Layout 3

Page 1

Pesona Malam Kota Semarang Langit malam selalu mampu menunjukkan pesonanya bukan!? Lampu-lampu kota memancarkan cahaya keemasan di langit, nampak indah dari kejauhan. Ketika di satu belahan bumi manusianya sedang memulai aktifitasnya, kontras dengan belahan bumi lain yang sedang melepaskan seluruh kepenatannya untuk beristirahat. 28 Desember 2013, langit Semarang nampak indah dengan pantulan cahaya lampulampu. Di tempat-tempat tertentu di Kota Semarang, memancar aura yang memberi alasan bagi manusia untuk menikmati malam. Simpang Lima, Tugu Muda, banjir kanal dan kota lama adalah sebagian destinasi untuk menikmati malam. Foto oleh Ahmad Zakaria Teks oleh Sri Wahyuningsih Caption untuk Banjir kanal Gemerlap di keheningan malam Caption untuk Kantor pos Kota Lama

: : Tetap

Foto oleh Ahmad Zakaria

Teks oleh Sri Wahyuningsih


LORONG

LORONG

Jalan dan Rumah (Tak) Kembali Oleh: Sri Wahyuningsih*

“Kita pergi ke 'rumah' untuk kembali lagi ke 'rumah', seharusnya.” Pada umumnya, orang-orang menerjemahkan warna-warna lampu lalu lintas seperti ini: “merah untuk berhenti, orange untuk berhati-hati, dan hijau untuk melaju”. Tapi, mari kita lihat sejenak apa yang terjadi di kehidupan sehari-hari. Tak jarang kita mendengar, “cepat.. cepat.. lampunya hampir merah.” Dan tahukah apa konsekuensi (yang mungkin) harus dibayar ketika manusia melakukan hal tersebut? Kita tahu, bahwa menyalanya traffic light warna orange sebelum menyalanya lampu merah adalah pertanda bahwa kita harus mengurangi kecepatan laju kendaraan kita sebelum akhirnya tanda berhenti menyala. Maka, salah satu hal yang paling mungkin terjadi ketika kita melanggarnya adalah kecelakaan lampu lalu lintas. Anggaplah warna-warna pada lampu lalu lintas merupakan aturan dalam sebuah kehidupan dan warna orange merupakan semacam waktu pergantian, masa transisi, peringatan, atau pertanda atas kejadian selanjutnya. Kita tak perlu mempertanyakan apa yang biasanya terjadi ketika setelah lampu orange, yang menyala adalah warna hijau. Akan tetapi, banyak di antara kita menyamakan masa antara lampu warna orange menuju lampu warna hijau dan lampu warna orange menuju lampu warna merah. Padahal kedua masa tersebut berbeda sama sekali. Lampu lalu lintas memiliki kehidupan di sekitarnya. Sedangkan lampu dan rambu lalu lintas sendiri menjadi aturan bagi kehidupan yang melingkupinya. Dalam hukum mekanika

astronomis berlaku, “Jika dua objek saling berbenturan, maka akan ada kerusakan pada alam.” Dengan demikian, jika aturan atau hukum yang sudah ada (dan disepakati bersama) dilanggar, maka ketidakseimbangan pun akan terjadi. Masalahnya, itu tidak hanya terjadi pada hukum yang dibuat oleh manusia, akan tetapi juga terjadi pada hukum alam sebagai hukum universal. Mari kita melihat pada kehidupan yang lebih luas. Jika terhadap aturan tertulis saja kita abai, apalagi aturan yang tak tertulis. Sepertinya, keyakinan terhadap aturan (hukum) tertulis di negeri ini telah rapuh. Tragisnya, kerapuhan itu pun menjangkit pada pikiran kita. Jika mengingat apa yang diutarakan oleh Darmanto Jatman, bahwa betapa pun orisinal dan jenius pemikiran seseorang, ia pasti (tetap) memantulkan mentalitas dari masyarakatnya. Maka tak salah jika orang lain (bangsa lain) memandang kita sebelah mata. Salah satunya adalah ketakmampuan kita dalam 'menjaga' akhlak kita. Pikiran tak lagi terpadu dengan hati. Kembali lagi ke awal, bahwa tujuan manusia hidup adalah untuk menemukan tujuan itu sendiri. Tetapi, apa sebenarnya tujuan itu? Sepertinya, sejauh mana kita bisa menemukan dan memahami tujuan hidup kita, ditentukan pula oleh sejauh mana kita memahami peran kita di, pada, dan atas 'dunia', serta sedalam apa kita menyelami dunia 'rasa'. Hanya saja, orang menganggap bahwa peraturan diciptakan untuk dilanggar!? Jika melihat dari satu sisi, pasti ada pihak yang merasa

IDEA Diskursus Transformasi Intelektual

dirugikan karena “aturan membatasi kepentingan pribadi dengan kepentingan banyak orang”. Akan tetapi, di sisi lain pelanggaran-pelanggaran yang terjadi akan membangunkan kreatifitas untuk menegakkan peraturan. Bukankah begitu!?

mengembangkan ide-ide besarnya di dalam rumahnya. Rumah yang selalu dirindukannya. Rumah tersebut terus dibangun oleh pemiliknya dengan setumpuk rasa ingin tahu. Rasa ingin terus belajar dan berkembang, serta kebersamaan antara dia dan idenya. Juga kasih sayang.

Satu hal mendasar yang penting untuk menjadi perhatian bersama yang sering dilupakan Kembali pada 'jalan' di atas, setelah kita adalah aturan dalam berpikir kita. Setiap kita 'berjalan' jauh, pasti kita rindu tempat untuk memiliki potensi otak kriminal. Hanya saja kembali. Kembali pada semua hal yang bisa disebut bagaimana kita mengolah potensi tersebut, dengan rumah. Akan tetapi sepertinya rumah tak kembali pada individu lagi menjadi masing-masing. tempat kembali Banyak dari kita lupa, yang nyaman Banyak dari kita lupa, bahwa untuk menilai sesuatu itu baik, k e t i k a d i bahwa untuk menilai sesuatu 'perjalanan itu baik, tidak bisa hanya tidak bisa hanya dengan melihat berpikir' kita dengan melihat seberapa seberapa buruknya hal tersebut. mengalami buruknya hal tersebut. Kita 'kebengkokan' lupa ada sisi baik dari yang tujuan. Bahkah, buruk yang butuh untuk tak jarang dari kita pun mengatakan bawa rumah dipahami dan dikembangkan. Banyak dari kita tak lagi bisa memberi kenyamanan dan kedamaian. lupa bahwa kita telah kehilangan kendali atas diri Bukan salah rumah. Salah pemiliknya tentu, (pikiran) kita sendiri. karena tak membangun rumah dengan 'baik' akibat Kita lupa bahwa adanya kita, karena adanya jalan pikir yang terbolak-balik (tak jarang dengan orang-orang di sekitar kita. Ternyata kepentingan sengaja). Sehingga, setelah beperjalanan tak heran sendiri (masih) di atas kepentingan bersama. jika kita tak lagi menemui rumah kita (lagi). Tinggal Begitulah lampu dan rambu lalu lintas berbicara. hanya ada dalam memori belaka, karena kesalahan Bahwa kehidupan kita menjadi terbolak-balik kita sendiri. karena sering dengan sengaja kita membolak-balik 'jalan' pikiran kita. Jadi, jangan menyalahkan orang lain jika hal buruk terjadi pada kita, atas Kita telah dan masih lupa (diri) pada diri sendiri. kesalahan kita sendiri. Juga, lupa pada rumah yang telah membesarkan kita. Rumah (Tak) Kembali Setiap orang memiliki 'rumah' inspirasinya masing-masing. Walaupun rumah yang dimaksudkan (mungkin) jauh dari definisi indrawi rumah pada umumnya. Tetapi rumah di sini –bagi orang-orang– merupakan sifat-sifat rumah yang diturunkan, seperti: tempat untuk kembali, tempat dimana kita bisa menemukan ketenangan, ketentraman dan kedamaian, tempat dilahirkan (kembali), kekeluargaan, keterbukaan, dll.

