EDISI IX
www.jeratpapua.org
Kantor JERAT Papua Jalan : Bosnik Blok.C No. 48 BTN Kamkey Abepura (99351) Kota Jayapura - Papua Email : jeratpapua@gmail.com Telp : (0967) 587836 Website : www.jeratpapua.org
JERAT PAPUA 2014
EDISI OKTOBER
Pemerintah Diharapkan Monitoring Produk UU Tentang Perempuan Bencana Sawit di Merauke UU Pilkada Disahkan, Kemana Arah Papua ? Mengenal Perta Dambu, Kimaam Berdiri Ditengah Kekerasan
JARINGAN KERJA RAKYAT
EDISI IX
www.jeratpapua.org
J
ayapura,1/9/2014 “Pemerintah diharapkan tidak hanya mengeluarkan produk undangundang tentang perempuan. Tidak harus langsung tetapi pemerintah dapat menunjuk pihak-pihak lain seperti kelompok-kelompok gerakan sipil,” ungkap Asmira dalam Pelatihan Advokasi Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1325 tentang Perempuan, Perdamaian dan Keamanan di Hotel Matos, Abepura, Kota Jayapura, Papua, Senin (1/9). Menurut Asmira, selama ini, Asmira (foto Jubi) pemerintah memang membuat peraturan dan undang-undang tentang perempuan. Misalnya 30 persen keterwakilan perempuan di legislatif, tapi hanya agar tampak bahwa pemerintah peduli pada persoalan perempuan. “Padahal, pada kenyataannya, tidak seperti itu,” katanya.
S.MANUFANDU Sekretaris Eksekutif E. DIMARA Manager Office
Terkait hak-hak perempuan, Yanti Gasper, Pengacara Hukum dari Manokwari mengatakan, pada prinsipnya hak-hak perempuan secara universal sudah termaktup di dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Salah satu hak tersebut adalah mendapatkan rasa aman. “Untuk pelanggaran terhadap hak-hak perempuan, alat yang dapat digunakan perempuan dlam proses advokasi adalah melalui produk undang-undang yang melindungi perempuan dan juga dapat dilakukan melalui media,” ungkap Yanti di Abepura, Jayapura, Papua, Senin (1/9). (Jubi/Aprila) Sumber : http://tabloidjubi.com
ENI RUSMAWATI Manager Keuangan ASMIRAH Keuangan WIRYA.S Manager PSDA & EKOSOB SABATA.RUMADAS Manager PPM ESRA MANDOSIR Manager JKL ANDRIO. NGAMEL Koordinator Unit Studio MARKUS IMBIRI UKoordinator Unit Database Informasi dan Publikasi JERRY OMONA Unit DIP
P
ro kontra investasi sawit di Merauke, terus berlanjut. Disisi lain, dapat meningkatkan pendapatan daerah, memangkas pengangguran dan memberi dampak pada sektor industri. Namun, kehadiran sawit juga mendatangkan bencana pada rusaknya hutan alam.
PT Dongin Prabhawa (Korindo Group), PT Bio Inti Agrindo (Korindo Group), PT Central Cipta Murdaya (CCM), PT Agriprima Cipta Persada, PT Hardaya Sawit Papua dan PT Berkat Cipta Abadi.
Carlo Nainggolan dari Sawit Watch mengatakan, dari hasil investigasi dampak pencemaran limbah perusahaan sawit, ketiga sungai sudah berubah warna dan mengeDari berbagai sumber, sekitar enam perusahaan luarkan bau tak sedap. “Masalah air bersih tidak cukup sawit telah beroperasi di Merauke dalam proyek raksasa; Merauke Integrated Food Energy and Es- bagi warga yang bermukim di sekitar kali itu,” katanya, tate (MIFEE). Perusahaan ini dituding mencemari seperti dirilis Mongabay.com. tiga sungai yang mengalir di kawasan pemilik Perkebunan sawit di sepanjang Kali Bian dan Kali Maro, tanah. Yakni Sungai Kum, Bian, dan Maro. Akibat pencemaran limbah perusahaan, ikan-ikan banyak lanjut dia, menimbulkan masalah besar bagi pemilik ulayat. Perusahaan membersihkan lahan dengan memditemukan mati. bakar, mengakibatkan air tercemar, situs budaya Enam perusahaan sawit berskala besar itu adalah masyarakat rusak, dan kekayaan alam hilang. PerusJERAT NEWSLETTER| EDISI IX OKTOBER
2014
JARINGAN KERJA RAKYAT
EDISI IX
www.jeratpapua.org
ahaan sawit, katanya, harus bertanggung jawab memulihkan dan memberikan kompensasi kepada pemilik di sepanjang pesisir Kali Bian, Kaptel, dan Kali Maro. “Ditambah lagi kontrak 35 tahun. Kami memperkirakan, kalau kontrak diperpanjang hingga 120 tahun, pemilik tanah bukan hanya kehilangan hak ulayat tapi hutan mereka makin rusak.” Proyek MIFEE, dimulai Agustus 2010 di lahan seluas 1, 2 juta hektar. Kasawan ini sebelumnya merupakan hutan alam, dan tempat sumber makanan pokok bagi Suku Malind Anim. Pada September 2012, Badan Perencanaan Investasi Daerah (Bapinda) Merauke, mencatat 46 perusahaan mendapat izin. “Dari 46, 10 perusahaan sawit. Perusahaan ini di Sungai Digoel, dan Malind Anim,” kata aktivis Sekretariat Keadilan dan Perdamaian (SKP) Keuskupan Agung Merauke, Nelis Tuwong. Sepuluh perusahaan sawit itu adalah PT. Dongin Prabhawa (Korindo Group) PT. Papua Agro Lestari, PT. Bio Inti Agrindo (Korindo Group), PT. Mega Surya Agung, PT. Hardayat Sawit Papua, PT. Agri Nusa Persada Mulia, PT. Central Cipta Murdaya (CCM), PT. Agri Prima, PT. Cipta Persada dan PT. Berkat Cipta Abadi. Aktivitas perkebunan sawit dimulai sejak 1997 melalui PT Tunas Sawa Erma, anak perusahaan Korindo Group.
