Pameran Troublemaker Doppelgänger : Dzikra Afifah Henryette Louise

Page 1

24 April - 26 Mei 2024 Pembukaan Rabu, 24 April 2024 Mulai Jam 16.00 hingga 20.00 WIB Buka setiap hari mulai jam 9.00 hingga 20.00 Tanpa tiket masuk/ Gratis Dzikra Afifah
Troublemaker Doppelgänger E-Katalog
Henryette Louise

Pameran

Troublemaker Doppelgänger

Dzikra Afifah

Henryette Louise

24 April – 26 Mei 2024

Pembukaan

Rabu, 24 April 2024

Mulai Jam 16.00 hingga 20.00 WIB

Orbital Dago

Jl. Rancakendal Luhur No.7

Dago Atas

Bandung

Indonesia

Buka setiap hari mulai jam 9.00 hingga 20.00

Tanpa tiket masuk/ Gratis

Troublemaker Doppelgänger

Pameran berdua seniman Dzikra Afifah (Lahir 1998) dan Henryette Louise (Lahir 1981) memamerkan karya-karya yang masing-masing mempunyai karakter atau watak yang sama, menemukan nilai artistik melalui kerja studio (studio practice) . Walaupun mereka masing-masing bekerja melalui material yang berbeda, mereka mengembangkan bentuk-bentuknya dari ingatan dan pengalaman secara organik tanpa bingkai konsepsi yang telah dicanangkan terlebih dahulu, kesamaan – kesamaan ditemukan lebih didasari pada kerja didalam kerja studio bersama.

Menurut mereka keterbukaan terhadap ketidakpastian selama proses tersebutlah yang menentukan perilaku, keputusan artistik yang berdampak pada bentuk, struktur, konsep, hingga konteks yang terbangun. Hal yang kemudian dihadapi ialah bagaimana mengelola temuan yang berlangsung dalam proses penciptaan tidak kehilangan intensitasnya pada karya yang dianggap telah selesai digarap. Pertimbangan ini bisa jadi dan kerap tidak secara sadar dikelola dalam proses penciptaan. artinya, proses penciptaan yang demikian tidak hanya menyoal penaklukan material dan teknik, tetapi juga bagaimana interaksi dengan material membukakan cara pandang lain dalam menyikapi realitas. Pada kesadaran inilah intensitas yang mulanya berada pada proses penciptaan bisa hadir pada karya yang dianggap selesai digarap.

Judul dalam pameran ini “Troublemaker Doppelgänger”, merupakan ajuan kedua seniman untuk menggambarkan mencari-cari masalah yang disengaja maupun tidak untuk dipecahkan. Istilah “Doppelgänger” menurut beberapa sumber adalah pantulan diri seseorang dengan melihat dirinya sendiri tetapi bukan karena melalui pantulan cermin atau bayangan. Ia bertemu dengan fisik tubuhnya sendiri. Maka karya-karya yang ditampilkan mereka berdua bisa menjadi menjadi pantulan “ketubuhan”, fisik dan pikiran-pikiran mereka selama apa yang dilakukan di studio.

CREATIONARY

Oleh Dzikra Afifah

Bagi Louise dan Dzikra, setiap proses berkaryanya berbasis pada material yang digunakan dan teknis yang dikelola. Prosesnya tidak terpacu pada suatu konsep atau gambaran konkrit yang telah diformulasikan sebelumnya. Keterbukaan terhadap ketidakpastian selama proses tersebutlah yang menentukan perilaku, keputusan artistik yang berdampak pada bentuk, struktur, konsep, hingga konteks yang terbangun. Hal yang kemudian dihadapi ialah bagaimana mengelola temuan yang berlangsung dalam proses penciptaan tidak kehilangan intensitasnya pada karya yang dianggap telah selesai digarap. Pertimbangan ini bisa jadi dan kerap tidak secara sadar dikelola dalam proses penciptaan. artinya, proses penciptaan yang demikian tidak hanya menyoal penaklukan material dan teknik, tetapi juga bagaimana interaksi dengan material membukakan cara pandang lain dalam menyikapi realitas. Pada kesadaran inilah intensitas yang mulanya berada pada proses penciptaan bisa hadir pada karya yang dianggap selesai digarap.