*Penulis adalah anggota dan 'relawan' di LPM IDEA.

Seseorang menemukan kedamaian dan

Edisi 35, Desember 2013


RESENSI BUKU

RESENSI BUKU

Mempertanyakan Mitos Kebangkitan Yesus oleh: Mustika Bintoro *

b ily Tom m a F Jesus u: The k us) u b l ga Yes ci & Charles r Judu a u l e mK obovi (Maka ha Jac c m i S s: er Penuli o ublish p s n i k r o g Pelle ad-bo t: Onre xv i b r e n Pe m+ 007. 292 hl Juni 2 , I n a Tebal: ak n : Cet Cetaka

berhenti pada mitos. Keduanya merupakan arkeolog ternama dengan seribu rasa ingin tahu. Hal inilah yang mendasari penelusuran (lebih) tentang penemuan makam Talpiot. Hasrat untuk mengetahui jati diri Yesus benar-benar terasa nyata jika kita mulai membaca bab demi bab dalam buku cetakan 2007 ini. Dimulai dengan tulisan tentang penulisan surat kepada salah seorang teman, lalu cerita tentang pertemuan mereka, penggalian di Talpiot, hingga foto-foto saat penggalian dan osuarium yang ditemukan. Osuarium merupakan tempat untuk menyimpan tulang mayat yang terbuat dari batu berbentuk balok yang memiliki fungsi mirip dengan peti mati.

Makam itu adalah petunjuk

“Pada hari natal, kita (umat Kristen) merayakan kelahiran seorang lelaki yang menyeru kepada kebaikan yang ada di antara kita semua, seorang lelaki yang memberikan harapan pada dunia dua ribu tahun silam. Perkataan, pemikiran, dan perbuatannya telah menggema selama berabad-abad dan tak terlupakan. Tetapi, siapakah Yesus ini sebenarnya?” James Cameron Kematian adalah akhir kehidupan pertama, juga awal kehidupan selanjutnya. Kehidupan selanjutnya yang penulis maksud, bukanlah akhirat, tapi berhubungan kehidupan masyarakat setelahnya. Terlebih, jika menyangkut tentang ke m a t i a n o ra n g b e s a r. B e g i t u l a h ke n a p a permasalahan makam Yesus-yang konon dipercaya sebagai juru selamat umat manusia-banyak diperbincangkan di kalangan arkeolog dan teolog kristen. Hal ini kerap menjadi perbincangan menarik dalam teologi Kristen sendiri maupun (agama) yang lain.

Di abad ke-21 ini, dunia teologi Kristen kembali digegerkan dengan adanya penemuan yang diduga makam keluarga Yesus di Talpiot, sebelah timur Yerusalem. Penemuan yang dipelopori oleh Israel Antiquities Authority (IAA) pada tahun 1980 ini menjadi semakin heboh sejak penayangan film The Lost Tomb of Jesus oleh Discovery Channel pada Maret 2007. Selain itu, buku The Jesus Dynasty (2006) karya James Tabor dan The Jesus Family Tomb (2007) karya Simcha Jacobovici dan Charles Pellegrino juga memberikan 'bumbu' kehebohan tersendiri. Namun, di sini penulis hanya akan mengulas buku yang disebutkan terakhir, The Jesus Family Tomb: Makam Keluarga Yesus. Pada dua millenium yang lalu, Yesus disiksa dan dihukum mati oleh tentara Romawi. Kitab-kitab injil menjelaskan bahwa tubuhnya diturunkan dari salib, dibungkus kain kafan dan diletakkan dalam sebuah makam keluarga milik salah satu pengikutnya, Yosef dari Arimathea. Pada hari ketiga, Maria Magdalena, pengikutnya yang paling dipercaya, menemukan bahwa kuburan itu kosong. Hal ini merupakan awal kepercayaan tentang kebangkitan Yesus. Mitos tentang kebangkitan Yesus memang sudah menjadi rahasia umum yang diamini. Namun, Simcha dan Charles, penulis buku ini, tak ingin hanya

IDEA Diskursus Transformasi Intelektual

Lebih dari sekedar penulisan teologis berbasis iman, buku ini lebih mirip kajian arkeologi penemuan osuarium-osuarium di Talpiot. Berbagai upaya dilakukan, mulai dari pembacaan prasasti-yang ditulis dengan sangat tidak jelas (sama sekali)-yang tertulis di dinding setiap osuarium, penelusuran dan pengujian DNA tulang belulang yang berhasil ditemukan, pengujian umur dan pencocokan platina, pencarian osuarium yang, katanya, hilang, dan sebagainya. Dari semua osuarium, osuarium bertulis “Yesus, Putra Yosef” lah yang paling sederhana. Tak ada pahatan atau ukiran ornamen di dindingnya. Yang ada hanya goresan yang menunjukkan nama. Hal ini menjadi indikasi dan perlambangan tentang kehidupan Yesus yang dulu juga sederhana. Namun demikian, prasasti osuarium Yesus adalah yang paling sulit dibaca dan 'aneh'. Ada tanda “X” di depan namanya, yang kemudian dihubungkan dengan Tao dalam bahasa Aramaik, yang berarti ujung sebuah jalan atau awal yang baru. Tanda tersebut juga dihubungkan dengan “yang tidak boleh disebut namanya” dalam agama Yahudi.

buru. Ketika menilik ke sejarah, maka kisah tentang Magdalena yang melarikan diri ke Perancis bisa jadi salah satu batu sandungan. Karena dengan demikian, tidak mungkin makamnya berada di Yerusalem. Nama Maria sendiri, merupakan nama yang digunakan oleh 25 persen wanita pada zaman itu. Selain itu, masih banyak osuarium-osuarium yang lain, milik Matius, Yudas, Simon, James, dan yang lainnya, juga diteliti dengan amat detil dan sebaik mungkin, untuk menemukan dan membuktikan fakta sebenarnya. Secara keseluruhan, seperti tertulis dalam kesimpulan buku ini, ajaran Kitab Injil, teks-teks nonkanonik, tradisi lisan, tes DNA, dan arkeologi, semua tampaknya menceritakan kisah yang sama. Semua menceritakan tentang seorang lelaki, dimana ia menemukan peristirahatan terakhirnya di sisi ayahnya, ibunya, paman, dan neneknya di suatu makam di tengah jalan antara rumah nenek moyang mereka di Bethlehem dan Yerusalem, tempat mereka dulunya berharap dapat membangun dinasti mereka. Sisi menariknya adalah, dengan berbagai peristiwa yang ada, hal-hal yang (awalnya) ruwet dan tidak jelas, sedikit menjadi jelas. Penemuanpenemuan dan cara berlogika penulis, menjadi salah satu senjata ampuh untuk mengundang dan menarik pembaca ikut dalam penelitian. Meskipun terkesan observatif, detil-detil angka hasil penggalian sejarah sarat akan validitas. Sampai lembar terakhir buku ini, tak ada satu kata pun yang menyimpulkan bahwa makam yang ditemukan di Talpiot adalah makam Yesus dan keluarganya. Penulis hanya menyebutkan, “ini adalah bintang”, petunjuk. Ia (Yesus) menjadi satu misteri yang perlu diteliti, dikaji, dan ditemukan. Mengutip salah satu kalimat pemungkas dalam kata pengantar buku ini, “Bacalah, maka anda akan bertemu dia”.

