Hidup adalah bergerak
EROTISME DALAM LAGU @vokal_institute
Daftar Isi
Diterbitkan oleh Forum Budaya Urban, salah satu forum yang dikelola Vokal Institute. Pimpinan Redaksi: Farid Firdaus. Kontributor Tulisan pada edisi ini: Tri Umi Sumartyarini, Farid Firdaus, Priyo Wiharto, Kusti’ah, Issahani Alcharie, Muhajir Elba, Muhajir Arrosyid, Muniroh Zahid. Desegn: UTO Design Redaksi: Twetter:
Pengantar - Bercermin dari Lagu Hal 3 - 4 Dangdut Menelanjangi Perilaku Sosial Hal 4-8 Goyang Suatu Bentuk Apresiasi Hal 9-11 Lagu dan Kejahatan Sosial Hal 12-14 Si Snob dan Goyangan Hal 15-16 Bahasa Lagu dalam Persepsi Budaya Hal 17-21 Mereka Butuh Biduan Hal 22-24 Biduan Bertutur Hal 25-28 Seksualitas di Mata Orang Jawa Hal 29 - 33 Wedus dan Narasi Istri Simpanan Hal 34 - 36 Perempuan (Bukan Anak Tiri Erotisme Hal 37 - 39
Erotisme dalam Lagu Urbanologi Edisi 3 2
pengantar
BERCERMIN DARI LAGU eorang laki-laki dan seorang perempuan berbaju merah menyala menyayi di sebuah panggung. Terdengarlah lirik: “...iki sopo poto mung ketok bokonge? Opo bokongku iki isih kurang gede?” begitulah, si biduan menyanyi mempertanyakan kepada si lelaki perihal ukuran pantatnya yang apa masih kurang memuaskan. Sebarik lirik tersebut merupakan cuplikan lirik lagu “Bokong Sapi”, sebuah lagu campursari yang dinyanyikan Brodin dan Vivi R. Lagu memang tempatnya berekspresi. Hampir semua ekspresi tercurah di lagu. Lagu di Indonesia menyajikan ekspresi berbagai ragam. Mau cari ekspresi seperti apa? Ekspresi sedih, senang, risau, bahkan ekspresi erotis juga tersampaikan melalui lagu seperti di atas. Ya erotis. Mer ujuk pada kamus Oxford American Dictionary, kata erotis (erotics) memiliki makna menyebabkan atau membangkitkan gairah birahi (causing sexual excitement: an erotic video, poem). Namun dalam buletin ini kami memaknai lagu erotis adalah lagu yang liriknya menyebut atau mengarah pada kegiatan seksual dan alat kelamin. Di Indonesia lagu-lagu erotis datang dari berbagai aliran musik. Dari musik campursari, dangdut, pop sampai rock. Penyampaian sesuatu
S
Anak-anak dalam pementasan dangdut (foto:Hjr)
yang erotis ini bisa dengan cara blakblakan atau melalui simbol-simbol. Simak saja lagunya Julia Perez yang berjudul “Belah Duren”. Lagu ini beraliran musik dangdut. Berikut cuplikan liriknya: “Belah duren di malam hari paling enak dengan kekasih/ dibelah bang, dibelah silakan dibelah/” ketika menyanyikan lagu ini terkadang terdengar suara desahan khas Jupe. Atau simak saja lagu “Penak Mlumah” yang dinyanyikan Cak Diqin dan Wiwied. Berikut cuplikan liriknya: “Yen dek e mengkurep ra biso tak lebokke/ Yen miring gawe bingung, piye sing nglebokke/ yen mlumah kuwi genah/ gampang sing nglebokke/ gari krasa penake//”. Siapa saja yang mendengarkan lagu-lagu di atas, bisa dipastikan imajinasinya akan mengarah pada seputar kegitan seks atau kelamin. Lagu-lagu seperti ini nuansanya menghibur dan berbalut kental humor. Ya , s e k s u a l i t a s b a g i ke b a n y a k a n o r a n g I n d o n e s i a dianggap tabu, disembunyikan, dan
Erotisme dalam Lagu Urbanologi Edisi 3 3
diditutupi. Lagu-lagu erotis menunjukkan bahwa seksualitas memang menarik untuk diperbincangkan. Ditutupi tapi dinyanyikan dengan cara malu-malu maupun dengan cara blak-blakan. Seperti karakter orang Jawa yang malu-malu tapi mau. Orang Jawa memandang seksualitas sebagai kegiatan yang harus dilakukan di tempat privat. Bahkan membincangkannya adalah hal yang tabu, harus sembunyi-sembunyi dan yang pantas membincangnya adalah orang yang sudah berusia dewasa dan menikah. Namun, jika menarik sejarah Jawa pada masa lampau, orang Jawa punya Serat Centhini, sebuah karya sastra Jawa Klasik yang ditulis pada masa pemerintahan Paku Buwana V di Surakarta. Secara garis besar teks ini menceritakan tentang perjalanan para santri yang berkelana. Selama perjalanan tersebut dibahas tentang banyak hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia danusia dan agama (Islam). Hal yang menarik dari cerita ini adalah adanya pengungkapan unsur seks, baik berupa ajaran maupun yang disajikan sebagai bagian dari struktur naratif. Teks tersebut justru cukup populer di khalayak pembaca karya sastra jawa klasik. Hal ini menunjukkan, sejak jaman dulu, ekspresi tentang seksualitas sudah diperlihatkan di muka umum. Namun mengapa saat ini banyak orang yang menganggap lagu-lagu erotis ini adalah lagu “saru�
dan tidak pantas untuk didengar? Selain itu, dalam lagu erotis, terdapat banyak sekali simbol-simbol tentang seksualitas (seputar tubuh dan alat kelamin). Alat kelamin disimbolkan melalui berbagai benda, binatang, bahkan makanan seperti sandal (dalam lagu 'Penak Mlumah', Cak Diqin), Duren (dalam lagu 'Belah Duren'), burung cucak rowo, atau penthol (dalam lagu 'Nyidam Penthol'). Lagu adalah ekspresi masyarakat. Lagu berisi gejala perilaku masyarakat yang sedang berkembang. Lalu, ada gejala apa yang terkandung dalam lagu-lagu erotis Indonesia? Benarkah perilaku masyarakat kita tercermin dalam lagu-lagu tersebut? “Lagu-lagu Erotis Cermin Perilaku Seks Masyarakat� juga akan dibahas dalam urbanologi edisi ini. Video klip lagu-lagu erotis juga menarik untuk diteliti. Lagulagu erotis dinyanyikan oleh penyanyi-penyanyi dengan kostum maupun gaya goyangan yang sensual. Sesekali desahan juga menyertai lagulagu ini. Hal-hal setelah inilah yang akan Anda baca dalam urbanologi edisi tig a ini. SELAMAT MEMBACA.
Erotisme dalam Lagu Urbanologi Edisi 3 4
DANGDUT MENELANJANGI
PERILAKUSOSIAL Lagu dangdut tarling yang dinyanyikan salah satu penyanyi tarling kondang, Aas Rolani, berjudul Seranjang Wong Telu menggambarkan konflik batin seorang istri menghadapi perilaku seksual suami yang tak cukup puas dengan satu istri
Oleh Farid Firdaus @farid_f Wartawan Koran SINDO
T
eori “tatanan simbolik” Jacques Lacan menyebut masyarakat diatur oleh rangkaian peran, ritual, dan tanda. “Tatanan simbolik” ini mengatur aturan sosial dalam ranah ketidaksadaran manusia. Dalam budaya patriarki, “tatanan simbolik” menciptakan aturan sosial yang menegaskan dominasi laki-laki atas perempuan. Akibat dominasi ini, peran perempuan makin tersisih ke ranah domestik. Konstruksi aturan sosial ini pada akhirnya turut menciptakan perilaku sosial masyarakat yang cenderung mereduksi peran dan keberadan perempuan ke dalam fungsi seksualnya saja. Sejumlah lagu dangdut, khususnya lagu dangdut koplo dan tarlingan, menunjukan gejala perilaku tersebut. Tentu masih ingat dengan lagu berjudul Keong Racun? Simaklah sebagian lirik lagu yang booming melalui situs media sosial Youtube pada tahun 2000-an ini: Dasar kau keong racun//Baru kenal eh ng ajak tidur//Ng omong ng g ak sopan santun//Kau anggap aku ayam kampung//Kau
Erotisme dalam Lagu Urbanologi Edisi 3 5
dialami para Tenaga Kerja Wanita (TKW) di luar negeri. Selain Jawa Barat, Jawa Timur seperti diketahui juga menjadi daerah asal sebagian besar para TKW yang mengadu nasib di luar negeri. Tak hanya tentang persepsi tubuh perempuan dalam relasi kuasa antara laki-laki dan perempuan, lemahnya posisi perempuan dalam lembaga pernikahan juga menempatkan perempuan dalam posisi yang tidak bisa melakukan gugatan. Lagu dangdut tarling yang dinyanyikan salah satu penyanyi tarling kondang, Aas Rolani, berjudul Seranjang Wong Telu berikut ini menggambarkan konflik batin seorang istri ketika dihadapkan pada perilaku seksual suami yang tak cukup puas jika hanya dengan satu istri: Ndas puyeng kang, kaya kesambet//Lamun kakang bli marek-marek//Demi cinta kang, nrima diwayu//Najan turu, sekasur wong telu. (Kepala pusing mas seperti kesurupan//Kalau mas tidak datang//Demi cintamu mas, aku rela dimadu//Walaupun tidur satu ranjang bertiga). Dalam mencari istri lagi, pelaku poligami menjadikan Nabi Muhammad sebagai contoh pembenar poligami yang mereka lakukan. Namun dalam praktiknya pelaku poligami yang kita ketahui di sekitar kita cenderung mencari istri
dengan usia lebih muda dari istri pertama. Hal ini bertolak belakang dengan nabi yang memperistri perempuan yang berusia tua dan janda karena memang didasari niat untuk menolong. Maka tak bisa disalahkan jika ada anggapan poligami yang dilakukan sematamata demi mendapatkan variasi aktivitas seksual. Aas Rolani secara tidak langsung mengungkapkan ihwal pelaku poligami yang memilih “daun muda�dalam lirik selanjutnya: Senajana beda umur//Kakang seket kula selikur//Senajana, wis due rabi//Kula nrima setulus hati. (Walaupun berbeda umur//Mas 50 tahun saya 21 tahun// Walaupun sudah beristri//Saya menerima setulus hati). Perilaku seks di luar nikah yang menggejala di kalangan anak muda juga tak luput menjadi sumber inspirasi dalam sebuah lagu dangdut koplo. Lirik-lirik erotis bertaburan untuk memperjelas gejala sosial tersebut seperti dalam lagu Hamil 3 Bulan. Awalnya aku cium ciuman//akhirnya aku peluk pelukan//tak sadar aku di rayu setan//tak sadar aku ku kebablasan//ku hamil duluan sudah tiga bulan//gara gara pacaran//tidurnya berduaan//ku hamil duluan sudah tiga bulan//gara gara pacaran//suka gelap-gelapan. Lagu dengan lirik pendek ini