Karya Louise diawali dengan plaster cair yang menyusup dalam parit-parit garis drypoint kemudian lambat laun memadat hingga menjadi massa yang solid. Sublimasi yang menunjukan transformasi medium dari suatu wujud ke wujud yang lain juga mengungkap bagaimana waktu terlibat dalam proses perubahan tersebut. Sublimasi tersebut menjadi semacam gestur ‘manifestasi’ bagaimana suatu kebudayaan terus berubah. Mekanismenya dalam mengonstruksikan yang dianggap ‘’kebenaran’’ pun berubah. Secara visual dalam karya Louise, garis-garis yang membentuk gambarnya menunjukan semacam peristiwa eksplosif melalui komposisi dinamis. Karya-karya Louise memaksa kita untuk menghadapi intensitas momen atau peristiwa yang monumental akan tetapi dibangun dengan substansi yang justru kita anggap sebagai antitesisnya; ringkih dan cenderung terbentuk secara accidental atau tidak terduga. Sebagaimana memori Louise terkait Cok Bakal, Hongwilaheng, Kebo Burek ataupun transformasi material yang ia kelola dalam proses berkarya memberinya semacam logika yang setara.

Keduanya sama-sama mempengaruhi tindakan dan perilakunya. Louise menganggapnya sebagai peristiwa-peristiwa tersingkapnya realitas yang betapapun tidak pernah bisa sepenuhnya direng-

kuh, dipahami, dan sukar untuk dibicarakan ataupun dijelas-jelaskan, akan tetapi ia bisa diperlihatkan, disaksikan dan diungkapkan.

Dalam karya Dzikra, tanah liat yang semula plastis dengan potensi merespon segala tempaan yang diterimanya, tidak seluruhnya pasif dalam proses penciptaan ini. Ia memiliki daya hidup dalam gesturnya menerima segala tindakan membentuk. Adapun berbagai deformasi yang bersifat destruktif dalam proses ini yang diakibatkan oleh karakteristik tanah liat. Misalnya, ukuran yang menyusut ketika kadar air dalam tanah liat menguap, retakan-retakan yang muncul ketika setiap bagian dalam tubuh karya tidak kering secara bersamaan ataupun akibat proses hollowing out atau mengeruk bagian dalam tubuh karya yang semula solid menjadi kopong. Tindakan tersebut dilakukan untuk mengurangi kemungkinan udara yang terperangkap dalam ketebalan tanah liat sehingga ia bisa dibakar atau dikeramikan. Kesadaran diwilayah teknis kemudian meleburkan subjektivitas ‘saya’ yang produktif bertindak- membentuk, dengan daya transformatif medium yang mendeformasi juga cenderung destruktif. Artinya, ada dua daya atau power yang beroperasi, ‘saya’ yang membentuk dan medium yang mendestruksi.

Gestur keramik menjadi bukan persoalan yang perlu diatasi. Melalui peristiwa tersebut, gestur dari keramik justru menjadi subtransi utama dalam menghadirkan intensitas yang ia raih sebagai pengalaman menemukan daya atau power yang produktif sekaligus destruktif dalam membangun peradaban yang berlangsung hingga saat ini. wujud tubuh manusia dalam karya-karyanya menjadi tidak mungkin apabila ia tetap manusiawi, utuh, lengkap dan wajar bila temuan dalam proses penciptaan karyanya menyoal power yang beroperasi secara produktif dan destruktif secara bersamaan. Tubuh-tubuh yang terlipat, terkelupas, terpilin dan saling tumpang tindih, menjadi tubuh dalam mekanisme power. Logika bentuk dalam gestur keramik menjadikan tubuh dalam realitas lain selain hal-hal yang merujuk pada identitas tertentu dan kerap melekat pada tubuh yang dianggap manusiawi. Tubuh tersebut menjadi situs dimana power beroperasi dan dioperasikan.

Baik dalam karya Louise maupun Dzikra, keduanya bermain dengan material dan asosiasi

bentuk yang bermutasi menjadi sensasi, narasi dan konteks yang lebih luas. Perihal Kebo Burek misalnya, dalam tradisi jawa dan interpretasi Louise ia merupakan mahkluk yang perwujudannya diluar karakteristik manusia dan dalam ingatannya ia menjadi semacam entitas yang mempengaruhi lelakunya. Kebo yang berarti kerbau dan Burek yang berarti legap atau suram, ganjil, bahkan menyeramkan. Akan tetapi, Kebo Burek sesungguhnya ialah satu tiang dari keempat rangkaian tiang penyangga joglo. Berbeda dengan ketiga tiang lainnya, Kebo Burek sengaja dibuat miring dan difungsikan sebagai suspensi bangunan tersebut apabila terjadi gempa atau goncangan yang berpotensi meruntuhkan bangunan tersebut. Kedalaman pentingnya hal ini tidak dapat dijelaskan secara konvensional, sehingga menginspirasi terciptanya mitos untuk menangkap esensinya dan membentuk perilaku manusia dalam menyikapi esensi tersebut.

