Modul Pelatihan
Maryati Abdullah Ambarsari DC
Pusat Telaah dan Informasi Regional
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas Modul Pelatihan ISBN : 978-979-18481-5-2
Penulis Maryati Abdullah Ambarsari DC
Desain Sampul & Tata Letak Agus Wiyono
All right reserved Cetakan I, Desember 2010
Buku ini diterbitkan atas dukungan Revenue Watch Institut dan Local Government and Public Service Reform Initiative Hak menerbitkan dilindungi oleh undang-undang. Pengutipan diperbolehkan dengan menyebutkan nama penulis dan sumbernya sesuai etika penulisan yang berlaku.
PATTIRO (Pusat Telaah dan Informasi Regional) Jl. Tebet Timur Dalam VIII No.39, Jakarta Selatan Telp/Fax : +62-21 8379 0541/+62-21 829 4691 E-Mail : sekretariat@pattiro.org; pattiro@yahoo.com
ii
Pengantar RWI
R
evenue Watch Institute (RWI) menyambut baik diterbitkannya buku Modul Pelatihan ‘Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas’ oleh PATTIRO sebagai upaya untuk mendorong terjadinya transparansi dan akuntabilitas di sektor estraktif Migas di Indonesia. Hadirnya buku ini merupakan jawaban atas kebutuhan penting masyarakat untuk memahami aliran pendapatan dari sektor Migas. Bagi sebagian besar negara kaya minyak, gas, dan mineral, pendapatan migas dan minerba acapkali tidak banyak menunjukkan manfaat; yang kaya semakin kaya, yang miskin bertambah miskin, ekonomi mandek, korupsi merajalela, dan konflik-konflik semakin mendalam. Industri-industri ekstraktif mendatangkan kekayaan yang luar biasa besar bagi lebih dari 50 negara di dunia, tetapi banyak di antara negara-negara tersebut yang tidak mampu mengubah uang yang demikian besar menjadi pertumbuhan yang berjangka panjang dan peningkatan kesejahteraan yang berkeadilan bagi warga negaranya. Dalam dekade terakhir, sebuah gerakan internasional untuk melawan “kutukan sumber daya” ini mulai muncul. Warga negara dari negara-negara produsen dan konsumen bergabung bersama untuk menuntut tatakelola sumber daya alam ekstraktif yang lebih baik dan bertanggung jawab. Kini sektor industri ekstraktif yang secara tradisional selalu diselimuti kerahasiaan dan dikelola sebagai domain eksklusif elit politik dan perusahaanperusahaan besar, mulai membuka pintunya lebih lebar bagi pengawasan publik. Kelompok kelompok masyarakat sipil mulai menemukan cara berkomunikasi dengan efektif. Suatu hal yang sangat penting bagi masa depan setiap negara kaya sumber daya. Revenue Watch Institute melihat transparansi pendapatan yang dihasilkan sumber daya alam sebagai sebuah isu yang sangat penting bagi pembangunan baik di tingkat nasional maupun daerah. Program ini bertujuan mendukung upaya masyarakat sipil untuk menghasilkan dan mempublikasikan penelitian, informasi, dan advokasi di bidang extractive industry ‘governance’ demi mendorong transparansi dan akuntabilitas pemerintah dan perusahaan perusahaan ekstraktif industry. RWI juga membangun kemampuan kelompok lokal untuk memantau manajemen pemerintah akan pendapatan dari minyak dan memastikan bahwa pendapatan sumber daya alam yang ada sekarang dan masa mendatang akan diinvestasikan dan dibelanjakan untuk kesejahteraan rakyat. Di Indonesia, RWI telah memberikan dukungan kepada beberapa organisasi masyarakat sipil dalam mendorong transparansi dan akuntabilitas pendapatan sebagai bagian dari perbaikan tata kelola ekstraktif secara menyeluruh. Termasuk dalam memperjuangkan
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
iii
komitmen Indonesia untuk menjadi negara yang akan melaksanakan EITI (Extractive Industries Transparency Initiave) yang ditandai dengan lahirnya peraturan presiden tentang Transparansi Pendapatan Negara/Daerah yang diperoleh dari sektor ekstraktif Migas dan Minerba. Hingga saat ini Indonesia telah terdaftar sebagai negara kandidat (candidate country) yang akan melaksanakan EITI. PATTIRO merupakan salah satu LSM yang selama kurang lebih tiga tahun terakhir bekerja atas dukungan RWI di dua kabupaten penghasil Migas, yakni Kabupaten Blora dan Kabupaten Bojonegoro. Bersama mitra kerjanya, Lembaga Penelitian dan Aplikasi Wacana (LPAW) dan Bojonegoro Institut (BI), PATTIRO membangun inisiatif multipihak untuk transparansi di tingkat lokal dan melakukan asistensi dalam pembuatan rencana pembangunan berkelanjutan bagi daerah penghasil Migas. Modul ini merupakan salah satu output dari karya PATTIRO di dalam program ini. Akhir kata, kami berharap Modul Pelatihan ini akan bisa menjadi bahan acuan, baik bagi pemerintah daerah, organisasi masyarakat sipil, maupun masyarakat secara umum dalam memahami aliran pendapatan dari sektor ekstraktif Migas. Selamat, kami sampaikan kepada tim penulis dan kepada para pembaca yang nantinya juga diharapkan memberi masukan perbaikan yang diperlukan bagi penyempurnaan modul ini. Revenue Watch Institute juga mengucapkan terima kasih kepada LGI (Local Government dan Public Service Reform Initiative) yang telah memberikan dukungan bagi penerbitan buku ini.
Bogor, November 2010
Chandra Kirana Koordinator Asia Pasifik
iv
Pengantar PATTIRO
P
endapatan negara dari sektor Energi dan Sumber Daya Mineral memberikan kontribusi yang signifikan bagi penerimaan negara. Tahun 2009 saja, sektor ini menyumbang 27 persen penerimaan negara, dimana 80 persennya merupakan penerimaan Minyak dan Gas Bumi (Migas) di sektor Hulu. Selain oleh pemerintah pusat, penerimaan sektor Hulu Migas ini juga diterima oleh pemerintah daerah melalui skema Dana Bagi Hasil (DBH). Pemerintah Daerah yang wilayahnya memiliki sumber daya alam berlimpah, dengan ketentuan desentraliasi fiskal yang ada, secara otomatis akan menerima pendapatan yang cukup signifikan dari skema DBH SDA yang dimilikinya. Dengan potensi pendapatannya, daerah-daerah yang kaya ekstraktif sejatinya harus memiliki perencanaan yang baik untuk mengelola pendapatan daerahnya bagi pembangunan secara berkelanjutan. Selain karena sumber daya ekstraktif (terutama Migas, Minerba dan Panas Bumi) ini sifatnya terbatas dan tidak dapat diperbaharui, kegiatan sektor ini juga sangat dipengaruhi oleh pasar global yang sangat fluktuatif. Sehingga, pendapatan sektor ekstraktif Migas ini cenderung mengikuti kurva normal dari produksinya, dimana produksi akan terus naik menuju puncak, dan setelah mencapai titik klimaks kemudian akan turun menuju antiklimaks. Pendapatan yang berlimpah dari sektor Migas, jika tidak diiringi oleh akuntabilitas yang memadai tentu akan menciptakan peluang kebocoran dan korupsi. Sehingga transparansi pendapatan di sektor ini penting untuk didorong sampai ke tingkat lokal. Di sisi lain, tanpa perencanaan yang baik, penerimaan Migas juga tidak akan mampu menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat sebagaimana yang dicita-citakan. Sehingga transparansi yang mendorong perencanaan pembangunan sangat dibutuhkan untuk memperkuat tata pemerintahan terutama di daerah kaya ekstraktif. PATTIRO sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat yang selama ini concern pada tata kelola pemerintahan di tingkat lokal, dalam tiga tahun terakhir telah menginisiasi mekanisme transparansi bagi tata kelola Migas dan Pembuatan Perencanaan Pembangunan berkelanjutan di dua Kabupaten Penghasil Migas, yakni Kabupaten Blora, Jawa Tengah dan Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Inisiasi ini dilakukan sebagai upaya untuk memperbaiki tata kelola ekstraktif di tingkat lokal untuk pembangunan berkelanjutan. Modul pelatihan ‘Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas’ ini diterbitkan oleh PATTIRO sebagai salah upaya untuk memberikan pemahaman tentang aliran pendapatan Migas kepada publik, terutama pemerintah daerah dan kalangan organisasi
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
v
masyarakat sipil yang akan melakukan advokasi bagi transparansi di sektor esktraktif Migas. Atas tersusunnya modul pelatihan ini, saya selaku Direktur Eksekutif PATTIRO mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada tim penulis, reviewer dan pihakpihak terkait yang telah membantu dalam proses penyelesaian modul ini. Tidak lupa juga kami sampaikan terima kasih kepada Revenue Watch Institute (RWI) dan Local Government and Public Service Reform Initiative (LGI) atas dukungan dan kerjasamanya dalam penerbitan modul ini. Akhir kata, semoga modul ini bermanfaat bagi reformasi tata kelola ekstraktif di Indonesia.
Jakarta, November 2010
Ilham Cendekia Srimarga Direktur Eksekutif
vi
Pengantar Penulis
S
alah satu tujuan penyelenggarakan kegiatan usaha Migas di Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001 adalah untuk ‘Menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha ekplorasi dan eksploitasi secara berdaya guna, berhasil guna, serta berdaya saing tinggi dan berkelanjutan atas minyak dan gas bumi milik negara yang strategis dan tidak terbarukan melalui mekanisme yang terbuka dan transparan’. Salah satu yang harus terbuka dan transparan dalam pelaksanaan kegiatan Hulu Migas adalah hal-hal yang terkait dengan penerimaan/pendapatan yang diperoleh dari sektor ini. Hal ini penting, mengingat sektor Migas dalam sepuluh tahun terakhir menyumbang penerimaan negara rata-rata hingga 30 persen dari penerimaan nasional. Selain itu, sektor Migas juga memegang peranan penting dalam multiplier effectnya bagi industri hilir, penyediaan energi, pertumbuhan ekonomi, dan jalannya program pembangunan di nasional maupun daerah. Memahami aliran pendapatan Migas merupakan kemampuan yang fundamental bagi masyarakat secara umum, terutama bagi Pemerintah Daerah yang wilayahnya merupakan penghasil Migas, serta bagi kalangan Organisasi Masyarakat Sipil (Civil Society Organization/ CSO) yang akan melakukan advokasi kebijakan di sektor ekstraktif ini. Bagi Pemerintah Daerah, pemahaman terhadap aliran pendapatan Migas sangat membantu dalam membuat perencanaan daerah, memudahkan daerah dalam melakukan proyeksi pendapatan yang akan diperoleh dari Dana Bagi Hasil (DBH) Migas, serta memudahkan pemerintah daerah untuk mengambil langkah-langkah antisipatif bagi program pembangunannya jika ternyata pendapatan dari Migas yang dimaksud tidak sesuai dengan harapan. Sedangkan bagi CSO, memahami aliran pendapatan Migas akan memudahkan dalam melakukan advokasi kebijakan dan pemantauan untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas di sektor ekstraktif Migas. Untuk itu, modul ini kami susun sedemikian rupa guna memudahkan pihak-pihak yang berkepentingan serta masyarakat umum yang berminat dengan isu ini dalam memahami aliran pendapatan/penerimaan sektor Migas. Dalam modul ini kami memberikan pengantar pelatihan yang penting untuk dicermati sebelum modul ini digunakan dalam pelatihan, juga petunjuk pelatihan dari setiap sesinya, disertai lembar kerja dan lembar latihan yang dibutuhkan. Dalam modul ini, kami juga memberikan bahan bacaan, yang tetap bisa dimanfaatkan sebagai bahan bacaan secara individual meskipun tanpa melalui forum pelatihan/training.
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
vii
Pada kesempatan ini, izinkan kami untuk menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam kepada segenap kawan-kawan PATTIRO, tim program Blok Cepu, kawankawan LPAW Blora, kawan-kawan Bojonegoro Institute, kawan-kawan PWYP-Indonesia, kawan-kawan Pattiro Institute, kawan-kawan EITI, Ibu Risyana dari Kementerian Keuangan yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk mereview modul ini, Ibu Chandra Kirana dari Revenue Watch Institut, serta rekan-rekan dan segenap pihak-pihak terkait yang telah banyak memberikan dukungan dan membantu dalam proses penyelesaian modul ini. Modul ini tentu masih jauh dari sempurna, kritik dan saran dari rekan-rekan dan masyarakat sekalian sangat kami harapkan untuk perbaikan kami di edisi revisi berikutnya. Akhir kata, semoga modul ini bermanfaat bagi perbaikan tata kelola ekstraktif di Indonesia. Amin.
Jakarta, November 2010
Maryati Abdullah, Ambarsari DC Tim Penulis
viii
Pengantar Pelatihan
S
ecara umum, aliran dana di sektor hulu Migas mengikuti ketentuan hukum dan kebijakan yang berlaku dalam pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Migas. Secara garis besar, aliran pendapatan Hulu Migas ini dapat dilihat mulai dari tahap penandatanganan kontrak, tahap eksplorasi dan eksploitasi, hingga pasca operasi pertambangan berlangsung. Penerimaan sektor Hulu Migas ini meliputi jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Penerimaan Pajak (PPh Migas), Pajak Daerah, bonus Tanda tangan, maupun penerimaan lain-lainnya. Modul ‘Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas’ ini merupakan modul pelatihan yang ditujukan untuk memahami aliran pendapatan yang diperoleh dari sektor Hulu Migas. Sebagai bahan pelatihan, modul ini secara spesifik ditujukan terutama kepada Pemerintah Daerah dan Kalangan organisasi masyarakat sipil (CSO) yang akan melakukan advokasi di sektor Migas maupun masyarakat secara umum yang tertarik dengan isu ini. Modul ini kami sajikan dalam rangkaian sesi-sesi pelatihan. Setiap sesi dari pelatihan ini menggunakan metode yang bervariasi, mulai dari metode ceramah, membaca bahan bacaan, diskusi kelompok, studi kasus, hingga menyelesaikan lembar kerja. Secara keseluruhan, bahan dalam Modul ini dapat dilatihkan secara optimal dalam 2 (dua) hari pelatihan efektif. Selain aspek pengetahuan (knowledge), modul ini juga berusaha membelajarkan aspek keterampilan (skill) bagi peserta dalam menghitung dan memperkirakan pendapatan Migas menggunakan operasi matematika sederhana. Melalui bahan bacaan yang disajikan, modul ini juga dapat dimanfaatkan oleh pembaca dan masyarakat secara umum tanpa melalui sebuah training atau pelatihan. Bahan bacaan yang disajikan mengikuti sesi ini sengaja dihantarkan secara bertahap, mulai dari pemahaman kebijakan Migas secara umum sebagai pengantar, konsep-konsep penting dalam perhitungan, alur perhitungan, hingga format perhitungan sederhana yang mudah digunakan oleh pembaca secara individual.
Catatan  Bagi  Fasilitator Fasilitator yang akan menggunakan modul ini untuk sebuah pelatihan diharapkan memiliki kriteria : mengakui dan menghormati hak asasi manusia; berpegang pada prinsipprinsip keadilan, transparansi, akuntabilitas, dan kesetaraan gender; tertarik dengan isu ekstraktif terutama Migas, memiliki perhatian khusus terhadap aspek penerimaan Migas, memiliki kemampuan dan pengalaman dalam memfasilitasi sebuah pelatihan.
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
ix
Sebelum memfasilitasi pelatihan, beberapa hal yang sebaiknya diperhatikan oleh seorang fasilitator adalah : 1. Bacalah bahan pelatihan secara keseluruhan secara seksama 2. Perhatikan tujuan dan metode setiap sesi serta bahan bacaan dan lembar latihan yang digunakan 3. Baca dan pahamilah bahan bacaan secara seksama 4. Persiapkan alat-alat dan bahan-bahan yang diperlukan pada setiap sesi 5. Perhatikan latar belakang dan komposisi peserta pelatihan 6. Sesuaikan metode pelatihan yang akan digunakan dengan kondisi peserta 7. Jangan lupa untuk mengevaluasi pelatihan pada periode tertentu sesuai kebutuhan (per sesi atau perhari) Fasilitator dimungkinkan untuk melakukan perubahan, penukaran sesi, maupun modifikasi metode pelatihan sesuai dengan kondisi peserta dan tujuan pelatihan. CATATAN BAGI PESERTA Peserta yang akan mengikuti pelatihan dengan menggunakan modul ini diharapkan memiliki kriteria : mengakui dan menghormati hak asasi manusia; berpegang pada prinsipprinsip keadilan, transparansi, akuntabilitas, dan kesetaraan gender; memiliki ketertarikan dengan isu ekstraktif terutama Migas. Dalam mengikuti pelatihan, beberapa petunjuk teknis yang harus diperhatikan oleh peserta pelatihan ini adalah :
x
1.
Ikutilah petunjuk yang diberikan oleh fasilitator pada setiap sesinya
2.
Bacalah bahan bacaan sesuai dengan sesi yang diberikan oleh fasilitator
3.
Ikutilah setiap studi kasus, diskusi kelompok dan pengerjaan lembar latihan secara bersungguh-sungguh
4.
Tanyakanlah hal-hal yang belum jelas terkait dengan materi, bahan bacaan, maupun metode pelatihan yang dibawakan oleh fasilitator
5.
Jangan lupa untuk memberikan masukan terhadap materi, bahan bacaan maupun metode yang dibawakan pada setiap sesi untuk perbaikan ke depan.
Daftar Singkatan
APBD
: Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBN
: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
BOPD
: Barrel Oil Per Day
BPK
: Badan Pemeriksa Keuangan
BPMIGAS
: Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas
BUMD
: Badan Usaha Milik Daerah
BUMN
: Badan Usaha Milik Negara
CAPEX
: Capital Expenditure
CR
: Cost Recovery
CSO
: Civil Society Organization
DBH
: Dana Bagi Hasil
DMO
: Domestic Market Obligation
DJA
: Direktorat Jenderal Anggaran
DPK
: Direktorat Perimbangan Keuangan
DPB
: Direktorat Perbendaharaan
EITI
: Extractive Industries Transparency Initiative
FTP
: First Trance Petroleum
ICP
: Indonesian Crude Price
JOB
: Joint Operation Body
LGI
: Local Government and Public Service Reform
MCL
: Mobile Cepu Limited
MIGAS
: Minyak dan Gas Bumi
OPEX
: Operational Expenditure
PATTIRO
: Pusat Telaah dan Informasi Regional
PDRD
: Pajak Daerah Retribusi Daerah
Pemda
: Pemerintah Daerah
Perpres
: Peraturan Presiden
PI
: Participating Interest
PP
: Peraturan Pemerintah
RWI
: Revenue Watch Institute
SDA
: Sumber Daya Alam
TAC
: Technical Assistant Contract
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
xi
Daftar Isi
PENGANTAR RWI ...............................................................................................................................
iii
PENGANTAR PATTIRO ....................................................................................................................
v
PENGANTAR PENULIS ...................................................................................................................
vii
PENGANTAR PELATIHAN .............................................................................................................
ix
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................................................
xi
DAFTAR ISI ...........................................................................................................................................
xii
DAFTAR BAHAN BACAAN & LEMBAR KERJA .......................................................................
xiii
BAGIAN I : PENGANTAR, KEBIJAKAN ENERGI DAN MIGAS NASIONAL Sesi 1 : Kebijakan Energi dan Migas Nasional ......................................................................
2
Sesi 2 : Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Hulu Migas ....................................................
8
BAGIAN II : KONSEP ALIRAN DAN PERHITUNGAN PENDAPATAN MIGAS Sesi 3 : Aliran Dana Migas, Dari Kontraktor ke Pemerintah hingga PemDa ..............
18
Sesi 4 : Konsep Lifting, FTP, Cost Recovery, DMO dan Pajak Migas .............................
35
BAGIAN III : MENGHITUNG ALIRAN PENDAPATAN MIGAS Sesi 5 : Menghitung Bagi Hasil Migas : Kontraktor - Pemerintah ..................................
54
Sesi 6 : Menghitung Bagi Hasil Migas : Pemerintah Pusat - Daerah .............................
61
Sesi 7 : Bagi Hasil Migas dari Penyertaan Modal(Participating Interest) Daerah .....
68
BAGIAN IV : INISIATIF TRANSPARANSI PENERIMAAN NEGARA DARI SEKTOR MIGAS DAN TAMBANG (EITI)
xii
Sesi 8 : Memahami EITI ................................................................................................................
74
Sesi 9 : Pelaksanaan EITI di Indonesia ....................................................................................
80
LAMPIRAN ...........................................................................................................................................
86
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................
88
PROFIL PENULIS ................................................................................................................................
89
Daftar Bahan Bacaan & Lembar Kerja
Bahan Bacaan 1.1
: Kebijakan Energi Nasional
Bahan Bacaan 1.2
: Kebijakan Nasional Sektor Migas
Bahan Bacaan 2.1
: Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Hulu Migas
Bahan Bacaan 2.2
: Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (BP Migas)
Bahan Bacaan 3.1
: Aliran Dana dan Penerimaan dari Minyak dan Gas Bumi
Bahan Bacaan 3.2
: Dana Bagi Hasil Migas (DBH) SDA Migas
Bahan Bacaan 4.1
: Konsep Lifting, ICP, FTP, Cost Recovery, DMO dan Pajak Migas
Bahan Bacaan 5.1
: Menghitung Bagi Hasil Migas : Perusahaan - Pemerintah
Bahan Bacaan 6.1
: Menghitung Bagi Hasil Migas : Pemerintah - Pemerintah Daerah
Bahan Bacaan 7.1
: Bagi Hasil Migas dari Penyertaan Modal (participating Interest) Daerah
Bahan Bacaan 8.1
: Extractive Industries Transparency Initiative (EITI)
Bahan Bacaan 9.1
: Pelaksanaan EITI di Indonesia
Lembar Kerja 2.1
: Kebijakan Energi, Migas, dan Penyelenggaraan Kegiatan Hulu Migas
Lembar Kerja 3.1
: Aliran Dana dan Penerimaan Migas
Lembar Kerja 5.1
: Menghitung Bagi Hasil Migas : Kontraktor - Pemerintah
Lembar Kerja 6.1
: Menghitung Bagi Hasil Migas : Pemerintah - Pemerintah Daerah
Lembar Kerja 7.1
: Bagi Hasil Migas dari Penyertaan Modal (participating Interest) Daerah
Lembar Kerja 9.1
: EITI dan Pelaksanaannya di Indonesia
Lampiran-1
: Gambaran Jadwal Acara Pelatihan
Lampiran-2
: ICP Tahun 2010
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
xiii
xiv
BAGIAN I : PENGANTAR
Memahami Kebijakan Energi dan Migas Nasional
BAGIAN I : PENGANTAR
Memahami Kebijakan Energi dan Migas Nasional
P
ada bagian pertama ini, sebagai pengantar pelatihan, partisipan diajak untuk memahami kebijakan energi dan kebijakan di sektor Minyak Bumi dan Gas Bumi (Migas) yang berlaku di Indonesia. Bagian ini disajikan dalam dua sesi, yakni Sesi (1) tentang Kebijakan Energi dan Migas Nasional dan Sesi (2) tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Hulu Migas.