kan izin lokasi sejumlah investor. “Perusahaan telah membongkar hutan adat yang selama ini kami lindungi. Ini menghilangkan berbagai macam obat-obatan tradisional,” kata Ketua LMA Malind Bian, Sebastianus Ndiken. Sawit Watch dan SKP adalah dua lembaga yang konsen terhadap masalah sawit di Merauke. Keduanya mendesak pemerintah mengevaluasi berbagai izin lokasi dan HGU perusahaan sawit yang kini telah beroperasi. Pemerintah Merauke Terkait masuknya sawit, pemerintah setempat pernah berencana menghentikan investasi sejumlah perusahaan. Meluasnya perkebunan sawit dikhawatirkan mengancam ketersediaan air di wilayah itu. “Kita memahami Merauke ini dari aspek hidrologi hanya tergantung pada air hujan, air rawa, air tanah, tidak ada air yang mengalir dari gunung. Padahal, kelapa sawit ini butuh air banyak. Merauke pun bisa kering kerontang kalau terlalu banyak kelapa sawit,” kata Bupati Merauke Romanus Mbaraka, dalam sebuah kesempatan. Ia mengatakan, dampak pembukaan perkebunan sawit akan dikaji dengan lebih baik khususnya pengaruhnya terhadap ketersediaan air tanah. Berdasarkan kesesuaian ruang, perkebunan kelapa sawit diarahkan ke wilayah Merauke utara, yaitu di daerah hulu sungai.
Chaeruddin mengatakan, Badan Penanaman Modal Daerah mencatat ada 6 perusahaan (investor) kini sedang menginvestasikan modalnya di Merauke. Aktivitas perusahaan tersebut dimulai dengan pembukaan lahan, pembibitan dan penanaman bibit. Terkait peran BPMD, Chaeruddin menambahkan, pihaknya hanya bersifat memfasilitasi administrasi perusahaan. BPMD menerima laporan dari perusahaan dan meneruskannya ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Pusat. “Kami ini sifatnya pintu masuk saja, artinya memfasilitasi urusan administrasi. Terutama yang berkaitan dengan pelaporan kemajuan perusahaan yang akan kami teruskan ke BKPM pusat. Kalau administrasinya beres, investor akan berhubungan dengan instansi terkait,” tandasnya.
Menggiurkan Potensi lahan sawit di Merauke memang menggiurkan. Yang terbaru, adalah PT IJS yang berniat merambah lahan Merauke. Perusahaan ini berencana membuka perkebunan dan pabrik pengolahan sawit di Distrik Ulilin dan Elikobel di areal seluas 18 ribu hektar lebih.
