Lembaga Pers Dr. Soetomo Diresmikan 23 Juli 1988 di Jakarta oleh Dewan Pers Lembaga Pers Dr. Soetomo sebagai PUSAT PELATIHAN JURNALISME DAN PENGEMBANGAN PROFESIONAL (CENTER FOR JOURNALISM TRAINING AND PROFESIONAL DEVELOPMENT) menyelenggarakan:
I. Program Studi Reguler 1. Kursus Penyegaran Jurnalisme (Kode KPJ). Dua bulan. Untuk wartawan yang sudah bekerja di media massa atau peminat umum yang belum bekerja dan berpendidikan minimal D–3.
2. Kursus Penyegaran Jurnalisme Calon Redaktur (Kode KPCR). Satu bulan. Untuk wartawan senior calon redaktur di suatu media massa. 3. Kursus Penyegaran Jurnalisme Redaktur (Kode KPR). Lima hari kerja. Untuk redaktur yang bekerja di media massa. 4. Kursus Jurnalisme dan Public Relations (Kode PJI): Dua minggu (10 hari kerja). Untuk pejabat humas dan peminat umum.
II. Program Studi Nonreguler Kursus jurnalisme diadakan sewaktu-waktu. Untuk kurun 3 hari, 5 hari, 10 hari, atau satu bulan. Kerja sama dengan suatu media, humas, atau lainnya. Di Jakarta atau tempat lain.
III. Program Studi khusus Kursus jurnalisme membahas satu isu khusus. Dalam bentuk lokakarya dilanjutkan kursus jurnalistik selama 6 bulan sampai satu tahun. KETERANGAN LEBIH LANJUT: BAGIAN PENDIDIKAN LEMBAGA PERS DR. SOETOMO GEDUNG DEWAN PERS LANTAI 8 JALAN KEBON SIRIH 32-34, JAKARTA PUSAT 10110 TELEPON (021) 345 98 38, FAKS (021) 384 08 35 E-MAIL: lpds@indosat.net.id
M eja depan LAIK dan 60 Tahun Republik
LAIK/Dado
delapan jam mendatangi enam rumah sakit untuk mendapatkan perawatan maka "safari" Zulfikri pun berakhir di RS Harapan Bunda di Jakarta Timur. Ini baru satu contoh potret pelayanan publik pada saat republik kita meriah merayakan 60 tahun kelahirannya. Masih mengenai pelayanan di sektor kesehatan, kita juga disuguhkan dengan berita busung lapar di beberapa daerah. Begitu pula berita miring bidang pelayanan publik lain misalnya di sektor pendidikan dan transportasi tak pernah absen mengisi halaman media cetak maupun tayangan media elektronik. Sementara itu masyarakat atau publik terus "dipaksa" untuk menanggung biaya pelayanan publik yang kualitasnya masih jauh dari memuaskan. Namun sayangnya tak banyak media yang menyoroti secara khusus persoalan pelayanan publik ini. Kelangkaan media yang khusus menyorot permasalahan pelayanan publik mendorong kami untuk mengisi kekosongan itu dengan meluncurkan media bulanan ini. Mengapa LAIK? Nama ini erat kaitannya dengan pelayanan publik. Bukankah sarana pengangkutan publik seperti pesawat terbang, kapal laut atau bus dan angkutan umum perlu memiliki sertifikat laik terbang, laik laut atau layar serta laik darat? Laik, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, artinya memenuhi persyaratan yang ditentukan atau yang harus ada; patut; pantas dan layak. Maka, sesuai dengan tujuan penerbitan kami sebagai media pelayanan publik, nama LAIK pun disepakati sebagai brand kami. Selain itu, LAIK juga bisa dianggap sebagai akronim layanan publik. Singkat dan enak didengar, kan.❚
Rapat Redaksi LAIK Edisi perdana
M
uhammad Zulfikri namanya. Ia lahir prematur pada pertengahan Juli dengan pertolongan seorang dukun beranak dan tak disangka ia harus melalui cobaan berat begitu keluar dari rahim ibunya. Ia memerlukan perawatan intensif karena kondisinya memburuk. Naas baginya, enam rumah sakit yang didatangi oleh orangtuanya untuk meminta pertolongan menolak merawat Zulfikri. Berbagai alasan diberikan oleh lembaga pelayanan publik tersebut untuk menolak bayi anak keluarga miskin itu. Satu dua rumah sakit beralasan tidak memiliki Neonatal Intensive Care Unit (NICU); Unit Perinatologi (unit yang menangani bayi) penuh; bayi bisa dirawat tapi apa berani membayar Rp 700.000 sehari? Sedangkan yang lain berdalih inkubator sudah habis dipakai pasien lain; NICU penuh dan RS hanya khusus untuk pasien trauma dan Zulfikri dikhawatirkan akan terinfeksi. Alhasil, setelah
LAIK Majalah Pelayanan Publik
Adil dan Berkualitas
http://www.pattiro.org
Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi: Syahrir Wahab; Pemimpin Usaha: Ilham Cendekia Srimarga; Redaktur Pelaksana: Sad Dian Utomo; Redaktur: Mimin Rukmini, Dini Mentari; Staf Redaksi: Maya Rostanty, Muslih M. Amin, Imron Hamami, Iskandar Saharudin, Susana Dewi R., Setyo D. Herwanto, M. Fahazza, Aminuddin Azis; Kepala Riset & Dokumentasi: Rohidin Sudarno; Redaktur Foto: Danardono Siradjudin; Sekretaris Redaksi: Yusriani Manurung; Desain Grafis: Rudy Priyatno; Sirkulasi: Riyanto; Alamat: Jl. Tebet Utara II C No. 22, Jakarta Selatan 12820, Indonesia, Telp. (62-21) 8297954, 70986724, Fax. (62-21) 8297954, Email: laik@pattiro.org; Penerbit: PATTIRO (Pusat Telaah dan Informasi Regional); No. Rekening: Bank BNI Cab. Menteng, A/C 000-107-387-62; Percetakan: PT Grafimatra, Isi di luar tanggung jawab percetakan.
LAIK ❚ EDISI 01 ❚ TAHUN I
❚
AGUSTUS 2005
3
LAIK ❚ EDISI 01 ❚ TAHUN I
❚
AGUSTUS 2005
Repro Distarkim-Jabar
D aftar isi
layanan utama 7 - 20 sosok 30 - 33 Erna Witoelar: ‘Kebijakan Pemerintah Kurang Memihak Orang Miskin’
Setelah 60 tahun merdeka, kualitas pelayanan publik seolah jalan di tempat. Masih adakah harapan perbaikan di masa datang? Unek-unek .......................................................
5-6
LAIK/Syahrir Wahab
Bakti Smart EI: Orang Kaya Dilarang Sekolah ......... 21-24 Sisipan RUU Pelayanan Publik ....................................... 25-29 Inovasi Pritt! 14 Hari Urusan Kela ................................. 36-39
Kolom
Khas Respons Konsumen, Mesiu Perbaikan .......... 40-43
Dok. Pribadi
Dok. Pribadi
Komplain Mau Sekolah Kok Jadi Stres .............................. 44-46
R. Alam Surya Putra
34
Komitmen Politik dan Upeti
santai 49 Sandrina Malakiano: Di Sela Macet
Serpihan ..........................................................
47
Santai ...............................................................
48
Resensi .............................................................
50
Desain Cover: Rudy Priyatno Foto Cover: Dado
4
LAIK ❚ EDISI 01 ❚ TAHUN I
❚
AGUSTUS 2005
U nek-unek Aksi Calo Terminal Pulo Gadung Meresahkan
hitung dengan jari. Sarana jalan banyak berlubang. Tapi, keluhan ini tak pernah ada solusinya. Bagi saya, air juga menjadi problem. Setiap pagi, di rumah saya di Ciheuleut-Tegal Mangga, air PAM kecil mengalirnya. Padahal saya selalu membayar dengan patuh ke PDAM Bogor. Jadi, tolong perbaikilah pelayanan publik ini. Semoga semua keluhan ini ada solusinya, tak sekadar wacana saja. R. Muhammad Mihradi
Haidar Zen
Pengajar Fak. Hukum Universitas
Bintaro Raya, Jakarta Selatan
Pakuan, tinggal di Bogor
Keluhan Warga Bogor
Curhat Kepala Desa Sumedang
Saya warga Bogor. Kini Bogor tak seindah dulu lagi. Kota maupun Kabupaten Bogor mulai dikepung berbagai mal. Jalan dengan angkotnya di daerah tertentu selalu macet. Sarana halte, bisa di-
Kesehatan dan Pendidikan adalah masalah utama di desa kami. Pernah ada seorang gadis, sebut saja A (19 tahun), terserang penyakit tifus dan dirawat
LAIK/Dado
Sebagai konsumen angkutan bus antarkota melalui Terminal Pulo Gadung, Jakarta Timur, saya sering menyaksikan adegan mengenaskan. Para calon penumpang yang tidak berdaya ditarik-tarik dan dipaksa calo tiket bus. Ironisnya, calo bus bergaya preman di Terminal Pulo Gadung rata-rata mengenakan identitas jelas, yakni seragam yang dilengkapi nama dan logo perusahaan bus di bagian dada. Target mereka biasanya perempuan, orang lanjut usia, atau orang yang dari gerak-gerik dan penampilan kemungkinan besar bukan warga ibu kota. Para calo itu bukan hanya memaksa, menarik tangan atau tas dan bawaan calon penum-
pang, mereka juga tidak jarang membentak, menggertak, bahkan mengancam calon penumpang yang menolak menyebutkan kota tujuan keberangkatan mereka. Parahnya lagi, aksi brutal calo berkelakuan preman itu dilakukan secara leluasa di hadapan petugas DLLAJR dan Polisi. Kepada pihak berwenang saya hendak bertanya, "Sampai kapan keadaan liar ini akan dibiarkan berlangsung di Terminal Pulo Gadung?"
Suasana Terminal di Jakarta LAIK â?š EDISI 01 â?š TAHUN I
â?š
AGUSTUS 2005
5
U nek-unek di rumah karena perawatan di RS mahal bagi mereka. Walaupun rumah mereka berlantai keramik, pekerjaan orang tua A hanya penjual tahu yang penghasilannya hanya cukup untuk makan sehari-hari. Mereka tak punya tabungan, apalagi untuk bayar rumah sakit. Selama tiga bulan A dirawat di rumah. Karena susah makan ditambah asupan gizi yang kurang, makin hari A semakin lemah dan tinggal tulang melekat di badan. Menyadari hal itu, orangtuanya baru membawanya ke RS. Itupun setelah mendapat pinjaman sana sini. Sayang, semua itu terlambat. Hanya tiga hari A menginap di RS sebelum Yang Kuasa mengambilnya. Kejadian itu membuat saya berkesimpulan warga di desa kami baru akan ke RS kalau sudah parah penyakitnya dan seringnya tidak tertolong. Mereka selalu berpikir bahwa kalau bisa dirawat di rumah 'ya di rumah saja. Sebagai kepala desa, saya pernah menyarankan orangtua A membawa anaknya ke RS saja. Dan jawabnya "memangnya mau bantu bayar?" Alasan orangtua A juga dapat dipahami. Ketika berhadapan dengan RS, memang susah jika tidak pegang uang. Sepertinya kesehatan hanya milik orang-orang yang berduit. Berkaitan dengan pendidikan, saya pernah mendatangi sebuah keluarga untuk menanyakan kenapa anaknya tidak sekolah, padahal usianya sudah 10 tahun. Si orangtua menjawab sekolah bagi keluarganya tidak perlu. Kaget juga saya mendengar jawabannya. Saya tanya lagi. Kenapa begitu? Dia men-
6
jawab,"Harta saudara saya habis dijual untuk menyekolahkan anaknya, sekarang keluarga itu miskin. Padahal anaknya akhirnya cuma jadi penjual indomie di kaki lima, karena susah cari kerja. Kalau sekadar jadi penjual indomie sih tidak usah sekolah tinggi-tinggi, cukup bisa baca tulis saja." Dari obrolan di atas saya jadi tidak berani lagi memaksakan bahwa pendidikan itu penting. Walaupun saya menjelaskan tujuan pendidikan bukan sekedar buat cari kerja tetapi lebih dari itu. Namun memang sulit menjelaskan pentingnya pendidikan sementara lawan bicara kita masih bergulat dengan persoalan kebutuhan dasar. Saya pun sepakat bahwa orang yang sudah sekolah setidaknya bisa bekerja dan berpenghasilan. Namun faktanya lapangan kerja sulit didapat. Sementara urusan perut tak bisa ditunda. Emang Puraganda Kepala Desa Ciuyah, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Sumedang
Gemas Pada Pelayanan Pos Indonesia Saya sering gemas kalau menyimak keluhan anggota masyarakat di media massa tentang buruknya pelayanan PT Pos Indonesia. Eh, sekarang malah mengalami sendiri nasib sial mendapat pelayanan buruk perusahaan yang dulu memonopoli jasa pengiriman surat dan barang di negeri ini. Pada pertengahan Mei 2005 salah seorang saudara di Solo mengirim paket ke alamat kami melalui PT Pos Indonesia, namun hingga lebih dari dua bulan paket
LAIK â?š EDISI 01 â?š TAHUN I
â?š
AGUSTUS 2005
tersebut belum juga kami terima. Padahal, nama dan alamat surat ditulis benar dan lengkap di atas pembungkus paket. Selama ini pun surat, paket, dokumen, yang dikirim ke alamat kami melalui jasa kurir selalu sampai dengan selamat. Tapi, entah karena termasuk kiriman paket biasa, bukan kilat khusus, barang yang mestinya sudah kami terima hingga kini tidak ketahuan bagaimana nasibnya. Lengkap sudah gemas dan kecewa saya pada PT Pos Indonesia. Tampaknya selain saya masih banyak orang yang sejak lama tidak lagi percaya pada layanan PT Pos Indonesia. Alasannya bisa macam-macam. Misalnya, karena pengurusannya bertele-tele, waktu pengiriman yang tidak bisa diduga, surat atau paket diterima dalam keadaan terbuka. Lebih parahnya lagi barang atau surat yang saya kirim tidak jelas nasibnya seperti sekarang ini. Sayang sekali, PT Pos Indonesia --yang notabene adalah perusahaan milik negara dengan jumlah kantor cabang melebihi perusahaan ekspedisi mana pun di Tanah Air-- harus "keluar dari arena persaingan" di dunia jasa pengiriman surat dan paket yang kian ketat gara-gara pelayanan buruk dan telanjur hobi menyepelekan konsumen. Kea'zia Yasmina Frida Condet Batuampar, Kramatjati, Jakarta Timur
Unek-unek mengenai pelayanan publik dapat dikirim melalui pos atau email ke Redaksi
L ayanan utama
Belum Terlambat untuk Memperbaiki Pelayanan
LAIK/Dado
Setelah 60 tahun merdeka, kualitas pelayanan publik seolah jalan di tempat. Masih adakah harapan perbaikan di masa datang?
LAIK ❚ EDISI 01 ❚ TAHUN I
❚
AGUSTUS 2005
7
L ayanan utama
Potret Buram Kasus busung lapar merupakan salah satu contoh suramnya pelayanan publik di negeri ini. Padahal sekitar 20 tahun yang lalu kita menyandang sebutan swasembada pangan. Artinya penduduk Indonesia tak lagi kekurangan pangan. Karena prestasinya mencukupi kebutuhan pangan rakyat Indonesia, Presiden Soeharto ketika itu pada Juli 1986 menerima penghargaan dari Badan Pangan Dunia (FAO). Masih di bidang pelayanan
8
Repro Distarkim-Jabar
R
ongga matanya cekung, sementara kaki dan tangannya yang kurus itu kontras dengan perutnya yang membuncit. Rahmatullah namanya. Usianya baru beranjak 2,5 tahun. Pada saat teman-teman seusianya menikmati kegembiraan bermain, ia terbaring lemah di balai-balai depan rumahnya. Busung lapar, itu penyakit yang disandangnya. Rahmatullah tidak tinggal di NTT, provinsi nun jauh di sana di kawasan Indonesia Timur yang disebut-sebut penderita busung laparnya paling tinggi. Rahmat, demikian anak ini biasa disapa, tinggal di Penjaringan, Jakarta Utara, Provinsi DKI Jakarta yang juga Ibukota Republik Indonesia. Kasus busung lapar Rahmatullah ini seperti fenomena gunung es di bidang pelayanan kesehatan. Terbukti, ketika Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari akhir Mei lalu menyatakan sekitar 8% balita mengidap busung lapar. Artinya dari 4,7 juta balita (data 2003) ada 376.000 balita yang menderita busung lapar. Kasus busung lapar dapat ditemui di hampir seluruh provinsi di Indonesia.
Tempat pembuangan sampah Leuwigajah, Cimahi (atas) dan kereta yang sarat penumpang (bawah).
kesehatan. Setelah lama tak terdengar kabarnya, pada pertengahan Mei 2005, di Sukabumi, Jawa Barat ditemukan penderita polio. Padahal seharusnya polio tinggal sejarah, karena Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menargetkan tahun 2000 seluruh dunia bebas dari penyakit yang menyebabkan kelumpuhan pada anak-anak ini. Ironisnya, justru di tahun 2005 ini, Indonesia yang ditargetkan bebas dari polio, harus menerima kenyataan polio masih mewabah. Belum lagi penyakit demam berdarah dengue (DBD) yang tak pernah henti menyerang, sejak dari awal kemerdekaan hingga enam puluh tahun sesudahnya. Tak satu pun pemerintah daerah LAIK â?š EDISI 01 â?š TAHUN I
â?š
AGUSTUS 2005
yang mampu membebaskan daerahnya dari serangan penyakit yang disebabkan gigitan nyamuk Aedes Aegypti ini. Di bidang pendidikan. Gerakan wajib belajar yang dicanangkan mantan Presiden Soeharto tahun 1984 tampaknya harus dicanangkan ulang. Setelah lebih dari 20 tahun, ternyata diperkirakan masih lebih dari tujuh juta siswa SLTP yang harus putus sekolah. Padahal Singapura telah menyelesaikan wajib belajar ini 30 tahun yang lalu, demikian juga dengan Malaysia yang sejak 20 tahun lalu, seluruh siswa SLTP di sana sudah mengenyam pendidikan. Masalah sampah juga memperlihatkan buramnya pelayanan
60 TAHUN INDONESIA MERDEKA: Potret Suram Pelayanan Publik
publik. Rendahnya perhatian terhadap pengelolaan sampah harus dibayar mahal. Pada 21 Februari 2005, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Leuwigajah, Cimahi, Jawa Barat mengalami longsor dan menyebabkan tak kurang dari 100 orang penduduk yang tinggal di sekitarnya tewas. Seharusnya kejadian tak perlu terjadi, bila mau mengambil pelajaran dari kejadian longsor TPA yang sama tahun 1994 lalu. Saat itu memang tak ada korban jiwa. Di bidang transportasi. Sejak 1970-an, kecelakaan kereta api hampir tiap tahun tak pernah absen menghiasi media massa. Kecelakaan terbaru terjadi awal Juli lalu, ketika dua kereta penumpang bertabrakan di Pasar Minggu, Jakarta. Empat orang tewas dan 96 lainnya luka-luka. Selain seringnya terjadi kecelakaan, yang lebih memprihatinkan fasilitas kereta api bukannya bertambah, justru terus berkurang tiap tahun. Bahkan jumlah lokomotif dan panjang rel sebelum kemerdekaan masih lebih besar dibanding sekarang. Bagi pengamat ekonomi politik dari Institute for Devel-
opment of Economics and Finance (Indef), Bustanul Arifin, tak banyak yang berubah dalam pelayanan publik setelah 60 tahun merdeka. "Dalam teknologi pelayanan, memang ada modernisasi. Tapi itu belum cukup untuk memperbaiki kualitas." Menurutnya, bagaimanapun faktor sumber daya manusia lebih penting. "Dan ini yang belum berhasil dilakukan," ujarnya. Pendapat sedikit berbeda disampaikan oleh Iedil Suryadi. Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan ini menilai ada beberapa perubahan dalam pelayanan publik setelah enam dekade kemerdekaan. Menurutnya, sekarang orang berobat tidak perlu lagi jauh-jauh ke kota, di pelosok kampung sudah ada puskesmas. "Tetapi perubahan ini masih di tataran kuantitatif, belum kepada mutu layanan," ujarnya. Jadi, menurutnya, banyaknya puskesmas memang mempermudah masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, namun kualitas pelayanannya belum maksimal.
