Menyibak Realita
POROS Edisi: 01/ Desember 2016
Geliat Organisasi Eksternal di UAD Di Universitas Ahmad Dahlan (UAD) terdapat beberapa Organisasi. Ada organisasi internal dan eksternal. Ada yang diakui kampus, ada juga yang tidak. Hal ini menyebabkan adanya gesekan antar organisasi, meski pada akhirnya diselesaikan secara kekeluargaan. Seperti yang diungkapkan Faisal Rumbaroa, ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Ahmad Dahlan, bahwa pada Oktober 2016 pernah ada kejadian “stand HMI” dibubarkan ketika membuka sta n d p e n d aftaran anggota di kampus. Pembubaran itu dilakukan oleh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) UAD. Tidak hanya dibubarkan, namun pamflet HMI juga dicabut. “Padahal penempelan itu sudah melalui prosedur yang benar,” cerita Faisal. Kasus ini
pun berlanjut, Faisal berinisiatif menemui Koordinator Komisariat (Korkom) IMM UAD untuk mediasi. Konflik seperti ini bukan terjadi kali itu saja, tapi di tahun 2013 juga pernah terjadi. “Bukan kali ini saja, pasca saya bergabung dengan HMI tahun 2013 itu sudah mulai bentrok,” kenang Faisal. Menanggapi hal tersebut, Fajar selaku Korkom IMM UAD mengatakan hal itu merupakan wewenang IMM, “Secara kelembagaan kita tetap mengacu pada Statuta tahun 2015,” ujar Fajar. Dalam statuta UAD tahun 2015 pasal 34 ayat (3) tertuang bahwa Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Tapak Suci Putera Muhammadiyah (TS) dan Kepanduan Hisbul Wathan (HW) adalah Organisasi Otonom (Ortom) Muhammadiyah yang dibina oleh Pimpinan Universitas. Selain HMI, organisasi eksternal lain yang pernah berkonflik adalah Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI). Bersambung ke hal 3
BERITA UTAMA 1 EDITORIAL 2
LITBANG 4 RESENSI 6 OPINI 8
EVENT 9 KLARIFIKASI 10 KOMIK 11
Edisi: 01/ Desember 2016
Editorial Ilustrator : Sriw
2
Posisi Organ-organ dalam Tubuh Kampus
TIM BULETIN Diterbitkan Oleh : UKM Persma POROS UAD Pembina : Anang Masduki S. Sos. I Pimpinan Umum : Lalu Bintang Wahyu Putra Bendahara Umum : Jopri Satriadi Lubis Sekretaris : Siti Hapsa Pimpinan Redaksi : Fara Dewi Tawainella Redaktur Pelaksana : Widianti Reporter : Nurrahmawati Widianti Sri Wahyuni Layouter : Imarafsah Mutianingtyas Ilustrator : Sri Wahyuni Kadiv Litbang : Marwah Ulfatunisa Anggota : Mutiara Pratama Putri Yoga Pramardika M. Khafidz Firdiawan Rica Andini Putri Sri Hartani Afidah Fiddaraini Kadiv Perusahaan : Silviana Wulandari Anggota : Asma Nur Aina Fitria Fitra Hasrina Putri Kadiv Kaderisasi : Hamam Al Fikri Anggota : Muhayyan Kadiv Jaringan : Ilham Lazuardi
Salam mahasiswa! Ibarat sebuah negara, Universitas Ahmad Dahlan (UAD) merupakan bentuk miniaturnya. Tidak hanya UAD, kampus lain pun demikian. Di kampus, mahasiswa diibaratkan sebagai warga, Organisasi Mahasiswa (ormawa) sebagai pemerintah, dan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) diibaratkan sebagai undang-undang yang mengaturnya. Alhamdhulillah, setelah melalui perjalanan panjang dalam mengarugi kerasnya hidup di Negara Oranye, Poros akhirnya kembali menyajikan hidangan bacaan kehadapan seluruh masyarakat. Begitu banyak yang menarik untuk diperbincangkan selain upaya kampus membangun gedung-gedung baru agar sesuai dengan gambar brosur. Kali ini Poros ingin mengulik tentang organisasi eksternal di UAD. Tidak hanya membicarakan nama organisasinya, namun juga peran dan kontribusinya terhadap kampus. Kebebasan untuk berekspresi, berkumpul dan berserikat telah diatur dalam UUD 1945. Setiap warga negara berhak menyampaikan pendapatnya di muka umum sesuai peraturan yang berlaku. Hal itulah yang menjadi dasar organisasi-organisasi mahasiswa berdiri di UAD. Di UAD, juga di kampus lain, organisasi menjadi sebuah wadah penting untuk belajar sebelum mengabdi ke masyarakat. Organisasi bukan sematamata hanya Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), maupun Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS). Ada juga Organisasi Otonom atau biasa dikenal Ortom. Tak hanya itu Unit Kerja Mahasiswa (UKM) dan komunitas pun memiliki struktur organisasinya masing-masing. Melihat mahasiswa UAD yang berasal dari berbagai latar belakang, barangkali hal ini juga berpengaruh terhadap pergerakan organisasi mahasiswa yang
ada. Di UAD ada beberapa organisasi resmi namun tidak dilegalkan oleh kampus karena alasan tertentu. Seperti Gema Pembebasan, Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI), dan Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI). Kehadiran organisasi ini secara administrasi tidak diakui oleh kampus. Imbasnya, dari segi pendanaan mereka secara mandiri melakukan usaha guna menggerakkan roda organisasi. Perihal pengakuan organisasi tentu saja memberi keleluasaan tersendiri bagi organisasi yang diakui. Seperti Ortom kampus, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Tapak Suci Putera Muhammadiyah (TS), dan Kepanduan Hisbul Wathan (HW) yang menjadi organisasi binaan Pimpinan Universitas. Keputusan itu tertuang dalam Statuta UAD tahun 2015 pasal 34 ayat (3).
