PASCA
BENCANA MENANGGAPI MUSIBAH SECARA ALKITABIAH
21
PASCA
BENCANA MENANGGAPI MUSIBAH SECARA ALKITABIAH ketika suatu kota atau bangsa mengalami bencana, orang Kristen perlu berpaling pada
Alkitab sebagai sumber kekuatan dan pimpinan. Dengan kasih Kristus, kita juga perlu menjangkau orang-orang yang sedang menderita.
Waktu untuk Meratap
alkitab berkata, “Ada waktu untuk menangis,
ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari� (Pkh. 3:4). Tentulah masa setelah terjadinya bencana adalah waktu yang tepat untuk menangis dan meratap. Ada bagian-bagian penting dalam Alkitab yang disebut sebagai ratapan, yaitu ketika orang-orang yang beriman kepada Allah berdukacita atas apa yang mereka alami dan bertanya mengapa Allah mengizinkan hal-hal tersebut terjadi atas mereka. Ada ratapan yang diserukan oleh orang yang sedang menderita. Ratapan lainnya diserukan oleh orang-orang yang mengasihi dan meratapi penderitaan bangsanya. Ada kitab dalam Alkitab, yaitu Ratapan, yang seluruh isinya adalah ratapan atas penderitaan-penderitaan yang dialami suatu bangsa. 1
Dalam Alkitab, kita menemukan beberapa cara yang digunakan orang untuk mengungkapkan rasa duka yang mereka alami, antara lain berpuasa (2Sam. 1:12) dan memakai kain kabung (Kej. 37:34; 2Sam. 3:31) dan berguling dalam abu (Est. 4:1-3; Yer. 6:26; 25:34). Kita perlu menemukan cara-cara untuk mengungkapkan rasa duka yang sesuai dengan kebudayaan kita sendiri.
Waktu untuk Bertanya Mengapa • BERGUMUL DENGAN KEDAULATAN ALLAH Mempertanyakan mengapa hal yang buruk dapat terjadi merupakan satu aspek dari ratapan yang alkitabiah. Alkitab mendorong kita untuk menggumulkan pertanyaan ini dengan memberikan teladan dari umat Allah yang punya sikap demikian, seperti Ayub, Yeremia, dan para pemazmur. Umumnya di akhir masa pergumulan, umat Allah meyakini bahwa karena Allah berdaulat dan mengetahui apa yang terjadi, sikap tetap mempercayai-Nya adalah sikap yang sangat bijaksana. Percaya pada kedaulatan Allah, di masa terjadinya musibah, akan menolong kita terhindar dari sikap putus asa di tengah pergumulan. Kita perlu bersandar pada janji Allah bahwa di balik musibah terburuk sekalipun, Dia akan mendatangkan sesuatu yang baik bagi mereka yang mengasihi-Nya (Rm. 8:28). Berdoa dan merenungkan firman-Nya sangatlah menolong di saat-saat seperti ini (Mzm. 27). Meski kita mungkin sibuk berjuang memulihkan diri dari bencana atau melayani mereka yang terkena dampak bencana. 2
Akan tetapi, kita harus tetap menyediakan waktu bersama Allah dan firman-Nya. Itulah alasannya mengapa umat Allah harus beribadah kepada-Nya bersama dalam jemaat, seberapa pun parahnya situasi yang sedang dihadapi. Ketika kita beribadah bersama-sama, kita memusatkan perhatian kepada hal-hal yang kekal, yang mengingatkan kita tentang kedaulatan Allah. Menyadari kebenaran ini akan menolong kita menghalau kesuraman yang melanda dan memberi kita kekuatan