Ketua Tim Teknis Komisi Penilai Amdal Provinsi Berdasarkan data Pemkab Merauke, komoditas Papua, Ir Frans Linting mengatakan pembahakelapa sawit dan tebu lebih diminati para inves- san terhadap dokumen Kerangka Acuan, Amdal, Rencana Kelola Lingkungan (RKL) dan tor ketimbang tanaman pangan, seperti padi, Atas aktivitas perusahaan sawit tersebut, Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) peLembaga Masyarakat Adat (LMA) mendesak jagung, kedelai. rusahaan itu telah dilakukan. Selanjutnya, akan pemerintah segera mencabut dan membatal- Sementara itu, Kepala BPMD Merauke, dibahas dalam rapat komisi berbagai elemen. “Tim teknis telah menyetujui dan merekomensikan hasil dari penilaian ini, di mana tim teknis Lahan Kelapa Sawit selanjutnya akan membawanya ke dalam rapat Usia 6 tahun. (foto ist) komisi, bahwa dari sisi teknis kegiatan (PT IJS) ini layak,” kata Frans. Namun, sambungnya, ada beberapa catatan khusus kepada PT IJS yang mesti dikerjakan. Yakni, perusahaan wajib berkoordinasi dengan BKPRD Kabupaten Merauke terkait efektifitas luasan yang akan digunakan berdasarkan surat Bupati Merauke nomor 339 tahun 2013 tentang Pemberian Ijin lokasi seluas 18.587,5 hektar kepada PT IJS. Kedua, perusahaan wajib mengajukan klarifikasi terhadap lampiran peta lokasi pada ijin lokasi, sebagaimana SK Bupati Merauke Nomor 339 tahun 2013. Untuk kepentingan tersebut, perusahaan perlu berkoordinasi dengan Tim BKPRD Kabupaten Merauke. Ketiga, pramakarsa wajib memperbaiki dan JERAT NEWSLETTER| EDISI IX OKTOBER
2014
HAL. 3
JARINGAN KERJA RAKYAT
EDISI IX
www.jeratpapua.org
melengkapi dokumen. Pramakarsa juga wajib membuat peta lokasi, layout kebun inti dan plasma, serta peta lainnya sesuai kaidah topografi. Berikutnya, program CSR yang disepakati oleh pramakarsa agar dikoordinasikan dengan masyarakat dan Pemerintah Merauke sehingga tidak menimbulkan konflik.
Pembibitan Sawit. (foto ist)
Studi Amdal, RKL dan RPL oleh PT IJS, disusun berdasarkan KA Amdal yang sudah ditetapkan melalui Surat Keputusan Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi Papua nomor 21 tahun 2014 tentang kesepakatan kerangka acuan rencana pembangunan perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit seluas 18.587,5 hektar di Distrik Ulilin dan Elikobel, tertanggal 30 Juni 2014.
(Jerry Omona/dari berbagai sumber)
Foto istimewa
Pemilihan kepala daerah langsung atau berdasarkan partisipasi masyarakat akhirnya tak berlaku lagi. Dewan Perwakilan Rakyat memutuskan menghapus pilkada langsung dalam revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. Apa pengaruhnya bagi Papua?
JERAT NEWSLETTER| EDISI IX OKTOBER 2014
HAL. 4
JARINGAN KERJA RAKYAT www.jeratpapua.org
G
ubernur Papua Lukas Enembe mengatakan sistem Pilkada lewat DPRD, telah sesuai dengan budaya keterwakilan di Papua seperti noken atau lewat kepala suku. “Kita kan minta kekhususan. Ini melekat di DPRD baik untuk kepala provinsi, walikota atau bupati. Kita kan sudah ada noken atau keterwakilan. Itu bukan sistem yang baru,” ujar Lukas.
EDISI IX
Koalisi Jokowi-JK yang terdiri dari PDI Perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa, serta Partai Hati Nurani Rakyat hanya mampu mengumpulkan 125 suara. Jumlah itu termasuk pecahan 11 dari Partai Golkar dan 4 suara dari Demokrat. Namun kubu PrabowoHatta yang terdiri dari Partai Gerakan Indonesia Raya, Partai Amanat Nasional, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, serta Partai Keadilan Sejahtera, jauh lebih unggul dengan 226 suara.
di Papua juga menyatakan dukungan terhadap pemilihan kepala daerah tidak langsung. Mereka meminta pemilihan oleh DPRD bisa dimasukan ke dalam revisi Undang Undang Otsus Papua yang kini tengah dibahas DPR RI.
Mulanya ketiga kubu mempertahankan opsi masing-masing. Namun kubu Jokowi-JK akhirnya mengalah pada opsi Demokrat baik Pengesahan UU Pilkada lewat DPRD diputuskan, dalam forum lobi maupun di paripurna. Namun keputusan kubu presiden dan wakil Kamis pekan lalu. Ketetapan itu diambil setelah presiden terpilih itu malah tak digunakan oleh paripurna menggelar voting atau pemungutan suara. Kubu pendukung pilkada langsung dari po- Demokrat. Partai berlambang Mercy dengan ros koalisi Joko Widodo-Jusuf Kalla kalah telak dari 129 suara memilih walk out atau meninggalkubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, pendukung kan paripurna. pilkada melalui DPRD. Selain Enembe, sejumlah tokoh masyarakat
Menurut pria yang juga Dosen Ilmu Politik Universitas Cendrawasih ini, pilkada langsung di Papua lebih banyak mudharatnya. Pasalnya, bukan cuma menelan biaya besar tapi juga memakan korban jiwa.