Kali ini kami ingin mengulik tentang organisasi eksternal di UAD. Tidak hanya membicarakan nama organisasinya, namun juga peran dan kontribusinya terhadap kampus. Menjadi organisasi eksternal tak menyurutkan langkah HMI dan SMI berkontribusi untuk kampus. Terlibat aktif dalam mewujudkan demokrasi kampus menjadi bukti bahwa organisasi eksternal tidak apatis dan menutup mata terhadap permasalahan yang ada. Edisi kali ini Poros bukan bermaksud membuat gesekan antara organisasi internal, ortom, maupun eksternal di UAD. Melainkan Poros ingin menyuguhkan wacana pergerakan organisasi ekternal di kampus oranye, serta kontribusinya dalam demokrasi kampus. Seperti SMI dan HMI yang kader-kadernya banyak menduduki kursi pemerintahan Keluarga Besar Mahasiswa (KBM). [Red]
Edisi: 01/ Desember 2016
3
Sambungan hal 1
“Pernah juga diusir oleh organisasi intra pada saat membuka stand di kampus III pada tahun 2015,” tutur Pratama Wasisto Aji, Ketua SMI Komisariat Ahmad Dahlan. Ia menambahkan, pembubaran itu dikarenakan SMI adalah organisasi eksternal. Padahal di pusat, SMI adalah organisasi resmi yang memiliki akta notaris. Di UAD organisasi eksternal yang diakui kampus hanya IMM. Abdul fadlil selaku wakil rektor III mengatakan bahwa hal tersebut merupakan kebijakan dari Majelis Dikti dan Pusat Muhammadiyah. “Jadi seluruh perguruan tinggi Muhammadiyah organisasi eksternal mahasiswa hanya IMM,” ujar Fadlil.
Dalam statuta UAD tahun 2015 pasal 34 ayat (3) tertuang bahwa Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Tapak Suci Putera Muhammadiyah (TS) dan Kepanduan Hisbul Wathan (HW) adalah Organisasi Otonom (Ortom) Muhammadiyah yang dibina oleh Pimpinan Universitas. Kontribusi untuk Kampus Ortom Muhammadiyah merupakan organisasi yang dibentuk oleh Persyarikatan Muhammadiyah. Dengan bimbingan dan pengawasan, Ortom diberi hak dan kewajiban untuk mengatur rumah tangga sendiri serta membina warga Persyarikatan Muhammadiyah dalam bidang tertentu untuk mencapai tujuan dan maksud Persyarikatan Muhammadiyah. Sebagai Ortom, IMM berperan aktif dalam menciptakan kader-kader Muhammadiyah, “Intinya kita kembali lagi kontribusinya untuk pengkaderan Muhammadiyah,” jelas Fajar selaku Koordinator Komisariat IMM. Kader IMM juga memiliki posisi penting dalam demokrasi kampus. Terbukti dari kursi presiden mahasiswa selama empat tahun berturut-turut diduduki oleh kader IMM. Organisasi eksternal juga tak kalah penting. Terbukti dari setiap pelaksanaan Pemilihan Mahasiswa (Pemilwa) kader-kader dari HMI dan SMI banyak yang masuk dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM). Hal ini dibuktikan dengan duduknya kader HMI sebagai ketua Mahkamah Konstitusi Mahasiswa Universitas (MKMU) periode 2015/2016, Gubernur Fakultas Hukum dan Gubernur Fakultas Sastra Budaya Komunikasi (FSBK) periode 2016/2017.
