Surat Tani
Halaman 2
Paket Komplet Pahami RG Dengan Hormat, Saya berdoa dan berharap semoga Bapak beserta segenap pegawai YDA Solo senantiasa dalam keadaan baik-baik dan selalu berada di bawah perlindungan Tuhan Yang Maha Esa. Amin. Selanjutnya, tidak lupa saya mengucapkan terima kasih atas kiriman hadiah kuis dari YDA Solo berupa kaos RG (Rekayasa Genetika) dan Buletin ADVOKASI masingmasing sebanyak 1 (satu) eksemplar. Barang-barang tersebut telah saya terima dengan baik pada tanggal 24 Februari 2003. Dan sekiranya YDA Solo masih mempunyai persediaan “PAKET KOMPLET PAHAMI RG� sebagaimana yang terdapat pada halaman 19, ADVOKASI No.7 Tahun II April-Juni 2002, saya juga mohon dikirimi. Demikianlah, atas perhatian dan bantuannya diucapkan terima kasih. Semoga YDA Solo tetap eksis dengan visi dan misinya. Hormat Saya, Mukani Blok B Ds. Tegal Wangi Desa Rumbai Jaya, Kec. Tempuling Kab. Inderagiri Hilir - Riau
Kita Tidak Boleh Tinggal Diam Sudah tidak dapat dipungkiri bahwa petani memiliki peran yang paling penting dalam kelangsungan hidup manusia di seluruh dunia. Sebab seluruh manusia tidak akan bisa hidup tanpa tersedianya makanan, dalam hal ini yang memiliki peran terpenting adalah tumbuhtumbuhan dan buah-buahan, sedang yang menghasilkan hal ini adalah petani yang hidup di desa-desa. Namun kita tidak habis pikir, mengapa petani selalu identik dengan kemiskinan apalagi di negara kita yang tercinta ini. Petani selalu menjadi obyek para pembuat kebijakan. Sudah banyak jenis proyek yang diprogramkan ke desa-desa, seperti proyek BRDP (Bengkulu Regional Development Project). Pada awalnya membawa angin segar, seolah-olah dengan BRDP, desa yang dulunya tertinggal akan disulap menjadi desa yang makmur dan mandiri, sehingga antusias masyarakat desa sangat positif mendukung proyek tersebut. Tapi kenyataan yang terjadi sangat jauh dari misi sebenarnya, seperti akan diterapkannya adopsi teknologi pertanian, yang menjanjikan hasil yang memuaskan. Dalam hal ini masyarakat tidak berjalan sendiri tapi akan
dibantu oleh PPL dan Konsultan Proyek yang memiliki dedikasi dan pengetahuan khusus dalam masalah pertanian. Akan tetapi dalam praktek mereka yang digaji oleh pemerintah tersebut tentunya dengan duit utangan juga, tidak pernah aktif dalam menjalankan tugasnya. Mereka hanya datang karena diagendakan yang sifatnya seremonial belaka. Dengan demikian, apa yang menjadi harapan semuanya tidak pernah terwujud, yang ada hanya kegagalan. Yang lebih parah lagi masyarakat hanya dijadikan kambing hitam dalam setiap kegagalan. Oleh karena itu, petani tidak boleh tinggal diam, cari solusi yang tepat siapkan jurus yang jitu untuk menangkis setiap permasalahan yang ada, dengan jalan tingkatkan pengetahuan baik dalam hal pertanian maupun dalam hal perkembangan jaman. Majulah demi kesejahteraan dan kemapanan hidup kita. Semoga Tuhan menyertai kita. Ali Qatmir Desa Kota Agung, Kec. Lebong Utara, Kab. Rejang Lebong - Bengkulu
Kendala Jarak Salam Sejahtera, Sebelumnya saya mohon maaf karena jarang berkirim surat ke YDA. Tetapi walaupun jarang niat dan kebersamaan dengan YDA selalu tertanam di hati. Itulah harapan saya. Sebenarnya, (sehubungan pertemuan perencanaan tindak lanjut monitoring BRDP) informasi yang saya terima selama ini bisa dibilang kurang jelas. Bagi saya lebih afdol bisa ikut langsung sehingga puas dan tidak ada kekeliruan penyampaian. Tetapi apa boleh buat, karena waktu dan jarak antar pemonitor di Bengkulu Utara ini sangat jauh. Inilah yang membuat saya ini maju mundur dan advokasinya tersendat-sendat.Cobalah rekan-rekan bayangkan, jarak saya dan rekan-rekan lainnya (Bunga Tanjung, Pondok Suguh) itu dipisahkan jarak 60 km dan mobil angkutan tidak ada, kecuali bus Bengkulu - Padang. Saran dan usulan saya, sebelum kita melangkah selanjutnya‌tolonglah YDA undang rekan-rekan pemonitor di Bunga Tanjung, Pondok Suguh (tahap II) dan pemonitor Air Rami, Air Buluh (tahap I). Segera, karena perlunya ada pertemuan perencanaan tindak lanjut di Bengkulu Utara sehingga bisa menyimpulkan kata sepakat dan kompak kami. Ini menurut pendapat saya sangat penting, khusus untuk Bengkulu Utara ini. Kiranya cukup sekian dulu. Atas kekeliruan dan kurang berkenannya di hati saya mohon maaf sebesarbesarnya. Marsudianto Desa Air Rami, Kec. Muko-muko Selatan Kab. Bengkulu Utara-Bengkulu 30564
Buletin Petani ADVOKASI No 11 April-Juni 2003
Salam Advokasi
Halaman 3
Pertanian Organik, untuk Kemandirian dan Berkelanjutan!
P
Hasil FGD Kelompok Jerami
ertanian organik! Inilah yang coba kami angkat untuk Sebenarnya, tidak mungkin kita menerapkan pertanian jadi bahan diskusi utama dalam Buletin Advokasi organik tanpa konsep yang lebih besar, yaitu pertanian kali ini. Sebenarnya apa sih pertanian organik itu? terpadu. Apakah pertanian organik tepat untuk jadi pilihan? Hal ini Terpadu , berarti usaha tani dengan bagian-bagian yang coba kita bahas di halaman laporan utama. saling mendukung, seperti yang tercantum dalam gambar Mandiri “strategi pertanian” hasil diskusi Kelompok Jerami di Ada sebuah Kelompok Tani “Jerami “ di Desa Nguneng halaman ini. Kecamatan Bulukerto, Kabupaten Wonogiri, yang bertekad Berkelanjutan untuk mencapai kemanSelain itu, penting bagi pedirian. “Mandiri bukan berarti tani untuk memahami sebuah T ern ak hidup sendiri, namun petani pola pertanian yang berkelanS ap i tidak boleh tergantung pada jutan. Artinya, usaha tani terpihak lain dalam usaha sebut akan terus langgeng dan taninya itu,” kata Titus Sriyotidak berkurang kualitasnya. no, ketua kelompok tani yang Karena lahan (dan keluarga kini memiliki koperasi ini. petani) tetap sehat dengan P ak an P em asaran Pupuk Karena itulah, pilihan perpertanian organik. Serta modal organ ik tanian organik, bagi kelomusaha petani harus terus berpok tani adalah sebuah langkembang secara mandiri. kah untuk mencapai kemanSelain itu, ketergantungan dirian! Tidak heran jika makin jangka panjang pada benih pabanyak petani “memilih” cara brik merupakan penghambat L ah an bertani yang tidak perlu terkesejahteraan petani. Sehinggantung pada pasokan baga tidak bisa “memutar” roda han-bahan pabrik (yang harusahanya. ganya tidak bisa dikontrol langsung oleh petani). Apalagi Secara ekonomi, jika petani terus-menerus membutuhbahan-bahan kimia buatan itu berdampak pada kesehatan kan kredit saat hendak menanam, ini menunjukkan pertamanusia, lingkungan dan merupakan alat “kekuasaan” niannya “bukan” pertanian berkelanjutan, apalagi mandiri! ekonomi. Karena itulah, pertanian organik bukan sekadar memakai pupuk kandang (kompos), namun harus Terpadu diposisikan sebagai “jalan Advokasi” menuju kemandirian Bukan sekadar memakai input pupuk organik, cara dan keberlanjutan! bertani haruslah diupayakan seterpadu mungkin. Advokasi Buletin Petani Advokasi diterbitkan oleh Yayasan Duta Awam (YDA), sebagai media komunikasi dan advokasi menuju petani Indonesia mandiri. Redaksi Buletin Petani Advokasi menerima tulisan, gambar/foto dengan misi pemberdayaan petani dari berbagai pihak, khususnya dari kalangan petani sendiri.
Penanggung Jawab: M Riza Dewan Redaksi: Mediansyah (koordinator) Editor Naskah: Haleluya Giri Rahmasih, M Yunus, M Riza Computer editor & Pra-cetak: Kurniawan Eko, M Zainuri H Penulis: Haleluya Giri Rahmasih, M Zainuri Hasyim, Gideon Sumiyarsa, Kurniawan Eko, Ngaliman (Petani), Ary Marimin (Petani), Sri Hartono (petani) Riset Foto: K Eko Adm dan distribusi: Puitri Hatiningsih Pengiriman: Agus Wahyono Alamat: Jl Adi Sucipto No 184-I Solo 57102 Telp: (0271) 710816 Fax: (0271) 729176 e-mail: dutaawam@bumi.net.id
Buletin Petani ADVOKASI No 11 April-Juni 2003
Laporan
Halaman 4
Apa Pertanian Organik itu? Pengertian yang dimunculkan oleh Tim Jaker PO (Jaringan Kerja Pertanian Organik)
Pertanian Organik Pertanian Berkelanjutan?
Terpadu, organik dan mandiri. Sehat, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Indonesia adalah sebagai berikut: “PO merupakan pertanian yang bekerjasama dengan alam, menghayati, dan menghargai prinsip-prinsip yang bekerja di alam yang telah menghidupi segala makhluk hidup berjuta-juta tahun.” Sementara IFOAM (International Federation of Organic Agriculture Movements atau Federasi Internasional Gerakan Pertanian Organik) merumuskan PO sebagai: 1) memproduksi pangan dalam jumlah yang mencukupi, 2) mengupayakan sistem budidaya yang alami, 3) mempertahankan putaran hidup alami tanaman, 4) mengupayakan penggunaan sumberdaya yang dapat diperbaharui, dan 5) memungkinkan produsen memperoleh hasil yang cukup dalam jangka panjang. Dengan demikian sistem PO menerapkan teknik-teknik seperti penggunaan kompos, rotasi tanaman, menghindari penggunaan pupuk dan bahan kimia lainnya, menghindari penggunaan zat perangsang tumbuh dan antibiotik serta penggunaan tenaga kerja ekstra sebagai kontribusi positif bagi pertanian dan masyarakat pedesaan.