Sesi 1 : Kebijakan Energi dan Migas Nasional
“
“ Kebijakan sektor Migas tidak terlepas dari kerangka Kebijakan Energi Nasional sebagai pedoman pengelolaan energi, untuk menjamin keamanan pasokan energi dalam negeri dan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development)� Tujuan
1. Secara umum : Memahami kebijakan energi nasional 2. Secara khusus : Memahami kebijakan nasional di sektor Migas
Waktu
60 Menit
Metode
1. Presentasi oleh narasumber 2. Tanya jawab forum 3. Membaca bahan bacaan 4. Diskusi forum dan rekomendasi sesi
Bahan Bacaan
1.1. Kebijakan Energi Nasional 1.2. Kebijakan Nasional Sektor Migas
Lembar Kerja Alat & Bahan
2
,Alat Tulis, Alat Tempel, Kertas Plano, Metaplan, LCD Proyektor, Laptop.
Bagian I : Pengantar: Memahami Kebijakan Energi dan Migas Nasional
TAHAPAN FASILITASI : 1. Pengantar t Fasilitator menjelaskan secara umum tujuan, alur dan alokasi waktu pada sesi ini. Kemudian fasilitator mempersilahkan partisipan untuk bertanya dan memberi masukan jika diperlukan. (waktu : 5 menit) 2. Presentasi Narasumber t Sesi diikuti dengan paparan narasumber tentang kebijakan energi nasional dan kebijakan di sektor Migas (jika tidak ada narasumber, langsung melangkah pada tahapan ke-4. (waktu : 15 menit) 3. Tanya Jawab Forum t Sesi dilanjutkan dengan tanya jawab dan diskusi forum terkait dengan paparan yang disampaikan narasumber dan fasilitator mencatat pembahasan-pembahasan kunci forum pada kertas plano yang tersedia (waktu : 15 menit) 4. Membaca Bahan Bacaan t Fasilitator membagikan Bahan Bacaan 1.1. (Kebijakan Energi Nasional) kepada seluruh peserta, kemudian bersama-sama membaca bahan bacaan. (waktu : 5 menit) t Fasilitator membagikan Bahan Bacaan 1.2 (Kebijakan Nasional Sektor Migas) kepada seluruh peserta kemudian membaca bahan bacaan (waktu : 5 menit) 5. Diskusi Forum dan Rekomendasi Sesi t Fasilitator memandu forum untuk mendiskusikan isi Bahan Bacaan secara bersamasama t Fasilitator memandu forum untuk menemukan persoalan-persoalan kunci dan membangun pemahaman bersama (forum) tentang kebijakan energi dan kebijakan Migas secara umum. t Fasilitator menuliskan Persoalan dan kata-kata kunci dari diskusi forum pada kertas plano yang tersedia (bisa berupa tulisan atau bagan sederhana untuk memudahkan ingatan peserta) t Jika dalam proses diskusi terdapat pertanyaan yang tidak dapat dijawab atau terdapat rekomendasi sesi, catat pada ‘lembar parking’, yakni kertas plano yang digunakan untuk mencatat hal-hal penting yang belum dapat dijawab di forum, untuk dibahas pada saat yang tepat. (waktu : 15 menit)
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
3
BAHAN BACAAN 1.1
Kebijakan Energi Nasional Kebijakan energi nasional secara umum bertujuan untuk mengarahkan upaya-upaya dalam mewujudkan keamanan pasokan energi nasional. Kebijakan energi dituangkan dalam Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006, di mana kebijakan ini memiliki sasaran fundamental untuk : a.
Tercapainya elastisitas energi lebih kecil dari 1 (satu) pada tahun 2025. Artinya bahwa perbandingan antara tingkat pertumbuhan konsumsi energi dan tingkat pertumbuhan ekonomi tidak lebih dari 1 (satu). Dengan kata lain, tingkat pertumbuhan ekonomi lebih besar dari pada tingkat pertumbuhan konsumsi energi.
b. Terwujudnya energi (primer) mix yang optimal pada tahun 2025, dimana tingkat konsumsi masing-masing jenis energi terhadap konsumsi energi secara nasional mencapai : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Minyak bumi Gas bumi Batubara Bahan bakar nabati (biofuel) Panas bumi Energi baru dan energi terbarukan lainnya Batubara yang dicairkan (liquefied coal)
: menjadi < 20% : menjadi > 30% : menjadi > 33% : menjadi > 5% : menjadi > 5% : menjadi > 5% : menjadi > 2%
Sasaran kebijakan energi nasional : 1. Penyediaan energi: menjamin ketersediaan pasokan energi dalam negeri; pengoptimalan produksi energi; dan pelaksanaan konservasi energi; 2. Pemanfaatan energi: efisiensi pemanfaatan energi dan diversifikasi energi. Kebijakan Utama
3. Penetapan kebijakan harga energi ke arah harga keekonomian, dengan tetap mempertimbangkan kemampuan usaha kecil, dan bantuan bagi masyarakat tidak mampu dalam jangka waktu tertentu. 4. Pelestarian lingkungan dengan menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan.
4
Bagian I : Pengantar: Memahami Kebijakan Energi dan Migas Nasional
1. Pengembangan infrastruktur energi termasuk peningkatan akses konsumen terhadap energi; Kebijakan Pendukung
2. kemitraan pemerintah dan dunia usaha; 3. Pemberdayaan masyarakat; 4. Pengembangan penelitian dan pengembangan serta pendidikan dan pelatihan.
Menteri ESDM menetapkan cetak biru (blueprint) kebijakan pengelolaan energi nasional melalui pembahasan di Badan Koordinasi Energi Nasional. Blueprint ini sekurang-kurangnya memuat tentang jaminan keamanan pasokan energi dalam negeri, tentang kewajiban pelayanan publik (public service obligation) dan tentang pengelolaan sumber daya energi dan pemanfaatannya. Blueprint ini akan menjadi dasar bagi penyusunan pola pengembangan dan pemanfaatan masing-masing jenis energi. Boks 1 Pengertian istilah dalam kebijakan Energi dan MiGas: a. Energi adalah daya yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai proses kegiatan meliputi lisrik, mekanik dan panas. b. Sumber energi adalah sebagian sumber daya alam antara lain berupa minyak dan gas bumi, batubara, air, panas bumi, gambut, biomassa dan sebagainya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat dimanfaatkan sebagai energi. c. Sumber energi alternatif tertentu adalah jenis sumber tertentu pengganti Bahan Bakar Minyak. d. Energi baru adalah bentuk energi yang dihasilkan oleh teknologi baru baik yang berasal dari energi terbarukan maupun energi yang tak terbarukan, antara lain: hidrogen, coal bed methane, batubara yang dicairkan, (liquiefied coal), batubara yang digaskan (gasfied coal), dan nuklir. e. Energi terbarukan adalah sumber energi yang dihasilkan dari sumberdaya energi secara alamiah tidak akan habis dan apat berkelanjutan jika dikelola dengan baik, antara lain panas bumi, bahan bakar nabati (biofuel), aliran sungai, panas surya, angin biomassa, biogas, ombak laut, dan suhu kedalaman laut. f. Diversifikasi energi adalah penganekaragaman penyediaan dan pemanfaatan berbagai sumber energi dalam rangka optimalisasi penyediaan energi. g. Konservasi energi adalah penggunaan energi secara efisien dan rasional tanpa mengurangi penggunaan energi yang memang benar-benar diperlukan. h. Elastisitas energi adalah rasio atau pebandingan antara tingkat pertumbuhan konsumsi energi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi. i. Harga keekonomian adalah biaya produksi per unit energi termasuk biaya lingkungan.
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
5
BAHAN BACAAN 1.2
Kebijakan Nasional Sektor Migas Minyak dan Gas bumi merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan, yang dikuasai oleh negara serta merupakan komoditas penting yang menguasai hajat hidup orang banyak dan berperan penting dalam perekonomian nasional, sehingga pengelolaannya harus dapat secara maksimal memberikan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Migas yang terkandung di wilayah hukum pertambangan indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara, diselenggarakan oleh pemerintah sebagai pemegang kuasa pertambangan dengan membentuk Badan Pelaksana. Kuasa pertambangan adalah wewenang yang diberikan negara kepada pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi. Berikut gambaran kebijakan Minyak dan Gas Bumi di Indonesia yang mengacu pada Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, pasal 2 dan 3 : Azas Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Migas : Ekonomi kerakyatan, keterpaduan, manfaat, keadilan, keseimbangan, pemerataan, kemakmuran bersama dan kesejahteraan rakyat banyak, keamanan, keselamatan, dan kepastian hukum serta berwawasan lingkungan. Tujuan Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Migas : 1. Menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha ekplorasi dan eksploitasi secara berdaya guna, berhasil guna, serta berdaya saing tinggi dan berkelanjutan atas minyak dan gas bumi milik negara yang strategis dan tidak terbarukan melalui mekanisme yang terbuka dan transparan 2. Menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian usaha pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan niaga secara akuntabel yang diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat dan transparan. 3. Menjamin efisiensi dan efektivitas tersedianya minyak bumi dan gas bumi, baik sebagai sumber energi maupun sebagai bahan baku, untuk kebutuhan dalam negeri 4. Mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan nasional untuk lebih mampu bersaing di tingkat nasional, regional dan internasional 5. Meningkatkan pendapatan negara untuk memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya bagi perekonomian nasional dan mengembangkan serta memperkuat posisi industri dan perdagangan Indonesia 6. Menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang adil dan merata, serta tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup
6
Bagian I : Pengantar: Memahami Kebijakan Energi dan Migas Nasional
Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi terdiri atas : 1. Kegiatan Usaha Hulu, mencakup : eksplorasi dan eksploitasi 2. Kegiatan Usaha Hilir,mencakup : pengolahan,pengangkutan,penyimpanan, & niaga Kegiatan Usaha Hulu dan Hilir dapat dilaksanakan oleh : 1. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) 2. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) 3. Koperasi, Usaha Kecil 4. Badan Usaha Swasta Bentuk Usaha Tetap (BUT) hanya dapat melaksanakan kegiatan Usaha Hulu. Badan Usaha (BU) atau Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang melakukan kegiatan Usaha Hulu dilarang melakukan kegiatan usaha hilir, begitupun sebaliknya. Jika Badan Usaha melakukan kegiatan Hulu dan Hilir secara bersamaan, maka harus membentuk badan hukum yang terpisah, antara lain secara holding company. Pembedaan Kegiatan Usaha Hulu dan Usaha Hilir dapat dilihat pada : a. Orientasi Kegiatan Usaha kegiatan Usaha Hulu lebih berorientasi pada manfaat yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sedangkan kegiatan usaha hilir lebih bersifat usaha bisnis, di mana biaya produksi dan kerugian yang mungkin timbul tidak dapat dibebankan (dikonsolidasikan) pada biaya kegiatan Usaha Hulu. Hal ini agar pembagian penerimaan antara pemerintah dengan Pemda menjadi jelas. b. Mekanisme Pelaksanaan dan Penyelenggaraan Usaha Kegiatan Usaha Hulu dilaksanakan dan dikendalikan melalui Kontrak Kerja Sama (KKS), sedangkan kegiatan Usaha Hilir dilaksanakan dengan Izin Usaha dan diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat dan transparan. c. Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu dilaksanakan oleh sebuah Badan Hukum Milik Negara yang bernama Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (BPMIGAS) sedangkan Kegiatan Usaha Hilir dilaksanakan oleh Badan Pelaksana Kegiatan Hilir Migas (BPH Migas).
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
7
Sesi 2 : Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Hulu Migas
â&#x20AC;&#x153;
â&#x20AC;&#x153;Penyelenggaraan Usaha Hulu Migas bertujuan untuk menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha Eksplorasi dan Eksploitasi secara berdaya guna, berhasil guna, serta berdaya saing tinggi dan berkelanjutan atas Minyak dan Gas Bumi milik negara yang strategis dan tidak terbarukan melalui mekanisme yang terbuka dan transparanâ&#x20AC;? Tujuan
1. 2.
Secara Umum : Memahami kebijakan penyelenggaraan usaha Hulu Migas Secara Khusus : Memahami Tugas dan Kewenangan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas
Waktu
90 Menit
Metode
1. 2. 3. 4. 5.
Bahan Bacaan
2.1. Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Hulu Migas 2.2. Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (BP Migas)
Lembar Kerja
Lembar Kerja 2.1
Alat & Bahan
Alat Tulis, Alat Tempel, Kertas Plano, Metaplan, LCD Proyektor, Laptop.
Presentasi oleh narasumber Tanya jawab forum Membaca bahan bacaan Menyelesaikan Lembar Kerja melalui diskusi kelompok Diskusi forum dan rekomendasi sesi
TAHAPAN FASILITASI : 1. Pengantar t Fasilitator menjelaskan secara umum tujuan, alur dan alokasi waktu pada sesi ini. Kemudian fasilitator mempersilakan partisipan untuk bertanya dan memberi masukan jika diperlukan (waktu : 5 menit) 2. Presentasi Narasumber t Sesi diikuti dengan paparan narasumber tentang kebijakan penyelenggaraan usaha hulu Migas dan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas/BP Migas. Jika tidak ada narasumber, langsung melangkah pada tahapan ke-4 (waktu : 15 menit) 3. Tanya Jawab Forum t Sesi dilanjutkan dengan tanya jawab dan diskusi forum terkait dengan paparan yang disampaikan narasumber dan fasilitator mencatat pembahasan-pembahasan kunci forum pada kertas plano yang tersedia (waktu : 15 menit)
8
Bagian I : Pengantar: Memahami Kebijakan Energi dan Migas Nasional
4. Membaca Bahan Bacaan t Fasilitator membagikan Bahan Bacaan 2.1 (Penyelenggaraan Usaha Hulu Migas) kepada seluruh peserta, kemudian bersama-sama membaca bahan bacaan (waktu : 5 menit) t Fasilitator membagikan Bahan Bacaan 2.2 (Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas) kepada seluruh peserta kemudian membaca bahan bacaan (waktu : 5 menit) t Fasilitator memandu forum untuk mendiskusikan Bahan Bacaan (waktu : 10 menit) 5. Menyelesaikan Lembar Kerja Secara Berkelompok t Fasilitator membagi peserta menjadi kelompok yang proporsional (satu kelompok terdiri atas 4 sampai 6 orang) t Fasilitator membagi lembar kerja kepada setiap kelompok, kemudian mempersilahkan tiap kelompok untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan petunjuk pada lembar kerja yang ada (waktu : 15 menit) t Lembar kerja berisi pertanyaan-pertanyaan terkait tema pembahasan di sesi 1 dan sesi 2 t Fasilitator mengumpulkan hasil kerja dari masing-masing kelompok 6. Diskusi Forum dan Rekomendasi Sesi t Fasilitator memandu forum untuk mendiskusikan jawaban dan hasil kerja tiap-tiap kelompok t Fasilitator memandu forum untuk merangkum dan menemukan hal-hal penting dan titik kunci dari tema pembahasan di sesi 1 dan sesi 2. t Fasilitator menuliskan Persoalan dan kata-kata kunci dari diskusi forum pada kertas plano yang tersedia (bisa berupa tulisan atau bagan sederhana untuk memudahkan ingatan peserta) t Jika dalam proses diskusi terdapat pertanyaan yang tidak dapat dijawab atau terdapat rekomendasi sesi, catat pada â&#x20AC;&#x2DC;lembar parkingâ&#x20AC;&#x2122; yang tertempel pada dinding, untuk dibahas pada saat yang tepat. t Alokasi waktu : 20 menit
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
9
BAHAN BACAAN 2.1
Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Hulu Migas Penyelenggaraan Kegiatan usaha Hulu Migas di Indonesia selain diatur dalam UndangUndang Migas Nomor. 22 Tahun 2001, secara khusus juga diatur dalam Peraturan Pemerintah R.I No.35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas dan perubahannya dalam PP No.34 Tahun 2005. Kegiatan Usaha Hulu Migas bertumpukan pada kegiatan eksplorasi dan eksploitasi. Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan Minyak dan Gas Bumi di Wilayah Kerja yang telah ditentukan; sedangkan eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan Minyak dan Gas Bumi dalam Wilayah Kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan menyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian Migas di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya. Wilayah Kerja (Blok) Migas Wilayah Kerja (WK) adalah daerah tertentu di dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia untuk pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi. Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia adalah wilayah daratan, perairan dan landasan kontinen Indonesia. Wilayah Kerja Migas direncanakan dan dipersiapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan memperhatikan pertimbangan dari BP Migas. Penawaran WK dapat berupa penawaran melalui lelang atau penawaran langsung. Menteri menetapkan kebijakan penawaran wilayah kerja berdasarkan pertimbangan teknis, ekonomis, tingkat risiko, efisiensi, dan berasaskan keterbukaan, keadilan, akuntabilitas dan persaingan. Dalam menetapkan WK, Menteri berkonsultasi dengan gubernur yang wilayah administrasinya meliputi Wilayah Kerja yang akan ditawarkan. Konsultasi dimaksudkan untuk memberikan penjelasan dan memperoleh informasi mengenai rencana penawaran wilayah-wilayah tertentu yang dianggap potensial mengandung Sumber Daya Migas menjadi Wilayah Kerja. Setiap kontraktor hanya diberikan 1 (satu) bentuk wilayah kerja, misalnya MCL hanya diberi WK Blok Cepu. Dalam hal BU/BUT mengusahakan beberapa WK, harus dibentuk badan hukum yang terpisah untuk setiap wilayah kerja (misalnya dengan holding company). Kontrak Kerja Sama (KKS) Migas Kegiatan usaha hulu migas dilaksanakan oleh Badan Usaha (BU) 1 atau Bentuk Usaha 1
10
Badan Usaha adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang menjalankan jenis usaha bersifat tetap, terus menerus dan didirikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pasal 1 UU No. 22/2001)
Bagian I : Pengantar: Memahami Kebijakan Energi dan Migas Nasional
Tetap (BUT) 2 berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana (BPMIGAS). BU/ BUT yang diberikan wewenang untuk melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi pada suatu wilayah kerja di sebut Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Kontrak Kerja Sama (KKS) adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang lebih menguntungkan negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat3. KKS paling sedikit memuat persyaratan : 1. Kepemilikan sumber daya Migas tetap di tangan pemerintah sampai titik penyerahan 2. Pengendalian manajemen atas operasi yang dilaksanakan oleh kontraktor berada pada Badan Pelaksana 3. Modal dan risiko seluruhnya ditanggung oleh Kontraktor. KKS wajib memuat paling sedikit ketentuan-ketentuan pokok : 1. Penerimaan negara; 2. Wilayah kerja dan pengembaliannya; 3. Kewajiban pengeluaran dana; 4. Perpindahan kepemilikan hasil produksi atas migas; 5. Jangka waktu dan kondisi perpanjangan kontrak; 6. Penyelesaian perselisihan; 7. Kewajiban pemasokan minyak bumi dan/atau gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri; 8. Berakhirnya kontrak; 9. Kewajiban pasca operasi pertambangan; 10. Keselamatan dan kesehatan kerja; 11. Pengelolaan lingkungan hidup; 12. Pengalihan hak dan kewajiban; 13. Pelaporan yang diperlukan; 14. Rencana pengembangan lapangan; 15. Pengutamaan pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri; 16. Pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat; 17. Pengutamaan penggunaan tenaga kerja indonesia.
2
Bentuk Usaha Tetap adalah Badan Usaha yang didirikan dan berbadan hukum di luar Wilayah NKRI yang melakukan kegiatan di wilayah NKRI dan wajib mematuhi peraturan perundang undangan yang berlaku di Republik Indonesia (Pasal 1 UU No.22/2001)
3
Pasal 1 UU No. 22/2001
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
11
Jangka waktu KKS paling lama 30 tahun, yang terdiri atas jangka waktu eksplorasi dan eksploitasi. Jangka waktu eksplorasi adalah 6 tahun, dapat diperpanjang 1 kali maksimal 10 tahun atas permintaan kontraktor setelah kewajiban minimum KKS terpenuhi. Jika jangka waktu eksplorasi tidak terpenuhi, maka kontraktor wajib mengembalikan seluruh Wilayah Kerjanya. KKS dapat diperpanjang maksimal 20 tahun untuk setiap kali perpanjangan, disampaikan oleh kontraktor kepada Menteri ESDM melalui BP Migas. Surat permohonan perpanjangan dapat disampaikan paling cepat 10 tahun dan paling lambat 2 (dua) tahun sebelum KKS berakhir. Kontraktor melalui BP Migas dapat mengusulkan kepada menteri perubahan (amandemen) ketentuan persyaratan KKS dan menteri dapat menyetujui atau menolaknya berdasarkan pertimbangan dari BPMIGAS dan manfaat yang optimal bagi negara. Survei Umum dan Data Migas Untuk menunjang penyiapan WK, menteri melakukan kegiatan Survei Umum yang dilakukan pada wilayah terbuka (wilayah yang belum ditetapkan sebagai WK) di dalam wilayah hukum pertambangan. Kegiatan survei umum meliputi survei geologi, survei geofisika, dan survei geokimia. Dalam pelaksanaan survei umum, menteri dapat memberikan ijin kepada Badan Usaha sebagai pelaksana atas biaya dan resiko sendiri. Sebelum melaksanakan survei umum, BU wajib menyampaikan terlebih dahulu kepada Menteri jadwal dan prosedur pelaksanaan Survei Umum. Data yang diperoleh dari survei umum dan eksplorasi dan eksploitasi adalah milik negara yang dikuasai oleh pemerintah. Pengaturan pengelolaan (perolehan, pengadministrasian, pengolahan, penataan, penyimpanan, pemeliharaan, dan pemusnahan) dan pemanfaatan data tersebut ditetapkan oleh menteri. Dalam hal kerahasiaannya, data diklasifikasikan sebagai berikut 4 : 1. Data Umum, merupakan data mengenai identifikasi dan letak geografis potensi, cadangan dan sumur Migas serta produksi Migas 2. Data Dasar, merupakan deskripsi atau besaran dari hasil rekaman atau pencatatan dari penyelidikan geologi, geofisika, geokimia, kegiatan pemboran dan produksi. 3. Data Olahan, merupakan data yang diperoleh dari hasil analisis dan evaluasi Data Dasar 4. Data Interpretasi, merupakan data yang diperoleh dari hasil interpretasi Data Dasar dan/ atau Data Olahan. Data yang bersifat rahasia untuk jangka waktu tertentu adalah : Data Dasar (4 tahun), Data Olahan (6 tahun), dan Data Interpretasi (8 tahun). Seluruh Data dari WK yang dikembalikan kepada pemerintah tidak lagi diklasifikasikan sebagai data yang bersifat rahasia.