Erotisme dalam Lagu Urbanologi Edisi 3 6
rayu diriku//Kau goda diriku//Kau colek diriku//Eh ku takut sekali. Dominasi kuasa laki-laki-yang dalam lagu ini disimbolkan dengan hewan keong beracun--atas perempuan ditegaskan secara gamblang (ngomong nggak sopan santun, kau rayu diriku). Dominasi ini membuat si laki-laki merasa punya pembenaran untuk menggoda bahkan mengajak tidur bersama meskipun baru saling kenal. Perempuan dalam kaca mata si laki-laki di lagu ini dipandang menarik untuk digoda dari bentuk tubuhnya. Pandangan ini pada akhirnya menimbulkan tahapantahapan perilaku seksual berupa rangsangan pada diri sendiri dengan cara berfantasi tentang hubungan seksual. M u l u t k u m a t kemot//Matanya melotot//Lihat body semok//Pikiranmu jorok//Mentang-mentang kau kaya//Aku dianggap jablay//Dasar koboy kucai//Ngajak check-in dan santai. Pandangan semacam itu tak bisa dihindarkan lagi karena dalam budaya patriarki persepsi atas tubuh perempuan dikonstruksi melalui bentuk-bentuk tubuh putih, langsing, montok, erotis dan sensual yang mampu memunculkan hasrat seksual. Dominasi kuasa laki-laki atas perempuan yang mereduksi perempuan ke dalam fungsi
seksualnya semata juga tercermin dalam lirik lagu Babu Ngamen yang dipopulerkan Wiwik Sagita berikut. Mbiyen mbiyen mbiyen soro uripku//Lahir ning ndeso mlarat nasibku//Melok cino kerjo dadi babu//Gak tau nompo gajiku//Juraganku ancene rodok mlonto//Karo babu ijik pengen ngono//Timbangne ajur harga diriku//Mending dodol suaraku. Lagu ini intinya bercerita tentang seorang perempuan desa yang miskin. Untuk mencukupi kebutuhan, dia kemudian menjadi pembantu di rumah orang Cina. Selama bekerja dia tidak pernah mendapat gaji dan justru hendak dijadikan pemuas nafsu. Ia akhirnya kabur, ngamen, hingga akhirnya bisa menjadi penyanyi dangdut terkenal. Menggunakan bahasa Jawa Timuran, lagu ini dengan lugas menggambarkan dominasi yang berujung pada perilaku seksual dengan mengandalkan jenis kelamin dan status sosial. Sebagai majikan, laki-laki dalam lagu ini memanfaatkan posisi sosial si perempuan untuk dijadikan objek hasrat seksualnya. Perilaku ini tak ayal menegaskan wacana tentang tubuh di mana perempuan ditempatkan sebagai objek yang lemah dan rendah dalam relasi kuasa antara laki-laki dan perempuan. Lagu ini juga akan mengingatkan kepada nasib buruk yang kerap
Erotisme dalam Lagu Urbanologi Edisi 3 7
mengangkat perilaku seks di luar nikah sebagai sebuah gejala sosial yang sudah menjadi rahasia umum. Tanpa terdengar menggurui, lagu ini menunjukkan gejala sosial tersebut sebagai sebuah peringatan atau malah cermin bagi mereka yang mendengarkan. Dari beberapa lirik lagu yang penulis ketengahkan sebagai contoh, dapatlah dibilang dangdut tarling (populer di pantura Cirebon dan Indramayu) dan koplo adalah genre musik yang secara kontekstual mampu mengekspresikan perilaku dan gejala sosial dalam masyarakat kebanyakan. Lirik lagu yang jujur dan tak canggung menggunakan kata-kata erotis mampu dengan intim “menelanjangi� berbagai aspek relasi sosial masyarakat hingga ke bagian yang paling dalam seperti hubungan seksual hingga perselingkuhan. "Penelanjangan" ini tak lantas kemudian membuat masyarakat antipati terhadap lagu-lagu tersebut dan mencapnya tak sesuai dengan adat ketimuran. Mereka justru menyukai karena merasa dekat dengan apa yang diungkapkan dalam lagu. Kepiawaian pencipta lagu-lagu dangdut tarling dan koplo dalam
memotret realitas yang terjadi di masyarakat menjadi sebuah lagu juga patut dicermati. Setiap gejala atau perilaku sosial yang sedang hangat terjadi di masyarakat dipastikan akan diikuti dengan kemunculan lagu baru deng an judul dan lirik yang menggelitik. Terlepas dari kualitas teknik musikal maupun ada tidaknya pesan yang ingin disampaikan, lirik yang mudah dicerna diperkuat dengan tema-tema yang lekat dengan keseharian masyarakat membuat musik jenis ini mudah diterima di lapisan masyarakat menengah ke bawah . Musik rakyat ini pun hingga kini terus hingar-bingar dari panggung hajatan hingga kampanye pilkada. Para pelakunya (pencipta lagu, pemusik, dan penyanyi) juga tak memiliki motivasi untuk menikmati "kue" dalam industri musik atau sekedar masuk sorotan kamera infotainment. Dengan sendirinya musik “kampungan� ini sudah menjadi "kue" yang akan selalu dikerubuti oleh penggemar setianya dalam setiap kesempatan unjuk goyang. Goyaaaang maaass!
Erotisme dalam Lagu Urbanologi Edisi 3 8
G
YANG
Suatu Bentuk Apresiasi
@priyoWih
Bernyanyi dan bergoyang dalam musik dangdut adalah sebuah paket komplit. Tak bisa dipisahkan Oleh: Priyo Wiharto (Pengajar di SLB Sunan Muria Kudus)
M
enjelang perilisan album perdananya, Inul diprotes oleh Rhoma Irama. Inul Darastita harus bernasib malang ketika mencoba peruntungan di in dustri musik dangdut, dia terjegal karena goyangan ngebornya ditahun 2000an. Goyangannya dianggap mengandung unsur pornografi dan mendiskreditkan musik dangdut. Goyangan ini bertumpu pada bagian pinggang bawah yang meliuk-liuk dari atas ke bawah. Kemudian dilengkapi dengan kedua tangan yang ditekuk di depan dada dan bergerak seirama dengan goyangan pada bagian pinggang bawah bak mesin bor. Dengan dalih menimbulkan pornografi dan mengundang syahwat para lelaki, Rhoma Irama bersikukuh bahwa Inul Darastita telah merendahkan musik dangdut. Banyak yang tak suka namun banyak juga yang suka. Tak bisa dipungkiri Inul beserta goyangannya menjadi popular dan masyarakat menikmatinya terlepas dari kontroversinya itu. Bernyanyi dan bergoyang dalam musik dangdut adalah sebuah paket komplit. Tak bisa dipisahkan. Penyanyi dangdut bergoyang di atas panggung jamak kita temui di orkes dangdut. Beragam goyangan mereka tampilkan. Entah sebagai penghibur atau keinginan penyanyi sendiri. Namun identifikasi penyanyi dangdut lahir bersamaan Erotisme dalam Lagu Urbanologi Edisi 3 9
dengan msiuk dangdut itu sendiri. Modal utama penyanyi ya bergoyang. Tak usah suara bagus-bagus untuk menjadi penyanyi dangdut. Cukup bisa g oyang, semua boleh menyanyikan lagu dangdut. Terasa hambar jika seorang penyanyi dangdut tidak bisa bergoyang. Goyangan sengaja diciptakan agar penonton tertarik. Namun goyangan-goyangan ini memberikan identitas seorang penyanyi dangdut. Banyak penyanyi dangdut terkenal karena goyangannya. Contoh lainnya adalah Uut Permatasari.Ia terkenal akan goyang ngecornya. Goyangan ngecor ini seperti halnya goyang ngebor yang mengandalkan pinggang bawah sebagai daya tarik utama. Hanya saja goyang ngecor menggunakan satu kaki sambil berputar-putar. Ada juga goyang patah-patah, goyangan yang dipopulerkan oleh penyanyi dangdut Annisa Bahar ini masih mengandalkan pinggang bawah, Perbedaannya hanya pada ritme goyangannya saja. Goyangan ini dilakukan dengan ritme lamban mengikuti arah jarum jam. Senada dengan Inul, Uut maupun Annisa Bahar, Dewi Persik memperkenalkan goyang gergajinya dengan cara seolah sedang melakukan gerakan seperti orang menggergaji dan tentunya tetap mengandalkan bagian pinggang dalam berrgoyang. Dan yang terakhir adalah
goyang itik dan goyang oplosan yang masing-masing dipopulerkan oleh Zaskia Gotik dan Soimah. Goyangan para penyanyi dangdut itu malah membuat nama mereke melejit. Goyang Oplosan memiliki nasib lebih baik daripada goyang ngebor. Goyang oplosan tidak harus melewati kontroversi. Goyang oplosan diterima baik begitu saja oleh Masyarakat. Padahal kalau kita perhatikan gerakannya, tidak jauh berbeda dengan goyang ngebor. Masih berkutat pada pinggang digerakkan ke depan dan belakang seirama dengan ritme musiknya. Jika kita memperhatikan gerakan-gerakan goyangan dari penyanyi di atas. Goyangan itu lebih banyak terletak pada bagian pinggang ke bawah. Seolah memang di bagian-bagian tersebut letak menariknya penyanyi dangdut. Goyangan yang dianggap berlebihan dianggap senonoh, tidak pantas dan tidak bermoral. Goyangan seperti ini hanya akan membuat komunikasi negatif antara penyanyi dan penonton. Tak jarang para penyanyi dangdut sering mengalami perlakuan tidak menyenangkan dari penonton. Namun kalau bergoyang dengan biasa mereka juga tidak akan terkenal. Masyarakat tidak tertarik jika menonton orkes dangdut dan penyanyinya berjoget ala kadarnya. Goyangan seperti goyang ngebor, ngecor, gerg aji maupun itik mengundang banyak penonton.