untuk percaya bahwa Allah akan terus memelihara kita. Setelah menerima penghiburan dari Allah dan firman-Nya, kita pun akan memiliki kekuatan untuk siap berkorban dalam melayani mereka yang sedang menderita. Percaya pada kedaulatan Allah, di masa terjadinya musibah, akan menolong kita terhindar dari sikap putus asa di tengah pergumulan. • KELUHAN SEGALA MAKHLUK Kita harus ingat bahwa setelah Adam dan Hawa berdosa dengan melawan Allah, dosa masuk ke dalam dunia dan alam semesta kehilangan keseimbangannya. Alkitab menggambarkan bahwa seluruh ciptaan berada di bawah kutuk (Kej. 3:17; Rm. 8:20). Oleh karena itu, bencana alam akan terus terjadi sampai Allah menjadikan langit dan bumi yang baru (2Ptr. 3:13; Why. 21:1). Paulus mengatakan bahwa “sampai sekarang segala makhluk samasama mengeluh dan sama-sama merasa sakit 3
bersalin"; (Rm. 8:22). Mengeluh yang dimaksud di sini adalah mengekspresikan kesedihan dan tidak memendam semuanya sendiri. Wanita mampu bertahan terhadap rasa sakit bersalin yang luar biasa itu karena mereka menantikan saat yang penuh sukacita ketika mereka melahirkan sang anak. Demikian juga kita dapat bertahan terhadap penderitaan karena kita tahu bahwa kelepasan yang kekal dan abadi di surga pasti akan tiba. Mengeluh juga menghapus kepahitan atas penderitaan yang kita alami. Kita perlu belajar mengeluh di hadapan Allah dan umat-Nya dan tidak menyembunyikannya sendiri. Dengan mengungkapkan penderitaan dan melepaskan tekanan yang telah terbangun dari pengalaman kita yang menyakitkan, maka benih-benih kepahitan akan sulit bertumbuh. Keluhan kita juga memperkenankan Allah untuk menghibur kita, baik secara pribadi atau melalui sahabat-sahabat kita. Ketika kita benarbenar menerima penghiburan, kita tidak akan mengalami kepahitan, karena kita mengalami suatu kasih yang menghapuskan kemarahan yang merupakan sumber kepahitan. • ALLAH YANG MERATAP Salah satu ajaran Alkitab yang paling luar biasa tentang Allah adalah bahwa ketika kita mengeluh, Dia mengeluh bersama kita (Rm. 8:26). Allah mengetahui apa yang sedang kita alami, dan Dia merasakan penderitaan kita. Alkitab berkata bahwa ketika Israel dalam kesesakan, Dia juga merasakannya (Yes. 63:9). 4
Bahkan, Allah meratapi dan berduka atas umat yang tidak mengenal-Nya (Yes. 16:11; Yer. 48:31). Betapa berbedanya ini dari pendapat umum yang mengatakan bahwa Allah itu jauh dan tidak peduli pada keadaan yang ada. Tangisan Allah memberi kita alasan yang kuat untuk tidak menahan tangisan kita. Namun yang lebih penting, ketika kita menyadari bahwa Allah mengeluh bersama kita, sulit bagi kita untuk menjadi marah kepada-Nya atas apa yang menimpa kita. Hal ini juga memudahkan kita untuk datang kepada-Nya dan mendapatkan penghiburan dari-Nya ketika kita ada dalam kebingungan. Ketika kita menyadari bahwa Allah mengeluh bersama kita, sulit bagi kita untuk menjadi marah kepada-Nya atas apa yang menimpa kita.