* Penulis adalah kru IDEA angkatan 2012

Osuarium yang lain, milik Mariamne, misalnya, disinyalir sebagai Maria Magdalena, istri Yesus. Kesimpulan tentang osuarium ini adalah milik Maria Magdalena itu terlihat terlalu terburu-

Edisi 35, Desember 2013


RESENSI BUKU

RESENSI BUKU

Membendung Serangan Ateisme dan Fundamentalisme oleh: Gigih Firmansyah *

Judul buku: Masa Depan Tuhan; Sanggahan Terhadap Fundamentalisme dan Ateisme Penulis: Karen Armstrong Penerbit: Mizan Media Utama Tebal: 608 hlm Cetakan: Cetakan I, Mei 2011

Sebelum filsafat Yunani lahir, mitos lebih dulu menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang alam. Baru ketika abad ke-5 SM, sebagian orang Yunani mulai bersikap kritis terhadap mitologi lama. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Xenophanes (560-480 SM): “Bagaimana orang dapat membayangkan bahwa para dewa terlahir, berpakaian, berbicara dan berbentuk seperti kita?” Pada zaman inilah kemudian logos mulai mengalahkan mitos dan filsafat mulai berkembang di daratan Yunani. Meskipun demikian, baik mitos dan logos sama-sama penting. Salah satunya tidak ada yang lebih unggul dibanding yang lain. Keduanya tidak bertentangan, tetapi saling melengkapi. Masingmasing memiliki bidang kompetensi dan dianggap tidak bijaksana untuk mencampurbaurkan keduanya. Logos adalah cara berpikir pragmatis yang memungkinkan orang untuk berfungsi secara efektif di dunia. Karenanya, ia harus sesuai secara akurat dengan kenyataan eksternal. Logos juga berpandangan ke depan. Ia terus menerus mencari cara-cara baru untuk mengendalikan lingkungan, meningkatkan wawasan lama, atau menciptakan sesuatu yang baru. Tetapi, ia memiliki keterbatasan. Ia tidak dapat melipur kesedihan manusia atau menemukan makna tertinggi dari perjuangan hidup. Untuk mendapatkan hal itu, manusia

IDEA

beralih kepada mitos. Mitos merupakan sebuah progam aksi yang dapat mengantarkan seseorang dalam keadaan rohani atau psikologis tertentu. Walaupun, mitos tidak akan efektif jika orang hanya sekadar percaya dan tidak diimbangi dengan tindakan. Sekilas membaca judul buku ini, memang terlihat sangat kontroversial; Masa Depan Tuhan. Disini, Tuhan seperti 'dipaksa' berada dalam ruang dan waktu, bahkan dipertaruhkan masa depannya. Namun ketika mulai membacanya, sangat terlihat bagaimana Karen Armstrong, penulis buku ini, begitu lihai mengungkapkan berbagai idenya tentang tantangan agama masa depan. Buku ini masih berhubungan dengan Sejarah Tuhan, buku Armstrong sebelumnya yang mengungkap sejarah agama-agama di dunia. Menurut Armstrong, agama tidak akan bisa dipahami jika hanya mengetahui teorinya. Agama bukanlah sesuatu yang hanya menyangkut pikiran manusia. Di dalamnya terdapat ritual-ritual, dimana orang tidak akan bisa meresapinya jika tidak dikerjakan. Hanya melakukan ritual, tanpa ada usaha untuk menghayati dan memahami isinya pun akan mentah. Ada beberapa hal yang hanya dapat dipelajari melalui latihan-latihan tekun tanpa henti sehingga seseorang merasakan sesuatu yang pada mulanya dianggap mustahil. Rasionalisasi agama Dalam buku ini Armstrong memaparkan bahwa

Diskursus Transformasi Intelektual

antara abad 16-17 M, muncul sebuah periode yang disebut sebagai awal periode modern. Di abad ini, orang-orang barat mulai mengembangkan jenis peradaban yang diatur dengan rasionalitas ilmiah dan ekonomi yang berbasis pada teknologi dan penanaman modal. Di sini, logos mencapai hasil yang begitu spektakuler sehingga mitos direndahkan dan agama ditafsirkan secara rasional. Tafsiran yang dirasionalkan terhadap agama ini menimbulkan dua fenomena modern, yaitu fundamentalisme dan ateisme. Fundamentalisme menurut Armstrong adalah sebuah kesalehan defensif. Penganut fundamentalisme menginginkan teologi yang sepenuhnya dapat dirasionalkan, sehingga mereka dapat menegakkan logos dan menghapus mitos. Para fundamentalis Kristen menafsirkan kitab dengan literalisme yang belum pernah tersamakan sebelumnya. Di Amerika Serikat, fundamentalisme Kristen telah mengembangkan ideologi yang dikenal sebagai “sains penciptaan”, yang menganggap cerita yang ada dalam al-Kitab adalah akurat secara ilmiah. Untuk itu, mereka berkampanye menentang pengajaran teori evolusi di sekolah-sekolah umum. Sebab teori evolusi bertentangan dengan kisah penciptaan dalam bab pertama kitab kejadian.

Penghapusan iman Dalam buku ini, Armstrong menyesalkan apa yang diekspresikan oleh Richard Dawkinds, Christopher Hitchens dan Sam Harris, atau yang ia sebut sebagai “ateis baru”, yang terlalu garang dalam melawan kaum fundamentalisme. Harris menegaskan bahwa satu-satunya cara untuk membebaskan kita dari terorisme adalah dengan menghapuskan semua iman. Dawkins dan Hitchens mendefinisikan iman sebagai keyakinan tanpa bukti, sehingga ia menganggapnya sebagai sikap yang secara moral patut dicela. Dan menurut mereka, fundamentalisme merupakan esensi dan inti dari semua agama. Memang ada banyak kejahatan yang mengatasnamakan agama. Tetapi apa yang

dilakukan oleh ketiga penyebar atheis ini menampilkan agama dalam bentuk terburuknya. Sehingga analisis mereka, menurut Armstrong, menjadi dangkal karena berdasar pada teologi yang buruk pula. Patut disesalkan karena ateis baru ini mendapat pembaca yang cukup luas, tidak hanya di Eropa yang sekuler, tetapi juga di Amerika Serikat yang secara konvensional lebih relegius. Buku ini menjelaskan dengan rinci bagaimana Armstrong menceritakan agama dan konsepsi manusia tentang Tuhan pada masa lalu dan masa kini, kemudian ia memberikan argumen yang sangat cerdik dalam menentang fundamentalisme dan ateisme. Selain itu, agaknya Armstrong ingin menjelaskan bahwa dalam agama ada sesuatu yang diluar batas nalar manusia. Ada karomah, jadzab, atau bahkan kemampuan untuk merasakan kehadiran Tuhan. * Penulis adalah kru IDEA angkatan 2012

Harris menegaskan

bahwa satu-satunya cara untuk membebaskan kita dari terorisme adalah dengan menghapuskan semua iman.

