POLISI yang kita inginkan

Page 1



‐ David Bruce & Rachel Neild ‐

POLISI yang kita inginkan Kata Sambutan

Da’i Bachtiar Ketua Presidium Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia


POLISI YANG KITA INGINKAN Judul Asli : THE POLICE THAT WE WANT Karya : David Bruce Centre for the Study of Violence and Reconciliation Johannesburg, Afrika Selatan www.csvr.org.za dan Rachel Neild Open Society Justice Initiative New York – Budapest – Abuja www.justiceinitiative.org Penerjemah: Rahayu Surtiati Hidayat dan Aria Perbancana Copyright © 2005 oleh Centre for the Study of Violence and Reconciliation. Semua hak termasuk. Kata Sambutan oleh Da’i Bachtiar Pengantar Terjemahan oleh Ronny Lihawa Desain sampul oleh M. Nasrullah Gambar sampul dan peletakan teks oleh Teguh Setiyadi ISBN 978‐602‐95092‐0‐5 Cetakan I, Juni 2009 Diterbitkan dan Alih Bahasa oleh : Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI) Wisma GKBI, Lt. 17 Room 1702 Jl. Jend. Sudirman Kav. 28 Jakarta 10210 Tel: +62 (21) 5740555 Fax: +62 (21) 5705227 Email : info@lcki.org Website: www.lcki.org Hak Cipta Dilindungi Undang‐Undang. Semua bagian terbitan ini tidak boleh direproduksi, disimpan dalam sistem pengambilan kembali, atau ditransmisikan dalam segala bentuk atau dengan cara apa pun tanpa izin penerbit. Dicetak oleh Percetakan PT. Lintas Caraka Krida Indonesia, Jakarta. Isi diluar tanggung jawab percetakan.


POLISI yang kita inginkan

KATA SAMBUTAN Buku yang berjudul “Polisi Yang Kita Inginkan” ini merupakan terjemahan dari buku “The Police That We Want” karya David Bruce dan Rachel Neild yang digunakan sebagai pegangan untuk pengawasan polisi di Afrika Selatan. Buku ini memuat uraian tentang model pelaksanaan pemolisian yang merujuk pada prinsip‐prinsip umum demokrasi dengan menggunakan indikator pemolisian demokratis yang dewasa ini disebut sebagai “democratic policing”. Istilah “democratic policing” mengedepankan satu kerangka normatif untuk lembaga kepolisian yang melekat kepada suatu tatanan kehidupan demokrasi, meskipun setiap negara mengadopsi struktur, sistem dan strategi operasional yang berbeda. Selain masalah transformasi internal kepolisian, istilah ini mengacu pada penempatan kepolisian di suatu negara demokratis, hubungan polisi dengan pemerintah dan institusi lain serta hubungan polisi dengan masyarakat umum dan berhubungan dengan tata kelola pemolisian dan perilaku pemolisian. Democratic Policing merupakan suatu perangkat ukuran dan indikator yang akan menentukan evaluasi mengenai

i


POLISI yang kita inginkan

prioritas serta kemajuan reformasi kepolisian dalam suatu gaya yang transparan serta obyektif yang menjelaskan kepada orang awam tentang berbagai pilihan tindakan dan bagaimana membelanjakan uang rakyat untuk kepentingan pemolisian. Jika dikaitkan dengan keberadaan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), sejalan dengan reformasi ketatanegaraan dan pemerintahan, dalam era reformasi terjadi perubahan paradigma pemolisian kearah pemolisian demokratis menggantikan gaya pemolisian militeristik. Polri mulai kembali menekuni filosofi dan jati dirinya sebagai bagian tak terpisahkan dari masyarakat dan wajib menjaga ketertiban pribadi rakyat yang dilayaninya. Demokratisasi merupakan tuntutan universal dari proses politik yang didasarkan pada prinsip‐prinsip akuntabilitas publik sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara, transparansi, checks and balances serta supremasi

hukum.

Indikator

potensial

pemolisian

demokratis yang terdapat dalam buku ini telah dijadikan acuan oleh Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dalam survey pendapat masyarakat dan anggota POLRI di tiga POLDA tentang sejauh mana Pemolisian Demokratis telah diterapkan.

ii


POLISI yang kita inginkan

Diterbitkannya buku ini dalam Bahasa Indonesia, sudah tentu merupakan suatu kesempatan berharga bagi LCKI (Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia) untuk dapat memberikan konstribusi bagi reformasi tentang dunia Kepolisian dan penghargaan serta ucapan terima kasih kepada Penulis buku ini, David Bruce dan Rachel Neild, yang telah memberikan persetujuannya dan juga ucapan dan terima kasih kepada Irjen Pol (Purn) Drs. Ronny Lihawa dan tim yang telah dapat menerjemahkan buku ini kedalam Bahasa Indonesia. Semoga buku ini dapat memperkaya pemahaman kepada pembaca terhadap citra dan kinerja Polri, khusus bagi para anggota Polri diharapkan dapat memberikan manfaat dalam pelaksanaan tugasnya selain sebagai penegak hukum, pemelihara kamtibmas, pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat juga dalam bermitra dengan masyarakat yang dilayaninya.

Jakarta, Juni 2009 Ketua Presidium Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI) Tan Sri Prof. Drs. Da’i Bachtiar, SH. AO Jenderal Polisi (Purn)

iii


POLISI yang kita inginkan

iv


POLISI yang kita inginkan

PENGANTAR TERJEMAHAN Buku “Polisi Yang Kita Inginkan” merupakan terjemahan buku “The Police That We Want” karangan David Bruce dan Rachel Neild (2005). Buku ini disusun sebagai handbook untuk menilai kinerja kepolisian di Negara‐negara yang mengalami transisi demokratisasi. Walaupun ditujukan terutama bagi kepolisian Afrika Selatan namun indikator‐indikator untuk mengukur kinerja pemolisian demokratis yang ada dalam buku ini bersifat universal sehingga dapat juga digunakan oleh kepolisian di negara yang mengalami demokratisasi. Konsep dalam buku ini pada 2007 telah digunakan untuk menilai Kepolisian Afrika Selatan. Pada tahun 2008 Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) bekerja sama dengan para peneliti Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI) dan beberapa peneliti lainnya telah menggunakan konsep ini untuk menilai implementasi Pemolisian Demokratis di Polda Sumatera Utara, Polda Jawa Tengah dan Polda Kalimantan Timur.

v


POLISI yang kita inginkan

Ucapan terima kasih disampaikan kepada kedua pengarang David Bruce dan Rachel Neild yang telah memberikan ijin kepada saya untuk menterjemahkan buku ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada penterjemah Prof. Dr. Rahayu Surtiati Hidayat dan Aria Perbancana. Beberapa perbaikan menyangkut terminologi kepolisian saya lakukan untuk lebih menjelaskan. Akhirnya ucapan terima kasih kepada Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI) yang dipimpin oleh Jenderal Polisi (Purn) Prof. Drs. Da’i Bachtiar, SH. yang telah membiayai penerbitan buku ini. Saya berharap buku ini dapat bermanfaat dan dibaca oleh kalangan Polri dan pemerhati Polisi lainnya. Terima kasih. Jakarta, Juni 2009 Ronny Lihawa

vi


POLISI yang kita inginkan

PENGHARGAAN Buku pegangan ini diproduksi di bawah panduan proyek Penguatan Akuntabilitas Polisi di Afrika Selatan yang diadakan oleh Open Society Foundation for South Africa (OSF‐SA) dan Open Society Justice Inisiative. Selain kontribusinya pada buku pegangan ini, Sean Tait dari OSF‐ SA berperan besar dalam mengoordinasikan proyek ini. Terima kasih pula kepada Stephen Humphreys di Justice Initiative, dan William Kramer di Open Society Institute, atas bantuan penyuntingan dan pembacaan ulang. Para penulis melakukan tinjauan rekan sejawat terhadap draf buku pegangan ini, menyebarkannya ke banyak pihak yang terlibat dalam perpolisian, reformasi, dan penelitian polisi baik di Afrika Selatan maupun di tataran internasional. Kami ingin mengucapkan terima kasih pada pelbagai pihak berikut ini atas masukan mereka dan kami berharap telah memberikan penghargaan yang cukup atas kontribusi mereka yang sangat berharga: Nicole Ball; David Bayley; Kay Brown; Henry Carey; Robert Davis; Amanda Dissel; Simon Kimani; Liz Leeds; Superintendent Michiel Lombard; Adv.

Karen

McKenzie;

Gareth

Newham;

Senior

Superintendent Leon Rabie; Mary O’Rawe; Anneke Osse;

vii


POLISI yang kita inginkan

Rob Ruts; Johann Schnetler; Martin Schönteich, dan Phillip Stenning. Terima kasih pula kepada Paula Schwartzbauer untuk bantuan awal dengan pelbagai sumber dan referensinya. Kami juga ingin menyampaikan penghargaan kepada kontribusi yang bermanfaat dari para peserta, baik dari kalangan pemerintah maupun masyarakat pada lokakarya yang diorganisasi oleh OSF‐SA sebagai bagian dari proyek Penguatan Akuntabilitas Polisi tahun 2003 dan 2004. Demikian pula kepada para peserta dari Afrika Selatan pada Lokakarya Kampanye Anti Penyiksaan KwaZulu‐Natal mengenai Akuntabilitas Polisi dan Pengawasan Polisi di Afrika Selatan, 21–23 September 2004. Sebagai tambahan, ucapan terima kasih dan penghargaan khusus kami sampaikan kepada para manajer dan anggota staf pendukung Pusat Penelitian Kekejaman dan Rekonsiliasi di Johannesburg dan Inisiatif Keadilan di New York, tanpa mereka publikasi ini tidak mungkin terwujud. viii


POLISI yang kita inginkan

DAFTAR ISI Kata Sambutan ........................................................................... i Pengantar Terjemahan ............................................................... v

Penghargaan .............................................................................. vii Daftar Isi..................................................................................... ix 1.

Pendahuluan ............................................................................1

2.

Pengawasan Polisi dan Penggunaan Indikator ........................7

3.

Perpolisian Demokratis: Area Masalah Kunci..........................25 Area 1: Melindungi Kehidupan Politik yang Demokratis .........33 Area 2: Pemerintahan, Akuntabilitas, dan Transparansi .........42 Area 3: Pelayanan untuk Keselamatan, Keamanan, dan Keadilan................................................................65 Area 4: Perilaku Polisi yang Tepat ...........................................79 Area 5: Polisi sebagai Warga Negara .......................................89

4.

Kesimpulan: Melembagakan Penggunaan Indikator

di Afrika Selatan ..................................................96 Lampiran: Indikator Kepolisian Demokratis....................................113 Area 1: Melindungi Kehidupan Politis yang Demokratis..................114 Area 2: Pemerintahan, Akuntabilitas, dan Transparansi .................118 Area 3: Pelayanan untuk Keselamatan, Keamanan, dan Keadilan ...130 Area 4: Perilaku Polisi yang Tepat.....................................................136 Area 5: Polisi sebagai Warga Negara ................................................144 Bibliografi .........................................................................................149 Peraturan Perundang‐Undangan Afrika Selatan.............................155 Centre for the Study of Violence and Reconciliation (CSVR) ............156 Open Society Foundation for South Africa .......................................158 Open Society Justice Initiative ..........................................................160 Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia ...............................................162 Ijin Penulis.........................................................................................164

ix


POLISI yang kita inginkan

1. Pendahuluan Pengawasan dan Reformasi Polisi di Afrika Selatan Sejak awal transisi pada tahun 1990, dan pemilihan demokratis pertama pada 1994, wajah Pemolisian di Afrika Selatan telah berubah drastis. Satu kemajuan besar terjadi dengan pemberlakuan Konstitusi “interim” (UU 200 tahun 1993) pada 27 April 1994, yang melahirkan South African Police Service (SAPS). Peristiwa itu meliputi integrasi bekas South African Police dan sepuluh satuan kepolisian “sipil.” Walau undang‐undang secara formal telah mendeklarasikan bahwa kesebelas lembaga ini telah menjadi satu kesatuan, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk mengintegrasikan

struktur

pangkat

dan

prosedur

administratif. Langkah lain yang menjadi bagian dari proses transformasi polisi di Afrika Selatan bertujuan: Meningkatkan hubungan polisi‐komunitas; Meningkatkan fasilitas Pemolisian dalam komunitas yang mengalami diskriminasi pada masa apartheid; Meningkatkan representasi pelbagai kelompok yang awalnya dirugikan pada jajaran anggota polisi; Perubahan simbol Pemolisian seperti seragam dan logo;

1


POLISI yang kita inginkan

Memperkenalkan pelatihan mengenai hak asasi dan tata tertib perilaku untuk SAPS; Meningkatkan sistem Pemolisian keteraturan publik; Mencegah penyiksaan orang dalam wewenang polisi; dan Menyelaraskan kerangka kerja relasi tenaga kerja polisi dengan standar demokratis. Sebagai tambahan pada langkah di atas, kegiatan Pemolisian seperti National Crime Prevention Strategy (1996) dan National Crime Combating Strategy (2000) menandai pergeseran penting pada pendekatan Pemolisian di Afrika Selatan. Inisiatif baru yang lain pada undang‐ undang juga memiliki implikasi penting bagi Pemolisian. Domestic Violence Act (116 tahun 1998), misalnya, mengatur kewajiban polisi untuk membantu ketika ada pengaduan tentang kasus kekerasan rumah tangga dengan menyediakan tempat ketika korban membutuhkan perlindungan, demikian pula dengan memberi mereka informasi mengenai hak mereka untuk meminta perlindungan. South African Police Service Amendment Act (83 tahun 1998) mengatur pengadaan pelbagai pelayanan Pemolisian daerah, yang kini beberapa telah berdiri— sebagian besar di daerah metropolitan penting. Undang‐ 2


POLISI yang kita inginkan

undang baru itu mengatur penggunaan kekuatan mematikan dalam penangkapan, dan kini terdapat kerangka kerja hukum baru yang mengatur penerbitan izin senjata api oleh polisi. 1 Di balik reformasi pada satuan kepolisian itu sendiri, seluruh kerangka kerja akuntabilitas polisi di Afrika Selatan juga telah diubah, demi meningkatkan pengawasan yang demokratis sekaligus melembagakan konsultasi polisi‐ masyarakat. Perhatian pada pengawasan polisi oleh parlemen dan kabinet di tingkat nasional, demikian pula oleh pihak eksekutif dan legislatif di tingkat daerah, didukung oleh pembentukan National Secretariat for Safety and Security, yang mendorong pembentukan sekertariat di tingkat

daerah,

yang

membutuhkan

pembentukan

Community Police Forum (CPF) di tiap lembaga polisi. 2

1

Undang‐undang penggunaan kekuatan mematikan dalam penangkapan, Pasal 49 dari Criminal Procedure Act (51 tahun 1977) telah digantikan oleh Pasal 7 Judicial Matters Second Amendment Act (122 tahun 1998). Amandemen tersebut mulai diberlakukan 18 Juli 2003. Kepemilikan senjata api kini diatur oleh Firearms Control Act (60 tahun 2000). 2 Pengawasan parlemen atas polisi diatur antara lain dalam pasal 199(8) Undang‐ undang (Act 108 tahun 1996) . Pasal 206(1) menyebutkan bahwa anggota kabinet harus bertanggung jawab atas Pemolisian. Kewenangan pihak eksekutif daerah juga diatur dalam Pasal 206(1) dan Pasal 206(2), (3), (5), dan (6), lalu Pasal 207 (3) dan (6). Pasal 206(7) menyebutkan bahwa pihak legislatif daerah diwajibkan untuk memanggil komisaris daerah untuk menjawab pelbagai pertanyaan. Pasal 208 mengatur pembentukan sekertariat sipil nasional untuk satuan kepolisian. Pasal 2(b) South African Police Service Act (58 tahun 1995) menyebutkan bahwa pemerintah daerah dapat membentuk sekertariat polisi daerah. Forum polisi 3


POLISI yang kita inginkan

Sebagai tambahan, Afrika Selatan kini memiliki Lembaga pengawasan independen, yaitu Independent Complaints Directorate (ICD), yang berwenang untuk menyidik pelbagai insiden yang tercakup dalam kiriminalitas yang mungkin dilakukan atau dituduhkan pada anggota SAPS atau lembaga polisi daerah. Lembaga lain, seperti Civilian Oversight Committees for Municipal Police Services 3 , juga diatur

dalam

undang‐undang.

Terakhir,

organisasi

kemasyarakatan juga menjalankan peran pengawasan. Walau dengan terciptanya “arsitektur akuntabilitas polisi” yang meyakinkan dalam reformasi di atas, akuntabilitas dan pengawasan telah tergerus dalam agenda publik ketika kendali demokratis pemerintah terkonsolidasikan ditambah meningkatnya angka kriminalitas yang mendominasi kekhawatiran publik dan politis. Pelbagai badan pengawas juga terhambat, dengan keraguan mengenai bagaimana cara terbaik berhadapan dengan polisi dan berpartisipasi dalam peningkatan Pemolisian.

komunitas diatur dalam Bab 7 dari Undang‐undang itu, dan diatur pula dalam Pasal 215 konstitusi “interim” (UU 200 tahun 1993). 3 Pasal 64J South African Police Service Amendment Act (UU 83 tahun 1998). 4


POLISI yang kita inginkan

Buku pegangan ini dimaksudkan sebagai sumber bagi pihak yang terlibat dalam pengawasan polisi di Afrika Selatan 4 . Buku pegangan ini juga dapat diadaptasi untuk digunakan pada konteks yang berbeda tempat pelaksanaan reformasi yang bertujuan menyejajarkan polisi dengan prinsip demokratis. Tujuan buku pegangan ini adalah untuk merangsang perenungan pada pelbagai masalah kunci mengenai polisi dan Pemolisian, dan untuk memberi masukan mengenai jenis informasi yang kiranya paling membantu dalam menjawab permasalahan itu.

4

Harus dicatat pula bahwa, selain SAPS dan Lembaga polisi daerah, masih terdapat pelbagai lembaga lain di Afrika Selatan yang melakukan kegiatan Pemolisian atau fungsi Pemolisian‐semu. Lembaga itu adalah polisi lalu lintas dan penjaga keamanan daerah, keduanya berada di bawah yurisdiksi pemerintah daerah. Lalu terdapat pula industri sekuritas swasta yang besar—melampaui jumlah SAPS, walaupun anggotanya tidak memiliki kewenangan penuh polisi. Directorate of Special Operations (“the Scorpions”) dibentuk berdasarkan National Prosecuting Authority Amendment Act (61 tahun 2000), sebagai salah satu dari sejumlah unit penyelidikan khusus yang ada di bawah kendali Director of Public Prosecutions. Tidak hanya di daerah perdesaan, tetapi juga di daerah perkotaan, baik kekuatan permanen maupun unit komando dari South African National Defense Force (SANDF), terlibat pula dalam kegiatan Pemolisian dalam pelbagai bentuk. Anggota masyarakat dapat pula berperan serta dalam sistem “Pemolisian” negara, seperti dalam “Polisi Cadangan” SAPS atau melalui sistem komando SANDF (sebuah rencana telah disiapkan untuk mengubah sistem dan menggabungkan sejumlah anggota komando sebagai polisi cadangan). Di luar struktur formal ini, pelbagai bentuk kewaspadaan (vigilantism) yang mendapat banyak perhatian masyarakat beberapa tahun terakhir dapat pula dilihat sebagai perwakilan bentuk Pemolisian (luar hukum) oleh masyarakat. Sementara pemerintahan dan sistem pengawasan yang demokratis mungkin mampu mengendalikan Lembaga pemerintah, dan bahkan mengatur Lembaga pengamanan swasta dengan sejumlah sistem peraturan, aksi kewaspadaan terjadi di luar tolok ukur aturan hukum sehingga memaksa polisi (pemerintah) untuk menegakkan hukum pada mereka. 5


POLISI yang kita inginkan

Pada bagian selanjutnya, buku pegangan ini akan:

Mendiskusikan peran pengawasan dan penggunaan indikator dalam menilai Pemolisian;

Menjelaskan istilah “Pemolisian Demokratis” dan menengarai lima masalah kunci yang berhubungan dengan evaluasi Lembaga polisi;

Menengarai dan mendiskusikan langkah kunci untuk mengevaluasi kinerja polisi berhubungan dengan tiap masalah dari lima masalah di atas. Secara keseluruhan 39 langkah kunci disediakan; dan

Mengajukan sejumlah usulan untuk meningkatkan indikator Pemolisian Demokratis di Afrika Selatan. Tambahan di bagian belakang mengemukakan usulan indikator untuk mengevaluasi SAPS atau satuan kepolisian lain sesuai dengan tiap masalah kunci.

6


POLISI yang kita inginkan

2. Pengawasan Polisi dan Penggunaan Indikator Fungsi Pengawasan Polisi Mereka yang terlibat dalam pengawasan polisi sering memiliki sejumlah pertanyaan, seperti masalah apa yang harus kita fokuskan ketika meminta pertanggungjawaban polisi? Pertanyaan apa yang harus kita tanyakan kepada polisi? Apa cara terbaik untuk menanyai polisi? Sebelum menjawab pertanyaan itu, penting untuk mengingat bahwa, pada dasarnya, fungsi pengawasan adalah untuk melayani masyarakat dengan memastikan bahwa polisi memberikan pelayanan yang responsif, saling menghargai, dan efektif. Adalah tugas pelbagai badan pengawasan untuk meminta pertanggungjawaban polisi dan hal ini menimbulkan hubungan persaingan diantara keduanya. Namun, mungkin, dan jauh lebih baik jika para pengawas memiliki hubungan kerja sama dengan para petugas kepolisian dan atasan mereka. Hal ini sangat mungkin terjadi jika polisi itu sendiri sangat berkomitmen pada Pemolisian Demokratis. Ketika komitmen polisi sudah ada, pengawasan yang ketat dapat menciptakan dialog yang akan membantu mereka dalam mengevaluasi pelbagai langkah yang mereka lakukan dan 7


POLISI yang kita inginkan

menjaga mereka agar tetap teguh dan berfokus pada pencapaian standar yang tinggi. Pengawasan yang efektif dan kolaboratif dapat jauh lebih menguntungkan polisi dengan meyakinkan para pembuat kebijakan, yang menyediakan biaya pendukung standar Pemolisian yang tinggi, bahwa mereka memperoleh hasil dari uang mereka. Badan pengawasan yang berkomitmen untuk menjalankan reformasi polisi dan mewujudkan Pemolisian berkualitas tinggi dapat mempromosikan dan menjaga komitmen polisi untuk tetap mencapai standar yang dituntut dari mereka dalam demokrasi. Dari sudut pandang itu, pengawasan efektif dan akuntabilitas adalah soal mendukung kepemimpinan

polisi

dalam

memahami

serta

menanggulangi pelbagai tantangan yang mereka hadapi. Demi melakukan itu, badan pengawasan membutuhkan pendekatan yang bermakna untuk mengevaluasi kinerja polisi. Mereka harus memahami masalah kunci yang akan ditelaah dan mengetahui informasi apa yang dibutuhkan untuk mengevaluasi polisi dan Pemolisian. Penggunaan Alat Ukur dan Indikator secara Internasional Badan pengawasan harus menentukan apa yang hendak dipantau dan diukur. Maka, mereka perlu bertanya tentang 8


POLISI yang kita inginkan

apa yang diinginkan dan berharga dalam Pemolisian. Untuk dapat mengajukan pelbagai pertanyaan itu, sejumlah negara telah mulai mengembangkan indikator untuk mengevaluasi kinerja polisi dan reformasi polisi. Indikator itu muncul dalam sederet konteks berikut:

Di negara yang mengalami masa transisi, evaluasi dilaksanakan dengan mendefinisikan pelbagai aspek utama

reformasi

polisi

dan

memantau

kesesuaiannya dengan reformasi tersebut.

Sejumlah pemerintah telah melakukan evaluasi dengan

mengembangkan

alat

ukur

kinerja

penyampaian layanan yang lebih efektif dalam pelbagai pelayanan umum, termasuk Pemolisian.

Lembaga

internasional

telah

berusaha

menghasilkan alat ukur dan standar untuk praktik yang baik.

LSM dan kelompok kemasyarakatan tengah bekerja sama dengan polisi dalam memantau dan menarik perhatian pada pelbagai praktik buruk serta penyimpangan.

