Artikel Lepas Oleh : AGUS RIEWANTO, S.H., M.H. DOSEN FH UNS
DEMOKRASI DIBAJAK OLIGARKI suburnya perilaku korupsi di daerah.
Demokrasi Terancam Sesungguhnya roda pemerintahan daerah (Pemda) hanya dikuasai oleh oligarki atau sekelompok elit politik lokal yang punya akses dengan penguasa lokal, uang dan sumberdaya kekerabatan yang kelak akan menjadi pejabat di daerah
B
elakangan ini publik diperlihatkan oleh perilaku korupsi pejabat lokal yang memiliki hubungan kekerabatan dalam dinasti. Seperti operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap Adriatma (Wali Kota Kendari) dan ayahnya Asrun (mantan Walikota Kendari sekaligus Calon Gubernur Sulawesi Tenggara), Atut Chosiyah (Gubernur Banten) dan adiknya Tubagus Chaeri Wardana, Sri Hartini (Bupati Klaten) suaminya Haryanto Wibowo (Bupati Klaten), Rita Widyasari (Bupati Kutai Kartanegara) Ayahnya Syaukani HR (Bupati Kutai Kartanegara) dan masih banyak lagi. Ini merupakan tragedi demokrasi, dimana seharusnya kekuasaan politik diperebutkan
dengan kompetisi yang adil dan demokratis, serta memberi kesempatan pada semua orang, tetapi nyatanya hanya kaum bangsawanlah yang berhasil merebut kursi jabatan politik di ranah lokal. Ini sekaligus mengajarkan masih kuatnya watak penghargaaan pada kaum bangsawan (aristokrat) dalam tradisi politik primitif di tengah suasana penguatan arus demokratisasi dalam desain pemilukada. Jelaslah bahwa pemilukada hanya sarana seremonial demokrasi, tanpa mampu menghasilkan kaum demokrat. Wa j a h p o l i t i k k i t a m e m a n g demokrasi, namun sejatinya ruh dan tubuh kita masih berwatak patrimonial. Bahaya paling nyata dari politik kekerabatan ini adalah
Munculnya politik dinasti dalam pengisian jabatan eksekutiflegislatif di ranah lokal seperti dipertontonkan itu, adalah merupakan cermin betapa kita masih mempraktekkan model demokrasi tradisional yang hanya percaya pada kemampuan yang dimiliki oleh caloncalon yang segaris dengan keturunan kaum �bangsawan modern� yang menjadi kepala daerah. Dengan harapan kerabat ini akan memiliki kemampuan dan kharisma yang sama dengan kerpala daerah sebelumnya. Fenomena penyerahan mandat kepemimpinan politik lokal pada kaum bangsawan ini, pasti akan mengancam demokrasi, bahkan membajaknya. Karena kekuasaan politik hanya akan berputar di sekitar ring keluarga yang memiliki garis karir politik dan kekuasaan. Sudah barang pasti cara ini akan mematikan model regenerasi pemimpin politik dalam demokrasi modern yang berorientasi pada merit system, yakni: profesionalisme, kapasitas intelektual, integritas moral, daya inovasi dan kreatif membangun daerah. M o d e l r e g e n a s i kepemimimpinan politik lokal yang berbasis pada kaum bangsawan ini lambat tapi pasti akan mengeser demokrasi ke aristokrasi. Perbincangan politik akan kian elitis. Karena tak ada lagi kompetisi yang seimbang dan fair antara calon orang biasa dan orang luar biasa.