, sekitar minggu ke-3 bulan Januari 2003, disepanjang jalan kampung dipenuhi umbul-umbul dan spanduk-spanduk bertemakan lingkungan. Ada yang bertuliskan ‘BIARKAN IKANIKAN MENARI-NARI DI AIR KALI YANG BERSIH’. ‘ AIR ADALAH SUMBER KEHIDUPAN, MARI KITA JAGA KEBERSIHANNYA’. Ada spanduk juga yang bergambar ikan dengan tulisan ‘ BAGAIMANA AKU BISA HIDUP DISUNGAI YANG PENUH LIMBAH?’
M
elihat logo-logo yang ada, saya memastikan spandukspanduk tersebut diproduksi dan dipasang oleh instansi dan dinas pemerintah kabupaten, serta perusahaan-perusahaan yang ada di Karanganyar. Istriku tidak bisa menahan keheranannya berkomentar “Wah hebat bener Karanganyar. Instansi-instansipun sudah mulai sadar perlunya kampanye lingkungan.” Istriku wajar berkomentar seperti itu, karena selama ini instansi maupun dinas-dinas tidak hanya di Kabupaten Karanganyar menjadi lembaga yang mandul dalam kampanye lingkungan. Komentar istri saya tersebut sangat mempengaruhi pikiran saya. Apa gerangan yang mendorong kawankawan ini giat berkampanye? Pagi harinya pertanyaan tersebut baru terjawab, ketika akan berangkat lewat jalur yang sama yang kita lewati setiap hari, jalan ditutup. “Maaf Pak, jalan ditutup. Untuk upacara,” kata seorang Hansip yang jaga di jalan itu. Karena penasaran saya bertanya untuk upacara apa. “Upacara PROKASIH Pak. Pencanangan Program Kali Bersih. Pak menteri badhe rawuh (Pak Menteri akan datang)”. Dijalan yang kami lewati tersebut memang
memotong Sungai Benowo, yang airnya berwarna coklat kehitamhitaman dan terkadang mengeluarkan bau busuk. Di Sungai inilah seluruh arus pembuangan limbah industri mengalir menuju Bengawan Solo. Malam harinya ketika kami lewat jalan itu lagi, spanduk-spanduk dan umbul-umbul tersebut sudah tidak ada lagi. Sudah dilepas oleh pemilik masing-masing. Spanduk kampanye air bersih, dan lingkungan tersebut hanya dipasang sekejap! Sungai Benowo pun hingga kini tidak berubah menjadi bersih. Pestisida dan Pembangunan Pertanian Lingkungan yang meliputi tanah, air, udara dengan segala ekosistemnya memang harus dijaga kebersihan, kesehatan, dan keselamatannya, sebab dari situlah seluruh makhluk hidup menggantungkan masa depannya. Dengan demikian keseimbangan alam akan tercipta. Keseimbangan inilah yang akan menyediakan seluruh unsur tumbuh dan berkembang makhluk hidup secara alami dan sehat. Salah satu cara menjaga keseimbangan ekosistem adalah dengan tidak melakukan pencemaran. Demikian pula dalam berproduksi pangan.
Tahun 1960-1980an ada istilah yang sangat populer (terkenal) yakni intensifikasi produksi pertanian. Istilah tersebut cenderung memunculkan sebuah pandangan bahwa pemerintah sedang mendorong sebuah upaya untuk mengoptimalkan semua sumberdaya guna memenuhi tuntutan produksi, terutama pangan. Kebutuhan akan peningkatan jumlah produksi ini sejalan dengan kondisi Indonesia di tahun 1950-an yang mengandalkan ketersediaan pangannya (terutama beras) dari Myanmar, Jepang, dan Thailand. Artinya Indonesia harus mengandalkan pada negara lain untuk menyediakan kebutuhan pangan (beras) bagi rakyatnya. Situasi ini tentunya bagi kepentingan politik tidaklah menguntungkan penguasa. Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 1960-an melakukan sebuah penelitian untuk menemukan metode apa yang dapat meningkatkan produktivitas pertanian sawah basah dan lahan kering. Dari penelitian tersebut kemudian dikenallah Panca Usaha Tani, yang meliputi : pengelolaan irigasi, pemakaian benih unggul, pemakaian pupuk sesuai pertumbuhan tanaman, pemakaian pestisida dalam pemberantasan hama, dan penerapan sistem tanam berderet. Inilah dasar dari pembangunan pertanian kita. Jika kita cermati berbagai program dan proyek pemerintah, maka akan terlihat komponen-komponen yang hampir sama. Misalnya, pembangunan sarana dan prasarana (umumnya berupa saluran irigasi dan jalan) untuk mempermudah akses pasar. Kemudian pemberian kredit lunak (bunga dan syarat ringan) untuk menyediakan dana bagi petani. Kucuran dana segar ini, dimaksudkan meningkatkan daya beli sehingga
Buletin Petani ADVOKASI No 10 Januari-Pebruari 2003
Laporan
Halaman 8
petani membeli input-input pertanian yang direkomendasikan dalam panca usaha tani. Disamping manfaat sarana dan prasarana yang disadari benar oleh masyarakat, entah sadar atau tidak efek samping konsep panca usaha tani telah menjerumuskan petani dalam pencemaran yang luar biasa terhadap tanah, air dan lingkungan lainnya (ekosistem). Melalui Bimas tahun 1960-an hingga 1970-an, pemerintah melakukan sosialisasi lewat PPL-PPL tentang pentingnya Panca Usaha Tani. Untuk meningkatkan daya beli petani terhadap pestisida dan pupuk kimia, pemerintah pun menyediakan modal usaha tani dalam wujud paket sarana produksi (Saprodi). Karena gencarnya sosialisasi (lebih tepat disebut iklan lewat aparat) dan banyak masalah hama yang dihadapi petani, masyarakat tani seolah menemukan “dewa” penolong berujud pupuk dan pestisida kimia. Seluruh negeri seperti berlomba menebar pupuk kimia dan menyemburkan racun pestisida ke
lahan dan lingkungan pertanian. Daya beli petani terhadap pupuk dan pestisida kimia terus didorong, lewat program-program berikutnya seperti Insus-Supra Insus, KUT, Program Ketahanan Pangan (PKP). Bahkan melalui berbagai mega proyek pertanian dengan dana utang luar negeri, masyarakat petani dicekoki dengan paket-paket pestisida. Belum lagi paket pestisida dan pupuk kimia melalui proyek-proyek sektor perkebunan semacam Dok YDA kelapa hibrida, sawit dan karet. Program dan proyek pertanian secara langsung telah meracuni bumi negeri ini dengan bahan berbahaya pestisida. Disadari atau tidak, pertanian menggunakan pupuk dan pestisida kimia ini berdampak luar biasa. Tidak hanya mencemari dan merusak alam, namun juga merusak budaya penanggulangan hama tradisional yang arif. Penanggulangan hama dengan pestisida yang dibudayakan pemerintah, menciptakan budaya instan (jalan pintas) dalam menghadapi persoalan-persoalan usaha tani. Jarang sekali kita temui petani yang (masih) mau bersusah payah, berproses tahap demi tahap, dengan penanggulangan hama secara alami. Cara ini diangap tidak efisien. Dari hasil monitoring industri pestisida yang dilakukan YDA tahun 2000, diketahui bahwa petani cenderung memperkuat daya bunuh pertisidanya dengan beralih ke pestisida lain, meningkatkan dosis dan melakukan oplosan (pencampuran). Disamping itu telah terbentuk citra pestisida sebagai wujud pertanian modern. Petani pun mengenal pestisida sebagai ‘obat’