Berbeda dengan hasil karya cipta manusia lainnya yang perwujudannya artificial , kontras dengan alam, the myth cenderung tidak manusiawi. Ia serupa mahkluk yang bermetamorfosis dengan entitas alam lainnya yang tidak pernah dipersamakan dengan manusia dan justru lebih dekat dengan alam. Ketidakhadiran manusia dalam hal ini justru mengondisikan perilaku manusia dengan memanifestasi higher power ke dalam mahkluk-mahkluk. Kebo Burek yang janggal justru mengungkap obsesi manusia ter-

hadap kepadupadanan, keselarasan atau keteraturan yang dianggap berlawanan dengan gestur alam yang chaos , tidak terduga dan sukar dikendalikan. Obsesi tersebut dianggap perlu direduksi dan diatasi melalui diciptakannya the myth . ‘Kebenaran’ dalam fenomena tersebut hingga hari ini, satu persatu terungkap dalam formulasinya yang lain, melalui sains dan teknologi ataupun filsafat dan agama. Louise dalam hal ini meraih intensitas fenomena tersebut ke dalam karyanya: mengungkap emosi kompleks perihal bagaimana kebenaran dikonstruksikan dan membangun memori serta konflik dalam dirinya.

Tubuh-tubuh dalam karya Dzikra memposisikan dirinya dalam posisi yang rentan dan ringkih. Wujudnya yang proporsional justru lebih memiliki gestur dari mediumnya yakni keramik, bukan lagi gestur manusia. Betapapun pembahasan mengenai tubuh manusia begitu kompleks, ia menggugah banyak renungan dan pemikiran. Pada prinsipnya manusia kerap merengkuh segala hal diluar kapasitasnya kedalam tatanan yang ‘manusiawi’. Sebagaimana representasi tubuh manusia kerap hadir sebagai simbol (dalam berbagai kepercayaan, agama, tradisi, dan mitologi) merefleksikan perilaku manusia dalam mempersepsikan kehadiran higher power . Seperti halnya penggambaran Sang Hyang Widhi dalam kepercayaan Brahman, bahkan Zeus dalam mitologi Yunani kuno. Begitu juga hari ini pada kemajuan paling mutakhir sekalipun, teknologi AI terus dikembangkan agar ia memiliki kapasitas penalaran, pemahaman, dan merespon seperti manusia yang kemudian diinput pada robot humanoid . Dzikra, dalam hal ini meneruskan perilaku primal yang terwariskan tersebut dalam penciptaan karyanya sebagai gestur simbolik dalam menyikapi realitas hari ini.

Manusia mempelajari fenomena eksistensinya dengan mengobjektifikasi, pengetahuan yang diperoleh tersebut kemudian menjadi subjektvitas yang mendorong manusia bertindak. Misalnya, kapitalisme dengan obsesinya akan pertumbuhan dan akumulasi yang menganggap entitas selain manusia merupakan obyek potensial. Hal tersebut tidak hanya berdampak pada pola relasi kuasa yang membagi manusia dalam klasifikasi yang hierarkis, tetapi juga mendorong eksploitasi alam besar-besaran yang kemudian membawa kita pada era Antropocene . Implikasi relasi kuasa juga mendorong terjadinya

kolonialisme dan imperialisme yang berdampak membentuk superioritas dan inferioritas. Mekanisme objektifikasi manusia berdasarkan ciri-ciri biologisnya yang dalam hal ini merujuk pada gender, usia bahkan ras dan bangsa tertentu yang kemudian menjadi semacam strategi politik untuk menciptakan subyek yang pada mulanya dibangun untuk kepentingan pengetahuan, mengatur kemudian memerintah hingga menguasai. Dampaknya ialah cara pandang stereotip, bias, ketidakadilan dan hegemoni sosial dan budaya. Pendirian dan cara pandang manusia itu sendiri lah yang menempatkan manusia pada posisi rentan. ***

Dzikra’s practice explores notions of primal quality and the human form through a series of bodily-form sculptures that tend to deformed. Most of her works using stoneware clay that begin with modeling process, at this stage the solid sculpture’s body are hollowed through a digging process which left the upper surface of the sculpture. This carving action turns the sculpture into a vessel-like bodily form with a snatched skin then following by the firing process. At this point, the clay which slowly lost its mobility yet still able to respond the heat as a transformative acts that restrain its endurance of materiality. The whole process of creation open up the body as a vessel into a wider narrative that speak through both form and materiality. The sculpture and its creation process reflects a critical and reflective views towards human as a being inhabit and adapting the spin cycle of rapid and alarming circumstances during today’s era.

