FOLLOWING CODE'S EMOTION / Mengikuti Emosi Code

Page 1

Prasetyo Adi Nugroho

Following Code’s Emotion How a City Survive Jogoyudan, Yogyakarta



How a City Survive Jogoyudan, Yogyakarta

Prasetyo Adi Nugroho Dr.-Ing. Ir. Ilya Fadjar Maharika, M.A., IAI., Architectural Design Studio 7 - G Narrative Design Approach



Mengubah ingatan akan kejadian tragis, menjadi masa depan yang manis.


TABLE OF CONTENT

Reading City

1

Mengenal Sungai Code 2 Emosi Sungai Code 4 Hak Sungai Code yang Direnggut 7 Jogoyudan, Kampung yang Ketakutan 9 Pelaku, Korban, dan Saksi Mata 12 Selama Ini Melawan Emosi 14 Membaca Kampung Jogoyudan 17 Aturan dan Rencana Pemerintah 58 Mengeksplisitkan Masalah dan Arah 59

Tools to Read and Write

2

Arsitektur Naratif 64 Transkripsi dari Memori Kolektif Peristiwa dan Ruang 68 Memanipulasi Teks dan Membingkai Ulang 75 Memanusiakan Sungai Code 81 Sumber Daya Alam Sebagai Kapital 83 Kasus Banjir Lainnya 86 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan Palet 2030 90


Writing City

3

Mengikuti Emosi Code 94 Evakuasi Seluruh Sistem 99 Bagaimana Jika 104 Bersahabat Dengan Air 110 Code yang Dinamis dan Atraktif 112 Rasanya Seperti di Hutan Bambu Dulu 117

Landed Into

4

Intro 120 Peringatan Dini Amarah Code 123 Rekomposisi Ruang 124 Memotong Sampel Kawasan 128 Pembagian Ruang dan Aktivitas 130 Fase dan Prioritas Pembangunan 131 Skenario Banjir 136 Siklus Air 137 Koneksi Ke dan Di Kampung 138 Self-Produced Resources 144 Usaha Mandiri 145 Reinkarnasi Sungai 148 Rupa Rumah Baru 153


Indonesia merupakan negara kepulauan dengan bagian perairan yang lebih banyak dibandingkan dengan daratan dan bertepatan dengan pertemuan lempeng tektonik bumi atau biasa dikenal dengan cincin api atau ring of fire. Dengan kedua keadaan ini, menyebabkan negara kita, Indonesia menjadi terbiasa dengan kehadiran berbagai macam bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, dan gunung meletus. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tidak hanya istimewa karena merupakan daerah yang hingga kini masih berbentuk kerajaan dan kekentalan budayanya saja, namun dari segi kondisi geografis, provinsi ini juga memiliki keistimewaan. Diapit oleh gunung Merapi di sebelah utara dan samudera Hindia di sebelah selatan membuat daerah ini dialiri oleh sungai-sungai yang menyebar dan menyuburkan tanah. Di tengah padatnya kota Yogyakarta, mengalir 3 aliran air besar yang terhubung langsung dengan sang Merapi, yaitu sungai Winongo di bagian barat, sungai Gajah Wong di bagian timur, dan sungai Code di bagian tengah. Terletak di tengah-tengah pusat keramaian kota membuat sungai Code menjadi elemen alam yang sangat diminati oleh warga. Karena keterbatasan lahan yang juga semakin menyempit di kota Yogyakarta, membuat pendatang yang mencari peruntungan untuk bertahan hidup terpaksa tinggal hingga dibantaran sungai Code. Akibatnya, rumah-rumah baru tumbuh di sisi sungai Code, bahkan hingga menyentuh bibir sungai. Sungai Code sendiri juga merupakan sungai yang istimewa, ia merupakan sungai yang memiliki emosi. Dapat tengang, dapat marah dengan memuntahkan air berpasir dan berbatu dengan volume yang besar dan masif, juga dapat menjadi kosong. Sungai Code yang marah ini tidak main-main ketika sedang meluapkan emosinya, apapun yang ada dihadapannya akan diterjang habis tanpa ampun. Tidak hanya manusia, hewan dan tumbuhan yang tak dapat mengungkapkan dengan kata-kata pun juga ketakutan. Namun, selama ini yang justru manusia lakukan adalah melawan emosi sungai dengan memasang tanggul yang kian lama kian tinggi. Bagaimana jika emosi sungai Code yang semakin ditahan itu akan meledak dengan lebih hebat di masa mendatang? Sama seperti manusia, bukankah sungai Code yang sedang marah akan lebih baik untuk mengikuti arusnya dibandingkan dengan melawannya? Selama ini, selain melawan emosi sungai Code dengan membuat dinding tinggi yang menahan air untuk masuk ke dalam pemukiman, manusia sebenarnya juga mengikuti emosi sungai Code untuk menyelamatkan diri, yaitu dengan naik ke tempat yang lebih tinggi. Yang menjadi masalah mengapa emosi sungai ini dilawan adalah karena manusia tinggal berdampingan dengan wilayah yang sejak awal merupakan jalan sungai Code. Lalu, bisakah mereka hidup berdampingan dengan akur dan saling mengerti? Bisakah manusia dapat hidup dengan tenang meskipun sungai Code sedang meluapkan emosinya? Bagaimana jika mengikuti emosi sungai Code dimaknai dengan naik ke tempat yang lebih tinggi? Bukan hanya manusia saja, tetapi juga keseluruhan termasuk rumah dan jalan. Bisakah kejadian yang tragis itu dapat menjadi atraksi baru untuk kota? Bisakah menghasilkan ruang baru untuk kota yang lega ditengah sesaknya keadaan dan dapat menghasilkan keuntungan?

Foreword

Prasetyo Adi

0 Foreword Following Code’s Emotion


READING CITY

1


Mengenal Sungai Code

Wajah sungai Code saat ini. Dengan keadaan aliran air normal, sedikit sampah menumpuk, dan pemukiman penuh, sesak, padat, dan agak semrawut di samping kanan dan kiri tepian sungai.

Sungai ini memiliki dua sapaan akrab oleh masyarakat setempat, yaitu sungai Boyong oleh warga Sleman dan sungai Code ketika ia memasuki wilayah kota Yogyakarta, merupakan salah satu dari sekian banyak sungai yang membelah provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sungai ini bermula dari puncak gunung Merapi di sebelah utara dan pada akhirnya bergabung dengan sungai yang lain, yaitu sungai Opak dan kemudian bermuara ke laut selatan. Sungai ini pada mulanya memiliki peran utama sebagai sumber air minum. Tidak hanya air minum untuk manusia saja, tetapi juga makhluk hidup lain seperti hewan dan tumbuhan terutama padi. Selain itu, sungai ini sendiri juga merupakan rumah untuk para ikan yang ada di dalamnya. Kumpulan bambu yang melindungi sungai dari terik mentari dan gerusan tanah di samping sungai oleh hujan juga turut bergabung ke dalam ekosistem sungai ini. Dulu, sungai ini juga merupakan taman bermain untuk anak-anak sekitarnya. Berbagai macam permainan pun dilakukan baik di dalam badan sungai maupun berdampingan dengan sungai. Mulai dari berenang, keceh atau bermain air, sekadar mencelupkan kaki ke dalam badan sungai setinggi betis kecil mereka, hingga bermain sepak bola di tanah lapang sebelah sungai, berdampingan dengan rimbunnya hutan bambu. Bahkan, tidak hanya bermain dengan sungai, anak-anak juga mandi dengan menggunakan pancuran air yang muncul dari tebing samp-


ing sungai, asalnya adalah dari resapan air hujan yang menembus melalui tanah. Tidak hanya anak-anak, orang dewasa pun juga terlihat mesra dengan sungai. Bagaimana mereka merawat sungai, memancing ikan, membuat karamba 1 , menanam sayur mayur, atau sekadar berkumpul, bertemu, atau bahkan melamun di tepi sungai. Seakan sudah menjadi insting makhluk hidup yang membutuhkan alam dan memiliki kecenderungan untuk saling berinteraksi dengan alam, hubungan antara manusia dan sungai menjadi sangat akrab sejak dahulu. Saking akrabnya, bahkan manusia ingin hidup tepat di dekat nadi kota Yogyakarta yang mengalirkan air sebagai sumber kehidupan seluruh kota ini. Pada akhirnya, pemukiman tumbuh secara organis, yaitu pola pemukiman yang mengikuti kondisi alam, dalam kasus ini pemukiman tumbuh di bantaran sungai Code mengikuti garis sungai. Seiring berjalannya waktu, keberadaan manusia di sisi sungai mengubah keadaan sungai baik dari segi visual maupun fungsi. Pada saat pemukiman mulai sesak dan padat, manusia justru lupa akan keberadaan sungai. Orientasi mereka bukan lagi bertuju kepada sungai. Hal ini mengakibatkan sungai bukan lagi menjadi ruang yang dianggap penting, lambat laun sungai mulai dianggap sebagai selokan atau saluran air saja. Bahkan beberapa menganggap sungai sebagai tempat pembuangan sampah. Mereka menganggap bahwa dengan membuang sampah ke sungai Code, maka sampah akan mengalir dan lewat begitu saja. Yang terpenting bagi mereka adalah hilangnya sampah dari hadapan mereka. Nyatanya, jika dibandingkan, antara pemukiman yang terletak di sebelah utara seperti Karangwaru, Jetisharjo, Terban memiliki kondisi sungai yang lebih bersih dan pemukiman yang lebih tertata dibandingkan dengan pemukiman yang berada setelahnya seperti Jogoyudan, Tukangan, Ratmakan, dan lainnya. Karena aliran sungai yang mengarah ke selatan akan semakin menumpuk sampah yang dibuang dari arah utara.

