E_katalog Vessels and Voyages

Page 1


Vessels Vessels Voyages Voyages and and

Nov 20th - Dec 15th 2024

Davina Stephens

Pameran dibuka untuk umum

Setiap Hari

Tanpa Tiket Masuk

dari jam 9.00 hingga 20.00 WIB

Vessels and Voyages

20 November - 15 December

2024

Davina Stephens
Solo Exhibition by

VESSELS AND VOYAGES

Pameran Tunggal Davina Stephens

Catatan kuratorial oleh Rifky Effendy

Pameran tunggal Davina Stephens bertajuk “ Vessels and Voyages “ , merupakan serial karya-karya dengan gagasan yang didasari suatu pengalaman pelayaran dengan kapal / perahu ke berbagai gugusan kepulauan di bagian timur perairan Indonesia hingga perairan Pasifik terutama ketika pandemi covid 19 tengah melanda dunia. Davina berkebangsaan Selandia Baru dan tinggal di pulau Bali hampir 40 tahun, selain juga tinggal di Australia, India dan Amerika Serikat.

Davina mengungkapkan tentang perjalanannya : “ Terinspirasi oleh para penjelajah laut dalam sejarah, saya menjelajahi hubungan antara daratan dan lautan, manusia dan budaya, merangkai kisah petualangan dan imajinasi. Seri ini terinspirasi dari perjalanan berlayar saya dari kepulauan Fiji melintasi Laut Koral, lintas Vanuatu, pulau Nuie dan bentang alam terjal di Papua Barat hingga Biak dan seterusnya, Indonesia Timur, hingga pantai liar Sumba. Perjalanan ini, dilakukan pada saat penuh gejolak awal pandemi pada tahun 2020.” (Davina Stephens , 2024)

Dalam perjalanan melalui lautan dengan kapal ke arah perairan timur itu sebenarnya dimulainya sejak 2017 dengan menggunakan kapal layar berjenis katamaran sepanjang 65 kaki. Katamaran adalah jenis perahu atau kapal layar dengan dua lambung paralel berukuran sama. Ia dan dan temannya berlayar, selain untuk menikmati selancar dan alam bawah laut dengan menyelam. Mereka juga mendarat dan berinteraksi dengan penduduk kepulauan terpencil di bagian timur menemukan banyak hal yang baru dan menarik.

Dalam pameran Vessels and Voyages ini, Davina menampilkan beragam karya, seperti instalasi media campur, bejana tembikar diatas hamparan pasir putih yang mengeluarkan suara- suara. Lukisan-lukisan maupun cetak grafis, baik diatas kertas atau kanvas, yang menggambarkan alam bawah laut, berbagai bentuk koral, rumah adat, binatang, perahu, perhiasan, tetumbuhan, bejana. Dengan warna-warna yang bernada eksotis dan cerah lembut, mengingatkan pada penerapan warna – warna karya pelukis Perancis yang merantau ke Tahiti tahun 1890-an; Eugène Henri Paul Gauguin. Pada pameran ini, Davina juga menghadirkan video berupa potongan-potongan dokumentasi perjalanannya.

Lewat lukisan – lukisan media campur dan kolase dengan mengeksplorasi tekstur serta lembaran kertas alami yang diatasnya ia lukis dengan nyaris abstraksi , berbagai fragmen kehidupan masyarakat , seperti para petani rumput laut serta nelayan dengan perahunya, sosok lelaki, ikan, hewan ternak, benda-benda perhiasan, serta rumah para nelayan. Beragam tetumbuhan , baik tanaman daratan maupun tanaman bawah laut serta koral ditampilkan dengan warna -warna cerah tropis cenderung pastel, serta air laut yang membiru tenang , terkadang disisipkan motif-motif ragam hias secara tipis transparan, menambah suasana seperti dalam penggambaran kehidupan khayali. Seperti pada salah satu karya lukisannya berjudul Where we lay Between (2023) , yang memiliki kualitas yang tenang dan indah, menyerupai perpaduan gaya tradisional dan kontemporer , menampilkan lanskap yang subur dengan vegetasi melimpah di latar depan dengan beragam kehidupan tanaman dalam warna-warna cerah seperti biru, hijau, kuning, dan merah. Di tengahnya ia gambarkan perahu dengan sosok-sosok manusia di atasnya yang mengapung di atas air yang tenang, menambah unsur suasana damai. Latar belakangnya mencakup seperti daerah perbukitan, dengan warna-warna lembut dan detail dedaunan. Nada keseluruhannya lembut dan harmonis, menciptakan suasana seperti mimpi.