Erotisme dalam Lagu Urbanologi Edisi 3 10
Goyangan ini didukung dengan busana yang menempel di tubuhnya yakni baju ketat. memperlihatkan lekuk tubuhnya, terbuka di bagian dadanya menambah daya tarik tersendiri bagi mata lelaki. Masyarakat ingin menonton mereka. Melihat goyangan mereka bukan mendengarkan mereka bernyanyi. Para penyanyi dangdut tahu betul apa yang membuat mereka terkenal. Dengan kreatifitasnya mereka menciptakan goyangan-goyangan untuk ikut mendongkrak nama mereka. Tak hanya itu goyangan dalam musik dangdut telah menggiring asumsi masyarakat tentang jenis kelamin penyanyi dangdut. Dominasi perempuan dalam menciptakan goyangan membuat masyarakat menganggap bahwa perempuan adalah manusia yang pintar bergoyang. Laki-laki diposisikan sebagai penyanyi saja, tidak pandai bergoyang saat sedang menyanyikan lagu dangdut. Goyangan-goyangan yang ditampilkan para penyanyi dangdut di atas panggung diperuntukan untuk kaum laki-laki. Hal ini diperkuat oleh perbandingan banyaknya kaum laki-laki yang ada di setiap orkes dangdut daripada kaum wanita. Terlepas dari goyangan yang dibawakan oleh setiap penyanyi dangdut. Goyang an tersebut memberikan hiburan bagi
masyarakat. Masyarakat terutama kelompak menengah ke bawah selalu berbondong-bondong datang ke setiap acara yang menampilkan penyanyi dangdut. Masyarakat benar-benar- terhibur. Lupakan sejenak tentang keributan rumah tangganya, biaya pendidikan yang mencekik, lapangan pekerjaan yang masih susah maupun panggung politik yang tidak pernah kita mengerti. Goyangan ini sendirinya menjadi kekhasan dalam musik dangdut. Goyangan dalam musik dangdut akan selalu hadir selama musik dangdut tersebut masih diputar. Karena bergoyang adalah wujud apresiasi terhadap musik itu sendiri.***
Erotisme dalam Lagu Urbanologi Edisi 3 11
LAGU
DAN KEJAHATAN SOSIAL Siapa yang bisa mengontrol pikiran dan penglihatan manusia termasuk anak-anak saat mereka mendengar lagu atau melihat video erotis?
Kustiah Hasyim (Wartwan Detik.Com)
M
engenakan rok mini, anak kecil yang beranjak remaja, Juwita Bahar melenggak-lenggokkan tubuhnya di atas panggung mengikuti alunan musik. Tubuhnya dibalut kaos ketat yang menampakkan lekuk pinggang dan tonjolan dada. Satu bait lagu mengalun. Lalu menghentak "buka sithik jozz" yang terus berulang setiap syair lagu dilantunkan. Awalnya syair tak begitu mendengar jelas. Namun, hentakan bait 'buka sithik jozz' membuat saya penasaran ingin mengetahui syair lagunya. Sebenarnya lagu yang dinyanyikan anaknya Anisa Bahar, juga penyanyi dangdut, tak masuk hitungan selera telinga saya. Untuk dangdut, saya lebih berselera dengan lagunya Rhoma Irama. Pagi itu saya tak sengaja menonton Juwita Bahar tampil. Kebetulan, saat makan soto di rumah makan di kawasan Tebet, televisi yang diputar sedang mempertontonkan Juwita. Karena penasaran, saya mulai mencoba mendengar pelan-pelan saat Juwita bernyanyi. "Hei kenapa kamu kalau nonton dangdut Sukanya bilang (Buka Dikit Joss ) Apa karena pakai rok mini jadi alesan
Erotisme dalam Lagu Urbanologi Edisi 3 12
Sukanya…abang ini Lihatlihat bodiku yang seksi.. Senangnya…abang ini intipintip ku pakai rok mini" Akhirnya upaya memelototi dan kehati-hatian mendengar syair lagu berhasil. Saya iseng bertanya ke seorang kawan laki-laki tentang lagu itu. Ia berseloroh, "apalagi yang terlintas di pikiran orang khususnya laki-laki (dengan lagu buka sithik jozz) jika bukan 'itu'". 'Itu' kata kawan saya adalah sesuatu yang 'ngeres'. 'Itu' adalah pikiran jorok. Bisa jadi, tiap kepala memiliki interpretasi berbeda saat memaknai sebuah syair lagu. Samar-samar, lagu yang dibungkus dengan nada seperti sedang bertanya ini memang tak ada yang salah. Namun, jika dinyanyikan, saya sebagai pendengar akan menangkap bahwa si abang penonton dangdut meminta penyanyi membuka rok mini yang dikenakannya. Di era mana pun syair lagu dangdut memang terdengar lebih lugas dan berani. Tak seperti pop yang kadang melow atau jazz yang puistik, syair dangdut terkadang t e r d e n g a r s e p e r t i merepresentasikan, mewakili apa yang kita pikirkan dan rasakan. Maka tak heran, jika banyak masyarakat kelas menengah ke bawah tampak mengahayati lagu dangdut karena merasa perasaannya terwakili.
Mendengar lagu dangdut juga tak perlu mengernyitjan dahi ketika meresapi syairnya. Karena, syair dangdut biasanya apa adanya dan sederhana. Lagu dan Kejahatan Seksual Sosiolog Musni Umar kepada Detik.com pernah mengatakan, video erotis lagu dangdut sangat mungkin bisa menjadi penyebab kejahatan seksual terjadi. Karena video erotis bisa mengundang birahi. Musni dalam kasus ini lebih menekankan pada video atau visualisasi yang bisa diakses siapa saja di dunia maya. Termasuk anakanak. Namun, menurut pendapat penulis, yang dikatakan Musni bisa juga berlaku terhadap lagu. Bedanya lagu dan video adalah soal indera pendengaran dan penglihatan. Lalu, siapa yang bisa mengontrol pikiran dan penglihatan manusia termasuk anak-anak saat mereka mendengar lagu atau melihat video erotis? Perlukah lembaga sensor untuk memilah-milih lagu atau video yang layak untuk diperdengarkan dan d i p e r t o n t o n k a n ? Bagaimana nasib anak-anak di masa akan datang? Karena kebebasan bertanggung jawab di negeri ini masih perlu ditebus dengan harga terlampau mahal. Apalagi kita tak mungkin mengawasi anak-anak
Erotisme dalam Lagu Urbanologi Edisi 3 13
sepanjang waktu. Pesan Musni, untuk menghindari meningkatnya kejahatan seksual, harus ada kontrol internal dari para sponsor penyanyi dangdut. Sponsor penyanyi harus bisa menampilkan penyanyi dangdut yang ber pakaian sopan dan menunjukkan sisi lain dangdut yang
bukan cuma segi hiburan. "Tapi juga har us ada unsur pendidikannya bagi masyarakat," katanya. Jika kontrol internal itu tidak bisa dilakukan, lanjut Musni, maka kontrol eksternal yang harus b e r g e r a k . S e p e r t i R T, RW, pemerintah daerah, dan polisi.
Aksi panggung penyanyi dangdut (Foto:Priyo Wiharto)
Erotisme dalam Lagu Urbanologi Edisi 3 14
Si SNOB dan GOYANGAN Issahani Alcharie Esais Tinggal di Semarang
(@cery_han
P
ernah suatu ketika saya menyaksikan sebuah FTV bertajuk religius dimana terdapat adegan seorang wanita cantik berker udung menaiki angkutan umum. Di dalam angkutan kepala wanita ini tanpa sengaja manggut-manggut mengikuti irama musik dangdut berbau koplo yang diputar oleh sopir. Yang terjadi selanjutnya adalah para penumpang yang kebanyakan terdiri dari para ibu itu spontan beristighfar dan menatap wanita itu dengan tatapan berbunyi "malulah pada kerudungmu!" Cemooh, cibiran dan pandangan negatif mudah ditemukan dalam kehidupan masyarakat kita sebagai respon dari ketidaksopanan. Kasus di atas masih berupa contoh kecil. Panggung
"snob", atau istilahnya yang lebih membumi adalah "sok". Biasanya orang bertindak sok untuk menutupi keburukan dirinya sendiri lalu mencari kesalahan orang lain
hiburan musik dangdut di beberapa kota bahkan menuai pencekalan dari beberapa pihak dan ormas. Lebih parah lagi bahkan bisa terjadi pengrusakan. Alasan yang dibawa mereka biasanya yaitu panggung hiburan dan goyangan para biduan menjer umuskan pada kemaksiatan. Anak-anak di bawah u m u r y a n g menyaksikannya bisa jadi terpengaruh dan t e r j e r u m u s . Si "Snob" yang Menyebalkan. Semua orang pasti sepakat jika tindakan suka menghakimi adalah tindakan yang menyebalkan. Orang macam ini senang sekali memberikan stigma buruk. Dalam ilmu psikolog hal ini disebut "snob", atau istilahnya yang
Erotisme dalam Lagu Urbanologi Edisi 3 15
lebih membumi adalah "sok". Biasanya orang bertindak sok untuk menutupi keburukan dirinya sendiri lalu mencari kesalahan orang lain sehingga memunculkan dirinya agar tampak suci. Si snob ini lalu menjelaskan dalil-dalil keagamaan mengenai kemaksiatan. Dalam hal ini dangdut dan orang yang berada di sekitar lingkaran dangdut kemudian menjadi terdakwa yang patut dihakimi. Si Snob ini mengingkari bahwa akibat tindakannya terdapat pihak yang dirugikan. Ia bertindak hal itu untuk kepuasan pribadinya mungkin demi mendapat citra baik, atau demi eksistensi. Dangdut dan persepi erotis Dangdut adalah penghiburan. Kita tidak bisa mengingkari jika musik adalah media milik semua orang untuk mendapat penghiburan. Dan katanya musik itu menggerakan, makanya jangan heran jika biduan-biduan itu bisa sampai bergoyang sambil bernyanyi. Dalam perkembangannya beberapa pihak meng ang g ap goyangan biduan di atas panggung mengarah pada aksi erotis. Namun erotis atau tidak, hal itu pun menjadi hal yang relatif. Masing-masing individu memiliki persepsi dan acuan masing-masing dalam memaknai aksi erotis. Karena perbedaan persepsi inilah kadang muncul pula kebijakan yang konyol bahkan menggelikan.