1

Karamba adalah keranjang atau kotak dari bilah bambu atau papan kayu untuk membudidayakan ikan. Biasanya diletakkan di badan sungai.

Bahagia seakan terpancar dari wajah mereka, anak -anak yang sedang mengobrol sambil bermain dengan sungai. Dengan latar belakang rerimbunan bambu yang belum terotak-atik oleh tangan manusia. (Sumber: Pratopo, 1980)

2 3 Reading City Following Code’s Emotion


Emosi Sungai Code Terhubung langsung dengan gunung Merapi yang berada di sebelah utara kota Yogyakarta membuat sungai Code menjadi elemen alam yang unik, ia bukan hanya sekadar sungai biasa, namun sungai yang juga bisa beremosi. Kadang dapat menjadi garang dan marah, ketika gunung Merapi mengeluarkan isi perutnya dan meluap karena lahar dingin atau saat hujan deras turun, dimana siapapun akan takut untuk berinteraksi dengannya. Kadang menjadi tenang dan seluruh makhluk hidup yang menyayanginya pada saat keadaan normal, dan bisa juga menjadi kering dan hampa yang membuat sungai menjadi sekarat karena hampir tidak ada aktivitas di musim kemarau. Sungai yang terletak di kaki gunung Merapi ini merupakan sungai yang sanbgat ekspresif dalam menyampaikan amarahnya. Banjir lahar dingin sendiri biasanya terjadi setelah gunung Merapi meletus dan memuntahkan isi perutnya yang kemudian disusul dengan hujan dengan intensitas yang besar di hulu sungai. Banjir lahar dingin ini memiliki ancaman yang lebih berbahaya dibandingkan dengan banjir air biasa. Karena banjir ini tidak hanya membawa air, namun juga membawa material vulkanis seperti bebatuan dan pasir dengan dimensi yang tidak kecil. Bahkan setelah banjir lahar dingin itu mereda, tidak jarang meninggalkan jejak amarahnya yang berupa material seperti batu yang tidak dapat dipindahkan karena massanya yang terlalu besar. Jika dapat diibaratkan, banjir lahar dingin ini sedikit mirip dengan banjir bandang dengan kekuatan yang besar dan menerjang dengan tiba-tiba. Namun diperparah dengan kandungan yang ada didalamnya, material berat yang dapat merusak bahkan membahayakan jiwa manusia.

Ekspresi amarah sungai Code, yaitu banjir lahari dingin. Salah satu sungai yang terdampak apabila gunung Merapi meletus dan mengeluarkan isi perutnya. Material raksasa yang sukar untuk dipindahkan pun hanyut, membuktikan kekuatan banjir yang begitu besar. (Sumber: https://agus.yuniarso. com/2010/12/banjir-lahar-dingin-kali-code.html dan https://bikin-news-indonesia.bikinkode.com/uploads/ posts/1566196506banjir-lahar-dingin-merapi.jpg)


Aliran banjir lahar dingin yang nampak seperti ombak-ombak besar yang menerjang apapun yang ada dihadapannya. Bahkan banjir ini terlihat mirip dengan gelombang tsunami. (Sumber: http://www.beritalugas. com/2016/02/bpbd-sleman-imbau-warga-waspada-banjir.html)

Sungai Code Tenang dan Disukai

Sungai Code Marah dan Dihindari

Hubungan antara manusia dan sungai Code pada setiap kondisi emosi sungai, mulai dari sungai Code yang tenang, marah, dan hampa.

4 5 Sungai Code Hampa dan Diabaikan

Reading City Following Code’s Emotion


Jetisharjo

Terban Gondolayu Jogoyudan Kotabaru Ledok Macanan

Ledok Tukangan

Ledok Ratmakan

Sayidan

Bintaran

Taman Siswa

Prawirotaman

Tampilan keseluruhan badan sungai Code di kota Yogyakarta dan kampung yang bernaung mengikuti sepanjang sungai dan titik yang berpotensi mengalami kepanikan dan kerusakan yang besar akibat terjangan amarah sungai Code yang tidak mengenal belokan karena letaknya yang berada tepat di tikungan tajam sungai.

Lowanu

Wirosaban


Sungai Code Jaman Dahulu

Sungai Code dan Kolesterol dari Merapi

Urugan Tanah dan Mulai Diduduki

Tanah Stabil dan Makin Diduduki

Hak Sungai Code yang Direnggut Mulanya, bantaran sungai Code ini merupakan hutan bambu dengan lereng yang memiliki kecuraman yang rendah atau menurun sedikit demi sedikit. Kemudian, pada saat terjadinya erupsi gunung Merapi dan mengirimkan isi perutnya melalui sungai Code, material-material ini mengumpul dan berdiam hingga mengeras di area sekitar bantaran sungai. Endapan pasir dan lumpur, yang disebut dengan wedi kengser ini ada bertahun-tahun hingga menjadi daratan baru atau lereng yang semakin menjorok ke badan sungai dan kian lama kian menggeser aliran sungai beberapa meter dari garis awal. Hak sungai pun terenggut, namunperistiwa ini merupakan kejadian yang dihendaki oleh alam. Tanah wedi kengser

Aliran sungai bergeser karena adanya material erupsi merapi yang mengendap di bagian sungai yang berbelok, kemudian manusia mulai datang untuk tinggal dan memajukan garis bibir sungai ke arah dalam, sehingga badan sungai menjadi lebih kecil.

6 7 Reading City Following Code’s Emotion


yang merupakan daratan baru ini kemudian menjadi kepemilikan keraton Yogyakarta. Karena pada dasarnya seluruh tanah yang berada di wilayah kota Yogyakarta selain tanah milik pribadi atau tanah yang memiliki sertifikat tanah yang sah adalah tanah milik keraton Yogyakarta. Tahun 1984 silam, sungai Code kembali meluapkan amarahnya. Namun, kali ini karena hujan deras yang berujung pada banjir besar yang mencapai pemukiman yang letaknya lebih tinggi dari wedi kengser. Pemerintah kota Yogyakarta kemudian membuat benteng tinggi berupa talud sebagai pembatas antara sungai dan daratan yang sekaligus membuat wedi kengser menjadi lebih tahan dan tidak mudah longsor. Dari situlah, para pendatang dari berbagai daerah sekitar kota Yogyakarta seperti Gunung Kidul, Bantul, Klaten, dan Wonogiri yang datang untuk mencari pekerjaan mengolah wedi kengser dengan bergotong-royong mengurug tanah dan membuat gang supaya layak untuk dihuni. Kian hari, pendatang lain kian banyak datang. Hingga akhirnya terjadi jual beli tanah yang tidak jelas dengan kepemilikan yang diakuisisi sepihak oleh penjual. Rasa kepemilikan mereka datang ketika merasa mereka yang berusaha sendiri untuk mengurug tanah supaya lebih layak untuk ditinggali. Ukuran sungai menjadi lebih sempit, aliran sungai tidak meresap ke dalam tanah. Ekosistem sungai pun mulai berubah dan terjadi polusi akibat residu yang dihasilkan manusia. Kini hak sungai benar-benar direnggut, tetapi kali ini oleh manusia. Bukankah mungkin hak sungai akan semakin terenggut karena datangnya manusia di masa mendatang?

Perubahan kampung dibawah jembatan Gondolayu, salah satu kampung yang terletak di sisi sungai Code, dari tanah yang pada mulanya ditumbuhi tanaman menjadi tanah yang ditumbuhi bangunan. (Sumber: https://jejakkolonial.blogspot. com/2016/03/ dan http://yogyakarta. panduanwisata.id/files/2012/06/code4. jpg)


Lokasi kampung Jogoyudan dari skala Indonesia, provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, kotamadya Yogyakarta, dan kecamatan Jetis.