Terkadang diasumsikan bahwa istilah “indikator” mengacu pada indikator kinerja numerik. Akan tetapi, dalam buku pegangan ini, “indikator Pemolisian Demokratis” mengacu 9


POLISI yang kita inginkan

pada informasi yang berharga bagi upaya evaluasi Pemolisian Demokratis. Indikator yang disediakan adalah panduan untuk berpikir mengenai jenis pertanyaan yang kiranya patut diajukan, dan jenis informasi yang dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan itu. Reformasi Polisi di Irlandia Utara Pada tahun 1999 Independent Commission on Policing for Northern

Ireland

(sering

disebut

sebagai

Patten

Commission) mengeluarkan sebuah laporan tentang masa depan Pemolisian di Irlandia Utara. Rekomendasi yang berjumlah 175 dalam laporan itu menjabarkan sebuah proses reformasi polisi yang bertujuan untuk menciptakan sebuah satuan kepolisian dari Royal Ulster Constabulary— namanya waktu itu—yang dapat diterima secara luas. Royal Ulster Constabulary adalah sebuah lembaga yang dipandang sebagai alat penjajahan Inggris, yang mendahulukan kepentingan para Northern Irish Unionist. Rekomendasi Patten tersebut disusun dalam sejumlah judul, antara lain Hak Asasi; Akuntabilitas; Pemolisian Pengendalian Publik; Pelayanan; Komposisi dan Rekrutmen; Pelatihan; Pendidikan dan Pengembangan; Budaya, Etos 10


POLISI yang kita inginkan

dan Simbol; lalu Struktur dan Ukuran Satuan kepolisian. Tema lain dalam laporan itu mencakupi “Pemolisian Bersama Komunitas” dan “Pemolisian dalam Sebuah Masyarakat yang Damai,” yang berurusan dengan, antara lain kemunculan pos polisi, jenis kendaraan yang digunakan, dan keterlibatan angkatan bersenjata dalam Pemolisian (lihat www.belfast.org.uk). Posisi Oversight Commissioner kemudian diletakkan untuk mengawasi implementasi rekomendasi Patten dan sebuah kelompok ahli menghasilkan satu daftar berisi 772 indikator kinerja untuk mengukur kemajuan implementasi itu (lihat www.oversightcommisioner.org). Pengalaman di Inggris Di Inggris, pemerintahnya telah mengembangkan indikator kinerja dan standar kinerja “nilai terbaik” bagi pemerintah lokal. Maret 2004, Home Office mengumumkan 35 tolok ukur yang akan digunakan untuk memantau kinerja tiap lembaga dari 43 lembaga polisi daerah. Tolok ukur tersebut meliputi: kepuasan pengguna, keyakinan publik (persentase masyarakat yang menganggap bahwa polisi telah melakukan tugasnya dengan baik); kejujuran dan 11


POLISI yang kita inginkan

kesetaraan; tingkat kriminalitas; jumlah pelanggaran yang diadili; dan angka deteksi. Tolok ukur “Kualitas Hidup” berfokus pada ketakutan akan kejahatan dan rasa aman publik. “Ukuran Penegakan” berfokus pada penangkapan dalam insiden kejahatan rumah tangga. “Ukuran Lalu Lintas” juga digunakan karena lembaga kepolisian di Inggris dan Wales bertanggung jawab pula atas Pemolisian lalu lintas (Home Office, 2004). Home Office telah menyediakan panduan yang terperinci dan sangat spesifik mengenai cara menghitung setiap tolok ukur. Tiap lembaga kepolisian dikelompokkan dalam lima sampai delapan “lembaga yang paling serupa” dengan tujuan perbandingan. (lihat www.policereform.gov.uk/psu/ppaf.html). Tolok Ukur Regional Eropa Tahun 1997, Council of Europe 5 mendirikan sebuah kelompok kerja yang terdiri dari para polisi, LSM dan 5

Council of Europe didirikan tahun 1949, terdiri dari 49 negara, termasuk 21 negara dari Eropa Tengah dan Timur, dengan kantor pusatnya di Strasbourg, Prancis. Konsul ini didirikan untuk, antara lain, menegakkan hak asasi manusia, demokrasi parlementer, dan kuasa hukum. Sejak 1989, lembaga itu memfokuskan secara khusus pada tindakan sebagai “jangkar politis dan pengawas hak asasi manusia” bagi negara‐negara demokrasi pascakomunis dan membantu negara‐ negara Eropa Tengah dan Timur dalam menjalankan dan mengonsolidasikan reformasi dalam politik, hukum, konstitusi, dan ekonomi. Lihat: www.coe.int/T/e/Com/about_coe/. 12


POLISI yang kita inginkan

perwakilan pemerintah, dari seluruh Eropa. Kelompok itu mengembangkan sebuah panduan untuk membantu polisi memeriksa apakah praktik mereka “sesuai dengan dan mempromosikan standar dan nilai demokratis lebih luas yang mendasari Konvensi Hak Asasi Eropa.” Panduan itu mencantumkan

kurang

lebih

330

indikator

yang

berhubungan dengan: nilai‐nilai dasar; staf; pelatihan; praktik manajemen; operasional Pemolisian; struktur; dan akuntabilitas (lihat www. Epphr.dk/ download/hreng.pdf ). Inisiatif Council of Europe dalam bidang Pemolisian lain adalah adopsi European Code of Police Ethics, yang berfungsi sebagai dasar bagi standar umum polisi di negara‐ negara yang menjadi anggota Dewan itu. Kode etik itu diadopsi pada 19 September 2001 oleh Committee of Ministers 6 dari Dewan. Pengalaman di Amerika Serikat Pemolisian di Amerika Serikat adalah yang paling terdesentralisasi di dunia. Tidak ada standar untuk praktik federal mengenai penggunaan indikator. Pemolisian di Amerika Serikat bercirikan penelitian mendalam dan kerja 6

Lihat kode tersebut di https://wcm.coe.int/ViewDoc.jsp?id=223251&Lang=en juga memorandum penjelasan pada Memo https://wcm.coe.int/ViewDoc.jsp?id=224783&Lang=en. 13


POLISI yang kita inginkan

sama antara lembaga akademik dan LSM dalam memprakarsai reformasi, dan terdapat banyak pustaka mengenai pendekatan

penggunaan bisnis

indikator

modern,

dan

seperti

penerapan “manajemen

berdasarkan hasil,” dalam lingkaran Pemolisian 7 . Satu kelemahan yang ditengarai oleh para ahli di AS adalah tendensi untuk mengukur kinerja polisi dan perilaku polisi melalui sistem yang terpisah dan tidak memperlakukannya sebagai nilai‐nilai yang berhubungan satu sama lain dalam Pemolisian. Pelbagai LSM di Amerika Serikat, seperti Vera Institute of Juctice, telah mengeksplorasi pemanfaatan survei di kalangan masyarakat untuk memantau pendapat dan perilaku terhadap polisi. Baru‐baru ini Vera Institute telah bekerja dengan New York City Police Department (NYPD) dan departemen polisi Seattle, Washington, untuk menilai pengalaman pertama masyarakat dengan para petugas polisi dan komandannya. NYPD dan Vera mengembangkan dua survei: satu untuk penduduk yang telah meminta bantuan polisi, dan lain untuk para pemuka masyarakat yang sering bertemu dengan komandan Polsek. Dalam 7

Lihat, misalnya, laporan yang tersedia dari Police Foundation (www.policefoundation.org), dan Police Executive Research Forum (www.policeforum.org). 14


POLISI yang kita inginkan

proyek bersama polisi Seattle, tujuan utamanya adalah untuk mempelajari lebih banyak apakah anggota masyarakat minoritas cenderung menganggap bahwa mereka diperlakukan lebih buruk oleh polisi pada saat pemeriksaan rutin dibanding orang kulit putih. Proyek lain adalah mensurvei orang‐orang yang terlibat “kontak tidak disengaja” dengan polisi, seperti orang yang pernah ditangkap dan mereka yang pernah disuruh berhenti dan diperiksa oleh polisi (lihat www.vera.org). Inisiatif di Tingkat Perserikatan Bangsa‐Bangsa Sejumlah konvensi dan standar Perserikatan Bangsa‐Bangsa juga mencantumkan standar dasar untuk Pemolisian. Hal itu meliputi:

Universal Declaration of Human Rights dan International Covenant on Civil and Political Rights; 8

Convention Against Torture or Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment;

Code of Conduct for Law Enforcement Officials;

Basic Principles on the Use of Force or Firearms; dan

Convention on the Rights of the Child.

8

Terdapat pula sejumlah konvensi mengenai detensi narapidana dan tahanan. 15


POLISI yang kita inginkan

Kerangka Kerja Afrika Selatan Sejalan dengan tren yang mendunia, penekanan pada penggunaan indikator telah menjadi salah satu karakteristik pemerintah Afrika Selatan sejak 1994. Hasilnya, Afrika Selatan telah memiliki pelbagai sistem yang mendukung evaluasi Pemolisian. Laporan Tahunan dan Rencana Strategis SAPS Mekanisma utama pelaporan mengenai Pemolisian di Afrika Selatan adalah laporan tahunan SAPS (www.saps.gov.za). Laporan ini meliputi satu set indikator yang telah dikembangkan untuk memenuhi tuntutan Publik Finance Management Act (1 tahun 1999), dan peraturan Departemen Keuangan sebagai kerangka kerja pelaporan oleh departemen lain pemerintah. Bab 40 dari Public Finance Management Act menyediakan perincian laporan, yang wajib diserahkan oleh departemen pemerintah pada Auditor‐General, Departemen Keuangan, pihak Eksekutif dan Parlemen. Salah satu kewajiban adalah bahwa laporan tahunan harus menggambarkan kinerja departemen

“menghadapi

terencana” (Bab 40(3)(a)). 16

pelbagai

sasaran

yang


POLISI yang kita inginkan

Peraturan Departemen Keuangan mewajibkan lembaga pelayanan umum, termasuk SAPS, untuk menyiapkan rencana strategis setiap tahun. Rencana itulah yang menjadi dasar laporan tahunan yang dituntut oleh undang‐undang. Peraturan

terbaru

(National

Treasury,

2002:

17)

mengemukakan, inter alia, bahwa sebuah rencana strategis wajib:

meliputi periode tiga tahun;

mencakupi mandat konstitusional dan legislatif “yang mengindikasikan hasil yang mampu dicapai sebagai tanggung jawab tiap lembaga”;

mencakupi

perkembangan

kebijakan

dan

perubahan legislatif yang mempengaruhi program rencana pengeluaran dalam periode tiga tahunan; dan

mencakupi tujuan yang terukur, hasil yang diharapkan, keluaran program, indikator (ukuran), dan target program lembaga.

Saat ini alokasi dana SAPS disalurkan ke dalam lima program: Administrasi; Pemolisian Kasat Mata (termasuk pencegahan kejahatan, Pemolisian perbatasan, dan “intervensi khusus”); Pelayanan Detektif; Intelijen Kriminal; 17


POLISI yang kita inginkan

dan Pelayanan Perlindungan dan Keamanan (bertanggung jawab atas perlindungan orang penting dan tamu negara). 9 SAPS juga terlibat dalam pengembangan sebuah indikator kinerja selama beberapa tahun terakhir. Karena SAPS memang sedang berusaha memperbaiki indikator tersebut, serta cara merestrukturisasi pelbagai program, indikator ini cenderung berubah dari tahun ke tahun. Pemilihan dana polisi tahun 2004 (National Treasury, 2004: 667–692) mencatat 33 indikator penyampaian layanan dan target untuk empat program SAPS (tidak tersedia indikator untuk program “Administrasi”). Misalnya, indikator untuk “Pemolisian Kasat Mata” meliputi yang berikut:

Persentase klien yang puas dengan pelayanan yang diberikan SAPS (target akan ditentukan 2004/2005).

Tingkat proaktif rekanan (antara lembaga negara dan swasta) (target direkam sebagai “tercapai di 145 pos prioritas pada 2004/2005”).

Tingkat aksi proaktif (target direkam sebagai “dilakukan di 145 pos prioritas pada 2004/2005”).

9

Perincian ini mencerminkan garis besar program dalam Rencana Strategis SAPS 2004–2007 (SAPS: 2004a). Laporan Tahunan SAPS 2003/2004 mencatat enam program (2004b: 3). Program “Pencegahan Kejahatan” dan “Pelayanan Respon Operasional” kini telah disatukan dalam “Pemolisian Kasat Mata” (National Treasury: 2004: 667–8). 18


POLISI yang kita inginkan

Indikator lain “Pemolisian Kasat Mata” meliputi indikator mengenai temuan senjata api, temuan kendaraan bermotor curian, narkoba sitaan, “tingkat Pemolisian sektor”, angka kejahatan prioritas, dan sejumlah indikator mengenai Pemolisian perbatasan dan unit khusus.

Laporan Provinsi Pasal 207(5) dari Konstitusi menyatakan bahwa “setiap tahun komisaris provinsi wajib melapor pada legislatif provinsi mengenai Pemolisian di wilayahnya, dan wajib mengirimkan salinan laporan itu ke Komisariat Nasional.” Berdasarkan peraturan itu, laporan wajib disiapkan di setiap provinsi. Laporan ini dibuat berdasarkan format baku yang serupa dengan laporan nasional tahunan. Laporan itu diserahkan kepada legislatif provinsi setelah pemeriksaan laporan nasional tahunan di parlemen pada bulan September setiap tahunnya. Grafik Kinerja Manajemen untuk Pos SAPS juga mengembangkan sebuah “grafik kinerja manajemen” yang berbasis teknologi informasi untuk memantau dan membandingkan kinerja antarpos polisi. 19


POLISI yang kita inginkan

Grafik kinerja saat ini dibuat berdasarkan informasi yang direkam pada Crime Administration System (CAS) mengenai tingkat kejahatan yang terekam (sebagai tolok ukur pencegahan kejahatan) dan pada angka deteksi dan persentase kasus yang diajukan ke pengadilan (sebagai tolok ukur penyelidikan kejahatan). Alih‐alih berfungsi sebagai alat pembanding kinerja antarpos, sistem ini ternyata membandingkan kinerja sebuah pos dengan kinerja terdahulu pos itu sendiri, memeringkat pos berdasarkan tingkat peningkatan kinerja yang telah dicapai. Standar kinerja dibuat berdasarkan statistik kinerja pos dari 48 bulan sebelumnya walaupun lebih ditekankan pada periode terakhir. Data dapat dihasilkan dari sistem di pos polisi, area, provinsi, atau dari kinerja SAPS di skala nasional 10 . Data dari seluruh 1093 pos SAPS direkam dalam sistem ini. Untuk pos yang tidak terhubung ke dalam “intranet” SAPS, data dikumpulkan setiap bulan dalam sebuah form 6 SAPS dan direkam secara manual di kantor wilayah. Direncanakan bahwa sistem ini pada akhirnya akan dapat memanfaatkan ke‐35 indikator. Sebagai indikator tambahan 10

Lihat catatan kaki 27 untuk penjelasan mengenai perbedaan antara unit‐unit komando geografis ini. 20


POLISI yang kita inginkan

mengenai pencegahan dan penyelidikan kejahatan, “dimensi operasional” sistem ini akan menyertakan indikator mengenai pusat pelayanan komunitas (kantor pengaduan) dan intelijen kriminal. Indikator lain akan meliputi manajemen sumber daya manusia, integritas informasi, juga peningkatan nilai dan efisiensi keseluruhan. (Open Society Foundation for South Africa et al., 2004:14). Laporan Tahunan Direktorat Pengaduan Independen (Independent Complaints Directorate Annual Report) Sumber informasi lain yang relevan dengan evaluasi Pemolisian di Afrika Selatan adalah laporan tahunan ICD (lihat www.icd.gov.za). Laporan ini menyediakan data statistik, terutama mengenai angka kematian akibat aksi polisi dan di dalam tahanan polisi (wajib bagi polisi untuk melaporkan semua kematian ini pada ICD), demikian pula dengan pelbagai pengaduan yang disampaikan anggota masyarakat pada ICD. Pelbagai kasus yang diterima ICD dikelompokkan ke dalam tiga kelas utama.

Kelas I berurusan dengan kematian dalam tahanan polisi atau yang diakibatkan oleh aksi polisi.

Kelas III berurusan dengan tuduhan pelanggaran kriminal (selain kematian). 21


POLISI yang kita inginkan

Kelas IV adalah kasus salah perlakuan. 11

Saat ini ICD berada dalam proses penguatan kapasitas penelitiannya dan tengah membentuk sebuah unit penelitian yang berdedikasi, yang kemudian dapat membantu dalam peningkatan kualitas data yang ditampilkan dalam laporan ICD, dan memungkinkan ICD mengembangkan

pelbagai

rekomendasi

kebijakan

berdasarkan analisis atas kasus yang ditanganinya. Informasi yang dihasilkan ICD seharusnya dipadukan ke dalam penilaian SAPS dan satuan kepolisian daerah 12 . Laporan tahunan SAPS terkini tidak menyebutkan statistik ICD, termasuk statistik kematian dalam tahanan polisi atau akibat aksi polisi. Memang, laporan tahunan SAPS banyak diam dalam masalah kritis mengenai perilaku anggotanya dan perhatian mereka pada standar hak asasi manusia, yang artinya tidak menghiraukan sejumlah masalah yang seharusnya dianggap utama dalam evaluasi SAPS. Laporan tahunan ICD juga menyertakan indikator mengenai kinerja lembaga mereka sendiri. Indikator utama yang 11

Kelas II adalah untuk kasus‐kasus yang dilimpahkan pada ICD dari MEC provinsi, akhirnya tampak tidak dimanfaatkan. 12 Laporan tahunan ICD 2003–04 menunjukkan bahwa 714 kematian di tahanan polisi disebabkan oleh aksi polisi. 22


POLISI yang kita inginkan

digunakan termasuk “jumlah rata‐rata hari yang dibutuhkan untuk menyelesaikan penyelidikan”, “persentase laporan penyelidikan yang diselesaikan”, jumlah kasus yang “disubstansikan”,

jumlah

pengadilan

yang

direkomendasikan, dan keputusan yang dicapai. Hal itu pada akhirnya menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana sebaiknya mengevaluasi kinerja ICD itu sendiri 13 . Mekanisme Lain Mekanisme lain untuk melaporkan dan mengevaluasi polisi di Afrika Selatan adalah yang berikut.

National Secretariat of Safety and Security telah mengembangkan Monitoring and Evaluation Tool for Police Station, yang saat ini tengah diujicobakan di sejumlah provinsi.

Sejumlah inisiatif juga telah dilakukan untuk meningkatkan pengawasan pelayanan kepolisian daerah. Pada Desember 2001, misalnya, Gauteng Provincial Department of Safety and Liaison membuat sebuah Framework and Standards for the

13

Para ahli menyadari bahwa ini adalah satu hal yang kompleks. Misalnya, Walker (2001:120) memberi peringatan mengenai kecenderungan “sustain rate” (“persentase pengaduan yang diterima dengan mementingkan pemberi aduan”) dan mengusulkan kriteria alternatif (ibid: 119–142). Lihat juga diskusi di halaman 39 dan catatan kaki 20. 23


POLISI yang kita inginkan

Monitoring and Evaluation of Municipal Police Services. Organisasi penelitian, khususnya LSM, seperti Institute for Security Studies, telah bekerja dengan cukup bermakna dalam pelbagai survei yang menyediakan data mengenai viktimisasi dan persepsi terhadap polisi (lihat misalnya Burton et al., 2004).

24


POLISI yang kita inginkan

3. Pemolisian Demokratis: Area Masalah Kunci Mengapa menggunakan istilah “Pemolisian Demokratis” dan bukan “Pemolisian modern” atau “Pemolisian berbasis komunitas” atau label reformasi polisi lain yang telah digunakan? Ide “Pemolisian Demokratis” muncul baru saja, sebagian besar akibat renungan para praktisi dan sejumlah tulisan para ahli dalam rangka mereformasi polisi dalam kondisi transisi atau pasca konflik 14 . Pada negara seperti ini, kebutuhan akan reformasi polisi amat jelas, tetapi konsensus internasional mengenai proses dan nilai‐nilai yang seharusnya mengenai reformasi ini muncul lebih lambat. Istilah “Pemolisian Demokratis” mengedepankan sebuah kerangka kerja normatif yang dapat diikuti Lembaga polisi walaupun mereka dapat saja mengadopsi struktur, sistem, dan strategi operasional yang berbeda. Istilah itu juga bermanfaat karena, selain mengedepankan pertanyaan mengenai transformasi internal polisi, juga mengemukakan kedudukan Pemolisian pada negara demokratis—hubungan polisi dengan pemerintah dan lembaga lain, juga hubungan 14

Maksudnya, misal, tujuh prinsip Pemolisian dalam demokrasi yang dikeluarkan UN International Police Task Force (1996) dalam misi membantu reformasi polisi di Bosnia‐Herzegovina. Lihat juga Call (2000), Stone dan Ward (2000), Bayley (2001). Penggunaan awal istilah ini ada pada Bayley (1985). 25


POLISI yang kita inginkan

polisi dengan masyarakat luas. Istilah itu mencakup pengelolaan Pemolisian dan juga pelaksanaan Pemolisian. Pemolisian Demokratis mengedepankan sebuah kerangka acuan umum bagi para pembuat kebijakan nasional, donor internasional, badan sipil, dan berbagai kelompok hak asasi manusia yang membantu reformasi, selain bagi polisi itu sendiri. Buku pegangan ini merupakan usaha untuk membantu badan pengawas dalam menerapkan prinsip Pemolisian Demokratis di Afrika Selatan. Tujuannya adalah untuk menciptakan sekumpulan aturan dan indikator Pemolisian Demokratis yang memungkinkan untuk melakukan evaluasi terhadap berbagai prioritas dan perkembangan reformasi polisi secara transparan dan objektif sehingga jelas bagi orang awam apa saja keputusan yang dibuat dan bagaimana uang rakyat dimanfaatkan. Walaupun keselamatan dan keamanan merupakan masalah mendasar seluruh masyarakat, masalah itu sering “dikuasai” oleh kelompok kecil polisi dan para politikus, dan tidak dipandang sebagai masalah umum. Sebagai tambahan dari menyediakan langkah demi perkembangan reformasi — yang tidak selalu transparan bagi masyarakat umum — indikator Pemolisian Demokratis dapat menginformasikan 26


POLISI yang kita inginkan

kepada masyarakat nilai‐nilai dan prioritas dalam kebijakan keamanan umum. Berbagai usaha untuk mendefinisikan berbagai unsur Pemolisian Demokratis telah banyak dilakukan. Ahli AS David Bayley (2001) mungkin yang paling terkemuka dalam Pemolisian dunia. Menurut Bayley, tenaga Pemolisian Demokratis harus bertindak berdasarkan empat norma berikut ini: 1. Polisi wajib menjadikan pelayanan kebutuhan warga perorangan dan kelompok massa sebagai prioritas operasional teratas. 2. Polisi wajib lebih bertanggung jawab pada hukum dibanding pada pemerintah 15 .

15

Pernyataan ini ditentang oleh ahli lain yang berpendapat bahwa polisi di negara demokratis harus bertanggung jawab baik pada hukum maupun pemerintah. Kami memahami rumusan itu untuk menekankan pentingnya Pemolisian yang tidak berpihak karena polisi di banyak negara masih atau pernah menjadi alat politis pemerintahan yang menindas. Sampai struktur akuntabilitas diciptakan dan berfungsi, akuntabilitas ketat pada hukum mungkin merupakan standar yang lebih pantas. Pada saat yang bersamaan, berbagai rezim dapat saja “mengatur hukum” sehingga sesuai dengan tujuan represif polisi. Dalam hal ini, polisi dapat bertindak represif di dalam hukum sekaligus tidak menghiraukannya (Goldsmith, 2003: catatan kaki 9). Sementara itu, pernyataan yang dikutip di sini, buku pegangan ini, dan para komentator lain Pemolisian Demokratis, menekankan akuntabilitas polisi pada pemerintahan demokratis, pada hukum, dan juga pada standar hak asasi manusia. Lihat diskusi selanjutnya mengenai “Tranparansi dan pembatasan pada interferensi tak layak” di halaman 24 buku pegangan ini. 27


POLISI yang kita inginkan

3. Polisi wajib melindungi hak asasi manusia, khususnya yang berhubungan dengan pelaksanaan aktivitas politis tak terbatas yang menjadi dasar demokrasi. 4. Polisi seharusnya transparan dalam aktivitasnya. Banyak penulis yang menekankan bahwa Pemolisian Demokratis mewajibkan polisi untuk menaati standar perilaku yang tinggi sekaligus menyediakan pelayanan yang berstandar tinggi pula. Stone (2004:1) mengemukakan hal itu sebagai “tuntutan ganda” polisi dalam demokrasi, dengan mengatakan: “masyarakat menuntut agar polisi melindungi mereka, tetapi dengan menghargai dan sesuai dengan hukum”. Pemikiran lain adalah bahwa polisi itu sendiri harus diperlakukan setara. Jika kita menuntut Pemolisian yang efektif dan menghargai, kita harus memberikan polisi kemampuan profesional dan kondisi pelayanan yang memungkinkan mereka untuk memberikan pelayanan yang sepadan pada masyarakat. Berdasarkan berbagai gagasan di atas, buku pegangan ini menghadirkan lima area masalah mengenai Pemolisian Demokratis, yaitu : 28


POLISI yang kita inginkan

1. Melindungi kehidupan politik yang demokratis. Seperti yang dikemukakan pada norma ketiga Bayley, perlindungan atas kehidupan politik yang demokratis adalah aspek utama perlindungan hak asasi manusia dan demokrasi. Praktik kepolisian yang didiskusikan pada area ini diprioritaskan karena area ini fundamental bagi demokrasi. Tanpa perlindungan itu, demokrasi terancam dan Pemolisian Demokratis kecil kemungkinannya. 2. Pengelolaan, akuntabilitas, dan transparansi. Polisi tidak cukup hanya menyajikan Pemolisian yang penuh rasa hormat dan sesuai dengan hukum, juga melindungi kehidupan politik yang demokratis. Pemolisian Demokratis menuntut agar layanan polisi beroperasi di dalam lingkup prinsip pengelolaan

yang

demokratis,

termasuk

akuntabilitas dan tranparansi. Sebagian besar masalah yang dikemukakan pada area ini relevan bagi semua sektor pemerintahan dalam demokrasi. 3. Penyampaian pelayanan keselamatan, keadilan, dan keamanan. Mengenai asal pelayanan dasar yang diberikan polisi dalam demokrasi, dan bagaimana pelayanan ini disampaikan.

