POGUNGREJO WATERFRONT SETTLEMENT / Permukiman Sisi Air Pogungrejo

Page 1

POGUNGREJO Water Front Settlement

Pogung Kidul, Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I. Yogyakarta

Hanifa Azka | Prasetyo Adi | Saffanah Nur | Novia Vinda


POGUNGREJO WATERFRONT SETTLEMENT Editor Dr.-Ing. Ir. Ilya Fadjar Maharika, M.A., IAI., Book Design & Layout Adrief Satria Oxywandera Cover Images Prasetyo Adi Nugroho Contributors Hanifa Azka Partadireja Novia Vinda Revalia Prasetyo Adi Nugroho Saffanah Nur Kharimah Published in Yogyakarta, Indonesia Copyright (c) 2019, Department of Architecture, Universitas Islam Indonesia


POGUNGREJO Water Front Settlement

Pogung Kidul, Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I. Yogyakarta

Hanifa Azka | Prasetyo Adi | Saffanah Nur | Novia Vinda


Daftar Isi Kata Pengantar

4

BAB I: Pogung Rejo as Waterfront Settlement

5

Mengenal Pogungrejo Pengertian Water Front Settlement Batas-Batas Wilayah Perencanaan dan Perancangan Peta Struktur Kawasan Pogung Isu-Isu Problematika dan Persoalan Perancangan Tujuan Perencanaan dan Perancangan

6 7 8 8 9 9

BAB II: Theorical and Case Study

11

Kajian Teori Kajian Preseden Prinsip Dasar dan Pendekatan Water Front Settlement

13 13 13


BAB III: Pogungrejo Analysis

15

Pendekatan Analisis Kevin Lynch Analisis SWOT Komposisi Massa dan Bentuk Bangunan Aktor Kawasan Pembagian Blok dan Sublok Zonasi Privata-Publika Jaringan Utilitas Tipe Morfologi Regulasi Setempat

16 18 19 19 20 21 21 22 23

BAB IV: Proposed Ideas

25

Building Setback and Coverage Wisata Riverside Open Space Selokan Mataram Park and Go Pedestrian Final Desain Perencanaan Kawasan Pogung Kidul

26 28 30 32 34


Kata Pengantar Assalamualaikum Wr. Wb. Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunianya sehingga Buku Pogung Rejo Waterfront Settlement telah dapat diselesaikan. Buku ini dibuat untuk memenuhi tugas akhir semester 6 mata kuliah Pengantar Rancang Kota. Terimakasih disampaikan kepada Bapak Ilya Fadjar Maharika. selaku dosen mata kuliah Pengantar Rancang Kota dan Adrief Oxywandera selaku asisten dosen Pengantar Rancang Kota. Terimakasih juga disampaikan kepada teman - teman semua atas kontribusi dalam penyempurnaan buku ini. Kami menyadari masih terdapat kekurangan dalam buku ini untuk itu kritik dan saran terhadap penyempurnaan buku ini sangat diharapkan. Semoga buku ini dapat memberi manfaat bagi mahasiswa arsitek khususnya dan bagi semua pihak yang membacanya. Wassalamualaikum Wr. Wb. Yogyakarta, Juli 2019

Tim Penyusun


BAB I

POGUNGREJO AND WATERFRONT SETTLEMENT

Pogungrejo Water Front Settlement

5


Mengenal Pogungrejo Pogung Rejo adalah kampung yang secara administratif berada di pedukuhan Pogung Kidul, Desa Sinduadi, Kecamatan Mlati, Yogyakarta. Perkampungan ini terbagi menjadi 1 Rukun Warga, 6 Rukun Tetangga dalam luas area 71.256 m2. Kampung Pogung Rejo memiliki batas bertepatan dengan Kali Code pada sebelah barat dan jalan Selokan Mataram di sebelah timur. Permukiman pada kampung Pogung Rejo menjadi 2 tipe yaitu organis dan modernis. Pada permukiman yang berada di tepi bantaran sungai memiliki penataan yang tidak teratur dan organis. Beberapa cirinya seperti hunian-hunian yang saling berdempet sehingga memiliki sirkulasi jalan yang sempit dan sebagian kecil sama sekali tidak dapat cahaya matahari. Sedangkan pemukiman modernis terletak pada zona yang lebih berdekatan dengan Jalan Selokan Mataram dimana memiliki sirkulasi jalan yang cukup lebar, penataan yang lebih tertata dibanding tepi sungai bahkan beberapa memiliki pekarangan.