4
12
Pasal 22, PP No. 35 Tahun 2005 tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas
Bagian I : Pengantar: Memahami Kebijakan Energi dan Migas Nasional
Badan Usaha yang melakukan survei umum dapat menyimpan dan memanfaatkan data hasil survei sampai dengan berakhirnya izin survei dan wajib menyerahkan seluruh data yang diperoleh kepada menteri setelah berakhirnya izin yang diberikan. Kontraktor dapat mengelola data hasil kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di WK-nya, kecuali pemusnahan data. Jika kontraktor menunjuk pihak lain dalam pengelolaan data, pihak lain tersebut harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku dan wajib mendapat persetujuan menteri. Kontraktor wajib menyimpan data yang dipergunakan tersebut di wilayah hukum pertambangan Indonesia, jika di luar itu harus mendapat izin menteri. Penerimaan Negara dari Sektor Hulu Migas 5 Kontraktor yang melaksanakan kegiatan usaha Hulu wajib membayar penerimaan negara yang berupa pajak dan penerimaan negara bukan pajak. Penerimaan negara yang berupa pajak : 1. Pajak-pajak 2. Bea masuk dan pungutan lain atas impor dan cukai 3. Pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) Sebelum KKS ditandatangani, kontraktor dapat memilih ketentuan kewajiban membayar pajak sebagaimana berikut : (a) Mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku pada saat KKS ditandatangani; dan (b) Mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) : 1. Bagian negara (Government Take) 2. Pungutan negara yang berupa iuran tetap dan iuran eksplorasi dan eksploitasi 3. Bonus-bonus PNBP merupakan penerimaan pemerintah dan pemerintah daerah, yang pembagiannya ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. PNBP setelah dikurangi penerimaan pemerintah daerah merupakan PNBP sektor Migas yang dapat dimanfaatkan sebagian oleh Kementerian sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Penggunaan sebagian PNBP oleh Kementerian adalah dalam rangka menunjang kegiatan eksplorasi dan eksploitasi dan upaya untuk menarik investor dalam meningkatkan pencarian dan penemuan cadangan baru serta dalam rangka melakukan upaya yang menunjang kegiatan hulu minyak dan gas bumi yang kondusif, pelaksanaan survei, promosi wilayah kerja, konsultasi dengan pemerintah daerah, dll.
5
Pasal 52 -- pasal 54 Bab VI, PP No.35 Tahun 2005 tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
13
BAHAN BACAAN 2.2
Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (BPMIGAS) Pemerintah sebagai pemegang kuasa pertambangan membentuk badan pelaksana untuk melakukan pengendalian kegiatan usaha hulu Migas. Pengawasan atas pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Migas berdasarkan KKS dilaksanakan oleh BPMIGAS6. Fungsi BP Migas adalah melakukan pengawasan terhadap kegiatan usaha hulu agar pengambilan sumber daya alam Migas milik negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tugas BPMIGAS 7: 1. Memberikan pertimbangan kepada kepada menteri atas kebijaksanaannya dalam hal penyiapan dan penawaran WK serta KKS 2. Melaksanakan penandatanganan KKS 3. Mengkaji dan menyampaikan rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dalam suatu WK (Plan of Development/POD I) kepada menteri untuk mendapatkan persetujuan 4. Memberikan persetujuan rencana pengembangan lapangan selain POD I 5. Memberikan persetujuan rencana kerja dan anggaran 6. Melaksanakan monitoring dan melaporkan kepada menteri mengenai pelaksanaan KKS 7. Menunjuk penjual Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi bagian negara yang dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi negara. BPMIGAS merupakan Badan Hukum Milik Negara. BPMIGAS terdiri atas unsur pimpinan, tenaga ahli, tenaga teknis, dan tenaga administratif. Kepala BPMIGAS diangkat dan diberhentikan oleh presiden setelah berkonsultasi dengan DPR R.I dan dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada presiden. Dalam melaksanakan pengawasan internal, dibentuk Unit Pengawasan yang dipimpin oleh Kepala Unit Pengawasan yang bertanggung jawab kepada BPMIGAS.
14
6
Pasal 41 ayat (2) UU No. 22/2001 tentang Migas
7
Pasal 44 ayat (3) UU No. 22/2001 ttg Migas; Pasal 11 PP No. 42/2002
Bagian I : Pengantar: Memahami Kebijakan Energi dan Migas Nasional
Dalam menjalankan tugasnya, BPMIGAS memiliki wewenang 8 : 1. Membina kerja sama dalam rangka terwujudnya integrasi dan sinkronisasi kegiatan operasional KKKS 2. Merumuskan kebijakan atas anggaran dan program kerja KKKS (Work Program & Budget/ WP&B) 3. Mengawasi kegiatan utama operasional KKKS 4. Membina seluruh aset KKKS yang menjadi milik negara 5. Melakukan koordinasi dengan pihak dan/atau instansi terkait yang diperlukan dalam pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Tugas dan wewenang Kepala BPMIGAS adalah : 1. Memimpin dan mengelola BPMIGAS sesuai dengan fungsi dan tugasnya 2. Menandatangani KKS 3. Menyiapkan rencana kerja, dan anggaran pendapatan dan belanja tahunan BP Migas 4. Melaksanakan kebijakan pemerintah di bidang Kegiatan Usaha Hulu 5. Membuat laporan pelaksanaan tugas dan laporan keuangan BP Migas secara berkala kepada presiden 6. Mewakili BPMIGAS di dalam dan di luar pengadilan 7. Mengangkat dan memberhentikan personalia BP Migas
8
Pasal 12 PP No. 42/2002 ttg BPMIGAS
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
15
LEMBAR KERJA 2.1
Kebijakan Energi, Migas, dan Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Hulu Migas Jawablah pertanyaan di bawah ini dalam diskusi kelompok : 1. Bagaimana kedudukan sektor Migas dalam kebijakan energi nasional? 2. Apa perbedaan antara hulu Migas dan hilir Migas? badan apa yang membidangi masingmasing sektor hulu dan hilir Migas? 3. Apakah yang dimaksud dengan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi? 4. Apakah kepanjangan dari : WK, KKS, BP Migas, BPH, dan POD? 5. Sebutkan jenis informasi sesuai dengan tingkat kerahasiaannya? 6. Mengatur tentang apakah produk hukum berikut ini : UU Nomor 22 Tahun 2001, PP No. 35 Tahun 2004, dan PP No. 5 Tahun 2006? 7. Penerimaan negara dari sektor hulu Migas terdiri dari apa saja?
16
BAGIAN II
Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas
BAGIAN II
Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas
P
ada bagian ini, partisipan diajak untuk memahami konsep aliran dan perhitungan penerimaan Migas, mulai dari kontraktor, pemerintah pusat hingga pemerintah daerah. Bagian ini disajikan dalam dua sesi yakni, Sesi 3 Aliran Dana Migas dari Kontraktor ke Pemerintah Pusat hingga Daerah dan Sesi 4 Konsep Lifting, FTP, Cost Recovery, DMO dan Pajak Migas
Sesi 3 : Aliran Dana Migas : dari Kontraktor ke Pemerintah Pusat hingga Daerah Tujuan
1. 2.
Waktu Metode
Secara Umum : Memahami aliran dana Migas, mulai dari kontraktor ke pemerintah pusat hingga ke pemerintah daerah Secara Khusus : Memahami dasar hukum, kebijakan dan ketentuanketentuan yang berlaku dari aliran pendapatan Migas
105 Menit 1. 2. 3. 4. 5.
Presentasi oleh narasumber Tanya jawab forum Membaca bahan bacaan Menyelesaikan Lembar Kerja melalui kerja kelompok Diskusi forum dan rekomendasi sesi
Bahan Bacaan
3.1. Aliran Dana dan Pendapatan dari Minyak dan Gas Bumi 3.2. Dana Bagi Hasil (DBH) SDA Migas
Lembar Kerja
Lembar Kerja 3.1
Alat & Bahan
Alat Tulis, Alat Tempel, Kertas Plano, Metaplan, LCD Proyektor, Laptop.
TAHAPAN FASILITASI : 1. Pengantar t Fasilitator menjelaskan secara umum tujuan, alur dan alokasi waktu pada sesi ini. Kemudian fasilitator mempersilahkan partisipan untuk bertanya dan memberi masukan jika diperlukan. (waktu : 5 menit)
18
Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas
2. Presentasi Narasumber t Sesi diikuti dengan paparan narasumber tentang Aliran Dana dan Penerimaan dari Minyak dan Gas Bumi dan tentang Dana Bagi Hasil (DBH) SDA Migas. Jika tidak ada narasumber, langsung melangkah pada tahapan ke-4 (waktu : 15 menit) 3. Tanya Jawab Forum t Sesi dilanjutkan dengan tanya jawab dan diskusi forum terkait dengan paparan yang disampaikan narasumber dan fasilitator mencatat pembahasan-pembahasan kunci forum pada kertas plano yang tersedia (waktu : 15 menit) 4. Membaca Bahan Bacaan t Fasilitator membagikan Bahan Bacaan 3.1. (Aliran Dana dan Penerimaan dari Minyak dan Gas Bumi) kepada seluruh peserta, kemudian bersama-sama membaca bahan bacaan (waktu : 5 menit) t Fasilitator membagikan Bahan Bacaan 3.2 (Dana Bagi Hasil/DBH SDA Migas) kepada seluruh peserta kemudian fasilitator mengajak partisipan untuk membaca bahan bacaan (waktu : 5 menit) t Fasilitator memandu forum untuk mendiskusikan Bahan Bacaan (waktu : 20 menit) 5. Menyelesaikan Lembar Kerja Secara Berkelompok t Fasilitator membagi peserta menjadi kelompok yang proporsional (satu kelompok terdiri atas 4 sampai 6 orang) t Fasilitator membagi lembar kerja kepada setiap kelompok, kemudian mempersilahkan tiap kelompok untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan petunjuk pada lembar kerja yang ada (waktu : 20 menit) t Fasilitator mengumpulkan hasil kerja dari masing-masing kelompok 6. Diskusi Forum dan Rekomendasi Sesi t Fasilitator memandu forum untuk mendiskusikan jawaban dan hasil kerja tiap-tiap kelompok t Fasilitator memandu forum untuk merangkum dan menemukan hal-hal penting dan titik kunci dari tema pembahasan di sesi 1 dan sesi 2. t Fasilitator menuliskan Persoalan dan kata-kata kunci dari diskusi forum pada kertas plano yang tersedia (bisa berupa tulisan atau bagan sederhana untuk memudahkan ingatan peserta) t Jika dalam proses diskusi terdapat pertanyaan yang tidak dapat dijawab atau terdapat rekomendasi sesi, catat pada â&#x20AC;&#x2DC;lembar parkingâ&#x20AC;&#x2122; yang tertempel pada dinding, untuk dibahas pada saat yang tepat. t Alokasi waktu : 20 menit
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
19
BAHAN BACAAN 3.1
Aliran Dana dan Penerimaan dari Minyak dan Gas Bumi Aliran Dana dan Penerimaan di Sektor Hulu Migas mengikuti alur proses kegiatan Usaha Hulu Migas, dimulai dari proses penandatanganan kontrak hingga perhitungan bagi hasil antara Pemerintah dengan Kontraktor, sampai dengan proses perhitungan dan transfer Dana Bagi Hasil (DBH) Migas Kepada pemerintah daerah, di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Secara umum, Aliran Dana Migas mengikuti aturan yang berlaku di Indonesia baik berupa Undang-Undang Migas, Undang-Undang Sistem Keuangan Negara, UndangUndang Perpajakan dan Undang-Undang terkait dengan Otonomi Daerah. Secara spesifik, perhitungan aliran dana Migas mengikuti model Kontrak Kerja Sama (KKS) (misal : Kontrak Bagi Hasil/PSC), data produksi yang terjual (lifting) dan ketentuan-ketentuan khusus dari Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri, serta Kementerian ESDM dan BPMIGAS. Aliran Dana Migas Secara keseluruhan, aliran dana yang terjadi dalam kegiatan usaha hulu Migas terdiri atas: a. Saat Penandatangan Kontrak Kerja Sama t Yakni berupa Bonus Tanda Tangan (signature bonus) yang diterima oleh pemerintah dari pihak kontraktor setelah penandatanganan KKS ; bonus tandatangan ini diterima oleh Kementerian ESDM dan langsung masuk ke rekening bendahara negara di kementerian keuangan. b. Saat Proses Eksplorasi Berlangsung t Dana kredit investasi (investment credit) yang diberikan pemerintah kepada kontraktor untuk mendorong investasi di sektor hulu Migas t Dana penyertaan modal (Participating interest/PI) yang disetorkan oleh pemerintah daerah melalui BUMD kepada kontraktor KKS t Dana tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR) yang dikeluarkan oleh kontraktor KKS t Dana cadangan khusus pasca kegiatan usaha hulu yang disetorkan oleh kontraktor KKS kepada BPMIGAS untuk pemulihan lingkungan (abandonment and site restoration/ ASR) melalui rekening bersama antara BPMIGAS dengan kontraktor c. Saat Proses Ekspoitasi (telah menghasilkan Produksi Komersial) t Dana Pemulihan (Cost Recovery) yang dibayarkan pemerintah kepada Kontraktor KKS
20
Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas
t Dana hasil penjualan minyak yang diperoleh melalui skema FTP oleh pemerintah t Dana bagi hasil untuk pemerintah dan kontraktor KKS atas penjualan hasil produksi Migas secara komersial (Lifting) t DMO Fee (Fee atas Domestic Market Obligation) yang dibayarkan pemerintah kepada kontraktor atas pemenuhan kewajiban pemasokan Kebutuhan pasar dalam negeri t Pajak-pajak di sektor Migas (PPN, PDRD, Pph Migas, dll) yang wajib dibayar oleh kontraktor KKS kepada pemerintah t Dana bagi hasil Migas dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota Secara sederhana, aliran dana Migas dapat digambarkan dalam chart berikut :
Sumber : Ambarsari DC, 2009; dengan penambahan
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
21
Pengertian istilah yang digunakan pada bagan Aliran Dana Migas, antara lain : Bonus Tanda Tangan (Signature Bonus) Signature bonus adalah bonus tandatangan yang diberikan kontraktor kepada pemerintah atas penandatanganan Kontrak Kerja Sama Migas. Besarnya berdasarkan penawaran kontraktor dan atas kesepakatan kedua belah pihak. bonus tandatangan ini diterima oleh Kementerian ESDM dan langsung masuk ke rekening bendahara negara di Kementerian Keuangan. Penyertaan Modal (Participating Interest/PI) Participating Interest adalah bagian penyertaan modal yang ditawarkan kontraktor kepada perusahaan milik pemerintah sebagai investasi dalam kegiatan ekplorasi dan eksploitasi. Misalnya pada Blok Cepu, interest yang ditawarkan adalah sebesar 10% berasal dari 5% kontribusi dari PT Pertamina EP Cepu dan 5% berasal dari MCL dan Ampolex. First Trance Petroleum (FTP) Yaitu, minyak yang disisihkan di awal sebelum dikurangi kredit investasi (investment credit) dan biaya produksi (cost recovery). Besarnya FTP sesuai dengan perjanjian dalam KKS. FTP dibagi menjadi bagian pemerintah dan bagian kontraktor sesuai dengan pembagian Bagi Hasil yang tercantum dalam KKS. Misal, FTP Blok Cepu adalah sebesar 20% dari gross Revenue (R). Cost Recovery (CR) Jumlah biaya operasional yang akan diganti oleh Pemerintah Pusat. Cost Recovery terdiri dari biaya operasi tahun sekarang, biaya operasi tahun sebelumnya yang belum tergantikan, dan depresiasi terhadap modal kapital tahun sebelumnya dan tahun berjalan. Pengembalian biaya ini diatur dalam pasal 56 PP nomor 34 tahun 20059. Investment Credit (IC) Sejenis insentif dari pemerintah untuk mendorong investor menanamkan modalnya di sektor hulu Migas. Misalnya, investment credit dalam PSC Blok Cepu, diberikan kepada kontraktor sebesar 15,78% dari investasi kapital. Investment credit merupakan obyek pajak. Gross Revenue (R) â&#x20AC;&#x201C; Pendapatan Kotor Gross Revenue (R) adalah produksi minyak terjual dikalikan dengan harga. Harga minyak ditentukan oleh pemerintah dengan pedoman ICP (Indonesian Crude Price). Produksi yang dimaksud adalah minyak yang telah diproduksi dan telah dijual secara komersial. Dalam perhitungan : R = produksi terjual x ICP 9
22
Pasal 56 ayat 2 disebutkan bahwa Kontraktor mendapatkan kembali biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk melakukan Eksplorasi dan Eksploitasi sesuai dengan rencana kerja dan anggaran serta otorasiasi pembelanjan finansial yang telah disetujui oleh Badan Pelaksana setelah menghasilkan produksi komersial.
Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas
Profit Oil (equity to be split/ETBS) Yaitu perolehan revenue setelah dikurangi FTP dan Cost Recovery. Dalam Perhitungan : Equity = R – FTP – IC - CR . Profit Oil dibagi menjadi Bagian Pemerintah dan Bagian Kontraktor sesuai dg pembagian bagi hasil yang tercantum dalam KKS. Bagian Pemerintah dan Bagian Kontraktor (Government Take-Contractor Take) Pembagian keuntungan minyak antara pemerintah dan kontraktor ditetapkan sesuai dengan KKS yang ditandatangani kedua belah pihak. Misalnya, pada Blok Cepu, berlaku ketentuan : Jika harga berada di atas 45 USD/barel, maka bagian pemerintah adalah sebesar 73,214% dan Kontraktor sebesar 26,786%. Untuk harga di bawah 45 USD/ barel pembagiannya mengikuti ketentuan lain (bagian pemerintah lebih sedikit) sesuai dengan KKS. Bagian keuntungan ini adalah pendapatan sebelum pajak. Domestic Market Obligation (DMO) Yaitu kewajiban kontraktor kepada pemerintah untuk menyerahkan 25% dari bagiannya untuk kebutuhan minyak dalam negeri. Dalam UU 22/2001, kewajiban ini diatur dalam pasal 2210. DMO akan dikenakan apabila Profit Oil (Equity to be split) lebih besar dari FTP. Dalam Perhitungan : DMO = 25% x (Bagian Kontraktor) x R DMO Fee Yaitu imbalan yang diberikan pemerintah atas penyerahan DMO. Misalnya, pada Blok Cepu berlaku ketentuan selama 60 bulan (5 tahun) sejak produksi harganya adalah 100 % dari ICP, setelah itu harganya adalah 10% lebih rendah dari ICP. Pajak Pemerintah (Government tax) Pajak yang dibayarkan kontraktor kepada pemerintah yang terkait langsung dengan pendapatan pengusahaan migas. Tarif pajak diatur dalam UU No 17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan. Berdasarkan UU tersebut, ditentukan bahwa tarif PPh yang diberlakukan adalah sebesar 44%. Hal ini mengingat bahwa kontraktor (migas) adalah merupakan suatu ”bentuk usaha tetap” (BUT)11, sehingga pajak penghasilan yang harus dibayar adalah 30% x penghasilan bersih12 + 20% x (70% dari penghasilan bersih)13. Cadangan Dana Pasca Operasi (Dana Pasca Tambang) Dana yang dipersiapkan sebagai dana cadangan khusus untuk proses penutupan dan pemulihan pasca operasi kegiatan usaha hulu di Wilayah Kerja yang bersangkutan. Dana cadangan ini termasuk dalam biaya operasi yang akan dicover oleh pemerintah. Tata cara penggunaan dana cadangan khusus tersebut ditetapkan dalam KKS dan peraturan teknis BPMIGAS. 10
Ayat (1) menyebutkan bahwa Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib menyerahkan paling banyak 25% bagiannya dari hasil produksi Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
11
UU No.17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, Pasal 2 ayat (5) huruf g.
12
Ibid, Pasal 17 ayat (1) huruf b menyebutkan Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak badan atau bentuk usaha tetap diatas Rp100.000.000,00 sebesar 30%.
13
Ibid, Pasal 26 ayat (4) Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dikenakan pajak sebesar 20% (dua puluh persen).
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
23
Dana Bagi Hasil (DBH) SDA Minyak dan Gas Bumi Adalah Dana Bagi Hasil yang berasal dari penerimaan negara SDA pertambangan Minyak dan Gas Bumi dari wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya, dengan proporsi pembagian tertentu. Aliran Penerimaan dan Pendapatan Minyak dan Gas Bumi Menurut Undang-Undang Nomor. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 1, definisi penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara (ayat 9), sedangkan penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah (ayat 11). Pendapatan negara didefinisikan sebagai hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih (ayat 13), sedangkan pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih (ayat 15). Dengan demikian, maka penerimaan Migas adalah uang yang masuk ke kas negara/ daerah yang berasal dari kegiatan usaha hulu Migas, sedangkan pendapatan Migas adalah hak pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Penerimaan Migas kita, terutama dari kontraktor ke pemerintah, didasarkan pada ketentuan Kontrak Kerja Sama (KKS) dengan pola Kontrak Production Sharing (KPS). Bagan penerimaan Migas dengan Pola Kontrak Production Sharing dapat dilihat pada bagan-bagan berikut :
Bagan Penerimaan Minyak Bumi dengan Pola Kontrak Production Sharing (KPS) GrossRevenue
KPS Cost Recovery 100% 28,8462%
Bag Kontraktor (Gross) (-)
Tax 48%
DMO Minyak Bumi (Nett)
(-)
Net Operating Income (Gross Revenue-Cost)
Bag Pemerintah (-)
Faktor Pengurang: PBB, PPN, PDRD, Fee keg. hulu migas
(-) 13,8462%
Pajak
SDA Minyak Bumi
85%
PNBP Lainnya 15%
Bag Kontraktor
PPh Migas Penerimaan Minyak Bumi
Sumber: presentasi Menteri Keuangan pada Seminar Migas ICW, Maret 2010
24
Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas
Bagan Penerimaan Minyak Bumi dengan Pola Kontrak Production Sharing (KPS) Kontraktor
Pemerintah
Pos dalam APBN
APBD
Lifting X ICP X Kurs PDRD Cost Recovery (diterima KPS)
Net Operating Income
Pajak Non Migas -PBB -PPN
BagianPemerintah 71,1538%
Bagian KPS (Gross) 28,8462%
(termasuk PBB, PPN, PDRD)
PNBP SDA Migas 71,1538%
PPh Migas (misal: 48%)
PPh Migas 13,8462% Total bagian Pemerintah
Bagian KPS (netto) 15% DMO
PNPB Lainnya
Bagian KPS final Catatan DMO =
Volume = 25% dari bagian kontraktor Fee (Harga beli Pemerintah) = Sesuai kontrak (10%, 15%, atau 25% dari ICP) Harga Jual Oleh Pemerintah = ICP
Sumber: presentasi Menteri Keuangan pada Seminar Migas ICW, Maret 2010
Bagan Penerimaan Gas Alam dengan Pola Kontrak Production Sharing (KPS) (-)
GrossRevenue (Lifting x Gas Price)
Misal: Tax Rate: 48%
Plant Cost KPS 57,6923%
(-)
Net Back
Cost Recovery Net Operating Income (Gross Revenue-Cost)
Tax 48%
Contractor Share (Gross)
100%
Government Share
42,3077%
(-)
Komponen Pengurang
27,69%
SDA Gas Alam 30%
(-)
Pajak
27,6923%
70%
Tax (Branch Profit) Penerimaan Gas Alam
Contractor Share (Nett) Plant Cost adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengubah (mengkompres) gas menjadi liquid Sumber: presentasi Menteri Keuangan pada Seminar Migas ICW, Maret 2010
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
25
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Migas dalam RAPBN t Asumsi makro berupa; t Lifting nasional (dlm. ribu barel per hari) t Harga minyak mentah Indonesia â&#x20AC;&#x153;ICPâ&#x20AC;? (dalam US$/barel) Nilai tukar Rupaih terhadap Dollar Amerika t Unsur-unsur pengurang bagian pemerintah al: t PBB Migas t Reimbursement PPN t PDRD t Fee kegiatan usaha hulu Migas t Berdasarkan data-data tersebut, disusun perkiraan (rencana) perhitungan penerimaan Migas, yang terdiri dari: t Penerimaan PPh Migas t Penerimaan PNBP SDA Migas t Penerimaan lainnya dari Migas (Pendapatan Minyak Mentah DMO) Sumber: Presentasi Menteri Keuangan pada Seminar Migas ICW, Maret 2010
26
Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas
BAHAN BACAAN 3.2
Dana Bagi Hasil (DBH) SDA Migas Di Indonesia, sistem DBH Migas dikenal sejak era otonomi daerah sebagai bentuk desentraliasi fiskal melalui skema dana perimbangan. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan mendefinisikan Dana Perimbangan sebagai dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dilokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi 14. Dalam peraturan yang sama, DBH Sumber Daya Alam Migas didefinisikan sebagai bagian daerah yang berasal dari penerimaan sumber daya alam pertambangan minyak dan gas bumi.