Citra atau imej pada lukisan – lukisan maupun media campur serta cetak tunggal pada karya Davina secara keseluruhan merefkleksikan kekayaan alam dan budaya di perairan di wilayah timur Indonesia,

dengan budaya masyarakat yang sederhana tetapi juga bisa dijejaki berbagai pengaruh budaya yang disebabkan aktifitas perdagangan sejak masa lampau , jauh sebelum kolonialisme Eropa memasuki wilayah Asia Tenggara dan Pasifik diabad ke 16. Budaya diperairan timur berkaitan dengan budaya maritim Nusantara sejak masa Sriwijaya (abad 7 hingga 13).

Seperti pada lukisan berjudul : Austronesian Languages you and I ( 2019 ) memiliki kualitas yang unik dan halus, dengan palet warna lembut yang didominasi warna merah muda dan krem yang hangat. Komposisinya terasa berlapis-lapis, seolah ada cerita tersembunyi di balik teksturnya. Di bagian atas, transisi warna menjadi merah muda yang lebih kaya, dilapisi dengan teks pudar yang berisi kata-kata seperti “AKU” dan “AHAU”, serta tanda tersamar lainnya, memberikan kesan misteri dan narasi. Di bagian tengah, muncul sekelompok manusia dan perahu dengan samar yang mengingatkan kita pada adegan pertemuan atau ritual pesisir. Figur-figurnya terdistorsi, memiliki detail minimal, menyatu dengan latar belakang untuk menciptakan efek seperti mimpi, hampir seperti hantu. Bagian bawahnya bertekstur pasir, tampak seperti sekumpulan cangkang kecil atau pecahan tembikar yang berserakan, menambah unsur fisik dan membumikan komposisi. Karya ini menggabungkan elemen abstrak dan figuratif, menciptakan pemandangan imersif yang terasa kuno dan modern. Pelapisan tekstur dan gambar yang memudar memberikan kualitas atmosferik, mengundang pemirsa untuk menafsirkan ceritanya.

Jejak budaya maritim seperti orang-orang Bugis yang berdagang dengan perahu – perahunya melintasi berbagai pulau terpencil keseluruh gugusan Austronesia menghasilkan pengaruh kepada bentuk perahu, benda-benda tembikar, bentuk rumah, ragam hias maupun bahasa. Penggambaran perahu sangat dominan pada karya-karya Davina selain bejana terakota. Baginya perahu (boat / vessel) merupakan simbol penting dalam menyoroti interaksi budaya masyarakat di wilayah perairan timur Nusantara. Pun penggambaran perahu – perahu, secara tradisional perahu di Asia Tenggara dan wilayah Austronesia mempunyai ciri khas dan mencerminkan warisan budaya pelayaran. Perahu-perahu ini secara historis sangat penting untuk perdagangan, penangkapan ikan, dan transportasi melintasi pulau-pulau di Asia Tenggara, samudera Hindia, pasifik, dan bahkan hingga Madagaskar. Perahu-perahu tersebut mempunyai simbol / identitas masing – masing, baik secara bentuk maupun hiasannya.