6

Pogungrejo Water Front Settlement

Adanya ‘kontras’ dari jenis pemukiman di satu area yang sama tersebut, disebabkan oleh perbedaan karakter masyarakat. Pada permukiman modernis ditinggali oleh masyarakat asli sedangkan permukiman organis didominasi oleh masyarakat pendatang. Pemukiman informal mulai muncul pada tahun 2000. Sebagian besar masyarakat yang tinggal di pemukiman informal berasal dari Gunung Kidul. Mereka datang disebabkan kurangnya lapangan pekerjaan di wilayah asalnya. Pada sekitar tahun 2008, pemerintah sempat mewacanakan akan melakukan pembersihan pada DAS (daerah aliran sungai) untuk menghindari gangguan terhadap aliran dari Kali Code minimal berjarak 10 meter menurut pernyataan Pak Kadar mantan kertua RT. Namun hal tersebut tidak terlaksana hingga kini, sehingga pemerintah hanya melakukan perbaikan dengan menambahkan IPAL komunal pada area informal ditahun 2015.


Water Front Settlement (‘waterfront’ dan ‘settlement’) Waterfront memiliki beberapa pengertian, yaitu: 1. Waterfront merupakan daerah tepi laut, bagian kota yang berbatasan dengan air atau daerah pelabuhan. (Echols dalam Soesanti 2010). 2. Suatu lingkungan perkotaan yang berada ditepi atau dekat dengan wilayah perairan. (Wrenn dalam Soesanti 2010). 3. Kawasan dinamis suatu kota tempat terjadinya pertemuan antara daratan dan perairan (Breen, 1994). Berdasarkan tipologin menurut Breen dalam Fitrianto (2014:14 dalam tulisan Rezy Nurizat), waterfront desain dibagi menjadi tiga yaitu : 1. Waterfront konservasi adalah penataan waterfront kuno atau lama yang ada sampai saat ini dan menjaganya agar tetap ada. 2. Waterfront re-development merupakan suatu upaya untuk menghidupkan kembali fungsi-fungsi waterfront lama dengan mengubah atau membangun kembali fasilitas-fasilitas yang ada tersebut. 3. Waterfront development merupakan suatau usaha untuk menciptakan waterfront yang memenuhi kebutuhan kota saat ini dan masa depan dengan cara mereklamasi pantai.

Sedangan berdasarkan fungsinya menurut Breen (1996), waterfront dibagi menjadi empat : 1. Mixed-used waterfront, adalah waterfront yang merupakan kombinasi dari perumahan, perkantoran, restoran, pasar, rumah sakit, dan/atau tempat-tempat kebudayaan. 2. Recreational waterfront, adalah semua kawasan waterfront yang menyediakan sarana-sarana dan prasarana untuk kegiatan rekreasi, seperti taman, arena bermain, tempat pemancingan, dan fasilitas untuk kapal pesiar. 3. Residential waterfront, adalah perumahan, apartemen, dan resort yang dibangun di pinggir perairan. 4. Working waterfront, adalah tempat-tempat penangkapan ikan komersial, reparasi kapal pesiar, industri berat, dan fungsi-fungsi pelabuhan. (Breen, 1996 dalam tulisan Rezy Nurizati).

Pogungrejo Water Front Settlement

7


Batas Wilayah Perencanaan dan Perancangan

Mengambil daerah Pogung Kidul yang dipersempit lagi dengan batas-batas perancangan dan perencanaan berupa sungai Code dan Selokan Mataram.