Akses Kaum Miskin
LAIK/Dado
Sementara itu, menanggapi munculnya kembali berbagai wabah belakangan ini, Duta besar Millenium Development Goals ( M D G s )
LAIK â?š EDISI 01 â?š TAHUN I
â?š
AGUSTUS 2005
9
L ayanan utama
Ketika Sejarah B 2 Busung Lapar
Medio Mei 2005, kasus busung lapar. atau HO (honger oedema) dilaporkan kembali menjangkiti warga Indonesia. Awalnya kasus ini ditemukan melanda anak-anak di Provinsi Nusa Tenggara Barat, bahkan kasus yang sama ditemukan juga di Provinsi DKI Jakarta. Di awal era Orde Baru (1967), daerah yang dilaporkan mengalami busung lapar adalah Gunung Kidul, Yogyakarta yang dikenal sering mengalami kekeringan dan paceklik.
1 Polio Awal Mei 2005, dari Kabupaten Sukabumi dilaporkan setidaknya 16 warga terjangkit polio, dua di antaranya mengalami lumpuh layu. Kasus-kasus polio lain pun kemudian dilaporkan menjangkiti warga, terutama di wilayah Provinsi Jawa Barat, Provinsi Banten, dan DKI Jakarta. Polio pun dinyatakan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) dan imunisasi polio massal pun dilakukan. Kasus polio selama masa kemerdekaan, sebelumnya sudah menjangkiti penduduk Indonesia, awal 1966.Tahun 2005 Indonesia ditargetkan bebas polio. Pencanangannya berlangsung tahun 1990 semasa Menkes Adhyatma. Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencanangkan tahun 2000 seluruh dunia bebas polio.
PBB untuk Asia-Pasifik, Erna Witoelar menilai ini sangat memprihatinkan. "Memang sedih, sudah 60 tahun merdeka hari gini, masih ada busung lapar, polio dan muntaber. Semuanya itu adalah indikator bahwa di situ ada kantong kemiskinan, dan ada pelayanan sosial yang belum terjangkau
10
3 Sampah
Medio 21 Februari 2005, timbunan sampah setinggi 70 meter di TPA Leuwigajah longsor. Bencana akibat kelalaian pengelolaan sampah tersebut mengakibatkan sedikitnya 100 orang tewas. Mereka adalah warga Kampung Cilimus, Kabupaten Bandung, dan Kampung Pojok, Kota Cimahi. Tahun 1994, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Leuwigajah, Cimahi, Jawa Barat mengalami longsor. Memang tak ada korban jiwa saat itu.
oleh pemerintah." Akses memang menjadi masalah besar bagi kaum miskin di negeri ini. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Bank Dunia yang dihimpun dalam World Development Report 2004 yang menunjukkan akses rakyat miskin terhadap pelayanan publik di Indonesia LAIK â?š EDISI 01 â?š TAHUN I
â?š
AGUSTUS 2005
rendah. Pelayanan publik yang sulit dijangkau masyarakat miskin ini antara lain pendidikan, jasa kesehatan, dan air bersih. Masalah akses pula yang disinyalir sebagai penyebab sulitnya negeri ini bebas dari kemiskinan. Penderitaan kaum miskin juga makin diperberat oleh hambatan
60 TAHUN INDONESIA MERDEKA: Potret Suram Pelayanan Publik
h Berulang
5 Wajib Belajar
Saat ini total anak yang sekolah di tingkat SD/ Madrasah Ibtidaiyah 25 juta lebih. Dari jumlah itu, 167.378 orang mengalami droup out (DO) atau putus sekolah. Sementara untuk anak usia 13-15 tahun (setingkat SLTP), ada tujuh juta anak yang DO atau tidak sanggup melanjutkan sekolahnya di tingkat SLTP (Data Balitbang Diknas, 2004) Gerakan wajib belajar yang dicanangkan mantan Presiden Soeharto tahun 1984, sekarang menemukan lagi momentumnya. Pencanangan wajib belajar sembilan tahun pun tampaknya harus berhadapan dengan masalah utama masyarakat, pertumbuhan jumlah penduduk yang besar dan kemiskinan.
4 Transportasi
Medio 1 Juli 2005, tabrakan antara dua kereta api terjadi di Pasar Minggu, Jakarta. Setidaknya empat orang tewas dan 96 lainnya luka-luka. Kecelakaan kereta api ini, sudah terjadi sejak 1970-an. Kereta api yang di beberapa daerah merupakan sarana transportasi utama masyarakat bawah, kondisi pelayanannya memang memprihatinkan. Mengutip data Kompas, fasilitas kereta api bukannya bertambah, malah makin berkurang tiap tahunnya. Bila pada 1939 (pra kemerdekaan) panjang rel mencapai 6.811 km, tahun 1955 panjang rel berkurang menjadi 6.096 km. Tahun 2000 hanya tersisa 4.030 kilometer. Demikian juga jumlah lokomotif, pada tahun 1939 ada 1.314 unit, tetapi tahun 2000 cuma 330 unit.
birokrasi. Menurut tokoh masyarakat di Kota Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah, Wahyudin, banyak kasus dimana masyarakat miskin yang perlu pengobatan di puskesmas atau rumah sakit, tak bisa menikmati pengobatan gratis, karena harus melalui proses yang rumit. Karena itu, "Pemerintah harus
menyederhanakan birokrasi agar masyarakat dapat menikmati fasilitasi kesehatan, pendidikan dan pelayanan publik yang lain, " tambahnya.
Persoalan Anggaran Rendahnya anggaran juga menjadi kendala untuk peningLAIK â?š EDISI 01 â?š TAHUN I
â?š
AGUSTUS 2005
katan pelayanan. Pendidikan contohnya. Menurut pakar pendidikan, Conny R Semiawan, pengeluaran dana pendidikan kita sangat rendah. "Kita bahkan kalah dari Turki, Oman, India, Thailand, ataupun Malaysia. Mereka itu pendapatannya lebih rendah dibandingkan Indonesia, tetapi per-
11
CONNY R SEMIAWAN
sentase pengeluaran untuk pendidikan lebih tinggi." Karena itu, tak heran bila hasilnya juga tak begitu menggembirakan. Dalam arti di antara 127 negara yang berupaya mencapai wajib belajar, Indonesia berada pada peringkat 65. "Kita di bawah Mongolia dan Vietnam," tambah
guru besar emeritus tetap Universitas Negeri Jakarta ini. Sementara itu, menurut data Departemen Pendidikan Nasional (2004) biaya pendidikan selama ini lebih banyak ditanggung masyarakat daripada pemerintah. Porsinya mencapai 53,7%-73,9% dari biaya pendidikan total (BPT). Meski amandemen UUD 1945 mengamanatkan anggaran pendidikan minimal 20% dari total APBN, namun hingga kini belum pernah tercapai. Anggaran pendidikan hanya berkisar tujuh persen. Sementara anggaran kesehatan tak lebih besar dari anggaran pendidikan. Persoalan anggaran ini makin diperparah oleh praktik korupsi. Menurut Kepala Bidang Analisa dan Evaluasi APBN Badan Pemeriksa Keuangan, Surachmin, korupsi terhadap anggaran pe-
LAIK/Dado
LAIK/Sad
L ayanan utama
SURACHMIN
layanan publik itu sudah dilakukan sejak perencanaan, melalui markup. "Misalnya dalam pengurusan KTP, pemerintah sudah memprediksi, dalam setahun berapa penduduk yang mengurus KTP. Selain dimark-up, dalam pelaksanaannya juga terjadi lagi pemotongan." Inilah, menurutnya, yang sering disebut kebocoran dana negara. "Besarnya sampai 60%. Akhirnya dengan dana 40% inilah kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat." Karena itu, menurutnya, tak heran kualitas pelayanan publik juga menurun. Bahkan menurut Erna Witoelar, hambatan pencapaian MDGs [salah satunya memberikan akses pelayanan kesehatan dan pendidikan untuk semua orang, red] adalah korupsi. "Pertama korupsi, kedua korupsi dan ketiga korupsi," ujarnya. Parahnya korupsi di negeri ini, telah menempatkan Indonesia pada sepuluh negara terkorup di dunia pada tahun 2004 berdasarkan versi lembaga Transparency International.
Kultur Birokrasi Menurut Bustanul Arifin, kultur birokrasi di Indonesia belum
SALAH SATU POS PELAYANAN TERPADU: Akses kaum miskin.
12
LAIK â?š EDISI 01 â?š TAHUN I
â?š
AGUSTUS 2005
LAIK/Dado
60 TAHUN INDONESIA MERDEKA: Potret Suram Pelayanan Publik
diakui oleh Wali Kota Tangerang, Provinsi Banten, Wahidin Halim, "Masih banyak kendala dalam pelayanan publik terutama berkaitan dengan sikap mental aparatur yang masih perlu ditingkatkan." Karena itulah, menurut Deputi bidang Pelayanan Publik Kantor Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Meneg PAN), Edy Topo Ashari, perlu adanya perubahan mindset aparat birokrasi dari birokrat menjadi pelayan publik. Dari pejabat level tertinggi hingga pelaksana, "mindsetnya diubah menjadi pelayanan," tambahnya. [Lihat Menunggu Perubahan Mindset].
sudah didapat, lalu memikirkan bagaimana mendapatkan uang transport untuk pulang lalu uang untuk istrinya belanja esok hari." Ringkasnya, perhatian mereka bukanlah pada pelayanan, tapi bagaimana mendapatkan kelebihan di luar gaji bulanan. "Budaya inilah yang merusak etos kerja biro-
Angin Segar Dok. TEMPO
mendukung terciptanya pelayanan publik yang berkualitas. "Kita masih belum terbiasa menjadi pelayan yang baik." Apalagi kriteriakriteria yang berkaitan dengan pelayanan publik tidak jadi bagian yang harus ditaati oleh pejabat publik. Komentar senada diungkapkan Direktur Eksekutif Lembaga Studi Advokasi dan Kebijakan Medan, Effendi Panjaitan. "Mereka (aparat birokrasi, red) masih tetap menganggap dirinya pemilik pemerintahan yang mesti dilayani." Menurutnya, dari dulu aparat birokrasi bekerja bukan untuk melayani publik, tapi karena perintah undang-undang saja. "Seolah-olah rakyat harus melayani negara," tambahnya. Ia lalu mencontohkan ketentuan jadwal pembayaran rekening listrik yang wajib diikuti warga pelanggan. Namun, tak ada sanksi kalau listrik mati yang dapat merugikan kepentingan warga. Perilaku aparat birokrasi ini pula yang disorot Surachmin. "Umumnya pegawai yang berhubungan dengan pelayanan, begitu sampai di kantor sudah memikirkan bagaimana mendapatkan uang untuk makan siang. Kalau uang
BUSTANUL ARIFIN
krasi. Ditambah lagi dengan praktik-praktik curang yang dilakukan atasan yang sering dijadikan inspirasi oleh pegawai bawahan," tambahnya. Masalah kultur birokrasi ini
LAIK â?š EDISI 01 â?š TAHUN I
â?š
AGUSTUS 2005
Meski setumpuk potret buram pelayanan publik terpampang jelas, ternyata masih ada harapan untuk perbaikan pelayanan. Munculnya kebijakan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono barubaru ini untuk memberikan bantuan biaya operasional sekolah dapat menjadi angin segar bagi keluarga miskin. Melalui bantuan
13
yang bersumber dari program kompensasi BBM ini diharapkan sekolah tak lagi menarik biaya dari siswa, alias sekolah gratis. Kebijakan lainnya adalah munculnya Peraturan Menteri (Permen) Pendidikan Nasional No 11/2005 tentang Kebijakan Perbukuan yang diterbitkan pertengahan Juli lalu. Menurut Permen ini, mulai Januari 2006 sekolah dilarang menjual buku langsung ke siswa. Buku pelajaran siswa juga ditetapkan berlaku lima tahun. Kebijakan ini cukup melegakan orangtua siswa. Bukan rahasia lagi, bahwa selama ini sekolah sering ngobyek dengan mewajibkan siswa membeli buku. Bukunya pun bisa tiap tahun berganti. Di daerah, angin segar itu berembus dari Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali. Di bawah kepemimpinan Bupati I Gede Winasa, Jembrana telah berhasil menyediakan beberapa pelayanan publik secara gratis, antara lain bebas bea SPP bagi seluruh siswa sekolah negeri mulai dari SD hingga SMU/SMK; bebas biaya obat dan dokter bagi semua warga dan bebas biaya rumah sakit bagi keluarga miskin. Pendanaannya dialokasikan dari APBD. Hal yang mirip sama dilakukan pula oleh Pemerintah Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan. Sejak 2004, pelajar SD di sana bisa sekolah gratis. Tahun ini, dianggarkan subsidi Rp 10.000 per bulan untuk tiap siswa SLTP. Seluruh anggaran pendidikan gratis dan subsidi itu dialokasikan dari APBD. Jumlahnya mencapai 37% dari total APBD. Dalam skala yang berbeda, Pemerintah Kota Semarang juga berusaha membenahi kualitas
14
LAIK/Roi
L ayanan utama
SISWA SEDANG BELAJAR DI SATU SLTP JAKARTA: Dilarang menjual buku.
pelayanan publiknya. Tiga dinas di ibukota Jawa Tengah ini, yaitu Dinas Kebersihan, Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan sudah menetapkan Standar Pelayanan Minimum (SPM). Penetapan SPM ini dilakukan melalui dialog dengan warga masyarakat pengguna pelayanan. Selain itu, dinas-dinas ini juga mengujicobakan mekanisme komplain untuk memberikan kesempatan kepada warga masyarakat mengajukan keluhan atas pelayanan publik yang diterimanya. Langkah Semarang ini diikuti oleh Kota Tangerang. "Kami berinisiatif untuk memperbaiki pelayanan publik dengan menyiapkan mekanisme Standar Pelayanan Minimum (SPM)," ujar Wahidin. "Pemerintah Kota [Tangerang, red] juga memberikan subsidi kesehatan bagi warga yang berobat ke puskesmas sebesar Rp 28.000 per orang dan siap membantu warga tak mampu dan terlantar untuk LAIK ❚ EDISI 01 ❚ TAHUN I
❚
AGUSTUS 2005
dirawat di rumah-rumah sakit yang telah ditunjuk dengan biaya ditanggung pemerintah," tambahnya Meski baru dilantik bulan Juli lalu, namun Wakil Wali Kota Pekalongan, Abu Almafachir berniat untuk memberikan pelayanan pendidikan yang baik. Menurutnya, begitu dilantik, bersama Wali Kota, M Basyir Ahmar ia langsung memanggil para kepala sekolah SLTP dan SLTA. "Prinsipnya jangan sampai ada murid yang ditolak masuk sekolah dengan alasan tidak mampu membayar. Yang penting diterima dulu, bila kemudian tidak mampu, akan diusahakan dibantu oleh pemerintah," ujar Abu. Bila saja langkah beberapa pemerintah daerah di atas dapat memberi inspirasi bagi pemerintah daerah lainnya, maka kita dapat berharap potret buram pelayanan publik cukuplah menjadi masa lalu saja. ❚ SDU, MR, DS, AA, MMA, AH, SDR, IS, RS.
60 TAHUN INDONESIA MERDEKA: Potret Suram Pelayanan Publik
LAIK/Adhe
Menunggu Perubahan Mindset
EDY TOPO ASHARI
U
ntuk membenahi kualitas pelayanan publik di Tanah Air, perlu perubahan mindset birokrat pelayanan publik menjadi mindset pelayanan. Selain itu, perlu ditumbuhkan suasana kompetitif di antara unit pelayanan dan antardaerah. Menurut Deputi bidang Pelayanan Publik Kementerian PAN, Edy Topo Ashari, saat ini pihaknya sedang menyiapkan satu konsep nasional untuk membenahi kondisi pelayanan publik tersebut. Lebih jauh berbincang kondisi pelayanan publik, Mimin Rukmini dari Majalah LAIK berbincang dengannya. Berikut petikannya:
Pendapat Anda tentang kondisi pelayanan publik saat ini? Kemajuan sudah ada, tetapi belum merata. Di beberapa tempat sudah melakukan inovasi dan sudah baik Kalau bicara pelayanan kesehatan, ada Rumah Sakit Sudono di Madiun. Pelayanan SIM/STNK yang rata-rata masih
dikeluhkan bisa dilihat contohnya di Sidoarjo, juga pelayanan perizinannya. Untuk pelayanan kependudukan ada Balikpapan, terbaik sistem maupun softwarenya. Jembrana juga menonjol dalam pelaksanaan good governance.
Selama ini bagaimana hubungan antarsektor pelayanan publik? Sekarang hampir semua instansi sektoral di pusat sudah didesentralisasikan ke daerah. Yang dikembangkan Kementerian PAN sekarang adalah unit-unit layanan di daerah diperbaiki, diberikan suluhan atau acuan supaya lebih maju. Setelah itu diciptakan kondisi kompetitif dan diberikan reward. Pada saat diberikan reward, maka akan lahir unit-unit yang berprestasi, sehingga menjadi unit unggulan. Diharapkan unit unggulan ini menjadi benchmark bagi lingkungannya. Kementerian PAN membuat regulasi yang sifatnya menyeluruh. LAIK â?š EDISI 01 â?š TAHUN I
â?š
AGUSTUS 2005
Selain itu memberikan dorongan supaya kepala-kepala daerah segera membuat regulasi di daerahnya, minimal standar pelayanan. Kunci pelayanan publik pada standar. Kalau pelayanan publik tidak punya peraturan standar, akan terjadi banyak penyimpangan dan mahal. Standar pelayanan mencakup persyaratan, tarif dan waktu penyelesaian. Minimal itu. Juga aturan- yang berkaitan dengan hak dan kewajiban, baik untuk yang dilayani maupun yang melayani. Standar pelayanan adalah acuan dan janji bagi petugas layanan dan unit layanan untuk menepati apa-apa yang tercantum di dalamnya. Dan bagi publik sebagai alat kontrol apakah unit atau petugas itu memenuhi standar yang telah ditetapkan.
Berapa banyak kota yang telah memperbaiki kualitas pelayanannya? Saya bisa menjawab kalau itu tahun 2006, supaya terukur. Saya harus memakai instrumen yang valid. Artinya jangan by feeling. Tahun 2006 saya akan ke lapangan dengan instrumen yang teruji dan saya melihatnya per daerah. Tahun depan itu ada dua kompetisi: kompetisi antarunit layanan berprestasi dan kompetisi antardaerah. Mengenai komitmen pelayanan publik bisa diukur, pertama komitmen pembuatan policy tentang pelayanan publik. Jadi sejauh mana bupati dan DPRD mulai concern, bisa dilihat dari regulasi pelayanan publik yang harus baik. Standar pelayanan publik harus apa dan itu diatur oleh perdanya.
15
L ayanan utama Kalau perda belum jadi, diatur oleh bupatinya. Kalau bupati tidak ada, oleh kepala dinasnya. Jadi akan terlihat dari sisi policy-nya yang sekaligus merupakan komitmen yang menentukan standar dan dikontrol oleh publik. Kedua, manajemen pelayanannya. Ketiga, komitmen pemantauan pimpinan daerah terhadap pelayanan. Jangan-jangan mereka tidak mau tahu. Padahal performance pemerintah di mata publik itu di pelayanan. Jadi publik itu akan gampang mengatakan pemerintah ini payah karena tidak merasa mudah mengakses pelayanan. Kemudian bagaimana pemerintah membina dan melatih SDM-nya. Juga bagaimana concern-nya menganggarkan pengeluaran untuk perbaikan layanan karena pelayanan publik membutuhkan sarana dan prasarana untuk sistem dan efisiensi. Untuk penilaian unit, ada beberapa indikator dan akan tertuang dalam keputusan menteri. Yang kami lakukan pada tahun ini adalah warning. Saudara-saudara pada tahun 2006 akan dilakukan ini, instrumen dan indikatornya adalah ini. Silakan Anda mempersiapkan diri untuk berkompetisi. Dari situ nanti bisa terukur berdasarkan Indeks Kepuasan Masyarakat. Dari situ kita sudah langsung bisa melihat mozaik kinerja masing- masing dan itu dari penilaian luar. Sedangkan dari penilaian internal, ada namanya Indeks Produktivitas Manajemen Pelayanan. Jadi internal juga harus terukur, berapa lama atau time motion masing-masing proses ini? Efisien apa tidak? Efisiensi ini akan menjadi tolok ukur penilaian, sehingga produktivitas institusi dalam melayani dilihat. Sementara itu Indeks Persepsi Masyarakat di-
16
lihat dari IKM.
Bagaimana dengan birokrasi pelayanan publik yang disinyalir masih kental budaya minta dilayani? Semuanya kompleks sekali. Sebelum Anda masuk tadi, saya bicara dengan UNDP dan orang yang ahli mindset. Kita memikirkan bagaimana menggarap mindset, mulai dari pejabat paling tinggi. Ini untuk komitmen karena tidak ada artinya di bawahnya digarap, tapi di atasnya tidak komit. Jadi sampai pejabat frontliner, mindset-nya berubah menjadi mindset pelayanan. Seterusnya bagaimana mengubah tata perilakunya dan bagaimana dia memiliki satu etika profesi. Profesinya PNS adalah pelayan publik.