KRITIK DAN SARAN SERTA TANGGAPAN DARI PEMBACA DITERIMA SECARA TERBUKA OLEH POROS. Website
: persmaporos.com
“Ketika ada kader HMI yang memiliki kapasitas untuk terjun ke BEM maupun DPM, kader ini yang kami tawarkan,” ujar Faisal. Sama dengan HMI, kader SMI pun memiliki posisi penting di DPMU. “Tiga tahun berturut-turut ketua DPMU dari SMI semua,” ujar Pratama. Ia juga menambahkan dalam penentuan kader yang masuk ke organisasi internal telah melalui pembacaan dan penyeleksian seluruh anggota. “Apakah kader ini pantas masuk ke intra atau belum,” tuturnya. Sumber Dana Organisasi Eksternal Setiap organisasi membutuhkan dana untuk menjalankan organisasi, tak terkecuali IMM, HMI, dan SMI. Namun dalam memperoleh dana, ketiga organisasi tersebut menempuh cara yang berbeda. IMM sebagai organisasi otonom mendapat dana dari kampus untuk setiap kegiatan yang diadakan. Hal ini tidak terjadi pada HMI dan SMI karena status mereka sebagai organisasi eskternal. Tidak diakuinya organisasi eksternal ini membawa dampak terhadap pendanaan organisasi. Meski begitu, untuk menggerakkan roda organisasi mereka mencari dana secara mandiri. “SMI tidak pernah meminta kepada birokrasi kampus,” kata Pratama. Menurutnya kemandirian dapat menambah rasa kepemilikan kader terhadap organisasi. SMI berjualan untuk mendanai kegiatan. Jika hal ini kurang maksimal, mengamen dan iuran anggota menjadi pilihan. Hal yang sama juga dilakukan HMI, iuran dari anggota dan alumni menjadi sumber dana utama setiap kegiatan. Tidak hanya itu, berjualan makanan pun dilakukan sebagai usaha alternatif dalam mencari dana. Meski tidak mendapat bantuan dari kampus, organisasi eksternal tetap berkontribusi dalam mewujudkan demokrasi kampus. Pratama mengatakan bahwa mengirimkan kader-kader dalam pemerintahan di Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) adalah bentuk mewujudkan demokrasi kampus. “Kita masukin anggota yang kita anggap layak masuk ke intra kampus. Paling gak ya bisa berkontribusi,” katanya. Hal senada juga dituturkan Faisal, meski secara administratif tak diakui namun HMI selalu menerjunkan kader-kadernya ke BEM dan DPM. “Ini menjadi pegangan buat mahasiswa bahwa kontribusi HMI untuk demokrasi kampus cukup besar,” ujar Faisal. [Widia]
Halaman Fb Twitter Instagram E-mail HP
: Persma Poros Dot Com : @porosUAD : @porosuad : redaksiporosonline@gmail.com : 085-254-968-851
Edisi: 01/ Desember 2016
4
Litbang Antusiasme Mahasiswa UAD Terhadap Organisasi
Otonom
Organisasi merupakan kesatuan, susunan, atau kelompok kerjasama yang terdiri atas bagian-bagian (orang) dalam perkumpulan untuk tujuan tertentu (KBBI, 2011: 377). Organisasi mahasiswa di Universitas Ahmad Dahlan (UAD) merupakan wadah untuk menampung pelbagai macam minat dan bakat mahasiswa yang ada didalamnya. Tujuannya agar mahasiswa bisa mengembangkan potensi yang dimiliki, misalnya melalui pelbagai kegiatan dalam organisasi tersebut. Organisasi kemahasiswaan yang ada di UAD terhimpun dalam Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) seperti Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Mahkamah Konstitusi Mahasiswa Universitas (MKMU), Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS), Lembaga Semi Otonom (LSO), dan Komunitas. Realitanya, masih ada mahasiswa yang tidak berminat untuk mengikuti organisasi. Hal ini disebabkan mahasiswa belum mampu memanejemen waktu dan adanya faktor lain. Hal tersebut dibuktikan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Divisi Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Poros pada 6 - 8 Oktober 2016. Litbang melakukan penelitian untuk melihat minat mahasiswa UAD dalam berorganisasi. Metode yang digunakan ialah menyebarkan angket berisi empat pertanyaan tertutup dan dua pertanyaan terbuka. Angket dibagikan kepada mahasiswa kampus I, II, III, dan V. Jumlah responden sebanyak 685 orang dari sekitar 26.000 populasi mahasiswa UAD. Hasil penelitian menunjukkan ada 54,31 persen mahasiswa yang mengikuti organisasi dan 44,96 persen tidak mengikuti organisasi. Sebanyak 93,01 persen mahasiswa menyatakan mereka mengikuti organisasi atas keinginan sendiri, selebihnya 6,72 persen mengikuti organisasi atas pengaruh orang lain.
Edisi: 01/ Desember 2016
5 Apakah Anda mengikuti organisasi? Alasan “Ya�
Sedangkan 30,67 persen mahasiswa yang tidak mengikuti organisasi merasa belum mampu memanajemen waktu. 16,93 persen mahasiswa tidak ikut karena tidak tertarik, dan 47,28 persen dipengaruhi oleh hal lain. 20 persen responden mahasiswa menganggap organisasi sangat penting dan 40,29 persen menjawab organisasi cukup penting untuk mahasiswa. Ada anggapan dari mahasiswa yaitu 8,71 persen bahwa organisasi kurang penting, dan 1,02 persen lainnya menyatakan tidak penting. Sedangkan 29,64 persen menyatakan bahwa organisasi itu penting.
