ViS
DESEMBER 2013
JEJAK SECANGKIR KOPI
Sejarah, Budaya, dan Gaya Hidup
4
ViS
#EDISI KOPI
BAB SEJARAH
Dari Ethiopia Ke Penjuru Dunia
ViS
OLEH:FARID FIRDAUS
K
Dari habitat asalnya ini, kopi lalu menyebar ke berbagai wilayah di dunia dengan berbagai medium penyebaran: perjalanan haji; kolonialisme; hingga perdagangan.
opi. Tidak ada yang tidak bisa mencercapnya dalam pikiran, baik sebagai salah satu jenis tanaman maupun ketika sudah melalui sejumlah proses untuk kemudian menjadi secangkir minuman dengan aroma dan cita rasa khas. Namun, apakah ketidakasingan tersebut berlaku ketika kopi dicercap dari sisi sejarah penanaman dan penyebarannya? Sejarah kopi terentang panjang sejak berabad-abad yang lalu. Namun, dari berbagai sumber yang ada, tidak ada satu waktu persis yang disepakati bersama di kalangan sejarawan maupun pakar sebagai awal mula ditemukannya tanaman kopi. Begitu juga dengan daerah yang diyakini menjadi tempat asal tanaman kopi. Dalam buku Kopi, Kajian Sosial Ekonomi (Aditya Media, N.D Retnandari Moeljarto Tjokrowinoto, 1991) disebutkan bahwa terdapat bukti-bukti sejarah yang menunjukan tanaman kopi bahkan sudah ada sejak berabad-abad sebelum Masehi. Salah satu dasar
acuannya adalah adanya informasi tentang biji-bijian kopi dalam Kitab Injil Perjanjian Lama. Tepatnya dalam Kitab-Kitab Genesis 25:30, I Samuel 17:28. Kendati tak menyebutkan secara jelas jika biji-bijian tersebut adalah kopi, apa yang digambarkan dalam kitab tersebut mengarahkan pada dugaan kuat jika itu adalah kopi. Lebih maju lagi, sumber lain menyebutkan bahwa tanaman kopi mulai dibudidayakan pada abad 15 Masehi di Ethiopia pada masa Kerajaan Abhysssinia. Namun pembudidayaan kopi dalam jumlah besar di daerah ini baru
ViS
#EDISI KOPI
BAB SEJARAH
dilakukan pada abad 20 Masehi. Terkait daerah yang diyakini sebagai tempat asal tanaman kopi, sumber-sumber sejarah maupun pakar botani juga memiliki pendapat yang berbeda-beda menyangkut hal ini. Seorang botanis, Linnaeus mengatakan kopi tumbuh di sebuah daerah di Saudi Arabia yang disebut Arabia Felix (sekarang Makkah). Dari nama tempat inilah kemudian nama kopi Arabica berasal. Seorang botanis lainnya, Porter, pada 1933 berpendapat bahwa kopi berasal dari wilayah Ethiopia. Dari salah satu wilayah di
ViS
#EDISI KOPI
BAB SEJARAH
Vi S
Dari wilayah di Saudi Arabia ini kopi kemudian menyebar ke penjuru dunia antara tahun 1500-1550
Afrika ini, kopi kemudian menyebar ke Persia dan baru ke Saudi Aribia. Lain lagi pendapat dari Soutard dalam kajian sejarah yang dilakukannya pada 1918. Dia menyatakaan kopi dibawa oleh bangsa Arab pada abad ke 11 dari sebuah daerah di Ethiopia yang dikenal dengan nama Harar. Jika harus ditarik kesimpulan dari berbagai pendapat para pakar terkait daerah asal kopi, maka Ethiopia adalah daaerah yang paling banyak disebut pakar sebagai daerah asal kopi dalam penelitian yang mereka lakukan. Sedangkan jenis kopinya adalah kopi Arabica dan diyakini telah tumbuh berabad-abad yang lalu di hutan-hutan alami di Ethiopia. Dari habitat asalnya ini, kopi lalu menyebar ke berbagai wilayah di dunia
dengan berbagai medium penyebaran: perjalanan haji; kolonialisme; hingga perdagangan. Wellman, pada 1961 menuliskan delapan gelombang penyebaran kopi dari daerah asalnya ke berbagai belahan dunia. P e n y e b a r a n gelombang pertama dilakukan oleh penduduk Ethiopia ke Mozambique pada abad-abad awal dan ke Madagaskar pada tahun 1717. Gelombang kedua penyebaran dilakukan oleh tentara Persia ke Arabia Felix. Dari wilayah di Saudi Arabia ini kopi kemudian menyebar ke penjuru dunia antara tahun 1500-1550. G e l o m b a n g selanjutnya, penyebaran yang dinlai paling sukses yakni dilakukan antara abad 16 hingga 17 ke wilayah India. Kemudian gelombang keempat, penyebaran pada
tahun 1715 dari Yaman ke Bourbon dan Mauritius. Masih di masa ini kopi selanjutnya dibawa ke India dan Indo Cina melalui jalur laut. G e l o m b a n g penyebaran kelima merupakan penyebabaran dalam skala besar yang terjadi pada tahun 1706. Batang kopi jenis arabica dari Jawa menyebar ke Eropa hingga ke hutan-hutan tropis di benua America melalui usaha perdagangan bersama antara Belanda, Inggris, dan Sapanyol. Gelombang keenam terjadi pada abad ke 18 yakni penyebaran ke kepualaun bercuaca tropis di kawasan
ViS
#EDISI KOPI
BAB SEJARAH
pasifik. Gelombang penyebaran ketujuh dilakukan pada perempat akhir abad 18 hingga awal-awal abad 19. Penyebaran dilakukan oleh petani petani berdarah Perancis, Inggris, Jerman dengan membawa dan menanamnya di Afrika Timur, Tengah, serta Kongo. G e l o m b a n g penyebaran terakhir terjadi pada masa Perangd Dunia II melalui tentara pendudukan di Ethiopia. Para ahli pertanian bersama para pekerja dio daerah tropis juga turut berperan dalam penyebaran pada masa itu. (farid firdaus @farid_ef)
ViS
#EDISI KOPI
BAB SEJARAH
K PI
PENYEBARANYA DI INDONESIA OLEH:FARID FIRDAUS
D
ituliskan di buku Secangkir Kopi, Meracik Tradisi yang diterbitkan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia pada 2011 lalu, sejarah penyebaran kopi di Nusantara mulai dipancangkan ketika pimpinan Belanda di Malabar, India, Andrian Van Ommen mengirimkan bibit kopi jenis arabika ke Jawa yang diambil dari tempatnya bertugas. Namun upaya penamanan bibit kopi pertama kali di perkebunan Kedawung Batavia pada 1969 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu, Willem Van Outshoorn, tidak mampu mencapai masa panen karena digagalkan banjir tiga tahun kemudian. Ta k m e n y e r a h , pemerintah kolonial Belanda mencoba lagi menanam bibit kopi yang kembali dikirimkan dari tempat yang sama oleh Hendricus Swaardecroon,
bekas Komisaris VOC di Malabar dan Gubenur Sri Langka. Benih dari Swaardecroon inilah yang berhasil dipanen dan kemudian menyebar ke seluruh Nusantara. Selain cerita kegagalan penanaman kopi, sejarah penanaman kopi di Nusantara juga turut dibaui cerita kelam penderitaan dan penindasan yang dialami para petani. Begitu mengetahui kopi mampu memberikan pemasukan yang signifikan bagi kas Kerajaan Belanda pada ekspor pertama kali di tahun 1711 dengan total ekspor 405 kilogram, VOC sebagai tangan panjang Kerajaan Belanda kemudian menerapkan kebijakan monopoli perdagangan kopi pada 1725. Kendati merugikan, para petani dan pekerja di perkebunan kopi yang rata-
ViS
#EDISI KOPI
BAB SEJARAH
Pram dalam Panggil Aku Kartini Saja mengungkapkan tanam paksa menguras kekayaan alam Nusantara, keringat, air mata, serta darah petani pribumi.