Kita akan menyiapkan satu konsep nasional untuk menggarap mindset dan budaya kerja tadi, mulai level komitmen sampai operasional. Jadi di sini ada dua kata kunci, pertama good governance muaranya adalah pelayanan publik. Itu harus diwujudkan. Good governance adalah good public service. Kalau mau good governance, ya harus good public service. Nuansanya sama, kalau kita mengarah ke sana, maka pelayanan publik harus dibenahi. Kalau diperbiki, maka lembaganya harus merupakan lembaga yang ramah atau lembaga yang melayani. SDM-nya juga melayani. Tata laksana prosesnya menguntungkan LAIK â?š EDISI 01 â?š TAHUN I
â?š
AGUSTUS 2005
dan melayani publik. Pengawasannya menyeluruh, sehingga publik juga bisa melihat. Ini akan terjemahkan betul dan antara lain menjadi mindset tata perilaku, budaya kerja, etos kerja, termasuk etika profesional. Dan ada beberapa daerah yang sudah, misalnya di Kota Semarang ada panduan petugas pelayanan publik.
Apa kendala untuk penerapan perubahan mindset birokrasi menjadi pelayan publik? Bisa saja ada yang resisten dan tidak welcome dengan mengubah mindset. Menggarap mindset level atas dan frontliner itu berbeda karena tingkat intelektualitasnya juga berbeda. Kita sudah menggarapnya sekarang, cuma masih belum komprehensif. Kita menggarap eselon I, di beberapa tempat menggarap etika profesi. Nah sekarang kita akan menyiapkan satu konsep nasional untuk menggarap mindset dan budaya kerja tadi, mulai level komitmen sampai operasional. Jadi kita tidak hanya membentuk pedomanpedoman yang hanya merupakan tool. Kalau hanya dengan pedoman atau buku saku, budaya kita belum membaca dan melakukan.
Soal perkembangan RUU Pelayanan Publik sendiri, bagaimana saat ini? Sekarang sudah berada di Baleg DPR, kita serahkan pertengahan tahun ini. Namun jadwal pembahasan tampaknya harus menunggu tahun depan karena tahun ini, di Baleg DPR sudah mengantri 50-an RUU yang telah diprioritaskan untuk dibahas. Permintaan agar RUU Pelayanan Publik diprioritaskan pembahasannya sudah sering disampaikan oleh Menteri PAN kepada DPR.â?š MR
60 TAHUN INDONESIA MERDEKA: Potret Suram Pelayanan Publik
Meniti Transisi Desentralisasi Meski desentralisasi dipandang sejalan dengan perbaikan pelayanan publik, namun pemahaman yang salah justru menurunkan kualitas pelayanan publik.
LAIK/Roi
P
erda bermasalah. Itulah se butan yang dilekatkan pada peraturan daerah (perda) yang digunakan oleh pemerintah daerah untuk menggenjot pendapatannya melalui retribusi dengan dalih untuk meningkatkan pelayanan publik, tanpa mengindahkan rambu-rambu yang berlaku. Mengutip Kepala Subdirektorat Pajak dan Retribusi Departemen Dalam Negeri, Musa Musti Tarigan ada 173 perda bermasalah yang diusulkan dibatalkan (Kompas, 15 April 2003). Sebagian besar perda itu ditujukan untuk memenuhi target Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sayangnya retribusi yang ditarik bukannya meningkatkan pelayanan publik, justru menghambat kemajuan berusaha. Sejak otonomi daerah berlaku, upaya pemerintah daerah untuk menggenjot PAD memang jauh lebih dominan dibanding upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik. Karena itu, tak heran bila media massa lebih banyak mewartakan ekses negatif dari kebijakan desentralisasi ini. Menurut Koordinator Badan Pelaksana Forum Pengembangan Partisipasi Masyarakat (FPPM), Suhirman kuatnya semangat menggenjot retribusi ini karena kecenderungan pelayanan publik
PENDIDIKAN: Daerah punya kewenangan mengelola.
masih didominasi mekanisme pasar. "Mindset-nya lebih menekankan bahwa pemerintah adalah produsen dan warga adalah konsumen." Akibatnya, menurut dia, orang membayar retribusi untuk memperoleh pelayanan publik dan kalau tidak mampu, maka warga tidak bisa mengakses pelayanan publik. "Ini cara berpikir yang salah karena pelayanan publik itu harus dianggap sebagai pemenuhan hak-hak dasar warga yang merupakan tugas negara," tegasnya. Sedangkan Direktur eksekutif Lembaga Studi Advokasi dan Kebijakan Medan, Effendi Panjaitan tidak melihat pengaruh yang signifikan dari desentralisasi terhadap pelayanan publik. Menurutnya, itu karena yang dipahami hanyalah pergeseran kewenangan yang mulai banyak ditransfer ke daerah. "Namun aparat birokrasi masih LAIK â?š EDISI 01 â?š TAHUN I
â?š
AGUSTUS 2005
tetap sebagai pemilik pemerintahan yang cenderung mesti dilayani, " tuturnya. Hal senada diungkap oleh Conny Semiawan. Menurut pakar pendidikan ini, pejabat daerah banyak yang belum siap menerima pelimpahan wewenang dari pusat. Contohnya, pendidikan. "Daerah itu, katakanlah manusianya belum siap 100 persen untuk menangani pendidikan. Masih terlalu cepat. Apalagi bupati-bupati itu memprioritaskan memperbaiki jalan, membangun gedung. Dari sana mereka mendapat duit. Mereka belum diarahkan untuk pengembangan sumber daya manusia," tambahnya. Sementara itu, bagi Pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sudaryatmo, pengaruh desentralisasi bisa positif atau negatif. "Positif, bila
17
Dok. PATTIRO
L ayanan utama
TEMPAT PELELANGAN IKAN: Salah satu sumber PAD.
mengakibatkan berlangsungnya kompetisi antar daerah untuk memperbaiki pelayanan publiknya. Selama ini memang ada perubahan luar biasa dalam pelayanan publik karena faktor kepemimpinan." Namun, menurutnya, di sisi lain, daerah terlihat lebih banyak mengambil haknya, sementara soal kewajibannya lebih banyak ditinggalkan atau melempar tanggung jawab. " Ini harus ditata, tidak ada alasan karena tidak ada anggaran, daerah tak memenuhi kewajiban untuk memenuhi hak dasar warganya melalui pelayanan publik, " ujarnya. Pejabat pemerintah pusat juga tampaknya belum rela untuk mengalihkan kewenangannya. Akibatnya, banyak alokasi dana yang seharusnya digunakan untuk peningkatan pelayanan publik, justru digunakan untuk hal yang tidak
18
efektif. Penilaian ini dikemukan oleh KepalaDinas Pendidikan Kota Semarang, Mulyadi. "Saya pernah ikut penataran perencanaan pendidikan di hotel mewah di Anyer, Banten. Terus saya tanya, kenapa harus mengundang jauh-jauh dan ditempatkan di hotel mewah. Kok dananya tidak efektif dan efisien seperti ini? Jawabnya, dicarikan yang enak tidak mau, nanti kalau ditempatkan ditempat yang tidak enak protes. Tampaknya Mulyadi benar, bila saja alokasi anggaran untuk perencanaan itu dialihkan untuk peningkatan mutu guru atau pembelian peralatan sekolah, akan lebih bermanfaat untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Namun pandangan yang lebih optimis diungkapkan oleh Edy Topo Ashari, Deputi bidang Pelayanan Publik Kantor Menteri Negara PemLAIK ❚ EDISI 01 ❚ TAHUN I
❚
AGUSTUS 2005
berdayaan Aparatur Negara. Ia melihat beberapa daerah sudah menunjukan kinerja pelayanan publik yang menggembirakan, seperti pelayanan kependudukan di Balikpapan, Kalimantan Timur yang rapi dan akurat serta pelayanan perizinan yang efisien di Sidoarjo, Jawa Timur. Senada dengan itu, menurut Erna Witoelar, kebijakan desentralisasi ini sudah tepat. "Pemerintah sekarang sudah terdesentralisasi dan tidak perlu berpikir sentralistik lagi." Menurut Duta Besar MDGs PBB untuk Asia Pasifik ini, desentralisasi sudah pada jalur yang benar. Upaya yang diperlukan sekarang, menurutnya, adalah bagaimana memperbaiki dan meningkatkan kualitas desentralisasi. "Indonesia terlalu besar untuk diatur secara sentralistik," tuturnya. ❚ SDU
LAIK/Roi
60 TAHUN INDONESIA MERDEKA: Potret Suram Pelayanan Publik
UU Belum Ada, Perda pun Jadi Sambil menunggu adanya UU Pelayanan Publik, daerah-daerah bisa didorong untuk membuat Perda Pelayanan Publik
S
etengah abad lebih usia kemerdekaan kita. Sayang nya kinerja pelayanan publik yang seharusnya memenuhi hak-hak dasar warga seperti dalam pelayanan kesehatan dan pendidikan, baru sedikit terbenahi. Bahkan sampai saat ini, peraturan setingkat undang-undang yang mengatur pelayanan publik masih menunggu giliran untuk dibahas di Baleg DPR. Padahal menurut pegiat Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sudaryatmo, keberadaan UU Pelayanan Publik penting untuk memperbaiki kualitas pelayanan publik. Ini karena pertama, pelayanan publik merupakan hak konstitusi warga masyarakat sebagaimana amanat UUD 1945 pasal 34 ayat 3. Kedua, keharusan hak positioning tadi diubah menjadi hak normatif. Ditambahkan
dia, keberadaan peraturan perundang-undangan tentang pelayanan publik masih jomplang karena pasal UUD 1945 yang mengatur ini, baru dijabarkan dalam peraturan setingkat Kepmen, yakni Kepmen PAN Nomor 63/2004. "Undang-undang ini penting karena memuat hak dan kewajiban warga negara serta sekaligus hak dan kewajiban penyelenggara negara sebagai penyelenggara pelayanan publik. Jadi kalau penyelenggara pelayanan publik tidak bisa memenuhi kewajibannya, mereka bisa mendapatkan sanksi. Sanksinya mulai dari yang bersifat administratif berupa teguran bahkan pemecatan. Bahkan sanksi pidana karena tidak melakukan kewajiban." paparnya. Saat ini UU Pelayanan Publik masih berbentuk rancangan dan berada di Badan Legislasi (Baleg) DPR, setelah sebelumnya tahun 2004 sempat "menginap" di Prolegnas (Program Legislasi Nasional) Kementerian Hukum dan HAM. "Menteri PAN telah menyurati DPR untuk memproses kelanjutan pembahasan RUU Pelayanan Publik. Pertengahan tahun ini, draf RUU masuk di Baleg DPR," ungkap DeLAIK â?š EDISI 01 â?š TAHUN I
â?š
AGUSTUS 2005
puti bidang Pelayanan Publik Kementerian PAN, Edy Topo Ashari. Mengenai jadwal pembahasan RUU Pelayanan Publik, dijelaskan Edy masih harus menunggu tahun depan. "Tahun ini di Baleg DPR sudah mengantri 50-an RUU yang telah diprioritaskan untuk dibahas," tambahnya.
Perkuat Pressure Agar pembahasan RUU Pelayanan Publik dipercepat, menurut pengamat ekonomi Indef, Bustanul Arifin, dibutuhkan kecerdikan melobi kalangan DPR. "Kita harus segera laksanakan, tidak ada pilihan lagi. Tidak ada waktu untuk menunda-nunda lagi. Harus cerdik sedikit dalam arti gunakan akses kepada DPR dengan lobi." katanya. Memperkuat Bustanul, Sudaryatmo melihat pengesahan RUU Pelayanan Publik akan sangat ditentukan oleh bagaimana reformasi dalam pelayanan publik itu sendiri. "Di sinilah diperlukan perubahan mindset dari penyelenggara pelayanan publik. Resistensi yang terjadi berasal dari penyelenggara yang banyak melakukan penyelewengan. Misalnya maladministrasi." Jelasnya.
19
Dia mencontohkan, ketika warga mengurus sebuah dokumen dan persyaratannya lengkap, maka tidak ada lagi alasan bagi penyelenggara pelayanan tersebut untuk menunda. "Selama ini reformasi pelayanan publik berlangsung sangat lambat. Misalnya institusi Kepolisian bersikap defensif. Dalam sebuah seminar, Kaditlantas Polda Metro Jaya tidak membantah terjadinya pungli, tapi tidak sanggup juga memberantasnya karena menyangkut kesejahteraan polisi yang rendah. Seharusnya Kepolisian mencari cara sistemik untuk meningkatkan kesejahteraannya," tambahnya. Menyangkut lobi penyusunan RUU Pelayanan Publik, diakui dia, YLKI sendiri sudah terlibat sejak penyusunan draf awal bersama Kantor Menneg PAN sekitar tahun 2002-2003. "Saya melihat perlu kekuatan untuk mem-pressure agar RUU ini disahkan. Selama ini pressure sangat lemah. Kendala penggolan RUU ini juga bisa dari internal penyelenggara pelayanan publik," tegasnya.
Menyiasati Kekosongan Belum hadirnya UU yang mengatur pelayanan publik, memang bisa menjadi kendala. Namun dalam era desentralisasi seperti saat ini, kekosongan UU Pelayanan Publik bisa disiasati dengan prakarsa mendorong daerah menerbitkan peraturan daerah (perda) yang mengatur pelayanan publik di wilayahnya. "Sambil menunggu adanya UU Pelayanan Publik, daerah-daerah bisa didorong untuk membuat Perda Pelayanan Publik," ujar Erna Witoelar yang sekarang menjabat Duta besar MDGs PBB untuk Asia-Pasifik. Alasannya, kata tokoh LSM kawakan tersebut, karena ujung-
20
LAIK/Roi
L ayanan utama
KANTOR MENPAN: Menunggu UU Pelayanan Publik.
ujungnya pelayanan publik itu berlangsung di daerah. "Semua tujuan pembangunan milenium itu berlangsungnya di daerah. Di daerah ada orang yang miskin. Di daerah orang tidak bisa menyekolahkan anaknya. Jadi di level itulah pelayanan publik harus lebih baik, lebih terkoordinir seefektif mungkin, satu atap khusus menyangkut perizinan dan sebagainya." tambahnya. Senada dengan Erna, Edy menyebutkan Kementerian PAN dalam penyelenggaraan pelayanan publik bisa berperan mendorong supaya kepala-kepala daerah segera membuat regulasi di daerahnya. "Jadi mereka harus membuat peraturan daerah pelayanan publik. Minimal standar pelayanan, karena kunci pelayanan publik adalah pada standar. Kalau pelayanan publik tidak punya peraturan standar, maka akan terjadi banyak penyimpangan dan mahal." jelas alumnus program pascasarjana Kebijakan Publik, Universitas Indonesia ini. Edy menyebutkan standar pelayanan sedikitnya mencakup persyaratan, tarif dan waktu penyelesaian sebuah pelayanan publik. Sedangkan, materi lainnya yang bisa dimasukkan berupa aturanaturan yang berkaitan dengan hak dan kewajiban, baik pihak yang dilayani maupun yang melayani. LAIK ❚ EDISI 01 ❚ TAHUN I
❚
AGUSTUS 2005
"Saya tak mau memakai istilah Standar Pelayanan Minimal (SPM) karena SPM merupakan capaian minimal prestasi pada suatu unit pelayanan publik sesuai standarnya. Tapi kalau standar pelayanan merupakan acuan dan janji bagi petugas layanan dan unit layanan itu untuk menepati apa-apa yang tercantum dalam aturan standar. Dan bagi publik, itu sebagai alat kontrol apakah unit itu atau petugas itu memenuhi standar yang telah ditetapkan," jelasnya. Menilik respons kepala-kepala daerah selama ini, Edy mengaku positif. "Kalau kita berikan keputusan menteri, rupanya daerah juga berpikir positif. Tapi kalau pun daerah tidak peduli dan tidak mau, mereka akan kalah dalam kompetisi."ungkap pria asal Solo ini optimis. Mengenai Keputusan Menteri PAN yang mengatur tentang penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) terhadap pelayanan pemerintah, menurutnya, daerah akan dibantu bagaimana dirinya dinilai publik. Dengan 14 indikator yang ada dalam (IKM) tersebut, daerah akan tahu indikator mana yang lemah, dan bagaimana mereka bisa memperbaiki. "Kalau mereka tidak menggunakan ini, maka tidak akan tahu bagaimana persepsi masyarakat terhadap kinerja mereka." ❚ MR
LAIK/Dado
B akti
Sekolah Menengah Akselerasi Internat Ekselensia Indonesia (Smart EI)
Orang Kaya Dilarang Sekolah Di saat biaya sekolah membubung tinggi, sekolah bertaraf internasional justru didirikan khusus buat kaum miskin. Gratis lagi.
S
ekilas tidak ada yang isti mewa pada deretan gedung bekas SMU Madania itu. Apalagi plang nama sekolah dibuat dalam ukuran kecil. Hanya gaya arsitekturnya yang menarik perhatian. Jendela dibuat besar dan teralis besi terlihat kokoh. Ini mengingatkan kita pada bangunan kuno peninggalan Belanda.
Padahal, di gedung yang dibangun tahun 1992 ini, aktivitas sekolah gratis untuk kaum miskin dipusatkan. Di atas tanah seluas 2,8 hektare, tiga gedung utama terlihat megah. Itulah sekilas pemandangan komplek Sekolah Menengah Akselerasi Internat Ekselensia Indonesia (Smart EI). Ada ruang pengajar yang di lantai atasnya digunakan sebagai ruang belajar. Sementara asrama siswa menjadi satu gedung dengan asrama kepala sekolah. Kantin berada di bawah asrama guru. Di samping itu, terdapat masjid yang cukup besar serta lapangan sepak bola. Bayangkan, pada saat sebagian besar kaum papa menjerit LAIK â?š EDISI 01 â?š TAHUN I
â?š
AGUSTUS 2005
karena mahalnya biaya pendidikan, Dompet Dhuafa melangkah dengan gagasan cerdas. Mendirikan sekolah tanpa bea bagi golongan tak mampu. Tidak tanggung-tanggung, konsep sekolah ini adalah sekolah plus berasrama (boarding school). "Sekolah ini merupakan hasil evaluasi program beasiswa yang dijalankan Dompet Dhuafa," terang Sapto Sugiharto, sang kepala sekolah. Selama kurang lebih 12 tahun menjalankan program beasiswa untuk siswa SD sampai SMU, menurutnya banyak ditemukan kekurangan terutama dari perspektif dampak serta efektivitas program. "Di antaranya, ada dana bea-
21
siswa yang digunakan untuk kebutuhan konsumtif," tambah Sapto. Dari evaluasi inilah bergulir gagasan mendirikan sekolah sendiri. Di samping itu, ada perubahan orientasi. Awalnya mengejar jumlah peserta didik. Kini lebih pada kualitas peserta didik yang dibiayai. Sejak 2002, konsep sekolah ini mulai digodok. Dua tahun kemudian, tim pengelola sekolah terbentuk. Enam bulan kemudian, tepatnya 29 Juli 2004, sekolah ini resmi beroperasi. Rekrutmen pun mulai dilakukan. Dengan memanfaatkan jaringan Lembaga Amil Zakat dan Badan Majelis Taklim di daerah, 35 orang peserta didik dari 18 provinsi dinyatakan lulus sebagai siswa angkatan pertama. Beberapa kriteria yang digunakan untuk menjaring siswa adalah dari keluarga tak mampu, laki-laki, lulus SD/ sederajat dan maksimal berusia13 tahun. Selain itu, calon siswa juga harus bersedia mengikuti program belajar lima tahun (hingga selesai) serta memperoleh izin dari orangtua/ wali. Kriteria prestasi pun dipatok, minimal ranking satu sampai lima saat kelas empat hingga kelas enam.