29


POLISI yang kita inginkan

4. Perilaku polisi yang santun. Prinsip panduan tentang perilaku polisi demokratis, dan cara satuan kepolisian mendukung dan memastikan kepatuhan para petugas polisi pada prinsip itu. 5. Polisi sebagai warga. Hak petugas polisi. Pemolisian Demokratis tidak hanya merupakan subjek hukum; seperti warga lain, polisi juga bagian masyarakat dan harus diperlakukan sesuai dengan harga diri mereka, dan menikmati kondisi baik sebagai hasil pelayanan mereka. Area tersebut tidak terlalu berbeda satu sama lain. Misalnya, area pertama, “melindungi kehidupan politik yang demokratis,”

sebagian

berurusan

dengan

masalah

penyampaian dan perilaku pelayanan, yang juga merupakan fokus utama area tiga dan empat. Masalah non diskriminasi, kesetaraan, dan ketakberpihakan melintasi sejumlah area dan semua area relevan dengan akuntabilitas. Beberapa masalah yang dibicarakan pada area tiga, mengenai “penyampaian layanan polisi,” dapat pula berhubungan dengan “perilaku polisi,” yang dibicarakan pada area keempat. Walau demikian, kelima area tersebut merupakan sarana yang berguna untuk mengelompokkan organisasi polisi dalam demokrasi. 30


POLISI yang kita inginkan

Lima bagian buku pegangan ini mengungkapkan langkah kunci untuk setiap area. Buku pegangan ini diakhiri dengan diskusi

umum

mengenai

bagaimana

sebaiknya

menggunakan indikator untuk memperkuat sistem penilaian polisi di Afrika Selatan. Tambahan di akhir buku pegangan menyajikan satu set indikator untuk tiap langkah di kelima area. Indikator itu dimaksudkan sebagai panduan untuk jenis pertanyaan, dan informasi, yang mungkin bermanfaat dalam mengevaluasi setiap langkah kunci. 16 Langkah yang disajikan di buku ini “berfokus pada hasil”, artinya, mengusulkan untuk mengukur kualitas dan hasil Pemolisian Demokratis. Langkah ini bukan ukuran berbasis “keluaran” (aktivitas) atau proses yang menilai cara atau proses mencapai hasil tersebut. Tentu saja, setiap area dan langkah memancing pertanyaan tentang sumber daya, kepemimpinan, pelatihan, kebijakan, teknologi, dan sistem yang mungkin dibutuhkan, atau yang mungkin membantu dalam mencapai hasil akhir. Fokus pada hasil akhir tidak berarti bahwa buku pegangan ini mengurangi arti penting indikator kinerja. Justru, dengan mengukur dan mendukung 16

Untuk panduan berguna tentang penggunaan indikator dalam sistem pengadilan kriminal, lihat Vera Institute of Justice (2003), Measuring Progress toward Safety and Justice: A Global Guide to the Design of Kinerjance Indicators Across the Justice Sector, http://www.vera.org/publication_pdf/ 207_404.pdf. 31


POLISI yang kita inginkan

proses yang telah ditingkatkan, taktik yang lebih produktif, dan alokasi sumber daya yang lebih baik, indikator kinerja adalah vital bagi cara kerja yang khas polisi. Akan tetapi, fokus buku pegangan ini adalah masalah ke mana pergi bukan bagaimana pergi ke sana. Indikator keluaran atau aktivitas harus didasarkan pada berbagai sasaran yang diidentifikasi dengan jelas; dan sasaran itu, atau “hasil akhir”, merupakan fokus utama buku pegangan ini.

32


POLISI yang kita inginkan

AREA 1: Melindungi Kehidupan Politik yang Demokratis Demokrasi menuntut agar polisi, sebagai bagian dari lengan eksekutif negara, tidak hanya dibatasi hukum, tetapi juga agar mereka berusaha khusus untuk melindungi pelbagai aktivitas yang esensial bagi pelaksanaan demokrasi. Aktivitas itu meliputi kebebasan berbicara, berkumpul, dan bergerak; kebebasan dari penangkapan semena‐mena, pemenjaraan dan pengasingan; juga ketakberpihakan dalam penegakan hukum (Bayley 2001, hlm. 14). Langkah Kunci Pemolisian Demokratis:

Pemolisian himpunan manusia dan demonstrasi dengan cara yang mendukung kebebasan berkumpul dan berorganisasi;

Menyediakan perlindungan di bawah hukum yang setara baik bagi pribadi maupun bagi partai politik dalam melaksanakan hak politis mereka;

Menyelidiki, menangkap, dan mengajukan ke pengadilan anggota kelompok yang hendak mencapai tujuan politis mereka dengan kekerasan;

Tidak memanfaatkan kewenangan untuk membela atau menjatuhkan pendapat atau latar belakang politis perorangan. 33


POLISI yang kita inginkan

Diskusi Area pertama yang dipermasalahkan dalam Pemolisian Demokratis adalah apakah polisi bertindak dengan cara yang mendukung kehidupan politik demokrasi itu sendiri. Pemolisian Demokratis menuntut polisi agar secara simultan berdiri di luar politik sekaligus melindungi proses dan aktivitas politik yang demokratis. Masalah itu berhubungan dengan area praktik kepolisian yang mendasar bagi demokrasi. Kecuali praktik kepolisian memenuhi standar minimal dalam melindungi kehidupan politik yang demokratis, demokrasi itu sendiri akan terancam. Akan tetapi, itu tidak berarti bahwa reformasi polisi dapat berujung pada demokrasi politis. Menurut Bayley: Pemerintahan demokratis lebih penting artinya bagi pemolisian dibandingkan reformasi polisi bagi pemerintahan demokratis. Reformasi polisi itu perlu, tetapi bukan sebuah kondisi wajib bagi pemerintahan demokratis. Buntut kepolisian tidak mungkin menggoyang badan pemerintah. (Bayley, 2001, 13). Dalam situasi negara yang tanpa legitimasi dan represif memanfaatkan tenaga polisi demi keuntungan sendiri– ketika Pemolisian dapat digambarkan sebagai “Pemolisian 34


POLISI yang kita inginkan

rezim” dan bukan Pemolisian Demokratis – indikator ini dapat membantu pemonitor independen dan/atau eksternal untuk menggarisbawahi kesenjangan antara praktik aktual dan praktik yang baik sebagaimana didefinisikan oleh norma Pemolisian Demokratis. Tanggung jawab atas penyalahgunaan kekuatan dan kekuasaan kepolisian dalam kasus seperti itu ada di pundak pemerintah, dan pada polisi itu sendiri, yang mungkin melakukan banyak diskresi dalam implementasi Pemolisian rezim. Demonstrasi dan Himpunan Manusia Di Afrika Selatan, Regulation of Gatherings Act (205 of 1993) [Undang‐undang Tata Tertib Berkumpul] bertujuan untuk menjamin hak kebebasan berkumpul dan mengeluarkan pendapat, serta bagaimana menerapkan hak itu “secara damai dan dengan tetap menghormati hak orang lain.” Undang‐undang itu menyediakan prosedur otorisasi unjuk rasa, dan pada kasus itu peran utama polisi adalah mengawal unjuk rasa sambil meminimalkan gangguan lalu lintas kendaraan dan pejalan kaki atau gangguan pada akses properti. 35


POLISI yang kita inginkan

Undang‐undang itu mengedepankan beberapa jenis pelanggaran. Seseorang dapat diadili, misalnya, karena mengadakan pertemuan tanpa memberi tahu sebelumnya (Bagian 12(1)(a)), atau karena menghadiri pertemuan yang telah dilarang secara resmi (12(1)(e)). Di luar kasus itu, seseorang tidak melakukan pelanggaran hanya dengan mendatangi sebuah pertemuan, jika pertemuan itu tidak dilarang secara resmi, bahkan jika pertemuan itu tidak diberi kewenangan secara resmi sesuai dengan undang‐ undang 17 . Jika polisi membela kebebasan berkumpul dan berpendapat, peran polisi pada dasarnya adalah mendukung rakyat dalam melakukan hak itu. Polisi tidak harus membubarkan demonstrasi, jika demonstrasi itu tidak mempunyai izin, dan bahkan jika demonstrasi itu dilarang, kecuali ada ancaman nyata terhadap orang atau properti atau jika ada alasan jelas untuk melakukannya 18 . Ketika

17

Prosedur jenis pertemuan yang dilarang dikemukakan pada Bagian 5 dan 6 dari Regulation of Gatherings Act. Bagian 108 dari Electoral Act, 73 tahun 1998, juga menyatakan bahwa “pada hari pemilihan umum tidak seorang pun diperkenankan ambil bagian dalam pertemuan politis, unjuk rasa, demonstrasi, atau kegiatan politis lain.” Akan tetapi, seseorang tidak melanggar hanya dengan mendatangi sebuah pertemuan yang tidak diadakan pada hari pemilihan umum, atau tidak dinyatakan terlarang sesuai dengan prosedur yang tertera pada Regulation of Gatherings Act. 18 Perlu dicatat bahwa Bagian 9(2)(a) Regulation of Gatherings Act mengindikasikan bahwa polisi dapat membubarkan demonstrasi yang telah dilarang atau ketika ada “alasan yang cukup kuat untuk meyakini bahwa ancaman pada seseorang dan properti tidak dapat dihindari” dengan tindakan lain. Lihat juga artikel 11 dari European Convention on Human Rights and Fundamental Freedoms yang mengizinkan pembatasan penerapan hak kebebasan berkumpul 36


POLISI yang kita inginkan

demonstrasi dilaksanakan dengan damai, tanggung jawab utama polisi adalah melindungi hak kebebasan berkumpul, selama kegiatan itu tidak melibatkan pelanggaran berat atas hak pihak lain. Perlindungan atas Penerapan Hak Politis Kelompok dan Perseorangan Keterlibatan polisi dalam perlindungan hak politis meliputi perlindungan pelbagai aspek lain dari demokrasi, seperti menjaga pos pemilihan, dan perlindungan terhadap pemilih pada hari pemilihan umum, demi memastikan bahwa mereka dapat memilih secara bebas dari intimidasi. Walau polisi mempunyai kewajiban umum untuk melindungi masyarakat, nilai penting perlindungan kehidupan politik yang demokratis menuntut pula polisi untuk memberi prioritas pada penyelidikan atas aksi kriminal terhadap partai politik, khususnya ketika terdapat kemungkinan bahwa aksi itu dilatarbelakangi kepentingan politis. Jika terjadi pembakaran kantor partai politik yang dilatarbelakangi kepentingan politis, atau jika sebuah dan berorganisasi karena “dilarang hukum dan perlu dalam masyarakat demokratis demi kepentingan keamanan nasional atau keamanan publik, demi pencegahan pelanggaran atau kejahatan, demi perlindungan kesehatan atau moral atau demi perlindungan hak dan kebebasan orang lain.” (Lihat juga catatan kaki 25). 37


POLISI yang kita inginkan

properti hancur atau dirusak, polisi wajib menanggapi kejadian itu sebagai kasus prioritas karena itu mengancam demokrasi itu sendiri. Pada dasarnya prinsip tersebut berlaku pula bagi kelompok yang terlibat dalam kegiatan apa pun yang merupakan “ketidaktertiban sipil” (perlawanan pasif), yang bukan kekerasan melainkan berada di luar hukum. Polisi dapat menegakkan hukum pada kelompok itu jika perlu, tetapi tidak berarti bahwa mereka tidak perlu dilindungi ketika melaksanakan hak politisnya sesuai dengan hukum. Kelompok yang Mengancam dengan atau Terlibat Kekerasan Lembaga kepolisian juga akan melindungi kehidupan politik yang demokratis jika mereka terlibat dalam pengawasan dan penyelidikan kelompok yang menggunakan, atau berencana menggunakan, kekerasan untuk mencapai tujuan politis mereka. Terdapat risiko dalam melaksanakan prinsip ini ketika kebutuhan untuk menyelidiki ancaman semacam itu dapat saja dimanfaatkan oleh polisi sebagai alasan untuk 38


POLISI yang kita inginkan

melecehkan kelompok atau perseorangan yang terlibat dalam aktivitas politis yang resmi. Oleh karena itu, dalam melaksanakan penyelidikan semacam itu, polisi harus bertindak hati‐hati, dan dengan memperhatikan hak kebebasan semua pihak untuk menyatakan pendapat dan berorganisasi. Akan tetapi, jika polisi gagal menyelidiki secara

benar

menggulingkan

kelompok

yang

pemerintahan

berencana

yang

dipilih

untuk secara

demokratis melalui kekerasan, berarti polisi telah gagal melaksanakan tugasnya. Tidak Digunakan untuk Pelbagai Tujuan Politis Partai Polisi wajib melindungi penduduk sipil dan partai politik dalam melaksanakan haknya, dan menindak kelompok yang mengancam demokrasi. Di luar tugas itu, polisi harus bersikap tidak memihak secara politis dan berdiri di luar politik. Prinsip itu ditekankan dalam Bagian 199 (7) dari South African Constitution yang berbunyi: Baik lembaga pelayanan keamanan maupun semua anggotanya,

dalam

rangka

melaksanakan

pelbagai

fungsinya, dapat: (a) membedakan kepentingan sebuah partai politik yang resmi di mata Konstitusi; atau 39


POLISI yang kita inginkan

(b) lebih

lanjut,

bertindak

sebagai

partisan,

membedakan kepentingan sebuah partai politik. SAPS Act juga meninjau masalah itu dengan menyatakan pada Bagian 46(1) bahwa anggota kepolisian dilarang untuk “menunjukkan atau mengekspresikan secara publik dukungan untuk atau mengasosiakan diri dengan kelompok” atau “menjabat dalam” atau “mengenakan lambang atau sarana identifikasi” yang berhubungan dengan partai politik, organisasi, gerakan atau lembaga apa pun; atau “dalam bentuk apa pun mendorong atau membedakan

kepentingan

politis

partai”.

Sebuah

keterangan mengenai hal itu diletakkan pada sub bagian 2 yang menyatakan bahwa sub bagian 1 tidak melarang anggota kepolisian untuk bergabung dengan sebuah partai politik, organisasi, gerakan atau lembaga pilihannya, melaksanakan haknya untuk memilih, atau menghadiri pertemuan kelompok sejenisnya, selama mereka tidak melakukannya sambil mengenakan seragam. Berdasarkan hal itu, SAPS Act berusaha memastikan bahwa polisi bukanlah partisan politis, sekaligus menyeimbangkan hal itu dengan kepedulian untuk menegakkan hak politis polisi sebagai perseorangan dan sebagai warga negara. Itu 40


POLISI yang kita inginkan

adalah tindakan penyeimbangan yang sulit, tetapi amat penting dalam Pemolisian Demokratis untuk menegakkan kenetralan politis polisi. Konstitusi dan SAPS Act mendukung Pemolisian Demokratis dengan melarang penggunaan kekuatan polisi untuk mempromosikan tujuan partai politik sehingga mengurangi pula potensi penyalahgunaan polisi oleh para politikus. Partai yang berkuasa hampir pasti akan melanggar prinsip itu karena mereka memiliki otoritas dan pengaruh langsung atas polisi. Pada dasarnya polisi sebaiknya tidak melakukan, atau diminta melakukan, untuk satu partai politik, sesuatu yang tidak akan mereka lakukan untuk partai politik lain. Pentingnya penerapan otoritas politis atas polisi secara transparan (lihat Area 2) berhubungan langsung pula dengan berkurangnya penyalahgunaan polisi.

41


POLISI yang kita inginkan

AREA 2: Pemerintahan, Akuntabilitas, dan Transparansi (Akuntabilitas itu) kurang lebih adalah apa yang dibutuhkan untuk memberi pertanggungjawaban. Hal itu mengedepan‐ kan satu set penjelasan normatif mengenai siapa yang diminta untuk bertanggung jawab, kepada siapa, kapan, bagaimana, dan mengenai apa (Stenning 1995: 5). Aktivitas polisi harus terbuka pada pengamatan dan secara teratur dilaporkan kepada pihak luar. Kebutuhan itu meliputi informasi mengenai perilaku setiap petugas demikian pula operasi lembaga secara keseluruhan, khususnya apakah polisi telah mencapai hasil yang diharapkan dengan biaya efisien (Bayley, 2001: 14–15). Langkah Kunci Pemolisian Demokratis membutuhkan kerangka kerja institusional dan kebijakan berikut ini:

Pemerintah mendukung Pemolisian Demokratis melalui fiskal, legislatif, dan langkah lain.

Kepolisian berada di bawah otoritas kementerian atau otoritas sipil, dan diadakan penilaian dan pengawasan mendalam terhadap Pemolisian yang

42


POLISI yang kita inginkan

teratur oleh parlemen, anggota legislatif, dan otoritas lokal.

Pemerintah menentukan kebijakan dan menuntut pertanggungjawaban polisi dengan cara yang jelas dan transparan, sementara tetap menahan diri dari gangguan yang tidak pada tempatnya dalam masalah Pemolisian.

Mandat, kekuasaan, dan komando polisi dan angkatan bersenjata secara jelas ditentukan dan dipisahkan.

Ada sebuah mekanisme pengawasan yang mandiri dan efektif untuk memastikan bahwa keluhan tentang polisi diselidiki.

Pemolisian Demokratis melayani dengan cara yang berikut:

Bertanggung jawab pada anggota legislatif, kongres atau parlemen, sistem peradilan pidana dan badan pengawas sipil, seperti komisi hak asasi manusia atau badan penilaian sipil ketika diperlukan.

Menunjukkan pengelolaan dana yang transparan dan berusaha mengendalikan laporan yang terpadu tentang pengeluaran dan pembelian.

Mendukung di luar pemeriksaan dan bekerja sama dengan pelbagai badan yang bertanggung jawab 43


POLISI yang kita inginkan

mengawasi polisi, seperti warga sipil, pada masyarakat sipil, dan pusat penelitian, dan di dalam pelbagai komunitas yang mereka layani.

Memanfaatkan mekanisme dialog, temu‐wicara, dan kerja sama polisi‐masyarakat yang efektif;

Bekerja sama secara kooperatif dengan Lembaga kepolisian publik dan swasta lain, dan mendukung kepatuhan mereka pada standar integritas dan hak asasi manusia;

Memiliki sistem yang dapat diandalkan untuk merekam informasi yang relevan dengan penilaian kinerja mereka, perilaku para anggotanya, dan menyediakan hasilnya untuk umum;

Memastikan

bahwa

anggota

perseorangan

bertanggung jawab atas kinerja dan perilakunya;

Menerapkan kendali efektif atas kegiatan rahasia atau “menyamar.”

Berusaha mencapai efisiensi dalam penggunaan sumber daya.

Diskusi Dukungan Pemerintah atas Pemolisian Demokratis Sebagaimana dikemukakan pada bagian terdahulu, Pemolisian Demokratis sendiri tidak dapat mendatangkan 44


POLISI yang kita inginkan

demokrasi politis walaupun reformasi Pemolisian yang demokratis merupakan kontribusi sangat penting pada reformasi politis demokratis yang lebih luas. Pemolisian Demokratis mungkin hanya dapat dinikmati ketika politik demokratis telah dilaksanakan di dalam penerapan kekuasaan negara. Tanpa demokrasi, polisi dapat saja berusaha menjalankan prinsip Pemolisian Demokratis, tetapi akan sulit bagi mereka dan mungkin membawa mereka pada konflik dengan pemerintah atau atasan mereka. Oleh karena itu, agar Pemolisian Demokratis dapat berjalan sepenuhnya, penting bagi pemerintah, yang menaungi kewenangan polisi, terlebih dahulu taat pada demokrasi dan memandang polisi sebagai instrumen pelindung keamanan dan hak demokrasi masyarakat. Keinginan akan politik yang demokratis adalah kondisi utama bagi penerapan dan praktik Pemolisian Demokratis. Akan tetapi, keinginan politis itu sendiri tidak cukup jika tidak tercermin pada struktur dan prosedur yang mendukung praktik Pemolisian Demokratis. 45


POLISI yang kita inginkan

Kewenangan Lembaga Eksekutif dan Parlementer Kendali pemerintah atas polisi sebagian diterapkan melalui legislasi, persetujuan atas kebijakan, rencana, dan pendanaan polisi. Konstitusi Afrika Selatan, misalnya, menyebutkan bahwa anggota kabinet “wajib menentukan kebijakan kepolisian nasional” setelah mempertimbangkan pemerintahan provinsi, juga kebutuhan dan prioritas provinsi itu sebagaimana ditentukan oleh lembaga eksekutif provinsi (Bagian 206(1)). Oleh karena itu, pemerintahan demokratis berhak untuk mengatur kebijakan polisi, tetapi lebih baik jika hal ini dilakukan melalui konsultasi dengan polisi, atau jika mereka menyetujui kerangka kerja kebijakan yang dikembangkan oleh polisi itu sendiri. Diharapkan pula ada mekanisme untuk masukan dari komunitas dan masyarakat sipil dalam diskusi tentang Pemolisian. Dalam demokrasi, otoritas pemerintah atas polisi dapat pula diterapkan melalui penunjukan pejabat senior kepolisian. Di Afrika Selatan, Konstitusi juga menyebutkan agar Komisaris Nasional untuk SAPS ditunjuk oleh Presiden (Bagian 207(1)), sedangkan para Komisaris Provinsi ditunjuk 46


POLISI yang kita inginkan

oleh Komisaris Nasional dengan persetujuan lembaga eksekutif provinsi (Bagian 207(2)). Transparansi dan Pembatasan Campur Tangan yang Tidak pada Tempatnya Sementara prinsip pemerintahan demokratis mensyaratkan bahwa pemerintah mempunyai otoritas terhadap polisi, Pemolisian Demokratis juga mensyaratkan bahwa polisi dilindungi dari campur tangan politis yang tidak pada tempatnya. Salah satu aspek masalah itu berkaitan dengan potensi campur tangan politis di dalam kasus individual, seperti usaha coba‐coba untuk memengaruhi keputusan polisi tentang penyelidikan atau penangkapan, dan apakah menekankan

tuduhan

terhadap

individu

tertentu.

Kekuasaan politis tidak boleh digunakan untuk menjamin impunitas para sekutu politis dengan jalan menghambat penyelidikan polisi terhadap mereka. Itu tidak berarti bahwa otoritas politis tidak boleh menelisik operasi polisi, namun secara umum mereka harus melakukannya sesudah terungkap fakta di dalam pemeriksaan terhadap penerapan kebijakan dan kesesuaian dengan prosedur, bukan untuk mencoba memengaruhi hasil tertentu dari penyelidikan ataupun operasi yang lain. 47


POLISI yang kita inginkan

Campur tangan politis yang tidak pada tempatnya juga dapat mencakupi campur tangan di dalam keputusan yang berkaitan dengan pengangkatan, promosi, dan disiplin. Politikus mungkin berharap untuk mempunyai beberapa individu yang diangkat yang akan membela mereka dengan cara apa pun, jadi akan berdampak pada kemampuan polisi menerapkan undang‐undang secara tidak memihak. Memang dapat diterima bahwa pemerintahan yang demokratis mempunyai peran di dalam pengangkatan sebagian besar kepala polisi senior, tetapi pengangkatan dan promosi lain harus dipandang sebagai urusan internal polisi. Memang cukup jelas prinsip untuk melakukan campur tangan

politis

di

dalam

penyelidikan,

promosi,

pengangkatan, dan disiplin, namun kurang jelas di mana meletakkan garis batas di antara keterlibatan pemerintah yang pada tempatnya di dalam penyusunan kebijakan dan campur tangan yang tidak pada tempatnya di dalam keputusan operasional polisi. 19 Bahkan di negara 19

Peredebatan ini tercermin di dalam argument mengenai konsep “independensi operasional” polisi dalam arti yang telah ditetapkan oleh Pattern Commission di Irlandia Utara untuk mengutamakan ”tanggung jawab operasional” polisi. Di dalam pandangan Pattern Commission, pengertian independensi operasioan diartikan sebagai memberikan polisi lingkup yang terlalu luas untuk berpendapat bahwa secara virtual peran serta apa pun dari otoritas pemerintahan sipil 48


POLISI yang kita inginkan

demoktratis, misalnya, polisi mungkin saja terbiasa untuk berkonsultasi dengan para pemimpin pemerintahan mengenai cara menangani situasi di dalam masyarakat, terutama ketika itu berisiko mengacaukan ekonomi. Meskipun ada tantangan untuk meletakkan perbedaan yang tegas antara pengarahan polisi yang pada tempatnya dan campur tangan yang tidak pada tempatnya, upaya untuk mencegah campur tangan politis yang tidak pada tempatnya dan bagi polisi untuk bergiat secara independen di dalam hubungan dengan urusan operasional jangan dipahami sebagai mencegah polisi untuk bertanggung jawab sepenuhnya kepada pemerintah. Oleh karena itu, pemerintahan

demokratis

mempunyai

hak

untuk

mengarahkan apa yang dilakukan oleh polisi dalam hal tertentu, tetapi tidak dalam hal yang lain. Polisi perlu responsif untuk melegitimasi urusan pemerintah sehingga tidak mungkin menghindari konsultasi dengan pemerintah. Kenyataannya—terutama di negeri yang sedang mengalami transisi menuju demokrasi — pemerintah sedikit sekali dilibatkan di dalam pengarahan polisi dengan cara yang merupakan campur tangan tidak pada tempatnya yang tidak pada tempatnya. Ada tantangan yang signifikan untuk memutus keseimbangan yang bagus, yang diteliti oleh Philip Stenning di dalam “The Idea of Political ‘Independence’ of the Police: International Interpretations and Experiences,” draf makalan konferensi, 29 Juni 2004 (lihat www.ipperwashinquiry.ca/policy_part/pdf/Stenning.pdf). 49


POLISI yang kita inginkan

melampaui kebijakan, rencana, dan anggaran nasional. Itu menimbulkan

risiko

bahwa

pemerintah

akan

menyalahgunakan kemampuan mengarahkan polisi untuk tujuan politis. Jalan paling baik untuk mencegah kemungkinan semacam itu adalah adanya prosedur yang jelas dan transparan untuk kegiatan pengendalian oleh pemerintah terhadap lembaga kepolisian. Itu mencakupi prosedur nominasi dan pengangkatan petugas senior kepolisian. Pemisahan Mandat Kepolisian dan Angkatan Bersenjata Prinsip dasar Pemolisian Demokratis adalah angkatan bersenjata tidak berperan di dalam penegakan hukum di dalam

negeri.