rata adalah pribumi tak mampu melawan kebijakan monopoli perdagangan dengan harga yang secara sepihak ditetapkan oleh VOC ini. Tak cukup di situ, VOC juga mengenjot pemasukan ke kas negara dari ekspor kopi melalui kebijakan sistem tanam paksa (Cultuurstelsel) pada masa Gubenur Johannes Graaf van Bosch. Isi kebijakan ini menindas para petani lantaran mereka harus merelakan 20 persen tanahnya untuk ditanami komoditas yang mempunyai nilai ekonomi tinggi termasuk kopi. Sedangkan bagi petani yang tidak memiliki lahan, wajib memberikan 75 hari kerjanya dalam setahun untuk berkerja di perkebunanperkebunan VOC. Pramoedya Ananta Toer dalam Panggil Aku Kartini Saja mengungkapkan bagaimana tanam paksa tidak hanya menguras kekayaan alam Nusantara, namun juga keringat, air mata, serta darah petani pribumi. Selama masa tanam
paksa kerap kali terlihat pemandangan perempuan melahirkan anak waktu bekerja keras serta petani kelaparan dengan tubuh tinggal kerangka berjalan terhuyung sepanjang jalan dan akhirnya meninggal. Selama tanam paksa, pukulan dengan pentung dan labrakan dengan cambuk menjadi makanan sehari-hari. Dalam buku itu, Pram juga mengutip pidato Soekarno ketika melakukan gugatan terhadap tanam paksa dalam pembelaannya di depan pengadilan Belanda. Seperti ditulis Pram, Bung Karno mengutip Stokvis yang menceritakan kezaliman tanam paksa bahwa sampai tahun 1866 masih ada daerahdaerah di mana si penanam kopi mendapat upah 4-5 sen sehari, sedang ia memerlukan 30 sen untuk hidup. Begitulah. Dalam secangkir kopi yang kita nikmati, tertuang sejarah panjang penanaman, penyebaran hingga praktik kolonialisme nan kelam.
ViS
#EDISI KOPI
BAB BUDAYA
KOPI DAN CITRANYA MUHAJIR ARROSYID
J
ika ada suara di ujung telphon mengajakmu ngopi-ngopi itu artinya tidak hanya mengajakmu minum kopi. Suara itu mengajakmu untuk bertemu mengobrolkan segala hal. Bisa saja itu hal remeh temeh hingga hal-hal penting tetapi ingin dibicarakan secara santai. Citra kopi dalam konteks ini adalah 'santai'. Kopi biasa diminum hangat-hangat diharapkan menghadirkan suasana hangat pada setiap perjamuan. Suasana kantor, hubungan antara atasan dan bawahan, hubungan antar relasi biasanya berjalan kaku, formal, dan tegang. Suasana kopi adalah suasana untuk mencairkan keformalan dan ketegangan tersebut. Suasana santai dipercaya menumbuhkan sikap kreatif. Ideide yang mulanya ngendon di ceruk tengorak otak maka dengan suasana santai akan dengan rela hati bermunculan kepermukaan. Ide-ide kreatif ini dibutuhkan untuk mengembangkan sebuah perusahaan. Demikian pula kekakuan dan ketegangan, saat tegang dan kaku kreatifitas juga mandek. Anak buah tidak berani menyampaikan ide-ide berliannya maka kekakuan harus dicairkan. Dan kopi menawarkan kesantaian itu. Jika seorang bos baru ingin merangkul anak buahnya maka sekali-kali ajaklah anak buah ngopi-ngopi di luar. Lobi-lobi proyek juga sering terjadi di meja kopi. Bahkan dengar-dengar berpindahnya uang dari dompet-ke dompet untuk memperlancar sebuah tender proyek seringkali terjadi di meja kopi. Jika ada suara diujung telphon menyuruhmu menyediakan kopi untuk nanti malam itu artinya persiapan untuk lembur. Entah
itu hanya ngobrol-ngobrol atau lembur untuk mengerjakan sesuatu. Citra kopi adalah teman lembur. Kopi dipercaya memiliki kasiat untuk menahan kantuk. Entahlah sejak kapan dan oleh siapa citra kopi sebagai sarana santai dan teman lembur itu dibangun. Yang jelas citra kopi tersebut terus dipelihara dan bahkan dikembangkan seiring dengan era industralisasi sekarang ini. Hasil-hasil penelitian ditemukan tetapi baur entah benar-benar ilmu pengetahun atau hanya menguatkan citra kopi agar lebih mahal di pasar. Ada sebuah produk “Kopi Habib� menampilkan sosok lakilaki Arab bersorban dalam bungkusnya. Produk tersebut mencitrakan bahwa kopi adalah lelaki kuat dan macho. Banyak kasiat yang ditawarkan oleh produk tersebut di antaranya menyegarkan dan menambah tenaga. Sebuah produk bernama 'Kopi Lanang' juga menampilkan citra jantan. Sebuah produk milik Jamu Leo ini menampilkan sosok laki-laki mengendarai sepeda motor balap dalam iklannya yang di pasang di baliho-baliho di pinggir jalan. Sesuai dengan namanya 'lanang' berarti lelaki, pria, dan jantan. Kopi dalam iklan produk ini dicitrakan memiliki kemampuan meningkatkan kejantanan seorang lelaki. Kejantanan identik dengan kemampuan atau kekuatan dalam berhubungan sek dan persenggamaan. Ada sebuah produk kopi bernama 'Kopi Janda'. Iklan pruduk kopi ini menampilkan sosok perempuan berjilbab. Dari bahasa slogan yang digunakan menunjukkan produk ini produk dari Malaysia. Slogan yang digunakan adalah 'Bukan Nak Menggoda – Cuma Nak Berniaga'. Dalam bahasa Indonesia 'Bukan hendak menggoda – hanya hendak berniaga'. Dengan slogan tersebut produsen sadar tentang citra janda yang telah menyebar di masyarakat melayu; Indonesia – Malaysia yaitu penggoda. Meskipun slogan produk tersebut 'bukan hendak
ViS
#EDISI KOPI
BAB BUDAYA
Seorang Mahasiswi Bernama Puri Sedang Menikmati Kopi (Foto: Hani)
menggoda', tetapi kata 'janda' memiliki magnet dan sudah cukup menggoda konsumen untuk setidaknya melirik iklan dan kemudian penasaran untuk mencoba 'janda'. Ada satu iklan yang ingin menyasar golongan tingkat atas dengan membuat iklan yang mengesankan kemewahan dan digunakan dari generasi yang berkelanjutan. Ada juga produk kopi lain yang menyasar kalangan muda dengan iklan menampilkan keceriaan anak-anak muda bercengkrama. Ada produk kopi yang mencitrakan diri pembangkangan, pemberontakan dari tradisi yang sudah mapan. Ini adalah merk baru dia hadir dan menyeru 'bongkar' demi menggusur produk yang sudah mapan. Citra sebuah produk dibangun sesuai dengan konsumen yang dibidik. Itulah kenapa satu jenis komoditas kopi dapat dicitrakan bermacam-macam sesuai dengan konsumen yang dibidik. (@muhajir81)
ViS
#EDISI KOPI
BAB BUDAYA
STARBUCKS
DAN GAYA HIDUP NGOPI FARID FIRDAUS
B
