Untuk Apa Yesus Datang ke Dunia?
Ken Shigematsu
pengantar
Sama Seperti Kita
Untuk apa Yesus datang ke dunia?
Menurut NASA, ada kira-kira 8,8 miliar planet seukuran bumi di galaksi kita, Bima Sakti. Semuanya mengorbit bintangbintang yang serupa dengan matahari. 8,8 miliar planet tersebut berada dalam apa yang disebut para ilmuwan sebagai “Zona Goldilocks”, yaitu zona dengan suhu yang tidak terlalu dingin atau terlalu panas sehingga tepat untuk berkembangnya kehidupan. Para astronom mengatakan bahwa langkah selanjutnya dalam penjelajahan mereka adalah menciptakan
teleskop berdaya tinggi yang mampu meneropong planet-planet itu secara lebih tajam untuk melihat adakah kehidupan di sana. Seandainya ada, dan kita mendapati makhluk hidup lain di planet yang jauh, wajar jika kita berusaha terhubung dan berkomunikasi dengan mereka lewat cara-cara tertentu. Kita ingin berkomunikasi dengan makhlukmakhluk luar angkasa karena kita adalah manusia, yang dirancang menurut gambar Allah, menurut Kitab Suci, dengan sifat yang ingin berelasi dan berkomunikasi.
S elama masa Advent, kita mengenang bagaimana Allah yang tak terlihat mencoba untuk berkomunikasi dengan manusia. Dia tiba di planet kita sebagai seorang bayi manusia—menjadi sama seperti kita. Untuk apa Dia menempuh perjalanan dari surga mulia ke kandang ternak yang gelap dan dingin di Betlehem? Untuk apa Roh yang tak terhingga dan tidak kelihatan mau mengenakan tubuh dan menjadi sama seperti kita? Untuk apa seseorang berkomunikasi? Agar sesuatu dapat diketahui orang lain. Namun, apa sesungguhnya yang bisa diketahui dari Allah yang mengenakan tubuh manusia? Mari kita menggalinya dalam halaman-halaman berikut.
Our Daily Bread Ministries
daftar isi satu Agar Kita Mengenal Allah
dua Agar Allah Mengenal Kita
tiga Agar Kita Menjadi Seperti Allah
EDITOR: Tim Gustafson, J.R. Hudberg, Peggy Willison
GAMBAR SAMPUL: © Shutterstock/ Thoom
PERANCANG SAMPUL: Stan Myers
PERANCANG INTERIOR: Steve Gier
PENERJEMAH: Arvin Saputra
EDITOR TERJEMAHAN: Dwiyanto, Jovita Aristya
PENYELARAS BAHASA: Bungaran Gultom
PENATA LETAK: Mary Chang
GAMBAR ISI: (hlm.1) © Shutterstock/ Thoom; (hlm.5) Waszti via Pixabay; (hlm.17) Nickbar via Pixabay.com; (hlm.23) Jennifer1051 via Pixabay.com
Kutipan ayat diambil dari teks Alkitab Terjemahan Baru Indonesia, LAI © 1974
© 2019 Our Daily Bread Ministries, Grand Rapids, MI Hak Cipta dilindungi Undang-Undang. Dicetak di Indonesia.
satu Agar Kita Mengenal Allah
Suatu malam, seorang anak perempuan terbangun ketakutan karena merasa ada segala macam monster dan makhluk menyeramkan di kamarnya. Dengan panik, ia berlari ke kamar orangtuanya. Sang ibu mengantar gadis kecil itu kembali ke kamarnya sendiri, merangkulnya lama seraya berkata, “Kamu aman di sini. Tidak perlu takut. Setelah ibu pergi, kamu takkan sendirian di kamar. Tuhan ada di sini bersamamu.” Anak itu pun menjawab, “Aku tahu Tuhan ada di sini, tetapi aku mau seseorang yang berwujud!”
Berwujud itu berarti nyata, bisa dirasakan, bisa merangkul dan menghibur. Kita semua menginginkan seseorang yang bisa dipegang. Sama seperti perasaan
anak tadi, kadang Allah tampaknya tidak cukup. Kita menginginkan Allah yang bisa disentuh dan dipegang. Seperti Tomas ingin mencucukkan jarinya ke tangan Kristus, kita pun merindukan sosok Allah yang “nyata”.
Jika Anda hendak menyampaikan suatu pemikiran kepada seseorang, bagaimana Anda mengungkapkannya? Kalau sedang iseng, barangkali Anda mengekspresikannya dengan gerakan, seperti dalam permainan tebak-tebakan, atau bisa juga dengan gambar. Bagi kebanyakan orang, cara yang lazim adalah lewat perkataan, baik lisan maupun tertulis. Bila pesannya sangat penting, kemungkinan besar Anda akan berusaha menyampaikannya secara langsung ketimbang mengandalkan pesan teks atau telepon. Yohanes, salah satu murid Yesus yang paling akrab, menyatakan dalam Injil yang diyakini sebagai tulisannya : “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah . . . Segala sesuatu dijadikan oleh Dia . . . Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita” (YOHANES 1:1,3,14). Firman yang belum dikenal, yang adalah Allah (YOHANES 1:1,18), mengenakan kulit, tulang, dan jaringan tubuh, lalu tinggal di antara manusia.