Menurut pandangan Davina, posisi strategis wilayah perairan Indonesia Timur di sepanjang jalur perdagangan maritim bersejarah dalam membentuk lanskap budayanya. Sejak awal abad pertama Masehi, para pedagang dari India, Tiongkok, Arab, dan kemudian negara-negara Eropa, menjalin hubungan dagang dengan wilayah tersebut. Konektivitas maritim ini tidak hanya memfasilitasi pertukaran barang—seperti rempah-rempah, tekstil, dan logam—tetapi juga menghasilkan interaksi budaya yang signifikan. Pertukaran budaya sangat mempengaruhi seni dan kerajinan tradisional wilayah Indonesia Timur. Keahlian asli, seperti tenun ikat, ukiran kayu, dan kerajinan logam, mencerminkan warisan lokal dan pengaruh eksternal. Tekstil Ikat, khususnya dari Sumba dan Flores, terkenal karena polanya yang rumit dan warna-warna cerah, sering kali menggabungkan motif-motif yang menceritakan kisah atau menyampaikan makna budaya. Penggunaan pewarna alami yang berasal dari tanaman lokal menunjukkan keterkaitan wilayah tersebut dengan lingkungannya. Maka karya dengan lukisan-lukisan elemen perhiasan seperti gelang , kalung serta serial lukisan diatas tikar dan kertas bertekstur tikar menjadi penting untuk membicarakan jejak – jejak budaya tersebut.

Karya-karya diatas tikar, masing-masing menggambarkan siluet yang disederhanakan dengan latar belakang berwarna. Siluet tersebut mewakili berbagai pemandangan dan elemen tradisional, seperti sosok yang membawa keranjang, perahu, dan aktivitas lain yang berhubungan dengan kehidupan pedesaan. Setiap bagian dibingkai dengan bentuk organik yang menyerupai vas atau bejana, dan warna latar belakang bervariasi dalam berbagai corak seperti hijau, merah muda, biru, dan oranye. Susunan miniatur-miniatur ini diatas tekstur anyaman seperti tikar di latar belakang menambah nuansa

kerajinan di pedesaan, menghubungkan citra tersebut dengan tema budaya.

Karya ini terasa seperti penghormatan terhadap kehidupan sehari-hari dan praktik tradisional, dengan masing-masing panel merayakan aspek yang berbeda. Penggunaan warna-warna berani dan garisgaris yang bersih dan sederhana menjadikannya mencolok secara visual dan mudah diakses, membangkitkan rasa kebanggaan dan nostalgia budaya.Tikar adalah hasil anyaman yang biasanya dipakai sebagai alas duduk atau tidur. Tikar biasanya dibuat dari daun kelapa, pandan, siwalan, plastik atau bahan lainnya. Sejarah tikar di Indonesia dapat dikaitkan dengan tradisi anyaman yang merupakan salah satu seni tertua di Indonesia. Anyaman diperkirakan berasal dari tiruan cara burung menjalin ranting-ranting menjadi bentuk yang kuat. Tikar memiliki berbagai kegunaan seperti keperluan rumah tangga, praktik keagamaan, upacara, dan pertemuan sosial.

Instalasi bejana tembikar dengan suara dari berbagai bahasa kepulauan di wilayah tersebut menjadi simbol penting yang dihadirkan Davina. Bejana tembikar sebagai benda fungsi menjadi simbol bagaimana “globalisasi masa lampau” atau masa pra-kolonial diwilayah ini berlangsung. Suara – suara itu menunjukan adanya beberapa kemiripan bunyi dan makna dalam penggunaan bahasa. Indonesia Timur adalah salah satu wilayah dengan bahasa yang paling beragam di dunia, dengan ratusan bahasa digunakan di seluruh kepulauannya. Kekayaan bahasa ini merupakan bukti sejarah budaya yang kompleks di kawasan ini. Meskipun banyak bahasa yang masih mempertahankan akar bahasa asli, bahasa lain telah menyerap kosakata dan ekspresi dari bahasa Melayu, Arab, Belanda, dan bahkan Portugis karena sejarah perdagangan dan kolonial. Pencampuran bahasa ini mencerminkan interaksi antar kelompok etnis yang berbeda dan dampak pengaruh eksternal. Bahasa suku Bugis misalnya, bagian dari rumpun bahasa Austronesia, memiliki ikatan linguistik yang sama dengan banyak bahasa yang digunakan di Pasifik. Warisan linguistik yang sama ini menyoroti keterhubungan budaya di seluruh wilayah. Sastra Bugis, termasuk tradisi lisan dan teks sejarah, telah berkontribusi pada narasi budaya Austronesia yang lebih luas.