Misalnya yang kita ketahui bersama, menaiki motor dengan posisi ng angkang di Aceh menjadi larangan. Ini dianggap sebagai tindakan erotis, tidak sopan dan dapat memancing nafsu syahwat. Padahal dari segi keamanan posisi menaiki sepeda motor paling aman adalah dengan ngangkang supaya seimbang, bukan dengan membonceng. Namun pihak yang termasuk aliran Snob ini membuat standar dan menerapkan persepsinya sendiri. Padahal jika menilik lebih dalam lagi mengenai kondisi negeri ini masih banyak yang perlu dihakimi. Misalnya tingkah para elit politik yang tak manusiawi mencuri uang rakyat. Bukankah ini juga kemaksiatan? Kenapa hanya urusan goyangan pinggul lantas dibesarbesarkan. Kenapa pula urusan ngangkang diperdebatkan. Kesimpulannya adalah otak bangsa ini terlalu dangkal. Hanya karena pinggul dan ngangkang orang banyak kisruh dan disana-sini orang bereaksi secara berlebihan. Kalau begini saya ingat bait lagu manusia setengah dewa milik Iwan Fals; //Masalah moral masalah akhlak //Biar kami cari sendiri//Urus saja moralmu urus saja akhlakmu//Peraturan yang sehat yang kami mau// Lagi pula apa lagi yang diinginkan orang hidup selain hidup damai dan sehat. Bukan saling menyalahkan, ya kan?
Erotisme dalam Lagu Urbanologi Edisi 3 16
@perjuanganq
L
Muhajir Elba (Direktur Vokal Institute) Lagu berlirik erotis merupakan bagian dari ekspresi dan potret budaya masyarakat serta tidak mencerminkan pola pikir saru dari penciptanya. Keberadaannya harus tetap diakui sebagai khazanah musik.
Wujud dari bahasa mempunyai dampak tersendiri dalam membentuk pola pikir manusia. Bahasa bukan hanya berfungsi sebagai media komunikasi semata, tetapi keberadaannya mampu memberikan persepsi terhadap realitas sosial. Adalah lirik lagu yang menjadi salah satu representasi dari bahasa atas realitas budaya y a n g berkembang m a u p u n peristiwa-peristiwa yang terjadi di m a s y a r a k a t . Keterkaitan antara bahasa, pikiran, dan budaya tidak
bisa dipisahkan. Ketigannya saling berkaitan. Keterkaitan tersebut berdasarkan teori Relativitas Bahasa dan determinasi kebudayaan yang dikembangkan Benyamin Whorf dan Edward Sapir yang dikenal dengan hipotesis Sapir-Whorf yang mengungkapkan bahwa bahasa, pikiran, dan budaya memiliki hubungan yang erat. Soalnya, bahasa memepengar uhi cara pandang manusia terhadap objek sekaligus mempeng ar uhi pikiran individu pemakai bahasa yang berasal dari budaya. Produksi bahasa tidak lepas dari pengalaman seseorang dalam
Erotisme dalam Lagu Urbanologi Edisi 3 17
mengkonstruksi berbagai fenomenafenomena yang dialaminya (melihat, mendengar, dan merasakan). Dari poses itulah muncul persepsi dalam wujud kata-kata. Begitu juga yang dialami oleh para pencipta lirik lagu. Penciptaan lirik yang berupa katakata tentunya atas dasar fenomena budaya ataupun masalah sosial yang ada di sekitarnya. Pencipta lagu mempunyai sudut pandang tersendiri dalam menkonsepsikan fenomena yang terjadi. Bisa dikatakan itulah hak subyektifitas yang dimilikinya. Hasil cipta pengarang itu kemudian dikomunikasikan melalui bahasa verbal kepada masyarakat selaku penikmat. Disamping itu, hasil ciptaan berupa lagu merupakan simbol dari realitas sosial yang hendak disampaikan ke pada khalayak. Terlepas apakah wujud karyanya sarat akan nilai maupun mengandung unsure erotisme. Dalam menciptakan lagu, faktor budaya di kalang an masyarakat merupakan salah satu objek yang bisa dituangkan menjadi lirik. Tentunya berasal dari persepsi pikiran dalam memahami dan menyikapi terhadap budaya yang diracik berupa kata-kata yang mengandung pesan di dalamnya. Fungsi bahasa dalam kehidupan manusia terdiri dari tiga fungsi . Pertama, emotif. Fungsi ini lebih menonjolkan pada komunikasi estetik, pencurahan perasaan akan
keindahan. Kedua, afektif. Fungsi ini tampak jelas ketika bahasa itu dipakai untuk menimbulkan efek psikologis terhadap orang lain agar terpengaruh dalam bertindak berdasarkan apa yang disampaikan. Ketiga, simbolik. lebih menonjolkan dalam komunikasi ilmiah, simbol-simbol bukan hanya untuk menyatakan fakta saja, melainkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Adapun fungsi ekspresif lebih kepada penyampaian atau ungkapan Munculnya lagu yang ber nuansa erotis tidak bisa disalahkan. Meskipun kata-kata yang disampaikan saru dan membentuk i m a g e b u r u k b a g i k h a l ay a k . Bagimanapun juga, lagu berlirik erotis merupakan bagian dari ekspresi dan potret budaya masyarakat serta tidak mencerminkan pola pikir saru dari penciptanya. Keberadaannya harus tetap diakui sebagai khazanah musik. Berikut ini beberapa lirik lagu erotis yang mengkonsepsikan budaya sosial dan sekaligus menjadi simbol atas realitas masyarakat. Lirik lagu “Cinta Satu Malam� yang dipopulerkan oleh Melinda: Cinta satu malam oh indahnya//Cinta satu malam selalu ku kenang selama-lamanya//Sentuhanmu membuatku terlena//Aku telah terbuai mesra//Yang kurasa hangat indahnya cinta//Hasratku kian membara. Berdasarkan lirik lagu di atas, pencipta lagu seakan menjelaskan bahwa cinta satu malam yang diikuti
Erotisme dalam Lagu Urbanologi Edisi 3 18
oleh hubungan seksual pernah terjadi di kalangan masyarakat. Te n t u n y a , l a g u t e r s e b u t mencerminkan budaya yang terjadi pada saat itu sehingga diabadikan dengan sebuah lagu. Selain itu, lagu tersebut jika dianalisa dari struktur katanya juga membentuk dua pola pikir terhadap masyarakat yakni menggambarkan bahwa cinta satu malam itu mengasyikkan dan mengarah pada perilaku dua sejoli yang tidak patut untuk ditiru. Lirik lagu “Hamil Duluan” oleh Tuty Wibowo: Awalnya aku ciumciuman//Akhir nya aku pelukpelukan//Tak sadar aku dirayu setan//Tak sadar aku kebablasan//Ku hamil duluan sudah tiga bulan//Garagara pacaran tidurnya berduaan//Ku hamil duluan sudah tiga bulan//Garagara pacaran suka gelap-gelapan. Lagu yang dipopulerkan Tuty di atas mengungkapkan budaya pacaran yang terjadi di kalangan remaja yang berimbas pada kehamilan. Kebebasan bergaul para remaja tidak diambil manfaatnya justru sebaliknya. Media bergaul yang semestinya mengarah pada kebaikan malah dicemari dengan perbuatan asusila. Maka, melalui bahasa lirik lagu di atas, masyarakat berpikir budaya pacaran tidaklah baik karena hanya berdampak pada halhal yang negatif. Penyanyi Lia Mj feat Asep yang mempopulerkan lagu “Rumpi Mobil Bergoyang”: Ada yang genit ada
yang centil ada yang nakal//Dan ada pula kaum wanita penjajah cinta//Cari yang enak tak perlu mahal di hotel-hotel//Biar di pantai di setiap mobil nikmat b e r c i n t a / / Ya n g p e n t i n g s e n a n g bergoyang//Di setiap mobil digoyanggoyang//Dipeluk dicium merangsangmerangsang//Biarkan orang ah tegang ah tegang//Asalkan senang bukan kepalang. Produksi kata-kata pada lirik lagu di atas tidaklah lepas dari pengalaman pencipta lagu atas peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Dipilihnya hubungan seksual dalam mobil daripada hotel menunjukkan bahwa asumsi di mobil lebih murah dibandingkan di hotel. Dari lagu tersebut seakan mengarahkan dan memberikan alternatif kepada masyarakat untuk melakukan hubungan seksual di mobil. Meskipun struktur kata yang disampaikan terkesan saru, tetapi bahasa menyampaikan fakta yang terjadi. Selanjutnya lirik lagu “Wanita Lubang Buaya” yang dipopulerkan oleh Minawati Dewi: Wanita kamu harus tahu//Mengapa lelaki buaya//Mau tahu jawabannya//Wanita punya lubang buaya//Wanita kamu harus bisa//Ingatkan pesan orang tua//Jangan sampaai dekat dekat buaya//Nanti kamu jadi korbannya//Meemang wanita dia punya lubang buaya//Wajar saja lelaki mau menggodanya//Memang wanita punya satu lubang buaya//Walau satu itu sangat
Erotisme dalam Lagu Urbanologi Edisi 3 19