Jogoyudan, Kampung yang Ketakutan Jogoyudan adalah salah satu kampung yang terletak di bantaran sungai Code yang termasuk ke dalam daerah administratif kelurahan Gowongan, kecamatan Jetis, kotamadya Yogyakarta. Kampung ini terbagi ke dalam 7 Rukun Warga (RW) dan 28 Rukun Tetangga (RT). Meskipun terletak di tengah kota, kampung ini terlihat sangat kontras dibandingkan dengan sekitarnya. Dimana di sisi timur kampung berdiri dengan kokoh dan tinggi berbagai macam hotel dan beberapa komersial seperti percetakan dan toko-toko lawas, di sisi utara yang didominasi oleh bangunan perkantoran seperti bank, komersial berjenis kuliner, dan beberapa hotel, namun kampung Jogoyudan sendiri merupakan kumpulan rumah sederhana dengan penghuni yang heterogen baik dari segi ekonomi, sosial, dan budaya. Kampung ini merupakan salah satu tanah yang berdiri di atas wedi kengser. Yang berarti dulunya merupakan titik yang sering ditabrak oleh aliran banjir lahar dingin karena karakter sungai Code yang berbelok pada area tersebut. Bahkan menurut Pratopo (2019), melalui obrolan ringan, kampung Jogoyudan merupakan area yang paling rawan dan paling terdampak ketika banjir lahar dingin terjadi. Terbukti pada erupsi gunung Merapi di tahun 2010, kampung Jogoyudan mengalami kerusakan yang paling parah dibandingkan dengan kampung bantaran sungai Code yang lainnya. Selain kerugian secara material, kemarahan sungai Code juga menimbulkan dampak psikis kampung berupa trauma akan ketakutan.

8 9 Reading City Following Code’s Emotion


Area di kampung Jogoyudan yang memiliki potensi besar untuk mengalami kerusakan pada saat banjir lahar dingin terjadi.

Perbedaan morfologi kawasan kampung Jogoyudan dari tahun ke tahun. Terlihat pada tahun 1912, berasal dari peta buatan kolonial Belanda, disebutkan dalam legenda bahwa warna hijau merupakan kawasan pemukiman yang di luar rencana kolonial Belanda. Kemudian, terjadi perubahan atap antara tahun 2006 dan 2013. Dimana diantaranya terdapat tahun dimana banjir lahar dingin menerjang Jogoyudan pada tahun 2010. Atap berwarna putih diduga merupakan rumah sementara dengan atap seng , akibat hancurnya rumah lama oleh terjangan banjir. Kemudian, saat ini 2019 kembali kepada keadaan normal seperti 2006. (Sumber: https://jejakkolonial.blogspot. com/2016/03/ dan Google Earth)

1912

2006

2013

2019


1821 1822 1832 1837 1846 1848 1849 1862 1865 1869 1872 1883 1888 1891 1902 1909 1915 1920 1930 1933 1939 1942 1948 1953 1956 1957 1961 1967 1969 1972 1975 1976 1979 1984 1986 1992 1994 1997 1998 2001 2006 2010 Gunung Merapi sendiri merupakan gunung yang paling aktif di Indonesia, dimana gunung ini memiliki siklus yang cukup dekat pada setiap erupsinya. Bahkan ada erupsi yang terjadi beruntun dengan jarak rentang waktu hanya 1 tahun. Letusan terdekat yang seakan terasa masih segar di ingatan penduduk bantaran sungai Code adalah letusan besar yang terjadi pada tahun 2010. Mereka menceritakan betapa paniknya hari itu, bunyi kentungan yang tak hentinya dipukul semakin menambah panik suasana. Takut, hanya itu yang mereka rasakan. Nyawa dan orang tersayanglah yang terlintas dibenak mereka saat air bah beserta material beratnya datang. Mereka bahkan rela untuk kehilangan harta benda hingga rumahnya yang berada di bantaran sungai Code. Banjir yang datang pun terlihat seperti gelombang yang makin lama makin deras dan tanpa henti menyapu semua benda yang ada dihadapannya. Bahkan, kapal berjenis speedboat-pun ikut hanyut yang entah dari mana datangnya bersama dengan derasnya ombak banjir lahar dingin di sungai Code. Selain rumah, beberapa infrastruktur pendukung kampung seperti jembatan yang tadinya menghubungkan kampung Jogoyudan dengan kampung yang ada di seberangnya pun ikut tersapu. Kini, apabila ada acara atau hajatan di seberang kampung, mereka harus jalan memutar. Komunikasi dengan warga seberang menjadi kian renggang. Setelah banjir usai, kemudian tersisa lumpur, reruntuhan bangunan, dan sampah yang terbawa dari area sebelum kampung Jogoyudan. Warga mengungsi ke kampung Jogoyudan pada bagian atas, bahkan hingga 7 bulan lamanya. Ada yang mengungsi ke tempat pengungsian, ada juga yang mengungsi ke tempat sanak saudaranya. Beberapa warga kampung Jogoyudan ini ternyata masih memiliki hubungan darah yang dekat. Bahkan pada satu kawasan kampung terdapat keluarga besar di dalamnya. Selain rumah dan fasilitas yang rusak karena terjangan banjir lahar dingin, banjir ini juga mengakibatkan longsor pada tebing yang curam. Tak lama setelah banjir besar berlalu, warga sedikit demi sedikit mulai membangun kembali lingkungan mereka dengan seadanya. Bantuan dari pemerintah pun mengalir untuk membantu perbaikan tanggul dan penambahan pagar pembatas untuk menanggulangi banjir yang kemungkinan akan terjadi lagi di masa yang akan datang.

Lini masa erupsi gunung Merapi dalam 200 tahun terakhir. Tahun dengan warna merah merupakan letusan mayor atau besar. (Visualisasi Penulis dari Penuturan Pratopo, 2019)

“Waktu banjir lahar dingin 2010, kita ngungsi naik ke atas selama 7 bulan.� - Ibu Umah, Penghuni Kontrakan Pinggi Sungai Code (2019).

10 11 Reading City Following Code’s Emotion


Berbagai macam aktor pada kampung Jogoyudan, yang menghasilkan cerita kawasan hingga saat ini. Manusia dengan berbagai macam asal, latar belakan sosial ekonomi, usia, dan pekerjaan. Pekerjaan mereka mulai dari tukang becak, tukang cuci, usaha warung makan, usaha toko kelontong, hingga berjualan di kawasan Malioboro.

Pelaku, Korban, dan Saksi Mata Mereka-mereka ini adalah yang disebut sebagai pemeran dalam keseluruhan cerita di atas kampung Jogoyudan. Dapat disebut juga sebagai story generator atau penghasil cerita pada kawasan, mereka yang berperan dalam cerita ini tidak hanya manusia saja. Meskipun pemain lain tidak dapat mengutarakan perasaannya secara langsung atau berbicara, tetapi hewan-hewan yang hidup di atas kampung ini seperti burung, ayam, kucing, anjing, ikan, atau tumbuhan-tumbuhan seperti pepohonan, bambu, bunga atau bahkan sungai Code itu sendiri juga turut andil dalam cerita ini. Berfokus pada manusia sebagai pemeran utama selain sungai Code, manusia sendiri terbagi menjadi beberapa jenis. Dibedakan dari pribadinya, manusia dalam kampung ini memiliki heterogenitas pada usia, latar belakang sosial dan ekonomi, pekerjaan, dan asal tempat mereka. Ditinjau dari perannya, manusia ini dapat dikatakan sebagai pelaku, korban, dan saksi mata. Manusia merupakan saksi mata hidup terjadinya amarah sungai Code yang terjadi secara berkala. Dimana mereka juga mengingat dengan jelas setiap detail dari kejadian tersebut. Mulai dari ingatan secara visual, suara, maupun suasana. Beberapa manusia yang tinggal di dekat dengan batasan antara kampung dan sungai barangkali merupakan korban di dalam cerita ini. Meski bukan merenggut korban nyawa, mereka tetap mengalami kerugian dari segi material. Rumah yang rusak atau paling tidak rumah yang kotor terendam banjir lahar dingin yang menyisakan berbagai macam material seperti lumpur dan bebatuan. Belum lagi barang-barang yang hanyut terbawa oleh banjir. Peran korban ini mungkin merupakan manusia-ma-


Tidak hanya manusia, tetapi hewan. tumbuhan, dan benda mati yang ada di atas kampung Jogoyudan juga merupakan aktor kawasan. Mulai dari unggas, kucing, anjing, ikan, atau mungkin yang tidak terlihat seperti tikus, ular, katak, pohon bambu, pohon pisang, bunga, bahkan aliran sungai Code.

nusia yang selalu survive atau bertahan dalam keseluruhan hidupnya. Tidak hanya harus bertahan dari ganasnya amarah sungai Code, mereka juga harus bertahan hidup dengan datang ke pusat kota dan meninggalkan kampung halaman mereka, mencari tempat tinggal sementara di antara tingginya harga sewa dan padatnya kota, mencari nafkah untuk hidup dan keluarganya. Mereka adalah manusia-manusia yang penuh dengan ketakutan, kekhawatiran, dan ketidak tenangan dalam menjalani hidupnya. Takut kehilangan pekerjaan, takut diusir dari tempat tinggalnya karena tidak dapat membayar biaya sewa, hingga takut akan diterpa lagi oleh amarah sungai Code. Tetapi, manusia sendiri juga sebenarnya merupakan pelaku dari tragedi dalam cerita ini. Namun dengan pemain yang berbeda, yaitu mereka yang mengurug tanah, yang memajukan garis batas antara tanah dan sungai, dan memperjual belikan tanah secara sepihak. Sehingga tanah yang mereka buat dan jual belikan ditinggali oleh korban yang kemudian terkena terjangan banjir. Dari sisi hewan, terutama yang berkaitan dengan emosi Sungai yaitu para ikan, mereka merupakan termasuk korban dari tragedi ini. Mereka yang hidup baik di dalam karamba maupun hidup lepas di dalam badan sungai akan hanyut dan meregang nyawa ketika amarah sungai Code terjadi. Sedangkan dari sudut pandang pepohonan bambu, mereka juga merupakan korban. Namun mereka bukanlah korban dari emosi sungai Code, tetapi dari adanya pengambilan hak tanah di pinggiran sungai Code. Mereka harus kehilangan teman-teman mereka, yang dulunya berkumpul di pinggiran sungai dan kini telah ditebang untuk memenuhi hasrat manusia akan kebutuhannya untuk bermukim dan tinggal.