“Seperti halnya Injil Matius, Markus, dan Lukas, Injil keempat (yang kerap disebut Injil Yohanes) juga tidak secara eksplisit menyatakan nama penulisnya� Sejauh yang dapat kita buktikan, judul “Injil Menurut Yohanes” (masih dipakai dalam terjemahan tertentu misalnya KJV) dicantumkan segera setelah empat Injil tersebut beredar bersamasama sebagai “Injil empat rangkap�” — NIV ZONDERVAN STUDY BIBLE
KITA
Kata dalam bahasa Yunani yang dipakai Yohanes, yang diterjemahkan sebagai “Firman,” adalah logos . Itulah akar kata bagi istilah “logika” dan “logis”. Namun, pengertian logos ini dekat tetapi tidak persis sama dengan yang dimengerti kebudayaan Yunani. Ketika orang Yunani mendengar istilah logos , mereka membayangkan prinsip logis dan rasional yang diyakini mengatur dunia ini. Orang Yunani mempercayai adanya suatu kekuatan tak terlihat dan berakal budi yang memadukan alam semesta serta menjaga keutuhannya. Saat menulis kepada para pembaca berbudaya Yunani, Yohanes menarik perhatian mereka dengan kata-kata yang pada dasarnya menegaskan, “Kalian benar! Ada Kuasa Logos di dunia ini.”
“Seandainya Yohanes menulis Injilnya pada zaman ini, mungkin istilah yang dipakai bukan ‘logos’ melainkan ‘Kuasa Tertinggi’ karena itulah yang umum digunakan sekarang� Bisa jadi Yohanes menulis, ‘Pada mulanya adalah Kuasa Tertinggi, dan Kuasa Tertinggi itu adalah Allah,’” kata Darrell Johnson, pakar Injil Yohanes�
Namun, Kuasa Tertinggi ini tidak hanya berada di atas kita, di luar sana, dan terpisah dari kita. Ajaibnya, Kuasa Tertinggi ini telah datang ke dunia untuk berkomunikasi dengan kita; itu sebabnya Firman merupakan terjemahan yang sangat cocok bagi kita sekarang. Yesus datang untuk mengomunikasikan Allah kepada kita. Yesus adalah Firman karena pesan yang hendak disampaikan Allah kepada kita sedemikian pentingnya sampai-sampai Dia harus datang sendiri kepada kita untuk mengungkapkannya.
Agar Kita Mengenal Allah
Kuasa Tertinggi, Sang Firman, datang kepada kita memasuki ruang dan waktu dua ribu tahun silam pada Natal pertama itu dan mulai berkomunikasi dengan kita lewat perkataan dan perbuatan Yesus Kristus. Apa pesannya? “Inilah Allah yang sesungguhnya.” k
Ayah Penny, teman saya, pernah mendirikan sekolah Alkitab. Pada usia lanjut, ketika pindah dari rumahnya ke apartemen di Vancouver, Kanada, ia harus merelakan koleksi bukunya yang sangat banyak. Sebagian besar disumbangkan ke sekolah yang ia dirikan, tetapi Penny meminta ayahnya untuk memilihkan buku-buku yang memang sang ayah khususkan bagi Penny.
Dengan saksama, ia meneliti perpustakaan pribadinya yang sangat besar dan menemukan beberapa buku, semuanya berfokus pada Yesus. Ketika menyerahkan buku-buku itu kepada Penny, ia berkata, “Kenallah Yesus— karena mengenal Yesus artinya mengenal Allah.”