berharga. Simbol bahasa yang diperse psikan pencipta lagu mengarah pada keadaan dimana para l el a ki ya n g suk a m em a n gsa perempuan. Lelaki dalam lagu tersebut disimbolkan dengan buaya sedangkan perempuan sebagai pemilik lubang buaya. Lirik lagu tersebut juga mengandung nasehat bagi para perempuan agar tidak mudah tergoda oleh kaum hawa. Berdasarkan konsep kata, lagu tersebut membentuk pola pikir di kalangan kaum adam bahwa wanita itu sarang buaya dan menyarankan bagi kaum hawa untuk berhati-hati terhadap buaya (kaum adam). Judul lagu “Apa Aja Boleh� oleh Della Puspita: Ku cinta kamu, ku sayang kamu//Apa maumu bilang padaku//Aku kabulkan permintaanmu//Yang penting kamu jadi pacarku//Minta cium boleh, minta peluk boleh//Apa aja boleh, semuanya boleh//Apa aja boleh, semuanya boleh. P e n c i p t a l a g u menggambarkan perilaku wanita yang bersifat pasrah kepada lelaki (pacar), dia akan menuruti apa yang diinginkan lelaki. Meskipun permintaannya melakukan hubungan seksual. Jadi, struktur kata pada lagu di atas meunjukkan bahasa yang yang digunakan pencipta lagu bahwa budaya wanita yang tidak punya prinsip hidup dan rela menyerahkan harga dirinya. Lagu tersebut juga membentuk pola pikir
yang tidak baik terhadap kaum hawa. Sebenar nya masih ada banyak lirik lagu yang ada unsur erotisnya. Beberapa contoh lirik lagu di atas menunjukkan bahwa penciptaan kata pada lirik lagu ti d a kl a h l e p a s d a ri b ud aya . Disamping itu, bahasa yang dihasilkan akan menimbulkan persepsi tersendiri di kalangan masyarakat. Entah penilaian pada lirik lagu itu baik maupun maupun buruk. Hal itu dikarenakan diantara pencipta dan masyarakat mengalami proses yang tidak sama. Dimana pencipta berperan penuang ide sedangkan masyarakat berperan sebagai penilai. Secara tidak langsung masyarakatlah yang menentukan baik dan tidaknya lirik lagu yang mengandung unsur erotis. Adanya konotasi yang dibilang saru belum tentu ber makna sar u karena merupakan simbol. Namun harus diakui bahwa lirik lagu erotis pada umumnya mempunyai persepsi yang negatife. Lebih-lebih ke mu n c u l a n n y a d i k a l a n g a n masyarakat Indonesia yang dikenal dengan budaya unggah-ungguh. Kesaruan berbahasa oleh pencipta lagu tidak boleh disalahkan. Soalnya, pencipta lagu hanyalah bersifat mengekspresikan budaya melalui simbol bahasa. Meskipun dampak yang ditimbulkan dari lagu mempengaruhi mindset bagi penikmatnya. Dan sebagai penikmat,
Erotisme dalam Lagu Urbanologi Edisi 3 20
sehar usnya lebih cer mat dan memaknai atas beredarnya lagu-lagu. Jangan sampai menganut paham menghafal dan apatis terhadap lirik lagu tanpa memahami maknanya. Lirik lagu memang mampu membentuk pola pikir terhadap masyarakat melalui struktur katanya karena bahasa yang disampaikan di setiap lirik lagu mengandung makna tersendiri. Akan tetapi, dalam lagu yang bernuansa erotis, tentunya selalu mengarah pada hal yang n e g a t i f e. I t u l a h ke s a n y a n g
ditimbulkan dari bahasa pada pikiran. Meskipun konotasinya tidak baik, tetapi makna yang dikandung belum tentu buruk. Bagimanapun juga lirik lagu erotis bagian dari ide kreatif dalam mengekspresikan potret realitas budaya sosial melalui simbol-simbol bahasa. Dikatakan saru dan tidaknya terserah anda. Hal penting yang tidak boleh dilupakan adalah apresiasi kepada para penciptanya.(
Suling adalah salah satu alat musik pokok dalam musik dangdut
Erotisme dalam Lagu Urbanologi Edisi 3 21
LIPUTAN
“MEREKA BUTUH BIDUAN”
Lihat saja mereka saat bergoyang,. Mereka seperti lupa tentang masalahnya. Hanya kitalah yang bisa menghibur mereka. Kalau tidak kita siapa lagi.
J
ika saja Ika menolak mengantarkan Esa untuk les vokal, pastilah dia tidak menjadi biduan. Saat itu Ersa berumur lima tahun. Ersa rewel jika diminta gur u les vokalnya untuk menyanyi.”Umur segitu memang anak suka rewel. Kalau tidak suka ya tidak mau” kenang Ika sembilan tahun yang lalu. Akhirnya Ika mengalah. Bukan Ersa yang menyanyi, namun Ika sendiri harus menyanyi di depan Agustinus, Guru les vokal Saat itu. Bapak Agustinus, demikian sapaannya saat itu, mendengarkan suara bagus dari kerongkongan Ika. Mulailah Ika serius berlatih vokal kepada Bapak Agustinus. “Bapak Agustinus adalah guru les vokal pertama saya, dari dialah saya diminta untuk terus bernyanyi” Kenang perempuan yang lahir di Sragen ini. Menjadi biduan bukanlah keingingan pada awalnya. Mahasiswa lulusan Pendidikan Bahasa Inggris ini mulanya mencari rupiah sebagai guru TK di TK Pembina Wergu, Kudus. Selain itu Ika mencoba peruntungan menjadi guru les Bahasa Inggris. Ersa adalah salah satu muridnya. “ Selama tiga tahun saya menjadi guru TK, saat Erotisme dalam Lagu Urbanologi Edisi 3 22
itu saya belum lulus, masih Mahasiswa, sepertinya setelah lulus nanti saya akan menjadi guru”. Pikir perempuan kelahiran 16 April 1984 ini. Secara kebetulan Perempuan yang bernama lengkap Ika Sapta Pertiwi ini bertemu dengan Bapak Agustinus dan selanjutnya belajar menyanyi dengan Bapak Daryanto. Mulailah nama Ika Septa Pertiwi didengar karena sering mengisi di berbagai acara. “ Mulai tahun 2005 saya mulai menyanyi untuk mendapatkan uang, saat itu saya sudah berusia 21 tahun. Saya bernyanyi dari satu penggung ke panggung berikutnya. Acara tujuh belasan, pesta perkawinan, sampai gathering di hotel-hotel pernah saya isi.” ujar perempuan yang memang hobi menyanyi ini. Sudah sembilan tahun Ika bernyanyi dari panggung ke panggung. Dengan bayaran 200 sampai 300 ribu sekali manggung, Ika bernyanyi dengan senang. “Ini adalah hobi dan pekerjaan saya, jadi saya harus jalan terus, kalau tidak ya saya tidak dapat uang.” ujar Ika. Biduan adalah jalan bagi Ika untuk membuat kehidupannya lebih baik. Sejak dia jadi biduan, Ika bisa membeli rumah, membuat sebuah komunitas organ tunggal bernama Diva Music dengan Ika sendiri sebagai ketuanya. Dari Diva Music asuhannya
itu Ika bisa mengajak temantemannya untuk bergabung. Di samping teman-teman seprofesinya, Ika juga mengajak masyarakat di sekitar rumahnya yang beralamat di Wergu Wetan Rt 2/4 no 230 ini membantu mempersiapkan alat-alat musik seperti persiapan pang gung, pemasangan sound dan tentunya mengiringi para artis Diva Music s a a t p e n t a s d i p a n g g u n g. “Setidaknya saya membuat masyarakat mendapatkan pekerjaan, membantu mereka mencari nafkah bagi keluarganya masing-masing”. Ujar Putri dari pasangan Hj. Umi Khasanah dan Suparto ini. Ika selalu mengingatkan bahwa biduan bukanlah sebuah profesi yang menjijikkan. Dengan berpakaian minim, memperlihatkan lekuk tubuhnya serta bergoyang panas di depan panggung adalah bagian dari pekerjaannya. “Bekerja harus serius dan tekun. Intinya kita membuat penonton senang ketika melihat saya menyanyi. Menghibur orang banyak bukanlah pekerjaan gampang. Penonton senang saya juga ikut senang. Itu tandanya pekerjaan saya berhasil. “Ujar Ika yang saat ini juga sedang sibuk berusaha bebisinis kuliner sate ayam ponorogo di bilangan Kutilang dan Cut Nyak Dien, Kudus.
Erotisme dalam Lagu Urbanologi Edisi 3 23
Umur Ika saat ini sudah 29 tahun. Bukan berarti Ika harus segera mengakhiri karirnya sebagai biduan. “ Saya tidak mungkin akan terus menerus menyanyi. Biduan-biduan yang lebih muda dan cantik sekarang banyak. Jika saya memaksakan untuk terus menjadi biduan maka itu cukup berat.” Ujar alumni SMKN 1 Kudus ini. Dia lebih memilih untuk membesarkan kelompok musik “Diva Music” nya. Pagi maupun sore harinya Dia membuka usaha kuliner sate. “Usaha ini adalah salah satu cara saya jika nantinya aku harus benarbenar pensiun dari biduan.” ujarnya. Keputusan menjadi biduan
memang bukan keputusan yang bersifat populis. Ika memberikan kita contoh bahwa pekerjaan apapun itu harus serius dan tidak boleh setengah-setengah. Pandangan masyarakat mengatakan bahwa biduan bukanlah profesi baik. Pendapat itu tidak berlaku bagi Ika. “Menjadi biduan bisa membuat orang lain senang dan gembira. Lihat saja mereka saat bergoyang,. Mereka seperti lupa tentang masalahnya. Hanya kitalah yang bisa menghibur mereka. Kalau tidak kita siapa lagi. Mereka memang butuh biduan”. (Priyo Wiharto)
Ibu-ibu turut serta menikmati tontonan dangdut (Foto: Priyo Wiharto)
Erotisme dalam Lagu Urbanologi Edisi 3 24
PROFILE
BIDUAN BERTUTUR Belum. Ha ha ha. Tapi biasanya suka digodain polisi-polisi. Tiap malam kadang sering sms, telpon atau BBM. Ya sekadar digoda-goda gitu.