udaya minum kopi sama tuanya dengan sejarah penemuan awal tanaman kopi berikut penyebarannya dari tempat asal ke seluruh penjuru dunia. Sebelum Perang Dunia I, kopi telah menjadi minuman yang dikenal luas di masyarakat barat kendati saat itu kopi sebagai komoditas masih belum menemukan mata rantai perdagangan yang kuat. Kondisi tersebut berubah dengan cepat usai perang dunia I dan II saat situasi dunia mulai tertata pasca porak poranda akibat kecamuk perang. Kopi sebagai komoditas perdagangan juga mengalami perkembangan pesat seiring tumbuh pesatnya perusahaanperusahaan makanan dan minuman cepat saji seperti McDonald's dan Nestle. Dari Nestle misalnya, merek produk kopi instan pertama, Nescafe lahir dan menjadikan kopi kian mudah ditemukan untuk dijadikan
sebagai minuman pengisi waktu senggang baik di rumah maupun di kedai-kedai kopi. Konsumsi kopi kian meningkat dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat AS dan Eropa pada masa itu. Ta h u n 1 9 7 1 , t a h u n berdirinya Starbucks Coffee, haruslah juga disebut sebagai lonceng waktu penanda ketika budaya minum kopi atau ngopi berkembang tak sekedar menjadi budaya. Kedai kopi yang didirikan di Seattle, AS oleh guru bahasa Inggris Jerry Baldwin, guru sejarah Zev Siegl dan penulis Gordon Bowker ini berkembang melintasi batas wilayah negara berikut budaya minum kopi di wilayah yang dilintasi tak terkecuali di negara kita pada 2001 (sampai tahun 2012, Starbucks telah memiliki kedai sebanyak 15.012 kedai di 44 negara). Budaya ngopi di masyarakat kita pun
sebenarnya adalah budaya warisan yang dibawa Belanda seperti halnya biji kopi yang pertama ditanam di Indonesia berasal dari Malabar, India. Di sejumlah daerah penghasil kopi sejak biji kopi di tanam pada masa kolonial seperti Aceh, Sumatera Utara, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, budaya ngopi sudah ada di masyarakat setempat dan masih lestari hingga kini meski ada yang sempat hilang beberapa saat. Kopi dinikmati sebagai pengantar obrolan di rumah, di pos ronda, hingga di warung-warung kecil pinggir jalan. Maka ketika gelombang budaya minum kopi yang dibawa Starbucks sampai ke tanah air, yang terjadi adalah sebuah dekonstruksi budaya ngopi yang telah ada dengan kemasan yang lebih menarik dan "wah". Cobalah mampir di salah satu kedai Starbucks dan pesan segelas kopi berharga puluhan ribu rupiah untuk dinikmati sambil sekedar main gadget, seketika status sosial anda akan terkerek. Minum kopi tak lagi sekedar mengangkat gelas, lalu meminum isinya. Melainkan juga mengangkat prestise diri, lalu meneguk status sosial. Dengan hanya minum kopi, anda sudah menunjukan kelas ekonomi anda di tengah pergaulan sosial.
ViS
#EDISI KOPI
BAB BUDAYA
Suasana cafĂŠ di Kota Semarang (Foto Hani)
Ekpansi bisnis Starbucks kemudian diikuti munculnya kafe, kedai, hingga restoran dengan konsep serupa-menyajikan kopi sebagai salah satu menu utama-- yang tumbuh bak jamur di musim hujan. Keberadaannnya mudah ditemui di sudut-sudut atau terselip di pusat keramaian kota dengan menawarkan sensasi menikmati kopi yang beragam. Dalam masyarakat modern sekaligus "masyarakat konsumer", fenomena mutakhir yang menawarkan hal baru akan disambut dengan gegap gempita sebagai bagian dari diferensiasi (sebuah proses membangun identitas berdasarkan perbedaaan produk, gaya, dan gaya hidup). Foucault menilai diferensiasi ini menjadi hal yang penting dicari dalam "masyarakat konsumer" yang juga disebut sebagai "masyarakat kapitalis mutakhir" selain sekedar "objek" dan subjek" dalam deru mesin kapitalisme. Budaya minum kopi yang telah melalui proses dekonstruksi dan belakangan komodifikasi ini tak ubahnya seperti makan di mal bagi masyarakat perkotaan, atau berbelanja barang branded yang sedang tren. Minum kopi pun menemukan bentuknya sebagai bagian dari gaya hidup masyarakat urban.
Gaya hidup selalu berhubungan erat dengan simbol di mana citra atau image menjadi penting. Minum kopi di kafe dengan minum kopi di rumah jelas akan membentuk image yang berbeda padahal sebenarnya sama-sama minum kopi. Seperti disinggung di atas, produksi gaya hidup dalam "masyarakat konsumer" digerakkan oleh mesin kapitalisme. Karenanya tidak ada yang salah dengan gaya hidup sepanjang orang mampu membayar ongkos mahal untuk merawatnya tak peduli image yang dibangun tersebut bersifat artifisial semata. Dalam "masyarakat konsumer", sesuatu yang dikonsumsi juga tak penting lagi apakah itu mempunyai nilai guna atau nilai pakai atau tidak. Begitulah “ideologi� yang mesti dianut masyarakat modern ketika dihadapkan pada arus globalisasi, termasuk di dalamnya gelombang budaya minum kopi yang dibawa Starbucks dan pada akhirnya mendekonstruksi budaya ngopi yang sudah ada.
ViS
#EDISI KOPI
BAB BUDAYA
Budaya Ngopi Di antara Persinggungan
U
ntungnya budaya minum kopi tak melulu soal prestise diri atau agar tak terlempar dari bagian masyarakat modern dan untuk itu harus ada ongkos yang dibayar. Budaya minum kopi juga bersinggungan dengan budaya lain yang tumbuh lebih dulu. Sekedar menyebut contoh yang penulis amati, adalah budaya literasi. #EDISI KOPI Sudah jamak dijumpai acara-acara diskusi untuk BAB BUDAYA mengapreasiasi karya maupun membicarakan isu aktual tak melulu diselenggaran di ruang-ruang yang kaku dan formal. Tapi bisa juga diadakan di kafe dan kedai kopi dengan suasana yang tentu saja lebih santai sambil menyeruput kopi. Atau tak sedikit juga kafe dan kedai kopi yang menyediakan buku-buku untuk dibaca pengunjungnya dan juga ruang nyaman untuk menulis. Sebuah persinggungan yang nikmatnya sepadan dengan nikmat rasa kopi. Hanya memang yang harus menjadi catatan, bahwa persinggungan ini masih terjadi hanya di kalangan terbatas saja seperti aktivis, penulis, pegiat kesenian, dan akademisi. Persinggungan kedua budaya ini turut didukung oleh budaya nongkrong yang jadi salah satu medium penyaluran sifat manusia sebagai makluk sosial. Tak terbatas di kalangan tertentu, budaya nongkrong bahkan cenderung sudah menjadi kebutuhan entah sebagai bentuk eksistensi diri atau sekedar untuk melepas penat sehabis menjalani rutinitas sehari-hari. Demikian. ViS
ViS
#EDISI KOPI
BAB BUKU
Makna Kesuksesan Dalam Segelas Kopi Judul buku : Filosofi Kopi, Pengarang : Dee, Penerbit: PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta, Tahun terbit : Januari, 2012, Tebal buku : 139 Halaman
OLEH: TRI UMI SUMARTYARINI
L