“‘Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku� Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia�’
Kata Filipus kepada-Nya: ‘Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami�’
Kata Yesus kepadanya: ‘ Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami� Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang diam di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-Nya�’” YOHANES 14:7-10
Dengan mengenal Yesus, kita mengenal Allah. Karena Allah mengenakan tubuh dan menjadi manusia dalam pribadi Yesus pada Natal pertama di masa silam itu, kita dapat mengenal siapa Dia. Jika kita mengenal Allah, kita juga dapat mengetahui makna hidup kita . k
Sebagian dari kita masih mencari-cari makna hidup ini. Terkadang, kita merasa seolah hidup ini seperti buku dengan satu bab yang hilang. Namun, Yohanes mengatakan bahwa Yesus itulah bab yang hilang, dan jika kita menerima-Nya, Dia akan melengkapi kehidupan kita. Seandainya tidak ada Kuasa Tertinggi di dunia ini, dan tidak ada Firman yang berkomunikasi dengan kita, maka kehadiran kita di bumi hanyalah akibat dari semacam kecelakaan kosmik. Kalau kita semua hanyalah hasil dari kebetulan di alam semesta miliaran tahun lalu, maka makna hidup kita tak lebih dari sekadar dongeng yang penuh dengan omong kosong dan tanpa makna. Pernyataan yang kurang menyenangkan, tetapi itulah kesimpulan yang adil seandainya hidup kita memang hanya kebetulan kosmik. Namun, mengenai pemikiran tersebut, Yohanes mengajarkan, “Itu salah sama sekali! Memang ada Kuasa Tertinggi, Firman tak terhingga, Allah yang berusaha berkomunikasi dengan kita” (LIHAT YOHANES 1:1). Firman itu mengambil bentuk manusia dalam pribadi Yesus dan menjadi sama seperti kita agar kita dapat mengenal siapa Allah dan juga mengetahui makna hidup kita.
Agar Kita Mengenal Allah
Bila Anda sudah pernah mengetahui cerita Natal dari Alkitab, hal itu mungkin tidak lagi mencengangkan, bahkan mungkin cukup membosankan. Namun, pikirkan para pembaca Injil Yohanes yang mula-mula. Bagi orang Yahudi abad pertama, pemikiran bahwa Allah mau menjadi manusia pasti membuat khalayak gusar. Sebaliknya, orang Yunani pada zaman Yohanes takkan tersinggung oleh kisah tentang Allah menjadi manusia, sebab dewa-dewi mereka sendiri, seperti Zeus, Apolos, dan Afrodit, kerap dianggap tinggal di antara mereka dan terlihat seperti manusia. Dewa-dewi Yunani sering digambarkan sebagai manusia lewat bentuk patung. Akan tetapi, Yohanes dan orang Yahudi sebangsanya dilarang menggambarkan Allah yang hidup dalam rupa apa pun, baik sebagai patung maupun lukisan (KELUARAN 20:1-4).
Beberapa kali semasa pelayanan Yesus, orang-orang Yahudi mengancam hendak membunuh Dia, karena sebagai manusia, Yesus menyebut diri-Nya Allah. Dia mengaku dapat mengampuni dosa. Yesus berkata, “Sesungguhnya sebelum Abraham jadi (dua ribu tahun sebelum Yesus hidup di bumi), Aku telah ada” (ATAU SECARA HARAFIAH DALAM BAHASA IBRANI, “DAHULU, SEKARANG, DAN SETERUSNYA, AKU TETAP ADA.” LIHAT YOHANES 8:58). Dengan kata lain, Yesus mengaku sudah ada sebelum Dia lahir ke bumi—ini takkan dikatakan-Nya kecuali Dia menganggap diri-Nya sendiri Allah. Ketika orang-orang Yahudi mendengar perkataan-Nya itu, mereka sangat tersinggung dan menganggapnya sebagai penghujatan, sampai-sampai mereka mengambil batu untuk merajam Yesus sampai mati.
SEPERTI KITA
Pernahkah Anda tersinggung oleh seseorang sampai seperti itu? Begitu tersinggungnya hingga Anda ingin mengutuki, meludahi, atau menghajar orang itu? Pernahkah Anda amat gusar sampai-sampai mau mengeluarkan senjata dan langsung membunuhnya? Demikianlah perasaan banyak orang Yahudi terhadap Yesus ketika Dia menyebut diri-Nya Allah. Mengapa mereka sangat tersinggung? Mengapa tidak menganggapNya gila dan pergi saja? Kemarahan dan kegeraman mereka bukan sekadar urusan pribadi, melainkan suatu penistaan terhadap agama dan Allah mereka. Pengakuan Yesus sangat menyinggung inti dari jati diri mereka. Bagi orang Yahudi, penegasan bahwa seorang manusia adalah Allah merupakan penghujatan paling parah dan aib yang memalukan. Banyak penggemar dan pengikut setia Yesus lamakelamaan percaya bahwa Yesus benar-benar Allah karena Dia mengerjakan hal-hal yang hanya mungkin diperbuat oleh Allah: mengubah air menjadi anggur, mencelikkan mata orang buta, dan membangkitkan orang mati.
Di sisi lain, sebagian orang yang percaya bahwa Yesus adalah Allah justru meragukan bahwa Dia
Yahudi, penegasan bahwa seorang manusia adalah Allah merupakan penghujatan paling parah dan aib yang memalukan.
Agar Kita Mengenal Allah
benar-benar manusia . Mereka mulai beranggapan, “Dia memang Allah, tetapi bukan manusia sungguhan. Dia hanya kelihatan seperti manusia.” Pemikiran ini bercokol kira-kira selama tiga abad.