Pembatasan

terhadap

penggunaan

kekuasaan polisi akan langsung menurun jika angkatan bersenjata juga mempunyai kekuasaan di dalam penegakan hukum. Memang akan tetap ada lingkup untuk menggiatkan seksi yang perlu bantuan angkatan bersenjata asalkan situasinya ditetapkan secara jelas, tetapi cara itu mensyaratkan bahwa angkatan bersenjata bergerak di bawah komando polisi. Ketika terjadi keadaan darurat, personel angkatan bersenjata harus bergerak dengan persetujuan legislatif dan diawasi terus‐menerus. 50


POLISI yang kita inginkan

Lebih jauh lagi, harus ada panduan hukum yang jelas untuk penggunaan kekuasaan angkatan bersenjata di dalam kerangka keamanan dalam negeri dan personel angkatan bersenjata harus mendapat pelatihan mengenai standar penegakan hukum, terutama jika mereka terpaksa menggunakan kekerasan. Meskipun demikian, pada dasarnya demokrasi mensyaratkan bahwa angkatan bersenjata tidak digunakan di dalam penegakan hukum atau untuk tujuan pencegahan kejahatan karena angkatan bersenjata tidak dilatih atau diperlengkapi untuk bekerja dengan warga sipil atas dasar satu lawan satu seperti halnya polisi. Angkatan bersenjata bertugas berjuang dan mengalahkan kekuatan musuh. Kewenangan dan Kapasitas Badan Pengawas Di negara demokratis terdapat seperangkat badan khusus yang melaksanakan pengawasan terhadap polisi. Di Afrika Selatan badan pengawas yang paling penting mencakupi: •

Parlemen

dan

Dewan

Perwakilan

Daerah,

khususnya melalui berbagai panitianya yang ditugasi mengawasi keselamatan dan keamanan; •

Lembaga cabang eksekutif, termasuk sekretariat nasional dan daerah; 51


POLISI yang kita inginkan

Panitia keamanan di dalam pemerintah daerah (misalnya polisi kota).

Pada beberapa dasawarsa terakhir, semakin diakui bahwa lengan eksekutif dan legislatif pemerintahan yang memainkan peran umum di dalam menjaga akuntabilitas polisi kurang lengkap. Oleh karena itu, penting untuk membentuk Lembaga khusus yang bertanggung jawab untuk memastikan bahwa dilakukan penyelidikan yang tepat ketika ada keluhan terhadap polisi atau insiden lain yang berpotensi kriminal atau perilaku menyimpang anggota kepolisian. Pelbagai Lembaga itu lazim diacu sebagai badan peninjau sipil. Independent

Complaints

Directorate

(ICD)

[Badan

Independen untuk Pengaduan] di Afrika Selatan dianggap secara luas sebagai salah satu Lembaga semacam itu yang menjadi percontoh. ICD sangat menekankan pada kemampuannya menyelidiki dan memikul tanggung jawab untuk menyelidiki secara independen banyak kasus yang diterimanya. Di negeri lain, beberapa Lembaga semacam itu lebih menekankan pada pengawasan atas penyelidikan internal polisi agar dilaksanakan secara benar. 52


POLISI yang kita inginkan

Sementara peninjauan sipil memiliki sederet strategi, penting untuk Pemolisian Demokratis bahwa Lembaga tersebut memiliki personel, sumber daya, dan kekuasaan hukum yang memadai untuk memungkinkan mereka meminta kerja sama dari lembaga kepolisian. Mengingat peninjauan sipil merupakan perkembangan yang relatif baru di dalam akuntabilitas polisi, para pakar mengamati bahwa tidak ada standar yang dibakukan di banyak bidang, seperti jumlah seluruh personel dibandingkan jumlah petugas kepolisian, tetapi pakar Amerika Serikat menyanggah bahwa peninjauan sipil harus dievaluasi berdasarkan tiga kriteria: integritas, legitimasi, dan pembelajaran. 20 Pertanggungjawaban yang Benar Di tingkat resmi, tuntutan akan akuntabilitas dan transparansi

adalah

bahwa

lembaga

kepolisian

mempertanggungjawabkan secara benar kepada pejabat dan badan lain, dan bekerja sama dengan mereka jika undang‐undang mewajibkan hal itu. 20

“Integrity terutama mengacu pada kelengkapan dan keadilan prosedur pengaduan. Legitimacy adalah bagaimana proses penyelidikan untuk aduan itu dipahami oleh para klien, pemilik kepentingan, dan pemerhati. [...] Learning adalah sejauh mana proses itu memberikan umpan balik yang bermakna kepada pejabat yang bertanggung jawab sedemikian rupa sehingga memungkinkan mereka untuk melakukan peningkatan baik di dalam proses pengaduan maupun di dalam lembaga kepolisian.” (Walker, 2001: 60). 53


POLISI yang kita inginkan

Itu berlaku pula untuk cara polisi mengelola dan mepertanggungjawabkan dana masyarakat dan sumber daya lain yang mereka terima. Pengawasan finansial yang benar merupakan satu jalan untuk berlindung terhadap penyelewengan

dana

masyarakat.

Kecuali

ada

pertanggungjawaban yang benar atas pengeluaran, pengawasan yang dilakukan parlemen terhadap polisi menjadi tidak efektif. Mendukung Pemeriksa Eksternal Lembaga kepolisian, di dalam mendukung akuntabilitas dan transparansi, harus tidak sekadar menyesuaikan diri dengan tuntutan untuk melaporkan, tetapi juga harus secara aktif bekerja sama dengan pelbagai badan yang bertanggung jawab untuk mengawasi polisi, demikian juga dalam kegiatan lain yang berkontribusi pada transparansi. Sebagaimana dinyatakan oleh rekomendasi 37 dalam Pattern Commission: Lembaga kepolisian harus mengambil langkah untuk meningkatkan

transparansinya.

Asumsi

awalnya

seharusnya adalah bahwa segala sesuatu harus terbuka untuk pemeriksaan publik kecuali apabila kepentingan

54


POLISI yang kita inginkan

umum—bukan

kepentingan

polisi—mengharuskan

kerahasiaan. 21 Pelbagai lembaga kepolisian yang mendukung pemeriksaan eksternal melihatnya sebagai sarana untuk membangun kepercayaan masyarakat kepada, dan pemahaman terhadap, Pemolisian. Selain itu, untuk meningkatkan efektivitas pemberian layanan dan menjamin perilaku baik polisi. Mendukung pemeriksaan eksternal menentukan sikap polisi ketika meminta informasi, kesediaan mereka untuk menjalin dialog, keterbukaan mereka terhadap peneliti, dan tanggapan mereka pada metode pemeriksaan lain, seperti skema kunjungan awam. Selain itu, Pattern Commission merekomendasikan misalnya: •

“pengunjung awam harus diberdayakan tidak hanya untuk menginspeksi kondisi tahanan ... tetapi juga untuk mengamati wawancara melalui kamera yang disepakati oleh tahanan (sama dengan kunjungan ke sel)” (Rekomendasi 64);

21

Infromasi lenih terperinci mengenai Pattern Commission, lihat diskusi Irlandia Utara (h. …) 55


POLISI yang kita inginkan

“kurikulum pelatihan untuk satuan kepolisian harus terbuka untuk umum, dan mudah diakses, misalnya melalui internet” (Rekomendasi 147);

“sesi tertentu dalam pelatihan harus terbuka sehingga anggota masyarakat dapat turut serta, dengan mendaftarkan diri, namun prioritas tetap diberikan kepada anggota dewan kepolisian, ... Pengunjung awam, atau badan lain, berstruktur atau non pemerintah, dilibatkan di dalam kerja dengan polisi” (Rekomendasi 148).

Oleh karena itu, lembaga kepolisian yang mendukung akuntabilitas dan transparansi harus melangkah lebih jauh daripada persyaratan resmi dan mendukung pelbagai bentuk tambahan untuk pemeriksaan eksternal. Dialog Polisi‐Komunitas Peran polisi yang mendasar adalah melayani publik dan itu mensyaratkan tingkat tertentu konsultasi dengan pelbagai komunitas di tataran lokal. Tidak ada rumus tertentu untuk melakukannya, tetapi, tanpa konsultasi semacam itu, polisi mau tidak mau dan dalam cara tertentu akan memaksakan

56


POLISI yang kita inginkan

layanan mereka pada komunitas alih‐alih melayani komunitas dengan cara menanggapi kebutuhannya. Meskipun dialog dengan pelbagai komunitas pada dasarnya merupakan konsultasi, polisi perlu melihat hubungan itu sebagai melibatkan suatu unsur pertanggungjawaban kepada anggota komunitas. Struktur komunitas tidak akan mempunyai otoritas langsung atas polisi, tetapi polisi tetap perlu bersedia untuk menjelaskan pelbagai tindakan mereka kepada komunitas. Di Afrika Selatan, Community Police Forums (CPFs) terbukti merupakan alat yang berharga bagi polisi di dalam membangun jembatan dengan komunitas sejak awal dan pertengahan tahun 1990‐an. Walaupun CPFs, ketika baru dibangun, dipandang sebagai sebuah mekanisme untuk menjaga akuntabiltas polisi, forum itu cenderung lebih berhasil ketika memfokuskan perhatian pada dukungan dan bantuan yang diberikan keada polisi. Baru‐baru ini, SAPS juga telah mengadopsi pemolisian sektor, yang variannya di Afrika Selatan, melibatkan para anggota kepolisian yang berdedikasi di dalam sub komponen geografis di dalam pos area, dan bekerja secara kolaboratif dengan para anggota masyarakat di dalam area itu melalui “forum sektor”. 57


POLISI yang kita inginkan

Meskipun CPFs dan form sektor mungkin berguna untuk membangun hubungan dengan komunitas, polisi tidak boleh mempercayakan sepenuhnya pada mereka sebagai sarana melibatkan diri di dalam dialog dengan para anggota masyarakat karena keduanya bukan perwakilan komunitas. Oleh karena itu, polisi perlu melangkah lebih jauh dari kedua struktur itu dan secara aktif menjalin hubungan dengan bermacam‐macam kelompok dan individu di dalam komunitas. CPFs dan forum sektor, yang memandang peran dirinya sebagai pendukung polisi, mungkin dapat membantu mereka di dalam tugas itu. Dengan atau tanpa CPFs atau forum sektor, polisi harus menjajagi pelbagai kemungkinan untuk bekerja dengan para anggota komunitas di dalam membangun kepaduan komunitas

dan

memperkokoh

kemahiran

pelbagai

komunitas untuk mencegah kejahatan. Dalam pada itu, polisi harus tetap tidak berpihak di dalam huhubungannya dengan bermacam kelompok di dalam komunitas, tanpa mengendurkan hubungan yang mereka bangun dengan mereka melalui dialog. 58


POLISI yang kita inginkan

Lembaga Kepolisian Lain Salah satu realitas pemolisian di Afrika Selatan masa kini adalah keragaman Lembaga yang terlibat di dalam melaksanakan pelbagai fungsi kepolisian. Sebagai tambahan pada South African Police Service dan enam lembaga kepolisian kota, ada juga sejumlah besar Lembaga yang lain. 22 Walaupun pelbagai Lembaga itu cenderung saling melengkapi satu sama lain, tetap penting bahwa pelbagai Lembaga kepolisian itu membangun aturan kerja sama untuk saling mendukung pekerjaan masing‐masing di dalam membina keselamatan. Hal itu juga relevan di luar lingkup dalam negeri, dengan kerja sama antar bangsa di antara pelbagai lembaga kepolisian yang merupakan komponen pemolisian yang penting di dalam dunia modern. Meskipun demikian, Pemolisian Demokratis tidak hanya mengimplikasikan bahwa pelbagai Lembaga kepolisian itu sendiri memenuhi standar tinggi, tetapi juga mengharapkan standar tinggi dari Lembaga kepolisian lain. Oleh karena itu, kerja sama bukan mencakupi pembiaran penyelewengan yang dilakukan oleh para anggota Lembaga kepolisian lain,

22

Lihat catatan kaki 1. 59


POLISI yang kita inginkan

melainkan justru membuat mereka bertanggung jawab untuk memenuhi standar hak asasi manusia dan integritas. Keandalan Informasi Di bagian‐bagian berikutnya, buku pegangan ini membahas tipe informasi yang berguna untuk mengevaluasi kinerja dan perilaku polisi. Meskipun Lembaga kepolisian memberikan informasi mengenai masalah itu, informasinya tidak dapat diterima hanya berdasarkan tampilannya. Oleh karena itu, Lembaga kepolisian perlu mengambil langkah untuk menjamin bahwa informasi yang diberikan andal. Mereka harus transparan mengenai langkah yang diambil untuk menjamin keandalan dan bersedia mengakui ketika ada alasan untuk meragukan keandalan informasi. Akuntabilitas Individual Akuntabilitas

tidak

hanya

mengikutkan

pemberian

informasi, tetapi para individu akan bertanggung jawab atas kinerja dan perilakunya. Di samping sistem pengawasan apa pun yang ada, Lembaga polisi itu sendiri akan merupakan posisi paling baik untuk menjaga tanggung jawab para anggotanya jika memang berkomitmen untuk memainkan peran itu. 60


POLISI yang kita inginkan

Supaya dapat mempertanggungjawabkan anggotanya secara individual, polisi harus mempunyai sistem pengawasan yang efektif untuk mengelola kinerja mereka dan

sistem

internal

lain

untuk

mencegah

dan

mengendalikan perilaku menyimpang (Lihat Seksi 4 untuk pembahasan terperinci mengenai pelbagai sistem yang disebutkan terakhir). Mengelola kinerja dan perilaku polisi juga mensyaratkan bahwa mereka yang memainkan peran pengawas

harus

dapat

mempertanggungjawabkan

kinerjanya dalam mengawasi mereka yang berada di bawah supervisinya. Kemahiran mempertanggungjawabkan anggotanya secara individual juga akan meningkat apabila secara individual mereka dapat ditengarai sehingga anggota masyarakat dapat secara positif mengidentifikasi anggota kepolisian yang berinteraksi dengan mereka. Masalah itu ditegaskan oleh Pattern Commission yang menyarankan agar polisi pun yang dilibatkan di dalam pengawasan ketertiban umum mempunyai nomor identitas “yang tampak jelas di atas pakaian pelindung mereka, sebagaimana halnya di baju seragam” (Rekomendasi 72). Oleh karena itu, langkah mendasar untuk memastikan bahwa semua polisi dapat

61


POLISI yang kita inginkan

dikenali oleh para anggota masyarakat penting untuk menjamin akuntabilitas. Kegiatan Terselubung Salah satu kerumitan di dalam menjaga akuntabilitas polisi (lazim di pelbagai Lembaga lain yang terlibat di dalam kegiatan terselubung, seperti Lembaga intelijen) adalah ada beberapa kegiatan yang tidak dapat dibuka kepada pengawasan dengan cara yang biasa. Meskipun demikian, Lembaga kepolisian harus dapat mengunjukkan pendekatannya pada pengendalian kegiatan terselubung atau “menyamar”. Selain itu, mengunjukkan langkah‐langkah yang diambil untuk menjamin bahwa kegiatan semacam itu dilaksanakan secara efektif tanpa menyalahgunakan hak atau sumber daya. Langkah‐langkah itu harus sejalan dengan undang‐undang yang menciptakan peninjauan yudisial dan legislatif yang jelas dan independen untuk penggunaan kegiatan menyusup dan menyamar. Penciptaan mekanisme independen untuk memberikan wewenang melakukan kegiatan tertentu, dan meninjaunya setelah

dilaksanakan,

mengharuskan

keselamatan tambahan. 62

penjagaan


POLISI yang kita inginkan

Meskipun kerahasiaan mungkin diminta selama operasi yang peka, peninjauan setelah pelaksanaan harus merupakan kegiatan rutin dan, sedapat mungkin, membuka prosedur untuk memeriksa aspek operasional yang mungkin tidak termasuk di dalam pemeriksaan, melalui jalur legal apa pun yang mungkin dihasilkan oleh operasi itu. Jika memang perlu, rapat tertutup panitia di parlemen dapat digunakan untuk meninjau pelbagai operasi di dalam kasus yang kerahasiaannya harus dijaga untuk melindungi sumber atau masalah yang lebih sensitif. Kebebasan memperoleh informasi harus menentukan jangka waktu yang masuk akal untuk dapat membuka semua informasi untuk umum. Penggunaan Sumber Daya Masalah pengguaan sumber daya masyarakat secara bertanggung jawab dan akuntabel merupakan inti pemerintah yang akuntabel dan berlaku untuk semua lembaga pemerintahan. Sumber daya yang dialokasikan pada pelbagai Lembaga kepolisian dipindahsalur –kan secara efektif dari lembaga pemerintahan yang lain ketika dapat berpotensi untuk digunakan di dalam menanggulangi beberapa di antara masalah yang mendasari pelbagai tindak kejahatan. Oleh karena itu, polisi mempunyai tanggung 63


POLISI yang kita inginkan

jawab khusus untuk menggunakan sumber daya yang dialokasikan pada mereka secara bertanggung jawab dan efisien. Pelbagai badan legislatif dengan “kekuasaan meminta keterangan” mempunyai tanggung jawab untuk mempertanyakan argumen polisi yang lazim bahwa hasil yang sedikit merupakan konsekuensi dari sumber daya yang rendah. Meskipun pemolisian bersumber daya sangat rendah di banyak negara sedang berkembang, tidak ada jaminan bahwa sumber daya tambahan akan meningkatkan produktivitas di dalam penegakan hukum dan pencegahan kejahatan, kecuali polisi mengunjukkan pelbagai sistem dan strategi yang efektif di dalam penggunaan sumber daya itu.

64


POLISI yang kita inginkan

Area 3: Pelayanan untuk Keselamatan, Keamanan, dan Keadilan Sumbangan paling dramatis yang dapat diberikan oleh polisi kepada demokrasi adalah menjadi tanggap terhadap kebutuhan individual warga. ...Angkatan kepolisian yang usaha utamanya adalah melayani publik yang setara … [mengunjukkan] setiap hari dan dalam praktik bahwa kewenangan Negara akan digunakan untuk kepentingan rakyat (Bayley 2001:13─14). Di sana seharusnya tidak ada perselisihan antara hak asasi manusia dan Pemolisian. Pemolisian berarti melindungi hak asasi manusia (Patten Commission, 1999:18). Langkah Penting Satuan kepolisian Demokratis: •

Rumuskan misi mereka sebagai pelayanan kepada publik dan pelindungan hak asasi manusia bagi semua, dan melaksanakan operasi kepolisian sesuai dengan misi itu;

Distribusikan sumber daya kepolisian secara adil;

Kurangi kejahatan, ketaktertiban, dan rasa takut;

Bawa pelanggar ke pengadilan;

Tanggapi segera panggilan darurat;

65


POLISI yang kita inginkan

Berkomunikasi dan melayani anggota masyarakat dengan tata cara yang profesional;

Tanggap terhadap kelompok rentan;

Bekerja dalam kemitraan dengan Lembaga dan kelompok lain dan mendukung secara aktif pencegahan kejahatan yang dilakukan oleh Lembaga lain;

Ikuti standar profesional dalam merekam dan melaporkan informasi mengenai kejahatan.

Diskusi Misi Polisi Demokrasi bukan hanya pemerintahan “oleh rakyat”, melainkan juga untuk rakyat. Pemolisian Demokratis, di atas apa pun, merupakan Pemolisian yang melayani rakyat. Dalam melaksanakan tugasnya, sering polisi cenderung memahami hak asasi manusia sebagai sesuatu yang harus mereka patuhi, satu perangkat peraturan dan norma yang membatasi mereka di dalam tugas. Padahal, Pemolisian Demokratis dapat dilihat secara lebih jelas sebagai tugas melindungi dan menegakkan hak asasi manusia. Itu tidak berarti bahwa dalam tugas sehari‐harinya, polisi akan dilibatkan dalam penegakan dan penguatan semua hak. 66


POLISI yang kita inginkan

Tugas polisi lebih barkaitan langsung dengan penegakan dan perlindungan jenis hak tertentu. Dalam hubungan dengan pelbagai hak yang digarisbawahi dalam Konstitusi Afrika Selatan, tugas polisi di Afrika Selatan dapat dilihat sebagai sangat erat kaitannya dengan hak atas perlindungan dan manfaat undang‐undang yang setara (Pasal 9(1)), atas martabat (Pasal 10), atas hidup (Pasal 11), atas kebebasan dan keamanan orang (Pasal 12(1)), atau privasi (Pasal 14), atas kebebasan berkumpul dan berunjuk rasa (Pasal 17), atas milik (Pasal 25), demikian juga dengan hak untuk menangkap, menahan, dan menuduh orang (Pasal 35). Tugas polisi dapat juga berimplikasi pada pengurangan urusan langsung dengan hak yang lain, seperti hak atas tempat tinggal, perawatan kesehatan atau pendidikan, dalam hal tertentu. Dalam kenyataan dapat terjadi bahwa dalam melindungi hak asasi manusia beberapa orang, polisi akan mengganggu hak asasi orang lain. Undang‐undang tentang hak asasi manusia menerima bahwa beberapa hak boleh dibatasi dalam hal tertentu untuk tujuan melindungi hak asasi orang lain.

67


POLISI yang kita inginkan

Oleh karena itu, tugas Pemolisian Demokratislah untuk melakukan tugas yang sulit yaitu memutuskan kapan gangguan pada hak asasi beberapa orang memang diperlukan dan dibenarkan, demi melindungi hak asasi orang lain. Kualitas keputusan dan tindakan polisi atas masalah seperti itu dengan banyak cara akan menentukan kualitas hak asasi manusia dalam masyarakat mana pun. Mendistribusikan Satuan kepolisian Secara Adil Di banyak negara, satuan kepolisian dipusatkan di wilayah orang berada sehingga membiarkan orang papa tanpa perlindungan. Jelas ini tidak adil. Namun, memang pertimbangan kebutuhan harus menentukan bagaimana personel dan sumber dana kepolisian didistribusikan, itu tidak boleh menghasilkan ketimpangan dalam satuan kepolisian di area yang tingkat kejahatannya tinggi. Polisi adalah pelayanan umum dan semua orang harus dapat mencapai pos polisi tanpa menempuh jarak sangat jauh dan tanpa menggunakan angkutan umum, sementara polisi harus mampu bereaksi dalam situasi mendesak dalam waktu sesingkat‐singkatnya. Memang tidak dapat dihindari bahwa ada wilayah yang begitu jarang penduduknya dan begitu jauh jaraknya sehingga pertimbangan ini tidak dapat dipertahankan. 68


POLISI yang kita inginkan

Meskipun demikian, Lembaga kepolisian harus mampu mengunjukkan bahwa surber daya dan personel mereka didistribusikan sedemikian rupa sehingga menjawab secara paling efektif kebutuhan akan satuan kepolisian dan memudahkan akses publik. Mungkin untuk itu juga perlu merinci pelbagai tugas yang wajib dilakukan oleh polisi, yang sering mencakupi juga kegiatan non kepolisian, dan menjamin pelbagai tugas itu diatur secara seimbang. Cara tersebut lebih penting lagi di negara seperti Afrika Selatan

yang

layanan

kepolisiannya

dulu

lebih

mengutamakan kebutuhan kelompok minoritas yang mempunyai hak istimewa. Mengurangi Kejahatan, Ketaktertiban, dan Ketakutan Lembaga polisi yang demokratis mempunyai misi yang intinya mengurusi kejahatan, ketaktertiban, dan rasa takut. Ketiga dimensi utama kinerja polisi itu, menurut Moore dan Braga (2003) mencakupi: •

Mengurangi kejahatan dan viktimisasi; (Dalam melakukan itu, polisi “mengurangi risiko riil dan objektif dari viktimisasi”) (hlm. 17);

Mengurangi rasa takut dan meningkatkan keamanan pribadi. (Polisi telah belajar bahwa 69


POLISI yang kita inginkan

“mengurangi kejahatan tidak selalu ataupun tidak mencukupi untuk mengurangi rasa takut”) (hlm. 19); •

Menjamin keselamatan dan kesantunan di ruang umum. (Ini mencakupi keselamatan lalu lintas dan keselamatan serta kesantunan di dalam taman, sekolah, dan angkutan umum. Polisi harus “melindungi keselamatan dan kesantunan pelbagai ruang ini, dan dengan melakukannya, melindungi kualitas hidup publik dan kolektif kita, demikian juga kualitas hidup privat dan individual”) (hlm. 21).