Buletin Petani ADVOKASI No 11 April-Juni 2003
Sumber : Kuilu
D
i pertemuan Kelompok Tani, Pak Muji, petani dari Desa Njimus, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah antusias menceritakan padi yang ditanam dengan sistem tanam organik. Padi itu dikatakan berumpun tinggi, kuat, bulirnya lebih berisi dan rasa nasinya lebih pulen serta menyehatkan tubuh. Di sebuah pojok pasar swalayan, penulis pernah menjumpai pasangan muda yang sibuk memilih sayur sambil mendiskusikan label “sayur organik” yang tertera pada kemasan. Dan pernah pada suatu siang, seorang teman, menenteng sebungkus nasi bandeng jatah makan siangnya, sambil mengatakan nasi tersebut berasal dari beras organik! Mengapa produk pertanian organik (PO) demikian diminati konsumen akhir-akhir ini? Mengapa banyak petani mulai beralih dari sistem pertanian serba kimia buatan ke sistem PO? Bagi sebagian konsumen, kesadaran terhadap makanan sehat dan aman bagi tubuh telah jadi dasar memilih produk yang hendak dikonsumsi. Konsumen mulai sadar pada bahaya yang ditimbulkan bahan kimia pertanian. Hal ini kemudian menjadi pemicu gaya hidup “back to nature” (kembali ke alam) yang telah muncul di awal tahun 90-an. Gaya hidup ini menekankan pemakaian sesuatu yang alami, diproduksi secara alami, dan ramah lingkungan (tidak merusak lingkungan). Sedangkan produsen, dalam hal ini petani, kembalinya kepada sistem pertanian organik yang sebenarnya telah menjadi budaya petani tradisional sejak dulu, dipicu oleh kesadaran untuk melakukan pelestarian terhadap sumber-sumber daya alam. Sumber daya alam ini dibutuhkan petani untuk alat produksi (tanah, air, udara dan organisme/ mahkluk hidup di dalamnya). Kesadaran bahwa sumber-sumber daya alam yang ada tidak untuk dimanfaatkan semaksimal mungkin tanpa memperhitungkan dampaknya (dieksploitasi), tetapi untuk didayagunakan searif mungkin dengan memperhitungkan keberlangsungan dan kelestariannya. Selain itu, PO dianggap pilihan pertanian yang murah, apalagi dengan naiknya harga pupuk dan pestisida kimia buatan.
Melalui berbagai pengertian tersebut, agaknya pengertian yang dimunculkan oleh Jaker PO Indonesia serta IFOAM yang lebih lengkap dan menyeluruh. Dari pengertian tersebut muncul beberapa prinsip yang bisa dijadikan pedoman untuk menerapkan PO. Jaker PO Indonesia menyebutkan beberapa prinsip umum, yaitu prinsip ekologis, prinsip teknis produksi dan pengolahan, serta prinsip ekonomi sosial. Prinsip ekologis1 yaitu adalah pedoman yang mendasarkan pada hubungan antar organisme (mahkluk hidup) dengan alam sekitarnya dan hubungan antar-organisme itu sendiri secara seimbang. Hal ini dijabarkan dalam beberapa prinsip berikut: 1) pemanfaatan air dengan mempertimbangkan ketersediaan, fungsi, peruntukan, kesehatan, dan keberlanjutan secara ekologis, 2) pemanfaatan dan pengelolaan tanah yang mendukung kesuburan tanah secara berkelanjutan, 3) pemeliharaan dan pengelolaan udara bersih, 4) pemanfaatan keanekaragaman hayati dan melestarikannya, dan 5) penyesuaian dengan iklim dan tradisi setempat.
Laporan Prinsip teknis produksi dan pengolahan, meliputi: 1) konversi, yaitu masa peralihan dari metode penggunaan bahan kimia buatan menuju metode organik untuk menjamin kebersihan PO dari residu kimia, 2) pengelolaan PO harus berkesinambungan, 3) batasan luas lahan tertentu untuk menjamin ekosistem lengkap dapat terjaga, 4) tidak memakai bahan kimia buatan/pabrik, mendorong pemakaian input biologis dan pemakaian bibit yang sesuai dengan kondisi lokal. Kemudian, 5) pemupukan dengan bahan organik, 6) pencegahan terhadap organisme pengganggu tanaman dan ternak, 7) dilakukan dalam sistem tertutup untuk mencegah kontaminasi (tercemar) bahan asing berbahaya baik dari dalam maupun dari luar, 8) dikembangkan pembenihan mandiri, 9) pemanenan dan pengangkutan dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi fisik serta sifat tanaman/ternak, 10) menekankan pada pembatasan pengolahan dan sanitasi, juga pemakaian bahan beracun berbahaya, 11) teknologi yang dikembangkan adalah hemat energi serta pembatasan pemakaian bahan tambahan/pelengkap. Prinsip ekonomi dan sosial yang mendasar dalam PO ialah 1) menguntungkan secara ekonomis, 2) memberikan produk pertanian yang sehat dan alami dalam jumlah yang cukup, 3) mengembangkan
Halaman 5 pengetahuan (kearifan tradisional) dan inisiatif masyarakat, petani memiliki kebebasan untuk mengembangkan PO sesuai dengan tingkat pemahaman dan ketrampilan yang dimiliki, 4) mengembangkan kemandirian petani, mengurangi ketergantungan dari pihak luar, 5) menjamin kebebasan berkumpul bagi petani, 6) prinsip kesetaraan dan keadilan dalam proses transaksi. Selanjutnya, 7) PO kontekstual dengan perkembangan pengetahuan petani setempat, dalam hal ini kekhasan lokal perlu dijaga dari campur tangan pihak luar, 8) adanya perlindungan, kemudahan, dan jaminan bagi petani dalam mengakses sumberdaya pendukung pertanian organik. Sedangkan yang terakhir, 9) kebijakan harga berdasarkan biaya produksi sesuai daerah setempat dan menjadi pengikat persaudaraan antara konsumen dan produsen. Benarkah KonsepTersebut Ideal? Dalam sistem pertanian yang menekankan produksi massal (menghasilkan dalam jumlah banyak), pertanian organik dianggap tidak praktis dan mahal. PO pada masa-masa awal menerapkan cara-cara yang lebih rumit, waktu yang lama, dan biaya yang banyak. Ada anggapan bahwa sistem PO ini hanya menguntungkan dalam skala usaha yang terbatas. Namun, bukankah ini kenyataan usaha
pertanian di Indonesia. Usaha pertanian di Indonesia kebanyakan adalah usaha kecil dengan keterbatasan di bidang lahan, modal, keterampilan dan jangkauan menuju pasar. Usaha pertanian dilakukan sebagai sumber hidup berjuta petani dan keluarganya. Kemandirian petani mendukung upaya keberlanjutan usaha pertanian, dan ini menjadi sangat penting untuk keberlangsungan keluarga tersebut. Selain itu dengan penerapan prinsip keseimbangan ekosistem, hemat biaya operasional dengan pemakaian bahan alami, serta penciptaan produk yang sehat dan aman dapat pula menjamin keberlanjutan usaha tersebut. Kesadaran konsumen yang semakin meningkat akan pentingnya mengkonsumsi makanan yang amat dan sehat meningkatkan posisi tawar petani dalam menentukan harga produk pertanian organik yang menguntungkan petani. Sehingga akhirnya diharapkan kesejahteraan petani meningkat. (Haleluya Giri Rahmasih) 1
Ekologis: Mengacu pada kondisi lingkungan baik biotik (materi hidup) maupun abiotik (materi tak hidup)
Sumber: 1. Draft Standar Pertanian Organis Indonesia, Jaker PO Indonesia 2. Pertanian Organik sebagai Alternatif Teknologi dalam Upaya Menghasilkan Produk Hijau, Eko Wahyu Nugrahadi, Makalah Falsafah Science, Program Pasca Sarjana/S3-IPB 3. Gerakan Organik, Down to Earth No. 49, Mei 2001
Prinsip-prinsip dalam Pertanian Organik 1) Memperhatikan keberlanjutan alam secara ekologis. Sumber daya alam yang ada digunakan dengan mempertimbangkan ketersediaan, fungsinya, kesehatannya, dan lain-lain. 2) Tidak menggunakan input kimia buatan, baik bibit/benih, pupuk, pestisida, maupun input lain yang digunakan melainkan mendorong penggunakan input alami, misalnya menggunakan bibit/benih hasil reproduksi sendiri, bukan benih/bibit hibrida atau hasil rekayasa genetika, pupuk kandang, kompos, pupuk cair alami, pestisida alami, dan lain-lain. 3) Pengelolaan dilakukan secara berkelanjutan. Pertanian organik adalah sebuah siklus dari produksi hingga konsumsi yang terus menerus dan turun temurun. 4) Memanfaatkan keanekaragaman hayati yang ada dan menyesuaikan dengan kondisi lokal. Mikroorganisme (makluk hidup yang sangat kecil dan tak terlihat mata) pun didukung perkembangannya dan dilestarikan, serta memaksimalkan dan melestarikan sumber daya lokal yang ada di sekitar wilayah tersebut. 5) Penghargaan pengetahuan tradisional dan inisiatif lokal. Petani memiliki kebebasan untuk mengembangkan cara bertaninya sesuai pemahaman, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. 6) Mengembangkan kemandirian. Pertanian organik menjadi dasar terwujudnya kemandirian petani baik secara sosial, ekonomi, politik dan budaya. 7) Adanya prinsip kesetaraan dan keadilan dalam proses transaksi perdagangan.