Para pemimpin gereja mula-mula pun memutuskan bahwa diperlukan adanya semacam kejelasan. Pengakuan Iman Nicea menegaskan bahwa Yesus Kristus adalah Allah sekaligus manusia sepenuhnya, sesuatu yang melampaui nalar. Yesus adalah Allah yang berinkarnasi, “menjadi daging oleh Roh Kudus dari anak dara Maria.”
Apa arti “inkarnasi”? Istilah itu berasal dari akar kata carne yang berarti “daging”. Istilah bahasa Spanyol con carne artinya “dengan daging”. Allah berinkarnasi, atau Allah con carne , berarti Allah dengan daging —Dia berdaging, berotot, berkulit. Ini bukanlah teologi abstrak dan usang yang tidak berpengaruh atas kita: kebenaran ini sesungguhnya sanggup mengubah hidup dan kekekalan kita. Bagaimana mungkin?
Jika Allah memang datang kepada kita sebagai manusia pada Natal pertama di masa silam itu, berarti kita tidak pernah benar-benar sendirian. Kita memiliki Pribadi yang telah datang kepada kita secara misterius sebagai Roh sekaligus manusia yang nyata.
Kita meyakini bahwa sebelum Yesus datang dua ribu tahun silam, Allah bukannya tidak hadir. Seluruh Perjanjian Lama dipenuhi kisah-kisah tentang kehadiran Allah bersama umat-Nya. Namun, ketika Yesus lahir pada Natal pertama itu, “Allah menyertai kita” dengan cara yang benar-benar baru.
KITA
“Malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata: ‘Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus� Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka�’”
“ Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi: ‘Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel’—yang berarti: Allah menyertai kita �” MATIUS 1:20-23, BANDINGKAN DENGAN YESAYA 7:14
Pada saat Yesus lahir, Allah—Roh yang tak terlihat— mengenakan tubuh dan menjadi sama seperti kita agar Dia bisa senantiasa menyertai kita (MATIUS 28:18-20). Kitab Suci mengajarkan misteri tentang Yesus Kristus yang sepenuhnya manusia dan sepenuhnya Allah. Mengapa hal itu penting? Karena jika Yesus adalah manusia yang terbatas sekaligus Allah yang tak terbatas, maka kematianNya tidak saja bagi satu orang, tetapi juga bagi seluruh dunia. Sebagai manusia, Dia bisa mati bagi dosa-dosa manusia (sementara Dia sendiri sama sekali tidak berdosa sehingga Dia dapat mati bagi dosa orang lain), dan sebagai Allah, kematian-Nya yang tanpa dosa itu cukup bagi dosa semua orang. Ya, termasuk dosa-dosa Anda. Itu sebabnya Yohanes mengatakan bahwa siapa pun yang menerima Dia, dosanya dihapuskan dan ia sungguh akan menjadi anak Allah (LIHAT YOHANES 1:12). Kita merayakan kisah Natal karena Allah, Kuasa Tertinggi, Sang Firman, menjadi manusia—con carne , berdaging, berkulit—agar kita bisa
Agar Kita Mengenal Allah
mengenal siapa Allah: Allah yang mengasihi kita dan yang mati untuk menyatakan belas kasihan kepada kita serta mengampuni dosa-dosa kita. k
Pelajari:
Yesus datang sebagai Mesias Yahudi yang sudah lama dinantikan, tetapi banyak orang gagal mengenali siapa Dia sesungguhnya. Yohanes 5:39 mengatakannya secara lugas. Mengapa orang-orang yang seharusnya paling mengenali Dia justru melewatkan hakikat diri-Nya?
Renungkan:
Ingatlah suatu masa ketika Anda rindu/perlu mengetahui bahwa Yesus sungguh hadir menyertai Anda. Dapatkah Anda mengingatkan diri sendiri akan kehadiran-Nya? Bagaimana dampaknya terhadap Anda?
Terapkan:
Meskipun pernah datang menjadi manusia, sekarang Yesus berada di surga. Namun, dalam Matius 28, Dia berjanji untuk senantiasa menyertai kita. Apa yang bisa Anda gunakan untuk mengingatkan Anda dan membuat Anda mengalami kehadiranNya setiap hari?
Agar Kita Mengenal Allah
dua Agar Allah Mengenal Kita
Allah yang hidup juga menjadi manusia agar Dia dapat mengenal kita . Dua ribu tahun lalu, ketika Allah yang tidak kelihatan menjadi terlihat untuk pertama kalinya, sesungguhnya Dia hampir-hampir tidak terlihat—sebutir sel telur yang dibuahi, janin yang hampir tak tertangkap oleh mata telanjang manusia. Yohanes menyatakan bahwa Sang Terang Dunia dengan sukarela masuk ke dalam kegelapan kandungan selama sembilan bulan, lalu lahirlah Dia.
