0
1
2
Orbital(Dago ALBUM(#1(,( MAY(2017(– 2020 Supervisi :( Rifky Effendy Desain :( Rifky Effendy Kontributor : Rifky Effendy, Gabriel(Aries(Setiadi, Bob(Edrian, Ganjar Gumelar, Rizki A.(Zaelani, Gustaff Hariman Iskandar, Haiza P.(Chairunissa, Wilman Hermana, Aminudin T.H(Siregar Henrycus Napitsunargo Seniman Dokumentasi: Orbital(Dago Seniman Adi(Rahmatullah Rifky Effendy Distribusi elektronik URL:(www.orbitaldago.com
Orbital(Dago(2020 Instagram(@orbitaldago Facebook(@Orbitaldago Art(Gallery(and(CafĂŠ Twitter@OrbitalDago
3
Pengantar Mungkin bulan Mei tahun 2020 punya kenangan tersendiri oleh masyarakat dunia. Penyebaran virus Covid;19 sejak awal tahun di Wuhan – Tiongkok, telah menghantam sendi;sendi kehidupan global, tak terkecuali kegiatan seni. Berbagai rencana kegiatan seni dijadwal;ulang dan bahkan dibatalkan, yang dampaknya secara ekonomi dan budaya sangat berpengaruh. Belum ada kejelasan kapan pendemik ini akan berakhir, walaupun banyak spekulasi terkait pengembangan vaksinnya. PerisFwa ini kemudian memaksa para pekerja seni dan pengelola kesenian untuk sementara memperFmbangkan cara presentasi karya; karya yang ‘normal’. Walaupun kemudian pameran secara daring melalui berbagai plaIorm sosial media bermunculan, tetapi tetap kebutuhan melihat karya secara langsung menjadi keniscayaan. Maka masa depan seni rupa memang penuh dengan tantangan. Buku ini dibuat bertepatan dengan 3 tahun berdirinya Orbital Dago , sebuah galeri seni dan juga café. Berangkat dari pertumbuhan seni rupa kontemporer di Bandung akhir;akhir ini, sehingga membutuhkan dukungan ruang pameran tambahan dari yang telah ada. Selain untuk memamerkan karya;karya para seniman di Bandung, Orbital Dago juga menjadi ruang pameran bagi para seniman yang diluar lingkaran arus utama art market , baik yang akademis maupun bukan kalangan akademis atau otodidak, yang senior maupun yang yunior. Dari kota lain di Indonesia maupun dari luar negeri. Alih;alih seni rupa kontemporer , Orbital Dago juga tertarik untuk memamerkan karya karya desain dan kriya dengan cara yang tentunya melalui presentasi seperF pameran seni. Kemunculan ide ruang pameran Orbital Dago di awali dari perbincangan dengan seorang pengelola galeri dari Berlin, Michael Janssen di Singapura tahun 2016 lalu. Pemilik galeri “ Michael Janssen “, ini keFka itu akan menutup cabangnya di Gilman Barrack, suatu distrik galeri seni di Singapura. Dialah yang mendorong kami untuk membuka galeri di Bandung. Secara kebetulan keluarga kami sedang membangun dan berencana akan membuka homestay dan restoran di wilayah Bandung utara. Maka kemudian kami memutuskan sebagian ruang paling bawah untuk galeri, sebagian lagi berfungsi untuk kafe. Maka kami pun segera mencari nama untuk galeri, Michael pun ikut mencari ide nama sebagai idenFtas , sehingga kemudian muncul nama “Orbital Dago”. Nama tersebut selain kami anggap mudah diingat tetapi karena posisi tempat kami yang disekitaran
Dago atas. Disitu pula beberapa ruang seni dan studio seniman berada seperF Selasar Sunaryo, Thee Huis Gallery dan Lawangwangi, The Parlor, Urbane (Galeri Yuliansyah Akbar), Studio Rosid , studio Arin Sunaryo , dsb. Selama menunggu penyelesaian bangunan galeri, Michael juga mengajak kami untuk mengikuF art fair di Jakarta yang bertujuan untuk memulai mempromosikan galeri nanF dan memperkenalkan kepada publik luas. Secara obyekFf tujuan pendirian galeri Orbital Dago, ialah untuk meraih para peminat seni baru , baik secara apresiasi maupun kolektor. Maka , keberadaan kafe menjadi penFng untuk menarik para peminat seni. Bandung saat ini telah dikenal dengan industry kulinernya, dengan udara yang masih terbilang sejuk dan geografis yang berbukit, pertumbuhan café di Bandung Utara cukup Fnggi, sehingga keberadaan kafe dengan menu khusus menjadi sangat penFng. Dengan menyajikan hidangan khas Sunda , dan jajanan serta minuman. Penambahan restoran , Warung GaF dan Warung Juga dilantai paling atas tahun juga menambah jenis makanan baru. Baru awal tahun 2019 , kami membuka fasilitas baru yakni penginapan ; Uma GaF , sehingga semakin menambah lengkap dukungan terhadap keberadaan galeri. Penerbitan secara dijital Album #1 ini, selain untuk menandai tahun ke – 3 berjalannya berbagai kegiatan seni di Orbital Dago, tetapi sebagai dokumentasi yang mungkin dikemudian bisa dipelajari terutama untuk para pemerhaF seni rupa. Akhir kata , kami mengucapkan beribu terima kasih kepada para seniman, kurator , akademisi, pencinta seni, pengunjung atau maupun para pelanggan dan pihak; pihak yang selama ini telah mendukung program – program galeri dan restoran kami. Ricy Effendy dan Veranika
4
DAFTAR&ISI Pengantar
4
Perjalanan Senyap
6
The1Other1North1
19
You1In1A1Glimpse1
27
Matters:11Layer1of1Meanings1
35
Pameran Arsip Kegiatan Pameran Seni Rupa1 di1Bandung1Sejak 1990Man1Hingga Kini 43
5
FIKSIMILISI
173
@BENZIGEIST
181
Seismic1Cities1
189
Question1of1Position
203
Matter;s Statement:1 A1Part1Of1The1Journey
213
LOOK1//1AFTER1
223
From1Cubicle1to1Gallery1Walls
233
Function1Follows1Clarity
243
Mind1Garden1
255
You1Are1My1Home, My1Wonderland1
263
Like1It’s1Important1
275
Potret Ilmuwan Muda1Indonesia
285
(IN)1MATERIAL1TRUTH1
49
ORDO1GEOMETRIC
59
Kontras Materi
67
IN1SIGHT1Nowadays1Painting
75
Melacak Jejak Menuju Waktu
87
Searching1For1The1Truth
95
SEMI1CUSTOM1 Readymade1M Redesign1– Nonlabe
105
SHIFTING
115
JOGED1
293
NUMABSTRACT
127
SAMA1SISI1
301
No1Sleep1Till1Jelekong
135
Batik1GUTTA1TAMARIND
311
After1Documentation
145
ORIENTETIKA1
331
Deden Sambas1dan BendaMBenda1
153
POTRET1:1Tak Kenal Maka Tak Sayang
347
Pameran Keliling Kultursinema
165
Dokumen Lainnya
367
Perjalanan Senyap 7,Mei,– 15,Juli 2017
6
Pengantar Kuratorial PERJALANAN SENYAP Dari tahun 1976 hingga 1988, Marina Abramovic (lahir pada tahun 1946 di Beograd) dan Ulay (lahir tahun 1943 di Solingen sebagai Frank Uwe Laysiepen) adalah sepasang kekasih, pasangan seniman yang Hnggal dan bekerja bersamaJsama. Kolaborasi ini menarik, bukan saja karena didasarkan pada prinsip kesetaraan mutlak antara dua seniman, sehingga mengatasi moHf jenius dan perenungan mereka yang berjalan melalui sejarah seni, tetapi juga karena membuka dan membagi antara seni dan kehidupan , privat dan publik, menempatkan mereka untuk reJnegosiasi. Karya performans mereka sebagai pasangan, banyak diteliH pada berbagai Hngkat esteHka dan sosialJpoliHk kemungkinandari hubungan interpersonal. Nightsea Crossing adalah serangkaian dua puluh dua pertunjukan yang berlangsung antara tahun 1981 dan 1987 di lokasi yang sangat berbeda di seluruh dunia. Dengan sePng (sering didalam museum, kadangJkadang diarea terbuka), tanggal, dan warna pakaian mereka bervariasi, tetapi mereka selalu menggunakan meja kayu mahoni yang sama dan dua kursi yang sama. Mereka menggambarkan performansnya sebagai berikut: "Nightsea Crossing adalah sebuah epik 90 hari di mana menjadi periode yang melibatkan suatu kecepatan dan keheningan , sebelum dan selama performans yang aktual. Performans itu terdiri dari tujuh jam sehari, berkonsentrasi sambil duduk diam tak bergerak dalam keadaan hening”. Abramovic dan Ulay duduk dikursi dikedua ujung meja, saling berhadapan, dengan tubuh mereka berhadapan. Mereka menggunakan keheningan dan aspek kehidupan untuk memfokuskan perhaHan pada kenyataan bahwa kesadaran terus berfungsi di dalam, sementara di luar tubuh tampaknya menjadi bagian dari arsitektur. Menurut Abramovic, performans ini adalah bentuk sHll life, suatu"kehidupan hening", meskipun Ulay mencatat bahwa minat utama mereka adalah dalam proses diam yang tersisa. Berbagai performan Marina Abramovic ditandai dengan keterlibatan fisik radikal sang seniman. Seringkali, bereksperimen diri secara ekstrim yang menyebabkan situasi yang mengancam jiwanya. Dalam terminologi sejarah seni, karyaJkarya ini memberikan kontribusi yang kuat untuk mengganH isHlah performaHf dalam seni rupa. Performance art, yang muncul pada tahun 1960, dimaksudkan sebagai model counter untuk lembaga mapan seperH teater dan museum. Programnya adalah untuk menghapus semua batasJbatas: perbedaan antara seniman dan karyanya, pemain dan karakternya, aktor dan penonton, serta antara seni dan kehidupan. Didalam merayakan saat beraksi , tubuh para seniman performans menjadi situs untuk negosiasi poliHk idenHtas, relasi gender, dan normaJnorma sosial. Hari – hari ini, berbagai pertunjukan mereka ini hanya dapat diakses melalui dokumentasi fotoJfoto, rekaman video, atau berbagai tulisan laporan. Bahwa representasi fotografi jauh lebih pas untuk Abramovic dan Ulay daripada dokumentasi belaka , penampilan mereka menjadi sangat jelas dalam pameran di
7
Galerie Michael Jannsen, di Berlin beberapa waktu lalu. Karena snapshot, rekaman gambar dapat membuat bentukJbentuk khusus dari sinerji mereka. Aspek gambar menjadi pusarannya terutama untuk karyaJkarya setelah tahun 1980. Di sini, konstelasi hubungan di eksplorasi dan dinegosiasikan melalui Hndakan dengan gerakan minimal, tetapi juga melalui serangkaian simbol/tablo serta karyaJkarya fotografi dan patung. KaryaJkarya ini secara kriHkal menginterogasi gambar dan model hubungan manusia, dan mereka semakin mendapatkan Hngkat alegoris dan simbolik makna. proses hubungan material dan eksperimen dalam simbiosis spiritual menjadi semakin penHng. Pameran Perjalanan Sunyi yang diambil dari teks karya Nightsea Crossing mengundang para seniman diluar konteks sejarah dan budaya asalinya untuk menafsirkan secara terbuka kepada performans Marina dan Ulay. Untuk mengembangkan makna – makna dan nilai sejarah suatu karya tersebut kedalam ungkapan visual para seniman sekarang, yang dikepung oleh derasnya produksi dan pusaran citraan. Juga mengaitkannya dengan persoalan otoritas dan idenHtas seniman yang individual seperH yang diyakini jaman Modern klasik yang kemudian dipahami ke dalam dalam era seni rupa sekarang. Since the great changes in art during the 1965, ar6s6c iden6ty has not been a straigh9orward given. It has been selected in good and bad faith, out of duplicity, or from acts of speaking for someone else. The categories of ar6s6c collabora6on and constructed, manipulated—as opposed to "natural" or individual—authorial iden66es overlap but are not the same. (Charles Green) Menurut Charles Green , dalam bukunya THE THIRD HAND : collaboraHon in art from conceptualism to postmodernism , seri performans Marina dan Ulay menarikJ jauh meregangkan batasan representasional. SeperH pada kolaborasi Gilbert & George, yang menciptakan kembali dirinya sebagai idenHtas keHga, tetapi Abramovic dan Ulay , memperluas temaJtema pertapaan (askeHk), meritualkan keJtuna wismaJan dan perpindahan dengan cara yang jauh lebih ekstrim dari Gilbert & George; kerja sama Hm kolaboraHf mereka adalah bagian dari suatu definisi ulang batasJbatas diri. Diri atau self ini akan tersedia untuk para seniman hanya melalui proses, yang sekali lagi, penghilangan dan menggoda ketertutupan, keterisolasian, yang kemudian diceritakan oleh Abramovic , "KeHka Anda berfokus dalam situasi di sini dan sekarang, orang mendapatkan kesan bahwa anda Hdak ada." Menurut Green, karyaJkarya relasional yang dibuat pada tahunJ tahun pertama dari kolaborasi mereka, melibatkan berbagai bentuk, gaya yang terlupakan. Selama tahun 1979, meskipun, Abramovic dan Ulay mulai sistemaHs memperbaiki HndakanJ Hndakan dramaHs ke dalam skenario ‘”diam” dan kembali kepada sesuatu yang benarJbenar beku.
Perjalanan Senyap
Performans ; dari Imaterial , Arsip ke Objek Dalam perkembangan seni rupa performans di Eropa dan Amerika Utara , sejak dekade 1990;an telah terjadi gejala materialisasi;nya. Kelembagaan seni modern telah mengembangkan sistem kerja, “ kolaborasi” untuk menghasilkan produk artistik. Karena bagaimanapun, performans merupakan aksi tubuh yang sangat bergantung pada konteks ruang dan waktu. Pendokumentasian, produksi artefak performans , kemudian menjadi penting dan telah berlangsung sejak ; mulai dari kelompok Dada, Bauhaus, Fluxus, atau Yves Klein, Manzoni, Beuys, Jim Dine, hingga Gilbert and George. Memang sepertinya terjadi ke;ironis;an, dimana pada awalnya performans digunakan para seniman untuk melawan komersialisasi, dan galeri, maupun museum. Seniman awal performans, berusaha mendudukan kembali gagasan sebagai suatu yang paling tinggi, sebagai pengejewantahan dari eksistensi seniman modern, sebagai gerakan kaum kiri, dan ekstensi dari gerakan seni rupa konseptual. Tetapi pada akhirnya, dalam kenyataan perkembangan teori dan kelembagaan seni rupa modern, mengharuskan karya;karya performans didokumentasi secara baik. Terutama banyak lembaga museum dan akademi pendidikan, maupun pameran; pameran, serta publikasi membutuhkan materi, atau dokumentasi fisik untuk kepentingan arsip maupun presentasi. Dokumentasi performans, berupa fotografi, rekaman film dan video, atau kertas;kertas kerja para seniman dikumpulkan, di kemas dalam sebuah pameran maupun materi publikasi. Bahkan dalam perkembangannya kemudian, beberapa museum dan kolektor mengoleksi arsip;arsip dengan harga tinggi. Para seniman konseptual juga performans seperti Gilbert and George, Marina Abramovich dan Ulay, diawal tahun 70;an, mungkin yang mengawali dalam memanfaatkan medium fotografi, grafis dan video sebagai ekstensi, atau cara presentasi dari aksi yang mereka lakukan. Sebagai kemungkinan bentuk “dokumentasi” untuk diperdagangkan galeri dan dimiliki oleh para kolektor. Hal ini juga mengawali suatu gejala dimana, mitos bahwa seniman modern bekerja secara individual, unik, self;center akhirnya tidak menjadi absolut, banyak lubang di batas;batasannya. Produksi seni rupa kontemporer termasuk performans, menurut kritikus Kristine Stiles, dalam ulasannya tentang Performance (Nelson & Shiff, 2003: 88) mengemukakan, bahwa didekade 1980;an, istilah “performance” mulai menyajikan karya beragam dengan bentuk estetik, dari produksi hingga presentasi,serta penafsirannya. Performans menjadi sebagai suatu kategori dalam visual display, hal ini memberi hal baru bagi aspek komersial seni rupa. Dengan munculnya teknologi reproduksi citraan, seperti kamera dijital, video, rekayasa computer, berbagai aplikasi berbasis internet. Banyak juga seniman performans mengembangkan konsep aksi tubuh dengan unsur teknologi. Sterlac, seniman performans ternama asal Australia, dan Yasumasa Morimura dari Jepang, bahkan telah mengembangkan konsep tubuh kedalam konstruksi rekayasa teknologi, termasuk Melati Suryodarmo. Begitupun
penggunaan strategi presentasinya , mereka mencoba dan bereksperimen dengan mendomestifikasi tubuhnya melalui ruang;ruang virtual, yang bisa diakses oleh internet, game, maupun dalam bentuk rekaman dalam kepingan DVD. Pada pameran ini, 13 seniman diundang untuk serta dalam perayaan “matinya sang pengarang” dan “everything goes” , dengan mendekati teks dan visual atau kebetulan mempunyai kesamaan konsep maupun aspek tafsiran visual dengan karya Nightsea Crossing –nya Marina dan Ulay. Menafsirkan sisi;sisi yang mungkin mempunyai nilai berbeda yang kemudian bisa dimaknai kembali oleh para seniman sehingga muncul karya dengan konteks dan bentuk yang berbeda bahkan mungkin nilai dan makna baru. Juktaposisi karya Marina dan Ulay dengan karya;karya seniman lain ini disajikan dalam pameran inagurasi ini mengundang para seniman yang tentunya berbeda secara generasi, cara pandang, sikap maupun dalam konteks sosial ; budayanya. Tentunya akan berbeda pula cara pandang mereka melihat / membaca tanda;tanda. Beberapa karya seniman tidak direncanakan untuk merespon karya Marina dan Ulay, tetapi mempunyai beberapa aspek nilai yang berhubungan dengan “teks”. Pemaknaan Pada Karya;karya Aliansyah Caniago, menafsirkan karya performans Marina dan Ulay pada persoalan hubungan, daya tahan (endurance), kepercayaan (trust) dengan yang dicintainya dalam hidup. Dengan menghadirkan karya dari tempelan kayu;kayu limbah dan pabrik pensil yang dibentuk persegi, berjudul: Silence Conversation After The Years; Ciburuy (2017). Karya ini menghubungkannya dengan proyek performans yang dilakukannya di danau (situ) Ciburuy dua tahun lalu, disana ia melakukan interaksi bersama para nelayan disana. Maka bagi Alin aksi – aksi Marina dan Ulay mengingatkan kepada para nelayan di situ Ciburuy. “Saya ngeliat manusia disana kayak ngelakuin long durational performance juga, setelah adanya banyak pilihan hidup mereka tetap bertahan hidup dengan air. Pilihan hidup tuh bisa jadi juga soal endurance”. Aliansyah mendekati dengan mengalegorikan kepada durasi dan daya tahan kegiatan suatu masyarakat. Hari;hari ini, seni performans banyak dilakukan oleh para seniman diluar ruang – ruang seni dengan kehidupan nyata. Mengaktualisasi ekspresi dengan terjun dengan masyarakat, baik sebagai aktivisme sosial, lingkungan hidup maupun mengartikulasikan bentuk;bentuk seni relasional. Karya Dita Gambiro (Lahir Jakarta 1986), berjudul You In Me (2017), memaknai “ hubungan dua manusia” dengan menyajikan pakaian (baju) dengan materi kain transparan (Jute). Salah satu lengan pakaian masing;masing terpotong. Ketidak;sempurnaan pola pakaian itu disusun berdampingan sehingga saling memberikan “kesatuan” dari bentuk pakaian tersebut. Karya;karya Dita Gambiro banyak menampilkan nilai berbeda dari tubuh feminine, cenderung menyentuh dengan ironi;ironi. Menyejajarkan simbol;simbol barat;timur dalam menjelajah materi.
Perjalanan Senyap
8
Seniman Eddi Prabandono , (Lahir di Pati , 1964, tinggal dan bekerja di Yogyakarta). menghadirkan karya objek hibrid sepeda yang diatasnya diletakan objek lukisan karya Piet Mondriaan. Karya berjudul , Fiets Mondriaan (2016), ini bisa dimaknai sebagai gejala bahasa pelesetan dari dua suku kata “Fiets” yang dalam bahasa Belanda artinya sepeda. Sehingga ketika disatukan berbunyi seperti nama sang maestro seni modern Belanda tersebut. Pelesetan kata dan logika assemblage yang dihadirkan oleh Eddi yang menyejajarkan dua objek yang tak nyambung : antara obyek sejarah seni yang ikonik dan sepeda. Tapi juga sepeda adalah kendaran ikonik dan umum di negeri Belanda. Maka konteks sosial dan budaya juga menjadi nilai yang dipertimbangkan. Erika Ernawan (lahir di Bandung 1986), seniman yang biasanya menggunakan elemen tubuhnya (atau performans) dan juga instalasi dan media lainnya didalam karyanya. Kadang pendekatan performansnya cenderung menyentuh batas pemahaman nilaiNnilai yang mapan yang diyakini masyarakat secara moral. Kali ini Erika menguaskan cat diatas image print yang ditempel diatas medium Perspex. Karya berjudul :Motionless (2016N17) muncul dari persoalan waktu dalam performans yang melibatkan aspek “diam”, yang sering dimunculkan dalam performance Marina dan Ulay. Dengan menghadirkan proses pembekuan cat , diam itu dimaterialisasi, seperti juga dalam proses melukis Jackson Pollock. Tetapi pada karya Erika muncul metafor tentang wacana tubuh dan diri. Drawing Michael Binuko atau Koko (lahir di Biak, 1987. Tinggal dan bekerja di Bandung) menghadirkan citra ibu dan anak. Ia mengatakan bahwa poin utama karya kolaborasi Marina dan Ulay yang ditangkap itu terkait dengan nilai kepercayaan dirinya. Maka ia memutuskan untuk menggunakan figur Maria dan bayi Yesus, suatu hubungan yang magis dan ikonik. Image atau citra yang sakral tapi sekaligus juga menjadi profane atau sekuler. Pada drawingnya Koko membuat kerusakan yang disengaja, menurutnya , Faktor "rusaknya" sendiri sebagai gambaran karya kolaborasi mereka yang sering terlihat destruktif dan menantang . Maka citra tersebut tidak lagi ada upaya ‘glorifikasi’ , tetapi membuatnya lebih menjadi fana, menjadi manusia yang tak sempurna. Muhammad Vilhamy (Lahir di Surabaya, 1990, tinggal dan bekerja di Bandung) menghadirkan instalasi deretan lukisan cat air , berjudul : “Maaf Sold Out!” (2017) dengan elemen teks dan objek, seperti dalam sebuah toko pakaian. Karyanya menjadi sarkasme kepada gejala pasar seni rupa kontemporer saat ini. Baginya ; “empat komponen karya instalasi yang ditawarkan menjadi bentuk karya seni yang merepresentasikan pola atau sikap “dingin” dan leisure dari masyarakat kelas menengah, serta juga sebagai bentuk respon apropriasi praktik dalam medan seni rupa kontemporer Indonesia”. Walaupun beberapa elemen karya tersebut muncul dari ruang pribadi. Ia menjadi seniman yang memainkan tanda dengan ironi dan sarkasme dalam praktek seni hariNhari ini.
9
Karya Patricia Untario , (Lahir di Jakarta 1984, tinggal dan bekerja di Bandung) berjudul Fasting (2017) , membuat elemen dalam bentuk miniatur dari logam dari elemen performans Marina dan Ulay. KursiNkursi itu masingNmasing ditutupi oleh silinder kaca atau gelas. Patricia dikenal sebagai seniman yang mengeksplorasi teknik pembuatan kaca , kebanyakan dengan teknik cetak. Ia banyak menggarap bentuk lampu gantung atau chandlier maupun bendaNbenda domestik seperti ceret, cangkir dan lain sebagainya, yang dieksplor menjadi karya bernarasi yang khas sekitar hubunganNhubungan domestik manusia dan kenangan. Kursi dalam gelas menandai suatu ruang yang dibatasi oleh sekat yang transparan. Bisa saling menatap tapi tubuh terkurung dan tak bisa saling menyentuh. Menjadi suatu ironi manusia sekarang. Richard StreitmatterNTran (lahir di Bien Hoa1972, tinggal dan bekerja di Ho Chi Min, Vietnam ) , menggambarkan hubungan dengan menghadirkan objek dua bola dari tanah liat, seperti kepala dengan rambut dari sabut kelapa yang dikepang dan menyambung kerambut lainnya. Gestur objek berjudul Bound (2016) ini mengingatkan kepada salah satu citra ikonik dari performans yang dilakukan Marina dan Ulay yang ikonik, di Italia berjudul Relation in Time (1977). Performans tersebut aslinya dilakukan selama 17 Jam dengan kedua rambut kepang bagian belakang yang terikat satu sama lain. Karya Richard ini menjadi semacam tribute untuk Marina dan Ulay dengan menghadirkan nilai hubungan yang tak abadi, lewat material yang lebih berumur terbatas dan rentan seperti tanah liat dan serabut kelapa. Wiyoga Muhardanto (Lahir di Jakarta 1984 , tinggal dan bekerja di Bandung) secara khas melalui karya patungnya selalu melibatkan permainan tanda dan unsur sinisme, sindiran atau olokNolok, apakah melalui bentuk maupun pengolahan materinya. Ia menampilkan karya berjudul What If (Figur No: 3, Football Fans) 2016, berupa patung figur pemain bola (penjaga gawang) yang sedang menangkap seorang fansnya , mengenakan seragam klub bola terkenal Liga Inggris. Sosok fans bola itu berperawakan gempal dan mengepalkan tinjunya keatas. Karya ini seperti mewakili kegilaan dan obsesi masyarakat global kepada sepak bola. Karya Wiyoga seperti bertolak belakang dengan nilai dalam citraan performance Marina dan Ulay. Namun dengan hakikat tujuan yang sama ; melihat kembali nilaiNnilai didalam budaya masyarakat urban eraNinformasi dimana muncul penetrasi ikonNikon global dan obsesi kuat untuk menjadi bagian dari komunitas globalNinternasional.
Perjalanan Senyap
Yogie Achmad Ginanjar (Lahir di Bandung 1981, Tinggal dan bekerja di Bandung) memaknai karya Marina dan Ulay tersebut dengan menghadirkan deretan lukisannya , Me and You and a Cycle of Impossible Truth (2017). 22 lukisannya menjadi tribute kepada 22 performans Marina dan Ulay. Bagi Yogie , Night Sea Crossing menceritakan siklus kehidupan, metamorphosis, perjalanan dan menghubungkan antara tubuh ke pikiran, psikis ke metafisik yang direpresentsikan oleh upaya mereka berimplikasi kepada tradisi disiplinJfisik pada jangka periode waktu yang panjang untuk mencapai kesadaran metafisik. Yogie menantang keterbatasan fisikal itu dengan membuat lukisan sekuen pertumbuhan bunga Dandelion sebagai metafor siklus hidup. SapuanJ sapuan menggambarkan suatu efek “kesalahan/meleset” (Glitch) , untuk menunjukan kegagalan komunikasi, mirip yang apa ia rasakan dalam proses membaca karya Marina dan Ulay. Ia juga mengadaptasi melukis dengan cara dan efek maestro Jerman, Gerhard Richter untuk menghasilkan visualnya.
menjadi memiliki tendensi ketika berada dalam form atau performa seni “, ujarnya. Zico memilih merekam gestur manusia yang natural tetapi kemudian dikerjakan dalam konteks sejarah lukisan tertentu, pemaknaanya menjadi sangat berbeda, bahkan jauh diluar kendali sang seniman. Dramatisasi muncul dari bagaimana gambar dihadirkan dan dengan sendirinya sudah termaknai oleh sejarahnya. Lukisan Zico banyak menggali ulang konsepJkonsep lukisan di era modern dan berupaya menemukan nilai dalam konteks kekinian. Rifky Effendy, Kurator. For\english version\link\to\ https://issuu.com/orbitaldago/docs/eJ catalogue_perjalanan_senyap_J_orb
KaryaJkarya kolase atau asemblage Yudi Noor (lahir di Bandung, 1971. Tinggal dan bekerja di Berlin) memberikan ruang kepada pemaknaan ulang atas materi , bendaJbenda temuan arsitektural yang dielaborasikan melalui sensibilitas estetiknya. Sehingga menyajikan suatu narasi yang mistis maupun filosofis dari elemen, materi yang wataknya berbedaJbeda. Menyatukan yang nyambung dan tidak nyambung, menjadi harmoni yang formal walaupun penyusanannya dilakukan intuitif. Pematung Yuli Prayitno menghadirkan kembali objek Gunting tetapi membuatnya menjadi berbeda fungsi asalinya. Gunting tersebut ia potong bagian pisaunya dan dijadikan pegangan dengan ditempa. Sehingga bisa dipegang dua orang di kedua sisinya. Garapan – garapan karya objek Yuli memang khas , karena selalu mempermainkan persepsi umum antara bendaJbenda, watak materi serta fungsinya. Karya gunting berhandle ganda ini menciptakan simbol untuk memparodikan performans yang radikal dari Marina dan Ulay yang biasanya menyerempet dan melibatkan berbagai objek berbahaya. Sebaliknya Yuli menghadirkan simbolJ simbol yang lebih lunak , lebih bersahabat (friendly). Karya lukisan Zico Albaiquni (lahir di Bandung 1987) berjudul: menggambarkan satu komunikasi dengan mendekati kehidupan keseharian, tetapi melalui garapan lukisan yang bercorak agak impresionistik , “Saya mengambil snapshot dua orang yang sedang duduk tanpa tendensi apaJapa….namun posisi duduk
Perjalanan Senyap
10
11
Perjalanan Senyap
Perjalanan Senyap
12
13
Perjalanan Senyap
Perjalanan Senyap
14
15
Perjalanan Senyap
Perjalanan Senyap
16
17
Perjalanan Senyap
Perjalanan Senyap
18
The$Other$North Solo$Project$by$Anna$Madeleine 4$– 14$Oktober 2017
19
The Other North (English)
(Bahasa) The Other North atau Utara Yang Lain, adalah sebuah pameran oleh perupa Australia, Anna Madeleine yang menjelajah hubungan antara kegiatan keseharian dengan siklus kosmik ruang dan waktu. Terpengaruh oleh perbincangan di pusat teropong bintang Boscha, karyaCkarya ini menggambarkan hubungan antara gejala astronomikal , navigasi dan lingkungan alam. Melaui instalasi, wayang, animasi, gambar dan obyek, pameran The Other North menelisik bagaimana sain menginfiltrasi kedalam praktek budaya seperF cerita wayang tradisional , pengetahuan pertanian kuno dan konseptualisasi tentang waktu. Pameran ini mensituasikan ideCide dalam suatu pandangan kontemporer yang terbentuk oleh aliran dari lintasan dan informasi yang berkesinambungan, memperFmbangkan relevansi dan menemukan kembali penafsiran lama dan baru dari hubungan antara : orangCorang, alam dan ekspresi budaya
The Other North is an exhibi4on by Australian ar4st Anna Madeleine that explores the rela4onship between everyday ac4vi4es and cosmic cycles of 4me and space. It is the result of a threeBmonth Asialink Arts residency program with Common Room Network Founda4on, Bandung. Influenced by conversa4ons at Bosscha Observatory, the works draw connec4ons between astronomical phenomena, naviga4on, and the natural environment. Through installa4on, shadow play, anima4on, drawings and objects, The Other North inves4gates how scien4fic enquiry infiltrates into cultural prac4ces such as tradi4onal Wayang stories, ancient farming knowledge, and the conceptualisa4on of 4me. The exhibi4on situates these ideas in a contemporary landscape shaped by con4nuous flows of traffic and informa4on, to consider the relevance and reinven4on of both old and new interpreta4ons of the connec4ons between people, nature, and cultural expression.
ArFst bio: Anna Madeleine is an arFst working in mixed media, installaFon and experimental animaFon. Through exploraFons of Fme and mapping, her pracFce explores the scienFfic data, networks and informaFon systems that underpin contemporary culture. Anna completed a PhD in Media Arts at UNSW Art & Design in 2014, a Bachelor of Visual Arts (Honours) at ANU School of Art & Design in 2007, and is currently a sessional lecturer at ANU School of Art & Design. She has had solo exhibiFons in New York, Sydney, Melbourne and Canberra, and has been selected for internaFonal group shows and prizes including the AestheFca Art Prize, SafARI 2016 and the Churchie NaFonal Emerging Art Prize. In 2016 she was a visiFng arFst at the University of Southern California and in 2018 will undertake a residency at Cité InternaFonale des Arts, Paris a^er receiving the Art Gallery of New South Wales’ Moya Dyring Memorial Studio scholarship.