Buletin Petani ADVOKASI No 10 Januari-Pebruari 2003
bukan racun. Ketika petani disodori alternatif pestisida alami, yang membutuhkan perlakuan bertahap dan terkesan agak lama, petani menganggap cara tersebut tidak praktis. Perubahan budaya tadi (pengin hama langsung mati, anggapan bahwa pestisida adalah wujud modernisasi) semakin meningkatkan pemakaian pestisida. Kata lainnya, sedikit-sedikit pestisida, sedikit-sedikit pestisida. Sementara itu, ternyata hama terus makin kebal dan menyesuaikan dengan lingkungan hidupnya. Jenis hama yang dulu mati disemprot, berubah menjadi hama baru yang kebal terhadap satu jenis pestisida. Industri pestisida menangkap peluang kebutuhan ini, kemudian memproduksi dan mempromosikan jenis pestisida terbaru lagi. Pasar Bebas VS Produk petani lokal Racun! Itulah istilah yang dipakai dan dipahami oleh konsumen luar negeri tentang pestisida. Bukan ‘obat’ sebagaimana dipahami petani-petani di Indonesia. Dengan pemahaman pestisida sebagai racun maka konsumen luar negeri menganggap produk pertanian yang menggunakan pupuk kimia dan pestisida, adalah produk beracun. Untuk itu tidak perlu dibeli. Ini sikap konsumen luar negeri, sebuah sikap yang di dalam negeri belum begitu terbangun. Jauh sebelum petani Indonesia mengenal pestisida, konsumen luar negeri (terutama di Amerika) telah menolak hasil panen (pertanian) yang mengandung residu pestisida. Karena itulah maka industri-industri pestisida di Amerika menyelamatkan modal mereka dengan mengalihkan pasar pestisida ke negara-negara selatan dan berkembang termasuk Indonesia. Demikian juga dengan produk pertanian yang kandungan residunya melebihi ketentuan layak konsumsi, ramai-ramai ditolak (tidak dibeli).
Laporan
Flip chart Monitoring Partisipatif YDA 2000
Produk beracun ini kemudian diekspor ke negara-negara yang pengetahuan konsumennya akan bahaya racun dalam hasil pertanian masih sangat minim. Termasuk konsumen Indonesia. Apalagi justru konsumen di Indonesia akan senang dan bangga jika membeli produk luar negeri, misalnya apel Amerika dan jeruk Bangkok. Dalam era pasar bebas, sebuah negara tidak boleh lagi membatasi produk apapun dari luar negeri (terutama dengan bea masuk) masuk ke wilayahnya. Tentu akan terjadi persaingan produk yang luar biasa, jika ada produsen serupa di dalam negeri. Mustinya dalam situasi yang fair (adil) produk hasil pertanian Indonesia juga akan bebas diekspor ke negara manapun. Dengan kata lain perjanjian yang ditandatangani pemerintah Indonesia tentang pasar bebas ‘seolah-olah’ membuka peluang produk hasil pertanian Indonesia untuk diekspor ke negara-negara lain. Kesempatan ekspor produk pertanian Indonesia, justeru menjadi imposible (hampir tidak mungkin) bisa dilakukan, mengingat puluhan tahun kebijakan pemerintah melalui program kredit pertanian sampai mega proyekmega proyek pertanian, mendorong eksploitasi sumberdaya alam dengan pemakaian input pupuk dan pestisida kimia. Tanah, air, lingkungan dan panen kita telah disirami dengan pro-
Halaman 9 gram-program pertanian ‘beracun’. Bahkan program dan proyek pertanian yang diadakan telah meracuni budaya petani menjadi petani yang sebagian besar ‘ pengin hasil cepat’. Pengetahuan-pengetahuan lokal terkait penanggulangan hama secara alami, perlahan hilang. Kasus petani Sumatera Utara yang hendak mengirimkan bertruk-truk hasil panennya ke Singapura dan Malaysia di tahun 1998-an, ditolak masuk garagara kandungan (residu) pestisidanya melebihi batas yang ditetapkan kedua negara tersebut. Betapa imposibel ekspor hasil pertanian Indonesia ke Luar Negeri. Dari kasus ini terlihat bahwa produk hasil pertanian akan ‘laku’ di pasar manapun asal konsumen membutuhkan. Jika konsumen menolak, maka berapapun yang berhasil kita produksi, tidak akan ada artinya. Langkah yang bisa dilakukan oleh kawan-kawan petani adalah dengan mencoba mendiskusikan segala kemungkinan akan dampak pasar bebas di kelompok masing-masing, merumuskan hasilnya. Kemudian mencari solusi sesuai dengan kearifan lokal, dan jangan lupa menuntut ‘pertanggungjawaban’ pemerintah atas kebijakan program pertanian beracunnya. Surat keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian Nomor 881/ MENKES/SKB/VIII/1996 (711/Kpts/ TP.270/8/96) tertanggal 22 Agustus 1996 telah mengatur batas maksimum residu pestisida pada hasil pertanian. Artinya pemerintah berkewajiban juga untuk membuat peraturan-peraturan dan pengawasan tentang peredaran pestisida. Pemerintah juga seharusnya tidak menempatkan pestisida sebagai bagian dari komponen program pertanian dan proyek-proyek pertanian. Disamping tentunya menggali pengetahuan lokal sebagai alternatif mernghindari jerat pestisida. Bagaimana mungkin aktifitas penyiraman lahan, tanah, lingkungan, air, panen, bertahun-tahun akan menciptakan ekosistem yang sehat
bagi hasil panen yang sehat. Bagaimana mungkin produk kita diterima konsumen negara lain yang menghendaki produk bebas dari residu pestisida, kalau program pertanian kita mendorong peredaran dan pemakaian racun? Bagaimana mungkin jika konsumen luar negeri menolak hasil tanaman rekayasa genetik, sementara pemerintah kita malah mendorong pelepasan tanaman rekayasa genetik? Kalimat joke- nya (banyolan) Bagaimana mungkin jika tiap hari kita minum pestisida, pasar bebas menuntut kita kencing organik?