B
iduan hadir dan menghibur masyarakat. K e m a m p u a n membawakan lagu-lagu membuat biduan laris manis di beragam acara. Sebut saja dari khitanan, pernikahan sampai perayaan tujuh belasan. Biduan menjadi hiburan tersendiri di masyarakat. Tak peduli jauh dekat jaraknya, panggungpanggung hiburan seperti orkes dangdut selalu ramai. Penuh lelaki baik muda mupun tua meluangkan waktunya untuk menyaksikan biduan-biduan cantik nan seksi mengeluarkan suara merdunya, tentunya disertai goyangan yang
menambah lengkap suasana kemeriahan sebuah orkes dangdut. Kali ini tim vokal institute berkesempatan mewawancarai salah satu biduan cantik yang ada di Kota Kudus. Dia adalah Ika Sapta Pertiwi, perempuan cantik kelahiran Sragen 16 April 1984 ini tidak sekadar menganggap profesinya sebagai hiburan melainkan mata pencaharian. Sebuah profesi yang harus ia jalani dengan serius tanpa mainmain. Berikut ini adalah hasil wawancara kami sore itu. Sejak kapan memulai jadi biduan? Tahun 2005. Saat itu baru
Erotisme dalam Lagu Urbanologi Edisi 3 25
berusia 21 tahun. Awalnya bagaimana bisa menjadi biduan? Sebetulnya ini adalah kebetulan. Waktu itu saya adalah guru les Bahasa Inggris. Saya mengantarkan murid les saya untuk les vokal di lembaga kursus. Murid saya rewel, tidak mau menurut guru les musiknya untuk menyanyi. Maka saya diminta guru vokal untuk menyanyi. Nah, dari sinilah, saya diminta guru vokal tersebut untuk belajar menyanyi secara serius sampai saya benar-benar bisa menyanyi. Guru vokal itu mengatakan bahwa suara saya bagus dan sayang kalau tidak dilatih. Kemudian saya diminta untuk menyanyi di salah satu acara. Dan sampai hari ini saya masih menyanyi. Sudah hampir 10 tahun saya menjadi penyanyi. Sebelum menjadi biduan, anda adalah seorang guru? Ya, saya pernah mengajar di TK Pembina Wergu selama tiga tahun. Sebelumnya saya adalah lulusan FKIP Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Muria Kudus (UMK). Dan sekarang anda tinggalkan? Sudah lama saya tidak mengajar lagi di TK itu. Ya, sejak tahun 2005 itu. Saya sudah sering
diminta untuk menyanyi di berbagai acara. Karena kesibukan menyanyi tersebut maka saya harus meniggalkan pekerjaan saya sebelumnya itu. Saya memulai berkonsentrasi sepenuhnya menjadi penyanyi. Apakah anda senang menjadi biduan? Mengapa tidak , menyanyi adalah hobi saya sejak kecil. Dengan menyanyi saya bisa mengeluarkan uneg-uneg saya. Membuat saya melepaskan kepenatan dan tentunya dapat menghibur orang banyak. Itu sungguh menyenangkan. Bagaimana pengalaman menjadi biduan? B e r a g a m . K a d a n g menyenangkan. Ada saatnya juga biasa atau malah tidak menyenangkan. Tergantung bagaimana menjalaninya. Saya selalu menjadi profesi ini dengan perasaan senang. Pekerjaan ini sesuai dengan hobi saya.Jadi ya sangat menikmati dengan semua ini. Bisa bertemu dengan banyak orang, jalanjalan dan tentunya bertemu dengan sesama penyanyi. Jadi bisa nambah teman dan sambil belajar. Pernahkah mengalami pengalaman buruk, digoda penonton mungkin?
Erotisme dalam Lagu Urbanologi Edisi 3 26
Pernah. Seperti apa itu? Dirayu, digoda atau bahkan disentuh oleh penonton Apakah Anda marah ketika itu? Kalau biasanya sampai keterlaluan saya memilih diam. Mogok. Tidak mau melanjutkan menyanyi kembali. Kalau biasa saya anggap wajar saja. Tergantung penyanyinya juga sih. Biasanya penonton yang sudah dalam keadaan mabuk bahkan bisa sampai “nakal�. Itu mungkin karena terpengaruh minuman keras. Saya selalu menjaga jarak dengan penonton. Dimanakah manggung yang paling berkesan ? Hampir setiap acara berkesan. Tergantung bagaimana kita menjalaninya saja. Lagu apa yang disukai penonton? Lagu-lagu yang sedang ngetrend. Seperti oplosan, kereta malam. Saat ini kan lagu itu favorit. Jadi saya harus sering mengikuti perrkembangan lagu. Bulan-bulan apa banyak job pentas? Biasanya setelah lebaran atau menjelang agustusan. Bulanbulan itu banyak tawaran dari berbagai tempat
Saat ramai, seminggu bisa pentas berapa kali? Bisa sampai lima kali. Tapi ratarata tiga kali dalam seminggu Pernah diminta jadi istri simpanan atau istri siri pejabat? Belum. Ha ha ha. Tapi biasanya suka digodain polisi-polisi. Tiap malam kadang sering sms, telpon atau BBM. Ya sekadar digoda-goda gitu. Dimana biasanya cari kostum manggung? Kalau di Kudus tidak ada, saya mencari di luar kota. Seperti Semarang, Solo maupun Yogjakarta. Bahkan saya juga memanfaatkan media online untuk memenuhi kebutuhan kostum saya saat manggung. Apakah biduan selalu berkostum seksi saat manggung? Belum pasti. Masalah kostum sangat tergantung atas permintaan undangan. Terkadang kita diminta untuk tampil tertutup. Berjilbab dan sopan. Ada juga yang diminta harus tampil seksi. Semua tergantung undangan dan acara saja. Berapa honor sekali manggung?terkecil dan terbesar? Kalau masalah honor tergantung
Erotisme dalam Lagu Urbanologi Edisi 3 27
dimana kita manggung. Kalau m a s i h d a l a m ko t a b i s a mencapai 200-300-an ribu sekali manggung. Namun kalau sudah sampai ke luar kota bisa capai 1 jutaan. Itu karena ada biaya transportasi dan sebagainya. Ada pandangan miring dari lingkungan sekitar tidak? Tidak ada. Semua mendukung. Apalagi orang tua. Masyarakat sekitar juga senang saya menjadi penyanyi. Saya sering mengajak tetangga ataupun
kenalan untuk ikut membantu saya dalam menyanyi. Seperti sound, panggung, catering. Jadi lingkungan juga ikut kebagian rezeki atau saya selalu menghubungi para pedagang asongan dimana dan kapan kita mau manggung. Sampai kapan menjadi biduan? Sampai menikah Mas. Pas ngurusin rumah tangga. hehe (Priyo Wiharto)
Semua mendukung. Apalagi orang tua. Masyarakat sekitar juga senang saya menjadi penyanyi. Saya sering mengajak tetangga ataupun kenalan untuk ikut membantu saya dalam menyanyi. Seperti sound, panggung, catering. Erotisme dalam Lagu Urbanologi Edisi 3 28
Tri Umi Sumartyarini (Pengelola PAUD Ken Amanah)
Dalam lagu ini, falus atau penis disimbolkan sebagai makanan yaitu pentol semacam bakso.
SEKSUALITAS DI MATA ORANG JAWA
D
alam pandangan kejawen seks bukan hanya dipandang sebagai ritual semata. Seks bagi orang Jawa dianggap sebagai dunia yang suci. Untuk menuju kegiatan seks, orang Jawa harus melewati pernikahan terlebih dahulu. Seks bukan hanya masalah kenikmatan semata. Ritual seks adalah bertemunya dua insan manusia laki-laki dan perempuan untuk melakukan kegiatan bercinta yang diikat dalam perkawinan. Kegiatan ini dianggap sakral, maka tempat untuk melakukannya berada di ranah domestik atau tertutup. Sebuah domestikasi yang mengartikan sebuah kesadaran akan nilai-nilai tertentu. Di ruang domestik itu sebenarnya manusia memiliki kebebasan ekspresi dan imajinasi sebagai seorang makhluk. Karena sakral dan terikat dengan nilai-nilai tertentu inilah maka ritual seks ditabukan jika diperbincangkan secara blak-blakan. Ada semacam sikap kehati-hatian jika membincangkannya. Apalagi jika Erotisme dalam Lagu Urbanologi Edisi 3 29
bersinggungan dengan anak-anak. Karena membincangkan seksualitas di hadapan anak dikhawatirkan mendorong keingintahuan anak untuk mempraktekkannya. Amyrna Leandra Saleh dalam makalahnya yang berjudul Seks dalam Karya Sastra Jawa Klasik (2006) mengungkapkan dalam sejarah Jawa masa lampau, hal yang berkaitan dengan seksualitas selalu disajikan dan memainkan peranan yang cukup penting. Dalam ranah karya sastra Jawa klasik, seksualitas dianggap sebagai salah satu aspek dari konsep keindahan dalam sebuah karya atau merupakan salah satu unsur yang membangun struktur naratif teks. Salah satu contoh karya sastra Jawa klasik yang memuat masalah seksualitas adalah Serat Centhini yang ditulis pada masa pemerintahan Paku Buwana V di Surakarta. Secara garis besar teks ini menceritakan tentang perjalanan para santri yang berkelana. Selama perjalanan tersebut dibahas tentang banyak hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia dan agama (Islam). Hal yang menarik dari cerita ini adalah adanya pengungkapan unsur seks, baik berupa ajaran maupun yang disajikan sebagai bagian dari struktur naratif. Teks tersebut justru cukup populer di khalayak pembaca karya sastra Jawa Klasik. Hal ini menunjukkan, sejak
