SEARCHING FOR THE TRUTH

Page 1

SEARCHING FOR THE TRUTH Bambang Ernawan Solo Exhibition July 5-18, 2018


SEARCHING FOR THE TRUTH Pameran Tunggal Bambang Ernawan


Tentang Bambang Ernawan Dan Kekaryaannya Erik Pauhrizi

Bambang Ernawan lahir di Cikampek pada tahun 1954 dari sebuah keluarga militer, Almarhum Kolonel Oding Suardi dan Almarhumah Siti Epong Rusmini. Ia bergabung di Jurusan Seni Lukis, Fakultas Seni Rupa dan Desain pada tahun 1974, bersamaan pada masa peralihan kehidupan kampus yang kuat dipengaruhi dan mempengaruhi kehidupan politik Indonesia, ditandai sewaktu diterbitkannya buku putih oleh Dewan Mahasiswa ITB yang berisi tentang dugaan korupsi Presiden Soeharto yang kemudian menyebabkan seringnya patroli tentara dan penyerbuan pasukan militer (Kujang Yon 330 Brigief 17) ke kampus ITB pada tahun 1978. Ia juga merupakan mahasiswa angkatan pertama ketika masa pembentukan Program Magister FSRD ITB dan kemudian menjadi pengajar tetap di Studio Seni Lukis FSRD ITB.


Bambang saat ini yang dikenal sebagai seorang dosen senior yang kecenderungan karyanya abstrak dipengaruhi oleh gurunya secara langsung, Profesor Ahmad Sadali. Tak terbantahkan kecenderungan gaya abstrak yang kemudian pernah disebut sebagai gaya Mazhab Bandung adalah hasil dari perkembangan seni rupa modern yang merupakan buah dari “Laboratorium Barat� (kolonialisme), seperti kritik yang dilontarkan oleh Trisno Sumardjo, sehingga kemudian ia memutuskan untuk menggunakan gagasan yang tidak bersifat barat: neoliberalisme/ kapitalisme atau timur: komunisme/sosialisme. Selama puluhan tahun ia banyak meminjam dan mengulang-ulang bentuk bentuk segitiga, bulat dan garis vertikal dan kemudian perlahan menjadi garis miring; gabungan horizontal dan vertikal, diulang-ulang di atas kanvasnya dan kemudian menjadi meditasi sebagai pencarian yang tidak pernah berhenti dari true self. Bentuk bulat dan segitiga selalu dipisah oleh garis vertikal, tetapi dalam kanvas kotak, beberapa gambar abstrak itu diputuskan untuk dipotong oleh garis miring yang menolak ketegasan. Apakah kemudian garis miring yang dihadirkan oleh Bambang Ernawan ini adalah sebuah paradok sebuah istana cermin kosong dari true self? Tetapi justru garis miring ini dipilih setelah penggunaan garis vertikal sebagai gestur dalam merespon seni rupa abstrak (paham strukturalisme), seolah-olah bersikap miring berarti menyadur pikiran pengetahuan estetika asing dan kemudian membuatnya menjadi milik sendiri dan dekat, sehingga tidak terasa asing lagi (barat). Kenapa pencarian berpuluh-puluh tahun dari konsep true self menjadi perkara yang penting bagi Bambang Ernawan? Dan apakah true self bagi dia itu adalah fakta atau fiksi? Kita hanya bisa melihat pengulangan bentuk yang dilakukan oleh Bambang ini menunjukan bahwa dia ada disana dan mempercayainya. Untuk mengerti true self ia menggunakan praktik reiki sebagai proses spiritual untuk menemukan dirinya dalam metode penciptaan karya yang dipilihnya. Ia merepresentasikan gestur dari keagamaannya dalam memproduksi karya-karya lukisnya (representasi dari perjalanan suci, beberapa karya lamanya berbentuk kotak sebagai dari simbol kabah). Peminjaman


