Buletin Edisi Bulanan Edisi: 02/B/Mag/XV April 2016
ORO P S Menyibak Realita
persmaporos.com FB: Persma Poros UAD Twitter: @PorosUAD
Fasilitas Kampus Belum Maksimal, UAD (tetap) Buka Fakultas Kedokteran
si
Edi M
A
N GA
G
U
niversitas Ahmad Dahlan (UAD) menargetkan akan membuka Fakultas Kedokteran (FK) pada tahun akademik 2016/2017. Safar Nasir, selaku Wakil Rektor (Warek) II berharap SK pendirian FK dapat diperoleh pada tahun ini. Ia mengatakan segala persiapan telah dilakukan, termasuk pengadaan laboratorium serta tempat perkuliahan. Dilain pihak, keputusan UAD mendirikan FK saat ini dinilai terburu-buru oleh mahasiswa. Mereka merasa fasilitas kampus saat ini belum maksimal, ditambah lagi pendirian kampus IV yang belum selesai.
Menanggapi hal ini, Safar mengatakan bahwa keputusan ini tidak terburu-buru. Sebab pendirian FK telah direncanakan empat tahun yang lalu. Safar menilai, sekarang adalah waktu yang tepat untuk membuka FK. “Kita sudah siap, kenapa harus nunggu?” kata Safar. Menurutnya peluang tidak akan selalu datang dua kali. Ia menambahkan, jika UAD menunda pendirian FK, maka peluang itu akan hilang. “Disitu memang harus ada keberanian untuk menangkap momentum itu,” tegas Safar. Ambil Peluang dari Moratorium Kendati telah direncanakan sejak empat tahun lalu, pendirian FK baru terealisasikan pada satu tahun belakangan ini. Hal ini disebabkan adanya moratorium FK oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) sejak Januari 2010. Moratorium ini kemudian diperkuat oleh moratorium serupa dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud RI melalui Surat Edaran Dirjen Dikti yang diterbitkan tahun 2012. Pemberlakuan
moratorium bertujuan agar pemerintah bisa fokus dalam memperbaiki masalah kualitas pendidikan FK di Indonesia. Oleh sebab itu, Safar mengatakan pembukaan moratorium sejak 9 Januari 2015 lalu adalah momen yang tepat untuk mendirikan FK. “Karena namanya kedokteran itu buka tutup (moratorium-red). Sekarang moratorium lagi, entah kapan lagi dibuka,” ujar Safar saat ditemui Kamis (31/03). Safar menambahkan bahwa tingginya kebutuhan masyarakat akan tenaga medis menjadi salah satu alasan pendirian FK. “Rasio dokter itukan tinggi sekali. Artinya kebutuhan tenaga medis itu sangat dibutuhkan oleh bangsa ini,” ujar Safar. bersambung ke hal 3
6. Berita Khusus 8. Litbang 10. Opini 11. Sastra
Daftar Isi
1. Berita Utama 2. Editorial 4. Resensi 5. Suara Mahasiswa
ilustrasi: Imarafsah Mutianingtyas
Elky Setiyo Hadi selaku Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Sastra Budaya dan Komunikasi (FSBK) menilai bahwa kampus terlalu terburu-buru dalam pendirian Fakultas Kedokteran. “Aku juga sebenarnya menyesalkan keputusan itu karena masih banyak persoalan-persoalan lain yang belum selesai,” ungkap Elky saat ditemui Selasa (15/03). Tidak jauh berbeda dengan Elky, Ketua DPM Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), M. Irawan Jayadi juga mengeluhkan keputusan ini. “Sekarang yang udah ada aja (Fasilitas-red) masih kayak gini (belum maksimal-red),” keluh Irawan.
2 EDITORIAL
UAD Perlu Berbenah Dimulai dari perencanaan yang tarik ulur empat tahun lalu. Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) mulai menampakkan kesiapannya satu tahun belakangan ini. Saat ini laboratorium dan ruang kuliah telah tersedia bagi calon mahasiswa FK.
Ditemui 9 April 2016, Rohmad Yuliantoro, kepala bidang Aset Biro Finansial dan Aset (Bifas) mengungkapkan bahwa masalah parkiran liar bukanlah wewenang universitas. Ia juga mengaku bahwa kampus telah menyediakan lahan parkir yang memadai.
Meskipun pendirian FK akan berdampak positif bagi mahasiswa dan universitas, namun tidak dapat dipungkiri, fasilitas yang ada saat ini belum maksimal. Terbukti banyaknya keluhan yang dilontarkan mahasiswa, seperti kapasitas ruangan yang minim dan tempat parkir yang sempit. Komentar ini tidak hanya di sampaikan oleh mahasiswa, melainkan juga dari kalangan dosen. Listiatie Budi Utami, Kaprodi Biologi mengatakan bahwa ia tidak menutup mata dengan fasilitas yang kurang maksimal.
Pada kenyataannya, mahasiswa terpaksa parkir di luar karena tempat yang tersedia selalu penuh. Hal ini terbukti ketika poros melakukan wawancara dengan salah satu mahasiwa UAD. Anggit, mahasiswa Fakultas Teknik Industri (FTI) mengatakan bahwa tempat parkir yang tersedia di kampus UAD III sering penuh. Hal ini menandakan lahan parkir memadai yang disampaikan Rohmad tidak benar.
Dalam pendirian FK, UAD terkesan terburu-buru. Baiknya UAD fokus dalam membenahi fasilitas yang ada daripada mendirikan fakultas baru. Niat baik UAD membuka FK diragukan. Banyak pihak khawatir apakah UAD dapat memaksimalkan fasilitas yang ada jika FK dibuka. Selain masalah FK, bulletin Poros edisi magang kali ini juga membahas tentang problematika lahan parkir yang sempit. Jumlah kendaraan yang membludak dan tempat parkir yang sempit memaksa mahasiswa memarkirkan kendaraannya di lahan milik warga. Selain membuat pengguna jalan tidak nyaman, juga membuat warga mengeluh.