jaman dulu, ekspresi tentang seksualitas sudah diperlihatkan di muka umum. Politik Simbol Sesuai dengan tipe orang Jawa yang penuh basa-basi dan menggunakan unggah-ungguh, maka membincangkan seksualitas pun dengan cara-cara tertentu. Misal dengan simbol-simbol. Hal ini bisa kita perhatikan ketika sekelompok ibu-ibu berkumpul membincangkan masalah seksualitas. Simbol-simbol seperti manuk (burung), gedhang (pisang) akan berhamburan dari mulut mereka untuk mengungkapkan kelamin milik suaminya. Atau sekelompok bapakbapak yang menyimbolkan kegiatan bercinta dengan dua kubu tim sepakbola yang dinamai Persili (simbol laki-laki) atau Persitem (simbol perempuan). Semua itu itu diperbincangkan dengan atmosfer humor yang mengundang gelak tawa. Budino Hadi Sutrisno dalam bukunya Kitab Seks Leluhur Jawa (2010) mengungkapkan simbolsimbol sudah ada sejak dulu. Orang jawa memiliki simbol lingga yoni yang melambangkan falus atau penis dan vagina. Simbol ini dipakai sebagai penghalusan atau pasemon dari hal yang dianggap jorok. Simbol lainnya adalah lesung alu dan munthu cobek. Dalam ranah filsafat jawa dikenal dengan isbat curiga mancing warangka yang arti lugasnya adalah
Erotisme dalam Lagu Urbanologi Edisi 3 30
keris masuk ke dalam sarungnya. Bahkan bukan hanya di ranah bahasa, simbol seksualitas juga nyata ada dalam bentuk seni bangunan. Candi Sukuh dan Cetha adalah dua contoh candi yang bertema seksualitas. Pada Candi Sukuh terdapat banyak patungpatung bersimbol lingga yoni. Hal ini menandakan ekspresi seksualitas masyarakat Jawa nyata dan terbuka sejak jaman dulu. Simbol Kelamin dalam Lagu Jawa Simbol-simbol yang merepresentasikan seksualitas juga terdapat pada lagu-lagu berbahasa Jawa yaitu lagu campursari. Aneka ragam benda menjadi simbol alat kelamin. Dari mulai binatang, benda sampai makanan. Simbol kelamin berupa binatang dapat kita temui pada lagu Cucak Rowo yang dinyanyikan oleh Didi Kempot. Kelamin laki-laki disimbolkan sebagai manuk (burung) cucak rowo. Berikut petikannya: ...Prawane yen bengi nangis wae/ Amargo wedi karo manuke// Manuke manuke Cucak rowo/ Cucak rowo dowo buntute/ (perawannya kalau malam menangis terus/ karena takut dengan burungnya/ burungnya burung Cucak rowo/ Cucak rowo panjang ekornya/). Simbol manuk sebagai ungkapan penis lazim ditemukan pada masyarakat Jawa. Jika ada anak kecil yang keluar rumah dan tidak
memakai celana, untuk memperingatkannya maka seringkali terdengar “Lho, kok gak pakai celana? Manukmu nanti terbang lho.� Simbol lain dari kelamin lakilaki juga bisa ditemukan dalam lagu N g i d a m Pe n t o l y a n g b i a s a dinyanyikan di panggung-panggung dangdut. Dalam lagu ini, falus atau penis disimbolkan sebagai makanan yaitu pentol semacam bakso. Berikut petikan liriknya: Aku pingin pentol sing enek endogke/ Aku pingin pentol sing dobel endogke/ Aku pingin pentol pentol pentol pentol endog/ sing okeh emiene// (aku ingin pentol yang ada telurnya/ aku ingin pentol yang dobel telurnya/ aku ingin pentol pentol pentol pentol telur/ yang banyak mi-nya) Sedangkan simbol untuk kelamin perempuan dipakailah kata 'sandal'. Sandal yang cara memakainya dengan memasukkan kaki ke dalamnya, digunakan Cak diqin sebagai wakil dari kelamin perempuan tersebut. Berikut cuplikan lirik lagu 'Penak Mlumah': Yen dek e mengkureb ra biso tak lebokke/ Yen miring gawe bingung piye sing nglebokke/ Yen mlumah kuwi genah gampang sing mleboke/ Gari kroso penake// Iki mau ora saru/ Iki mau mung crito sing lugu/ Ojo gething wong kowe yo nyanding/ Yen ra ngerti tak kandani arane sandal jepit// (jika dia tengkurap tidak bisa dimasukkan/ jika miring membuat bingung
Erotisme dalam Lagu Urbanologi Edisi 3 31
bagaimana yang memasukkan/ jika telentang itu baik, gampang bagi yang memasukkan// ini tadi tidak tabu/ ini tadi hanya cerita apa adanya/ jangan membenci karena kamu juga mengalaminya/ jika tidak tahu aku kasih tahu tadi itu namanya sandal jepit// Ada lagu lain yang bentuknya plesetan. Ada beberapa kata dalam lagu jika dibalik akan terlihat terangkai kata-kata kelamin dalam bahasa Jawa. Lagu ini bernuansa humor dan menggelikan. Lagu ini dinyanyikan oleh Didi Kempot dan gruo gamelan Kiai Kanjeng sering menyanyikannya dalam beberapa pertunjukannya. Lagu ini berjudul Demak Ijo. Berikut cuplikan liriknya: Esuk-esuk tuku lengo nyangking botol konco/ konco lawas dijak dolan menyang kali pelem/ pelem iku kecute ngluwihi jeruk tumo/ tumo iku manggone ono ing rambut jempol / jempol sikil othal athil keno pathil idu/ idu kuwi nggo dolanan ora apik tempolong /tempeleng yen digeret mbesekke kulit silet/ silet iku dijupuk ojo dicawuk gawang/ gawang bal-balan lan jaringe arep prithil penthung/ penthung wesi nggo nggebuk sing do korupsi// Sekilas, lirik ini memang biasa saja, namun jika memperhatikan dua kata terakhir pada setiap baitnya. maka akan terlihat plesetan dari nama-nama alat kelamin dalam bahasa Jawa. Cobalah perhatikan kata-kata botol-kanca, kalipelem, jeruk-tuma, rambut-jempol, pathil-
idu, apik-tempolong, kulit-silet, dicawukgawang, prithil-penthung. Rangkaikan suku kata terakhir dari kata pertama dengan suku kata pertama dari kata berikutnya! Wadag Dalam lagu Jawa akan terlihat bag aimana sikap orang jawa memandang seksualitas. seksualitas adalah politik kenikmatan. Yang dipandang adalah tubuh, wadag atau fisik. Maka representasi dari definisi wadag adalah seputar tubuh atau fisik.seksualitas adalah kegiatan yang membutuhkan alat kelamin yang besar, panjang, enak. Kata-kata tersebut juga mudah kita temui dalam lagu-lagu Jawa. Dalam rumah tangga keharmonisan rumah tangga juga bergantung pada hal yang fisik atau wadag. Dalam lagu 'Bokong Sapi' lagu campursari yang dinyanyikan Brodin dan Vivi R berceritan tentang seorang laki-laki yang mulai bosan dengan istrinya karena sesuatu hal. Khawatir akan hal ini, maka sang istripun bertanya: ...kae sapa foto mung ketok irunge? Opo irungku kurang apik modele? (itu siapa? Fo t o k o k h a n y a k e l i h a t a n hidungnya?apa hidungku kurang bagus modelnya?) Lalu disambung dengan pertanyaan: .. apa bokongku (pantat) kurang besar. Dari lagu ini jelas terlihat bahwa keharmonisan rumah tangga juga didukung oleh hal-hal yang bersifat fisik. Lagu berikutnya Angge-
Erotisme dalam Lagu Urbanologi Edisi 3 32
angge Orong-orong yang dinyanyikan oleh Didi kempot dan Dewi Angin-Angin. Lagu ini bercerita tentang seorang laki-laki yang mendapat istri seorang janda. Janda di sini disimbolkan sebagai ompong. Ompong menerangkan tentang gigi yang tanggal. Janda adalah seseorang yang tidak genap. Aku randa anakku lima/ Nanging aku sih biso diwolak-walik koyo nggoreng telo (aku janda anakku lima tapi masih bisa dibolak-balik seperti menggoreng ketela) Kepuasan seks menjadi
penentu harmonisnya hubungan di masyarakat Jawa. Hal ini terlihat pada lirik-lirik lagu di atas. Bahwa hidung yang bagus modelnya, pantat yang besar, dan rasa 'enak' seperti rasa ketela menjadi patokan sebuah hubungan suami-istri harmnis. Begitulah orang Jawa menekspresikan seksualitas dengan cara yang unik. Ditutupi tapi diperbincangkan, dinyanyikan dengan simbol-simbol, ditabukan tapi dihadirkan pada pembicaraan antar orang dewasa.***
Para penyanyi berpenampilan seksi (foto Priyo Wiharto)
Erotisme dalam Lagu Urbanologi Edisi 3 33
WEDUS DAN NARASI ISTRI SIMPANAN
Muhajir Arrosyid PENELITI
Faktor uanglah yang mendorong seorang perempuan mau menjadi simpanan. Ia ingin hidup enak dengan limpahan harta dan tanpa kerja. Maka istilah lain dari simpanan adalah perempuan piaraan.