Prinsip DBH SDA
By Origin
Prinsip DBH SDA Realisasi
Daerah penghasil mendapat porsi yang lebih besar dari daerah lain yang berada dalam provinsi tersebut (pemerataan) Penyaluran DBH berdasarkan realisasi penerimaan negara secara triwulanan
DBH SDA Migas berasal dari penerimaan negara SDA pertambangan minyak dan gas bumi dari wilayah kabupaten/kota maupun wilayah provinsi yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya. DBH SDA Migas berasal dari wilayah kabupaten/kota apabila sumur penghasil Migas tersebut terletak di wilayah daratan atau wilayah off-shore 0 â&#x20AC;&#x201C; 4 mil laut di kabupaten/kota yang bersangkutan. Sedangkan wilayah off-shore 4 - 12 mil laut merupakan wilayah provinsi. Regulasi yang mengatur persoalan DBH Migas antara lain : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, 2. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, 3. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang perkiraan DBH Migas (setiap tahun), 4. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang realisasi DBH Migas (setiap tahun) 5. Keputusan-Keputusan Menteri Terkait (Kementrian ESDM, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri), 6. Peraturan Teknis pada Kementerian, BPMIGAS dan Departemen Teknis lainnya 14
PP No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, Pasal 1 ayat (8)
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
27
Proporsi DBH Minyak Bumi Dalam UU No. 33 Tahun 2004 pasal 14(e), dan PP No. 55 tahun 2005 pasal 21 dijelaskan bahwa DBH pertambangan minyak bumi sebesar 15,5% adalah berasal dari penerimaan negara SDA pertambangan Minyak Bumi dari wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya, dengan proporsi pembagian sebagai berikut :
Porsi Pembagian DBH SDA Minyak Bumi Daerah Penghasil: Provinsi Provinsi Penghasil
5%
Seluruh Kab/Kota dalam prov ybs
10%
Daerah Penghasil: Kab/Kota
15%
0,17%
Seluruh Kab/Kota dalam prov ybs
0,33%
Provinsi ybs
6%
Kab/Kota penghasil Kab/Kota lainnya dalam provinsi ybs
6%
+ Provinsi Penghasil
3%
0,1%
Provinsi ybs
0,5%
0,2%
untuk pendidikan dasar
0,2%
Kab/Kota penghasil Kab/Kota lainnya dalam provinsi ybs
Sumber: Subdit DBH SDA, Dir. Dana Perimbangan, DJPK, Kementerian Keuangan
Porsi Pembagian DBH SDA Minyak Bumi untuk NAD dan Papua Barat DALAM RANGKA OTSUS
70% UU 21/2001 UU 35/2008
3%
Provinsi
15%
6%
Kab/Kota Penghasil
UU 33/2004 UU 55/2005
6%
Kab/Kota lain dalam Provinsi ybs
55%
Provinsi
55%
Sumber: Subdit DBH SDA, Dir. Dana Perimbangan, DJPK, Kementerian Keuangan
28
Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas
Proporsi DBH Gas Bumi Dalam UU No. 33 tahun 2004 pasal 14(f ), dan PP No. 55 tahun 2005, pasal 23 dijelaskan bahwa DBH pertambangan Gas Bumi sebesar 30,5% adalah berasal dari penerimaan negara SDA pertambangan Gas Bumi dari wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya, dengan proporsi pembagian sebagai berikut :
Porsi Pembagian DBH SDA Gas Bumi Daerah Penghasil: Provinsi Provinsi Penghasil
10%
Seluruh Kab/Kota dalam prov ybs
20%
Daerah Penghasil: Kab/Kota
6%
Provinsi ybs
12% 12%
Kab/Kota penghasil Kab/Kota lainnya dalam provinsi ybs
0,1%
Provinsi ybs
0,5%
0,2%
untuk pendidikan dasar
0,2%
Kab/Kota penghasil Kab/Kota lainnya dalam provinsi ybs
30% +
Provinsi Penghasil
0,17%
Seluruh Kab/Kota dalam prov ybs
0,33%
Sumber: Subdit DBH SDA, Dir. Dana Perimbangan, DJPK, Kementerian Keuangan
Porsi Pembagian DBH SDA Gas Bumi untuk NAD dan Papua Barat DALAM RANGKA OTSUS
70% UU 21/2001 UU 35/2008
6%
Provinsi
30%
12%
Kab/Kota Penghasil
UU 33/2004 UU 55/2005
12%
Kab/Kota lain dalam Provinsi ybs
40%
40%
Provinsi
Sumber: Subdit DBH SDA, Dir. Dana Perimbangan, DJPK, Kementerian Keuangan
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
29
Penetapan Alokasi DBH Migas Mekanisme Penentuan dan Perhitungan DBH SDA sebagaimana diatur dalam PP Nomor. 55 Tahun 2005, pasal 27 adalah sebagai berikut : 1. Menteri Teknis (Kementerian ESDM & BPMIGAS) menetapkan daerah penghasil dan dasar perhitungan DBH SDA paling lambat 60 hari sebelum tahun anggaran bersangkutan dilaksanakan setelah berkonsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri. Ketetapan menteri teknis tersebut disampaikan kepada menteri Keuangan. 2. Dalam hal SDA berada pada wilayah yang berbatasan atau berada pada lebih dari satu daerah, Mendagri menetapkan daerah penghasil SDA berdasarkan pertimbangan menteri teknis terkait paling lambat 60 hari setelah diterimanya usulan pertimbangan dari menteri teknis. Ketetapan Mendagri menjadi dasar perhitungan DBH SDA oleh menteri teknis. 3. Penetapan alokasi DBH SDA Migas untuk masing-masing daerah ditetapkan paling lambat 30 hari setelah menerima ketetapan dari menteri teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perkiraan bagian pemerintah, dan perkiraan unsur-unsur pengurang lainnya. Secara sederhana, mekanisme penetapan alokasi DBH Migas digambarkan dalam bagan berikut :
Menteri Dalam Negeri
60 hari
Kepmendagri: Daerah Penghasil SDA Migas Menteri Keuangan
Departemen Teknis (ESDM-BP Migas)
60 hari <TA
60 hari
Permenkeu/PMK: Perkiraan Alokasi DBH Migas
Kepmen ESDM: Dasar Perhitungan DBH SDA Migas
Sumber : Maryati Abdullah, 2010
Penyaluran DBH SDA Migas Penyaluran DBH SDA Migas sebagaimana diatur dalam PP Nomor 55 Tahun 2005 pasal 29 adalah sebagai berikut : 1. Penyaluran DBH Migas dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan SDA Migas tahun anggaran berjalan, secara triwulan, dengan cara melakukan pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah. 2. Penyaluran DBH SDA Migas ke daerah dilakukan dengan menggunakan asumsi dasar harga minyak bumi tidak melebihi 130% (seratus tiga pulug persen) dari penetapan dalam APBN tahun berjalan. Dalam hal asumsi dasar minyak bumi yang ditetapkan dalam APBN Perubahan melebihi 130%, selisih penerimaan negara dari Migas sebagai dampak dari kelebihan dimaksud dialokasikan dengan menggunakan formula DAU.
30
Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas
Waktu dan besarnya penyaluran DBH SDA Migas sebagaimana diatur oleh Keputusan Menteri Keuangan adalah : Periode Transfer DBH Migas ke Daerah Periode Waktu
Besaran Nilai (Rp)
Triwulan I (Desember -- Februari)
20% dari Perkiraan DBH
Triwulan II (Maret -- Mei)
20% dari Perkiraan DBH *
Triwulan III (Juni -- Agustus)
Realisasi & Rekonsiliasi DBH
Triwulan IV (September -- November)
Realisasi & Rekonsiliasi DBH
Mulai tahun 2011, 20% diubah menjadi 15% dari Perkiraan DBH ** DBH Ditransfer langsung ke Rekening Kas Daerah *** Setiap tiga bulan sekali, terdapat forum rekonsiliasi, baik rekonsiliasi lifting maupun rekonsiliasi DBH yang dihadiri oleh Kementerian ESDM, BPMIGAS, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah (Dinas Pengelolaan Pendapatan, Keuangan dan Aset Daerah, serta Dinas Pertambangan Energi)
Pemantauan dan Evaluasi DBH SDA Migas Sesuai dengan PP No. 55 Tahun 2005, pasal 32 dan 34 terkait pemantauan dan pengawasan adalah : 1. Menteri Keuangan melakukan pemantauan dan evaluasi atas penggunaan anggaran pendidikan dasar yang berasal dari DBH Migas. 2. Apabila hasil pemantauan dan evaluasi mengindikasikan adanya penyimpangan penggunaan anggaran untuk alokasi pendidikan dasar, menteri Keuangan meminta aparat pengawasan fungsional untuk melakukan pemeriksaan. 3. Hasil pemeriksaan tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengalokasian DBH untuk tahun anggaran berikutnya. Permasalahan Terkait DBH Migas Secara umum titik kritis permasalahan DBH terdiri atas : 1. Minimnya akses publik terhadap informasi-informasi dasar terkait dengan pendapatan, seperti : angka produksi, besarnya investment credit, cost recovery, DMO, dan Pajak Migas, serta Dokumen KKS/PSC. 2. Lemahnya kapasitas pemerintah daerah dalam memahami mekanisme perhitungan alur pendapatan dan bagi hasil Migas. Hal ini berakibat pada rendahnya kesadaran dan keinginan pemerintah daerah untuk membuat prediksi DBH Migas untuk daerahnya masing-masing. 3. Lemahnya kapasitas dan posisi tawar pemerintah daerah dalam forum-forum rekonsiliasi lifting dan DBH yang diselenggarakan oleh Kementerian ESDM-BPMIGAS maupun oleh Kementerian Keuangan.
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
31
4. Persoalan keterlambatan bayar/transfer DBH dari pusat ke daerah. Hal ini menyebabkan tertundanya beberapa program-program pembangunan di tingkat daerah, yang bisa berakibat pada buruknya pelayanan publik dasar masyarakat di daerah. 5. Karakter industri ekstraktif Migas yang volatil, sangat fluktuatif dan tergantung dengan harga pasar merupakan tantangan bagi pemerintah daerah untuk mampu membuat perencanaan pembangunan dalam mengelola pendapatan DBH Migas untuk kebutuhan masa mendatang dan berkelanjutan.
32
Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas
LEMBAR KERJA 3.1
Aliran Dana dan Penerimaan Migas Jawablah pertanyaan di bawah ini dalam diskusi kelompok : 1. Berdasarkan pada ketentuan, apakah pembagian hasil antara kontraktor dengan pemerintah? 2. Apakah yang dimaksud dengan FTP, Cost Recovery, DMO dan DBH Migas? 3. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi penerimaan Migas dalam RAPBN? 4. Isilah titik-titik pada bagan aliran Dana Migas berikut ini :
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
33
Isilah titik-titik pada tabel skema DBH SDA Migas di bawah ini : Proporsi DBH Minyak Bumi
Daerah (%)
NAD & Papua (%)
Provinsi Penghasil Minyak Bumi
...
...
Kabupaten Penghasil Minyak Bumi
...
...
kabupaten Lain dalam satu Provinsi Penghasil Minyak Bumi * Alokasi Untuk Pendidikan Dasar * *
...
...
Provinsi Penghasil Minyak Bumi
...
...
Kabupaten Penghasil Minyak Bumi
...
...
kabupaten Lain dalam satu Provinsi Penghasil Minyak Bumi
...
...
Daerah
* Dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan ** Mulai diberlakukan sejak Anggaran Tahun 2009, disalurkan melalui departemen teknis, dan dilakukan pemantauan & Evaluasi oleh Kementrian Keuangan.
Proporsi DBH Gas Bumi Daerah (%)
NAD & Papua (%)
Provinsi Penghasil Minyak Bumi
...
...
Kabupaten Penghasil Minyak Bumi
...
...
kabupaten Lain dalam satu Provinsi Penghasil Minyak Bumi * Alokasi Untuk Pendidikan Dasar * *
...
...
Provinsi Penghasil Minyak Bumi
...
...
Kabupaten Penghasil Minyak Bumi
...
...
kabupaten Lain dalam satu Provinsi Penghasil Minyak Bumi
...
...
Daerah
* Dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan ** Mulai diberlakukan sejak Anggaran Tahun 2009, disalurkan melalui departemen teknis, dan dilakukan pemantauan & Evaluasi oleh Kementrian Keuangan.
34
Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas
Sesi 4 : Konsep Lifting, ICP, FTP, Cost Recovery, DMO dan Pajak Migas
â&#x20AC;&#x153;
â&#x20AC;&#x153;Dalam menelusuri penerimaan Migas, terdapat konsep dan kebijakan tertentu sebagai dasar dalam melakukan perhitungan penerimaan/pendapatan Migasâ&#x20AC;&#x153; Tujuan
Memahami konsep dan ketentuan tentang lifting, ICP, FTP, Cost Recovery, DMo dan Pajak Migas sebagai dasar dalam melakukan perhitungan penerimaan Migas
Waktu
60 Menit
Metode
1. 2. 3. 4. 5.
Bahan Bacaan
4.1. Konsep Lifting, ICP, FTP, Cost Recovery, DMo dan Pajak Migas
Lembar Kerja
Lembar Kerja 4.1
Alat & Bahan
Alat Tulis, Alat Tempel, Kertas Plano, Metaplan, LCD Proyektor, Laptop.
Presentasi oleh narasumber Tanya jawab forum Membaca bahan bacaan Menyelesaikan Lembar Kerja melalui kerja kelompok Diskusi forum dan rekomendasi sesi
TAHAPAN FASILITASI : 1. Pengantar t Fasilitator menjelaskan secara umum tujuan, alur dan alokasi waktu pada sesi ini. Kemudian fasilitator mempersilahkan partisipan untuk bertanya dan memberi masukan jika diperlukan. (waktu : 5 menit) 2. Presentasi Narasumber t Sesi diikuti dengan paparan narasumber tentang Aliran Dana dan Penerimaan dari Minyak dan Gas Bumi dan tentang Dana Bagi Hasil (DBH) SDA Migas. Jika tidak ada narasumber, langsung melangkah pada tahapan ke-4. (waktu : 10 menit) 3. Tanya Jawab Forum t Sesi dilanjutkan dengan tanya jawab dan diskusi forum terkait dengan paparan yang disampaikan narasumber dan fasilitator mencatat pembahasan-pembahasan kunci forum pada kertas plano yang tersedia (waktu : 15 menit) 4. Membaca Bahan Bacaan t Fasilitator membagikan Bahan Bacaan 4.1. (Konsep Lifting, ICP, FTP, Cost Recovery, DMO, dan Pajak Migas) kepada seluruh peserta, kemudian bersama-sama membaca bahan bacaan (waktu : 5 menit)
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
35
5. Menyelesaikan Lembar Kerja Secara Berkelompok t Fasilitator membagi peserta menjadi kelompok yang proporsional (satu kelompok terdiri atas 4 sampai 6 orang) t Fasilitator membagi lembar kerja kepada setiap kelompok, kemudian mempersilahkan tiap kelompok untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan petunjuk pada lembar kerja yang ada (waktu : 10 menit) t Fasilitator mengumpulkan hasil kerja dari masing-masing kelompok 6. Diskusi Forum dan Rekomendasi Sesi t Fasilitator memandu forum untuk mendiskusikan jawaban dan hasil kerja tiap-tiap kelompok t Fasilitator memandu forum untuk merangkum dan menemukan hal-hal penting dan titik kunci dari tema pembahasan di sesi 1 dan sesi 2. t Fasilitator menuliskan persoalan dan kata-kata kunci dari diskusi forum pada kertas plano yang tersedia (bisa berupa tulisan atau bagan sederhana untuk memudahkan ingatan peserta) t Jika dalam proses diskusi terdapat pertanyaan yang tidak dapat dijawab atau terdapat rekomendasi sesi, catat pada â&#x20AC;&#x2DC;lembar parkingâ&#x20AC;&#x2122; yang tertempel pada dinding, untuk dibahas pada saat yang tepat. t Alokasi waktu : 15 menit
36
Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas
BAHAN BACAAN 4.1
Konsep Lifting, ICP, FTP, Cost Recovery, DMO dan Pajak Migas Beberapa konsep dan ketentuan yang berlaku dalam penerimaan Migas antara lain : Lifting Lifting adalah hasil produksi minyak yang telah dijual atau dengan kata lain produksi minyak yang telah memiliki nilai komersial. Nilai lifting dari minyak dihitung dari titik penyerahan/penjualan minyak. Nilai lifting untuk minyak disajikan dalam satuan barel (bbl), sedangkan untuk gas dalam satuan mmcf (million cubic feet). Selain dalam satuan tersebut, anggaran lifting juga dicantumkan dalam harga dollar, yang merupakan hasil perkalian antara volume lifting migas dengan harga minyak sesuai ICP (Indonesian Crude Price), atau harga gas sesuai Perjanjian Penjualan Gas (PPG)/Gas Sales Agreement (GSA). Hasil lifting ini disebut juga sebagai penghasilan kotor (gross revenue) karena belum dipotong biaya. Sebagaimana menghitung keuntungan, faktor biaya juga harus diperhitungkan sebagai pengurang lifting dalam menghitung pembagian produksi. Jika lifting melebihi biaya, maka selisihnya merupakan porsi keuntungan produksi migas yang dapat dibagikan kepada negara dan KPS. Sebaliknya, jika lifting lebih kecil daripada biaya, maka tidak ada porsi produksi migas yang dapat dibagikan. Dengan kata lain, prioritas penggunaan lifting digunakan terlebih dahulu untuk menutupi seluruh biaya. Baru setelah itu, kelebihannya dapat dibagikan sebagai keuntungan. Sesuai dengan ketentuan dalam PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (pasal 28), dasar perhitungan realiasi DBH SDA Migas didasarkan atas realiasi lifting Minyak Bumi dan atau Gas Bumi dari Departemen Teknis (BPMIGAS, ESDM). Faktor-faktor yang mempengaruhi Lifting 15 : 1. Tingkat keberhasilan pengeboran sumur pada tahap eksplorasi hingga menghasilkan Minyak (tahap produksi) 2. Fasilitas teknis, teknologi, serta sarana dan prasarana yang dimiliki untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi 3. Jumlah dan kualitas SDM yang digunakan dalam proses eskplorasi dan eksploitasi 4. Penurunan produksi secara alamiah pada lapangan produksi tua (natural decline rate 8% - 12%) 5. Lapangan baru belum tentu seketika dapat menaikkan produksi 15
Bahan presentasi Menteri Keuangan pada Seminar Migas ICW, Maret 2010
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
37
6. Faktor naik turunnya harga minyak dunia yang berpengaruh pada ICP Data terkait lifting minyak berada pada departemen teknis terkait, yakni BPMIGAS dan Ditjen Migas-Kementerian ESDM. Saat ini Ditjen Migas mengembangkan situs online untuk memantau perkembangan lifting, yakni : http://lifting.migas.esdm.go.id/. Dilihat dari tingkat kerahasiaan data, lifting termasuk data umum yang tidak dirahasiakan 16. Lifting merupakan salah satu informasi penting yang seharusnya dapat diakses oleh publik setiap waktu. Informasi lifting merupakan informasi penting terutama bagi masyarakat dan pemerintah daerah yang wilayahnya merupakan daerah penghasil Migas. Selain untuk memantau tingkat produksi Migas di wilayahnya, informasi lifting juga dapat dijadikan pegangan oleh Pemda ketika melakukan rekonsiliasi dengan pemerintah pusat. Selain itu, informasi lifting juga bermanfaat bagi Pemda dalam membuat prediksi penerimaan daerah yang akan memudahkan dalam proses perencanaan daerah. Kinerja Lifting Salah satu kinerja lifting Migas kita dapat dilihat pada tabel di bawah ini 17 :
Lifting Minyak dan Kondensat Juta Barel/Tahun
400.0000 342.7600
300.0000 200.0000 100.0000
188.4600 154.3000
0
330.1600
344.9500 217.5000
192.5200 137.6400
2004
2005
2006 Ekspor
215.1900
192.1800 132.9100
127.4500
338.8300
328.0900
123.6400
2007
2008
Domestik
Total
MMBTU Equivalent/Tahun
Lifting Gas Bumi 3000.0000 2250.0000
2141.9800
1500.0000 1605.8199 750.0000
2079.3701
1527.6300
536.1600
0 2004
551.7400
2005
2314.3000
1460.7100
2313.8401
1392.3199
853.5900
921.5200
2006
2007
Ekspor
Domestik
Sumber : Laporan BP Migas, 2009.
38
16
Pasal 22, PP No.35 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Migas
17
sumber : Laporan Tahunan BP Migas, 2009
2439.0901
1377.3700 1061.7200
2008 Total
Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas
ICP (Indonesian Crude Price) Kata lain dari ICP adalah harga minyak mentah Indonesia. ICP merupakan harga rata-rata minyak mentah Indonesia di pasar internasional yang dipakai sebagai indikator perhitungan bagi hasil minyak. ICP merupakan basis harga minyak mentah yang digunakan dalam APBN. ICP ditetapkan setiap bulan dan dievaluasi setiap semester. Sesuai dengan karakteristik dan kualitasnya, sampai dengan saat ini terdapat 50 jenis minyak mentah Indonesia yang masing-masing mempunyai harga yang berbeda. 50 jenis ICP tersebut pada dasarnya terbagi dalam 3 kelompok, yaitu : 1. 8 jenis minyak mentah (SLC, Cinta, Widuri, Duri, Attake, Belida, Arjuna, dan Senipah Condensate), dimana harganya berdasarkan formula ICP yang mengacu pada publikasi APPI, RIM dan PLATTâ&#x20AC;&#x2122;S; 2. 1 jenis minyak mentah (Bontang Return Condensate/BRC) harganya dihitung berdasarkan publikasi MOPS Naphta; 3. 41 jenis minyak mentah lainnya harganya dihitung berdasarkan formula yang mengacu pada 8 jenis ICP tersebut di atas (point 1) Faktor-faktor yang mempengaruhi ICP 18 : 1. ICP sangat dipengaruhi oleh kondisi pasar minyak internasional. 2. Kondisi pasar minyak internasional yang mempengaruhi ICP yaitu : t Faktor fundamental Faktor yang dipengaruhi mekanisme penawaran (produksi, stok, kondisi kilang, fasilitas pipa dan kebijakan produksi) dan permintaan (tingkat pertumbuhan ekonomi, kebutuhan, musim, dan ketersediaan teknologi sumber tenaga alternatif ) t Faktor non-fundamental Faktor lain di luar mekanisme penawaran dan permintaan, seperti : kekhawatiran pasar akibat gangguan politik, keamanan, dan aksi spekulasi di pasar minyak. Mekanisme Penetapan ICP 19 : Sejak periode 1968 s.d. 1989, harga resmi minyak mentah Indonesia (ICP) ditetapkan dengan mengacu Patokan Minyak mentah OPEC dan Penerapan TRP (Tax Reference Price) untuk perhitungan pajak KPS, dan ASP (Agreed Selling Price) - untuk harga ekspor. Sejak April 1989 diberlakukan Formula ICP. ICP ditetapkan oleh pemerintah dalam hal ini oleh menteri yang membawahi bidang perminyakan. 1. Prosedur Penetapan Formula ICP Formula ICP diterapkan atau digunakan untuk menghitung delapan jenis minyak mentah/ kondensat utama Indonesia. Sedangkan untuk jenis minyak mentah Indonesia 18
Bahan Presentasi di situs Direktorat PNBP, DitJen Anggaran, Kementerian Keuangan
19
idem
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
39
lainnya, penetapan ICP-nya dikaitkan dengan delapan jenis minyak mentah tersebut berdasarkan persamaan spesifikasi/kualitas dan berdasarkan pendekatan relative value.