Dikutip dari data Litbang Poros, menunjukkan sebagian besar mahasiswa tidak menyetujui adanya parkir liar. Hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 17-23 Maret 2016 menunjukkan bahwa 88,49% responden pernah memarkir kendaraannya di tempat parkir liar. Hal ini menandakan tempat parkir yang tersedia masih kurang. Kondisi mahasiswa yang memarkir kendaraan dilahan warga dapat memicu munculnya masalah baru. Untuk mengatasi hal ini, kampus seharusnya menyediakan tempat parkir yang dapat menampung semua kendaraan mahasiswa. Disamping itu kampus juga perlu mengurangi kuota bagi mahasiswa baru, guna mengatasi permasalahan serupa di periode mendatang. (Red)
“Jangan semata-mata mengejar sesuatu lebih besar tapi didepan mata belum terselesaikan� -Joko Widodo
P ORO S Menyibak Realita
Diterbitkan Oleh: UKM Pers Mahasiswa POROS UAD. Pembimbing: Anang Masduki S.Sos.I Pimpinan Umum: Lalu Bintang Wahyu Putra Bendahara Umum: Jopri Satria Lubis Sekertaris Umum: Sitti Hapsa Pimpinan Redaksi: Fara Dewi Tawainella Pimpinan Redaksi Magang II: Siti Zunaizah Reporter Magang II: Una, Nana, Ima, Yoga, Nur, Arga Fotografer: Arga Bagus Pratama Layouter: Imarafsah Mutianingtyas Koordinator Litbang Magang II: Irfan Hariz Nugraha Anggota Litbang Magang II: Tiswo, Fifi, Sigit, Widya, Ririn, Hanifah, Mutiara, Fitria, Kholid Koordinator Perusahaan Magang II: Riska Tanzilla Anggota Perusahaan Magang II: Ani, Yuni, Rica.
BERITA UTAMA 3
Sambungan hal 1 Selain itu, tujuan pendirian FK juga untuk melakukan misi dakwah. “Ini media dakwah yang salah satunya sangat strategis juga, membangun kesehatan moral dan berdakwah,” ungkap Safar. Ia melanjutkan, apabila FK sudah berdiri, UAD akan menerapkan pengajaran manajemen bencana dan bekerjasama dengan daerah-daerah yang tertinggal dalam hal pemerataan tenaga dokter di Indonseia.
Beberapa pihak mendukung pendirian FK di UAD, meskipun mereka juga mengakui bahwa fasilitas saat ini belum maksimal. Seperti halnya Listiatie Budi Utami, Kaprodi Biologi mengatakan bahwa ia mendukung pendirian FK. Namun, ia tidak menutup mata bahwa fasilitas saat ini masih terbatas. “Memang fasilitas terbatas tapi kami bisa mengoptimalkannya,” ungkap Lestiatie. Ia menambahkan bahwa untuk mengatasi kekurangan-kekurangan yang ada, terutama kebutuhan akan laboratorium, ia mengadakan kerja sama dengan laboratorium yang ada di Farmasi. “Kalau ruang laboratoriumnya memang masih terbatas, dipakai oleh banyak mahasiswa,” ujar Lestiatie. Selain Lestiatie, Rosyidah selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) juga mengeluhkan terbatasnya laboratorium di UAD. Padahal prodinya juga memilki mata kuliah yang memerlukan laboratorium, seperti Parasitologi dan Biologi. “Itu juga agak sulit kalau kita ke Lab Terpadu semua, disana juga banyak yang menggunakan,” ungkapnya. Nurkhasanah selaku Kaprodi Farmasi pun mengakui bahwa Fasilitas prodinya masih jauh dari maksimal. “Tapi fasilitas kita tidak pernah berhenti untuk berkembang,” ujarnya. Nurkhasanah menambahkan bahwa fasilitas ruang kuliah, laboratorium, kelengkapan alat untuk praktikum dan penelitian masih terus dikembangkan agar bisa mendukung perkuliahan. Belum maksimalnya fasilitas juga dikeluhkan oleh mahasiswa. Salah satunya di Fakultas Tarbiyah dan Dirasat Islamiyah (FTDI) yang baru saja berganti nama di tahun 2014. Saat ditemui Rabu (16/03), Irfan selaku ketua DPM mengeluhkan sempitnya ruang kelas yang mereka tempati. “Mahasiswa ada 40, menempati ruang kelas yang kapasitasnya
ilustrasi: Imrafsah Mutianingtyas
Mahasiswa dan Dosen: Fasilitas Belum Maksimal
kurang dari 40. Itu kan juga sempit, ditambah lagi ruangannyakan panas,” ujar Irfan.
butuh ruangan untuk praktikum itu yang benar-benar nyaman untuk anak-anak bisa mempraktekan kegiatan,” ujarnya.
Tak hanya terjadi di FTDI, sempitnya ruang kelas juga dialami oleh mahasiswa FKM. Satriawan Jaohandhy Muhtori selaku ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FKM mengelukan banyaknya jumlah mahasiswa dalam satu kelas. “Kalau saya bandingkan dengan beberapa universitas lain, maksimal mereka itu paling 40-50, kita bisa sampai 80,” keluh Satriawan.
Menanggapi hal ini, Safar mengakui masih adanya fasilitas yang belum terpenuhi. “Tapi kita masih terus berusaha memperbaiki,” ujar wakil rektor yang membidangi Bidang Pengelolaan Sumber Daya tersebut. Menurutnya, beberapa kekurangan itu merupakan hal yang wajar sebab UAD sedang dalam proses membangun. Safar mengungkapkan bahwa UAD sendiri tidak pernah berhenti membangun fasilitas untuk meningkatkan pelayanannya kepada mahasiswa.