Peta Struktur Kawasan Area Pogung Rejo memiliki 2 komposisi kawasan kota, yaitu urban structure atau struktur kota dan urban tissue atau pengisi kota. Keunikan dari area Pogung Rejo adalah urban structure-nya yang bervariasi, diantaranya adalah jalan dan sungai. Kedua elemen ini menjadi penting karena ruang sisa dari kedua elemen inilah yang dapat diisi oleh urban tissue. Sehingga, urban structure mempengaruhi morfologi kota. Pengaruh dari bentuk urban structure yang sangat organis seperti sungai akan membuat kawasan juga memiliki bentuk organis karena mengikuti bentuk sungai. Sedangkan pada area yang mulai menjauhi sungai akan memiliki bentuk yang lebih modern dan tertata.

8

Pogungrejo Water Front Settlement


Isu Problematika dan Persoalan Perancangan 1. Sirkulasi perumahan padat dan kurang terjangkau. 2. Aksesibilitas orang untuk ke pemukiman, terutama untuk penyandang disabilitas sulit. 3. Gang sempit dan kumuh yang dapat menimbulkan kriminalitas. 4. Hunian pada area informal kurang tertata. 5. Aliran banjir dan air bah yang melintasi kawasan pemukiman. 6. Area terlalu lembap dan rawan penyakit. 7. Alih fungsi lahan tidak terkendali karena adanya pendatang. 8. Sungai masih belum menjadi orientasi masyarakat. 9. Kurangnya ruang terbuka umum untuk aktivitas masyarakat setempat. 10. Kawasan padat hunian mahasiswa. 11. Kurang sarana penunjang untuk pendidikan. 12. Kesenjangan ekonomi yang jelas (dilihat dari penampakan visual bangunan, terutama area formal, dan informal). 13. Kesenjangan ekonomi dapat memicu pencurian. 14. Beberapa titik komersial yang letaknya kurang strategis. 15. Titik komersial yang dapat memicu kemacetan. 16. Banyaknya warung yang memicu persaingan bisnis. 17. Limbah atau residu yang ditimbulkan dari area komersial (terutama laundry dan tempat makan).

Tujuan Perancangan dan Perencanaan 1. Melebarkan dan membuat sirkulasi di dalam pemukiman menjadi lebih jelas dan terjangkau, selain itu untuk menghindari kemungkinan adanya kriminal. 2. Jalan dibuat lebih landai dan step tangga dibuat lebih landai. 3. Menata hunian pada area informal. 4. Membuat aturan setback bangunan untuk memberikan ruang sinar matahari dan angin masuk. 5. Menyatukan kembali warga kampung atas dan kampung bawah. 6. Menjadikan sungai sebagai orientasi utama pemukiman. 7. Memperbanyak ruang terbuka di area Pogung kidul. 8. Menyediakan sarana pendidikan yang dapat digunakan bersama. 9. Mengumpulkan area komersial dan membuat sistem park-and-go. 10. Menyediakan saluran yang jelas untuk pengolahan limbah sebelum dibuang ke sungai (IPAL Komunal)

Pogungrejo Water Front Settlement

9



BAB II

THEORETICAL AND CASE STUDY



Kajian Teori

Kajian Preseden

Kevin Lynch membahas banyak hal dalam bukunya, The Image of the City, dimana kontennya terbagi menjadi lima bab. Dalam Bab 3 tentang The City Image and It’s Elements, elemen kota terbagi menjadi 5, diantaranya:

Romo Mangun menggunakan prinsip 3M yaitu Mundur, Munggah, dan Madhep Kali. “Mundur” dalam artian menyesuaikan batas jarak rumah penduduk dengan sungai demi keselamatan agar tidak terkena longsor. “Munggah” dalam artian setiap satu unit rumah diperluas secara vertikal (bertingkat) agar cukup untuk menampung lebih dari satu keluarga. Sementara “Madhep Kali” dalam artian bagian depan rumah menghadap kali. Hal ini akan mengurangi kemungkinan warga membuang sampah di kali karena hal itu akan memberi ketidaknyamanan baik bagi tamu yang berkunjung maupun warga setempat yang menerima tamu.