Standar Internasional "Smart adalah konsep sekolah akselerasi berasrama (internat). Jadi SMP dan SMA ditempuh dalam lima tahun," jelas Sapto yang kerap disapa ustadz ini. Metode pengajaran disesuaikan dengan standar internasional. Jadi jangan heran bila suasana kelas lebih mendekati suasana diskusi, karena peserta didik didorong untuk aktif dan berani mengemukakan pendapat. Rasio guru dan murid juga menjadi perhatian serius. Di se-
22
LAIK/Dado
B akti
RUANG BELAJAR: Mendinamiskan siswa.
kolah ini, seorang guru menangani 17 - 18 murid. Di samping itu, konsep kelas berpindah (moving class) sesuai mata pelajaran, menambah kenyamanan belajar. Dengan fasilitas masing-masing laboratorium yang cukup memadai, Smart EI bisa disejajarkan dengan sekolah plus lain. Maka, untuk menjaga kualitas pendidikan, Smart EI hanya menerima 35 siswa yang dibagi dalam dua kelas untuk setiap angkatan. "Untuk kurikulum, kami masih mengacu kepada kurikulum nasional yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Hanya kami lengkapi dengan instrumen penilaian serta prosedur evaluasi yang menjadi titik lemah KBK," papar Sapto. Metode evaluasi tidak dilakukan dengan membandingkan antara prestasi satu siswa dengan siswa yang lain, tetapi secara individual. "Kita ajak si anak mereLAIK â?š EDISI 01 â?š TAHUN I
â?š
AGUSTUS 2005
fleksikan proses yang dialami. Misalnya, sebelumnya tidak mengerti matematika, sekarang kesulitan yang dihadapi apa, lalu kami berdiskusi dengan siswa bersangkutan kira-kira solusinya apa,"tandas ayah yang sedang menanti putra ketiganya ini. Selain itu, bahasa Indonesia masih menjadi bahasa pengantar di sekolah ini. "Kami memikirkan latar belakang pendidikan siswa yang beragam. Mengingat kondisi obyektif peserta didik dari Jawa dan luar Jawa yang senjang.� Karenanya, bahasa Inggris diajarkan masih pada taraf pengenalan," menurut Sapto. Begitu juga dengan Bahasa Arab, "Pertimbangan utama kami, siswa harus belajar dalam suasana yang menyenangkan. Jadi mata pelajaran bukanlah beban," tandas mantan wartawan Berita Buana ini. Namun, tambahnya, begitu masuk pelajaran SMA, ditargetkan ada beberapa
B akti mata pelajaran yang akan disampaikan dalam bahasa Inggris seperti science.
Aktivitas Padat Aktivitas siswa di sekolah ini juga terbilang padat. Dari Senin sampai Jumat, mulai pukul tujuh pagi hingga pukul tiga sore, mereka belajar di kelas. Selepas sholat Ashar, aktivitas olahraga dimulai. Malam harinya, peserta didik diharuskan ikut kegiatan keagamaan seperti taklim, latihan pidato, dan belajar kitab. Sedangkan sebelum kegiatan belajar di kelas, ada aktivitas belajar membaca Al Quran. Hari Sabtu digunakan untuk kegiatan ekstrakurikuler (ekskul). Ada science club, language club, teater, art, beragam olahraga dari sepakbola, badminton, renang, sampai beladiri, serta pramuka. "Untuk murid kelas satu SMP, kami mewajibkan mengikuti semua kegiatan ekskul," tambah Sapto. Padatnya aktivitas ini mem-
buahkan prestasi antara lain gelar kampiun olimpiade fisika tingkat Kabupaten Bogor dan juara pertama lomba kreativitas yang diselenggarakan oleh remaja Masjid Salman, ITB.
berlebihan bila dikatakan tugas guru di sekolah ini sekaligus pengganti orangtua. Dengan latar belakang kultur serta kebiasaan peserta didik yang beragam, pemahaman akan kondisi mental dan psikologis siswa mutlak bagi pengajar. Di sisi lain, tidak bisa dinafikkan terjadi kesenjangan pemahaman terhadap materi pelajaran antara siswa yang berasal dari Jawa dengan siswa dari luar Jawa. Menurut Sapto, persoalanpersoalan tersebut diminimalisir dengan mengadakan masa matrikulasi bagi siswa baru. Pada angkatan pertama, masa matrikulasi berlangsung empat bulan. Pada fase ini, yang biasanya dimulai awal Juli, hal-hal yang menjadi perhatian adalah pengenalan learning how to learn. Siswa dikenalkan bagaimana cara belajar yang efektif. Yang tidak kalah penting adalah adaptasi kehidupan di asrama, terutama soal kemandirian. "Kon-
Bekerja 24 jam Satu hal yang membedakan konsep boarding school di Smart EI dengan sekolah sejenis lainnya adalah tidak ada pembedaan guru di kelas dan di asrama. "Mungkin kalau di sekolah berasrama lain, antara guru di kelas dengan pembina asrama adalah orang yang berbeda. Namun tidak di sini,"ujar Sapto. Karena itu, sejak awal rekrutmen pengajar, komitmen untuk bekerja 24 jam sehari ditekankan. "Di sini guru sekaligus sebagai mentor, pembina akhlak, pembina pemahaman keagamaan, pembina kedisiplinan. Karena guru dan peserta didik berada dalam satu lingkungan," lanjut Sapto. Tidak
Sapto Sugiharto, Kepala Sekolah SMART EI
D
unia pendidikan bukanlah hal baru bagi Sapto Sugiharto. Di samping menempuh pendidikan di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), pria yang besar di Sulawesi ini telah malang melintang di dunia pendidikan. Sejak mahasiswa Sapto aktif di Masyarakat Belajar (MAJAR), sebuah lembaga swadaya masyarakat yang didirikan alumni UNJ. MAJAR melakukan pendampingan terhadap anakanak miskin dengan memberikan pendidikan alternatif. Anak-anak pedagang kantong plastik di Pasar Induk, Jakarta adalah
salah satu dampingannya. Jurnalistik juga bukan dunia yang asing bagi Sapto. Sejak kuliah, pria yang menikah pada tahun 1996 ini sudah aktif dalam pers mahasiswa UNJ, Didaktika. Kemudian menjadi wartawan di Indonesian Times serta Berita Buana. "Momen terakhir yang saya liput adalah peristiwa 27 Juli 1996 (penyerbuan kantor PDI, red). Saya di tengah-tengah keributan massa ketika itu," kenangnya. Atas saran dari keluarga, Sapto akhirnya kembali ke dunia pendidikan. Berawal dari menjadi kepala cabang bimbingan belajar
LAIK â?š EDISI 01 â?š TAHUN I
â?š
AGUSTUS 2005
LAIK/Dado
Kembali ke Dunia Pendidikan
Nurul Fikri di Margonda, Depok lalu menjadi kepala sekolah SD Highscope. Setelah itu mantan aktivis Senat Mahasiswa UNJ ini bergabung di Smart EI. "Meski harus bekerja 24 jam sehari, di sini saya merasa enjoy. Karena di sini tempat kerja saya, sekaligus rumah saya," tandasnya.â?š
23
B akti
Sekolah Percontohan Kini Smart EI dijadikan sekolah model oleh pemerintah Kabupaten Bogor dan sering menjadi tempat pembelajaran bagi
24
Muhammad Husein,
juara pertama Olimpiade Fisika se-Kabupaten Bogor
Awalnya Minder
B
icaranya sistematis, tang kas dan penuh percaya diri. Itulah kesan pertama ketika berbicara dengan Muhammad Husein. Siswa kelas dua SMP Smart EI ini adalah jawara Olimpiade Fisika seKabupaten Bogor. Pecinta pesebakbola Michael Owen dan Steven Gerrard ini mengaku awalnya anak pemalu dan minder, meski menduduki ranking tiga di SD. Pada suatu siang, ibunya yang berprofesi sebagai guru honorer menawarkan kesempatan sekolah di Smart EI. "Saya memang sudah tahu Smart EI sebelumnya. Waktu ibu menawari sekolah di sini, saya langsung mau,"jelas Husein. Husein lalu mendaftarkan diri pada jaringan Lembaga Amil Zakat di daerah Ragunan, Jakarta Selatan. Setelah melalui rangkaian seleksi, bocah berusia 13 tahun ini dinyatakan lulus. "Waktu disuruh membuat karangan, saya membuat tulisan Andai Aku Jadi Presiden," kata Husein. Dalam karangan itu, ia berniat memberantas nepotisme, seandainya ia jadi presiden. Waktu ditanya apa arti nepotisme, Husein hanya tersenyum
lembaga lain. "Sebenarnya kami ingin pemerintah kabupaten menyambut model sekolah gratis ini dengan membuat program serupa yang dibiayai negara. Apalagi sekarang era otonomi," harap Sapto. Namun apa daya, sampai detik ini belum ada tanda-tanda dari LAIK ❚ EDISI 01 ❚ TAHUN I
❚
AGUSTUS 2005
LAIK/Dado
disi masing-masing anak itu berbeda-beda. Meski berasal dari golongan tak mampu, tidak semua anak biasa hidup mandiri,"terang Sapto. Meski demikian, mendorong kemandirian anak bukanlah perkara gampang. "Kita juga harus melihat kondisi psikologis anak. Apalagi siswa di sini rata-rata usianya baru 11 tahun. Jadi memang masih anak-anak,"urai mantan aktivis Pelajar Islam Indonesia (PII) ini. Karena itu, latihan kemandirian dimulai dari hal-hal yang sederhana. Misalnya bertanggung jawab atas kebersihan lingkungan asrama, dengan menerapkan jadwal piket asrama. Begitu juga dengan hukuman yang diterapkan. Di sekolah ini hukuman disebut sebagai konsekuensi. Hukuman dibuat berdasarkan klasifikasi pelanggaran. Yang menarik, setiap aturan yang diberlakukan dibuat berdasarkan kesepakatan dengan siswa. Demikian juga dengan aturan di kelas. Untuk berkomunikasi dengan keluarga, Smart EI hanya membolehkan siswa yang berasal dari Jabotabek, dikunjungi maksimal sebulan sekali oleh orangtuanya. Sementara yang berasal dari luar Jabotabek cukup melalui korespondensi. Setiap setahun sekali, yang bertepatan dengan masa liburan panjang, para siswa dibolehkan pulang. Semua biaya pulang-pergi dibiayai sekolah. Bagi siswa di luar Pulau Jawa, biasanya transportasi yang digunakan adalah pesawat terbang.
lalu menggeleng. "Saya tidak tahu, yang saya tahu nepotisme itu tidak baik,"terangnya. Menurut anak pengecer koran ini, sekolah di Smart EI menyenangkan. "Di sini bisa dekat dengan guru, bisa curhat. Fasilitasnya juga lengkap. Cara ngajar gurunya juga enak," tambahnya. Mengenai olimpiade fisika, bocah yang bercita-cita menjadi ilmuwan ini, mulanya mengaku tegang, tapi akhirnya gelar juara satu berhasil disabet Husein. "Padahal saya nyangkanya cuma juara tiga,"jelas Husein sambil tertawa. Kini Husein tengah menunggu hasil olimpiade fisika tingkat provinsi.❚
pemerintah Kabupaten Bogor atau daerah lain untuk mencontoh konsep sekolah gratis ini. Justru lembaga swasta yang banyak memetik pelajaran dari Smart EI. Misalnya, Asuransi Takaful yang berambisi membuat 1.000 sekolah untuk kaum miskin.❚ dado/roi
S isipan
RUU Pelayanan Publik RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ……TAHUN…… TENTANG PELAYANAN PUBLIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbag: a. bahwa kewajiban negara melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik merupakan amanat Undang-Undang.Dasar 1945; b. bahwa membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukan pemerintah merupakan kegiatan yang senantiasa dilakukan seiring dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan penduduk tentang peningkatan pelayanan publik; c. bahwa sebagai upaya untuk mempertegas hak dan kewajiban setiap warga negara dan penduduk, serta pemerintah sebagai perwujudan negara dalam penyelenggaraan pelayanan publik perlu didasarkan pada norma-norma hukum yang memberi pengaturan secara jelas; d. bahwa sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik serta untuk memberi perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan publik oleh pemerintah, maka diperlukan pengaturan hukum yang mendukungnya; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,b,c dan d, perlu ditetapkan Undang-Undang tentang Pelayanan publik.
2. Penyelenggara pelayanan publik yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah penyelenggara negara, penyelenggara ekonomi negara dan korporasi penyelenggara pelayanan publik, serta lembaga independen yang dibentuk oleh pemerintah. 3. Aparat Penyelenggara pelayanan publik yang selanjutnya disebut Aparat adalah para pejabat, pegawai, dan setiap orang yang bekerja di dalam organisasi Penyelenggara. 4. Masyarakat adalah seluruh pihak yang berkedudukan sebagai penerima manfaat dari pelayanan baik warga negara maupun penduduk sebagai orang-perseorangan, orang-perorangan, maupun badan hukum. 5. Standar pelayanan adalah suatu tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai komitmen atau janji dari Penyelenggara kepada masyarakat untuk memberikan pelayanan yang berkualitas. 6. Maklumat pelayanan adalah pernyataan tertulis dari Penyelenggara berisi janji-janji Penyelenggara untuk menjamin bahwa pelayanan yang diberikan sesuai dengan standar pelayanan serta dipublikasikan secara luas. 7. Sistem informasi adalah mekanisme penyampaian informasi dari Penyelenggara kepada masyarakat dan sebaliknya baik dalam bentuk lisan, tulisan maupun dokumen elektronis tentang segala hal yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan yang dikelolanya. BAB II ASAS DAN RUANG LINGKUP Pasal 2
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
(1) Penyelenggaraan pelayanan publik dilaksanakan sesuai dengan asas penyelenggaraan pelayanan publik dan tujuan undang-undang ini. (2) Asas penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi: a. kepastian hukum; b. keterbukaan; c. partisipatif; d. akuntabilitas; e. kepentingan umum; f . profesionalisme; g. kesamaan hak; h. keseimbangan hak dan kewajiban.
MEMUTUSKAN:
Pasal 3
UNDANG-UNDANG TENTANG PELAYANAN PUBLIK
Ruang lingkup penyelenggaraan pelayanan publik meliputi pelayanan yang dilakukan oleh penyelenggara negara, penyelenggara ekonomi negara dan korporasi penyelenggara pelayanan publik, serta lembaga independen yang dibentuk oleh pemerintah.
Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 33 ayat (3) dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dan ditambah. 2. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 125 Dengan Persetujuan Bersama
Menetapkan:
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
BAB III PENYELENGGARA PELAYANAN PUBLIK
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak sipil setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang, jasa, dan atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Bagian Kesatu Organisasi Penyelenggara Pasal 4 Organisasi Penyelenggara dibentuk secara efisien dan efektif
LAIK ❚ EDISI 01 ❚ TAHUN I
❚
AGUSTUS 2005
25
S isipan
RUU Pelayanan Publik
agar mampu menyelenggarakan tugas dan fungsi pelayanan publik dengan baik. Pasal 5 Organisasi Penyelenggara sebagaimana dimaksud Pasal 4 mempunyai fungsi sekurang-kurangnya, meliputi: a. pelaksanaan pelayanan; b. pengelolaan pengaduan masyarakat; c. pengelolaan informasi; d. dan pengawasan internal. Pasal 6 (1) Dalam rangka efisiensi penyelenggaraan pelayanan publik terhadap pemberian pelayanan yang meliputi berbagai jenis pelayanan dapat dilakukan melalui pelayanan terpadu. (2) Untuk pemberian pelayanan pada satu tempat, meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses, dan dilayani melalui beberapa pintu, diselenggarakan melalui pelayanan terpadu satu atap. (3) Untuk pemberian pelayanan pada satu tempat dan meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses, diselenggarakan melalui pelayanan terpadu satu pintu. Bagian Kedua Larangan dan Kewajiban Aparat Pasal 7 (1) Aparat dilarang merangkap sebagai pengurus organisasi, baik organisasi usaha, maupun organisasi politik, yang secara langsung terkait dengan penyelenggaraan pelayanan pubIik yang bersangkutan, kecuali ditentukan lain oleh suatu UndangUndang. (2) Aparat yang merangkap jabatan sebagai pengurus organisasi baik organisasi usaha, maupun organisasi politik yang tidak dikecualikan oleh suatu Undang-Undang sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat diberhentikan dari jabatan dan atau diberhentikan status kepegawaiannya.
Pasal 12 (1) Penyelenggara wajib mengadakan evaluasi kerja aparatur pelayanan publik di lingkungan organisasinya secara berkala dan berkelanjutan. (2) Penyelenggara wajib menyempurnakan struktur organisasi, sumber daya aparatur dan prosedur penyelenggaraan pelayanan publik berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud ayat (1). (3) Hasil evaluasi kinerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan penyempurnaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib dilaporkan kepada Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara. (4) Evaluasi kinerja aparatur dan penyempurnaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) dilakukan berdasarkan asasasas penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana tersebut dalam Pasal 2, serta indikator yang jelas dan terukur sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagian Keempat Hubungan Antar Penyelenggara Pasal 13 (1) Atas permintaan penyelenggara lain, Penyelenggara dapat memberi bantuan kedinasan untuk suatu penyelenggaraan pelayanan publik yang memiliki keterkaitan dengan pelayanan yang diberikannya. (2) Pemberian bantuan kedinasan sebagaimana yang dimaksud ayat (1) harus didasarkan pada : a. lingkup kewenangan dan tugas pelayanan publik tersebut yang tidak dapat dilakukan sendiri oleh Penyelenggara; b. ketidakmampuan sumber daya manusia Penyelenggara, dan atau ketidaklengkapan sarana dan prasarana yang dimiliki Penyelenggara, dan atau c. ketidak lengkapan sarana dan prasarana yang dimiliki Penyelenggara. Bagian Kelima Kerja sama Penyelenggara dengan Pihak Lain Pasal 14
Pasal 8 Aparat dilarang meninggalkan tugas dan kewajiban berkenaan dengan posisi atau jabatannya, kecuali mempunyai alasan yang jelas, rasional dan sah sesuai dengan hukum yang berlaku. Pasal 9 Aparat wajib memberikan pertanggungjawaban sesuai dengan hukum yang berlaku apabila mengundurkan diri atau melepaskan tanggung jawab atas posisi atau jabatannya.
(1) Penyelenggara dapat menyerahkan sebagian tugas penyelenggaraan pelayanan publik kepada pihak lain dalam bentuk perjanjian kerja sama penyelenggaraan pelayanan publik, sepanjang tidak menghilangkan tanggung jawab orisinilnya. (2) Pihak lain sebagaimana dimaksud ayat (1) berbadan hukum Indonesia dan berdomisili di Indonesia yang kepemilikannya seratus persen dipegang oleh warga negara atau badan hukum Indonesia. (3) Kerja sama sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak boleh menimbulkan beban tambahan bagi masyarakat.
Pasal 10 Aparat wajib memenuhi panggilan untuk hadir atau melaksanakan perintah suatu tindakan hukum atas permintaan pejabat yang berwenang dari lembaga negara atau instansi pemerintah yang berhak, berwenang, dan sah sesuai peraturan perundangundangan. Bagian Ketiga Pengelolaan Sumber Daya Aparatur Pasal 11 Penyelenggara wajib menyelenggarakan rekrutmen dan promosi aparatnya secara transparan, tidak diskriminatif dan adil sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
26
BAB IV PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK Bagian Kesatu Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Pelayanan Publik Pasal 15 Penyelenggara wajib menerapkan prinsip-prinsip penyelenggaraan pelayanan publik : a. kesederhanaan; b. kejelasan; c. kepastian dan tepat waktu; d. akurasi; e. tidak diskriminatif; f . bertanggung jawab;
LAIK â?š EDISI 01 â?š TAHUN I
â?š
AGUSTUS 2005
S isipan g. h. i. j. k. l.
RUU Pelayanan Publik
kelengkapan sarana dan prasarana; kemudahan akses; kejujuran; kecermatan; kedisiplinan, kesopanan, dan keramahan; dan keamanan dan kenyamanan.
Pasal 21 Penyelenggara wajib mengelola sarana, prasarana, dan fasilitas pelayanan publik secara efisien, efektif, transparan dan akuntabel, serta berkesinambungan. Pasal 22
Bagian Kedua Standar Pelayanan Pasal16 (1) Penyelenggara wajib menyusun dan menetapkan standar pelayanan sesuai dengan sifat, jenis dan karakteristik layanan yang diselenggarakan dengan memperhatikan lingkungan, kepentingan dan masukan dari masyarakat dan pihak terkait. (2) Penyelenggara wajib menerapkan standar pelayanan sebagaimana dimaksud ayat (1).
Dalam melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud Pasal 21, Penyelenggara melaksanakan inventarisasi sarana, prasarana, dan fasilitas pelayanan publik secara sistematis, transparan, lengkap dan akurat. Pasal 23 Aparat bertanggung jawab dalam pelaksanaan, pemeliharaan dan atau penggantian sarana, prasarana, dan fasilitas pelayanan publik sesuai dengan standar kesehatan dan keamanan.