Mari mengambil waktu sejenak untuk merenungkan hal tersebut. Sebagai bayi yang baru lahir, Pribadi yang menciptakan mata tidak mampu memfokuskan mata-Nya.
Seperti bayi manusia pada umumnya, awalnya Dia melihat hitam putih, baru kemudian melihat warna. Allah penguasa alam semesta itu tidak mampu makan sendiri, maka Dia harus belajar menyusu. Allah yang menopang alam semesta tidak mampu mengendalikan kandung kemih atau perutnya, sehingga Dia harus merangkak ke mana-mana dengan mengenakan sesuatu yang berfungsi seperti popok pada zaman itu. Saat berusia satu tahun, Sang Firman belajar mengucapkan kata-kata-Nya yang pertama, bahkan mungkin pada waktu yang sama Dia juga belajar berjalan. Sebagai anak kecil, kemungkinan besar Dia pernah jatuh hingga lutut-Nya lecet. Sebagian besar, bahkan hampir seluruhnya, kisah masa kecil Yesus tidak kita ketahui. Namun, coba kita bayangkan. Mungkin sebagai kanak-kanak, Dia pernah bosan dengan mainan-Nya lalu meninggalkannya. Kemungkinan besar Dia juga mengalami pasang surut emosi remaja sementara perubahan hormonal membuatNya terombang-ambing. Sebagai tukang kayu pemula, mungkin saja jari yang tertusuk serpihan kayu menjadi pengalaman-Nya sehari-hari; saat belajar memakai palu, sesekali pukulan-Nya meleset hingga kena ibu jari-Nya. Bagaimana reaksi-Nya terhadap hal itu? Saat lahir, Yesus tidak langsung mengetahui bahwa diri-Nya adalah Anak Allah yang unik, tetapi oleh pertolongan Roh Kudus dan seiring berjalannya waktu, Dia mengetahui kenyataan itu. Kitab Suci memberitahukan bahwa Yesus menjalani proses pendewasaan rohani sementara Dia belajar menaati Allah lewat apa yang telah diderita-Nya (IBRANI 5:8).
Semasa kuliah di seminari, saya membaca banyak buku tentang masalah-masalah manusia dan meneliti berbagai studi kasus berdasarkan kisah nyata. Ketika menjadi gembala gereja, saya kerap mendengarkan orang-orang yang menceritakan kepedihan mendalam yang sedang mereka alami. Karena sudah banyak membaca tentang berbagai masalah seperti itu, dan kini mendengarnya dari orang-orang yang saya kenal dan kasihi, saya merasa sudah cukup banyak tahu tentang penderitaan. Kemudian saya mengalami sendiri sebagian dari kepedihan itu. Saya pernah bertunangan, dan hati saya hancur karena hubungan kami putus. Di kemudian hari, istri saya keguguran. Lalu, saya juga berdukacita karena ayah meninggal dunia. Membaca tentang kepedihan tak sama dengan menyimak dan bersimpati terhadap penderitaan orang lain. Namun, itu sama sekali berbeda dengan mengalami kepedihan sehingga kita mampu ikut merasakan penderitaan orang lain karena pernah mengalaminya sendiri.
Karena Yesus Kristus sepenuhnya manusia, Dia tahu betul apa rasanya lapar dan lelah,
Agar Allah Mengenal Kita
Apa pun yang kita alami— kehilangan, penindasan, depresi—pernah dirasakan Yesus juga, maka dari itu Dia sanggup mendampingi kita dalam kepedihan kita.
miskin, atau dukacita kehilangan orang yang dikasihi. Dia tahu bagaimana rasanya ketika doa-doa tak terjawab atau merasa sangat sendirian dan ditinggalkan oleh Allah. Salah satu perkataan terakhir-Nya di atas kayu salib adalah, “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (MATIUS 27:46, MARKUS 15:34, MAZMUR 22:2). Yesus mengalami pelecehan, penyiksaan, dan kelumpuhan ketika anggota-anggota tubuh-Nya dipaku. Dia dicobai oleh Iblis untuk berbuat dosa, dan walaupun tidak berbuat dosa, Dia menanggung malu saat memikul dosa-dosa kita di kayu salib. Apa pun yang kita alami—kehilangan, penindasan, depresi—pernah dirasakan Yesus juga, maka dari itu Dia sanggup mendampingi kita dalam kepedihan kita. Saya tidak bermaksud meremehkan penderitaan Anda, tetapi sesungguhnya kepedihan dan penderitaan yang Yesus hadapi dahulu jauh lebih besar daripada yang Anda dan saya lalui. Karena itu, Kitab Suci mengajarkan bahwa Yesus turut merasakan penderitaan kita karena Dia sendiri pernah diuji dan dicobai dalam segala hal seperti kita (IBRANI 4:15-16). k
SAMA SEPERTI KITA
Pelajari:
Allah tahu segalanya; Dia Mahatahu. Namun, Alkitab jelas mengatakan bahwa Yesus bertumbuh dan belajar. Apa saja yang Yesus pelajari tentang hidup sebagai manusia selama masa hidup-Nya di bumi?