1. Paths adalah jalur atau tempat untuk bergerak atau melaluinya. Jalur dapat berupa jalan setapak, gang, lorong, jalan raya, jembatan dan trotoar. Dalam kawasan ini terdapat jalan kecamatan dan jalan desa. 2. Edges Edges adalah elemen linier yang tidak dipakai sebagai path. Edge berada pada batas antara dua kawasan tertentu dan berfungsi sebagai pemutus linier, misalnya pantai, tembok, lintasan jalan, dan jalur kereta api. Edge merupakan penghalang walaupun kadang-kadang ada tempat masuknya. Edges merupakan pengakhiran sebuah district. Edges memiliki identitas yang lebih baik apabila kontinuitas tampak jelas batasnya. Demikian pula fungsi batasnya harus jelas, membagi atau menyatukan. Edges ini terbentuk karena pengaruh dari fasade bangunan, kondisi alam, maupun karakteristik fungsi kawasan. 3. Districts Distrik adalah elemen kota yang berwujud kawasan yang memiliki batas atau tepian, memiliki kesamaan elemen fisik dan aktivitas di dalamnya, dan memiliki karakter yang kontras dengan sekitarnya. 4. Nodes Nodes merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis yang arah atau aktivitasnya saling bertemu dan dapat diubah ke arah atau ke aktivitas lain, misalnya persimpangan lalu lintas, pasar, taman dan lain sebagainya. 5. Landmarks Landmark adalah elemen fisik suatu kota sebagai referensi kota. Landmark bersifat monumental dan dapat diidentifikasi dengan jelas bahkan dari jauh. Landmark dapat dipahami dengan sifatnya yang vertikal sehingga dapat dinikmati tanpa harus memasukinya. Landmark kadang memiliki bentuk dan skala yang kontras dengan bangunan di sekitarnya dan biasanya ada area terbuka luas di sekelilingnya yang memungkinkan untuk dapat mudah dilihat dan dikenali.

Prinsip Dasar dan Pendekatan Water Front Settlement Dalam mendesain Waterfront Settlement terdapat beberapa rujukan yaitu menurut Breen dan Rigby serta menurut Romo Mangun. Menurut Breen dan Rigby pada tahun 1994, Waterfront memiliki beberap kriteria-kriteria yang diantaranya Berlokasi dan berada di tepi suatu wilayah perairan yang besar (laut, danau, sungai, dan sebagainya). Biasanya merupakan area pelabuhan, perdagangan, permukiman, atau pariwisata. Memiliki fungsi-fungsi utama sebagai tempat rekreasi, permukiman, industri, atau pelabuhan. Dominan dengan pemandangan dan orientasi ke arah perairan. Pembangunannya dilakukan ke arah vertikal horisontal. 2. Menurut prinsip 3M oleh Romo Mangun (kali Code) Mundur Hunian di mundurkan dari area bantaran sungai bersih dan digunakan sebagai area terbuka dan area resapan. Munggah Hunian yang berada di bantaran sungai dikembangkan secara vertikal sehingga area bantaran sungai bebas dari bangunan. Madhep kali Muka hunian menghadap ke sungai sehingga meminimalisir pembuangan sampah ke sungai.

Pogungrejo Water Front Settlement

13



BAB III

POGUNGREJO ANALYSIS


Pendekatan Analisis Kevin Lynch

Nodes merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis yang arah atau aktivitasnya saling bertemu dan dapat diubah ke arah atau ke aktivitas lain, misalnya persimpangan lalu lintas, pasar, taman dan lain sebagainya. Terdapat 3 nodes dalam kawasan Desa Pogung Rejo. 2 titik berada di sebelah Utara, dimana menjadi pertemuan antara jalan desa dengan jalan kecamatan. Sedangkan 1 titik berada di Selatan, yang menjadi perbatasan antara RT.

16

Pogungrejo Water Front Settlement

Landmark adalah elemen fisik suatu kota sebagai referensi kota. Landmark bersifat monumental dan dapat diidentifikasi dengan jelas bahkan dari jauh. Landmark dapat dipahami dengan sifatnya yang vertikal sehingga dapat dinikmati tanpa harus memasukinya. Landmark kadang memiliki bentuk dan skala yang kontras dengan bangunan di sekitarnya dan biasanya ada area terbuka luas di sekelilingnya yang memungkinkan untuk dapat mudah dilihat dan dikenali. Landmark Desa Pogung Rejo berada di 9 titik, diantaranya Monumen Sleman Sembada, Gapura RT 14/ RW 51, Gapura RT 13, Masjid Al-Ashri, SDIT Salman Al-Farisi, Gardu Pos Ronda, Gedung Serbaguna Pogung, Gereja GPDI Jemaat El Elyon Pogung, Jembatan Pogung.