Edisi 35, Desember 2013


RESENSI FILM

RESENSI FILM

Meragukan Setiap Orang Itu Perlu oleh: Ahmad Fajrurahman* Judul film: Paranoia Sutradara: Robert Luketic Produser: Alexandra Milchan, Scott Lambert, Deepak Nayar Penulis Naskah: Joseph Finder, Barry Levy, Jason Dean Hall Artis: Liam Hemsworth, Amber Heard, Harrison Ford, Gary Oldman, Richard Dreyfuss, Lucas Till, Angela Sarafyan. Tanggal Rilis: 16 Agustus 2013 Durasi: 106 menit

Adalah Adam Cassidy (Liam Hermsworth), pemuda berumur 27 tahun yang cerdas dan kreatif dalam pembuatan software. Ia bekerja untuk untuk Wyatt Mobile, perusahaan elektronik terbesar kedua di Amerika, setelah Eikon. Adam merasa terusik, dikala posisinya di perusahaan itu tidak pernah berubah. Selama enam tahun bekerja, posisinya tidak pernah naik dari posisi terbawah. Gajinya pun paspasan. Bahkan hak asuransi kesehatan yang selalu ia gunakan untuk mengobati ayahnya, Frank Cassidy (Richard Dreyfuss), yang sakit-sakitan, sedikit demi sedikit dikurangi. Sampai-sampai, Adam harus membayar 40 ribu dolar ketika ayahnya terakhir kali masuk rumah sakit. Ia ingin mengubah keadaan. Setelah bekerja di lapangan selama empat bulan, ia bersama empat rekannya menciptakan software bernama Ethion, sebuah software pengawasan canggih melalui smartphone. Sayang, saat mempresentasikan aplikasi itu, mereka ditolak begitu saja oleh Nicolas Wyatt (Gary Oldman), pemimpin Wyatt Mobile. Karena penolakan itu, mereka merasa frustasi. Sebagai pelampiasannya, kartu kredit dana diskresioner yang seharusnya digunakan untuk mengembangkan Ethion, mereka gunakan untuk berfoya-foya di sebuah diskotik. Malangnya, hal ini diketahui sang atasan. Adam yang menjadi dalang utama kejadian itu, harus menebus kesalahannya. Nicolas memberinya dua pilihan. Yang pertama, dia bersama teman-temannya akan dipenjara sesuai prosedur

y a n g a d a atas apa yang mereka lakukan. Pilihan yang kedua, Adam akan difasilitasi dan mendapat uang yang banyak, dengan konsekuensi, harus memata-matai seteru besar Wyatt, Eikon. Singkat cerita, Adam menjadi anak kepercayaan pendiri Eikon, Jock Goddard (Harrison Ford). Kecerdasan yang Adam miliki dan berguna untuk bos barunya itu, membuatnya menjadi tangan kanan Jock. Begitu percayanya sang bos baru ini, sampai-sampai Adam diberi sebuah mobil mewah. Dalam keadaan itu, Adam tidak sadar, bahwa sebenarnya ia telah dimanfaatkan oleh dua bos besarnya. Sebab sebenarnya, dua perusahaan elektronik itu tak pernah berhenti menghalalkan segala cara untuk saling menjatuhkan.

Alur Cerita yang Menebak-nebak Pernah melihat film The Hunger Games? Liam Hemsworth yang menjadi tokoh utama di film Paranoia ini juga pernah membintangi salah satu sekuel film action terlaris di Hollywood itu. Berbagai pengkhianatan yang tersaji menjadi karakter utama film ini. Apalagi penghianatan itu tersembunyi cukup rapi sehingga menjelma menjadi hal yang tak terduga.

IDEA Diskursus Transformasi Intelektual

Apabila memperhatikan dari alur cerita film ini. Di menit-menit pertama, memang terlihat agak datar. Tetapi lama kelamaan, konflik satu muncul dan itu memicu konflik yang lainnya. Konflik inilah yang akan membuat penonton penasaran dan ingin mengetahui akhir dari cerita ini. Konflik yang ada dibumbui dengan berbagai pengkhiatan. Akhir ceritanya pun diselesaikan hasil yang cukup menggigit. Film Drama ini sedikit mengandung unsur politik. Kalau dibandingkan, mungkin White Vengeance (2011) menjadi salah satu film tandingan Parano i a. Be d any a, d rama t and ing an it u menceritakan tentang kisah runtuhnya dinasti Qin. Dalam meruntuhkannya terjadi banyak pengkhianatan mulai dari saudara hingga kekasih. Berbeda dengan Paranoia. Sinema ini menceritakan politik kekuasan dalam persaingan antar perusahaan. Strategi licik yang dibalut dalam kisah yang komplek, menjadikan keduanya sejajar dalam cerita. Mungkin yang membedakan adalah ketegangannya. Ketegangan dalam Paranoia tidak sehebat genre drama kolosal White Vengeance. Selain itu, White Vengeance dibawahi oleh Daniel Lee, sutradara kenamaan dari film Lord of The Ring (2002) dan Braveheart (1995). Sebaliknya, Paranoia disutradai oleh Robert Luketic, seorang yang belum pernah menghasilkan prestasi dalam dunia perfilman. Maka kisah yang diangkat dari sejarah dinasti Cina itu sedikit lebih unggul.

Kurang Laris di Pasaran Paranoia. jika dibandingkan dengan film-film lain yang liris di tahun 2013, bisa dikategorikan f il m g ag al . M u ng kin karena ceritanya yang serius dan komplek, ditambah lagi cerita yang meloncat-loncat, mengganggu penonton. Selain itu, film besutan Robert Luketic yang dibuat dengan budget 35

juta dollar ini, dalam kurun waktu lebih dari satu bulan pemutaran, hanya mendapatkan pemasukan 7,3 juta dollar. Padahal dengan adanya artis-artis terkenal sekaliber Harisson Ford dan Liam Hemsworth diharapkan mampu mengangkat Drama yang diangkat dari Novel karya Joseph Finder dengan judul yang sama ini. Tetapi, apabila melihat ketegangan drama krisis kepercayaan dan banyaknya pesan dan filosofi yang bisa diambil dalam film ini, nilai dari film ini mungkin perlu dipertimbangkan kembali. Di pembukaan film, ada ungkapan “Mimpi orangorang Amerika telah dibajak oleh orang-orang yang bersedia mencuri, berbohong, dan menipu demi kekayaan mereka”. Ada juga filosofi dari seniman terkenal Picasso: “Sebuah salinan seniman yang baik adalah mencuri dari seniman besar”. Melihat banyaknya krisis kepercayaan di dunia modern saat ini, sang sutradara ingin menyampaikan sebuah pesan, bahwa orang di dunia modern saat ini sudah terjangkiti penyakit “materi adalah segala-galanya”. Maka pada saat ini, sudah sepantasnya bersikap ragu-ragu terhadap setiap orang. Mengingat kita tidak tahu siapa lawan atau teman kita. Setelah diamati dengan seksama, film ini layak ditinjau ulang oleh penonton. Walaupun banyak media yang mengabarkan informasi negatif atasnya, sebetulnya drama thiller ini tidak sejelek yang dikabarkan oleh media. Karena penilaian sangat berhubungan dengan subjektifitas seseorang. Selain itu, pengkhianatan, persekongkolan, dan percintaan menjadi bumbu penyedap lain dalam film ini. * Penulis adalah kru IDEA angkatan 2012

Edisi 35, Desember 2013


SASTRA

SASTRA

Kursi oleh: Zuha Muhammad

Di mimpi itu, Joko didatangi sebuah cahaya hitam ketika sedang bertapa di gua.

Joko mulai mengayunkan kapaknya. Dibelahnya sebongkah kayu yang ada di hadapannya menjadi beberapa bagian. Menggunakan semua peralatan ukir yang dimiliki, ia berusaha menyulap kayu yang ada dihadapannya itu menjadi sebuah kursi.

lain. Tiba-tiba ia mahir memahat. Ia sempat merasa kalau dirinya sedang kesurupan. Tangannya sangat lincah memainkan palu, seperti ada yang menggerakkan. Anehnya, Joko sadar penuh dengan apa yang dilakukannya.