Alasan “Tidak�
Organisasi selain sebagai wadah minat dan bakat mahasiswa, juga mampu melatih sifat sosial bermasyarakat. Oleh sebab itu, perlu kesadaran diri dari mahasiswa untuk mengikuti organisasi. Selain bersosialisasi, mahasiswa pun dapat menerapkan pengetahuan serta hal yang didapat dari kampus ke masyarakat. Setelah lulus dari perguruan tinggi, mahasiswa akan berperan utuh dalam masyarakat baik dalam lingkungan tempat tinggalnya maupun tempat dimana ia akan bekerja. [Ani, Fajar, Fifi]
Edisi: 01/ Desember 2016
Resensi
6
Natal dalam Bayang-Bayang Hantu Mutiara Pratama Putri
Judul : Sutradara : Produser : Perusahaan Produksi : Distributor : Durasi : Bahasa :
A Christmas Carol adalah film yang diadaptasi dari novel karangan Charles Dickens, dirilis pada tahun 2009 di Amerika Serikat dan Inggris. Film ini menceritakan kehidupan individualis sang tokoh utama bernama Ebenezer Scrooge. Scrooge tidak peduli terhadap lingkungan sekitarnya, terutama pada hari Natal. Scrooge digambarkan sebagai tokoh pelit yang hanya memikirkan untung-rugi. Bahkan, perayaan Natal baginya adalah suatu pemborosan. Ia tidak ingin merayakan Natal dengan bergembira seperti yang dilakukan oleh orang lain. Sifat pelit ini membuat Scrooge dijauhi oleh orang-orang di sekitarnya. Suatu ketika, Scrooge dikunjungi oleh sahabatnya bernama Jacob Marley yang sudah meninggal. Ia muncul dengan perawakan yang menyeramkan karena rahangnya yang lepas dan pelbagai macam benda yang dirantai di seluruh tubuhnya. Semasa hidupnya, Marley seperti Scrooge yang hanya berpikir untung-rugi. Ia memberitahu Scrooge tentang kedatangan tiga hantu yang bisa merubah hidup Scrooge agar tidak bernasib sama. Ketiga hantu ini datang beruru-
tan tanpa selang batas waktu, tidak sama seperti apa yang dikatakan oleh Marley. Pada awalnya, Scrooge tidak percaya semua perkataan Marley. Tetapi kemunculan hantu pertama mulai menggugah hatinya. Hantu pertama menunjukkan suasana Natal di masa lalu, dimana orang lain termasuk Scrooge merayakan Natal dengan penuh suka cita. Hantu ini juga menunjukkan perbedaan sifat yang dimiliki oleh dirinya di masa lalu dan sekarang. Dulu ia periang dan pandai bergaul dengan orang lain. Namun, semua berubah ketika uang menguasai dirinya sehingga membuat perempuan yang mencintainya pergi meninggalkannya. Hantu kedua muncul tepat setelah kepergian hantu pertama. Hantu ini menunjukkan suasana orang-orang yang merayakan Natal pada saat ini. Hantu kedua juga menunjukkan sikap beberapa orang terhadap Scrooge. Kebanyakan orang memiliki respon negatif terhadap Scrooge karena sifatnya yang tidak menghormati Natal. Mereka tidak menyangka bahwa ia tidak mengubah sifat jeleknya bahkan pada hari Natal yang merupakan salah
A Christmas Carol Robert Zemeckis Melissa Cobb Walt Disney Pictures, Image Movers Digital Walt Disney Pictures 96 menit Inggris
satu hari yang suci bagi umat Kristen. Hantu ketiga menghampiri Scrooge tepat setelah kepergian hantu kedua. Pada bayangan hantu ketiga, ditunjukkan pelbagai suasana Natal pada masa mendatang. Secara perlahan juga ditunjukkan kehidupan Scrooge di masa mendatang. Pada masa itu, Scrooge akan meninggal dan tidak banyak orang yang bersimpati akan kematiannya. Beberapa orang bahkan menjual barang-barang peninggalan Scrooge karena tidak ada yang bertanggungjawab atas barang tersebut. Hal ini membuat Scrooge ketakutan dan bersungguh-sungguh ingin mengubah kehidupannya yang pelit, yang tidak disukai oleh orang-orang disekitarnya. Orang-orang disekitar Scrooge pun memberikan respon yang sangat positif terhadap perubahan perilaku Scrooge yang awalnya pelit menjadi sangat dermawan. Film ini sebagian besar menggambarkan kisah yang sama seperti pada novel aslinya. Selain penggunaan format 3 Dimensi, terdapat pelbagai adegan menarik yang ditambahkan sehingga membuat film ini semakin menarik untuk ditonton oleh segala usia. Tapi adegan
Edisi: 01/ Desember 2016
7 tersebut juga menghasilkan cerita yang berbeda daripada novel aslinya. Namun, karena beberapa sekuelnya telah banyak diproduksi, cerita A Christmas Carol ini menjadi sedikit membosankan. Mengapa sang sutradara film ini tidak mengangkat cerita Charles Dickens yang lainnya selain A Christmas Carol? A Christmas Carol adalah novel Charles Dickens yang paling luas dikenal. Ketenaran serta tingginya rating film tersebutlah yang menyebabkan para produser tertarik untuk membuat bermacam sekuel film tersebut dengan tidak mengubah cerita asli. Novel berlatar berlakang Natal ini memang populer sejak pertama kali diterbitkan pada Desember 1843. Saat itu sebanyak 6.000 eksemplar bukunya terjual hanya dalam beberapa hari. Setelah itu, buku ini tidak pernah berhenti dicetak ulang dan diterbitkan. Hingga saat ini, setidaknya terdapat lima versi film berbeda yang sudah diadaptasi dari novel ini, belum termasuk kartun dan animasi. Disney bahkan membuat film animasi 3D yang diadaptasi dari novel asli karangan Charles Dickens tersebut. Charles Dickens menulis cerita A Christmas Carol pada masa revolusi industri di Inggris. Saat itu revolusi industri dipicu oleh kemajuan teknologi di Inggris sehingga menggeser pertanian yang sebelumnya merupakan sumber perekonomian utama. Hal ini menyebabkan daerah pertanian berubah menjadi daerah industri dan tanah petani dijadikan tempat pabrik. Sehingga masyarakat Inggris bermigrasi untuk mendapatkan pekerjaan. Migrasi ini menyebabkan kota industri di Inggris menjadi kelebihan populasi, sehingga banyak masyarakat
Inggris tidak bisa mendapatkan pekerjaan disana. Jika mendapat pekerjaan pun mereka hanya digaji dalam jumlah kecil untuk waktu lama. Hal tersebut tentu bukanlah hal yang wajar. Namun, masyarakat Inggris pada saat itu tak ada pilihan selain menerimanya.