Flip chart Monitoring Partisipatif YDA 2000
Kembali ke Sungai Benowo di awal tulisan. Bagaimana mungkin tercipta air bersih yang didalamnya ada ikan menari riang? Kalau sungai tersebut tiap hari harus meminum limbahlimbah industri yang dikeluarkan oleh industri-industri di Kabupaten Karanganyar. Bagaimana mungkin tercipta kali bersih kalau tidak ada tindakan nyata dari pemerintah terhadap pelanggaran-pelanggaran industri dalam pengelolaan limbahnya.(M Yunus) Bahan Bacaan : 1. Yang diuntungkan dari bisnis racun, Yayasan Duta Awam (Terjemahan) 2. Buku-buku Program & Proyek Pertanian Indonesia 3. Escape from the pesticide treadmill
Buletin Petani ADVOKASI No 10 Januari-Pebruari 2003
Halaman 10
Monitor & Advokasi
Peta Stakeholder Pertanian terkait dengan Perdagangan Bebas (I)
S
takeholder adalah pihak-pihak yang terlibat secara langsung atau tidak langsung dalam suatu kepentingan, baik perorangan maupun kelompok. Bahkan, pihak-pihak yang dirugikan akibat penerapan kepentingan tersebut merupakan bagian dari stakeholder. Petani. Petani merupakan bagian dari masyarakat di Indonesia dan dunia yang hidup dengan mengolah lahan, bercocok tanam, beternak, ataupun usaha pertanian lainnya untuk kebutuhan hidup mereka sehari-hari maupun untuk dijual atau ditukar dengan barang dan jasa lain. Sebagai bagian dari masyarakat, petani berhak memperoleh penghidupan yang layak, hak atas pendidikan, hak dalam politik, hak dalam bertani, serta hak-hak lain yang memerdekakan petani dari segala macam bentuk penindasan dan pembodohan. Sumber : berbagai sumber
S gi Mu
Menteri Industri dan Perdagangan. Menteri ini bertugas membantu presiden untuk mengurusi masalah indsutri dan perdagangan. Dalam hal pertanian, ia bertugas membuat kebijakan di bidang perdagangan komoditi petani dalam maupun luar negeri. Departemen Industri dan Perdagangan. Masalah perdagangan bebas yang terkait dengan pertanian, melalui direktorat jenderal dibawahnya Deperindag bertugas menjalankan kebijakan menteri dengan: • Melaksanakan pengkoordinasian, pembinaan, dan pengembangan ekspor nasional di bidang usaha pertanian; • Merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang kerjasama industri dan perdagangan internasional, serta perdagangan dalam negeri, dalam hal ini adalah keterkaitan antara produk petani dengan industri dan perdagangan; • Merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang industri kimia, agro (pertanian) dan hasil hutan. Sumber : website www.dprint.go.id dan berbagai sumber
DPRRI. Terkait dengan perdagangan bebas, peran DPRRI antara lain: • Membentuk undang-undang yang menyangkut kebijakan pertanian; • Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk program-program pertanian; • Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan kebijakan pertanian sesuai dengan jiwa Undang-Undang Dasar 1945 dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia; • Menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat, dalam hal ini adalah petani. Untuk melaksanakan tugas itu, hal yang dapat dilakukan DPR RI antara lain : • Mengadakan konsultasi dan koordinasi dengan Lembaga Tinggi Negara lainnya; • Meminta pejabat negara, pejabat pemerintah, atau warga masyarakat, khususnya petani untuk memberikan keterangan tentang sesuatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan negara, bangsa, pemerintahan, dan pembangunan. Sumber : website www.dpr.go.id. dan berbagai sumber
Buletin Petani ADVOKASI No 10 Januari-Pebruari 2003
repro Tempo
Monitor & Advokasi Menteri Pertanian. Pejabat ini bertugas membantu presiden dan membuat kebijakan di bidang pertanian. Departemen Pertanian. Departemen Pertanian melalui sub direktorat jenderal di bawahnya mempunyai peran untuk: • Mendorong perkembangan industri hulu (pembibitan/perbenihan, industri agro-kimia, industri agro-otomotif); • Mempromosikan kebijakan dan membangun infrastruktur pertanian /agribisnis yang diperlukan agar memberikan iklim kondusif bagi investasi di bidang agribisnis; • Mendorong pengembangan usaha agri-bisnis dari berbagai tingkatan skala usaha baik on farm maupun off farm dan mendorong berkembangnya kerjasama kemitraan bisnis antar usaha dalam konsep saling menguntungkan;
Halaman 11
Menteri Keuangan. Bersama dengan menteri yang lain, Menteri Keuangan membantu presiden menangani permasalahan keuangan dan fiskal yang berhubungan dengan kepentingan pertanian. Departemen Keuangan. Secara umum tugas Departemen Keuangan adalah mengelola kebijakan fiskal yang sehat, terpercaya dan berkelanjutan, utamanya untuk memberikan perlindungan bagi kelompok masyarakat yang rentan terhadap dampak krisis dan dalam rangka pemulihan kondisi perekonomian nasional. Upaya ini dilakukan dengan menstabilkan dan menggerakkan perekonomian serta memberdayakan dan memberikan stimulasi kepada ekonomi rakyat. Salah satu sub direktorat jenderal di bawah Departemen Keuangan yang berhubungan langsung dengan perdagangan bebas dan produk pertanian adalah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Lembaga ini bertugas berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri dan mengamankan kebijaksanaan pemerintah yang berkaitan dengan lalu lintas barang yang masuk atau keluar Daerah Pabean dan pemungutan Bea Masuk dan Cukai serta pungutan negara lainnya berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. Sumber : website www.depkeu.go.id. repro Tempo
S gi Mu
•
• •
•
Mempromosikan pendayagunaan keragaman sumberdaya alam dan hayati secara optimal dan berkelanjutan; Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia baik aparat pemerintah, maupun pelaku agribisnis khususnya petani; Mempromosikan tumbuh-kembangnya organisasi ekonomi petani dan jaringan usahanya pada industri hulu pertanian maupun pada industri hilir pertanian; dan Mengembangkan inovasi teknologi spesifik lokasi dan ramah lingkungan baik pada industri hulu, usaha tani, usaha perkebunan, usaha peternakan maupun hilir pertanian/peternakan/perkebunan.