bentuk segitiga merupakan sebuah pilihan untuk membaca karya tidak hanya sebatas gambar, pola, ritme, komposisi, dan warna, tetapi juga harus membaca substansi yang mengalir lebih dalam antara jiwa dan pikiran. Seperti segitiga kemudian diperhitungkan sebagai pusat dan menghadap ke atas; spirit (ruh), kekal (baqa), manusia tinggi (higher self), bukan sebagai pinggiran yang menghadap ke bawah (fisik); kembaran eteris (qorin) kehancuran (fana), manusia rendah (lower self). Kemudian jika kita mengobservasi karya Bambang Ernawan lebih jauh, garis-garis yang ditorehkan di depan dan kemudian memisahkan bentuk karya lukis abstraknya di belakang justru bersifat superfisial, keterpisahan ini jika kita lihat lebih dalam, mereka tidak benar-benar terpisah, alih-alih sebenarnya adalah menjadi satu bagian yang utuh ‘tunggal’. Bambang menampilkan aspek keindahan luar (outer beauty) dan keindahan dalam (inner beauty) dengan cara memainkan bagaimana spektator melihat dan menyadari kesatuan estetika (aspek segitiga atas) yang ketunggalan segitiganya menyimbolkan jiwa yang kekal. Konsep kesatuan ini banyak diolah hampir 30 tahun lamanya untuk berbicara perihal ‘holon’ holistik: sebuah keseluruhan individual atau zat yang juga merupakan bagian dari sebuah keseluruhan yang lebih besar atau luas, dimana seluruh holon membentuk ‘keseimbangan’ atau keselarasan’ dari karya yang dihadirkan.


Sebagai suatu tanda yang penting, ia juga banyak mengolah karya yang berbentuk bulat dan terdapat gestur tubuh di dalamnya untuk mempertanyakan dunia-dunia ide logos atau the goods dan dunia bentuk ‘form’ (morp) dan materi (hyle); Physical, Individuality, Personality, Monad. Dan pada tahun 2012 Ia memutuskan untuk membakar 12 karya lukisnya yang terdapat simbol bulat dan gestur tubuh, karena kemudian ia bisa melihat sosok emosi rendah yang muncul dan kemudian menjadi astral. Setelah fase tersebut kemudian ia kembali ke bentuk seni lukis abstrak dan menuju minimalis sebagai katarsis dari kehendak atau kesadaran spiritualnya spiritual will atau spiritual consciousness, bersamaan dengan masa peralihan status menuju pensiun, yang berarti diperbolehkan menjadi seniman setelah menunaikan tugasnya sebagai pengajar sebagai janjinya terhadap Almarhum Gurunya Prof. Ahmad Sadali, juga interupsi self lewat tubuh sakit dimana saat ini ia berjuang untuk kembali sehat. (***)


Tanpa Judul 01 2018, akrilik di atas kanvas, 90 x 130 cm


Tanpa Judul 02 2018, akrilik di atas kanvas, 90 x 130 cm


Tanpa Judul 03 2018, akrilik di atas kanvas, 90 x 130 cm


Tanpa Judul 04 2018, akrilik di atas kanvas, 90 x 130 cm


Tanpa Judul 05 2018, akrilik di atas kanvas, 90 x 130 cm


Segitiga di Atas Bidang Hijau Turquoise 2018, akrilik, lampu LED, perspek di atas kanvas, 120 x 150 cm


Segitiga di Atas Bidang Coklat Sienna 2018, akrilik, lampu LED, perspek di atas kanvas, 90 x 90 cm


Segitiga di Atas Bidang Biru Cobalt 2018, akrilik, lampu LED, perspek di atas kanvas, 90 x 90 cm


Lingkaran di Atas Bidang Coklat Sienna 2018, akrilik, lampu LED, perspek di atas kanvas, 90 x 90 cm


Lingkaran di Atas Bidang Biru Cobalt 2018, akrilik, lampu LED, perspek di atas kanvas, 90 x 90 cm


SEARCHING FOR THE TRUTH Teks Kuratorial: Rifky Effendy

Akhir-akhir ini kemunculan praktek seni (lukis) abstrak di Indonesia mulai kembali bergairah, hal ini dipengaruhi beberapa faktor. Pertama adalah kemunculan pasar seni rupa terutama diberbagai lelang karya seni lukis di Asia, dimana karya-karya maestro seni lukis abstrak Indonesia, seperti A. Sadali, But Muchtar, maupun karya-karya seniman kontemporer seperti Ay Tjoe Christine dan Arin Dwihartanto Sunaryo yang kemudian melambung harganya. Begitu pun kemunculan karya –karya kontemporer yang cenderung bercorak abstrak atau abstraksi, seperti karya-karya seniman sekarang: Syagini Ratnawulan, Erika Ernawan, Syaiful Garibaldi, Arkiv Vilmansa dan lainnya mulai mendapat perhatian publik seni rupa. Belum lagi kemunculan kelompok NU Abstract di Bali yang mewacanakan seni lukis abstrak.