TheaOtheraNorth
20
21
The$Other$North
The$Other$North
22
23
The$Other$North
The$Other$North
24
25
The$Other$North
The$Other$North
26
You,%In%A%Glimpse A%Solo%Exhibi5on%of%Puri Fidhini 17%November%– 8%Desember 2017
27
Bahasa You, In A Glimpse / A Solo Exhibition of Puri Fidhini Curatorial Everyday experience is a self4shaper, although on the reality, not all of our experiences were eternalized in the form of memories. Our memories are partial. Memory is more likely to keep or store moments (short periods of time). Temporality then becomes the essence of human life, or any living things in general. However, how many are there who still contemplate that kinds of matter in the midst of their tight daily activities which gradually transformed into routines? We’re all familiar with the phrase 'look in the mirror' which could mean as shallow as using a mirror or any reflective objects, or it could also has a deeper meaning such as: thinking; researching; taking lessons; to contemplate. Mirror then becomes both simple and meaningful object. And this dichotomy then also becomes Puri Fidhini's area of exploration in You, In A Glimpse. Seeing or looking at a glance, in a glimpse, or momentarily, are form of activities that can represent the word “moment”. Moment which is ‘being played' by Puri through reflective object such as mirror. What if the mirror, which we usually use, or to be specific, staring at it privately, presented in a public space which involves many people? The tension between the activity of artwork appreciation, looking at self4reflection, and the awkwardness of being in public, all of them become important components in the reflective works of Puri Fidhini. You, In A Glimpse demands a form of appreciation through a short periods of contemplation which is 'disturbed' by the presence of moments. In this case, a fleeting event occurs in the form of mirror reflections or other reflective objects such as aluminum. The powerlessness to control moments or events then becomes another emphasis in You, In A Glimpse. ‘Self’ in moments and conditions that never 'be.’ Bob Edrian
Curatorial Pengalaman sehari1hari merupakan pembentuk diri meskipun pada kenyataannya tidak seluruh pengalaman tersebut teraba1 dikan dalam bentuk ingatan. Ingatan kita bersifat parsial. Ingatan lebih cenderung menyimpan momen1momen, yang pengertiannya adalah waktu yang pendek atau berlalu dengan cepat. Kesementaraan kemudian menjadi esensi hidup manu1 sia, atau makhluk hidup secara umum. Namun, berapa banyak manusia yang merenungi hal tersebut di tengah1tengah kepa1 datan aktivitas yang bertransformasi menjadi rutinitas? Kita mengenal kata ‘becermin’ yang maknanya bisa sedangkal menggunakan cermin ataupun objek reflektif, atau becermin dalam pemaknaan yang lebih dalam: memikirkan; meneliti; mengambil pelajaran; hingga kontemplasi. Cermin menjadi objek sederhana sekaligus bermakna. Dikotomi cermin ini yang kemudian menjadi wilayah eksplorasi Puri Fidhini dalam You, In A Glimpse. Melihat secara sekilas, sekelebat, ataupun sesaat, merupakan suatu bentuk aktivitas yang dapat mewakili kata momen. Momen yang, oleh Puri, ‘dipermainkan’ melalui objek cermin. Bagaimana jika cermin, yang biasa kita pandangi sehari1hari dalam ruang pribadi, dihadirkan dalam ruang publik yang melibatkan banyak orang? Tarik menarik antara aktivitas mengapresiasi karya, meman1 dang diri, serta rasa canggung berada dalam ruang publik, menjadi komponen1komponen penting dalam karya1karya reflektif Puri Fidhini. You, In A Glimpse menuntut bentuk apresi1 asi melalui kontemplasi sesaat yang ‘diganggu’ oleh kehadiran momen. Dalam hal ini, peristiwa sekilas yang terjadi dalam bentuk pantulan cermin ataupun objek1objek reflektif seperti alumunium. Ketidakberdayaan mengontrol momen ataupun peristiwa kemudian menjadi poin lain dalam You, In A Glimpse. Diri dalam momen dan kondisi yang tidak pernah ‘menjadi.’ Bob Edrian
E1catalogueNlinkNtoN https://issuu.com/orbitaldago/docs/katalog_20you_20in_20a_20glimpse
You,NInNANGlimpse ANSoloNExhibitionNofNPuri Fidhini
28
29
You,%In%A%Glimpse A%Solo%Exhibition%of%Puri Fidhini
You,%In%A%Glimpse A%Solo%Exhibi5on%of%Puri Fidhini
30
31
You,%In%A%Glimpse A%Solo%Exhibition%of%Puri Fidhini
You,%In%A%Glimpse A%Solo%Exhibition%of%Puri Fidhini
32
33
You,%In%A%Glimpse A%Solo%Exhibition%of%Puri Fidhini
You,%In%A%Glimpse A%Solo%Exhibi5on%of%Puri Fidhini
34
MATTERS':'Layer'of'Meanings
I'Nyoman Arisana – Intan Soebagio – Gabriel'Aries'Setiadi – Dedy'Shofianto– Radityo Luthfi Fadhil 27'Desember 2017''E 25'Januari 2018
35
Matters: Layer of Menings Materi mempunyai watak yang berbeda6beda, dan bagi seniman hal tersebut menjadi potensi untuk dijelajahi lapisan – lapisannya, baik segi formal maupun makna yang ingin diungkapkannya maupun yang tak disengaja terpapar. Materi dalam sejarah seni rupa modern menjadi kendaraan dan eksplorasi yang utama selain untuk menjelajah gagasan. Dalam era seni modern, eksplorasi materi menjadi sangat penting terkait dengan gerakan formalisme kaum Bauhaus di Jerman. Di Indonesia semangat formalisme mulai ditanamkan di lembaga pendidikan seni rupa di Bandung (FSRD6ITB) mulai era 806an, terutama ketika pengaruh ajaran Rita Widagdo dianut oleh para mahasiswa dan seniman lainnya. Aspek6aspek rupa seperti: garis, tekstur, bentuk menjadi penjelajahan utama. Tetapi dalam prakteknya, aspek6aspek tersebut mempunyai potensi pemaknaan bagi sang senimannya. Maka dalam perkembangannya, praktek seni rupa berdasarkan formalisme juga selalu muncul aspek representasi dan ini lebih cenderung muncul secara kultural. Bahkan materi atau bahan, gagasan, dan unsur6unsur representasional lainnya terelaborasi dengan caranya masing6masing menjadi bahasa ungkap, baik personal maupun sosial – kultural. Pameran Matters : Layers and Meanings, menampilkan karya6karya dari empat perupa: I Nyoman Arisana – Intan Soebagio – Gabriel Aries Setiadi –Dedy Shofianto – Radityo Luthfi Fadhil. Masing6masing perupa tertarik untuk mengolah materi/bahan , mulai dari kanvas dan cat sebagai bentukan tradisi barat, kertas, logam, kayu, hingga batu.
Tentang Perupa :
menyerupai robot berbagai hewan.
I Nyoman Arisana lahir di Gianyar , Bali tahun 1989. Pendidikan Jurusan Seni Rupa di UNDIKSHA, Singaraja, Bali. Pemenang TITIAN PRIZE 2017. Finalist Bekraf ‘emerging artist’ Bazar Art Jakarta 2017. Finalist UOB painting of the year ” emerging artist’ 2017. Karya lukisan Arisana banyak menggambarkan konflik dalam lapisan sejarah dan pengaruh budaya di Bali.
Gabriel Aries Setiadi, Lahir di Jakarta, 26 Maret 1984. Lulus dari Jurusan Seni Patung Institut Teknologi Bandung tahun 2008. Tinggal dan bekerja di Bandung. Sejak lulus Gabriel selalu mengolah batu yang ia ubah menjadi benda6benda seperti sandal, sikat gigi dan benda domestik lainnya. Karya terakhir yang menggambarkan kematangannya adalah menjadikan batu menjadi buku6buku. Pameran yang telah dilakukan : 2008 – Japan Pop Culture. Asumu Gallery. Tokyo . 2009 – Projecting Bali.Ralston ‘De Verfkeukeun’. Bandung. 2017 di Eco Gallery , Tokyo, Jepang.
Intan Soebagio , lahir di Bandung 1988. Lulus dari Arsitektur UNPAR, Bandung tahun 2011. Belajar Paper Sculpture secara otodidak dan menjadi arsitek untuk rumah tinggal. Tahun 2017 mengikuti pameran di Bazaar Art Jakarta di Booth BEKRAF. Karya6karyanya banyak menggunakan kertas dan membentuk relief dengan subyek yang bersumber dari dunia film. Dedy Shofianto, lahir di Jambi, 1991. Tinggal dan bekerja di Yogyakarta. Lulus dari ISI Yogyakarta. Tahun 2017 mengikuti pameran di Bazaar Art Jakarta di Booth BEKRAF. Pameran Kecil itu indah 15, Edwin’s Galery, Jakarta.Pameran Seni Rupa Nusantara 2017 Rest AREA ”Perupa Membaca Indonesia” Galeri Nasional Indonesia, Jakarta. Dedy mengekplorasi medium kayu kayu jati yang di rangkainya menjadi bentuk patung kinetic
Radityo Luthfi Fadhil (Didit) , lahir di Jakarta, 19 Januari 1994. Lulus dari Seni Rupa di Telkom University 2016. Mengolah bentuk obyek6obyek konsumtif dengan medium aluminum . Tahun 2017 , Didit telah mengikuti berbagai pameran termasuk Finalist Bekraf ‘emerging artist’ Bazar Art Jakarta 2017.
MATTERSe:eLayereofeMeanings IeNyoman Arisana – Intan Soebagio – GabrieleArieseSetiadi – DedyeShofianto– Radityo Luthfi Fadhil
36
37
MATTERS':'Layer'of'Meanings I'Nyoman Arisana – Intan Soebagio – Gabriel'Aries'Se<adi – Dedy'Shofianto– Radityo Luthfi Fadhil
MATTERS':'Layer'of'Meanings I'Nyoman Arisana – Intan Soebagio – Gabriel'Aries'Setiadi – Dedy'Shofianto– Radityo Luthfi Fadhil
38
39
MATTERS':'Layer'of'Meanings I'Nyoman Arisana – Intan Soebagio – Gabriel'Aries'Setiadi – Dedy'Shofianto– Radityo Luthfi Fadhil
MATTERS':'Layer'of'Meanings I'Nyoman Arisana – Intan Soebagio – Gabriel'Aries'Setiadi – Dedy'Shofianto– Radityo Luthfi Fadhil
40
41
MATTERS':'Layer'of'Meanings I'Nyoman Arisana – Intan Soebagio – Gabriel'Aries'Se<adi – Dedy'Shofianto– Radityo Luthfi Fadhil
MATTERS':'Layer'of'Meanings I'Nyoman Arisana – Intan Soebagio – Gabriel'Aries'Setiadi – Dedy'Shofianto– Radityo Luthfi Fadhil
42
Pameran Arsip Kegiatan Pameran dan Seni Rupa di Bandung sejak 19908an hingga kini 27 Januari 8 2 Februari 2018
43
Pameran Arsip Kegiatan Pameran dan Seni Rupa2di2Bandung2 sejak 19909an2hingga kini
44
45
Pameran Arsip Kegiatan Pameran dan Seni Rupa2di2Bandung2 sejak 19909an2hingga kini
Pameran Arsip Kegiatan Pameran dan Seni Rupa2di2Bandung2 sejak 19909an2hingga kini
46
47
Pameran Arsip Kegiatan Pameran dan Seni Rupa2di2Bandung2 sejak 19909an2hingga kini
Pameran Arsip Kegiatan Pameran dan Seni Rupa2di2Bandung2 sejak 19909an2hingga kini
48
(IN)MATERIAL+TRUTH Pameran Tunggal+ Restu Taufik Akbar 15+Feb+– 15+Mar+2018
49
Catatan Kuratorial (IN)MATERIAL TRUTH “Seni yang dapat menjadi pintu masuk kedalam kehidupan spiritualitas adalah seni yang berhasil menurut saya. Pengalaman estetis dalam seni (karya seni) dan ritual (proses berkarya) menciptakan pengalaman spiritual yang merupakan pengalaman bertemu, bersatu atau melebur dengan Tuhan. Seni berkapasitas untuk membuka jalan pada transendensi. “ H Restu Taufik Akbar (Jurnal pengantar Tugas Akhir , 2014) KaryaHkarya Restu Taufik Akbar (lahir di Bandung , tahun 1990) merupakan bentuk dari gabungan antara pengalaman berinteraksi dengan alam terutama dengan lansekap hutan, pemahaman batiniah serta penjelajahan dengan material artistik; cat, kuas dan permukaan materi selain kanvas. Menghasilkan gubahan hutan / alam menjadi bentuk berwatak abstrak dengan penerapan warnaHwarni yang atraktif, cenderung cerah sekaligus mengundang persepsi kepada banyak hal. Bentuk atau format yang beragam yang dihasilkan dari perilaku terhadap watak logam menjadikan “lukisan” karya Restu lebih ekstensif mengarah kepada bentuk patung (sculptural) dan kemudian instalatif. Restu menjelajah citra abstrak yang referensial melalui pengalaman organik dan pencerapan bathin yang berkelindan melalui pengolahan materi : pelat logam dan campuran cat enamel yang industrial dan cat minyak yang tradisional, melalui watak material seperti persoalan kadar kecairan atau lelehan dan aspek pantulan permukaan. Lebih jauh karyaHkarya Restu menjadi suatu wahana pencarian hal yang lebih spiritual yang tak terlihat atau tak terjelaskan . Ia pernah mengungkapkan dalam pengantar tulisan tugas akhirnya (2014) , bahwa bentuk abstrak yang merespon hutan yang dibentuk realis menjadi bahasa untuk mengungkapkan tentang apa yang ia pahami, yaitu ada realitas yang tidak terlihat diantara realitas yang terlihat dan juga sebagai pembangun suasana yang ingin dibangun. Abstraksi pemandangan hutan merupakan pengalaman spiritual yang sangat personal. Dimulai dari kesukaannya memasuki hutan dipegunungan, seperti juga yang dialami banyak orang. Tetapi bagi seorang seniman muda seperti Restu, batangHbatang pepohonan yang dengan dedaunan rindang , yang kadang terpapar sinar matahari yang menghasilkan bayangan gelap terang yang dramatik, atau semak belukar yang dilihat dari dekat menghasilkan lapisanHlapisan menakjubkan. HalHhal seperti yang dialaminya kemudian dapat membangkitkan berbagai imajinasi bagi seorang seniman. Walaupun bagi Restu , pengalaman tersebut bisa menggugah rasa yang lebih transenden, merasakan kekuatan yang terkait hubungan kuat dengan Maha pencipta. Pengalaman seperti ini menjadi khas tetapi juga banyak dialami oleh banyak orang ketika mengalami dengan alam dimanapun di Bumi ini. Perbedaannya , Restu kemudian mengamati lebih jauh hingga kemudian yang ‘tak terjelaskan’ ditransformasikan melalui gubahan artistik kedalam medium seni lukis. Melalui goresanHgoresan arang diatas kertas seperti pada karya IN)VISIBLE SCAPE : ‘Home Again’, (IN)VISIBLE SCAPE : ‘Unfinished Movement’, , (IN)VISIBLE SCAPE :
Physicality Domine ( 2017). Menghasilkan corak abstrak garis – garis monokromatik dan pola organis yang dinamis. Karya drawing ini memberikan gambaran , bahwa Restu memiliki sensibilitas kepada aspek dimensi, dengan kedalaman walaupun hanya menggunakan satu warna. KaryaH karya lukisannya berjudul : (IN)VISIBLE FOREST : ‘In The Midst of Reality’ dan (IN)VISIBLE FOREST : ‘In The Midst of Reality’ (2017), restu mencoba menafsirkan hal yang tak terjelaskan dengan menerapkan goresan, lelehan diatas gubahan lukisan pepohonan. Sehingga goresan dan lelehan cat diatasnya berkelindan dipermukaan kanvasnya. Ditambah dengan penerapan warna yang cerah dan sama kuat antara latar belakang dan depan, hampir flat/datar , menimbulkan suasana yang cenderung ganjil. Penggunaan enamel yang lebih cair menciptakan kerutanHkerutan akibat penumpukan cat yang menarik di beberapa bagiannya. Tak hanya itu, Restu pun menggunakan beberapa panel frame kanvas dan disusun yang ditumpuk sedemikian rupa dan disusun dengan miring. Perilaku ini tentu menjadikan karya – karya Restu mengarah kepada persoalan praktek seni lukis yang tidak hanya mengarah kepada konten karya atau representasinya , tetapi juga bereksplorasi kepada materiHnya. Baginya lukisan juga menyangkut medium dan format. Maka kebenaran lukisan juga menyangkut juga soal kanvas, permukaan, cat, warna, format dan percobaan bahanHbahan non tradisional. Kecenderungan ini sangat menonjol dalam perkembangan seni lukis di Amerika era 1960Han, yang dipengaruhi oleh munculnya neoHdada dan seni konseptual. Seperti lukisan Jasper John, Three Flags (1958), dimana ia menumpuk tiga kanvas bercorak bendera Amerika Serikat. Atau seperti karyaH karya Robert Rauschenberg yang lebih cenderung ekspresif. Tampaknya eksplorasi medium saat ini kecenderungan dalam praktek seni lukis kontemporer di Indonesia muncul , terutama di Yogyakarta dan Bandung, seperti karya –karya Entang Wiharso , Eko Nugroho, Handiwirman, Arin Sunaryo dan sebagainya. Penggunaan bahan industrial pelat logam, cat enamel dan resin menjadi lazim, juga penjelajahan dimensi menjadi tiga dimensional. Garapan karya Restu dengan menggunakan pelat baja memanfaatkan sifat bahan. Seperti karya berjudul (IN)MATERIAL TRUTH : ‘Some Things Last a Long Time’ , (IN)MATERIAL TRUTH : ‘Let Life Flow, Let Reality Be Reality’ (2017). Karya ini terdiri dari potongan pelat berpola tak simetris, dibagi dalam 4 dan 3 bagian. Diatasnya digoreskan cat enamel berwarna warni secara lebar tetapi tetap meninggalkan permukaan pelat yang mirip cermin, sehingga menghasilkan permainan visual antara pola goresan cat dan yang tidak terkena cat. Pantulannya menghasilkan dimensi antara permukaan dan realita yang ada didepan lukisannya. Adapun garis pola dari potongan menjadikan keseluruhan tiap karya lebih tampak dinamis.
(IN)MATERIAL+TRUTH Pameran Tunggal+ Restu Taufik Akbar
50
Karya lain berjudul (IN)MATERIAL TRUTH : ‘Reality in Many Different Sides’ (2018), berupa pelat yang dipotong lurus menjadi seperti kisiMkisi. Dilukis dikedua sisinya sehingga menciptakan efek seperti optis yang silung, bercampur dengan pemandangan realita disekitarnya, pantulan cahaya matahari dan lampu galeri menimbulkan kilauan cahaya (glitter) pada dinding dan lantai disekitarnya. Restu kemudian terus bereksplorasi dengan medium dan cat industrial. Sifat material lembaran pelat baja memberikan kemungkinan menekuk, karya (IN)MATERIAL TRUTH : ‘Hug With The Wind’ (2018) bersifat tiga dimensional dan diletakan dilantai seperti layaknya sebuah patung. Karya (IN)MATERIAL TRUTH : ‘The Beautiful Move in Curves’ (2018) , Restu menampilkan lukisan abstraknya diatas selembar pelat utuh, secara vertical, yang bagian atasnya melengkung karena grafitasi. Pada karya instalasi dari lembaran plastic bening yang diwarnai dengan cara disemprot. Plastik itu ia lilitkan dan dibentang sedemikian rupa diantara kisi jendela kaca galeri , sehingga memberikan efek warna –warna transparan serta muncul unsur cahaya berwarna kabur dilantai. Secara keseluruhan , konsep karyaMkarya abstrak Restu yang pada awalnya sebagai respon atas pengalaman dan pengamatan personal kepada hutan/alam yang kemudian bertransformasi menjadi penjelajahan rupa secara formal yang melibatkan pemahaman watak material. Permenungan Restu kepada subyek alam tidak serta merta memunculkan rasa berlebihan secara dramatis. Tetapi menjadi jalan masuk untuk memahami estetika secara transenden kepada suatu nilai dan kekuatan yang lebih besar. Lebih jauh lagi, estetika itu ia ungkapkan ke dalam suatu rangkaian proses kerja dengan melibatkan pengalaman kepada dunia materi yang ia ingin taklukan. Menghadapi suatu kebenaran kepada nilaiM nilai yang hakiki dari proses keseniannya tetapi masih melibatkan nilaiMnilai yang puitis. Karya –karya Restu seperti mengingatkan kepada pemikiran yang pernah ditulis (Alm) Sanento Yuliman menyangkut fase seni lukis (dan patung) abstrak dalam perkembangan seni rupa modern di Indonesia , bahwa seni rupa abstrak dan abstraksi sempat menjadi corak arus utama, terutama di Bandung, Yogyakarta dan Jakarta pada periode waktu 1970M 80an. Khususnya terkait dengan pemikiran dalam risalah Sanento tentang pengantar Seni Lukis Abstrak, dimana potensi menggali estetik abstrak yang bersumber dari kehidupan sekitar, seperti alam atau buatan manusia itu sendiri yang tak pernah surut. Memang Mmenurut SanentoM
untuk memahaminya kita harus melibatkan aspek fisiologis dan psikologis, dalam menggali makna dari karyaMkarya abstrak seperti ini. Merujuk pada tesis Sanento bahwa kecenderung kemunculan seni rupa Abstrak di Indonesia, menjadi kecenderungan praktek seni rupa modern di tahun 1970Man atau pada masa yang disebutnya perkembangan fase ketiga, dimana perkembangan seni abstrak menunjukan keberagaman ciri. Mulai abstrak lirisisme yang didasari emosi atau ungkapan pada perasaan tertentu, hingga karya – karya abstrak dengan corak yang lebih matematis dan rasional (atau geometris, maupun yang bersifat formalis. Sesuai dengan premisnya bahwa ada kemungkinan bahwa estetika abstrak berhubungan dengan apa yang ada disekitar kita. “ Bumi dilihat dari kapal udara, benda dilihat dari dekat (permukaan tanah, batu, dsb) atau perhatian pada objek, benda yang dilihat secara mikroskopik. Menyodorkan kepada kita kekayaan rupa yang aneka ragam.” Maka saat ini mungkinkah corakMcorak abstrak(si) bisa kembali menjadi praktek yang dominan di Indonesia. Mungkin menarik bila diamati bahwa sebagian perupa kontemporer dalam kekaryaannya juga bersinggungan menuju citra yang bersifat abstrak. Karya –karya Restu menjadi suatu telaah dan permenungan tentang suatu gagasanMgagasan seni rupa abstrak pasca perkembangan fase ketiga sejarah seni rupa di Indonesia atau dalam praktik seni rupa kontemporer sekarang. Sekalipun dalam suatu konsep yang labil, tetapi menawarkan kemungkinanMkemungkinan pada suatu estetika abstrak yang tak terduga. (Rifky Effendy) Acuan: 1. Jurnal Pengantar Tugas Akhir Restu Taufik Akbar. November 2014. 2. Dua Seni Rupa. Sepilihan Tulisan Sanento Yuliman. Penerbit Kalam. Jakarta. 2001.
Available+in+English+link+to+EMCatalogue: https://issuu.com/orbitaldago/docs/catalog_restu_taufik_akbar
51
(IN)MATERIAL+TRUTH Pameran Tunggal+ Restu Taufik Akbar
(IN)MATERIAL+TRUTH Pameran Tunggal+ Restu TauямБk Akbar
52
53
(IN)MATERIAL+TRUTH Pameran Tunggal+ Restu Taufik Akbar
(IN)MATERIAL+TRUTH Pameran Tunggal+ Restu Taufik Akbar
54
55
(IN)MATERIAL+TRUTH Pameran Tunggal+ Restu Taufik Akbar
(IN)MATERIAL+TRUTH Pameran Tunggal+ Restu TauямБk Akbar
56
57
(IN)MATERIAL+TRUTH Pameran Tunggal+ Restu Taufik Akbar
(IN)MATERIAL+TRUTH Pameran Tunggal+ Restu Taufik Akbar
58
ORDO$GEOMETRIC$:$$ Pameran Tunggal$ Natas Setiabudhi 29$Maret â&#x20AC;&#x201C; 18$April$2018
59
ORDO$GEOMETRIC$:$$ Pameran Tunggal$Natas Setiabudhi Pameran “Ordo Geometric” adalah pameran tunggal kedua seniman keramik asal Bandung , Natas Setiabudhi (Lahir 1973) . Sejak sedekade lalu karyaPkarya keramiknya menampakan bentuk geometris dengan menciptakan modulPmodul keramik berbahan stoneware. Perilaku berkarya keramiknya jarang dilakukan dalam tingkat keramik studio seniman, karena butuh kecermatan dan perhitungan yang tepat dalam prosesnya, seperti produksi keramik industrial. Tetapi Natas sepertinya terlanjur menikmati bentukPbentuk yang eksak dan penerapan warna yang didominasi putih zirconia yang merata dan halus pada permukaannya. Walaupun dilakukan secara manual.
hal yang berpasangPpasangan. Pada dasarnya, manusia merupakan makhluk yang memiliki dua kepribadian, cenderung ke arah baik (positif) atau ke arah buruk (negatif). Seorang dikatakan baik jika ia mendatangkan rahmat atau membuat perasaan bahagia. Sedangkan pengertian buruk adalah segala sesuatu tercela. Meskipun karya ini lebih menitikberatkan pada hal tentang dualisme, tapi sebenarnya secara holistik berkaitan dengan aspekPaspek lain, seperti tentang ambiguitas, ilusi optis, konsep modular, dan gestalt. Setiap karya yang dibuat penulis mempertimbangkan aspekP aspek itu, hanya yang membedakan adalah adanya aspek yang menjadi inti/prioritas.
Menurut Natas, modularitas dalam khazanah seni modern digunakan dalam disiplin disain industri dan arsitek. Jenis produknya berorientasi efisiensi dan bersifat mass product. Dalam konteks karya, modulnya bersifat spesific object (objek khusus) yang dalam penyusunannya seperti membangun sebuah struktur atau kontruksi yang biasa dilakukan oleh para arsitek. Bentuk yang khusus ini menciptakan berbagai konfigurasi karya yang berbedaPbeda.
ModulPmodul itu kemudian disusun disebuah frame seperti relief , sehingga karyaPkarya geometrisnya lebih terasa bentuk permainan ruang secara optis yang tangible (teraba). Beberapa karya terbaru menunjukan bentuk yang representasional yang tercipta dari susunanPsusunan modulnya , seperti kemunculan wajah manusia secara optikal. Bahkan modulPmodul itu disusun berdiri seperti bentuk patung. Sekilas karyaPkaryanya seperti permainan modul arsitektural, maka tak heran , karyaPkarya Natas menunjukan sikap dan perilaku berbeda dalam praktek seni rupa terutama seni keramik kontemporer. Walaupun bisa dikategorikan sebagai lanjutan penjelajahan seni rupa formalisme melalui susunan modul geometris.
KaryaPkarya keramiknya sebagian besar terdiri dari permainan susunan modul dengan masingPmasing berbentuk segi empat yang atasnya mengerucut persegi tiga ; menyembul keatas dan bagian dalam terbalik , terbenam kedalam atau seperti juga positif / negative yang kemudian oleh Natas dimaknai sebagai adanya dualisme. Bagi sang seniman, konsep dualisme merupakan konsep universal yang berlaku dalam fenomena alam maupun hal yang sifatnya material dan spiritual. Dualisme dapat dikontekskan sebagai
Natas Setiabudhi Born 6 August 1973, is a BandungPbased ceramic artist. Working as artist and Lecture at Craft Dept. FSRDPITB
Museum of Visual Art and Ceramic, Jakarta 2009: Jakarta Contemporary Ceramic Biennale # 1: Ceramic Art: Between, North Art Space Gallery (NAS), Jakarta
Educational Background 2013 – 2015 : Master of Arts (MA), Faculty of Art and Design, Bandung Institute of Technology (FSRD ITB) 1992 – 1997 : Bachelor of Arts (BA), ceramic studio, Faculty of Art and Design, Bandung Institute of Technology (FSRD ITB)
Achievements / rewards 2016: “Best Craft Product”, Indonesia International Furniture EXPO (IFEX), JIEXPO Kemayoran, Jakarta Indonesia 2014: “Landscape of Indonesia”, commission for Presidential Palace Bogor, Bogor Indonesia “Landscape 2+1”, commission for Ibnu Saif Mosque, Bandung Indonesia ”Zoom to Zoom”, commission for Verde Apartment, Jakarta Indonesia
Solo Exhibition 2018 : ORDO GEOMETRIC , Orbital Dago Gallery , Bandung , Indonesia 2012 : Landscape #2, S.14 Gallery, Bandung, Indonesia Group Exhibitions (Selected) 2017: Ceramic Artist Exchange – Tandem, Kunstlerhaus Stadttopferei Neumunster, Germany 2016 : Tree of Life, Ayala Museum, Makati City, Philippines 2014 : Jakarta 3rd Contemporary Ceramics Biennale: Coefficient of Expansion, National Gallery of Indonesia, Jakarta 2013 : Fourth ASNA Clay Triennial, Karachi, Pakistan Biennale Desain dan Kriya Indonesia 2013, National Gallery of Indonesia, Jakarta Korea.Indonesia 2013 Cultural Exchange Festival, Casablanca Mall (Main Atrium), Jakarta. 2012: The second Jakarta Contemporary Ceramics Biennale, “Crafting Identitiy”, Galeri North Art Space (NAS), Jakarta. Seni Keramik Kontemporer Indonesia: A Progress Report, Indonesia
In
Journal and Book Publishing 2017: Dualisme Modular, Vol 9, No 2 (2017): Journal of Visual Art and Design, ITB Journal Publisher, Bandung 2015: SBM ITB and UKM clinic from BCCF (Bandung Creative City Forum), Bandung’s Top 20 Creative products, SBM Press, Bandung 2011: Setiabudhi, Natas, Belajar Sendiri Membuat Keramik, Bejana Press, Bandung Residency 2017: Ceramic Artist Exchange P Tandem, Kuenstlerhaus Stadttopferei Neumunster, Germany 2010: Jatiwangi Artist in Residence Festival 2010, Majalengka, Indonesia
ORDO$GEOMETRIC$:$$ Pameran Tunggal$Natas Se9abudhi
60
61
ORDO$GEOMETRIC$:$$ Pameran Tunggal$Natas Setiabudhi
ORDO$GEOMETRIC$:$$ Pameran Tunggal$Natas Se9abudhi
62
63
ORDO$GEOMETRIC$:$$ Pameran Tunggal$Natas Setiabudhi
ORDO$GEOMETRIC$:$$ Pameran Tunggal$Natas Setiabudhi
64
65
ORDO$GEOMETRIC$:$$ Pameran Tunggal$Natas Setiabudhi
ORDO$GEOMETRIC$:$$ Pameran Tunggal$Natas Se9abudhi
66
KONTRAS(MATERI( Pameran(Tunggal( Gabriel(Aries(Setiadi 25(April(â&#x20AC;&#x201C; 15(Mei(2018
67
KONTRAS(MATERI( Sejak tahun 2006 hingga 2017, saya mencoba mengekspresikan dimensi pengalaman hidup saya melalui maknaHmakna tentang realitas dan kenyataan dunia yang saya hadapi. Saya pun memberikan stimulus refleksi spiritualitas diri atas diri saya, yang dapat dirasakan oleh para penikmat karya tersebut dengan dimensi pemahaman yang berbedaHbeda. KaryaHkarya yang saya tampilkan didominasi oleh karyaHkarya instalasi, dengan visual objek keseharian dengan aplikasi material batu. Melalui karyaH karya saya pada masa tersebut diharapkan dapat terciptanya interaksi batin antara manusia sebagai apresiator dengan objek karya, dimana objek karya tersebut merupakan objek keseharian dengan skala 1:1 seperti benda aslinya, dimaksudkan agar secara psikologis dapat menggugah sisi kontemplatif dari apresiator akan sebuah makna atas hidupnya sendiri.
diantaranya , tekstur kasar, halus, bening, solid, glowing in the dark, retakannya, bias cahaya dari retakannya.
Awal keterikatan saya dengan Batu pada tahun 2006 adalah bentuk upaya saya untuk menampilkan sisi maskulinitas dan klasik dari sebuah proses kerja patung, yang sudah cukup langka pada saat itu pada generasi saya. Seni patung memiliki keterikatan yang tinggi dengan material yang dipilih, dimana proses pembuatan karya tersebut turut mencerminkan kepribadian dari senimannya. Dari sekian banyak material yang digunakan oleh seniman patung, batu adalah satu dari sedikit material yang memenuhi kriteria sebagai material yg bernilai tinggi dan abadi. Saat ini penggunaan material dan pemilihan proses berkarya bagi seniman patung sangat tidak terbatas, namun bagi saya pilihan untuk melakukan proses memahat merupakan bagian dari keputusan dan keyakinan estetis pengkaryaan saya. Karakter batu yang dapat di pahat, dipotong, dikikis, dipoles, merupakan zona nyaman saya dalam berkarya.