Dzikra Afifah (B. 1998, Live and works in Bandung)

Henryette

is an Indonesian artist who is known for her installation artworks such as Lokositato Mahluk #1 at Perpus S.14 Bandung, Lokositato #2 Intro at Kebun Binatang Bandung and Lokositato Mencari Tanah air #4 at Museum Fatahilah. As she started to continue her study, works and lives in Bandung at 2007, Louise develops her skill and quality of techniques to pursue her artistic practice by became an artisan and working on sculptures. Since then, Both 2 dimensional and three dimensional works become her interest. Her artistic practice evokes her sense on exploring the relationship between materiality, history and environment to convey her perspective towards identity, home, belonging and the complexities of the contemporary society.

Louise (b.1981 , Live and Works in Bandung) Karya-Karya / Works

105 x 72 x 3 cm

Drypoint on plaster

Henryette Louise Pripih
2024
Henryette Louise Practical Magic 53 x 38 x 3 cm Hardground Aquatint on Plaster 2024
2024
Henryette Louise Moksha 46 x 38 x 3 cm Drypoint on plaster Henryette Louise Bukan Gigitan Pertama
2024
65 x 50,5 x 3 cm Drypoint on plaster

81 x 56 x 3 cm

Drypoint on plaster

Henryette Louise AO
2024

100 x 53 x 2,5 cm Drypoint , Carborundum on plaster

Henryette Louise Hongwilaheng
2024
Henryette Louise Domba Aduan 111 x 72 x 3 cm
2024
Softground aquatint on plaster Henryette Louise Cok Bakal
2024
53,5 x 50 x 3 cm Drypoint on Plaster Henryette Louise Perebutan Parit 134 x 70 x 3 cm Drypoint on Plaster
2024
2024
Henryette Louise Beras Wutah 127 x 107 x 3 cm Drypoint on plaster
Afifah Umwelt 1 28 x 20 x 4 cm Ceramic stoneware 2024
Dzikra
Dzikra Afifah Umwelt 2 31 x 18 x 58 cm Ceramic stoneware 2024

Dzikra Afifah

Biological Speculation

40 x 18 x 48 cm

Ceramic stoneware 2024

Dzikra Afifah

Fragilization by Landscape

(Kathe Kollwitz Appropriation)

33 x 35 x 27 cm

Ceramic stoneware

2023

Afifah
Like to Dress Up 2
x 30 x 15 cm
stoneware & Pins 2024
Dzikra
I
50
Ceramic

Like to Dress Up 1

32 x 30 x 38 cm

Ceramic stoneware & Pins 2024

Dzikra Afifah
Dzikra Afifah Leather Weather 1 100 x 40 x 22 cm
Ceramic stoneware & Copper Rod 2023
Grand Self Mythology 140 x 36 x 48 cm Ceramic stoneware & Aluminum Rod 2024
Dzikra Afifah

Dzikra Afifah Leather Weather 2

62 x 35 x 10 cm

Ceramic stoneware 2023

Dzikra Afifah Land Use 60 x 54 x 38 cm Ceramic stoneware & Iron Rod 2024

Henryette Louise (b.1981) is an Indonesian artist who is known for her installation artworks such as Lokositato Mahluk #1 at Perpus S.14 Bandung, Lokositato #2 Intro at Kebun Binatang Bandung and Lokositato Mencari Tanah air #4 at Museum Fatahilah.

As she started to continue her study, works and lives in Bandung at 2007, Louise develops her skill and quality of techniques to pursue her artistic practice by became an artisan and working on sculptures. Since then, Both 2 dimensional and three dimensional works become her interest. Her artistic practice evokes her sense on exploring the relationship between materiality, history and environment to convey her perspective towards identity, home, belonging and the complexities of the contemporary society.