Dia mengatakan pilkada langsung belum siap dilakukan di Papua. Ada beberapa alasan yang menurutnya sistem ini sulit diterapkan di daerah paling ujung timur di Indonesia ini. Selain perpecahan komunitas suku, pilkada langsung tidak cocok dengan kondisi geografis alam di Bumi Cenderawasih. Lukas mengungkapkan, jika memang waktunya sudah siap, Papua bakal terbuka dengan sistem pilkada langsung. “Namun belum sekarang, ke depan semua terbuka, tidak ada lagi sistem kepala suku, tidak ada lagi sistem noken,” kata mantan Bupati Puncak Jaya tersebut.
Para tokoh yang tergabung dalam Tim Perancang Undang Undang Pemerintahan Otonomi Khusus Papua ini mendatangi kantor Fraksi Partai Golkar di Gedung Nusantara I DPR RI, Jakarta, Selasa (9/9) untuk Pemungutan suara yang dimulai pada pukul menyampaikan aspirasi tersebut. “Kita ingin 01.10 WIB itu, setelah paripurna berlangsung sistem pilkada tidak langsung dimasukkan alot. Selain kubu Jokowi-JK dan kubu dalam RUU Otsus. Pertimbangannya, situasi Prabowo-Hatta yang mengusulkan masing- di Papua kalau pilkada langsung terlalu banmasing opsi pemilihan, Partai Demokrat juga yak konflik sampai-sampai merusak tatanan mengusulkan satu opsi lainnya yakni pemili- adat dan keluarga di Papua,” kata Ketua han langsung dengan 10 perbaikan. Tim, Basir Rohrohmana.
Hal senada dilontarkan anggota Komisi B DPR Papua Thomas Sondegau. Ia menambahkan, mekanisme pilkada tidak langsung merupakan aspirasi mayoritas masyarakat Papua. Pelaksanaan Pemilu Legislatif di Papua (foto : istimewa)
JERAT NEWSLETTER| EDISI IX OKTOBER
2014
HAL. 5
JARINGAN KERJA RAKYAT
III EDISI IX
www.jeratpapua.org
Politisi Partai Demokrat ini mengatakan, beberapa waktu lalu DPR Papua pernah menggelar rapat dengar pendapat dengan masyarakat untuk membahas revisi UU Otsus. Hasilnya, sebagian besar setuju pilkada tidak langsung harus masuk dalam revisi tersebut. Thomas menolak jika Pilkada tidak langsung dianggap tak demokratis. “Di Papua, gereja bisa pecah karena Pilkada. Jadi, pemilihan lewat DPRD juga konstitusional,” jelasnya.
sebuah bentuk kemunduran proses pembelajaran demokrasi yang sudah berlangsung di Indonesia. Bahkan, menjadi kemunduran dari desentralisasi otonomi daerah. “Satu poin penting, diberlakukannya otonomi daerah itu terdapat daulat rakyat memilih pemimpin lokal,” kata Mada. Mada mengatakan revisi UU Pilkada ini sebagai bentuk peninggalan buruk dari hasil pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. “Saya kira ini blunder terbesar justru terjadi di masa akhir pemerintahan beliau.”
Legislator DPRD Mimika, Agustinus Anggaibak berpendapat, pemilihan kepala daerah mulai dari tingkat bupati/wali kota hingga gubernur, lebih Belajar dari UU Pilkada ini, ia mengingatkan tidak menutup kemungkinan akan ada poses pengambilan kebijakan publik yang terburucocok lewat DPRD. buru. Juga, kata dia, pembahasan nantinya tidak berdasarkan dari Menurut politisi yang pernah bertarung dalam Pilkada Mimika putaran hasil studi empiris. pertama pada 10 Oktober 2013 itu, sistem Pilkada langsung sesungguhnya sangat baik karena rakyat mengetahui secara rinci kuali- Pengesahan UU Pilkada lewat DPRD dinilai menjadi sejarah hitam tas calon kepala daerah yang hendak dipilih. Namun dari pengalaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada akhir masa jabatannya. selama ini, katanya, suara yang telah diberikan rakyat, banyak “disunat” Parpol kabinetnya yang mengklaim punya semangat reformasi justru tidak memberikan suaranya sesuai dengan kehendak rakyat. oleh penyelenggara Pemilu mulai dari tingkat KPPS hingga KPU. “Secara jujur, kita harus akui bahwa birokrasi yang dibangun oleh KPU Direktur Eksekutif Pusaka Trisakti Fahmi Habsyi mengatakan, sikap dan perangkatnya telah memperkosa suara rakyat. Akibatnya calonreformis PAN, PKS dan Demokrat yang dinilai sebagai antitesis Golkar calon menjadi korban. KPU dan perangkatnya hanya mengamankan telah gugur. Mereka justru mendukung program yang pernah berlangkepentingan calon-calon tertentu. Itu bukan rahasia lagi. Jadi, siapa sung pada era Presiden Soeharto. “Lain mulut, lain perbuatan, ini yang punya banyak uang, dia yang menang,” tuturnya. merupakan sejarah terhitam era SBY. PAN dan PKS sebaiknya memAgustinus tidak menampik jika Pilkada melalui DPRD, hal itu akan pula bubarkan diri untuk bergabung dengan Golkar. Karena hakikat reformasi yang diperjuangkan dahulu telah hangus,” kata Fahmi. melanggengkan praktik korupsi di tubuh lembaga legislatif. Untuk meminimalkan potensi korupsi tersebut, katanya, sistem pilkada harus dibenahi total. “Harus ada aturan-aturan yang jelas supaya dewan yang Ketika itu, kata dia, pendiri PAN, Amien Rais menyampaikan pidatonya terima suap dari calon saat pilkada itu dihukum