• APAKAH INI SUATU HUKUMAN? Pertanyaan yang sering kali ditanyakan adalah apakah bencana-bencana yang mengerikan seperti tsunami atau letusan gunung berapi merupakan hukuman dari Allah. Sejumlah orang bahkan meyakini betul bahwa bencana-bencana ini merupakan tindakan Allah yang menghukum orang berdosa. Namun, keyakinan seperti ini amatlah diragukan kebenarannya ketika kita menyadari bahwa ribuan orang Kristen yang baik juga terkena dampaknya bersama warga lainnya di negara-negara yang mengalami bencana. 5
Ketika Yesus datang ke dunia, Dia mengalami penderitaan yang sama dengan apa yang dialami oleh setiap orang. Inilah aspek utama bagaimana Dia menjadikan diri-Nya sama dengan umat manusia. Demikian pula kita yang mengikuti Yesus juga dipanggil untuk menderita bersama dengan orang-orang yang ada dalam penderitaan. Merupakan suatu hak istimewa bagi umat Kristen untuk dapat berada di antara mereka yang menderita akibat bencana besar. Kita harus bersatu dengan para korban di dalam duka mereka. Saat terjadi bencana, orang mungkin terpicu melemparkan kesalahan kepada orang lain. Mereka mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti: Bukankah para pegawai di semua tingkat pemerintahan tahu tentang dampakdampak kehancuran yang mungkin terjadi ketika suatu bencana melanda? Mengapa tidak dilakukan upaya pencegahan dari tahuntahun sebelumnya? Dan mengapa para korban bencana tidak segera mendapatkan bantuan yang dapat menyelamatkan hidup mereka? Mungkin perlu waktu bertahun-tahun untuk menjawab pertanyaan itu dan pertanyaan lain yang serupa. Namun, kiranya kita sebagai umat Allah tidak dianggap bersalah karena gagal memperingatkan orang-orang di berbagai tempat tentang penghakiman Allah yang akan datang. Kiranya kita peka terhadap krisis jasmani dan rohani yang mereka alami, sehingga dengan sigap kita berusaha memberikan bantuan yang dibutuhkan untuk meringankan beban penderitaan mereka. 6
Waktu untuk Bekerja
ketika terjadi suatu musibah, umat Kristen
harus segera bertindak. Ketika jemaat Kristen mula-mula mengetahui kebutuhan yang ada di tengah masyarakat, mereka bergegas berusaha memenuhi kebutuhan tersebut (Kis. 4:34-37). Ketika gereja muda di Antiokhia mendengar tentang bencana kelaparan yang terjadi di Yerusalem, mereka segera mencari jalan untuk memberi bantuan (11:28-30). Sesuai dengan teladan ini, umat Kristen di sepanjang sejarah selalu berada di garis terdepan dalam memberikan bantuan kemanusiaan. Saya percaya nasihat Paulus kepada Timotius, yang tertulis dalam 2 Timotius 2 tentang pelayanan Kristen, layak untuk diperhatikan kapanpun kita menghadapi situasi yang membutuhkan pertolongan. Inilah waktunya bagi kita untuk menderita bagi orang7
orang yang membutuhkan pertolongan, untuk bekerja keras, dan untuk melepaskan beberapa hal yang biasa kita miliki sehingga mereka yang tidak memiliki apa-apa dapat tertolong. Tidak bekerja keras merupakan kesalahan yang serius. Nabi Amos mengucapkan kutuk kepada mereka yang hidup bersenang-senang dan bersantai sementara bangsa mereka berada dalam krisis (Am. 6:1-6). Suatu hari kita akan melihat bahwa semua pengorbanan diri yang kita lakukan memang layak diperbuat. Inilah sebabnya kita tidak perlu kecewa ketika orang lain menerima penghargaan atas apa yang kita lakukan. Inilah sebabnya kita seharusnya bersedia melakukan hal-hal yang tampaknya tidak mendatangkan penghargaan apa pun bagi kita di dunia ini. Tak ada pekerjaan yang terlampau kecil bagi kita, karena Allah akan memberi kita kekuatan untuk menjadi hamba-Nya. Bencana merupakan kesempatan untuk menunjukkan kasih Kristen.