Pasal 17 Pasal 24 Standar pelayanan sekurang-kurangnya meliputi: a. dasar hukum; b. persyaratan; c. prosedur pelayanan; d. waktu penyelesaian; e. biaya pelayanan; f . produk pelayanan; g. sarana dan prasarana; h. kompetensi petugas pemberi pelayanan; i. pengawasan intern; j. penanganan pengaduan, saran dan masukan; dan k. jaminan pelayanan. Bagian Ketiga Maklumat Pelayanan Pasal 18
(1) Penyelenggara dilarang memberikan izin kepada pihak tertentu untuk menggunakan sarana dan prasarana atau fasilitas pelayanan publik yang mengakibatkan sarana dan prasarana atau fasilitas pelayanan publik tersebut tidak berfungsi atau tidak sesuai dengan peruntukannya. (2) Pengalihan dan atau pengubahan fungsi peruntukan setiap sarana dan prasarana atau fasilitas pelayanan publik yang sebelumnya menurut ketentuan peraturan perundangundangan merupakan sarana dan prasarana atau fasilitas pelayanan publik, dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 25
Penyelenggara wajib menyusun maklumat pelayanan sesuai dengan sifat, jenis, dan karakteristik layanan yang diselenggarakan dan dipublikasikan secara jelas. Bagian Keempat Sistem Informasi Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik Pasal 19 (1) Penyelenggara mengelola sistem informasi secara efisien, efektif, dan mudah diakses. (2) Sistem informasi sebagaimana dimaksud ayat (1) sekurangkurangnya meliputi: a. jenis pelayanan; b. persyaratan dan prosedur pelayanan; c. standar pelayanan; d. maklumat pelayanan; e. mekanisme pemantauan kinerja; f . penanganan keluhan; g. pembiayaan; dan h. penyajian statistik kinerja pelayanan.
(1) Penyelenggara yang bermaksud mengubah atau memperbaiki sarana dan prasarana atau fasilitas pelayanan publik, wajib memberikan pengumuman dan atau memasang tanda-tanda yang jelas di tempat yang mudah diketahui. (2) Bentuk dan isi pengumuman sebagaimana dimaksud ayat (1) sekurang-kurangnya memuat nama kegiatan, nama penanggung jawab, waktu kegiatan dan manfaat. Bagian Keenam Pelayanan Khusus Pasal 26 Penyelenggara wajib mengupayakan tersedianya sarana dan prasarana yang diperuntukkan bagi penyandang cacat, lanjut usia, wanita hamil, dan balita. Pasal 27 Penyelenggara dapat menyediakan pelayanan kelas-kelas tertentu sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan dan standar pelayanan. Bagian Ketujuh Biaya Pelayanan Publik Pasal 28
Pasal 20 Dokumen, akta dan sejenisnya yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pelayanan publik dapat berupa produk elektronika atau hasil teknologi informasi secara hukum dinyatakan sah berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Biaya penyelenggaraan pelayanan publik yang menyangkut hakhak sipil pada hakekatnya dibebankan kepada negara dengan tidak menutup kemungkinan ditetapkan pungutan biaya pelayanan kepada penerima layanan.
Bagian Kelima Pengelolaan Sarana, Prasarana dan Fasilitas Pelayanan Publik
LAIK â?š EDISI 01 â?š TAHUN I
â?š
AGUSTUS 2005
27
S isipan
RUU Pelayanan Publik Pasal 29
pangan dan kelemahan dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Biaya pelayanan sebagaimana dimaksud Pasal 28 ditetapkan oleh Penyelenggara berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kesepuluh Pengelolaan Pengaduan Pasal 34
Pasal 30 Biaya pelayanan ditetapkan oleh Aparat yang berwenang dengan memperhatikan dan mempertimbangkan hal sebagai berikut a. tingkat kemampuan dan daya beli masyarakat; b. nilai/harga yang berlaku atas barang dan atau jasa; c. rincian biaya yang jelas dan transparan ; d. prosedur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 31 Penyelenggara dilarang melaksanakan pelayanan publik yang tidak sesuai dengan pembiayaan atau mata anggaran yang disediakan khusus untuk itu. Bagian Kedelapan Perilaku Aparat dalam Penyampaian Layanan Pasal 32 Aparat dalam menyelenggarakan pelayanan publik berperilaku sebagai berikut : a. adil dan tidak diskriminatif; b. peduli, telaten, teliti, dan cermat; c. hormat, ramah, dan tidak melecehkan; d. bersikap tegas dan handal serta tidak memberikan keputusan yang berlarut-larut; e. bersikap independen; f . tidak memberikan proses yang berbelit-belit; g. patuh pada perintah atasan yang sah dan wajar; h. menjunjung tinggi nilai-nilai dan integritas serta reputasi Penyelenggara demi menjaga kehormatan institusi Penyelenggara di setiap waktu dan tempat; i. tidak membocorkan informasi atau dokumen yang menurut peraturan perundang-undangan wajib dirahasiakan; j. terbuka dan mengambil langkah yang tepat untuk menghindari benturan kepentingan; k. tidak menyalahgunakan sarana dan prasarana pelayanan; l. tidak memberikan informasi yang salah atau menyesatkan dalam menanggapi permintaan informasi; m. tidak menyalahgunakan informasi, jabatan, dan atau kewenangan yang dimiliki; n. sesuai dengan kepantasan umum; dan o. profesional dan tidak menyimpang dari prosedur. Bagian Kesembilan Pengawasan Penyelenggaraan Pelayanan Publik Pasal 33 (1) Pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan oleh Pengawas intern dan Pengawas ekstern. (2) Pengawasan intern penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan melalui : a. pengawasan oleh atasan langsung sesuai dengan peraturan perundang-undangan; b. pengawasan oleh aparat pengawasan fungsional sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Pengawasan ekstern penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan melalui : a. pengawasan oleh Ombudsman yang memiliki fungsi dan kewenangan pengawasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan; b. pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat berupa laporan atau pengaduan masyarakat tentang penyim-
28
(1) Masyarakat dapat menyampaikan keluhan atau pengaduan mengenai penyelenggaraan pelayanan publik kepada Panyelenggara dan atau Ombudsman. (2) Penyelenggara wajib menyiapkan sarana dan prasarana yang layak dalam pelaksanaan pengelolaan keluhan dan pengaduan. (3) Berdasarkan keluhan atau pengaduan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Ombudsman menyusun rekomendasi tindak lanjut. (4) Penyelenggara wajib mengelola setiap keluhan dan pengaduan baik yang berasal dari penerima pelayanan maupun rekomendasi dari Ombudsman. Pasal 35 (1) Penyelenggara wajib menyusun tata cara pengelolaan keluhan dan pengaduan dari penerima pelayanan dengan mengedepankan prinsip penyelesaian yang cepat dan tuntas. (2) Tata cara pengelolaan pengaduan dari penerima pelayanan sekurang- kurangnya meliputi: a. prosedur pengelolaan pengaduan; b. penentuan pejabat yang mengelola pengaduan; c. prioritas penyelesaian pengaduan; d. pelaporan proses dan hasil pengelolaan pengaduan kepada atasan Aparat; e. rekomendasi pengelolaan pengaduan; f . penyampaian hasil pengelolaan pengaduan kepada pihakpihak terkait; g. pemantauan dan evaluasi pengelolaan pengaduan; dan h. dokumentasi dan statistik pengelolaan pengaduan. Pasal 36 (1) Penyelenggara wajib menyampaikan informasi kepada masyarakat mengenai prosedur pengajuan pengaduan. (2) Penyelenggara wajib melaporkan tindak lanjut dari pengelolaan pengaduan pada akhir tahun kepada Menteri yang bertanggungjawab dibidang pendayagunaan aparatur negara. Bagian Kesebelas Indeks Kepuasan Masyarakat Pasal 37 (1) Setiap Penyelenggara wajib melakukan penilaian kinerja penyelenggaraan pelayanan publik secara periodik. (2) Untuk melaksanakan penilaian kinerja sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan melalui survei indeks kepuasan masyarakat sesuai dengan ketentuan yang berlaku. BAB V PERAN SERTA MASYARAKAT Bagian Kesatu Umum Pasal 38 (1) Dalam peningkatan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik diperlukan peran serta masyarakat. (2) Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik diwujudkan dalam: bentuk kerja sama, pemenuhan
LAIK â?š EDISI 01 â?š TAHUN I
â?š
AGUSTUS 2005
S isipan
RUU Pelayanan Publik
kewajiban dan pengawasan masyarakat.
dengan keluhan pelapor dijamin hak-haknya oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Kedua Pengawasan Masyarakat Pasal 39
BAB VII KETENTUAN SANKSI Pasal 44
(1) Pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan oleh perseorangan, masyarakat, lembaga, swadaya masyarakat, dan atau Ombudsman. (2) Pengawasan oleh perseorangan, masyarakat atau lembaga swadaya masyarakat dilakukan melalui pemberian informasi mengenai pelanggaran terhadap peraturan perundangundangan mengenai pelayanan publik kepada pimpinan Penyelenggara, aparat pengawas fungsional, instansi terkait dan atau Ombudsman. (3) Pengawasan oleh Ombudsman terhadap penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan dengan melaporkan pelanggaran peraturan perundang-undangan, kepada pimpinan Penyelenggara dan atau institusi penegak hukum, untuk ditindaklanjuti. BAB VI PENYELESAIAN SENGKETA PELAYANAN PUBLIK Pasal 40 (1) Masyarakat dapat menggugat atau menuntut Penyelenggara atau Aparat melalui Peradilan Tata Usaha Negara dalam hal sebagai berikut : a. tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan di bidang pelayanan publik atau tidak memberikan pelayanan yang semestinya menurut standar pelayanan; b. melalaikan atau melanggar kewajiban dan atau larangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini; dan c. menyalahgunakan dan atau melampaui kewenangan yang dimiliki oleh Aparat. (2) Gugatan atau tuntutan masyarakat sebagaimana dimaksud ayat (1 ), dilakukan oleh: a. perseorangan atau badan hukum yang bersangkutan; b. masyarakat yang terdiri dari para penerima jasa yang mempunyai kepentingan yang sama; c. lembaga swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum dan dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikan organisasi adalah untuk melindungi kepentingan masyarakat di bidang pelayanan publik.
(1) Penyelenggara yang melanggar kewajiban dan atau larangan yang diatur dalam Undang-undang ini dikenakan sanksi administratif berupa: a. pemberian peringatan; b. pembayaran ganti rugi; dan atau c. pengenaan denda. (2) Aparat yang melanggar kewajiban dan atau larangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini dikenakan sanksi administratif berupa: a. pemberian peringatan; b. pengurangan gaji dalam waktu tertentu; c. pembayaran ganti rugi; d. penundaan atau penurunan pangkat atau golongan; e. pembebasan tugas dari jabatan dalam waktu tertentu; f . pemberhentian dengan hormat; atau g. pemberhentian dengan tidak hormat. Pasal 45 (1) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud Pasal 44, dilakukan oleh atasan Aparat atau pejabat dari Penyelenggara yang bertanggungjawab atas kegiatan pelayanan publik, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Penyelenggara atau Aparat yang telah dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud Pasal 44 ayat (1) dan ayat (2) dapat ditanjutkan pemrosesan perkara ke Lembaga Peradilan Umum bila memenuhi ketentuan Pasal 42. BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 46 Penyusunan dan pelaksanaan standar pelayanan, maklumat pelayanan, sistem informasi, dan tata cara pengelolaan pengaduan sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini harus dipenuhi selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak Undang-undang ini berlaku.
Pasal 41 (1) Penyelenggara dapat menjadi subyek hukum yang diwakili oleh pejabat yang bertanggung jawab di dalam organisasi Penyelenggara. (2) Penuntutan dilakukan terhadap Aparat yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pelayanan publik dan atau Aparat yang terlibat langsung, baik secara sendiri atau bersama-sama.
BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 47 Undang-undang ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di jakarta Pada tanggal ……. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Pasal 42 (1) Dalam hal pelayanan publik yang diberikan oleh Penyelenggara dan atau Aparat menimbulkan kerugian perdata atau bersifat melawan hukum, gugatan diajukan melalui Peradilan Umum. (2) Dalam hal pelayanan publik yang diberikan oleh Penyelenggara dan atau Aparat mengandung unsur perbuatan pidana, tuntutan diajukan melalui Peradilan Umum. Pasal 43 Masyarakat yang melapor kepada Ombudsman atau menggugat Penyelenggara ke Pengadilan termasuk saksi-saksi yang berkaitan
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta Pada tanggal …………………….. SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd YUSRIL IHZA MAHENDRA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ….NOMOR......
LAIK ❚ EDISI 01 ❚ TAHUN I
❚
AGUSTUS 2005
29
LAIK/Syahrir Wahab
30
LAIK ❚ EDISI 01 ❚ TAHUN I
❚
AGUSTUS 2005
S osok ERNA WITOELAR:
‘Kebijakan Pemerintah Kurang Memihak Orang Miskin’
K
etika masalah lingkungan belum menjadi "isu seksi", Erna sudah melihat masalah ini sebagai salah satu persoalan besar. Maka pada 1983 ia mendirikan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan menjadi direktur eksekutifnya sampai 1993. Walhi dikenal sebagai LSM di bidang lingkungan yang kritis dan tidak kenal kompromi. Perjuangannya di bidang lingkungan mengantar Erna Witoelar meraih Global 500 dari Program PBB untuk Lingkungan Hidup (UNEP) pada 1992. dan Earth Day International Award dari Konferensi PBB untuk Lingkungan dan Pembangunan (UNCED) pada 1993, serta sejumlah penghargaan lainnya. Ia aktif dalam berbagai organisasi nasional dan internasional yang bergerak di bidang lingkungan dan pembangunan. Selepas tugasnya sebagai Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah di era Presiden Abdurrahman Wahid, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menunjuk Erna sebagai duta besar untuk Millenium Development Goals (MDGs) wilayah Asia-Pasifik. Berikut adalah wawancara tim Majalah LAIK --Syahrir Wahab, Sad Dian Utomo, Mimin Rukmini dan Danardono Siradjudin-- dengan Erna Witoelar di kediamannya, Komplek Widya Chandra, Jakarta, pada pekan terakhir Juli:
Republik kini memasuki 60 tahun usia kemerdekaannya, seperti
apa potret pelayanan publik kita saat ini? Saya mendekati pertanyaan Anda dari perspektif MDGs karena MDGs merupakan komitmen pemerintah dan negara-negara lain untuk menanggulangi kemiskinan, memberikan akses pelayanan kesehatan dan pendidikan untuk semua orang, kesetaraan gender, lingkungan hidup yang lebih baik, air bersih, perbaikan daerah kumuh dan juga penanggulangan HIV/AIDS, malaria, TBC. Semuanya itu merupakan hak-hak masyarakat yang sangat dasar dan sebetulnya semua itu adalah tugas pemerintah. Tapi kenyataannya tidak ada satu pun dari tujuan itu yang ditangani pemerintah sendiri. Kita lihat satu-persatu. Dalam soal kemiskinan begitu banyak usaha UKM, pemberdayaan masyarakat miskin dan sebagainya yang dilakukan oleh masyarakat atau perusahaan. Pendidikan dan kesehatan dilakukan oleh begitu banyak yayasan, seperti Muhammadiyah, NU, gereja dan sebagainya. Semuanya berbuat sesuatu untuk pendidikan dan kesehatan yang terjangkau atau untuk anak balita dan sebagainya. Begitu juga di bidang lingkungan hidup. Jadi sebetulnya meskipun itu tugas pemerintah, masyarakat dan dunia usaha juga sudah melakukannya. Tapi ujung-ujungnya pemerintah yang perlu memperbaikinya dalam bentuk pelayanan publik karena itu LAIK ❚ EDISI 01 ❚ TAHUN I
❚
AGUSTUS 2005
hak mendasar orang. Pemerintah dalam memenuhi kewajibannya itu perlu menumbuhkan iklim yang kondusif untuk partisipasi masyarakat. Tidak perlu pemerintah sendiri yang memperbaiki semua daerah kumuh atau mengusahakan supaya kredit mikro sampai kepada rakyat paling miskin dan perempuan.
Apakah kasus-kasus busung lapar, gedung sekolah roboh, polio dan sebagainya bisa dikatakan set back dalam hal pelayanan publik? Itu bukan set back. Saya melihatnya secara positif bahwa kebebasan pers diarahkan ke arah yang benar. Dulu saya suka gemes bahwa soal-soal kemiskinan tidak dapat tempat di pers. Orang cuma tertarik soal-soal politik dan selebriti. Kita tidak boleh berhenti pada berita busung lapar saja, tapi investigasi tentang lingkungannya, penghasilan rakyatnya dan pemimpinnya-rumahnya bagus tidak sementara rakyatnya miskin. Saya melihat di kalangan pemerintah ada juga yang tidak melihat itu secara defensif, tapi positif untuk memperbaiki.
Jadi masalahnya, dulu isu itu tidak mendapat tempat dan sekarang mendapat tempat? Iya. Orang tidak mungkin busung lapar mendadak atau polio mendadak. Itu perlu proses. Itu
31
S osok terjadi karena beberapa lama tidak mendapat perhatian, orangtuanya pergi dan si anak terlantar. Tapi itu ujung-ujungnya lagi-lagi karena kemiskinan atau pemiskinan. Orangtuanya tidak pergi cari duit jauh-jauh kalau di lingkungannya ada lapangan kerja. Erna Witoelar, memang dikenal sebagai aktivis LSM. Ibu dari tiga anak ini mempunyai nama asli Andi Erna Anastasjia Walinono. Ia dilahirkan di pinggir Danau Tempe, Sengkang, Sulawesi Selatan, 6 Februari 1947. Lulusan Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 1974 itu mempunyai pengalaman luas di dunia internasional. Ia pernah menjadi Presiden Organisasi Konsumen Dunia yang bergengsi selama dua periode (1991-1997). Pernah pula ia menerima penghargaan Medali perdamaian dari First Earth Run di New York (1986).
Masih terkait pertanyaan awal, iklim kondusif seperti apa yang harus diciptakan pemerintah, sedangkan UU Pelayanan Publik saja belum ada? Pemerintah sekarang berada dalam Indonesia yang sudah terdesentralisasi dan tidak perlu berpikir sentralistik. Saya rasa pengusulan berbagai peraturan daerah di berbagai wilayah sudah benar arahnya (on the right track). Jadi banyak hal yang bisa diatur oleh daerah dalam lingkupnya sendiri. Indonesia terlalu besar untuk diatur secara sentralistik. Desentralisasi sudah pada jalur yang benar dan sekarang bagaimana memperbaiki itu, dengan meningkatkan kualitas desentralisasi serta meningkatkan pengambilan keputusan di daerah.
Bagaimana caranya? Sambil menunggu ada UU Pe-
32
layanan Publik, daerah sudah bisa didorong membuat Perda Pelayanan Publik karena ujung-ujungnya pelayanan publik itu berlangsung di daerah. Semua tujuan pembangunan milenium itu berlangsungnya di daerah. Di daerah ada orang yang miskin, bukan di pusat. Di daerah, orang tidak bisa menyekolahkan anaknya atau di sana ada malaria atau TBC. Jadi di level itulah pelayanan publik harus lebih baik, lebih efektif terkoordinasi satu atap khususnya menyangkut perizinan dan sebagainya. Jadi pemerintah bisa meringankan banyak hal misalnya pajak untuk fasilitas kesehatan dan pendidikan yang dilakukan masyarakat. Oke bayar pajak, tapi pajaknya dikurangi karena mereka berbuat sesuatu untuk kepentingan orang banyak. Kalau terhadap sekolahsekolah khusus dan mahal, kenakanlah pajak sebesar-besarnya. Begitu juga perusahaan didorong untuk melakukan pelayanan publik. Mereka bisa memberikan pelayanan penyuluhan AIDS, KB, kesehatan ibu anak, penitipan anak dan sebagainya, sehingga makin banyak masyarakat yang diatur oleh masyarakat sendiri.
nanggulangan AIDS karena Papua adalah Afrika-nya Indonesia. Banyak gaya hidup yang menyebabkan pertumbuhan AIDS sangat pesat dan kalau tidak cepat dikendalikan, maka akan cepat dampaknya. Keroyok-lah soal itu. Atau di Riau. Itu provinsi kaya tapi malaria masih terus mematikan orang. Baiklah malaria dikeroyok tapi tidak hanya dilihat sebagai penyakit,. Barangkali di situ ada masalah sanitasi, kerusakan lingkungan, kekeringan dan sebagainya. Lain lagi Pekanbaru. Hanya 10 km dari kota yang selalu mendapat penghargaan lingkungan itu terdapat masyarakat yang dekat sungai dan tidak punya WC. Hari gini 60 tahun Republikku tapi rakyat belum punya WC, gemes deh. Itu hak sangat dasar yang belum diperoleh bukan hanya karena miskin, tapi karena kebijakan pemerintah kurang memihak orang miskin. Pesan MDGs adalah make poverty history. Sebetulnya generasi ini bisa menghilangkan kemiskinan. Kita bukannya tidak punya duit untuk menghilangkan kemiskinan atau menyekolahkan semua anakanak untuk SD saja.