seberat-beratnya,” ujar dalam majelis amanat rakyat (Mara) dan menyatakan akan mendukung pilkada dan pilpres langsung. Parpolnya juga bertekad akan wakil rakyat dari Partai Hanura itu. memperjuangkan agenda reformis. Namun, sikapnya saat ini justru Baginya, praktik jual beli suara pada pilkada langsung di Papua selama sejalan dengan Golkar Orde Baru. ini sudah sangat memprihatinkan, bahkan telah merusak norma-norma kehidupan berdemokrasi dan moral. “Sekarang ini permainannya sudah (Jerry Omona/dari berbagai sumber) sangat gila. Akibatnya masalah terjadi dimana-mana, orang bisa saling membunuh karena memperebutkan suara.” Kontroversi Kontroversi pengesahan RUU Pilkada menjadi UU Pilkada terus berlanjut. Pengamat Politik, Mada Sukmajati, menilai pilkada langsung maupun tidak langsung sebenarnya tidak melanggar demokrasi dan bersifat konstitusional. Namun, kata dia, yang menjadi persoalan terletak dari proses pengambilan kebijakan. Mada menegaskan tidak ada perdebatan substansial di parlemen dan masyarakat mengenai dikembalikannya pemilihan kepala daerah lewat DPRD. Mada sependapat bahwa dikembalikannya pilkada lewat DPRD adalah JERAT NEWSLETTER| EDISI IX OKTOBER 2014
HAL. 6
JARINGAN KERJA RAKYAT www.jeratpapua.org
III EDISI IX
Pesta Dambu (foto Jubi)
S
alah satu ajang festival dan budaya terbesar di Merauke, adalah pesta Dambu. Festival yang melibatkan ribuan orang ini digelar tiap tahun. Pada 2013 lalu, dilaksanakan dari 27-30 Juli, sedangkan tahun ini, baru saja usai tiga pekan lalu.
Bupati Merauke Drs. Romanus Mbaraka, MT menjelaskan, pesta Dambu 2014 dilaksanakan pada 19 Agustus di Distrik Kimam. Para undangan membanjiri acara akbar itu dengan melalui jalan darat, juga laut lewat selat Mariana, Buraka maupun Bian.
Pesta Dambu di Pulau Kimaam mengikutsertakan warga petani dari “Makna Dambu adalah masyarakat memamerkan hasil bumi yang Distrik Kimaam, Waan, Tabonji dan Ilwayab. didapatkan dalam setahun. Disitu para pihak melakukan pengaduan antara satu dengan yang lain. Atau mereka saling pamer, saling mengkritik Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Merauke, siapa terbanyak dan terbaik dari aspek kualitasnya. Hal itu akan memberi Daud Holenger mengungkapkan, dalam pesta dambu, berbagai semangat untuk mengolah tanah mereka,” terang bupati. kegiatan dilangsungkan, mulai dari pameran hasil kerajinan tangan, hasil alam berupa umbi-umbian, perlombaan panah tradisional, Dari hasil ‘pamer’ tersebut, akan dinilai oleh juri, terutama tua-tua adat. dayung menggunakan satu kaki, pasar malam serta beberapa Selanjutnya, diputuskan mana yang keluar sebagai pemenang. kegiatan menarik lain. Pemenang tersebut, akan ditantang pada tahun berikutnya lagi oleh yang kalah. “Kegiatan ini dilakukan berkesinambungan. Dengan adanya DamDalam ivent ini, budaya lokal diberikan perhatian khusus. “Karena bu sepanjang tahun, akan tersedia pangan yang sangat cukup bagi wardalam kesempatan itu, orang asli Papua akan memasarkan dan ga.” menjual semua potensi yang dimiliki,” katanya. Romanus menambahkan, Pesta Dambu dapat pula dimaknai sebagai Dia mengaku, festival Dambu merupakan sarana yang sangat amusaha saling membalas hasil pangan. Tradisi ini turun-temurun diwarispuh untuk mempercepat dan mengembangkan budaya dan parikan dan telah dimodernisasi. “Kalau nilai ini ditanamkan di seluruh Pawisata di Merauke. “Banyak potensi masyarakat belum diketahui. pua, saya kira orang Papua atau khususnya di Merauke, tidak akan lapar Apalagi topografi wilayah sangat jauh. Dengan demikian, dalam sepanjang tahun. Ini nilai positif dari pesta tersebut. Event ini menjadi kesempatan itu, otomatis akan dimanfaatkan masyarakat dengan acara wisata budaya yang bisa dikategorikan sebagai event specific.” sebaik mungkin.” Festival Dambu dapat juga diartikan sebagai salah satu pesta ucapan JERAT NEWSLETTER| EDISI IX OKTOBER 2014
HAL. 7
JARINGAN KERJA RAKYAT
EDISI IX
www.jeratpapua.org
terima kasih kepada Tuhan atas hasil panen, dengan menampilkan kompetisi seperti Kumbili, Ham dan Yaro yang paling besar dan panjang. Pada acara tersebut, diisi pula tarian, ritual tusuk telinga dan gulat tradisional. Gali Potensi Merauke Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) kini sedang berupaya untuk menggali potensi wisata Merauke. “Ini untuk kepentingan pengembangan kepariwisataan daerah di kabupaten itu,” kata Direktur Promosi Pariwisata Dalam Negeri Kemenparekraf M Faried. Pihaknya menggandeng para pemangku kepentingan meliputi kepala-kepala adat, pastor, dan satuan kerja di Pemkab Merauke. Faried menyarankan agar pengembangan bertahap dilakukan paralel antara aksesibilitas dan sarana pendukung pariwisata lainnya. “Yakni pengemasan obyek-obyek daya tarik wisata, dan akomodasi,” katanya.