Selain ruang kelas, fasilitas laboratorium pun dinilai masih kurang memadai. Seperti Intan Dian Pratiwi, ketua DPM Fakultas Farmasi mengeluhkan banyaknya alat-alat laboratorium yang rusak. “Alat-alat di laboratorium banyak yang sudah tidak memadai, dan sudah banyak yang rusak,” keluh Intan. Ferry Riano Setyawan, ketua BEM FMIPA pun mengeluhkan hal serupa. “Ya alat-alatnya memang kurang memadai,” ujar Ferry. Tak hanya masalah alat, banyaknya jumlah mahasiswa yang menempati satu laboratorium juga menjadi masalah. Pasalnya, mahasiswa tak nyaman karena harus berdesak-desakan. Seperti yang diungkapakan oleh Satriawan bahwa saat praktikum mereka harus berdesak-desakan akibat ruangan yang kecil. “Ya kita
Kendati belum resmi dibuka, pendirian FK sendiri cukup mengundang kekhawatiran dari beberapa pihak. Rosyidah selaku Dekan FKM mengaku khawatir akan dijadikannya FK sebagai ‘anak emas’ oleh UAD. “Karena kedokteran ini betul-betul menjadi bintang. Dalam artian, rebutan gitu ya,” ungkap Rosyidah. Satriawan, ketua BEM FKM juga berharap agar nantinya FK tidak dianak emaskan oleh universitas. “Ada FK nggak apa-apa, tapi kita ingin ada penyeragaman atau pemerataan gitu loh,” kata Satriawan. Menanggapi hal ini, Safar menegaskan bahwa tidak ada yang namanya anak emas. “Ada kedokteran atau tidak ya sama perhatiannya,” tegas Safar. (Nurrahmawati)
4 RESENSI
Bicara Dengan Media Judul
: Bajrangi Bhaijaan
Sutradara
: Kabir Khan
Penulis Skenario
: V. Vijayendra Prasad
Produksi
: Salman Khan dan Rockline Venkatesh
Durasi : 02:39:12 Tahun rilis
: 17 Juli 2015
Resensor
: Siti Zunaizah
ilustrasi: google
Awalnya Pawan menduga bahwa Munni adalah keturunan Kasta Brahmana. Namun, semua terelakkan setelah Munni menolak untuk berdoa sesuai dengan ajaran Hindu dan memilih masuk masjid untuk berdoa sesuai ajaran Islam. Tidak hanya itu, Munni juga lebih lahap jika memakan ayam dibandingkan sayuran. Padahal pada umumnya, kebiasaan masyarakat Hindu India adalah tidak memakan daging-dagingan.
Bajrangi Bhaijaan adalah film Bollywood yang sukses memperoleh pendapatan hingga 1 miliar Rupee dan menjadi film terlaris kedua setelah PK (2014). Film ini mengisahkan tentang seorang gadis asal Pakistan berusia 6 tahun bernama Shahida (Harshaali Malhtra). Shahida yang memiliki keterbatasan dalam berbicara membuat ia dan ibunya harus pergi ke Hazrat Nizamuddin Auliya. Sebuah daerah suci di Delhi yang konon apabila berdoa disana dianggap dapat terkabul termasuk keinginan Shahida untuk dapat berbicara. Namun dalam perjalanan pulang, Shahida ditinggalkan kereta yang membawa orang-orang kembali ke Pakistan termasuk ibunya. Ketidakmampuan Shahida dalam berbicara membuat ia tidak bisa dan memanggil ibunya. Untungnya ia dipertemukan dengan Pawan Kumar Chaturvedi (Salman Khan) yang dikenal sebagai “Bajrangi”seorang penganut Dewa Hanuman. Pria yang jujur dalam perkataannya dan baik budi pekertinya ini bertekad untuk memulangkan Shahida kerumah. Ketidakmampuan Shahida dalam berbicara membuat komunikasi keduanya agak terganggu. Sangat sulit untuk mengetahui dari mana ia berasal termasuk nama Shahida itu sendiri. Sehingga Pawan memanggil Shahida dengan nama “Munni”.
Misi memulangkan Munni ke tempat dimana ia berasal tidaklah mudah. Hal ini karena Pawan juga harus menepati janjinya untuk menyediakan rumah sebagai syarat menikahi Rasika (Kareena Kapoor) sang kekasih. Itu membuat Pawa sangat bingung memilih antara tetap membantu memulangkan Munni atau mengumpulkan uang guna membeli rumah. Namun Rasika justru menginginkan Pawan tetap memulangkan Shahida. Walaupun dengan resiko yang sangat tinggi yakni pergi ke Pakistan tanpa Passport atau Visa. Tak hanya sampai disitu, banyak hal yang harus dilalui Pawan dalam misi memulangkan Shahida ke tempat dimana ia berasal. Seperti harus menyelinap masuk perbatasan antara India dengan Pakistan. Sampai akhirnya Pawan dipertemukan dengan wartawan lokal Pakistan bernama Chand Nawab. Awalnya, Chand Nawab (NawazuddinSiddiqui) memberitakan bahwa Pawan adalah mata-mata India. Namun ia sendiri yang membantah pemberitaan tersebut, setelah mengetahui niat baik Palwan yang ingin memulangkan Munni. Akhirnya Pawan melanjutkan misinya dibantu oleh sang wartawan tersebut. Walaupun film ini mengandung komposisi yang berat dengan adanya perbedaan agama, dan konflik antar negara, namun sutradara dapat mengemasnya begitu ringan dan menggelitik. Dalam perjalanan mengantar Munni, Pawan dipertemukan dengan Maulana (Om Puri) seorang ulama Pakistan. Maulana mengira bahwa tempat Shahida di daerah Kashmir.
Bersambung ke halaman 5
SUARA MAHASISWA Husnia, Psikologi Adanya parkiran liar membuat kesan tidak bagus, seperti tidak rapi, kurang nyaman, dan minim fasilitas. Muncul persepsi negatif bahwa pimpinan UAD hanya memikirkan bagaimana mendapatkan pemasukan yang banyak dengan menerima banyak mahasiswa baru, tanpa memikirkan kapasitas dan fasilitas yang tersedia.
Eka, Ekonomi Sebaiknya ada larangan buat parkir liar. Soalnya selain merusak pemandangan, bisa bikin macet, apalagi jalan sempit kayak kampus I. Kampus harusnya bisa menyediakan lahan parkir yang efektif buat mahasiswa. Untuk Fakultas Kedokteran setuju-setuju aja, tapi kalau untuk saat ini sepertinya belum efektif. Soalnya masih terkendala Sumber Daya Manusia (SDM), dan fasilitas yang dimiliki kampus juga sepertinya belum memadai. Jangankan Fakultas Kedokteran, yang fakultas sekarang aja masih ngerasa kurang banget fasilitasnya.