alu, adakah relasi antara kesuksesan dan kopi? Dalam cerpen Filosofi Kopi, karya Dee meracik keduanya sehingga pembacanya akan menemukan makna kesuksesan melalui pahit, legit, dan kentalnya kopi. Adalah Ben, tokoh dalam cerpen Filosofi Kopi yang memiliki ketertarikan berlebih pada kopi. Ben adalah seorang barista kopi yang sudah melanglang uana demi untuk menemukan jenis koi ternikmat. Bagi Ben, kopi memiliki filosofi tinggi dalam hidupnya, bukan hanya sekedar cairan pengganjal mata. Dalam setiap minuman kopi ada karakter manusia yang terwakili. Seperti capuccino yang menurut Ben hanya untuk orang yang menyukai kelembutan sekaligus
ViS
#EDISI KOPI
BAB BUKU Apa makna kesuksesan bagi Anda? Mobil mewah, apartemen wah, atau istri cantik? keindahan. "Seorang penikmat cappucino sejati, pasti akan memandangi penampilan yang terlihat di cangkirnya sebelum mencicip. Kalau dari pertama sudah kelihatan acak-acakan dan tak terkonsep, bisa-bisa mereka enggak mau minum (cappucino)." (Filofofi Kopi, hal 4). Begitu dia mengurai makna cappucino. Kopi tubruk pun tak luput dari pemaknaan Ben. Menurutnya orang yang suka minum kopi tubruk adalah orang yang lugu, sederhana tapi sangat memikat jika kita mampu mengenalnya lebih dalam. Menurut Ben, hal ini terkait dengan penampilan kopi tubruk yang kasar dan pembuatannya sangat cepat. Namun, kenikmatan sesungguhnya dirasakan saat aroma kopi tubruk terhirup oleh hidung. Aroma kopi tubruk sangat dalam dikarenakan cara penyajian yang tepat. Menurut Ben, "Kedahsyatan kopi tubruk terletak pada temperatur, tekanan, dan urutan langkah pembuatan yang tepat." (Filosofi Kopi, hal: 5)
Begitulah, Ben menyangkutkan kopi dengan filosofi. Filosofi kopi menjadi 'barang dagangannya' sekaligus menjadi nama kedainya: “Filosofi Kopi temukan diri Anda di sini�. Lalu berbondong-bondonglah orang baik yang suka kopi maupun yang kurang suka karena penasaran. Di dalam kedai, Ben meracik sendiri setiap kopi dan memberitahu makna kopi pada setiap pengunjung. Hingga pada suatu ketika seorang pria perlente m e n a n t a n g B e n menyuguhkan kopi yang merepresantasikan dirinya: seorang pengusaha kaya dengan isteri artis terkenal, mobil mewah dan sudah dinobatkan menjadi pengusaha muda terkaya nomor urut sekian se-Asia di sebuah majalah terkenal. Atas tantangannya ini Ben akan diupah 50 juta. Ben menyambut gayung sang pengusaha muda. Siang malam ia meracik kopi untuk menemukan ramuan kopi
ViS
#EDISI KOPI
BAB BUKU yang tepat yang mencitrakan sebuah kata: kesuksesan versi sang pengusaha tentunya. Pada suatu saat ia menemukan racikan kopi tersebut dan sudah siap menyajikan kepada sang pengusaha. Tidak terduga, kopi yang dihidangkannya berhasil memenuhi tantangan sang pengusaha yaitu kopi yang merepresentasikan kesuksesan. Cek tertulis 50 juta rupiah pun berpindah tangan ke Ben sebagai kompensasi prestasi atas kopi sukses. Tidak ayal lagi kopi sukses pun menjadi menu utama kafe filosofi kopi ben. Filosofi kopi semakin banyak didatangi pengunjung yang penasaran akan kopi dan makna sukses di setiap sesapannya. Namun, perayaan keberhasilan Ben menemukan racikan kopi sukses terusik oleh seorang pria setengah baya yang datang ke kedainya. Pria itu tidak menyambut kopi sukses dengn antusias seperti pengunjung lain. Ben kecewa. Menurut pria itu masih ada kopi lainnya yang lebih istimewa dibanding kopi Ben. Nama kopi itu adalah kopi tiwus, kopi racikan Pak Seno penjual lopi di pelosok desa di Jawa tengah. Ben pun penasaran dan membuktikannya sendiri kehebatan rasa kopi tiwus. Ia
merasa kalah. Tentang rahasia keistimewaan kopi tiwus, pak Seno hanya berujar sederhana, “Banyak sekali orang doyan kopi tiwus ini. Bapak sendiri ndak ngerti kenapa. Ada yang bilang bikin seger, bikin sabar, bikin tentrem, bikin tenang, bikin kangen‌ hahahaha! Macemmacem‌â€? (hal 22) . Kesuksesan menjadi kata kunci dalam cerpen ini. Sukses dimaknai Dee lewat kopi. Dee seperti ingin menyindir dan memaknai kembali makna sukses yang selama ini masyarakat pahami. Sukses versi pengusaha vs sukses versi Pak seno tentulah berbeda. Sukses versi pengusaha adalah sukses bergelimang harta, bermobil mewah dan beristri cantik. Ya, seperti pemikiran kebanyakan di antar kita. Sukses dipahami sebagai sukses materi semata. Jika sudah punya mobil mewah, apartemen wah, apalagi istri banyak dan cantik-cantik dianggap sudah memiliki segala-galanya dalam hidup ini? Apakah begitu? Apakah orang-orang yang punya rumah dan mobil mewah itu sudah bisa tidur nyeyak, jika pagi harinya mereka diciduk
ViS
#EDISI KOPI
BAB BUKU
Dewi Lestari dengan cover buku karyanya Filosofi Kopi. Foo: kapanlagi.com)
KPK karena ketahuan korupsi? Berbeda dengan sukses versi Pak Seno. Pemaknaan sukses Pak Seno lebih hakiki. Menurutnya sukses letaknya ada di hati. Biarpun orang desa dan buta aksara, Pak seno lbih memiliki intuisi tajam dalam memaknai kesuksesan. Tidak muluk-muluk, Pak Seno memaknai sukses dengan sangat sederhana yaitu hati yang senang, tenang, dan sabar. Tidak perlu harta mewah atau istri cantik. Asal pelanggan senang, itu saja sudah cukup. Ia pun tak mengambil untung banyak dari berjualan kopi tiwus, â€Śâ€œkalau gorengannya 50 perak satu. Tapi kalau kopinya sih, ya berapa saja terserah situ.â€? (hal 21). Alasannya karena ia masih punya banyak. Pak seno terbebas dari nafsu matrealistis orang kota yang mengukur segalanya dari uang. Walaupun tidak kaya, ia masih ingin berbagi dengan pelanggannya. Kesuksesan bagi Pak Seno bukanlah dari mobil dan rumah mewah, namun kesuksesan adalah berbagi dengan sesama. Lalu, bagaimana sukses menurut Anda? Mari kita pergi ke d a p u r, k i t a r a c i k k o p i , menyesapnya, dan deskripsikan sukses lewat aroma dan rasa kopi y a n g t e l a h A n d a buat.(@sumartyarini)
ViS
#EDISI KOPI
KATA KOPI
Kopi, Tak Sekedar Atasi Kantuk PRIYO WIHARTO DAN KUSTI’AH
W