12 13 Reading City Following Code’s Emotion


Selama Ini Melawan Emosi Ketika sungai Code sedang mengungkapkan amarahnya, penduduk pinggiran sungai selama ini melawan dengan menaruh deretan karung yang berisikan pasir padat di sepanjang bibir sungai untuk menahan terjangan air banjir lahar dingin masuk ke perkampungan. Air bah pun tidak tembus ke permukaan kampung dan warga menjadi sedikit lebih tenang. Kemudian, setelah karung pasir dirasa menjadi pengaman kampung, tahap berikutnya adalah mereka membuat bronjong sebagai pengganti karung berisikan pasir tersebut. Bronjong atau biasa disebut juga dengan gabion sendiri adalah konstruksi dasar yang terbuat dari bebatuan dengan ukuran cukup besar yang dikurung di dalam anyaman kawat baja. Biasanya diletakkan pada tepi sungai untuk mencegah erosi untuk membendung air sungai. Berbeda dengan kantung berisikan pasir yang bersifat temporal atau sementara, bronjong ini merupakan elemen penahan yang semi-permanen. Kemudian, dirasa kurang cukup, pemerintah berencana membantu membuat tanggul berupa pagar yang lebih tinggi daripada bronjong atau mungkin lebih cocok disebut dengan benteng di sepanjang tepian sungai. Benteng ini juga menjadi pembatas atau pemutus komunikasi antara manusia dan sungai. Kini orang menjadi sulit untuk mengakses sungai. Meski terlihat lebih permanen, kokoh, dan dapat menahan terjangan banjir, namun tanggul ini dirasa tidak memiliki keberlanjutan dan memiliki batasan ketinggian. Bagaimana jika air banjir melebihi tinggi daripada pagar yang telah dibuat pemerintah? Jika jawabannya adalah dengan menambah ketinggian tanggul tersebut, bagaimana jika ketinggian air nantinya akan lebih tinggi dibandingkan dengan pemukiman saat banjir terjadi? Sangat mungkin tragedi yang lebih parah seperti yang terjadi di bendungan Situ Gintung yang jebol pada tahun 2009 silam menimpa kampung Jogoyudan, dimana tanggul tidak kuat lagi menahan volume air.

Solusi sederhana dan instan yang dibantu dan ditawarkan oleh pemerintah, namun merepotkan karena harus membuat karung-karung pasir setiap terjadi banjir. (Sumber: penghargaan-inspiration.blogspot.com dan dan tempo.co)


Talud 3 Meter

Tanggul Karung Pasir

Tanggul Bronjong

Tanggul Pagar

Perjalanan kampung melawan emosi sungai. Dulu hanya talud 3 meter, karung pasir, kemudian tanggul bronjong. Kini tanggul pagar. Mungkin di masa depan akan lebih tinggi lagi?

Tanggul Pagar Tumbuh

Tanggul Tinggi Berbahaya

14 15 Reading City Following Code’s Emotion


Gambar di atas merupakan gambar bronjong dan gambar di bawah adalah pagar tanggul baru yang dibantu oleh pemerintah pada eksisting tepian sungai di kampung Jogoyudan.

Tanggul Baru Pagar Pemerintah Tanggul Lama Bronjong


Membaca Kampung Jogoyudan Memahami, menganalisis, atau memberikan interpretasi terhadap apa yang selama ini telah dilihat pada kampung Jogoyudan dapat diibaratkan sebagai pembacaan kawasan. Pembacaan sendiri tidak hanya apa yang tangible, atau terlihat oleh mata saja. Tetapi juga bisa jadi melibatkan panca indera pengamat yang lainnya seperti perasaan terhadap suasana, suara yang timbul pada kawasan, suara yang timbul dari cerita masyarakat, atau bahkan mungkin saja bau yang ada pada kawasan tersebut. Membaca kawasan akan lebih mendekati objektif apabila dilakukan dengan dua sudut pandang, yaitu membaca dari atas atau dari luar, dimana kita membaca apa yang selama ini kita lihat atau berita tentang kawasan tersebut yang selama ini kita dengar, dan membaca dari bawah atau dari dalam, dimana kita menelusuri langsung kawasan, melihat, merasakan, mendengar, mungkin meraba dan mencium kawasan. Down-to-earth atau blusukan pada kawasan dinilai penting dalam pembacaan kawasan. Hal ini dikarenakan persepsi kita terhadap kawasan tersebut akan menjadi lebih sensitif, lebih dapat merasakan apa yang penduduk selama ini rasakan, dan tidak menjadi penilaian sepihak. Dalam pembacaan kampung Jogoyudan, penulis yang juga merupakan pengamat langsung menggunakan berbagai macam sumber. Mulai dari hasil pengamatan langsung, wawancara dengan warga lokal, membaca artikel dan berita di internet, studi literatur dan preseden untuk membandingkan dengan kasus serupa, hingga peraturan dan data dari pemerintah.

Kampung Jogoyudan merupakan salah satu kumpulan pemukiman yang terletak di bantaran sungai Code yang terbilang cukup padat dan terletak di pusat kota Yogyakarta.

16 17 Reading City Following Code’s Emotion



Membaca kawasan dengan sudut pandang dari atas diibaratkan seperti pandangan seekor burung. Hanya memberikan persepsi dan interpretasi atas apa yang ia lihat saja. Berbeda dengan sudut pandang dari bawah yang terjun langsung, merasakan dengan seluruh panca inderanya, layaknya manusia.

18 19 Reading City Following Code’s Emotion


Batas Perancangan

Tinggi Badan Bangunan

Fungsi Bangunan

Kemungkinan Ruang Tumbuh

Aksesibilitas Kendaraan

Jangkauan Pejalan Kaki


Keramaian Jejalur

Transportasi Umum

Kondisi Perbedaan Tanah

Area Berebahaya

Perbandingan Pria Wanita

Ragam Usia

20 21 Reading City Following Code’s Emotion


Manusia dan Karamba


22 23 Reading City Following Code’s Emotion


Manusia dan Sungai


24 25 Reading City Following Code’s Emotion


Jemuran Baju


26 27 Reading City Following Code’s Emotion


Penduduk Non-Manusia


28 29 Reading City Following Code’s Emotion


Jalan Ke Dalam


30 31 Reading City Following Code’s Emotion


Bisnis Kecil Masyarakat


32 33 Reading City Following Code’s Emotion


Jogoyudan dari Atap


34 35 Reading City Following Code’s Emotion


Cara Menyimpan Air


Tempat Pembuangan

36 37 Reading City Following Code’s Emotion


Jejalur dan Manusia


38 39 Reading City Following Code’s Emotion


Cara Memarkir


40 41 Reading City Following Code’s Emotion



42 43 Reading City Following Code’s Emotion


Atribut Kampung


44 45 Reading City Following Code’s Emotion


Tetangga Jogoyudan


46 47 Reading City Following Code’s Emotion


Keramaian Jogoyudan


48 49 Reading City Following Code’s Emotion


Tampak Aerial


50 51 Reading City Following Code’s Emotion


Pertumbuhan Batu Beton


52 53 Reading City Following Code’s Emotion


Seberang Kampung


54 55 Reading City Following Code’s Emotion


Internal

Strength • Kampung memiliki elemen sungai sebagai elemen alam yang jarang ditemui di kota. • Kampung terletak dipusat kota Yogyakarta, dekat dengan berbagai simpul perkotaan mulai dari pariwisata, berbelanja, hingga transportasi.

Eksternal Opportunity • Pendatang dari luar kawasan, mulai dari calon penduduk, pedagang keliling, hingga pengunjung biasa.

Strategi S-O • Membuat atraksi baru untuk kota dengan menggunakan elemen sungai untuk menarik pengunjung dan mendapatkan keuntungan. • Melanjutkan simpul dengan membuat pariwisata atau tempat berbelanja yang memiliki kesinambungan dengan yang sudah ada, misal Malioboro.