Waktu untuk Berdoa hal paling dahsyat yang dapat dilakukan orang kristen adalah berdoa. Menurut Paulus,
doa syafaat yang berhasil merupakan hasil kerja keras (Kol. 4:12-13). Di masa Perjanjian Lama, ketika bangsa Israel menghadapi krisis, para pemimpin yang saleh mengajak bangsa itu untuk berdoa, dan sering kali juga berpuasa. Betapapun sibuknya kita, doa perorangan dan doa bersama seharusnya menjadi aspek penting dalam upaya kita memberi bantuan kemanusiaan. Keistimewaan doa ialah bahwa 8
doa dapat dilakukan oleh setiap orang Kristen— muda dan tua, yang masih aktif maupun yang terbaring sakit. Ketika terjadi krisis nasional maupun lokal, para pemimpin Kristen harus memanggil umatnya untuk berdoa dan berpuasa secara khusus. Di bawah ini beberapa hal yang perlu kita doakan: • Supaya anugerah Allah tercurah bagi mereka yang mengalami kehilangan, baik orangorang yang dikasihi maupun harta bendanya; • Supaya mereka yang mengalami trauma yang dalam dapat dilayani dan mereka yang kehilangan rumah dapat menemukan solusi bagi masalah tempat tinggal mereka; • Supaya mereka yang berada di tempattempat pengungsian dapat tercukupi kebutuhannya, dan supaya kaum yang mudah diserang, yaitu wanita dan anak-anak, mendapat perlindungan; • Supaya orang-orang Kristen dapat bangkit dan bersedia memberi diri terlibat dalam pelayanan yang efektif; • Supaya gereja dibangkitkan untuk membawa kemuliaan bagi Allah melalui tindakan dan kesaksian kita bagi Kristus; • Supaya Allah memandu setiap kita tentang bagaimana kita dapat terlibat dalam proses pemulihan; • Supaya ada persediaan dana yang mencukupi bagi tugas besar untuk memulihkan daerah yang terkena bencana; • Supaya melalui tragedi ini, dunia dapat 9
melihat kasih Kristus yang diwujudnyatakan oleh para pengikut-Nya bagi mereka yang membutuhkan; • Supaya kemuliaan Allah dapat bersinar melalui bangsa itu, lebih dari yang telah dialami sebelumnya, hingga akibatnya orang-orang akan mencari Allah dan menemukan keselamatan dari-Nya.
Waktu untuk Memberi ketika agabus bernubuat kepada gereja di Antiokhia tentang bahaya kelaparan yang sedang melanda Yerusalem, gereja muda ini segera mengumpulkan persembahan dan mengirimnya ke Yerusalem (Kis. 11:27-20). Selanjutnya, Paulus mengatur pendanaan dengan mengumpulkan uang dari sejumlah gereja di luar wilayah Israel untuk mencukupi kebutuhan dari gereja Yerusalem (2Kor. 8–9).
Selama masa-masa terjadinya bencana, umat Allah telah memberikan sebagian dari harta mereka demi menolong orang-orang yang menderita. Paulus berkata bahwa kita memiliki tanggung jawab khusus terhadap “kawan-kawan kita seiman,� terhadap sesama anggota keluarga Allah (Gal. 6:10). Jadi tanggung jawab utama kita adalah kepada saudara-saudara kita seiman di dalam Kristus. Namun lebih jauh dari itu, pemberian kita haruslah menjangkau sesama yang membutuhkan. Kita harus mengasihi sesama kita seperti diri sendiri, sebuah perintah yang muncul tujuh kali dalam Perjanjian Baru (Mat. 19:19; 22:39; Mrk. 12:31; Luk. 10:27; Rm. 13:9; Gal. 5:14; Yak. 2:8). 10
Ketika sejumlah besar uang dan bantuan diterima dari pemerintah dan organisasi kemanusiaan, kita mungkin secara keliru menyimpulkan bahwa kita sendiri tidak perlu memberi karena, jika dibandingkan dengan mereka, bantuan kita akan sangat kecil jumlahnya. Namun, kita harus ingat bahwa dampak dari suatu pemberian tidaklah tergantung pada besarnya jumlah uang yang diberikan. Kisah Yesus tentang uang dua peser yang diberikan oleh seorang janda mengajarkan tentang hal ini. Meskipun janda itu hanya memberi uang persembahan dalam jumlah kecil, Yesus berkata, “Sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak daripada semua orang yang memasukkan uang ke peti persembahan� (Mrk. 12:43). Selama masa-masa terjadinya bencana, umat Allah harus memberikan sebagian dari harta mereka demi menolong orang-orang yang menderita. Para pemimpin Kristen perlu mendorong jemaatnya supaya mereka memberi, dengan mengajarkan kepada mereka bahwa pemberian mereka yang kecil pun dapat memiliki dampak yang besar ketika Allah bekerja melaluinya. Kita perlu memberikan petunjuk-petunjuk khusus tentang bagaimana, di mana, dan kapan orang dapat memberi.