Sebenarnya Joko tak habis pikir, kenapa ia mau lagi memegang perkakas usang warisan ayahnya itu. Semasa hidupnya, ayah Joko bisa menitik tiap kayu yang ada dihadapannya menjadi pahatan sempurna. Ukiran rumah, almari, meja, kursi, dan semua benda yang berbahan dasar kayu bisa dibuatnya. Istana kerajaan yang megah pun merupakan hasil karyanya. Tetapi tidak dengan Joko. Ia sama sekali tidak bisa memahat atau mengukir. Satu-satunya hal yang Joko warisi dari ayahnya hanyalah perlengkapan alat ukir kayu berumur puluhan tahun.

Semua keganjilan itu terjadi setelah mimpi itu. Mimpi yang aneh. Di mimpi itu, Joko didatangi sebuah cahaya hitam ketika sedang bertapa di gua. Gelapnya cahaya itu mengalahkan gelapnya gua di malam hari.

Ayahnya sebenarnya pernah menggembleng satu-satunya keluarga yang ia miliki itu, supaya bisa menjadi pemahat yang handal. Istrinya, meninggal ketika Joko masih bayi. Tapi sekalipun tak pernah Joko menghasilkan sebuah karya. Pikirannya selalu buntu ketika memikirkan sebuah ide untuk memahat. Maka, ketika ayahnya meninggal, Joko jatuh miskin karena tak bisa meneruskan usaha keluarganya. Ia pun hidup sebatang kara karena tak ada wanita yang mau hidup bersama pria yang tak punya keahlian apapun, kecuali memancing.

“Pahatlah kayu yang kau temukan besok. Ubah kayu itu menjadi sebuah singgasana. Niscaya, hidupmu akan berubah!”

Tapi hari itu, Joko seperti menjadi orang

“Si..si…siapa kau?” Tanya joko ketakutan. “Pahatlah kayu itu!” Jawab cahaya hitam. “A..a..a.. apa?” “Pahatlah kayu itu” “A..a…aku tak bisa memahat. Lagipula, disini tak ada kayu.”

Joko terbangun ketika cahaya hitam itu merasuki tubuhnya. Ia lalu meraba-raba badannya. Merasa tak ada yang berubah, ia menganggap mimpi itu bunga tidur biasa. Keesokan harinya, Joko pergi ke sungai tempat ia biasa memancing. Ikan di sungai itu cukup banyak. Hasil pancingan Joko biasanya bisa sekadar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dua sampai tiga hari ke depan. Sesampainya disana, ia tak merasa

IDEA Diskursus Transformasi Intelektual

ada sesuatu yang akan terjadi. Sampai ketika ia melemparkan kailnya, arus sungai yang tenang tiba-tiba menjadi deras. Karena kaget, ia sontak menarik kembali kailnya. Ia berteriak keras ketika melihat sebongkah kayu ikut tertarik, tersangkut di mata pancingnya. Kayu itu sangat ringan ketika tertarik keluar dari sungai. Tetapi berat kayu itu menjadi seperti sedia kala ketika menyentuh tanah. Joko langsung lari melihat fenomena itu. Tetapi ia berhenti ketika teringat mimpinya semalam. Tiba-tiba muncul di benaknya, sebuah sketsa kursi singgasana. Ia bahkan belum pernah melihat ayahnya membuat benda seindah kursi yang sedang ia pikirkan. Ia pun berbalik. Dibawanya pulang kayu yang panjangnya tiga meter itu. Pagi, siang, malam, ia pahat kayu itu. Tak sekalipun Joko berhenti memahat, kecuali sekadar untuk makan atau istirahat. Tak ia hiraukan cemoohan tetangganya atas kegiatan barunya itu. “Hey, lihat! Joko pancing sekarang ingin berubah menjadi Joko kayu!” “Percuma kamu memahat kayu. Mending kamu bantu aku jadi preman pasar. Tak pake modal, tapi menguntungkan!” “Ngapain kamu buang-buang tenaga, Jok. Ikut aku saja, mencari peruntungan di negeri jiran” Semua ucapan yang datang itu ia terima dengan telinga kanan. Tapi langsung ia keluarkan melalui telinga kiri. “Lihat saja kalau kursi ini sudah jadi, kalian pasti akan ternganga!” Gumam Joko. Setelah berpeluh selama seminggu, pahatan pertama dalam hidup Joko itu selesai dibuat. Joko sempat berpikir kalau mimpi yang ia alami minggu yang lalu merupakan pertanda awal kesuksesannya. Tapi ketika berusaha memikirkan sketsa untuk pahatan keduanya, ide itu tak kunjung muncul. Ia

tiba-tiba kembali menjadi Joko yang dulu. Ia sontak teringat dengan cahaya hitam yang muncul dalam mimpinya. “Jangan-jangan, cahaya hitam itu iblis. Celaka! Aku telah membuat singgasana iblis!” Batin Joko. Joko ingin menghancurkannya, tapi ia tidak berani. Ada aura aneh yang menyelimuti kursi itu. Ia akhirnya bertekad untuk tidak menjualnya. Ia langsung menyembunyikan kursi itu ke dalam rumah. “Kursi ini tak boleh dimiliki siapapun!” Batin Joko. Tetapi kabar tentang kursi buatan Joko sudah tersebar. Para tetangga, sampai warga desa sebelah berbondong-bondong mendatangi rumah Joko. Joko sebenarnya tidak mengizinkan, tetapi mereka rela membayar sekadar untuk melihat atau menduduki kursi megah itu. Joko yang sudah seminggu menganggur, terpaksa mengizinkan karena sudah kehabisan uang. “Singgasana ini terlalu hina untuk dikatakan sebagai pahatan yang sempurna!” Begitulah decak kagum tiap orang yang melihatnya. Walaupun banyak yang ingin mencoba, tak ada yang berani mendudukinya. Mereka merasa tak pantas duduk di kursi itu. Ada juga yang tak berani mencobanya karena takut. Mereka merasa, kursi itu hidup. “Dua naga di lengan kursi itu melambangkan kekuasaan dari ujung barat sampai ujung timur yang berada di genggaman. Singa yang ada di sandaran kursi mempunyai arti kekuatan yang absolut. Ukiran akar di keempat kakinya melambangkan sokongan rakyat yang patuh dan setia kepada kerajaan…..” Joko menjelaskan setiap detil makna ukiran kursi itu kepada tiap pengunjung. “Kursi ini memang sangat indah. Tapi ini bukan buatan manusia. Aku tak ingin ada