Threat • Adanya banjir periodikal imbas dari erupsi gunung Merapi, yaitu banjir lahar dingin. • Kemungkinan badan sungai yang semakin tergerus untuk pemukiman pendatang.

Strategi S-T • Menjadikan banjir lahar dingin sebagai performer utama yang dalam atraksi sungai yang berubah-ubah kondisinya. • Menumpuk 2 layer yang berbeda, yaitu pemukiman dan badan sungai tempat banjir lahar dingin mengalir.


Weakness • Masyarakat memiliki kesadaran dan kecintaan terhadap sungai Code yang rendah, mereka terkadang masih membuang sampah dan menganggap sungai hanya sekadar aliran air yang besar.

Strategi W-O • Membersihkan dan memperbaiki sungai untuk menciptakan citra agar pendatang akan semakin tertarik untuk datang dan masyarakat juga memiliki peluang untuk usaha.

Strategi W-T • Membuat kawasan pemukiman menjadi river-oriented, sehingga kebersihan dan area aliran sungai akan menjadi prioritas utama. • Mengikuti sungai dengan memundurkan dan menaikkan pemukiman agar tidak terkena aliran banjir lahar dingin.

Analisis mengenai kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman (SWOT) sebagai salah satu teknik membaca kawasan dan kemudian saling dikawinkan satu sama lain untuk mendapatkan strategi perancangan atau penulisan cerita kawasan yang baru.

56 57 Reading City Following Code’s Emotion


Aturan dan Rencana Pemerintah Rencana Detail Tata Ruang Kota Yogyakarta 2015 • Zona perumahan (R) sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (1) huruf a, kampung Jogoyudan termasuk subzona rumah kepadatan tinggi (R-1) berupa kegiatan rumah kepadatan tinggi sebagai perumahan dan permukiman. • Zona sarana pelayanan umum (SPU) sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (1) huruf d, kampung Jogoyudan termasuk subzona sarana pendidikan (SPU-1). • Bagi sungai bertanggul dalam kawasan perkotaan, garis sempadan sungai ditentukan paling sedikit berjarak 3 meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai. • Rencana pengembangan jaringan air minum kota Yogyakarta pada kampung Jogoyudan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf d, meliputi prioritas pen gembangan jaringan, pengembangan jaringan baru, dan pelayanan yang di pertahankan. • Rencana sistem pengelolaan air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf e, meliputi sistem pembuangan air limbah setempat dan sistem pembuangan air limbah terpusat. • Lebar jalan minimal 3 meter. • Garis Sempadan Bangunan minimal 4,5 meter dari as jalan. • Tinggi bangunan maksimal 20 meter.

Aturan dan rencana pemerintah mengutip dan menyaring dari Peraturan Daerah Kota Yogyakarta, dengan pencarian kata kunci kelurahan Gowongan. (Sumber: https://upload.wikimedia.org/ wikipedia/id/9/95/Logo_Kota_Yogyakarta.png)

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta 2010 • Koefisien Dasar Bangunan Maksimal 90%. • Koefisien Lantai Bangunan Maksimal 4. • Koefisien Dasar Hijau Minimal 10%. • Kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) disediakan guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika yang dapat dimanfaatkan sebagai ruang evakuasi bencana meliputi taman kota, lapangan olah raga, lapangan upacara, jalur hijau, taman lingkungan dan pemakaman umum. Penyediaan dan pemanfaatan RTH diarahkan untuk mempertahankan dan mengendalikan fungsi lingkungan. Pada sempadan sungai sepanjang Sungai Code, Sungai Winongo, Sungai Gajahwong. • Rencana pengaturan ketinggian bangunan untuk wilayah perencanaan berkisar 1 – 10 lantai, disesuaikan dengan masing-masing zona peruntukan ruang dan ketentuan ketentuan keselamatan operasional penerbangan kawasan keselamatan operasi penerbangan. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 2017 • Sungai Code dan Sungai Winongo memiliki debit 500-1.000 liter/detik.


Ilustrasi model penjabaran masalah perancangan yang dibuat oleh Bryan Lawson yang tercantum di dalam buku How Designers Think. (Sumber: Lawson, 2005)

Mengeksplisitkan Masalah dan Arah Bryan Lawson (2005), dalam bukunya yang berjudul How Designer Think mengemukakan mengenai bagaimana permasalahan dalam mendesain memiliki hubungan dengan batasan-batasan dalam berbagai aspek. Batasan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu batasan secara fisik dan batasan secara psikologis. Batasan fisik sendiri merupakan batasan dalam perancangan yang berkaitan dengan sesuatu yang bersifat jelas, terlihat, dan dapat dinilai secara objektif, misalnya seperti batasan formal dan batasan pragmatis. Batasan formal berkaitan dengan fungsi dan visual seperti bentuk, warna, dan tekstur dari rancangan yang diusulkan, sedangkan batasan pragmatis akan berkaitan dengan masalah teknologi, teknis, dan mekanisme dari rancangan yang diusulkan seperti teknik membangun dan ketersediaan teknologi. Di sisi lain, batasan psikologis merupakan batasan dalam perancangan yang berkaitan dengan sesuatu yang bersifat rancu, berdasarkan rasa, dan tidak dapat dinilai secara objektif, misalnya seperti batasan radikal dan batasan simbolis. Batasan radikal berkaitan dengan nilai filosofis yang mendasar dan penting yang ada dalam kawasan atau masyarakat, sedangkan batasan simbol berkaitan dengan identitas yang mana dapat digunakan untuk memaksa masyarakatnya melalui citra yang dibangun. Bryan juga membagi aktor kawasan menjadi 4 katagori. Pertama, arsitek atau perancang urban sebagai designer. Perancang sendiri berbeda dengan seniman yang dapat menciptakan karya sesuai dengan apa yang ia ingin. Perancang membutuhkan masukan, pertimbangan, dan pembenaran dari pihak lain. Diantaranya adalah suara-suara dari klien sebagai pemilik proyek atau rancangan dan sebagai penyedia materi, pengguna yang akan menggunakan rancangan, dan legislator yang mengeluarkan aturan untuk perancangan.

58 59 Reading City Following Code’s Emotion


Batasan Formal

Kondisi topografi kawasan, penyesuaian konteks kawasan, tipologi kawasan.

Kenyamanan baik visual, fisik, dan psikologis, kemampuan biaya, kepantasan biaya yang dikeluarkan

Batasan Pragmatis

Kelogisan rancangan, ketersediaan teknologi, penyesuaian dengan konteks kawasan.

Ketersediaan teknologi, kemampuan biaya, kepantasan biaya yang dikeluarkan.

Batasan Radikal

Keterbatasan pengetahuan dan perasaan terhadap kawasan, mampu menyelesaikan semua masalah.

Ekspektasi dan harapan klien, mampu menyelesaikan semua masalah.

Batasan Simbolis

Stereotip atau stigma masyarakat luar terhadap kawasan, kebiasaan masyarakat yang sudah lama berjalan.

Menguntungkan masyarakat baik dari citra maupun material, kebiasaan masyarakat yang sudah lama berjalan.

Designer Urban Designer atau perancang kota, bertujuan untuk memberikan gagasan/ide untuk permasalahan banjir lahar dingin di Jogoyudan, Yogyakarta.

Client Klien merupakan Pemerintah dan masyarakat yang tinggal di pemukiman Jogoyudan, Yogyakarta. Klien dapat ikut serta dalam menentukan rancangan.


Sesuai dengan aktivitas dan keseharian pengguna, aksesibilitas pengguna.

Aturan yang berhubungan dengan keruangan, seperti building coverage dan building setback.

Kemudahan untuk dikembangkan sendiri oleh pengguna, dan kemampuan biaya.

Rencana pembangunan masa depan yang sudah dirilis dan aturan mengenai teknis dan tahap pembangunan kawasan.

Nilai historis tapak atau memori yang melekat pada pengguna, norma lokal yang berlaku di masyarakat.

Bangunan yang dilindungi oleh pemerintah, zonasi tertentu yang sudah ditentukan pemerintah.

Menguntungkan masyarakat baik dari citra maupun material, kebiasaan masyarakat yang sudah lama berjalan.

Zonasi tertentu yang sudah ditentukan pemerintah, citra yang sudah dicanangkan pemerintah.

User Pengguna merupakan masyarakat yang tinggal di pemukiman Jogoyudan, Yogyakarta dan pengunjung yang bukan merupakan penduduk.

Legislator Pemerintah yang memiliki wewenang untuk membuat regulasi atau peraturan yang membatasi atau menjadi standar rancangan.