Apa prioritas program MDGs di Indonesia?
Apa yang harus dilakukan untuk membangun kultur yang sama dalam pelayanan publik?
Indonesia terlalu besar untuk hanya mempunyai satu target, satu prioritas dan satu indikator karena terlalu beraneka ragam. Mungkin di Papua prioritasnya harus pe-
Itu bisa dua arah, bisa dari pimpinannya misalnya instruksi presiden atau menko. Bisa juga dari publik. Tunjukkanlah di mana bolong-bolong kebijakan, tunjuk-
Hari gini, 60 tahun Republikku tapi rakyat belum punya WC, gemes deh. Itu hak sangat dasar yang belum diperoleh bukan hanya karena miskin, tapi karena kebijakan pemerintah kurang memihak orang miskin. LAIK â?š EDISI 01 â?š TAHUN I
â?š
AGUSTUS 2005
ERNA WITOELAR
Jadi secara umum, bagaimana Anda melihat kinerja pelayanan publik di Indonesia saat ini? Saya tidak bisa menggeneralisasi karena banyak daerah pelosok yang boleh juga dalam pelayanan publiknya. Ada daerah yang memperbaiki pelayanan pendidikannya dan kesehatannya. Itu bagus banget. Ada pelayanan airnya yang sudah sampai ke rumah-rumah. Ada yang makin jelek saja. Tapi mari kita melihat indikator terakhir. Meskipun kita sudah banyak yang maju dan terjangkau pelayanan, indikator itu menunjukkan masih banyak yang belum terjangkau. Karena itu pemerintah ke depan mesti mengidentifikasi di mana yang belum terjangkau pelayanan dan justru menggunakan sumber dayanya untuk menjangkau itu.
Sebagian pejabat mengatakan sulit melakukan pelayanan publik karena anggaran terbatas, relevankah? Kalau untuk mencapai pelayanan publik yang minim MDGs, maka alasan seperti itu no excuse. Anggaran itu bukan alasan. MDGs itu sangat minimum sampai nickname-nya juga minimum development goals. Kalau itu saja tidak dicapai, terlalu. Menyekolahkan semua
anak SD saja itu minim banget. Orang lain sudah ke bulan dan Phd-nya bertumpuk-tumpuk, masa untuk menyekolahkan anak ke SD saja kita tidak bisa. Mestinya dengan duit kita sendiri itu sampai. Sepulang dari tugasnya mendampingi suaminya, Rahmat Witoelar sebagai Dubes RI di Rusia (19931997), Erna langsung masuk ke program pemberdayaan masyarakat. Pengalamannya yang begitu luas membuat Erna tahu persis bagaimana harus memposisikan diri di MPR, apa dan bagaimana harus memperjuangkan bidang-bidang yang menjadi lingkup keprihatinannya.
Soal pengambilalihan penyelenggaraan pelayanan publik oleh swasta, apakah arahnya sudah benar? Ada yang benar dan yang salah. Yang salah kalau kemudian menjadi monopoli sehingga harga ditetapkan secara sepihak. Privatisasi, mau tak mau menuju ke sana. Pemeliharaan sungai di negara lain misalnya, sudah diprivatisasi karena m e s t i diatur
dari hulu ke hilir. Mulai dari pencemarannya sampai penanaman di hulu dan penggalian di hilir, tidak bisa kalau itu dilakukan oleh pemerintah karena melampaui masa-masa jabatan dan daerahdaerah.
Bagaimana Anda menilai manajemen keuangan pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat, kebijakan anggaran kompensasi kenaikan BBM saja lambat sekali? Sebetulnya proyek penanggulangan kemiskinan itu banyak sekali, baik hibah maupun loan. Tapi ada dua kegagalan proyek yang menyangkut masyarakat miskin. Satu, identifikasi target menyangkut siapa masyarakat miskinnya supaya sampai ke mereka. Sering pemerintah pusat dan lokal mau gampang-nya saja. Jadi sasarannya bukan mereka yang membutuhkan tapi yang gampang dia jangkau. Jadi, yang miskin tetap miskin dan yang mendapat air bersih orang lain. Kedua, apa intervensinya? Kadangkadang karena dirancang secara nasional maka semua air bersih diberikan saja sebagai kompensasi BBM. Orang tinggal di pinggir sungai yang masih jernih, mau diberi air bersih. Padahal dia membutuhkan jalan untuk ke pasar. â?š
LAIK/Dado
kanlah di mana ada penyalahgunaan wewenang. Tanpa menyebut orang, maka advokasi kita bisa lebih obyektif dan kalau perlu dengan data ilmiah serta foto-foto.
LAIK â?š EDISI 01 â?š TAHUN I
â?š
AGUSTUS 2005
33
Dok. Pribadi
K olom
R. Alam Surya Putra
Komitmen Politik dan Upeti Kalau bisa diperlambat mengapa dipercepat.... Kalau bisa dipersulit mengapa dipermudah..... dan Kalau bisa membayar mahal kenapa dipermurah...
U
Jika masyarakat belum mampu berperan optimal, faktor kepemimpinan menjadi bagian penting, karena dengan kemauan politik dari kepala daerah, kebijakan pelayanan publik yang lebih baik akan muncul.
Program Officer Civil Society Initiative Againts Poverty The Asia Foundation Indonesia
34
ngkapan di atas sering kita dengar dalam perbincangan masyarakat. Hal itu menunjukkan wajah pelayanan publik di Indonesia masih belum berubah. Sejak lama disadari bahwa pelayanan publik di negeri ini menghasilkan birokrasi yang berbelit, tidak ramah, mahal bahkan mungkin menakutkan. Karena itu, banyak kelompok masyarakat beranggapan untuk mendapatkan pelayanan, masyarakat harus mengeluarkan uang pelicin, uang terima kasih, dan istilah lainnya untuk mendapatkan pelayanan yang lebih cepat. Karena itu, pelayanan publik sering kali dianggap lebih pro kalangan berduit daripada masyarakat miskin. Rendahnya kualitas pelayanan publik ini merupakan tantangan tersendiri bagi pemerintah daerah. Otonomi daerah di satu sisi dimaksudkan sebagai upaya mendekatkan pelayanan kepada publik. Tepatnya, sebagai cara untuk memotong birokrasi yang berantai. Otonomi daerah sewajarnya dilihat sebagai upaya pemerintah daerah untuk memberikan dan meningkatkan kualitas pelayanan melalui mekanisme yang sistematik. Mengapa pelayanan publik menjadi penting? Pertama, karena merupakan bagian dari pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah yang dibuat bersama antara legislatif dan eksekutif. Kedua, merupakan ruang di mana masyarakat dan pemerintah daerah berinteraksi.
Era Desentralisasi Transparansi merupakan masalah serius dalam pemerintahan sejak zaman kolonial hingga saat ini. Era
LAIK â?š EDISI 01 â?š TAHUN I
â?š
AGUSTUS 2005
reformasi dan momentum otonomi daerah nampaknya belum mampu mengatasi masalah transparansi ini. Meskipun demikian, inovasi pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pelayanan publik dapat dijadikan referensi. Sebagai contoh, di Kota Balikpapan, pemerintah setempat menetapkan biaya pengurusan KTP berdasarkan waktu penyelesaiannya. Bila masyarakat menginginkan penyelesaian KTP lebih cepat dari standar penyelesaian, bisa dilayani dengan membayar lebih mahal. Kebijakan ini sesungguhnya bisa dilihat sebagai upaya pemerintah menghapus korupsi. Upeti yang biasa muncul untuk mempercepat proses pengurusan diformulasikan menjadi kebijakan yang lebih transparan. Masalah krusial lainnya adalah keterlibatan masyarakat. Pelayanan publik selalu dianggap sebagai produk birokrat dan politisi, sehingga hanya pemerintah dan DPRD saja yang berhak merumuskan kebijakan pelayanan publik yang menyangkut, model, jenis, biaya dan prosedur. Tak heran, wajah pelayanan publik jauh dari kebutuhan masyarakat. Meskipun demikian, beberapa daerah telah menunjukkan hasil positif dalam upaya memperbaiki pelayanan publik. Misalnya telah ditetapkannya standar pelayanan minimal, seperti adanya ambulance gratis untuk mengangkut jenazah di Gianyar, Bali dan inovasi lainnya yang mulai memperhatikan kondisi lokal. Selain itu, keputusan politik sering kali tidak dirancang untuk memberikan ruang bagi masyarakat untuk melakukan pengaduan dalam
pelayanan publik. Keputusan politik hanya terbatas pada mekanisme pelayanan dan tidak tuntas merumuskannya dalam bentuk pengaduan. Mekanisme tanggung gugat bahkan tidak pernah disinggung. Wajah birokrasi yang tidak mau menjadikan mekanisme tanggung gugat sebagai bagian dari pelayanan publik menunjukkan bahwa pelayanan publik (termasuk di era otonomi daerah) merupakan bagian dari keputusan politik yang timpang. Bahkan, sering kali diposisikan sebagai upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) semata. Tidak jarang, dinasdinas dibentuk sekedar menjadi "mesin uang" atau "debt collector". Artinya, pelayanan publik dimaknai sebagai upaya untuk memungut uang dari publik (sering diistilahkan sebagai partisipasi publik) daripada makna pelayanan yang sesungguhnya. Komitmen politik pemerintah daerah dan DPRD dalam peningkatan pelayanan publik juga bisa dilihat dari alokasi anggaran untuk sektor-sektor penting seperti pendidikan dan kesehatan. Amanat amandemen UUD 1945 bagi pemerintah untuk mengalokasikan anggaran sebesar 20% dari APBN maupun APBD tak banyak terwujud. Temuan Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA, 2003) memperlihatkan alokasi anggaran untuk pendidikan dan kesehatan di 22 daerah pada tahun 2001-2002 cukup memprihatinkan. Untuk pendidikan tahun 2002 hanya 3,04% atau naik sedikit dibanding tahun 2001 yang 2,55%. Untuk sektor kesehatan lebih kecil lagi, yaitu 1,71% di tahun 2001 dan 1,99% di tahun 2002. Meskipun demikian, harus diakui otonomi daerah merupakan momentum tepat untuk memperbaiki kondisi pelayanan publik, khususnya bagi kelompok miskin dan perempuan. Otonomi daerah diyakini mampu meningkatkan
inovasi daerah dalam mengembangkan model pelayanan publik yang sesuai dengan kondisi daerah. Hal ini sejalan dengan temuan IRDA: IRDA 1
Pemerintah daerah memiliki komitmen untuk meningkatkan pelayanan publik
IRDA 2
Inisiatif dan inovasi baru menjadi bukti pemerintah daerah dalam menyediakan pelayanan publik yang lebih baik.
IRDA 3
Pemerintah daerah melaksanakan programprogram pemerintah pusat dengan penyesuaian terhadap kebutuhan daerah.
IRDA 4
Layanan publik yang disediakan oleh pemerintah daerah mulai memperhatikan keterjangkauan dan pemerataan
IRDA 5
Pemilu 2004 tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap peyediaan pelayanan publik.
KESIMPULAN: Selama 4 tahun desentralisasi, mulai ada inovasi dan inisiatif dalam penyediaan pelayanan publik yang lebih baik dan sesuai dengan kebutuhan daerah. Sumber : IRDA Pertama - IRDA Kelima, 2001 - 2004
Tantangan ke depan Ada beberapa tantangan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang harus diselesaikan. Namun, tantangan terbesar adalah upaya pemerintah pusat untuk menarik kembali kewenangan penyelenggaraan pelayanan publik oleh daerah khususnya bidang pendidikan dan kesehatan. Kasus program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) melalui penyediaan kartu asuransi kesehatan merupakan upaya sistemik dari pemerintah pusat untuk "menyeragamkan" pelayanan kesehatan.
LAIK â?š EDISI 01 â?š TAHUN I
â?š
AGUSTUS 2005
Seperti diketahui, Pemerintah Kabupaten Jembrana justru berhasil mengembangkan pelayanan kesehatan dengan model dan inovasi yang sesuai dengan kondisi lokal. Bahkan sistem yang ditawarkan justru lebih baik dari pada sistem yang dibuat oleh pemerintah pusat. Untuk itu, yang justru perlu diawasi adalah kebijakan pemerintah pusat melalui UU, PP, Perpres atau SK Menteri Kesehatan untuk "menyeragamkan" pelayanan. Hal yang sama ketika pemerintah menetapkan Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional di mana hanya menetapkan empat perusahaan untuk mengurusi kartu asuransi kesehatan melalui program JPKM. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan untuk mendorong proses pelayanan publik yang lebih baik adalah perlunya keberanian daerah untuk membuat inisiatif yang lebih baik, khususnya dalam mendorong masyarakat untuk memberikan masukan atas pelayanan publik. Jika masyarakat belum mampu berperan optimal, maka faktor kepemimpinan menjadi bagian penting, karena dengan kemauan politik dari kepala daerah (dan akan lebih baik lagi jika didukung oleh DPRD) kebijakan pelayanan publik yang lebih baik akan muncul. Hal lainnya adalah perlu adanya peningkatan kemampuan kualitas anggota DPRD dalam pelayanan publik. Terakhir, perlunya forum warga atau lembaga pemantau pelayanan publik yang menjadi kelompok yang penting untuk mengawasi kinerja daerah. Peran semacam ini perlu ada mengingat prinsip pelayanan publik yang transparan, partisipatif, dan akuntabel sangat diperlukan oleh masyarakat.â?š
35
I novasi Pelayanan Perizinan One Stop Service di Pemkot Tangerang
Pritt! 14 Hari Urusan Kelar... Asal berkas dari pemohon lengkap, akan diproses paling lama 14 hari sudah selesai.
36
Dok. LAIK
R
umitnya mengurus perizin an, seperti izin mendirikan bangunan (IMB), KTP atau izin usaha bukanlah cerita baru dalam birokrasi di negeri ini. Bahkan salah satu jargon yang populer di kalangan pegawai negeri yang mengurus pelayanan administrasi ini adalah "kalau bisa diperlambat, kenapa harus dipercepat". Inilah yang sering membuat kita jengkel. Mulai dari lamanya pelayanan, petugas yang tidak ramah hingga biaya-biaya siluman yang harus dibayar untuk mendapatkan pelayanan. Bukan cerita baru, jika pelayanan administrasi bagi umum adalah sarana 'pendapatan' buat oknum petugas. Dari pengurusan KTP, sertifikat tanah hingga izin investasi. Namun seiring dengan otonomi daerah, perbaikan pelayanan terus dilakukan. Bagi beberapa pemda yang punya keinginan memberikan pelayanan terbaik. Berbagai langkah inovasi pun dilakukan, di antaranya yang populer adalah pelayanan satu atap. Beberapa pemerintah daerah telah melakukannya, antara lain Makassar, Solok, Kutai Timur dan Kota Tangerang. Dengan pelayanan satu atap memudahkan bagi warga masyarakat untuk mengurus administrasi yang dibutuhkannya.
PUSAT PELAYANAN SATU ATAP KOTA TANGERANG (ATAS) DAN LOKET SATUSERTA RAUANG TUNGGU WARGA: Hemat waktu.
Tangerang, Masuk ke One Stop Service Kota Tangerang sendiri, sejak tahun 2000 memberikan pelayanan satu atap. Kemudian. tahun 2001 mengupayakan peningkatan kualitas pelayanan satu atap ke pelayanan one stop service. Dengan jaminan 14 hari semua pelayanan administratif di bidang perizinan langsung kelar. Penyiapan layanan satu atap sendiri disahkan melalui peraturan daerah (perda). LAIK â?š EDISI 01 â?š TAHUN I
â?š
AGUSTUS 2005
Awalnya, dalam pelayanan satu atap untuk dapat menyelesaikan suatu perizinan, pemohon harus berhubungan dengan dinasdinas terkait. Misalnya berkas pemohon dimasukkan, namun kemudian setelah berkas di setujui kantor pelayanan satu atap, pemohon harus kembali mengurus ke dinas masing-masing. Misalnya pengurusan IMB, setelah berkasnya masuk di pelayanan satu atap, kemudian berkasnya diproses ke
I novasi BAGAN PELAYANAN PERIZINAN ( Izin Lokasi, Advice Planning, Izin Mendirikan Bangunan dan Izin Gangguan) Berkas Pemohon
Pemeriksaan Berkas Permohonan
Survei Lapangan
DITOLAK
Telaahan Staf Hasil Survei Lapangan
Rapat Pertimbangan
DISETUJUI
Ditetapkan Surat Ketetapan Retribusi Daerah dan perijinan di Proses
SK Diterbitkan
Bank Jabar
Penyerahan SK
Dok. LAIK
Dinas Bangunan yang menangani proses tersebut. Kelemahan pelayanan satu atap yang merupakan upaya penjabaran Surat Edaran Mendagri dan SK Wali Kota ini adalah lama dan birokratis serta masih kuatnya ego dinas. Sementara, dalam konsep pelayanan one stop service yang disahkan lewat Perda No 24/ 2000,
pengurusan izin dikonsentrasikan di satu gedung, yakni di Kantor Penanaman Modal dan Perizinan (KPMP). Inisiatif pengimplementasiannya sendiri datang dari Wali LAIK ❚ EDISI 01 ❚ TAHUN I
❚
AGUSTUS 2005
Kota Tangerang yang saat itu menjabat. Prosesnya, pemohon mengajukan berkas permohonannya, lalu petugas melakukan pemeriksaan
37
I novasi
Dok. LAIK
berkas dan dilanjutkan survei la- tara dari sisi internal, biasanya ter- untuk menyelesaikan administrasi pangan. Hasilnya, berupa telaah jadi penumpukan pekerjaan di ting- terkait dengan kebutuhan pepetugas terhadap hasil survei la- kat staf dan koordinasi antar ins- mohon. Rekapitulasi jumlah surat kepangan. Hasil ini lalu dibawa ke tansi terhambat. "Warga sering kali rapat pertimbangan untuk memu- menyalahkan Pemda, padahal putusan (SK) Wali Kota yang metuskan apakah permohonan dite- warga sendiri yang tidak lengkap nerbitkan Perizinan Kota Tangerima atau ditolak. Bila permohon- persyaratannya. Ketika diminta rang Tahun 2004 untuk Advice Planan diterima, diterbitkanlah surat untuk memperbaiki atau me- ning/Site Plan, IMB, izin gangguan keputusan mengenai pemberian lengkapi berkas, perbaikannya (HO), surat izin pengeboran air (SIPA) sebanyak 2.242 surat. "Naizin tersebut. Dengan cara itu lama," kilah Dafyar. mun pemohon lebih warga tidak perlu banyak mengandalterlalu repot. kan pihak ketiga Secara ringkas untuk mengurus proses pelayanan surat izin tersebut", perizinan (izin lokasi, ungkap Dafyar. advice planning, izin Untuk tahun Mendirikan Bangunan 2004 dari jumlah tadi, dan izin gang_guan), surat yang diurus digambarkan dalam langsung oleh pemilik bagan (lihat Bagan). berjumlah 511 surat "Asal berkas dari sementara 1.731 pemohon lengkap, lainnya diurus oleh akan diproses paling pihak ketiga. Pihak lama 14 hari sudah ketiga ini biasanya, selesai. Jika disetujui saudara/tetangga, akan diterbitkan SK atau pegawai pemda Perizinannya" ungkap serta biro jasa. Kepala Kantor PeUntuk pembiayananaman Modal dan annya sendiri, diPerizinan (KPMP), tetapkan bermacamDafyar Elyadi tentang macam bergantung One Stop Service. Hapada indikator dan rapan Pemda dengan jenisnya. Untuk IMB, pemberlakuan pebiayanya, seperti dilayanan one stop sertetapkan dalam Perda vice (OSS), menjadiNo 7/2001 mulai dari kan perizinan menjadi H. Dafyar Elyadi, Kepala Kantor Penanaman Modal dan Perizinan (KPMP) Tangerang Rp 270 ribu per meter lebih mudah, cepat Kendala tersebut diatasi me- persegi untuk bangunan semi perdan transparan. Namun pada kenyataannya, lalui sosialisasi dan penjelasan manen hingga Rp 1,3 juta/m2 lamanya proses tersebut tidak te- prosedur, menyederhanakan ben- untuk rumah mewah. Sementara pat 14 hari. Kendala yang sering tuk gambar, mengingatkan pe- untuk bangunan khusus, rekor muncul, biasanya ketidak leng- mohon untuk memantau dan me- biaya termahal adalah untuk kapan berkas-berkas persyaratan ngikuti setiap tahapan. Sementara sumur artesis dengan harga Rp pemohon, gambar rencana usaha yang berkaitan dengan internal, 20 juta/m2. yang diajukan tidak sesuai dengan staf KPMP dioptimalkan untuk mekenyataan lapangan, tidak sepakat nyelesaikan setiap pekerjaan se- One Roundtable Discussion harga, tidak ada klarifikasi, dan di- suai jadwal, dan kepada beberapa Inovasi lainnya dalam pelalakukan oleh pihak ketiga. Semen- instansi terkait selalu diingatkan yanan one stop service ini adanya
38
LAIK â?š EDISI 01 â?š TAHUN I
â?š
AGUSTUS 2005
Dok. LAIK
I novasi
WARGA MENUNGGU PENYELESAIAN BERKAS: Ada uang partisipasi.
one roundtable discussion. Untuk memutuskan bahwa sebuah permohonan izin disetujui atau ditolak dilakukan melalui satu rapat satu meja. Jika permohonan izin yang diberikan memerlukan perhatian besar seperti pendirian mall atau pabrik, maka dilakukan one roundtable discussion yang diputuskan oleh suatu tim diketuai wali kota. Anggota tim ini sekretaris daerah, perwakilan kelurahan/kecamatan yang bersangkutan, dinas lingkungan hidup, dinas tata kota (karena menyangkut tata ruang kota) dan dinas terkait lainnya. Tim bekerja bila ada permintaan untuk pengurusan izin. Dengan dikoordinasikan oleh KPMP, dirancang pertemuan di mana semua decision maker berkumpul untuk memutuskan apakah permohonan disetujui atau ditolak, berdasarkan data-data yang masuk. Biasanya jika pemohon mengikuti persyaratan yang telah ditentukan dan lokasinya tidak berma-
salah dan sesuai peruntukannya, permohonan izin diberikan. Sementara itu, jika permohonan izin hanya untuk IMB rumah biasa, maka permohonan izin hanya dilakukan oleh Kepala Kantor KPMP beserta stafnya. "Kalau yang seperti ini secara berkala dilakukan oleh KPMP", ungkap Dafyar.