Bertukar peran Dalam kecenderungan umum, resin dikenal juga sebagai bahan pembuatan cetakan/casting yang sifatnya menjadi cangkang, atau lapisan bagi model utama. Batu sendiri dikenal sebagai material utama yang biasanya menjadi model untuk dicetak . dengan menukar persepsi fungsi dari kedua material tersebut diharapkan menghasilkan persepsi baru akan nilai material itu sendiri.
Kontras Materi Kontras / konHtras/ a 1. Memperlihatkan perbedaan yang nyata apabila diperbandingkan 2. Memperlihatkan perbedaan yang nyata (dalam hal warna, rupa, ukuran , dan sebagainya) Materi / maHteHri/ n 1. Benda;bahan;segala sesuatu yang tampak 2. Sesuatu yang menjadi bahan (untuk diujikan, dipikirkan, dibicarakan, dikarangkan, dan sebagainya) Dalam tahapan kesadaran berkarya saya saat ini, saya tetap memiliki ketertarikan dengan batu. Batu memiliki nilai sejarah yang panjang dalam peradaban manusia, dia memiliki banyak tafsir yang sampai sekarang masih coba diterjemahkan oleh seniman, saat manusia lainnya hanya melihat dia sebagai perhiasan kebutuhan industri dan bangunan saja. Bukan saja dilihat dari segi fungsi materialnya, bagian penting yang belum saya dalami dari batu adalah persoalan tekstur, kepadatan, berat (massa), dan warna alaminya. Resin juga merupakan material yang telah lama digunakan oleh manusia, untuk memumifikasi pada zaman Egyptian Paraohs. Sedangkan polyresin/ resin sintetis merupakan material baru mulai dikenal di dunia industri sejak terjadinya revolusi industri, sebagai bahan baku untuk pembuatan furniture dan body perahu misalnya. Karakternya yang cair memudahkannya untuk mengikuti bentuk yang diinginkan sesuai bentuk cetakannya. Dengan karakter visual yang bisa dihasilkan beraneka ragam,
Batasan dalam kekaryaan â&#x20AC;&#x153;Kontras Materiâ&#x20AC;? semataHmata adalah memperlihatkan perbedaan visual antara karakter batu dengan karakter resin, resin yang saya pilih dalam karya kali ini adalah resin transparan. Jenis batu yang saya gunakan saat ini sangat beragam, diantaranya, batu andesit, marmer hijau, limestone, claystone, white carrara. Proses pembuatan bentuk terjadi setelah saya melihat bentuk batu aslinya, setelah itu baru saya merespon bentuk tersebut dengan material resin. Terdapat 4 treatment yang saya terapkan pada perpaduan karyaHkarya menggunakan material batu dan resin pada pameran Kontras Materi:
Membandingkan kualitas bentuk Adalah upaya untuk melihat bagaimana perbedaan kualitas estetika dan visual yang mampu dihasilkan dari dua materia yaitu batu dan resin jika membentuk suatu bentuk yang serupa Wadah Bagaimana salah satu material memiliki peranan untuk menampung material lainnya. Dalam karya ini batu dan resin bertemu dalam kondisi solid, resin sudah tidak dalam proses setting (pemanasan dari cair menuju padat) Reaksi Mengeksplorasi bagaimana satu material bereaksi saat di temukan oleh material lainnya, dalama hal ini adalah melihat bagaimana reaksi batu saat di pertemukan dengan resin yang masih dalam proses setting / pematangan dari cair menuju padat. Ada reaksi kimia dan fisika yang menarik untuk dilihat dan dipahami sebagai karakter material. SKALA :Perubahan kencenderungan skala dalam karya sekarang dipengaruhi oleh pendekatan persepsi untuk tidak lagi meniru atau menyerupai suatu obyek, tapi lebih mendasar lagi untuk kembali mengenal material itu sendiri sesuai dengan ukuran yang ditemukan di alam secara acak pada proses pemilihan dan pengumpulan materialHmaterial tersebut SKETSA :Dalam proses pembuatan karya 3 dimensi ini, saya melakukan proses sketsa untuk lebih mengenal lagi karakter bentuk dasar dari batu, yang pada akhirnya dimatangkan menjadi karya drawing dengan material carcoal diatas kertas. (Pernyataan seniman Gabriel Aries Setiadi) EHcatalogue(link(to( https://issuu.com/orbitaldago/docs/katalog_gabriel_a_setiadi_ H_kontras
KONTRAS(MATERI( Pameran(Tunggal((Gabriel(Aries(Setiadi
68
Gabriel(Aries(Setiadi Lahir(:(Jakarta/March(26th((1984
D “TRAX.13”,(Galeri(Cipta(II,(TIM,(Jakarta D “SEA(Plus(Triennale”,(Galeri(Nasional(Indonesia,(Jakarta D “Every day is Like(Sunday”,(Langgeng(gellery,(Magelang
Educational Background : Master(of Art,(Bandung(Institute of Technology(Faculty of Art(and Design,(majoring Sculpture Exhibitions: 2007 D “Us/Industry”,(Galeri(Rumah(Teh,(Bandung( D “Scale”,(15x15x15(Project,(Soemardja Gallery,(Bandung D “City(sign”,(site specific exhibition,(Buton(Kultur( 21,Bandung 2008 D "Japan(Pop(Culture",(Asumu(gallery,(Tokyo,(Japan. 2009 D ”Projectin Bali",(Ralston "de verfkeuken"(,(Bandung D “Everyting You(Know About Art(is Wrong".(Selasar( Soenaryo Art(and Space,(Bandung. 2010 D “UNSEGMENTED”,(Galery Kita,(Bandung D “METAPHORIA”,(15x15x15(Project,(Soemardja Gallery,( Bandung D “Green(Carnival“,((Bazzar Art,((Pasific Place,((Jakarta D “Pandaan Young(Sculpture Competition”,(Galeri(Pandaan,( Pandaan 2011 D“Jakarta(Biennale X“,(Galeri(Nasional(Indonesia,(Jakarta D “Rite of Now”,(AJBS(Gallery,(Surabaya D “BAYANG(D Islamic(Art”,(Galeri(Nasional(Indonesia,(Jakarta D “(Hybrid Projet,(Butterfly Effect”,(Maja(House(&(Museum( Barli,(Bandung
2014 D “Manifesto(IV(Keseharian”,(Galeri(Nasional(Indonesia,( Jakarta D “Triennale Patung(#2(D VERSI”,(Galeri(Nasional( Indonesia,Jakarta 2015 D Finalist of “Gudang(Garam(Indonesia(Art(Award 2015” ,(Galeri(Nasional(Indonesia,(Jakarta D “Sequence”,(NuArt Gallery 2016 D “Art(Point”,(Rachel(Gallery,(Senayan City(Mall,Jakarta D “Art(Living”,(MOIEDRachel(Galeri,(Pasific Place,(Jakarta D“Geoculture”,(Lawangwangi Bandung 2017 D Eco(Gallery,(Shinjuku Japan D “SKALA(:(Trienal Seni(Patung(Indonesia(#3”,(Galeri(Nasional,( Indonesia D “Jalur(Rempah(/(Kedatuan(Sriwijaya”,(Museum(Nasional( Indonesia( D “MATTERS(:(Layer(of Meanings”,(Orbital(Dago Residency: 2017 Iskandar(Malaysia(Community Public Art(Program(at Sungaisegget Think City(Johor Bahru,(Malaysia
2012 D “Splitting Realities”,(PADI(Art(Ground,(Bandung D “What do Picture(Wants”,(Art:1(Gallery,(Jakarta D “Bandung(New(Emergence Vol.4”,((Selasar(Sunaryo(Art( Space,(Bandung 2013 D “Bandung(Contemporary Art(Award #3”,(Lawang(Wangi( Creative Space,(Bandung
69
KONTRAS(MATERI( Pameran(Tunggal((Gabriel(Aries(Se9adi
KONTRAS(MATERI( Pameran(Tunggal((Gabriel(Aries(Setiadi
70
71
KONTRAS(MATERI( Pameran(Tunggal((Gabriel(Aries(Setiadi
KONTRAS(MATERI( Pameran(Tunggal((Gabriel(Aries(Se9adi
72
73
KONTRAS(MATERI( Pameran(Tunggal((Gabriel(Aries(Setiadi
KONTRAS(MATERI( Pameran(Tunggal((Gabriel(Aries(Setiadi
74
IN#SIGHT# Nowadays#Painting 22#Mei#22#â&#x20AC;&#x201C; 20#Juni 2018
75
Kuratorial “Specific kinds of contemporaneity have been present since the dawn of human consciousness. Each need to be iden1fied to its 1me and place”. —Terry Smith, “Thinking Contemporary Cura1ng” (2012) Presentasi pameran ini adalah kumpulan karyaNkarya yang dikerjakan para pelukis muda Bandung sesaat dengan pengalaman belajar mereka di Prodi Seni Rupa (Seni Lukis) FSRD ITB. Tidak benar jika dikatakan karyaNkarya ini adalah hasil arahan para dosen yang membimbing selama mereka berkerja; tapi juga 1dak adil jika disebut karyaNkarya ini adalah hasil kemauan mereka seluruhnya. Yang tepat, para pelukis muda ini telah berhasil ‘menantang’ para pembimbing mereka untuk bertukar pendapat di seputar minat yang mereka perjuangkan masingNmasing. Presentasi pameran ini akan terbagi menjadi dua bagian, menimbang jumlah karya serta mengingat kapasitas ruang yang memungkinkan, sehingga bisa jadi kesempatan apresiasi seni yang layak dan tetap menyenangkan. Menerima hasil seni memang bukan perkara yang biasaNbiasa. Mes1 sering jadi rasa senang, soal seni adalah juga urusan ‘memaksudkan’ (inten1on). Se1ap karya seni rupa (termasuk lukisan) meski berwujud fisik, pada dasarnya tetap adalah soal ‘memaksudkan sesuatu’; bukan hanya maksud dari si pelukis saja tapi juga menggapai maksud atau intensi yang muncul dari pihak yang berhasil menikma1nya (Wollheim, 1973:112). Judul “IN SIGHT – Nowadays Pain1ng,” ditetapkan kemudian, setelah lukisanNlukisan ini tuntas dikerjakan. Meski berkesan ambisius, judul ini se1daknya berusaha memberikan kenangan pada para pelukis muda ini untuk terus mengenang dan mengembangkan pengalaman berkarya yang telah mereka raih selama ini. Selama itu pula mereka terlibat dalam diskusi mengenai peran dan posisi seni lukis dalam pangalaman hidup ‘pada waktu kini’ (nowadays), membahas pengaruh situasi ‘keN kiniNan’ (contemporary) hingga mereka kenal diskusi tentang perkara tumbuhnya seni rupa kontemporer (contemporary art), dan meraih wawasan pemahaman mengenai nilaiNnilai hidup dari ‘keNseNjaman kiniNan’ (contemporaneity). Mungkin tak umum membicarakan ihwal soal perkembangan ‘seni lukis kontemporer’ (contemporary pain1ng)—meski bukan berar1 1dak pernah ada; tapi, menempatkan praktek dan makna seni lukis (lukisan) dalam pengalaman seni di era ‘keNseNjaman kiniN an’ adalah pokok perkara yang tak terhindarkan. Pamaknaan tentang ‘keNkiniNan’ (the contemporary) memang secara simultan mengandung penjelasan yang besifat saling berlawanan. Pada satu sisi, is1lah itu menerima seluruh penger1an tentang sifat kemutakhiran, yang seakan menelan seluruh kemungkinan yang akan bisa muncul dari ‘masa depan’; tapi disaat yang sama juga berusaha untuk menghasilkan hubunganNhubungan pemaknaan yang bersifat jamak bagi seluruh capaian apapun yang memberi sifat kemutakhiran tersebut (Smith, 2012:142). Pendek kata, seni lukis yang mutahir adalah hasil pencapaian nilaiNnilai ‘keNbaruNan’ dari suatu ekspresi seni lukis yang pada dasarnya akan terus memperbaharui nilaiNnilai ‘keNbaruNan’ tersebut dalam relasi pamaknaan yang bersifat terbuka. Memamerkan persoalan ekspresi seni yang berkaitan dengan nilaiNnilai hidup dengan sifat ‘keNseNjaman kiniNan’ (contemporaneity) memang
mengandung tantangan. Pada satu sisi adalah usaha untuk bisa meraih hasilNhasil kemajuan dari kebiasaan yang telah dipraktekkan sebelumnya (misalnya: soal kecenderungan abstraksi bentuk, kecenderungan yang bersifat ekspresif, atau realis1k) menjadi caraNcara ar1kulasi yang ‘baru’ (up to date) serta relevan; di sisi lain, juga selalu terbuka pada kompleksitas keadaan yang menunjukkan bahwa ‘masa kini’ (the present) — atau ‘pada waktu kini’ (nowadays)— pada dasarnya adalah hasil dari ‘peleburan jenuh’ (saturasi) berbagai perkara masa lalu, baik berupa kenanganNkenangan maupun berbagai harapan (memories and expecta1ons) (Smith, 2012:144). Hubungan pada kompleksitas hasilNhasil saturasi pengalaman hidup semacam itu lah yang menjadikan pengalaman seni di era ‘keN seNjaman kiniNan’ menjadi pen1ng dan bermakna—lebih dari sekedar rumusan tentang kecenderungan pendapat atau ‘gaya seni.’ Pengalaman seni (termasuk melalui lukisan) bisa mengantarkan seseorang untuk menemukan nilai ‘keNseNjaman kiniNan’ yang spesfik serta relevan terhadap intensi potensial yang dimilikinya. LukisanNlukisan yang dipamerkan di sini, tentu saja, dikerjakan melalui proses melelahkan demi menemukan intensi dan alasanNalasan yang relevan serta ‘masuk akal’. Seluruhnya itu, kini tertanam dalam ruang pengalaman dan kesadaran para pelukis muda ini. Hasil kerja keras mereka yang ditunjukkan kini (sebagian besar ditunjukkan melalui layar) hanyalah kemungkinanNkemungkinan interaksi yang bisa ditampilkan melalui karya lukisan. Judul ‘in sight,’ memang punya maksud, karena menghadapi perkara lukisan bukan hanya soal memandang tapi juga perkara penunjukkan pemahaman (memaksudkan). Seorang pelukis yang juga cakap menulis, mengatakannya seper1 ini, bahwa lukisan adalah “sebuah penandaan pada suatu bidang yang dilakukan untuk merepresentasikan [tentang] segala yang bisa dilihat . . . lukisan merepresentasikan kepada kita melalui suatu penglihatan tentang segala hal yang mungkin akan kita lihat justru sebaliknya” (Bell, 1999:25), Sebuah lukisan, dengan demikian, tak hanya berisi pikiran atau gagasan yang dimaksudkan tetapi juga seluruh maksudNmaksud yang telah melebur dalam pengalaman hidup. Kesadaran hidup tersebut mes1 mendapatkan makna pada tempat dan waktunya secara khas dan khusus. Bandung, Mei 2018 Rizki A. Zaelani PUSTAKA Bell, Julian (1999), What is Pain1ng? Representa1on and Modern Art, London: Thames and Hudson. Smith, Terry, (2012), Thinking Contemporary Cura1ng, New York: Interna1onal Curators Interna1onal. Wollheim, Richard, (1973) “The Work of Art as Object”, dalam On Art and the Mind, Cambridge – Massachusems: Havard University Press.
IN#SIGHT# Nowadays#Pain1ng
76
BIODATA SENIMAN Adytria Negara Lahir pada tahun 1995, Jakarta, DKI Jakarta. Saat ini tinggal dan bekerja di Bandung, Jawa Barat. Tergores dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Fakultas Seni Rupa dan Desain, jurusan seni lukis, Adyt (kependekan dari Adytria), memilih bendaObenda harian sebagai subjek lukisannya. Adyt bersemangat dalam lukisan still life dibandingkan dengan lukisan potret atau lanskap. Selain ketertarikannya pada bendaObenda sehariOhari, Adyt sering membahas masalah lukisan itu sendiri. Misalnya, keterbatasan media dalam lukisan, penggunaan tekstur dan tekstur imitasi, trompe l’oeil, subjek simbolik, hingga nilai artistik yang terkandung dalam dua kutub biner antinomy lukisan; lukisan realistis dan abstrak. Dewi Fortuna Maharani Lahir pada tahun 1995, Jakarta, DKI Jakarta. Saat ini tinggal dan bekerja di Bandung, Jawa Barat. Latar Belakang Pendidikan : Institut Teknologi Bandung (ITB). 2018 2018 – “Start.Link.Point” Pameran Seni Kolektif, Kolekt, Bandung (Indonesia) 2017 – “Tanpa Busana” Pameran Fotografi Kolektif, Garage Room, Bandung (Indonesia) 2016 – “Duduk + Manis” Pameran Seni Kolektif, Galeri Yuliansyah Akbar, Bandung (Indonesia) – “Konfigurasi 1.0” Pameran Seni Kolektif, Lawangwangi Creative Space, Bandung (Indonesia) 2015 – “Mamang Bingung Mang?” Pameran Seni Kolektif, Gedung FSRD ITB, Bandung (Indonesia) Fildza Nurulia Shabrina Lahir pada tahun 1995, Jakarta, DKI Jakarta. Saat ini tinggal dan bekerja di Bandung, Jawa Barat. Latar Belakang Pendidikan : Institut Teknologi Bandung (ITB) Pameran 2017 – “Tanpa Busana” Collective Photography Exhibition, Garage Room, Bandung (Indonesia). 2016 – “Duduk + Manis” Pameran Seni Kolektif, Yuliansyah Akbar Gallery, Bandung (Indonesia) – “Konfigurasi 1.0” Collective Art Exhibition, Lawangwangi Creative Space, Bandung (Indonesia) 2015 – “Mamang Bingung Mang?” Pameran Seni Kolektif, Gedung FSRD ITB, Bandung (Indonesia) – “Point of Departure” Pameran Fotografi Kolektif, Galeri Maranatha, Bandung (Indonesia) – “Young Asean Eyes+” Pameran Fotografi Kolektif, Chiang Mai Photo Festival, Chiang Mai University (Thailand) 2014 – “Paperium 4, Fiber to Paper”, Museum Textile, Jakarta (Indonesia) – “Koma Tiga Titik”, TPB FSRD 2013, Aula Timur ITB, Bandung (Indonesia)2011 – “Expression,
77
The Things Around Us”, S28, Bandung (Indonesia) 2010 – “Photo Speak, Kids and Imagination Prajna Deviandra Wirata Lahir pada tahun 1992, Jakarta, DKI. Saat ini tinggal dan bekerja di Bogor, West Java. Prajna Deviandra Wirata adalah seorang pelukis asal Bali yang saat ini berbasis di Bandung dan di Bogor, Jawa Barat, Indonesia. Di awal periode studinya, Prajna menemukan ketertarikan pada gaya dan teknik melukis realis. Ketertarikan Prajna pada teknik tersebut dipengaruhi oleh seniman asal Belanda yang menetap di Bali bernama Nico Vrielink. Nico membimbing Prajna mengembangkan teknik realis dalam melukis, yang terus dikembangkan hingga saat ini. Pada tahun 2011 Prajna meninggalkan Bali dan menetap di Bogor bersama kakak dan adiknya dibawah naungan budayawan / musisi Idang Rasjidi. Beliau memberi pendidikan mengenai filosofi kehidupan dan konsepOkonsep berkesenian yang kemudian Prajna implementasikan dalam lukisannya. Karya – karya yang ia ciptakan tidak pernah jauh dari pengalaman perjalan pengkajian diri dan perjalanan keimanan yang diekspresikan dalam lukisan – lukisannya. Proses berkarya dengan pendekatan seni lukis representasional mendorong kesadaran Prajna untuk memaknai pengalaman berkesenian sekaligus pemahaman tentang diri. Daya tariknya terhadap hal tersebut kerap digambarkan dalam bentuk figur dan potret manusia yang dilukiskan dengan nuansa spektrum warna melalui metode dan teknik pencahayaan chiaroscuro. Vienasty Rezqina Lahir pada tahun 1994, Bandung, Jawa Barat. Saat ini tinggal dan bekerja di Bandung, Jawa Barat. Karya awalnya terutama berfokus pada objek biasa yang dapat menghadirkan makna yang lebih dalam. Seiring berjalannya waktu, Veinasti menemukan stereotip dan nilai budaya dalam gambar, kadangOkadang diambil dan digunakan pada platform media sosial. Dia juga mengeksplorasi kemungkinan layar elektronik menjadi kenyataan baru, mengingat sekarang orang sangat fokus pada gadget mereka. Ketertarikan artis pada subjek tersebut membuat kemungkinan baru dalam latihan melukis.
IN#SIGHT# Nowadays#Painting
Anissa Demawan .K. Lahir di Bandung, 9 November 1994 Pendidikan: S1 Prodi Seni Rupa, studio Dwimatra Seni Lukis Institut Teknologi Bandung. Pameran: 2015 Pameran Angkatan 2013 “Konfgurasi”, di Lawang Wangi. Terminasi pengembangan pameran “Mamang Bingung Mang”. 2016 Pameran Instalasi “Duduk Manis”. Pameran Mata Kuliah Publikasi Karya mengangkat afiliasi antara perempuan dan instalasi. Dikuratori oleh Sarah Soeprapto S.Sn . Karya berupa Instalasi dari hasil akhir seniman mengolah gagasan kursi secara eksploratif. Mata kuliah dibimbing oleh Dr. Andryanto Rikrik Kusmara M.Sn dan Avia Andari S.Sn Pameran tugas akhir semester mata kuliah Seni Eksperimental berupa 3 karya Fotografi hitam putih , 80x 100 cm berjudul “I___in my Calvin “ mengangkat male gaze dan konsumerisme. Camilla Astari. Lahir di Jakarta, 5 April 1995. Pendidikan: Painting Major, Fine Arts Graduate, Faculty of Art and Design, Bandung Institute of Technology 2018 Pameran: Koma Tiga Titik Group Exhibition, 1 June 2014. Bandung Institute of Technology Paperium 4: Fiber To Paper, 5]18 December 2014. Museum Textile Jakarta Distopia Group Exhibition, 25 November 2016. Titik Temu Space, Bandung
Pendidikan : 2017 S1 Prodi Seni Rupa, Studio Dwimatra seni lukis InstitutTeknologi Bandung PAMERAN : – 2016 Pameran karya hasil workshop yang di pamerkan beserta pada acara seminar “Wacana Kreasi” mata kuliah publikasi karya dibimbing oleh Dr. Andryanto Rikrik Kusmara M.Sn dan Avia Andari S.Sn – 2016 Pameran tugas akhir mata kuliah Seni Eksperimental, Karya terbuat dari batang pisang yang dibungkus kain katun putih menyerupai jenazah yang berjudul “untitled”
Galih Adika P. Lahir di Serang, Banten – Indonesia 1994. Lulus dari ITB dalam studio seni lukis pada tahun 2018. Galih memiliki ketertarikan untuk mengeksplorasi berbagai media dalam tiap karyanya. Beberapa karya terakhir, galih tertarik untuk menjelajahi tema]tema tentang pengalaman, seperti pada seri karya “White Square” yang membawa gagasan tentang pengalaman menubuh ketika berhadapan dengan karya seni. Saat ini Galih sedang menjelajahi gagasan tentang bagaimana subjek dan objek memiliki relasi atau pertalian dalam membentuk sebuah pengalaman. Pendidikan Formal: 2012 – 2013: Institut Teknologi Nasional ( ITENAS ) Fakultas Seni Rupa dan Desain. Jurusan Desain Komunikasi Visual 2013 – 2018: Institut Teknologi Bandung ( ITB ) Fakultas Seni Rupa dan Desain, Program Studi Seni Rupa, Studio Dua Dimensi (Seni Lukis) . Penghargaan: Finalis Himasra Art Awards 2016, Honorable Mention Jakarta 32°Art Award 2017
Dina Kurniawati, Lahir di Jakarta, 3 september 1995.
IN#SIGHT# Nowadays#Painting
78
79
IN#SIGHT# Nowadays#Pain1ng
IN#SIGHT# Nowadays#Painting
80
81
IN#SIGHT# Nowadays#Painting
IN#SIGHT# Nowadays#Painting
82
83
IN#SIGHT# Nowadays#Pain1ng
IN#SIGHT# Nowadays#Painting
84
85
IN#SIGHT# Nowadays#Painting
IN#SIGHT# Nowadays#Painting
86
Melacak Jejak Menuju Waktu Pameran Ni2Ketut Ayu Sri2 Wardani – Erland Sibuea 242JUNI2– 12Juli22018
87
Melacak Jejak Menuju Waktu Pameran ini menampilkan karya<karya yang dikerjakan oleh Ni Ketut Ayu Sri Wardani (Alumni Seni Rupa ITB Angkatan 1986) dan Erland Sibuea (Alumni Teknik Industri ITB, Angkatan 1986 < wafat 9 November 2016). Karya<karya Erland adalah gambar< gambar sketsa yang khusus menyoroti tema lanskap Danau Toba, dan dipilih dari sekitar 2000’an karya dengan tema<tema berbeda lainnya; sedangkan karya Ayu adalah lukisan<lukisan terbaru dengan tema lanskap yang dipersiapkan khusus untuk pameran ini. Karya<karya sketsa Erland tentu berbeda secara watak —karena teknik dan medium yang dipilihnya— dengan lukisan<lukisan Ayu yang cenderung padat dan ekpresif. Pameran “Melacak Jejak, Menuju Waktu” ini bisa dianggap sebagai cara untuk menunjukkan segi perbedaan namun juga pertemuan dari jejak<jejak pengalaman artistik yang dikembangkan Ayu dan Erland. Jika sebelumnya, Erland lebih aktif belajar dan mengamati proses kreasi melukis Ayu yang ekspresif maka bagi pameran kini berlaku arah yang sebaliknya: Ayu seakan ‘belajar’ kembali mengerjakan lukisan<lukisannya dari catatan artistik yang dikerjakan Erland. Tentu masalahnya bukan urusan bagaimana Ayu mengambil gagasan artistik yang telah dibuat Erland—juga bukan soal Ayu ‘meniru’ karya Erland. Apa yang Ayu coba lakukan adalah usahanya melacak kembali jejak<jejak pengalamannya bersama Erland saat ia mengerjakan karya< karyanya (karena Ayu memang sering menemani Erland mengerjakan sketsa). Upaya melacak jejak pengalaman dan waktu semacam ini bukannya tanpa masalah dan tantangan. Untuk kembali ‘di sekitar’ Erland, Ayu mesti beradaptasi agar ia bisa berhasil secara emosional maupun segi pendirian estetik. Lukisan<lukisan yang dikerjakan Ayu pun tak lagi sama persis dengan kebiasaan dirinya melukis sebelumnya; seolah berdialog dengan catatan sketsa Erland, Ayu berbagi jejak tentang makna< makna ruang pada bidang kanvasnya dengan ‘kebiasaan’ Erland. Lukisan<lukisan Ayu kemudian jadi hasil interaksi kecenderungan melukis (dengan kekuatan sapuan kuas dan palet) dan kecenderungan gambar (yang menekankan kekuatan garis dan komposisi bentuk). Bagi kecenderungan melukis Ayu, ada yang tetap dan juga yang berubah dalam hasil pencapainnya. Namun itulah cara bagi dirinya agar mampu melacak waktu pengalaman dirinya bersama Erland.
Dalam proses penyiapan pameran “Melacak Jejak, Menuju Waktu” ini diputuskan tema yang dianggap penting dan mengikat kebersamaan Ayu dan Erland, yaitu: alam lingkungan danau Toba di Sumatera Utara. Tema lanskap Toba adalah salah satu ruang pertemuan personal dan kultural yang penting bagi keduanya. Ni Ketut Ayu Sri Wardani sebelumnya adalah orang luar yang kemudian melebur menjadi bagian dari tradisi kultural Batak—sebagaimana juga Erland Sibuea diterima dan menjadi bagian dari budaya Bali setelah mereka memutuskan menetap dan membesarkan kedua putri mereka di Denpasar, Bali. Tema lanskap alam di Toba memang dikerjakan Erland lebih intensif (karena berkaitan dengan identitas kultural dirinya) selain tema landskap yang dibuatnya di Bali dan Bandung di mana Erland tertarik untuk mengamati pengalaman budaya dan lingkungan. Bagi pameran ini tema lanskap alam memiliki makna penting karena mengajarkan cara pada kita untuk saling memahami dan berbagi. Sifat sejati alam adalah berlaku sama bagi tiap budaya dan manusia: fenomena alam tidak pernah membeda<bedakan. Pesona dan kebijaksanaan alam pula yang boleh jadi menguatkan ikatan antara Ayu dan Erland melalui dorongan keindahan dan kepekaan artistik yang saling melengkapi. Alam dengan caranya sendiri mengajarkan pada manusia bagaimana semestinya waktu bergulir dan berlalu. Jika orang modern selalu menganggap waktu jadi berharga karena bisa diukur dan ditundukkan, maka perkara itu sebenarnya adalah ilusi. Waktu jadi berharga karena bisa menjadi tanda bagi seseorang hingga ia mampu melajak jejak<jejak yang ditinggalkannya jadi bermakna. Alam memberi tanda ihwal perguliran waktu, dan terus<menerus mengajarkan pada manusia soal perubahan dan pergantian tanpa harus ragu karena merasa kurang atau merasa lebih. Seperti pernah dibilang Jalaluddin Rumi: “Seekor burung yang bertengger di gunung itu, dan kemudian terbang dan pergi. Adakah yang bertambah atau berkurang dari gunung itu? Bandung, Juni 2018 Rizki A. Zaelani | kurator
E<Catalogue2available,22 link2to2https://issuu.com/orbitaldago/docs/katalog_ae
Melacak Jejak Menuju Waktu Pameran Ni2Ketut Ayu Sri2Wardani – Erland Sibuea
88
89
Melacak Jejak Menuju Waktu Pameran Ni2Ketut Ayu Sri2Wardani â&#x20AC;&#x201C; Erland Sibuea
Melacak Jejak Menuju Waktu Pameran Ni2Ketut Ayu Sri2Wardani â&#x20AC;&#x201C; Erland Sibuea
90
91
Melacak Jejak Menuju Waktu Pameran Ni2Ketut Ayu Sri2Wardani â&#x20AC;&#x201C; Erland Sibuea
Melacak Jejak Menuju Waktu Pameran Ni2Ketut Ayu Sri2Wardani â&#x20AC;&#x201C; Erland Sibuea
92
93
Melacak Jejak Menuju Waktu Pameran Ni2Ketut Ayu Sri2Wardani â&#x20AC;&#x201C; Erland Sibuea
Melacak Jejak Menuju Waktu Pameran Ni2Ketut Ayu Sri2Wardani â&#x20AC;&#x201C; Erland Sibuea
94
Pameran'Tunggal'Bambang'Ernawan SEARCHING'FOR'THE'TRUTH 5'<18'Juli'2018
95
Pameran'Tunggal' Bambang'Ernawan (1954'– 2020) SEARCHING'FOR'THE'TRUTH Sosok Bambang Ernawan dalam dunia seni lukis di Indonesia , mungkin jarang terdengar, tetapi bagi para pelukis, khususnya lulusan seni lukis FSRD=ITB sosoknya tentu sangat dekat. Bambang Ernawan selama beberapa dekade lebih mengabdikan dirinya kepada dunia praktek pendidikan seni lukis dibandingkan berpaktek sebagai seniman lukis. Walaupun tak dipungkiri ia telah mengikuti berbagai pameran sejak tahun 1980=an, baik ditingkat kota Bandung , nasional maupun internasional. Seperti meraih 50 karya terbaik Jawa Barat tahun 2006 , mengikuti pameran seperti Manifesto di galeri Nasional, juga beberapa pameran di Jerman ditahun 2001 dan Korea Selatan tahun 1997. Karya=karya Bambang Ernawan memang lekat dan konsisten dengan seni lukis abstrak formalis, yang menjadi ciri praktek seni “ Mazhab Bandung” yang identik dengan lingkungan pengajar di FSRD=ITB, terutama lingkungan pergaulan Alm. Prof. Ahmad Sadali. Yang menarik ia, ketika mengerjakan karya magisternya mengeksplorasi dengan menggabungkan lukisan dengan media cermin. Penggunaan cermin itulah kemudian menginspirasi kekaryaan puterinya yang sudah dikenal sebagai perupa kontemporer : Erika Ernawan. Sebaliknya Bambang juga pernah meminjam cara berkaya puterinya dengan menggunakan elemen lampu neon pada karya lukisannya, sekitar tahun 2011. Karya=karya lukisan Bambang Ernawan selalu terkait dengan pencarian dirinya kepada nilai=nilai spiritual. Hubungan dirinya yang tak terjelaskan dengan sang pencipta. Melalui gubahan pola=pola bentuk dasar seperti: bulat , segitiga , segi empat dengan goresan atau beloboran cat yang terputus , agak kasar namun tersebar ke sekujur bidang kanvas, dengan paduan warna=warni yang seimbang dan menawan. Unsur garis yang membelah dikanvas, baik secara vertikal maupun diagonal, rupanya telah menjadi penanda yang khas bagi kekaryaanya. (Rifky Effendy)
Bentuk bulat dan segitiga selalu dipisah oleh garis vertikal, tetapi dalam kanvas kotak, beberapa gambar abstrak itu diputuskan untuk dipotong oleh garis miring yang menolak ketegasan. Apakah kemudian garis miring yang dihadirkan oleh Bambang Ernawan ini adalah sebuah paradok sebuah istana cermin kosong dari ‘true self’?. Tetapi justru garis miring ini dipilih setelah penggunaan garis vertikal sebagai gestur dalam merespon seni rupa abstrak (paham strukturalisme), seolah=olah bersikap miring berarti menyadur pikiran pengetahuan estetika asing dan kemudian membuatnya menjadi milik sendiri dan dekat, sehingga tidak terasa asing lagi (barat). Kenapa pencarian berpuluh=puluh tahun dari konsep ‘true self’ menjadi perkara yang penting bagi Bambang Ernawan?, dan apakah ‘true self’ bagi dia itu adalah fakta atau fiksi?. Kita hanya bisa melihat pengulangan bentuk yang dilakukan oleh Bambang ini menunjukan bahwa dia ada disana dan mempercayainya. Untuk mengerti ‘true self’ ia menggunakan praktik reiki sebagai proses spiritual untuk menemukan dirinya dalam metode penciptaan karya yang dipilihnya. Ia merepresentasikan gestur dari keagamaannya dalam memproduksi karya=karya lukisnya (representasi dari perjalanan suci, beberapa karya lamanya berbentuk kotak sebagai dari simbol kabah). Peminjaman bentuk segitiga merupakan sebuah pilihan untuk membaca karya tidak hanya sebatas gambar, pola, ritme, komposisi, dan warna, tetapi juga harus membaca substansi yang mengalir lebih dalam antara jiwa dan pikiran. Seperti segitiga kemudian diperhitungkan sebagai pusat dan mengahadap ke atas; spirit ‘ruh’, kekal ‘baqa’, manusia tinggi ‘higher self’, bukan sebagai pinggiran yang menggadap ke bawah ‘fisik’; kembaran eteris ‘qorin’, kehancuran ’fana’, manusia rendah ‘lower self’. (Erik Pauhrizi)
E= catalogue`available`.` Link`to:`hbps://issuu.com/orbitaldago/docs/orbitalkatalogbernawan=digital
Pameran`Tunggal`Bambang`Ernawan SEARCHING`FOR`THE`TRUTH
96
97
Pameran'Tunggal'Bambang'Ernawan SEARCHING'FOR'THE'TRUTH
Pameran'Tunggal'Bambang'Ernawan SEARCHING'FOR'THE'TRUTH
98
99
Pameran'Tunggal'Bambang'Ernawan SEARCHING'FOR'THE'TRUTH
Pameran'Tunggal'Bambang'Ernawan SEARCHING'FOR'THE'TRUTH
100
101
Pameran'Tunggal'Bambang'Ernawan SEARCHING'FOR'THE'TRUTH
Pameran'Tunggal'Bambang'Ernawan SEARCHING'FOR'THE'TRUTH
102
103
Pameran'Tunggal'Bambang'Ernawan SEARCHING'FOR'THE'TRUTH
Pameran'Tunggal'Bambang'Ernawan SEARCHING'FOR'THE'TRUTH
104
Pameran Tunggal+ Yudi Noor SEMI+CUSTOM+ Readymade+: Redesign+– Nonlabel 22+Juli – 17+Agustus 2018
105
Pameran bertajuk SEMI CUSTOM Readymade / Redesign – Nonlabel merupakan pameran tunggal pertama seniman kelahiran Bandung , Yudi Noor (lahir 1971) yang sekarang tinggal di Berlin , Jerman. Pameran ini menjadi bagian dari rangkaian Bandung Art Month 2018 “ Balik Bandung” yang diselenggarakan BDGconnex. Tema tersebut menjadi landasan kuat Yudi untuk memamerkan karya:karyanya di tanah air. Sejak berpraktek sebagai seniman , sebelumnya ia tidak pernah berkesempatan memamerkan karyan:karyanya di Indonesia. Karya:karya Yudi Noor dikenal dengan garapan instalasi dengan assemblage atau merangkai himpunan berbagai objek atau benda, dan metoda kolase dengan berbagai material temuan yang jarang dilihat banyak orang tetapi ia sering amati. Objek –objek itu kebanyakan ia rangkai menjadi semacam patung atau instalasi , beberapa dibingkai seperti karya drawing atau lukisan. Ia banyak mengoleksi berbagai benda temuan , mulai dari kain/ tekstil, kayu , kursi maupun hiasan:hiasan hingga material konstruksi seperti besi penyangga, pagar teralis dan sebagainya.