Waktu untuk Berencana amsal mengatakan bahwa peperangan
perlu dilakukan dengan perencanaan dan 11
pertimbangan yang matang sehingga hanya strategi yang paling bijaksanalah yang diterima (Ams. 20:18; 24:6). Hal ini berlaku pula pada “perang� untuk memenuhi kebutuhan banyak orang. Banyak waktu, tenaga, dan sumber daya yang dapat terbuang percuma hanya karena kurangnya perencanaan. Bisa jadi, banyak orang yang berkekurangan tidak mendapat bantuan yang seharusnya mereka terima, sementara yang lainnya menerima lebih daripada yang mereka butuhkan. Semuanya itu disebabkan karena perencanaan yang tidak matang. Perencanaan terutama diperlukan ketika kita bergerak dari usaha memenuhi kebutuhan yang mendesak menuju awal proses pemulihan. Adalah bijaksana bagi kelompok-kelompok yang lebih kecil untuk menjalin kerja sama dengan kelompok lainnya. Banyak gereja dikaruniai dengan orangorang yang rela dan mampu menolong. Mereka dapat menjadi sumber daya yang penting bagi kelompok-kelompok khusus yang memiliki dana dan pengalaman dalam pemberian bantuan dan rehabilitasi, tetapi tidak memiliki cukup orang. Inilah salah satu keadaan yang membuat prinsip Pengkhotbah 4:9 berlaku: “Berdua lebih baik daripada seorang diri karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka.� Kebanyakan dari antara kita tidak memiliki cukup persiapan dan pengetahuan untuk melakukan pekerjaan secara efektif seorang diri. Jadi memang lebih bijaksana jika kita bekerjasama dengan pihak-pihak lain.
12
Waktu untuk Berjaga-jaga
dalam 2 timotius 2:5, ketika Paulus mendorong
Timotius untuk menderita dan bekerja keras, ia juga mendorongnya untuk menjadi seperti “seorang olahragawan� yang “bertanding menurut peraturan-peraturan�. Ketika Anda berlari dengan sangat cepat, sangatlah mudah bagi Anda untuk tersandung dan jatuh. Sayangnya, banyak orang yang telah bekerja keras dalam proses pemberian bantuan telah melanggar beberapa aturan dasar yang tidak seharusnya dilanggar. Jadi, dalam pemberian bantuan ini, kita harus memastikan bahwa kita mengikuti prinsip-prinsip dasar iman dan pelayanan Kristen.
Sebagai contoh, dalam kondisi melelahkan yang mungkin kita alami setelah terjadinya bencana, kita bisa jadi lupa menyediakan waktu untuk menyendiri bersama Allah atau bersama 13
pasangan dan anak-anak kita. Namun kelalaian seperti ini tidak boleh dibiarkan berlanjut terlalu lama. Jika kita mengabaikan waktu kita bersama Allah, kesehatan rohani kita pun akan memudar. Jika kita mengabaikan waktu bersama pasangan dan anggota keluarga kita terlalu lama, pada akhirnya keluarga kita menjadi tidak sehat. Jika kita terus-menerus kekurangan tidur dan bekerja tanpa istirahat, tubuh dan emosi kita akan terkena dampak yang serius, sehingga kita merasa lemah dan berperilaku di luar kewajaran. Begitu juga bila kita bekerja terus tanpa henti, tanpa istirahat dan tanpa penyegaran rohani akan mengakibatkan pudarnya sukacita, gampang marah, dan bahkan depresi. Salah satu kenyataan yang menyedihkan dalam riwayat usaha pemberian bantuan adalah bahwa banyak di antara para pekerja yang memberikan bantuan telah jatuh dalam dosa dan merusak hubungan mereka dengan keluarga dan orang-orang yang dikasihinya. Ada banyak pekerja