Penggunaan objek dan citra Bejana terakota bagi Davina seperti mengungkap sejarah yang panjang dan kaya di Asia Tenggara, sejak ribuan tahun yang lalu. Bejana mengungkap pengetahuan menarik mengenai budaya, kepercayaan, dan kehidupan sehari-hari komunitas kuno di wilayah tersebut. Dalam studi arkeologi dan sejarah, istilah bejana biasanya mengacu pada wadah atau benda berongga yang dirancang untuk menampung, menyimpan, atau mengangkut cairan, biji-bijian, atau bahan lainnya. Bejana dapat dibuat dari berbagai bahan, seperti tanah liat (terakota), logam, kaca, atau batu, dan dapat digunakan untuk keperluan praktis, seremonial, atau simbolis. Serial karya monoprint dengan citra bejana menggunakan palet warna biru tua dan hijau untuk menciptakan bentuk abstrak dan organik yang menyerupai vas/bejana atau bentuk karang, dengan latar belakang putih bertekstur, dengan pola rumit dan berlapis dalam setiap bentuk membangkitkan pemandangan bawah air, mungkin mengacu pada kehidupan laut, struktur karang, hewan kerbau, ornamen tradisional dan lainnya.

Pengalaman pelayaran Davina sebagai seniman , mengingatkan pada suatu istilah dalam praktek seni kontemporer ; “Seniman sebagai antropolog atau etnografer” adalah konsep yang menggambarkan seniman yang menggunakan metode akademik antropologi modern —seperti observasi partisipan, kerja lapangan, atau wawancara—untuk terlibat langsung dengan isu-isu sosial dan mewakili konteks budaya, sosial, atau politik. Pendekatan praktek ini menjadi menonjol pada tahun 1990an dengan munculnya praktik seni yang melibatkan masyarakat dan partisipatif. Pendekatan ini melibatkan observasi, dan pengumpulan artefak atau cerita budaya, dengan tujuan untuk lebih memahami dan menggambarkan kompleksitas budaya masyarakat tertentu.

Apa yang dilakukan Davina melalui perjalanannya , tidak melibatkan metode akademis yang ketat tetapi dengan melalui observasi dan dokumentasi. Ia melakukan perjalanan dan penjelajahan yang

cenderung “ rekreatif” atau “tanpa agenda” . Ia melakukannya sembari melakukan dengan melakukan rekaman, baik dengan fotografi, video, menggambar, dan menulis, untuk menangkap pengalaman personal kepada seluk-beluk budaya masyarakat dimana ia singgah. Davina melalui pameran ini , seolah ingin berbagi pengalaman secara artistik tentang suatu perjalanan pribadi dan berbagi pengetahuan yang menarik , terutama tentang beberapa fakta – fakta budaya dari hamparan lautan di Nusantara hingga melampaui batas-batas nasional .

Sastrawan Afrizal Malna pernah menulis , bahwa cara Davina yang menggunakan berbagai materi, media maupun teknik, memang membuatnya seperti melakukan familiarisasi dengan berbagai aliran besar dalam sejarah seni rupa. Yang cukup signifikan dari kerja visualnya adalah bagaimana Davina melakukan “permainan struktur” dari budaya lain yang sebelumnya asing dan mungkin juga eksotis baginya, dibandingkan dengan budaya ruang yang pernah membentuk. Terutama dalam kaitan ruang profan dan ruang sakral yang memiliki perbedaan cukup signifikan antara Barat dan Timur.