ina, 42 tahun, jurnalis senior di salah satu media nasional tak pernah absen mengonsumsi kopi. Jika merasa tak bersemangat atau mudah lelah, ia segera mengeluarkan kopi yang ia bawa dari rumah dan menyeduhnya. Setelah meminum seteguk, byar, matanya langsung terasa terang. “Saya bisa kembali fokus bekerja hanya dengan secangkir kopi,” katanya dalam sebuah kesempatan. Kebiasaan mengonsumsi kopi sudah Wina lakukan sejak ia duduk di bangku kuliah. Pasalnya, tugas-tugas kuliah sering memaksanya begadang sampai dini hari. Dan ketergantungan dengan kopi berlanjut hingga kini. Iwan (34), pengatur tata letak (layouter) di salah satu media cetak juga memiliki kebiasaan yang sama seperti Wina. Sebelum memulai kerja Iwan akan meluangkan waktu untuk menikmati secangkir kopi. “Supaya tidak ngantuk,” ujarnya. Tak jauh berbeda diungkapkan oleh Hanna, salah seorang siswa sebuah SMA di Kudus. Kopi selalu menjadi bagian dari rutinitas
ViS
#EDISI KOPI
KATA KOPI malamnya saat belajar. Minum kopi membantu ia tetap terjaga dan konsentrasi. “Saya selalu ditemani kopi setiap malam, termasuk saat belajar,” ucap siswa yang duduk di kelas XII ini. Kopi bahkan bukan menjadi hal baru bagi pemilik nama lengkap Farhanna Rahmatina ini. Sejak ia berumur 4 tahun ia sudah akrab dengan kopi dari ayahnya yang gemar meminum kopi. Meski sempat dilarang saat itu oleh ibunya untuk meminum kopi saat pertama kali ditawari kopi oleh ayahnya, tetap saja kopi dari gelas ayahnya habis sekejap. “Sejak saat itu, bagi saya kopi menjadi pilihan minuman menarik di antara minuman lainnya,” tuturnya. Beragam jenis kopi sudah pernah Hanna coba. Kopi instan yang mudah didapatkan di tokotoko, kopi luak, kopi Lampung, kopi Bali, kopi item bahkan sampai kopi Starbucks yang harganya hampir setengah juta untuk beberapa gelas kopi saja. “Kopi item menjadi kopi favorit, baunya khas” imbuhnya. Kopi bagi Wina, Iwan, Hanna adalah obat kantuk dan membantu supaya lebih fokus bekerja dan belajar. Namun, siapa sangka kopi juga
mengandung banyak kasiat lainnya. Berdasarkan penelitian terbaru, kopi ternyata tak hanya bisa menghilangkan rasa kantuk. Tetapi juga bisa meredakan nyeri leher, bahu, dan lengan. T e m u a n menggembirakan ini dirilis oleh Bio Med Central (BMC) Reaserch awal bulan ini dengan melibatkan empat puluh delapan partisipan. Semua partisipan diteliti, apakah mereka meminum kopi sebelum melakukan aktivitas di depan komputer? Semua partisipan adalah pekerja fulltime dengan 22 memiliki keluhan sakit bahu dan leher kronis dan 26 partisipan sehat (tidak memiliki keluhan nyeri bahu dan leher). Mereka diminta berkerja di depan layar komputer selama 90 menit. Sebanyak sembilan belas partisipan (40%) satu jam 18 menit sebelum memulai kerja diminta mengonsumsi kopi 1/2 sampai 1 cangkir. Sementara 29 partisipan tidak mengonsumsi kopi. 19 partisipan yang mengonsumsi kopi mengaku merasakan intensitas nyeri
leher, bahu, dan pergelangan tangan berkurang. Selama KATA KOPI bekerja di depan layar komputer rasa nyeri tidak mereka rasakan sesering saat tidak mengonsumsi kopi. Dan sebaliknya, 29 partisipan yang tidak mengonsumsi kopi lebih sering merasakan nyeri pada bahu, leher, dan pergelangan tangan. Menurut BMC Reaserch, kopi mengandung kafein tinggi. Dan yang mengakibatkan partisipan yang mengonsumsi kopi tidak merasakan nyeri adalah karena kafein. “Efek Farhanna Rahmatina kafein membuat rasa nyeri menjadi berkurang,” demikian kata para peneliti yang dituangkan dalam kesimpulan penelitian BMC dalam situsnya. ViS
#EDISI KOPI
Sebelum munculnya temuan terbaru ini, kopi sudah lebih dulu dikenal berkasiat dapat membantu menurunkan berat badan, mengurangi risiko munculnya penyakit Alzheimer, meningkatkan pertumbuhan otot, melindungi serangan kanker dan masih banyak manfaat lainnya. Saat melakukan penelitian, semua partisipan diminta meminum kopi terlebih dahulu untuk melihat seberapa besar pengaruh kafein. “Karena, kalau kurang kafein biasanya tubuh mudah mengalami penurunan semangat dan kewaspadaan, mata lebih cepat mengantuk dan tubuh cepat lelah,” papar para peneliti BMC Reaserch. Ahli gizi dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dokter Fiastuti mengatakan, kopi mengandung kafein yang bersifat simultan. Bisa jadi, katanya, jika temuan terbaru menyebutkan bahwa kopi dapat membantu meredakan nyeri leher, bahu dan pergelangan tangan. “Karena kopi mengandung kafein, bisa jadi rasa nyeri berkurang karena efek kafein,” ujarnya beberapa waktu lalu.
45
ViS
PARTAI K
OPI
Demokrasi dalam Segelas Kopi OLEH EKO PUJIONO*
Kenangan KOPI
ViS
#EDISI KOPI
P
engalaman “menikmati” kopi saya alami ketika suatu malam bersama sekumpulan pemuda kampung “nongkrong” di perempatan sambil memasak air yang dicampur kopi bubuk hitam di dalam panci besar. Beberapa kilogram gula dimasukkan. Sesaat setelah mendidih, saya berebut mengantre menuang kopi panas ke dalam gelas lalu meminumnya. Dinginnya malam seketika menguap bersama luapan kebersamaan. Ya, saya tidak sedang menikmati kopi secara harfiah, tapi sedang menikmati kebersamaan meminum kopi. Bersama temanteman sekampung sambil bercanda ria, ngobrol n g a l o r- n g i d u l d a n b a h k a n s e r i n g k a l i memperolok satu sama lain. Namun, hal itu justru menghadirkan kegembiraan tersendiri. Lewat tengah malam barulah saya pulang. Niatnya segera tidur. Tiba di kamar saya langsung menyetel radio di volume yang paling pelan lalu membaringkan tubuh di ranjang. Sungguh sial. Efek kafein dari kopi menghantui dan menolak mata enggan dipejamkan. Terpaksa saya mengakrabi suara radio sambil men-tuning frekuensi. Saat subuh kantuk baru
menyerang. Di kampung, kebiasaan berkumpul di perempatan adalah hal biasa. Keterbatasan akses transportasi menuju pusat kota membuat pemuda desa harus bisa mengakrabi sudutsudut desanya sendiri. Perempatan atau pertigaan adalah tempat yang paling strategis yang mudah di jangkau di sana. Terlebih di tempat itu tersedia pula penerangan jalan yang lumayan terang. Hampir di setiap perempatan dan pertigaan terdapat angkruk. Bangunan yang terbuat dari bambu ini 2 biasanya berukuran 3x5 m . Laiknya gazebo. Lha, biasanya di dekat angkruk inilah terdapat warung kopi. Seiring waktu yang bergulir, memaksa saya untuk merantau demi pendidikan dan pekerjaan. Hidup di perantauan membuat saya jauh dari kawankawan di kampung. Kebersamaan dengan mereka pun jarang. Sejak saat itu saya benar-benar tak bisa “menikmati� kopi. Apalagi efek kopi yang membuat saya kembung dan sulit tidur membuat saya ragu untuk meminumnya tanpa adanya suatu alasan yang ViS