Karya:karya dalam pameran ini , diakuinya bagaimana ia sebenarnya masih belum mengenal sepenuhnya atau semacam kegamangan menghadapi apa yang terjadi atau perkembangan seni di Indonesia sejak ia meninggalkan negeri ini. Yudi Noor memutuskan keluar dari Bandung , hidup berpindah –pindah dibeberapa kota di Jawa maupun luar Jawa hingga akhirnya ia tinggal di pulau Bali. Dari Bali ia menuju Bangkok, Thailand dan kemudian ke Swedia sebelum akhirnya menetap di kota Berlin , Jerman, sekitar tahun 1990:an. Yudi Noor melanjutkan kuliah di Berlin (UDK) dibawah bimbingan seorang professor. Karir senimannya dimulai sekitar tahun 2002, ketika ia membantu sebuah galeri yang akan memamerkan karya:karya kontemporer dari Indonesia, yaitu pameran AWAS ! Recent Art from Indonesia yang dikelola oleh Yayasan Cemeti dengan kurator asal Jerman, Alexandra Kuss.
Biodata
Rheinkilometer 529+Gerda+&+Kuno Pieroth Stiftung.
Born+1971+in+Bandung,+West+Java,+Indonesia.+Graduated+from+the+Berlin+University+ of+the+Arts.+Lives+and+works+in+Berlin.+
2015+/+16+ Topo+ing rame,+BMW+Stiftung+Herbert+Quandt,+Berlin
Grants+and+Awards 2013+ Artist+in+Residence+Program+Air+Dubai Delfina+Foundation,+ Dubai+Culture,+Art+Dubai,+ Taskkeel,+Dubai,+UAE+ Artist+in+Residence+Program,+Al+Riwaq Art+Space,+Manama,+Goethe:Institut Gulf+ Region,+Bahrain 2010+ Artist+in+Residence,+Air+Krems,+Krems,+Austria
2014+ Haunted+Thresholds+: Spirituality+in+Contemporary+Southeast+Asia,+Kunstverein Göttingen,+Altes Rathaus Reflections+on+Psychedelia,+CAN+: Christina+Androulidaki Gallery,+Athena+ NEON+– Vom Leuchten der+Kunst,+Stadtgalerie Saarbrücken 2013+ NEON+– Vom Leuchten der+Kunst,+Museum+für Konkrete Kunst,+Ingolstadt+ In+the+Studio,+ReMap 4,+Kunsthalle Athen 2011+ Metrospective 1.0,+Program+e.V.,+Berlin+ 13,+Galerie+Christian+Ehrentraut,+Berlin
Solo+exhibitions: 2018 SEMI+CUSTOM+:+Readymade+– Redesign+– Nonlabel,+ORBITAL+DAGO,+Bandung.+ Indonesia 2013+ RECOGNIZE+SET+IN+FREE+EDGE,+Marisa+Favretto : Yudi Noor,+Galerie+Christian+ Ehrentraut,+Berlin KHALAS,+and+then...,+Al+Riwaq Art+Space,+Manama+Bahrain 2012+ Accumulation+and+the+Hereafter+Perception,+Galerie+Christian+Ehrentraut,+Berlin 2011+ In:kawr:puh:reyt,+Nettie+Horn+Gallery,+London+ Clear+Mountain,+Galerie+Christian+Ehrentraut,+Berlin 2010+ Mixed+Opera,+Galerie+Birgit+Ostermeier,+Berlin+ Between+the+Bars,+Nettie+Horn+Gallery,+London+ Pre:loaded+key:+colour:+Yudi Noor+: Peter+Sandbichler,+Galerie+Stadtpark,+Krems 2009+ We+Have+Time,+Kunstverein Arnsberg+ FROM,+Galerie+Birgit+Ostermeier,+Berlin 2008+ Shadow+and+the+Other+Side+of+Entroducing Life,+Galerie+Birgit+Ostermeier,+Berlin 2007+ From+Zero+Back+to+Zero,+Preview+Berlin+07 Group+exhibitions 2018 BEYOND+THE+MOON,+Haus+am+Lutzowplatz ,+Studio+Galerie+,+Berlin
2010+ Collective,+Nettie+Horn,+London+ Inkonstruktion V,+Art+Biesenthal,+Biesenthal Green+Gold+and+the+Rainforest+is+Gone,+ARCO+2010,+Madrid+ Art+Barter,+HBC,+Berlin+ ID+: Indonesian+Contemporary+Art,+Kunstraum Bethanien,+Berlin+Pastiche:+When+a+ Tree+Falls+in+the+Forest...,+SAIR,+Jyperup,+Denmark+Langhaus,+Zagreus+Projekt,+ Berlin+Hypernatural,+Berlin 2009 Let's+go+home,+S:Kai,+Hamburg+ Weihnachten,+Stiftung+Starke,+Berlin+ Langhaus,+Zagreus,+Berlin 2008+ Der+Autorität,+Kunstverein Arnsberg+ EINZUEINS+RÜGEN+: Skulpturensommer,+Rügen 20+Minutes+to+up,+Fondazione+Kriester,+Vendone Beware+the+After+Effects,+Infernoesque,+Berlin+ Inkonstruktion II,+Art+Biesenthal,+ Biesenthal VOLTAshow 04,+Basel,+Suisse 2007 Babylon,+Galerie+Birgit+Ostermeier,+ Berlin+In+Neuem Kontext,+St.+Johannes+Evangelist:Kirche,+Berlin Redistribution+of+the+sensible,+Galerie+Magnus+Müller,+Berlin+ Ghost+Rewind,+Performance,+Galerie+Magnus+Müller,+Berlin 2006+ Red+Wok+Double+Deck+Apollo,+Performance,+Lothringer 13,+München+Topoing Rame,+Performance,+Kulturforum,+Berlin 2005+ Life+slow+ghost+fast,+Performance,+Haus+5,+Pfefferberg,+Berlin
2017+ Skulpturen:Triennale+Bingen 2017+: NAH+UND+FERN,+Skulpturen am+
Pameran Tunggal+Yudi Noor SEMI+CUSTOM++Readymade+: Redesign+– Nonlabel
106
107
Pameran Tunggal+Yudi Noor SEMI+CUSTOM++Readymade+: Redesign+â&#x20AC;&#x201C; Nonlabel
Pameran Tunggal+Yudi Noor SEMI+CUSTOM++Readymade+: Redesign+â&#x20AC;&#x201C; Nonlabel
108
109
Pameran Tunggal+Yudi Noor SEMI+CUSTOM++Readymade+: Redesign+â&#x20AC;&#x201C; Nonlabel
Pameran Tunggal+Yudi Noor SEMI+CUSTOM++Readymade+: Redesign+â&#x20AC;&#x201C; Nonlabel
110
111
Pameran Tunggal+Yudi Noor SEMI+CUSTOM++Readymade+: Redesign+â&#x20AC;&#x201C; Nonlabel
Pameran Tunggal+Yudi Noor SEMI+CUSTOM++Readymade+: Redesign+â&#x20AC;&#x201C; Nonlabel
112
113
Pameran Tunggal+Yudi Noor SEMI+CUSTOM++Readymade+: Redesign+â&#x20AC;&#x201C; Nonlabel
Pameran Tunggal+Yudi Noor SEMI+CUSTOM++Readymade+: Redesign+â&#x20AC;&#x201C; Nonlabel
114
SHIFTING Andy,Dewantoro – Erik,Pauhrizi < Joko,Avianto 14,September,– 12,Oktober 2018
115
SHIFTING Pameran SHIFTING menampilkan karya<karya dari tiga seniman kontemporer, yang tengah menghadapi perkembangan dan perubahan pemikiran artistik. Mereka bertiga masing<masing menampilkan karya<karya dalam fase pencarian untuk membuka dan menemukan kemungkinan hal<hal baru dimasa mendatang. Dalam hal ini karya<karya yang ditampilkan adalah karya<karya transisi ,atau sebagai titik persilangan karya sebelumnya dan proyeksi karya masa depan. Sebagai karya<karya progres yang kemungkinan bisa dikembangkan kepada tahap selanjutnya, yang dihasilkan dari dialog secara personal maupun obrolan diantara mereka bertiga yang terkait dengan metoda berkarya masing<masing , persoalan medium dan bentuk karya, juga terkait dengan berbagai kondisi dan situasi atas perkembangan terkini seni rupa di Indonesia, hingga global, maupun dari berbagai hal dari kesehariannya. Lalu kemungkinan nilai dan wacana apa yang muncul dari karya<karya ketiga seniman ini? <<< Andy Dewantoro (Lahir di Tanjung Karang , Lampung, 1973). Lulus dari Desain Interior , FSRD<ITB tahun 2000. Ia pernah bekerja sebagai sebagai disainer interior sebelum menjadi pelukis. Dikenal luas dengan karya lukisan, fotografi lansekap maupun patung, dengan subyek terkait pengalaman ruang dan arsitektural. Pameran tunggal yang pernah dilakukan : 2011; Half Full Half Empty Valentine Willie Fine Art, Kuala Lumpur, Malaysia. 2010; empty – space – landscapes, di Galeri Semarang, Semarang, Indonesia. Tahun 2008 ; Silent World Ark Galerie, Jakarta, Indonesia. Pameran grup : 2018; Spektrum Hendra Gunawan Museum Ciputra Artpreneur, Jakarta, Indonesia. 2017; ART STAGE JAKARTA Pearl Lam Galleries, Sheraton Grand Jakarta Gandaria City Hotel, Jakarta. OBSCURE; Salihara Gallery, Jakarta, Indonesia. ACTS OF TRANSGRESSION Pearl Lam Galleries, Hong Kong,
Hochschule für Bildende Künste Braunschweig (HBK). Karya Erik menggunakan beragam idiom mulai seni lukis, fotografi, instalasi hingga video dengan subyek – subyek eksistensial maupun pos<strukturalis. Sesekali Erik berkolaborasi dengan sang istri; Erika Ernawan. Pameran tunggalnya antara lain, 2011 ; The Poison of Our Sins, CATM Chelsea, New York, USA. 2010 ; Westbeth Artists Community, New York, USA. Indistict Names, Semarang Contemporary Art Gallery, Semarang, Indonesia. Fictitious Biography, Richard Koh Fine Art, Kuala Lumpur, Malaysia. 2009; Face Phantasmagoria, Vivi Yip Art Room, Jakarta, Indonesia. 2008; The Pleasure of The Text, Mes56 and LIP, Yogyakarta, and Rumah Seni Yaitu, Semarang, Indonesia.2018, SPEKTRUM Hendra Gunawan, Ciputra Artpreneur, Jakarta. Paradox, Lawang Wangi Art Space, Bandung. 2017; Migrating In Your Own Home, Cans Gallery, Jakarta. PLANAR II – UNGSI, Goethe<Institut Bandung, Indonesia. Stuttgarter Winter Film Festival, Germany. Joko Avianto lahir pada tahun 1976 di Cimahi, Jawa Barat. Selama 1996<2001, Joko menempuh pendidikan seni di studio Patung FSRD<ITB. Selanjutnya pada 2003<2005, ia melanjutkan studinya di program pasca<sarjana Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung. Karya<karya Joko mengolah bambu menjadi patung berukuran besar dan banyak diterapkan diruang publik, dengan garapan bentuk< bentuk amorfis , mengikuti ruang dan elemen arsitektur dengan menonjolkan keunggulan karakter materinya. Karya< karya bambu sekaligus merepresentasikan kekhawatirannya yang terkait dengan perubahan masyarakat diberbagai segi kehidupan di Indonesia. Karyanya pernah dipamerkan di Esplanade Singapore 2018, Yokohama Triennale 2017, Japan, Georgetown Festival 2014, Penang, Malaysia; ARTJOG 2012. 2015: ROOTS, Indonesia Contemporary Art. Frankfurter Kuntsverein, Frankfurt, Germany. Pameran tunggal yang telah dilakukan : 2001; “S.A.M.O” (Social Activator Mobile Object), Bandung, Indonesia, “Astakona”, Benda Gallery, Yogyakarta, Indonesia.
Erik Pauhrizi Erik Pauhrizi lahir di Bandung, 1981. Ia pernah mengikuti beragam pendidikan senirupa, formal maupun informal. Ia adalah lulusan mayor seni tekstil dan seni media FSRD<ITB. Ia juga pernah belajar di Fakultas Teknik, Universitas Pendidikan Indonesia, mayor Teknik Mesin. Kemudian lulus 2012 Video Art/ Experimental Film, Photography and Painting dibawah asuhan Professor Michael Brynntrup, Professor Dörte Eißfeldt dan Professor Olav Christopher Jenssen di Braunschweig University of Art /
SHIFTING Andy,Dewantoro – Erik,Pauhrizi < Joko,Avianto
116
117
SHIFTING Andy,Dewantoro â&#x20AC;&#x201C; Erik,Pauhrizi < Joko,Avianto
SHIFTING Andy,Dewantoro â&#x20AC;&#x201C; Erik,Pauhrizi < Joko,Avianto
118
119
SHIFTING Andy,Dewantoro â&#x20AC;&#x201C; Erik,Pauhrizi < Joko,Avianto
SHIFTING Andy,Dewantoro â&#x20AC;&#x201C; Erik,Pauhrizi < Joko,Avianto
120
121
SHIFTING Andy,Dewantoro â&#x20AC;&#x201C; Erik,Pauhrizi < Joko,Avianto
SHIFTING Andy,Dewantoro â&#x20AC;&#x201C; Erik,Pauhrizi < Joko,Avianto
122
123
SHIFTING Andy,Dewantoro â&#x20AC;&#x201C; Erik,Pauhrizi < Joko,Avianto
SHIFTING Andy,Dewantoro â&#x20AC;&#x201C; Erik,Pauhrizi < Joko,Avianto
124
125
SHIFTING Andy,Dewantoro â&#x20AC;&#x201C; Erik,Pauhrizi < Joko,Avianto
SHIFTING Andy,Dewantoro â&#x20AC;&#x201C; Erik,Pauhrizi < Joko,Avianto
126
NU#$ ABSTRACT# 23#Oktober â&#x20AC;&#x201C; 23#November#2018
127
NU $ ABSTRACT Gede Mahendra Yasa (Singaraja ,1967), Kemalezedine (Yogya , 1978), Ketut Moniarta (Wanagiri, 1981), Dewa Ngakan Ardana (Semarapura, 1980), Agus Saputra (Payangan, 1992), Putu Bonuz (Nusa Penida, 1972). Cairnya skena seni kontemporer ternyata membuka peluang upaya menginvestigasi ulang terkait seni lukis abstrak yang menjadi dasar kesadaran seniman yang bergabung didalam NU$Abstract, terutama yang terkait dengan praktek lukisan abstrak dalam mencari hakikat seni lukis itu sendiri. Apakah ke$Bali$an dalam seni lukis abstrak bisa dipakai saat ini dengan cukup menjadikannya corak atau lebih jauh dipahami sebagai bentuk memahami esensi dari identitas bali didalam seni lukis. Seniman didalam NU$ Abstract meyakini betul esensi dari sebuah identitas adalah suatu upaya pertahanan dalam memahami jatidiri manusia dalam sejarahnya.hal ini memunculkan gagasan$gagasan dalam perspektif lain membaca wacana seni lukis Bali, termasuk memunculkan ide menginvestigasi seni lukis abstrak ,Mengutip catatan katalog pameran Nu$Abstract di Langgeng Art Foundation, Yogya pada pertengahan 2018 lalu yang kemudian dilanjutkan dengan wacana pameran di Nadi gallery, Edwin Gallery, serta Artbali ,bahwa respon atas gagasan terhadap abstrak bagi kolektif ini sebagai konteks rasional yang merujuk pada konsep abstrak dalam seni rupa modern. Kelompok ini menghindari abstrak menjadi sebuah akidah atau abstrak yang berdasarkan anti figuratif. Gagasan ini muncul dan memantapkan pendekatan kelompok ini untuk membongkar formalisme, alih$alih mereka mewujudkan Abstrak sebagai gerakan kesadaran anti ikonoklasme. Konsep pemikiran ini lebih lanjut membentuk kesadaran internal baik individu ataupun secara kolektif didalam NU$Abstract, di mana lukisan yang mereka hadirkan juga membawa misi politik melalui bentuk abstrak, salah satunya memperjuangkan seni lukis yang konon dikatakan sudah mati padahal pada kenyataannya seni lukis bangkit berkali$kali, dan lukisan abstrak juga merupakan bagian dari kebangkitan tersebut.Tidak hanya bangkit dalam bentuk namun juga dalam penyodoran konsep.NU$Abstract sendiri terinspirasi oleh gerakan seniman generasi 80$ an di New York mengenai "kembali ke lukisan", seniman$seniman NU$Abstract mencoba memunculkan jembatan antara abstraksi radikal dan investigasi ulang atas sejarah lukisan yang lebih besar dengan pendekatan yang lebih subjektif berpihak pada minoritas. Dalam hal ini NU$ abstract mengeksplorasi isyarat, bentuk improvisasi, komposisi relasional, kiasan figure, lanskap, kiasan sejarah, budaya serta permasalahan minoritas terhadap mayoritas ke dalam bentuk lukisan yang mereka hadirkan. Oktober 2018, NU $ ABSTRACT
I MADE AGUS SAPUTRA Payangan, 1992
KEMALEZEDINE Yogyakarta,1978
Pendidikan : ISI, Denpasar
Education: 1997 – 2004 Faculty of Art and Design. Bandung Institute of Technology, Bandung – Indonesia .
PENGALAMAN PAMERAN : 2018 : “GENESIS, Bentara Budaya Bali, Bali 2017 : “Trade On Trade”, Bentara Budaya Bali, Bali. 2017 : “LABIRIN II (Intelection)”, ISI Denpasar 2016 : “A Brutal Contras of Cincrete and Kamasan Painting”, Tjampuhan, Ubud “LABIRIN”, Museum Seni Batuan, Batuan Bali. DEWA NGAKAN MADE ARDANA Semarapura , 1981 Education: Indonesian Art Institute (ISI) Denpasar, Bali Solo exhibitions. 2016: “Hana tan Hana: Death and Life of the Unknown” REDBASE Foundation Yogyakarta$Indonesia . 2014: “Kala” Balai Keseharian dan Pemajangan, Yogyakarta$Indonesia. 2010: “Yogyakarta, Juni 1812”, National Gallery of Indonesia, Jakarta$ Indonesia. 2009: “Beyond Still Life”, Jakarta Art District, Jakarta. Indonesia. 2004: “Space in Between”, CP Artspace, Jakarta$Indonesia “Anonymous Project”, Semarang Gallery, Indonesia “On Content and Messages”, Ark Gallerie, Jakarta$ Group Exhibitions 2017 “Art Turns. World Turns.” Exploring the Collection of the Museum of Modern and Contemporary Art in Nusantara. 2017 “Stage of Hopelessness” Bienalle Jogja XIV, Jogja National Museum Yogyakarta “Changing Perspective” ArtJog 10, Jogja Nasional Museum Yogyakarta 2016 “Encounter” Sea+Trienalle, Galeri Nasional Jakarta 2015 “Duh Gusti$ Seni Indonesia Berkabung” PKKH UGM Yogyakarta. “Urban Spirituality” Sudakara Gallery Sanur Bali.
SOLO EXHIBITION 2016 ‘Balinese Graphic Art II: Painting and Drawing – Nyoman Ngendon, Pencarian Corak Seni Lukis Baru Indonesia’ Edwin’s Gallery at Art Stage Jakarta, Jakarta – Indonesia ‘Balinese Graphic Art: Painting and Drawing’ Langgeng Art Foundation, Yogyakarta – Indonesia 2012 ‘Tales of Moving Island’ S.14, Bandung – Indonesia GROUP EXHIBITIONS 2018 'Art Jakarta 2018 ' with CG ArtSpace Jakarta $ Indoonesia 'Spectrum Hendra Gunawan' Ciputra Artpreneur, Jakarta $ Indonesia 'Redraw III: Ugahari' Edwin's Gallery Jakarta $ Indonesia "NU$ Abstract: Political Aesthetic" Nadi Gallery, Jakarta $ Indonesia 'NU$Abstract’ Langgeng Art Foundation, Yogyakarta – Indonesia 2017 ‘Art Stage Jakarta’ with CG Art Space, Jakarta – Indonesia ‘Kecil Itu Indah XV’ Edwin’s Gallery, Jakarta – Indonesia ‘What’s Next I’ Sika Gallery, Bali – Indonesia 2016 ‘Contemporary Art from Bali’ Langgeng Art Foundation, Yogyakarta – Indonesia ‘Crossing: Beyond Bali Seering’ 45downstairs, Melbourne – Indonesia ‘South East Asia Triennal 2016’ National Gallery of Indonesia, Jakarta – Indonesia ‘Art Taipei 2016’ Edwin’s Gallery, Taipei – Taiwan ‘Neo Pitamaha’ for Bazaar Art Jakarta 2106, Ritz Carlton Ballroom Pacific Place, Jakarta – Indonesia ‘Redraw II : Discovery’ Edwin’s Gallery, Jakarta – Indonesia ‘Art Philippine 2016’ Michael Janssen Gallery, the Philippines ‘Art Stage Singapore 2016’ [public space display], Singapore 2015 ‘Art Taipei 2015’ Equator Art Project, Taipei – Taiwan ‘Toyama Art Camp 2015’ Toyama – Japan ‘Violent Bali’ [Neo Pitamaha], Tony Raka Contemporary Art Gallery, Bali – Indonesia.
NU#$ ABSTRACT#
128
I PUTU BONUZ SUDIANA Nusa Penida, 1972. EducaGon : ISI , Denpasar 1995. Solo exhibiGons: 2018 : A Land to Remember. Santrian Gallery, Sanur Bali. 2017: Tetabuhan<Tatabumi, Bidadari Art Space. Mas,Ubud<Bali. 2015 :Because Life is Delicious at Kubu Art Space. Ubud. 2014 :Magic Sound at Maya Galery. Singapore. Selected Group exhibiGons. 2018 : NU< Abstract: POLITICAL AESTHETIC. At NADI GALLERY, Jakarta. NU<Abstract at Langgeng Art FoundaGon, Jogjakarta. 2018: B to B #2, Komaneka Gallery, Ubud Bali. 2018 : Gedung DPR/MPR RI, Kemayoran, Jakarta. 2017 : Colourful at Hadiprana Gallery, Jakarta.2017 : AtUH Art the Universal Habit by Militant Arts, Santrian Gallery Sanur Bali. 2017 : B to B at Raos Gallery, Kota Batu. Malang. KETUT MONIARTA Wanagiri, Bali . 1981 1999 – 2006 Indonesian Art InsGtute, Denpasar, Bali Prize • <20 Finalist Sovereign Asian Art Prize 2011. Solo ExhibiGons • 2011 "Object in the making" element art space singapore. • 2009 “Post Branded Objects”, Semarang Contemporary Art Gallery, Semarang • 2008 “The Way of Seeing”, Ark Gallery, Jakarta Group ExhibiGons 2018 • NU<Abstract : PoliGcal AestheGc, Nadi Gallery Jakarta Indonesia • “NU<Abstract” ,Langgeng Art FoundaGon, Yogyakarta Indonesia 2015 • Element Artspace Anniversary Singapore • “Osmosis” Takasu Gallery. • NOW: here – there – everywhere gallery semarang ( feat Neo Pitamaha) • “Paradigma Seni Lukis Bali”, Flahorm3,Bandung ( feat Neo Pitamaha) 2014 • Artjog2014 Taman Budaya Yogyakarta.( mahendra feat NeoPitamaha). • Taksu Bali 3rd anniversary. W bali. 2013 • Horizon of Strenght : Indonesian Contemporary Craj. Kunstkring Jakarta Indonesia • Tease A group ExhibiGon by Four Indonesian arGsts Taksu Galleri Bali Indonesia. • Bali Art Fair 2013. Bali.indonesia 2012 • The 2011 Sovereign Asian Art Prize Finalists ExhibiGon exchange squere Hong Kong • Bazaar art Jakarta 2012, Gallery Rachel Jakarta. • CollecGve ground : the gallery in the mind of market and discourse, Gallery Rachel Jakarta. • New Works Taksu Gallery W bali 2011 • Ekspansi Pameran besar patung kontemporer galeri Nasional Indonesia Jakarta. • PainGng for painGng sake, Primo Marella Gallery Milano Italy. 2010 • ArGssima 17 – InternaGonal Fair of Contemporary Art, Torino, Italy • Bazaar Art Jakarta 2010, Pacific Place, Jakarta • Reality Effects”, Galeri Nasional Indonesia, Jakarta • Super Imposed”, D Gallerie, Jakarta • Contemporary Art Turn”, SBin Art Plus, Singapore • The Birth of Colors”, Syang Art Space, Magelang • Pose Historia”, Vannesa Art Link,
129
Singapore • Almost White Cube”, CGartspace, Jakarta • Halimun”, Lawang Wangi Artsociates, Bandung 2009 • Common Sense”, NaGonal Gallery, Jakarta • Art Singapore 2009o, Singapore • Post<Tsunami Art”, Primo Marella Gallery, Milan, Italy • Friendship Code”, Syang Art Space, Magelang • HybridizaGon”, North Art Space, Jakarta 2008 • Taxu 2008: PainGng RejuvenaGon” SIGIarts, Jakarta • Space/Spacing” Semarang Contemporary Art Gallery, Semarang • Manifesto”, Pameran besar Seni Rupa Indonesia 2008, NaGonal Gallery, Jakarta • Survey” Pameran perupa muda di bawah 35 tahun, Edwin’s Gallery, Jakarta 2007 • FeGsh”, Biasa Art Space, Bali. • DomesGc Art Objects & SGllife”, Jogja Gallery, Jogjakarta. GEDE MAHENDRA YASA Singaraja, Bali. 1967 1998—2002 Indonesian Art InsGtute. Denpasar, Bali SOLO EXHIBITIONS 2018 “ New Work of Mahendra Yasa”, Langgeng Art FoundaGon, Yogyakarta.. 2016 “A Study of The Visible, Langgeng Art FoundaGon, Yogyakarta. 2014 “Post Bali”,Roh Projects,Jakarta. 2011 "PainGng For PainGng’s Sake”, Primo Marella Gallery, Milan, Italy . 2010 "As The Face No Longer Bespeaks the Soul", SlGIArts, Jakarta . 2009 : "Hendra's Woman: Reframin De Kooning". SIGIArts, Jakarta . 2008 :"The Painter's Paleue", The Aryaseni Art Gallery, Singapore . "White Series: Allegory of PainGng”, Richard Koh Fine Art, Kuala Lumpur, Malaysia. 2007: "Hendra Membaca Pollock”, Emitan Fine Art Gallery, Surabaya, East Java. GROUP EXHIBITIONS . 2013: “SEA+ Triennale”, NaGonal Gallery of Indonesia. Jakarta. 2012 : “Gallery Rachel Inaugural ExhibiGon", Rachel Gallery, Jakarta. 2010: “Contemporaneity: Contemporary Art Indonesia”,MOCA,Shanghai, China HK Art Fair 2010, Hong Kong. “Unity", Wendt Galley, New York, USA . "Reality Effect”, NaGonal Gallery of Indonesia, Jakarta. “My World, Your World, Our World:Premier ExhibiGon of South East ASIan Art ,Wendt Gallery, New York, USA."Pleasure of Chaos, Inside New Indonesian Art", Primo Marella Gallery, Milan, Italy . 2009 : “POST Tsunami Art, South East B(l)ooming”, Primo Marella Gallery, Milan, Italy. “HybridizaGon”, North Art Space, Jakarta. “Prague Biennale 4, Prague, Czech Republic. “Friendship Code", Syang Art Space, Magelang .