Pada masa itu, kesenjangan sosial begitu terasa. Hanya orang-orang berdompet tebal yang dapat merasakan kebahagiaan hidup, khususnya pada perayaan Natal. Pada masa itu, kesenjangan sosial begitu terasa. Hanya orang-orang berdompet tebal yang dapat merasakan kebahagiaan hidup, khususnya pada perayaan Natal. Hal ini ditekankan pada sifat yang dimiliki Scrooge, Ia merasa heran kepada orang-orang yang bergembira dan merayakan Natal padahal mereka miskin. Di era modern seperti sekarang pelbagai kesenjangan sosial tentu ada, walaupun tidak semuanya sama seperti yang digambarkan dalam cerita A Christmas Carol. Misalnya saja pelbagai gadget canggih yang membuat orangorang menjadi individualis ketimbang mereka yang hidup di zaman dulu. Orang cenderung mengandalkan internet
yang menurut mereka lebih pintar dan serba tahu daripada meminta bantuan orang disekitarnya. Padahal dari tindakan sekecil itu, kita bisa menanamkan sifat persaudaraan dalam diri sendiri. Dalam film ini, pengarang mengkritik masalah sosial yang terjadi pada saat itu seperti kemiskinan. Contohnya adalah adegan beberapa anak yang kelaparan mengemis kepada koki melalui jendela sebuah restoran. Adegan saat koki memberikan daging menunjukan bahwa Natal istimewa. Sesuai dengan novel aslinya, adegan tersebut mewakili apa yang terjadi di Inggris pada tahun 1840-an. Pada saat itu, terjadi depresi ekonomi atau yang biasa disebut dengan Hungry Forties. Hungry Forties adalah sebuah krisis ekonomi di Inggris yang menyebabkan banyak kesengsaraan pada masyarakat miskin, salah satunya adalah kelaparan. Selain itu, adegan yang menunjukkan aturan bekerja yang ditetapkan Scrooge kepada Cratchit juga merupakan suatu hal yang menarik untuk dianalisis. Terlihat saat Cratchit bekerja dalam jangka waktu yang panjang, namun tidak mendapatkan gaji yang sepadan. Adegan ini mewakili periode revolusi industri yang terjadi di Inggris. Saat itu terdapat ketidaksetaraan yang ditetapkan oleh para penyedia lapangan pekerjaan. Para pekerja yang kebanyakan merupakan orang-orang kelas menengah ke bawah, tidak memiliki pilihan selain menerima agar mendapatkan penghasilan untuk menghidupi keluarganya.
Redaksi menerima tulisan berupa opini, sastra, resensi, dan surat pembaca. Tim Redaksi berhak untuk menyunting tanpa mengurangi substansi dari tulisan. Kirim ke e-mail redaksi
redaksiporosonline@gmail.com
Edisi: 01/ Desember 2016
Opini
8
Karakter Organisasi Mahasiswa UAD Imarafsah Mutianingtyas
Aktivitas organisasi bukan lagi kegiatan yang asing di masyarakat. Sebagai anggota masyarakat, secara tidak sadar seseorang telah berada dalam organisasi. Organisasi berdiri atas tujuan tertentu. Sekelompok orang akan bernaung di suatu wadah dan menyatukan gagasan-gagasan mereka demi tercapainya tujuan yang diinginkan. Setiap orang berhak untuk memimpin bila ia mampu. Ibaratnya organisasi adalah kapal, maka si pemimpin setara dengan nahkoda, mau dibawa kemana kapal ini nantinya. Terlibat langsung atau tidak orang yang berada dalam organisasi akan memiliki karakter berbeda-beda. Organisasi merupakan wadah untuk belajar mengembangkan diri. Di kampus ada tiga jenis organisasi yang bisa digunakan untuk pengembangan softskill, menghargai pendapat, berlatih menjadi pemimpin yang baik, belajar bertanggung jawab, hingga beradu argumen untuk kepentingan tertentu. Ketiga jenis organisasi itu disebut organisasi internal, organisasi eksternal dan Organisasi Otonom (Ortom). Berbicara perihal organisasi mahasiswa tentu akan bersinggungan dengan paham dasar sebuah organisasi terkait. Orang-orang dengan visi dan misi yang sama akan bersatu dalam sebuah wadah guna mewujudkan tujuan bersama. Jogja yang plural serta mendapat label ‘Kota Pelajar’ tentu memiliki ber-
Sebagai kota pelajar, Jogja tentu memiliki banyak wadah organisasi.