Buletin Petani ADVOKASI No 11 April-Juni 2003
Laporan
Halaman 6
Pertanian Organik
Antara Kebijakan Pemerintah dan Pasar Global
H
ingga saat ini, sistem pertanian organik (PO) sudah semakin luas diterapkan (kembali) oleh petani, baik secara perorangan, maupun dalam kelompok. Informasi tentang pertanian organik diperoleh baik melalui buku, majalah, koran, selebaran, diskusi dalam kelompok, ataupun lokakarya. Dalam tahapan ini peran kelompok tani, NGO pendamping petani dan perusahaan swasta yang berkepentingan memasarkan pupuk/ pestisida organiknya terlihat sangat besar dalam menyebarkan sistem PO. Lalu dimanakah peran pemerintah dalam hal ini Departemen Pertanian? Apa kebijakan pemerintah dalam hal PO? Dari beberapa sumber informasi yang bisa diperoleh (website dan leaflet/selebaran Deptan), hanya “GO ORGANIK 2010� yang bisa menjelaskan konsep pemerintah dalam PO. GO ORGANIK 2010 adalah sebuah pilihan langkah strategis dalam rangka mempercepat terwujudnya program pembangunan agribisnis berwawasan lingkungan untuk meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat. Latar belakang munculnya GO ORGANIK 2010 sangat bermuatan kepentingan perdagangan global. Dalam perdagangan global, gaya hidup back to nature*) dilembagakan dan diwujudkan dalam regulasi (peraturan) perdagangan global yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus mempunyai atribut aman dikonsumsi (food safety attributes), punya kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan (eco-labeling attributes). Dalam konsep pemerintah, pengembangan pertanian organik semata-mata ditujukan untuk memenuhi permintaan pasar global, untuk itu pengembangan sistem PO pun ditujukan pada produk pertanian dan perkebunan yang mempunyai potensi ekspor, misalnya sayuran, teh, dan kopi. Menurut Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian, volume produk pertanian organik mencapai 5-7% dari total produk pertanian yang diperdagangkan di pasar internasional. Sedangkan permintaan
produk PO di seluruh dunia tumbuh 20% per tahun. Dengan ini ada peluang bagi Indonesia untuk memasuki pasar internasional dalam produk pertanian organik. Apalagi Indonesia dianggap mempunyai potensi yang sangat besar, yaitu banyaknya sumberdaya lahan yang dapat dibuka untuk pengembangan sistem pertanian organik dan adanya teknologi yang mendukung pertanian organik. Menurut database Deptan, pertanian organik adalah sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu, yang mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara alami, sehingga mampu menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan. Dalam praktek, pertanian organik dilakukan dengan cara, antara lain pertama, menghindari penggunaan benih/bibit hasil rekayasa genetika. Kedua, menghindari penggunaan pestisida kimia buatan. Pengendalian gulma, hama dan penyakit dilakukan dengan cara mekanis, biologis dan rotasi tanaman. Ketiga, menghindari penggunaan zat pengatur tumbuh (growth regulator) dan pupuk kimia sintesis. Kesuburan dan produktivitas tanah ditingkatkan dan dipelihara dengan menambahkan residu tanaman, pupuk kandang, dan batuan mineral alami, serta penanaman legum dan rotasi tanaman. Dan keempat, menghindari penggunaan hormon tumbuh dan bahan tambahan buatan dalam makanan ternak. Sebagai salah satu pilihan, Deptan berpendapat bahwa PO menawarkan sejumlah keuntungan yang bisa mendorong terwujudnya ketahanan pangan, keuntungan tersebut antara lain : (1) menghasilkan makanan yang cukup, aman, dan bergizi sehingga meningkatkan kesehatan masyarakat dan sekaligus daya saing produk agribisnis, (2) meningkatkan pendapatan petani, (3) menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi petani, (4) meminimalkan semua bentuk populasi yang dihasilkan dari kegiatan pertanian, (5) meningkatkan dan menjaga produktivitas lahan pertanian dalam jangka panjang, serta memelihara kelestarian sumber daya alam dan
Buletin Petani ADVOKASI No 11 April-Juni 2003
lingkungan, (6) menciptakan lapangan kerja baru dan keharmonisan kehidupan sosial di pedesaan. GO ORGANIK ditetapkan tahun 2001 dengan tujuan untuk mewujudkan Indonesia sebagai salah satu produsen pangan organik terbesar di dunia pada tahun 2010. Untuk mewujudkan tujuan ini, pada tahun 2005 dirancang bahwa semua infrastruktur (komponen pendukung) yang dibutuhkan sudah terbentuk. Langkah yang akan dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan terbentuknya sarana pendukung ialah : a. Memasyarakatkan pertanian organik kepada konsumen, petani, pelaku pasar, serta masyarakat luas b. Memfasilitasi percepatan penguasaan, penerapan, pengembangan, dan penyebarluasan teknologi pertanian organik c. Memfasilitasi kerjasama terpadu antar masyarakat agribisnis untuk mengembangkan sentra-sentra pertumbuhan pertanian organik d. Memberdayakan potensi dan kekuatan masyarakat untuk mengembangkan infrastruktur pendukung pertanian organik e. Merumuskan kebijakan, norma, standar teknis, sistem dan prosedur yang kondusif untuk pengembangan pertanian organik Sayang, tidak ada data yang menunjukkan kegiatan yang dilakukan Deptan untuk mewujudkan langkah-langkah tersebut. Hal yang tidak diharapkan ialah bahwa kebijakan tersebut hanyalah sebagai wacana saja sementara tidak ada langkah nyata dari pemerintah untuk melaksanakannya. Di daerah, pelaksanaan kebijakan ini menjadi wewenang Dinas Pertanian tiap daerah untuk mengaturnya. Sampai saat ini di eks Karesidenan Surakarta, Kabupaten Sragen yang telah begitu gencar melaksanakan sistem pertanian organik. Hal ini dilakukan untuk mengatasi penyempitan lahan dan kebutuhan akan pangan. Sebagai salah satu lumbung padi di Propinsi Jawa Tengah, pertanian organik di Kabupaten Sragen
Laporan terutama dikembangkan pada tanaman padi. Data yang ditampilkan dalam website Pemda Sragen Online, sampai tahun 2001 telah terhampar 450 ha sawah organik dengan ratarata produksi 5-6 ton per hektar. Namun dalam perkembangannya Pemerintah Kabupaten Sragen juga mengembangkan komoditas lain seperti melon, kacang, kedelai, kacang hijau dan sayur-sayuran. Hal yang serupa mungkin telah dikembangkan oleh kabupaten lain. Beberapa dinas pertanian mencoba melakukannya dengan pembuatan demplot pertanian organik. Terlepas dari kepentingan pasar pihak lain, ada dinas pertanian yang bekerjasama dengan perusahaan pupuk/pestisida organik memberikan bantuan bibit kepada petani, untuk ditanam dengan sistem pertanian organik, memakai produk yang dikeluarkan oleh perusahaan tersebut. Namun sejauh ini belum terlihat upaya yang serius dari pemerintah untuk membangun infrastruktur pertanian organik seperti yang diprogramkan dalam GO ORGANIK 2010. Hingga muncul kritik bahwa pertanian organik masih sebatas omongan pemerintah karena pemerintah belum melakukan tindakan yang spontan untuk menyelamatkan lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan petani (Lihat Kompas Online, 22 Oktober 2001). (Haleluya Giri Rahmasih) Catatan: *) Back to nature, dalam bahasa Indonesia berarti “kembali ke alam�. Istilah ini dipakai untuk menyebut keinginan konsumen mengkonsumsi produk-produk yang alami yang tidak menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan manusia dan lingkungan.
Gideon/YDA
Sumber utama: 1. Leaflet GO ORGANIK 2010, dikeluarkan oleh Subdit Pengelolaan Lingkungan, Direktorat Pengembangan Usaha, Ditjen BPPHP, Deptan 2. Berita Info Aktual Prospek Pertanian Organik di Indonesia, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, IAARD Online 3. Pertanian Organik vs Ketahanan pangan, Database Deptan 4. Pertanian Organik, Pemda Sragen Online 5. Hari Tani Nasional 24 Oktober: Pertanian Organik, Masih Sebatas Omongan Pemerintah; Kompas Online, 22 Oktober 2001 6. Makalah: Pertanian Organik di Tengah Peluang dan Tantangan, oleh Untung Wiyono, Bupati Sragen
Halaman 7
Petani dan Pertanian Organik Pertanian organik telah menyebar hampir di semua tempat. Pertanian Organik sebagai pertanian yang bekerjasama dengan alam, menghayati dan menghargai prinsip-prinsip yang bekerja di alam yang telah menghidupi segala mahkluk hidup berjuta-juta tahun lamanya sebagaimana dirumuskan oleh Jaringan Kerja Pertanian Organik Indonesia, tampaknya masih mengalami banyak kendala dalam pelaksanaannya. Potret berikut yang menyajikan pengalaman petani dalam penerapan pertanian organik bisa menjadi gambaran konkret kondisi di lapangan. Darmadi, Desa Sambiduwur, Kec. Tanon, Kab. Sragen, Prop. Jawa Tengah Darmadi, seorang petani yang juga sebagai Bayan (Kepala Dusun) di Dusun Jengglong, Desa Sambiduwur, Kecamatan Tanon, Kabupaten Sragen Jawa Tengah ini mulai mengenal pertanian organik dari teman petani lain, beberapa buku dan majalah. Darmadi mengungkapkan bahwa sampai saat ini hanya dia yang menggunakan sistem pertanian organik di Desa Sambiduwur. Dia berharap bahwa ini bisa menjadi contoh bagi petani lainnya. Penerapan pertanian yang dilakukan adalah dengan menggunakan bibit padi merah (senggreng), sejenis bibit padi lokal yang banyak terdapat terutama pada sawah tadah hujan. Desa Sambiduwur sampai saat ini tidak mempunyai irigasi teknis, air untuk bercocok tanam didapat dari curah hujan. Sedang pupuk yang digunakan adalah bokhasi yang didapat dari pupuk kandang dari ternak kambing maupun sapi yang dicampur dengan arang
sekam serta bakteri pengurai yang dibeli di toko dan gula. Pupuk ini diberikan sebelum tanah diolah dan juga menaburkan abu dapur untuk menetralisir tanah. Perbedaan yang dirasakan adalah secara kualitas padi yang ditanam secara organik bulir gabahnya tidak banyak yang kosong. Beras yang dihasilkan pun mempunyai rasa yang lebih enak. Selain itu juga mengurangi biaya karena pupuk kandang didapat dari ternaknya sendiri dan warga sekitar. Struktur tanah juga menjadi lebih gembur dan mudah diolah dengan tenaga yang lebih sedikit. Meski demikian, disadari pertanian organik terlalu banyak membutuhkan tenaga. Pembuatan bokhasi dari pupuk kandang dan kemudian membawanya ke lahan memang memerlukan tenaga lebih banyak dibanding pupuk kimia. Hal ini disebabkan secara kuantitas jumlah pupuk organik yang diperlukan tanaman juga lebih banyak. Pembuatan pupuk sendiri pun juga memerlukan tenaga. Meski harga jualnya tidak berbeda dengan yang non organik, namun Darmadi menuturkan bahwa dengan biaya yang lebih murah maka masih didapatkan keuntungan.(Gideon S)
Eko/YDA
Buletin Petani ADVOKASI No 11 April-Juni 2003