Dinas Pertanian. Lembaga pemerintah yang berada di tingkat I dan II ini berperan mengamankan kebijakan dan program yang telah dibuat oleh pemerintah melalui Menteri Pertanian. Sumber : website www.deptan.go.id. dan berbagai sumber
Pengemban Otonomi Daerah. Pemerintah daerah kini mempunyai wewenang penuh merancang dan melaksanakan kebijakan dan program pembangunan sesuai dengan kebutuhan, salah satu tujuan otonomi daerah adalah untuk menciptakan sistem pelayanan publik yang lebih baik, efektif dan efisien yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan serta kemandirian masyarakat. Pencapaian pelaksanaan otonomi ini menuntut Pemda lebih transparan dan akuntabel dalam menjalankan tata pemerintahan yang baik, karena daerah tidak lagi bertindak sebagai pelaksana operasional kebijakan pusat, sehingga setiap kegiatan pemerintah daerah dapat dengan mudah dinilai oleh masyarakatnya sendiri. Pengemban Otonomi Desa. Pemerintah di tingkat desa bersama masyarakatnya berperan membuat aturan desa untuk mengelola sumber daya pertanian desa dan kekayaan alamnya sebagai sumber ekonomi desa. Apabila pihak swasta masuk dan mengambil sumber daya pertanian desa, sementara pemerintah desa tidak mampu berperan, akan mengakibatkan terkurasnya kekayaan desa yang mampu mensejahterakan masyarakatnya. Sumber: Buletin Tani-Nelayan Lestari, No. 9, September 2002, dan berbagai sumber
Buletin Petani ADVOKASI No 10 Januari-Pebruari 2003
Halaman 12
Pengalaman Advokasi
Meneriakkan Aspirasi di Sela Gunung Merapi-Merbabu
dok PKTS
B
aru-baru lalu masyarakat Selo (yang terletak di lereng Gunung Merapi dan Merbabu) dikejutkan berita akan diresmikannya Proyek Taman Nasional Merapi Merbabu (TNMM) dan Proyek SoloSelo-Borobudur (SSB) oleh Presiden Megawati. Kabar ini mengejutkan, karena sebelumnya tidak ada sosialisasi. Masyarakat yang kebanyakan petani, gelisah, kalaukalau proyek itu berdampak pada alih fungsi lahan. Bagaimana lagi petani akan menghidupi keluarganya? Mereka tidak punya keterampilan selain bertani. Diskusi Kelompok Tani Melihat kebingungan tersebut, PKTS (Paguyuban Kelompok Tani Selo) mencoba menghimpun organisasi-organisasi masyarakat, dan tokoh-tokoh masyarakat. Mereka sepakat membentuk koalisi kelompok tani dan organisasi masyarakat dengan nama GERAP (Gerakan Rakyat Anti Penindasan). Kemudian, berangkatlah beberapa petani ke sumber-sumber yang harapkan bisa memberikan
keterangan tentang kedua proyek, bahkan dengan berkirim surat ke Menteri Lingkungan Hidup. Akhirnya dokumen tentang proyek itu didapat dari Walhi DIY dan Dinas Pariwisata. Dari kajian dokumen itu, didapatkan informasi penting bahwa beberapa kegiatan proyek akan berdampak negatif pada petani: 1. Akan ada proyek perkebunan kopi di sekitar Jalur Solo-Selo-Borobudur. Barangkali tanaman ini akan memperindah jalur-jalur sepanjang SoloSelo-Borobudur. Namun siapa yang akan memiliki kebun kopi tersebut. Investor, perkebunan atau rakyat. Tidak disebutkan komoditas petani yang sudah diusahakan selama ini (sayur dan tembakau). 2. Proyek TNMM akan membagi wilayah hutan lindung di Selo menjadi tiga zona yaitu Zone inti (zone rimba) merupakan kawasan yang akan diperuntukkan untuk penelitian, Zone penyangga dari zone inti, dan Zone pemanfaat. Di ketiga zone tersebut masyarakat sekitar tidak boleh mengusahakan sebagai mata pencaharian (bertani atau mencari kayu). Melihat luasnya ketiga zone tersebut
Buletin Petani ADVOKASI No 10 Januari-Pebruari 2003
diperkirakan akan menggusur rumah dan lahan pertanian demi kepentingan segelintir orang. Dari catatan Walhi DIY menyatakan bahwa dari 40 Taman Nasional di Indonesia tidak ada yang menguntungkan masyarakat petani, justru akan menyengsarakan. Jika Pemerintah mau menyelamatkan hutan di kawasan Gunung Merapi dan Merbabu apakah harus dibuat menjadi Taman Nasional? Kenapa tidak dengan cara lain? Misalnya melibatkan masyarakat, sehingga masyarakat mempunyai tanggungjawab dalam pelestariannya. 3. Proyek pembuatan jalan yang menghubungkan Solo-Selo-Borobudur. Proyek yang menjadikan Daerah Selo sebagai kawasan wisata dengan pembangunan sarana-sarana penunjang seperti kolam renang, hotel dan sebagainya. Lahan yang akan digunakan untuk membangun sarana tersebut belum jelas, sehingga ada kekhawatiran teman-teman PKTS, pembangunan sarana tersebut akan dilakukan pada lahan-lahan pertanian yang ada. Kekhawatiran ini karena Selo merupakan wilayah kecil yang dikelilingi oleh lahan-lahan pertanian penduduk, sehingga memungkinkan sekali pembangunan tersebut akan menggusur lahan pertanian milik masyarakat. Apabila lahan tergusur, kemana petani akan mencari nafkah? Jika alih profesi, misalnya bidang jasa atau perdagangan dengan memanfaatkan pariwisata, berapa modal yang kami punya? Jika investor masuk mampukah petani bersaing? Apakah mereka mampu atau usaha apa yang akan dilakukan? Bagaimana petani yang kesehariannya bertani harus berubah menjadi penjual jasa pariwisata? Menjajakan rumah-rumahnya untuk penginapan tamu? Akankah petani akan menjadi tamu di rumah
Pengalaman Advokasi sendiri? Krisis sosial dan keagamaan juga ikut dianalisis. Dialog dengan stakeholder Dengan analisis masalah secara sederhana tersebut, PKTS dan Gerap mengundang stakeholder proyek TNMM untuk berdiskusi. Ya masyarakat, ya tokohnya, ya pejabatpejabatnya. Tujuannya agar masyarakat tahu apa sebenarnya proyek TNMM dan SSB itu. Pada tanggal 14 Oktober 2002 diadakan dengar pendapat dengan stakeholder TNMM dan SSB di Balai Desa Selo. Pertemuan tersebut dihadiri tokoh masyarakat, perwakilan BPD (Badan Perwakilan desa), tokoh agama, tokoh partai, Kepala Desa, Dinas Pertanian, LSM ( YDA, LPTP dan Walhi). Disamping hal tersebut GERAP juga mengirimkan surat kepada Menteri Lingkungan Hidup Nabiel Makarim agar berkunjung untuk melihat kondisi riil dan mendengarkan aspirasi masyarakat, sebelum Presiden berkunjung Pada tanggal 16 Oktober 2002, di Hotel Novotel Solo, 4 orang anggota GERAP (Sinam, Sudadi, Dzakir dan Adi Karno) menemui Nabiel Makarim yang sedang ada acara di Solo. Dalam kesempatan itu kami menanyakan perihal TNMM dan SSB. Juga melaporkan bahwa selama ini tidak ada sosialisasi ke masyarakat. Namun tanggapan dari Nabiel Makarim sangat mengejutkan. Beliau belum mengetahui perihal kedua proyek itu, sehingga ke 4 anggota GERAP mendesak agar bisa berdialog dengan Presiden RI ketika berkunjung ke Selo. Lewat Nabiel, kami berkirim surat ke Presiden, Menteri Pariwisata, Menteri kehutanan, Menteri Pertambangan dan Menteri Lingkungan Hidup. Pekerjaan sehari-hari sebagai petani, berpacu dengan waktu yang semakin sempit dengan akan diresmikannya proyek TNMM dan SSB oleh Ibu Presiden Megawati, tanggal 18 Oktober 2002. Sehingga tidak cukup waktu untuk membuat analisis secara mendalam tentang proyek ini