Mera, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Bagus-bagus saja UAD menambah fakultas baru, tapi apakah sudah dipersiapkan secara matang segala fasilitasnya? Bukan rahasia lagi kalau UAD masih banyak kekurangan seperti ruang kelas, lahan parkir dan fasilitas lainnya. Alangkah lebih baik memperbaiki yang masih kurang dulu baru membuka yang baru. Tapi jika memang pembukaan fasilitas kedokteran sudah digodok secara matang, ya. why not? Tapi ingat mahasiswa sudah membayar mahal, jadi harus setara dengan apa yang mahasiswa peroleh. Parkiran motor di trotoar itu sangat mengganggu jalan di sekitar kampus, kan sudah sempit jadi kalau ada parkiran di trotoar otomatis pejalan kaki harus lewat di jalan motor otomatis berbahaya. Terkadang sudah parkir di trotoar apalagi sembarangan naruhnya, membuat jalan yang sudah ramai jadi tambah semrawut.
5
Citra, Pendidikan Biologi Parkiran liar dan suruh bayar apa itu wajar? Padahal kita setiap 6 bulan sekali bayar SPP mahal, tapi fasilitas buruk dan lahan parkirpun seharusnya diperbaiki, UAD menjadi semrawut tidak punya lahan.
Arif, PPKN Mengganggu pejalan kaki dan pengguna kendaraan juga, dan pastinya melanggar hukum karena tidak semestinya ruas jalan raya digunakan untuk parkiran. Fakultas Kedokteran harusnya bisa dipertimbangkan dulu, jangan kampus kita punya banyak fakultas dan jurusan, tapi kualitas akreditasinya masih belum bisa dibilang top markotop. Jadi mending membenahi semua elemen pada fakultas dan jurusan yang sudah ada dulu untuk mendapat kualitas yang baik. Jangan sampai kita bayar kuliah SPP naik tapi fasilitas minim, dan jangan sampai memanfaatkan kenaikan SPP mahasiswa untuk pembangunan fakultas baru.
sambungan resensi Hal ini digambarkan dalam percakapan Pawan dan Maulana. Pawan bertanya, “Kashmir? haruskah kembali ke India?”. “Tidak, kami juga punya sebagian kecil di sini ”, jawab Maulana. Pertanyaan yang seakan sederhana itu menyiratkan bahwa India dan Pakistan mempunyai daerah yang sama karena pembagian daerah bekas peperangan dahulu. Chand Nawad wartawan lokal Pakistan yang me rekam seluruh peristiwa apapun sepanjang perjalanan mereka, menginginkan bahwa semua orang diseluruh dunia mengetahui kisah pemberani Pawan.Segala cara telah dilakukan termasuk menelpon stasiun televisi lokal. Namun tidak satupun yang mau untuk menayangkan kisah yang dinilai sampah dan murahan ini. Timbullah ideoleh Chand Nawad untuk mempublikasikan kisah Pawan ini di internet, media yang dapat dilihat siapanpun. Setelah video rekaman itu tersebar luas, masyarakat India dan Pakistan menjadi empati dengan Pawan. Jalan untuk memulangkan semakin terbuka. Namun disisi lain pihak kepolisian bersikeras dan masih mengganggap bahwa Pawan adalah mata-mata India. Untuk menangkap Pawan polisi melakukan pemeriksaan disetiap daerah. Pawan akhirnya tertangkap namun wartawan Chand Nawab berhasil lolos dan memulangkan Munni ke rumahnya. Media televisi dan cetak serentak menayangkan kisah pemberani Pawan. Dalam salah satu tayangan televisi Chan
Nawad mengajak masyarakat India serta Pakistan untuk berkumpul diperbatasan, dan sama-sama mengantar Pawan untuk kembali ke India. Dalam adegan terakhir, ketika Pawan hendak menyebrangi perbatasan dari Pakistan menuju India, betapa terkejutnya ia mendengar Shahida berbicara dan berteriak. “mmaaa... maan (Paman)”, “Jai Sri Ram,Paman!”. Adegan ini membuat siapa saja yang fokus menonton film ini sejak awal akan ikut tersentuh dan bahkan menangis. Meski demikian dalam film ini terdapat kekurangan yakni durasi yang sangat panjang, sehingga penonton bosan. Ditambah lagi dengan adegan bernyanyi yang memakan waktu sangat banyak. Walaupun dinilai sampah dan murahan kisah pemberani Pawan tidak bisa dianggap enteng. Media seharusnya jeli mengungkap berita dan kisah sosok-sosok pahlawan yang bukan dibeli oleh ketenaran media semata. Kisah Pawan ini mengajarkan bahwa peperangan yang dialami India dan Pakistan dahulu, tidak perlu membuat permusuhan yang berlarut-larut. Perbedaan agama, kasta dan kebudayaan tidak perlu menjadi alasan ketika kita ingin melakukan suatu bentuk pertolongan.
