LAPORAN KHUSUS
FENOMENA ARTIS “NYALON”, SIASAT PARTAI POLITIK TINGKATKAN ELEKTABILITAS
Reporter : Chiara Sabrina Ayurani dan Vera Rahayu LPM NOVUM FH UNS
P
erhelatan puncak pesta demokrasi yang meliputi ajang Pemilihan Presiden (Pilpres) serta Pemilihan Legislatif (Pileg) akan diselenggarakan pada bulan April 2019. Hal yang menarik untuk diamati adalah bagaimana partai politik (parpol) saling berlomba dalam menyiapkan strategi terbaiknya agar mampu bersaing dan memperoleh suara dalam pileg. Banyak siasat yang digunakan parpol dalam menghadapi pileg mendatang. Politik pragmatis menjadi salah satu cara yang ditempuh oleh parpol untuk memperoleh dukungan masyarakat. Salah satu bentuk politik pragmatis yang banyak digunakan parpol untuk memperoleh dukungan ialah dengan memanfaatkan calon legislatif (caleg) dari kalangan artis. Maraknya artis yang banting setir ke dunia politik hingga menjadi caleg merupakan suatu fenomena tersendiri di Indonesia. Banyak parpol yang menggunakan caleg artis ini untuk meningkatkan elektabilitas partai agar lolos dari syarat empat persen Parliamentary Treshold. Hal ini didukung oleh pernyataan Drs. M. Yulianto, M.Si., dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Diponegoro Semarang sekaligus pakar politik, “Itu jenis partai politik yang pragmatis, instan. Partai politik yang mencoba
untuk menyelamatkan diri dari syarat lolos empat persen Parliamentary Treshold. Supaya lolos maka dia harus memperoleh banyak kursi di Senayan.
Panutan bagi masyarakat terlepas dari pro kontranya di kehidupan artis ya. Jadi mereka memang ingin menarik massa di kelompok-kelompok tertentu untuk meraih suara. kata Budi Prasetyo Cara mendongkrak perolehan atau elektabilitas kursi ya dengan menempatkan orang-orang yang populer. Karena dengan adanya orangorang yang populer, barangkali nanti akan dipilih oleh masyarakat.” Pendapat Yulianto tersebut senada dengan pandangan M.T. Arifin, budayawan yang juga pengamat politik Solo, “Kalau partai mencoba untuk meraih dukungan dari caleg artis yang punya nama, itu strategi untuk dukung mendukung. Itu bagian dari manajemen kampanye politik, artinya mengelola bagaimana agar partai mendapat dukungan dari
kelompok-kelompok yang dianggap strategis untuk mempengaruhi pihak lain sehingga pihak lain akan memberi dukungan.”