Abstrak, Formalisme dan Mazhab Bandung

Tetapi praktik dan wacana seni rupa abstrak dimulai sejak dekade 60-an, yang terkait dengan praktek pendidikan seni lukis di lingkungan sekolah

seni

di

Bandung,

yang

kemudian

memunculkan istilah “Mazhab Bandung”. Sanento Yuliman , dalam risalahnya “Seni Rupa Indonesia Baru“,

tahun

1976,

menyebutnya

sebagai

kecenderungan kepada abstraksi, pada kurun tahun 1955 -1960. Kecenderungan ini nampak pada beberapa beberapa pelukis di Bandung, Jakarta, dan Yogyakarta. Di Bandung pada Ahmad Sadali, Mochtar Apin, Srihadi, Popo Iskandar, But Mochtar, A.D Pirous dan Jusuf Affendy. Di Jakarta pada Oesman Effendy. Di Yogyakarta pada G. Sidharta, Fajar Sidik, Handrio dan Abas Alibasyah. Namun, Sanento melihat kecenderungan ini juga berakar pada munculnya gaya fantasi, hias atau dekoratif. Dalam lukisan jenis ini dicirikan dengan upaya stilasi dari obyek alam seperti daun dan pohon dengan pola garis atau watak kegaris-garisan, irama berulang, serta susunan yang tertib dan teratur, menyusun berbagai elemen rupa (garis, warna, dan lain-lain) menjadi bentuk yang hanya mengingatkan kepada obyek umum, misalnya manusia secara umum, bukan sebuah potret seseorang tertentu. Maka Sanento menyimpulkan bahwa dunia luar yang nampak, dunia kesan atau tanggapan penglihatan yang diterima dari obyek disekitar pelukis, semakin dijauhi. Disini terkandung kecenderungan kepada abstraksi yang lebih besar. Adapun

kecenderungan

abstraksi

dan

kemunculan seni rupa abstrak, bagi Sanento tidaklah sebuah anomali dalam sejarah seni rupa modern Indonesia. Disini ia menunjukan adanya “ kontinyuitas” yang bukan saja terlihat


pada adanya tahapan dalam menjauhi dunia luar yang nampak, tapi juga terutama kepada semacam “ideologi kesenian” yang muncul pada masa PERSAGI. Ada dua unsur penting -menurut Sanento – dalam ideologi kesenian ini, pertama, penghormatan kepada pelukis sebagai pribadi yang bebas menciptakan bentuk dan gayanya sendiri. Unsur kedua adalah kepercayaan, dimana mereka dipertemukan dilembaga pendidikan, telah menjadi semacam ajaran bahwa elemen-elemen rupa serta susunannya sendiri, lepas dari obyek apa yang digambarkannya, dapat dibangkitkan, menyatakan atau menyampaikan emosi, perasaan atau pengalaman kesenian yang berharga. (Yuliman, 2001: 92) Praktek seni rupa abstrak dan abstraksi yang sudah muncul menjelang tahun 1960-an terus berlanjut hingga kini. Walaupun dalam perjalanannya, beberapa pelukis tak lagi melanjutkannya, seperti Srihadi, A.D Pirous, dan lainnya, walaupun jejak – jejak dan pengaruhnya masih terlihat pada karya-karya terakhir mereka. Beberapa singgah sebentar, sebagai suatu eksperimentasi artistik, beberapa melanjutkan dan menjadikan abstrak sebagai ‘ selingan’ didalam pencarian, perjalanan karya-karyanya. Maka seni rupa abstrak dan abstraksi di Indonesia, tidak bisa dilihat sebagai suatu gerakan seni rupa yang dilatari oleh suatu ideologi kesenian tertentu, seperti dalam praktek seni rupa realisme, ekspesionisme, dekoratif-magis, relijiusitas yang berkembang sejak awal seni rupa modern Indonesia. Apalagi jika dibandingkan sebagai gerakan seni seperti yang terjadi di Amerika Serikat, seperti yang dilakukan dengan Jackson Pollock maupun para perupa abstrak-minimalis seperti Mark Rothko dan lainnya. Tetapi lebih ditekankan kepada ideologi kesenian yang berpusat pada kesadaran akan kebebasan individu, dengan kepekaan pemahaman dunia nyata.