Laporan bahwa urea adalah salah satu unsur y a n g dibutuhkan tanaman padi. Hasil y a n g didapatkan dari mencoba pertanian padi organik, s e c a r a kuantitas dirasakan Eko/YDA masih lebih Terus mencoba pertanian organik meski tanpa bantuan Dinas Pertanian lagi r e n d a h dibanding non organik. Pemasaran hasil yang lain terserang hama tersebut. Bahkan produksi memang tidak mendapatkan bantuan sampai perlu diadakan penggantian bibit dan dari Dinas Pertanian. Informasi harga yang menanam ulang. didapatkan dari petani lain ternyata tidak sesuai Wagimin menyadari bahwa hasil dengan kenyataan waktu panen. Akibatnya, pertanian organik lebih baik bagi kesehatan, meski ada sebagian yang dijual dengan harga oleh karena itu dia berniat untuk terus lebih tinggi dari harga pasar, namun sebagian mengembangkan pertanian organik tersebut. besar dijual dengan harga sesuai harga pasar. Meski berbagai hambatan terus menghadang, Perbedaan yang dirasakannya antara seperti harga yang sama dengan hasil pertanian organik dan pertanian non organik pertanian non organik dan adanya tawaran adalah pada pertanian organik lebih tahan dari pabrik pupuk untuk menggunakan pupuk terhadap hama. Ini dibuktikan ketika ada kimia.(Gideon S) serangan hama kingser ternyata lahan pertanian organik tidak terserang meski lahan
Sugiyanto, Dusun Segaran, Desa Segaran, Kec. Delanggu, Kab. Klaten, Prop. Jawa Tengah Sugiyanto, salah seorang petani yang sudah cukup lama menerapkan pertanian organik. Sebetulnya, awal pemakaian pupuk kandang disebabkan usaha ternak ayamnya. Kotorannya dimanfaatkan untuk pupuk tanaman padi. Ini sudah berlangsung selama 12 tahun. Sebelumnya Giyanto tidak berpikir bahwa ini adalah pertanian organik, baru setelah mendapat pengetahuan tentang pertanian organik baik dari penyuluhan Dinas Pertanian maupun lembaga lain, mencoba untuk lebih menyempurnakannya. Menurut dia pertanian organik adalah upaya untuk menjaga kelestarian alam dan
mengembalikan kesuburan tanah. Salah tanam kali ini selain menggunakan satu alasan dia beralih ke pertanian organik Pandanwangi juga menggunakan bibit padi adalah biaya yang lebih rendah daripada Kalimas yang juga merupakan varietas lokal. Sebelum ditanami lahan diberi pupuk pertanian non organik. Pertanian organik yang dilakukan Giyanto meliputi padi dan juga palawija. Jenis palawija yang ditanam antara lain adalah bawang merah dan kacang tanah. Malah pernah juga menanam tembakau dengan cara organik. Untuk tanaman padi menggunakan bibit padi Pandanwangi yang dibibitkan sendiri, Kondisi padi Kalimas yang belum sesuai harapan namun untuk musim
Gideon/YDA
Wagimin, Dusun Cangkring, Desa Jimus, Kec. Polanharjo, Kab. Klaten, Prop. Jawa Tengah Wagimin merupakan seorang petani yang telah cukup lama menggeluti dunianya. Menurut Wagimin, pertanian organik adalah pertanian yang Eko/YDA kembali ke jaman dahulu, dalam arti pertanian yang tanpa menggunakan unsur kimia. Pengertian ini didapat dari penyuluhan yang dilakukan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Klaten. Dia beralih ke pertanian organik karena pertimbangan biaya yang lebih murah sehingga pendapatan petani lebih meningkat. Selama ini, ia merasa bahwa petani selalu menjadi pihak yang dirugikan. Wagimin kemudian ditawari untuk mencoba pertanian organik dengan sarana yang diberikan oleh Dinas Pertanian, baik itu bibit maupun pupuk organiknya. Dia juga diberitahu bahwa peralihan dari pertanian non organik ke pertanian organik untuk mencapai standar maka dibutuhkan 4 kali tanam. Meski hanya diberikan bantuan sarana sekali saja namun dia tetap berpegang untuk menerapkan pertanian organik. Wagimin baru 3 kali tanam mencoba pertanian organik. Pada tanam padi yang ketiga dia menggunakan urea karena meyakini
Buletin Petani ADVOKASI No 11 April-Juni 2003
Eko/YDA
Gideon/YDA
Halaman 8
Laporan kandang yang telah difermentasi menjadi bokhasi. Kemudian tanah dibajak sambil menanti pembibitan, setelah itu tanah diolah lagi. Giyanto waktu itu juga masih menggunakan bahan kimiawi terutama pestisida pada waktu musim hujan atau banyak hama. Hasil yang didapatkan, baik dengan pupuk kimia maupun organik mempunyai
Halaman 9 selisih sedikit hanya sekitar 50 –75 kg per patok. Namun dengan organik tanah lebih mudah diolah. Giyanto terutama merasakan perbedaan pada biaya pertanian organik yang lebih murah karena pupuk yang berasal dari kotoran ternaknya. Tentu saja pertanian organik juga tidak terlepas dari hambatan. Hambatan yang dialami adalah ketika musim kemarau air irigasi sulit, dan juga persoalan harga yang
tidak menentu. Untuk persoalan hama Giyanto tidak mengalami kendala berarti. Pemasaran produk organiknya yang selama ini dilakukan adalah ke Solo, dengan bekerja sama dengan sebuah CV, ke Semarang dengan Dinas Pertanian di Ungaran dan ke Yogya yang bekerja sama dengan sebuah lembaga. (Gideon S)
Menuju Petani Mandiri
D
Oleh : Ngaliman*
i jaman yang penuh dengan ketidakdimana produk kita akan dijual dengan pastian ini, petani harus Kemampuan untuk menembus pasar keuntungan yang paling besar. Survai ini bisa mempunyai strategi untuk mencari (akses pasar) adalah salah satu modal dilakukan oleh perorangan maupun secara keuntungan demi kelangsungan hidup kemandirian. Dalam kondisi dewasa ini, berkelompok. Untuk memenuhi permintaan sebagai manusia. Karena itu kita harus rame- Pertanian Organik membutuhkan pasar yang besar, kita dapat bekerjasama rame memikirkan nasib kita bersama, dengan hadirnya petani-petani yang mampu dengan petani yang lain. berpegangan pepatah “ Hari ini lebih baik dari menembus pasar. Jika tidak, maka Dalam survai, dipertimbangkan pula faktor produk pertanian organik dapat adanya tanaman/produk sejenis (saingan) kita. pada hari kemarinâ€?. Dulu, umumnya petani giat bekerja dengan tersingkir oleh permainan pasar yang Apalagi di wilayah yang ada tanaman yang tidak mengenal lelah lantas menjual hasilnya dikuasai oleh orang-orang yang tidak sejenis dengan produk kita, otomatis harganya sendiri. Desa tempat mereka tinggal dengan faham lingkungan dan kesehatan. akan rendah dibandingkan di tempat yang pasar sangat jauh, ditempuh dengan berjalan produk tersebut tidak diproduksi. Contoh, kaki berkilo-kilometer untuk menjual hasil panennya. Pertanyaannya, Daerah Selo (Kab. Boyolali Jawa Tengah) memiliki panen kobis, wortel, kenapa mereka tidak menjual hasil panen di daerah sendiri? Jawa- sawi dan lain-lain. Kalau produknya dijual di Pasar Cepogo, Selo bannya beragam, yang jelas di satu desa, petani lain juga memanen harganya akan rendah, tetapi kalau mau menjual di Kota Solo, Klaten, produk serupa. Hal ini membuktikan, petani dahulu sangat mandiri. Wonogiri dan lainnya harganya akan lebih tinggi. Sebab wilayah-wilayah Pengalaman tersebut masih relevan saat ini. Penulis membuktikan tersebut tidak memproduksi sayuran. Begitu juga sebaliknya apabila di bahwa hal semacam itu masih bisa digunakan di zaman sekarang ini. Klaten sedang panen padi, maka pasaran yang paling baik adalah di Hingga saat ini, penulis selalu menjual hasil pertanian sendiri dan Cepogo, Selo dan beberapa daerah yang lain yang tidak tidak begitu selalu memperoleh harga yang cukup. Komoditas yang sering penulis besar menghasilkan padi atau bahkan tidak ada yang menanam padi. tanam adalah padi, cabe, kacang panjang, kubis, timun, paria dan Hal yang perlu dipetakan, mencakup kebutuhan pasar, jumlah dan kecemes (ceme, bahasa jawa). Menjual produk langsung ke pasar macamnya untuk masing-masing pasar. tanpa perantara tengkulak (pedagang yang ada di desa) akan Mencermati Musim dan Iklim menghindari permainan tengkulak atau pedagang. Ketika panen, harga Yang dimaksud dengan musim adalah musim tanam yang biasa jadi rendah karena dipermainkan oleh beberapa tengkulak. Nah‌ dikenal petani. Pengetahun terhadap musim tanam ini sangat diperlukan kalau sudah terjadi semacam itu, kenapa petani tidak mencoba ketika kita menentukan jenis tanaman yang akan kita tanam, agar mengubah sistem yang terjadi, jangan hanya pasrah menunggu. harganya tidak merosot. Musim tanam yang perlu diketahui adalah musim Sebagai contoh, pada musim panen padi, kenapa tidak menjual hasil tanam daerah sendiri maupun beberapa daerah lain yang merupakan panen langsung ke penggilingan atau ke pasar. Petani harus sentra penghasil tanaman tertentu. Jika kita tidak melihat musim tanam menentukan kemana harus menjual hasil panen, dengan pertimbangan daerah lain, bisa-bisa hasil pertanian kita tidak laku atau harganya rendah harga dan lama waktu pembayaran. Lama-kelamaan, tengkulak atau karena terjadi kelebihan produksi di pasar. pedagang tidak bisa menentukan harga seenaknya. Sebagai contoh, saya pernah mencoba menanam semangka di Pemetaan Kebutuhan Pasar daerah Kecamatan Manisrenggo, Kabupaten Klaten sebelah utara Petani harus bisa memetakan kebutuhan pasar terhadap produk Kecamatan Prambanan dengan suhu udara dingin dan sejuk dengan yang dimiliki, termasuk pedagang besar yang ada. Untuk ini dibutuhkan ketersediaan air melimpah. Pengalaman saya memperlihatkan, bahwa sedikit waktu untuk menjelajahi (survai) pasar. Kemudian bandingkan daerah yang suhu udaranya panas, pada bulan Juli, Agustus, Septemharga di masing-masing pasar yang kita survai dengan perkiraan ber biasanya tidak begitu cocok untuk menanam semangka. biaya transpor yang akan dikeluarkan. Hal ini membuat kita mengetahui (* Petani, tinggal di Desa Bentak, Sidoharjo, Sragen )
Buletin Petani ADVOKASI No 11 April-Juni 2003
Halaman 10
Monitor & Advokasi
Peta Stakeholder Pertanian terkait dengan Perdagangan Bebas (II)
S
takeholder adalah pihak-pihak yang terlibat secara langsung atau tidak langsung dalam suatu kepentingan, baik perorangan maupun kelompok. Bahkan, pihak-pihak yang dirugikan akibat penerapan kepentingan tersebut merupakan bagian dari stakeholder. Peta stakeholder dibawah ini merupakan lanjutan pada edisi sebelumnya (Buletin Advokasi Nomor 10 edisi Januari-Maret 2003). Perusahaan Saprodi (Sarana Produksi Pertanian). Peran yang diharapkan dari perusahaan saprodi adalah sebagai mitra petani dalam memenuhi kebutuhan sarana produksi pertanian dengan tetap memperhatikan kelestarian hidup, kepentingan dan kemandirian petani. Dampak negatif jangka panjang dari hasil penemuan teknologi harus diinformasikan kepada konsumen, khususnya petani, sehingga petani bisa menentukan apakah ia akan menggunakan produk yang dibuat atau tidak.