Kesepakatan atas apa yang harus dilakukan polisi untuk mengurangi kejahatan, ketaktertiban, dan rasa takut, dan bagaimana mengevaluasi kinerja mereka dalam menjamin keamanan itu, merupakan tugas yang rumit. Selama beberapa tahun, para ahli kriminologi memperdebatkan apakah Lembaga polisi benar‐benar dapat mengurangi kejahatan atau apakah tingkat kejahatan sebenarnya merupakan hasil pelbagai faktor relasi sosial yang di luar kendali polisi. Meskipun demikian, pemikiran mutakhir mencerminkan suatu kesepakatan bahwa polisi dapat menimbulkan dampak pada tingkat kejahatan. Mereka juga 70


POLISI yang kita inginkan

dapat menimbulkan dampak pada pelbagai segi lain dari kualitas hidup di dalam komunitas, dengan memfokuskan pada ketaktertiban dan rasa takut akan kejahatan. Penting sekali untuk menanamkan dalam pikiran bahwa masalah kejahatan, ketaktertiban, dan rasa takut tidak netral gender. Pada batas yang signifikan, perempuan mengalami ketiga masalah itu dengan cara yang berbeda dari laki‐laki. Lembaga polisi demokratis harus mengadakan secara struktural dan menyesuaikan pelayanan yang mereka berikan untuk menanggulangi secara berhasil guna pelbagai aspek kejahatan yang secara khusus menimpa perempuan. Membawa Pelanggar ke Pengadilan Dengan menanggulangi kejahatan dan menangkap pelanggar, polisi tidak hanya berkontribusi dalam mencegah kejahatan tetapi juga membina “keadilan”, yang “mencakupi gagasan bahwa orang seharusnya bertanggung jawab atas kejahatan mereka” (Moore dan Braga: 17). Oleh karena itu, Lembaga polisi harus mempunyai kewenangan untuk menyelidiki laporan kejahatan secara efektif dan berhasil mengidentifikasi, menelusuri, dan menangkap penjahat. Dalam pada itu, mereka seharusnya hanya 71


POLISI yang kita inginkan

menangkap orang ketika ada dasar yang memadai untuk mencurigai dalam kaitan dengan pelanggaran. Hal itu penting agar penyelidikan berhasil guna, untuk menjamin bahwa tersangka dibawa ke pengadilan, dan untuk melindungi keselamatan umum. Menanggapi Panggilan Darurat Tanggap polisi terhadap keadaan darurat begitu penting sehingga perlu dibahas sebagai masalah khusus. Anggota masyarakat seharusnya meyakini bahwa polisi akan segera menanggapi ketika ada panggilan darurat dan akan menanggulangi situasi dengan cara yang profesional. Tanggapan segera dan profesional pada panggilan darurat berpotensi menjadi faktor utama dalam membina kepercayaan pada polisi dan dalam mengurangi rasa takut akan kejahatan. Jika polisi mempunyai reputasi selalu menanggapi dengan segera, mereka yang berpotensi melakukan pelanggaran juga akan berpikir dua kali. Komunikasi dan Pelayanan Lembaga polisi berinteraksi dengan anggota masyarakat di dalam situasi yang bermacam‐macam, dan pelayanan yang mereka berikan bervariasi dari situasi yang satu ke situasi yang lain. Itu mencakupi panggilan darurat, panggilan lain 72


POLISI yang kita inginkan

untuk pelayanan, orang melaporkan kejahatan, pelayanan umum yang diminta di pos polisi, dan permintaan dari anggota masyarakat. Ada juga “hubungan tidak sengaja” ketika polisi menghentikan dan menggeledah orang atau kendaraan mereka, atau menangkap orang. Di dalam segala situasi itu, polisi perlu memberikan pelayanan yang profesional, dan berusaha untuk menjamin bahwa anggota masyarakat puas dengan cara polisi mengurus mereka. Itu berarti bahwa dipersyaratkan bahwa anggota Lembaga polisi berkomunikasi dengan orang dengan cara yang menghormati dan profesional. Di dalam konteks Afrika Selatan, itu berkaitan dengan masalah bahasa yang banyak. Lembaga polisi yang berorientasi pada pelayanan efektif terhadap masyarakat akan memberikan tekanan besar pada kemampuan berkomunikasi dengan anggota masyarakat dalam bahasa yang mereka pahami. Kelompok Rentan Salah satu bagian dari hakikat kerja kepolisian adalah polisi kerap

berinteraksi

dengan

orang

yang

memiliki

“kerentanan” jenis apa pun. Kelompok itu mencakupi: •

Anak‐anak, baik sebagai korban, saksi, maupun sebagai tersangka penjahat; 73


POLISI yang kita inginkan

Korban pelanggaran dengan kekerasan dan pelanggaran yang bersifat seksual;

Korban atau saksi yang ketakutan atau menghadapi bahaya fisik;

Orang cacat dan orang lanjut usia;

Orang yang kekurangan atau termarginalkan secara edukatif, ekonomis, atau sosial baik sebagai korban, saksi, maupun tersangka;

Pribumi atau etnik minoritas mungkin juga dimasukkan dalam kategori rentan di negara tertentu;

Imigran.

Dalam bekerja dengan anak muda, kepolisian yang demokratis mensyaratkan bahwa polisi bekerja dengan cara yang mengakui dan menjawab kebutuhan pertumbuhan mereka. Secara lebih umum, ketika bekerja dengan orang, yang karena suatu alasan, berada pada posisi rentan, polisi harus mengambil cara yang peka dan berhubungan dengan mereka dengan cara yang sesuai dengan kebutuhan khusus mereka. Kerja Sama dan Kemitraan Dahulu, bahkan di masyarakat demokratis, polisi cenderung berpikir mengenai dirinya sebagai “barisan penyelamat” 74


POLISI yang kita inginkan

yang tugasnya membela sendirian komunitas terhadap kejahatan dan ketaktertiban. Di dalam demokrasi kontemporer, polisi tidak dapat lagi mempertahankan gagasan tentang dirinya seperti itu. Mandat yang diberikan kepada mereka menuntut agar mereka memainkan peran pemimpin di dalam menghadapi kejahatan. Apalagi, ketika dalam menanggulangi kejahatan dan ketaktertiban, diperlukan kekuasaan polisi (termasuk kewenangan dan kemampuan untuk menggunakan kekuatan dan melakukan penahanan) dan ada kemungkinan memaparkan pihak‐pihak yang terlibat pada risiko bahaya fisik, penting bagi polisi untuk bertanggung jawab atas kegiatan itu. Lebih jauh lagi, polisi mungkin harus menganggap diri mereka sebagai sumber yang kerjanya mendukung kelompok dan organisasi lain di dalam meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mencegah dan menanggulangi kejahatan. Banyak masalah kejahatan dapat ditanggulangi secara lebih baik jika digunakan kemahiran dan sumber daya yang hanya tersedia di luar organisasi kepolisian. Polisi dapat lebih berhasil guna jika mereka belajar bekerja dalam kemitraan dengan pihak lain. Kemitraan dan hubungan yang lebih baik 75


POLISI yang kita inginkan

dengan komunitas saja dapat menurunkan tingkat ketakutan di dalam komunitas. Secara lebih umum, kejahatan adalah perwujudan dari masalah yang selalu hadir tetapi tidak kasat mata di dalam pembentukan masyarakat. Polisi tidak mempunyai kemampuan, atau tanggung jawab, untuk menyelesaikan masalah itu. Oleh karena itu, pertanyaan pokok di dalam mengevaluasi layanan yang diberikan oleh Lembaga polisi adalah apakah mereka bekerja dengan cara yang membina komunikasi dan kemitraan dengan komunitas, aparat lain yang bertugas sebagai penegak hukum, dan Lembaga atau kelompok lain. Belum tentu semua inisiatif kemitraan produktif, jadi pertanyaannya bukan sekadar apakah polisi terlibat di dalam kemitraan, melainkan juga sejauh mana kemitraan itu produktif. Jika polisi berhasil berkerja secara efektif dengan Lembaga lain, mungkin mereka berkontribusi di dalam mengokohkan pembentukan masyarakat secara menyeluruh dan rasa nyaman mereka dalam menghadapi kejahatan, daripada hanya menanggapi sendirian pelbagai kriminalitas dan ketaktertiban yang terjadi. 76


POLISI yang kita inginkan

Perekaman dan Pelaporan Informasi Mengenai Kejahatan Semua orang tahu bahwa banyak kejahatan tidak dilaporkan dan di tempat yang orang tidak percaya dan malah takut pada polisi, kekurangan laporan dapat mencapai tingkat kronis. Meskipun demikian, kecuali mereka terintimidasi dan ketakutan ketika berhadapan dengan polisi, atau menganggap mereka tidak mampu berbuat apa pun, banyak anggota masyarakat tidak melaporkan kejahatan kepada polisi dengan pelbagai alasan. Hasilnya, polisi merupakan sumber penting informasi tentang kejahatan di dalam masyarakat mana pun. Informasi itu dapat digunakan oleh polisi untuk keperluan mereka di dalam mencegah dan menumpas kejahatan. Namun, sebenarnya informasi juga merupakan sumber pengetahuan dan penggunaan bagi kelompok yang lebih luas dan masyarakat umum. Oleh karena itu, Lembaga polisi demokratis harus mempunyai tanggung jawab untuk memandang informasi mengenai kejahatan sebagai aset masyarakat. Dengan memberikan layanan profesional kepada publik, polisi perlu mengikuti standar dasar tertentu di dalam menerima laporan tentang kejahatan dari publik. Namun, kewajiban mereka adalah juga menjamin bahwa kejahatan direkam, 77


POLISI yang kita inginkan

dianalisis, dan dilaporkan dengan cara yang tidak sekadar memenuhi kebutuhan mereka sendiri, tetapi juga kebutuhan masyarakat yang lebih luas. 78


POLISI yang kita inginkan

Area 4: Perilaku Polisi yang Tepat Tindakan polisi di suatu demokrasi harus ... diperintah oleh peraturan perundang‐undangan, bukan oleh petunjuk yang diberikan secara semena‐mena oleh rezim tertentu dan para anggotanya. Polisi demokratis tidak membuat undang‐ undang; mereka menerapkannya, namun dengan catatan bahwa penilaian yang mereka lakukan harus divalidasi oleh pengadilan (Bayley 2001: hlm. 14). Langkah Penting Satuan kepolisian Demokratis: •

Menghormati

dan

menegakkan

peraturan

peundang‐undangan; •

Mendukung

prinsip

integritas,

menghormati

martabat dan hak asasi manusia, tidak diskriminatif, adil, melakukan operasi secara profesional, memaknai prinsip itu secara jelas pada para anggotanya; dan secara aktif membina keterikatan pada prinsip itu; •

Mempunyai sistem yang efektif untuk menerima pengaduan tentang petugas kepolisian, penyidikan internal, dan disiplin;

Bekerja sama dengan pelbagai badan yang bertanggung

jawab 79

atas

pemantauan

atau


POLISI yang kita inginkan

penyidikan yang berkaitan dengan penyelewengan polisi; •

Menggunakan kekuatan dengan menaati prinsip kekuatan minimal dan menghormati nyawa manusia, dan mempunyai kebijakan yang jelas serta pengawasan yang mendukung kebijakan itu;

Berlatih menangani secara tepat orang yang ditahan.

Diskusi Peraturan Perundang‐Undangan Pemolisian Demokratis menuntut bahwa Lembaga polisi memberikan layanan kepada publik sekaligus menjaga agar layanannya memenuhi standar yang tinggi. Mau tidak mau itu menuntut bahwa satuan kepolisian dan para anggotanya menghormati dan menegakkan Undang‐undang Dasar dan aturan perundang‐undangan. Polisi mempunyai semacam diskresi untuk memutuskan kapan menegakkan hukum, khususnya dalam kaitan dengan keputusan untuk menahan atau tidak menahan orang yang melanggar. Oleh karena itu, penghormatan pada hukum tidak berarti bahwa polisi diharapkan untuk 80


POLISI yang kita inginkan

selalu menegakkan hukum dan menahan orang di dalam setiap kasus. Itu jelas berarti bahwa ketika harus menegakkan hukum, mereka melakukannya terlepas dari pertimbangan tentang status sosial atau afiliasi tersangka pada organisasi, atau politik tertentu. Selain polisi sendiri tidak melanggar hukum, juga menghormati aturan perundang‐undangan sehingga dituntut untuk tidak memberi toleransi kepada orang yang main hakim sendiri. Nilai‐Nilai dan Perilaku Pemolisian Demokratis menuntut lebih banyak daripada sekadar kepatuhan pada aturan perundang‐undangan karena hukum itu sendiri tidak selamanya merupakan perwujudan dari nilai‐nilai demokrasi dan hak asasi manusia. Pemolisian Demokratis mengikutkan bahwa polisi melangkah lebih jauh daripada kepatuhan buta pada hukum dan menegakkan serta mengunggulkan prinsip utama. Prinsip itu mencakupi: •

Integritas—kehendak moral adalah menahan diri terhadap

godaan

untuk

menyelewengkan

kekuasaan polisi; •

Penghormatan pada martabat dan hak asasi manusia—misi polisi demokratis adalah melindungi hak asasi semua manusia. (Prinsip inti dari hak asasi 81


POLISI yang kita inginkan

manusia adalah mengakui martabat semua orang dan memperlakukan mereka dengan rasa hormat); •

Non

diskriminasi—Lembaga

polisi

mematuhi

standar non diskriminasi dan menghormati keragaman di dalam hubungan dengan semua kelompok; •

Rasa adil—polisi harus bertindak tanpa memihak, yaitu mempertimbangkan pelbagai kemungkinan di dalam setiap situasi yang mereka hadapi;

Profesionalisme—polisi harus selalu mawas diri bahwa mereka melaksanakan tugas dengan terampil dan secara efisien.

Agar satuan kepolisian menegakkan nilai‐nilai tersebut, mereka harus mewujudkannya dalam perilaku mereka selama melakukan pelbagai operasi. Untuk itu, nilai‐nilai harus diujarkan secara teratur dan konsisten untuk menjamin bahwa itu dipahami secara jelas di seluruh organisasi. Kebijakan harus mendukung polisi dengan mempelajari pelbagai keterampilan yang perlu untuk melaksanakan prinsip itu dan siap untuk melakukan tindakan disipliner terhadap mereka yang secara sengaja melanggar. 82


POLISI yang kita inginkan

Kontrol Internal Satuan kepolisian membutuhkan tanggung jawab penuh untuk menjamin bahwa laporan tanpa bukti tentang tindakan polisi menyimpang diselidiki secara benar dan bahwa langkah yang tepat diambil terhadap mereka yang gagal memenuhi standar di dalam berperilaku. Untuk melakukan kontrol internal: •

Lembaga polisi harus mempunyai sistem yang efektif dan dapat diakses untuk menerima pengaduan terhadap anggotanya;

Lembaga polisi harus mempunyai sistem internal yang efektif untuk melaksanakan penyelidikan atas para anggotanya, baik penyelidikan kriminal maupun untuk tujuan disiplin internal;

Sistem disiplin internal harus berfungsi secara efektif,

memenuhi

standar

efisiensi

dan

menghormati proses yang memadai. Mempunyai sistem yang efektif untuk menerima pengaduan bukan sekadar sarana untuk meminta pertanggungjawaban kepada petugas yang melakukan tindakan menyimpang. Mengurusi secara efektif pelbagai pengaduan membangun kepercayaan publik pada polisi. 83


POLISI yang kita inginkan

Data aduan dapat juga digunakan untuk mengidentifikasi petugas kepolisian yang berkali‐kali diadukan. Data juga membantu di dalam mengidentifikasi petugas yang gaya kepolisiannya terlalu agresif agar dapat diperbaiki melalui konsultasi, pelatihan, dan pengubahan tugas. Terakhir, data aduan dapat juga mengidentifikasi pelbagai taktik operasional yang mungkin memancing banyak aduan sehingga mendukung upaya polisi untuk mengubah pendekatan taktis. Sistem penyelidikan dan disiplin internal kepolisian harus juga mampu memenuhi keperluan untuk mengoreksi perilaku mereka yang telah menyimpang, tetapi masih mempunyai potensi untuk melaksanakan tugas mereka secara memadai. Selain itu, sistemnya harus menjamin bahwa individu yang secara moral tidak cocok untuk menjadi petugas kepolisian tidak dilibatkan di dalam kegiatan kepolisian dan tidak diizinkan untuk menggunakan kekuasaan kepolisian. Dalam hal polisi berperilaku kriminal, penyelidikan disipliner internal juga harus berbagi informasi dengan tindakan penyelidikan dan mendukungnya. 23 23

Lihat diskusi tentang proses terkait di hlm … (42), yang berkaitan dengan pernyataan ini. 84


POLISI yang kita inginkan

Keefektifan sistem internal itu merupakan ukuran tingkat komitmen Lembaga polisi di dalam menjamin bahwa para anggotanya memenuhi standar polisi demokratis. Sistem dasar itu harus ditambah dengan pelbagai langkah yang mungkin

perlu,

seperti

pemeriksaan

integritas,

perlindungan khusus bagi peniup peluit, jika polisi menghendaki kontrol yang meyakinkan terhadap korupsi dan kebrutalan. Badan Pengawas Di banyak negara, pelbagai badan pengawas, seperti dewan peninjau milik warga telah dibentuk untuk menjamin bahwa pelbagai kasus tindakan polisi diselidiki secara benar. Beberapa di antara badan itu bertujuan untuk memantau, sedangkan yang lain bertanggung jawab untuk menyelidiki secara langsung. Badan tertentu, seperti South African Independent Complaints Directorate, memadukan peran pemantauan dan penyelidikan. Apa pun peran pelbagai struktur pengawasan tersebut, tetap ada kebutuhan polisi untuk mempunyai sistem penerimaan pengaduan dan sistem penyelidikan perilaku internal. Meskipun demikian, ada juga kebutuhan untuk 85


POLISI yang kita inginkan

mengklarifikasi hubungan antara pengawasan eksternal dan kontrol internal. Polisi harus menjamin bahwa kedua sistem itu dapat bekerja sama demikian rupa sehingga saling menguatkan dan bahwa mekanisme disipliner internal bekerja sama dengan pelbagai badan pengawas. Penggunaan Kekuatan Penggunaan kekuatan, khususnya kekuatan pembunuh, adalah dimensi kepolisian yang sangat berpotensi untuk menimbulkan kehancuran atau kerusakan. Itu tidak hanya berkaitan dengan orang yang terluka atau terbunuh, tetapi juga, bersamaan dengan korupsi, berkaitan dengan reputasi polisi dan hubungan polisi‐komunitas. Namun, penggunaan kekuatan diperlukan di dalam Pemolisian yang benar. Oleh karena itu, pelayanan kepolisian tidak mungkin hanya mempercayakan pada sistem disipliner atau badan pengawas milik warga untuk mengendalikan

penggunaan

kekuatan

oleh

para

anggotanya, tetapi perlu mengkombinasikan pelatihan (termasuk pemeriksaan ulang kualitas senjata secara berkala) dan dukungan lain bagi petugas kepolisian, dengan

86


POLISI yang kita inginkan

hukuman yang setimpal bagi mereka yang telah melampaui batas. Satuan kepolisian juga harus sistem yang efektif untuk mengendalikan dan memantau alokasi dan penggunaan senjata api untuk menjamin bahwa petugas kepolisian yang tidak cocok untuk membawa senjata itu tidak diizinkan untuk melakukannya. Sebagai tambahan, satuan kepolisian harus meletakkan standar yang sejalan dengan prinsip penggunaan minimal kekuatan, termasuk yang membunuh dan tidak membunuh, dan secara aktif mendukung anggota kepolisian untuk memenuhi standar itu melalui pelbagai pelatihan dan langkah lain. Kebijakan tentang penggunaan kekuatan pembunuh harus sangat menegaskan penghormatan pada hidup manusia. Tahanan Sebagaimana telah disebutkan 24 , polisi tidak boleh menyalahgunakan kewenangan mereka untuk menangkap. Lebih jauh daripada menjamin bahwa kewenangan

24

Lihat diskusi tentang “Membawa pelanggar ke pengadilan” di hlm. (33) ... 87


POLISI yang kita inginkan

menangkap itu digunakan secara tetap, satuan kepolisian demokratis perlu menjamin bahwa tahanan diperlakukan secara benar. Semua itu mensyaratkan bahwa satuan kepolisian secara eksplisit menghambat kekerasan verbal atau fisik terhadap tersangka atau siapa pun yang ditahan, terutama selama interogasi. Selain itu, satuan kepolisian harus mempunyai sistem untuk menjamin perlakuan terhadap tahanan, termasuk akses pada penasihat hukum. South African Constitution menetapkan bahwa tahanan harus “setidaknya mendapat dan mempunyai cadangan, atas biaya negara, akomodasi yang memadai, makanan, bacaan, dan perawatan kesehatan” (Pasal 35(2)f)). 88


POLISI yang kita inginkan

Area 5: Polisi sebagai Warga Negara Langkah Kunci Satuan kepolisian yang demokratis: •

Tidak bersikap diskriminatif terhadap kelompok mana pun di dalam masyarakat di dalam proses mendata kualifikasi mereka yang tujuannya tidak lain dan tidak bukan untuk menjamin bahwa satuan kepolisian merupakan perwakilan dari pelbagai kelompok di dalam populasi;

Jelas dan eksplisit di dalam kebijakannya yang menyangkut promosi dan remunerasi, melandasi pengembangan karier dengan jasa dan penggunaan prosedur yang adil dan transparan;

Menyediakan kondisi pelayanan yang masuk akal dan sumber daya termasuk upah dan fasilitas, serta memperlakukan petugas kepolisian dengan cara yang taat asas dengan martabat mereka;

Memberikan hak penuh kepada petugas kepolisian atas proses yang memadai dalam kaitan dengan tuduhan

kejahatan

terhadap

mereka

dan

menerapkan, setidaknya, standar dasar keadilan di dalam hubungan dengan kasus disipliner; •

Merupakan subjek pembatasan sebagaimana ditetapkan oleh peraturan perundang – undangan 89


POLISI yang kita inginkan

nasional, mengizinkan petugas kepolisian untuk membentuk organisasi untuk melindungi hak asasi mereka sebagai kelompok; •

Mengambil langkah untuk menjamin keselamatan dan perlindungan petugas di dalam pelatihan dan kegiatan operasional.