ISU PROYEK ISU PROYEK TNMM& SSB TNMM& SSB
Diskusi Kelompok Diskusi Kelompok •Memetakan isu •Memetakan •Menyusun isu langkah-langkah •Menyusun kegiatan langkah-langkah kegiatan •Menggalang dana •Menggalang dana
Evaluasi Evaluasi
Halaman 13 Persiapan Persiapan •Mencari dokumen •Mencari dokumen proyek proyek •Mendiskusikan dengan •Mendiskusikan kelompok lain dengan kelompok lain •Menganalisis dokumen •Menganalisis dokumen
Aksi Aksi stakeholder Dialog dengan Dialog dengan stakeholder Melobi Menteri Lingkungan Melobi Hidup Menteri Lingkungan Hidup Memasang spanduk pesan Memasang spanduk pesan moral moral dok PKTS
dengan masyarakat. Rencananya, hasil analisis masyarakat akan dipakai untuk usulan diskusi ulang antara pemerintah-masyarakat. Karena terdesak waktu, maka kami melakukan gerakan moral berupa himbauan-himbaun lewat spanduk-spanduk. Pada tanggal 17 Oktober 2002, GERAP melakukan aksi damai dengan memasang spanduk sepanjang jalan Cepogo-Selo. Kegiatan ini sudah mendapatkan izin dari aparat keamanan secara lisan. Pemasangan spanduk tersebut dalam rangka memberikan pesan moral kepada para pejabat tingkat daerah sampai pusat yang akan lewat (pada saat peresmian), bahkan pesan kepada Presiden, agar dalam penentuan kebijakan hendaknya melibatkan masyarakat (di wilayah proyek). Apalagi untuk proyek yang berdampak pada hajat hidup rakyat. Di luar dugaan, kegiatan tersebut dipahami lain. Salah satu Parpol mengisukan bahwa kegiatan Gerap mengancam keselamatan presiden. Kemudian kami dianggap akan melakukan makar. Aparat Desa tidak lagi percaya pada kelompok-kelompok tani yang terlibat dalam kegiatan ini, banyak anggota Gerap yang ditangkap aparat, spanduk-spanduk pesan moral yang sudah terpasang dilepas petugas. Kami tidak bisa berdialog dengan Presiden karena ditangkapi. Kami menyadari bahwa dalam melakukan aksi pembelaan terhadap petani dan masyarakat Selo masih
banyak kekurangan. Evaluasi yang kami lakukan, bisa menjadi pelajaran berharga untuk perbaikan di masa mendatang. Menurut kami hikmah tersebut antara lain: Belum sempat dilakukannya analisis dan kajian proyek dengan masyarakat luas, menyebabkan masyarakat kurang paham. Tidak sempat menjelaskan hal sebenarnya atas isu yang dikembangkan pihak lain yang menuduh kami provokator Aparat berpandangan negatif memagari dengan ketat lokasi peresmian, sehingga anggota Gerap lainnya tidak bisa masuk berdialog Tidak disebarluaskannya surat tembusan dari Menteri Lingkungan Hidup (isinya dukungan secara moril kegiatan kelompok-kelompok tani dalam GERAP), jadi hambatan. Mesti banyak kekurangan, kami cukup bangga dengan apa yang kami lakukan. Paling tidak dengan upayaupaya itu, kami sudah berbuat untuk mengembangkan wacana publik tentang bagaimana proyek TNMM dan SSB. Setidak-tidaknya masyarakat jadi tau,..... ‘Oooooo ada proyek TNMM dan SSB to di Selo’. Kami juga bangga bahwa paling tidak kami sudah memberikan pesan moral, kepada pemerintah, bagaimana seharusnya menghargai masyarakat sebagai bagian negara. Kepada pembaca, hendaknya apa yang telah kami lakukan menjadi pelajaran dalam melakukan aksi, agar tidak seperti yang kami rasakan Buletin Petani ADVOKASI No 10 Januari-Pebruari 2003 sekarang.(Sudadi)
Profil Aksi
Halaman 14
Upaya Sarilam Menyelamatkan Bakau
S
arilam (53) adalah salah satu petani transmigran dari Pulau Jawa yang ditempatkan di Desa Sungai Terus, Kecamatan Kubu, Kalimantan Barat. Di desanya Sarilam mengetuai sebuah kelompok tani (Kelompok Tani Sidodadi) yang sejak sekitar 3 tahun yang lalu aktif belajar SLPHT (Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu). Kecamatan tempat Sarilam tinggal langsung berbatasan dengan laut. Hutan bakaunya seakan-akan menjadi sabuk pembatas antara daratan dan lautan, maka sudah dapat ditebak bahwa sebagian besar masyarakat Kecamatan Kubu adalah nelayan. Menurut Sarilam, “Hutan bakau itu tempat bertelurnya ikan, udang dan kepiting, jadi masyarakat Kubu sangat tergantung dengan keberadaan hutan bakau tersebut.” Apa yang dikatakan oleh Sarilam memang ada benarnya karena hutan bakau merupakan tempat hidup dan bertelurnya beberapa hewan laut, seperti udang, kepiting, ikan dan plankton-plankton yang menjadi makanan ikan itu sendiri. Disamping itu hutan bakau juga dapat mengurangi abrasi air laut ke daratan dan menghambat masuknya air laut ke perairan air tawar. Terusik Penebangan Bakau Sekitar tahun 1997-1999, ketenangan masyarakat Kecamatan Kubu mulai terusik dengan kehadiran sebuah perusahaan yang melakukan penebangan hutan bakau, dan ini dirasakan masyarakat karena sejak ditebanginya hutan bakau, mereka menjadi kesulitan dalam mencari ikan,
khususnya kepiting. Ketika musim hujan daerah mereka menjadi banjir dan ketika musim kemarau tiba air asin masuk ke lahan pertanian sampai beberapa puluh meter, padahal sebelumnya permasalahan tersebut tidak dialami oleh masyarakat sekitar, kalaupun air asin masuk hanya beberapa meter saja itupun akan cepat surut. Desa Sungai Terus sebenarnya tidak mengalami secara langsung dampak yang dirasakan oleh sebagian besar masyarakat Kubu, namun karena rasa kepeduliannya yang besar terhadap nasib masyarakat yang lain, maka Sarilam dan 3 orang anggota kelompok Tani Sidodadi (Sukar, Darsan, Darsono) bertekat menuntaskan masalah ini. Berbekal pengetahuan Sarilam ketika melakukan monitoring ISDP (Integrated Swamp Development Project), mereka mencoba melakukan monitoring terhadap perusakan hutan bakau oleh PT BM. Mereka menuntut agar PT tersebut menghentikan aktifitas penebangan hutan bakau dan meminta INHUTANI II untuk bertanggung jawab terhadap ijin yang diberikan. Selain itu, juga meminta PT BM untuk mengganti rugi semua kerugian masyarakat nelayan. Sepengetahuan Sarilam, penebangan hutan bakau tersebut hasilnya dijual ke negara tetangga (Malaysia) sebagai bahan membuat arang dan untuk membuat karbon aktif. “Penebangan itu dilakukan oleh PT BM sudah mendapatkan ijin dari aparat setempat, namun Saya juga belum tahu dengan jelas karena ketika ditanya tidak ada yang mengaku,” kata Sarilam.