Perguruan Tinggi. Perguruan Tinggi merupakan sebuah istitusi pendidikan yang diharapkan dapat memberi kontribusi terhadap pembangunan masyarakat, dalam hal ini khususnya pembangunan pertanian. Peran dari perguruan tinggi terhadap pertanian di Indonesia antara lain : • Menghasilkan insan pemikir dan pelaku pertanian yang berakhlak, bertaqwa, berjiwa Pancasila, berkepribadian, terampil dan mampu bersaing. • Menghasilkan pemikiran untuk disumbangkan kepada pemerintah dalam kebijaksanaan pembangunan pertanian Indonesia. • Membantu pengembangan ilmu pengetahuan di bidang pertanian. • Menggali dan mengembangkan potensi sumberdaya nabati dan hewani secara optimal. • Mempertahankan keragaman hayati melalui pemikiran maupun riset-riset yang dilakukan. • Mengoptimalkan dayaguna lahan. • Mengoptimalkan produksi pertanian.
Lembaga Keuangan Internasional; World Bank (WB) dan International Monetary Fund (IMF). Awalnya IMF memiliki misi untuk mengupayakan stabilitas keuangan dan ekonomi melalui pemberian hutang, guna meringankan penyesuaian neraca pembayaran dengan suatu Hal-hal tersebut dapat diupayakan melalui berbagai riset “kondisionalitas” yang ditentukan. Sementara misi Bank unggulan yang bertujuan pada : Dunia adalah membantu mengurangi kemiskinan dan • Upaya pengembangan pertanian berkelanjutan. membiayai investasi untuk pertumbuhan ekonomi. Namun • Upaya pembangunan pertanian berkelanjutan. akhirnya lembaga yang beranggotakan negara kuat seperti • Pengendalian hama terpadu, penyakit dan gulma Amerika, ini justru menelorkan kebijakan yang sangat dalam sistem pertanian berkelanjutan. menekan negara-negara dunia ketiga seperti Indonesia. • Pemanfaatan dan teknologi tepat guna. Hal tersebut disebabkan beberapa hal, antara lain : • Pengelolaan perikanan yang serasi. • WB dan IMF berperan terhadap kerangka besar pedagangan dunia yang berada di bawah kontrol WTO. Sumber: • Dana bantuan yang diberikan oleh IMF dan WB pada 1. Berbagai sumber dari http://www.yahoo.com negara dunia ketiga lebih pada bantuan untuk 2. Berbagai sumber dari http://www.dikti.org meningkatkan infrastruktur, yang nantinya sudah barang tentu akan lebih menguntungkan penanaman modal. • Pemerintah Indonesia terikat dengan kesepakatan IMF dan berdampak pula pada sektor pertanian. Misalkan besar bea masuk gula dan beras sudah diikat oleh Dana Moneter Internasional (IMF). • Letter of Intent (LoI) yang ditandatangani Indonesia pada Januari 1998, yang menempatkan sektor pertanian menjadi sangat liberal, tanpa disertai persiapan yang memadai. Ini membuat petani Indonesia yang sebagian besar adalah petani kecil dan merupakan mayoritas penduduk negeri ini, berada dalam posisi yang sulit. Sumber: 1. http://www.urbanpoor.or.id/kemiskinan/
2. http//www.angelfire.com/id/edicahy/ceritakami/cerkam10.htm
Buletin Petani ADVOKASI No 11 April-Juni 2003
Monitor & Advokasi World Trade Organization (WTO).WTO adalah lembaga di tingkat dunia yang mengatur kegiatan perdagangan antar bangsa. Pada dasarnya, WTO adalah sebuah perjanjian multilateral antar bangsa untuk membangun suatu kerjasama ekonomi internasional melalui upaya-upaya pengurangan atau penghapusan hambatan perdagangan dunia, baik hambatan dalam bentuk tarif maupun non tarif. Namun kenyataannya kebijakan yang dibuat justru lebih banyak menekan negara-negara berkembang. Beberapa hal yang menyebabkan tertekannya negara berkembang antara lain : • Perjanjian liberalisasi produk pertanian (Agreement on Agriculture) dalam rangka organisasi perdagangan dunia (WTO) merugikan para petani kecil di Indonesia. • WTO hanya lebih merupakan lembaga dunia yang dipakai negara-negara maju untuk mendiktekan kemauan mereka terhadap negara-negara berkembang dan miskin. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). LSM merupakan organisasi yang tidak ada kaitannya dengan pemerintah dan didirikan tidak untuk mencari laba. • Menghidupkan atau mendirikan kembali lembagalembaga independen di berbagai level daerah untuk mengimbangi dominasi negara yang selama ini masuk ke dalam hampir semua sektor kehidupan masyarakat, baik di pusat maupun daerah. Institusi independen yang dimaksudkan adalah mempersatukan kembali berbagai ide dari masyarakat yang pluralis kedalam suatu wadah yang relatif terlepas dari kekuatan dan campur tangan pemerintah. • Mengembangkan mekanisme kerja wadah tersebut yang mengarah pada fungsi kontrol terhadap aktivitas pemerintah, seperti yang berkaitan dengan proses penganggaran (budgeting process). Anggaran negara yang dikelola oleh pemerintah baik pusat maupun daerah, pada hakekatnya adalah milik masyarakat yang seharusnya dilakukan secara transparan dan akuntabel (dapat dipertanggungjawabkan). • Menyebarluaskan berbagai informasi yang masih menjadi masalah yang dihadapi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui berbagai cara (public education) agar masyarakat menjadi tahu dan secara suka rela mau terlibat atau berpartisipasi di dalamnya. • Memfasilitasi kelompok-kelompok masyarakat miskin dan lemah dalam mengembangkan kemampuan, memecahkan masalah dan mengelola sumberdaya disekitarnya menuju kemandirian ekonomi mereka. Sumber: 1. Berbagai sumber dari http://www.yahoo.com. 2. Kerjasama antara Bank Pembangunan Asia dan Lembaga Swadaya Masyarakat. 1998.
•
•
•
Halaman 11
WTO menyuarakan perluasan pasar dan liberalisasi di semua bidang. Menteri Pertanian Amerika Serikat sendiri menyatakan, untuk apa negara berkembang repot-repot memproduksi pangan sendiri, karena negara maju mampu mencukupi kebutuhan pangan dunia. Paham Neoliberalisme yang ditiupkan WTO mengancam negara Indonesia, dengan dalih peran masyarakat perlu diperbesar sementara peran pemerintah diperkecil. WTO itu masih lebih merupakan macan ompong dari pada lembaga multilateral yang berwibawa dan mampu menuntut anggotanya mematuhi peraturanperaturan yang disepakati bersama. Terhadap negara berkembang WTO mudah melakukan tekanan, tetapi terhadap negara seperti AS kurang berani juga.
Sumber: 1. http://www.deptan.go.id/setjen/humas/mei2000.htm 2. Pangan, Kearifan Lokal dan Keanekaragaman Hayati. 2001. Francis Wahono, dkk. Yogyakarta: Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas.
Konsumen. Konsumen adalah pihak yang mengkonsumsi atau membelanjakan uangnya untuk memperoleh sesuatu untuk digunakan. Peran yang dapat dilakukan konsumen berkaitannya dengan perdagangan bebas komoditi pertanian petani antara lain : • Waspada dan kritis terhadap harga dan mutu suatu produk pertanian dalam negeri dan impor. • Mendorong diri sendiri untuk bersikap adil dan proporsional terhadap kepentingan petani dengan peduli terhadap produk yang dihasilkan. • Waspada terhadap segala akibat yang ditimbulkan oleh pola konsumsi kita terhadap orang lain, terutama kelompok-kelompok yang terabaikan, baik pada tingkat lokal, nasional maupun internasional. Misalkan, kita terlalu banyak mengkonsumsi produk impor yang belum tentu terjamin kesehatannya, sementara kita tidak peduli dengan produk petani kita. • Mengenali tanggungjawab pribadi dan sosial untuk menghemat sumberdaya alam dan melindungi bumi demi generasi mendatang. • Mengembangkan kekuatan dan pengaruh untuk memperjuangkan dan melindungi petani. Sumber: Menggalang Kekuatan-Panduan Pengorganisasian, 1988, Jakarta: YLKI.
Buletin Petani ADVOKASI No 11 April-Juni 2003
Halaman 12
Pengalaman Advokasi Kelompok Tani Mekar Sari
Melirik Agribisnis
Dok YDA
K
elompok Tani “Mekar Sari” yang tepat di Kelurahan Blumbang, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah telah lama prihatin. Pasalnya, salah satu hasil pertanian mereka yaitu wortel, harganya tidak stabil. Selain itu, sering produk yang melimpah tidak tertampung seluruhnya oleh pasar dengan harga layak. Berdasarkan analisis “Mekar Sari”, beberapa hal yang menjadi masalah yang harus dipecahkan, adalah (1) harga produk pertanian yang dihasilkan selalu naik turun, akibat dari permainan para tengkulak, juga persaingan dengan produk sejenis dari wilayah lain, (2) adanya ketakutan akan membanjirnya hasil olahan produk pertanian dari luar negeri, (3) perkembangan penduduk yang mengakibatkan lahan pertanian menjadi semakin berkurang. Akhirnya, kelompok tani Mekar Sari mengutarakan keluhannya kepada instansi pemerintah yang terkait, yaitu Dinas Pertanian (Dipertan) Kabupaten Karanganyar. Pada tanggal 12 Agustus 2002 dalam sebuah seminar 3 hari tentang petani agribisnis di tingkat propinsi, ketua kelompok tani atas nama anggota menyampaikan keluhan tersebut. Kemudian, Dipertan Kabupaten Karanganyar bekerjasama dengan Fakultas Pertanian UNS (Universitas Negeri Sebelas Maret) Surakarta segera menindak lanjuti dengan berkunjung ke Kelompok Tani Mekar Sari, pada tanggal 5 September 2002. Saat itu pihak UNS menanyakan tentang hasil tanaman wortel per-hari. Dijawab bahwa hasil tanaman wortel per-hari kurang lebih 5-10 ton. Pihak UNS mengusulkan suatu alat untuk mengubah wortel menjadi tepung
wortel. Petani berharap, mungkin inilah solusinya sehingga petani akan mulai berwawasan agribisnis dimana petani tidak hanya menjual bahan atau hasil panen dalam ujud mentah saja. Pihak UNS juga membawa tim ahli untuk mengajarkan mengolah tepung wortel menjadi roti dengan beberapa variasi bentuk roti. Setelah beberapa waktu menunggu, datanglah alat tersebut, tepatnya tanggal 14 Oktober 2002. Alat tersebut berupa mesin pengering dan mesin penepung yang dinamai Cabinet Dryer. Alat ini adalah hasil kerjasama Dipertan Karanganyar dengan Fakultas Teknologi Pertanian UNS. Dinas Pertanian Kabupaten Karanganyar sebagai penyadang dana dan UNS sebagai pembuat teknologi tepat gunanya. Sebenarnya dalam hati kecil kami sempat kecewa karena ketika alat itu datang hanya berkapasitas 2,5-3 kg wortel dan akan menghasilkan tepung lebih kurang 20 gram. Sungguh jauh dari harapan. Dalam pertemuan selanjutnya tanggal 19 Oktober 2002 pihak UNS bersama Dinas Kesehatan datang untuk melakukan survai kelayakan
Buletin Petani ADVOKASI No 11 April-Juni 2003
Produksi Wortel yang berlimpah menyebabkan harga yang rendah. Mengolah menjadi tepung wortel merupakan salah satu solusi.