Prosedur Penetapan Formula ICP Surat Usulan Tembusan: Menteri Keuangan & Kepala BP Migas TIM HARGA
Dinas Pengembangan Pasar Migas Divis Pemasaran-BP MigasTim Teknis Tim Harga
Menteri ESDM
Tanggapan/ Masukan
Surat Penetapan Tembusan: - Menteri Keuangan - Kepala BP Migas - PT. Pertamina (Persero) Rencana Perubahan/ Penyesuaian Formula ICP
Pembeli Minyak Mentah dan LNG Buyers Forum Manager Level Meeting
IPA (Indonesian Petroleum Association)
Sumber: Dir. PNBP, Ditjen Anggaran, Kementerian Keuangan, April 2009
2. Prosedur Penetapan Provisional ICP (ICP sementara) Untuk minyak mentah atau kondensat produksi baru, sebelum ditetapkan official ICP oleh Pemerintah (Kementerian ESDM), terlebih dahulu ditetapan provisional ICP. Dasar penetapan provisional ICP adalah mengingat tingkat produksi dan kualitasnya belum stabil (tahap produksi awal). Setelah tingkat produksi dan kualitasnya stabil, akan ditetap official ICP oleh Pemerintah (Kementerian ESDM).
Prosedur Penetapan Provisional ICP (ICP Sementara) Deputi Finek dan Pemasaran BP Migas %JTQPTJTJ 1FSNJOUBBO Usulan
Surat Permintaan/Usulan KKKS
1FOFUBQBO
t 5FNCVTBO LFQBEB ,FQBMB %JWJTJ 1FNBTBSBO t .FMBNQJSLBO 6TVMBO 1SPWJTPOBM *$1 CFSEBTBSLBO FWBMVBTJ ,BKJBO ,,,4 $SVEF 0JM "TTBZ -&.*("4
0QFSBTJPOBM 1SPEVLTJ 1FOZJNQBOBO 'BTJMJUBT &LTQPS 1FNBTBSBO ETC
)BTJM &WBMVBTJ EBO ,BKJBO
Divisi Pemasaran-BP Migas (Dinas Pengembangan Pasar Migas)
Sumber: Dir. PNBP, Ditjen Anggaran, Kementerian Keuangan, April 2009
40
Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas
3. Prosedur Penetapan Official ICP Berikut prosedur penetapan harga official ICP yang ditetapkan oleh Pemerintah, official ICP tersebut adalah untuk suatu jenis minyak mentah atau kondensat baru yang selama ini telah diberlakukan provisional ICP.
Prosedur Penetapan Official ICP KETUA TIM
Sekretaris I & II Tim Harga %JTQPTJTJ 5JOEBL -BOKVU
r %JOBT 1FOHFNCBOHBO 1BTBS .JHBT r %JWJTJ 1FNBTBSBO #1 .JHBT r 5JN 5FLOJT Tembusan
t 5FNCVTBO LFQBEB 4FLSFUBSJT * ** t .FMBNQJSLBO 6TVMBO 0รถDJBM *$1 NJOZBL NFOUBI LPOEFOTBU CBSV BUBV QFOZFTVBJBO IBSHB FYJTUJOH *$1 $SVEF 0JM "TTBZ -&.*("4
0QFSBTJPOBM 1SPEVLTJ 1FOZJNQBOBO EBO 'BTJMJUBT &LTQPS ETC
Pengolahan
)BSHB NFOVSVU 1FOHPMBIBO "LBO EJPMBI EJ LJMBOH BUBV UJEBL
KKK
)BTJM &WBMVBTJ EBO ,BKJBO
KKKS mengirimkan Surat Permintaan/Usulan Penetapan Official ICP kepada Ketua Tim Harga
&WBMVBTJ EBO ,BKJBO
Tanggapan
%JTQPTJTJ
Tanggapan
TIM 4VSBU usulan
4VSBU 1FSTFUVKVBO
Menteri ESDM
&WBMVBTJ EBO ,BKJBO ,,,4 NFMBLVLBO QSFTFOUBTJ NFODBLVQ 1SPEVLTJ 'BTJMJUBT TUPSBHF EBO FLTQPS - Rencana Pemasaran - Respon Pasar Pemasaran ETC
LNG
&WBMVBTJ EBO ,BKJBO %BNQBL UFSIBEBQ )BSHB &LTQPS -/(
Sumber: Dir. PNBP, Ditjen Anggaran, Kementerian Keuangan, April 2009
4. Proses Usulan Penetapan ICP Baru dan Penyesuaian Existing ICP (individual)
Proses Usulan Penetapan Harga Minyak Mentah (ICP) Baru dan Penyesuaian Existing ICP KKKS mengirimkan Surat Permintaan Penetapan Harga ICP kepada Ketua Tim Harga
t %FOHBO UFNCVTBO LFQBEB 4FLSFUBSJT * ** t .FMBNQJSLBO 6TVMBO IBSHB *$1 NJOZBL NFOUBI CBSV BUBV QFOZFTVBJBO IBSHB FYJTUJOH *$1 CFSEBTBSLBO FWBMVBTJ LBKJBO ,14 $SVEF 0JM "TTBZ $PSFMBZ -&.*("4
0QFSBTJPOBM 1SPEVLTJ EBO 1FOHBQBMBO
KETUA TIM HARGA &WBMVBTJ EBO ,BKJBO
Sekretaris I & II
Pengolahan Pertamina
t )BSHB NFOVSVU 1FOHPMBIBO t "LBO EJPMBI EJ LJMBOH BUBV UJEBL
Tim Teknis
KPS t &WBMVBTJ EBO ,BKJBO t ,,,4 NFMBLVLBO QSFTFOUBTJ NFODBLVQ 1SPEVLTJ 'BTJMJUBT TUPSBHF EBO FLTQPS - Rencana Pemasaran - Respon Pasar Pemasaran ETC
.FMBLVLBO &WBMVBTJ EBO ,BKJBO )BTJM &WBMVBTJ Tanggapan EBO ,BKJBO
Tim Harga
Meneri ESDM
t &WBMVBTJ EBO ,BKJBO t %BNQBL UFSIBEBQ )BSHB &LTQPS -/(
LNG Pertamina
Sumber: Dir. PNBP, Ditjen Anggaran, Kementerian Keuangan, April 2009
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
41
Formulasi ICP 20 : 1. 1. Formulasi ICP harus memenuhi empat prinsip utama : t fairness & transparency (jelas, objektif, dan transparan); t International competitiveness (dapat bersaing dengan harga minyak mentah dari kawasan atau negara lain); t Stability (formula relatif stabil dan ICP yang dihasilkan dari formula tidak fluktuatif); t Continuity (diberlakukan dalam periode yang cukup panjang) 2. Untuk memenuhi 4 prinsip dimaksud, formula ICP mengacu pada publikasi yang diterbitkan oleh lembaga independen internasional (APPI, RIM dan PLATT’S) 3. Metode assesment harga minyak mentah Indonesia : APPI
RIM & PLATT’S
Input
Panelis (producers, traders & Rapporteur (laporan) refiners)
Publikasi
2 x dalam seminggu
Harian
Fokus indikasi harga
Pasar Asia Pasifik
RIM: Pasar Jepang dan (Asia Pasifik) PLATT’S: pasar internasional
4. Formula ICP diberlakukan sejak april 1989, yang dalam perkembangannya terus dievaluasi untuk dilakukan penyesuaian 5. Sampai dengan saat ini telah dilakukan delapan kali penyesuaian 6. Penyesuaian formula harga dilakukan untuk : t merefleksikan perkembangan pasar t mengoptimalkan penerimaan negara t kelancaran operasional Penyesuaian existing ICP minyak mentah/kondensat, dapat dilakukan jika terjadi : t perubahan spesifikasi t Adanya pencampuran dengan minyak mentah/kondensat lainnya, yang mengakibatkan perubahan spesifikasi t Perubahan nilai serap pasar (premium/discount) 7. Untuk menjaga akurasi dari ICP agar dapat mencerminkan harga sebenarnya, setiap enam bulan tim harga melakukan evaluasi kinerja dari hasil publikasi-publikasi yang dijadikan acuan pada formulasi ICP dengan publikasi-publikasi lainnya serta membandingkan dengan perbandingan harga minyak tertentu dari beberapa publikasi yang ada. 8. Formula ICP yang berlaku saat ini : Periode Juli 2007 -- Juni 2009 (24 bulan) ICP = 50% RIM + 50% PLATT’S Keterangan : RIM : Badan Independen berpusat di Tokyo dan Singapore yang menyediakan data harga minyak untuk pasar Asia Pasifik dan Timur Tengah PLATT’S : Penyedia jasa informasi energi yang berpusat di Singapura 20
42
ibid
Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas
Perkembangan Harga Minyak Mentah Indonesia 21 : Kinerja Formula ICP 22 :
Perkembangan Harga Minyak Mentah Indonesia dan Internasional Tahun 2003-2009
US$/brl
120 Basket OPEC Rata2 ICP Brent (IPE) WTI (NYMEX) ICP Sumatera Light Crude (SLC)
100 80 60 40 20 0
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009*
Keterangan: 1. Spesifikasi/kualitas minyak mentah Brent dan WTI lebih baik dari rata-rata minyak Indonesia sehingga harganya lebih baik dari harga minyak mentah Indonesia 2. SLC adalah benchmark (patokan utama) minyak mentah Indonesia (produksi terbesar) 3. (*) Status s.d bulan Februari 2009
Sumber: Dir. PNBP, Ditjen Anggaran, Kementerian Keuangan
Perkembangan Rata-rata ICP terhadap Harga Minyak WTI & Brent Periode Juli 2007- Februari 2009 (20 bulan) US$/brl
140.00 WTI/NYMEX Brent (IPE) Rata-rata ICP
113.75
87.50
61.25
35.00
Jul 07 Aug
Sep
Okt
Nov
Des Jan 08 Feb Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Aug
Sep
Okt
Nov
Des
Jan 09 Feb
Sumber: Dir. PNBP, Ditjen Anggaran, Kementerian Keuangan
21
ibid
22
ibid
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
43
First Trance Petroleum (FTP) Terdapat kebutuhan negara untuk segera mendapatkan bagian produksi Migas tanpa harus menunggu sampai KPS untung. Padahal, KPS membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk mencapai keuntungan. Hal tersebut dikarenakan biaya yang harus ditutup oleh pendapatan dari lifting meliputi biaya yang terjadi pada tahun berjalan maupun tahuntahun sebelumnya yang merupakan sunk cost (biaya yang sudah terjadi sebagai konsekuensi dari kegiatan usaha). Untuk mengatasi hal ini, negara memasukkan unsur First Trance Petroleum (FTP) kedalam PSC. FTP merupakan jaminan bagi negara (dan KPS) untuk segera memperoleh bagi hasil produksi migas, sebagai keuntungan yang diterima dimuka, meskipun dalam kenyataannya KPS belum mampu meraih keuntungan. FTP dinyatakan dalam prosentase tertentu dari nilai lifting. Sebagai contoh, FTP 20% berarti sejumlah 20% dari nilai lifting dalam suatu periode dapat langsung dibagikan kepada negara (dan KPS) sebagai keuntungan dimuka, tanpa mempertimbangkan apakah KPS telah meraih tingkat keuntungan. Jadi, meskipun angka lifting lebih rendah daripada biaya yang harus dibebankan dalam suatu periode, negara dan KPS tetap mendapatkan porsi bagian produksi terlebih dahulu 23. Pembagian produksi Migas diantara pemerintah dan kontraktor mengikuti porsi yang telah disepakati dalam Production Sharing Contract (PSC), misalnya 85% : 15% untuk minyak dan 60% : 40% untuk gas, bersih setelah pajak (net after tax). Arti dari pembagian porsi diatas adalah: 85% hasil produksi minyak dan atau 60% produksi gas adalah untuk negara. Sisanya, yakni: 15% hasil produksi minyak dan atau 40% hasil produksi gas adalah untuk KPS. Cost Recovery Biaya operasi yang timbul dalam pelaksanaan kontrak PSC diganti atau ditanggung oleh pemerintah. Kontraktor membayar terlebih dahulu (menalangi) nilai pengeluaran untuk biaya operasi. Selain menyediakan dana, kontraktor wajib menyediakan teknologi, peralatan dan keahlian yang diperlukan untuk eksplorasi dan eksploitasi migas dan menanggung semua risiko yang timbul. Penggantian biaya operasi oleh pemerintah dalam perhitungan bagi hasil disebut sebagai Cost Recovery. Pendapatan yang diperhitungkan dalam perhitungan bagi hasil adalah nilai pendapatan yang merupakan nilai produksi atau lifting yang biasanya merupakan nilai pengiriman/ penyerahan untuk ekspor maupun domestik dari minyak dan gas bumi. Sementara itu, jumlah biaya yang merupakan cost recoverable selama tahun tertentu terdiri dari : 1. Investment Credit Insentive. Investment Credit adalah insentif yang diberikan oleh pemerintah kepada kontraktor untuk merangsang kontraktor menambah investasinya. Insentif diberikan berupa pengembalian (recovery) sejumlah nilai tertentu (biasanya sebesar persentase tertentu yang ditetapkan dalam kontrak) dari investasi yang langsung berhubungan dengan pembangunan fasilitas produksi 23
44
Sumber : dikutip dari tulisan Viet Rochman Mudiarto, www.akuntansi-psc.blogspot.com
Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas
migas (direct production oil/ gas facilities). 2. Cost Recovery (CR) yang merupakan biaya operasi yang dimintakan penggantiannya yang terdiri atas biaya eksplorasi, biaya produksi (termasuk penyusutan), dan biaya administrasi (termasuk interest recovery). Tabel di bawah ini menggambarkan nilai cost recovery dalam realisasi perhitungan bagi hasil operasi minyak bumi selama periode 2001-2005. Tabel Perhitungan Bagi Hasil Dari Operasi Minyak Bumi (Oil Operation) Keterangan Lifting Ribu Barrels (MMBL) Revenue (USD 000)
2001
2002
2003
2004
2005
436.402
407.136
367.835
337.070
364.375
10.305.587 10.009.023 10.557.198 12.354.540 19.203.739
Cost Recovery (USD 000)
2.729.609
3.055.054
3.177.983
3.181.713
ETBS (USD 000)
7.575.978
6.953.969
7.379.215
9.172.827 14.845.207
6.599.327
6.288.679
6.691.213
8.267.043 13.015.574
976.651
665.290
688.002
Government Share (USD 000) Contractor Share (USD 000)
905.784
4.358.532
1.829.633
Sumber : Diolah dari Laporan BP MIGAS
Tabel di atas menggambarkan adanya kenaikan nilai pendapatan negara dari penambangan minyak dan gas bumi selama periode 2001-2005. Sumber utama dari kenaikan penerimaan itu adalah akibat dari kenaikan harga kedua komoditi itu di pasar dunia. Kedua tabel itu menggambarkan bahwa kenaikan volume lifting minyak dan gas bumi tidak begitu besar. Lambatnya kenaikan produksi migas itu, antara lain adalah karena lambatnya kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas karena adanya gangguan pada stabilitas nasional sejak terjadinya krisis perekonomian tahun 1997-1998. Berbagai Masalah dalam Penerapan Konsep Cost Recovery Permasalahan yang mungkin timbul dari penerapan konsep cost recovery antara lain : 1. Adanya upaya untuk menghindari pembayaran pajak (tax avoidance), menggelapkan pajak (tax evasion), maupun ketidakpatuhan terhadap aturan pajak (noncompliant). 2. Laporan atas pendapatan yang terlalu rendah (missreporting) 3. Perhitungan biaya yang terlalu tinggi (mark up) 4. Praktek transfer pricing (penjualan minyak dengan harga lebih rendah kepada anak perusahaan atau perusahaan yang terafiliasi kepada perusahaan tersebut) 5. Perbedaan penafsiran terhadap hal-hal yang tidak diperhitungkan atau dikecualikan
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
45
(exemption) dalam perhitungan besarnya beban pajak ataupun komponen yang dapat dikurangkan (deduction) dari perhitungan beban tersebut. Dengan demikian, untuk permsalahan-permasalahan yang dapat merugikan penerimaan negara tersebut, perlu memperhatikan hal-hal berikut ketika mendesain maupun mengontrol pelaksanaan cost recovery : 1. Bagaimana laporan tentang produksi (lifting) migasnya? 2. Bagaimana pemasaran produk tersebut, dilihat dari volume, harga yang berlaku, serta kemungkinan terjadinya transfer pricing? 3. Komponen-komponen apa saja yang masuk dalam perhitungan biaya yang dapat dicover (recoverable cost)? 4. Dalam pengadaan barang dan jasa perlu juga dicek apakah ada kemungkinan terjadinya over pricing dari supplier milik sendiri? 5. Komponen apa saja yang dapat dikecualikan (exemption) dalam menghitung biayabiaya yang akan dicover? 6. Komponen apa saja yang dapat dikeluarkan (deductables) dari perhitungan biaya ? Jika perhitungan cost recovery tidak cermat dan definisinya tidak tegas, akan dapat merugikan pemerintah atau perusahaan Migas. Di satu pihak, biaya yang dapat dibayar kembali (recoverable cost) itu seyogyanya dapat memberikan insentif bagi perusahaan Migas dalam melakukan kegiatan usahanya yang berisiko tinggi tersebut. Di pihak lain, biaya produksi yang tidak rasional akan mengurangi equity to be split (ETBS) sehingga mengurangi resiko porsi yang akan dibagi oleh pemerintah dengan perusahaan Migas. Dalam biaya produksi yang terlalu tinggi itu, perusahaan bisa saja telah mengambil keuntungan terlebih dahulu yang disembunyikan dalam bentuk biaya. Praktik seperti ini akan merugikan pemerintah. Temuan BPK-RI selama periode 2004-2005 Hasil pemeriksanaan BPK-RI atas cost recovery beberapa KKKS untuk tahun buku 2004 dan 2005 mencerminkan masih perlunya peningkatan kontrol BPMIGAS dan Kementerian ESDM pada implementasi cost recovery. Hasil pemeriksaan itu sudah disampaikan ke DPR-RI per 8 Agustus 2006. Nilai seluruh Temuan Pemeriksaan BPK itu lebih dari Rp 14,20 Triliun. Jumlah ini merupakan nilai koreksi pengurangan cost recovery yang direkomendasikan BPK-RI untuk perhitungan bagi hasil sesuai kontrak PSC pada lima KKKS tersebut di atas. Cost recoverable yang terlalu tinggi itu telah mengurangi porsi pemerintah atas penambangan minyak dan gas bumi.
Domestic Market Obligation (DMO) Domestic Market Obligation diatur dalam peraturan pemerintah No 35 tahun 2004, Bab V Pasal 46, yaitu kontraktor ikut bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan minyak bumi untuk keperluan dalam negeri, di mana besaran kewajiban kontraktor adalah paling banyak 25 % dari bagiannya. Besaran tetap dari persentase DMO ini ditetapkan oleh Menteri. Besarnya DMO ini adalah hasil penjumlahan contractor share dengan FTP
46
Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas
ke kontraktor dikalikan dengan persen kewajiban kontraktor. Hasil perkalian ini kemudian dikalikan dengan (1-0.1) atau 0.9 , dimana 0.9 adalah faktor pengali bahwa sebesar 10% dari kewajiban kontraktor dibayar pemerintah berdasarkan harga pasar internasional atau hanya 90% saja yang diserahkan ke Indonesia. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut: DMO = 0.25*(CS)*0.9 DMO dalam sejarah PSC di Indonesia seperti berikut : 1. Pada PSC generasi I (1965-1978) : DMO tanpa grace period 2. Pada PSC generasi II (1978-1988) : DMO dengan harga pasar untuk 5 tahun 3. Pada PSC generasi III (1988 - sekarang) : DMO bervariasi antara harga ekspor. Berkenaan dengan putusan Mahkamah Konstitusi mengenai DMO terhadap UU No. 22/2001. Di mana pasal 22 butir (1) yang berbunyi “Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib menyerahkan paling banyak 25% (dua puluh lima persen) bagiannya dari hasil produksi minyak bumi dan/atau gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri”. Setelah dilakukan uji materiil terhadap UU migas tersebut, dalam amar putusannya MK menyatakan bahwa ketentuan pasal 22 ayat (1) UU Migas sepanjang mengenai katakata ‘paling banyak’ bertentangan dengan UUD 1945. Dengan demikian pasal 22 ayat (1) tersebut seharusnya berbunyi : “Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib menyerahkan paling banyak 25% (dua puluh lima persen) bagiannya dari hasil produksi Minyak Bumi dan/ atau Gas Bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. (Putusan MK No.002/PUU-I/2003 tentang Uji Materiil UU Migas/Berita Negara RI No. 01/2005) Implikasi dari putusan tadi adalah pemerintah harus mengubah UU Migas dengan mewajibkan Badan Usaha maupun Bentuk Usaha Tetap menyerahkan 25% dari total produksinya kepada pemenuhan kebutuhan dalam negeri (Domestic Market Obligation/ DMO). Karena UU Migas belum diubah hingga saat ini, Menteri ESDM kemudian mengeluarkan peraturan teknis untuk mengatur persoalan DMO tersebut, antara lain dapat dilihat pada PERMEN ESDM No. 02/2008 pada 5 Februari 2008 yang berbunyi : Pasal 1 : Kontraktor berkewajiban menyerahkan 25% (dua puluh lima persen) bagiannya dari hasil produksi minyak dan gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri; Pasal 2 : Kewajiban penyerahan oleh Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dilaksanakan setelah dimulainya produksi komersial. Pasal 3 : Kewajiban penyerahan 25 % (dua puluh lima persen) bagian Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ditetapkan sebagai berikut : (a) untuk minyak bumi diberikan Domestic Market Obligation fee (DMO fee) sesuai dengan Kontrak Kerja Sama; (b) untuk gas bumi diberlakukan harga sesuai kontrak penjualan gas bumi pada Wilayah Kerjanya; Pasal 4 : Terhadap kewajiban penyerahan 25% (dua puluh lima persen) bagian kontraktor sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 huruf a diberikan insentif DMO fee sesuai harga pasar dalam jangka waktu untuk 60 (enam puluh) bulan berturutturut sejak dimulainya masa produksi komersial.; Pasal 5 : Dengan pertimbangan teknis dan ekonomis, kontraktor melalui Badan Pelaksana dapat mengusulkan kepada Menteri mengenai perubahan saat dimulainya pemberlakuan insentif DMO fee sesuai harga pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
47
Pajak Migas Badan Usaha atau Badan Usaha Tetap (kontraktor) yang melaksanakan kegiatan usaha hulu berupa ekplorasi dan eksploitasi wajib membayar sejumlah Penerimaan Negara Berupa Pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak. Pembayaran pajak tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku pada saat kontrak kerja sama ditandatangani atau ketentuan perpajakan yang berlaku 24. Ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No. 28 Tahun 2007 25, menyebutkan: â&#x20AC;&#x153;Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyatâ&#x20AC;? Kewajiban kontraktor migas untuk membayar pajak juga diatur dalam PP No. 35 Tahun 1994 tentang Syarat-Syarat dan Pedoman Kerjasama Kontrak Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi, Pasal 17: (1) Kontraktor wajib menyerahkan dari bagiannya secara prorata untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak dan atau gas dalam negeri sesuai kebijaksanaan yang ditetapkan Menteri; (2) Kontraktor wajib membayar pajak-pajak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku atas perolehan bagiannya. Pajak Pengusahaan Migas di Indonesia Sampai saat ini, pajak yang dikenakan pada pengusahaan migas di Indonesia hanya berupa Pajak Penghasilan (PPh). Pengenaan pajak penghasilan kontraktor ini terkait erat dengan besarnya bagian kontraktor dari pembagian hasil produksi minyak dan gas bumi antara Negara dengan kontraktor 26. Hal ini sesuai dengan Pasal 1 UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan UU No. 17 Tahun 2000, yang menyebutkan bahwa Pajak Penghasilan dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan dan badan berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak. Besarnya pajak penghasilan pada awalnya sebesar 56%, namun pada tahun 1984, Indonesia mengeluarkan peraturan pajak baru yang menetapkan pajak penghasilan dalam kontrak bagi hasil adalah sebesar 48% dan diberlakukan untuk kontrak bagi hasil yang ditandatangani pada Tahun 1988 27. Sementara itu, untuk kontrak bagi hasil yang ditandatangani setelah tahun 2000, sesuai dengan UU Pajak Penghasilan Nomor 17 Tahun 2000, ditentukan bahwa tarif PPh yang diberlakukan adalah sebesar 44%. Hal ini dengan pertimbangan bahwa kontraktor (Migas) adalah merupakan suatu â&#x20AC;&#x153;bentuk usaha tetapâ&#x20AC;?