Buletin Petani ADVOKASI No 10 Januari-Pebruari 2003
dok YDA
“Nanging yen deleng aman-aman wae PT kuwi motong, yoh…mesti wis entuk ijin,” (Tapi apabila melihat aman-aman saja PT tersebut melakukan pemotongan, pasti sudah mendapatkan ijin),” tandasnya dengan logat Kebumen yang masih kental. Permasalahan ijin tersebut baru terungkap ketika Sarilam dan rekanrekannya mendapatkan informasi dari masyarakat bahwa pihak PT BM telah mendapat perlindungan dari camat, koramil, polsek dan 2 LSM lokal Sarilam tidak mengetahui luas wilayah yang ditebang, ia hanya mengetahui bahwa wilayah tersebut berada di 3 kecamatan, antara lain Kecamatan Terentang, Kubu, dan Batu Ampar. Dalam penebangan tersebut tidak diikuti penanaman bakau kembali, tapi hanya dibiarkan saja. Menurut kabar yang belum pasti, PT BM sudah melakukan tender dengan 1 LSM lokal untuk melakukan penanaman, dilain pihak ada yang mengatakan bahwa hubungan antara
Profil Aksi PT BM dengan LSM lokal tersebut hanya mitra untuk mencari tenaga kerja dalam melakukan penebangan. Uang Kompensasi dan Tukang Pukul Agar masyarakat tidak melakukan protes, PT BM telah memberikan uang untuk membuat tambak (Desa Parit Rimba), tapi kesepakatan tersebut tidak diketahui oleh warga masyarakat sehingga implementasi pembuatan tambak tidak terlaksana dan uang tersebut tidak diketahui keberadaannya. “Terus terang ketika ditelusuri siapa yang memegang uang tersebut, tidak ada warga masyarakat yang mau memberikan keterangan,” kata Sarilam. “Alasan mereka tidak mau menjawab karena ada kabar sudah tersebar tukang pukul dari perusahaan sehingga takut untuk memberikan informasi, walau sudah didesak,” tambahnya. Setelah pengumpulan informasi mengenai penebangan hutan bakau ke masyarakat (nelayan dan petani) yang ikut bekerja maupun tidak dikumpulkan, diketahui bahwa ada sebuah forum beranggotakan masyarakat Kubu. Forum tersebut bernama Forum Suara Hati Nurani Masyarakat Kubu, yang juga sedang melakukan upaya untuk menghentikan penebangan hutan bakau tersebut. Diketahui pula bahwa forum tersebut berencana mempertemukan pihak perusahaan dengan masyarakat. Melihat hal itu kemudian Sarilam dan rekan-rekannya berkoalisi dengan forum tersebut, dari forum Suara Hati Nurani Masyarakat Kubu diketahui bahwa masyarakat sudah melakukan aksi dialog dan negosiasi sebanyak 4 kali yang difasilitasi oleh LSM lokal sejak tahun 2000. Dialog berlangsung di Kecamatan Kubu dan dihadiri pejabat Kecamatan
Halaman 15
Kubu, pihak perusahaan dan masyarakat, namun hasilnya tidak begitu jelas, seperti adanya koperasi yang tidak diketahui kantor, keanggotaan dan administrasinya, pembangunan parit dan jalan yang tidak terlaksana, kompensasi uang Rp. 500,-/m2 tidak diketahui masyarakat. Hal yang jelas dapat dilihat dan dirasakan masyarakat hanya pembangunan MTs (Madrasah Tsanawiyah) di Kecamatan Kubu. Dari pertemuan dengan Forum Suara Hati Nurani Masyarakat Kubu, Sarilam mendapat tugas untuk melakukan pencarian data ke Kecamatan Kubu agar informasi yang didapat dapat lebih jelas. “Pada waktu saya menemui Camat Kubu untuk menanyakan alasan pihak kecamatan mengijinkan PT BM melakukan penebangan hutan bakau, Pak Camat menjawab bahwa kebijakan tersebut dikeluarkan oleh camat terdahulu sehingga dia tidak mengetahui dasar pemberian ijinnya,” terang Sarilam. Sementara Sarilam mencari informasi, Forum Suara Hati Nurani Masyarakat Kubu mempersiapkan pertemuan antara masyarakat dengan PT BM. Akhirnya, Juni 2002 pertemuan tersebut dilakukan dan aksi ini diikuti dengan penyanderaan salah satu aset dari koperasi yang didanai oleh PT BM karena koperasi itu sendiri tidak jelas mengenai jumlah dana yang diperoleh dari PT BM. Hambatan lain yang dialami oleh Sarilam dan teman-temannya adalah karena masyarakat Desa Parit Rimba yang terkena dampak langsung tidak berani mengangkat kasus tersebut dan hanya meminta kelompok Sarilam untuk menangani. Hal ini karena sistem kekeluargaan di desa tersebut masih kuat sehingga apabila ada kesalahan akan ditutupi oleh anggota keluarga yang lain, disamping tidak transparannya aparat terhadap
permasalahan tersebut. “Saya menduga pihak aparat juga mendapat keuntungan dengan adanya aktifitas PT BM di daerah tersebut,” kata Sarilam. Hanya Pindah Lokasi Tentang hasil dari kegiatan yang dilakukan, Sarilam dan rekan-rekannya berpendapat bahwa aksi yang selama ini dilakukan belum mendapatkan hasil yang memuaskan karena segala tuntutannya belum dapat terealisasi, dan penebangan yang dilakukan PT BM berpindah ke Kecamatan Batu Ampar. Pengalaman di atas tidak menyurutkan semangat Sarilam dan rekanrekan untuk terus melakukan pembelaan terhadap masyarakat disekitarnya. “Saya dan kawan-kawan akan terus membantu masyarakat khususnya masyarakat Desa Sungai Terus dengan ilmu yang saya miliki baik SLPHT, pembuatan kompos maupun pengalaman dalam melakukan advokasi,” katanya. “Untuk saat ini saya sudah menangkap suatu permasalahan lagi untuk segera ditelusuri, yaitu beredarnya pestisida dari Malaysia secara ilegal yang menurut saya mengandung Parakuat,” tandasnya. Cerita diatas memang bukan merupakan cerita yang menunjukkan suatu keberhasilan, tetapi semangat yang membuat Sarilam dan rekanrekannya peduli terhadap permasalahan masyarakat disekitarnya perlu mendapatkan acungan jempol oleh semua pihak. (Bayu)
dok YDA
Buletin Petani ADVOKASI No 10 Januari-Pebruari 2003
Halaman 16
S
eorang tukang timbang badan keliling, berjalan dari rumah ke rumah sambil memanggul timbangan badan. Tanpa lelah, setiap saat dia berteriak menjajakan jasanya. Rumah-rumah di kampung atau desa yang ia datangi biasanya jarang sekali yang memiliki timbangan badan sendiri di rumah. Mereka akan datang ke puskesmas yang agak jauh dari desa, bila ingin tahu berat badannya. “Ayo timbang badan, timbang badan, siapa ingin timbang badan,” teriak penjaja jasa itu. Orang-orangpun berdatangan. Ibu-ibu, remaja, bapak-bapak, anakanak, kakek nenek juga ada. “Mari–mari semua, hanya Dua Ratus Lima Puluh Rupiah saja,” ucap penjaja itu. “Lho naik ya, dulu kan hanya Seratus Lima Puluh Rupiah,” tanya seorang ibu. “Iya Bu, dua bulan telah berlalu,
Uang Pas harganya mengikut politik Bu, berubah-ubah, berat badan Ibu juga mungkin berubah Bu,” jawab penjaja itu pintar. “Ya sudah, ini Lima Ratus Rupiah, berdua dengan anak saya,” kata sang ibu. Mereka sudah lama tidak menimbang badan, karena tidak mungkin tukang timbang badan itu lewat tiap hari di kampung, seperti penjual bakso. Seketika penjual jasa timbang badan itupun laris. Kadang dia juga membawa tensi badan. Mbok Sayem, seorang nenek berusia 79 tahun datang ingin ikut menimbangkan badannya. Ia menyodorkan uang logam Lima Ratus Rupiah. “Itu Lima Ratus lho Nak,” katanya kepada lelaki itu. “Baik Mbah, silakan,” katanya. Setelah turun dari timbangan nenek itu meminta uang kembalinya. Tapi sayang uang kembalinya tidak ada.