Kepala Dinas Tanaman Pangan Kabupaten Merauke Ir. Bambang Dwiatmoko, M.Si mengatakan, masyarakat Kampung Sabon begitu antusias dan serius menanam padi. Itu terlihat dari 82 sawah yang dicetak, masyarakat berhasil menanam seluas 87 ha.
Dikatakan, selain cetak sawah baru 100 ha di Kampung Sabon, di tahun 2013, pihaknya juga melakukan optimalisasi lahan seluas 100 ha di Distrik Kimaam, Kampung Woner, Kimaam, Mambum, Kumbis, Sabudom dan Teri. Untuk Distrik Waan sendiri, lanjut Bambang, tidak hanya padi yang dikembangkan, tapi juga umbi-umbian. “Bahkan pada saat panen padi itu, juga dilaksanakan pesta Dambu,” ujarnya.
(Jerry Omona/dari berbagai sumber) Pihaknya juga mengupayakan agar lebih banyak investor masuk ke kawasan itu. Salah satu yang sedang dijajaki adalah jaringan Swiss-Belhotel yang sudah menyatakan akan turut bekerja sama menghidupkan pariwisata di Merauke. Hotel tersebut mengoperasikan 103 kamar dan beroperasi sejak awal 2012. “Memang sudah ada Festival Dambu di Kimaan yang merupakan salah satu kebanggaan masyarakat Merauke. Tapi ke depan, perlu lebih banyak lagi atraksi wisata agar investasi terus mengalir ke wilayah itu, yang kedepan diharapkan bisa menyejahterakan masyarakat setempat.” Dinas Pariwisata Merauke mencatat jumlah wisatawan nusantara yang mengunjungi Merauke pertahun rata-rata mencapai 6.000 orang. Merauke sendiri merupakan satu dari 29 kabupaten/kota di Provinsi Papua. Nama Merauke berasal dari ungkapan “Maro ka ehe liki” yang berarti ‘sungai ini bernama Maro’. Kebetulan, Kota Merauke terletak di tepi Sungai Maro. Melalui perjalanan waktu, sebutan Maroke atau Meroke akhirnya berubah menjadi Merauke. Secara umum potensi wisata di Merauke dapat dipilah-pilah berdasarkan wisata alam, sejarah, dan budaya. Wisata alam meliputi pantai-pantai di bagian selatan, taman nasional, suaka margasatwa atau cagar alam, dan penangkaran buaya. Wisata sejarah antara lain melihat Tugu Pepera yang menceritakan kembalinya Irian Barat ke pangkuan RI. Ada juga tugu peringatan masuknya agama Katolik di Merauke. Lainnya, Tugu Kembar yang hanya terdapat di Sabang dan Merauke. Menanam Padi Festifal dambu telah memotivasi warga menanam padi. Festival yang dikembangkan dari kebiasaan Masyarakat Adat Sub Suku Khima-Khima melakukan kompetisi hasil panen itu, telah menjadikan Kimaam dilirik investor. Hasil panen padi di kawasan itu dapat dibilang tak kalah dengan produksi padi di daerah transmigran di Kota Merauke. Dalam sebuah kesempatan, warga Kampung Sabon, Distrik Waan, pernah meminta Pemerintah Merauke menambah cetak sawah baru seluas 500 ha di daerah itu. Permintaan disampaikan masyarakat melalui kepala distrik Waan saat panen perdana padi pada cetak sawah baru seluas 82 ha di Kampung Sabon barubaru ini.