Edisi 35, Desember 2013


SASTRA

SASTRA

seorang pun yang memilikinya.” Ucapnya di akhir tiap penjelasan. Kabar kursi Joko pun sampai ke telinga raja. Raja mendengar berbagai pujian, sampai desas-desus yang melingkupi cerita tentang kursi itu. Karena penasaran, segera dipanggilnya Joko ke istana. “Aku sudah mendengar kabar tentang kursi yang kau buat. Aku ingin membelinya supaya bisa kujadikan sebagai singgasana yang baru.” Titah raja. “Ampun baginda. Tapi kursi itu tidak dijual.” Jawab Joko. “Aku sudah mengenal ayahmu dengan baik. Ia rakyat yang setia. Jadi, berapa kepeng emas yang kau minta sebagai harga? Pasti kuberikan.” “Ampun baginda. Tapi kursi itu memang tidak ingin hamba jual” “Kau berani melawan perintahku?! Kau pikir aku tak tahu, berapa tarif yang kau kenakan ketika ada yang ingin melihat kursi itu? Uang yang akan kuberikan tak sebanding dengan apa yang telah kau dapatkan!” “Ampun baginda. Hamba tidak pernah memungut biaya ketika ada yang ingin melihat kursi hamba. Hanya saja…”

memilih si bungsu sebagai penggantinya karena dirasa lebih cerdas dari kakaknya. Juga karena si sulung sebelumnya tidak pernah mempunyai obsesi menjadi raja. Tapi keputusan raja berakibat fatal. Raja tidak tahu kalau perangai si sulung berubah semenjak adanya kursi Joko di Istana. Ia ingin menjadi seperti ayahnya, yang selalu dihormati dimana pun ia berada. Apalagi ketika melihat ayahnya beberapa kali lipat lebih berwibawa ketika duduk di singgasana barunya. Ia ingin menduduki singgasana itu. Si sulung pun melakukan pemberontakan. Perang saudara tak terelakkan. Dalam perang itu, raja baru terbunuh. Si sulung berhasil merebut tahta kerajaan. Beberapa bulan setelah dipimpin putra sulung, kerajaan menjadi tidak stabil. Berbagai sektor penting dalam kerajaan tidak berjalan. Si sulung, tak bisa memimpin dengan baik. Hal ini dimanfaatkan negeri jiran yang sudah lama ingin memperluas kekuasaannya.

PUISI

Negeri jiran pun menyerang. Kerajaan akhirnya tumbang. Istana kerajaan rata dengan tanah. Yang tersisa hanya kursi buatan Joko, yang berdiri tegak di tengah reruntuhan.

“Sudah berani menolak titah, kau juga berani berbohong dihadapanku? Karena menentangku, kau kuhukum. Prajurit, pancung dia!” Joko akhirnya menemui ajalnya. Dan kursi itu, begitu saja berpindah tangan. Raja akhirnya mempunyai singgasana baru. Ia terlihat semakin gagah dan berwibawa dengan singgasana barunya. Tapi tidak sampai satu bulan setelah itu, raja jatuh sakit dan kemudian meninggal. Sebelum meninggal, ia memutuskan untuk mengangkat salah satu dari dua putranya menjadi raja baru menggantikannya. Raja

IDEA Diskursus Transformasi Intelektual

Edisi 35, Desember 2013


FIGUR

FIGUR pada ilmu yang dia pelajari dari bangku perkuliahan.

'Niat, Skill, Siap Pakai' yang Akan Dipilih

Curriculum Vitae Nama: H. Sunawi S. Ag., M. PI. TTL: Kudus, 11 Agustus 1970 Alamat: Bangak Gede Rt 08/02 Batan-Banyudono-Boyolali Pendidikan a.Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo jurusan Tafsir Hadis b.Ma'had Aly Abu Bakar Ash-Shiddiq UMS c.S2 Pemikiran Islam UMS Pengalaman Organisasi a.Pemimpin Umum SKM Amanat IAIN Walisongo periode 1993/1994 b.Sekertaris HMJ Tafsir Hadits periode 1994 c.Redaktur pelaksana Tabloid YARSIS 2001-sekarang Pekerjaan -Manager Pelayanan Syiar Dakwah dan Marketing RSI Surakarta (RSI YARSIS) -Sekertaris Yayasan Ponpes Terpadu al-Hikam Banyudono Boyolali Moto Hidup -Hidup Mulya Atau Mati Syahid

Aneh. Mungkin kata itulah yang akan terlintas di benak kita ketika mendengar ada lulusan Fakultas Ushuluddin yang bekerja di sebuah rumah sakit. Pertanyaan yang pasti muncul, bagaimana mungkin lulusan fakultas yang tiap harinya mempelajari ilmu keislaman bisa diterima bekerja di sebuah rumah sakit? Dia lah Sunawi, alumni Fakultas Ushuluddin jurusan Tafsir Hadis angkatan pertama yang sekarang menjadi pegawai di Rumah Sakit Islam di Surakarta (RSI YARSIS). Di tempat itu, ia menempati posisi Manager Pelayanan Syiar Dakwah dan Marketing. Ketika melamar pekerjaan tersebut, Sunawi bersaing dengan lulusan berbagai jurusan dari berbagai Universitas. Akan tetapi, dengan dasar ilmu ushuluddin, dan juga pengalamannya berorganisasi saat masih di bangku kuliah, ia berhasil mendapatkan kepercayaan dari pihak rumah sakit. Menurutnya, dalam dunia pekerjaan, ijazah itu tidak menjadi pembeda. Ijazah bukan jaminan bagi seseorang yang ingin memperoleh pekerjaan. Menurutnya, siapa saja yang punya niat, punya skill yang

memadai dan siap pakai, itulah yang nantinya akan dipilih. Dia mengakui, bisa seperti sekarang berkat kuliah di Fakultas Ushuluudin. Menurutnya, ilmu ushuluddin mengajarkan mahasiswa untuk kreatif karena tidak mengarahkan sesorang dalam bidang pekerjaan yang spesifik. Hal itu berbeda dengan fakultas Tarbiyah, misalnya, yang mendidik mahasiswanya untuk menjadi guru. Dengan kata lain lulusan ushuluddin bisa bekerja dimana saja. Berkah organisasi Pada masa kuliah, Sunawi aktif di beberapa organisasi. Ia tercatat sebagai salah satu pendiri Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Idea Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo, Semarang. Ia juga pernah menjabat sebagai Pemimpin Umum (PU) Surat Kabar Mahasiswa (SKM) Amanat IAIN Walisongo periode 1993-1994 dan Sekertaris Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Tafsir Hadis periode 1994. Aktif di organisasi memang menjadi salah satu fokusnya. Bahkan dia menyatakan, pengalamannya dalam berorganisasi lebih berpengaruh dalam dunia pekerjaan dari

IDEA Diskursus Transformasi Intelektual

Berkah dari organisasi juga mengantarkannya dipercaya menjadi redaktur pelaksana Tabloid YARSIS mulai tahun 2001 sampai sekarang. Orang yang akrab dipanggil Pak Nawi ini bersyukur penah menjadi PU SKM amanat. Pengalaman itu membuatnya menjadi orang yang siap pakai. Dalam sebuah perusahaan, kemampuan jurnalistik sangat dibutuhkan untuk mengekspos perusahaan agar dikenal oleh masyarakat. Bapak yang tutur katanya begitu ramah itu juga aktif dalam meninggkatkan mutu pendidikan masyarakat. Dia sekarang menjabat sebagai sekretaris yayasan Pon-Pes Terpadu al-Hikam Banyudono, Boyolali. Yayasan tersebut menaungi beberapa pendidikan formal, mulai dari sekolah kanak-kanak sampai Sekolah Menengah Pertama. Ketika di bangku kuliah, Sunawi tidak khawatir dengan masa depannya. Dia meyakini bahwa rizki itu telah diatur oleh Allah SWT. Selain karena pengaruh organisasi yang mengantarkannya menjadi dirinya yang sekarang, dengan memepelajari ilmu keislaman yang mendalam, ia merasa lebih dibutuhkan oleh masyarakat karena mereka biasanya membutuhkan solusi yang tepat dan mantap untuk berbagai permasalahan yang menimpa mereka. Tanpa kedalaman ilmu, solusi itu tidak mungkin diwujudkan. Hal itu ia buktikan di tempatnya bekerja saat ini. Di RSI Surakarta itu, ia menjadi rujukan banyak orang. Karena itulah ia berpendapat, bahwa mahasiswa Fakultas Ushuluddin tidak perlu khawatir terkait pekerjaan. Banyak perusahaan yang membutuhkan pakar agama, terutama perusahaan yang berembelembel Islam.