Bambang Ernawan dan Legasi Formalisme Mazhab Bandung

Sosok Bambang Ernawan dalam dunia seni lukis di Indonesia, mungkin jarang terdengar, tetapi bagi para pelukis, khususnya lulusan seni lukis FSRD-ITB sosoknya tentu sangat dekat. Bambang Ernawan selama beberapa dekade lebih mengabdikan dirinya kepada dunia praktek pendidikan seni lukis dibandingkan berpaktek sebagai seniman lukis. Walaupun tak dipungkiri ia telah mengikuti berbagai pameran sejak tahun 1980-an, baik ditingkat kota Bandung , nasional maupun internasional. Seperti meraih 50 karya terbaik Jawa Barat tahun 2006, mengikuti pameran seperti Manifesto di galeri Nasional, juga beberapa pameran di Jerman ditahun 2001 dan Korea Selatan tahun 1997. Karya-karya Bambang Ernawan memang lekat dan konsisten dengan seni lukis abstrak formalis, yang menjadi ciri praktek seni “ Mazhab Bandung�

yang

identik

dengan

lingkungan

pengajar di FSRD-ITB, terutama lingkungan pergaulan Alm. Prof. Ahmad Sadali. Yang menarik ia,

ketika

mengerjakan

karya

magisternya

mengeksplorasi dengan menggabungkan lukisan dengan media cermin. Penggunaan cermin itulah kemudian menginspirasi kekaryaan puterinya yang sudah dikenal sebagai perupa kontemporer: Erika Ernawan. Sebaliknya Bambang juga pernah meminjam

cara

berkaya

puterinya

dengan

menggunakan elemen lampu neon pada karya lukisannya, sekitar tahun 2011. Karya-karya lukisan Bambang Ernawan selalu terkait dengan pencarian dirinya kepada nilai-nilai spiritual. Hubungan dirinya yang tak terjelaskan dengan sang pencipta. Melalui gubahan pola-pola bentuk dasar seperti: bulat, segitiga, segi empat dengan goresan atau beloboran cat


yang terputus, agak kasar namun tersebar ke sekujur bidang kanvas, dengan paduan warna-warni yang seimbang dan menawan. Unsur garis yang membelah dikanvas, baik secara vertikal maupun diagonal, rupanya telah menjadi penanda yang khas bagi kekaryaanya. Karya-karyanya menunjukan kuat kecenderungan abstrak – formalisme yang non-referensial yang pernah diungkapkan dalam pikiran-pikiran Clive Bell (1881 – 1964). Bagi Bell aspek-aspek formal seperti garis, warna, bidang adalah suatu hasil dari pengalaman subyektif tentang seni. Karya seni sebagai objek yang menimbulkan jenis emosi tertentu dalam benak pemirsannya. Menurutnya pada setiap garis dan warna yang tersusun secara tertentu, bentuk dan hubungan antar bentuk tertentu menggerakan emosi estetis kita. Hubungan dan susunan antara garis dan warna ini yang disebutnya ‘bentuk bermakna’, yang juga menjadi sifat umum setiap karya seni rupa. (Suryajaya, 2016: 448) Hampir semua karya-karya Bambang tak diberi judul, ia hanya memberikan kode tak berjudul dan nomor saja. Ini juga semacam penegasan bahwa Bambang tidak memberikan tanda-tanda penafsiran secara khusus untuk pemirsanya. Ia hanya membubuhkan tanda dengan susunan formal seperti bidang, goresan cat dengan campuran kombinasi warna – warna yang halus, yang dianggap sesuai dengan perasaan dan pertimbangan artistiknya. Diatas bidang-bidang dasar: segitiga, bulat dan segi empat. Ia percaya dan begitu yakin bahwa susunan warnawarna, garis dan bidang dilukisan-lukisannya bisa memberikan arah kepada suatu perasaan tertentu. Penggunaan materi industrial neon pada beberapa lukisannya memberikan makna keberbedaan dan permainan artistik yang dianggap sebagai penjelajahan materi yang bersifat eksperimentasi, maka ia tak melanjutinya. Seperti yang disuratkan Bell, bahwa gubahan lukisan Bambang didasari suatu perasaan atas suatu pengalaman untuk mencapai suatu nilai-nilai estetis maupun pengalaman spiritual subyektif sang seniman. Lebih lanjut , seorang kritikus lain seperti Roger Fry (1866 – 1934) melanjuti bahwa seni adalah ungkapan kehidupan imajinatif. Bagi Fry seni lebih mirip agama, karena adalah perkara kehidupan imajinatif ketimbang aktual sebab agama tak sepenuhnya direduksi menjadi kumpulan ajaran moral, tetapi juga melibatkan iman akan sesuatu yang non-aktual, yakni Tuhan. Karya seni, menurutnya, tidak dapat diciutkan menjadi sekedar dakwah moral. (Suryajaya, 2016 :450)