Davina Stephens adalah seorang seniman yang memiliki hubungan mendalam dengan lanskap dan budaya kawasan Asia-Pasifik, khususnya Indonesia. Berasal dari Selandia Baru, ia membagi waktunya antara Selandia Baru, Australia, Indonesia, dan A.S. Karya-karyanya sering mengeksplorasi interaksi antara alam, budaya, dan identitas, dengan fokus pada semangat lingkungan pulau dan lautan. Karya media campurannya sering kali menggunakan teknik seperti pencetakan balok kayu, pencetakan tunggal, dan ukiran, yang ia gabungkan dengan lukisan untuk menciptakan karya seni tekstur yang imersif.

Davina telah mengadakan pameran secara internasional, di Asia, Australia, dan Amerika Serikat. Khususnya, ia pernah tampil di Galeri Ganesha di Bali, Galeri Thavibu di Bangkok, dan pernah berpartisipasi dalam Bali Biennale tahun 2005. Serialnya, seperti Pemetaan Kepulauan dan Bahasa Austronesia, mencerminkan hasratnya untuk mengeksplorasi budaya Asia Tenggara dan kehidupan yang rumit di kepulauan tersebut. Banyak karyanya yang terinspirasi oleh gaya hidup aktifnya, termasuk kecintaannya pada selancar dan menyelam, serta ketertarikannya pada praktik budaya seperti persembahan Bali, yang terkadang ia gabungkan ke dalam bentuk pahatan.

*Acuan dari berbagai sumber

Karya - Karya

Installation Voyages and Vessels. Terracottas , White Sands, sounds ‘2024.

The Road Less Travelled. 45 x 45 cm

Digital print on watercolour paper. framed 2024

Living Archipelago monoprint Linocut on archival paper

Framed

33 x 32 cm.

2017

33 x 44 cm

monoprint Linocut on archival paper

Framed

2017

Kerbau Sumba

Rumah Adat Sumba II

monoprint linocut on fabriano paper

Framed

38 x 30 cm

41

Octopus at Meatimarang Forgotten islands
x 31cm
charcoal acrylic on watercolour paper 2022

Austronesian Languages -Eye

acrylic cap print on canvas

100 x 185 cm

2019

92 x 100 cm

marine chart,acrylic,wood block print, rice paper on canvas

2020

Seaweed Farmers

Austronesian Languages you and I

150 x 150 cm

2019

woodblock acrylic on canvas

36 cm x 36 cm

Sumba Man
acrylic cap print, recycled paper on plywood 2022

where sumba meets the water buffalo 45 x 45 cm digital print on watercolour paper.

Framed

2024

Voyagers

45 x 45cm

digital print on watercolour paper

Where we lay Between

130 x 190 cm.

2023

acrylic on canvas

Beyond the East

160 x120 cm

acrylic on canvas

2024

2022

Clams of Meatimarang Forgotten islands
41 x 31cm
charcoal acrylic on watercolour paper

Bajana - Stories

100 x 120 cm

Acrylic,Monoprint , cap print, woodblock print collage on canvas

2023

pot 8

60 x 60 cm.

print acrylic recycle paper canvas. 2023

Dynasty

Dynasty pot 10

46 x 46 cm

monoprint acrylic paper on plywood 2024

Dynasty Pot 11

46 x 46 cm

monoprint woodblock print on paper + plywood 2024

Dynasty Pot 12 46 x 46 cm

monoprint woodblock print on paper + plywood 2024

My Landscape in a vessel 1

35 x 35 cm

monoprint acrylic on canvas 2023

My Landscape in a vessel 2

35 x 35 cm

monoprint acrylic on canvas 2023

My Landscape in a vessel 3

35 x 35 cm

monoprint acrylic on canvas 2023

The Coral Sea 1 60 x 60 cm monoprint woodblock print on paper + plywood 2024

The Coral Sea 2 60 x 60 cm monoprint woodblock print on paper + plywood 2024

Tikar 01- vessels of becoming
20 x 30 cm
acrylic on paper
Tikar 02- vessels of becoming
20 x 30 cm
acrylic on paper
Framed 2024