Perlu Sosialiasi Masyarakat sendiri dan merasakan kenyataannya di lapangan, layanan tidak selalu selesai 14 hari. "IMB saya diselesaikan dalam waktu satu bulan," ungkap Royani, yang ditemui LAIK seusai mengurus IMB. Namun, ia memakluminya. "Saya kira ini wajar, karena dalam jangka waktu satu bulan ini digunakan untuk perbaikan administrasi. Khawatir ada kesalahan data dan lain sebagainya, dan survei lokasi," tambahnya. Menurutnya, penggunaan layanan ini memberikan manfaat cukup baik yaitu hemat waktu Ia tidak perlu bolak-balik ke satu instansi LAIK ❚ EDISI 01 ❚ TAHUN I
❚
AGUSTUS 2005
dan instansi lainnya. Namun untuk biaya, Royani merasa biayanya masih terlalu tinggi. Saat ditanya usulannya untuk memperbaiki pelayanan, ia berharap proses perizinan ini disosialisaikan terus. Menurutnya, masih banyak warga yang belum tahu kemudahan ini, sehingga malas mengurus IMB. Padahal jika warga banyak mengurus IMB, "Pemda juga yang untung, karena pemasukan PAD dari IMB. Karena itu, pemerintah harus tegas dan memberi sanksi bagi pemilik bangunan yang tidak punya IMB, jika perlu dibongkar saja." usulnya. Royani juga menilai petugas yang melayani ramah. Namun, ketika ditanya apakah masih ada pungli, spontan Royani menggeleng," Kalau pungli saya kira tidak ada. Tapi ada uang partisipasi, saya tidak tahu fungsi uang partisipasi ini. Yang pasti uang ini selalu diberikan oleh pemohon perizinan kepada petugas," paparnya.❚ DM, IH, MMA
39
K has
Perlindungan Konsumen Setiap warga negara berhak mendapat pelayanan publik dengan kualitas yang layak. Pemerintah wajib melindungi setiap warga negaranya untuk memastikan bahwa mereka telah mendapat pelayanan publik dengan layak. Karena itu, pemerintah perlu mengatur hubungan antara warga negara, sebagai konsumen pelayanan publik, dengan penyelenggara pelayanan publik. Pemerintah wajib melindungi konsumen untuk memperoleh hak-haknya.
40
Repro
S
esungguhnya tak berlebihan kalau pelayanan publik saat ini membutuhkan mesiu perbaikan. Bukankah mesiu bersifat menghancurkan? Banyak hal yang perlu dilenyapkan dalam arena pelayanan. Antara lain arogansi birokrasi yang selama ini abai terhadap pemenuhan hak-hak dasar warga dan sikap buta tuli birokrasi yang tak peduli suara warga. Padahal pelayanan publik merupakan bagian dari kewajiban negara untuk memenuhi kebutuhan dasar atau hak-hak dasar warga negara (publik). Adalah Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan hal tersebut. Ketiadaan atau kurang memadainya pelayanan publik akan mengakibatkan tidak dipenuhinya hak asasi manusia oleh penyelenggara negara. Pelayanan publik harus diberikan pada setiap warga negara, baik yang kaya maupun miskin, baik yang berada di pusat kemajuan maupun di daerah-daerah terbelakang, baik yang mendatangkan keuntungan atau membutuhkan subsidi. Karenanya negara harus mengambil peranan dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
KANTOR PAJAK: Masih banyak keluhan.
Respons Konsumen, Mesiu Perbaikan Keluhan atau komplain dari konsumen merupakan bentuk respons dari konsumen atas pelayanan yang diterimanya. Salah satu bentuk dari perlindungan tersebut adalah dengan memberi ruang dan perhatian kepada konsumen untuk menyampaikan keluhannya. Khususnya untuk konsumen miskin. Keluhan atau komplain dari konsumen merupakan bentuk respons dari konsumen atas pelayanan yang diterimanya. Respons konsumen tersebut menggambarkan bagaimana pemenuhan hak masyarakat atas pelayanan publik terjadi. Pemberian ruang dan perhatian yang memadai kepada keluhan dari konsumen merupakan bentuk perlindungan hak konsumen atas pelayanan publik oleh pemerintah. Penyelenggaraan pelayanan LAIK â?š EDISI 01 â?š TAHUN I
â?š
AGUSTUS 2005
publik di Indonesia selama ini belum secara serius memperhatikan respons atau keluhan yang muncul dari konsumen, apalagi dari konsumen miskin. Saluran untuk menyampaikan keluhan atas ketidakpuasan pelayanan publik yang diterimanya masih sangat minimal. Sering kali kita lihat saluran yang tersedia di instansi pelayanan publik, seperti Puskesmas atau Kantor Samsat (Sistem Administrasi Manajemen Satu Atap), hanya sebuah kotak lusuh bertuliskan "Kotak Pengaduan". Atau sebuah meja pengaduan kosong yang tak ada penjaganya. Sangat sulit bagi konsumen untuk mengadukan ketidakpuas-
K has yang diam karena apatis, tidak percaya atau karena tidak cukup memiliki keberanian untuk menyampaikan keluhan harus dianggap sebagai adanya ketidakpuasan. Berarti harus ada yang diperbaiki dari sistem yang ada. Tidak memberi ruang yang cukup bagi masyarakat untuk menyampaikan keluhan sama saja dengan membiarkan pelayanan publik selalu pada kualitas yang rendah. Pembiaran tersebut pada jangka panjang dapat berakibat fatal. Misalnya, terjadinya kasus busung lapar dan kasus penyakit polio di beberapa tempat di Indonesia akhir-akhir ini tidak lepas dari rendahnya kualitas pelayanan kesehatan yang diterima masyarakat. Andaikan pemerintah lebih tanggap terhadap berbagai keluhan di sektor kesehatan yang berkembang akhir-akhir ini, mungkin kejadian tersebut tidak perlu terjadi. Jika keluhan-keluhan tersebut, khususnya yang berasal dari masyarakat miskin, mendapat perhatian mungkin pemerintah bisa membuat kebijakan yang dapat mencegah kejadian yang memprihatinkan tersebut. Orang yang ekonominya mapan ketika kecewa dengan pelayanan publik yang diterimanya, dapat melakukan exit mechanism. Sebuah tindakan meninggalkan penyelenggara pelayanan publik tertentu dan menggantinya dengan layanan lain yang kualitasnya dianggap lebih baik meski dengan biaya yang lebih mahal. Tetapi konsumen miskin biasanya akan sulit melakukan mekanisme seperti itu. Exit mechanism juga tidak mungkin dilakukan pada pelayanan publik LAIK/Roi
annya. Selain itu, banyak juga konsumen yang telah mampu menyampaikan pengaduan, tetapi tidak mendapat tanggapan yang jelas dari penyelenggara pelayanan publik. Misalnya, sering terjadi orang yang menyampaikan protes kepada bagian pengaduan di Kantor Samsat mengenai adanya pungutan liar dalam mengurus izin kendaraan, tetapi tidak ada tindak lanjutnya. Hal ini terjadi pula di berbagai sektor pelayanan publik. Keadaan tersebut sering kali membuat frustrasi konsumen, sehingga banyak dari mereka yang memilih bersikap diam meski menerima pelayanan publik dengan kualitas yang jauh di bawah standar kelayakan. Pemerintah sering menganggap sikap diam tersebut sebagai bentuk kepuasan konsumen terhadap pelayanan publik yang diterimanya. Kalau tidak ada protes, berarti puas. Padahal belum tentu demikian situasinya. Orang
KOTAK PENGADUAN: Respons untuk perbaikan. LAIK â?š EDISI 01 â?š TAHUN I
â?š
AGUSTUS 2005
yang telah dimonopoli oleh suatu penyedia layanan tertentu (baik pemerintah maupun swasta). Sementara bagi warga miskin, ketika menerima pelayanan publik yang tidak layak ada dua tindakan yang mungkin dilakukan. Mereka akan diam saja atau akan melakukan pengajuan keluhan (voicing). Di Indonesia, belum ada mekanisme yang sistematis bagi konsumen untuk melakukan pengajuan keluhan terhadap penyelenggara pelayanan publik. Saat ini pengajuan keluhan sering manifest dalam bentuk protes-protes sporadis. Antara lain demonstrasi menggugat institusi penyelenggara pelayanan publik, surat pembaca di media massa, protes-protes publik dalam berbagai event. Pengajuan keluhan dengan cara seperti itu kadangkadang mampu memperkuat posisi konsumen dalam negosiasi dengan institusi penyelenggara pelayanan publik. Kadang-kadang berhasil dicapai kesepakatan-kesepakatan positif untuk perbaikan sistem pelayanan publik. Tetapi lebih sering negosiasi itu hasilnya nihil. Selain itu bagi konsumen miskin, model pengajuan keluhan seperti ini sulit terjangkau.
Mekanisme Komplain Mekanisme pengelolaan keluhan atau mekanisme komplain adalah suatu bagian dari sistem pelayanan publik untuk memfasilitasi, mengakomodasi dan mengelola keluhan konsumen atas pelayanan publik yang diterimanya. Di beberapa negara, seperti India, mekanisme komplain merupakan suatu sistem, lebih dari sekadar prosedur pengajuan keluhan. Selain prosedur, mekanisme tersebut meliputi perangkat organisasi, me-
41
LAIK/Roi
K has
LOKET TIKET: Masih direcoki para calo.
kanisme transparansi pengelolaan komplain, media partisipasi konsumen, dan perangkat pemberdayaan konsumen. Mekanisme komplain dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengembangkan hubungan antara konsumen dengan penyelenggara pelayanan publik yang lebih baik. Dengan adanya mekanisme komplain pada suatu pelayanan publik, respons (khususnya yang berwujud pengajuan keluhan) dari konsumen bisa dikelola dengan lebih baik dan transparan oleh institusi penyelenggara pelayanan publik. Mekanisme tersebut juga merupakan sarana partisipasi publik, di mana konsumen dapat terlibat dalam proses pembuatan keputusan, pengawasan dan evaluasi terhadap pelayanan publik. Penanganan komplain pada dasarnya memiliki tiga wilayah pengelolaan. Pertama, wilayah internal penyelenggara pelayanan
42
publik. Kedua, wilayah eksternal penyelenggara pelayanan publik, dan ketiga wilayah konsumen. Pada ketiga wilayah itulah mekanisme komplain diterapkan.
Wilayah Internal Di wilayah ini, penyelenggara merupakan pelaku yang menjadi sasaran dari komplain konsumen sekaligus pelaku yang dapat menyelesaikannya. Peran institusi penyelenggara dalam penanganan komplain ini menyusun mekanisme yang memudahkan konsumen untuk menyampaikan komplain sekaligus dapat memantau proses penanganan komplainnya itu berdasarkan standar yang disetujui bersama konsumen. Selain itu, kewenangan juga perlu didelegasikan, sehingga semua petugas yang terkait dengan komplain dapat bertanggung jawab dalam penyelesaian komplain. Sudah tentu ini berkaitan erat dengan struktur pengambilan keLAIK â?š EDISI 01 â?š TAHUN I
â?š
AGUSTUS 2005
putusan di lembaga penyelenggara sendiri. Peran penting lainya adalah menjamin adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang adil, mudah dan murah, jika konsumen yang komplain kecewa dengan respons dari penyelenggara. Untuk menjadikan mekanisme tersebut implementatif, penyelenggara perlu menyediakan petugas atau bagian khusus pengelola komplain. Penanganan komplain memerlukan energi dan konsentrasi tersendiri. Karena itu penyelenggara tak dapat mengandalkan pada staf di organisasi penyelenggara yang selain menangani keluhan juga melaksanakan tugas rutin organisasi lainnya. Bagian pengelola komplain ini, di antaranya, berfungsi menjadi pintu masuk bagi konsumen untuk mengajukan komplain, mendistribusikan tugas pada bagian yang kompeten untuk menyelesaikan komplain tersebut, dan menjadi
K has jembatan antara konsumen dengan pengambil kebijakan organisasi pelayanan publik. Pejabat atau bagian ini sebaiknya memiliki kewenangan untuk mengambil kebijakan dalam bentuk respons atas keluhan yang disampaikan konsumen. Pentingnya pemberian otoritas kepada pejabat yang bersangkutan, agar keluhan tak sekadar ditampung
Institusi Penyelenggara Pelayanan Publik
Komplain atas pelayanan publik
langsungnya mekanisme komplain. Yakni institusi pemerintah pada level di atas institusi penyelenggara, seperti dinas, kantor atau badan di tingkat kota/kabupaten, atau institusi independen semacam ombudsman. Mereka berperan sebagai mediator antara konsumen dan penyelenggara pelayanan publik Agar fungsi mediator berjalan,
Melaporkan proses pengelolaan komplain konsumen Mediasi, rekomendasi & perbaikan kebijakan
Mediasi, klarifikasi, investigasi dan Melakukan transparansi memberi laporan publik dan respons atas komplain
Konsumen
namun juga dapat diselesaikan oleh pejabat tersebut. Wewenang tersebut diperlukan agar bagian ini dapat bertanggung jawab langsung pada konsumen yang menyampaikan komplain. Pejabat yang menjabat di bagian ini, sebaiknya adalah pegawai yang memiliki kapasitas dan otoritas yang memadai di tingkat organisasi.
Wilayah Eksternal Wilayah ini adalah wilayah di luar penyelenggara pelayanan publik yang dapat membantu konsumen melakukan komplain. Ini bisa berupa institusi-institusi eksternal yang dapat membantu ber-
Institusi Eksternal
Mengajukan sengketa konsumen – penyelenggara tentang komplain
perlu dibangun mekanisme komplain yang memperhatikan beberapa hal yaitu tingkat penerimaan dari institusi penyelenggara pelayanan publik terhadap keberadaan lembaga ini dalam menangani komplain konsumen. Juga kemudahan dan biaya yang murah bagi konsumen untuk melaporkan kasusnya kepada institusi eksternal ini. Selain itu perlu adanya mekanisme yang memungkinkan institusi eksternal dapat melakukan fungsi mediasi konsumen dan penyelenggara dalam penyelesaian sengketa. Tak kalah pentingnya adalah
LAIK â?š EDISI 01 â?š TAHUN I
â?š
AGUSTUS 2005
rekomendasi atau keputusan penyelesaian sengketa yang dikeluarkan oleh institusi eksternal ini harus dapat secara efektif membantu penyelesaian komplain.
Wilayah Konsumen Kebijakan mengenai pelayanan publik yang berjalan di Indonesia saat ini masih kurang memperhatikan pemberdayaan partisipasi konsumen. Padahal penguatan partisipasi konsumen akan mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik. Karena itu, mekanisme komplain harus pula didukung upaya-upaya pemberdayaan komplain di tingkat konsumen. Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian adalah perlunya upaya untuk meningkatkan kesadaran konsumen mengenai hakhaknya dalam pelayanan publik, khususnya dalam komplain. Selain itu diperlukan pula upaya agar konsumen, khususnya konsumen miskin, kelompok perempuan dan marjinal mudah melakukan komplain atas pelayanan publik, termasuk berpartisipasi dalam pengawasan dan pengusulan sistem pengelolaan komplain di institusi penyelenggara; Terakhir, perlu adanya mekanisme yang memungkinkan terjadinya komunikasi yang efektif antara konsumen dan penyelenggara. Memang tak mudah mengimplementasikan mekanisme komplain ini, diperlukan tenaga, biaya dan waktu yang memadai. Tetapi yang lebih penting kemauan penyelenggara untuk memperbaiki terus pelayanan publik dengan merespon komplain dari konsumen. Bila tidak, kepada siapa lagi, kita berharap untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik? â?š ILC
43
K omplain Mau Sekolah Kok Jadi Stres
LAIK/Dado
Ternyata, besarnya biaya sekolah yang harus ditanggung orangtua siswa keluarga miskin, tidak membuat guru di sekolah tersebut sejahtera.
RUANG KELAS SD: Nekat karena frustasi.
M
asih ingat kasus Heriyanto, bocah kelas enam SD di Garut yang mencoba bunuh diri tahun 2003 lalu. Anak buruh panggul di Pasar Ciawitali, Garut, Jawa Barat, ini nekad mengakhiri hidupnya karena tak mampu membayar uang kegiatan ekstrakurikuler. Meski nyawanya dapat diselamatkan, ia mengalami gangguan pada otaknya. Atau masih ingatkah kasus Aman Muhammad Soleh (15) yang berusaha mengakhiri hidupnya pertengahan tahun lalu dengan menenggak racun tikus? Pelajar kelas enam SD Karangasih 04 Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, nekat melakukan itu, karena malu tak mampu membayar uang ujian akhir. Dua kasus di atas, hanyalah contoh betapa biaya pendidikan
44
yang semakin mahal, dapat berakibat fatal. Rasa frustrasi atau malu yang diderita oleh anak-anak keluarga miskin, ternyata mengakibatkan mereka berbuat nekat. Memang tidak semua anak dari keluarga miskin yang mengalami kesulitan membayar biaya sekolah nekat mengakhiri hidupnya seperti itu. Tetapi yang jelas, dengan semakin banyaknya jumlah keluarga miskin ditambah dengan makin tingginya biaya sekolah, jumlah anak yang mengalami kesulitan membayar biaya pendidikan makin bertambah. Walhasil, bertambahlah jumlah anak-anak dari keluarga miskin yang stres. Tahun ajaran baru pun banyak membuat mereka pening. Kenaikan kelas anaknya tidak selalu membuat gembira para orangtua. karena selalu berarti tuntutan LAIK â?š EDISI 01 â?š TAHUN I
â?š
AGUSTUS 2005
adanya pengeluaran untuk tahun ajaran baru. Misalnya yang dialami keluarga Sumadi (45). Pria berprofesi sebagai tukang becak di Kota Pekalongan ini, merasakan begitu beratnya beban dalam menyekolahkan tiga anaknya di sebuah Madrasah Ibtidaiyah (setingkat SD) di Kota Pekalongan. Bapak itu harus mengeluarkan biaya untuk pendidikan ketiga anaknya Rp 124.000 ditambah pembelian seragam Rp 85.500. Belum lagi uang saku dan transportasi Rp 3.000 sehari setiap anak. Dalam satu bulan saja sudah harus keluar minimal Rp 180.000 untuk uang saku tiga anaknya. Belum lagi uang buku dan lain-lain. Jumlah uang sebesar itu terlalu berat bagi seorang pengemudi becak yang harus ngosngosan untuk dapat penghasilan
K omplain Adakah Penolong Kaum Miskin?