Bero “Yang pas saja uangnya Nek,” kata tukang itu. “Wah tidak ada Nak, kalau gitu aku timbang badanku sekali lagi ya,” katanya lugu. “Jangan Nek, Nenek saya tensi saja, tapi tambah Lima Ratus Lagi ya,” kata tukang timbang sambil tertawa.(Puitri) Pemenang Kuis Edisi 8 A. Zainubi Ds. Embong Uram Kec. Lebong Utara Kab. Rejang Lebong-Curup Sisilia Yay. Bina Vitalis Jl. Gotong Royong 3 No. 1160 Rt 18 Sukamaju-Palembang 30164 Supriyanto Kel. Tani “Mentas” Jl. Raya 14 Puhpelem-Wonogiri
Santai & & berhadiah!
Apa yang Anda ketahui tentang gobalisasi? Jawablah setiap nomor di bawah ini dengan YA bila anda menilai pernyataan
itu secara umum berkaitan dengan globalisasi. Atau jawablah TIDAK, bila menurut anda pernyatannya tidak di bidang pembicaraan globalisasi. Anda boleh pula tidak menjawab jika TIDAK TAHU. 1. Globalisasilah yang menyebabkan kita dapat menonton sepakbola dunia yang ada di luar negeri secara langsung. (ya) (tidak) 2. Globalisasi berhubungan dengan kemajuan teknologi yang membuat kemudahan dan kesenangan hidup bagi semua orang. (ya) (tidak) 3. Petani jagung di desa kami akan bersaing langsung dengan perkebunan jagung di Amerika. (ya) (tidak) 4. Perusahaan makanan besar di Amerika atau Jepang dapat ikut membuat makanan tradisional/khas daerah kita, dan bersaing dengan kita sendiri untuk menjualnya kepada konsumen kita di sini. (ya) (tidak) 5. Pemerintah Indonesia tidak boleh menghalangi masuknya mebel ukiran dari Negeri Belanda, walaupun dengan alasan untuk melindungi pengukir kayu dari Jepara. (ya) (tidak) 6. Pemerintah dapat mengundang tenaga ahli tentang ukiran kayu dari Belanda, untuk meningkatkan keterampilan pengukir kita. (ya) tidak) 7. Pemerintah Indonesia tidak boleh melarang masuknya beras dari India, Kirim jawaban anda melalui walaupun dengan alasan untuk menjaga tingkat harga beras petani lokal. (ya) surat pos/kartu pos ke: Redaksi Buletin PetaniADVOKASI (tidak) Yayasan Duta Awam, 8. Daripada pemerintah menggalakkan tanaman lokal dan memajukan mutu benih Jl. Adisucipto 184 i Solo dalam negeri, lebih baik mengimpor dari Cina, sebab lebih praktis. (ya) (tidak) 9. Tenaga ahli dan tenaga kerja berpendidikan dari luar negeri tidak bisa dice- Jangan lupa tempelkan kupon yang tersedia di bawah ini. gah untuk mencari kerja di Indonesia. Walaupun akan banyak pengangguran Pemenang beruntung mendapatkan dari warga negara kita. (ya) (tidak) tanda persahabatan dari 10. Perusahaan negara yang melayani rakyat banyak seperti PAM, PLN, Telkom redaksi, diumumkan pada boleh dijual kepada orang asing, asal dengan harga yang pantas. (ya) (tidak) dua penerbitan mendatang.
Buletin Petani ADVOKASI No 10 Januari-Pebruari 2003
Kupon Santai dan Berhadiah Kupon Santai dan Edisi 10 Berhadiah
Kilas Berita Tani
Halaman 17
Pajak Pembelian Gabah Dibebankan Pada Petani Pembelian gabah dan beras bulog / Dolog/Sub Dolog yang tetap dikenai pungutan pajak penghasilan (PPh) sebesar 1,5% dari harga, akhirnya akan dibebankan pada petani. Hal ini termasuk semua beban biaya dan segala bentuk tambahan biaya yang seharusnya ditanggung Bulog/Dolog/ SubDolog pasti akan ditanggung petani, yang kondisinya sangat lemah untuk melakukan �bargaining harga�, Kata Drs Sutoyo Abadi (angggota Komisi B Bidang Perekonomian DPRD Propinsi Jawa Tengah) di Semarang. Petani Jateng dengan rata-rata lahan 0,25 hektar akan semakin tertekan, menjerit, tidak berdaya, dan hanya pasrah terhadap keadaan Sementara para kontraktor yang semula berharap adanya selisih harga Rp 25,-/kg, harus membayar PPh 15% atau sekitar Rp 26,-/kg. Keuntungan yang diharapkan itu merupakan selisih harga jual dari petani kepada kontraktor sejumlah Rp 1700/kg dan harga beli Bulog /Dolog /SubDolog menjadi Rp 1.725,-/Kg. Dalam praktiknya, pajak itu akan dibebankan pada petani dengan cara menekan harga gabah petani. (Suara Merdeka, 10 Pebruari 2003)
Dikaji, Hambatan Nontarif Untuk Beras Menyusul pembatalan kenaikan bea masuk beras, Departemen Pertanian tengah mengkaji kemungkinan penerapan hambatan non tarif beras import . Kepala Pusat Penelitian Sosial dan Ekonomi Pertanian, P Simatupang di Jakarta, mengatakan bahwa setelah pembatalan kenaikan bea masuk beras maka perlu dipikirkan pengenaan hambatan non tarif. Sejumlah
Pengurangan tarif dan subsidi pertanian. Para Menteri Perdagangan dan Menteri Pertanian anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mengadakan pertemuan di Tokyo-Jepang pada tanggal 15 Pebruari 2003. Pertemuan yang dihadiri perwakilan 23 dari 145 negara anggota WTO tersebut membahas pengurangan tarif dan subsidi pertanian. (Kompas 17 Pebruari 2003) sumber mengatakan, saat ini Departement Pertanian tengah membahas kemungkinan penerapan hambatan non tarif, tetapi hingga saat ini belum ada keputusan. Usulan tersebut antara lain impor beras dilakukan di pelabuhan tertentu dengan pengaturan waktu tertentu, penetapan kuota impor, penetapan importir tertentu, serta penetapan Bank tertentu, untuk pembukaan Letter of Credit (L/C) untuk impor beras. Hambatan terhadap impor beras harus dilakukan kalau memang pemerintah ingin harga gabah pembelian pemerintah efektif, kalau tidak bisa jebol. (Kompas, 3 Pebruari 2003)