lingkungan guna menjamin higienitas hasil olahan. Setelah itu, kelompok akan mendapatkan Sertifikat Penyuluhan (SP) dari Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar. Upaya-upaya pemasaran telah dilakukan, diantaranya melalui sebuah UD yang sanggup memasarkan di swalayan. Syaratnya harus mampu memasok per-hari minimal 10 kg tepung wortel dan 10 kg kripik wortel. Dengan inilah kelompok tani “Mekar Sari menjadi lebih tercambuk untuk membuat alat yang benar-benar mampu mencukupi permintaan konsumen, tentunya dengan berkonsultasi dengan UNS dan Dipertan. Sampai saat ini, Kelompok Tani ”Mekar Sari” belum mampu merealisasikan tambahan alat tersebut. Suatu saat barangkali ada investor yang berminat dan mau bekerjasama dengan Kelompok Tani ”Mekar Sari” dalam upaya mewujudkan alat yang mempunyai kapasitas produksi yang mampu memenuhi permintaan pasar. (Sri Hartono, anggota KT Mekar sari, Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah)
Pengalaman Advokasi
Halaman 13
Sekilas dari Monitoring CERDP di Kalsel
Ayo Menunaikan Hak Monitoring !
B
elum lama ini YDA bermitra dengan LK3 (Lembaga Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan), YCHI (Yayasan Cakrawala Hijau Indonesia) dan sekelompok petani dari Kabupaten Banjar dan Tanah Laut, Propinsi Kalimantan Selatan, melakukan ABMP (Advokasi Berbasis Monitoring Partisipatif) terhadap proyek CERD 1 . Pada tanggal 27 Maret 2002, dihadapan para pelaksana proyek, dinas pemerintahan, DPRD, pers, rekanrekan petani dan aktivis NGO, telah dilakukan seminar penyampaian hasil monitoring partisipatif. Sampai saat tulisan ini diturunkan, kegiatan advokasi sebagai tindak lanjut kegiatan monitoring masih dilakukan. Bagaimanakah tanggapan yang muncul selama proses ABMP ini? Sebelum pelatihan monitoring partisipatif kepada para petani, YDA dan LK3 menyempatkan diri untuk bertemu dengan Pimpinan Proyek tingkat propinsi. Tanggapan salah satu pejabat Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Peran Perempuan Kalimantan Selatan sangat mengundang perdebatan, “Apa hak anda melakukan monitoring? Anda kan swasta, (sedangkan) pemerintah mempunyai sistem monitoring sendiri, swasta tidak bisa seenaknya melakukan monitoring pekerjaan pemerintah.” Sangat disayangkan komentar demikian muncul dari seorang pejabat pemerintah yang memperoleh gaji dari pajak (yang dibayarkan) rakyat. Berbeda dengan pejabat di daerah, Pelaksana Proyek di Pusat bahkan menyempatkan diri datang ke kantor YDA di Solo bersama dua orang konsultannya untuk menyampaikan “dukungan”. Harapannya, hasil monitoring partisipatif dapat menjadi masukan dalam pembuatan Project
Operation Procedure (Prosedur Operasional Proyek) yang saat itu sedang dibuat. Demikian juga Asian Development Bank (ADB), kreditor proyek ini, melalui Suwartono yang hadir dalam seminar sosialisasi, mendukung pelaksanaan ABMP ini. Beliau menyatakan bahwa kegiatan ini sangat berguna sebagai penyeimbang sistem (monitoring) yang dilakukan oleh ADB. Petani sendiri yang terlibat dalam kegiatan pada awalnya ragu dengan kegiatan advokasi ini. Hal ini tersirat melalui pertanyaan-perta-nyaan, “Apakah kami berhak?”, “Apakah kami bisa?”, “Apakah suara kami akan didengar?”, “Bagaimana nantinya dengan tanggapan atau pandangan teman-teman kami di desa?”, dan “Apakah ini akan berhasil?” Dalam pelatihan para peserta umumnya mempunyai kesan yang baik terhadap acara pelatihan monitoring partisipatif. Salah satu komentar yang tertangkap ialah komentar Satri, peserta dari Desa Kuin Besar, Kec. Aluh-Aluh, Kab. Banjar yang mengatakan bahwa pelatihan ini
mengharuskan peserta untuk berpikir dan waktu pelatihan yang tujuh hari pun sebenarnya kurang. Setelah selesai pelatihan, hal ini diceritakan kepada teman-teman di desanya sehingga menimbulkan kekecewaan pada mereka yang tadinya menolak untuk ikut dalam pelatihan, “Wah, kalau tahu begitu, dulu saya ikut. Lha selama ini kalau ada pelatihan atau penataran paling hanya begitu-begitu saja.” Hingga, pada akhirnya mereka lega bahwa mereka mampu menjalani proses advokasi ini, bahkan muncul kesadaran untuk melakukan sosialisasi kepada rekan mereka di desa lain yang menjadi lokasi proyek CERDP tahun 2003. Tidak banyak tanggapan yang muncul dari kalangan ornop (organisasi non pemerintah) di Kalimantan Selatan, namun muncul pemikiran bahwa kegiatan ini akan menjadi awal gerakan melawan hutang yang lebih sistematis oleh ornop di Banjarmasin. (Haleluya Giri Rahmasih) 1 Community Empowerment for Rural Development (Proyek Pemberdayaan Masyarakat untuk Pembangunan Desa)
Dok YDA Petani Kalsel mengukur kualitas proyek CERDP
Buletin Petani ADVOKASI No 11 April-Juni 2003
Profil Aksi
Halaman 14
KOMPPOS Mencoba Menjembatani Informasi
K
omppos (Kelompok Muda Peduli Petani Sukoharjo) beranggotakan berbagai petani muda. Para penanam hortikultura ini tergabung dalam dua lintas kecamatan antara Kecamatan Bendosari dan Kecamatan Polokarto yang bersekretariat di Cendono Rt 01, Rw VII Kelurahan Sugihan, Kecamatan Bendosari, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Latar belakang terbentuknya Komppos adalah adanya kesadaran sebagai petani muda yang harus kreatif dan berpikir secara aktif menyikapi permasalahan-permasalahan khususnya pertanian yang ada. Karena wadah kelompok tani yang ada sekarang kegiatannya pasif sedangkan untuk kegiatan bersama dibutuhkan suatu wadah, maka disepakati untuk membuat wadah baru dengan nama Komppos. Karena latar belakang dan kemampuan anggota yang berbeda, maka disepakati untuk dilakukan pertemuan setiap 35 hari (selapanan) agar dapat terjalin kerja sama dengan baik dan meningkatnya kemampuan anggota dari informasi-informasi yang dibahas dalam setiap pertemuan. Selain itu, peningkatan ini juga lewat kegiatan-kegiatan lain. Dalam pertemuan rutin tersebut selain membahas informasi-informasi baru juga membahas permasalahan-permasalahan yang timbul di masyarakat sekitarnya. Komppos secara resmi berdiri pada tanggal 9 Agustus 2002, walaupun sebelumnya sudah melakukan pertemuanpertemuan rutin. Di usianya yang relatif masih muda Komppos sudah melakukan beberapa kegiatan baik yang merupakan kegiatan kelompok maupun kegiatan yang sifatnya sosialisasi agar ianformasi-informasi baru khususnya di bidang pertanian diketahui pula oleh masyarakat yang lain. Budidaya Jamur Kuping Anggota Komppos selain mempunyai usaha pokok sebagai penanam tanaman
dok. KOMPPOS
Demplot budidaya Jamur, mencoba mempraktekkan dan memperluas wawasan agrobisnis.
hortikultura seperti melon, cabe dan sayuran juga sepakat untuk membuat kelompok usaha bersama yang dikelola secara bersama-sama untuk menjaga kekompakan kelompok. Dari berbagai pendapat dan usulan yang ada maka disepakati dibentuk sebuah usaha budidaya jamur kuping, dengan pertimbangan hemat tempat, tenaga dan tidak membutuhkan peralatan yang mahal. Selain itu alasan penanaman jamur kuping karena sudah mempunyai jaringan pemasaran sehingga prospeknya bagus dan jamur kuping merupakan produk organik murni (tidak pakai bahan kimia), serta unsurunsurnya sangat baik untuk menjaga kesehatan tubuh. Selama budidaya dicoba pula melakukan analisis usaha, ternyata hasilnya dapat untuk menambah pemasukan kelompok bahkan apabila dipelihara dalam jumlah yang besar dapat membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Nantinya apabila usaha jamur kuping ini
Buletin Petani ADVOKASI No 11 April-Juni 2003
sudah maju, anggota Komppos akan mensosialisasikan budi daya jamur ini ke masyarakat sebagai salah satu usaha penunjang bagi pertanian mereka. Sosialisasi Rekayasa Genetika Dengan melihat perkembangan ilmu pengetahuan dewasa ini khususnya bidang bioteknologi di bidang pertanian, banyak tanaman baru atau benih unggul yang dibuat dengan teknologi rekayasa genetik (memindahkan gen antara tanaman yang satu dengan tanaman yang lain). Namun secara umum teknologi tersebut belum dapat sepenuhnya diterima. Beberapa ahli menyatakan teknologi rekayasa genetik akan mengentaskan dunia dari kekurangan pangan, namun ahli yang lain menyatakan dengan rekayasa genetik akan memungkinkan timbulnya hama penyakit baru dan mematikan predator yang selama ini menguntungkan. Dengan maraknya pro dan kontra
Profil Aksi
Halaman 15
dok YDA
Mengkaji kontrak kerjasama pertanian yang kini kerap dilakukan pengusaha dengan para petani. Perjanjian kerja sering tidak memposisikan petani secara setara dengan pengusaha.