SHIFTING Andy,Dewantoro – Erik,Pauhrizi < Joko,Avianto
SHIFTING Andy,Dewantoro â&#x20AC;&#x201C; Erik,Pauhrizi < Joko,Avianto
130
131
SHIFTING Andy,Dewantoro â&#x20AC;&#x201C; Erik,Pauhrizi < Joko,Avianto
SHIFTING Andy,Dewantoro â&#x20AC;&#x201C; Erik,Pauhrizi < Joko,Avianto
132
133
SHIFTING Andy,Dewantoro â&#x20AC;&#x201C; Erik,Pauhrizi < Joko,Avianto
SHIFTING Andy,Dewantoro â&#x20AC;&#x201C; Erik,Pauhrizi < Joko,Avianto
134
No#Sleep#Till#Jelekong 20#â&#x20AC;&#x201C; 26#Desember 2018
135
No Sleep Till Jelekong adalah Program Residensi bersama yang diadakan Studio Kaleng dan @dd.aa.rr.ee D.A.R.E!!. Residensi dilakukan selama 12 hari untuk melihat Jelekong secara utuh dari berbagai sudut pandang, kebiasaan sehari hari serta kompleksitas Jelekong sebagai desa sentra lukis. Respon yang muncul dari kelompok seniman muda D.A.R.E!! terbilang konstruktif, mulai dari sejarah Jelekong, pola yang muncul di Jelekong, harmoni sosial Jelekong utara dan Jelekong selatan, serta kedekatan Jelekong dengan medium lukis. Opening : Kamis, 20 Desember 2018 Pukul 19.00 â&#x20AC;&#x201C; Selesai Diskusi : Rabu, 26 Desember 2018 Pukul 15.00 â&#x20AC;&#x201C; Selesai Word: Arya sudrajat @sudrajatarya Seniman : Agung Eko, Alesya Anjani, Delpi Suhariyanto, Dzikrie Arethusa, Indria Dewani, Rizal Batubara
No#Sleep#Till#Jelekong
136
137
No#Sleep#Till#Jelekong
No#Sleep#Till#Jelekong
138
139
No#Sleep#Till#Jelekong
No#Sleep#Till#Jelekong
140
141
No#Sleep#Till#Jelekong
No#Sleep#Till#Jelekong
142
143
No#Sleep#Till#Jelekong
No#Sleep#Till#Jelekong
144
AFTER&DOCUMENTATION Adi&Rahmatullah dan Danne Dirgahayu 5&â&#x20AC;&#x201C; 17&Desember 2018&
145
AFTER&DOCUMENTATION Adi&Rahmatullah dan Danne Dirgahayu Foto dokumentasi merupakan hal yang paling dasar dalam sejarah fotografi, terutama sebagai fungsi sosialnya dalam membangun peradaban masyarakat modern dunia dengan membuka lebar cakrawala pengetahuan dan memberikan berbagai informasi penting tentang dunia. Fotografi kemudian membentuk cara pandang masyarakat modern. Dalam perjalanannya, fotografi sebagai merekam dinamika sejarah seni rupa dunia bahkan berperan lebih, baik dalam membentuk pemaknaan dan gagasan baru, maupun bentuk karya seni. Pameran â&#x20AC;&#x153;After Documentationâ&#x20AC;? menyajikan karya foto dokumentasi dari berbagai kegiatan seni yang dilakukan oleh dua fotografer ; Adi Rahmatullah atau Aduy (Lahir di Palembang, 1970) dan Danne Dirgahayu ( Lahir di Sukabumi, 1970). Mereka berdua banyak mendokumentasikan kejadianRkejadian seni rupa seperti persiapan pameran, pembukaan pameran, proses berkarya ,
memotret para pelaku seni, maupun mendatangi studio atau rumah para seniman yang mereka kenal. Aduy pernah bekerja sebagai fotografer di studio foto Jonas (Bandung) antara tahun 1996R1997, fotografer di Hyatt Hotel : 1997R99. Sejak tahun 2000R sekarang ia menjadi fotografer lepas di Selasar Sunaryo Art Space, lalu mendirikan Indonesia Art Documentary, suatu lembaga bentukannya untuk pendokumentasian seni di Indonesia. Sedangkan Danne , walaupun mengenal fotografi sejak tahun 2000Ran namun mulai memfokuskan diri dalam foto dokumentasi kesenian sejak 2010. Ia kemudian sering bersama Aduy untuk mendokumentasikan foto maupun video dalam medan sosial seni rupa di Bandung melalui Indonesia Art Documentary. Dari fotoRfoto mereka , kita bisa meninjau ulang suatu peristiwa kesenian dan menemukan makna berbeda dari sisi yang lain.
AFTER&DOCUMENTATION Adi&Rahmatullah dan Danne Dirgahayu
146
147
AFTER&DOCUMENTATION Adi&Rahmatullah dan Danne Dirgahayu
AFTER&DOCUMENTATION Adi&Rahmatullah dan Danne Dirgahayu
148
149
AFTER&DOCUMENTATION Adi&Rahmatullah dan Danne Dirgahayu
AFTER&DOCUMENTATION Adi&Rahmatullah dan Danne Dirgahayu
150
151
AFTER&DOCUMENTATION Adi&Rahmatullah dan Danne Dirgahayu
AFTER&DOCUMENTATION Adi&Rahmatullah dan Danne Dirgahayu
152
Pameran Tunggal+ Deden Sambas+dan Benda2Benda 24+Januari â&#x20AC;&#x201C; 27+Februari 2019
153
Pameran Tunggal Deden Sambas dan Benda2Benda
mengingatkan juga kepada konstruktivisme Naum Gabo, serta campuran antara surreal dan tribal sekaligus.
Deden Sambas sejak lima tahun terakhir, tertarik menggarap bentuk patung media campur, dengan dikerjakan dengan metode cenderung organik; menggunakan berbagai bahan yang ia amati dan ditemukan disekitarnya , seperti bongkah kayu, besi , kulit, kain, lempeng stainless steel, lembar plastik dan lain sebagainya. Dengan segala keterbatasan, ia kemudian merangkainya menjadi bentuk kepala serangga maupun mahluk lainnya sebagai titik awal dan kemudian dilanjuti dengan bagian – bagian dada, kaki dan lainnya yang berkembang kemudian . Dengan menggunakan metoda sambungan dan kuncian yang mengadaptasi konstruksi ikatan tradisional seperti pasak. Hanya beberapa bagian dilakukan dengan teknik pemakuan, sekrup atau pengelasan. Perilaku berkarya Deden mungkin mengingatkan kepada perilaku maestro modern; Picasso dalam mematung dengan metode kolase, tetapi bentuk2bentuk yang dihasilkannya
Deden Sambas (lahir di Bandung , 1963) adalah seniman multifaset, ia seorang pelukis, penggiat performans dan juga menggarap berbagai objek patung yang sejak 19902an aktif di kota Bandung. Sebagai seorang seniman otodidak yang belajar dilingkungan Sanggar Olah Seni (SOS), Babakan Siliwangi Bandung antara 1983 hingga 1985, ia berani keluar dari pakem sanggar lukis dengan menjelajahi berbagai bentuk ekspresi dan material. Ia juga terlibat beberapa kegiatan seni performans dan diundang loka karya yang diselenggarakan di R2 66 Bandung , “ Orientasi “ di FSRD – ITB, tahun 1995 , “Urbanization” bersama seniman Asia Tenggara di Bandung tahun 1998, “Logika Labil “ di studio Cipaheut tahun 2000. Bandung Biennale 1, di Nuart – Bandung tahun 2001, beresidensi di Jatiwangi Art Factory (JAF), Majalengka tahun 2018. Ia tetap aktif di SOS hingga sekarang.
Pameran Tunggal+ Deden Sambas+dan Benda2Benda
154
155
Pameran Tunggal+ Deden Sambas+dan Benda2Benda
Pameran Tunggal+ Deden Sambas+dan Benda2Benda
156
157
Pameran Tunggal+ Deden Sambas+dan Benda2Benda
Pameran Tunggal+ Deden Sambas+dan Benda2Benda
158
159
Pameran Tunggal+ Deden Sambas+dan Benda2Benda
Pameran Tunggal+ Deden Sambas+dan Benda2Benda
160
161
Pameran Tunggal+ Deden Sambas+dan Benda2Benda
Pameran Tunggal+ Deden Sambas+dan Benda2Benda
162
163
Pameran Tunggal+ Deden Sambas+dan Benda2Benda
Pameran Tunggal+ Deden Sambas+dan Benda2Benda
164
Pameran Keliling Kultursinema 7/â&#x20AC;&#x201C; 11/Maret 2019
165
*PAMERAN KELILING KULTURSINEMA* Arsip merupakan rujukan data bahwa telah terjadi suatu peristiwa di rentang waktu tertentu. Untuk itu, ia dianggap faktual. Pengarsipan sendiri merupakan upaya untuk mendefinisikan atau mengelompokan kejadian, situasi politik, bahkan status warga negara. Salah satu arsip yang memiliki banyak lapisan pengetahuan adalah sinema. Sebagai seni yang paling kompleks, sinema memiliki kemungkinan untuk bisa didekonstruksi untuk berbagai kepentingan ilmu pengetahuan. Tidak hanya untuk pembacaan sejarah sinema, tetapi juga sejarahG sejarah sosial yang pernah ia bekukan. Dalam kesempatan Pameran Keliling Kultursinema yang berlangsung di Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Semarang, akan berlangsung juga seri Forum Kultursinema yang mencoba untuk melihat kemungkinanGkemungkinan di dalam memanfaatkan arsip filem; kerja kuratorial atau pemograman dalam membuat pemutaran atau penayangan filem, penulisan sejarah, dan upaya pengelolaan arsip untuk disajikan dengan bentuk kemungkinan lain, seperti pameran ataupun produk seni lainnya, berhubungan dengan konteks sosial, politik, budaya, dan ekonomi. *_PAMERAN_* Orbital Dago, Bandung 7G11 Maret 2019 10am – 7pm *_FORUM KULTURSINEMA_* *Ruang Ruang Menonton dan Arsip Filem* 7 Maret 2019, pukul 16.00G18.00 Pembicara. Yustinus Kristianto (Pemogram, Bahasinema), Damar Bagaskoro (Kurator, Ganesha Film Festival), Fausto Axel (Kepala Bidang, Bioskop Kampus Liga Film Mahasiswa Institut Teknologi Bandung), Carda Arifin (Sunday Screen) *Penulisan Sejarah dari Arsip Filem* 9 Maret 2019, pukul 16.00G18.00 Pembicara. Mahardika Yudha (Kurator, kultursinema), Gorivana Ageza (Penulis dan pemogram, Bahasinema), Tanti Restiasih Skober, S.S., M.Hum (Peneliti, Dosen Sejarah UNPAD) *Reproduksi dan Representasi Arsip Filem* 11 Maret 2019, pukul 16.00G18.00 Pembicara. Yusuf Ismail “Fluxcup” (Seniman), Afrian Purnama (Kurator dan penulis, kultursinema), Taufiqurrahman (Seniman dan Desainer Grafis, milisifilem) — Pameran dan diskusi gratis dan terbuka untuk umum — ARKIPEL – Jakarta International Documentary and Experimental Film Festival (@arkipel) bekerja sama dengan Orbital Dago (@orbitaldago)
Pameran Keliling Kultursinema
166
167
Pameran Keliling Kultursinema
Pameran Keliling Kultursinema
168
169
Pameran Keliling Kultursinema
Pameran Keliling Kultursinema
170
171
Pameran Keliling Kultursinema
Pameran Keliling Kultursinema
172
FIKSIMILISI 16)â&#x20AC;&#x201C; 30)Maret 2019
173
FIKSIMILISI
174
175
FIKSIMILISI
FIKSIMILISI
176
177
FIKSIMILISI
FIKSIMILISI
178
179
FIKSIMILISI
FIKSIMILISI
180
Pameran Tunggal+Beni+Sasmito @BENZIGEIST 2+â&#x20AC;&#x201C; 15+April+2019
181
Pameran Tunggal Beni Sasmito @BENZIGEIST Karya=karya Benzig atau Beni Sasmito dikenal dengan ciri penggarapan grafis yang mempermainkan bentuk esteEk simbol propaganda era sosialis – komunis Sovyet. Tema – tema karya Benzig masih seputar refleksi dan transformasi personal pasca perganEan rezim. Ia masih yakin dunia grafis poliEk dan budaya popular yang provokaEf jadi daya kreaEf yang sanggup memberi bentuk pada gagasan yang ideosinkreEk seorang BENZIG. Judul pameran “ @Benzigeist “, merupakan gabungan antara nama panggilan atau alias yang mulai dikenal keEka masa berkuliah Benzig dengan isElah “Zeit=geist” suatu kata yang berasal bahasa Jerman yang berarE “semangat dunia” yang merujuk karya filsuf Georg Wilhelm Friedrich Hegel , “ Phenomenology of Spirit “(1807). Judul pameran ini mengambil dari nama akun instagramnya yang sekaligus menjelaskan semangat Benzig. Karya=karya Benzig sering menggunakan teks=teks keseharian seperE “ Selamat Pagi” ,“ Datanglah Kawan” dan lain sebagainya, mengubah beberapa huruf hidup dengan angka 3 dan 4, atau kata sebagai penanda bagaimana ia melihat perubahan sosial budaya keseharian selain ingatan=ingatan dalam pergaulan keEka ucapan tersebut sering digunakan, sebagai jargon, tetapi menjadi sapaan yang akrab dan mengandung canda. Bentuk esteEk propaganda dalam karya Benzig saat ini berbeda dengan yang muncul keEka seri karya yang pernah dipamerkan pada dua pameran tunggal sebelumnya, kesadaran untuk mengikatkan diri pada massa, seolah ada satu perasaan kolekEf senasib, ia mengatakan, bahwa sebelumnya subyeknya seolah mewakili massa / golongan tertentu.
Di pameran tunggal @BENZIGEIST kali ini, ia menggunakan cetak sablon diatas kanvas, dimana fokus kesadarannya bukan kepada massa kolekEf tetapi sebagai sudut pandang pengalaman pribadi. Grafis provokasi dengan munculnya bentuk senjata tajam dan “Molotov” yang terkait dengan simbol ingatan keEka perjuangan atau demonstrasi massa melawan penguasa. Hari ini menurutnya, molotov yang terlempar Enggal kenangan yang diceritakan lagi secara berbunga bunga, bernuansa humor, santai, ditawarkan untuk manfaat lain. Personalisasi berbagai jargon dan grafis propaganda yang terasa puiEk pada karyanya tersebut ditandai dengan kemunculan potret dirinya. Melalui pameran BENZIGEIST , menunjukan bahwa hari=hari ini batas=batas yang publik dan privat , poliEk dan puiEk menjadi cair, seringkali tak terasa berbeda. Beni Sasmito aka Benzig, lahir Bandung, 8 Januari 1975. Pendidikan Jurusan Seni Murni, Studio Seni Lukis, FSRD – ITB antara 1996 – 2001. Program Magister Seni Rupa di FSRD – ITB tahun 2006 – 2008. Pameran tunggalnya antara lain : 2014 : “Republik AnakromaEsme Raya”, Langgeng Art FoundaEon, Yogyakarta & Artotel Thamrin Jakarta. 2013 : “Rebound”, Plagorm3, Bandung. 2008: “Alarm=Sistem Peringatan Dini”&”100 th Republik”, Butonkultur21 & Space 59, Bandung. 2005 : “Panen Image Hari ini ", Btw_Space, Bandung. Pameran kelompok yang telah diikuE: 2014: “Photomedia ”,Plagorm3, Bandung, “Neo Iconoslast”, Langgeng Gallery, Magelang. “Today and Tomorrow’’, Yallay Gallery, Hongkong. 2015 : “Popmart ”,Artotel Thamrin, Jakarta. “Now : Here There Everywhere”, Semarang Gallery.Semarang, “Sae”, Maranatha ChrisEan University, Bandung. 2016 : “Versus vs Versus”, Rumah Proses, Bandung. 2017: “Intertextuality“ , Maranatha ChrisEan Uniersity, Bandung. “Air, Tanah dan Udara “, FesEval Seni Bandung #1. Bandung. 2018: “ Diatas Kertas “, North Art Space, Jakarta.
Pameran Tunggal+Beni+Sasmito @BENZIGEIST
182
183
Pameran Tunggal+Beni+Sasmito @BENZIGEIST
Pameran Tunggal+Beni+Sasmito @BENZIGEIST
184
185
Pameran Tunggal+Beni+Sasmito @BENZIGEIST
Pameran Tunggal+Beni+Sasmito @BENZIGEIST
186
187
Pameran Tunggal+Beni+Sasmito @BENZIGEIST
Pameran Tunggal+Beni+Sasmito @BENZIGEIST
188
SEISMIC&CITIES 19&â&#x20AC;&#x201C; 29&April&2019
189
SEISMIC CITIES
terlibat dengan potensi bahaya. Selain itu, faktor sosial juga menghambat, seper@ masalah kemiskinan dan kesenjangan.
Constanza Alarcón Tennen (Chile) Deni Ramdani (Ackay Deni) ( Indonesia) Emma Critchley ( Inggris) Sebas@án Riffo Valdebenito (Chile) Pameran Seismic Ci@es membuka percakapan antara 2 kota yang rentan gempa, yaitu San@ago di Chile dan Bandung. Keduanya baruLbaru ini menemukan sesar ak@f yang melintasi atau berdekatan dengan masingLmasing kota. Walaupun kedua sesar tersebut belum menyebabkan gempa besar selama beberapa tahun terakhir, mereka masih tetap menjadi ancaman bagi kedua kota dan para penduduknya. Bagi para seniman di San@ago, pengalaman mereka menghadapi gempa bumi pada tahun 2010 sangat membekas sehingga mereka mendedikasikan seluruh karya seni mereka pada subjek gempa. Kita juga dapat melihat karya baru oleh seniman lokal dari Bandung, yaitu Ackay Deni. Beliau mendasari karyanya pada Sesar Lembang yang berdekatan dengan desanya. Pameran Seismic Ci@es ini adalah sebuah undangan untuk membagikan cerita tentang topik gempa yang dianggap @dak pen@ng oleh banyak orang. Bagaimana seseorang mempersiapkan diri untuk sesuatu yang mungkin @dak akan terjadi dalam kehidupannya, tetapi di saat yang bersamaan dapat terjadi kapan saja? Berasal dari berbagai negara, bahasa, dan disiplin ilmu, para seniman di pameran Seismic Ci@es mengeksplorasi halL hal yang melebihi apa yang kita lihat di sekitar kita. MasingLmasing seniman bekerja dengan topik gempa bumi dengan cara yang unik, yaitu dengan memanfaatkan pengetahuan mereka terhadap tempat atau pengalaman tertentu. Bagi mereka, gempa bumi dipahami sebagai sesuatu yang mendalam dan in@m; juga dipahami sebagai pengingat hubungan kita yang saling ketergantungan dengan lingkungan yang kita huni. Para seniman menggunakan proses ar@s@k untuk mempertanyakan dan memaknai bagaimana fenomena ini dan potensinya membentuk perilaku dan pemikiran sosial, poli@k dan budaya. Pameran ini adalah bagian dari Proyek Seismic Ci@es, yaitu sebuah proyek peneli@an interdisiplin. Gagasan dibalik ini cukup sederhana: bahwa ada banyak orang yang @dak tahu bahwa mereka hidup di jalur patahan ak@f, tetapi perlu mempersiapkan diri untuk kemungkinan gempa. Contohnya seper@ di Bandung, hal ini terjadi karena Sesar Lembang baru – baru ini ditemukan ak@f . Sebuah tantangan yang besar adalah meningkatkan kesadaran masyarakat sambil memperbaiki rencana untuk pengurangan dampak bencana. Beberapa hambatan untuk meningkatkan ketahanan terhadap potensi gempa bumi dan masalah terkait seper@ tanah longsor dan likuifaksi adalah faktor ekonomi, contohnya, karena @dak memiliki uang yang cukup untuk memperkuat rumah dan bangunan umum. Hambatan lain bersifat psikologis, contohnya ke@dakinginan untuk
Tantangan – tantangan itu @dak dapat ditanggapi dengan menggunakan satu pendekatan ilmiah saja. Contohnya, ilmu geologi dapat memberikan informasi pen@ng tentang Patahan Lembang, tetapi pen@ng juga untuk menambahkan disiplin ilmu lain seper@ ilmu sosial dan penerapan dari seni dan humaniora. Cara peneli@an interdisiplin ini menjanjikan karena menggabungkan lebih dari satu pendekatan untuk memberdayakan masyarakat dan menciptakan solusi jangka panjang yang berkelanjutan. Kami berharap bahwa pekerjaan Seismic Ci@es dapat menjadi langkah pertama menuju masa depan itu bagi masyarakat di Lembang, dan pada akhirnya seluruh Indonesia.
Tentang Para Seniman: Deni Ramdani (Ackay Deni) adalah seorang seniman pertunjukan dan instalasi yang @nggal dan bekerja di Bandung, Indonesia. Tema alam merupakan salah satu fokus utama dalam karyanya. Dampak percepatan pembangunan di lingkungannya telah menantang Ackay untuk terus memperdalam dan mengeksplorasi pekerjaannya, dan advokasi. BaruLbaru ini, dengan menggunakan wilayah Bandung sebagai laboratoriumnya, dia bekerja mengeksplorasi fenomena perubahan sosial, poli@k, budaya. Constanza Alarcón Tennen adalah seniman mul@disiplin yang @nggal dan bekerja di San@ago, Chile. Karyanya melipu@ berbagai media, antara lain: instalasi suara, video, patung dan pertunjukan. Prakteknya adalah tanggapan terhadap ideologi informasi, data, dan poli@k hegemonik. Dalam beberapa tahun terakhir, salah satu fokus utamanya adalah bekerja dengan pengalaman gempa bumi, khususnya ingatan terhadap suaranya . (www.alarconLtennen.com). Sebas@án Riffo Valdebenito adalah seniman visual yang @nggal dan bekerja di San@ago, Chili. Ia memiliki gelar PhD di bidang Seni dari Pon@ficia Universidad Católica de Chile (PUC) dan Sarjana Seni, juga dari PUC. (www.sebas@anriffo.cl) Praktek seni Emma Critchley melipu@ fotografi, film, suara, dan instalasi. Karyanya meneli@ ambang dan batasan tubuh, lingkungan, darat dan air. Proyek – proyeknya berkembang dari peneli@an dengan akademisi dan spesialis mulai dari ahli biologi laut dalam hingga ahli geografi manusia dan digabung dengan pendekatan ar@s@knya sendiri. Dia @nggal dan bekerja di Brighton, Inggris. (www.emmacritchley.com)
SEISMIC&CITIES
190
ENGLISH Seismic Cities opens up a conversation between Santiago, Chile and Bandung, Indonesia. Both have recently discovered active fault lines, which run through or border the city. Despite the fact these faults haven’t triggered a major earthquake in recent history, they remain an underlying threat to the cities and their inhabitants. For the artists in Santiago, their experience of an earthquake in 2010 has been so profound they have dedicated their artistic practice to the subject. From Bandung, we see newly commissioned work by local artist Ackay Deni who has made a response to the Lembang Fault, which adjoins his village. This exhibition is an invitation to share stories about a topic that is not perceived by many as urgent due to its somewhat ineffable nature. How can one prepare for something that may not happen in someone’s lifetime yet has the potential to occur at any moment? Crossing nations, languages and disciplines the artists in the Seismic Cities exhibition examine what lies beneath the merely visible. Each of them deals with the subject of earthquakes in a unique way, by drawing on their knowledge of a specific place or experience. The earthquake is conceived as something visceral and intimate; a natural event that serves as a reminder of our interO dependent relationship with the landscape we inhabit. With an awareness of how this phenomena and its potential can shape social, political as well as cultural behaviour and thinking, they use artistic process as a tool to question and make meaning. The exhibition is part of the wider Seismic Cities Project, an interdisciplinary research project. The idea behind which is important but simple: there are many places in the world where people do not know that they are living on or near an active fault line, but need to prepare for a possible major earthquake. In some cases, such as Bandung, this is because the Lembang fault was only recently discovered to be active. A major challenge is to increase community awareness whilst building on and improving existing plans to reduce the impact of a large earthquake. Some of the barriers to improving resilience to potential earthquakes and related problems such as landslides and liquefaction are economic; there isn’t enough money to strengthen houses and public buildings. Other barriers are psychological, people not wanting to engage with the potential dangers; and social, such as existing problems of poverty and inequality, which are important but not being addressed.
191
Such challenges cannot be responded to by using only one scientific approach. While the natural science of geology provides valuable information about the Lembang fault, for example, it is important to add other disciplines, such as the social sciences and practices from the arts and humanities. This kind of interdisciplinary research is promising because it combines more than one approach to empower people and create longOterm, sustainable solutions. We hope that our Seismic Cities work is a first step towards that future for communities in Lembang, Bandung and, eventually, throughout Indonesia. Artists Deni Ramdani (Ackay Deni) is a performance and installation artist, living and working in Bandung, Indonesia. The theme of nature is a main focus in his work. The impact of accelerating development in his neighborhood has challenged Ackay to continue to deepen and explore in his work and advocacy. More recently, using the Bandung region as his laboratory, his work explores the phenomenon of social, political, cultural change. Constanza Alarcón Tennen is a multidisciplinary artist, living and working in Santiago, Chile. Her work includes sound installations, videos, sculptures and performances, among other media. Her practice is a response to ideologies of information, data and hegemonic politics. In recent years, one of her main focuses has been working with the experience of earthquakes, specifically with the memory of their sound. (www.alarconOtennen.com) Sebastián Riffo Valdebenito is a visual artist who lives and works in Santiago, Chile. He holds a PhD in Arts from the Pontificia Universidad Católica de Chile (PUC) and Bachelor of Arts, also from the PUC. (www.sebastianriffo.cl) Emma Critchley’s practice spans photography, film, sound and installation. Her work examines boundaries and thresholds of the body, environment, land and water. Projects evolve from focused research with academics and specialists ranging from deepOsea biologists to human geographers, combined with her own artistic approach. She lives and works in Brighton, UK. (www.emmacritchley.com)
SEISMIC&CITIES
SEISMIC&CITIES
192
193
SEISMIC&CITIES
SEISMIC&CITIES
194
195
SEISMIC&CITIES
SEISMIC&CITIES
196
197
SEISMIC&CITIES
SEISMIC&CITIES
198
199
SEISMIC&CITIES
SEISMIC&CITIES
200
201
SEISMIC&CITIES
SEISMIC&CITIES
202
Pameran Tunggal+Zulfian Amrullah QUESTION+OF+POSITION 3+Mei+â&#x20AC;&#x201C; 10+Juni 2019
203
Pameran Tunggal Zulfian Amrullah QUESTION OF POSITION Persoalan posisi atau kedudukan adalah satu dari sekian elemen yang turut serta memperkaya peradaban kita. Inilah yang membuat kita hidup berkelompok atau menyendiri, mengatur jarak hubungan dekat dan jauh, saling serang dan juga saling jaga. Kedudukan bisa membuat kita menguasai dan dikuasai, melekatkan identitas, menghakimi benar dan salah, bahkan memuja yang maha kuasa atau mengabaikannya.Kepemilikan atas posisi tertentu dalam strata sosial adalah hal yang lumrah, diusahakan sejak awal kehidupan, dan atau dipertahankan hingga akhir hayat. Kelumrahan yang membuat kita membenci sisi kiri dan menyanjung sisi kanan atau sebaliknya, menghitamGputihkan kehidupan, beramaiGramai mengunci posisi atas dan bawah dengan kesadaran diatas langit masih ada langit, dan sejarah ikut mencatatnya. Apakah kita masih belajar memahaminya hingga saat ini? KaryaGkarya yang saya olah kali ini adalah representasi dari posisiGposisi kita dalam peradaban saat ini, tergantung sudut pandang dari bagian mana kita melihatnya. (pernyataan Zulfian Amrullah, 2019 ) KaryaGkarya Zulfian Amrullah menghadirkan instalasi patung berdasarkan bentuk kursiGkursi berbahan kayu. KursiGkursi tersebut ditumpukan dan diatur sedemikian rupa sehingga tampak organik dan bergerak dinamis kearah vertikal ke atas. KursiGkursi yang dipreteli beberapa bagiannya tersebut selintas tampak seperti gesture tubuh manusia, dan tampaknya memang digunakan oleh Zul menjadi metafor kepada persoalan nilai – nilai manusia. Kursi , benda akrab dalam keseharian, yang berfungsi untuk duduk juga sering dikaitkan dengan simbol nilai kuasa maupun posisi sosial manusia dalam suatu masyarakat.
dengan suatu representasi kepada simbolisasi tubuh manusia sekaligus menjadi nilaiGnilai kuasa didalamnya. Persoalan kuasa manusia bisa saja terjadi dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, baik didalam unit terkecil seperti keluarga, lingkungan pekerjaan disuatu lembaga atau dalam suatu badan negara. Tentu hal ini bisa terkait dengan gelagat yang terjadi di ranah sosialGpolitik hariGhari ini. Suatu dinamika yang tak terhindarkan didalam kehidupan berdemokrasi. Zul, sebagai arsitek juga banyak terlibat didunia seni rupa maupun teater , terutama tertarik kepada pengolahan materi seperti besi, kayu dan lainnya kedalam bentukGbentuk representasional keseharian maupun simbolik lain dengan temaGtema sosial. Dalam pameran Question of Position , ia menampilkan olahan benda, makna dengan aspekGaspek rupa secara lugas, dengan kata lain ; antara materi, bentuk dan simbol itu sejalan beriringan. Lahir di Pontianak 1982 , saat ini tinggal dan bekerja di Yogyakarta. Zulfian Amrullah menyelesaikan studinya di jurusan Arsitektur Universitas Gadjah Mada pada tahun 2006 dan sejak tahun 2013 aktif terlibat dalam program residensi, pameran seni rupa, maupun seni pertunjukan, antara lain ‘Earth Manual Project Exhibition 2013’, Design and Creative Center Kobe, Japan (2013) dan ‘Planet Kesebelas’ Teater Amarta, Kedai Kebun Forum, Yogyakarta (2014). Saat ini ia telah menetap dan berkarya di Yogyakarta. Zulfian terpilih sebagai salah satu seniman program Open Studio di Ark Galerie pada tahun 2016, dengan proyek karyanya berjudul “Kill Your Darlings”.
Maka karyaGkarya instalasi dan patung kursi Zul terkait
Pameran Tunggal+Zulfian Amrullah QUESTION+OF+POSITION
204
Pengalaman pameran :
– Program Beasiswa Seniman Padepokan Seni Bagong Kussudiardja, Yogyakarta, Indonesia. (Artist Scholarship Program)
Solo Exhibition
Performance
2019 – Question of Position , Orbital Dago – Bandung
2017
2018 – ‘Genesis’ Zulfian Amrullah Showcase, Green Art Space (Greenhost Hotel), Yogyakarta, Indonesia. 2017 – ‘The Unknown of The Familiar’ Solo Exhibition, Ark Galerie, Yogyakarta, Indonesia. Group Exhibition
– ‘DISPOSISI’, Durational Art, Pendhapa Art Space, Yogyakarta, Indonesia. 2015 – PechaKucha Global Night Jogja #7, Greenhost Boutique Hotel, Yogyakarta, Indonesia.
2018
2014
– ‘UPCOMING’ Visual Art Showcase, Langgeng Art Foundation, Yogyakarta, Indonesia. 2017 – ‘DISPOSISI’, Durational Art, Pendhapa Art Space, Yogyakarta, Indonesia. – ‘TETRIS’ Art Exhibition (Parallel Event Jogja Biennale 14), Galeri Fadjar Sidik, Institut Seni Indonesia, Yogyakarta, Indonesia. – ICAD 8 ‘MURNI?’, Grand Kemang Hotel, Jakarta, Indonesia. – ‘ARTMOSPHERE 2017’ (Road to Art Stage Jakarta), Galeries Lafayette, Pacific Place, Jakarta, Indonesia.
– Bodypainting Performance ‘DANCEMBER’, Pendhapa Art Space, Yogyakarta, Indonesia. – ‘UNTITLED#1’ Teater Amarta, Pendopo Paseban KersancJeblok, Yogyakarta, Indonesia. Jagongan Wagen ‘Kisah Rupa’, Padepokan Seni Bagong Kussudiardja, Yogyakarta, Indonesia. ‘Planet Kesebelas’ Teater Amarta, Kedai Kebun Forum, Yogyakarta, Indonesia. Special Notes
– ‘Merekacreka’, Galeri Lorong, Yogyakarta, Indonesia.
2018
2015
– Artistic Director ARTBALI 2018 ‘Beyond The Myths’, ABBC Building, Nusa Dua, Bali, Indonesia. – Set Production CITY OF DARKNESS, Directed by David Glass, Produced by Theatre Ash Hong Kong, Performed at Studio Banjarmili Yogyakarta & Taman Ismail Marzuki Jakarta, Indonesia.