Terdapat Virus, Import Benih Padi Hibrida Batal PT Bangun Pusaka yang merencanakan impor benih padi hibrida asal Cina menyatakan, bila ternyata virus yang diduga ikut bersama benih itu
teridentifikasi, maka importnya akan dibatalkan. Sebuah tim investigasi akan berangkat ke Cina guna melakukan pengujian kesehatan benih. Dalam kasus ini tentu saja bila ada virus dari Cina seperti yang diragukan banyak kalangan, akan terdeteksi dengan tindakan karantina. Benih Padi Hibrida asal Cina dikhawatirkan mengandung Rice Dwarf Virus (RDV) dan Rice Stripe Virus (RSV) yang menurut buku daftar organisme pengganggu tumbuhan yang dilaporkan belum terdapat di wilayah RI. Kedua virus ini menyerang tanaman padi pada semua umur dan belum ada obatnya. RDV dan SRV tersebar luas sangat cepat melalui vektor Hama Wereng. Tanaman yang terinfeksi RDV akan tampak kerdil, sedangkan yang terinfeksi SRV akan berwarna kuning pada daun, akibatnya tanaman padi akan rusak. (Kompas, 10 Pebruari 2002)
Buletin Petani ADVOKASI No 10 Januari-Pebruari 2003
Info Tani
Halaman 18
A
nda ingin memperoleh sayur segar langsung dari petani? Paguyuban Kelompok Tani Selo-Boyolali Menerima Pesanan Sayur yang Anda Butuhkan
Daun Bawang Rp. 4.000/Kg
Bawang Merah Rp. 3.500/Kg
Wortel Rp. 1.000/Kg
Kol Bunga Rp. 2.500/Kg Untuk pemesanan hubungi: Suwardi. Alamat : Tegalsruni Rt 12 Rw 02, Samiran, Selo-Boyolali
Jaga Kesehatan Anda dengan Makanan Organik yang Bebas Masukan Kimia
Hindari! Produk Hasil Rekayasa Genetik
Belilah
Produk Segar Pertanian Lokal KOMPPOS Kelompok Muda Peduli Petani Sukoharjo
Kubis Rp. 4.000/Kg
* Harga diatas adalah per tanggal 1 Maret 2003
WASPADAI! Pestisida Ilegal
Kawan-kawan petani, di Kalimantan Barat khususnya, Berhati-hatilah dengan pestisida ilegal dari Malaysia yang kini banyak diselundupkan di Kalbar Kelompok Tani “SIDODADI� Sungai Terus, Kecamatan Kubu , Kalbar
Ruang di halaman ini dapat dimanfaatkan bagi petani untuk menginformasikan produknya kepada pembaca atau informasi lain untuk kepentingan petani.
Buletin Petani ADVOKASI No 10 Januari-Pebruari 2003
Resep Kita Kita Resep
Halaman 19
Pengendalian Ulat Daun
Tanaman Kubis, Bawang Merah & Bawang Putih dengan Pestisida Alami
Alat : 1. Gelas plastik 2. Lumpang (Penumbuk padi) 3. Ember 4. Alat pengaduk 5. Knapsack sprayer.
Langkah I 1. Tumbuk hingga halus ½ kg daun Crobo. 2. Tambahkan 1 gelas air pada tumbukan daun Crobo, kemudian diperas.
Bahan : 1. Daun Crobo 2. Pupuk ZA 3. Air kencing sapi 4. Sabun colek 5. Air
Langkah II. 1. Larutkan 3 sendok pupuk ZA, dan 3 sendok sabun colek pada 1 gelas air kencing sapi. 2. Aduk ketiga campuran tersebut hingga pupuk ZA dan sabun colek larut.
: : : : :
½ kg. 3 sendok makan 2 gelas 3 sendok makan 1 gelas
Langkah III. 1. Campurkan air perasan daun Crobo dengan larutan kencing sapi + pupuk ZA dan sabun colek dengan perbandingan 1 : 2 (1 gelas air perasan daun Crobo : 2 gelas larutan kencing sapi + pupuk ZA dan sabun colek) 2. Ramuan siap digunakan.
Cara pemakaian: 1. Campurkan larutan pestisida alami (ramuan daun Crobo, kencing sapi , pupuk ZA dan sabun colek) pada 15 liter air bersih. 2. Aduk hingga rata, masukan campuran tersebut dalam tangki sprayer. 3. Semprotan pada tanaman kobis, bawang merah atau bawang putih yang terserang ulat daun.
Sumber : Muhadi (Petani Hortikultura, dari Bulu Kidul, Desa Suroteleng, di Kec. Selo) Ditulis ulang oleh Sucipto
Buletin Petani ADVOKASI No 10 Januari-Pebruari 2003
Petani Membangun
Advokasi 1 Melalui SLPHT, petani Kelompok Sidodadi desa Sungai Terus Kecamatan Kubu Kabupaten Pontianak-Kalbar (gambar 1) dan petani Kelompok Suka Jadi desa Harapan Jaya Kecamatan Tempuling Kabupaten Indragiri 2 Hilir-Riau (gambar 2) belajar untuk mengendalikan hama pada tanaman tanpa menggunakan pestisida kimia yang dapat meracuni lingkungan di sekitarnya Petani se-eks Karesidenan Surakarta, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Indragiri Hilir-Riau, Kabupaten Pontianak-Kalimantan Barat, dan Propinsi Bengkulu terlibat dalam merumuskan konsep kredit pertanian berbasis petani dalam acara Semiloka Nasional Kredit Pertanian (gambar 3)
3 4
Petani se-eks Karesidenan Surakarta dan Kabupaten Grobogan menyatakan sikapnya atas ketidakhadiran stakeholder benih pada acara Dialog Bersama Stakeholder Benih Berlabel Bahasa Asing (gambar 4)
5
6
Ngaliman, petani asal Kabupaten Sragen sedang memberikan keterangan pada TVRI terkait permasalahan benih berlabel bahasa asing yang beredar di sekitar mereka (gambar 5)
Bersama Fraksi Reformasi DPRRI, petani berdialog dan menyampaikan berbagai masalah seputar petani dan pertanian, setelah sebelumnya bertemu dengan Fraksi Kebangkitan Bangsa (gambar 6) Petani peserta Bengkulu Regional Development Project (BRDP) bersama YDA sedang menyampaikan hasil monitoring partisipatif yang dilakukan petani peserta proyek dalam acara seminar yang diadakan di tingkat propinsi (gambar 8)
YDA didampingi Dr. Hari Hartiko (pakar biologi molekuler Universitas Gajah Mada Yogyakarta) berkeliling kepetani se-eks Karesidenan Surakarta dan Kabupaten Grobogan untuk mensosialisasikan Rekayasa Genetika (gambar 7)
7
8
Foto-foto: Dokumentasi YDA