bagai macam penghuni dari berbagai latar belakang. Seseorang datang ke Jogja tidak hanya untuk mengais ilmu. Karena sia-sialah bila hanya mengejar ilmu akademis dengan duduk diruang kelas, dan memerhatikan pengajar menerangkan, sedang ilmu-ilmu berada di setiap sudut kota Jogja. Ya, walaupun pada kenyataannya tidak sedikit juga mahasiswa sibuk kuliah-pulang. Saya yakin setiap orang terpelajar memiliki perhitungannya sendiri dan target apa yang ingin dicapai. Cara mencapai juga berbeda-beda. Sikap individualis juga termasuk cara mencapai tujuan. Namun apa yang membedakan individualis dan komunal? Tentu komunal memiliki massa yang banyak dengan gagasan sama sehingga strategi yang disusun lebih matang. Individual tidak selamanya sendiri, ia tetap bergerak dengan perantara yang hanya ia sendiri yang paham. Sebagai kota pelajar, Jogja tentu memiliki banyak wadah organisasi. Dalam ranah universitas, tingkatan organisasi berangkat dari jurusan. Biasa disebut Himpunan Mahasiswa (Hima) dengan terusan penyebutan jurusan, atau dengan sebutan-sebutan lainnya. Dari jurusan, naik ke fakultas, naik lagi ke universitas. Dalam gambaran Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pimpinannya adalah Presiden, pun dengan yang ada di universitas. Sebab di dalam universitas, organisasi mahasiswa menerapkan sistem pemerintahan demokrasi dalam lingkupnya. Sebut sajalah organisasi internal. Ada internal, ada juga eksternal. Walaupun organisasi eksternal tidak dilegalkan kampus. Didalam kampus Muhammadiyah, ada sebuah organisasi ekternal yang kemudian dilegalkan dikampus, sebut saja Ortom. Organisasi internal adalah yang berada didalam Keluarga Besar Maha-
siswa (KBM), seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), Hima, maupun Unit Kerja Mahasiswa (UKM). Secara struktur dan alur koordinasi langsung dibawah KBM. Organisasi eksternal adalah organisasi yang berada diluar KBM. Lain internal lain eksternal, ortom adalah organisasi milik Muhammadiyah, yang jalur koordinasinya langsung ke Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah. Tentu praktik yang dijalankan organisasi sesuai dengan Aturan Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), atau disebut “aturan”. Yang membedakan luar, dalam, dan otonom disini adalah apabila luar lebih peka dengan isu sosial karena mereka organisasi massa, toh juga nanti selepas sarjana akan kembali pada masyarakat. Sedangkan yang terjadi di organ intra, nampak terlalu sibuk dengan urusan negaranya yang terkadang membatasi gerak untuk keluar mengawal isu di lingkungan masyarakat. Kegiatan yang dijalankan semata-mata suksesi program kerja dengan klaim kepentingan bersama KBM. Padahal sebagai mahasiswa, orang tengah memandang ia sebagai kaum intelek yang semestinya dapat lebih berbaur dengan masyarakat. Jangan sampai akhirnya nanti ‘in’ akan lebih kecil dari pada ‘telek’-nya. Hehehe. Setiap orang berhak menentukan jalan hidupnya. Termasuk ketika terjun dalam organisasi, bebas bergabung dengan yang manapun, yang sesuai dengan tujuan pencapaiannya. Hal ini barangkali menjadi pertimbangan bagi petinggi universitas. Saya menaruh yakin kok, mereka tidak kaku dengan organisasi. Namun mau tidak mau peraturan harus ditetap kan. Yang akhirnya menjadikan adanya organ intern, ekstern, maupun ortom. Bersambung ke hal 11
Edisi: 01/ Desember 2016
Event
9
Foto : BEMU
Pasca Rakornas, BEM PTM Akan Kawal Isu Pendidikan
(30/11) Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Perguruan Tinggi Muhammadyah (PTM) se-Indonesia menyelenggarakan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas). Rakornas berlangsung selama tiga hari di hotel Taseem Conventional Hall Yogyakarta. Pasca rakornas, setiap BEM PTM dari pelbagai zona yang hadir akan mengawal isu Pendidikan. Hal ini diutarakan oleh Dodi Wibowo, Presidium Nasional (Presnas) Zona IV yang mewakili DIY dan Jawa Tengah. Rangkaian acara rakornas terdiri dari Seminar Nasional, Sidang Pleno dan Panggung Aksi. Seminar Nasional dilaksanakan dihari pertama (28/11), sekaligus membuka acara Rakornas 2016. Tema yang diangkat pada Rakornas adalah “Bersama BEM PTM Kita Tingkatkan Mutu Pendidikan Menuju Indonesia Sejahtera”. Riandra Jaya selaku Wakil Presiden Mahasiswa (Wapresma) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) menjelaskan tema tersebut dipilih karena melihat pendidikan di Indonesia yang masih jauh dari sistem pendi-