tentang tanaman hasil rekayasa genetika dan banyaknya produk yang diduga tanaman hasil rekayasa genetika yang beredar dan dikonsumsi masyarakat, maka Komppos tergugah untuk mengadakan sosialisasi tentang tanaman dan pangan hasil rekayasa genetika dilihat dari segi positif dan negatifnya, bekerja sama dengan YDA Solo. Kegiatan tersebut diadakan di Balai Desa Sugihan Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo dengan melibatkan segenap lapisan masyarakat serta instansi yang mendampingi petani (PPL dan aparat desa). Untuk melakukan sosialisasi sebagai nara sumbernya mengundang Dr. Hari Hartiko, M.Sc, seorang pakar bioteknologi dari Universitas Gajah Mada Jogjakarta. Sebelum melakukan sosialisasi tersebut beberapa anggota komppos mengikuti beberapa seminar mengenai tanaman rekayasa genetika, untuk memperkuat informasi di anggota Komppos sendiri. Sosialisasi Kontrak Kerja Sama Antara Petani dengan Perusahaan Melihat fenomena AFTA 2003 akan terbuka perdagangan bebas, dimana nantinya akan banyak sekali perusahaan yang akan bekerja sama dengan petani. Sedangkan apabila melihat kontrak kerja sama yang terjadi selama ini petani selalu menjadi pihak yang paling lemah dalam suatu perjanjian dan seakan-akan petani tidak mempunyai kekuatan untuk mengajukan
Dalam pelaksanaan sosialisasi di atas, kontrak kerja sama yang banyak mendapat sorotan adalah kontrak kerja sama penanaman ginseng, karena dalam kontrak tersebut banyak sekali kelemahankelemahan dan posisi petani sangat lemah (dibandingkan dengan materi sosialisasi), karena dalam kontrak tersebut tidak memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak serta tidak jelasnya maksud dari kontrak tersebut (kerja sama pembelian, penanaman atau yang lain). Sehingga muncul kesan bahwa perusahaan hanya mencari keuntungan sepihak dengan menjadikan petani sebagai obyeknya. Hasil sosialisasi tersebut menyepakati akan dibuat sebuah pertemuan lanjutan di tingkat petani yang difasilitasi oleh Komppos, yang kemudian dilanjutkan pertemuan antara petani dengan perusahaan yang akan difasilitasi oleh Dipertan Kabupaten Sukoharjo. Kegiatan Lain Disamping melakukan sosialisasi ditingkat forum, beberapa anggota Komppos juga melakukan monitoring Program Ketahanan Pangan (PKP), sosialisasi mengenai bahaya pestisida pada kelompokkelompok tani yang ada di sekitar mereka tinggal, bahkan ke aparat desa. Sehingga beberapa kali diundang dalam pertemuanpertemuan tingkat desa. Dari beberapa kegiatan di atas dukungan dari aparat desa sangat dibutuhkan sehingga beberapa kegiatan dapat berjalan dengan lancar. Demikian kegiatan kelompok yang bernama Komppos, kerja sama dengan semua pihak sangat diharapkan asalkan mempunyai arah yang sama, yaitu meningkatkan penghidupan petani dengan tidak menjadikan petani sebagai obyek penerima. Apabila ingin menghubungi Komppos bisa menemui setiap waktu diluar jam kerja kami sebagai petani tentunya. (Ary Marimin)
sebuah usulan dalam pembuatan kontrak maupun klaim setelah kontrak itu berjalan. Intinya selama ini banyak petani dirugikan dalam kontrak kerja sama yang pernah diikutinya. Berdasarkan alasan di atas maka Komppos yang pernah mengikuti kajian kontrak pertanian tergugah untuk melakukan sosialisasi kontrak pertanian di daerahnya, dengan mengundang aparat pemerintahan yang terkait dengan bidang pertanian. Pelaksanaan sosialisasi tersebut dilaksanakan pada tanggal 7 April 2003 di Kantor Kecamatan Polokarto, dengan mengundang masyarakat khususnya petani yang sering membuat kontrak kerja sama, misalnya petani melon dan ginseng. Selain itu juga mengundang PPL, Kades, Camat dan Dipertan Kabupaten Sukoharjo. Sebagai nara sumbernya adalah Kelik Wardiono,S.H, dari Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. Maksud dari kegiatan tersebut untuk memberikan wacana bagi teman-teman petani, tentang bagaimana membuat kontrak kerja sama yang ideal dan berkekuatan hukum dan mengun-tungkan kedua belah pihak. Sehingga diharapkan Sebagai informasi tambahan, anggota Komppos hanya terdiri dari 7 orang, yaitu: kedepannya petani lebih berhati-hati, Ary Marimin (Ketua), Tugiman (Sekertaris), meneliti serta mengkaji dahulu apabila Sartono (Bendahara), Sukido (anggota), akan membuat kontrak kerja sama, Cipto Wiyono (anggota), Nur Wardoyo (anggota) sebelum menetapkan ikut atau tidak dan Sutardi (anggota). dalam sebuah kerja sama.
Buletin Petani ADVOKASI No 11 April-Juni 2003
Bero
Halaman 16
Bagai Tikus Mati di Lumbung Padi
P
ernahkah anda mendengar pepatah seperti judul di atas? Nah, hal yang mirip dengan si tikus dalam mutiara kata ini, pernah pula terjadi pada seorang kawan kita. Alkisah, seorang staf YDA ini, mengalami kelaparan semalaman suntuk! Padahal dia berada di tempat yang penuh dengan makanan yang pasti enak-enak dan bergizi tinggi. Kawan kita ini kelaparan, padahal dia berada di kamar hotel berbintang yang paling bergengsi di Kota Solo, dan jika mau makan, sebenarnya dia bisa tekan tombol telepon saja, akan langsung diantar! Apa pasal? Ceritanya kawan kita yang baik hati ini, mulanya membantu gawe sebuah panitia kegiatan di hotel tersebut. Karena bukan panitia inti, dia sengaja datang terlambat. Tentu saja acara makan malam bersama sudah selesai. Kemudian kegiatan kepanitiaan di hotel itu memang sangat melelahkan, sehingga kawan kita yang sudah sedari pagi bekerja di kantor YDA ini, merasa capek. Dia pun pamit kepada panitia yang lain untuk sejenak istirahat di kamar yang disediakan untuk panitia. Bukannya bobo istirahat, malahan dia asyik nonton film di TV kamar yang memang memiliki jaringan khusus film-film terbaru. Selesai tiga film, dia pun menjenguk ke ruang kerja panitia yang lain, sepi! Karena semua telah pulang. Ternyata hari sudah larut malam! Tak ada kawan untuk pulang bersama, dia pun kembali ke kamar. Tiba-tiba perutnya berbunyi “kukuruyuuuk�, menuntut untuk diisi. Padalah panitia tidak memberi jatah untuk makan malam lagi. Dia pun membolak-balik buku menu makanan restoran hotel yang ada di kamar. Alamaaak! Nasi goreng sederhana saja Rp 25.000! Mana dompet lagi tipis, “mati lah awak!� keluhnya. Tapi, sudahlah, toh sudah terlanjur tidak bisa pulang. Nikmati saja kasur empuk di hotel berbintang ini. Kawan kita ini pun menuang air putih dari teko yang ada di kamar, lantas minum sebanyak-banyaknya! Dan diapun melanjutkan nonton TV sampai pagi, karena lapar membuatnya tidak bisa tidur! Kaciaaan deh lu! (*)
Santai & & berhadiah!
Pertanyaan menurun: 1. Kegiatan pemantauan/pengawasan 3. Minyak pelumas 4. Inggris: Dan 5. Singkatan: Bank Tabungan Negara 6. Kegiatan untuk mengumpulkan/ mencari data dan informasi 10. Nyaring; gegap gempita 11. Keinginan kuat untuk mencapai sesuatu 13. Singkatan: Anggaran Pendapatan Belanja Negara
Pertanyaan mendatar: 2. Singkatan: World Trade Organization = Organisasi Perdagangan Dunia 4. Singkatan: Asian Development Bank = Bank Pembangunan Asia 7. Singkatan: Otonomi Daerah 8. Makanan berasa manis dan kecut hasil fermentasi/peragian 9. Merek pestisida yang telah dilarang beredar karena kandungan racunnya sangat tinggi 12. Kasihan 14. Hitungan luas tanah 15. Sejenis penyakit kulit 16. Singkatan: Advokasi Berbasis Monitoring Partisipatif 17. Dibalik: cahaya 18. Jenis pestisida yang telah telah dilarang beredar karena kandungan racunnya sangat tinggi 19. Alami 23. Singkatan: Need Assessment = Penilaian kebutuhan; biasanya dilakukan sebelum pelaksanaan kegiatan atau program zh 24. Singkatan: Sustainable Agriculture = Pertanian berkelanjutan 25. Singkatan: Tes Hasil Belajar Kirim jawaban anda melalui 26. Singkatan: Kelompok surat pos/kartu pos ke: 14. Singkatan: Anggraran Pendapatan Redaksi Buletin PetaniADVOKASI Belanja Daerah Yayasan Duta Awam, 19. Singkatan: Organisme Pengganggu Jl. Adisucipto 184 i Solo Tanaman 20. Singkatan: Gerakan Non-Blok Jangan lupa tempelkan kupon yang 21. Nama jenis pupuk tersedia di bawah ini. 22. Singkatan: Kredit Ketahanan Pangan Pemenang beruntung mendapatkan tanda persahabatan dari Pengumuman Quis redaksi, diumumkan pada Pemenang Quis Buletin Advokasi Edisi 9 dua penerbitan tidak ada karena tidak ada yang mengirim mendatang.