48
24
pasal 31 ayat (1), (2), (3) dan (4), UU No.22 Tahun 2001 tentang Migas, LN No.66 Tahun 2001
25
Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas UU No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, LN No. 85 Tahun 2007, TLN No.4740
26
Rudi M Simamora, Hukum Minyak dan Gas Bumi, Djambatan 2000, hal 63 dalam artikel Pajak Migas_BPK.
27
Mumun Muhajir, Analisis Atas Ketentuan PSC, diakses dari http://kataloghukum.blogspot.com tanggal 11 juni 2008, dalam artikel Pajak Migas, BPK.
Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas
(BUT) 28, sehingga pajak penghasilan yang harus dibayar adalah 30% x penghasilan bersih29 + 20% x (70% dari penghasilan bersih)30 , sehingga beban pajaknya adalah 44% dari penghasilan bersih. PPh dibayarkan langsung oleh kontraktor kepada pemerintah 31. Prinsip Perhitungan dan Pemungutan Pajak Migas Terdapat beberapa prinsip terkait pajak yang diterapkan dalam kontrak bagi hasil, yaitu antara lain: 1. â&#x20AC;&#x153;Prosentase pembagian adalah angka akhir setelah dipotong pajak dan perhitungan cost recoveryâ&#x20AC;?. Hasil produksi setelah dikurangi biaya operasi dibagi antara Negara dan kontraktor dengan pembagian umumnya 85% untuk Negara dan 15% untuk kontraktor pada hasil produksi minyak dan 65% untuk Negara dan 35% untuk kontraktor pada hasil produksi gas.32 2. â&#x20AC;?Kontraktor wajib membayar pajak penghasilan secara langsung kepada pemerintah Indonesiaâ&#x20AC;?, sebelumnya pajak penghasilan dibayarkan oleh Pertamina atas nama kontraktor kepada Pemerintah. 3. Dalam kontrak bagi hasil yang lama, bagi hasil yang diterapkan adalah 85%:15% dengan tarif pajak yang berlaku pada umumnya adalah 48%. Dengan demikian pembagian pendapatan antara Negara dan kontraktor adalah 71,15% dan 28,85% sehingga setelah dikurangi pembayaran kewajiban pajak dan pengembalian biaya operasi pembagian tetap menjadi 85% & 15%. Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut: (a) Hasil produksi minyak = 1000 (b) Cost recovery = 350 (c) Equity to be split (ETBS) = 650 (1000 â&#x20AC;&#x201C; 350) (d) Bagian Negara sebelum pajak = 71.15% x 650 = 462,50 28
UU No.17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, Pasal 2 ayat (5) huruf g menyatakan bahwa bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pengeboran yang digunakan untuk eksplorasi pertambangan
29
Ibid, Pasal 17 ayat (1) huruf b menyebutkan Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak badan atau bentuk usaha tetap diatas Rp100.000.000,00 sebesar 30%
30
Ibid, Pasal 26 ayat (4) Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dikenakan pajak sebesar 20% (dua puluh persen), kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan
31
Pada awalnya pajak penghasilan dibayarkan oleh Pertamina atas nama kontraktor kepada Pemerintah. Namun pada Tahun 1976, Pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan IRS (Internal Revenue Service) baru yang membuat perusahaan minyak Amerika tidak masuk dalam daftar perusahaan yang mendapatkan tax credit (istilahnya foreign tax credit). Hal ini disebabkan karena pembayaran pajak penghasilan yang dilakukan oleh kontraktor (tapi dilakukan oleh Pertamina) tidak bisa diperhitungkan sebagai tax credit. Untuk membantu perusahaan Amerika tersebut, maka pemerintah Indonesia berbaik hati melakukan perubahan pada isi kontrak kerja sama bagi hasil (sehingga disebut kontrak bagi hasil generasi kedua) dengan mewajibkan pada kontraktor untuk membayar pajak penghasilannya langsung kepada pemerintah.
32
Rudi M Simamora, Op.Cit, hal 96
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
49
(e) Bagian Kontraktor sebelum pajak = 28.85% x 650 = 187,50 (f ) Pajak = 90 (48% x 187,50) (g) Bagian kontraktor setelah pajak = 187,50 â&#x20AC;&#x201C; 90 = 97,50 (15% x ETBS) (h) Bagian Negara setelah pajak = 462,50 + 90 = 552,50 (85% x ETBS) Atas dasar ketentuan UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah dirubah dengan UU No.17 Tahun 2000, dimana tarif pajak penghasilan untuk kontraktor sebagai bentuk usaha tetap adalah sebesar 44%, maka pembagian pendapatan antara Negara dan kontraktor adalah sekitar 73,15% dan 26,85% sehingga setelah dikurangi pembayaran kewajiban pajak dan pengembalian biaya operasi pembagian tetap menjadi 85% dan 15%. Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut: (a) Hasil produksi minyak = 1000 barel (b) Cost recovery = 350 barel (c) Equity to be split (ETBS) = 650 barel (1000 â&#x20AC;&#x201C; 350) (d) Bagian Negara sebelum pajak = 73,15% x 650 = 475,47 barel (e) Bagian Kontraktor sebelum pajak = 26,85% x 650 = 174,52 barel (f ) Pajak = 76,78 (44% x 174,52) (g) Bagian kontraktor setelah pajak = 174,52â&#x20AC;&#x201C;76,78 = 97,74 (15% x ETBS) (h) Bagian Negara setelah pajak = 475,47 + 76,78 = 552,25 (85% x ETBS) (contoh perhitungan untuk atas pengusahaan minyak) Perhitungan sederhana di atas menunjukkan besaran pajak yang dikenakan sangat mempengaruhi bagian Pemerintah dan bagian kontraktor. Pada contoh perhitungan pertama di mana bagi hasil 85:15 dengan tarif pajak 48% maka bagian Negara sebenarnya 71,15% : 28,85%, sedangkan pada contoh perhitungan kedua di mana bagi hasil 85:15 dengan pajak 44% maka yang dibagi sebenarnya adalah 73,15% : 26,85%. Hal ini menunjukkan dengan menggunakan prinsip bagi hasil yang sama, penurunan tarif pajak justru akan meningkatkan bagian Pemerintah dan mengurangi bagian kontraktor.33 Perhitungan-perhitungan tersebut memiliki konsekuensi menurunnya tingkat investasi sektor migas karena penurunan pajak justru berakibat pada menurunnya bagian kontraktor. Pada praktiknya, kontraktor akan membayar pajak tersebut setelah menjual terlebih dahulu bagiannya. 4) Pasal 6 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2000 mengatur bahwa pajak-pajak selain pajak penghasilan boleh dikurangkan sebagai biaya. Dalam kontrak kerja sama diatur beberapa kewajiban yang harus dipenuhi kontraktor, antara lain bonus yang wajib dibayar kepada pemerintah, yang berupa: a) Signature bonus, yaitu kompensasi yang harus dibayar kepada pemerintah RI saat KKS telah disetujui;
33
50
Chandar Budi, Memahami Pajak Migas, diakses dari http://www.sinarharapan.co.id tanggal 15 Juli 2008
Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas
b) Production bonus, pembayaran oleh kontraktor apabila secara akumulatif produksi telah mencapai tingkat tertentu, dan; c) Pembayaran lain, kewajiban kontraktor untuk menyediakan peralatan atas jasa yang diperlukan oleh pemerintah RI dalam tahun pertama kontrak. Berpedoman pada Pasal 6 ayat (1) UU No.17 Tahun 2000, meskipun pengeluaran kena pajak kontrak kerja sama sebagaimana disebutkan di atas tidak boleh dimasukkan dalam operating cost, untuk penghitungan PPh, pajak atas pengeluaran-pengeluaran tersebut dapat dibebankan sebagai biaya 34.
34
klikPAJAK, Menyimak Kebijakan PPh Dalam UU Migas, diakses tanggal 4 Juli 2008
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
51
52
BAGIAN III
Menghitung Aliran Pendapatan Migas
BAGIAN III
Menghitung Aliran Pendapatan Migas
P
ada bagian ketiga ini, partisipan diajak untuk menghitung pendapatan Minyak dan Gas Bumi, baik pendapatan negara, pendapatan daerah maupun pendapatan yang diperoleh dari penyertaan modal. Bagian ini disajikan dalam 3 sesi, yakni : sesi (5) : Menghitung Bagi Hasil Migas : Kontraktor - Pemerintah; Sesi (6) Menghitung Bagi Hasil Migas : Pemerintah Pusat - Daerah; dan Sesi (7) Menghitung Bagi Hasil Investasi dan Penyertaan Modal (Participating Interest)
Sesi 5 : Menghitung Bagi Hasil Migas: Kontraktor-Pemerintah Tujuan
Memahami dan mempunyai keterampilan dalam menghitung bagi hasil antara pemerintah dengan kontraktor Migas
Waktu
90 Menit
Metode
1. 2. 3.
Bahan Bacaan
54
Membaca bahan bacaan Menyelesaikan Lembar Kerja melalui kerja kelompok Diskusi forum dan rekomendasi sesi
5.1. Menghitung Bagi Hasil Migas : Kontraktor -- Pemerintah
Lembar Kerja
Lembar Kerja 5.1
Alat & Bahan
Alat Tulis, Alat Tempel, Kertas Plano, Metaplan, LCD Proyektor, Laptop, kalkulator
Bagian III : Menghitung Aliran Penerimaan Migas
TAHAPAN FASILITASI : 1. Pengantar t Fasilitator menjelaskan secara umum tujuan, alur dan alokasi waktu pada sesi ini. Kemudian fasilitator mempersilahkan partisipan untuk bertanya dan memberi masukan jika diperlukan. (waktu : 5 menit) 2. Membaca Bahan Bacaan t Fasilitator membagikan Bahan Bacaan 5.1. (Menghitung Bagi Hasil Migas : Kontraktor -- Pemerintah) kepada seluruh peserta, kemudian bersama-sama membaca bahan bacaan (waktu : 5 menit) t Fasilitator memandu forum untuk mendiskusikan Bahan Bacaan (waktu : 20 menit) 3. Menyelesaikan Lembar Kerja Secara Berkelompok t Fasilitator membagi peserta menjadi kelompok yang proporsional (satu kelompok terdiri atas 4 sampai 6 orang) t Fasilitator membagi lembar kerja kepada setiap kelompok, kemudian mempersilakan tiap kelompok untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan petunjuk pada lembar kerja yang ada (waktu : 30 menit) t Fasilitator meminta perwakilan tiap kelompok untuk menuliskan hasil perhitungan pada kertas plano yang tersedia. 4. Diskusi Forum dan Rekomendasi Sesi t Fasilitator memandu forum untuk mendiskusikan jawaban dan hasil kerja tiap-tiap kelompok, fasilitator meminta perwakilan tiap kelompok untuk mempresentasikan dan menjelaskan hasil perhitungannya t Fasilitator memandu forum untuk merangkum dan menemukan hal-hal penting dan titik -titik kunci dari perhitungan bagi hasil Migas antara pemerintah dengan kontraktor t Fasilitator menuliskan persoalan dan kata-kata kunci dari diskusi forum pada kertas plano yang tersedia (bisa berupa tulisan atau bagan sederhana untuk memudahkan ingatan peserta) t Alokasi waktu : 30 menit
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
55
BAHAN BACAAN 5.1
Menghitung Bagi Hasil Migas : Kontraktor -- Pemerintah Penghitungan dan Pencatatan Bagi Hasil Migas antara Pemerintah dengan Kontraktor dilakukan oleh Direktorat PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), Ditjen Anggaran, Kementerian Keuangan. Perhitungan Bagi Hasil antara pemerintah dengan kontraktor dilakukan atas dasar ketentuan yang berlaku dalam kontrak (KKS/PSC) dari masing-masing Wilayah Kerja (Blok) Migas. Hal-hal mendasar yang perlu diperhatikan sebelum melakukan perhitungan adalah : 1. Pahami variabel-variabel dalam perhitungan serta satuannya, misal : cost recovery menggunakan satuan USD bukan barel. 2. Pahami pengertian atau definisi dari setiap variabel perhitungan 3. Pahami Kementerian (Departemen) yang terlibat serta kewenangannya terhadap datadata yang dibutuhkan dalam perhitungan. Misal : data lifting tidak dapat diperoleh di Kementerian Keuangan melainkan di Kementerian ESDM 4. Perhatikan alur perhitungannya, rumusnya, serta variabel-variabel yang menjadi pengurang, penambah maupun pembagi dari perhitungan tersebut. Mekanisme Perhitungan bagi hasil serta Kementerian yang terlibat di dalam mekanisme perhitungan tersebut dapat dilihat pada bagan berikut :
Mekanisme Perhitungan Bagi Hasil Migas Lifting
SK Daerah Penghasil SDA Migas
Gross Revenue Equity to be split
Contractor Settlement
Cost Recovery
Entitlement Pemerintah
Corporate Tax 35% 18,75%
Perhitungan PNBP per KKS yang terdiri dari: &OUJUMFNFOU 1FNFSJOUBI EJLVSBOHJ %PNFTUJD .BSLFU 0CMJHBUJPO %.0
'FF 6TBIB )VMV .JHBT 1BKBL QBKBL 11/ 1##
#FB .BTVL 1BKBL %BFSBI EBO 3FUSJCVTJ %BFSBI 0WFS 6OEFS -JGUJOH
PNBP per KKS
Branch Profit Tax 20%
Net Contractor Share 15%
DJA-Depkeu
ESDM
30-35% Penerimaan APBN
PNBP per daerah Bag Pusat 85% DJPK-Depkeu
Sumber: Dir. PNBP, Ditjen Anggaran, Kementerian Keuangan
56
Bag Daerah 15% 6% penghasil, 6% kabupaten kota lain, 3% propinsi
Bagian III : Menghitung Aliran Penerimaan Migas
Kementerian yang terkait dan alur perhitungan Bagi Hasil Migas dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Kementerian ESDM mendapat data-data teknis dari BPMIGAS berupa : Jumlah Lifting, Cost Recovery, Investment Credit, serta Equity To Be Split/ETBS. 2. Kementerian ESDM kemudian melakukan pembagian antara kontraktor dengan pemerintah sesuai dengan kesepakatan bagi hasil yang terdapat dalam Kontrak Kerja Sama (PSC), sehingga diperoleh Entitlement Pemerintah (Government Entitlement) 3. Direktorat PNBP, Ditjen Anggaran, Kementerian Keuangan kemudian melakukan perhitungan PNBP Per KKS, dengan rumus : Entitlement Pemerintah dikurangi dengan DMO, Fee Usaha Hulu Migas, Pajak2 (PPN, PBB), Bea Masuk, PDRD, dan (+/-) Over atau Under Lifting. 4. Akhirnya diperoleh bagian bersih pemerintah dari tiap Wilayah Kerja/Blok yang disebut PNBP Per KKKS. Langkah-Langkah Perhitungan : A. Menghitung Bagian Pemerintah dan Kontraktor 1. Carilah data-data awal sebagai data yang diketahui, yakni : Variabel Data
Satuan
Sumber
Lifting
Barel Oil
BP Migas/ESDM
ICP
USD /Barel
BP Migas/ESDM
Investment Credit
USD
BP Migas
Cost Recovery
USD
BP Migas
Bagi Hasil (Pemerintah-Kontraktor)
USD
BP Migas/ESDM (Dokumen Kontrak/PSC)
Nilai Kurs
USD, Rp
Bank Indonesia
2. Hitunglah FTP (First Trance Petroleum) FTP = 20% (Lifting) FTP Pemerintah = % bagi hasil pemerintah x FTP FTP Kontraktor = % bagi hasil kontraktor x FTP Satuan FTP bisa berupa Barel Oil (jika belum dijual) atau USD (jika telah dijual) 3. Hitunglah Pendapatan Kotor (Gross Revenue) Rumus : GR = Lifting x ICP Satuannya : Barel Oil x USD/Barel Oil = USD 4. Hitunglah Equity to Be Split Rumus : ETBS = GR - FTP - Investment Credit - Cost Recovery Satuannya : USD-USD-USD-USD = USD
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
57
5. Hitunglah Entitlement Pemerintah Entitlement Pemerintah = % bagi hasil pemerintah x ETBS satuannya : % x USD = USD 6. Hitunglah Contractor Entitlement Entitlement Kontraktor = % bagi hasil kontraktor x ETBS satuannya : % x USD = USD B. Menghitung Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) 1. Carilah data-data awal sebagai data yang diketahui, yakni : Variabel Data
Satuan
Sumber
DMO Fee
Rp
PNBP, Kemenkeu
Fee Usaha Hulu Migas
Rp
BP Migas, ESDM, Kemenkeu
Pajak-Pajak (PPN, PBB)
Rp
BP Migas, Ditjen Pajak-Kemenkeu
Bea Masuk
Rp
Ditjen Bea Cukai-Kemenkeu
PDRD
Rp
Pemda
Over/Under Lifting
Rp
BP Migas, ESDM
2. Hitunglah PNBP Migas Rumus : PNBP = Entitlement Pemerintah - DMO Fee - Fee Hulu Migas - Pajak - Bea masuk PDRD (+/-) Over/Under lifting Satuannya : Rp
Template Perhitungan Untuk memudahkan dalam melakukan perhitungan, dapat dikembangkan template perhitungan berupa tabel yang telah diberi rumus sesuai dengan PSC dari masing-masing Blok. Berikut contoh tabel perhitungan yang dibuat oleh Subdit. DBH SDA, Direktorat Dana Perimbangan, DPKD, Kementerian Keuangan :
58
Bagian III : Menghitung Aliran Penerimaan Migas
No
WILAYAH KERJA (BLOK)
JENIS MINYAK MENTAH
WAP (USD/ Barrels (1) = ((3)/ (2)
TOTAL PENGIRIMAN
LIFTING (BARRELS)(1)
NILAI (USD)(2)
BAGIAN KONTRAKTOR
LIFTING (BARRELS)(3)
BAGIAN PEMERINTAH INDONESIA
NILAI (USD)(4)
BARRELS (5)
USD (6)
RP (7)
DMO
OVER/ (UNDER) LIFTING
FEE KEGIATAN USAHA HULU MIGAS
PENERIMAAN SDA MINYAK BUMI SEBELUM PPN, PBB DAN PDRD
PPN
PBB
PDRD
PENERIMAAN SDA MINYAK BUMI
RP (8)
RP (9)
RP (10)
RP (11) = (7)+(8)+(9)+(10)
RP (12)
RP (13)
RP (14)
RP (15) = (11)+(12)+(13)+(14)
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
59
LEMBAR KERJA 5.1
Menghitung Bagi Hasil Migas : Pemerintah - Kontraktor Selesaikan soal perhitungan di bawah ini : 1. Blok Rokan yang dikelola oleh Chevron Pacific Indonesia di kepulauan Riau memproduksi minyak sebesar 46.825.000 barrel setahun, dengan harga minyak jenis 60 USD/barel (jenis minyak Duri), dengan asumsi cost recovery yang dibayarkan di tahun tersebut sebesar 40% dari nilai lifting, investment credit 0, (nilai tukar, 1 USD = Rp.9.000) maka hitunglah : a. Bagian Pemerintah Indonesia b. Bagian Kontraktor c. Jika terjadi over lifting sebesar Rp. 284.671.000.000, dengan fee hulu migas sebesar Rp. 105.517.299.000, PPN : Rp. 250.095.721.000, PBB : Rp. 354.245.587.000, dan PDRD : Rp. 15.693.903.000, berapakah penerimaan bukan pajak (PNBP) SDA Minyak bumi kita?
60
Bagian III : Menghitung Aliran Penerimaan Migas
Sesi 6 : Menghitung Bagi Hasil Migas: Pemerintah - PemDa Tujuan
Memahami dan mempunyai keterampilan dalam menghitung bagi hasil Migas antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah
Waktu
75 Menit
Metode
1. 2. 3.