EDUCATION

1996 Seni Lukis, SMSR Surabaya

2002 Tata Laksana Grafis Pertunjukan STSI Bandung

2010 Bachelor of Art ISBI Bandung

AWARDS

2016 Gold Award Emerging Artist UOB Painting Of The Year.

2015 Hibah Seni Dan Lingkungan Perpus, S14 Artspace.

2005 Pemenang Pertama Festival Bebegig Nasional, Seni Instalasi. Bale Pare, Padalarang.

1998 TopTen Kompetisi Fotografi Analog. CCCL Surabaya.

SOLO EXHIBITIONS

2019 “Simbol dan Alegori”. Museum dan Tanah Liat, Yogyakarta

2019 “Spiritcuil” Galeri Kertas-Studio Hanafi, Depok

2015 “Lokositato Mahkluk” Perpus S.14, Bandung

2014 “INTRO” Seni instalasi Kebun Binatang, Bandung

2012 “ Quotes 9Artists” Galeri IFI, Bandung

SELECTED GROUP EXHIBITIONS

2024 DISTANCE by Orbital Dago , Sika Galeri. Bali 2023. Art Jakarta, JIExpo Kemayoran, Jakarta

2023. “Pekan Seni Grfis Yogyakarta: Intaglio”, Kiniko Art, Yogyakarta 2023. Art Moments Bali, Intercontinental Bali Resort, Bali

2023. “Marwah” Pos Bloc, Jakarta 2023. “Hitam” Grey Gallery, Bandung 2023. “Prelude” Galeri Pusat Kebudayaan, Bandung

2022. “Self Potrait”, Sanggar Olah Seni, Bandung

2022. “Bandung Artist’s Book Exhibition” Thee Huis Galeri, Taman Budaya, Bandung. 2018. “(Not) Artoffial / Out of Track” LawangWanggi Creative Space, Bandung.

2018. “Seni Jong #2” Pelataran Joko Pekik, Yogyakarta.

2018. “Perupa Muda “BA_TAS” Pilihan Ugo Untoro”, Galeri Kertas, Depok.

2018. “Soemarja Sound Art Project” Kelompok Invalid Urban, Galeri Soemardja, ITB, Bandung.

2018. “ART_UNLTD: XYZ” Gedung Gas Negara, Bandung.

2018. “Setelah Ini Hanya Teks” Rumah Proses, Bandung.

2017. “Art Buzz” Museum Fatahillah, Jakarta.

2016. “The Beaten Bark, Hidden treasure” Museum Textile, Jakarta.

2016. “Seni Rupa Jawa Barat #1” Thee Huis Galeri, Taman Budaya, Bandung.

2016. “Art UP Festival II Instalation” Braga, Bandung.

2013. “KELOMPOK KEMBANG GULA” Galeri Surabaya.

2013. “Performane Art Biennale Perempuan” Asbetos Art Space, Bandung.

2010. “Tribute S.Sudjojono” Galeri Soemardja ITB, Bandung

Dzikra Afifah

(B. 1998, Live and works in Bandung)

Dzikra’s practice explores notions of primal quality and the human form through a series of bodily-form sculptures that tend to deformed. Most of her works using stoneware clay that begin with modeling process, at this stage the solid sculpture’s body are hollowed through a digging process which left the upper surface of the sculpture. This carving action turns the sculpture into a vessel-like bodily form with a snatched skin then following by the firing process. At this point, the clay which slowly lost its mobility yet still able to respond the heat as a transformative acts that restrain its endurance of materiality. The whole process of creation open up the body as a vessel into a wider narrative that speak through both form and materiality. The sculpture and its creation process reflects a critical and reflective views towards human as a being inhabit and adapting the spin cycle of rapid and alarming circumstances during today’s era.

Education

2023

Master Degree , Faculty of Art and Design. Institut Teknologi Bandung

2021

Bachelor of Art, Faculty of Art and Design - Institut Seni Budaya Indonesia, Bandung Awards

2022

Young Artist Awards, ARTJOG MMXXII: Expanding Awareness

Exhibitions

2024

DISTANCE by Orbital Dago , Sika Galeri. Bali

2023

Mother Tongue Are You There?, ISA Art and Design, Jakarta Marwah, Pos Bloc, Jakarta

Swift Shift, Fragment Project, Bandung

Indonesian Young Artist (IYA!): Redefining Indonesian Aesthetics, Gajah Gallery, Singapore Prelude, Galeri Pusat Kebudayaan, Bandung

2022

ARTJOG MMXXII : Expanding Awareness, Jogja National Museum, Yogyakarta

Keep the Fire On #8: Are You Gonna Be My Jolly?, Survive! Garage, Yogyakarta

2021

Nodes, Galeri Ruang Dini, Bandung

x(individu)=, Ruang Segi Empat, Bandung

2020

Long Live Sculprture!, Galeri 212, Bandung

2019

Sketsaforia Urban, Galeri Nasional, Jakarta

Sirkular, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Operasi, Galeri Kertas, Depok

ART_UNLTD: XYZ, Gedung Gas Negara, Bandung

2018

Plotting, Galeri Kertas, Depok

oleh
Rahmatullah Indonesia Art Documentary
Foto
Adi

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.