lainnya yang mengalami kelelahan yang amat sangat dan tidak bersedia untuk melakukan pekerjaan seperti itu lagi. Dalam situasi darurat, berjagalah untuk terus “[mengawasi] dirimu sendiri� (1Tim. 4:16). Kita cenderung ceroboh ketika kita lelah. Di saat-saat demikian, kita dapat dengan mudah tergoda. Jadi kita perlu untuk terutama menjaga kehidupan pribadi kita di saat tenaga kita terkuras habis. Kita juga perlu menjaga perilaku kita dalam bekerja. Paulus memperingatkan bahwa 14
jika jiwa kita bekerja dengan cara yang tidak menyenangkan hati Allah, pekerjaan kita akan dianggap tidak berguna oleh Allah, serta akan dibakar dan dihancurkan pada penghakiman terakhir (1Kor. 3:12-15). Inilah sejumlah kegagalan kerja yang perlu kita perhatikan. Kita harus menjaga agar kita tidak terlalu membesar-besarkan apa yang kita kerjakan atau menggunakan laporan kita untuk membawa kemuliaan bagi diri kita sendiri. Kemuliaan dari apa yang kita kerjakan haruslah ditujukan pada Allah semata (Mzm. 115:1; Yes. 48:11). Kita perlu terus-menerus waspada pada kemungkinan kita akan menyimpang untuk melakukan tindakan yang terutama ditujukan demi kemuliaan diri atau organisasi kita. Jika kita mengabaikan waktu kita bersama Allah, kesehatan rohani kita pun akan memudar. Kita juga harus menjaga cara kita menggunakan dana yang kita terima. Meskipun ada banyak pekerjaan mendesak yang harus dilakukan, kita tidak boleh melanggar prinsip akuntansi yang wajar. Sayangnya banyak penipuan telah dilakukan dalam usahausaha bantuan kemanusiaan, dan beberapa di antaranya dimulai dari kesalahan prosedur yang dilakukan oleh pribadi-pribadi yang mempunyai niat baik. 15
Waktu untuk Menghibur dan Allah Sang Penghibur paulus menggambarkan allah sebagai “Allah
sumber segala penghiburan, yang menghibur kami dalam segala penderitaan kami, sehingga kami sanggup menghibur mereka, yang berada dalam bermacam-macam penderitaan dengan penghiburan yang kami terima sendiri dari Allah� (2Kor. 1:3-4). Dengan banyaknya orang yang mengalami trauma, kesedihan, dan membutuhkan adanya pribadi yang mau mendengar mereka, orang-orang yang telah menerima penghiburan dari Allah dapat memberi lebih dengan menjadi alat bagi pemulihan. Tindakan yang paling mendesak adalah memberikan kembali kepada para korban, sebanyak mungkin, apa yang mereka anggap sebagai kehidupan normal dahulu sebelum terjadinya musibah. Salah satu tugas terpenting 16
yang dapat dilakukan para ahli adalah menolong orang-orang itu menjalin kembali hubungan “normal� dengan keluarga, sahabat, rekan, dan tetangga mereka. Di dalam jalinan hubungan itulah, mereka akan memperoleh kekuatan. Peran kita dalam menolong orang yang mengalami trauma mungkin hanya sekadar berada di sisi mereka dan mendengarkan mereka. Namun, kebutuhan mendesak untuk mengembalikan mereka pada kehidupan normal seringkali membutuhkan seseorang untuk juga berbicara kepada mereka. Sekadar mendengarkan mungkin tidak cukup. Menurut saya salah satu dari kebenaran teragung dalam pelayanan Kristen pada orang-orang terluka adalah bahwa ketika Allah menjadi manusia, Dia menderita banyak hal yang sama dengan yang dialami mereka yang menderita karena bencana. Ketika masih kanak-kanak , Dia hampir