Bahan Bacaan
6.1. Menghitung Bagi Hasil Migas : Pemerintah Pusat - Pemerintah Daerah
Lembar Kerja
Lembar Kerja 6.1
Alat & Bahan
Alat Tulis, Alat Tempel, Kertas Plano, Metaplan, LCD Proyektor, Laptop, kalkulator
Membaca bahan bacaan Menyelesaikan Lembar Kerja melalui kerja kelompok Diskusi forum dan rekomendasi sesi
TAHAPAN FASILITASI : 1. Pengantar t Fasilitator menjelaskan secara umum tujuan, alur dan alokasi waktu pada sesi ini. Kemudian fasilitator mempersilahkan partisipan untuk bertanya dan memberi masukan jika diperlukan. (waktu : 5 menit) 2. Membaca Bahan Bacaan t Fasilitator membagikan Bahan Bacaan 6.1. (Menghitung Bagi Hasil Migas : Pemerintah Pusat - Pemerintah Daerah) kepada seluruh peserta, kemudian bersama-sama membaca bahan bacaan. (waktu : 5 menit) t Fasilitator memandu forum untuk mendiskusikan Bahan Bacaan (waktu : 20 menit) 3. Menyelesaikan Lembar Kerja Secara Berkelompok t Fasilitator membagi peserta menjadi kelompok yang proporsional (satu kelompok terdiri atas 4 sampai 6 orang) t Fasilitator membagi lembar kerja kepada setiap kelompok, kemudian mempersilakan tiap kelompok untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan petunjuk pada lembar kerja yang ada (waktu : 20 menit) t Fasilitator meminta perwakilan tiap kelompok untuk menuliskan hasil perhitungan pada kertas plano yang tersedia. 4. Diskusi Forum dan Rekomendasi Sesi t Fasilitator memandu forum untuk mendiskusikan jawaban dan hasil kerja tiap-tiap kelompok, fasilitator meminta perwakilan tiap kelompok untuk mempresentasikan dan menjelaskan hasil perhitungannya
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
61
t Fasilitator memandu forum untuk merangkum dan menemukan hal-hal penting dan titik -titik kunci dari perhitungan bagi hasil Migas antara pemerintah dengan kontraktor t Fasilitator menuliskan Persoalan dan kata-kata kunci dari diskusi forum pada kertas plano yang tersedia (bisa berupa tulisan atau bagan sederhana untuk memudahkan ingatan peserta) t Alokasi waktu : 25 menit
62
Bagian III : Menghitung Aliran Penerimaan Migas
BAHAN BACAAN 6.1
Menghitung Dana Bagi Hasil Migas : Pemerintah Pusat - Pemerintah Daerah Perhitungan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Minyak bumi dan gas bumi (DBH SDA Migas) antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dilakukan oleh Subdirektorat DBH SDA, Direktorat Dana Perimbangan, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Daerah, Kementerian Keuangan. Perhitungan DBH SDA Migas antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah didasarkan atas ketentuan perundangan yang berlaku, antara lain : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintahan Daerah 3. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan 4. PMK 21/PMK.07/2009 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah sebagaimana diubah dengan PMK No. 126/PMK.07/2010 Mekanisme Penetapan Perkiraan Alokasi DBH SDA Migas Setiap tahun, Ditjen PK membuat perkiraan alokasi DBH Migas per daerah berdasarkan perkiraan lifting per KKKS yang dibuat oleh kementerian teknis, yakni Kementerian ESDM (bersama BPMIGAS). Mekanisme penetapan perkiraan alokasi DBH SDA Migas dapat dilihat pada bagan berikut :
Mekanisme penetapan perkiraan alokasi DBH SDA Migas
Menteri ESDM konsultasi
DJA Ketetapan Daerah Penghasil & Dasar Perhitungan
Ketetapan Daerah Penghasil
Menteri Dalam Negeri
PNBP per KKKS
<= 60 hr kerja sebelum TA bersangkutan
Dalam hal SDA berada pada wilayah perbatasan
RPMK
<= 60 hr setelah diterima usulan
Menteri Keuangan
perhitungan
DJPK
PMK
Sumber : Subdit DBH SDA, Dir. Dana Perimbangan, DJPK, Kementerian Keuangan
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
63
Alur Perhitungan dan Penyaluran DBH SDA Migas Alur perhitungan dan penyaluran DBH Migas secara umum dapat dilihat dari bagan berikut :
Mekanisme penetapan perkiraan alokasi DBH SDA Migas Ditjen Pajak PBB
DJA
DJPK
BP Migas
PNBP Per KKKS
Perhitungan dengan ratio
Lifting, Gross Revenue, Cost Recovery, FTP, Lifting Bgn. KKKS
SPM
PNBP netto per daerah DBH Migas per daerah Ditjen Migas Lifting
PEMDA
DJPB DIPA SP2D BI
Sumber : Subdit DBH SDA, Dir. Dana Perimbangan, DJPK, Kementerian Keuangan
Kementerian yang terkait dalam alur perhitungan dan penyaluran DBH SDA Migas secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Ditjen Perimbangan Keuangan (Subdit DBH SDA Migas, Direktorat Dana Perimbangan) menerima data berupa PNBP Per KKS dari Ditjen Anggaran-Kementerian keuangan dan data berupa Lifting per KKKS dari Ditjen Migas-Kementerian ESDM. 2. Kemudian Ditjen PK melakukan proses perhitungan, yakni melakukan perhitungan dengan rasio lifting, menentukan PNBP per daerah, kemudian menentukan DBH Migas per daerah 3. Hasil perhitungan Ditjen PK Perimbangan Keuangan tersebut kemudian diteruskan ke Ditjen Perbendaharaan Negara dengan menerbitkan SPM (Surat Perintah Membayar) untuk mentransfer ke rekening kas daerah (Pemda) melalui Bank Indonesia. Proses Perhitungan DBH SDA Migas Perhitungan DBH SDA Migas dilakukan oleh Subdit DBH SDA, Direktorat Perimbangan Keuangan, Ditjen Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan. Proses perhitungan DBH ini meliputi : 1. Melakukan grouping data KKKS dan Daerah Penghasil 2. Menghitung rasio dan porsi peneriman SDA Migas per Daerah Penghasil 3. Menghitung DBH berdasarkan persentase sesuai dengan UU dan PP 4. Menghitung penyaluran DBH ke Daerah
64
Bagian III : Menghitung Aliran Penerimaan Migas
Proses perhitungannya secara umum dapat dilihat pada bagan berikut :
Proses Perhitungan DBH SDA Migas Melakukan Grouping Data Ditjen Migas - DESDM
Dit. PNBP -DJA -Depkeu Data per KKKS :
Data per Daerah :
1. Penerimaan SDA Migas 2. Faktor-faktor Pengurang Penerimaan SDA Migas
1. Lifting 2. Gross Revenue
Grouping per KKKS per Daerah Penghasil
Rasio Lifting /Gross Revenue per KKKS per Daerah Penghasil
Sumber : Subdit DBH SDA, Dir. Dana Perimbangan, DJPK, Kementerian Keuangan
1. Grouping data KKKS dan Daerah penghasil :
Contoh Grouping Ditjen Migas-DEP-ESDM Daerah Penghasil
KKKS
Jenis Minyak
,VUBJ ,FSUBOFHBSB
*/1&9
#3$
1SPWJOTJ ,BMUJN
*/1&9
#3$
Dit. Daper-DJPK Depkeu KKKS
Jenis Minyak
*/1&9
#3$
Dit. PNBP-DJA Depkeu KKKS
Daerah Penghasil ,VUBJ ,FSUBOFHBSB 1SPWJOTJ ,BMUJN
Jenis Minyak
*/1&9
#3$
$IFWSPO *OE $P &BTU ,BM
"UUBLB
5PUBM *OEPOFTJB
)BOEJM
Sumber : Subdit DBH SDA, Dir. Dana Perimbangan, DJPK, Kementerian Keuangan
2. Menghitung rasio dan proporsi penerimaan SDA Migas per Daerah Penghasil 1. Data yang diterima dari Direktorat PNBP-DJA adalah data PNBP per KKKS 2. Data tadi dikonversi menjadi angka PNBP Per daerah menggunakan pola sebaran yang bisa mendekati pembagian PNBP per KKKS ke masing-masing daerah penghasil 3. Untuk perhitungan perkiraan alokasi digunakan Rasio Lifting. Sedangkan untuk
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
65
perhitungan realisasi, karena realisasi PNBP per KKKS dalam bentuk satuan mata uang, maka digunakan pendekatan Rasio Gross Revenue
Contoh Perhitungan Rasio & Proporsi PNBP per Daerah 1. Perhitungan Rasio KKKS
Jenis Minyak
*/1&9
Daerah Penghasil
#3$ ,VUBJ ,FSUBOFHBSB
Gross Revenue
Rasio
1SPWJOTJ ,BMUJN
PNBP per KKKS
PNBP per Daerah
Rasio
2. Perhitungan PNBP per Daerah Daerah Penghasil
KKKS
Jenis Minyak
PNBP per KKKS
*/1&9 ,VUBJ ,FSUBOFHBSB 1SPWJOTJ ,BMUJN
*/1&9
#3$
Rasio
Proporsi PNBP per Daerah
Sumber : Subdit DBH SDA, Dir. Dana Perimbangan, DJPK, Kementerian Keuangan
3. Menghitung DBH SDA Migas berdasarkan persentase sesuai UU dan PP contoh : Daerah Penghasil Provinsi Kaltim
Penerimaan SDA Minyak Bumi (PNPB per Daerah) 3.648.083.419,38
Sumber Provinsi (5%)
Kab/Kota Pemerataan (10%)
182.404.190.820,97
364.808.381.641,94
Sumber : Subdit DBH SDA, Dir. Dana Perimbangan, DJPK, Kementerian Keuangan
4. Menghitung penyaluran ke kas daerah Contoh : Salur TW III Daerah Penghasil
Provinsi Kaltim
Realisasi Semester I
Yang Sudah Disalurkan (TWI s.d. II)
Lebih Salur Tahun Sebelumnya
352.135.783.547,75
221.958.689.600
-
Sumber : Subdit DBH SDA, Dir. Dana Perimbangan, DJPK, Kementerian Keuangan
66
Lebih Salur s.d TW IV
(Realisasi-yang Sudah Disalurkan-Lebi Salur Tahun Sebelumnya) 130.177.093.948
-
Bagian III : Menghitung Aliran Penerimaan Migas
LEMBAR KERJA 6.1
Menghitung Bagi Hasil Migas : Pemerintah - Pemerintah Daerah Selesaikan soal perhitungan di bawah ini : 1. Berapakah komposisi Dana Bagi Hasil yang diperoleh oleh Kabupaten Penghasil, Provinsi penghasil, dan kabupaten lain dalam provinsi yang sama? 2. PBNP KKKS X di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau pada tahun 2009 tercatat sebesar Rp. 19.909.503.597.937,00, berapakah bagi Hasi yang diperoleh : a. Kabupaten Bengkalis selama setahun? b. Provinsi Riau selama setahun? c. Kabupaten Rokan Hilir di Provinsi Riau?
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
67
Sesi 7 : Bagi Hasil Migas dari Penyertaan Modal (Participating Interest) Daerah Tujuan
1. 2.
Memahami ketentuan penyertaan modal/participating interest daerah dalam pelaksanaan usaha hulu Migas Mempunyai keterampilan untuk memperkirakan bagi hasil dari skema penyertaan modal/participating interest
Waktu
75 Menit
Metode
1. 2. 3.
Bahan Bacaan
7.1. Menghitung Bagi Hasil Migas dari penyertaan modal/participating interest
Lembar Kerja
Lembar Kerja 7.1
Alat & Bahan
Alat Tulis, Alat Tempel, Kertas Plano, Metaplan, LCD Proyektor, Laptop, kalkulator
Membaca bahan bacaan Menyelesaikan Lembar Kerja melalui kerja kelompok Diskusi forum dan rekomendasi sesi
TAHAPAN FASILITASI : 1. Pengantar t Fasilitator menjelaskan secara umum tujuan, alur dan alokasi waktu pada sesi ini. Kemudian fasilitator mempersilahkan partisipan untuk bertanya dan memberi masukan jika diperlukan. (waktu : 5 menit) 2. Membaca Bahan Bacaan t Fasilitator membagikan Bahan Bacaan 7.1 (Bagi Hasil Migas dari penyertaam modal/ participating interest Daerah) kepada seluruh peserta, kemudian bersama-sama membaca bahan bacaan (waktu : 5 menit) t Fasilitator memandu forum untuk mendiskusikan Bahan Bacaan selama 20 menit 3. Menyelesaikan Lembar Kerja Secara Berkelompok t Fasilitator membagi peserta menjadi kelompok yang proporsional (satu kelompok terdiri atas 4 sampai 6 orang) t Fasilitator membagi lembar kerja kepada setiap kelompok, kemudian mempersilakan tiap kelompok untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan petunjuk pada lembar kerja yang ada (waktu : 20 menit) t Fasilitator meminta perwakilan tiap kelompok untuk menuliskan hasil perhitungan pada kertas plano yang tersedia. 4. Diskusi Forum dan Rekomendasi Sesi t Fasilitator memandu forum untuk mendiskusikan jawaban dan hasil kerja tiap-tiap kelompok, fasilitator meminta perwakilan tiap kelompok untuk mempresentasikan dan menjelaskan hasil perhitungannya
68
Bagian III : Menghitung Aliran Penerimaan Migas
t Fasilitator memandu forum untuk merangkum dan menemukan hal-hal penting dan titik -titik kunci dari perhitungan bagi hasil Migas antara pemerintah dengan kontraktor t Fasilitator menuliskan Persoalan dan kata-kata kunci dari diskusi forum pada kertas plano yang tersedia (bisa berupa tulisan atau bagan sederhana untuk memudahkan ingatan peserta) t Alokasi waktu : 25 menit
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
69
BAHAN BACAAN 7.1
Bagi Hasil Migas dari Penyertaan Modal (participating interest) Daerah Bagi Hasil Migas dari penyertaan modal (participating interest/PI) Daerah dalam kegiatan usaha hulu Migas berdasarkan pada persentasi penyertaan modal yang dimiliki oleh daerah. Ketentuan participating interest daerah ini berlaku sejak tahun 2001, yang diatur dalam UU Migas Nomor 22 Tahun 2001. Lebih lanjut, ketentuan PI ini diatur dalam PP Nomor 35 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Migas, khususnya pasal 34 : â&#x20AC;&#x153;Sejak disetujuinya rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksi dari suatu Wilayah Kerja, kontraktor wajib menawarkan participating interest 10% (sepuluh persen) kepada Badan Usaha Milik Daerahâ&#x20AC;?; pasal 35 : (1) Pernyataan minat dan kesanggupan untuk mengambil participating interest sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 disampaikan oleh Badan Usaha Milik Daerah dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penawaran dari Kontraktor. (2) Dalam hal Badan Usaha Milik Daerah tidak memberikan pernyataan kesanggupan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Kontraktor wajib menawarkan kepada perusahaan Nasional. (3) Dalam hal perusahaan nasional tidak memberikan pernyataan minat dan kesanggupan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penawaran dari Kontraktor kepada perusahaan nasional, maka penawaran dinyatakan tertutup. Yang dimaksud Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam ketentuan ini adalah BUMD yang didirikan oleh Pemerintah Daerah yang daerah administrasinya meliputi lapangan yang bersangkutan. BUMD tersebut haruslah memiliki kemampuan finansial yang cukup untuk berpartisipsi. Participating Interest dilakukan antara Kontraktor dengan BUMD secara kelaziman bisnis. Apabila dalam wilayah tersebut terdapat lebih dari 1 (satu) BUMD, maka pengaturan pembagian Participating Interest diserahkan kepada kebijakan Gubernur. Dalam hal BUMD tidak memberikan pernyataan kesanggupan dalam jangka waktu yang telah ditentukan, maka kontraktor wajib menawarkan kepada perusahaan nasional, yakni BUMN, koperasi, usaha kecil dan perusahaan swasta nasional yang keseluruhan sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia. Sebagai contoh, di Blok Cepu, yang Wilayah Kerjanya meliputi Kabupaten Blora dan Kabupaten Bojonegoro, dan berada di dua provinsi yakni Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan kandungan Migasnya, sebaran pseudo reserve dari masingmasing kabupaten adalah : Kabupaten Blora sebesar 32,73028094% dan Kabupaten Bojonegoro sebesar 67,26971906%. Dengan sebaran tersebut, dari masing-masing wilayah dianalogikan ke dalam Perhitungan Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, yakni :
70
Bagian III : Menghitung Aliran Penerimaan Migas
Kabupaten Bojonegoro
:
0,67 x 67,27%
=
44,846%
Provinsi Jawa Timur
:
0,33 x 67,27%
=
22,423%
Kabupaten Blora
:
0,67 x 32,73%
=
21,82%
Provinsi Jawa Tengah
:
0,33 x 32,73%
=
10,91%
Sehingga komposisi penyertaan moal setiap daerah dari 10% PI yang ditawarkan adalah: Kabupaten Bojonegoro
:
44,846 x 10%
=
4,4846%
Provinsi Jawa Timur
:
22,423 x 10%
=
2,2423%
Kabupaten Blora
:
21,82 x 10%
=
2,1820%
Provinsi Jawa Tengah
:
10,91 x 10%
=
1,0910%
Akan tetapi, untuk Participating Interest (PI), Bojonegoro berada dalam posisi yang dirugikan, karena ditengarai adanya praktik yang tertutup dalam proses penunjukkan mitra pengelola PI Bojonegoro, yakni PT. Surya Energi Raya (SER). Pembagian keuntungannyapun dinilai kurang menguntungkan, yaitu 25 % untuk Pemkab Bojonegoro (yang diwakili oleh BUMD PT. Asri Darma Sejahtera) dan 75 % untuk PT. SER. Tentu saja, pembagian persentase keuntungan tersebut sangat merugikan masyarakat Bojonegoro. Pembagian keuntungan ini diusulkan oleh beberapa pihak untuk dinegosiasi ulang agar porsi Pemda Bojonegoro dalam pendapatan PI lebih besar, yang akan sangat bermanfaat bagi pembangunan masyarakat Bojonegoro. Perhitungan bagi hasil dari participating interest dilakukan setiap tahun berdasarkan keuntungan (dividen) yang diperoleh perusahaan. Jumlah pembagian keuntungan dari masing-masing kabupaten didasarkan pada besarnya persentase penyertaan modal masing-masing daerah.
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
71
LEMBAR KERJA 7.1
Bagi Hasil Migas dari Penyertaan Modal (Participating Interest) Daerah 1. Kewajiban menawarkan Participating Interest sebesar 10% kepada pemerintah daerah diatur dalam ketentuan perundangan yang mana? 2. MCL sebagai operator Blok Cepu di tahun 2009 membagi keuntungan dari Participating Interest kepada Pemda Provinsi Jawa Tengah sebesar 1,1 Miliar rupiah, berapakah bagi hasil dari PI yang akan diperoleh oleh Pemda Blora dan Pemda Bojonegoro?
72
BAGIAN IV
Inisiatif Transparansi Penerimaan Negara dari Sektor Migas dan Tambang (EITI)
BAGIAN IV
Inisiatif Transparansi Penerimaan Negara dari Sektor Migas dan Tambang (EITI)
P
ada bagian ini partisipan akan diajak untuk memahami inisiatif transparansi penerimaan negara dari sektor ekstraktif Migas dan Minerba. Inisiatif ini terangkum dalam bentuk EITI, Inisiatif transparansi penerimaan dari sektor ekstraktif industry, yang terdiri dari beberapa fase yang bertujuan memberdayakan masyarakat sipil dan menjaga agar pemerintahan senantiasa bertanggung jawab atas pengelolaan sumberdaya ekstraktif tersebut. Bagian ini terdiri atas dua sesi, yakni : sesi 8 : Memahami EITI, dan sesi 9 : EITI di Indonesia
Sesi 8 : Memahami EITI
74
Tujuan
1. 2.
Memahami konsep EITI dan prinsip-prinsipnya Memahami langkah-langkah dalam penerapan EITI
Waktu
75 Menit
Metode
1. 2. 3.
Bahan Bacaan
8.1. Extractive Industri Transparency Initiative (EITI)
Lembar Kerja
Lembar Kerja 7.1
Alat & Bahan
Alat Tulis, Alat Tempel, Kertas Plano, Metaplan, LCD Proyektor, Laptop,
Presentasi Narasumber Membaca bahan bacaan Diskusi forum dan rekomendasi sesi
Bagian IV : Inisiatif Transparansi Penerimaan Negara dari Sektor Migas dan Tambang (EITI)
TAHAPAN FASILITASI : 1. Pengantar t Fasilitator menjelaskan secara umum tujuan, alur dan alokasi waktu pada sesi ini. Kemudian fasilitator mempersilahkan partisipan untuk bertanya dan memberi masukan jika diperlukan. (waktu : 5 menit) 2. Presentasi Narasumber t Sesi diikuti dengan paparan narasumber tetang standar global EITI (jika tidak ada narasumber, langsung melangkah pada tahapan ke-4 (waktu : 15 menit) 3. Tanya Jawab Forum t Sesi dilanjutkan dengan tanya jawab dan diskusi forum terkait dengan paparan yang disampaikan narasumber dan fasilitator mencatat pembahasan-pembahasan kunci forum pada kertas plano yang tersedia (waktu : 15 menit) 4. Membaca Bahan Bacaan t Fasilitator membagikan Bahan Bacaan 8.1 (EITI) kepada seluruh peserta, kemudian bersama-sama membaca bahan bacaan (waktu : 10 menit) t Fasilitator memandu forum untuk mendiskusikan Bahan Bacaan (waktu : 20 menit)
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
75
BAHAN BACAAN 8.1
Inisiatif Transparansi Industri Ekstraktif (Extractive Industries Transparency Initiative/EITI) 35 Apa yang dimaksud dengan EITI? The Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) merupakan standar sukarela yang independen, disepakati secara internasional, untuk menciptakan transparansi dalam industri ekstraktif. Pada intinya, EITI menuntut adanya transparansi dalam pembayaran yang dilakukan oleh perusahaan dan pendapatan yang diterima oleh pemerintah terkait dengan eksploitasi sumberdaya ekstraktif sebuah negara. Transparansi akan memberdayakan masyarakat sipil untuk menjaga pemerintahan senantiasa bertanggung jawab atas pengelolaan sumberdaya tersebut. Sejak EITI diluncurkan tahun 2002, masyarakat sipil, pemerintah, perusahaan, dan para investor telah memainkan peran aktif dalam menyusun standar ini. Lebih dari 40 negara telah berjanji untuk melaksanakan EITI. Pada bulan Oktober 2006, Konferensi EITI membentuk dewan multi-stakeholder internasional untuk mengawasi tatakelola EITI, dan mendirikan sebuah sekretariat. Konferensi EITI tersebut juga menuntut agar negara-negara dan perusahaan-perusahaan yang memiliki komitmen untuk berpartisipasi dalam EITI harus memvalidasi kemajuan mereka secara periodik dalam memenuhi standar internasional dengan mengirimkan kinerja mereka untuk ditinjau oleh pihak ke tiga. Tujuan validasi ini adalah untuk memastikan bahwa negara dan perusahaan-perusahan telah melaksanakan apa yang mereka janjikan, dan bahwa program-program yang mereka jalankan bersesuaian secara penuh dengan kriteria dan prinsip-prinsip EITI. Kriteria EITI 1. Publikasi yang teratur semua pembayaran besar (material) pada pemerintah (â&#x20AC;&#x153;pembayaranâ&#x20AC;?) dan semua pendapatan besar (material) yang diterima oleh pemerintah (â&#x20AC;&#x153;pendapatanâ&#x20AC;?) dari minyak, gas, dan pertambangan pada masyarakat luas melalui caracara yang dapat diakses, komprehensif, dan dapat dipahami oleh publik. 2. Apabila audit seperti itu tidak tersedia, maka pembayaran dan pendapatan merupakan subyek dari audit independen dan kredibel, yang menerapkan standar pengauditan internasional. 3. Pembayaran-pembayaran dan pendapatan-pendapatan tersebut direkonsiliasi (reconcile) oleh sebuah administrator yang kredibel dan independen yang menerapkan standar pengauditan internasional. Dan jika administrator menemukan perbedaan35
76
Sumber : Drilling Down, disunting oleh David L Goldwyn. Revenue Watch Insititute, 2007.