– ‘Waktu Kosong’, Galeri Ramashinta, Hotel Ramashinta Yogyakarta, Indonesia. – ARTJOG 8 ‘Infinity in Flux’, Taman Budaya Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia. 2014 – ‘KELIR’, Ruang Seni Rupa, Padepokan Seni Bagong Kussudiardja, Yogyakarta, Indonesia. – Gelar Kreativitas Girli 2014 ‘Berdiri Diatas Kaki Sendiri’, Malioboro, Yogyakarta, Indonesia. – Ruwahan Apeman Malioboro ‘DEMOCRAZY’, Malioboro, Yogyakarta, Indonesia. – ‘B(h)ANDA’, Ruang Seni Rupa, Padepokan Seni Bagong Kussudiardja, Yogyakarta, Indonesia. 2013 ‘Earth Manual Project Exhibition 2013’, Design and Creative Center Kobe, Japan. (Silvercraft PostcEarthquake Case in Kotagede Heritage District). Artist Program
– 30 Nomination Bandung Contemporary Art Award BaCAA#5, Lawang Wangi Creative Space, Bandung, Indonesia. – Artistic Manager ARTJOG 10 ‘Changing Perspective’, Jogja National Museum, Indonesia. 2016 – Artistic Director BERTIGA BUKAN DARA, Directed by Jamaluddin Latif, Produced by Forum Aktor, Yogyakarta & Teater Amarta, Performed at IFIcLIP Yogyakarta, Indonesia. Work 2008 – 2013 – Architectural Executive, DP Architects Pte. Ltd. Singapore. 2006 – 2007
2016 – Program Berbagi Studio ARK Galerie, Yogyakarta, Indonesia. (Open Studio Program) 2014
205
– Artistic Manager ARTJOG 2018 ‘Enlightenment’, Jogja National Museum, Yogyakarta, Indonesia. 2017
– Studio Assistant, Center for Heritage Conservation, Department of Architecture, Gadjah MadaUniversity, Indonesia.
Pameran Tunggal+Zulfian Amrullah QUESTION+OF+POSITION
Pameran Tunggal+Zulfian Amrullah QUESTION+OF+POSITION
206
207
Pameran Tunggal+Zulfian Amrullah QUESTION+OF+POSITION
Pameran Tunggal+ZulямБan Amrullah QUESTION+OF+POSITION
208
209
Pameran Tunggal+Zulfian Amrullah QUESTION+OF+POSITION
Pameran Tunggal+Zulfian Amrullah QUESTION+OF+POSITION
210
211
Pameran Tunggal+Zulfian Amrullah QUESTION+OF+POSITION
Pameran Tunggal+ZulямБan Amrullah QUESTION+OF+POSITION
212
Matter’s(Statement:(A(Part(of(the(Journey( Solo(Exhibition(by(Agung(Ivan( 30(Juni – 28(Juli 2019
213
Matter’s Statement: A Part of the Journey Solo Exhibition by Agung Ivan 30 Juni – 28 Juli 2019 Besar di lingkungan keluarga Bali yang kental dengan kultur keseniannya, Agung Ivan (lahir di Bali, tahun 1974) telah terbiasa melihat karya kakek buyutnya, seorang ahli ukir, yang bekerja mengolah banyak material seperti kayu,batu dan emas. Tahun 1997 Ivan meneruskan pendidikan formalnya dengan fokus jurusan keramik di Box Hill TAFE, Melbourne, Australia (1997 – 99), yang membekalinya ilmu menjadi Team Leader di Departement Research Analyses and Development di Jenggala Keramik sekembalinya ia ke Bali , mulai 2000 hingga 2005. Kemudian Ivan memulai usaha studio keramiknya sendiri di Tuban – Kuta , dengan produksi karya seni yang terinspirasi dari seniman kontemporer seperti Akio Takamori, Jun Kaneko,Igor Mitoraj, Deborah Butterfield dan motif batik Indonesia. Matter’s Statement : A Part of the Journey merupakan pameran Tunggal Agung Ivan pertama, yang menampilkan penjelajahan bentuk dan juga proses lanjut patung keramik. Menghadirkan torso – torso manusia yang seolah tersayat – sayat , wajahYwajah manusia dan patung – patung kuda dengan menggunakan irisan lembaran tanah liat atau teknik slab yang disusun sedemikian rupa, dan menggunakan metoda cetak tekan serta menoreh. Dengan pewarnaan tanah stoneware maupun pewarna oksida yang bercampur cairan tanah (slip) yang ditutupi glasir lalu dibakar hingga suhu 1260 derajat selsius (cone 10) dengan proses reduksi dari pengaturan tungku pembakaran. Sehingga menghasilkan berbagai efek yang banyak kejutan dan memperkaya tekstur guratan, motif hiasan serta warna pada permukaan keramiknya akibat reaksi fisikawi serta kimiawi didalam tungku. Dengan kepekaannya pada berbagai materi dan proses
keramik, Ivan mampu mengangkat setiap potensi berbagai bahan dasar dalam mengeluarkan karakternya secara khas , seolah memberikan ruh kepada setiap obyekYobyeknya. KaryaYkarya keramik Ivan mengingatkan pada hasil karya keramikus Indonesia , Alm. Suyatna (1957 Y 2004). Yang cenderung karyaYkaryanya lebih dekat dengan tradisi pottery, namun secara teknis memutar dan pengglasiran (proses pewarnaan) karya pottery Suyatna lebih ekspresif dalam artian mengadaptasi teknis dan metoda keramik tradisi Jepang seperti keramikus legendaris Shaoji Hamada. Perilaku ini baginya menjadi proses yang individual, dari mulai mengolah tanah lempung, bahan glazir dan tungkunya. Agung Ivan lebih jauh berekplorasi kearah bentuk patung dan obyek tiga dimensional lainnya, pun untuk obyekYobyek kriyanya. KaryaYkarya Agung Ivan dalam pameran ini memberikan warna bagi perkembangan seni – maupun kriya keramik Indonesia. Dengan menggunakan materi lokal olahan sendiri maupun bahan pabrikan atau industrial. Ia mampu menggabungkan berbagai karakter keramik , baik dari tradisional timur (Jepang) maupun dengan ekplorasi bentuk yang bebas dan individual seperti para seniman keramik modern di barat. Agung Ivan telah mengikuti berbagai pameran , seperti Jakarta Contemporary Ceramics Biennale (JCCB) pertama tahun 2009 di North Art Space , Ancol – Jakarta, dan JCCB keY 3 di Galeri Nasional – Jakarta tahun 2014. Selain itu studionya di Kuta menjadi host JCCB keY4 tahun 2017. Tahun yang sama ia berkolaborasi dengan seniman keramik Courtney Mattison ( USA), di BPPT,Jenggala Keramik, bersama seniman keramik lokal lainnya untuk karya instalasi di Coral Triangle Center SanurYBali project yang dipamerkan kemudian pada bulan Oktober 2018 . Pada Desember 2018 ia berpartisipasi dalam paeran ART_UNLTD : XYZ Bandung. Karya kriyanya menyebar di Bali seperti: Biasa Art Space Gallery, Seminyak, Jenggala Keramik ,Jimbaran, The Damar Living, Sanur.
EYcatalogue(available(link(to( https://issuu.com/orbitaldago/docs/ecatalog_agungivan
Matter’s(Statement:(A(Part(of(the(Journey( Solo(Exhibition(by(Agung(Ivan(
214
215
Ma#erâ&#x20AC;&#x2122;s(Statement:(A(Part(of(the(Journey( Solo(Exhibi;on(by(Agung(Ivan(
Matterâ&#x20AC;&#x2122;s(Statement:(A(Part(of(the(Journey( Solo(Exhibition(by(Agung(Ivan(
216
217
Matterâ&#x20AC;&#x2122;s(Statement:(A(Part(of(the(Journey( Solo(Exhibition(by(Agung(Ivan(
Matterâ&#x20AC;&#x2122;s(Statement:(A(Part(of(the(Journey( Solo(Exhibition(by(Agung(Ivan(
218
219
Ma#erâ&#x20AC;&#x2122;s(Statement:(A(Part(of(the(Journey( Solo(Exhibi;on(by(Agung(Ivan(
Matterâ&#x20AC;&#x2122;s(Statement:(A(Part(of(the(Journey( Solo(Exhibition(by(Agung(Ivan(
220
221
Matterâ&#x20AC;&#x2122;s(Statement:(A(Part(of(the(Journey( Solo(Exhibition(by(Agung(Ivan(
Matterâ&#x20AC;&#x2122;s(Statement:(A(Part(of(the(Journey( Solo(Exhibition(by(Agung(Ivan(
222
Pameran Tunggal+ Deden Hendan Durahman LOOK+//+AFTER+ 16+: 28+Juni 2019++
223
Pameran Tunggal Deden Hendan Durahman LOOK // AFTER Look // A:er Deden Hendan Durahman Melalui karya>karya fotografinya, sudah lama Deden Hendan Durahman tertarik menciptakan “ruang arGfisial” yang Gdak hanya memaksa batas realita dan ilusi kedalam kesamaran, tetapi juga memiuhkan (distorsi) > bahkan membuat pemirsa berpikir lebih lama untuk menyadari, karena subyek bahasannya Gdak tampak secara eksplisit. Dengan strategi visual yang khas, Durahman secara perlahan mengundang pemirsa memasuki “ruang dimana kebohongan bisa diatur” sambil mempertanyakan : apakah realita merupakan suatu produk delusi perseorangan? Lingkup karya fotografinya adalah gejolak sosial>poliGk dan budaya yang sedang melanda Indonesia saat ini. Dinamika ini tentunya juga berlaku secara global. Dalam hal ini, memproduksi kebohongan melalui berbagai citraan, sedang dihadapi bangsa Indonesia ibarat kanker yang akut. Dalam budaya visual sekarang, orang> orang Gdak bisa lagi menyaring mana realita yang diciptakan melalui kebohongan dan mana yang Gdak. Melalui proyek fotografi Look // A:er , Durahman seGdaknya ingin menyampaikan fenomena ini. Ia menawarkan suatu kepada kita untuk merefleksi makna kebenaran dalam bayang > bayang kebohongan di era “pasca kebenaran”. SeperG yang ia kemukakan untuk proyek ini, “ budaya visual dalam ruang siber harus dikriGk karena itu mengasingkan kita dari kebenaran > meski ia hanyalah konstruksi." (Penulis Aminudin T.H. Siregar, Leiden 2019) For a long (me, through his photographic work, Deden Hendan Durahman took an interest in the crea(on of "ar(ficial space" which not only pushed the boundary between reality and illusion into a blur, but also distorted = even though it took a long (me for viewers to realize it because subject=maAer has not appeared explicitly. With such a typical visual strategy, Durahman slowly invites
viewers to enter "space where lies can be jus(fied" while ques(oning: is reality a delusive individual product? The context of his photographic work is the socio=poli(cal and cultural turmoil that is currently engulfing Indonesia. This dynamic is, of course, valid globally. However, in terms of producing lies through images, Indonesia is currently facing it like acute cancer. In the current visual culture of Indonesia, people can no longer filter out which reality is created through lies and what is not. Through this Look \\ AMer photography project, Durahman offers at least this phenomenon. This project offers a reflec(on on the meaning of truth in the shadows of lies in today's "post=truth" era. As he stated for this project, "visual culture in cyberspace must be cri(cized because it further alienates us from the truth = only construc(on." (wriAen by Aminudin T.H Siregar , Leiden 2019) Deden Hendan Durahman, born in Majalaya – Indonesia, December 6th 1974. EducaGon: 1993 >1997, Bachelor in Fine Art, Faculty of Art & Design, Bandung InsGtute of Technology Bandung. 2002 – 2005: Diplom in Fine Art, Hochschule für Bildende Künste Braunschweig Braunschweig – Germany. 2005 – 2006 : Meisterschüler in Fine Art, Hochschule für Bildende Künste Braunschweig Braunschweig – Germany. OccupaGon: 1997> Now Lecturer at Faculty of Art and Design, Bandung InsGtute of Technology, Bandung. 2007>Now Associates Lecturer at Faculty of Art and Design, Design Komunikasi Visual UKM Maranatha, Bandung. Awards/Grants: 1st Prize, IllustraGon & Cartoon FesGval 1992, Bandung . Silver Prize, Polaroid Transfer Photography CompeGGon, 2004, Hanover Germany. Juror Candidate Award, Tama Tokyo Print Triennial,2005. Tama Museum of Modern Art, Tokyo>Japan, DAAD Scholarship, Fine Art – Prints, Photography & Media, HBK Braunschweig – Germany, ArGst Residency the City of Braunschweig & Muenster – DAAD Germany, STUNED NESSO, Amsterdamm, Den Hague – Netherlands, AAF Residency, Melbourne University – Australia.
E>catalogue+available+Link+to+ https://issuu.com/orbitaldago/docs/ekatalog_deden
Pameran Tunggal++Deden Hendan Durahman LOOK+//+AFTER+
224
225
Pameran Tunggal++Deden Hendan Durahman LOOK+//+AFTER+
Pameran Tunggal++Deden Hendan Durahman LOOK+//+AFTER+
226
227
Pameran Tunggal++Deden Hendan Durahman LOOK+//+AFTER+
Pameran Tunggal++Deden Hendan Durahman LOOK+//+AFTER+
228
229
Pameran Tunggal++Deden Hendan Durahman LOOK+//+AFTER+
Pameran Tunggal++Deden Hendan Durahman LOOK+//+AFTER+
230
231
Pameran Tunggal++Deden Hendan Durahman LOOK+//+AFTER+
Pameran Tunggal++Deden Hendan Durahman LOOK+//+AFTER+
232
From Cubicle to Gallery Walls 31 Juli â&#x20AC;&#x201C; 2 August 2019
233
From Cubicle to Gallery Walls Sambutan SemAta Gallery Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan YME, berkat karuniaNya pameran ini, yang bertajuk ‘From Cubicle to Gallery Walls’. dapat terselenggara dengan baik. Niatan untuk menyelenggarakan pameran ini sebetulnya sudah tercetus cukup lama, namun karena pelbagai hal, pameran ini baru dapat kami selenggarakan sekarang. Pameran ini sejaEnya merupakan salah satu wujud program yang digagas oleh semAta gallery , yakni ArEst Advisory. Di plaIorm ini kami mencoba untuk mendukung dan menfasilitasi publik umum untuk dapat mengakses galeri seni sebagai ruang untuk menunjukkan ekspresi diri. Khusus untuk projek ini, kami mencoba untuk terlebih dulu berangkat dari lingkup sosial yang berdekatan dengan kami sebelum nanEnya diharapkan dapat memfasilitasi publik yang lebih luas. Pameran ini pun, dapat dibilang, merupakan pilot project dari program baru kami. ParEsipan yang dilibatkan dalam pameran ini bisa saya nyatakan cukup unik dan spesial, karena mereka datang bukan dari kalangan seniman, namun juga berkarya dan menciptakan sesuatu. Para parEsipan ini adalah Ega sekawan yang bekerja disalah satu restoran di Bandung memiliki ketertarikan terhadap seni karena tempat kerja mereka memiliki konsep mendekatkan seni kepada publik, dengan secara langsung menghadirkan seni di ruangMruang restoran. Selama kurang lebih empat bulan mereka difasilitasi untuk mengungkapkan dan belajar mengenai seni lewat mengunjungi pameran dan berdiskusi dengan senimanMseniman. Sampai akhirnya terciptalah karya masingMmasing yang
menurut mereka merupakan bentuk penegmbangan kerja kreaEf secara professional sebagi culinary designer, videographer, dan desainer grafis. Terima kasih saya sampaikan kepada RiPy Effendy selaku direktur dari Orbital Dago yang telah memberikan waktu dan tempatnya sehingga pameran ini dapat terlaksana, juga kepada Gumilar Ganjar yang telah mengkurasi pameran ini yang lewat penuturannya kita dapat membuka lebih jauh lagi tentang pemaknaan seni secara luas. Saya juga mengucapkan banyak terimakasih kepada Jim Supangkat yang telah berbincangM bincang mengenai pameran ini serta ideMide yang beliau sampaikan d apat membuka pengetahuan akan seni dan kesediaannya untuk membuka pameran. Saya juga ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam M dalamnya kepada team semata gallery, Suni, Kika, Syayu dan Resna atas dukungan dan bantuannya sehingga pameran ini terselenggara. Dan terakhir pada para seniman; Alvin, Artur, dan Tommy, saya ucapkan selamat berpameran. Terakhir saya juga mengucapkan berterima kasih kepada para audiens yang telah menjadikan pameran ini bermakna dengan kehadiran mereka. Saya berharap audiens dapat menyaksikan, menikmaE dan bahkan termoEvasi oleh karya para seniman. Boscha, 29 Juli 2019 Wilman Hermana Art Director semAta gallery
EMcatalogueZavailableZlinkZtoZhttps://issuu.com/orbitaldago/docs/eMcatalogue_fctgw _
FromZCubicleZtoZGalleryZWalls
234
235
From%Cubicle%to%Gallery%Walls
From%Cubicle%to%Gallery%Walls
236
237
From%Cubicle%to%Gallery%Walls
From%Cubicle%to%Gallery%Walls
238
239
From%Cubicle%to%Gallery%Walls
From%Cubicle%to%Gallery%Walls
240
241
From%Cubicle%to%Gallery%Walls
From%Cubicle%to%Gallery%Walls
242
Solo$Exhibition$Hendriana Werdhaningsih FUNCTION$FOLLOWS$CLARITY 6$$â&#x20AC;&#x201C; 28$Agustus 2019
243
Solo Exhibition Hendriana Werdhaningsih
English
FUNCTION FOLLOWS CLARITY Pameran ini menjadi bagian dari / This exhibition part of : @bandungartmonth @bdgconnex Pameran tunggal Hendriana Werdhaningsih atau biasa dipanggil Henne , menyajikan karyaLkarya obyek produk dengan penjelajahan bentuk dengan material gelas , yang berkolaborasi dengan produsen gelas tableware dari Bandung , SUKI. Judul Function Follows Clarity seolah mempermainkan kalimat / frase “form follows function’ yang dikanonkan oleh seorang arsitek Amerika awal abad 20 Louis Henry Sullivan, yang dikenal juga oleh “bapak modernism” dimana secara estetik mempengaruhi praktek arsitektur dan desain industrial modern abad 20 dengan’ gaya internasional’ dan menghindari aspek ornamen. Pameran Function Follows Clarity merujuk kepada sifat metarial fisikawi maupun kimiawi serta makna (budaya) dari industri era – modern, yang membawa suatu perilaku dalam keseharian masyarakat sekarang, terutama kepada obyekLobyek fungsional yang komersial dan domestic. Gelas mempunyai karakter bening, transparan, permukaan yang licin dan halus , memaknai kejernihan dan kejujuran , ada kekuatan tapi sekaligus disisi lain, ada kerapuhan dalam dirinya. Makna –makna simbolik di balik material kaca atau gelas sering menjadi metafor dalam sastera, syair lagu , karya seni dan lain sebagainya. Dalam menghasilkan obyekLobyek gelasnya, Henne berkolaborasi dengan Stanley ,teman lama di sekolah yang juga pemilik SUJI Premium Handcrafted sebuah perusahaan bendaLbenda gelas yang terbuat dari borosilicate , memproduksi tableware di Bandung, dengan lingkup menengah tetapi mampu menerjemahkan gagasannya. Bentuk bendaLbendanya juga takLjauh dari kebiasaan produk perusahaan tersebut. SUJI berawal dari produsen peralatan untuk kebutuhan laboratorium seperti tabung reaksi kimia dan lainnya. Kemudian ketika industri kuliner mulai marak SUJI mulai memproduksi kebutuhan tableware untuk kebutuhan café. Maka karakter produksi SUJI tersebut dimanfaatkan oleh Henne untuk merealisasikan gagasan obyekLobyeknya dengan mengembangkan dari dasar bentuk fungsi wadah (water container) , yang mengikuti karakter materi maupun bentukLbentuk wadah dari budaya tertentu seperti kendi, gelas , tabung dan lain sebagainya. Kadang bentukLbentuk tersebut dikombinasi dengan materi lain seperti kayu yang berkarakter padat namun tetap terasa harmonis. Permainan materi, bentuk maupun aspek formal lainnya menjadi berbeda ketika ditampilkan bersentuhan dengan aspek ruang , cahaya dan unsur bayangan.
Hendriana Werdhaningsih, or usually called Henne's solo exhibition presents products of objects with the exploration of form by glass as the material, which is collaborating with SUJI, Bandung's tableware company. The title, Function Follows Clarity itself got a meaning like as if it is a phrase "form follows function" that is renowned by American 20th century architect, Louis Henry Sullivan who was also known as the father of modernism. Where aesthetic affects the practical of architecture and modern industrial design in 20th century with 'international design' but also avoids the ornament aspects. Function Follows Clarity exhibition is referring to the material character of either physically or chemically and also the meaning (culture) from modernNera industry that brings the behaviors of society nowadays, especially to the functional objects that is used commercially or domestically. Glass has a character like clear, transparent, a slippery and smooth surface, has a meaning of clarity and honesty, has a strength but in the other hand there is also a fragile characteristic in it. The symbolised meanings behind the glass material or glass itself often become the metaphor in literatures, songs, artworks etc. By making her glass objects, Henne is collaborating with Stanley, an old friend from school and also the owner of SUJI Premium Handcrafted, a company that produces glass objects which made by borosilicate, making a tableware in Bandung with a middle class environmental but also can tell its ideas well. The form of the objects are also not far from own habit of the company's products. At first, SUJI produced laboratory's objects such as sample tubes and other things. Then, when culinary industry started to expands, SUJI starts to produce tableware and café needs. So, Henne used SUJI's production character to realize her ideas for the objects that is developed from the function basic form of water container, that follows the material character or even the container from particular culture like jug, mug/cup, tubes etc. Sometimes, those forms are combined with other material like wood (that has the solid character but also harmonious). The othe material's play, form or formal aspects are becoming different when they are shown with the aspect of space, light, and shadows.
Solo$Exhibition$Hendriana Werdhaningsih FUNCTION$FOLLOWS$CLARITY
244
Bio Hendriana Werdhaningsih (Henne), Born in Bandung – Indonesia 1974. Education/Courses : January 1998: Bachelor, Product Design, Faculty of Art and Design, ITB. Final Project: Reusing Plywood Industry Wood Waste. June 2005: Master in Design, Faculty of Art and Design, ITB, Thesis: The Function of Javanese Traditional Carrying Tools: 25 July[19 August 2011: English Language Communication and Inter[Cultural Training Course, Victoria University of Wellington, New Zealand. Since July 2019, She got Fulbright and DIKTI scholarship for PhD ‘s program at Institute of Design, Illinois Institute of Technology – US. Working experience: Nov 2016[now: Head of Product Design, Paramadina University, Jakarta. Dec 2010[Nov 2016: Director of Public Relation and Marketing, Paramadina University. Feb 2008[ Desember 2010 : Vice Chairperson of Design Department, Paramadina University. Feb 2006[now Lecturer, Design Dept., Faculty of Engineering Science, Paramadina University – Jakarta. Publication: November 2016: Paper, Collaborative Design in Designing Cilaja Muncang Vernacular Bamboo, National Seminar in Art and Design: Concept, Strategy and Implementation, Universitas Surabaya, Surabaya[Indonesia. June 2016: Text Books, Craft and Engineering for High School, Grade X and XII, Ministry of
Education and Culture RI. Augst 2015: Paper, Evaluating Ergonomic Factor of Cilaja Muncang Vernacular Bamboo Furniture, International, Conference of Creative Industry, Bali[Indonesia. Awards :2015 & 2016: Research grant, DIKTI Penelitian Hibah Besaing, Ministry of Research, Technology and Higher Education[Republic Indonesia . 2009: Research grant, Young Researcher, Ministry of Research, Technology and Higher Education[Republic Indonesia. Sept 2006: Kelom Geulis, 3rd winner Leather Product Design Competition, Ministry of Industry RI. 2003: Gajah, 2nd winner ITB Souvenir Competition, Institute Technology of Bandung. 2002[2005: Scholarship for Master Studies (BPPS), Ministry of Education Republik Indonesia. Exhibitions: October 2017: Him & Her, office furniture, MOZAIK, Jakarta. April 2016: Konco Wingking 2, drawing, International Women Art Exhibition 'Spirit of Woman', Bandung. April 2015: Konco Wingking, drawing, International Women Art Exhibition 'Spirit of Woman', Jakarta. October 2009: The Dancer, single chair, TRADExpo 2009 Indonesia, Jakarta. March 2004: Video Performance, in collaboration with Katarzyna Drezer, ReInventing Bandung . June 2002: Participant with Untitled 2002, 'Object' [ Fabriek Art Project Bandung.
E[catalogue$available$link$to$ hjps://issuu.com/orbitaldago/docs/ekataloghenne
245
Solo$Exhibi*on$Hendriana Werdhaningsih FUNCTION$FOLLOWS$CLARITY
Solo$Exhibition$Hendriana Werdhaningsih FUNCTION$FOLLOWS$CLARITY
246
247
Solo$Exhibition$Hendriana Werdhaningsih FUNCTION$FOLLOWS$CLARITY
Solo$Exhibi*on$Hendriana Werdhaningsih FUNCTION$FOLLOWS$CLARITY
248
249
Solo$Exhibi*on$Hendriana Werdhaningsih FUNCTION$FOLLOWS$CLARITY
Solo$Exhibition$Hendriana Werdhaningsih FUNCTION$FOLLOWS$CLARITY
250
251
Solo$Exhibition$Hendriana Werdhaningsih FUNCTION$FOLLOWS$CLARITY
Solo$Exhibi*on$Hendriana Werdhaningsih FUNCTION$FOLLOWS$CLARITY
252
253
Solo$Exhibi*on$Hendriana Werdhaningsih FUNCTION$FOLLOWS$CLARITY
Solo$Exhibition$Hendriana Werdhaningsih FUNCTION$FOLLOWS$CLARITY
254
MIND%GARDEN Solo%Exhibition%by%Bonie 12%September%%; 20%Oktober 2019
255
MIND GARDEN Solo Exhibition by Bonie Karya:karya Bonie memperlihatkan bagaimana dunia dijital menciptakan image menjadi lebih cair dan fleksibel. Kemampuan teknologi dijital dan alat cetak mutakhir yang salah satunya adalah bisa diterapkan dengan berbagai medium seperti kertas, kanvas, stiker, permukaan logam , kain dan sebagainya. Bahkan bisa diproyeksikan dengan proyektor maupun monitor televisi, bahkan lebih jauh menjadikan citraan secara ekonomi bisa diproduksi diserap secara masal dan serentak . Pada pameran ini Bonie menghadirkan citra bunga yang ada dalam imajinasinya dengan menjelajahi berbagai medium mulai : kain, bantalan kursi , stiker lantai, benda:benda domestik hingga motor, serta merespon ruangan galeri: dinding, lantai , langit:langit sebagai wahana taman bunga imajinernya. Sehingga pengunjung bisa masuk dan berinteraksi dengan gagasannya dan karyanya. Bunga apapun jenisnya, bagi Bonie selalu memberikan kesan baik dimana ia hadir,bermakna positif kepada kehidupan manusia dan alam sekitar walaupun dengan umur yang sangat pendek. Menurutnya, ia juga terpengaruh dengan motif bunga karena dalam beberapa tahun untuk industri tekstil. Bunga bagi Bonie tidak hanya menggambarkan elemen alam yang indah tetapi juga merepresentasikan persoalan dengan nilai: nilai manusia, selain juga menggambarkan bagaimana suatu image diproduksi dan didistribusikan hari â&#x20AC;&#x201C; hari ini.
Bonie, lahir di Bandung 14 Mei 1974. lulus Kriya Tekstil: STISI Bandung (2000), Selain dikenal sebagai desainer pada 16 pabrik tekstil dikawasan Bandung, juga vendor beberapa Distro dan pemilik brand ERBONESS. Beberapa penghargaan yang diperoleh antara lain: Juara Ke 2 Lomba Desain Motif Batik Komar (2013). Juara Harapan 1 Sayembara Desain Motif Bandung (2014). 10 Karya Terbaik Desain Motif Batik Saung Angklung Udjo (2016). Pemenang Lomba Desain Motif Batik Akcf:cilegon Dan Juga Nominasi Lomba Desain Motif Batik Pasanggiri Paguyuban Pasundan (2017) Pameran Tunggal: 2019 : Mind Garden di Orbital Dago 2018 : In Silent My Flower Blooms, Thee Huis Gallery, Taman Budaya Jawa Barat 2018 : Mekarku tak tergesa, Makers Institute, Jl. Kiai Gede Utama No.11 2017 : Coffee Lover Themes, Good Life Cafe, Jl. Anggrek No.15 Bandung Pameran Bersama: 2019 : ELIPSIS, Thee Huis Gallery, Taman Budaya Jawa Barat
MIND%GARDEN Solo%Exhibi1on%by%Bonie
256
257
MIND%GARDEN Solo%Exhibition%by%Bonie
MIND%GARDEN Solo%Exhibition%by%Bonie
258
259
MIND%GARDEN Solo%Exhibi1on%by%Bonie
MIND%GARDEN Solo%Exhibition%by%Bonie
260
261
MIND%GARDEN Solo%Exhibition%by%Bonie
262 262
MIND%GARDEN Solo%Exhibition%by%Bonie
262
Pameran Tunggal+Evy Yonathan YOU+ARE+MY+HOME,+ MY+WONDERLAND 24+Oktober â&#x20AC;&#x201C; 15+November+2019
263
Pameran Tunggal Evy Yonathan YOU ARE MY HOME, MY WONDERLAND Keceriaan dan kebahagiaan yang terpancar melalui karyaEkarya patung figur keramik Evy Yonathan merepresentasikan dunia anakEanak yang digambarkannya. Kepolosan disetiap wajah menjadi potret dunia anakEanak; berinteraksi , bermain, bernyanyi merupakan menjadi bagian kehidupan mereka, dan mungkin disuatu masa tertentu kita mengalaminya. Evy selalu menggambarkan dunia mereka melalui media tanah liat dengan fasih, tergambar dengan ekspresi wajah â&#x20AC;&#x201C; wajah, gestur dan warnaEwarni glasir maupun tanah berwarna yang diterapkan melalui pakaian maupun atribut lainnya. Pameran YOU ARE MY HOME, MY WONDERLAND mungkin saja seperti sepenggal kenangan manis dalam kehidupan diri Evy maupun kita, sekaligus menjadi ruang kebahagiaan ditengah kekhawatiran dalam melihat generasi masa depan. Sebagaimana kita ketahui , dalam perkembangan hariEhari ini, ruang bermain anak terutama dikotaEkota besar telah hilang digantikan dengan ruang bermain di dalam ruang kapitalisme seperti didalam malEmal maupun didunia maya seperti permainan (game) di gawaiE gawai yang diberikan oleh orang tua mereka. Sempitnya ruang bermain bukan saja karena semakin berkurangnya ruang fisik bagi anakEanak bermain , tetapi juga waktu yang semakin sempit karena beban dalam sistim Pendidikan formal
Evy Yonathan lahir di+Jakarta+,+1973 Belajar keramik kepada keramikus Liem Kengsien Pengalaman Pamerannya,+antara lain: 2019+:+ Pameran Keramik Petjah Belah,+di+Taman+Ismail+Marzuki (group+exhibition) Pameran Seni Rupa+Keramik AlihEAlih (Ceramic+and+Modern+ Art+Museum+Jakarta+(group+exhibition) Pameran Bumbon (Galeri Katamsi,ISI,Jogjakarta) Pameran Seni Rupa+dalam rangka Pekan Kebudayaan Nasional,ISTORA Senayan (group+exhibition)+ 2018+:+ Melihat Wanita+(Art1+Galery,+Jakarta,group exhibition) Seeing+Self,Observing Others+(Ceramic+and+Modern+Art+ Museum+Jakarta,group exhibition) 2017+:+ Sanbukluran,International Ceramic+Art+ Exhibition,(University+of+PhillipinesEDilliman) Rest+Area+(+National+Gallery,+Jakarta.+Group+exhibitions) Jakarta+Art+Fair+,Pacific+Place+Mall,Jakarta 2016+:+ Sea+Pot+Ceramic+Exhibitions,+Tree+of+Life+(+Ayala+Museum,+ Manila) Jakarta+Art+Fair+,Pacific+Place+Mall,+Jakarta
kita, dan juga persaingan yang semakin ketat dalam jalur akademik, menyebabkan anakEanak boleh dikatakan korban dari sistim. Ada banyak keprihatinan dengan kecenderungan gejala ini dari berbagai pengamat, baik secara sosiologi , Pendidikan maupun psikologi dari beberapa kasus yang menjadi perhatian publik. Ingatan kita kepada subyek pada karyaEkarya Evy seperti terhubung dengan ruang khayal dalam dongeng popular Alice in Wonderland, novel karangan tahun 1865 yang ditulis oleh sastrawan Inggris, Charles Lutwidge Dodgson. Dimana Alice bertualang ke dunia khayal, memasuki alam mahlukEmahluk binatang, tetumbuhan dan bendaEbenda yang tibaEtiba hidup dan bisa berinteraksi. Sehingga Alice In Wonderland menjadi semacam satire untuk dunia sain modern akhir abad 19. Membalikan cara berpikir logis masyarakat modern. Maka karyaEkarya Evy bisa dilihat sebagai suatu pendekatan kritikal kepada dunia anakEanak dengan keterkaitan kepada berbagai perkembangan sosiologi , ekonomi , teknologi dan psikologi. Evy membentuk dan merangkai narasiE narasi kehidupan dunia anakEanak yang begitu ceria dalam suatu rangkaian patung figurative, membentuk dan berinteraksi dengan dunianya , alam imajiner yang mungkin akan semakin jauh dengan realita kesehariannya dan kita. Ia berupaya menciptakannya dan mengabadikannya dengan materi keramik.