JERAT NEWSLETTER| EDISI IX OKTOBER2014
(Koordinator DIP : Markus Imbiri) JERAT PAPUA Diundang dalam Festival Jurnalis Warga, Pemaparan Materi “SMS Gateway Bagi Masyarakat Dalam Mempengaruhi Kebijakan Publik terkait Kesehatan” USAID—KINERJA (Surabaya 2014)
HAL. 8
JARINGAN KERJA RAKYAT
EDISI IX
www.jeratpapua.org
SC JERAT Papua (Fadhal Alhamid) bersama Tokoh Adat Suku Momuna Kabupaten Yahukomo Papua 2014 (Foto : Wirya dan Sabata/Jerat Papua)
JERAT NEWSLETTER| EDISI IX OKTOBER 2014
HAL. 9
JARINGAN KERJA RAKYAT
EDISI IX
www.jeratpapua.org
Mama Pedagang Papua (foto : Jerry Omona/Jerat Papua)
Kilas Balik HAM Perempuan Papua Berdiri di Tengah Kekerasan Pemenuhan HAM bagi Perempuan di Papua ternyata belum sepenuhnya dilakukan. Kasus kekerasan pada perempuan masih selalu mengisi koran pagi.
Perlakuan buruk terhadap kaum hawa bahkan berjalan lurus dengan grafik penganiyaan yang menimpanya. Dalam tahun 2007, kekerasan pada perempuan di Papua masuk dalam peringkat ketiga terbesar seluruh Indonesia. Disusul Maluku dan Yogyakarta. Berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS), Papua berada di angka 13,62%, Maluku 10,39%, dan Yogyakarta 9,14%. Survei mengambil sampel 68.800 rumah tangga dengan blok sensus perkotaan dan pedesaan. Wien Kusdiatmono, penanggung jawab operasional memaparkan, kasus tak terbantahkan itu terjadi 3,06% di perkotaan, dan 3,08% di pedesaan. Penelitian ini juga menyimpulkan, diantara 100 orang, diperkirakan tiga kekerasan dialami perempuan. Jumlah peristiwanya 3 juta dengan 2,27 juta korban. Situasi mengerikan ini paling banyak berbentuk penghinaan, 65,3%, penganiayaan (25,3%), pelecehan (11,3%), penelantaran (17,9 %), dan dalam rupa lainnya yang tidak didefinisikan (16,2%). Menurut Wien, penganiayaan tertinggi di Papua dengan persentase 70,3%.
Survei tersebut tak berbeda jauh dengan hasil yang diperoleh pada 2014. Wakil Ketua Bidang Program Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dr Margaretha Hanita mengatakan, Papua masih merupakan wilayah dengan jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan, terbesar. Yakni mencapai 1.360 untuk setiap 10.000 perempuan. Direktur Pembinaan Pendidikan Masyarakat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ella Yulaelawati mengatakan, Indonesia memang memprihatinkan dalam masalah gender, dimana pada 2012, berada di peringkat 108 dari 169 negara Indeks Pembangunan Gender. “Indonesia juga tercatat negara pemasok perdagangan anak perempuan, antara lain untuk prostitusi, pekerjaan rumah tangga dan eksploatatif lainnya.” Kekerasan Terhadap Perempuan di Papua Dominggas Nari dalam “Potret Kekerasan Terhadap Perempuan di Papua, dari Perspektif Hak Asasi Manusia” menyebutkan, persoalan ini merupakan suatu gejala yang universal. Hampir semua masyarakat di dunia pada setiap tahapan sejarahnya, membawa serta dirinya dalam berbagai bentuk kekerasan. Sekjen PBB di depan konferensi Perempuan sedunia ke 4 di Beijing tahun 1985, justru menyebutkan, karena sifat keuniversalan praktek tersebut, maka ia harus dikutuk secara universal pula. Keuniversalan dari gejala ini menyentak “keadaan” yang merupakan produk dari suatu tatanan kehidupan kemasyarakatan yang serupa, tapi tidak sama sekali diantara
JERAT NEWSLETTER| EDISI IX OKTOBER2014
HAL. 8
JARINGAN KERJA RAKYAT
EDISI IX
www.jeratpapua.org
Mas kawin saat pertunangan atau menjelang pernikahan wajib ditanggung pihak suami dan keluarga. Besar mas kawin tergantung kesepakatan kedua Di Papua, kekerasan terhadap perempuan, begitu luar biasa. pihak. Makin besar mas kawin, makin besar pula beban moril yang ditanggung Namun masyarakat belum memahamimya sebagai bentuk sang perempuan selama perjalanan hidup berkeluarga. Perempuan harus berdari pelanggaran terhadap hak asasi manusia. “Dalam sistem penampilan dan berperangai serba ‘menyenangkan’ untuk keluarga pria. Dabudaya Orang Papua, kaum perempuan mendapat tempat lam struktur sosial, perempuan dari keluarga berada atau terpandang memiliki yang cukup baik. Namun hal ini bukan berarti sama dalam mas kawin dengan nilai sampai puluhan juta rupiah. Sekitar 250 suku di Papua praktek kehidupan, perempuan lepas dari kekerasan,” sebut memiliki mas kawin berbeda-beda. Nari. masyarakat-masyarakat di dunia
Umumnya perempuan yang menerima kekerasan adalah yang tidak bekerja. Juga disebabkan oleh pola pikir yang menempatkan laki-laki sebagai sosok pemberani, tegas, dan memiliki status lebih tinggi. Pemerintah sebenarnya telah berupaya mengatasi masalah ini dengan menurunkan sejumlah undangundang, seperti UU Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita dan UU Nomor 5 Tahun 1998, Ratifikasi Konvensi Internasional Menentang Penyiksaan dan Merendahkan Martabat Manusia. Sayangnya, regulasi itu tidak dijalankan semestinya. Frederika Korain dalam sebuah seminar bertajuk Pemenuhan HAM Perempuan Papua, menjelaskan, 80% perempuan Papua masuk dalam kategori miskin absolut. Hal ini menjadi alasan mereka sering menerima perlakuan tak adil. Mereka juga memiliki kualitas pendidikan dan kesehatan yang rendah dibandingkan wanita di provinsi lainnya.