J
ika Anda disuruh memilih antara sate dengan kambing apakah yang Anda pilih? Sate menawarkan kenikmatan dan kepraktisan. Orang datang ke warung bayar kemudian pulang. Jika pada suatu saat menginginkan lagi, Anda bisa datang lagi pesan berapa porsi makan bayar dan pulang. Sedangkan kambing menawarkan keutuhan sekaligus keribetan. Memang kalau kita membeli kambing kita mendapatkan porsi yang lebih banyak, tidak hanya daging, kita juga mendapatkan kepala, kulit, ekor dan lain sebagainya. Tapi kambing itu bau, sate juga bau tetapi baunya wangi dapat hilang cukup dengan sekali basuh tangan. Saya hendak membahas lagu berbahasa Jawa yang sedang populer saat ini yang berjudul Wedus atau dalam bahasa Indonesianya Kambing karya Hidayati Samudra. Lagu ini banyak diperdengarkan di angkot-angkot, bus antar kota, dan dinyanyikan di pentas-pentas pertunjukan dangdut. Lagu ini memang tidak sampai masuk TV seperti lagu Oplosan mungkin karena kandungan isinya yang teramat menohok dan vulgar. Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Banyuwangi menuntut ditariknya lagu ini dari peredaran. Tapi mana bisa sebuah lagu yang beredar malalui youtube dan lapak VCD bajakan? Berikuit ini bait pertama lagu Wedus: Mendhing tuku sate, timbang tuku wedhuse, Mendhing genda'an timbang dadi bojone, Mangan sate, ora mikir mburine, Ngingu wedhus dadak mikir sukete. Berikut ini dalam bahasa Indonesia: Lebih memilih beli sate daripada beli kambingnya, mending menjadi
Erotisme dalam Lagu Urbanologi Edisi 3 34
simpanan dari pada menjadi istrinya. Makan sate tidak memikirkan urusan belakangnya dan memelihara kambing masih memikirkan rumputnya. Sekarang ini memang zamannya kepraktisan, gampang, dan cepat. Maka produk TV yang dulu demikian besarnya sekarang dibuat ringan dan ringkas dengan kemampuan yang canggih. Dulu orang membawa data menggunakan disket tetapi sekarang dengan flasdisks yang ukurannya lebih kecil mampu memuat data yang demikian banyak. Maka tak heran kalau sekarang banyak muncul kedai makan cepat saji. Ada juga makananmakanan instan, minuman juga dibungkus kertas dan botol. Demikian pula dengan produkproduk lain seperti HP, laptop, dan lain sebagainya semua mengarah kepada keringkasan. Dalam lagu ini tercermin bahwa kepraktisan juga muncul pada hubungan laki-laki dan perempuan. Dalam lagu ini mencerminkan gambaran hubungan yang praktis, cepat, antara laki-laki dan perempuan. Kita anggap bahwa beli kambing adalah menikah dan beli sate adalah genda'an atau simpanan. Menjadi simpanan dianggap lebih praktis karena tidak repot-repot memikirkan urusan belakangnya dan rumputnya. Urusan belakang setelah menikah adalah banyak hal
tidak hanya memberi sandang, pangan, dan papan, tetapi punya anak, menyekolahkan, dll. Lagu ini bercerita tentang curhatan seorang perempuan yang memilih menjadi 'genda'an atau simpanan dari pada menjadi istri beneran. Menurutnya menjadi simpanan lebih menguntungkan. Mungkin saja menguntungkan pihak laki-laki tetapi dalam lagu ini juga menguntungkan pihak perempuan. Dengar saja kelanjutan lagu ini: Timbang dibojo, ora ono duite, Mendhing tak gawe, genda'an wae, Ora usah mikir sak bendinane, Seminggu cukup sepisan wae. Demikianlah dalam bahasa Indonesia: Daripada dinikah, tidak ada uangnya, Lebih baik saya buat simpanan saja, tidak usah mikir kesehariannya, seminggu cukup sekali saja. Kenapa perempuan itu tidak mau dinikah? Masalahnya adalah uang. Biasanya seorang laki-laki enggan memberi uang kepada istrinya dan lebih g ampang m e n g e l u a r k a n u a n g ke p a d a simpanannya. Dan keuntungan menjadi simpanan adalah tak harus mengurus setiap hari karena sang laki-laki hanya datang seminggu sekali. Untuk apa datang seminggu sekali itu? Untuk menikmati sate. Fa k t o r u a n g l a h y a n g mendorong seorang perempuan mau menjadi simpanan. Ia ingin hidup enak dengan limpahan harta dan tanpa kerja. Maka istilah lain dari
Erotisme dalam Lagu Urbanologi Edisi 3 35
simpanan adalah perempuan piaraan. Hal tersebut tersurat dalam penggalan lagu berikut ini: Mergone aku ora kuat, Yen duwe bojo, wong melarat, Ra mblanjani, gawene sambat, Seneng kumpul modal dengkul bondo nekat. Dalam bahasa Indonesia berikut ini: Karena aku tidak kuat. Jika punya suami orang melarat. Tidak memberi uang belanja, dan selalu mengeluh. Suka kumpul modal dengkul modal nekat. Kumpul dalam konteks lagu ini tidak hanya berkumpul tetapi lebih dari sekedar itu yaitu bercinta. Beban r umah tang ga tidak ditanggung bersama antara laki-laki dan perempuan, dalam lagu ini lakilaki dituntut menyediakan kebutuhan rumah tangga sebagus mungkin. Sebenarnya tradisi genda'an atau simpanan banyak terjadi di masyarakat dari dulu kala. Beberapa pengusaha dan para pejabat memiliki simpanan. Akhir-akhir ini
banyak terungkap para pejabat yang malakukan tindak pidana korupsi dan terungkap pula perempuan simpanannya. Lagu-lagu dengan tema semacam ini sudah muncul sebelumnya misalnya lagu dengan judul Wedi Karo Bojomu. Bercerita tentang seorang perempuan yang hendak mengubungi kekasihnya tetapi takut dengan istri kekasihnya tersebut. Terakhir, apakah benar menjadi simpanan lebih enak? Ternyata menjadi istri simpanan teramat rentan. Banyak kita tahu kasus pembunuhan terhadap perempuan simpanan.Lagi pula ketika anak lahir dari hubungan tersebut maka statusnya akan ruwet. Berarti memilih menjadi kambing? Kambing juga perumpamaan yang tidak baik untuk perempuaan. Selain berkonotasi sebagai peliharaan dan pada akhirnya dikonsumsi sebagai makanan.
Erotisme dalam Lagu Urbanologi Edisi 3 36
Perempuan (Bukan) Anak Tiri Erotisme Muniroh Zahid GURU
Tanpa tedeng aling-aling lagu di atas secara jelas menggambark an proses terjadinya percumbuan, jika boleh dikelompokka n menurut tingkatannya maka lagu trsebut masuk dalam klasifikasi sangat erotis.
S
eorang perempuan tanpa malu-malu menceritakan bagaimana dia berpacaran sehingga mengakibatkan kehamilan, pun hal tersebut dia ceritakan dengan suka cita. Inilah yang saya tangkap saat pertama kali mendengar lagu dangdut “Hamil Duluan�, mungkin karena diiringi oleh musik dangdut koplolah kesimpulan saya tergiring kesana. Hal yang seharusnya dianggap tabu dan merupakan suatu aib bahkan musibah tentu saja tidak sepantasnya disampaikan dengan cara seperti itu, seolah-olah tidak ada rasa bersalah apalagi penyesalan. Atau jangan-jangan hal semacam itu memang bukan lagi sesuatu yang tabu sehingga bukan merupakan aib. Berkarya dan menyampaikan pendapat adalah hak setiap manusia, dua hak yang dimiliki oleh manusia tersebut tentu saja dapat saling menunjang. Sebuah karya dapat dijadikan sebagai media untuk menyampaikan suatu pendapat atau sebaliknya suatu pemikiran dapat disampaikan melalui suatu karya entah lukisan, tulisan, nyanyian, dan sebagainya. Banyak sekali lagu-lagu bertema erotis dari berbagai genre musik mulai dari dangdut, campursari, pop, balada, dan sebagainya. Erotisme dapat terlihat entah itu dari syairnya maupun cara membawakannya. Kebanyakan lagu-lagu ini mengupas tentang tubuh perempuan, percumbuan dan tidak pernah ketinggalan adalah penggambaran bahwa perempuan sebagai penggoda. Simak lirik berikut, “hai salahkah aku yang jadi
Erotisme dalam Lagu Urbanologi Edisi 3 37
mau karena melihat isi dalam rokmu// hai kenapa kau pun mau saat ku rayu.......” potongan lirik tersebut terdapat pada bait terakhir Telat Tiga bulan-nya Jambrud. Lagu ini menceritakan mengenai pertemuan seorang laki-laki dan perempuan di sebuah apotek, singkat cerita mereka berkenalan, berjanji akan bertemu dan berkencan di pantai. Angin pantai yang kencang membuat rok si perempuan berayun naik tur un dan hal tersebut mengakibatkan si lelaki tergoda. Dan simaklah kembali potongan bait di atas, seolah menyatakan kesalahan si lelaki adalah kenormalan yang lumrah karena sumber kesalahan sejatinya terdapat pada perempuan. Hal ini diperkuat dengan lirik selanjutnya, lagi-lagi perempuanlah yang bersalah karena termakan rayuan dan menerima ajakan si lelaki. Simak potongan lirik lagu “Maaf Kamu Hamil Duluan” yang konon adalah jawaban untuk lagu “Hamil Duluan” yang saya singgung di awal paragraf. “Kau yang duluan datang padaku// kau yang duluan menghampiriku// kau yang pegangpegang malu-malu mau// akhirnya kupun jadi tersipu// terlanjur terjadi ya terlanjur// kamu hamil duluan padahal pacaran// ......”. Di dalam lagu ini perempuan bahkan memiliki peran ganda, penggoda sekaligus pengajak. Referensi saya mengenai
lagu-lagu erotis memang terbatas dan dari yang terbatas itu sebagian besar yang saya temui menempatkan perempuan sebagai pihak yang disalahkan bahkan dihinakan. Sedikit sekali lagu yang dengan gagah berani menyatakan bahwa dirinya (pihak pertama pada lagu) maupun kedua belah pihak sekalian yang bersalah, dan dari yang sedikit itu saya menemui “Juwita”-nya Doel Sumbang. Berikut liriknya: “Nyamuk-nyamuk yang nakal serta kecoa liar// jadi saksi kita berdua// kala kita bercumbu rayu di sudut kamar// dalam keremangan lentera// kugenggam tanganmu// kuremas jarimu// kucium bibirmu juwita// perlahan matamu terpejam// waktu aku bisikan ajakan di telingamu// kau menatap lalu mengangguk setuju// malam larut dan dingin membuat kita gila// hampir lupa akan segala-galanya// untung aku tersentak sadar lalu mengucap// astagfirullohaladhim// engkau dara perawan// aku lelaki perjaka// yang masihlah muda belia// usiaku usiamu masih akil balig// dan kita bukan suami istri// terlarang melakukan itu// hampir saja mahkotaku dan mahkotamu hilang// musnah hanya karena sebuah nafsu// dan aku menghindar padahal aku yang mengajak// maafkan dan usah kau kecewa// sebaiknya kau bersyukur hal itu tidak terjadi// juwita anggaplah itu sekedar mimpi// sebab jika terjadi
Erotisme dalam Lagu Urbanologi Edisi 3 38
kau dan aku tentu rugi// ya celaka dan bertambah dosa// juwitaku bersyukurlah.� Liriknya panjang tapi semoga tidak dipotong oleh kakak editor, semoga. Tanpa tedeng aling-aling lagu di atas secara jelas menggambarkan proses terjadinya percumbuan, jika boleh dikelompokkan menurut tingkatannya maka lagu trsebut masuk dalam klasifikasi sangat erotis. Akan tetapi meskipun begitu tidak terdapat nada maupun tulisan yang bermaksud merendahkan martabat manusia baik laki-laki maupun perempuan, tidak menganaktirikan salah satunya. Ada misi yang diembannya. Dan meskipun pencipta lagu berikut lagunya tidak bisa mengontrol pemikiran penikmat lagu tersebut setidaknya ada tanggung jawab moral yang ikut terkandung di dalamnya tanpa perlu menghilangkan sisi keindahan dan erotismenya. Jika erotisme dimaknai sebagai sagala kegiatan yang berhubungan dengan tindakan seksual maka tidak etis jika erotisme dimaknai secara negatif. Erotisme seharusnya didudukkan di tempat terhormat dan setiap orang bertanggung jawab menjaganya karena disanalah jembatan kita hidup di atas bumi ini.
y
Para pen
Erotisme dalam Lagu Urbanologi Edisi 3 39
o)
o Wihart
oto Priy
oget (f anyi berj