Distrik adalah elemen kota yang berwujud kawasan yang memiliki batas atau tepian, memiliki kesamaan elemen fisik dan aktivitas di dalamnya, dan memiliki karakter yang kontras dengan sekitarnya. Batas-batas dalam Desa Pogung tersebar secara tidak merata, namun bila dikelompokkan secara umum terdapat 4 tipikal area. Area-area tersebut terdiri dari area komersial, area kos-kosan, fasilitas umum, dan hunian. Area komersial sebagian besar berupa warung-warung kecil, dan adapun yang tergabung seperti ruko. Karena Desa Pogung dekat dengan Universitas Gajah Mada, banyak mahasiswa pendatang yang menetap di kos-kosan disana. Fasilitas-fasilitas umum yang tersedia diantaranya Gedung Serbaguna Pogung, Masjid Al-Ashri, Gereja GPDI Jemaat El Elyon Pogung, Gardu Pos Ronda, dan Jembatan Pogung.

Path adalah jalur atau tempat untuk bergerak atau melaluinya. Jalur dapat berupa jalan setapak, gang, lorong, jalan raya, jembatan dan trotoar. Dalam kawasan ini terdapat jalan kecamatan dan jalan desa. Jalan kecamatan berupa Jalan Selokan Mataram, yang terletak di sebelah Barat Selokan Mataram. Material jalan tersebut menggunakan aspal, dan terdapat banyak toko atau ruko komersial di sepanjang jalannya. Sementara untuk jalan desa terdiri dari Gang Sukun dan Jalan Pogung Rejo. Gang Sukun merupakan akses masuk menuju jembatan diatas Sungai Code. Material jalan menggunakan paving blok dengan selokan di salah satu sisinya. Jalan Pogung Rejo merupakan sirkulasi yang mengitari area perumahan Desa Pogung Rejo. Sama dengan Gang Sukun, Jalan Pogung Rejo menggunakan paving block dengan gorong-gorong yang diberi penutup di tengah jalannya.

Pogungrejo Water Front Settlement

17


18

Pogungrejo Water Front Settlement


Komposisi Massa dan Bentuk Bangunan Area kampung Pogungrejo memiliki batas oleh sungai Code pada bagian barat dan Selokan Mataram di area timur dengan kawasan sekitarnya. Untuk pembagian blok pada kampung Pogungrejo dibatasi oleh jalan-jalan desa seperti pada bagian Zona 1 sehingga membentuk blok-blok pemukiman. Sedangkan untuk Zona 2 blok pemukiman cenderung tidak memiliki keteraturan dengan jalan sirkulasi yang relatif sempit untuk dilalui masyarakat dengan bangunan yang rapat. Pada Zona 1, bangunan-bangunan cenderung memiliki orientasi yang saling berhadapan sehingga berjenis linear menurut teori dari Francis D. K. Ching. Sedangkan untuk Zona 2 memiliki orientasi yang tidak beraturan namun selalu cenderung untuk menghadap ke arah jalan sirkulasi. Daerah Pogung Kidul ini terbagi menjadi dua area, yaitu area formal dan informal. Pada area formal persebaran rumah penduduk sudah rapi berbentuk kompleks perumahan. Lalu menurut Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten Sleman tentang kawasan permukiman di perkotaan daerah Pogung masuk ke dalam tipe perumahan tipe kecil, luas kavling minimal 90 m2. Komposisi penggunaan lahan 69%:13,5%:17,5%. Pogung juga termasuk katagori rumah renggang dengan peruntukan lahan ditujukan untuk pemanfaatan ruang unit-unit perumahan tunggal dengan mengakomodasi berbagai ukuran perpetakan serta mengupayakan peningkatan kualitas lingkungan hunian. Pada komplek perumahan cenderung lebih renggang karena mayoritas pemilik tanah merupakan orang asli dearah Pogung sehingga memiliki luas tanah medium-tinggi. Pada daerah perumahan ini, area hijau merupakan tanah kavling yang belum terbangun (bukan RTH yang disengaja). Sedangkan pada area informal sendiri pemukiman yang terbentuk tidak tertata. Lahan yang digunakan oleh pemukiman tersebut merupakan tanah milik kelurahan yang di sewakan kepada para pendatang di Pogung Kidul ini sehingga kepemilikan luas tanah berbeda-beda setiap keluarga.