yang dibawanya. Pak Nawi mengaku bahwa rahasia kenapa ia bisa diterima bekerja di RSI YARSIS karena hasil inteviewnya yang bagus. Ketika diwawancarai, pemikiran dan jawabanjawabannya sistematis. Tak heran, saat ini dia sampai dipercaya menjadi penguji dalam tes interview penerimaan pegawai baru di RSI Surakarta. Pak Nawi melanjutkan, karena interview adalah sangat penting, keramahan dalam berbicara juga harus dilakukan. Pelamar harus berbahasa yang sopan agar interviewer merasa dihormati. Hal lain yang tak kalah penting adalah berpenampilan menarik. Walaupun anak ushuluddin sudah terbiasa bebas, tapi untuk bisa diterima dalam pekerjaan, penampilan harus diperhatikan. Beliau berpesan kepada mahasiswa Ushuluddin yang sekarang masih dihinggapi keraguan akan pekerjaan yang akan diperolehnya nanti, jangan takut dan terprovokasi pada omongan yang mengatakan “lulusan Ushuluddin hanya akan jadi modin atau Ta'mir”. “Tekunilah apa yang diajarkan di fakultas Ushuluddin, karena ilmu yang sedang dipelajari saat ini adalah ilmu alat yang sangat penting untuk diri sendiri sebagai muslim yang salih,” tuturnya. Ia juga berpesan agar mahasiswa tak lupa untuk tetap aktif di organisasi supaya bisa mengasah ketrampilan yang nantinya akan sangat bermanfaat sebagai modal ketika sudah lulus. [Lap. Zaim & Gerry)

Rahasia sukses Pak Nawi dikenal sebagai orang yang mempunyai kecakapan dalam interview. Dia menyatakan bahwa diterima atau ditolaknya seseorang atas lamaran perkerjaannya itu sangat tergantung pada tes interview, bukan karena ijazah

Edisi 35, Desember 2013


LIPUTAN

USUL-USIL

Rasa Bosan Tak Menyurutkan Semangat Afifah Ikut PJS

Semarang- Sekitar satu setengah jam lamanya, Nur Afifah (21) menunggu mobil yang akan mengantarkannya ke lokasi Pelatihan Jurnalisme Sastra (PJS) lantaran lampu kendaraan itu tidak dapat menyala seperti biasanya. Pemberangkatan yang dijadwalkan Jumat malam (25/10) ba'da Magrib akhirnya molor. Mobil cold warna putih bernomor polisi K 9097 TB milik universitas itu baru bisa berangkat dari kampus Universitas Nahdlatul Ulama (UNISNU), Jepara sekitar jam 20.00 WIB. Rombogan tiba di lokasi pelatihan, kampus satu IAIN Walisongo, Semarang sekitar jam 11 30 WIB. Afifah dan kawan-kawannya sempat merasa bosan ketika menunggu mobil yang akan mengantar mereka masih dibawa ke bengkel untuk diperbaiki. Namun semangat Afifah tidak menurun untuk tetap mengikuti pelatihan yang dilaksanakan oleh Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) IDEA Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo, Semarang itu. Di ruang tamu Wisma, Minggu (27/10), Afifah bercerita, salah satu temannya tidak jadi ikut pelatihan karena tidak sabar menunggu. Mahasiswa semester awal yang bernama Lutfi itu pulang ke rumahnya di daerah mantingan, Jepara, meninggalkan Afifah dan 14 orang temannya. “Kenapa kamu tidak pulang juga seperti lutfi?” tanya reporter IDEA di ruang tamu Wisma, di sela-sela istirahat. “Ya, seperti yang saya katakan tadi, tertarik untuk mengikuti pelatihan,” ujar peserta dari LPM IDEA UNISNU itu. Afifah mengatakan, baru pertama kali itu ia

mengikuti pelatihan jurnalisme sastra. Sebelumnya, ia hanya mengikuti pelatihan jurnalistik dasar yang dilaksanakan oleh LPMnya. Dari pelatihan ini, Afifah mengaku, banyak ilmu yang didapatkan dari pelatihan yang berkaitan dengan kepenulisan jurnalisme sastra. “Terutama dari pemateri yang pertama mas Wisnu Nugroho. Seru !” Katanya. Pelatihan jurnalisme Sastra yang berlangsung selama dua hari, Sabtu-Minggu (26/27), menghadirkan Redaktur Kompas Wisnu Nugroho dan Direktur Yayasan Pantau Imam Shofwan sebagai pembicara. Berdasarkan rundown acara, pelatihan dimulai Sabtu jam 07.00 WIB dan berakhir Minggu pukul 17.00 WIB. Pada hari pertama, peserta dibekali materi yang berkaitan dengan jurnalisme sastra dasar, mulai dari sejarah, aturan dan tatacara penulisannya. Dilanjutkan pada hari kedua, peserta melakukan hunting berita di sekitar Ngaliyan setelah sebelumnya dibagi menjadi empat kelompok. Selesai melakukan peliputan, mereka langsung menulis hasil liputan yang diteruskan dengan evaluasi. Senada dengan Afifah, Alfiatul Imaniyah (18), satu-satunya peserta dari LPM Dinamika Universitas Wahid Hasyim (UNWAHAS), mengatakan, tertarik dengan pelatihan jurnalisme sastra. Informasi tentang pelatihan itu ia dapat dari salah satu seniornya. Mendengar kabar itu, Alfi merasa senang. Sesuai dengan keinginannya, mahasiswa asal kendal itu ingin menjadi seorang penulis. “Ini adalah langkah awal untuk menggali


catatan akhir

LIPUTAN potensi saya,” ujarnya ketika diwawancarai di audit 1 lantai 2 kampus 1 IAIN Walisongo Semarang, Minggu (27/10), sekitar 15 menit sebelum sharing antara peserta.

Afifah berharap, pelatihan-pelatihan seperti ini tidak hanya diadakan di Semarang saja. “Saya ingin ada pelatihan serupa yang dapat saya ikuti selanjutnya,” ujar Afifah [Arifin/IDEA]

Sama dengan Afifah, Alfi baru pertama kali mengikuti pelatihan jurnalisme sastra. “Banyak ilmu yang saya dapat. Saya jadi mengetahui seluk-beluk jurnalisme sastra. Dan apa yang saya lihat mudah ternyata sulit,” katanya. Ketua panitia PJS, Ulinnuha, mengatakan, pelatihan jurnalisme sastra yang terlaksana atas kerja sama LPM IDEA IAIN Walisongo dengan Epicentrum Kebangsaan itu tak lain untuk memperkenalkan sekaligus memberikan pemahaman yang mendalam bagaimana penulisan jurnalisme sastra. “Karena, untuk area Semarang sendiri masih jarang ada pelatihan serupa,” katanya ketika ditemui di Wisma Walisongo, minggu (27/10). Ulin berharap, dengan pelatihan ini, di samping memberikan pemahaman yang mendalam, peserta juga dapat menularkan ilmunya kepada teman-temannya yang lain di LPM masing-masing. “Jurnalisme sastra termasuk jurnalisme yang agak rumit. Sehingga untuk mempelajari jurnalisme ini dibutuhkan pemahaman jurnalistik dasar yang kuat,” tambahnya. Namun, ulin sedikit menyayangkan jumlah peserta yang terbilang minim. Dalam daftar hadir, pelatihan ini hanya diikuti oleh 17 peserta. Ke-17 peserta itu perwakilan dari Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa (BP2M) Universitas Negeri Semarang (UNNES) yang berjumlah 3 orang, LPM Missi Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Walisongo 2 orang, Surat Kabar Mahasiswa (SKM) Amanat IAIN Walisongo 1 orang, LPM Menteng UNWAHAS 1 orang, LPM Dinamika UNWAHAS berjumlah 1 orang, LPM Bursa dan LPM IDEA UNISNU, Jepara berjumlah 7 orang dan LPM IDEA sendiri sebagai penyelenggara berjumlah 3 orang.