Renungkan:
Pernahkah Anda merasa Allah tidak memahami pergumulan Anda? Apakah itu pergumulan dengan godaan yang Anda pikir tak pernah dialami Kristus? Luangkanlah waktu sejenak untuk berkata jujur kepada Allah tentang semuanya itu.
Terapkan:
Ibrani 4 memberikan penghiburan bahwa Yesus juga merasakan godaan seperti kita, tetapi Dia tidak berbuat dosa. Apa yang bisa Anda lakukan agar Anda ingat untuk datang kepada-Nya
Agar Allah Mengenal Kita
saat Anda dicobai dan meminta kekuatan-Nya untuk melawan pencobaan?
_____________________________________________________
tiga Agar Kita Menjadi Seperti Allah
Masa Natal adalah waktu untuk meresapi “hadiah” terbesar yang pernah kita terima— anugerah berupa Allah yang datang kepada kita sebagai manusia dalam pribadi Yesus Kristus. Namun, ironisnya, bagi banyak orang Natal juga menjadi masa paling sibuk dan memusingkan dalam setahun. Di Amerika Utara, orang-orang menghabiskan total lebih dari enam miliar dolar untuk mengadakan dan menghadiri pesta-pesta, menggelar konser, berkirim kartu, menyiapkan hidangan istimewa, dan membeli kado-kado. Semua itu memang baik, tetapi ketika dikerjakan sekaligus bisa membuat kita kewalahan.
Lalu, bagaimana kita bisa menyederhanakan hidup pada Natal kali ini? Bagaimana kita dapat berhenti sejenak dan meluangkan waktu untuk menikmati pemberian yang telah kita terima dalam Kristus Yesus—yaitu Allah yang menjadi sama seperti kita, berinkarnasi agar Dia mengenal kita, kita mengenal Dia dan menjadi makin serupa dengan-Nya?
“Tetapi semua orang yang menerima [Yesus] diberiNya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya” (YOHANES 1:12). Istilah “menerima Yesus” mungkin kedengarannya seperti hal yang sekali dikerjakan lalu selesai, yakni ketika menyambut Kristus ke dalam hidup kita pertama kalinya. Namun, dalam semua hubungan dekat yang kita miliki— dengan sahabat, keluarga, atau kekasih—kita tidak menerima seseorang satu kali saja, melainkan menyambut mereka berulang-ulang kapan pun kita menghabiskan waktu bersama, makan bersama, dan juga mengalami petualangan serta kesukaran bersama-sama. Hal serupa juga berlaku bagi Kristus. Ketika kita menerima Kristus untuk pertama kalinya, Dia mulai mengubah kita. Namun, bila kita terus-menerus menyambut Kristus dalam hidup kita, kita akan melihat hidup kita semakin diubahkan.
SEPERTI KITA
Ketika kita menerima Kristus untuk pertama kalinya, Dia mulai mengubah kita.
Dalam Injil Yohanes, dikatakan bahwa orang-orang yang menerima Yesus diberi hak untuk menjadi anak-anak Allah, anak-anak yang lahir dari Roh Kudus. Dalam budaya kita yang individualistis, kita cenderung membayangkan anakanak sebagai putra atau putri dari orangtua kandung atau adopsi. Namun, dalam kebudayaan Yohanes yang lebih komunal, identitas diri seorang anak terkait erat dengan ayah atau ibunya. Pada umumnya dipakai istilah “anak si Anu” untuk menunjukkan keserupaan seorang anak dengan ayah atau ibunya dalam hal tertentu. Sebagai contoh, Yohanes memiliki saudara bernama Yakobus, dan keduanya disebut “anak-anak Zebedeus” menurut nama ayah mereka. Masyarakat pada zaman Yohanes bisa juga memakai istilah “anak” untuk menyebut karakteristik tertentu yang tampak dalam diri seseorang. Misalnya, Yohanes dan Yakobus disebut “anak-anak guruh.” Mengapa? Karena mereka cepat naik darah, dan temperamen mereka meledak-ledak seperti guruh. Setelah mengikut Yesus, mereka pun menjadi anak-anak Allah dan mengenakan karakter Bapa di surga. Mereka semakin sabar, murah hati, dan penuh kasih. Perubahan mereka sungguh ajaib dan
Yohanes dan Yakobus disebut “anakanak guruh.” Mengapa? Karena mereka cepat naik darah, dan temperamen mereka meledakledak seperti guruh.