menyenangkan. Saya rela menahan perut kembung dan tak dapat tidur jika dikelilingi teman-teman yang asyik yang tiada henti mengobrol apapun. Tradisi bersama Di kampungku, Purwodadi, Grobogan, tradisi minum kopi masih tetap ada. Terdapat beberapa warung kopi yang selalu ramai setiap malam hingga lewat tengah malam. Mayoritas pengunjung setianya adalah laki-laki dewasa hingga yang telah berusia senja. Seratus persen saya yakin bahwa mereka juga seperti saya. Dalam hal kopi mereka masih dalam taraf meminum kopi dan menikmati kebersamaan. Alasannya sederhana, mereka sangat setia berlama-lama menyeruput kopi padahal tahu esok pagi hingga petang harus berkutat lagi dengan sawah. Membanting tulang memeras keringat. Kopi yang dipilih pun masih pasaran yang murah meriah. Dapat dibayangkan seberapa nikmat kopi pasaran itu? Tak lebih dari rasa standar. Ciri lain peminum kopi dapat dilihat dari porsi dan cara meminumnya. Jika porsinya gelas, apalagi gelas besar, #EDISI KOPI
Kenangan KOPI
ViS
#EDISI KOPI
Kenangan KOPI dapat dipastikan ia termasuk peminum kopi. Apalagi kopi yang diminumnya harus tersedia pada saat makan. Cara menikmati kopipun tidak sembarangan. Kopi harus dinikmati seruput d e m i s e r u p u t . Ta k a d a ketergesa-gesaan. Menikmati kopi itu seperti menahan waktu agar tak cepat berlalu. Seperti adegan film yang mendapat efek slow motion. Namun, jika tidak seperti itu maka dengan mudah kita bisa menyebutnya sebagai bukan peminum kopi. Apalagi jika ia langsung menenggaknya. Penikmat kopi dapat kita persamakan dengan penikmat teh di Jepang. Ukuran alat minumnya kecil. Laiknya gelas sloki. Menikmatinyapun bukan untuk memenuhi kebutuhan menghilangkan rasa dahaga. Anehnya meminum kopi selalu dapat memikat penggemarnya. Apalagi sang penggemar adalah tukang cerita ulung. Ia selalu dapat memikat teman-temannya untuk menanggapinya. Tanggapan tak melulu benar, yang penting masuk akal. Dari sinilah kita dapat menilai bahwa tradisi lisan kita masih
sangat kuat. Di beberapa warung kopi yang saya temui di sekitar kampung saya, keadaannya juga demikian. Ramai oleh pengunjung dan pembicaraan yang silih berganti. Keadaan ini juga dapat ditemui di dalam novel-novel yang ditulis Andre Hirata mulai dari tetralogi Laskar Pelangi dan lebih spesifik lagi di Dwilogi Padang Bulan. Kritikus otodidak Sekelompok peminum kopi bisa berganti-ganti topik pembicaraan puluhan kali. Apapun dibicarakan. Soal pekerjaan di sawah, pentas dangdut di desa sebelah, dan yang lebih keren lagi adalah soal politik. Jangan salah, lho, bahwa peminat kopi adalah pengamat politik yang handal. Gaya bicaranya sungguh meyakinkan. Meski sempat saya tahu bahan bicaranya dibawa dari warung kopi sebelah yang lebih dulu disinggahi. Tidak hanya itu, mereka juga pengamat ekonomi mumpuni yang lahir secara otodidak. Menjadi kritikus pemerintah juga lihai. Apalagi jika disulut informasi dari
televisi. Gayanya akan semakin menjadi-jadi menirukan para pengamat m e n y a m p a i k a n pandangannya. Ketika ada siaran pertandingan sepak bola mendadak “jebret� menjadi komentatornya. Begitu pula cabang olahraga lain yang sedang “in�. Jika tak ada sumber bahan pembicaraan, tak kehabisan akal, permainan catur menjadi dewa penyelamat mandeg-nya pembibiran. Sambil bermain catur, pelan tapi pasti obrolan kembali mengalun. Hangatnya kebersamaan menyeruput kopi bergairah lagi sampai menjelang pagi. Tradisi minum kopi di warung-warung kopi tampaknya merupakan pengejawantahan demokrasi yang sesungguhnya. Di sana siapapun bebas berekspresi. Mengeluarkan pendapat, berkomentar, dan bahkan mengkritik sekalipun mereka lakukan tanpa adanya rasa takut ditekan. Di sana mereka saling berbagi informasi dan saling memperbarui informasi. Semua informasi dari yang sangat penting sampai tak bernilai apapun. Dari yang bemanfaat sampai yang
menimbulkan mudharat. Bukankah ini demokrasi? Tentu kita tak pernah menduga dan menyangka bahwa ditempat-tempat pelosok negeri seperti di warung-warung kopi inilah demokrasi negeri ini dapat kita bangun. Lalu, siapa yang dapat membangunnya? Untuk saat ini jawabannya adalah televisi. Karena pemantik pembicaraan warung kopi mayoritas berasal dari televisi. Namun, sudah baikkah televisi kita memberi optimisme berdemokrasi? *(Peminum kopi untuk menikmati kebersamaan) - @ekopollac
ViS
#EDISI KOPI
Kenangan KOPI
ViS
#EDISI KOPI
BAB LAGU
SENTAL-SENTIL DI WARUNG KOPI MUNIROH “Ngobrol di warung kopi // nyentil sana dan sini // sekedar suara rakyat kecil // bukannya mau usil // sambil minum kopi ngobrol sana-sini // .....
aya yakin anda tentu tidak asing dengan kebesaran nama Warkop DKI. Sebuah grup lawak asal Jakarta yang terdiri dari Dono, Kasino dan Indro. Saya juga yakin jika sebagian dari anda mengenal satu lagu berjudul sumber:http://www.wowpocong.info “Obrolan di Warung Kopi”. Lagu yang dibawakan oleh Warkop DKI pada masa-masa awal populernya di tahun 80-an ini meskipun berlirik sederhana namun sangat sarat dengan makna.
S
Seperti ditulis dalam buku Warkop, Main-main Jadi Bukan Main (Kepustakaan Populer Gramedia, 2010) lagu ini ditulis oleh pemusik Gatot Sudarto bersama Tris Sakeh dan Yudhie N.H. Lagu yang dibawakan dengan gaya folk ini pertama kali dimunculkan dalam kaset Pengen Melek Hukum (Insan Record, 1983). Lagu ini menjadi lagu tema setiap Warkop tampil melawak. Liriknya yang sederhana, segar, dan menggilitik membuat lagu ini cepat populer dan banyak disukai masyarakat. Mari simak liriknya: “Ngobrol di warung kopi // nyentil sana dan sini // sekedar suara rakyat kecil // bukannya mau usil // sambil minum kopi ngobrol sana-sini // sambil ngaduk-aduk kopi e jangan bawa ke hati (entar sakit) // nenek-nenek senam pagi oih seksi sekali (apa esih kuat) // boleh nyunat cucu haji asal jangan nyunat gaji (wah kualat) //
ViS
#EDISI KOPI
BAB LAGU
K
etika lagu ini dibuat situasi sosial politik masyarakat Indonesia di bawah pemerintahan Orde Baru belumlah sebebas sekarang. Saat itu masyarakat dibatasi untuk berpendapat apalagi menyuarakan kritik kepada pemerintah.
