Interview Da'i Bachtiar di Majalah Detik No 52

Page 1

interview interview

Da’i Bachtiar:

Jangan Marah Saja pada Malaysia "Gerakan mengangkat pembantu domestik, yang penting tidak pergi. Solusinya mencarikan pekerjaan untuk mereka." Reporter: Isfari Hikmat

Majalah detik 26 NOVEMBER - 2 DESEmber 2012


interview

K Harga diri kita di mana? Jangan marah saja.

Tap untuk mendengarkan

apolri pada periode 2001-2005 ini dipercaya jadi Duta Besar Indonesia untuk Malaysia mulai 2008. Sebagai Dubes RI, Da’i Bachtiar dikenal kerap menemui TKI di negeri jiran itu, termasuk menemui para pekerja ilegal di pelosok perkebunan sawit untuk mengetahui permasalahan besar mereka. Ujian yang lumayan besar bagi jabatannya antara lain masalah sengketa perbatasan, klaim budaya, hingga penyiksaan tenaga kerja Indonesia di Malaysia. Masa kerjanya sebagai Dubes RI di Malaysia berakhir pada 2011 lalu, namun setumpuk masalah dua negara serumpun ini masih saja terjadi. Mulai dari pelecehan TKI dengan selebaran TKI on sale hingga pemerkosaan terhadap TKW di Penang, oleh oknum Kepolisian Diraja Malaysia. “Harga diri kita di mana? Jangan marah saja,” kata Da’i. Bagaimana pandangannya tentang masalah tenaga kerja Indonesia di Malaysia? Simak wawancara Isfari Hikmat dari majalah detik dengan mantan Duta Besar Indonesia untuk Malaysia Da’i Bachtiar. Penderitaan TKI di Malaysia masih saja terjadi. Terakhir, TKI wanita asal Batang, Jawa Tengah, diperkosa oknum kepolisian. Apa tanggapannya? Kenapa masalah ini masih terjadi, sebenarnya ada problem sosial di mana jumlah orang Indonesia di Malaysia cukup besar. Catatan kita yang resminya satu jutaan, tapi realitasnya bisa lebih dari itu, bisa 2 juta, bahkan ada yang lebih dari itu, termasuk yang berstatus ilegal. Problem sosial tentu banyak dihadapi. Yang jadi persoalan bagaimana hukum yang melindungi hak rakyat (Indonesia) di suatu negara itu ditegakkan, jangan sekali-kali muncul adanya diskriminatif. Alhamdulillah dari pengalaman saya tiga tahun di sana (proses penegakan hukum) berkembang baik. ArMajalah detik 26 NOVEMBER - 2 DESEmber 2012


interview

Mantan Duta Besar Republik Indonesia untuk Malaysia Dai Bachtiar (kanan) Rengga Sancaya/detikfoto

tinya penegakan hukum di Malaysia sudah betulbetul diterapkan dan tidak diskriminatif lagi. Coba kita bandingkan dengan sebelum itu, yaitu kasus Nirmala Bonat di mana Presiden RI yang harus mengambil langkah, baru semua sibuk di Malaysia. Tapi selama saya di sana, banyak kasus yang menimpa TKI ataupun warga Indonesia dalam bentuk kejahatan, pelecehan seksual, pemerkosaan, ataupun penganiayaan yang menyebabkan kematian, sangat direspons cepat oleh kepolisian setempat. Dalam waktu tiga bulan sudah maju ke pengadilan. Maksudnya pemerintah harus proaktif? Memang ada upaya oleh KBRI dan saya sendiri, untuk berkomunikasi ke berbagai pihak. Tentu dengan kepala polisi mudah karena sesama profesi, ke kejaksaan saya datangi, ke mahkamah juga saya datangi untuk berdialog dengan mereka. Memang ada prosedur pengadilan di sana yang berbeda dengan kita. Mereka sangat konservatif. Hakim tidak ada paniteranya, jadi dia (hakim) mencatat sendiri sehingga terkesan lamban. Tetapi ini kan mekanisme saja, waktu (prosedural) itu bisa diperpendek dengan berbagai cara. Diskusi dengan saya juga menghasilkan perubahan, di mana jaksa agung dan kepala polisi setiap kali ada kasus-kasus seperti itu merespons dan memprosesnya. Kenapa penegakan hukum di Malaysia lamban? Saya katakan masalahnya, (seperti yang) saya juga mendengar banyak orang Malaysia sendiri bahwa peradilan di Malaysia itu sendiri sangat lamban. SehingMajalah detik 26 NOVEMBER - 2 DESEmber 2012


interview

Pemerintah (di sana) sangat responsif sebetulnya, kadang birokrasi juga yang menyebabkan itu (lamban). Tap untuk mendengarkan