Buletin Petani ADVOKASI No 11 April-Juni 2003
Kupon Santai dan Berhadiah Edisi 11
Kilas Berita Tani Nasib Desa Lama CERD Ngambang
tidak sedikit yang dilakukan tak beraturan. Banjarmasin Post, 2 Mei 2003
Gagalnya proyek Community Empowerment for Rural Development (CERD) yang seharusnya mengedepankan porsi partisipasi masyarakat lebih maju, nampaknya meragukan. Pasalnya, tak tuntasnya pelaksanaan proyek dana utang luar negeri di desa lama, nasibnya semakin tak jelas. Desa-desa lama, dijanjikan tak akan kelewatan kesempatan utuk mendapatkan kembali dua proyek yang hilang. Asalkan ada kriteria yang harus dipenuhi. Menurut Sekretariat Pengelola Proyek CERD, ada konsepsi yang dilematis, sehingga mereka tak dapat memaksakan semua desa dapat menerima kembali dua komponen yang tertinggal. Sehingga proyek yang diterima masyarakat hanyalah komponen C atau infrastruktur desa. Pihak pengelola proyek di tingkat pusat, kembali mengutarakan kalau ini adalah upaya untuk menjalankan proyek sementara dengan seadanya, sementara argo pemba-yaran dana pinjaman dari Asian Development Bank (ADB) berjalan. Padahal, dari cacatan BPost, sebelumnya saat Seminar Hasil Monitoring Proyek CERD di Kalimantan Selatan, Kamis (27/3) di Hotel Arum, ada permintaan untuk calon-calon desa lainnya yang telah ditunjuk diminta untuk dipikirkan kembali agar diundur lagi pelaksanaanya setelah ada keberesan di desa lama. Seperti diberitakan, temuan umum tiga Lembaga Pelaksana Monitoring proyek CERD yakni Yayasan Duta Awam (YDA) Solo dan Yayasan Cakrawala Hijau Indonesia (YCHI) Banjarbaru dan LK3 Banjarmasin, menyebutkan bahwa proyek ini gagal menggaet masyarakat. Desain proyek yang terdiri dari sejumlah komponen banyak menimbulkan pertanyaan. Karena
Proyek BRDP Perlu Diawasi Ketat CURUP-Petugas pemantauan proyek BRDP (Bengkulu Regional Development Project) di lapangan, Adi Ogan yang yang merupakan mitra kerja Yayasan Duta Awam (YDA) Solo, mendesak Pimpro BRDP Rejang Lebong, Mustofa untuk melakukan pengawasan secara maksimal kepada para pelaksana proyek BRDP di lapangan. Karena berdasarkan pemantauan yang dilakukannya bersama tim YDA dan perwakilan donatur Mr. Rig, banyak sekali dugaan penyimpangan, sehingga merugikan masa depan masyarakat sebagai pembayar utang negara ini. “Banyak sekali terjadi penyimpangan pelaksanaan proyek BRDP di lapangan, hal ini terjadi karena Pimpro BRDP Rejang Lebong, Mustafa tidak melakukan pengawasan secara maksimal. Padahal berbagai bangunan fisik yang dibangun proyek BRDP dimaksudkan untuk menyediakan infrastruktur pedesaan untuk menunjang pembangunan ekonomi rakyat,� ujarnya. Menurut Adi Ogan, pihak pengelola BRDP harus segera menindaklanjuti berbagai temuan yang sudah mereka laporkan, sehingga perbaikan kualitas proyek bisa dilakukan sambil berjalan. Jangan sampai terjadi, setelah proyek ini berakhir bisa berbagai penyimpangan muncul, sehingga tidak ada waktu lagi untuk melaksanakan perbaikan. Selain itu salah satu prinsip utama pelaksanaan proyek BRDP ini adalah transparasi dan melibatkan berbagai elemen masyarakat sebagai wujud nyata partisipasi pembangunan yang
Halaman 17 bersifat botom up planning. Rakyat Bengkulu, 24 Pebruari 2003
Beras Impor Ilegal 700.000 Ton Hingga saat ini beras impor selundupan atau ilegal yang masuk Indonesia diperkirakan jumlahnya mencapai 700.000 ton/tahun. Beras selundupan yang masuk melalui pelabuhan-pelabuhan besar itu dilakukan bersamaan dengan impor beras legal. Di sisi lain, para petani padi tetap rugi meski harga dasar pembelian gabah oleh pemerintah telah dinaikkan, karena sebelumnya harga BBM sudah naik. Dengan demikian, pertambahan penerimaan kotor petani akibat kenaikan harga dasar gabah tidak bisa mengimbangi kenaikan ongkos produksi. Suara Merdeka, 7 April 2003
Subsidi Pupuk Rp 1,3 Triliun SUKOHARJO-Pemerintah melakukan berbagai upaya agar produksi pertanian terus meningkat. Di antaranya dengan memberikan subsidi pupuk pada musim tanam tahun 2003 senilai Rp 1.3 triliun. Demikian diungkapkan Menteri Pertanian Prof Bungaran Saragih saat mengawali panen perdana di Desa Palur, Mojolaban, Sukoharjo. Agar harga pupuk tidak naik dan bisa dijangkau petani, pemerintah akan mengucurkan subsidi Rp 1,3 triliun. Pemerintah juga menyiapkan dana Rp 4,5 triliun untuk perbaikan irigasi dan Rp 12,4 triliun untuk subsidi kredit usaha kecil menengah (UKM) agrobisnis. Suara Merdeka, 7 April 2003
Buletin Petani ADVOKASI No 11 April-Juni 2003
Info Tani
Halaman 18
Info Harga Sayur dan Buah Waktu Tersedia Kisaran Harga (Rp) Masa Murah Masa Mahal Rendah Tinggi Mei, Juni Juli, Agustus, 450-500/kg 700-800/kg September 2. Mentimun Puasa, Suro, Januari, Juli, Agustus, 200-400/kg 600-900/kg April, Mei September, Oktober 3. Kacang Panjang Puasa, Suro, Maret, Agustus, September, 500-1000/kg 1500-2000/kg April, Mei Oktober 4. Cabe Suro, April, Mei, Juni Puasa, Januari, 1500-2000/kg 3000-7000/kg Pebruari, Maret, Agustus, September 5. Kecemes (Ceme) Januari, Pebruari, Juni, Juli, Agustus, 500-600/kg 1000-1200/kg Maret, Desember September, Oktober Kontak : Ngaliman. Desa Bentak, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen-Jawa Tengah No. Produk 1. Semangka
Waktu Tersedia Kisaran Harga (Rp) Masa Murah Masa Mahal Rendah Tinggi Pebruari sampai Mei Agustus 500/kg 1900/kg sampai Januari 2. Bawang Putih Agustus sampai April sampai Juni 3000/kg 6500-7000/kg Oktober (panen raya) 3. Bawang Merah Oktober sampai Maret sampai Mei 2000-3000/kg 5000-6000/kg Desember 4. Loncang April dan Mei Juni sampai Maret 2500-2000/kg 5000/kg 5. Sawi Bakso Maret dan April Mei sampai Pebruari 300/ikat 1500/ikat Kontak : Sri Hartono. Jl. Kalitalang No. 55 Rt 02 Rw 03 Blumbang, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar-Jawa Tengah No. Produk 1. Wortel
Waktu Tersedia Kisaran Harga (Rp) Masa Murah Masa Mahal Rendah Tinggi No. Produk 1. Bawang Merah Januari-Pebruari Maret-April 2000/kg 4500/kg 2. Kobis Januari-Mei Januari-Maret 200/kg 2000/kg 3. Wortel Januari-Pebruari Desember-Pebruari 400/kg 1500/kg 4. Sawi Cendok Januari-Mei Desember-Pebruari 100/kg 2500/kg 5. Buncis Januari-Mei Desember-Pebruari 200/kg 1000/kg Kontak : Sudadi Desa Suroteleng, Kecamatan Selo-Kabupaten Boyolali-Jawa Tengah
Lembar ini disediakan bagi petani untuk menginformasikan produk, memasang iklan layanan, atau ucapan selamat kepada sesama petani.
Buletin Petani ADVOKASI No 11 April-Juni 2003
Resep Kita
Halaman 19
Pupuk Cair dari Usus Kambing S
arilam (53 th) petani dari Desa Sungai Terus, Kabupaten Pontianak, Kalimantan Barat, mendapatkan resep dari ini dari Mbah Mukhsin dari Boyolali Jateng, pada sebuah pertemuan “Semiloka Nasional Kredit pertanian” di Solo 4-7 Juni 2002. Resep pupuk cair ini kemudian diterapkan oleh Sarilam. Beberapa kali Sarilam gagal membuat pupuk cair berdasarkan resep dari Mukhsin ini. Namun dia terus mencoba dan membuat beberapa penyesuaian (alat dan bahan) menurut kondisi di tempatnya berada (Kalbar). Berikut ini resep yang diterapkan Sarilam, sebagaimana dituturkannya kepada rekan-rekan sesama petani, dalam acara Pertemuan Tahunan YDA, tanggal 10-12 Januari 2003 lalu. Diceritakan oleh Sarilam, resep ini telah diterapkannya beberapa musim tanam, pada beberepa jenis komoditas tanamannya. Dengan pupuk cair ini, Sarilam juga sering “berkeliling” diminta kelompok tani lain di Kabupaten Pontianak untuk mengajarkan pembuatan pupuk cair ini. Disarankan Sarilam, supaya kawan-kawan petani tidak langsung meniru atau memakai resep begitu saja. Namun lakukanlah ujicoba (alat/bahan) sesuai kondisi tempat tinggal masing-masing. “Bukankah petani harus kritis?” Berikut ini resep pupuk cair yang selama ini diolah dan jadi andalan Sarilam. Bahan: 1. Air bersih 5 liter 2. Gula putih 1 Kg 3. Kecambah 1 Kg 4. Dedak 2 Kg 5. Terasi ¼ Kg 6. Rumen atau usus/perut Kambing (untuk rumen Sapi atau kerbau bisa untuk 4 jerigen @ 5 liter dengan bahan-bahan lain ditambah), diambil pada bagian usus yang terdekat dengan perut besar (kira-kira 12 jari). Alat: 1. 2. 3. 4. 5.
Ember Saringan Jerigen Kayu pengaduk Pisau (yang tidak berkarat, kalau bisa dari bahan stainless-stell)
Cara membuat: 1. Cuci ember dan jerigen (dengan air panas). 2. Rebus air, kemudian didinginkan. 3. Gula, Kecambah, dedak dan terasi ditumbuk halus. Kemudian masukan ke dalam air dingintadi. Diaduk-aduk hingga rata, kemudian di saring dan masukkan ke dalam jerigen. 4. Cincang rumen sampai halus kemudian masukkan ke dalam jerigen tadi. 5. Tutup jerigen rapat-rapat sehingga udara tidak dapat masuk. 6. Setiap pagi dan sore, jerigen dibuka sebentar dan isinya diaduk hingga rata. 7. Apabila dalam 3 hari, adonan itu berbau harum, berarti
Kuilu
pupuk cair sudah jadi. (kalau berbau busuk berarti gagal). 8. Apa bila pupuk cair jadi, maka dalam waktu 1 minggu sudah dapat digunakan untuk pemupukan. 9. Jangka waktu kadaluarsa pupuk di dalam jerigen, sekitar 6 bulan. Sesudahnya kemampuan pupuk akan menurun. Penerapan: Dosis pupuk ialah 14 liter air dicampur dengan 250 cc pupuk. Pupuk ini telah diuji oleh Sarilam untuk memupuk tanaman lada, kopi, lombok, kacang panjang maupun padi. Pemupukan dilakukan Sarilam pada jam 09.00 – 11.00 WIB. Untuk padi, pupuk ini sebagai pupuk tambahan yang disemprotkan pada hari ke 10, 25 dan 45. (*)
Pupuk cair ini dapat diperlakukan untuk mengganti EM4, misalnya sebagai bahan pemicu (starter) pembuatan kompos
Buletin Petani ADVOKASI No 11 April-Juni 2003