Aktor Kawasan

Kawasan formal Pogung Rejo diisi oleh penghuni lama yang usianya rata-rata tua.

Kawasan informal Pogung Rejo diisi oleh penghuni baru dengan keluarga baru.

Diantaranya, ada mahasiswa sebagai penghuni sementara atau temporer.

Pogungrejo Water Front Settlement

19


Pembagian Blok dan Sub-Blok

Pembagian blok Pogung Rejo terbagi berdasarkan dua macam, yaitu berdasarkan RT dan berdasarkan jalan. Berdasarkan pembagian RT, terdapat enam blok diantaranya RT 13, RT 14, RT 15, RT 16, RT 20, dan RT 21. Sedangkan untuk pembagian berdasarkan jalan, blok-blok terbagi dan dipisahkan oleh jalan dalam kawasan.

20

Pogungrejo Water Front Settlement


Zonasi Ruang Privat dan Publik

Pogung Rejo didominasi area res privata, yaitu area perumahan. Pada area res publica, diisi dengan fasilitas umum seperti Gedung Pertemuan, Sekolah, dan Masjid.

Jaringan Utilitas

Titik tiang listrik hanya terdapat pada area hunian modernis namun dengan jarak yang tidak tertentu. Sedangkan untuk area hunian organis menggunakan sistem kabel sambung antar rumah ke rumah. Drainase pembuangan air kotor pada Gang Sukun menggunakan selokan di sisi jalan. Sedangkan pada Jalan Desa Pogung Rejo menggunakan gorong-gorong dengan penutup di tengah jalan.

Pogungrejo Water Front Settlement

21


Tipe Morfologi

Pogung berasal dari kata Pong dan Gung (suara) yang artinya menyemangati ketika membangun desa. Desa Pogung dibentuk oleh Ki Ageng Dalangan. Pada administrasinya daerah Pogung dibagi menjadi empat dusun, yaitu Pogung Dalangan, Pogung Rejo, Pogung Kidul, dan Pogung Lor. Perkembangan jaman membuat kawasan Pogung yang semula renggang menjadi padat karena banyaknya pendatang yang datang baik dari kalangan pekerja maupun pelajar. Tentu para pelajar ini menjadi faktor yang cukup penting berkembangnya daerah Pogung baik pada sektor pemukiman (tempat kost) maupun tempat-tempat komersil sebagai penunjang kebutuhan yang di manfaatkan juga sebagai mata pencaharian penduduk Pogung.

22

Pogungrejo Water Front Settlement

Pada kawasan Pogung Rejo terdapat 2 jenis morfologi yaitu organis dan formalis. Area formalis terdapat di area atas, dekat dengan jalan Selokan Mataram, dimana morfologi areanya terbentuk dari proses perencanaan dan desain sehingga pemukimannya memiliki tipe yang lebih teratur dengan arah orientasi bangunan jelas dan sirkulasi yang tertata. Sedangkan pada daerah bantaran sungai, membentuk morfologi yang organis dimana areanya terbentuk dari proses yang tidak terencana sehingga berkembang dengan sendirinya. Hal tersebut dapat dilihat dari pemanfaatan lahan yang maksimal sehingga rumah satu dan yang lain saling berdempetan serta orientasi bangunan yang tidak teratur walaupun cenderung menghadap jalan sirkulasi. Terlihat pada gambar di atas perbandingan peta Pogung Rejo pada tahun 2006 (gambar 1) dan 2019 (gambar 2). Terlihat bahwa tidak terjadi perubahan yang signifikan.