Diskusi Keadilan dan Perlakuan Sama di dalam Rekrutmen dan Remunerasi Mengingat bahwa polisi adalah warga negara, maka mereka mempunyai hak, privilese, dan manfaat kewarganegaraan. Itu terutama berarti bahwa mereka tidak boleh didiskriminasi terhadap proses rekrutmen untuk menjadi polisi—kriteria seleksi harus seragam untuk semua calon. Meskipun demikian, pelayanan kepolisian merupakan wajah pemerintah yang paling terbuka. Pekerjaan polisi juga bersifat sangat peka dan menuntut interaksi dengan anggota komunitas yang diatur oleh undang‐undang. Meskipun pelayanan kepolisian disusun secara serupa bagi penduduk sebagai suatu kesatuan, anggota komunitas jauh lebih sulit untuk menerima dan menghayatinya, dan 90


POLISI yang kita inginkan

bersedia untuk memberikan kepercayaan pada pelayanan itu. Ketimpangan di dalam perwakilan kelompok yang berbeda juga dapat dikaitkan dengan kecenderungan untuk mendiskriminasi sehingga adil serta perlu mengambil langkah untuk menemukan keseimbangan. Pertimbangan yang sama berlaku pula pada kebijakan promosi di dalam organisasi kepolisian. Pengembangan karier harus berdasarkan jasa. Meskipun demikian, harus ada upaya untuk menjamin bahwa konsep jasa yang diterapkan adalah yang mendukung pelbagai tujuan dan sasaran kepolisian demokratis dan tidak bias budaya. Bahkan dapat dibenarkan untuk memberikan dukungan khusus kepada petugas kepolisian yang berasal dari kelompok terdiskriminasi untuk melancarkan promosi mereka. Kebijakan promosi dan remunerasi juga harus transparan. Itu akan memberi kontribusi kepada moral positif serta tingkat peran serta di lapangan karena kerahasiaan pasti menyebabkan hilangnya rasa saling percaya dan memperkokoh persepsi tentang perlakuan tidak adil. 91


POLISI yang kita inginkan

Kondisi Pelayanan Yang terpenting di dalam mengakui hak polisi sebagai warga yang demokratis adalah hak mereka atas kondisi pelayanan dasar yang layak. Makna adil dan layak dapat bervariasi dari masyarakat yang satu ke yang lain. Namun, polisi harus setidaknya menerima upah dan fasilitas lain yang setara dengan pegawai lain di bidang pelayanan umum. Selain itu, jam kerja mereka tidak boleh melampaui batas kewajaran dan mereka harus diperlakukan dengan rasa hormat oleh atasan dan rekan sekerja mereka. Proses yang Memadai Polisi harus mempunyai hak sama atas proses yang memadai dengan warga yang lain di dalam perkara kejahatan. Salah satu masalah yang rumit berkaitan dengan hak untuk bungkam. Polisi adalah pelayan publik yang kekuasaannya tidak dimiliki oleh anggota biasa dalam masyarakat, termasuk kekuasaan untuk menggunakan kekuatan dan menangkap. Jadi, masuk akal untuk menuntut bahwa polisi bertanggung jawab sepenuhnya atas tindakan mereka, terutama tindakan yang dilakukan selama mereka bertugas. 92


POLISI yang kita inginkan

Tampaknya itu berimplikasi bahwa polisi harus dianggap sebagai mempunyai kewajiban untuk menjawab pertanyaan selama penyelidikan kejahatan atau penegakan disiplin internal. Argumen bagi polisi untuk bertanggung jawab sepenuhnya atas tindakan mereka benar‐benar memojokkan ketika seseorang terbunuh oleh seorang petugas kepolisian yang menggunakan kewenangan legal. Sering di dalam insiden seperti itu, satu‐satunya saksi, jika ada, adalah para petugas polisi yang mungkin bahkan terlibat di dalam penggunaan kekuatan pembunuh itu. Mengingat konsekuensi besar dari tindakan polisi yang seperti itu, kiranya masuk akal untuk mengajukan argumen bahwa anggota kepolisian harus sepenuhnya dapat dipertanggungjawaban dalam kaitan dengan tindakan mereka. Meskipun demikian, prinsip yang menyatakan bahwa polisi harus mempunyai hak sebagai warga biasa berarti bahwa setidaknya mereka mempunyai hak untuk bungkam di dalam proses penyidikan kejahatan terhadap mereka. Meskipun mereka dapat diposisikan pada kewajiban untuk menjawab pertanyaan dalam rangka manajemen atau disiplin, “pernyataan wajib” seperti itu tidak boleh 93


POLISI yang kita inginkan

digunakan terhadap mereka di dalam proses penyelidikan kejahatan tanpa kesepakatan mereka. Organisasi Hak polisi untuk membentuk serikat kerja merupakan masalah yang rumit. Sementara South African Constituion mengakui hak semua orang untuk menjadi anggota serikat kerja, bagi polisi hak itu tidak selamanya diterima. European Convention of Human Rights [Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia], misalnya, menerima bahwa pembatasan diberlakukan terhadap hak polisi, angkatan bersenjata, dan pegawai negeri. 25 Itu dapat merupakan pembatasan terhadap hak polisi untuk bergabung dengan serikat kerja atau pembatasan terhadap kegiatan organisasi serikat kepolisian (European Platform for Policing and Human Rights, tanpa tanggal: 13). Di Afrika Selatan, ketetapan terakhir yang diterapkan. Polisi dikategorikan sebagai pelayanan dasar dan polisi dilarang mogok. Larangan terhadap aksi mogok oleh anggota SAPS

25

Pasal 11 dalam Convention yang menyangkut kebebasan untuk berhimpun (lihat catatan kaki 18) dan berorganisasi mengizinkan ”pembatasan legal terhadap penggunaan hak itu oleh anggota angkatan bersenjata, kepolisian, atau pemerintah negara”. 94


POLISI yang kita inginkan

diterapkan baik di dalam SAPS Act (68, tahun 1995) dan The Labor Relations Act (66, tahun 1995). Meskipun diterima bahwa hak polisi sebagai pekerja dengan demikian dikurangi, tidak berarti bahwa hak lain sebagai pekerja disangkal. Oleh karena itu, hak asasi untuk membentuk organisasi yang membela kepentingan mereka dan berhimpun di dalam negosiasi kolektif harus juga diberikan kepada polisi. Keselamatan Kesediaan untuk memanjakan diri pada bahaya merupakan persayaratan eksplisit di dalam kerja kepolisian. Namun, itu tidak berarti bahwa risiko yang dihadapi polisi dapat dianggap sebagai keadaan dengan sendirinya. Langkah tepat

harus

diberikan

bagi

keselamatan

polisi.

Perlengkapan, pelatihan, dan prosedur operasional harus mendukung dan meningkatkan keselamatan petugas, sebagaimana keselamatan masyarakat.

95


POLISI yang kita inginkan

4. Kesimpulan: Melembagakan Penggunaan Indikator di Afrika Selatan Dengan mencermati pelbagai sistem pemantauan kinerja kepolisian di tataran internasional, kita melihat bahwa tidak ada model tunggal untuk melakukan pemantauan itu. Di Inggris dan Wales, pernah digunakan seperangkat indikator yang seragam dan berbentuk ketetapan. Sebaliknya, di Dewan Eropa pelbagai indikator dimaksudkan untuk digunakan di negara anggota Uni Eropa yang berbeda satu sama lain, sambil disarankan untuk menggunakan indikator yang paling sesuai dengan konteks masing‐masing. Meskipun demikian, jelas ada kecenderungan pada pengukuran dan evaluasi atas Pemolisian dan keluaran dari Pemolisian. Penggunaan indikator menjawab sederet tuntutan. Ada keinginan untuk lebih menjelaskan dampak Pemolisian— strategi apa yang berhasil, dan mana yang tidak berhasil. Kebutuhan untuk menggunakan sumber daya manusia, keuangan, dan yang lain secara tepat dan efisien juga memerlukan data objektif. Banyak negara mengeluarkan sejumlah besar dana untuk polisi mereka dan perlu mengetahui hasilnya yang paling bernilai. Organisasi 96


POLISI yang kita inginkan

kepolisian melaksanakan kewenangan negara sehingga caranya menggunakan kekuasaan dapat meningkatkan atau merusak reputasi negara dalam hal keadilan dan ketakberpihakan yang penting bagi keabsahan negara (Moore, Thacher, et al. 2002). Ada juga pertimbangan manajerial — bagaimana para manajer mengetahui dan memandu tindakan para petugasnya sepanjang hari, ketika mereka sering berada di jalan, jauh dari pengawas? Bagaimana para manajer menanamkan dan memantapkan keterampilan Pemolisian yang baik? Bagi pembuat kebijakan, manajer dan petugas kepolisian, daya pengukuran juga terletak pada kenyataan bahwa “apa diukur adalah apa yang telah dilakukan”, indikator menciptakan penghargaan. Pelbagai alasan yang sama tersebut menunjukkan kebutuhan akan evaluasi di tataran yang berbeda di dalam kegiatan kepolisian. Pemolisian dapat diukur secara nasional, di tingkat yang lebih lokal, dan pada pribadi karena ketiganya saling terkait meskipun tantangannya berbeda. Beberapa ukuran lebih penting bagi akuntabilitas eksternal polisi, entah bagi pemerintah atau komunitas lokal, sementara yang lain terutama relevan untuk keperluan pengawasan manajemen internal. Di semua 97


POLISI yang kita inginkan

tataran, ukuran harus diseleksi sejalan dengan seperangkat nilai‐nilai dan sasaran bersama. Ada juga pendapat kuat tentang kebutuhan untuk memanfaatkan pelbagai indikator bagi satuan kepolisian di negara yang sedang mengalami masa transisi, yang polisinya sedang mengalami reformasi demokratis. Mengembangkan indikator seperti itu dapat berguna untuk membina saling pengertian tentang sasaran proses reformasi, demkian juga untuk mengevaluasi proses itu sendiri, dan apakah itu dan upaya para donatur memang membina nilai‐nilai kepolisian demokratis. Namun, sementara program reformasi mensyaratkan pemantauan “evaluasi yang membenani dapat menghamba reformasi” (Bayley, 2001, hlm. 24) sehingga pelbagai sistem evaluasi harus sesuai dengan konteks implementasinya. Sebagai negara yang bangkit dari transisi demokratis, Afrika Selatan telah mengalami kemajuan yang konkret di sepanjang transformasi demokratis polisinya, demikian juga di dalam pengembangan pelbagai ukuran dan indikator untuk Pemolisian. Dalam pada itu, peningkatan di dalam penggunaan indikator dapat membantu pelbagai badan pengawas di dalam menjamin bahwa reformasi itu 98


POLISI yang kita inginkan

berkelanjutan, dan di dalam mendorong pertumbuhan dan pembangunan Pemolisian Afrika Selatan. Meningkatkan Indikator untuk Pengawasan yang Lebih Baik terhadap Polisi di Afrika Selatan Sebagaimana diperlihatkan di atas 26 , SAPS memiliki sistem ekstensif untuk melaporkan yang dibangun sejalan dengan undang‐undang dasar dan ketetapan legislatif serta dalam kaitan dengan kehendak untuk meningkatkan kinerja manajemen di pos polisi. Untuk mencerminkan tuntutan legislatif itu, fokus laporan tahunan SAPS adalah mengenai kinerja keseluruhan SAPS sebagai satu‐satunya organisasi nasional, sementara provinsi terutama melaporkan kinerja di tingkat daerah. Sejalan dengan itu, indikator kepolisian selalu disusun sesuai dengan anggaran publik sehingga terfokus pada pelbagai area yang diacarakan di dalam anggaran kepolisian. Sebagai hasilnya, setiap program kepolisian— deteksi, administrasi, Pemolisian kasat mata, intelijen atau perlindungan dan keamanan pelayanan—dilaporkan di dalam angka nasional.

26

Lihat halaman … (11‐13). 99


POLISI yang kita inginkan

SAPS telah bekerja keras di dalam menyusun indikator untuk mengevaluasi kinerja pelbagai programnya, dengan mencerminkan suatu komitmen pada pendekatan yang lebih koheren dan transparan. Dalam hal ini, SAPS telah melangkah lebih jauh daripada lembaga pemerintahan yang lain, dan telah membangun pengawasan yang bermanfaat di dalam menyusun pelbagai indikator. Perlu dicatat bahwa walaupun dapat berguna untuk keperluan manajerial dan alokasi sumber daya, informasi yang

diperoleh

memiliki

keterbatasan

di

dalam

mengevaluasi polisi. Itu sebagian disebabkan oleh sarana nasional yang semakin memburamkan perincian tentang apa yang terjadi “di lapangan” dan lingkupnya terlalu sempit untuk menelisik secara mendalam apa yang telah dicapai SAPS di area yang berbeda. Sebuah pendekatan alternatif yang memungkinkan pandangan lebih dalam ke apa yang terjadi di area geografis yang berbeda mungkin merupakan bukti yang lebih bermanfaat bagi pelbagai badan, seperti sekretariat nasional dan daerah, demikian juga bagi Parlemen dan perwakilan rakyat daerah. SAPS mempunyai pilihan untuk melaporkan dalam bentuk seperangkat indikator statistik dan yang lain di tingkat area 100


POLISI yang kita inginkan

geografis sebagai tambahan pada laporan kegiatan yang biasa. Statistik kejahatan, misalnya, tidak hanya disediakan secara nasional dan oleh daerah, tetapi juga tersedia bagi ke‐42 area geografis kepolisian. SAPS diharapkan dapat menambah informasi dengan menyediakan data dari perangkat indikator yang lebih luas dalam kaitan dengan setiap area. 27 (Data indikator terpilih telah tersedia, dengan adanya diagram kinerja manajemen, di tingkat area). Salah satu argumen mengenai hal itu adalah banyak di antara indikator yang digunakan oleh SAPS dapat dilihat sebagai cerminan dari upaya gabungan bermacam bagian di dalam SAPS, bukan hanya produk bagian reskrim atau unit Pemolisian kasat mata. Tingkat deteksi, misalnya, merupakan hasil program kerja detektif dan juga anggota Pemolisian kasat mata, intelijen, dan bahkan administrasi. 28

27

South African Police Service merupakan lembaga kepolisian nasional tetapi diorganisasi secara hierarkhis di tingkat daerah dan pos. Istilah “area” digunakan di sini untuk mengacu pada tingkat komando yang lebih rendah daripada provinsi tetapi juga di atas tingkat pos. Setiap Area Commissioner bertanggung jawab kepada Provincial Commissioner, tetapi juga memiliki kewenangan atas setiap Station Commissioner di dalam wilayah yuridiksinya. 28 Argumen yang sama dapat dterapkan di sejumlah indicator lain yang disediakan oleh SAPS, termasuk indikator untuk senjata api dan kendaraan yang ditemukan dan narkoba yang dirampas, indikator tentang tingkat kejahatan secara keseluruhan, dan indikator tentang deteksi dan tingkat ”sampah”, atau Pemolisian untuk pelbagai situasi yang menuntut ”intervensi khusus”. 101


POLISI yang kita inginkan

Informasi yang mencerminkan pelbagai hasil yang dicapai di suatu area geografis akan memperlihatkan hasil upaya gabungan yang dicapai oleh SAPS di area itu. Informasi berdasar geografis tidak hanya menyediakan landasan lebih kokoh untuk mengukur keberhasilan atau, dengan kata lain, layanan polisi yang sesuai dengan tuntutan Pemolisian Demokratis di lapangan. Informasi yang sama dapat juga mendukung identifikasi pelbagai strategi yang berhasil yang mungkin dapat diterapkan lagi; menandai dan menarik perhatian pada area yang gagal; dan mendukung penyusunan pelbagai standar dan sasaran berdasarkan pembandingan objektif di antara area yang berbeda. Informasi itu mungkin juga mendorong kepaduan yang lebih erat di antara pelbagai unit di setiap area karena semua unit mulai dilihat sebagai bertanggung jawab secara kolektif atas hasil yang dicapai, dengan kata lain menyumbang esprit de corps yang lebih mantap. Sebagai kerangka kasar, suatu laporan tentang kinerja polisi yang diperinci berdasarkan area kepolisian dapat berisi informasi statistis yang berikut: 1. Data tentang jumlah polisi, pos polisi dan kendaraan, sesuai dengan penduduk dan luas area di setiap area,

102


POLISI yang kita inginkan

dan persentase penduduk yang tinggal di area perkotaan. 2. Data tentang tingkat kejahatan dalam kaitan dengan kategori utama kejahatan yang dipilih (lebih baik jika dilampiri dengan data dari survei korban). 3. Data tentang tingkat deteksi (menggunakan ukuran yang andal, seperti kasus yang dibongkar) dan tingkat pembuktian bersalah. 4. Data, jika ada, tentang jumlah insiden kekerasan dalam rumah tangga yang ditangani, dan yang berujung penahanan. 5. Data tentang kematian di dalam himpunan manusia atau unjuk rasa, jumlah peristiwa seperti itu yang melibatkan polisi dan mereka itu berhadapan dengan kekerasan, dan jumlah keseluruhan peristiwa semacam itu. 6. Data tentang jumlah kematian sebagai hasil tindakan polisi dan kematian di dalam tahanan. 7. Data tentang jumlah polisi yang terbunuh, baik di dalam maupun di luar tugas, yang dikaitkan dengan jumlah polisi keseluruhan. 8. Data tentang keterwakilan etnis di dalam polisi sesuai dengan populasi di suatu area. 9. Data tentang persentase petugas polisi wanita. 103


POLISI yang kita inginkan

10. Data tentang jam kerja yang hilang karena cuti sakit atau alpa. Laporan semacam itu dapat menjadi penilaian pembanding tentang kinerja polisi yang lebih nyata dan bermakna di dalam hubungan dengan sederet masalah, termasuk tetapi tidak terbatas pada, pemberian layanan. Laporan itu merupakan peningkatan jelas di dalam cara pelaporan yang berlaku, terutama mengingat kegagalan faktual dalam mengajukan pertanyaan secara jelas tentang perilaku polisi. Laporan juga akan meningkatkan kemungkinan untuk mengevaluasi efisiensi polisi di dalam penggunaan sumber daya karena perbandingan dapat dilakukan mulai dari keluaran yang berkaitan hingga masukan sumber daya di antara pelbagai area. Pelaporan seperti itu akan memberikan gambaran yang lebih terperinci mengenai apa yang terjadi di lapangan di dalam Pemolisian. Oleh karena itu, datanya akan lebih bermanfaat bagi pelbagai badan pengawas. Dalam pada itu, perbandingan di antara area yang berbeda akan perlu dilaksanakan dengan cara yang peka terhadap perbedaan yang bersifat lokal. Area kepolisian berbeda ketika dikaitkan dengan rentang faktor yang luas termasuk tingkat dan profil 104


POLISI yang kita inginkan

populasi, sumber daya kepolisian, ciri geografis dan ekonomis, demikian juga dengan faktor sosial yang menyumbang pada kejahatan. 29 Informasi yang disarankan di sini sepenuhnya bersifat kuantitatif dan akan menimbulkan banyak pertanyaan tentang polisi yang tidak dapat dijawab. Supaya informasi itu bermanfaat, sangat dianjurkan untuk melengkapinya dengan informasi yang berkaitan dengan pelbagai masalah lain dan pertanyaan yang menonjol di kelima area yang telah dibahas dalam buku ini. Meskipun demikian, tipe informasi itu sangat mungkin tidak berguna untuk mengawasi pelbagai badan pengawas karena tidak memungkinkan mereka untuk menjelajahi perbedaan dan kesamaan di antara pelbagai area Pemolisian. Selain itu, informasi itu juga tidak dapat dipertimbangkan di dalam pemeriksaan kerja polisi karena hanya merupakan landasan untuk memeriksa pelbagai masalah lain. 29

Di sejumlah area kepolisian terdapat juga yuridiksi yang bertumpang tindih antara SAPS dan polisi kota. Di area seperti itu, faktor ini harus menjadi bahan pertimbangan di dalam menyusun dan menggunakan indikator yang berbentuk angka. Jika polisi kota juga harus dinilai, data tentang kematian di dalam tabrakan di jalan mungkin juga dijadikan faktor karena polisi kota juga bertanggung jawab atas pemantapan lalu lintas. 105


POLISI yang kita inginkan

Kebutuhan akan Survei Publik Selain membandingkan satu area kepolisian dengan yang lain, juga bermanfaat untuk membandingkan data yang dihimpun oleh polisi dengan yang dihimpun secara eksternal oleh pihak lain. Oleh sebab itu, di tingkat internasional makin terasa kebutuhan akan survei publik sebagai sarana untuk mengevaluasi polisi. Semula motivasi berbagai survei itu dipandang sebagai kebutuhan untuk memperoleh estimasi yang lebih akurat tentang tingkat kejahatan, mengingat beberapa kejahatan, apalagi kategori kejahatan tertentu yang proporsinya tinggi, tidak dilaporkan kepada polisi. Juga dikhawatirkan bahwa tekanan pada polisi, dari politikus dan publik, dapat mendorong polisi untuk memanipulasi data angka yang berkaitan dengan tingkat kejahatan yang terekam. Penurunan jumlah laporan kejahatan mungkin saja mencerminkan bahwa lebih sedikit korban yang pergi ke polisi. Mungkin keadaan itu merupakan hasil dari penurunan kepercayaan masyarakat pada polisi. Sebaliknya, peningkatan

laporan

kejahatan

mungkin

saja

mencerminkan bahwa lebih banyak korban yang 106


POLISI yang kita inginkan

melaporkan kejahatan, bahkan ketika secara menyeluruh tingkat kejahatan sebenarnya menurun, karena sikap masyarakat terhadap polisi lebih positif. Jika memanipulasi informasi tentang kejahatan, polisi berpotensi untuk dapat mengklaim bahwa kejahatan telah menurun bahkan ketika mereka menerima laporan lebih banyak, karena gagal atau menolak untuk merekam laporan kejahatan. 30 Polisi juga mengendalikan informasi tentang faktor lain, seperti waktu menanggapi laporan dan aduan, dan hasil penyidikan kejahatan. Oleh karena itu, menekan polisi untuk menurunkan tingkat kejahatan mengandung risiko menciptakan “imbalan menyimpang” bagi polisi. Hasilnya polisi mungkin tidak berani melaporkan atau memanipulasi statistik kejahatan sehingga

mengorbankan

tujuan

penting,

seperti

mempunyai informasi yang berkualitas baik tentang kejahatan, kepercayaan publik pada polisi, dan pemberian layanan yang efektif. 30

Menurut laporan yang anekdotik tentang Uni Soviet, misalnya, yang mengandalkan tingkat keamanan sebagai indikator utama produktivitas polisi, polisi menolak untuk merekam kasus apa pun jika mereka berpikir tidak dapat menyelesaikannya. Sebagai hasil, mereka memperoleh tingkat keamanan di atas 80 persen dan merekam sedikit sekali kejahatan, bahkan ketika angka kejahatan meningkat. 107


POLISI yang kita inginkan

Statistik kejahatan dapat menjadi sumber yang berharga ketika direkam dengan menggunakan standar profesional. Meskipun demikian, sangat sulit untuk memantau kualitas kinerja polisi kecuali jika keakuratan dan kualitas statistik dapat diperiksa. Oleh karena itu, survei ilmiah dan teratur yang dilakukan masyarakat merupakan landasan untuk menyusun secara akurat tren perubahan menyeluruh dan aktual dari tingkat kejahatan yang tercermin dari statistik kejahatan. Pada beberapa tahun terakhir ini, penggunaan survei semacam itu juga telah diperluas untuk menyelesaikan berbagai masalah lain. Mereka juga dapat memberikan data, misalnya, tentang persepsi tentang polisi, kepuasan akan layanan yang diterima, tingkat rasa takut, dan pandangan tentang kebijakan resmi. Survei dapat dilaksanakan di kalangan masyarakat umum atau dikhususkan pada individu yang pernah berhubungan dengan polisi. Ketika menulis mengenai Amerika Serikat, Moore dan Braga mempertahankan

dengan

kuat

bahwa,

walaupun

memerlukan biaya, pemerintah harus mendanai survei berkala yang dilakukan oleh masyarakat untuk mengukur 108


POLISI yang kita inginkan

kepuasan publik akan kinerja polisi. Untuk menjawab pertanyaan ini, “Mengapa mengeluarkan uang hanya untuk mengumpulkan informasi, padahal jumlah dana yang sama dapat digunakan untuk memberikan layanan yang lebih baik?” mereka mengatakan: Tentu saja ada jawaban atas pertanyaan itu. Persoalannya, kami tidak dapat memastikan bahwa departemen kepolisian memang memberikan layanan yang berguna dan terukur jika tidak mengumpulkan data tentang dampaknya yang dimiliki organisasi itu. Walaupun memerlukan biaya, terdapat contoh di luar “negara maju” mengenai pemerintah yang memilih untuk berinvestasi di dalam survei sebagai sarana mengukut kejahatan.

Argentina,

misalnya,

memilih

untuk

mengandalkan pada survei berkala tentang viktimisasi ketimbang pada statistik polisi karena menganggap data polisi dapat dipastikan tidak andal. Bahkan, ketika statistik polisi berkualitas baik, survei tentang viktimisasi merupakan pelengkap yang vital, terutama jika ada keinginan untuk meletakkan pembanding (benchmark) yang objektif. South African Police Service 109


POLISI yang kita inginkan

telah mulai memanfaatkan survei, tetapi belum menjadi kegiatan yang melembaga. Survei sebaiknya dikelola oleh berbagai komponen pemerintahan di luar SAPS, namun diperlukan komponen yang memiliki kapasitas memadai untuk mengelola proses penelitian. Bersepakat tentang Satu Perangkat Indikator Utama yang Sama Faktor yang jelas menentukan keputusan mengenai jenis indikator yang paling cocok untuk negeri tertentu adalah sistem himpunan data yang tersedia baik di polisi maupun di sumber eksternal. Negara yang lebih kaya memamerkan prasarana untuk menghimpun dan menganalisis data yang menyediakan informasi terperinci, yang kemudian dapat dianalisis untuk keperluan statistik kinerja polisi. Ukuran yang digunakan di Inggris dan Wales, misalnya, sebagian berbasis data yang dikumpulkan melalui survei tahunan di Britania, yang didanai pemerintah, tentang kejahatan. Indikator untuk pemantapan lalu lintas mengandalkan pada data yang diturunkan oleh “seratus juta kilometer yang ditempuh kendaraan” untuk semua kendaraan bermotor di jalan 110


POLISI yang kita inginkan

umum di dalam setiap area kepolisian (Home Office, 2004:40). Data semacam itu tidak terdapat di kebanyakan negeri. Negara yang mempunyai sistem pengumpulan data yang begitu canggih mempunyai potensi lebih besar untuk mengandalkan

pada

ukuran

atau

indikator

yang

mensyaratkan data statistik ekstensif. Meskipun demikian, ketersediaan informasi yang bermutu tinggi tidak dapat menjawab pertanyaan paling penting yang berkaitan dengan polisi dan perlu dilengkapi dengan informasi yang lebih kualitatif (non angka). Afrika Selatan tidak mungkin hanya meniru negara yang lebih kaya karena tidak memiliki prasarana informasi ataupun pangkalan sumber untuk melakukannya. Artinya, SAPS memang menghimpun data ekstensif dan sedang bekerja untuk mengembangkan dan menerapkan perangkat ukuran kinerja yang lebih canggih. Himpunan informasi yang memadai bagi satu perangkat indikator baku untuk setiap area kepolisian akan menambah nilai dan kedalaman yang dapat dimanfaatkan datanya oleh berbagai badan pengawas. 111


POLISI yang kita inginkan

Sebagai tambahan pada pelaporan di dalam format yang lebih bermanfaat untuk tujuan pembandingan, peningkatan substansial dapat dilakukan dengan menaikkan mutu himpunan data, memeriksa bahwa data dilaporkan secara akurat, dan menjamin bahwa pelaporan data menjawab pertanyaan kunci dengan jelas. Terakhir, sejalan dengan peningkatan informasi yang tersedia, ada kebutuhan untuk berkomitmen terus pada transparansi dan menjamin bahwa informasi dapat diakses oleh publik.