hai kau pemuda bukalah celanamu // hai kau pemudi bukalah bajumu (dikit) // bergelut bersama bahu membahu // membersihkan sampah-sampah lingkungan hidupmu (buat kesehatan)�. Deretan lirik di atas dengan jujur telah melukiskan bagaimana masyarakat kita dalam kesehariannya. Bernada ceria lagu ini menceritakan kepada kita bagaimana suasana dalam sebuah warung kopi yang biasanya digunakan sebagai tempat berkumpul. Penuh dengan gurau, saling mengomentari satu dengan yang lainnya dalam segala hal, saling urun pendapat dalam m e m b a h a s s u a t u permasalahan, saling cela namun tetap tak melunturkan keakraban di dalamnya dan bentuk interaksi lainnya. Secara garis besar ada dua hal yang terkandung
dalam lirik lagu ini. Pertama yang sangat jelas bisa kita tangkap adalah sikap kritis yang dimiliki masyarakat kita dalam segala hal. Mulai dari masalah politik sampai hal remeh temeh sekalipun. Sentilan terhadap pemerintah d e n g a n b e r b a g a i kebijakannya, komentarkomentar terhadap hal remeh temeh yang terjadi di dalam keseharian, serta nasihat dan urun rembuk terhadap berbagai permasalahan saya bayangkan padat mengalir dalam obrolan santai di warung kopi. Ketika lagu ini dibuat situasi sosial politik masyarakat Indonesia di bawah pemerintahan Orde Baru belumlah sebebas sekarang. Saat itu masyarakat dibatasi untuk berpendapat apalagi menyuarakan kritik kepada pemerintah. Meskipun begitu sebagian masyarakat seolah tidak peduli dengan
pembungkaman tersebut. Kritik terhadap pemerintah tetap m e n g a l i r d e n g a n memanfaatkan berbagai sarana, di mana saja dan kapan saja. Salah satunya melalui lawakan dan musik seperti yang dipilih Warkop DKI. Dengan tingkat keintelektualan masing-masing personilnya, kritik-kritik yang dilontarkan Warkop kepada Orde Baru melalui lawakan dan lirik lagu yang dibawakan saat tampil tidak sampai membuat kuping pemerintah panas karena dibungkus melalui satirsatir politik. Kedua, lagu ini ingin menunjukan karakter bangsa kita yang ramah, akrab, dan egaliter terutama saat sudah berada di warung kopi. Tidak peduli dia Cina atau Jawa, lurah maupun rakyat biasa, kaya maupun miskin, tua dan muda jika mereka sudah memasuki warung kopi maka perbedaan itu seakan semuanya luntur.
A
Tidak ada eksklusivitas maupun merendahkan. Semua mendapatkan kopi sesuai dengan pesananya dan semua berhak untuk ikut bergabung di dalam pembicaraan yang tengah berlangsung. Asas Bhineka Tunggal Ika pun tertancap dengan sangat manis. Ya. dalam situasi sosial politik masih dibatasi ternyata demokrasi kita sudah tertata dengan rapi di dalam tempat sederhana bernama warung kopi. Sekarang setelah diperjuangkan dengan tenaga, keringat bahkan darah, kekuasaan tirani telah luntur dan hak untuk berbicara akhirnya terbuka lebar. Namun kecenderungan yang tampak saat ini justruk kebebasan dan keterbukaan tersebut ternyata tidak berbanding lurus dengan karakter bangsa kita yang ramah, dan sumeleh seperti digambarkan dalam lagu Obrolan Warung Kopi.
sas Bhineka Tunggal Ika pun tertancap dengan sangat manis. Ya. dalam situasi sosial politik masih dibatasi ternyata demokrasi kita sudah tertata dengan rapi di dalam tempat sederhana bernama warung kopi.
ViS
#EDISI KOPI
BAB LAGU
D
an entah siapa yang menasbihkannya pertama kali, kopi dan warungnya atau sekarang di kalangan masyarakat perkotaan berkembang menjadi kafe dan sejenisnya seolah menjadi lembaga tersendiri dalam menyuarakan aspirasi, mencari inspirasi dalam berkarya dan juga mungkin telah menjadi salah satu pilihan tempat untuk menyuarakan isi hati kepada kekasih. Semuanya ingin menjadi yang paling diakui dan menjadi yang terdepan, sepertinya bumi Indonesia ini hanya miliknya beserta sekutunya saja. Mungkin yang lain disangkanya ngontrak. Antara hak dan nafsu untuk berbicara dan mengutarakan pendapat sudah sangat sulit untuk dibedakan. Jika sudah seperti ini tentu saja tidak bisa dikatakan sebagai “sekedar suara rakyat kecil // bukannya mau usil� dan keakraban yang terlukis dalam lagu di atas pun menjadi bias. Meski demikian, bagaimanapun juga saya tetap yakin bahwa kita adalah bangsa pembelajar. Anggap saja kita sedang kaget. Atau begini, coba bayangkan bayi yang baru saja keluar dari rahim tidak mungkin dia diam saja jika masih bernyawa setelah geraknya dibatasi oleh dinding rahim sang bunda. Semoga bangsa kita
seperti itu karena jika iya maka bangsa kita akan tetap belajar untuk menapaki kehidupan yang belum kita tahu sampai mana ujungnya. Dan entah siapa yang menasbihkannya pertama kali, kopi dan warungnya atau sekarang di kalangan masyarakat perkotaan berkembang menjadi kafe dan sejenisnya seolah menjadi lembaga tersendiri dalam menyuarakan aspirasi, mencari inspirasi dalam berkarya dan juga mungkin telah menjadi salah satu pilihan tempat untuk menyuarakan isi hati kepada kekasih. Saya cukupkan sampai di sini saja. Kopi tandas dan gerimis telah menjadi hujan. Tapi tidak ada salahnya kan bila secangkir lagi kita seduh? (@purnamoon)
ViS
#EDISI KOPI
BAB LAGU
ViS
#EDISI KOPI
TONGKRONGAN
KAFE PINOS
Ngopi Sambil Menyesap Atmosfir Seni ISSATUL HANIAH Di Semarang dan sekitarnya sudah banyak tempat untuk menikmati secangkir kopi. Masingmasing punya ciri khas yang ditawarkan. Berikut ini kami sajikan beberapa tempat yang bisa dijadikan pilihan untuk menghabiskan waktu sembari ngopi.
“Kafe kopi boleh banyak sekali di Semarang, tapi untuk yang lidahnya peka dengan kopi pastinya mereka bisa membedakan antara satu kafe dengan kafe lainnya. Masing-masing kafe memiliki teknik dalam proses pembuatan dan penyajian. Inilah yang menyebabkan rasanya beda,�
M
encari tempat ngopi dengan suasana yang berbeda? kedai kopi yang satu ini layak untuk dikunjungi. Bernama Kafe Pinos, kafe ini terletak di daerah Tembalang, tepatnya di Jalan Jatimukyo. Dari arah kampus Undip sebelum memasuki kawasan Sigar Bencah, maka anda akan menemukan jalan tersebut. Kafe Pinos yang baru berdiri selama sekitar 4 bulan ini memang tampak kecil dibanding kafe-kafe yang ada di sekitarnya, tapi di sini anda akan selalu dibuat betah dengan atmosfir dan penataan ruangannya. Nyeni. Ini karena pemiliknya adalah pegiat seni. Atmosfer nyeni dapat dirasakan dari banyaknya gambar-gambar yang dipajang di dinding kafe. Gambar-gambar tersebut adalah hasil goresangoresan karyawan kafe ini. Objeknya macam-macam. Ada ViS
wanita berkerudung, wanita rambut panjang hingga rambut pendek. Pokoknya banyak sekali rupa-rupa wanita dalam gambar di Kafe Pinos yang bisa dinikmati sembari menyesap kopi. Ratna, sang pemilik kafe ini adalah pegiat seni lukis asal Ungaran. Meski ia mengaku tak memiliki darah seni namun kecintaannya pada seni lukis sudah ada dalam dirinya sejak lama. “Nama Pinos sendiri dipakai karena memiliki arti Ngopi, Nongkrong, Santai,� ujar Ratna saat membuka obrolan. Sebelum mendirikan Kafe Pinos di Tembalang, Ratna telah mendirikan kafe dengan nama serupa di Ungaran yang sudah berdiri selama tiga tahun. Pilihan bisnis Ratna jatuh pada kedai kopi karena di lingkungannya saat itu belum banyak tempat nongkrong yang menyajikan #EDISI KOPI
TONGKRONGAN
ViS
#EDISI KOPI
TONGKRONGAN
racikan kopi sebagai menu andalannya. Sejak saat itu, Ratna juga mulai rajin bertanya pada ahli kopi juga beberapa barista u n t u k m e n a m b a h pengetahuannya tentang kopi. “Kafe kopi boleh banyak sekali di Semarang, tapi untuk yang lidahnya peka dengan kopi pastinya mereka bisa membedakan antara satu kafe dengan kafe lainnya. Masingmasing kafe memiliki teknik dalam proses pembuatan dan penyajian. Inilah yang menyebabkan rasanya beda,� ujarnya. Di Pinos, Ratna memiliki koleksi kopi Aceh, Toraja, Lampung dan Bali. Semuanya
d i d a p a t d e n g a n mendatangkan langsung kopikopi dari tanah kelahirannya. Seperti teknik dalam menyangrai, tiap-tiap jenis kopi punya teknik sendiri tidak boleh disamakan caranya. Karena masing-masing kopi memiliki karakternya sendiri. “Kalau Kopi Aceh memang ada saudara yang di sana. Jadi dia membantu mencarikan pasokan kopi. Kalau Toraja ada kawan yang memang memiliki kebun kopi. Lampung dan Bali memang k e b e tu l a n d i s tr i b u to r n y a mendatangi Pinos Ungaran. Jadi kita terima mentahnya lalu tinggal pengolahan saja,� jelas
Ratna.