6 BERITA KHUSUS
dok: poros
Parkiran UAD Penuh, Warga Turun Tangan
Kendaraan mahasiswa yang terparkir di depan salah satu rumah warga, di kampung Glagahsari. Pada gerbang tersebut terdapat tulisan “dilarang parkir di halaman kosan 576”
S
ejak lima bulan lalu kendaraan mahasiswa yang terparkir di belakang kampus III Universitas Ahmad Dahlan (UAD), menimbulkan keresahan bagi warga sekitar. Alhasil warga harus berdiskusi mencari solusi. Pasalnya, kendaraan yang terparkir sudah sampai ke depan rumah-rumah warga. Sejak penerimaan mahasiswa baru tahun ajaran 2015/2016, kampus III UAD dihadapkan pada masalah parkiran. Rohmad Yuliantoro selaku kepala bidang Aset Biro Finansial dan Aset (Bifas) mengatakan, kampus telah memiliki tiga lahan parkir di tempat berbeda. Yaitu, parkiran dalam kampus III, area laboratorium terpadu, dan lahan baru di sebelah barat laboratorium terpadu. Meski demikian mahasiswa tetap memilih parkir di lahan belakang kampus yang merupakan jalan umum yang juga di gunakan oleh warga kampung Glagahsari. Hal tersebut sempat mendapat protes dari warga sekitar. Heri Julianto, ketua RT 21 kampung Glagahsari mengatakan, penyempitan jalan disebabkan oleh banyaknya motor yang parkir kanan dan kiri jalan. Beberapa warga merasa terganggu dan mengeluh karena harus mencari jalan lain untuk menghindari kemacetan, terutama pengendara mobil. “Kalau dikatakan bermasalah, emang bermasalah terus mba,” Ujar Heri. Ia melanjutkan, warga memang komplain karena tidak bisa lewat. Ada beberapa alasan mahasiswa memilih parkir di belakang kampus. Menurut Anggit, mahasiswa Fakultas Teknik Industri (FTI), hal itu dikarenakan lahan parkir yang telah dise-
diakan pihak kampus sudah penuh. “Sering penuh di sana (parkiran kampus –red) itu mba. Telat dikit aja udah penuh. Bahkan jam delapan saja sudah ditutup,” ungkapnya. Hal tersebut dibenarkan oleh Muji Raharjo, pengelola parkir kampus III. Ia mengungkapkan, bahwa setiap pagi mahasiswa akan parkir di parkiran dalam kampus. Muji juga mengatakan, parkiran ini memiliki kapasitas sekitar 500-700 motor. Akan tetapi kapasitas tersebut sudah berkurang akibat pembangunan di kampus III. Menurutnya sebelum adanya pembangunan, kapasitas parkir di kampus lebih dari 1000 motor. Pengelola parkiran laboratorium, Tri Mulyono mengungkapkan, apabila parkiran di kampus penuh, maka dialihkan ke laboratorium terpadu yang memiliki kapasitas sekitar 600 motor. Ia melanjutkan, jika di laboratorium penuh, motor akan dialihkan ke parkiran baru di sebelah barat laboratorium terpadu. Parkiran laboratorium terpadu menurut Tri, akan ditutup sekitar pukul 08.15-09.00 apabila penuh. Azis, pengelola parkiran sebelah barat laboratorium terpadu mengatakan, parkiran tersebut dibuka pada 29 Februari 2016, dengan daya tampung kurang lebih 400-500 motor. Namun, setiap hari sekitar pukul 10.00 parkiran tersebut telah penuh. “Penuh terus mba, ya mungkin hari jumat agak longgar,” ungkapnya. Ia melanjutkan apabila parkiran penuh, mahasiswa akan parkir di parkiran berbayar di belakang kampus UAD III.
Bersambung ke halaman 7
BERITA KHUSUS
7
sambungan berita hal 6 Anggit, mahasiswa FTI mengatakan, alasan lain mahasiswa memilih parkir di belakang kampus karena lokasi lebih dekat dengan kampus. Sehingga waktu yang di tempuh menuju kelas lebih efisien, dan tidak perlu berjalan jauh. “Banyak yang pilih sini (parkiran belakang kampus –red) lebih dekat dari kampus mba,” ungkapnya. Namun Anggit juga mengakui tidak mengetahui jika hal tersebut membuat warga resah. Menurut Sulistiono, warga RT 21 kampung Glagahsari, warga sebenarnya enggan menyalahkan mahasiswa, tapi mahasiswa kurang peduli dengan keadaan sekitar. Ia mengatakan, mahasiswa yang datang sering mengandalkan petugas, setelah turun dari motor mahasiswa lari begitu saja. “Padahal posisi motor di tengah jalan,” terangnya. Selain itu, sebagai pemilik warung, Sulistiono merasa sangat terganggu dengan parkiran di belakang kampus. Ia mengatakan halaman rumah yang merupakan haknya kadangkadang digunakan oleh mahasiswa sebagai tempat parkir. Sejak dua tahun yang lalu lahan yang berada tepat belakang kampus III (kawasan RT 21) telah menjadi parkiran berbayar namun belum dikelola secara resmi oleh warga. Mendengar keluhan warga, Heri ketua RT 21, akhirnya meminta bantuan kepada RT 22 untuk ikut merapikan parkiran dan lahan di belakang kampus III. Hal ini bertujuan untuk membuka lahan parkir yang lebih luas dan dikelola secara langsung oleh warga. Syaifudin ketua RT 22 menjelaskan, lahan yang awalnya kumuh dan kurang terawat, akhirnya dibersihkan untuk dimanfaatkan sebagai lahan parkir, dengan pengelolaan dan kepengurusan yang jelas. Awalnya Heri berpikir, dengan dibukanya lahan baru di kawasan RT 22 dapat mengurangi kepadatan yang terjadi. “Tapi kenyataannya lahan RT 21 dan RT 22 penuh,” keluhnya. Disisi lain, Heri mengatakan, dengan adanya parkiran tersebut perekonomian warga juga meningkat. Hal senada juga diungkapkan oleh Udin, menurutnya warga yang sebelumnya tidak memiliki pekerjaan bisa memperoleh penghasilan sebagai tukang parkir ataupun membuka tempat fotokopi dan warung. “Anak-anak juga bisa mempeker-
jakan dirinya supaya bisa memperoleh tambahan penghasilan,” ujarnya. Meskipun begitu, baik RT 21 maupun RT 22 sependapat untuk tidak mempermasalahkan parkiran kepada universitas. Menurut mereka masalah parkiran ini sudah berada di luar wewenang universitas, karena sudah berada di lingkungan kampung, sehingga menjadi tanggung jawab bersama. “Sebetulnya itu sudah berada di luar kewenangan UAD,” kata Udin Menanggapi masalah parkiran, Rohmad sebagai perwakilan kampus juga menyatakan bahwa itu diluar wewenang universitas. Menurutnya pihak kampus sudah menyediakan lahan parkir yang memadai. “Kita kan menyediakan tempat parkir. Tinggal mahasiswanya diarahkan atau kesadaran mahasiswa untuk parkir di tempat yang sudah di sediakan,” ujarnya. Menurut Rohmad, jarak dan efisiensi waktu bukan menjadi masalah. Pihaknya merasa mahasiswa harus bisa melakukan manajemen waktu dengan baik. Meskipun warga merasa senang perekonomian meningkat, namun Heri berharap, untuk tahun ajaran 2016/2017 pihak kampus harus menambah lahan parkir. Karena menurutnya lahan yang sekarang tidak akan cukup jika ada penambahan mahasiswa. “Gak muat (kalau nambah mahasiswa –red),” ungkapnya. Mahasiswa juga berharap kampus segera menambah lahan parkir. Menurut Anggit, jumlah mahasiswa yang mendaftar di UAD lebih banyak dari yang lulus, sehingga lahan yang ada tidak akan cukup. “Semakin penuh lah parkirannya. Gak sesuai dengan jumlah mahasiswanya,” keluh mahasiswa semester enam ini. Rohmad mengatakan, pihaknya sudah memiliki kebijakan untuk segera memulai pembangunan di kampus IV, sehingga ada sebagian fakultas yang akan dialih ke kampus IV. “Kalau mulai tepatnya nanti tanya ke rektorat. Tapi insya Allah mulai tahun ini. Artinya kan kita memikirkan nih, tapi ya mohon sabar aja, karena pembangunan itu gak hanya satu dua bulan,” ungkapnya. (Asma NA)