112


POLISI yang kita inginkan

Lampiran: Indikator Kepolisian Demokratis

113


POLISI yang kita inginkan

Lampiran I Indikator Potensial Area 1: Melindungi Kehidupan Politis yang Demokratis 1. Melaksanakan pengawasan terhadap penghimpunan dan unjuk rasa publik dengan cara yang mendukung kebebasan berorganisasi dan berhimpun. Jumlah demonstrasi atau penghimpunan politis, dan jumlah yang diawasi polisi. Jumlah insiden keluar jalur (disrupsi) pada himpunan manusia/demonstrasi, dan tanggapan polisi. Jumlah himpunan manusia yang memaksa polisi untuk menggunakan kekuatan fisik, jenis kekuatan yang digunakan, dan alasan penggunaan kekuatan. Indikasi tentang polisi menggunakan atau tidak kekuatan seminimal mungkin (rekaman keputusan dan prosedur). Kematian dan cedera pada himpunan manusia/ demonstrasi yang (i) disebabkan oleh tindakan polisi, atau (ii) disebabkan oleh pihak lain (termasuk kematian atau cedera polisi).

114


POLISI yang kita inginkan

Jumlah himpunan manusia yang menimbulkan penangkapan, jumlah orang yang ditangkap dan tuduhan yang dikenakan. Keluhan yang diterima, atau tuduhan yang berkaitan dengan tindakan polisi, dan hasil penyelidikan atau prosedur disiplin yang terkait dengan itu. Bukti tentang proses belajar polisi dengan mengevaluasi alasan keluar jalur, alasan penggunaan kekuatan, dan alasan kematian dan cedera, dan menyusun langkah untuk meminimalkan semua itu sambil menghormati hak atas kebebasan berhimpun. 2. Dengan cara yang tidak berpihak, melindungi individu dan partai politik yang menggunakan hak politis mereka. Keterlibatan polisi di dalam melindungi pos pemberian suara dan pemberi suara, dan proses pemilihan— masalah apa pun yang ditemukan dan pengaduan terkait yang diterima, dan hasil penyelidikan atau ukuran lain sebagai tanggapannya. Pelindungan yang diberikan polisi (atau kegagalan melindungi) kepada partai politik, atau individu, yang menghadapi risiko karena kegiatan politis mereka yang absah. 115


POLISI yang kita inginkan

3. Menyelidiki, menangkap, dan membawa ke pengadilan para anggota kelompok yang memperjuangkan tujuan politis mereka dengan menggunakan kekerasan Jumlah insiden kekerasan yang diorganisasi dan bermotif politis. Penyajian bukti yang dapat dipercaya mengenai kelompok yang memperjuangkan tujuan politisnya dengan menggunakan kekerasan, dan langkah yang diambil oleh polisi untuk membawa mereka ke pengadilan. 4. Selain tindakan yang berkaitan dengan butir 1 sampai 3, tidak menerapkan kekuasaan mereka untuk membela, atau berburuk sangka pada kepentingan atau perjuangan politis individual. Tuduhan pelecehan, intimidasi, atau penyiksaan oleh polisi terhadap penentang pemerintah atau kelompok politis tertentu. Pengaduan yang diterima mengenai pengawasan polisi terhadap kelompok politis atau yang lain dan tanggapan atas aduan itu. 116


POLISI yang kita inginkan

Bukti tentang setiap petugas kepolisian yang menggunakan status atau kekuasaannya untuk membela, atau berburuk sangka pada kepentingan politis tertentu, dan tanggapan tentang layanan polisi. Bukti tentang pemaksaan oleh petugas senior atau anggota kepolisian yang lain untuk mendukung kelompok politis tertentu, atau pilih kasih terhadap petugas atas dasar loyalitas politis.

117


POLISI yang kita inginkan

Lampiran II Indikator Potensial Area 2: Pemerintahan, Akuntabilitas, dan Transparansi 5. Dukungan pemerintah pada Pemolisian Demokratis melalui kebijakan fiskal, perundang‐undangan, dan yang lain. Alokasi dalam anggaran memungkinkan polisi untuk melaksanakan deretan fungsi dan tanggung jawab yang berkaitan dengan Pemolisian Demokratis. Konstitusi, aturan kerangka hukum, serta ketetapan dalam

pelbagai

kebijakan

mencerminkan

dan

mewujudkan nilai‐nilai Pemolisian Demokratis. Undang‐undang, peraturan, atau undang‐undang pidana

merumuskan

ruang

lingkup

kebijakan

pengarahan yang sesuai oleh pemerintah dan bidang tanggung jawab dewan kepolisian. 6. Polisi berada di bawah otoritas kementerian sipil dan ada peninjauan berkala serta pengawasan yang berarti terhadap polisi oleh parlemen, lembaga perundang‐ undangan, dan pemerintah lokal. 118


POLISI yang kita inginkan

Informasi menunjukkan: Kerangka hukum yang mengatur pengendalian eksekutif terhadap polisi, termasuk kekuasaan otoritas sipil untuk memberikan arahan kepada polisi, dan kepatuhan polisi pada ketetapan itu. Anggaran,

termasuk

perincian

pelbagai

butir

pendanaan, terbuka untuk umum. Anggaran disahkan oleh lembaga perundang‐undangan di tingkat nasional dan daerah, yang mengawasi pengeluaran polisi berdasarkan anggaran. Pengesahan

oleh

lembaga

perundang‐undangan

dipersyarat ‐kan untuk realokasi dan pengalihan anggaran. 7. Pemerintah menetapkan kebijakan dan memastikan akuntabilitas polisi dengan cara yang jelas dan transparan tetapi membatasi diri untuk tidak mencampuri urusan kepolisian. Pemerintah mengikuti kerangka hukum dan Konstitusi di dalam mengendalikan polisi. Informasi tentang arahan polisi dan arahan lain yang diberikan oleh Kementerian Keselamatan, atau pejabat pemerintah yang lain, terbuka untuk publik. 119


POLISI yang kita inginkan

Prosedur nominasi dan penunjukan dalam kenaikan pangkat petugas polisi bersifat adil dan transparan. 8. Ada perbedaan yang jelas antara polisi dan angkatan bersenjata dalam hal mandat, kekuasaan, dan komando. Mandat dan kekuasaan polisi serta angkatan bersenjata dirumuskan secara jelas dan terbedakan satu sama lain; dan mandat itu dipatuhi. Polisi dan angkatan bersenjata mempunyai sistem komando dan kendali yang terpisah dan independen. Kriteria yang jelas dan sempit, dan pembatasan, untuk operasi gabungan polisi dan angkatan bersenjata ditetapkan dengan undang‐undang. Parlemen meninjau dan mengesahkan kesepakatannya dengan status itu. Jika melakukan kejahatan apa pun, petugas kepolisian dibawa ke pengadilan sipil bukan pengadilan militer. 9. Ada badan pengawas untuk menyelidiki pelbagai aduan terhadap polisi, dengan kekuasaan hukum, sumber daya anggaran dan staf yang mencukupi untuk melaksanakan tugasnya secara efektif. 120


POLISI yang kita inginkan

Badan

pengawas

memiliki

independensi

yang

mencukupi untuk menghadapi campur tangan politis dan polisi. Badan pengawas mempunyai tanggung jawab dan kekuasaan untuk memastikan bahwa tuduhan terhadap polisi diselidiki dengan cermat. Personel badan pengawas dilindungi dari intimidasi polisi ataupun pihak lain. Badan pengawas mempunyai wewenang untuk meminta kerja sama dari pihak polisi, termasuk wewenang untuk meminta petugas yang “bukan subjek” untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan penyelidikan tentang petugas lain. Badan pengawas mempunyai wewenang untuk melakukan

inspeksi

menggeledah

mendadak

fasilitas

polisi,

di dan

pos

polisi,

melakukan

penangkapan. Polisi berkewajiban untuk memenuhi permintaan informasi kecuali ada alasan kuat untuk tidak memenuhinya. Polisi

mempunyai

kewajiban

eksplisit

untuk

menanggapi rekomendasi yang dibuat oleh badan pengawas. 121


POLISI yang kita inginkan

Badan pengawas mempunyai hak untuk mengeluarkan laporan yang independen. Badan pengawas memiliki anggaran yang memadai untuk mempekerjakan personel yang cukup terlatih dalam jumlah yang mencukupi (rasio penyelidikan terhadap petugas kepolisian, dan jumlah menyeluruh personel badan pengawas). Badan pengawas memiliki personel dengan profil keahlian yang diperlukan dalam peran yang harus mereka mainkan. Kondisi pelayanan oleh personel badan pengawas harus setara dengan kondisi di kepolisian. Satuan kepolisian Demokratis 10. Pertanggungjawaban kepada lembaga perundang‐ undangan, kongres atau parlemen, dari sistem peradilan pidana dan badan pengawas sipil seperti komisi hak asasi manusia atau dewan peninjau sipil, jika diminta. Lembaga perundang‐undangan mempunyai panitia khusus untuk memeriksa polisi.

122


POLISI yang kita inginkan

Keteraturan laporan polisi kepada panitia khusus dan bukti kecepatan dan kemaknawian jawaban atas permintaan informasi dari panitia khusus. Bukti

rasa

hormat

polisi

kepada

wewenang

pengadilan—termasuk kehadiran untuk bersaksi jika diminta; kualitas kesaksian; kualitas kasus yang diajukan ke pengadilan; kepatuhan pada petunjuk yudisial. Polisi bekerja sama dengan jaksa dan pengadilan di dalam penyelidikan dan pengadilan tindak pidana, dengan tetap mempertahankan bukti yang berstandar tinggi dan perlindungan penuh terhadap hak untuk melaksanakan proses pengadilan. 11.

Mengunjukkan

pengelolaan

anggaran

yang

transparan dan memiliki kendali integritas yang transparan atas pengeluaran dan pengadaan logistik. Ada kriteria anggaran yang jelas, dan rasional polisi tentang bagaimana anggaran itu mendukung polisi dan menciptakan efisiensi. Polisi mematuhi kendali integritas termasuk tender umum untuk pengadaan logistik utama, dan audit yang efektif, dan sebagainya. 123


POLISI yang kita inginkan

12. Dukungan di luar pengecekan dan kerja sama dengan badan pengawas, dengan masyarakat sipil dan pusat penelitian, dan dengan komunitas yang mereka layani. Laporan tahunan dan laporan lain mengenai kinerja dan perilaku polisi terbuka bagi umum. Hubungan antara polisi dan badan pengawas mengunjukkan kerja sama, hubungan manajemen yang efektif dan kerja sama di antara para petugas dengan kegiatan penyelidikan dan pemantauan yang dilakukan oleh badan pengawas. Jawaban positif atas permintaan informasi dari forum Pemolisian komunitas, media massa, atau pihak yang lain. Petugas senior selalu siap menemui publik dan bersedia untuk berdialog dengan mereka. Ada prosedur yang jepas mengenai persetujuan penelitian, dan kemudahan akses bagi para peneliti pada polisi. Lembaga resmi yang terkait dan Lembaga lain, seperti kelompok tamu awam, diizinkan untuk melakukan kunjungan mendadak pada fasilitas tahanan.

124


POLISI yang kita inginkan

Transparansi dibina dengan sarana lain, seperti situs web polisi yang informasinya berkualitas; akses pada sekolah polisi bagi para anggota badan pengawas atau publik, dan sebagainya. 13. Memanfaatkan mekanisme efektif bagi dialog polisi— komunitas, kunjungan, dan kerja sama. Polisi pada tingkat lokal dan tingkat yang lebih tinggi berusaha mengidentifikasi tokoh masyarakat dan konstituen lain di dalam komunitas dan berdialog dengan mereka (tercermin di dalam pertemuan konsultatif dan keluasan kelompok yang dilibatkan). Polisi

berusaha

mengidentifikasi

dan

menjalin

kemitraan kerja dengan tokoh masyarakat atau kelompok yang berpotensi membantu dalam kegiatan mencegah kejahatan (tercermin di dalam kemajuan dalam menaggulangi masalah kejahatan melalui jalinan kemitraan). Polisi mendukung efektivitas tokoh masyarakat atau kelompok tersebut dengan menyediakan bagi mereka informasi, memudahkan akses mereka pada pelatihan dan pembentukan kemahiran mencegah kejahatan,

125


POLISI yang kita inginkan

pemecahan masalah, dan sebagainya jika pelatihan semacam itu memang ada. Menggunakan Pemolisian komunitas atau strategi pemolisian sektor, seperti sektor pertemuan atau patroli jalan kaki. Petugas polisi berperan serta di dalam kegiatan komunitas. Menerima

sebanyak‐banyaknya

informasi

yang

bermutu dari publik. 14. Bekerja di dalam kerja sama dengan Lembaga kepolisian lain baik yang publik maupun swasta, sambil mendukung upaya mereka untuk memenuhi standar integritas dan menghormati hak asasi manusia. Perjanjian kerja sama meletakkan secara jelas hubungan dan tanggung jawab pelbagai layanan polisi. Ada pengaturan untuk berbagai informasi mengenai kejahatan. Lembaga kepolisian menegakkan hukum terhadap anggota Lembaga lain yang melanggarnya. Lembaga kepolisian tidak menerima informasi dari Lembaga kepolisian lain, baik dari dalam maupun luar 126


POLISI yang kita inginkan

negeri, yang terbukti bahwa informasi itu diperoleh melalui penyiksaan. 15. Memiliki sistem yang andal untuk merekam informasi mengenai evaluasi kinerja dan perilaku individual, dan membuat hasilnya terbuka untuk umum. Polisi memiliki sistem untuk merekam informasi mengenai kinerja dan perilaku para anggotanya dan menyediakan informasi mengenai langkah yang diambil untuk memastikan atau meningkatkan keandalan sistem itu. Informasi yang diturunkan dari sistem tersebut tersedia bagi badan pengawas dan umum, terlepas dari kemungkinan informasi itu menimbulkan pandangan positif tentang layanannya. Informasi itu merupakan landasan kokoh bagi evaluasi kinerja polisi. 16. Terus mengefisienkan penggunaan sumber daya kepolisian. Data mengenai proporsi waktu yang tersedia bagi petugas kepolisian di garis depan pemolisian. 127


POLISI yang kita inginkan

Data mengenai jumlah jam kerja yang hilang pada petugas kepolisian atau anggota staf lain karena sakit dan tinjauan atau alasan ketidakhadiran semacam itu. Evaluasi atas kinerja dan efektivitas. Ukuran kinerja yang jelas merupakan landasan untuk membadingkan kinerja di area kepolisian, pos atau kesatuan, dan individu yang berbeda. Mengembangkan pelbagai langkah untuk meningkatkan kinerja melalui inovasi, eksperimen, atau pemecahan masalah. Penggunaan sumber daya, seperti kendaraan, teknologi informasi dan komunikasi, termasuk telepon. 17.

Memastikan

bahwa

setiap

anggota

dapat

mempertanggung ‐jawabkan kinerja dan perilakunya. Memiliki rantai komando yang jelas dan efektif, terutama untuk pengawasan langsung terhadap petugas kepolisian. Mewajibkan polisi untuk menunjukkan identitasnya dan mengenakan

label

atau

tag

identitas,

menunjukkan kartu identitas, kepada publik. Lihat juga ukuran dan indikator di Area 4. 128

atau


POLISI yang kita inginkan

18. Melakukan pengendalian efektif terhadap kegiatan yang terselubung atau “menyamar”. Ada kebijakan yang jelas mengenai pengelolaan dan tanggung jawab untuk kegiatan terselubung. Kegiatan terselubung harus menjadi subjek bagi peninjauan yudisial. Ada pengawasan legislatif dan peninjauan berkala terhadap kegiatan terselubung, anggaran untuk tindakan itu, dan kebijakan yang mengarahkan kegiatan terselubung. Kebijakan tentang keharusan mengaudit jejak operasi yang peka dan menggunakan evaluasi pasca tindakan. Status kebebasan informasi diletakkan secara jelas dan pembatasan waktu untuk menyebarluaskan informasi yang dihimpun melalui kegiatan terselubung.

129


POLISI yang kita inginkan

Lampiran III Indikator Potensial Area 3: Pelayanan untuk Keselamatan, Keamanan, dan Keadilan 19. Merumuskan misi kepolisian sebagai pelayanan pada publik dan perlindungan hak asasi manusia bagi semua, dan melaksanakan operasi kepolisian sesuai dengan itu. Lembaga kepolisian mempunyai pernyataan minat untuk melayani dan melindungi hak semua orang. Kegiatan operasional mendukung misi itu. 20. Mendistribusikan sumber daya kepolisian secara adil. Personel dan sumber daya lain dialokasikan secara adil, sesuai dengan pelbagai faktor seperti ukuran fisik area, ukuran populasi, dan pelbagai tingkat kejahatan. Kualitas pos polisi sesuai dengan ciri‐ciri demografis (terutama profil etnis) pelbagai komunitas yang mereka layani. Standar minimal pelayanan untuk setiap pos atau area kepolisian (misalnya untuk menentukan rentang waktu tanggapan). 130


POLISI yang kita inginkan

21. Mengurangi kejahatan, ketaktertiban, dan rasa takut serta mewujudkan keselamatan umum. Polisi mempunyai sejumlah strategi yang jelas untuk mengurangi kejahatan, ketaktertiban, dan rasa takut. Polisi meletakkan target kinerja untuk setiap strategi mereka. Data mengenai tingkat kejahatan sebagaimana diukur oleh statistik resmi dan survei viktimisasi yang menggunakan sejumlah kategori kejahatan khas yang dipilih. Data mengenai tingkat rasa takut akan kejahatan, sebagaimana diukur oleh survei tentang persepsi publik. Sejumlah strategi polisi untuk menanggulangi bentuk khusus kejahatan, seperti kejahatan bersenjata, kekerasan terhadap perempuan, perampokan atau “masalah kejahatan prioritas”, dan bukti tentang dampaknya di tataran tiap‐tiap kejahatan itu. Kualitas keselamatan di ruang umum sebagaimana diukur oleh penggunaan oleh masyarakat, laporan tentang kejahatan yang terjadi, dan persepsi tentang keselamatan di fasilitas umum, seperti taman, angkutan umum, dan sekolah. 131


POLISI yang kita inginkan

Bagi polisi yang menangani yuridiksi lalu lintas dan perparkiran, data tentang kecelakaan di jalan yang berakibat kematian atau cedera berat, penegakan hukum terhadap pengemudi mabuk, dan pelanggaran lain yang berkaitan dengan lalu lintas dan perparkiran. Penangkapan dan cadangan informasi tentang tata cara perlindungan di dalam kekerasan dalam rumah tangga. 22. Membawa pelanggar ke pengadilan. Proporsi kejahatan di dalam kategori terpilih yang menghasilkan

penangkapan,

penuntutan,

dan

pembuktian (yang terakhir ini juga merupakan cerminan dari kinerja penuntutan). Sejumlah indikator kualitas penyelidikan. Penangkapan orang berdasarkan jaminan prestise dalam daftar “paling dicari”. 23. Menanggapi segera panggilan darurat. Rentang waktu tanggapan pada panggilan darurat. Tingkat kepuasan publik akan tanggapan polisi atas keadaan darurat. 132


POLISI yang kita inginkan

24. Berkomunikasi dengan dan melayani anggota masyarakat dengan cara profesional. Kepuasan publik akan layanan polisi termasuk tingkat menyeluruh kepercayaan pada polisi, jumlah laporan, kepuasan korban kejahatan ketika (i) menghubungi polisi, (ii) tindakan yang dilakukan oleh polisi, (iii) informasi yang diterima dari polisi, (iv) perlakuan yang diterima, dan (vi) seluruh pelayanan yang diberikan. Kepuasan orang yang terlibat di dalam hubungan sukarela dengan polisi, termasuk orang yang ditangkap dan orang yang dihentikan serta digeledah, dengan memperhatikan keadilan perlakuan. Jumlah orang yang meminta layanan atau bantuan polisi untuk pelbagai masalah yang tidak berkaitan dengan kejahatan. Keluhan dari publik mengenai layanan yang diberikan. Upaya polisi untuk memenuhi kebutuhan bahasa dari pelbagai komunitas.

133


POLISI yang kita inginkan

25. Mengunjukkan sikap tanggap terhadap kelompok rentan. Sejumlah kebijakan polisi yang menyangkut standar pelayanan pada pelbagai kelompok rentan tertentu dan evaluasi atas layanan yang diberikan dalam hubungan dengan standar itu. Kepuasan para anggota kelompok semacam itu akan layanan polisi yang mereka terima. 26. Bekerja di dalam kerja sama dengan pelbagai Lembaga dan kelompok lain, termasuk dukungan nyata pada kegiatan pencegahan kejahatan. Polisi bekerja dalam kerja sama dengan komponen lain di dalam sistem peradilan kejahatan, termasuk polisi lain atau Lembaga penyelidikan, jaksa penuntut, pejabat lembaga pemasyarakatan, juru bicara, dan Lembaga pemerintah yang lain. Tersedia operasi dan protokol antar Lembaga. Polisi mempunyai kebijakan yang jelas mengenai kemitraan yang mendukung.

134


POLISI yang kita inginkan

Terdapat kemitraan antara polisi dan pemain peran yang lain, baik di tingkat negara maupun di tingkat komunitas, di dalam upaya pelbagai proyek pencegahan kejahatan. Polisi dan para mitranya mengevaluasi keberhasilan kemitraan tersebut dan sumbangannya kepada pencegahan kejahatan. 27. Memenuhi standar profesional di dalam merekam kejahatan dan melaporkan informasi tentang kejahatan. Kebijakan polisi yang berkaitan dengan perekaman dan tandon informasi tentang kejahatan dan cara polisi melaksanakan kebijakan itu. Perekaman informasi tentang kejahatan dan analisis oleh perangkat informasi pendukung polisi, pendekatan untuk pemecahan masalah pemolisian dan target jelas mengenai pelbagai sasaran. Informasi tentang kejahatan disediakan oleh polisi untuk pelbagai kelompok yang terlibat di dalam pencegahan kejahatan dan pengawasan terhadap polisi, demikian juga untuk media dan masyarakat umum.

135


POLISI yang kita inginkan

Lampiran IV Indikator Potensial Area 4: Perilaku Polisi yang Tepat

Pelayanan Kepolisian yang Demokratis 28. Menghormati dan menegakkan aturan perundang‐ undangan. Polisi memiliki kejelasan tentang tolok ukur legal untuk pelbagai kegiatan operasional, seperti (i) penghentian dan penggeledahan, (ii) penangkapan, (iii) penahanan, (iv) interogasi, (v) pengawasan menyusup, dan mereka mematuhi tolok ukur itu. Polisi menegakkan hukum terlepas dari status sosial atau pengaruh politis tersangka. Polisi menegakkan hukum terhadap para pelanggar. 29. Mendukung pelbagai prinsip integritas, menghormati martabat dan hak manusia, tidak diskriminatif, keadilan dan profesionalisme di dalam pelbagai kebijakan dan operasinya; membuat para anggota menghayati prinsip itu; membina kepatuhan pada prinsip itu melalui langkah yang bervariasi. 136


POLISI yang kita inginkan

Nilai‐nilai melekat di dalam dokumen inti mengenai pelayanan kepolisian, seperti pernyataan misi atau pernyataan nilai‐nilai, tata tertib dan aturan tentang disiplin. Kebijakan dan informasi mengenai cara mengajukan aduan ditayangkan secara gamblang di pos polisi. Petugas kepolisian dan karyawan yang lain dibuat sadar akan nilai‐nilai selama pelatihan. Petugas kepolisian bersumpah untuk melaksanakan dan menegakkan nilai‐nilai itu. Pelbagai langkah diambil untuk menegakkan nilai‐nilai itu dengan cara mengomunikasikan secara teratur nilai‐ nilai itu di dalam pidato yang disampaikan oleh para pemimpin organisasi, di dalam brifing kerja oleh komandan kelompok. Dukungan pada manajemen dan kegiatan operasional dan ceminan kepatuhan pada nilai‐ilai tersebut melalui pelbagai langkah positif yang ditujukan untuk membantu kekompakan polisi, seperti di dalam penilaian kinerja dan untuk promosi, melalui evaluasi lain, dan melalui peringatan dan sanksi di dalam kasus penyimpangan dari nilai‐nilai tadi.