60 61 Reading City Following Code’s Emotion


Isu Kampung Jogoyudan • Bencana yang berhubungan dengan air dan sungai. • Reklamasi atau penambahan tanah pada bantaran sungai. • Betonisasi sisi Sungai untuk memperkuat sisi-sisi sungai. Permasalahan Kampung Jogoyudan • Bagaimana membuat kampung Jogoyudan menjadi lebih adaptif dan responsif terhadap kondisi sungai yang berubah-ubah? • Bagaimana mengganti rugi hak sungai Code yang hilang direnggut manusia penduduk bantaran? • Bagaimana mengembalikan sungai Code kepada hakikatnya yang organis dan ekologis? Visi Perancangan Tujuan dari perancangan kampung bantaran sungai Code, khususnya pada kasus kampung Jogoyudan adalah untuk membuat kampung pada pinggiran sungai, baik yang ada di sungai Code maupun sungai dengan kasus serupa, dapat menjadi lebih tanggap terhadap bencana yang mungkin terjadi di sekitar mereka. Tidak hanya bertahan diri dengan aktif, yaitu menyelamatkan diri atau lari, tetapi juga dengan cara pasif, dengan mengikuti kehendak alam. Selain itu, dengan mengembalikan sungai ke jati dirinya yang lama, akan membuat sungai kembali menjadi elemen alam di tengah kota. Bukannya selokan air atau tempat pembuangan. Dengan begitu, ekosistem dan kekayaan hayati sungai akan kembali dan sungai akan lebih dianggap dan menjadi penting di dalam elemen kota. Perencanaan dan perancangan kampung Jogoyudan ini akan berfokus pada 2 hal, yaitu kesiapan dalam menghadapi banjir dan mengembalikan hak sungai. Misi Perancangan • Membuat kampung yang lebih siap dan tenang dalam menghadapi bencana, namun dengan mengikutinya bukan melawan. • Mengembalikan dan/atau menambah lebar sungai. • Mengembalikan ekosistem sungai yang mulai pudar. • Memperlambat aliran air ke sungai dengan diserapkan. • Memebuat sungai lebih hidup dan lebih dinamis. • Memperkuat komunikasi antara manusia dan sungai. • Membuat ruang baru untuk saling berinteraksi. • Membuka potensi usaha warga dengan potensi natural sungai. 62 63 Reading City Following Code’s Emotion


TOOLS TO READ & WRITE

2


Arsitektur Naratif

Ilustrasi animasi dari sebuah kota, merupakan salah satu ekspresi dari penyajian visual arsitektur naratif. Jika dikembangkan, mungkin dapat menjadi sebuah strip komik. (Sumber: vardehaugen.no)

Perancangan dengan pendekatan naratif merupakan salah satu cara untuk merancang yang banyak terinspirasi dari cara pembuatan film, dimana mengolah cerita menjadi ruang atau memproduksi cerita baru di dalam sebuah ruang. Arsitektur naratif lebih mengedepankan bagaimana kita, sebagai perancang dapat menceritakan atau menggambarkan pengalaman keruangan dan sense of place yang tidak hanya berupa visual saja, tetapi juga mencakup pendengaran, bau, dan indera kulit. Narasi sendiri dapat dideskripsikan sebagai perjalanan ruang dan waktu, dimana di dalamnya terekam dalam sebuah lini masa yang dapat diingat perkembangan atau pengurangan ruang di sekitar kita. Peran perancang, lebih spesifik adalah seorang urban designer, disini adalah dengan menciptakan ruang dan waktu untuk hubungan antar manusia, artinya akan ada cerita baru yang dihasilkan oleh perancang. Perancangan berbasis narasi ini dapat menggunakan berbagai macam teknik yang biasanya dilakukan untuk menyampaikan atau memproduksi cerita. Misalnya dengan penggunaan majas dalam merancang, mengubah tata bahasa untuk menghasilkan cerita baru, menyunting kata-kata, mengubah urutan kejadian, membuat berbagai macam skenario berdasarkan keadaan. Rancangan dengan


pendekatan narasi inidapat dibilang bersifat persuasif dan politis, karena cerita yang sudah ada dapat dimanipulasi, digabungkan, atau dibingkai sehingga dapat mengubah perspektif orang. Namun, celah seperti ini dapat dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menciptakan hoax. Visualisasi yang dapat disampaikan melalui pendekatan naratif ini dapat dilakukan dalam bentuk sketsa, komik, rekaman suara, bahkan film. Perancangan dengan pendekatan naratif ini dapat dijadikan alat untuk menggali isu atau masalah yang dirasakan oleh pengguna ruang tersebut. Isu dan masalah yang digali ini dapat berupa realita dan fiksi. Fiksi dapat diartikan sebagai mitos, legenda, atau bahkan pada film yang relevan dengan kawasan, atau fiksi dapat juga diartikan sebagai sesuatu yang menjadi angan-angan, harapan, atau impian dari pengguna kawasan tersebut yang memang pada kenyataannya tidak ada. Kedua jenis informasi, baik realita maupun fiksi menjadi penting dan dapat dimanfaatkan. Realita akan memperkaya data eksisting, sedangkan fiksi dapat menjadi masukan atau ide rancangan. Proses penggalian informasi ini dapat kita analogikan sebagai membaca sebuah kawasan. Kemudian, perancang akan dihadapkan dengan beberapa permasalahan yang ada di dalam kawasan tersebut. Dari situ, perancang kemudian mulai dapat merumuskan atau menggagas beberapa ide berupa cerita atau skenario baru yang dengan kata lain merupakan sebuah solusi untuk permasalahan yang telah ditemukan atau yang dapat dianalogikan sebagai menulis sebuah kawasan. Yang menjadi penting adalah bagaimana perancang dapat membaca kawasan dengan teliti dan menentukan prioritas mana yang akan dikerjakan terlebih dahulu. Menurut Nigel Coates (2012), dalam bukunya yang berjudul Narrative Architecture, disebutkan bahwa narasi pada dasarnya memang mengakar pada sebuah tempat yang kita huni dan ada hubungannya dengan apa yang selama ini kita alami. Narasi ini juga membentuk dan menyederhanakan peristiwa menjadi urutan yang dapat merangsang imajinasi. Namun, narasi dapat menjadi alat untuk memanipulasi atau menafsirkan dalam arsitektur. Tergantung dari sisi mana atau pemikiran mana yang akan di-frame oleh arsitek. Bahkan, narasi dapat dijumpai sehari-hari di kehidupan milenial saat ini. Hadirnya media jejaring sosial seperti twitter atau instagram yang membuat citizen dengan mudah mengekspresikan dan menemukan narasi arsitektur di mana-mana. Hal ini membuktikan bahwasanya pembacaan dan penulisan cerita kawasan ini tidak hanya dapat dilakukan oleh arsitek sebagai perancang saja, akan tetapi semua orang baik itu sebagai user maupun non-user dapat ikut andil dalam menulis cerita. Ketika perancang tidak menggunakan pendekatan merancang dengan naratif, mereka akan cenderung memikirkan rancangan yang sesuai dengan kriteria fungsional dan ekonomi. Arsitektur kerap kali mementingkan komersial dibandingkan hubungan sosial. Mungkin karena selama ini hubungan antara perancang dan klien sangat tergantung pada sistem keterlibatan yang tertutup, yang mana sering kali lebih mementingkan kebtuhan karyawan atau citra bisnis yang akan ditampung dibandingkan kepentingan publik yang dianggap marjinal. Sehingga pengalaman ruang yang dihasilkan pada rancangan tersebut tidak terlalu kaya. Padahal, karya arsitektur dapat menjadi wahana bagi lapisan narasi dan

Reading City

Writing City

Past and Now

Future Problems

Perancangan kota berbasis narasi akan membaca kota di masa lalu dan masa kini untuk menemukan permasalahan, yang kemudian dituliskan solusinya untuk masa depan.

Nigel Coates dan bukunya yang berjudul Narrative Architecture. (Sumber: nostraforma.com dan barnesandnoble.com)

64 65 Tools to Read and Write Following Code’s Emotion


Sophia Psarra dan bukunya yang berjudul Architecture and Narrative. (Sumber: twitter.com/sophiapsarra dan amazon.co.au)