dikan di negara berkembang lainnya. Nasril haq selaku Presiden mahasiswa (Presma) UAD juga mengatakan bahwa pengangkatan tema tersebut masih berkaitan dengan isu yang sedang dikawal zona IV yaitu pendidikan. UAD yang tergabung dalam zona IV, tahun ini menjadi tuan rumah Rakornas. Dihari ketiga Rakornas (30/11) ada agenda panggung aksi seluruh BEM PTM dan pernyataan sikap. Dodi selaku Presnas zona IV menjadi perwakilan untuk menyampaikan pernyataan sikap dan tuntutan dari hasil rapat tanggal 28 dan 29 November. Diantaranya, tentang kapitalisasi pendidikan, perbaikan sistem pendidikan yang berkaitan dengan pemerataan pendidikan di seluruh daerah, kejelasan sistem pendidikan yang mampu dijalankan seluruh daerah, menentang Normalisasi Kehidupan Kampus dan Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) gaya baru serta tingkatkan kualitas dan kuantitas tenaga pengajar. Dodi mengatakan feedback dari
Rakornas adalah setiap zona bertugas mengawal isu yang belum terealisasi dalam keluarga besar BEM PTM se-Indonesia. Pengawalan tersebut kata Dodi akan dikoordinir langsung oleh Presnas tiap zona. “Untuk mengawal semua isu, setiap masing-masing Presnas mempunyai tugas yang mana mengambil alih beberapa isu yang sesuai atau pun yang menjadi kebutuhan di masing-masing zona,” ujar Dodi. Rakornas dihadiri sejumlah BEM PTM se- Indonesia yang dibagi dalam 7 Zona daerah. Zona I tediri dari daerah Sumatera, Zona II Kalimantan, Zona III Daerah Khusus Ibukota (DKI), Jawa Barat dan Banten, Zona IV Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah, Zona V Jawa Timur dan Bali, Zona VI Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT), serta Zona VII yang meliputi daerah Indonesia Timur antara lain Sulawasi dan Papua. [Yuni]
Edisi: 01/ Desember 2016
Klarifikasi 10 Pembekuan POROS Dicairkan Siang itu (3/10) semua anggota Poros berkumpul di ruang sidang kampus I UAD. Tak lama kemudian, jajaran rektorat dengan kepala kantor rektorat datang. Dari rektorat hadir Rektor Kasiyarno, Wakil Rektor I Muchlas, dan Wakil Rektor III Abdul Fadlil. Moderator dari pihak rektorat kemudian membuka audiensi Poros dengan Rektorat terkait kasus Poros yang dibekukan 27 April 2016 lalu. Audiensi dibuka dengan penyampaian permohonan dari Poros yang meminta rektorat untuk mencabut pembekuan sejak lima bulan yang lalu itu. Setelah itu, Abdul Fadlil meminta Pimpinan Umum Poros, Lalu Bintang Wahyu Putra, untuk membacakan ulang surat pernyataan yang berisi komitmen Poros kedepan. Rektor Kasiyarno kemudian memberi tanggapan yang intinya mengatakan pembekuan dilakukan karena citra Poros tidak baik bagi kampus dan agar Poros mengintropeksi diri. Menanggapi hal tersebut, Poros melalui Pimpinan Umum dan Abdus Somad selaku Sekjen Nasional PPMI 2014/2016 memberi penjelasan mengenai langkah Poros kedepan. Diantaranya Poros akan selalu membuat pemberitaan yang berimbang, tidak tendensius, mengikuti perkembangan (merubah gaya penulisan), intens komunikasi dengan pembina dan selalu meningkatkan kualitas dalam berkarya. Setelah terjadi beberapa tanya jawab, Rektorat memberikan pakta integritas yang harus disepakati dan ditandatangani. Di dalam pakta integritas itu, kampus meminta Poros dalam menjalankan organisasi (media) tetap mendukung program universitas dalam mencapai Visi dan Misi universitas. Sempat terjadi tanya jawab, karena ada poin yang perlu diperjelas dalam pakta integritas yaitu soal Poros yang harus menjaga citra kampus. Bagi Fara Dewi Tawainella, Pimpinan