P
erempuan paruh baya itu duduk di serambi rumah sambil menggendong anak perempuannya. Sesungging senyuman tampak menghiasi raut mukanya yang letih, ketika wartawan LAIK, Setyo Herwanto menemuinya. Sri Yani (40) namanya. Ibu rumah tangga beranak tiga ini adalah warga
LAIK/Dado
Rp15-20 ribu per harinya. Mengadukan permasalahan ini pada orang lain. "Percuma," katanya. Soalnya sebagian besar orang yang dikenalnya juga sudah repot dengan urusan dapurnya masing-masing. "Mengadu kepada pemerintah, sulit dan tidak tahu caranya." Yang bisa dilakukan Sumadi putar-puter cari tambahan penghasilan, misalnya menjadi kuli harian. Yang agak ironis dialami oleh
RUMAH: Seharusnya nyaman.
Suyitno, 60 tahun, seorang mantan guru SMP Muhammadiyah di Boja, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Suyitno, adalah salah satu pendiri SD dan SMP Muhammadiyah di daerah tersebut. Ia juga ikut mendirikan SMP Muhammadiyah di Cabean, Semarang Barat, sekitar tahun 1970-an. Saat itu Suyitno yang masih bujangan harus merogoh kocek-nya untuk membantu pendirian SD dan SMP itu. Karena jasanya dan kemampuannya mengajar, ia diangkat jadi guru di SMP Muhammadiyah Boja. Gaji yang diterimanya menjelang pensiun tahun 2004, Rp 450.000. Ironisnya, setelah pensiun dan ia menyekolahkan anaknya di
Sodipan RT 01/08 Pajang, Laweyan, Surakarta. Suaminya, Budi (44) bekerja sebagai pedagang keliling yang menjajakan alas kaki ke beberapa daerah di Jawa Tengah, seperti Blora, Rembang, dan Cepu. Jarang pulang, kata Sri. Ini juga berarti jarangnya kiriman uang untuk Sri. Mau tak mau, dia harus bekerja demi mencukupi kebutuhan hidup bersama anaknya. Kerja apa pun dilakoninya, mulai dari mencuci baju hingga bersih-bersih rumah tetangga. Dari kerja serabutan itu, ia mendapat paling banyak Rp 300 ribu sebulan "Kerja apa saja Mas, yang penting halal. Supaya
LAIK â?š EDISI 01 â?š TAHUN I
â?š
AGUSTUS 2005
anak bisa sekolah, pinter, tidak seperti orangtuanya," ujarnya. Eko Nurcahyono (15), anak sulungnya kini bekerja sebagai tukang kebun bersama pamannya. Tugasnya membersihkan tanaman hias di tepi jalan raya Kota Solo. Eko sendiri hanya mampu menyelesaikan SD. Sementara, Khasanah Budi Suciati (9), adik Eko kini duduk di kelas empat SD. Biaya sekolah yang dikeluarkan tak sebanding dengan penghasilan orangtuanya. Karena itu, tak heran Suci, biasa anak ini disapa, sering terlambat membayar SPP dan membeli buku yang harganya berkisar antara Rp 5.000 hingga Rp 8.000. Untunglah, tetangga sebelahnya, seorang dokter berbaik hati membantu membayarkan SPP setahun penuh untuk Suci. Sementara anak ketiganya, Endarti Safitri (5) kini masuk TK. Sri harus menghitung kembali, berapa kekurangan biaya yang harus ditanggung untuk sekolah anaknya ini. Beban ini makin berat setelah kenaikan BBM yang berimbas pada naiknya harga kebutuhan pokok sehari-hari. Selama ini, Sri tak pernah mengadu kepada pemerintah setempat tentang beban hidupnya itu. Kabar tentang JPS (Jaringan Pengaman Sosial) untuk keluarga tidak mampu juga sempat didengarnya dari seorang teman. "Saya pernah dengar," katanya. Namun, itu sebatas mendengar saja tanpa bisa bersuara kalau keluarganya juga membutuhkan JPS untuk sedikit meringankan beban ekonominya. â?š SH
45
K omplain
LAIK/Roi
Jadi setiap tiga bulan, perlu Rp 20.000. Belum lagi bila ditambah bahasa Inggris. Waktu pembeliannya pun dibatasi hanya seminggu sejak diumumkan. Sapuan juga harus mengeluarkan Rp 124.500 untuk membayar buku pelajaran wajib. Selain itu ada juga biaya untuk membeli buku paket latihan ulangan umum yang "diwajibkan", yaitu buku paket dari empat penerbit swasta dan satu buku terbitan Pemandu Mata Pelajaran Dinas Pendidikan Kota Semarang. Masing-masing berjumlah lima buku, Rp 4.000 per bukunya, ditambah buku paket bahasa Inggris terbitan Grafindo. Dengan demikian, total pengeluaran Sapuan untuk membiayai sekolah anaknya Rp 96.000 untuk LKS, Rp 124.500 untuk buku pelajaran, Rp 240.000 untuk buku paket latihan, dan SPP Rp 270.000. Maka total dalam setahun pengeluarannya Rp 730.500. Ini jelas sangat berat bagi Sapuan yang penghasilannya relatif tidak tetap, hanya bekerja bila ada proyek bangunan saja. Padahal selain pendidikan anaknya, ia masih harus memenuhi kebutuhan pokok, berupa pangan, sandang dan biaya kontrak rumah. Apa yang dapat diperbuat orangtua siswa dari keluarga miskin? Ke mana mereka harus mengadu? Ini yang seharusnya menjadi perhatian pemerintah. Kebijakan pembebasan biaya sekolah, seharusnya dilakukan konsisten dan tepat sasaran, sehingga keluarga miskin tak harus stres dan mengambil jalan pintas mengakhiri hidupnya.â?š ILC, IS, MF
BELAJAR DI KELAS: Tak semua anak mampu membayar.
SMP itu, Suyitno harus menerima bantuan zakat ditambah hasil penjualan daun singkong. Bahkan untuk biaya SPP sebesar Rp 28.000 per bulan dan biaya Lembar Kerja Sekolah (LKS) Rp 75.000 per bulan, ia pernah sampai menunggak delapan bulan. Ternyata, besarnya biaya sekolah yang harus ditanggung orangtua siswa keluarga miskin, tidak membuat guru di sekolah tersebut sejahtera. Begitu banyak biaya yang harus dikeluarkan lembaga pendidikan swasta yang siswanya sebagian besar dari keluarga miskin. Sekolah itu harus menarik biaya yang cukup tinggi dari orangtua siswa miskin, tetapi di sisi lain mereka tidak mampu membayar secara layak guru-gurunya. Hal ini akhirnya menyengsarakan guru, siswa maupun orangtua siswa sendiri.
46
Selain itu, kebijakan internal yang diterapkan oleh sekolah sering kali juga menjadi keluhan bagi orangtua siswa. Kebijakan mengenai penggunaan LKS, buku pelajaran wajib dan buku-buku latihan ternyata banyak membebani keluarga miskin. Kasus menarik terjadi di SDN Lamper Kidul, Kelurahan Lampersari Kidul, Semarang. Sebagian besar siswa SD ini berasal dari keluarga miskin. Salah satu di antaranya anak keluarga Sapuan yang duduk di kelas enam. Sapuan, ayah siswa ini adalah buruh bangunan. Seperti juga di SD lainnya, biaya perlengkapan belajar di sana relatif tinggi. Harus setiap tiga bulan sekali membeli LKS seharga Rp 4.000. Ada lima mata pelajaran pokok yang menggunakan LKS, yaitu Matematika, bahasa Indonesia, IPA, IPS, dan PPKN. LAIK â?š EDISI 01 â?š TAHUN I
â?š
AGUSTUS 2005
S erpihan Aksi Tolak Perpres 36/2005
Mengukur kinerja pelayanan publik memang gampang-gampang susah. Penyelenggara menganggap pelayanan yang diberikan sudah baik, tapi tak demikian bagi konsumen. Ini yang terlihat pada acara monitoring bulan pelayanan publik di Kantor Wali Kota Semarang, pertengahan Juli lalu. Acara ini dihadiri langsung Edy Topo Ashari, Deputi bidang Pela-yanan Publik Kantor Menneg PAN. Dalam acara itu, pelayanan publik seluruh dinas Kota Semarang dievaluasi. Meski pemaparan kinerja dinas cukup meyakinkan, pegiat LSM Krisis
SBY segera mencabut Perpres tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum itu. Aksi ini juga digelar bertepatan dengan Regional Ministerial Meeting on MDGs in Asia and The Pacific. Menurut M Berkah Gamulya, koordinator aksi, Perpres itu melanggar komitmen ke-7 MDGs. "Ketika memiliki tanah saja rakyat masih miskin, apalagi bila tak punya," ujarnya.❚
dan PATTIRO Semarang yang juga hadir, melihat sebaliknya. Menurut mereka, indikator pelayanan publik yang mudah, murah dan cepat belum tercapai. Contohnya biaya pengurusan KTP yang ditetapkan perda Rp 7.500, tetapi di lapangan Rp 15.000 dan seharusnya selesai sehari, banyak yang molor 3-4 hari. Edy lalu menyarankan Pemkot Semarang melakukan evaluasi dengan melibatkan masyarakat, agar masyarakat dapat menilai secara langsung. Ia juga minta Pemkot memdokumentasikan proses uji coba mekanisme komplain pelayanan publik yang sedang dilakukan di Semarang.❚ LAIK ❚ EDISI 01 ❚ TAHUN I
❚
AGUSTUS 2005
Dok. VAB
Evaluasi di Semarang
Tak henti orang miskin dirundung malang. Sudah hidupnya sulit, ketika menderita sakit pun, informasi untuk penyembuhan sulit didapat. Saat ini banyak kaum miskin yang tidak tahu bagaimana cara memperoleh pengobatan gratis manakala keluarganya terserang TBC atau bagaimana mendapat Kartu Askes untuk pengobatan gratis.Hal ini makin diperparah tren media yang memposisikan berita kesehatan sebagai berita kelas tiga, setelah ekonomi dan politik. Demikian hasil diskusi publik "Hak Masyarakat dalam Memperoleh Informasi di bidang Pelayanan Kesehatan" yang digelar Visi Anak Bangsa (VAB) di Hotel Gran Mahakam, pertengahan Juli lalu. Diskusi ini meng-
Dok. UPC
T
ak mungkin mencapai tujuan Millenium Develop ment Goals (MDGs) berupa perbaikan akses ke pelayanan dasar dan mengurangi kemiskinan, bila kebijakan yang dibuat justru semakin memiskinkan rakyat. Itulah yang disuarakan Koalisi Rakyat Tolak Perpres 36/2005. Dalam aksinya yang diikuti 300 orang di Bundaran Hotel Indonesia, awal Agustus ini, mereka mendesak Presiden
Sulitnya Informasi Kesehatan
hadirkan drg Ratna Kirana dari Departemen Kesehatan, Tris Eryando dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia dan Tony Kleden, Redaktur Pos Kupang. Untuk itu, VAB atas nama Koalisi Kebebasan Informasi meminta pemerintah memperbaiki manajemen informasi.❚
47
S antai
PENGGALAN bait puisi berjudul "Diorama" tadi adalah kegundahan penyair sekaligus dramawan asal Solo, Sosiawan Leak. Lelaki yang telah menulis puisi sejak 1987 ini, mengaku ruh dari karya-karyanya adalah kritik terhadap pelayanan publik. Menurutnya kebijakan publik hanyalah sebagai barang permainan pengambil kebijakan. "Sampai saat ini masyarakat masih dijadikan 'target operasi' dalam setiap pelaksanaan kebijakan,"katanya. Sosiawan melihat dua hal yang harus dilakukan untuk memperbaiki keadaan itu. "Jadikan rakyat subjek kebijakan dan bangun kesadaran masyarakat untuk sadar akan hak dan kewajibannya." Meskipun mengaku apatis terhadap urusan yang bersinggungan dengan kebijakan publik, namun Sosiawan tetap menunjukkan kepeduliannya. Antara lain dengan menggelar pementasan karya-karyanya, seperti di terminal, pasar, LP, stasiun, gedung-gedung kesenian. "Hanya inilah yang dapat saya lakukan sebagai seorang seniman," katanya sambil menunjukkan kumpulan puisinya yang berjudul Orde Gemblung. ❚ SH/MR
"TIDAK usah bersedih dengan perpisahan ini, hanya upacara 'ganti baju' saja…." ungkap Hans Antlov, Program officer civil society and local governance, Ford Foundation Indonesia. Tak bosan Hans mengucapkan hal itu kepada tamu-tamunya --para tokoh LSM Indonesia-- yang hadir dalam acara farewell party akhir Juli lalu di Gedung Widjojo Center, Jakarta. Diiringi tembang karawitan Sunda, malam itu Hans nampak ceria. Selama 'bekerja' tujuh tahun di Ford, ia telah mengeksekusi grant sebanyak US$ 24 juta untuk 178 penerima dana bagi kegiatan pengembangan masyarakat sipil dan tata kelola pemerintahan lokal di Indonesia. Bukan hanya karena beristri mojang Sunda yang menahan Hans tetap memilih tinggal di Indonesia. Ia juga menetapkan 'tempat berlabuhnya' setelah Ford, tak jauh dari kantor lama, yaitu ke program USAID-RTI, sebagai governance advisor untuk bidang masyarakat sipil, DPRD dan partai politik. " Saya tak pergi ke luar Indonesia karena saya mencintai Indonesia. Hanya pindah kantor 200 meter dari kantor yang sekarang." tutur pakar antropologi asal Swedia ini. Selamat bertugas Hans! ❚ DM
48
LAIK ❚ EDISI 01 ❚ TAHUN I
❚
AGUSTUS 2005
Dok. PATTIRO
Dok. Pribadi
Kesaksiankulah ini kesaksian tentang nasib jutaan orang yang dirajang-rajang surat-surat sakti beterbangan hingga konglomerasi berhamburan sedang korupsi dan manipulasi belum juga menemu mautnya
"JANGAN tanya masalah keluarga," ungkap Sandrina Malakiano ketika akan diwawancarai LAIK beberapa waktu lalu. Baginya keluarga bukanlah untuk dibicarakan, tapi memang untuk dikerjakan. Setiap hari Sandrina membagi waktu untuk putri dan suaminya, pengamat politik Eep Saefulloh Fatah. Buatnya komitmen dan manajemen waktu untuk 'meraih mimpi-mimpinya' sangat penting. "Saya memberi ASI eksklusif untuk anak perempuan saya." tuturnya. Ketika anaknya masih bayi, Sandrina memilih bekerja paruh waktu di Metro TV. Untuk bekerja full time, ia meminta nursery room buat anaknya. "Biar lebih tenang bekerjanya," jelas perempuan blasteran Bali-Italia kelahiran November 1971 itu. Di sela kemacetan yang menghinggapinya saat
desa ini, kerap sowan ke pelosok-pelosok kampung mengendarai sepeda motor kesayangannya. Selain, tentu saja, sebisa mungkin menyempatkan diri menghadiri berbagai undangan dari warganya. Mulai dari kenduri, pengajian hingga seminar, "Kalau saya nggak hadir takut mengecewakan pengundang dan nggak mau disebut sombong, lagian memperbanyak silaturahmi kan besar manfaatnya." tambahnya. Selain mengunjungi warga, Wahidin yang koleksi bukunya pernah dipamerkan saat peringatan Hardiknas di Kota Tangerang, juga menerima kunjungan warga di rumahnya. Dalam open house yang digelar setiap Sabtu dan Minggu, Ketua umum Persikota ini, menerima keluhan dan masukan seputar pelayanan publik. Masyarakat yang datang sejak lepas subuh, harus antri menunggu giliran. Inilah kebiasaan yang sejak dulu dilakukan pria setengah abad ini. "Supaya saya bisa lebih dekat dengan warga, berkomunikasi langsung, akrab dan egaliter," tuturnya. ❚ IH/MR diwawancarai, Sandrina menyesalkan pelayanan sektor transportasi yang semrawut. "Pemerintah tidak memprediksi pertambahan jumlah kendaraan dibandingkan dengan kapasitas jalan yang ada." Menurutnya, sektor transportasi adalah sektor yang lintas bidang, berhubungan dengan sektor pelayanan publik dan bisnis."Nggak hanya di Jakarta, di Bali pun, kemacetan sulit dihindarkan," ungkapnya. Menurutnya, perlu ada kebijakan menyeluruh untuk menyelesaikan permasalahan transportasi.
Dok. Pribadi
Dok. Pribadi
ME NAR I K mengikuti irama keseharian Wali Kota Tangerang, Wahidin Halim. Coba lihat bagaimana pria yang punya hobi membaca ini menghabiskan waktu senggangnya. Ia bermain catur bersama warga di lingkungan rumahnya yang asri. Sesekali, ia juga bermain badminton bersama warga atau main bola 'tarkam' (antar kampung). Berakrab-akrab dengan warga, begitulah hidup dijalani adik kandung Menlu Hassan Wirajuda ini. Sebagai kepala daerah, pria yang sejak bujangan sudah menjadi kepala
❚ DM
LAIK ❚ EDISI 01 ❚ TAHUN I
❚
AGUSTUS 2005
49
R esensi Mengurai Benang Kusut BBM
Antara Masalah dan Isu Aktual Buku ini mencoba mendudukkan masalah BBM dalam enam bab yang membahas pengelolaan BBM, dilema subsidi, serta dampak yang ditimbulkannya. Kenaikan harga BBM menjadi pemicu utama masalah BBM. Setiap harga naik, dampaknya sangat jelas, yaitu naiknya harga barang-barang kebutuhan. Yang paling menderita adalah kaum miskin. Itu sebabnya, menaikkan harga BBM merupakan kebijakan paling tidak populer bagi siapa pun presiden di negeri ini. Celakanya, kenaikan harga BBM tidak terhindarkan, terutama di tengah tingginya harga dan permintaan dunia. Bagi Indonesia ini jadi 'mimpi buruk', karena, harus menaikkan subsidi BBM. Akibatnya, anggaran nasional pun tersedot untuk membiayai subsidi. Benarkah demikian? Tidak bagi Kwik Kian Gie. Menurutnya, tak benar pemerintah rugi karena harus menyubsidi BBM. Subsidi, menurutnya, tak berimplikasi uang keluar. Kenyataannya pemerintah menerima uang, hanya saja tidak sebanyak bila masyarakat membeli BBM dengan harga dunia (hal. 5). Pendapat ini ditentang pengamat minyak, Kurtubi. Menurutnya, subsidi perlu dihapus, karena jelas-
50
jelas merugikan negara. Buku ini juga memotret dampak kenaikan BBM, seperti nelayan yang 'istirahat' melaut, dan bangkrutnya pengusaha kecil. Sementara subsidi yang dijanjikan, tak kunjung dinikmati. Topik lainnya, menyangkut 'penyalur' BBM, Pertamina. BUMN yang satu ini tampaknya sulit lepas dari jerat korupsi dan inefisiensi di masa lalu. Direksi Pertamina sekarang selain harus membenahi masalah internal, seperti penjualan tanker yang kontroversial, juga harus bertanggung jawab mengimpor minyak untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Apakah subsidi obat atau racun? Buku ini juga membahas perdebatan seputar itu. Mereka yang pro masyarakat berargumen subsidi itu penting dan baik. Sebaliknya, yang pro pasar melihat penghi-
Judul: BBM, antara Hajat Hidup dan Lahan Korupsi Pengarang: HCB Dharmawan, Al Soni (Editor) Penerbit: KOMPAS Jumlah halaman: xii+252 halaman Tahun Terbit: Mei, 2005
LAIK/Dado
G
erakan Hemat Energi yang diserukan Presiden SBY menyusul langkanya BBM memperlihatkan masalah BBM yang tak kunjung selesai. Selain konsumsi yang terus meningkat, persoalan lainnya adalah kenaikan harga, minimnya cadangan migas, dan subsidi yang dilematis plus pengelolaan yang kurang prima. Di sisi lain, tak banyak buku yang mengupas BBM ini dibanding masalah yang ditimbulkannya. Mungkin karena itulah, Kompas berinisiatif membukukan berita dan opini seputar BBM selama kurun waktu 2001-2005.
langan subsidi jelas lebih baik. Ini karena mendorong masyarakat menggunakan energi alternatif, seperti energi matahari, biodesel, dan gas yang melimpah.
Landasan Berpikir ke depan Secara umum buku ini, cukup menarik. Banyak pemikiran segar yang masih tetap aktual. Artikel-artikel tahun 2003 yang dicuplik, masih 'serasa' baru terjadi. Sayangnya, karena hanya cuplikan artikel dan opini, sulit memahami secara utuh permasalahan BBM ini. Banyak artikel (bukan tulisan opini) yang cenderung pro penghilangan subsidi. Namun bagaimana pun, buku ini penting untuk mengkaji ulang gagasan dan landasan berpikir ke depan bagi pemberian layanan publik yang lebih baik. â?š DM
LAIK â?š EDISI 01 â?š TAHUN I
â?š
AGUSTUS 2005