Regulasi Setempat Peraturan Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Sleman yang sesuai dengan koteks Water Front Settlement:

Menurut Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten Sleman untuk tata bangunan, area Pogung termasuk dari:

1. Tidak boleh kegiatan yang menimbulkan pencemaran dan pendangkalan sungai. 2. Pasal 71 a. Boleh memanfaatkan ruang pada kawasan di sekitar sungai dengan tetap menjaga kelestarian linkungan. b. Boleh mengembangkan wilayah sungai. c. Tidak boleh melakukan kegiatan yang merusak kuali- tas dan kuantitas sumber daya air. 3. Pasal 76 Ayat 2 Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan ketentuan: a. Diperbolehkan dengan syarat pendirian bangunan pe- nunjang taman rekreasi; b. Diperbolehkan untuk pengembangan ruang terbuka hi jau; c. Tidak diperbolehkan pendirian bangunan kecuali ba- ngunan yang dimaksudkan untuk pengelolaan badan air dan/atau pemanfaatan air; d. Garis sempadan sungai tidak bertanggul yang ber- batasan dengan jalan adalah mengikuti ketentuan garis sempadan bangunan, dengan ketentuan konstruksi dan penggunaan jalan harus menjamin bagi kelestarian, dan keamanan sungai beserta bangunan sungai; e. Tidak diperbolehkan seluruh kegiatan dan bangunan yang mengancam kerusakan dan menurunkan kualitas sungai. 4. Bangunan di bawah/di atas air harus sesuai tata ruang tidak mengganggu keseibangan fungsi-fungsi alam, tidak menimbulkan perubahan arus air, pencemaran, mempertimbangka kesehatan keamanan keselamatan. 5. Diwajibkan pengembangan sarana dan prasarana berwawasan lingkungan. 6. Tidak boleh mengembangkan kawasan eksekutif berdasarkan SARA. 7. Boleh mendirikan bangunan untuk mendukung fungsi irigasi. 8. Untuk mengolah sistem jaringan irigasi. 9. Boleh mengembangkan kawasan terbangun yang di dalamnya terdapat jaringan irigasi (dengan ketentuan).

1. Blok peruntukan ketinggian bangunan rendah yaitu blok dengan bangunan bertingkat maksimum 4 lantai (Koefisien Lantai Bangunan Maksimum = 4 x Koefisien Dasar Bangunan) dengan tinggi puncak bangunan maksimum 20 meter dan minimum 12 meter dari lantai dasar. Sehingga bangunan yang ada rata-rata memiliki satu lantai dan paling tinggi memilik 3 - 4 lantai. 2. Blok peruntukan dengan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) sangat tinggi (lebih besar dari 75 %), dilihat dari perumahan formal yang ada. 3. Lalu untuk garis sempadan sungai, daerah Pogung termasuk ke dalam klasifikasi sungai besar bertanggul di dalam kota yang memiliki garis sempadan sebesar 5 meter. Pada area pinggir sungai Code terdapat jalan akses yang termasuk dari area sempadan sungai.

Pogungrejo Water Front Settlement

23



BAB IV

PROPOSED IDEAS


Building Setback and Coverage Biarkan Sinar Mentari dan Udara Melintas.


KDB (koefisien dasar bangunan) merupakan suatu aturan yang ditujukan untuk menata bangunan sehingga ruang dalam kota lebih terkendali. Peraturan KDB berfungsi untuk menjaga keseimbangan antar lhan yang terbangun dan ruang terbuka. Hal tersebut dilakukan untuk meminimalisir bencana seperti banjir yang disebabkan kurangnya daerah resapan air. Pada kawasan Pogung Rejo, pengaturan KDB dilakukan untuk memberi ruang (space) agar tiap bangunan terutama pada zona dengan tipe organis yang awalnya memiliki KDB 80% akan menjadi 60%. Hal ini dilakukan agar tipe organis tetap mendapat sinar matahari agar area bangunan tidak lembab. Selain itu pemberian ruang antar bangunan dilakukan untuk memperbaiki sirkulasi untuk penghawaan bangunan.