Baik

moral

(kehidupan

aktual)

maupun

seni

(kehidupan

imajinatif) sama–sama mengungkapkan emosi. Bedanya, bila moralitas menempatkan masalah emosi berdasarkan sudut pandang implikasi moral dari tindakan , seni menghadirkan emosi demi emosi itu sendiri. Kemurnian kontemplasi tanpa pamrih atas emosi itulah mendekatkan pemgalaman estetis dengan pengalaman relijius. Apabila objek kontemplasi relijius adalah tuhan, maka apa yang menjadi objek kontemplasi murni dalam seni adalah elemen formal karya seni. Maka pada karya-karya lukisan Bambang Ernawan, pengalaman estetis dan spiritual merupakan bentuk perpaduannya yang tak terpisahkan. Dan pengamat diajak untuk melihat tanpa pamrih dengan mengandalkan perasaan dan pengalamannya masing-masing secara subyektif, tidak tunggal atau absolut. Meminjam ungkapan seorang murid Prof. Ahmad Sadali, Yusuf Efendi, yang pernah mengungkapkan bahwa, setiap lukisan Ahmad Sadali merupakan ungkapan yang mewakili nilai religiusnya. Maka karyakarya Bambang Ernawan juga kurang lebih demikian , sebagai bentuk pencarian relijius secara personal kepada suatu nilai – nilai kebenaran Ilahiah. Tanpa harus menghadirkan tanda-tanda relijius (Islam) tetapi dengan membangun pemaknaan personal. Bambang Ernawan, mungkin sudah memasuki masa pensiun sebagai dosen di FSRD – ITB, dan banyak menghasilkan senimanseniman muda maupun yang sudah dikenal oleh publik seni rupa di Indonesia. Tetapi sebagai seniman, bisa jadi ini adalah awalan untuk bereksplorasi lebih lanjut . *** Rifky Effendy Kurator Pameran

Catatan Pustaka dan Sumber: Yuliman, Sanento. Seni Rupa Sepilihan Tulisan Sanento Yuliman. Diedit oleh Asikin Hasan. Penerbit Kalam. Jakarta. 2001.

Suryajaya, Martin. Sejarah Estetika: Era Klasik Sampai Kontemporer. Gang Kabel. Jakarta. 2016.

Diskusi dengan seniman, Bandung 9 Juni 2018.


Bambang Ernawan Cikampek, 1954

Pameran/ Publikasi 2017 2014

2013

2012 2011 2010 2009

2008

2006 2003 2008

2006 2003 2001 2000 1998

Imperfect Language, Galeri Soemardja ITB, Bandung Pameran Maestro Seni Rupa Indonesia SADALI, Galeri Nasional Indonesia Pameran Bersama “REPORT/KNOWLEDGE 3rd Academic Staff Exposition”, Galeri Soemardja ITB, Bandung Tegangan Sosok/ Artikulasi, Galeri Seni ISI Yogyakarta Pameran Bersama “REPORT/KNOWLEDGE 2nd Academic Staff Exposition”, Galeri Soemardja ITB, Bandung Pameran Bersama “REPORT/KNOWLEDGE 1st Academic Staff Exposition”, Galeri Soemardja ITB, Bandung Pameran Bersama “BAYANG” Indonesia Islamic Contemporary Art , Galeri Soemardja ITB, Bandung Pameran Bersama “TRIBUTE untuk Sudjojono”, Galeri Art Space, Bandung Pameran Bersama “BANDUNG INITIATIVE 3” From As Attitude, Galeri Roemah Roepa, Jakarta Pameran Bersama “Middlebare - Akte”, Galeri Soemardja ITB, Bandung Pameran Bersama Malaysia “LEGACY FOR THE FUTURE”, Galeri Soemardja ITB, Bandung Pameran Bersama “MANIFESTO” Seni Rupa Indonesia 2008, Galeri Nasional, Jakarta Pameran Bersama “50 KARYA TERBAIK SENI LUKIS JAWA BARAT”, Gedung Indonesia Menggugat, Bandung Pameran Bersama “LELANG LUKISAN SALMAN ITB”, Museum Nasional, Jakarta Pameran Bersama Malaysia “LEGACY FOR THE FUTURE”, Galeri Soemardja ITB, Bandung Pameran Bersama “MANIFESTO” Seni Rupa Indonesia 2008, Galeri Nasional, Jakarta Pameran Bersama “50 KARYA TERBAIK SENI LUKIS JAWA BARAT", Gedung Indonesia Menggugat, Bandung Pameran Bersama “LELANG LUKISAN SALMAN ITB”, Museum Nasional, Jakarta Pameran Bersama “TRADITIONELLE UND ZEITGENOSSISCHE KUNST AUS JAVA”, Postdam, Berlin Pameran Bersama “LUKISAN”, Jakarta Pameran Bersama “DRAWING 6 SENIMAN”, Galeri Red-Point, Bandung