Redaksi Poros baik dan buruk sangatlah subjektif. Karena kata Fara, dengan menyajikan liputan yang kritis justru bisa menjaga citra positif kampus. UAD akan dikenal memiliki mahasiswa yang mampu berpikir kritis. Apalagi pemberitaan yang dibuat guna memberi kritik dan masukan kepada kampus. Pihak rektorat menampis pertanyaan dan pernyataan Fara, menurutnya kritik itu bukanlah sebuah masalah. Rektorat bersikap terbuka dengan kritikan yang masuk. Namun yang ditekankan rektorat adalah cara mengkritiknya. Mereka meminta Poros untuk menggunakan diksi yang lebih halus dan tidak tendensius dalam pemberitaan. Merasa tidak ada keberatan, Poros menyepakati Pakta Integritas. Pakta Integritas itu kemudian ditandatangani oleh Abdul Fadlil, Wakil Rektor III, dan Bintang, Pimpinan Umum Poros. Dengan tanda tangan di atas materai, sejak saat itu status pembekuan Poros resmi dicabut. *** 27 April 2016, Poros dibekukan secara lisan oleh rektorat. Pasalnya bagi rektorat keberadaan Poros melemahkan kampus serta tidak bermanfaat. Selama pembekuan, Poros melakukan pelbagai upaya agar tetap bertahan dan pembaca mendapat asupan informasi dari Poros. Seperti pencarian dan iuran anggota untuk menerbitkan produk. Litbang Poros juga melakukan penelitian di kampus UAD dengan metode random sampling untuk mencari tahu pentingnya keberadaan pers mahasiswa di kampus. Hasil survei yang dilakukan pada Mei 2016 dengan melibatkan 110 responden ini membuktikan bahwa sebanyak 93,64 % menjawab pers mahasiswa itu penting. Terkait pantas
atau tidaknya pers mahasiswa Poros dibekukan, 87,27 % menjawab tidak. Terlepas dari persoalan pembekuan, Bintang selaku pimpinan umum memang menyadari bahwa sebagai media, evaluasi tetap harus ada. “Kritik-kritik dari pihak luar itu yang dibutuhkan Poros saat ini untuk lebih baik dalam pemberitaan,” ujar Bintang saat diwawancarai. Namun ia juga menghimbau bagi seluruh pembaca apabila keberatan dengan pemberitaan Poros, agar mengikuti jalur-jalur jurnalistik, yaitu memberi hak jawab. “Bisa langsung menghubungi Pimpinan Redaksi (Poros-red) karena anda (pembaca-red) masih memiliki hak jawab.” Begitu juga dengan narasumber yang menemukan apa yang ditulis tidak sesuai dengan wawancara maka bisa langsung melakukan klarifikasi kepada Poros. Perihal hak jawab sangat dihimbau oleh Bintang, pasalnya selama ini pihak-pihak yang keberatan tidak pernah mengikuti prosedur jurnalistik itu. Pasca pembekuan, Poros akan tetap berdiri sebagai media pers mahasiswa yang bertujuan untuk menjaga nalar kritis mahasiswa dan memberikan infromasi yang berupa kritik dan edukatif kepada seluruh lapisan pembaca. Tentunya sebagai media, Poros akan selalu menyajikan berita yang berimbang, kritis, tidak tendensius dan terbuka dengan hak-hak jawab. “Terima kasih kepada seluruh masyarakat kampus yang setia membaca produk kami, memberi dukungan berupa masukan dan kritik,” ujar Bintang. [Fara]
“Kritik-kritik dari pihak luar itu yang dibutuhkan Poros saat ini untuk lebih baik dalam pemberitaan,”
Edisi: 01/ Desember 2016
Komik
11
Jambu Tusuk Janji Busuk Menusuk
Oleh : Sri Wahyuni
Sambungan hal 8
Ada sebuah wadah ekstern yang akhirnya disebut otonom, tentu ini karena hasil keputusan. Pelegalan organisasi di bawah naungan nama yayasan. Menurut hemat saya, ini bukan masalah bagi yang tidak dilegalkan kampus. Namun sekat muncul, tidak mungkin tidak. Sebab dinamika pasti terjadi. Toh, syarat yang dipenuhi hanya dengan tidak membawa label ekstern itu masuk kedalam lingkungan kampus. Gitu sudah baik-baik saja. Keberadaan ekstern memang tidak setampak intern maupun otonom. Barangkali boleh saya menyebutnya ‘antara ada dan tiada’, karena bagaimanapun orangorang yang dikader di ekstern ini juga andil dalam sistem bernegara di universitas. Ya tentu label di hati, bukan
di korsa yang tampak dikenakan. Kan, tidak boleh, ya? Selain tidak diperkenankan membawa label ekstern di dalam lingkungan kampus, pelarangan penggunaan fasilitas dalam kampus juga tidak menjadi penghalang gerak bagi ekstern. Justru saya rasa mereka lebih mandiri dan tangguh. Sekretariat hasil usaha bersama, tidak melulu manja dengan fasilitas ini itu yang tinggal pakai. Apabila dalam sebuah pengakuan bahwa kampus tidak menutup mata dengan ekstern, lalu bagaimana bentuk apresiasi kampus terhadap orang-orang yang bergerak dibawah kader ekstern? Apakah masih mau kekeh dengan label pribadi kampus, padahal hasil tersebut bukan dari intern?
Line : @asihos WA : 08995029598/085329884400 IG : asihos.hijab Transfer melalui BRI. Barang dikirim melalui JNE (Resi H+3) dari Purworejo, Jawa Tengah
POROS MENERIMA IKLAN
Berminat, hubungi: 085 800 072 811
Membantu memperluas jaringan usaha
Selamat Ulang Tahun ke UAD. Semoga Lebih Baik !
56