indah. Dampak perubahan hidup seperti itulah yang menjadi salah satu alasan iman Kristen tersebar begitu pesat pada abad pertama. Salah satu janji agung yang kita terima lewat kisah Natal adalah bahwa kita bisa menjadi anak-anak Allah karena Kristus lahir sebagai Allah dalam rupa manusia. Kita bisa menjadi pribadi yang serupa dengan Bapa kita di surga. Beberapa waktu lalu, saya berkunjung ke rumah ibu saya dan bertanya tentang silsilah keluarga kami. Ibu saya menceritakan sesuatu yang belum pernah saya dengar tentang ayahnya, yaitu kakek saya: “Saat awal berjumpa, Nenek mengira Kakek adalah pria yang penuh kebajikan, terhormat, dan berprinsip kuat, tetapi kemudian Kakek menjadi sukses dalam pekerjaannya dan semakin kaya, lalu menjadi sombong dan tidak setia kepada Nenek. Pernah suatu kali Kakek juga melakukan kekerasan fisik terhadap Nenek.” Pada usia delapan puluh enam tahun, kakek saya menerima Yesus Kristus dan menjadi anak Allah. Ia tidak langsung menjadi orang suci, tetapi menurut saudara sepupu saya, ia menjadi lebih murah hati dan lemah lembut. Kakek bahkan mulai membantu mencuci piring untuk pertama
Kita bisa menjadi anak-anak Allah karena Kristus lahir sebagai Allah dalam wujud manusia. Kita bisa menjadi orang yang serupa dengan Bapa di surga.
kali dalam hidupnya! Setelah lebih dari enam puluh tahun menikah, kelihatannya wajar, bukan? Namun, Kakek tinggal di Jepang, dan ia adalah orang yang sangat disegani sekaligus mantan direktur. Di Jepang, sangatlah tidak lazim bagi seorang pria dengan usia dan status sosial seperti itu mau membantu pekerjaan rumah tangga. Namun, kakek saya berubah setelah menjadi anak Allah. Saya tidak tahu apakah saya kelak mempunyai cucu. Seandainya ya, dan mereka ingin tahu tentang masa muda saya, mungkin mereka akan bercerita seperti ini: “Kakek Ken dahulu berandalan di sekolahnya. Ia tidak mau bergaul dengan siapa pun yang dianggapnya tidak asyik. Ia pernah mencuri, memakai narkoba, dan berkelahi. Lalu ia berjumpa dengan Yesus, dan lebih mau menerima orang lain serta mengasihi mereka. Bahkan, dengan pertolongan Allah, Kakek membangun gereja yang terbuka untuk semua kalangan.” Saat merenungkan silsilah keluarga saya, saya juga teringat akan silsilah keluarga istri saya, Sakiko. Dalam bahasa Jepang, Sa artinya “mula-mula,” Ki artinya “Kristus,” dan Ko artinya “anak.” Secara harafiah, namanya berarti “anak Kristus mula-mula,” dan ia memang orang pertama yang mengikut Yesus dalam sejarah keluarganya. Orangtuanya belum percaya kepada Tuhan ketika Sakiko lahir, tetapi tanpa sadar mereka memberinya nama tersebut—sungguh seperti nubuatan. Ketika Sakiko menyerahkan hidupnya kepada Yesus pada usia menjelang dewasa, orangtuanya syok dan kecewa; keputusan Sakiko untuk mengikut Kristus melanggar tradisi agama keluarga
mereka. Namun, ibunya memberi tahu saya di kemudian hari bahwa ketika Sakiko masih remaja, ia murid yang berhasil di sekolah, berbakat dalam olahraga dan kesenian, juga populer dalam pergaulan. Ia kuliah di universitas yang bagus lalu berkembang dalam karier. Ibunya berkata, “Ia juga sangat sombong dan suka menghakimi—merasa dirinya unggul daripada yang lain.” Setelah Sakiko berjumpa dengan Kristus, ayah ibunya kecewa, tetapi mereka tak bisa menyangkal bahwa ia menjadi lebih rendah hati, tidak lagi sering menghakimi, murah hati, dan lebih mengasihi sesamanya. Karena perubahan hidup Sakiko, ibunya, lalu saudara perempuannya, bahkan neneknya juga memberikan hidup mereka kepada Yesus. Setelah Sakiko menjadi anak Allah, ia semakin serupa dengan Yesus, dan makin serupa dengan Bapanya di surga. Saya sudah lama mengagumi Nelson Mandela. Tak lama setelah ia meninggal, gereja kami menjadi tuan rumah bagi seorang temannya dari Afrika Selatan bernama Michael Cassidy. Karena Michael cukup sering berjumpa dengan Mandela semasa hidupnya, saya penasaran dan bertanya apakah Mandela telah menjadi pengikut Yesus. Michael menjawab, “Tentu saja, ia seorang percaya dan pengikut Tuhan Yesus.” Entah pengikut Yesus atau bukan, Mandela tetap orang yang luar biasa, tetapi salah satu hal yang menjadikannya sangat bijaksana, pemaaf, istimewa, dan penyayang adalah karena ia seorang anak Allah. Saya tidak mengatakan bahwa jika Anda menjadi anak Allah, Anda akan menjadi Mandela berikutnya, tetapi Anda pasti bertumbuh
SEPERTI KITA
semakin bijaksana, rela memaafkan, dan penuh kasih kepada sesama. Anda akan menjadi semakin serupa dengan Yesus.