1997

1996 1995 1994

1993 1992 1991 1989 1988 1986

1985

1984

1983 1982

1981

1979 1977

Pameran Bersama “INTERNATIONAL EXCHANGE EXHIBITION”, Kyungsung Gallery Pusan, Korea Selatan Pameran Bersama “SENI RUPA KONTEMPORER ISLAM”, Masjid Istiqlal, Jakarta Pameran Bersama “LUKISAN”, Wisma Sawunggaling ITB, Bandung Pameran Bersama “SENI RUPA KONTEMPORER”, Masjid Istiqlal, Jakarta Pameran Bersama “PERESMIAN GEDUNG BARU FSRD ITB”, FSRD ITB, Bandung Pameran Bersama “KERJASAMA FSRD ITB DENGAN JAPAN FOUNDATION”, Jakarta Pameran Bersama “LUKISAN”, Galeri Ganesha, Bandung Pameran Bersama “SENI RUPA DAN DESAIN” Dalam Rangka Kongres Ikatan Alumni IV ITB”, ITB Bandung Pameran Bersama “SENI RUPA INDONESIA”, Masjid Istiqlal, Jakarta Pameran Bersama “SIMPONI 2 KOTA”, Surabaya Pameran Bersama “SENI MURNI 88”, Aula Timur ITB, Bandung Pameran Bersama “BANDUNG KOTAMADYA”, Bandung Pameran Bersama “SENIMAN BANDUNG JAWA BARAT”, Gedung YPK, Bandung Pameran Bersama “PERSAHABATAN BANDUNG-BRAUNSHWEIGH KE 25”, Plaza Balai Kota, Bandung Pameran Bersama “SENI RUPA NASIONAL” Dalam Rangka HUT KAA Ke XXX Hotel Preanger, Bandung Pameran Bersama “HARI PERS NASIONAL”, Balai Wartawan, Bandung Pameran Bersama “HITAM-PUTIH”, Balai Wartawan, Bandung Pameran Bersama “GAMBAR 84”, Pusat Kebudayaan Prancis, Bandung Pameran Bersama “GAMBAR STAF SENI RUPA”, Galeri Soemardja ITB, Bandung Pameran Bersama “SENI LUKIS INDONESIA”, Taman Mini Indonesia, Jakarta Pameran Bersama “33 TAHUN PENDIDIKAN SENI RUPA INDONESIA”, ITB, Bandung Pameran Bersama “BANDUNGKU”, Plaza Balai Kota, Bandung Pameran Bersama “GAMBAR, LUKIS DAN GRAFIS”, Pusat Kebudayaan Prancis, Bandung Pameran Bersama “KARYA 2 DIMENSIONAL”, Pusat Kebudayaan Prancis, Bandung Pameran Bersama “LUKISAN”, Galeri Soemardja ITB, Bandung Pameran Bersama “LUKISAN”, Galeri Soemardja ITB, Bandung Pameran Bersama “ SENIMAN BANDUNG”, Pusat Kebudayaan Prancis, Bandung


Searching For The Truth Pameran Tunggal Bambang Ernawan

Juli 5-18, 2018

Teks Pengantar Erik Pauhrizi Teks Kuratorial Rifky Effendy

Jl. Rancakendal Luhur no. 7 Cigadung Bandung 40191 www.orbitaldago.com Instagram/ Facebook/ Twitter/ @orbitaldago

Supported by:


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.