Kritik dan saran dari pembaca dapat disampaikan melalui:
HP: 085254968851 Website: persmaporos.com E-mail: poros_uad@yahoo.co.id
Facebook: Persma Poros uad Twitter: @porosUAD
8 LITBANG
DILEMA PARKIR LIAR Respon Warga ( dalam persen )
Tidak Setuju
Kurang Setuju
Setuju
Sangat Setuju
Error
69,77 62,79
60,47
46,51 39,53 34,88
34,88 27,91
25,58
23,26 13,95 11,63
13,95 9,30 2,33 Parkiran liar mengganggu aktivitas anda
25,58
23,26
4,65 0
2,33
Parkiran liar menimbulkan keuntungan bagi anda
Setiap tahun Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta mengalami peningkatan jumlah mahasiswa. Peningkatan tersebut juga diiringi dengan bertambahnya penggunaan kendaraan bermotor. Namun keadaan ini tidak diimbangi dengan fasilitas lahan parkir yang memadai. Seharusnya luas parkir disesuaikan dengan jumlah kendaraan yang ada. Lahan parkir yang tidak mencukupi memaksa mahasiswa untuk memarkir kendaraannya di luar parkiran yang sudah disediakan. Hal ini menjadi penyebab timbulnya parkiran liar yang meresahkan warga, pasalnya parkiran liar tersebut memakai lahan milik warga dan mengganggu aktivitas pengguna jalan. Atas dasar itu, Litbang Poros melakukan penelitian terkait pengaruh parkiran liar bagi mahasiswa dan warga sekitar kampus. Penelitian dilakukan pada tanggal 17-23 Maret 2016 di kampus I, II dan III dengan cara menyebar angket yang berisi pertanyaan kepada 252 mahasiswa dan 43 masyarakat sekitar kampus. Angket untuk mahasiswa berisi lima pertanyaan tertutup dengan satu pertanyaan terbuka. Sedangkan angket untuk warga terdiri dari enam pertanyaan tertutup dengan dua pertanyaan terbuka. Berdasarkan hasil penelitian litbang, sebagian warga merasa terganggu
11,63
9,30 4,65
2,33
4,65
2,33
Parkiran liar Seharusnya parkiran liar menimbulkan kerugian tidak ada bagi anda
dengan adanya parkir liar. Hal ini terbukti sebanyak 39,53% warga menjawab sangat setuju. Bahkan ada warga yang memasang pengumuman untuk tidak memarkir kendaraan di halaman rumahnya. Pengumuman itu ditempel di pagar depan rumah dengan kertas berbagai ukuran. Tak hanya merasa terganggu, warga pun merasa dirugikan dengan adanya kondisi tersebut. Terlihat dari besarnya persentase warga yang menjawab setuju yaitu 60,47%. Warga yang sangat setuju hanya 9,30%. Kemudian warga yang kurang setuju 13,95%, dan yang tidak setuju merasa dirugikan hanya 11,63%. Ditambah, 69,77% warga menyatakan parkiran liar tidak menimbulkan keuntungan bagi mereka. Namun, adanya parkir liar ini masih memberi sedikit keuntungan karena hanya 4,65% warga yang merasa demikian. Masalah parkiran liar diluar kampus menimbulkan pertanyaan baru, siapakah yang seharusnya mengelola parkiran liar tersebut? Hasil penelitian menunjukkan warga tidak setuju atau menolak bahwa mereka yang mengelola parkir liar. Karena warga yang menyatakan tidak setuju 34,88% lebih besar daripada yang setuju yaitu 25,58%. Terlihat warga tidak setuju jika
4,65
Parkiran liar dikelola oleh warga
11,63
11,63 4,65
Parkiran liar dikelola oleh kampus
mereka yang mengelola parkiran liar. Namun ketika ditanya apakah parkiran liar dikelola oleh kampus, 46,51% warga juga tidak setuju. Hingga akhirnya terlihat bahwa banyak warga yang menyatakan parkiran liar seharusnya tidak ada. Hal ini didukung data, warga yang sangat setuju sebesar 62,79%, disusul warga yang menjawab setuju 27,91%. Sebaliknya, ada pula yang merasa tidak keberatan dengan adanya parkir liar yaitu sebanyak 2,33%. Setiap Perguruan Tinggi seharusnya memiliki tempat parkir yang memadai sehingga tidak ada lagi mahasiswa yang parkir liar. Tidak tersedianya lahan parkir yang cukup, memaksa mahasiswa mencari tempat parkir lain. Hasil penelitian menunjukkan, mahasiswa yang pernah memarkir kendaraan diluar parkiran yang disediakan kampus sebanyak 46,03%, sedangkan yang tidak pernah 53,97%. Sehingga dapat disimpulkan, perbandingan mahasiswa yang memarkir kendaraannya di parkiran liar dan di parkiran yang disediakan kampus tidak jauh berbeda. Parkiran baru yang disediakan kampus belum menjadi solusi, karena masih banyak mahasiswa berpendapat parkiran UAD saat ini masih belum memadai. Berdasarkan hasil survei, ma-
LITBANG 9 Respon Mahasiswa ( dalam persen )
Pernah memarkir kendaraan selain di parkiran yang disediakan oleh kampus Lahan parkir UAD sudah memadai
88,49
53,97 46,03
10,32 1,19
0,00 Ya
Tidak
hasiswa yang menyatakan parkiran sudah memadai hanya 10,32%. Sebaliknya sebagian besar mahasiswa menyatakan parkiran belum memadai yaitu sebesar 88,49%. Lahan parkir yang memadai merupakan fasilitas wajib yang harus dimiliki semua perguruan tinggi. Parkiran liar menimbulkan keuntungan dan kerugian tersendiri bagi mahasiswa. Mahasiswa yang sangat setuju parkiran liar menimbulkan kerugian sebanyak 31,35%, setuju 38,49%. Sedangkan yang merasa tidak dirugikan sebanyak 7,94%. Data ini diperkuat lagi, hanya 1,19% mahasiswa yang menjawab merasa sangat diuntungkan. Dampak dari adanya Parkiran liar tidak hanya dirasakan oleh mahasiswa, namun juga meresahkan pengguna jalan. Hal ini dibuktikan dari data yang poros peroleh, bahwa
Error
mahasiswa yang sangat setuju jika pengguna jalan terganggu yaitu sebesar 46,43%, setuju 43,25%, tidak setuju 3,17%, kurang setuju 6,75%, dan error 0,4%. Keresahan pengguna jalan dari parkiran liar ini dikarenakan banyaknya kendaraan yang berlalu lalang di jalan, yang seharusnya hanya dilewati pengguna jalan malah dijadikan tempat parkiran liar. Berdasarkan penelitian, warga sebenarnya sudah mengingatkan mahasiswa agar tidak memarkirkan kendaraan secara liar. Namun hal tersebut tidak diindahkan. Mereka (Warga –red ) juga menyarankan agar kampus menyediakan fasilitas parkir yang memadai. Tak jauh berbeda dengan harapan mahasiswa, agar lahan parkir lebih luas dan dekat dengan kampus. Bahkan mahasiswa menyarankan jika memang tidak memiliki lahan parkir yang memadai sebaiknya kuota penerimaan MABA (Mahasiswa Baru) dibatasi.