Bagian IV : Inisiatif Transparansi Penerimaan Negara dari Sektor Migas dan Tambang (EITI)
perbedaan (discrepancies) dalam proses rekonsiliasi tersebut, maka opini administrator harus dipublikasikan. 4. Pendekatan ini diperluas dan berlaku bagi semua perusahaan termasuk perusahaanperusahaan milik negara. 5. Masyarakat sipil secara aktif terlibat dalam desain, pemantauan, dan evaluasi proses ini sebagai peserta dan memberi sumbangan pada debat publik. 6. Sebuah rencana kerja publik yang secara finansial sustainable untuk semua hal di atas akan dikembangkan oleh pemerintah tuan rumah (host government) dengan bantuan lembaga-lembaga keuangan internasional jika diperlukan, termasuk sasaran-sasaran yang dapat diukur, jadwal pelaksanaan, dan asesment atau penilaian atas kendalakendala kapasitas potensial. Prinsip-prinsip EITI 1. Kami percaya bahwa pemanfaatan kekayaan sumber daya alam yang berhati-hati (prudent) harus menjadi mesin penting pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, yang dapat memberi sumbangan pada pembangunan berkelanjutan dan penurunan kemiskinan, tetapi apabila tidak dikelola dengan baik, ia dapat mendatangkan dampak ekonomi dan sosial yang negatif. 2. Kami memahami bahwa pengelolaan kekayaan sumber daya alam bagi keuntungan warga negara merupakan domain negara berdaulat yang harus dijalankan demi kepentingan pembangunan nasional mereka. 3. Kami mengakui bahwa keuntungan ekstraksi sumber daya tercipta jika pendapatan mengalir dalam jangka waktu bertahun-tahun dan mungkin akan sangat bergantung pada harga. 4. Kami mengakui bahwa pemahaman publik atas pembayaran dan penerimaan pemerintah dari waktu ke waktu dapat membantu debat publik dan menawarkan opsiopsi pembangunan berkelanjutan yang tepat dan realistis. 5. Kami menggaris bawahi pentingnya transparansi pemerintah dan perusahaan dalam industri ekstraktif dan perlunya meningkatkan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan publik. 6. Kami mengakui bahwa capaian transparansi yang lebih besar harus dibangun dalam konteks penghormatan atas kontrak dan hukum. 7. Kami mengakui adanya peningkatan lingkungan investasi dalam negeri dan asing yang mungkin dibawa oleh transparansi keuangan. 8. Kami percaya pada prinsip dan praktik akuntabilitas pemerintah pada semua warga negara untuk pengelolaan aliran pendapatan dan belanja publik. 9. Kami memiliki kesungguhan untuk mendorong diterapkannya standar tinggi transparansi dan akuntabilitas dalam kehidupan publik, kegiatan pemerintah, dan dalam dunia usaha.
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
77
10. Kami percaya bahwa sebuah pendekatan yang konsisten dan bisa dijalankan secara luas pada keterbukaan pembayaran dan pendapatan memang diperlukan, yakni yang mudah ditangani dan dimanfaatkan. 11. Kami percaya bahwa keterbukaan pembayaran dalam sebuah negara harus mencakup semua perusahaan yang beroperasi di sana. 12. Dalam upaya mencari solusi, kami percaya bahwa semua stakeholder memiliki kontribusi penting dan relevan untuk dijalankanâ&#x20AC;&#x201D;termasuk pemerintah dan instansi-instansinya, perusahaan-perusahaan industri ekstraktif, perusahaan-perusahaan jasa, organisasi multilateral, organisasi keuangan, investor, dan organisasi non-pemerintah (NGO). Langkah-langkah yang Dibutuhkan untuk Melaksanakan EITI Proses EITI memiliki empat fase: Pendaftaran (Sign up), Persiapan (Preparation), Keterbukaan (Disclosure), dan Penyebaran (Dissemination). Langkah-langkah yang harus diikuti negara negara pada tiap-tiap fase diperinci dalam Grid Validasi seperti gambar di bawah. Ada 18 langkah yang harus dilengkapi negara-negara agar dapat divalidasi sebagai negara yang patuh terhadap EITI. Pendaftaran (Langkah 1â&#x20AC;&#x201C;4): Pemerintah harus mengeluarkan sebuah pernyataan yang sangat jelas yang mendukung pelaksanaan EITI; berkomitmen untuk bekerja dengan kalangan masyarakat sipil dan perusahaan; menunjuk individu untuk memimpin upaya itu; dan mempublikasikan rencana kerja yang mendapatkan sokongan dana secara penuh, dengan sasaran yang bisa diukur, jadwal pelaksanaan, dan penilaian kendala menyangkut para stakeholder untuk berpartisipasi. Persiapan (Langkah 5â&#x20AC;&#x201C;13): Fase ini mencakup pembentukan kelompok multi-stakeholder (multi-stakeholder working group/MSG); pelibatan perusahaan dan kalangan masyarakat sipil; penyingkiran penghalang partisipasi masyarakat sipil; persetujuan atas template bagi perusahaan dan pemerintah untuk melaporkan pembayaran dan pendapatan mereka; persetujuan MSG atas organisasi yang akan merekonsiliasi berbagai pembayaran perusahaan dan pendapatan pemerintah; penerapan ukuran-ukuran untuk memastikan bahwa semua perusahaan akan melaporkan pembayarannya; dan jaminan pemerintah bahwa laporanlaporan perusahaan dan pemerintah didasarkan pada rekening-rekening teraudit yang memenuhi standar internasional. Keterbukaan (Langkah 14â&#x20AC;&#x201C;17): Semua pembayaran besar (material) yang dilakukan oleh perusahaan pada pemerintah, dan semua pendapatan pemerintah dari perusahaan-perusahaan, harus dibuka bagi organisasi yang dikontrak untuk merekonsiliasi angka-angka dan membuat laporan EITI. MSG harus puas jika organisasi yang dikontrak tersebut merekonsiliasi angka-angka
78
Bagian IV : Inisiatif Transparansi Penerimaan Negara dari Sektor Migas dan Tambang (EITI)
dengan sempurna, dan apabila pada laporan tersebut ditemukan adanya perbedaanperbedaan, dan jika organisasi tersebut membuat sejumlah rekomendasi tindakan. Penyebaran (Langkah 18): Laporan EITI harus tersedia bagi masyarakat umum melalui cara-cara yang dapat diakses, komperehensif, dan dapat dipahami. Gambar Grid EITI 36 : Validasi EITI
Panduan Validasi
Kewajiban-kewajiban Negara
Indikator-indikator Grid 1. Mengeluarkan pernyataan komitmen publik yang jelas
Pendaftaran EITI
Memiliki komitmen bekekerja dengan kalangan masyarakat sipil dan perusahaan 3. Menunjuk individu senior untuk memimpin EITI Mempublikasikan rencana kerja yang mendapatkan sokongan dana secara penuh 5. Membentuk Kelompok Multi-stakeholder 6. Melibatkan masyarakat sipil 7. Melibatkan perusahaan-perusahaan 8. Menyingkirkan penghalang pelaksanaan
Persiapan EITI
9. Memberikan persetujuan pada template pelaporan 10. Menunjuk organisasi untuk merekonsiliasi angka-angka 11. Memastikan semua laporan perusahaan
Keterbukaan Audit EITI
Laporan-laporan perusahaan memenuhi standar akuntansi internasional Laporan-laporan pemerintah memenuhi standar akuntansi internasional Apakah semua pembayaran material perusahaan akan dibuka ke publik? Apakah semua pendapatan material pemerintah akan dibuka ke publik? 16. MSG puas dengan rekonsiliasi 17. Laporan EITI menemukan adanya perbedaan-perbedaan
Penyebaran Hasil-hasil EITI
36
18: Apakah laporan EITI tersedia secara publik?
Ibid
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
79
Sesi 9 : EITI di Indonesia Tujuan
1. 2.
Waktu Metode
60 Menit
Bahan Bacaan Lembar Kerja Alat & Bahan
1. 2. 3. 4.
Mengetahui Perjalanan EITI di Indonesia Memami Perpres Nomor 26 Tahun 2010 tentang EITI di Indonesia
Membaca bahan bacaan Menyelesaikan Lembar Kerja Diskusi Kelompok Diskusi forum dan rekomendasi sesi
9.1 EITI di Indonesia Lembar Kerja 9.1 Alat Tulis, Alat Tempel, Kertas Plano, Metaplan, LCD Proyektor, Laptop,
TAHAPAN FASILITASI : 1. Pengantar t Fasilitator menjelaskan secara umum tujuan, alur dan alokasi waktu pada sesi ini. Kemudian fasilitator mempersilahkan partisipan untuk bertanya dan memberi masukan jika diperlukan. (waktu : 5 menit) 2. Membaca Bahan Bacaan t Fasilitator membagikan Bahan Bacaan 9.1. (EITI di Indonesia) kepada seluruh peserta, kemudian bersama-sama membaca bahan bacaan (waktu : 5 menit) 3. Menyelesaikan Lembar Kerja secara Berkelompok t Fasilitator membagi peserta menjadi kelompok yang proporsional (satu kelompok terdiri atas 4 sampai 6 orang) t Fasilitator membagi lembar kerja kepada setiap kelompok, kemudian mempersilakan tiap kelompok untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan petunjuk pada lembar kerja yang ada (waktu : 10 menit) t Fasilitator mempersilakan perwakilan tiap kelompok untuk membacakan hasil kerja kelompoknya. (waktu : 15 menit) 4. Diskusi Forum dan Rekomendasi Sesi t Fasilitator memandu forum untuk mendiskusikan hasil-hasil dari kerja kelompok t Fasilitator memandu forum untuk merangkum dan menemukan hal-hal penting dan titik -titik kunci dari tema pembahasan t Alokasi waktu : 25 menit
80
Bagian IV : Inisiatif Transparansi Penerimaan Negara dari Sektor Migas dan Tambang (EITI)
BAHAN BACAAN 9.1
Pelaksanaan EITI di Indonesia Setelah melalui proses perumusan dan pembahasan selama kurang lebih tiga tahun, perjuangan untuk mendorong EITI di Indonesia akhirnya menemukan titik terang dengan ditandatanganinya Perpres Nomor 26 Tahun 2010 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Perpres ini mengatur mekanisme transparansi aliran pendapatan (revenue flow) yang diperoleh pemerintah dari perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan Migas, Mineral dan Batubara. Perpres yang ditandatangani tanggal 23 April 2010 ini mewajibkan perusahaan-perusahaan pertambangan Migas, Mineral dan Batubara yang beroperasi di Indonesia dan pemerintah baik pusat maupun daerah untuk melaporkan semua pembayaran-pembayaran dan penerimaan/pendapatan yang diperoleh dari sektor pertambangan Migas, Mineral dan Batubara. Perpres 26/2010 ini mengatur tentang keberadaan Tim Transparansi sebagai pelaksana dari EITI yang terdiri atas Tim Pengarah dan Tim Pelaksana yang bersifat multipihak, yakni dari unsur pemerintah, perusahaan maupun masyarakat sipil. Tim Pelaksana ini biasa dikenal dengan sebutan Multistakeholder Working Group (MSG). Dalam pelaksanaannya, Tim Pelaksana yang bersifat multipihak ini akan merumuskan format laporan (template of report) yang harus diisi dan dilaporkan oleh perusahaan maupun pemerintah daerah kepada Tim Pelaksana untuk direkonsiliasi oleh rekonsiliator independen. Setelah laporan dari kedua pihak (perusahaan-pemerintah) diterima, laporan tersebut kemudian direkonsilasi oleh rekonsiliator independen, dan hasilnya kemudian wajib dipublikasikan dan disosialisasikan kepada publik. Tugas dan Kewenangan Tim Transparansi 37 : 1. Melaksanakan transparansi pendapatan negara dan pendapatan daerah yang diperoleh dari industri ekstraktif. 2. Dalam melaksnakan tugasnya, Tim Transparansi berwenang berwenang untuk meminta informasi, data tambahan, masukan dan/atau mengadakan konsultasi dengan instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan Industri Ekstraktif, dan pihak lain yang dipandang perlu. Tugas dan Kewenangan Tim Pengarah 38 : 1. menyusun kebijakan umum transparansi pendapatan negara dan pendapatan daerah yang diperoleh dari Industri Ekstraktif; 2. memberikan arahan kepada Tim Pelaksana dalam pelaksanaan transparansi pendapatan negara dan pendapatan daerah yang diperoleh dari Industri Ekstraktif; 37
Sumber : Perpres No 26 tahun 2010
38
Ibid
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
81
3. menetapkan Rencana Kerja Tim Transparansi; 4. melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan transparansi pendapatan negara dan pendapatan daerah yang diperoleh dari Industri Ekstraktif; 5. Tim Pengarah melaksanakan rapat sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam satu tahun. 6. Ketua Tim Pengarah menyampaikan laporan kepada Presiden secara berkala 1 (satu) kali dalam satu tahun dan sewaktu-waktu diperlukan. Susunan keanggotaan Tim Pengarah 39 : 1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (koordinator) 2. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral; 3. Menteri Keuangan; 4. Menteri Dalam Negeri; 5. Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan; 6. Prof. Dr. Emil Salim. Tugas dan Kewenangan Tim Pelaksana 40 : 1. menyusun Rencana Kerja Tim Transparansi untuk periode 3 (tiga) tahun; 2. menyusun format laporan; 3. menetapkan rekonsiliator; 4. menyebarluaskan hasil rekonsiliasi laporan; 5. menyusun laporan Tim Pengarah kepada Presiden; dan 6. melakukan hal-hal lain yang ditugaskan oleh Tim Pengarah. 7. Tim Pelaksana bertanggung jawab kepada Tim Pengarah. 8. Ketua Tim Pelaksana melaporkan pelaksanaan tugas Tim Pelaksana secara berkala atau sewaktu-waktu kepada Ketua Tim Pengarah. Susunan keanggotaan Tim Pelaksana 41 : Ketua merangkap anggota : Deputi Bidang Koordinasi Energi dan Sumber Daya Mineral dan Kehutanan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Ketua I merangkap anggota : Direktur Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan; Ketua II merangkap anggota : Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
82
39
ibid
40
ibid
41
ibid
Bagian IV : Inisiatif Transparansi Penerimaan Negara dari Sektor Migas dan Tambang (EITI)
Anggota : 1. Deputi Bidang Koordinasi Kerja sama Ekonomi dan Pembiayaan Internasional, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian; 2. Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian; 3. Direktur Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan; 4. Direktur Jenderal Perbendaharaan, Kementerian Keuangan; 5. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan; 6. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 7. Direktur Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; 8. Direktur Jenderal Bina Administrasi Keuangan Daerah, Kementerian Dalam Negeri; 9. Deputi Akuntan Negara, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan; 10. Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi; 11. Direktur Utama PT. Pertamina (Persero); 12. Tiga orang perwakilan dari pemerintahan daerah penghasil mineral, batubara, minyak bumi dan gas bumi; 13. Tiga orang perwakilan dari asosiasi perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan mineral, batubara, serta minyak dan gas bumi; 14. Tiga orang perwakilan lembaga swadaya masyarakat yang menaruh perhatian terhadap transparansi pendapatan negara dan pendapatan daerah yang diperoleh dari Industri Ekstraktif. Sebagai tindak lanjut dari perpres tersebut, pada tanggal 19 Oktober 2010, Dewan EITI menyetujui aplikasi Indonesia sebagai negara kandidat (candidate country), Konsekuensinya, Tim MSG harus segera menjalankan agenda kerja yang telah disepakati, melaksanakan EITI sebagaimana yang telah diatur dalam Perpres kemudian mempublikasikannya kepada publik. Tahapan pelaksanaan EITI di Indonesia yang menjadi titik kritis untuk terus mendapatkan pengawalan publik antara lain : (1)Tahap Prapelaporan meliputi: penetapan cakupan informasi/data dalam format laporan perusahaan/pemerintah, akses sumber informasi/ data, pihak-pihak perusahaan dan pemerintah yang wajib melaporkan, sosialisasi format laporan, dan penetapan mekanisme dan jadwal pelaporan, serta penetapan rekonsiliator; (2)Tahap Pelaporan meliputi: pelaksanaan jadwal dan mekanisme pelaporan, pihakpihak perusahaan dan pemerintah yang melaporkan; (3)Tahap Rekonsiliasi Laporan meliputi : proses pelaksanaan jadwal rekonsiliasi, pelaksanaan mekanisme rekonsiliasi, serta perkembangan hasil rekonsiliasi; (4)Tahap Pascarekonsiliasi meliputi : publikasi & sosialisasi hasil rekonsiliasi, akses publik atas hasil rekonsiliasi, serta rekomendasi dan tindak lanjut atas hasil rekonsiliasi.
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
83
LEMBAR KERJA 9.1
EITI dan Pelaksanaannya di Indonesia Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini melalui kerjasama kelompok : 1. Apa pengertian, kriteria dan prinsip-prinsip EITI? 2. Langkah-langkah apa yang harus dilakukan oleh sebuah negara untuk menjadi negara yang patuh terhadap EITI? 3. Di Indonesia, EITI diatur dalam peraturan perundangan apa? 4. Tim Transparansi yang akan melaksanakan EITI di Indonesia terdiri atas badan apa saja dan siapa saja anggotanya?
84
LAMPIRAN
LAMPIRANď&#x161;ş1
Gambaran Jadwal Acara Pelatihan Acara Hari Pertama
Waktu
Durasi
Pembukaan
09.00 -- 09.45
45 menit
Sesi-1
09.45 -- 10.45
60 menit
Break
10.45 -- 11.00
15 menit
Sesi-2
11.00 -- 12.30
90 menit
Makan Siang
12.30 -- 13.30
60 menit
Sesi-3
13.30 -- 15.15
105 menit
break
15.15 -- 15.30
15 menit
Sesi-4
15.30 -- 16.30
60 menit
Evaluasi Hari Pertama
16.30 -- 17.00
30 menit
Sesi-5
09.00 -- 10.15
75 menit
Break
10.15-- 10.30
15 menit
Sesi-6
10.30 -- 11.45
75 menit
Makan Siang
11.45 -- 12.45
60 menit
Sesi-7
12.45 -- 14.00
75 menit
Sesi-8
14.00 -- 15.15
75 menit
Break
15.15 -- 15.30
15 menit
Sesi-9
15.30 -- 16.30
60 menit
Evaluasi dan Penutupan
16.30 -- 17.15
45 menit
Hari Kedua
86
Lampiran
LAMPIRANď&#x161;ş2
Perkembangan Harga Minyak Mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ ICP) (US$/Bbl) Tahun 2010 Tahun No. 1 3 7 10 11 13
Minyak Mentah
4-$ "3+6/"0*"55"," $*/5" %$ 8*%63* #&-*%" 4&/*1") $0/%&/4"5& "/0" "36/ $0/%&/4"5& #"%", #&,"1"* #&-"/", #&/5":"/ #0/5"/( 3&563/ $0/%&/4"5& #3$
#6-" 17 #6/:6 $"."3 $&16 (&3"("* (&3"("* $0/% )"/%*- .*9 +".#* +"5*#"3"/( ,"+* ,&3"16 ,-".0/0 ,0.1 1-# 4-5 5"1 +&/& 4&3%"/( -"-"/( 30 -"/(4" 31 -*3*, ."%63" 33 .&/(0&1&) .&4-6 .6%* /4$ ,"5"1" "3#&* 37 1"(&36/("/ $0/%&/4"5& 1". +6"5" 4"/(" .*9 1"/(,") 3".#" 5&.1*/0 3*."6 5"#6"/ 4"/("55" 4&-"5 1"/+"/( 4&1*/(("/ :",*/ .*9 4065) +".#* $0/%&/4"5& 5"/+6/( 5*"," 6%"/( 8"-*0 .*9 8&45 4&/0 "3*.#* 3BUB SBUB 5FSIJUVOH
2009
2010
Rata-rata Janâ&#x20AC;&#x2122;10 Desâ&#x20AC;&#x2122;09 s.d s.d Desâ&#x20AC;&#x2122;10 Novâ&#x20AC;&#x2122;10
JanDes
Des
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nop
Des
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
87
Daftar Pustaka
Departemen Keuangan R.I, Pelengkap Buku Pegangan 2008 : Penyelenggaraan Pemerintah dan Pembangunan Daerah, Depkeu, 2008 Edisi Lengkap UU No 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi dan Peraturan Menteri ESDM Tahun 2008, Bandung : Citra Umbara, 2008 Goldwyn, David L, Menggali Lebih Dalam (Drilling Down), Revenue Watch Institute, New York, 2008 Humphreys, Macartan, dkk, Berkelit dari Kutukan Sumberdaya Alam (Escaping The Resource Curse), Jakarta : Samdhana Institute & RWI, 2007 Jaya, Makky S, Beberapa Pokok Pikiran Pengelolaan Blok Cepu, 22 Februari 2006. Khoirunnurrofik, Perhitungan Bagi Hasil Sumber Daya Alam, Center for Institutional Reform and the Informal Sector (IRIS), University of Maryland, 2002. Mudiarto, Viet Rochman, www.akuntansi-psc.blogspot.com diunduh tanggal 09 November 2010 Partowidagdo, Widjajono, Migas dan Energi di Indonesia, Permasalahan dan Analisis Kebijakan, Bandung : Bandung Development Studies Foundation, 2009 PATTIRO, Aliran dan Perhitungan DBH Minyak Blok Cepu, Laporan Penelitian, 2009. Salinan Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor.002/PUU-I/2003 Salinan Production Sharing Contract Block Cepu, 2006. Shults, Jim, Mengikuti Alur Perjalanan Uang (Follow The Money), Open Society Institute, New York, 2006 Wiyono, Teguh, Tinjauan Ekonomi Keikutsertaan BUMD Blora Dalam Program Participating Interest (PI) Blok Cepu, Tesis Program Studi Teknik Perminyakan, ITB, 2008. www.bpk.go.id, Pajak Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi di Indonesia, diunduh pada tanggal 2 Januari 2010. www. bpk.go.id, Cost Recovery dalam Kontrak Production Sharing Minyak dan Gas Bumi di Indonesia, diunduh pada tanggal 10 November 2010. www.depkeu.go.id, Formula ICP, diunduh pada bulan Februari 2010
88
Lampiran
Profil Penulis
Maryati Abdullah, bekerja di Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) sebagai peneliti untuk isu-isu ekstraktif, transparansi dan pembangunan. Perempuan kelahiran 1979 ini adalah mantan ketua Senat Mahasiswa Universitas Gadjah Mada. Pernah menulis beberapa buku bersama penulis lainnya, di antaranya : Masa Depan Yogyakarta dalam Bingkai Keistimewaan (2002), Advokasi Anggaran untuk Komunitas (2006), Modul Pelatihan Anggaran Berbasis Kinerja Responsif Gender (Edisi Revisi 2008), Panduan Masyarakat Memperoleh Informasi Publik (2010). Lulusan Kimia UGM ini pernah menjadi program manager untuk program kebebasan informasi publik di beberapa daerah, peneliti utama untuk keterbukaan Informasi Migas Blok Cepu, project manager untuk program transparansi Migas, serta aktif di berbagai forum pelatihan dan konferensi internasional untuk isu-isu ekstraktif Migas dan Minerba. Sebelum di PATTIRO, Maryati aktif di Parliament Watch (PARWI) sebagai Ketua Divisi Penelitian dan Pengembangan. Ibu yang memiliki dua anak ini aktif di Koalisi Nasional Publish Watch You Pay (PWYP) sebagai Badan Pengarah, hingga saat ini terpilih sebagai perwakilan CSO dalam Tim Pelaksana EITI Indonesia, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Ambarsari Dwi Cahyani, bekerja di Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) sebagai peneliti isu transparansi dan pembangunan, serta isu sosial dan pembangunan ekonomi lokal. Lulusan teknik industri ITB tahun 1999 telah meraih Magister Manajemen di bidang manajemen keuangan di Prasetya Mulya Business School, Jakarta pada 2006. Pernah menjadi program manajer untuk Program Gender Budget tahun 2002 di PATTIRO dan pernah bekerja di sektor swasta menjadi manajer keuangan dan general manajer di salah satu perusahaan swasta di Jakarta hingga tahun 2006. Perempuan kelahiran 1976 ini pada tahun 2008 mendapat kesempatan mengikuti training dan konferensi Internasional yang diselenggarakan oleh Revenue Watch Insititute di New York. Ibu yang memiliki tiga anak ini di tahun yang sama juga menjadi peserta study excursion ke Jerman dan Budapest, kerja sama InWent dan LGI.
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
89