2015+:+ ArtEChipelago,+National+Gallery+Jakarta+(group+exhibition) Ceramic+Exhibition+Identity,+Ceramic+and+Modern+Arts+ Museum+Jakarta(group+exhibition) Jakarta+Art+Fair,Pacific Place+Mall,Jakarta 2014+:+ Membaca Bayat ,+Jogjakarta+(group+exhibition) Jakarta+Contemporary+Ceramic+Bienale #3,+National+Gallery+ Jakarta+(group+exhibition) 2013+:+ Sail+Komodo+Exhibition,Kupang (group+exhibition) Jakarta+Art+Fair,Pacific Place+Mall,Jakarta 2012+:+ Jakarta+Contemporary+Ceramic+Bienale #2,North+Art+Space+ Ancol (group+exhibition) Liat Tanah+Liat,Hadiprana Gallery+(group+exhibition) REPOSISI,Galeri Nasional+(group+exhibitions) A+Progress+Report,Ceramic Contemporary+of+Arts+ Exhibition,Museum Keramik Jakarta+(group+exhibition) 2009+:+ Jakarta+Contemporary+Ceramic+Bienale #1,+North+Art+space+ (group+exhibition)
Pameran Tunggal+Evy Yonathan YOU+ARE+MY+HOME,+MY+WONDERLAND
264
265
Pameran Tunggal+Evy Yonathan YOU+ARE+MY+HOME,+MY+WONDERLAND
Pameran Tunggal+Evy Yonathan YOU+ARE+MY+HOME,+MY+WONDERLAND
266
267
Pameran Tunggal+Evy Yonathan YOU+ARE+MY+HOME,+MY+WONDERLAND
Pameran Tunggal+Evy Yonathan YOU+ARE+MY+HOME,+MY+WONDERLAND
268
269
Pameran Tunggal+Evy Yonathan YOU+ARE+MY+HOME,+MY+WONDERLAND
Pameran Tunggal+Evy Yonathan YOU+ARE+MY+HOME,+MY+WONDERLAND
270
271
Pameran Tunggal+Evy Yonathan YOU+ARE+MY+HOME,+MY+WONDERLAND
Pameran Tunggal+Evy Yonathan YOU+ARE+MY+HOME,+MY+WONDERLAND
272
273
Pameran Tunggal+Evy Yonathan YOU+ARE+MY+HOME,+MY+WONDERLAND
Pameran Tunggal+Evy Yonathan YOU+ARE+MY+HOME,+MY+WONDERLAND
274
Like%It's%Important%Fay%ce que%voudras! Pameran duo%Jorganedan :Kevin%Jordanus &% Rayhan Eagenthara 18%â&#x20AC;&#x201C; 22%NOVEMBER%2019
275
Like It's Important Fay ce que voudras! Pameran duo Jorganedan Kevin Jordanus & Rayhan Eagenthara Jorganedan merupakan hasil kolaborasi antara Kevin Jordanus dan Rayhan Eagenthara. Berangkat dari kesamaan studi; tempat berkumpul; frekuensi percakapan; serta kebiasaan lainnya, namun ketika membicarakan soal kekaryaan keduanya justru memiliki pandangan yang sama sekali berbeda. Like It's Important bermaksud untuk menonjolkan karakteristik masingG masing karya, dengan gaya, teknik dan bahasa estetik yang diterapkan jauh berbeda. Jordanus dengan karya yang dingin dengan visual yang terabstraksi dan monokromatis disandingkan dengan karya Egan yang bernarasi, menyentil, dan komikal, juga pemilihan warna yang mencolok. Dengan menggunakan teknik yang berbeda, grafis dan drawing, keduanya menggunakan medium yang sama, kertas. Jorganedan berusaha menggubris apresiator dengan caranya tersendiri, mendorong penonton untuk diam dan mengamati maupun memicu ingatan tentang peranGperan tokoh keseharian. Diskusi 22 November 2019 | 4 pm G 6 pm Responder: Danuh Tyas Pradipta & Yosefa Pratiwi Aulia Moderator: Axel Ridzky Dikurasi oleh Haiza P Chaerunnisa
Like[It's[Important[Fay[ce que[voudras! Pameran duo[Jorganedan :Kevin[Jordanus &[Rayhan Eagenthara
276
277
Like%It's%Important%Fay%ce que%voudras! Pameran duo%Jorganedan :Kevin%Jordanus &%Rayhan Eagenthara
Like%It's%Important%Fay%ce que%voudras! Pameran duo%Jorganedan :Kevin%Jordanus &%Rayhan Eagenthara
278
279
Like%It's%Important%Fay%ce que%voudras! Pameran duo%Jorganedan :Kevin%Jordanus &%Rayhan Eagenthara
Like%It's%Important%Fay%ce que%voudras! Pameran duo%Jorganedan :Kevin%Jordanus &%Rayhan Eagenthara
280
281
Like%It's%Important%Fay%ce que%voudras! Pameran duo%Jorganedan :Kevin%Jordanus &%Rayhan Eagenthara
Like%It's%Important%Fay%ce que%voudras! Pameran duo%Jorganedan :Kevin%Jordanus &%Rayhan Eagenthara
282
283
Like%It's%Important%Fay%ce que%voudras! Pameran duo%Jorganedan :Kevin%Jordanus &%Rayhan Eagenthara
Like%It's%Important%Fay%ce que%voudras! Pameran duo%Jorganedan :Kevin%Jordanus &%Rayhan Eagenthara
284
Pameran Foto “Potret Ilmuwan Indonesia” 275November5– 25Desember 2019
285
Pameran Foto “Potret Ilmuwan Indonesia” Konstruksi foto potret memang selalu menuai pro dan kontra. Realitas yang tersaji selalu menyiratkan sebuah manipulasi intensi dengan kadar yang berbeda dan menyisakan tumbukan antara ketidakpercayaan dengan buaian visual yang menarik. Namun di sinilah memang letak kekuatan sekaligus kelemahan konstruksi citraan foto potret. Kemampuan seseorang dalam mengkonstruksi visual potret berperan penting pada pemanfaatan kekuatan citraan foto potret itu sendiri. Praktek fotografi potret baik dalam industri maupun dalam konteks proyek personal, subyek dalam foto potret selalu menjadi fokus utama bagi publik pada umumnya. Namun di balik subyek tersebut ada peranan seorang fotografer yang memiliki kontrol atas konstruksi visualnya, menduduki posisi penting dalam citraan foto potret. Terdapat semacam kolaborasi dalam mencapai tujuan dari konstruksi visual foto potret antara subyek dan sang fotografer. Praktek foto potret yang dipopulerkan oleh Nadar, Annie Leibovitz, Irving Penn, Arnold Newman atau Ara Guler secara jelas menggarisbawahi perihal kolaborasi yang kental antara personalitas subyek dan keahlian teknis serta estetika sang fotografer. Secara implisit menyiratkan identitas yang disematkan secara halus dari kedua pihak dalam citraan potret yang dihasilkan.
Proyek “Potret Ilmuwan Muda Indonesia” kali ini sebenarnya tidak lebih dari sebuah kolaborasi subyek dan fotografer dengan sebuah tujuan yang cukup jelas seperti paparan di atas. Intensi utama dari proyek ini dimulai dengan rasa apresiasi terhadap para ilmuwan muda yang berprestasi namun seakan tenggelam oleh hiruk pikuk isuIisu sosial hari ini. Sang fotografer yang memiliki rasa apresiasi tersebut pada akhirnya memutuskan untuk membuat sebuah kolaborasi dengan tujuan memperkenalkan figurIfigur ilmuwan yang bisa menjadi tawaran inspirasi kepada publik akan pentingnya kehadiran ilmuwan di berbagai bidang dalam memajukan sebuah peradaban di kehidupan bermasyarakat. Mungkin terdengar berlebihan, tetapi setidaknya tawaran ini menggarisbawahi sebuah intensi positif untuk memperkenalkan dunia ilmuwan yang dianggap soliter kepada publik. Dengan mengadopsi konstruksi visual foto potret dan pendekatan dokumentasi estetik, proyek ini bisa disebut sebagai kolaborasi antar profesi dengan dasar apresiasi antara subyek dengan sang fotografer. Terlepas dari reaksi dan dampaknya terhadap publik, proyek ini menawarkan sebuah inspirasi untuk publik terutama generasi muda untuk mengenal lebih dekat para ilmuwan muda berprestasi dan mungkin kelak bisa menjadi panutan dan inspirasi secara personal. Henrycus Napitsunargo
Pameran Foto “Potret Ilmuwan Indonesia”
286
287
Pameran Foto “Potret Ilmuwan Indonesia”
Pameran Foto “Potret Ilmuwan Indonesia”
288
289
Pameran Foto “Potret Ilmuwan Indonesia”
Pameran Foto “Potret Ilmuwan Indonesia”
290
291
Pameran Foto “Potret Ilmuwan Indonesia”
Pameran Foto “Potret Ilmuwan Indonesia”
292
Pameran Tunggal+Aep S.+Rusadi JOGED 5+Desember 2019++â&#x20AC;&#x201C; 5+Februari 2020
293
JOGED Karya>karya Aep S. Rusadi (Lahir di Majalengka , 1968) pada pameran tunggal kali ini masih terinspirasi oleh musik, terutama dari karya>karya musik raja dangdut; H. Rhoma Irama. Ia masih sering melantunkan lagu>lagu sang lagenda dangdut tersebut, baik dalam suka dan duka. Baginya gaya musik dan lirik>lirik karya H. Rhoma memberinya semangat hidup dan menyumbangkan pada gagasan keseniannya yang ia tuangkan dalam bentuk lukisan>lukisan dan patung>patungnya. Menurut catatan kuratorial Aminudin T.H. Siregar ketika Aep berpameran di galeri Soemardja tahun 2009 lalu, bahwa penghayatan kepada musik dangdut memunculkan suatu ‘pengalaman estetik’. Dangdut, memang selalu dipandang sebagai seni populer yang negatif , rendahan oleh sebagian masyarakat Indonesia. Walaupun begitu musik dangdut saat ini diakui sebagai seni yang menjadi bagian penting dalam khasanah budaya populer di Indonesia. Walaupun tidak pernah mengenyam pendidikan seni yang resmi (atau autodidak), tetapi sejak muda ia bercita>cita menjadi seniman. Apalagi kedua orang tuanya memang berkecimpung di dunia artistik. Sang ayah adalah pemborong yang sering membuat bangunan rumah dan ibu yang pernah belajar menjadi penyinden. Ia menceritakan bagaimana kedua orang tuanya memarahinya ketika mengetahui dirinya keluar rumah mengikuti tiap acara musik dangdut dari kampung ke kampung. Aep Rusadi pernah belajar akuntansi dan Ilmu perpustakan di Universitas Terbuka, namun ia selalu berupaya menyalurkan bakatnya dengan bekerja sebagai pekriya atau artisan dibeberapa kesempatan yang pada akhirnya membawanya untuk belajar melukis kepada almarhum Tony Yusuf di Sanggar Olah Seni , babakan Siliwangi. Karya patungnya dibuat dari bahan limbah kayu berbagai ukuran kecil yang ia temukan disekitarnya dan diolah dengan alat yg sederhana ; cutter , yang ia selalu bawa kemana saja sehingga bisa membuat patung dimanapun. Dengan mengikuti dari karakter kayu – kayu itu ia kemudian menghasilkan bentuk – bentuk seperti abstraksi figur berukuran mini yang tribal, seolah sedang bergerak
menari atau berjoged. Sedangkan karya – karya lukisannya memancarkan semangat tersebut dengan olahan garis, warna dan bentuk>bentuk yang lebih ekspresif dan absurd. Karya instalasi patung kayu dan lukisan dalam pameran JOGED , lebih jauh mencerminkan sosok Aep sebagai representasi dari masyarakat urban terutama di kota >kota kecil di Jawa Barat , yang memang akrab dengan dunia musik dan tari terutama dangdut yang sangat populer. Selain tentunya yang tradisional seperti Seni Tarling , Jaipongan, Ketuk Tilu dan lainnya melibatkan gerak tubuh dan syair – syair yang mewakili denyut kehidupan golongan tertentu. Maka karya> karya patung dan lukisan Aep Rusadi memancarkan nilai performativitas dalam budaya keseharian masyarakat di Indonesia. Karya instalasi patung kayu dan lukisan dalam pameran JOGED , lebih jauh mencerminkan sosok Aep sebagai representasi dari masyarakat urban terutama di kota >kota kecil di Jawa Barat , yang memang akrab dengan dunia musik dan tari terutama dangdut yang sangat populer. Selain tentunya yang tradisional seperti Seni Tarling , Ketuk Tilu dan lainnya melibatkan gerak tubuh dan syair – syair yang mewakili denyut kehidupan golongan tertentu. Maka karya> karya patung dan lukisan Aep Rusadi memancarkan nilai performativitas dalam budaya keseharian masyarakat di Indonesia. Aep S. Rusadi 1997 – 2005 : Sanggar Olah Seni (SOS) Babakan Siliwangi, Bandung 1993 : FISIP Universitas Terbuka, Majalengka. Jawa Barat. Pameran Tunggal: 2019: Tarian , pameran lukisan di Sanggar Olah Seni , Babakan Siliwangi, Bandung. 2009: Berkelana, Galeri Soemardja , FSRD> ITB. 2003: Wanita Sebagai Inspirasi 2. Galeri Rumah Teh, Taman Budaya Bandung. 2002: Wanita Sebagai Inspirasi 1. Sanggar Olah Seni, Babakan Siliwangi. Bandung. Pameran Bersama: 2019: Nyoman Nuarta Goes To China, Bandung Art Month Goes to 2020. Nu>Artpark. Bandung
Pameran Tunggal+Aep S.+Rusadi JOGED
294
295
Pameran Tunggal+Aep S.+Rusadi JOGED
Pameran Tunggal+Aep S.+Rusadi JOGED
296
297
Pameran Tunggal+Aep S.+Rusadi JOGED
Pameran Tunggal+Aep S.+Rusadi JOGED
298
299
Pameran Tunggal+Aep S.+Rusadi JOGED
Pameran Tunggal+Aep S.+Rusadi JOGED
300
Pameran Tunggal+Putu+Bonuz Sudiana SAMA+SISI 21+Januari â&#x20AC;&#x201C; 15+Februari 2020
301
SAMA SISI Lukisan<lukisan karya seniman kelahiran pulau Nusa Penida, Bali; Putu Bonuz Sudiana (1972) , menampilkan karya abstrak dengan enerji yang besar. Dengan goresan kuas yang meliuk<liuk dan garis<garis lurus yang tegas , belobor cat yang tebal<Mpis kadang menumpuk di menyebar sekitar bidang kanvasnya. SeperM yang pernah ditulis oleh Arif Bagus Prasetyo : bahwa keMka melukis, Bonuz cenderung mengandalkan spontanitas. Ia hampir Mdak pernah memikirkan terlebih dahulu hendak melukis apa. Segalanya terjadi pada momen pelukisan, tanpa prakonsepsi. PerMmbangan arMsMk tetap ada, tetapi Mdak menentukan. Intervensi atau kalkulasi pikiran dalam proses melukis bahkan dihindarinya. Ia suka melukis sambil mengobrol atau mendengarkan obrolan. “Tujuannya untuk mengalihkan pikiran dari proses melukis. Pikiran ada di obrolan, perasaan dan tangan terfokus di lukisan. Kalau banyak per;mbangan pikiran ke;ka melukis, misalnya soal warna atau komposisi, lukisan jadi kaku. Karena saya melukis abstrak, memulai dan mengakhiri proses melukis lebih ditentukan oleh keputusan ha;,” ungkap Bonuz.
Bidang tersebut menjadi batas penjelajahan dan petualangan arMsMk sang seniman dalam mengolah sisi formal rupa yang yang meluap<luap dan dinamis. Pada pameran tunggal berjudul SAMA SISI, ia menampilkan lukisan<lukisan yang berukuran kecil dan sedang diatas kanvas – kanvas yang persegi empat sama <sisi. Hal ini menunjukan pencariannya kepada nilai – nilai keseimbangan. Bidang kanvas dengan goresan garis dengan yang membentuk komposisi segi empat , segi Mga , lingkaran maupun garis lurus maupun penggabungannya dengan warna<warna campuran yang menumpuk dan saling berkelindan. Antara kehidupan reliji dan kesenimanan berjalan beriringan. Sebagai seorang pemangku, ia banyak melakukan berbagai kewajiban lingkungan adatnya. Tetapi posisi yang paradoks itu Mdak menjadi halangan baginya , bahkan memberikan nilai<nilai yang menarik dalam kekaryaanya, dalam konteks perkembangan seni lukis abstrak di Bali khususnya, dan Indonesia umumnya. Bahwa nilai<nilai budaya dan reliji telah merasuk kedalam wilayah praktek seni rupa yang beriringan dengan perkembangan seni lukis abstrak formalisme diranah akademis pada dekade 1970<80an.
Bidang persegi kanvas bagi Bonuz menjadi batas dimana kebebasan dalam menuangkan enerjinya dalam melukis.
I+Putu+Bonuz Sudiana,+lahir di+pulau Nusa+Penida,+Klungkung – Bali.+ Pendidikan+:+InsMtut Seni Indonesia+(ISI)+Denpasar+ tahun 1995. Pameran Tunggal+: 2020 SAMASISI,+Pameran Tunggal+di+Orbital+Dago+Gallery,+Bandung 2019 Soundsibility at+Komaneka Gallery,+Ubud Bali 2019 Lyrical+AbstracMon+at+Hadiprana Gallery,+Jakarta. 2019 Poems+Of+Nature.+Hadiprana Gallery,+Jakarta. 2018 A+Land+to+Remember.+Santrian Gallery,+Sanur+Bali 2017 Tetabuhan<Tatabumi,+Bidadari Art+Space.+Mas,Ubud<Bali 2015 Because+Life+is+Delicious+at+Kubu Art+Space.+Ubud. 2014 Magic+Sound+at+Maya+Gallery.+Singapore. 2013 Be+Happy,+water+color painMngs+at+Sand+Fine+Art+Gallery.+Sanur<Bali. 2012 Harmony,+at+Rumah Seni Maestro+Art+Space.+Sanur<Bali 2011 Inside+of+Bonuz at+Tony+Raka Gallery. Mas,Ubud<Bali 2011 Refleksi Nafas,+at+Hitam<PuMh art+Space.+Sangeh<Bali. 2008 Pleading+Life’s+Tenacity+at+Kemang Village.+Jakarta. 2006 Journey+of+the+Soul+at+Relish+Café+and+Pool.+Jakarta. 2003 Esensi Abstrak at+Art+Centre+Denpasar.+Bali. 2003 Universal+Spirit+at+Jenggala Keramik Jimbaran.+Bali. 2000 Melintas Batas+at+Merah<PuMh Forum.+Denpasar+Bali.
Pameran Tunggal+Putu+Bonuz Sudiana SAMA+SISI
302
303
Pameran Tunggal+Putu+Bonuz Sudiana SAMA+SISI
Pameran Tunggal+Putu+Bonuz Sudiana SAMA+SISI
304
305
Pameran Tunggal+Putu+Bonuz Sudiana SAMA+SISI
Pameran Tunggal+Putu+Bonuz Sudiana SAMA+SISI
306
307
Pameran Tunggal+Putu+Bonuz Sudiana SAMA+SISI
Pameran Tunggal+Putu+Bonuz Sudiana SAMA+SISI
308
309
Pameran Tunggal+Putu+Bonuz Sudiana SAMA+SISI
Pameran Tunggal+Putu+Bonuz Sudiana SAMA+SISI
310
Pameran GUTTA+TAMARIND Komunitas 22+Ibu 18+Februari < 8+Maret 2020
311
Pameran GUTTA%TAMARIND Komunitas 22+Ibu Ariani Rachman – Ariesa Pandanwangi – Arleti Mochtar Apin – Arti Sugiarti – Atridia Wilastrina – Belinda Sukapura Dewi – Cama Juli Ria – Dina Lestari – Farida Wahyu – Gilang Cempaka – I.G.P.A Mirah Rahmawati – Ika Rahmat Djabaril – Luki Lutvia – Mia Syarief – Nina Fajariyah – Niken Apriani – Nita Dewi – Nuning Yanti Damayanti – Nurul Primayanti – Rini Maulina – Ratih Mahardika – Siti Wardiyah – Sri rahayu Saptawati – Wita Prayoga – Yustine Komunitas 22 Ibu menciptakan teknik pembatikan menggunakan gutta tamarind. Ini merupakan sebuah eksplorasi dan eksperimen alternatif pengganti bahan dasar lilin dalam teknik membatik tradisional. Teknik ini secara konsisten digunakan oleh Komunitas 22 Ibu sejak beberapa tahun terakhir. Beberapa pernah dipamerkan, seperti dalam pameran ‘The Myth Story of Nusantara With Gutta Tamarind Batik’ di Bandung. Membatik dengan gutta tamarind dilakukan untuk melestarikan batik dan memperkenalkan alternatif lain selain lilin. Teknik gutta tamarind tidak mempergunakan canting alat untuk menorehkan perintang pada kain dan juga tidak harus ada proses plorod. Tepung biji asam atau tamarind diolah dan dicampur dengan bahan margarin atau lemak nabati dan air hangat hingga menjadi larutan berupa gel pasta atau gutta, kemudian gel pasta gutta dituliskankan pada permukaan kain seperti juga malam, lilin, atau wax yang berfungsi sebagai perintang warna pada proses batik tradisional. Perintang adalah pembatas atau outline pada kain sebagai media batik, yang fungsinya merintangi atau membatasi antar warna, antar bidang dan memperjelas bentuk pada objek gambar atau motif yang dibuat. Dengan Gutta Tamarind tehnik membatik menjadi lebih sederhana akan tetapi menjadi tehnik yang lebih modern.Teknik ini dapat dikatakan lebih modern karena ada perbedaan tahapan prosesnya dengan pembuatan batik tradisional, yang menggunakan malam, lilin, atau wax panas dan cair sebagai bahan perintang warnanya. Motif – motif yang dipamerkan terbagi dalam dua bagian, pertama yang bermotif dari berbagai lagenda cerita rakyat nusantara, sedangkan lainnya tentang fable atau dunia binatang. Mereka masingMmasing menafsirkan kedalam olahan rupa dan penerapan warna yang memikat. Mulai dari yang simbolik hingga yang realis, yang abstraksi hingga dekoratif, semua memancarkan Komunitas 22 Ibu didirikan oleh para Ibu yang berlatar akademik sebagai pendidik dari lintas institusi, seniman dan desainer yang memiliki kesamaan berkarya seni, pameran, workshop, wisata kuliner, gathering, berfoto selfieMfoto bersama, dan travelling. Anggotanya berasal dari lintas profesi ini tinggal di BandungMJakarta–PurwakartaMBantenMCimahiMTanggerangMBekasi – Jerman . Saat ini jumlah anggota masih terbatas 44 orang perupa. Keaktifannya dalam kegiatan berpameran dibuktikan juga bahwa para guru dan dosen mampu menembus eventMevent kompetisi nasional, seperti Pameran Karya Pengajar Seni Rupa, atau juga Pameran Guru Seni Berlari, sedangkan aktifitas di luar negeri dimulai dengan pameran di China, kemudian Jepang, Malaysia, dan juga India. Dalam satu tahun komunitas 22 Ibu dapat mengikuti 7M9 kali pameran yang sebagian besar berasal dari undangan pameran, sedangkan kegiatan pameran yang reguler di gelar oleh Komunitas 22 Ibu adalah pameran setiap bulan Desember, yaitu bersamaan dengan ulang tahun komunitas 22 Ibu yang juga bertepatan dengan hari Ibu Nasional, telah disepakati bersama.
Pameran GUTTA+TAMARIND Komunitas 22+Ibu
312
Bio seniman Ariani Rachman menyelesaikan studinya di S1 dan S2 Desain Produk, saat ini merupakan salah satu staf pengajar tetap di Program Studi Desain Produk, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Universitas TrisakI. Sebagai dosen, ia akIf melaksanakan kegiatan Tri Dharma perguruan Inggi disamping mengajar, yaitu pengabdian kepada masyarakat dengan kegiatan yang fokus pada pengolahan dan pemanfaatan barang bekas berbahan plasIk, melakukan peneliIan, dan menjadi pemakalah dalam seminar nasional dan internasional. Ariani memiliki ketertarikan melakukan peneliIan tentang budaya suku karo, Sumatera Utara dan pengembangan produk cendera mata berbasis bentuk dan filosofi perhiasan karo bernama padungLpadung. Ariesa Pandanwangi, lulus S3 FSRD ITB dan saat ini bekerja sebagai dosen, di Fakultas Seni Rupa Dan Desain Universitas Kristen Maranatha. AkIf meneliI, pengabdian pada masyarakat, pameran karya seni, juga mensinergikan energi kreaIf perempuan Indonesia melalui komunitas 22 ibu. Selain itu travelling ke pelosok Indonesia juga ke beberapa negara bersama teman dan keluarga. Ariesa, juga seorang akIvis pelayanan sosial dan anggota Lions Club Distrik 307 B2 Indonesia. Sekalipun jadwal di kampus padat, tetapi hang out dan kumpulLkumpul sambil selfie adalah moment yang tak terlupakan. Fun, relax, and enjoy. ArleI Mochtar Apin. Pendidikan desain teksIl S1 dan S2 dari ITB 2001. Mulai mengajar desain teksIl dari tahun 1992 ( STISI hingga sekarang di ITHB di bidang DKV. Kegiatan sosial dalam bidang pendidikan, budaya dan sejarah di Bumidega. Juga menjadi peneliI dan pengamat budaya secara mandiri. 2018 pameran narasi mitos dan legenda indonesia dalam ekspresi baIk tamarin, agustus 2018, museum basoeki abdullah , Jakarta. 2017 pameran sejarah kemendikbud , galeri nasional jakarta, pameran pahlawan perempuan indonesia, galeri MEDCO Jakarta, pameran 22 ibu, the power of silence, galeri equilibrium Bandung, pameran mahasiswa dan dosen ITHB, PVJ bandung, pameran internasional, baIk tamarin New Delhi galery, India, pameran internasional baIk tamarin aligarh muslim university galery, india, 2016 pameran 22 ibu; lelakiku, galeri YPK, Bandung, pameran karIni, galeri Taman Budaya Bandung, pameran internaIonal asean fine art exhibiIon UPI Bandung, pameran mahasiswa dan dosen ITHB, 2015 pameran bersama siswa kelas kreaIf, Bumidega, bandung. ArI SugiarI Pernah belajar di jurusan ekonomi salah satu perguruan Inggi swasta di Bandung, (1987). Bergabung dengan kandaga sunda producIon, (1990). Belajar melukis secara autodidak di studio palang dada, Bandung, sejak tahun 1999. Bergabung dalam manajemen thee huis gallery, taman budaya Jawa Barat (2015). Tinggal dan bekerja di Bandung. Atridia Wilastrina, dosen FSRD universitas TrisakI jurusan Desain Interior. Lulus S1 tahun 1988 dari Universitas TrisakI. Tahun 2000 mendirikan perusahaan konsultan interior bersama 2 rekan dari TrisakI dengan bendera perusahaan Pt Karisma Ornamen Raras Arte Linea (PT KORAL). Mengerjakan proyekLproyek seperI rumah Inggal, apartemen, rumah sakit, kantor dll. Tahun 2000 sampai sekarang mengajar sebagai dosen di trisakI. Tahun 2010 melanjutkan S2 di Universitas TrisakI lulus tahun 2012. Tahun 2011 mengajar juga di Universitas Bina Nusantara (BINUS) sampai sekarang. Selain mengajar juga akIf di bidang seni dan budaya dibawah lembaga budaya trisakI. Sebagai dosen juga mengikuI berbagai macam kegiatan akademis seperI peneliIan, pengabdian kepada masyarakat, dan seminar Belinda Sukapura Dewi, lulus dari jurusan seni rupa, Fakultas Seni Rupa Dan Desain InsItut Teknologi Bandung (ITB) meraih gelar sarjana dan master. Dia mengambil jurusan melukis dan melukis secara akIf sampai sekarang, dan berpameran di dalam dan luar negeri. Selain melukis, belinda berparIsipasi dalam seminar, dan melakukan peneliIan seni. Dia juga berparIsipasi dan mengatur beberapa kegiatan sosial dengan fakultasnya. Saat ini, beliau mengajar di jurusan seni rupa, Fakultas Seni Rupa Dan Desain Di Universitas Kristen Maranatha dan berparIsipasi akIf dalam pameran dengan kelompoknya 22 ibu ( kelompok yang terdiri dari guru seni rupa dan dosen). Cama Juli Ria , adalah dosen Fakultas Seni Rupa Dan Desain Universitas TrisakI, Jakarta. Menempuh Pendidikan S1 Desain Interior FSRD
313
Universitas TrisakI. Program Magister Sosiologi ISIP Di Universitas Indonesia (UI Depok). dan Program Doktor Ilmu Desain di Fakultas Seni Dan Desain InsItut Teknologi Bandung (ITB). Setelah Lulus S1 dari 1993 hingga 1995 bekerja sebagai konsultan desain interior di beberapa kantor. Sejak 1995 hingga sekarang sebagai Dosen di Program Studi Desain Interior FSRD Universitas TrisakI, Jakarta. Menjadi Dosen, selama kurang lebih 24 tahun, telah memegang berbagai jabatan struktural, dan kini menjabat sebagai Ketua Program Studi Magister Desain. Selain sebagai Dosen juga bekerja lepas untuk menerima proyek interior. AkIf dalam peneliIan, pengabdian masyarakat, menulis di jurnal nasional dan internasional, dan pembicara serta peserta dari berbagai seminar. Awal mengikuI pameran pada tahun 2013 yaitu berparIsipasi di pameran ICAD oleh Artura di Grand Kemang Hotel, Jakarta Selatan, Dalam bentuk produk Standing Lamp. Mulai tahun 2018 tergabung dalam komunitas 22ibu Dan mulai akIf berparIsipasi sebagai perserta berbagai pameran seni dan desain secara nasional dan internasional. Dina Lestari. Lulus dari jurusan seni rupa Universitas Negeri Jakarta dan Program Penciptaan Seni Di Pascasarjana InsItut Seni Indonesia Yogyakarta. Berpengalaman mengajar seni rupa, kerajinan dan sinematografi di beberapa sekolah seperI di Trinity InternaIonal School, Nasional Montessori, Sancta Ursula, Kids World, XLKul TV, Jurusan Seni Rupa dan PGLPAUD Universitas Negeri Jakarta. Saat ini berkonsentrasi berkarya, menjadi desainer lepas dan mengajar tetap di Product Design Programme Podomoro University. Memiliki banyak kesempatan dan akIf berpameran di dalam dan luar negeri. Farida Wahyu , Lahir di Bandung, 26L01L1960 dan Inggal di Jl Sudirman 71 Bandung. Sejak kecil senang menggambar , th 1990 L1993 mulai melukis media oil on canvas secara otodidak dan ikut beberapa pameran lalu berhenI total selama 22 tahun. Mulai melukis kembali tahun 2015, tahun 2016 mulai serius kembali oil painIng dan belajar secara otodidak. Pada tahun 2017 belajar chinese painIng and watercolor dibawah bimbingan Teng Moe Yin. Kini kembali akIf berpameran setelah bergabung dengan beberapa komunitas yang dapat memfasilitasi kegiatannya. Gilang Cempaka, pengajar di Universitas Paramadina, Program Studi DKV, saat ini menjabat sebagai Dekan Fakultas Ilmu Rekayasa. Gilang akIf berpameran baik di dalam dan di luar negeri, memberikan workshop menggambar dan membaIk. Pengalaman pameran pada tahun 2018 pameran narasi mitos dan legenda indonesia dalam ekspresi baIk tamarin, agustus 2018, museum basoeki abdullah, Jakarta. 2017 “indonesian folks modern baIk”, Indira Gandhi NaIonal Center Of The Arts, New Delhi, dan di Aligargh Muslim University, Ugar Pradesh; “pameran pahlawan dan tokoh perempuan dalam ekpresi baIk” galeri nasional jakarta. 2016 “porIs terIa mundi” galeri seni popo iskandar; “spirit karIni” taman budaya dago bandung; “lelakiku”, gedung ypk bandung. 2015 “pandora” di Taman Budaya Tea Huis, Bandung; “pandora”, taman budaya tea huis, bandung, 22L30 Agustus 2015. I.G.P.A. Mirah RahmawaI saat ini sedang studi lanjut program doktoral ISI Denpasar bidang Pengkajian Seni. Berprofesi sebagai Dosen Fakultas Pendidikan Bahasa Dan Seni Jurusan Seni Rupa Dan Kerajianan IKIP PGRI. Lahir pada tanggal 27 September 1982. AkIf berpameran di dalam dan luar negeri. Beberapa pamerannya selama 3 tahun terakhir : Pameran “sang subjek” di Bentara Budaya Bali. Workshop baIk lilin dingin. Timbang pandang. 21L30 april 2018. Pameran mitos dan legenda indonesia dalam ekspresi baIk guga tamarind di Museum Basuki AbdullahLJakarta. 27 Juli 2018 hingga 10 Agustus 2018. Pameran reimagining the myth story of nusantara. Galeri Sejarah Dan Kebudayaan Tionghoa. Ika Rahmat Jabaril, Doktor seni rupa ITB. Mengajar di Universitas PGRI Adi Buana Surabaya, Jawa Timur, Program Studi pendidikan Seni Rupa. Ketua Pusat Pengkajian Budaya Nusantara, Universitas PGRI Adi Buana Surabaya. MengikuI berbagai event pameran karya seni rupa, bersama maupun tunggal. Sudah menerbikan beberapa buku.