Respon Mahasiswa ( dalam persen )
Parkiran liar menimbulkan kerugian bagi anda
Parkiran liar menimbulkan keuntungan bagi anda
Parkiran meresahkan pengguna jalan 55,95
46,43 43,25 38,49 31,75
31,35
21,83
10,71
7,94
6,75 3,17
Tidak Setuju
Kurang Setuju
Setuju
1,19
0,40 0,40 0,40
Sangat Setuju
Error
10 OPINI
Mencari Solusi Parkir Oleh Yoga Pramardika Kampus sebaiknya memperhatikan tempat parkir yang memadai agar mahasiswa merasa nyaman.
Yogyakarta dari dulu memang dikenal sebagai Kota Pelajar karena memiliki banyak perguruan tinggi seperti Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Islam Indonesia (UII), Universitas Sanata Dharma (USD), Universitas Ahmad Dahlan (UAD), dan masih banyak lagi. Hal inilah yang menyebabkan banyak pendatang yang kuliah di Yogyakarta. Tidak dapat dipungkiri bahwa kualitas perguruan tinggi di Yogyakarta tidak bisa diragukan lagi. Tidak hanya dari segi kualitas, sebagian besar perguruan tinggi di Yogyakarta juga sudah terakreditasi. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya perguruan tinggi yang berskala nasional. Setiap tahun Yogyakarta banyak didatangi pengunjung, baik dari dalam maupun luar kota. Seperti dilansir dari Republika Online (3/10/2012), di situs tersebut menjelaskan lima tahun terakhir jumlah mahasiswa baru di Yogyakarta mengalami penurunan. Namun pada tahun 2012 lalu meningkat tajam. Hal ini menyebabkan sering terjadi kendala di beberapa Universitas. Seperti Universitas Ahmad Dahlan (UAD) pada tahun itu naik hingga 30%, dari yang sebelumnya 3.200 menjadi 3.800 mahasiswa baru. Dan pada tahun 2015 kemarin UAD menerima hingga 5929 mahasiswa baru. Bertambahnya mahasiswa ini menyebabkan fasilitas yang ada menjadi tidak memadai, dalam hal ini tempat parkir. Tempat parkir yang memadai sangat penting bagi perguruan tinggi. Selain menyebabkan dampak mental, tempat parkir yang sempit juga dapat menyebakan hal negatif lainnya yaitu, rasa malas belajar. Pihak kampus harus
memahami betapa pentingnya tempat parkir bagi keberlangsungan belajar mahasiswa. Menjawab solusi parkir, pada tanggal 29 Februari 2016 lalu UAD menambah lokasi parkir baru di samping UAD III. Namun solusi hanyalah
Dampaknya mahasiswa banyak dirugikan baik secara waktu maupun keamanan. Akan tetapi UII segera mencarikan solusi terkait kondisi ini, yakni pihak universitas akan menambahkan ruang parkir dan membatasi kuota mahasiswa baru tahun berikutnya.
Tidak hanya di perguruan tinggi, lokasi parkir yang minim juga terjadi di objek wisata seperti Malioboro. Minimnya tempat parkir memaksa para pengunjung memarkirkan kendaraannya di trotoar bahkan bahu jalan. Padahal trotoar adalah hak pejalan kaki yang harus steril dari kendaraan. Melihat kondisi ini, pemerintah kota Yogyakarta membuat solusi dengan cara memindahkan tempat parkir ke terminal Abu Bakar dengan membuat tempat parkir portable. Tempat parkir portable adalah tempat parkir yang disusun atau dibentuk dari beberapa ilustrasi: Imarafsah & Yoga lantai sesuai kebututinggal solusi, tempat parkir yang baru han, hal ini guna mengoptimalkan lahbelum mampu menjawab keluhan maan yang minim. hasiswa. Hal ini terlihat dari banyak Melihat masalah parkir di nya mahasiswa yang parkir di lahan Malioboro tampaknya memiliki kesamilik warga. Lokasi tempat parkir yang maan dengan yang terjadi di UAD. Unjauh membuat mahasiswa enggan metuk mengakali kurangnya lahan parkir markirkan kendaraanya di sana. baiknya UAD mencontoh apa yang Mengenai lahan parkir yang minim, tidak hanya terjadi di UAD. Kampus lain di Yogyakarta pun kerap mengalami kesulitan dalam hal parkir kendaraan, seperti yang terjadi di UII. Dikutip dari media online LPM Profesi (12/01/2014), membeludaknya lahan parkir di kampus tersebut disebabkan oleh meningkatnya jumlah mahasiswa baru tiap tahunnya di empat fakultas. Seperti Fakultas Teknologi Industri (FTI), Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), dan fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI).
dilakukan pemerintah kota. Jika saat ini saja tiap lahan parkir di UAD mampu menampung 500 kendaraan, maka bayangkan saja jika tempat parkir dibuat tiga lantai maka akan mampu menampung 1500 kendaraan di setiap tempat parkir. Apabila ini diterapkan dampak mental dan malas belajar dapat diminimalisir. Mahasiswa akan nyaman belajar karena tidak lagi harus parkir di tempat yang jauh dari kampus atau menggunakan lahan warga. Sungguh akan menjadi terobosan yang solutif jika hal ini diterapkan.