Yusan Yeblo, Aktifis Perempuan menyebutkan, kekerasan ternyata tidak hanya pada kalangan berpendidikan rendah. Perempuan perkotaan, juga mengalami hal serupa. Bahkan, walau suami-istri di dalam keluarga adalah pejabat di kantor yang sama, tetapi di rumah, istri tetap sebagai orang yang harus melayani.
Dalam adat, posisi perempuan sejatinya bagai buah simalakama. “Perempuan Papua masih berada dalam belenggu yang mengikat tanpa daya untuk melakukan perubahan,” kata Hana Hikoyabi, mantan Wakil Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP).
Hana menjelaskan, sejak reformasi 1998, pemerintah telah mengambil kebijakan penyelesaian masalah Papua dengan memberikan otonomi khusus. Namun sejauh ini, implementasinya tetap saja tidak sesuai harapan. Ironisnya, permasalahan tentang kekerasan perempuan melebar ke sektor lain. Upaya bersama, lanjut Hana, menjadi salah satu langkah paling efektif menegakan keadilan di Papua. “Paling penting adalah menghilangkan sikap masyarakat yang memberi beban ganda secara negatif kepada perempuan,” papar Hana. Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Papua Annike Rawar mengakui kasus kekerasan terhadap perempuan di Papua, begitu kompleks. Menurut dia, bukan hanya laki – laki saja yang patut disalahkan, tetapi juga wanita. “Miras (minuman keras) salah satu pemicu timbulnya kekerasan.” Perkembangan teknologi informasi yang kian canggih, dibarengi maraknya aplikasi sosial media, situs kencan serta siaran infotaiment ‘murahan’ kata Annike, ikut pula berperan merusak keharmonisan rumah tangga. “Hal ini membuka peluang perselingkuhan. Rumah tangga yang dulunya utuh, kini renggang,” ucapnya. (Jerry Omona/Dari Berbagai Sumber)
Program pemerintah, kata dia, tak banyak juga membantu perempuan keluar dari tekanan kekuasaan laki-laki. Soalnya, pejabat yang berkuasa di pemerintahan dan DPRD, lebih dominan kaum pria yang dibesarkan oleh adat. “Saya menyerukan kepada semua perempuan Papua untuk bersatu menuntut hak dan martabat, sama derajat dengan pria,” kata Yeblo.
Mas Kawin Salah satu penyebab terpenting sikap pasrah istri terhadap suami, sekaligus menjadi sumber rentannya kekerasan adalah mas kawin. Makin tinggi nilai mas kawin, beban moril yang ditanggung istri makin besar. Istri merasa seakan-akan ‘dibayar mahal’. Karena itu, seluruh diri, jiwa raganya mesti dibaktikan untuk suami. JERAT NEWSLETTER| EDISI IX OKTOBER 2014
HAL. 9
JERAT PAPUA 2014 AN RAT K E AT r J P e DA Lett te
i g ws ebs a.or e u W N di p pa si t i a r Ed .je w ww
Supported by :
REDAKSI Penanggungjawab Pimpinan Redaksi Editor/Redaktur Kontributor Desain/Layout
: : : : :
pt. JERAT Papua Septer Manufandu Jerry Omona Wirya Supriyadi, Engelbert Dimara Markus Imbiri
Kantor JERAT Papua Jalan : Bosnik Blok.C No. 48 BTN Kamkey Abepura (99351) Kota Jayapura - Papua Email : jeratpapua@gmail.com Telp : (0967) 587836 Website : www.jeratpapua.org