Berdasarkan penelusuran dan pengkajian Peraturan Daerah Kebupaten Sleman, disimpulkan beberapa ide untuk mengolah kawasan, diataranya: 1. Terkait Sempadan Sungai Bangunan di bawah atau di atas air harus sesuai tata ruang, dan tidak mengganggu keseimbangan fungsi-fungsi alam. Tidak menimbulkan perubahan arus air maupun pencemaran, serta mempertimbangkan kesehatan, keamanan, dan keselamatan. Diwajibkan pengembangan sarana pra sarana berwawasan lingkungan. Tidak boleh mengembangkan kawasan eksklusif berdasarkan SARA. 2. Ruang Terbuka Hijau Kurangnya lahan hijau pada area Desa Pogung Rejo mengharuskan kawasan menyediakan lahan untuk mencukupinya. Karena itu, dengan merekomendasikan aturan sempadan baru dengan tata lansekap dan bangunan yang lebih tertata akan memudahkan tersedianya lahan hijau. Maka kami irekomendasikan lahan hijau pada area dekat Selokan Mataram serta bantaran sungai. 3. Pemukiman Informal Pada area pemukiman informal, jalan-jalan yang ada kurang tertata dan tidak mendapat sinar matahari yang sama walaupun masih di satu kawasan pemukiman. Maka dari itu kami merekomendasikan penataan pada bagian depan atap rumah sehingga terdapat keseragaman dan besar jalan yang sama. 4. Area Selokan Mataram Perencanaan area di atas selokan mataram didasari dengan isu kurangnya ruang terbuka hijau untuk berkumpul (public space) dengan melihat kembali ketentuan dalam peraturan yang diantaranya seperti boleh mendirikan bangunan untuk irigasi. Boleh mengembangknan kawasan terbangun dengan di dalamnya terdapat jaringan irigasi dengan beberapa ketentuan. Maka di desainlah area public space di atas selokan mataram.

Pogungrejo Water Front Settlement

27


Wisata River Side

Menikmati Senja di Bantaran Sungai Code.


Memberikan setback pada area bantaran sungai dan memanfaatkannya menjadi ruang terbuka umum.

Memberikan batas aman dari balkon tempat untuk melihat dan memancing ke sungai.

Membuat ruang terbuka menjadi lebih atraktif dan bisa digunakan untuk banyak hal.

Pogungrejo Water Front Settlement

29


Open Space Selokan Mataram Tempat Nongkrong, Makan, Mancing, Belajar, Ngobrol, Apapun.


Area selokan di buat sebuat open space yg memiliki celah bertujuan supaya membuat kesan yg tidak terlalu masif sehingga dari atas selokan masih bisa melihat area selokan.

Sirkulasi selokan dibuat berbelok-belok bertujuan supaya pengguna bisa berjalan lebih lama di area open space selokan sehingga bisa menikmati suasana yg ada.

Peraturan mengenai bangunan di atas irigasi Diperbolehkan membangun sebuah area publik space/titik kumpul di dekat dan/atau di atas saluran irigasi dengan syarat : - Saluran irigasi yang dimaksud adalah selokan mataram atau yang memiliki lebar muka irigasi sebesar minimal 5 meter. - Setiap jangkauan 6 meter memiliki kotak sampah. - Bagian alas bangunan lebih tinggi minimal 50 sentimeter dari muka saluran. - Bangunan tidak memiliki pondasi yang berada di area saluran irigasi.

Pogungrejo Water Front Settlement

31


Park and Go Pedestrian

Mulai Berjalan dari Sekarang.


Pada area pedestrian diberi sebuah naungan sehingga ketika hujan/panas para pejalan kaki tetap terlindung. Untuk mengatasi air yang mengalir dari naungan pedestrian, disisi kanan diberi sebuah selokan sehingga air yang jatuh bisa langsung masuk ke arah selokan bukan ke arah jalan raya. Pada area pedestrian yang baru juga diberi tanaman hijau sebagai perindang.

Pogungrejo Water Front Settlement

33


34

Pogungrejo Water Front Settlement


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.