SASTRA
11
Berharap Saling Menyapa Imarafsah Mutianingtyas | Sastra Indonesia 2015 November 2015 Kau pandang sejauh itu hamparan biru yang seolah tiada batas mata memandang. Sama seperti awangmu yang terbang tinggi, berusaha untuk menculik asa dengan harap sebuah kehidupan yang lebih bijaksana. Kau selalu merasa menjadi orang yang tidak beruntung dari segi apapun. Padahal semua orang memahamimu sebagai orang tangguh. Kau memiliki; pemikiran cerdas dan hati seputih buih lautan. Namun satu hal, kepercayaan diri entah kau buang dimana. Laut dan langit memiliki garis batas yang tipis. Ia sulit dilihat dari berkilo-kilo jauhnya. Engkau suka menerka-nerka dimana batas itu berada. Inginmu pergi ke sana, hapuskan batas agar lekas awangmu lepas bebas. Asa, kau senang mencarinya, bahagia kau berlari. Saat pagi itu kau menarik nafas sedalam-dalamnya, menahan sebentar, setelah itu kau hembuskan perlahan. Ada rasa ketenangan, kemudian rindu tiba-tiba hadir. Jantungmu berdetak kencang ketika angin menyampaikan pesan, seolah ada bisikan pertanyaan, “Tidakkah kau rindu dengan Yani, Nik?” Kemudian melayang kembali ingatanmu pada masa ketika pertama menapakkan kaki disuatu kelas, lantai 3 sebuah Universitas. Tiba-tiba perempuan berparas ayu datang menghampirimu saat kau sedang duduk manis nan menuliskan kisah pagi. September 2011 Menik. Nama diberikan sebab tubuhmu mungil. Dahulunya, ketika orangtuamu belum memberikan nama, orangorang sering menjulukimu dengan Menik. Itulah yang memberikan inspirasi kedua orangtuamu untuk memberi nama Menik. Setiap kau terbangun karena pagi, ucapan pertama dari bibir adalah, “Assalammualaikum jagat raya, berpihaklah padaku hari ini.” Kemudian kau duduk dipinggir tempat tidur seraya mengumpulkan nyawa masih mengambang. Setengah matamu terpejam, separuh otak bermimpi, namun hati menggerakanmu seutuhnya untuk bergegas. Kau melangkah tak terburu menuju kampus, selalu meluangkan sejenak waktu untuk berjalan semaumu. Walau itu hanya untuk melihat kehidupan sekitar yang tidak pernah bersayonara. Mereka sibuk dengan urusan pribadinya. Orang-orang berlalu-lalang tanpa menengok sekitarnya. Kaki diciptakan untuk berjalan. Berjalan merupakan salah satu bentuk syukur kepada Sang Maha Pencipta. Dengan berjalan, kita senantiasa merasakan betapa nyata nikmat memiliki sepasang kaki utuh untuk tetap melangkah. Tak kau lihatkah mereka diluar sana banyak menginginkan seperti kita? Kenapa masih harus memanjakan diri dengan langit-langit yang tak bisa diinjak? Bukankah langit dengan awan menyapa hingga orang bisa melihat sesukanya? Begitu mati kisah kita jika tidak saling menyapa karena kita tak pernah mengetahui siapa saja mereka. Ah… berjalanlah… bak waktu yang selalu berjalan, kau melihat orang lain. Sedangkan ketika tidak menyapa, hanya jalan aspal hitam yang kau lihat. Kau tidak mau, kan, jika hidupmu hitam seperti aspal itu? (Yogyakarta 2011).
“Hai!” Seseorang perempuan menyapamu. Cepat-cepat kau tutup buku catatan dan membalas sapaan itu, “Hai juga,” genal.
Bermula dari sebuah sapaan, kalianpun saling menNovember 2015 “Nggak capek, Nik, berdiri terus dari habis subuh?” Suara itu membuyarkan lamunan Menik.
Setia sekali kau, masih berdiri di tepi pantai membiarkan kakimu dibelai ombak pantai. Pagi ini, angin tak begitu besar namun amat dingin menyentuh kulit. Melayang-layang rok payung yang kau kenakan ketika angin bertiup, rambut panjangmu pun demikian. Matamu jauh melihat kedepan, seutai senyum manis terbit di wajahmu. “Aku senang, Lek. Maturnuwun yo, sudah biayai semuanya,” Katamu kepada Pak Lek yang selama ini telah merawatmu. Sejak kau berumur 2 tahun hingga 21 tahun kemudian. “Iya, Nduk. Pak Lek sama Bulek juga senang. Bersyukur nduwe kowe,” “Sekalian Nik pamit. Dongake Nik, ya, Lek. Minggu depan sudah harus ninggalin Pak Lek sama Bulek,” “Genah kui, Nik. Ojo lali bersyukur.” “Betul kata Bapak Nik, ya, Lek, kalau berani bermimpi, dan mau berjuang, pasti asa berhasil didekap.” “La iyo, genah. La nek cuma mau guyon aja anak SD bisa, Nik.” Pak Lek membelai rambutmu dengan penuh sayang. Ia benar-benar sedih ketika kau berpamitan untuk meninggalkan rumah demi studimu di Negeri Kincir Angin. Namun perlu kau tahu, betapa bahagia ia melihatmu tumbuh menjadi harapan kedua orangtuamu. Namamu senantiasa abadi pada waktunya, karena gelar sarjana yang kemudian akan bertambah master, Asa tidak lagi hanya kau raba-raba, itu telah kau dekap dengan segenap perjuanganmu. Kini kau menemukan dirimu sesungguhnya, maka jangan pernah bosan untukmu berjuang dan senantiasa bersyukur, Menik. –––
“Laut dan langit memiliki garis batas yang tipis. Ia sulit dilihat dari berkilo-kilo jauhnya.”