“Biasanya kafe ini jadi tempat ngumpul anakanak film, terus anak-anak grafis juga teman-teman kita yang suka nggambar,�
ViS
#EDISI KOPI
TONGKRONGAN
Selain pemiliknya, kebanyakan karyawan di kafe ini memang menggemari seni lukis. Ketika sepi pengunjung, para karyawan asyik menggambar siapa saja yang bersedia jadi objek. Datang saja pada malam Minggu atau malam Senin dan jangan kaget jika menemui kegiatan kesenian yang sedang digelar di kafe ini. “Biasanya kafe ini jadi tempat ngumpul anak-anak film, terus anak-anak grafis juga teman-teman kita yang suka nggambar,� tutur Febri, salah satu karyawan. Soal menu, kopi di Pinos juga terbilang variatif. Mulai dari kopi arabika, robusta, bahkan kopi Bali dan kopi Toraja ada di sini. Belum lagi menu kopi yang dimix and match dengan campuran lainnya seperti capucino, coklat, susu, moka. Cemilan disini juga tak kalah nikmat jika ditandem dengan kopi yang kita pesan. Mulai dari yang asin seperi siomay, sosis, ketela goreng, sampai yang manis seperti pisang goreng. Jika anda ingin berselancar di dunia maya, pantat anda dipastikan juga akan kerasan untuk berlama-lama di kafe ini karena ada wifi yang selalu on. Tinggal bertanya pada salah satu karyawan apa password-nya, maka ia dengan senang hati akan menuliskan password untuk anda. Tentu asalkan anda sudah memesan kopi terlebih dahulu.
ViS
#EDISI KOPI
TONGKRONGAN
Warung Kopi Klothok
KESABARAN YANG DIBAYAR RASA NIKMAT ISSATUL HANIAH Warung kopi erat kaitannya dengan suasana akrab dan hangat. Itulah sebabnya orang selalu bersedia duduk berlama-lama di sana. Lalu bagaimana jika penjual di warung kopi punya sikap cuek dan dingin? Bahkan dia menuntut anda harus menunggu lama pesanan? Jika bersedia maka tunggulah, tak bersedia maka tinggalkanlah. Kira-kira demikian. Suatu ketika saya diajak menikmati malam Minggu ke Ungaran, Kabupaten Semarang. Tempat yang dituju adalah warung kopi paling enak di Ungaran. Karena penasaran, saya pun bersedia mengikuti ajakan tersebut. Sesampai di Ungaran kami langsung menuju ke alun-alun mini yang berada di depan rumah dinas Bupati Ungaran. Dari sayap kiri arah masuk ke alun-alun, carilah sebuah motor roda tiga yang didesain khusus untuk tempat berjualan. Di depannya tergelar
beberapa tikar untuk lesehan para pembeli. Ke situlah tujuan kami. Namanya Warung Kopi Klothok. Di warung ini, jangan harap mendapat senyum manis bapak penjualnya. Sebab anda pasti akan kecewa karena penjual ini cenderung orang yang irit senyum. Lebih baik langsung saja isi kertas nomor antrian
yang disediakan. Di kertas itu sudah tertera semua yang anda butuhkan; jenis kopi, banyaknya, nama anda, juga nomor antrian. Jangan heran juga jika anda mendapat nomor antrian 28 sementara si bapak masih sibuk membuat pesanan antrian nomor 9. Itu biasa terjadi pada jam-jam warung ini ramai terutama di malam Minggu. Ketika anda mengeluh “haduh masih lama, Pak?”, maka dengan wajah yang tetap tanpa senyum sambil mengelap keringat ia akan bilang “dua jam”. ViS
Saya mencoba berpikir postif bahwa bapak penjual ini tak ingin mem-PHP-kan para pembeli dengan janji kopinya akan datang tak lama lagi. Pembeli sengaja “dikondisikan” untuk tahu bahwa kopi pesannya akan selesai dibuat dalam waktu yang lama. Begitulah warung ini menghadapi para pembelinya. Ada dua jenis kopi yang ditawarkan di warung kopi ini yaitu robusta dan arabika. Namun keduanya diolah dengan diberi sentuhan bahan nikmat lainnya menjadi; robusta jahe, robusta creamer, robusta coklat dan robusta coklat creamer. Begitu pula dengan arabika yang diolah menjadi arabika jahe, arabika creamer, arabica coklat dan arabica coklat creamer. Dari berbagai rasa yang sudah saya coba, favorit saya adalah arabica coklat creamer. Siapa sangka dalam sebuah cangkir yang harus ditunggu selama dua jam itu terdapat coklat dan kopi yang benarbenar menyatu. Nikmat sekali diminum panas-panas langsung dari perapian. Karena dipanaskan dengan arang, citarasa kopi berbaur sempurna dengan arang. Benar-benar nikmat hingga ketika sedang asyik-asyiknya mengobrol anda tak terasa telah sampai #EDISI KOPI
TONGKRONGAN
menyeruput ampasnya. Ketika ada kesempatan mengobrol dengan bapak penjual perihal arti kata Klothok, ia menjawab dengan jawaban yang sangat singkat dan padat bhaw nama itu berasal dari teknik pembuatannya. Yaitu kopi, gula dan semua bahan direbus secara bersama supaya menghasilkan citarasa kopi yang benar-benar nglothok. Mungkin arti nglothok di sini sama seperti ungkapan guru SD saya dulu yang menyuruh supaya banyak menghafal perkalian supaya hafal dan nglothok. Mungkin saja. Jadi sebelum menikmati secangkir kopi klothok di tempat ini, anda benar-benar harus teruji sabar. Kalaupun anda tergolong orang yang tidak sabaran, lebih baik urungkan niat untuk menjajal kenikmata kopi klothok. Toh tetap saja warung kopi ini tak pernah sepi pembeli. Makin larut wraung akan makin ramai. Pembeli yang datang banyak menghabiskan waktu untuk bercengkrama, main gadget hingga main kartu. Kendati menguras kesabaran, saya tetap menyarankan anda untuk datang ke warung ini jika ingin menjajal rasa kopi yang berbeda dari yang biasa anda nikmati. Rasa sabar yang anda berikan akan terbayarkan lunas dengan nikmat rasa kopi yang dihabiskan bersama orang-orang tersayang.
ViS
#EDISI KOPI
TONGKRONGAN