Tikar 03- vessels of becoming 20 x 30 cm acrylic on paper

Framed 2024

Tikar 04- vessels of becoming 20 x 30 cm

acrylic on paper

Framed

2024

Tikar 05- vessels of becoming

20 x 30 cm

Framed

2024

acrylic on paper

Framed 2024

Tikar 06 vessels of becoming 20 x 30 cm acrylic on paper
Tikar 07- vessels of becoming 20 x 30 cm acrylic on paper Framed 2024
Tikar 08- vessels of becoming
20 x 30 cm
acrylic on paper
Framed 2024

Tikar 09- vessels of becoming 20 x 30 cm acrylic on paper Framed 2024

Tikar 10- vessels of becoming 20 x 30 cm
acrylic on paper

Framed 2024

Tikar 11- vessels of becoming 20 x 30 cm
acrylic on paper

Tikar 12- vessels of becoming 20 x 30 cm acrylic on paper Framed 2024

Born 24th August 1968 in Wellington, New Zealand.

Lives between Australia, New Zealand, Indonesia and the Pacific.

Selected Solo Exhibitions

2024 Vessels and Voyages - Orbitaldago Gallery,Bandung Indonesia

2019 Amankila, “Revealing the archipelago“, Bali, Indonesia

2011 Ganesha Gallery “From Bali with love”, Bali, Indonesia

2009 Thavibu Gallery “Floating Map”, Bangkok, Thailand

2008 Ganesha Gallery “This side of paradise”, Bali, Indonesia

2007 Michael Nagy Gallery “Days future Passed”, Sydney, Australia

2006 Galerie Indoasia “Free Transport”, Sao Paolo, Brazil

2001 Vis-a-vis Gallery “National Highway NH-17”, Delhi, India

1998 Ganesha Gallery “Manifold Changes”, Bali, Indonesia

1998 Galerie Mostini “3D Carved Frame Paintings”, Paris, France

Davina Stephens

1998 Galerie Du Rayon Vert “It’s all her fault”, Wiimereux, France

1996 Seniwati Gallery “Tribes on the Move” Bali, Indonesia

1994 L’otel Galerie, Sydney, Australia

1992 Gucchaka Gallery “One Way”, Bali, Indonesia

Selected Group Shows

2024 The Threads of Life Gallery, ’Vessels of Becoming’ Bali, Indonesia

2024 Sydney ContemporaryART - Redbase Gallery, Sydney, Australia

2024 Aotearoa Art Fair - Redbase Gallery, Auckland, New Zealand

2022 Laki Laki Jangan Menangis,Lano Art project,Titik Dua,Mas, Bali;

2019 Art Bali, “Speculative Memories”, Bali, Indonesia

2018 Cush Cush Gallery, ”The Garden”, American Club, Singapore

2015 Biasa Art Space, “My exquisite corpse”, Bali, Indonesia

2014 Biasa Art Space, “A collection of works by“, Bali, Indonesia

2010 Maha art Gallery, “Paper power“, Bali, Indonesia

2005 Vas Felix Estate Gallery, Perth, Australia

2005 Bali Biennale 2005 “Space and Scape”, Bali, Indonesia

2002 Fontainhas Heritage Festival of the Arts, Panjim, Goa, India

1997 Mullumbimby Art Gallery, N.S.W, Australia

1996 Galerie Du Rayon Vert, Wimereux, France

1995 The Bank Gallery, Sydney, Australia

1995 Gallery 1A, Sydney, Australia

1994 Galerie Du Rayon Vert, Wimereux, France

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.