memiliki potensi untuk melibatkan pengalaman manusia. Perancang yang bekerja dengan narasi akan mengetahui berbagai kemungkinan pengalaman yang dapat ia ciptakan. Arsitektur yang mengedepankan unsur naratif akan menghasilkan rancangan yang lebih dari sekadar visual, namun juga mampu memperhittungkan isu yang dalam terkait dengan pengalaman, sensasi, asosiasi, perkumpulan, bergaul, dan rasa memiliki. Kemudian, menurut Sophia Psarra (2009) dalam bukunya yang berjudul Architecture and Narrative, perancangan denan pendekatan naratif adalah salah satu metode untuk mengevaluasi cerita dari suatu tempat baik sebagai pendekatan konseptual, proses desain, dan media komunikasi. Penilaian ini secara khusus akan mempertimbangkan hubungan antara cara ruang arsitektur, gerakan dan pengalaman yang dikonseptualisasikan, dan bagaimana perkembangan itu diterjemahkan dengan proses desain dan akhirnya direalisasikan sebagai proyek. Dikatakan bahwa struktur narasi tidak hanya hadir tetapi juga fundamental bagi budaya dan agensi ekspresifnya, dan dalam banyak hal bagian dari sifat manusia itu sendiri sebagai cara menyusun ide dan pemikiran. Mengingat hal ini, narasi tidak dapat dipisahkan dari sifat arsitektur sebagai ekspresi dan dengan perluasan metode desain yang akan menginformasikan. Arsitektur Narasi mempelajari bagaimana makna ruang dan budaya dikonstruksikan ke dalam arsitektur dan bagaimana arsitektur itu dikomunikasikan ke penonton mereka. Arsitektur membawa konten melalui pengaturan ruang, material, hubungan sosial, dan tujuan kebudayaan dengan yang diinvestasikan. Narasi ini tidak hanya memandang perspektif yang berbeda, tetapi periode sejarah yang berbeda juga. Kesamaan antara arsitektur dan narasi adalah adanya ruang dan waktu. Selain itu, dari segi aktor juga memiliki kesamaan yaitu narasi yang membutuhkan narator dan pembaca dan arsitektur yang membutuhkan arsitek dan pelihat. Di dalam buku ini, Psarra membahas tentang bagaimana pembentukan ruang dari makna budaya, melihat bagaimana makna dapat dikonstruksikan dalam bangunan dan bagaimana dikomunikasikan kepada pengguna. Itu dilakukan dengan mempelajari narasi melalui serangkaian studi yang kontras, membingkai pertanyaan naratif sedikit berbeda dalam setiap studi. Hal ini memberikan kesempatan untuk mempelajari narasi tidak hanya dari perspektif yang berbeda, tetapi dalam periode sejarah yang berbeda. Di dalam buku ini juga, Psarra memperlajari geometri dan konfigurasi (didefinisikan sebagai hubungan elemen struktural dengan bagian lain dan keseluruhan bangunan). Dia juga mempelajari bagaimana geometri dan konfigurasi bangunan menentukan bidang visual individu yang berada di dalam sebuah bangunan. Niatnya adalah untuk menunjukkan bagaimana pembatasan yang diberlakukan pada bidang visual oleh geometri dan konfigurasi membantu menciptakan suatu makna. Psarra berpendapat bahwa makna ini intrinsik untuk bangunan, dan berbeda dari yang lain, arti dari suatu bangunan yang diberikan oleh beberapa sistem referensi eksternal ke bangunan. Akibatnya, dia juga mempelajari interaksi antara makna intrinsik dan ekstrinsik bangunan. Psarra memilih judul Architecture and Narrative karena, seperti narasi, penerapan bangunan, struktur, materi dan isinya berperan menciptakan makna.


The Cineroleum adalah salah satu dari sekian banyak contoh karya yang menerapkan arsitektur yang berbasis narasi. Pada dasarnya ia membaca sebuah tapak pada suatu kawasan dan mengidentifikasi masalah pada ruang tersebut, yaitu bekas pom pengisian bahan bakar yang sudah lama tidak dipakai, namun mungkin dapat di daur ulang. Perancang melihat adanya potensi ruang yang memiliki peneduh dan sedikit kolom struktural ini untuk dikembangkan menjadi ruang yang lebih disukai oleh publik. Kemudian, perancang menuliskan cerita baru pada ruang ini dengan menambahkan tirai kain yang dapat dibuka tutup pada samping ruang, menambahkan tribun, memasang proyektor, dan sistem suara yang menghasilkan sinema publik yang terjangkau. Assemble sebagai perancang telah berhasil mengubah sesuatu yang sudah ditinggalkan atau dapat dikatakan sebuah sampah menjadi atraksi baru yang menarik. Membuat pengalaman dan suasana ruang baru yang sama sekali baru dan berbeda dengan ruang sebelumnya. Selain itu, ruang ini dapat memberikan hubungan sosial baru atau mungkin setidaknya memberikan alasan orang untuk keluar rumah dan berkumpul.

Tahapan perubahan bekas pom pengisian bahan bakar menjadi bioskop publik mini, dengan menambahkan tirai pada samping bangunan. (Sumber: archdaily.com)

66 67 Tools to Read and Write Following Code’s Emotion


Transkripsi dari Memori Kolektif Peristiwa dan Ruang Seperti yang telah diketahui, arsitektur dengan pendekatan naratif menggunakan elemen-elemen narasi untuk menggali informasi mengenai isu atau permasalahan yang terjadi pada kawasan tersebut. Melalui wawancara atau menanyai langsung warga lokal, penulis mencoba memantik mereka untuk menceritakan apa yang mereka rasakan baik saat ini atau saat lampau, apa yang mereka harapkan, hingga menceritakan kembali kejadian yang paling diingat selama mereka tinggal di kawasan tersebut. Dalam hal ini yang coba digali dari penduduk yang tinggal di tempat tersebut adalah event space collective memory. Event space adalah rekaman terhadap sebuah peristiwa, misalnya pada sebuah ruang tentu akan berbeda ketika keadaan pada ruang tersebut kosong, sedang ada kajian, sedang ada kegiatan perkuliahan, atau bahkan mungkin digunakan untuk tidur, karena setiap peristiwa atau keadaan akan memiliki konsekuensi spasial yang berbeda-beda dan di situlah kekayaan ruang muncul. Dengan kata lain, event space ini dapat diibaratkan seperti storyboard yang memiliki beda kegiatan dan beda cerita di setiap waktunya. Sedangkan, collective memory adalah ingatan dari sekumpulan orang yang terkumpul karena pengalaman yang sama, bahkan dapat menjadi identitas kawasan tersebut. Collective memory ini dapat mengandalkan seluruh indera, tidak hanya visual saja, bahkan hingga yang tak dapat dinilai seperti perasaan. Misalnya, bau dari masakan nenek, kampung yang masih hijau, udara yang sangat segar, cuaca yang sedikit hangat, dan perasaan lembut akan langsung terbayangkan ketika memori dari pulang kampung dipanggil kembali. Kembali kepada warga lokal yang akhirnya melakukan story telling, penulis yang juga berperan sebagai pengamat kemudian merekam percakapan dan mentranskripsikannya menjadi sebuah script layaknya di film atau drama. Tujuannya agar pengamat dapat membaca ulang teks yang mungkin saja terdapat hal detail dan esensial yang terabaikan, kata-kata kunci yang sering diucapkan oleh pennduduk juga dapat menjadi ide rancangan atau fokus rancangan. Misalnya pada potongan-potongan transkrip perbincangan dengan penduduk Jogoyudan berikut.

scene 1. pinggir sungai. sore hari. cast: tyo, suwardi, umah. tyo suwardi tyo suwardi umah

ibu di sini sudah 71 tahun? iya, udah lihat banjir 3 kali. oh sering banjir, bu? dulu kan sampe masuk semua (airnya). ini kan baru /tunjuk rumah pinggir sungai/

umah tyo umah

kita di pengungsian 7 bulan. 7 bulan?? iya.


suwardi sampe masuk ke situ semua (airnya), kena lumpur semua. tyo oh, lahar dingin? suwardi iya. lahar dingin. tyo tapi banjirnya pasti karena lahar dingin atau... suwardi ya lahar dingin, ya hujan, ya bu ya? tyo suwardi tyo umah suwardi suwardi

kalo musim hujan, airnya seberapa bu? ya kadang segini. /tunjuk bibir talud/ segini?? ya kadang sampe naik mas. sampe naik. sambil dibunyikan kentongan, dengdeng-deng-deng-deng. tyo oh, panik ya bu ya? suwardi WAHH. tyo

ini tanggulnya ada dari jaman kapan bu? suwardi belom lama ini. tyo

kalo ibu ibu tu menganggap sungai tu kayak apa sih? apakah... apa ya? sesuatu yang penting nggak sih menurut ibu-ibu tu? suwardi ya (kali code) penting nggak penting. kalo udah ada banjir lagi udah takut lagi. kan di situ dulu ada jembatan. umah oh iya? dimana? tyo umah iya. itu jembatan masuk ke situ tu. sekarang ambrol. suwardi nek mbiyen kae, udan sing pertama kae ono kapal kenter yo bu? (kalau dulu itu, hujan yang pertama itu ada kapal terbawa arus ya kan bu?) tyo eh? kapal? suwardi iya kapal kecil kaya speed boat. suwardi /intinya jelasin riuhnya suasana waktu itu/ simbah nganti digendong (nenek sampai digendong). suwardi munggah lho karo pak to (naik tau sama

Percakapan dengan menggunakan bahasa daerah tetap ditranskripsikan sebagaimana terucap oleh narasumber, untuk menunjukkan kekayaan lokalitas pada percakapan.