137


POLISI yang kita inginkan

Pelatihan memadukan pemikiran tentang nilai‐nilai di dalam pelbagai komponen yang berkaitan dengan kegiatan operasional. Catatan tentang kepentingan finansial polisi dirawat. Data tentang persentase kasus kekerasan terhadap orang

untuk

menghasilkan

tuntutan,

dipilah

berdasarkan etnisitas korban. Data

tentang

persentase

penghentian

dan

penggeledahan yang mengarah ke penangkapan, dipilah berdasarkan etnisitas orang yang dihentikan. Pembandingan kepuasan akan layanan kepolisian oleh para pengguna dari kelompok rasial dan etnis yang berbeda. 30. Mempunyai sistem yang efektif untuk menerima aduan terhadap petugas kepolisian, penyelidikan dan disiplin internal, dan pengendalian korupsi. Lembaga kepolisian mempunyai sistem yang dapat diakses untuk menerima aduan terhadap polisi dan aduan diterima secara efisien dan penuh hormat. Terdapat standar yang jelas untuk asupan dan klasifikasi aduan dan semua itu dipenuhi. 138


POLISI yang kita inginkan

Pelbagai sistem penyelidikan internal efektif dan beroperasi secara independen di luar unit penyelidikan lain. Pangkat atau tugas personel pengawasan independen dan rasio personel pengawasan terhadap jumlah personel secara menyeluruh. Proses penyelidikan dan disiplin efisien dan secara prosedur menyeluruh dan adil. Informasi disediakan bagi pengadu, termasuk perincian langkah prosedural yang harus diambil dan hasil dari aduan itu. Langkah perbaikan dan/atau sanksi diimplementasikan pada pelanggar yang terbukti dan sesuai dengan sifat dan beratnya pelanggaran. Penggunaan mediasi disesuaikan dengan situasi dan kondisi, serta diimplementasikan demi kepuasan kedua belah pihak. Informasi jelas disediakan berdasarkan aduan yang diterima, yang mencakupi informasi tentang area, jenis aduan, tindakan menanggapi dan mengoreksi, dan para manajer dimungkinkan untuk menginterpretasikan informasi itu serta menggunakannya secara efektif.

139


POLISI yang kita inginkan

Terdapat

kebijakan

yang

jelas

mengenai

pembebastugasan dan informasi, termasuk statistik dan deskripsi kasus, tentang cara kebijakan itu dilaksanakan. Pengecekan

secara

random

dilakukan

untuk

mendeteksi dan mencegah korupsi di kalangan kepolisian. 31. Bekerja sama dengan pelbagai badan pengawas yang bertanggung jawab untuk memantau atau menyelidiki perilaku menyimpang polisi yang melanggar. Terdapat protokol tentang kerja sama antar Lembaga dan untuk melancarkan pemantauan dan penyelidikan oleh pelbagai badan pengawas. Lembaga kepolisian memberi tahu badan pengawas langkah‐langkah yang harus diambil dengan mengikuti rekomendasi pengawasan. Dukungan nyata dari polisi untuk badan pengawas di dalam memainkan peran pengawasan mereka. 32. Menggunakan kekuatan dengan cara yang taat asas pada prinsip kekuatan minimal dan penghormatan pada hidup manusia, dan mempunyai sejumlah kebijakan yang jelas serta kendali yang mendukungnya. 140


POLISI yang kita inginkan

Data tentang jumlah orang yang terbunuh dan cedera sebagai akibat penggunaan kekuatan (rasio terhadap: jumlah keseluruhan pembunuhan; jumlah petugas kepolisian; jumlah petugas yang cedera dan terbunuh dalam tugas—lihat Seksi 5. Juga rasio personel yang terbunuh oleh polisi terhadap orang cedera di dalam insiden tembak‐menembak). Kebijakan dan pelaksanaannya di dalam hubungan dengan penggunaan kekuatan, termasuk perlengkapan yang tersedia bagi polisi, dukungan pada penggunaan minimal kekuatan dan tekanan pada pelindungan hidup manusia di dalam hubungan dengan penggunaan kekuatan pembunuh, dan perhatian yang luar biasa besar pada kehidupan dan keselamatan warga yang bukan tersangka. Terdapat penyelidikan otomatis dan peninjauan atas kecelakaan di dalam penggunaan kekuatan yang menghasilkan cedera berat atau kematian. Terdapat

pelaporan

wajib

mengenai

semua

penembakan dengan senjata api dan penggunaan kekuatan lain yang berpotensi membunuh oleh petugas kepolisian. Data tentang penggunaan senjata api dianalisis untuk memantau dan mengukur penggunaannya. 141


POLISI yang kita inginkan

Kendali ketat dilakukan terhadap distribusi senjata api, termasuk sejumlah langkah yang menjamin bahwa senjata api hanya dialokasikan pada personel yang secara mental, fisik, dan moral memadai untuk menggunakannya. Kewajiban untuk mengkualifikasi pelbagai senjata secara berkala ada dan dilaksanakan. Kebijakan mengenai dan kendali terhadap penggunaan kekuatan dan senjata api oleh polisi menekankan pada keselamatan dan perlindungan petugas. Kebijakan mengenai kendaraan polisi, dan mengenai pengejaran dengan kendaraan, juga melindungi kehidupan. 33. Melaksanakan perlakuan layak bagi tahanan. Pengawasan untuk mencegah penyiksaan terhadap tahanan

diimplementasikan

dan

pelaksanaannya

dipantau. Tahanan mempunyai akses segera pada kuasa hukum/ penasihat hukum. Memenuhi standar perawatan, termasuk makanan yang mencukupi, olahraga, bantuan media, dan akomodasi. 142


POLISI yang kita inginkan

Kematian tahanan direkam dan diselidiki. Langkah khusus diterapkan untuk meminimalkan risiko kematian tahanan. Pengunjung awam atau yang lain mempunyai akses pada tahanan yang terbebas dari campur tangan polisi.

143


POLISI yang kita inginkan

Lampiran V Indikator Potensial Area 5: Polisi sebagai Warga Negara 34. Jangan mendiskriminasi kelompok apapun di dalam kualifikasi dan proses perekrutan, kecuali untuk tujuan menjamin bahwa lembaga kepolisian merupakan perwakilan dari pelbagai kelompok di dalam populasi. Kualifikasi minimal untuk calon dirumuskan secara jelas dan tidak diskriminatif—baik secara langsung maupun tak

langsung,

serta

dilaksanakan

dengan

penghayatan. 31 Ada kebijakan untuk mendorong rekrutmen yang ditargetkan untuk mencakupi semua kelompok rasial dan etnis, terutama mereka yang kecil perwakilannya di dalam kepolisian, dan mencakupi sejumlah sektor “imigran” di dalam populasi. Data tentang proporsi rekrutan yang perempuan atau berasal dari kelompok rasial dan etnis yang berbeda (termasuk “imigran”) di dalam kepolisian dan di pelbagai tingkat anggotadibandingkan dengan proporsi penduduk dewasa. 31

Syarat tinggi badan yang mendiskriminasikan calon yang berasal dari suku Maya di Guatemala merupakan sebuah contoh diskriminasi taklangsung. 144


POLISI yang kita inginkan

35. Kebijakan mengenai promosi, alokasi tugas, dan remunerasi jelas dan eksplisit, pemajuan karier berdasarkan prestasi dan jasa, dan prosedurnya adil serta transparan. Kebijakan mengenai promosi dan remunerasi terbuka untuk umum. Peluang untuk meningkatkan karier terbuka untuk semua dan diumumkan di kalangan petugas kepolisian. Pelbagai proses adil diterapkan dalam hubungan dengan alokasi tugas dan promosi. Panel promosi berisi perwakilan selengkap mungkin. 36. Menyediakan kondisi pelayanan dan sumber daya yang memadai, termasuk upah dan fasilitas, dan memperlakukan petugas kepolisian dengan cara yang konsisten dengan martabat mereka. Upah polisi sebanding dengan upah petugas pelayanan umum di sektor lain. Perbedaan upah di antara pangkat masuk akal. Polisi menerima fasilitas yang mencerminkan risiko kerja mereka, termasuk hari libur dan sakit, asuransi 145


POLISI yang kita inginkan

jiwa dan cacat, pelayanan kesehatan, dan sistem pensiun. Ada batas jam kerja lembur dan kerja non sosial yang dituntut dari polisi. Tersedia dukungan psikologis bagi polisi untuk membantu mereka menanggulangi dampak pajanan pada insiden yang traumatis. Tidak ada diskriminasi di dalam lembaga kepolisian terhadap anggota kelompok rasial dan etnis ataupun kelompok lain. Para manajer mengakui kinerja luar biasa dan imbalan dialokasikan berdasarkan kriteria yang adil. 37. Memungkinkan petugas kepolisian untuk diproses secara hukum dalam hubungan dengan tuduhan kriminal terhadap mereka dan menerapkan sesuai dengan standar keadilan minimal, langkah yang berhubungan dengan masalah disiplin. Polisi tidak dilindungi dari proses hukum apa pun di dalam perkara kriminal. Standar keadilan minimal diterapkan di dalam prosedur disiplin.

146


POLISI yang kita inginkan

Polisi mempunyai hak yang memadai untuk naik banding ketika ditemukan indikasi pelanggaran disiplin. 38. Memungkinkan petugas kepolisian untuk membentuk organisasi yang melindungi hak kolektif mereka. Petugas kepolisian menikmati hak untuk berhimpun, termasuk hak untuk mendirikan organisasi. Ada tawar‐menawar dan konsultasi kolektif yang sejati dengan pelbagai organisasi yang mewakili polisi, terutama di dalam hubungan dengan langkah‐langkah reformasi. 39. Mengambil langkah untuk menjamin keselamatan dan pelindungan petugas di dalam pelatihan dan kegiatan operasional. Data dihimpun mengenai kematian dan cedera yang dialami polisi, yang menunjukkan tingkat dan jenis bahaya yang harus dihadapi polisi di dalam tugasnya. Pelbagai langkah diterapkan untuk meningkatkan keselamatan polisi di dalam pelatihan dan kegiatan operasional,

termasuk

cadangan

pakaian

dan

perlengkapan pelindung yang sesuai dengan tingkat risiko. 147


POLISI yang kita inginkan

Evaluasi atas implementasi dan dampak dari pelbagai langkah tersebut menunjukkan apakah kebijakan telah diterapkan secara benar dan telah menyumbang di dalam peningkatan keselamatan. Perhatian khusus diberikan di dalam operasi untuk menjamin bahwa polisi tidak terpajan pada risiko yang tidak perlu.

148


POLISI yang kita inginkan

Bibliografi Auerbach, J. (2003) “Police Accountability in Kenya. Seize the Moment” dalam Commonwealth Rights Initiative, “Police as a Service Organisation. An Agenda of Change,” Report on the Conference on Police Reform in South Afrika, Panafric Hotel, Nairobi, 24–25 April 2003. (www.humanrightsinitiative.org/publications/poli ce/ea_police‐rtc_nairobi_2003.pdf) Bayley, D. (1985) Patterns of Policing: A Comparative International Analysis. New Brunswick: Rutgers University Press. ______ (2001) Democratising the Police Abroad: What to Do and How to Do it. National Institute of Justice, Office of Justice Programmes. U.S. Department of Justice: Washington D.C. (www.ncjrs.org/pdffiles1/nij/188742.pdf). Burton, P., du Plessis, A., Leggett, T., Louw, A., Mistry, D., dan van Vuuren, H. (2004) National Vinctims of Crime Survey South Africa 2003. Institute for Security Studies. Monograf 101. (www.iss.co.za) Call, Charles C. (2000) “Pinball and Punctuated Equilibrium: the Birth of a ‘Democratic Policing’ Norm?” Makalah yang disajikan untuk Annual Conference 149


POLISI yang kita inginkan

of International Studies Associations, Los Angeles, California, Maret 16. Committee on the Administration of Justice (2001) “Benchmarks for Oversight Commissioners— Commentary on the Northern Ireland Office Implementation Plan Relating to the Pattern Commission Report (Juni 2000)”. Submission 109 April 2001. Davis, R. (2000) The Use of Citizen Surveys as a Tool for Police Reform, Vera Institute of Justice. (www.vera.og) Dixon, B. (2000) “Accountable Policing: A four dimensional analysis,” dalam South African Journal of Criminal Justice. No 13: 69–82. The

European

Convention

on

Human

Rights.

(www.echr.coe.int/Eng/Basic Texts.htm) European Platform for Policing and Human Rights, Police Offcers Have Rights Too! (www.epphr.dk/downloads.htm) Goldsmith, A (2003) “Policing Weak States: Citizen Safety and State Responsibility”. Policing and Society, Vol 13, No 1: 3–21 Hame Office, Police Standard Unit (undated) “Police Performance Monitoring 2001/02”. 150


POLISI yang kita inginkan

(www.policereform.gov.uk/psu/ppaf.html) ______ (2004) “Guidance on Statutory Performance Indicators for Policing 2004/2005,” Version 1.2., Maret. (www.policereform.gov.uk/psu/ppaf.html) Independent Commission on Policing for Northtern Ireland, ”A New Beginning: Policing in Northtern Ireland,” September 1999. (www.Belfast.org.uk) Independent Complaints Directorate (2004) Annual Report 2003–4,

Pretoria:

Independent

Complaints

Directorate. (www.icd.gov.za) Joint Informal Working Group on Policing and Human Rights, “Policing in a Democratic Society—Is your Police Service a Human Rights Champion,” Under the auspices of the Council of Europe programme “Police and Human Rights 1997–2000”. (www.epphr.dk/download/hreng.pdf) Leggett, Ted (2003) “What do the Police Do? Performance measurement and the SAPS,” Institute of Security Studies, Makalah 66. (www.iss.co.za) Leggett, T., Louw, A., Schönteich, M., dan Sekhonyane, M. (2003) Criminal Justice in Review 2001/2002, Monograf No 88, 2003. (www.iss.co.za)

151


POLISI yang kita inginkan

Moore, M. Dan Braga, A. (2003) The “Bottom Line” of Policing—What Citizens Should Value (and Measure) in Police Performance, Police Executive Research Forum. (policeforum.mn‐8.net) Moore, M., Thacher, D., Dodge, D., dan Moore, T. (2002) Recognizing Value in Policing: The Challenge of Measuring Police Performance, Police Executive Research Forum. (policeforum.mn‐8.net) National Treasury, Republic of South Africa (2002) Treasury Regulation for Departments, trading entities, constitutional institutions and public enteties. Mei. (www.treasury.gov.za/legislation/acts/pfma/gaze tte_23463.pdf) ______ (2004) Estimates of National Expenditure 2004, Februari 2004. (www.finance.gov.za) Office of the Oversight Commissioner, Laporan 2, September 2001. (www. oversightcommissioner.org) Open Society Foundation for South Africa and Open Society Justice Initiative (2004) Strengthening Oversight of Police in South Africa (Report on Workshop on Police Accountability, 10 Mei 2004)

152


POLISI yang kita inginkan

Secretariat for Safety and Security (2003) Monitoring and Evaluation Tool (Police Stations) First Draft, 17 September, 2003. South African Police Service, (2004a) Strategic Plan 2004– 2007. (www.saps.gov.za/saps_profile/strategic_framew or/strategic_plan/2004_2007/ strategic_plan.htm) ______ (2004b), Annual Report 2003/2004 Stenning, P. (ed.) (1995) Accountability for Crime Justice Selected Essays, University of Toronto Press Inc. ______ (2004) “The Idea of the political independence of the police: international interpretations and experiences,” Draf Konferensi, 29 Juni 2004. (www.ipperwashinquiry.ca/policy_part/pdf/Stenn ing.pdf) Stone, C.S. (2004) “The Double Demand on Police and the Role of Police Oversight in Democratic Societies: An

International

Perspective,”

Pidato

di

Conference for Policing Oversight in South Africa: Accountability

and

Transformation,

Johannesburg, South Africa, 26–29 Januari 2004.

153


POLISI yang kita inginkan

Stone, C. Dan Ward, H. (2000) “Democratic Policing: A Framework for Action,” Policing and Society, Vol 10, No 1 at 11. United Nations (1992) Compendium of United Nations Standards and Norms in Crime Prevention and Crime Justice, New York. United Nations International Police Task Force (1996) “Commissioner’s

Guidance

for

Democratic

Policing in teh Federation of Bosnia‐Herzegovine,” Sarajevo: United Nations, Mei. Vera Institute of Justice (2003) Measuring Progress toward Safety and Justice: A Global Guide to the Design of Performance Indicators Across the Justice Sector. (www.vera.org/publication_pdf/207_404.pdf) Walker, S. (2001) Police Accauntability: The Role of Citizen Oversight. Belmont: Wadsworth. 154


POLISI yang kita inginkan

Peraturan Perundang‐Undangan Afrika Selatan Constituion of the Republic of South Africa, Act 200, tahun 1993 (“interim constitution”). Constituion of the Republic of South Africa, Act 108, tahun 1996. The Domestic Violence Act, 116, tahun 1998. The Electoral Act, 73 tahun 1998. The Labour Relations Act, 66, tahun 1995. The Public Finance Management Act, 1, tahun 1999. The Regulation of Gathering Act, 205, tahun 1993. The South African Police Service Act, 68, tahun 1995.

155


POLISI yang kita inginkan

Centre for the Study of Violence and Reconciliation (CSVR) Centre for the Study of Violence and Reconciliation adalah LSM multidisiplin yang didirikan pada tahun 1988. CSVR bergiat di bidang penelitian dan penyusunan kebijakan, implementasi serta pelayanan, pendidikan dan pelatihan, dan juga memberikan layanan konsultan. CSVR bergiat dengan sudut pandang multidisiplin, mempekerjakan psikolog, sosiolog, pakar politik, sejarawan, pengacara, kriminolog, praktisi pembangunan masyarakat, dan lain‐lain yang membentuk keenam puluh anggota staf purna waktu. CSVR telah menangani kekerasan dalam pelbagai bentuk, termasuk kekerasan politis, kriminal, rumah tangga, berbasis gender, dan lain‐lain. Sejak pendiriannya, CSVR mengkhususkan diri dalam pengadaan sumbangan yang bermakna bagi transformasi damai dan mendasar di Afrika Selatan, dan di daerah Afrika bagian selatan. Dalam rangka itu, CSVR mewakili suara yang kuat dan independen yang berkomitmen untuk membangun dan memperdalam demokrasi di Afrika Selatan dan melembagakan hak asasi manusia di daerah itu. Karya pionir yang dilakukan oleh CSVR di bidang rekonsiliasi dan peradilan transisi, transformasi peradilan pidana, pemberdayaan korban, 156


POLISI yang kita inginkan

kekerasan terhadap anak‐anak dan berbasis gender, dan pembangunan kedamaian tidak hanya relevan bagi Afrika Selatan, tetapi juga bagi komunitas internasional. Pengurus CSVR: Graeme Simpson: Direktur Eksekutif – CSVR; Steve Mokwena: Urusan Modjadji; Jody Kollapan: Ketua – Komisi Hak Asasi Manusia; Prof. Jacklyn Elizabeth Cock: Sosiolog dan dosen – Wits Sociology Department; Dr. Gillian Teresa Eagle: Psikolog dan dosen – Wits Psychology Department; Prof. Leila Patel: Ketua – Department of Social Work Rand Afrikaans University; Frank Meintjies: Konsultas SDM dan Pengembangan. 23 Jorissen st, Braamfontein, Johannesburg, 2001 South Africa PO Box 30778, Braamfontein, 2017, South Africa Tel: +27 11 403‐5650. Faks: +27 11 339‐6785. Email: info@csvr.org.za www.csvr.org.za

157


POLISI yang kita inginkan

Open Society Foundation for South Africa (OSF‐SA) Open Society Foundation for South Africa adalah organisasi pembuat hibah dan melakukan juga intervensi operasional di pelbagai bidang kegiatannya. OSF‐SA adalah anggota International Soros Foundation Network, dan didirikan oleh George Soros pada April 1993 untuk mewujudkan cita‐cita masyarakat terbuka di Afrika Selatan: cita‐cita yang mencakupi demokrasi, ekonomi berbasis pasar, masyarakat madani yang kokoh, penghormatan pada minoritas dan toleransi terhadap pendapat yang berbeda. OSF‐SA berkomitmen untuk membina nilai‐nilai, pelbagai institusi dan kegiatan suatu masyarakat madani yang terbuka, non rasialis dan non seksis, demokratis. Lembaga ini akan bekerja bagi masyarakat madani yang kokoh dan mandiri, yang menghormati aturan perundang‐undangan dan pendapat yang berbeda. Di dalam kegiatannya, yayasan ini akan menggalakkan pelbagai pendekatan dan gagasan yang akan berkontribusi di dalam pembentukan masyarakat terbuka di Afrika Selatan. Yayasan ini mempunyai tiga program: Criminal Justice Initiative; Media Programme; dan Human Rights Programme. 158


POLISI yang kita inginkan

Pengurus OSF‐SA: Azhar Cachalia; GT Ferreira, Murphy Morobe, Michael Savage, Nhlanhla Mjoli‐Ncube, Fikile Bam, Zyda Rylands. 1st Floor, Colinton House, Fedsure Oval, 1 Oakdale Road, Newlands, Cape Town PO Box 23161, Claremont, 7735, South Africa Tel: +27 21 683 3489. Faks: +27 21 683 3550. Email: www.osf.org.za 159


POLISI yang kita inginkan

Open Society Justice Initiative Open Society Justice Initiative, sebuah program operasional dari Open Society Institute, memperjuangkan reformasi hukum dengan kegiatan yang memfokuskan pada perlindungan hak asasi manusia, dan berkontribusi di dalam pembangunan kapasitas hukum bagi masyarakat terbuka di seluruh dunia. Litigasi gabungan Justice Initiative, advokasi hukum, bantuan teknis, dan penyebarluasan pengetahuan untuk mengamankan kemajuan di lima bidang prioritas: peradilan pidana nasional, peradilan internasional, kebebasan memperoleh informasi dan berekspresi, kesetaraan dan kewargaan, dan antikorupsi. Kantornya berada di Abuja, Budapest, dan New York. Justice Initiative dikelola oleh sebuah Dewan yang terdiri dari anggota berikut ini. Aryeh Neier (Ketua), Chaloka Beyani, Maja Daruwala, J. ‘Kayode Fayemi, Anthony Lester QC, Juan E. Méndez, Diane Orentlicher, Wiktor Osiatyñski, Andreás Sajó, Herman Schwartz dan Christopher E. Stone. Stafnya beranggotakan James A. Goldston, direktur eksekutif; Zaza Namoradze, direktur Kanor Budapest; Kelly Askin, senior legal officer, peradilan internasional; Helen 160


POLISI yang kita inginkan

Darbishire, manajer senior urusan program, kebebasan memperoleh informasi dan berekspresi; Julia Harrington, senior legal officer, kesetaraan dan kewargaan; Stephen Humphreys, senior officer, penerbitan dan komunikasi; Katy Mainelli, manajer administrasi; Chili Odinkalu, senior legal officer, Africa; Darian Pavli, legal officer, kebebasan memperoleh informasi dan berekspresi; dan Martin Schönteich, senior legal officer, peradilan pidana nasional. www.justiceinitiative.org E‐Mail: info@ justiceinitiative.org New York

Budapest

Abuja

Oktober 6. u. 12

Plot

New York, NY 10019 USA

H‐1051 Budapest,

Street

Tel: +1 212‐548‐0157

Hungaria

Maitama,

400 West 59th Street 1266/No. 11, Amazon

Abuja, Nigeria

Faks: +1 212‐548‐4662

Tel: +36 1 327‐3100

Tel: +234 9 413‐3771

Faks: +36 1 327‐3103

Faks: +234 9 413‐3772

161


POLISI yang kita inginkan

Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI) Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia didirikan pada tahun 2005, dilatarbelakangi atas pemikiran pemrakarsa akan kecintaan tulus ikhlas terhadap profesi polisi yang tidak akan lekang selama hayat di kandung badan serta kesadaran akan kebutuhan masyarakat terhadap rasa aman, tentram dan damai yang merupakan kebutuhan hakiki yang tidak bisa dihilangkan, diabaikan bahkan diganti sekalipun. LCKI merupakan lembaga swadaya masyarakat sebagai wadah untuk menuangkan berbagai gagasan dan pemikiran guna menunjang tugas‐tugas Criminal Justice System (CJS) khususnya Kepolisian sehingga harapan‐ harapan masyarakat terhadap peningkatan KAMTIBMAS secara bertahap dapat di wujudkan. Tujuan didirikan LCKI adalah : 1. Agar terwujud partisipasi aktif yang dinamis dari masyarakat terhadap upaya pencegahan kejahatan dan pelanggaran terhadap dirinya dan orang lain. 2. Terwujudnya aparat penegak hukum yang solid dan komunikatif serta memandang masyarakat sebagai mitra dalam pencegahan kejahatan dan bukan sebagai obyek. 3. Memberikan masukan bagi pemerintah dan masyarakat agar pencegahan kejahatan menjadi kebijakan nasional yang komprehensif dan simultan. LCKI didirikan oleh Da’i Bachtiar (Ketua Presidium), Awaloedin Djamin (Dewan Pakar), Mardjono Reksodiputro (Dewan Pakar), Momo Kelana (Kabid. Community Policing), Ronny Lihawa (Kabid. Hub. Dalam/Luar Negeri), dan Bachtiar Aly (Kabid. Informasi dan Komunikasi). 162


POLISI yang kita inginkan

Badan Pengurus LCKI : Dai Bachtiar, Luthfi Dahlan (Ketua Harian), Pepe Tjahyana (Sekjen), Saputro Satrio (Bendahara), Momo Kelana, Ronny Lihawa, Bachtiar Aly, S.A. Supardi (Kabid. Litbang), Ketut Astawa (Desk Kriminal Umum), Wiji Suratno (Desk Kejahatan Ekonomi), Warsito Sanyoto (Desk Kejahatan Trans Nasional), Parman S. dan Salikin Moenits (Desk Kejahatan Keamanan Negara/Kontijensi). LEMBAGA CEGAH KEJAHATAN INDONESIA Wisma GKBI Lt. 17 Suite 1702 Jl. Jend. Sudirman Kav. 28 Jakarta 10210 ‐ INDONESIA T. +62 21 5740555 F. +62 21 5705227 Email: info@lcki.org Website: www.lcki.org 163


POLISI yang kita inginkan

164




Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.