Pameran GUTTA+TAMARIND Komunitas 22+Ibu
Luki Lutvia . Lahir 55 Tahun yang lalu di bandung dan menetap di kota kembang hingga sekarang, Lulusan FSRD ITB Jurusan Desain TeksIl Ini Setelah lulus sempat membuat usaha memproduksi teksIl untuk House Hold dengan Brand El N El bekerja sama dengan sesama rekan kuliah, Pada saat yang sama bekerja juga sebagai pengajar di STISI Bandung selama 5 tahun untuk kemudian berhenI dan hijrah ke Amerika dan menetap disana selama 15 Tahun. Di Amerika mulai serius mendalami photography dari tahun 2012 sampai sekarang. Hasil karya nya dapat dilihat disini HOp://Www.Thepicta.Com/User/Lukilutvia/1empat813 1empat8empat3 Tahun 2016 kembali ke tanah air dan bergabung dengan ITENAS Dan DKV ITHB Menjadi Staf Pengajar Luar Biasa mengajar mata kuliah nirmana 2D dan dasar fotografi hingga sekarang. Pengalaman Pameran Tahun 2017 Pameran Bersama Komuitas Ibu22, Galery Equilibrium, Bandung, Bentara Budaya Bali. 2018 Pameran Narasi Mitos Dan Legenda Indonesia Dalam Ekspresi BaIk Tamarin, Agustus 2018, Museum Basoeki Abdullah, Jakarta. Mia Syarief . Lahir dan besar dikota Garut. Tahun 1982 masuk IKIP (UPI) Bandung jurusan pendidikan Seni Rupa, lulus Tahun 1987, 2008 masuk FRSD ITB Bandung jurusan Animasi, sekarang menjadi Guru Seni Budaya di SMA KARYA PEMBANGUNAN 2 Bandung, AkIf berpameran sejak kuliah di Ingkat pertama sampe sekarang, moOo hidup saya : akan tetap berkarya dan berkarya. Pengalaman pameran 2015 ExhibiIon JapancInd “Faces 2015” Eco Gallery BuildingcShinjukuc Tokyo Japan; PANDORA, Sex, Women and The City, Thee Huis Art Gallery, Taman Budaya, Nina Fajariyah, seorang guru seni rupa. AkIf mengajar hingga saat ini dan mengikuI pamera pameran. Sangat menyukai baIk dan beberapa kali menjadi pelaIh pada workshop baIk. Bergabung dengan komunitas 22 ibu dan mempelajari baIk teknik dingin. Karya terakhir adalah ilustrasi yang dibuat untuk cover buku antologi puisi puputan melawan korupsi yang diterbitkan KPK. Pengalaman pameran 2017 Bertegur sapa bertukar karya, Gedung Sarinah Ekosistem; Indonesian ExhibiIon Environment And Eco Tourism, Asean Japan Centre Tokyo; Galeri Thiempo Iberaamericano Fukuoka Japan; power of silent pameran bersama 22 ibu, Bandung. 2018 pameran narasi mitos dan legenda indonesia dalam ekspresi baIk tamarin, Agustus 2018, Museum Basoeki Abdullah, Jakarta. Niken Apriani, Guru SMPN 3 Cimahi. Lulus dari S1c UPI Bandung. Selain mengajar, memberikan Workshop dibeberapa komunitas tentang membaIk menggunakan bubur biji tamarin sebagai pengganI malam pada membaIk tradisional, juga cukup akIf berkesenian khususnya pameran seni rupa. Pengalaman pameran – 2018 Pameran Narasi Mitos dan legenda Indonesia Dalam Ekspresi BaIk Tamarin, Agustus 2018, Museum Basoeki Abdullah , Jakarta. Tahun 2017, Pameran Ibu Bumi & Pahlawan Perempuan Indonesia, Galery Mezanin, The Energy Building, Medco SCBD Jakarta; Pameran Sejarah “Visualisasi Pahlawan perempuan dan Tokoh Nasional Perempuan InspiraIf”, Galeri Nasional, Jakarta, “Indonesian BaIk Tamarin on Silk” Gallery of Indira Gandhi NaIonal Centre for the Arts, (IGNCA), New Delhi, KBRI Indonesia New Delhi. 2016, Pameran ALUR. di Galeri Nasional, Jakarta; Pameran “ Pandora , Sex, Woman and the City”, Gramedia Group, Galeri Bentara Budaya, Jakarta. 2015, Pameran “PorIs TerIa Mundi’, Griya seni Popo Iskandar, Bandung; Pameran #21 “Spirit of Woman” , Galeri Nurcholis Majid, Universitas Paramadina. Nita Dewi , Guru Seni Budaya di SMPN 9 Bandung, setelah lulus S1 jurusan Seni Rupa IKIP Bandung pada tahun 1994, selain mengajar akIf sebagai pengurus MGMP Kota Bandung, akIf berkesenian dan pameran seni rupa setelah bergabung dengan komunitas 22 Ibu. Pengalaman pameran 2017 “The Power of Silence” Equilibrium Bandung,“ Pameran Ibu Bumi & Pahlawan Perempuan Indonesia, Galery Mezanin, The Energy Building, MEDCO SCBD, Pameran Sejarah
“Visualisasi Pahlawan Perempuan dan Tokoh Nasional Perempuan InspiraIf”, Galeri Nasional Jakarta, “Indonesian BaIk Tamarin on Silk” Gallery of Indira Gandhi NaIonal Centre for the Arts, (IGNCA), New Delhi, KBRI Indonesia New Delhi. 2016 Pameran “lelakiki”, Gedung YPK Bandung, “ Pameran Zona 2 Jawa Barat” Taman Budaya Bandung, Pameran “Pandora, Sex Woman and the City”,Gramedia Group, Galeri Bentara Budaya Jakarta. 2015 “PANDORA” di Taman Budaya Tea Huis, Bandung. “PorIs TerIa Mundi”, Griya Seni Popo Iskandar, Bandung, Pameran #21 “Spirit of Woman”, Galeri Nurcholis Majid, Universitas Paramedina, Jakarta. Nuning YanI DamayanI, Dosen FSRD ITB. Lulusan S1 FSRD ITB, 1989c 1991 Pendidikan Non Degree Di HBK Braunschweig, Jerman, (Beasiswa Goethe InsItute & Hbk Braunschweig). 1993 c1996 Menyelesaikan S2 Di HBK Braunschweig (Beasiswa DAADcJerman), 2007 Lulus Program Doktor FSRD ITB. 1997c2016 Menjabat Berbagai Jabatan Struktural Di FSRD ITB. Selain Mengajar, AkIf Dalam Kegiatan Kebudayaan, Pengabdian Masyarakat, PeneliIan, Pameran Seni Rupa, Seminar Nasional & Internasional, Traveling, Menulis Puisi Dan Essay. Nurul PrimayanI, Dosen Universitas Podomoro Jakarta. Lahir Jakarta, 19 Januari 1967. Nurul akIf mengajar di Desain Produk Podomoro University dengan spesialisasi Ergonomic Design, Fashion & Jewelry Design, Apparel Design. Nurul PrimayanI MSc, lulusan S1 dan S2 Product Design Engineering di Technische Universiteit Delo – Belanda. Seni melukis untuk Nurul adalah bagian dari cara menikmaI hidup. Email nurulprimayanI19@gmail.com. Pameran terakhir yang diikuInya adalah Pameran internasional seni rupa di jepang dalam rangka fesIvalc Fukuoka – Gallery Thiempo Iberoamericano Japan. 1 c5 Nov 2017. Pameran seni rupa #5 bersama komunitas 22 ibu kerjasama dengan gallery equilibrium “the power of silence” 10c15 Desember 2017. Pameran “sang subjek” di bentara budaya bali. Workshop baIk lilin dingin. Timbang pandang. 21c30 April 2018. Rini Maulina, mendedikasikan diri di bidang seni visual sejak Tahun 1999, dan tertarik terhadap seni dalam kebudayaan dari Tahun 2007. Berkarya di bidang seni visual dengan bereksperimen berbagai media dan visual. Menyebarluaskan seni dan desain dalam kebudayaan di program studi DKV UNIKOM. RaIh Mahardika, 2008 S1 Desain Produk, InsItut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Profesi sebagai desainer pada konsultan interior. 2012 lulus S2 desain InsItut Teknologi Bandung (ITB). 2013 c sekarang dosen tetap di Universitas Trilogi. Sempat menjabat sebagai Ketua Program Studi Desain Komunikasi Visual dan merangkap sebagai koordinator program studi (Dekan) Industri KreaIf. Pengurus Asosiasi Professional Desain Komunikasi Visual Indonesia (AIDIA) skala nasional sejak 2015. Tenaga ahli dalam kegiatan pemerintahan sebagai tenaga ahli desain kemasan dan branding pada project 12 Kabupaten pesisir indonesia Imur kerjasama IFAD dan KKP. 2016, desainer program IKKON – BEKRAF (JulicOktober) di Lampung mengembangkan produk tenun tapis bersama para pengrajin. Bagian dari indonesia trend forecasIng (texIle & paOern) 2017 pada program bekraf 2017 (Aprilc Agustus); tenaga ahli desain pada program KEMENDAG sebagai designer dispact service (DDS) dan UKM binaan PT. Sarinah. November 2018 menjabat sekretaris Lembaga PeneliIan Dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) di Universitas Trilogi. Selain akIvitas mengajar, usaha dibidang desain produk home décor, studio randomdécor, dan akIf berpameran dalam karya seni rupa. 2018 pameran narasi mitos dan legenda indonesia dalam ekspresi baIk tamarin, agustus 2018, Museum Basoeki Abdullah , Jakarta.
Pameran GUTTA+TAMARIND Komunitas 22+Ibu
314
Siti Wardiyah Sabri, S.Pd atau biasa dikenal dengan nama Dunki Sabri, guru seni budaya bidang seni rupa Smp Islam Al Azhar 1 Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Lulus S1 pendidikan Seni Rupa Universitas Negeri Jakarta pada tahun 2008, hingga saat ini banyak berkecipung dibidang pendidikan nonformal juga pengabdian masyarakat dengan mengadakan workshop menggambar, melukis dan handycraft khususnya yang diperuntukan bagi anakPanak dan guruPguru PAUD. Sebelum mengajar di Smp Al Azhar pusat pernah berprofesi sebagai desainer produk export handycraft dan illustrator lepas di beberapa agency periklanan dan penerbit buku seperti bip,erlangga, republika, gagas media, serambi dan lain sebagainya. 2018 pameran narasi mitos dan legenda indonesia dalam ekspresi batik tamarin, agustus 2018, Museum Basoeki Abdullah, Jakarta.
Wita Prayoga. Lulus dari Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB, jurusan Kominikasi Visual, tahun 1991, ia langsung bekerja sebagai penata artistik berbagai majalah ternama di Jakarta. Dari kecil suka menggambar, sejak SD aktif menggambar di Sanggar Lukis Barli Sasmitawinata. Di sana ia belajar menguasai berbagai media lukis, pinsil, pastel, cat minyak dan cat air. Mengenal komputer grafis sebagai media lukis, ketika ia harus mengerjakan kulit muka majalah, merasa tertarik dan tahun 2010 ia memutuskan untuk mengembangkan diri disitu. Menggambar adalah suatu kegembiraan bagi dirinya, yang ia ingin bagi dengan siapapun melalui karyaPkaryanya. Merasa “belum sampai ke titik yang diinginkan” membuatnya ingin terus berkarya, mencoba dan terus mencoba lagi, mengeksplorasi media lukis melalui berbagai media. Mulai bergabung dengan Komunitas 22 Ibu pada tahun 2018.
Sri Rahayu Saptawati . Akrab dipanggil ibu Sapta oleh anak didiknya. Saat ini berprofesi sebagai guru seni budaya bidang seni tari. Melirik seni rupa yang memberikan energi dalam berkarya. Menurutnya dalam seni tari ketika kita memoles rupa penari kita juga bermain dalam warna dalam keseimbangan dan harus juga memunculkan karakter. Hal tersebut memberikan peluang untuk mengkolaborasikan antara gerak dan rupa. Harmoni keseimbangan inilah yang diekspresikannya melalui kain sutera yang menjadi pilihannya dalam proses kreatifnya. Pengalaman pamerannya bersama komunitas 22 ibu pada tahun 2017 yang mengusung tema ibu bumi dan pahlawan perempuan indonesia, galeri mezzanin, gedung energi energy building, jakarta. Pahlawan dan tokoh perempuan dalam bingkai kebinekaan. Di Galeri Nasional Jakarta. 2018 pameran narasi mitos dan legenda indonesia dalam ekspresi batik tamarin, Agustus 2018, Museum Basoeki Abdullah, Jakarta.
Yustine sebagai ibu rumah tangga yang semenjak usia dini mempunyai kesenangan drawing dan melukis. Pada tahun 1975 sampai tahun 1979 kuliah menjadi mahasiswa di jurusan seni rupa IKIP Bandung dengan mendapatkan beasiswa super semar selama 3 tahun. Pada tahun 1978 sampai 1979 menjadi pengajar di SPG Citarum bandung dan SMP Kartika Candra di Geger Kalong Bandung. Pada tahun 1980 sampai dengan tahun 2 keliling berkeliling indonesia tengah dan indonesia timur mengikuti tugas suami sebagai construction engineer di bidang jalan dan jembatan. Pada tahun 2016 bergabung bersama komunitas 22 ibu, dan terus aktif berpameran.
Workshop+Gutta+Tamarind+ Terbatas 21+Februari.+Jam+11.00+– 13.00+WIB 28+Februari.+Jam+11.00+– 13.00+WIB 6+Maret .+Jam+11.00+– 13.00+WIB Biaya Workshop+perorang Rp.+60,000,P (termasuk bahan)
315
Pameran GUTTA+TAMARIND Komunitas 22+Ibu
Pameran GUTTA+TAMARIND Komunitas 22+Ibu
316
317
Pameran GUTTA+TAMARIND Komunitas 22+Ibu
Pameran GUTTA+TAMARIND Komunitas 22+Ibu
318
319
Pameran GUTTA+TAMARIND Komunitas 22+Ibu
Pameran GUTTA+TAMARIND Komunitas 22+Ibu
320
321
Pameran GUTTA+TAMARIND Komunitas 22+Ibu
Pameran GUTTA+TAMARIND Komunitas 22+Ibu
322
323
Pameran GUTTA+TAMARIND Komunitas 22+Ibu
Pameran GUTTA+TAMARIND Komunitas 22+Ibu
324
325
Pameran GUTTA+TAMARIND Komunitas 22+Ibu
Pameran GUTTA+TAMARIND Komunitas 22+Ibu
326
327
Pameran GUTTA+TAMARIND Komunitas 22+Ibu
Pameran GUTTA+TAMARIND Komunitas 22+Ibu
328
329
Pameran GUTTA+TAMARIND Komunitas 22+Ibu
Pameran GUTTA+TAMARIND Komunitas 22+Ibu
330
Pameran “(ORIENTETIKA(“(((Orientasi – Estetika ) Cahyadi,(Dadan Suhendar,(Francisca(C.S,(Tommy( Dwi Djatmiko,(Wahyudi Pratama 14(Maret – 7(April(2020
331
“ ORIENTETIKA “ ( Orientasi – Estetika ) Sejak jejaring internet menjadi muara berkumpulnya lalu lintas informasi masyarakat dunia melalui perkembangannya yang lebih dari 30 tahun sejak ia dipergunakan secara massal, kini ia menjadi tempat dimana manusia tersesat dalam belantara lalu lintas informasi. Bahkan lebih jauh dari sekedar tersesat dalam perjalanan mencari informasi, internet telah menghanyutkan manusia dalam luapan air bah arus informasi. Sifat dari kekayaan jenisnya yang memukau dan keberlimpahannya yang tak memunculkan rasa cukup telah menjebak manusia. Dalam usianya yang singkat manusia hanya memiliki sedikit waktu untuk mengubah informasi menjadi sesuatu yang berguna bagi kehidupannya. Karenanya manusia harus dapat terus menerus meloloskan dirinya dari jebakan keterpesonaan terhadap temuan informasi. Era perkembangan keterbukaan informasi global yang dibangun melalui perkembangan perluasan kemampuan jejaring internet turut memberi andil untuk menentukan peningkatan kemampuan seseorang terhadap keahlian tertentu yang telah atau ingin dikuasai. Sebagai media pembelajaran yang menghadirkan keluasan pilihan, informasi dalam jejaring internet dapat meneguhkan keyakinan seseorang untuk meyakini sebuah pilihan dan menekuninya sebagai sebuah profesi. Konsekuensi dari keluasan pilihan tersebut adalah terjadinya transformasi proses kreatif yang bergerak dari satu kondisi ke kondisi yang lain dengan pertimbangan khusus yang bersifat khas dan istimewa yaitu ketika internet terlibat didalamnya. Bagi para calon seniman yang pernah mengalami masa pencarian karakter seni mereka di tahun 90an internet bukanlah sumber informasi utama bagi perluasan orientasi. Daya jangkau masyarakat dunia saat itu pada teknologi internet belum sampai pada tahap dimana internet digambarkan sebagai “ dunia yang digenggam “ , sebuah gambaran yang secara langsung mengacu pada kemampuan mutakhir perangkat smart phone yang mampu mengakses informasi yang luas dan sanngat cepat serta selalu ada dalam genggaman tangan penggunanya. Pada tahun 90an para calon seniman lebih banyak melakukan pencarian informasi melalui media cetak yang berada di perpustakaan dan melakukan refleksi secara mendalam terhadap informasi yang didapatkan. Setelah itu mereka akan melakukan pula refleksi pada lingkungan terdekat yang dirasakan paling berpotensi untuk dijadikan referensi. Bagi calon seniman yang berada dilingkungan pendidikan tinggi seni, dosen merupakan tempat untuk berefleksi terdekat, lalu setelah itu teman atau alumni terdekat satu kampus lalu meluas pada teman dan alumni dikampus lain termasuk dosen dikampus lain. Selebihnya para calon seniman harus melibatkan diri dalam medan sosial seni rupa secara langsung dengan menjadi pengunjung pameran atau menjadi penyelenggara pameran. Gambaran peristiwa tersebut seringkali menjadi peristiwa yang bersifat tunggal dimana saat itu pilihan yang paling dominan untuk memperoleh informasi untuk tujuan menggali karakter personal seni para calon seniman adalah melalui caraOcara tersebut.
Kondisi keterbatasan kemampuan memperoleh informasi pada tahun 90an kurang lebih hampir sama dengan kondisi keterbatasan kemampuan menyebarkan informasi. Banyak informasi mengenai seni pada saat itu disebarluaskan dalam ruang informasi yang diakses secara terbatas. Keberhasilan para seniman untuk mendapatkan informasi secara mendalam dan menyebarkan informasi secara luas saat itu sangat bergantung pada kemampuannya dalam bersosialisasi dan membangun jejaring kerja dengan banyak pihak. Pembangunan jejaring kerja tersebut sering dimulai dari penciptaan relasi pertemanan yang dirintis cukup lama hingga memunculkan rasa saling percaya dan pengetahuan yang cukup atas kemampuan kerja masingOmasing. Saat ini bagi para seniman yang telah memulai karirnya di tahun 90an, adalah saat dimana mereka menemukan dukungan perluasan kemampuan profesional mereka. Telah banyak keterbatasan yang mereka alami dimasa lalu teratasi berkat dukungan kemajuan teknologi dimana internet berperan penting didalamnya. Saat ini melalui kecanggihan teknologi informasi dan teknologi komunikasi yang didukung dengan kemajuan teknologi manufaktur, transportasi dan logistik semua seniman, termasuk mereka yang telah terlebih dulu memulai perjalanan karier sebelum saat ini dapat memperoleh banyak sekali kemudahan dalam memajukan aktifitas seni. Bagi para seniman 90an yang telah menetapkan karakter personal seni miliknya jauh sebelum kemudahan teknologi saat ini muncul yang perlu dilakukan adalah melanjutkan terus terobosan kreatif dengan menggabungkan kemampuan khas masa lalu dengan mempergunakan dukungan teknologi yang tersedia saat ini. Pengembangan kreatifitas yang mengadopsi nilai positif masa lalu perlu beradaptasi perubahan cepat yang terjadi artinya saat ini kekuatan tradisi dan kebaruan harus bersinergi untuk melanjutkan perjuangan pencapaian nilai dalam seni. SenimanOseniman berikut Cahyadi, Dadan Suhendar, Francisca C.S, Tommy Dwi Djatmiko, Wahyudi Pratama telah membentuk karakter personal seni mereka melalui pembelajaran dimasa dominasi internet dalam kehidupan sehariOhari masyarakat dunia belum terjadi. Semua seniman tersebut mengawali masa pencarian arah estetika di lingkungan pendidikan tinggi seni rupa pada tahun 1996 di jurusan seni murni FSRD ITB. Mereka tetap berkarya hingga saat ini dimasa internet mendominasi kehidupan sehariOhari masyarakat dunia termasuk dalam aktivitas seni. Tulisan diatas merupakan pengantar pameran mereka “ Orientasi O Estetika “ Orbital Dago, Bandung 14 Maret – 7 April 2020. Tulisan ini merupakan penjelasan mengenai latar belakang proses pembelajaran seni rupa mereka dan generasi yang sejaman dengan mereka. Beni Sasmito Aka Benzig. Kurator
Pameran “(ORIENTETIKA(“(((Orientasi – Este6ka )
332
333
Pameran “(ORIENTETIKA(“(((Orientasi – Estetika )
Pameran “(ORIENTETIKA(“(((Orientasi – Estetika )
334
335
Pameran “(ORIENTETIKA(“(((Orientasi – Este6ka ) C
Pameran “(ORIENTETIKA(“(((Orientasi – Estetika )
336
337
Pameran “(ORIENTETIKA(“(((Orientasi – Estetika )
Pameran “(ORIENTETIKA(“(((Orientasi – Estetika )
338
339
Pameran “(ORIENTETIKA(“(((Orientasi – Este6ka )
Pameran “(ORIENTETIKA(“(((Orientasi – Estetika )
340
341
Pameran “(ORIENTETIKA(“(((Orientasi – Estetika )
Pameran “(ORIENTETIKA(“(((Orientasi – Estetika )
342
343
Pameran “(ORIENTETIKA(“(((Orientasi – Este6ka )
Pameran “(ORIENTETIKA(“(((Orientasi – Estetika )
344
345
Pameran “(ORIENTETIKA(“(((Orientasi – Estetika )
Pameran “(ORIENTETIKA(“(((Orientasi – Estetika )
346
Pameran POTRET+:+Tak Kenal Maka Tak Sayang Jamil+Supriatna dan Toni+Antonius 20+April+â&#x20AC;&#x201C; 31+Mei+2020
347
POTRET : Tak Kenal Maka Tak Sayang Jamil Supriatna dan Toni Antonius
kerjakan ‘sekenanya’ dan sering juga melenceng.
Potret dalam tradisi seni lukis terutama seni lukis modern (Barat) merupakan subyek yang tak pernah hen@ digali , bahkan menurut beberapa sumber praktek membuat potret sudah ada sejak manusia melukis gua . Ada banyak wacana mengenai prak@k melukis maupun membuat potret yang dicatat para ahli, mulai dari patung batu hingga fotografi, yang klasik hingga yang kini. Dalam hariJhari ini produksi potret terasa membludak; berlebihan, terutama yang dihasilkan oleh fotografi dijital dan disirkulasikan melalui sosial media, se@ap hari berseliweran jutaan potret dari ponsel pintar kita tak hen@nya, ada yang kita kenal karena memang dekat tetapi ada yang dikenal walaupun kita tak kenal. Ada juga @baJ@ba muncul potret orang yang tak dikenal sama sekail. Maka meneropong praktek seni lukis potret dari jaman ke jaman berar@ juga menelaah dan merefleksikan kondisi manusia pada konteksnya. Dua seniman : Jamil Supriatna dan Toni Antonius seolah menyumbang nilai berbeda pada seni lukis potret. Jamil menghadirkan berbagai potret orang dari kalangan seniman atau tokoh2 dunia seni di Bandung atau lokal lainnya, yang ia kenali secara langsung maupun @dak mengenal mereka secara pribadi, yang ia ambil dari kiriman atau pos@ngan orang lain yang mungkin mengenalnya. Jamil melukisan potret tersebut dengan kecenderungan ekspresif, @dak mengiku@ kaidah melukis realis@k , sehingga terjadi distorsi disana – sini, walaupun ia mencoba mencari kekhasan atau iden@tas orang yang dilukisnya. Hasilnya berbedaJbeda, ada yang mirip , hampir mirip atau yang sama sekali tak dikenali. Namun Jamil membubuhkan se@ap nama orang tersebut dise@ap kanvas. Pembubuhan nama diatas @ap kanvas justru membuat lukisannya menjadi terasa penuh humor karena seper@ menandai sesuatu peribahasa “Tak Kenal Maka Tak Sayang” , karya Jamil merefleksikan bahwa mengenali subyek dalam melukis potret itu bisa pen@ng tapi juga bisa @dak. Orang yang ia kenali secara dekat atau ia kagumi tentunya sering diingat sehingga ia bisa menangkap penuh citranya. OrangJorang yang tak pernah ia temui atau dikenali benar atau hanya sekelebat dari layar ponsel ia
Berbeda dengan Toni Antonius yang lukisannya berkencendrungan fotoJrealis dan dengan menggunakan logika kolase atau seper@ potongJpotongan foto / citraan yang ditempel dan kadang menumpuk. Toni melukis potret tokoh – tokoh seni rupa kontemporer barat seper@ Lucian Freud, Jeff Koons, Chuck Close dan Francis Bacon dengan berbagai gaya dan dengan latar karyaJkarya lukisan mereka. Sebagai penikmat, mungkin pengagum karya mereka secara jarak jauh atau @dak pernah melihat dan bertemu langsung atau bentuk mengapresiasi “seni pasca aura@k”, melalui bentuk reproduksi seper@ di buku atau majalah, atau melalui sirkulasi sosial media. Dengan mencerap dan mengama@ karyaJkarya mereka , Toni mampu menghampiri se@ap karya mereka, seolah memindainya dan menyusun kembali secara imajiner: sosok dan krea@fitas mereka dalam lukisannya. Tetapi tampaknya ada potret diri dan potret seseorang tetapi disembunyikan wajahnya, hanya beberapa bagian badan seper@ lengan bertato yang diperlihatkan. Wajah, bagian yang paling umum dalam membicarakan potret maupun iden@tas, tertutup topeng dari budaya Tionghoa dan budaya barat. Lukisan potret dengan topeng ini menandai bahwa ada juga iden@tas yang liyan atau laten dalam suatu ja@Jdiri terutama ke@ka berhadapan dengan poli@k iden@tas yang selalu terjadi di Indonesia. Pameran kedua seniman yang berbeda kecenderungan melukis potret , bukan hanya membawa kita pada suatu jejak sejarah perjalanan praktek seni lukis, tetapi juga bagaimana cara kita melihat manusia dengan adanya teknologi seper@ fotoJdijital maupun sosial media. Pameran POTRET : Tak Kenal Maka Tak Sayang, akan dilakukan secara daring melalui akun @orbitaldago dan website www.orbitaldago.com , untuk kunjungan langsung ke galeri akan dilakukan secara terbatas mulai tanggal 20 April 2020 . Mohon agar bisa menghubungi melalui pesan Instagram @orbitaldago.
Jamil Suprianta
Toni Antonius
Lahir tahun 1960 di Bogor Belajar seni secara otodidak Tinggal di Bali dari tahun 1985 hingga sekarang
Lahir di Bandung 1982 dan sekarang tinggal dan bekerja di Bandung.
Pameran tunggal: 2019 ; di Sanggar Olah Seni, Babakan Siliwangi. Bandung 2014: Pameran Tunggal di Galeri Yaron Hallis. Pameran Bersama : 2020: Pameran Bersama di Griya Seni Popo Iskandar. Bandung 2019: Pameran Bersama Seniman Ngahiji. Galeri Pusat Kebudayaan (YPK). Bandung 2019: Pameran Nyoman Nuarta Road to China , Bandung Art Month road to 2020. Nuart Sculpture Park. 1999: Pameran Berdua di Galeri Rudy , Belanda 1998: Pameran Bersama di Darga Gallery , Sanur, Bali. 1996: Pameran Bersama dengan Antonio Blanco. Di Museum Neka. Ubud, Bali.
2009: Menggagas 1st International Mail Art Exhibition, Sanggar Olah Seni, Bandung Pameran Seni Rupa Nusantara “Menilik Akar”, Galeri nasional Indonesia Pameran bersama “Release Your Artholic Soul”, Galeri Kita, Bandung 2010 : Biennalle Indonesia Art Award “ CONTEMPORANEITY”, Galeri Nasional Indonesia 2011 : Menggagas 2nd International Mail Art Exhibition, Sanggar Olah Seni, Bandung (2008 J Sekarang, aktif mengikuti kegiatan pameran Mail Art di beberapa negara)
Pameran POTRET+:+Tak Kenal Maka Tak Sayang
348
Toni+Antonius 349
Pameran POTRET+:+Tak Kenal Maka Tak Sayang
Pameran POTRET+:+Tak Kenal Maka Tak Sayang
350
351
Pameran POTRET+:+Tak Kenal Maka Tak Sayang
Pameran POTRET+:+Tak Kenal Maka Tak Sayang
352
353
Pameran POTRET+:+Tak Kenal Maka Tak Sayang
Pameran POTRET+:+Tak Kenal Maka Tak Sayang
354
355
Pameran POTRET+:+Tak Kenal Maka Tak Sayang
Pameran POTRET+:+Tak Kenal Maka Tak Sayang
356
Jamil+Supriatna
357
Pameran POTRET+:+Tak Kenal Maka Tak Sayang
Pameran POTRET+:+Tak Kenal Maka Tak Sayang
358
359
Pameran POTRET+:+Tak Kenal Maka Tak Sayang
Pameran POTRET+:+Tak Kenal Maka Tak Sayang
360
361
Pameran POTRET+:+Tak Kenal Maka Tak Sayang
Pameran POTRET+:+Tak Kenal Maka Tak Sayang
362
363
Pameran POTRET+:+Tak Kenal Maka Tak Sayang
Pameran POTRET+:+Tak Kenal Maka Tak Sayang
364
Terima Kasih Ibu Lelasari Harahap, Bpk. Harry Lukianto beserta keluarga besar. Para staďŹ&#x20AC; galeri dan kafe, Manajemen Gudang Garam, Michael Janssen, Rizki A, Zaelani, Rikrik A. Kusmara, Asmujo J. Irianto, Danne Dirgahayu, Hendro Wianto, Enin Suprianto, Jim Supangkat, Adi Rahmatullah, Bob Edrian, Ganjar Gumilang, Toni Antonius, Anton Susanto, GustaďŹ&#x20AC; Hariman dan Keluarga, Irma DamayanN, Sidney Islam, Ira AdriaN dan keluarga, Henrycus Napitsunargo,Sari Asih, Adhya Ranadireksa, Heru Hikayat dan Keluarga, Chandra Maulana, Vivi Yip dan Bre Redana, Yus Herdiawan, Deden Hendan Durahman, Willy Himawan dan Keluarga, Putu Fajar Arcana dan Joan Arcana, Indah Ariani, Semata Gallery, Amalia Wirjono, Abdul Sobur, Anwar Siswadi, Nawa Tunggal, Windy Pramudya, Benzig, Agung Hujatnika Jenong, Tom Tandio, Carla Bianpoen, Keni Soerjaatmadja, Bpk. Sunaryo dan Ibu, Bpk. A.D. Pirous dan Ibu Erna, Putu Bonuz, Kemalezedine, Candra Wana, Agung Ivan beserta keluarga, Evy Yonathan, TemanVteman Sanggar Olah Seni, Endira F.J, dan para seniman serta teman dan pelanggan yang Ndak bisa kami sebutkan satu persatu.
365
366
367
368
369
Art'Jakarta'2017'-BEKRAF
370
Art'Jakarta'2017'-BEKRAF
371
Art'Jakarta'2016
372
373
374
www.orbitaldago.com
375