Kesimpulan Kita merayakan anugerah Natal karena Allah menjadi con carne , mengenakan rupa manusia agar kita dapat mengenal Dia, dan Dia mengenal kita, serta kita menjadi anak-anak Allah—yaitu menyandang gambaran Bapa kita di surga. Santo Agustinus berkata, “Anak Allah menjadi Anak Manusia agar anak-anak manusia seperti kita dapat menjadi anak-anak Allah.” Sebagaimana dikemukakan oleh Yohanes, dalam Kristus, kita menyandang “kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa” dalam diri kita, sebagai orang-orang yang “penuh kasih karunia dan kebenaran” (YOHANES 1:14). Maukah Anda secara pribadi mengenal Kuasa Tertinggi itu, Sang Firman, Allah yang hidup dan berkuasa atas alam semesta? Jika ya, selamilah Injil Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes, supaya Anda dapat melihat Allah yang menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus. k
Pelajari:
2 Petrus 1:5-9 dan Galatia 5:22-23 sama-sama berbicara tentang karakteristik pengikut Yesus yang semakin bertumbuh dewasa dan telah diubahkan untuk berperilaku seperti Yesus.
Sebutkanlah karakteristik yang paling kentara (dan juga yang paling kurang terlihat) dalam hidup Anda.
Renungkan:
Apa saja aspek hidup Anda yang memperlihatkan perubahan terbesar yang semakin serupa dengan Yesus? Perubahan apa saja yang masih Anda doakan dan rindukan?
Terapkan:
Pilihlah salah satu karakter dari daftar di 2 Petrus dan Galatia, lalu mintalah kepada Tuhan agar Dia memberikan Anda peluang untuk bertumbuh dalam hal tersebut di sepanjang minggu ini.
ANDA DAPAT MEMBERI
ANDA DAPAT MEMBERI DAMPAK YANG BERARTI!
DAMPAK YANG BERARTI!
Materi kami tidak dikenakan biaya. Pelayanan kami didukung oleh persembahan kasih dari para pembaca kami.
Materi kami tidak dikenakan biaya. Pelayanan kami didukung oleh persembahan kasih dari para pembaca kami.
Jika Anda ingin mendukung pelayanan kami, Anda dapat mengirimkan persembahan kasih melalui rekening “Yayasan ODB Indonesia”
Jika Anda ingin mendukung pelayanan kami, Anda dapat mengirimkan persembahan kasih melalui rekening “Yayasan ODB Indonesia”
BCA Green Garden A/C 253-300-2510
BCA Green Garden A/C 253-300-2510
BNI Daan Mogot A/C 0000-570-195 Mandiri Taman Semanan A/C 118-000-6070-162
BNI Daan Mogot A/C 0000-570-195 Mandiri Taman Semanan A/C 118-000-6070-162
Yayasan ODB Indonesia
QR Code Standar Pembayaran Nasional
QR Code Standar Pembayaran Nasional
Scan QR code ini untuk donasi dengan aplikasi e-wallet berikut:
Scan QR code ini untuk donasi dengan aplikasi e-wallet berikut:
Silakan konfirmasi persembahan kasih Anda melalui nomor kontak kami di halaman belakang buklet ini.
Silakan konfirmasi persembahan kasih Anda melalui: WhatsApp: 0878.7878.9978 E-mail: indonesia@odb.org SMS: 081586111002
Anda juga dapat mendukung kami dengan meng-klik tautan ini.
Allah turun tangan demi kita!
Kedatangan Yesus ke dunia bukan sekadar kisah tentang bayi dalam palungan, melainkan juga upaya Allah untuk menjalin kembali persekutuan yang karib dengan ciptaan-Nya. Lewat buklet ini, Anda akan semakin mamahami Pribadi Yesus sebagai Anak Allah yang menjadi sama dengan manusia supaya kita dapat mengenal Allah dan menemukan makna hidup yang sejati.
Ken Shigematsu adalah gembala senior Tenth Church, British Columbia, Kanada. Ia menulis dua buku laris peraih penghargaan, yakni God in My Everything dan Survival Guide for the Soul. Ken menempuh studi magister divinitas di Gordon-Conwell Theological Seminary dan meraih gelar doktor dari San Francisco Theological Seminary. Beliau tinggal bersama Sakiko istrinya, Joey putra mereka, dan Sasha anjing kesayangan mereka.
TA325
Diterbitkan dan didistribusikan oleh PT. Duta Harapan Dunia