IDEA Diskursus Transformasi Intelektual

Antara Kita dan Alam Oleh: F.Y. Iwanebel*

Jika kita merefleksikan kehidupan keberagamaan saat ini, kebanyakan agamawan memilih untuk berorientasi pada pada salah satu dari dua wilayah, teosentris dan antroposentris. Mereka yang mempunyai corak teosentris mempunyai cara pandang bahwa persoalan apapun, baik itu terkait dengan agama atau tidak, harus dihubungkan dengan agama atau Tuhan. Agama dalam orientasi ini pun tercipta untuk agama atau Tuhan itu sendiri. Sebaliknya, mereka yang bercorak antroposentris lebih memahami agama untuk kepentingan manusia. Dalam hal ini, agama yang sering dianggap melangit dicoba untuk dipahami kembali agar mampu membumi dengan berusaha merelevansikannya dengan aspek-aspek kemanusiaan. Dari kedua corak di atas, ada satu corak keberagamaan yang mungkin tidak banyak menjadi perhatian, yaitu corak berteologi dengan alam, yang disebut teo-ekosentris. Berteologi dengan alam merupakan sebuah orientasi keberagamaan yang mempertimbangkan alam sebagai wadah ekspresi keagamaannya. Agama, mau tidak mau, harus menyentuh ranah kehidupan semesta. Jika tidak, agama akan kehilangan relevansi dan fungsinya sebagai rahmat untuk alam. Hal ini penting untuk disambut dalam diskursus keislaman karena para ulama masih jarang sekali membahasnya dalam karyakaryanya. Mereka jauh lebih banyak tenggelam dalam persoalan hukum furu' daripada persoalan ekologi. Padahal, permasalahan alam pada hakikatnya juga tidak kalah penting untuk dibahas.

Sebab hal ini tidak hanya terkait dengan kehidupan manusia, namun menyangkut pula dengan kehidupan seluruh ciptaan Tuhan secara luas.

Prinsip Teo-Ekologi Dalam perspektif penciptaan, manusia dan alam pada dasarnya memiliki tingkatan yang setara, yaitu sama-sama menjadi makhluk Tuhan. Keduanya merupakan ciptaan yang seharusnya bersinergi dalam membangun jagad alam raya yang tentram dan damai. Alam, sebagaimana makhluk ciptaan lain yang selalu mengikuti irama sunnatullah, tidak mempunyai kehendak sebagaimana manusia yang mempunyai nafsu atau ego yang bisa mengarah pada hal-hal yang konstruktif maupun destruktif. Manusia juga bisa berkehendak untuk menguasai, memiliki dan memanfaatkan alam untuk kepentingan mereka. Dalam kepemilikan dan pemanfaatan inilah seharusnya ada penopang yang dijadikan landasan, yang bisa menghadirkan pola, perilaku dan posisi kemanusiaan terhadap alam. Secara eksplisit, dalam kita suci disebutkan secara bahwa alam diciptakan untuk menopang kehidupan manusia. Namun, hal ini tidak kemudian bisa dimaknai bahwa manusia bisa memanfaatkan sepuasnya tanpa mempertimbangkan keberlangsungan ekosistem yang ada. Mayoritas ayat yang menjelaskan tentang terciptanya alam selalu menggunakan lafadz “wa ja'ala lakum”, yang berarti alam ini diciptakan

Berteologi dengan alam merupakan sebuah orientasi keberagamaan yang mempertimbangkan alam sebagai wadah ekspresi keagamaannya.

Edisi 35, Desember 2013


catatan akhir

untuk diambil manfaatnya oleh manusia. Namun, perlu digarisbawahi bahwa kegiatan pemanfaatan tersebut harus berada dalam koridor pemenuhan kehidupan manusia. Di sini juga perlu ditegaskan bahwa pemenuhan tersebut tidak dalam kerangka eksploitatif destruktif, yang melebihi batas pemenuhan. Sebab jika kita melihat dalam alQur'an, penciptaan tersebut tidak menggunakan lafadz wa ja'ala 'ala yang berarti menguasai. Penguasaan itu mempunyai potensi kesewenangwenangan karena mereka merasa berkuasa atas sesuatu. Seperti dalam ayat lain, wa ja'ala lakum as-sam'a wal absor wal afidah, di sana ada semacam pemberian yang bermaksud untuk digunakan secara bijak, bukan sewenang-wenang. Oleh karenanya, model dialektika manusia dengan alam seyogyanya dimaknai sebagai partner untuk merajut kehidupan yang harmonis. Hubungan antar keduanya pun juga tidak bisa dilihat dari relasi subjek dan objek, melainkan hubungan antar subjek. Sebab mereka merupakan satu kesatuan yang terkait dalam tatanan ekosistem yang samasama memproduksi dan mengkonsumsi. Prinsip pemanfaatan secara bijak juga menggambarkan adanya prinsip keseimbangan. Dasar inilah yang sering disebut dalam al-Qur'an dengan kata mizan. Alam yang telah diciptakan oleh Tuhan sesungguhnya telah ditentukan dalam ukuran-ukuran yang seimbang. Keseimbangan inilah yang harus diperhatikan oleh manusia agar terjadi harmonisasi antara mereka dengan alam. Siapa yang mengambil dari alam dalam ukuran tertentu, maka dia juga bertanggungjawab untuk memberikan kepada alam sebesar yang dia ambil. Inilah prinsip keseimbangan yang patut diperhatikan.

mempunyai konsep dasar, bahwa ketika manusia menjaga alam, maka alam pun akan menjaga dan memberikan segalanya untuk manusia. Meninggalkan tatanan dan ketentuan-ketentuan alam sama saja menjemput kematian. Di sinilah hifdhul bi'ah perlu untuk dikontekstualisasikan dan perlu untuk dipertimbangkan dalam hirarki lima prinsip maqasid as-syari'ah. Menjaga alam seharusnya menjadi prinsip utama sebelum memasuki lima prinsip pada umumnya. Karena jika alam ini tidak mendapat perhatian, maka seluruh lima prinsip tersebut tidak akan bisa berdiri tegak dan kokoh. Sudah menjadi wawasan umum bahwa alam merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia. Seluruh kehidupan bergantung kepadanya, mulai dari air, panas api, makanan, udara yang kita hirup, semua bersumber dari alam. Celakanya, manusia-manusia kontemporer mengabaikan kontribusi alam dalam dinamika kehidupan mereka. Padahal jika dilihat dari perspektif kosmos, manusia sebenarnya hanyalah bagian kecil dari alam yang seharusnya mengikuti dan menghargai irama hukum alam, bukan sebaliknya menjadi penguasa lalim yang mengabaikan seluruh tatanan alam. Manusia seharusnya bisa menjaga alam sekitarnya dengan menegakkan prinsip keseimbangan. Dengan keseimbangan inilah harmoni kehidupan manusia dan alam akan tercipta.

 Pemimpin div. Perusahaan LPM IDEA periode 2009-2010, sekarang menempuh pendidikan S3 di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Terkait dengan konservasi alam, penting juga untuk menyinggung agama totem yang dalam realitasnya mereka lebih menghormati alam dan bahkan menjadikannya sebagai sesuatu yang sakral. Penghargaan mereka terhadap alam sudah menjadi kesadaran umum dan merasuk dalam kesadaran masing-masing individu.Mereka

IDEA Diskursus Transformasi Intelektual


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.