ga jarang orang mau maju ke pengadilan, sehingga dengan cara apa supaya tidak ke mahkamah karena sangat lamban, cost-nya mahal. Saya katakan kepada jaksa agung, kepala kepolisian, dan beberapa hakim di sana, “Anda harus serius, karena masalahnya terkait dengan warga negara lain, yang kebetulan Indonesia. Juga sangat sensitif sekali. Anda mau bertahan dengan sistem yang ada tapi merugikan hubungan yang lebih besar.â€? Akhirnya responsnya sangat bagus. Kalau demikian apa yang harus dilakukan? Artinya komunikasi harus terus dijaga, karena pada dasarnya kita bisa memahami kemarahan sebagian rakyat Indonesia terhadap perlakuan, baik aparat maupun warga Malaysia sendiri terhadap kita. Tetapi juga pemerintahnya tidak menunjukkan sikap-sikap seperti itu (pembiaran) sebetulnya, artinya disengaja diperbuat begitu sehingga kita dibuat jengkel. Pemerintah (di sana) sangat responsif sebetulnya, kadang birokrasi juga yang menyebabkan itu (lamban). Di samping berkomunikasi kita juga perlu publikasi. Kita jangan berharap seperti media di Indonesia. Mereka di sana pilih-pilih, kita harus pandai berkomunikasi dengan media setempat. Saya melakukan komunikasi, selain saya sambangi kantor media, saya juga membuka diri pada mereka, setiap saat menghubungi kami, berkomunikasi, dan seterusnya. Pemerintah Malaysia kesulitan memproses kasus yang berhubungan dengan TKI, apakah karena jumlah kasusnya yang banyak? Memang jumlahnya (WNI di Malaysia) hampir 2 juta lebih. Kalau kita bandingkan dengan provinsi, orang Indonesia di sana hanya satu provinsi kecil di Indonesia dengan berbagai permasalahannya. Kalau status mereka terdaftar atau legal mungkin mudah mendeteksinya. Kalau dia ilegal susah kan? Untuk kasus terakhir ini, apa yang harus dilakukan Majalah detik 26 NOVEMBER - 2 DESEmber 2012


interview

Tap untuk mendengarkan Dai Bachtiar dok. detikfoto

pemerintah? Kita tidak hanya cukup meminta supaya pemerintah menghukum dan tidak diskriminatif, tapi ke depan kita juga harus ada langkah yang lebih memberikan perlindungan terhadap TKI. Apakah moratorium pengiriman tenaga kerja ke Malaysia bisa jadi solusinya? Ingat ya, pembatalan MoU itu sepihak oleh Indonesia karena kita marah, karena kita tidak puas, itu hanya pernyataan Menteri Tenaga Kerja kita, saya duta besarnya saat itu. Resminya di lapangan tidak ada (moratorium) perusahaan tenaga kerja yang mengirim ke Malaysia, tetapi orang-orang tertentu tetap berjalan saja (mengirim). Menurut Imigrasi Malaysia, 5.000 TKI yang masuk selama setahun. Artinya tidak efektif moratorium itu. Malah kita membiarkan ada tenaga kerja liar. Sebagai renungan kita, tahu apa pernyataan resmi pemerintah Malaysia setelah moratorium? Yang rugi bukan kami, tetapi Indonesia sendiri karena mereka butuh lapangan kerja, sedangkan kami masih bisa mencari alternatif dari negara lain selain Indonesia. Apa yang selanjutnya yang terjadi setelah moraMajalah detik 26 NOVEMBER - 2 DESEmber 2012


interview

Kita mengakunya negara kaya, tapi harga diri kita di mana? Sebaiknya kita tidak mengirim pembantu.

Tap untuk mendengarkan

torium? Ingat, Filipina tidak pernah mengirim pembantu rumah seperti Indonesia. Yang mereka kirim ahli masak, atau khusus tenaga kerja untuk kebersihan. Tidak akan pernah kita menemukan tenaga kerja dari Filipina yang disebut maid (pembantu), dia spesialis ahli masak atau kebersihan, tidak semua pekerjaan. Kalau pembantu rumah kita melakukan semua pekerjaan, mulai dari cuci piring, cuci mobil, sampai mengurus anak. Dia (orang Malaysia) mencoba mendatangi negara di Asean untuk memasok pembantu. Kata orang Filipina, dengan kejadian itu maka kesempatan saya untuk menaikkan harga. Dia (tenaga kerja Filipina) dibayar satu bulan US$ 400/1.200 ringgit (sekitar Rp 3,6 juta) karena expert (spesialis). Saya ketika jadi duta besar menerapkan 600 ringgit, kenyataannya 300-400 ringgit padahal kita mengerjakan semua. Dia (orang Filipina) US$ 400 mau menaikkan US$ 1.000, orang Malaysia tidak akan mungkin mau, tidak bisa. Banyak orang Indonesia marah dengan perlakuan orang Malaysia, bagaimana solusi dari Anda? Saya pernah tanya Duta Besar Filipina, mereka jawab dengan kalimat yang tidak enak, “Sekalipun kami negara miskin, saya tidak akan pernah kirim pembantu rumah.â€? Jadi jangan pernah bicara harga diri terus tapi tidak melakukan apa-apa. Jangan marah saja kalau ada pembantu (Indonesia) diperkosa. Sekarang apa yang bisa Anda kerjakan supaya dia tidak bekerja ke luar negeri? Kita mengakunya negara kaya, tapi harga diri kita di mana? Sebaiknya kita tidak mengirim pembantu rumah. Bisakah kita tidak pergi kalau cuma harga diri kita dikoyak-koyak rakyat lain? Gerakan mengangkat pembantu domestik, yang penting tidak pergi. Solusinya mencarikan pekerjaan untuk mereka, kalau tidak jadi pembantu ya bertanam, berkebun. (SIL/YOG) Majalah detik 26 NOVEMBER - 2 DESEmber 2012


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.