menjadi korban dari pembunuhan yang kejam, dan keluargaNya harus lari dari tanah mereka dan menjadi pengungsi di tanah asing. Dia datang untuk menolong manusia, tetapi mereka menolaknya. Ayah-Nya kemungkinan meninggal ketika Dia masih muda, dan meninggalkan setidaknya empat adik laki-laki dan sejumlah adik perempuan yang perlu diberi nafkah (Mrk. 6:3). Yesus juga mengetahui bagaimana menderitanya diadili dan dihukum secara tidak adil serta dijatuhi hukuman selayaknya seorang penjahat, dengan salah satu cara hukuman terkejam yang pernah diciptakan manusia, yaitu penyaliban. Yesus telah terlebih 17
dulu mengalami penderitaan yang kita alami. Dia benar-benar Allah yang memahami segala penderitaan manusia. Kebutuhan terbesar manusia adalah memiliki hubungan dengan “Allah sumber segala penghiburan� ini (2Kor. 1:3). Di tengah kesibukan kita dalam memberikan bantuan, kita tidak boleh kehilangan pandangan tentang kebutuhan manusia yang paling mendasar, yakni menerima keselamatan dari Allah. Meskipun demikian, kita harus mengingat bahwa Allah tidak pernah memanipulasi orang untuk menerima pesan-Nya. Ia berbicara dengan manusia mengenai jalan keselamatanNya (Yes. 1:18). Oleh karena itu, kita harus berjaga-jaga untuk memastikan bahwa orangorang tidak menerima Kristus hanya karena mereka menerima bantuan dari orang Kristen. Mereka seharusnya menerima Dia karena mereka percaya dalam hati dan pikiran mereka, bahwa melalui Yesus, Allah telah menyediakan jawaban bagi kebutuhan mereka yang terdalam. Masa-masa bencana membuka kesempatan unik bagi kita untuk mewujudnyatakan iman Kristen kita. Ketika suara bencana melanda, orang Kristen seharusnya bertanya, “Apa yang seharusnya saya pikirkan saat ini? Dan bagaimana seharusnya saya menanggapi krisis ini menurut iman Kristen?�
18
Handlettering oleh @novia_jonatan
Our Daily Bread Ministries PO Box 15, Kilsyth, VIC 3137, Australia Tel: (+61-3) 9761-7086, australia@odb.org Our Daily Bread Ministries Ltd PO Box 74025, Kowloon Central Post Office, Kowloon, Hong Kong Tel: (+852) 2626-1102, Fax: (+852) 2626-0216, hongkong@odb.org ODB Indonesia PO Box 2500, Jakarta 11025, Indonesia Tel: (+62-21) 2902-8950, Fax: (+62-21) 5435-1975, indonesia@odb.org Daily Bread Co. Ltd PO Box 46, Ikoma Nara 630-0291, Japan Tel: (+81-743) 75-8230, Fax: (+81-743) 75-8299, japan@odb.org Our Daily Bread Berhad PO Box 86, Taman Sri Tebrau, 80057 Johor Bahru, Malaysia Tel: (+60-7) 353-1718, Fax: (+60-7) 353-4439, malaysia@odb.org Our Daily Bread Ministries PO Box 303095, North Harbour, Auckland 0751, New Zealand Tel: (+64-9) 444-4146, newzealand@odb.org Our Daily Bread Ministries Inc PO Box 288, Greenhills 0410 Metro Manila Tel: (+63-2) 705-1355, Fax: (+63-2) 725-5058, philippines@odb.org Our Daily Bread Ministries Foundation PO Box 260 Taipei Datong, Taipei City 10399, Taiwan ROC Tel: (+886-2) 2585-5340, Fax: (+886-2) 2585-5349, taiwan@odb.org Our Daily Bread Ministries Thailand PO Box 35, Huamark, Bangkok 10243, Thailand Tel: (+66-2) 718-5166, Fax: (+66-2) 718-6016, thailand@odb.org Our Daily Bread Ministries Asia Ltd 5 Pereira Road, #07-01 Asiawide Industrial Building, Singapore 368025 Tel: (+65) 6858-0900, Fax: (+65) 6858-0400, singapore@odb.org 20