68 69 Tools to Read and Write Following Code’s Emotion


pak to). kalo jembatannya itu... emang warga tyo sini sama sana sering kumpul? atau... suwardi iya. sekarang nggak bisa. lha kalau ada orang seripah (meninggal) atau hajatan (syukuran) kesitu sekarang nggak bisa ndadak (harus) muter. oiya bener harus muter ke sana dulu... tyo itu kan kalo ada jembatan di situ umah enak, sekarang muter. kalo misal nih bu ya, rumahnya ibu ganti jadi rumah yang bisa mengapung di atas sungai kira-kira ibu mau ngga? suwardi yo emoh (ngga mau), takut mas. tapi kan kalo misalnya banjir ngga tyo usah takut lagi, naik gitu. suwardi ya lari aja. itu tetangga sebelah dulu waktu banumah jir aja cari kontrakan lain di sini kok. -tunjuk ke area pemukiman atasbanjirnya sekencang itu ya bu? tyo dulu aja di sini ada wartel (warung umah telepon), hancur. tyo suwardi hancur? hancur semua. itu kan ada ombaknya. umah ombak, mas. ombaknya itu, wahh... tyo

terakhir banjir kapan bu? tyo suwardi kapan, yo? seumuran wulan yo ketoke (seumuran wulan, anak umah, ya kayanya)? sembilan tahun lalu. umah 2010? oh, merapi meletus ya. tyo setelah 2010 udah ngga ada banjir tyo lagi? suwardi ada lagi. ning yo ra gede (tapi ya ngga besar). ada lagi, tapi... umah tapi ngga ombak gitu? tyo suwardi yo ngombak, ning yo nggak terlalu besar sekali tu nggak (ya berombak, tapi ya ngga terlalu besar). sambil lari, sambil masuk-masuk.


Dari sepenggal transkripsi percakapan dengan ibu Suwardi dan ibu Umah di atas, dapat diambil intisari bahwa mereka yang sudah tinggal hingga 71 tahun telah mengalami banjir besar yang hebat dan berombak beberapa kali, perahu speed boat yang entah datang darimana pun ikut hanyut ke dalam aliran banjir ini. Bahkan hingga beberapa fasilitas umum maupun rumah yang hancur habis ditabrak banjir lahar dingin. Selain mengakibatkan kerugian secara material, banjir ini juga merusak jembatan penghubung antara kampung Jogoyudan dengan kampung yang ada di seberangnya. Hal ini mengakibatkan warga kampung Jogoyudan menjadi renggang silaturahmi karena harus bersusah payah memutar melalui jalur yang lebih panjang untuk ke kampung seberang. Mereka juga menggambarkan betapa takutnya mereka, riuhnya warga berlarian menyelamatkan diri naik ke tempat yang lebih tinggi, dan suasana panik hari itu. Dari situ, diketahui kata yang sering muncul adalah naik, yang dapat dijadikan solusi dari permasalahan banjir yang menakutkan yang mereka alami selama ini. Dengan pemikiran singkat dan pendek, sempat diusulkan solusi untuk membuat rumah yang dapat terapung, sehingga rumah akan mengikuti debit sungai yang naik. Namun, mereka menolak mentah, tidak nyaman mugkin. Selain itu juga mungkin karena prinsip orang Jawa yang apabila memiliki rumah harus menapak di atas tanah, memiliki landasan yang jelas. Mereka lebih memilih untuk lari dan mengungsi dengan mengontrak hingga 7 bulan dibandingkan dengan rumah yang mengapung. Dalam perjalanan pulang dari kampung Jogoyudan, pengamat sangat beruntung mendapatkan supir ojek online yang berdomisili di daerah Kota Baru, yang mana terletak di sebelah timur sungai Code. Terbilang masih sangat dekat dengan kampung Jogoyudan. Pengamat memanfaatkan kesempatan ini untuk menggali persepsi mereka dan ingatan mereka tentang sungai Code atau kampung Jogoyudan. Kali ini berbeda, karena dari sudut pandang orang luar, bukan orang dalam atau penduduk. scene 2. jalanan macet di bilangan kota baru. petang hari. cast: tyo, bambang (supir ojek online). tyo oh iya, bapak asli mana? bambang saya asli kota baru sini. tyo oh kota baru, dulu tu jogoyudan kayak apa sih pak? bambang dulu itu, jogoyudan nggak seperti ini. ya dulunya masih sepi, belum ada rusun juga. tyo dulu seberapa pak lebar sungai code? bambang yang jelas, ini kan sekarang segitu ya. agak lebar dikit lah dulu. ya karena padatnya penduduk kan dia ma-

70 71 Tools to Read and Write Following Code’s Emotion


kin mbangun-nya tu makin maju. tapi dulunya di sini tanah? tyo bambang tanah. tanah kosong. dulunya pekarangan. dulu waktu kecil sering main di sungai itu, pak? bambang wah sering! nyari ikan. hahaha. itu kalo banjir membahayakan si jotyo goyudan nggak, pak? bambang dulu sebelum ditalud airnya masuk ke rumah-rumah. sekarang sudah nggak. selama hujannya nggak besar ya amanaman aja. tyo

mereka itu dapet sertifikat tanah nggak sih pak? bambang itu kayaknya nggak deh. ada sebagian sertifikat, ada sebagian nggak. mungkin yang nambah-nambah tanah tyo sendiri itu ya? bambang betul. itu juga katanya ada yang punya keraton, simpang siur kok mas. oh iya itu saya pernah dengar. tyo tyo

kalo sebelum ada talud sama sesudah ada talud alirannya beda nggak pak? bambang ya jelas beda, mas. kalo dulu kan airnya bisa merambat ke rumah warga karena belum ada talud, kalo pas ada banjir. itu kalo pas merapi aktif gitu kan mesti banjir, musim hujan. merapi aktif, hujan deras. tapi alirannya lebih deras nggak pak tyo setelah ditalud? bambang iya. tyo

dulu bapak nangkap ikan apa aja kalo ingat? bambang ya ikan cetol kecil-kecil itu lho, udang. ya anak kecil dulu kan senengannya kalo udah dilepas di sungai kaya udah merdeka. tyo kangen nggak pak? tyo

Rekam jejak perjalanan dan obrolan bersama bapak Bambang Sudrajad, supir ojek online. (Sumber: Aplikasi Go-Jek, 2019)


bambang yo (ya) pasti kangen lah, masa kecil. tyo tapi anak-anak bapak sekarang mainan juga? bambang nggak. nggak mau. oh nggak mau? kenapa pak? tyo bambang tak (saya) marahin. tyo nggak dibolehin sama bapak? kenapa pak kalau boleh tau? bambang ya, takutnya kan sungai sekarang tu nggak sebersih dulu gitu lho mas. emang dulu gimana? tyo bambang ya kalo dulu kan belum ada limbah-limbah. marai penyakit ngko (bikin penyakit nanti). ngomong-ngomong bapak kota barunya sebelah mana? bambang di depan sma bopkri 1 itu lho. oh yang tadi (kita lewati) itu? tyo bambang iya. tyo

Dari sudut pandang orang luar, galian ingatan masa lalu atau memori lebih banyak dideskripsikan pada sungai, yang jelas mereka alami sendiri dan setiap orang boleh mengakses elemen alam kota ini. Tidak seperti pengetahuan mereka mengenai kampung Jogoyudan yang tidak begitu kaya karena mereka tidak memiliki keperluan untuk datang ke kampung tersebut dan merasa segan. Dari percakapan di atas, disebutkan perbedaan pengalaman interaksi manusia dengan sungai antara dahulu dan sekarang. Dulu, sungai menjadi tempat bermain anakanak yang interaktif dan menyenangkan. Mereka bisa menangkap ikan-ikan kecil hingga udang yang hidup bebas di sungai. Berbeda dengan sekarang, anak-anak bahkan dilarang oleh orang tuanya untuk bermain ke sungai karena sungai sudah kotor dan berlimbah. Dianggap mirip seperti selokan pembuangan yang dapat menimbulkan penyakit. Orang luar juga membenarkan terjadinya banjir besar yang kerap melanda kampung di bantaran sungai Code, terutama saat banjir lahar dingin dan hujan deras. Air akan merambat naik hingga ke kampung sebelum ditahan dengan menggunakan talud. Kabar mengenai reklamasi sungai untuk diduduki pendatang bahkan terdengar hingga telinga orang luar. Informasi tanah kepemilikan keraton yang diperjual belikan secara ilegal itu pun juga terdengar. Mereka pun dapat menduga bahwa tanah tersebut beberapa diantaranya belum memiliki sertifikat tanah yang resmi. Mungkin karena mereka sebagai pemerhati atau pembaca kawasan dari atas melihat perubahan morfologi kawasan yang dulunya merupakan pekarangan kosong yang sepi menjadi kumpulan rumah pendatang yang berimpit, juga rumah susun yang besar diantaranya.

72 73 Tools to Read and Write Following Code’s Emotion



Memanipulasi Teks dan Membingkai Ulang Dalam membuat narasi baru, kita dapat menggunakan metode memanipulasi teks yang dapat dijadikan cara untuk menemukan ide atau konsep perancangan. Memanipulasi teks yang dimaksud adalah dengan menuliskan sepotong kalimat atau paragraf berdasarkan keadaan eksisting, yang mana dapat berasal dari pemikiran penulis atau warga lokal mengenai apa yang ia rasakan selama ini, dapat berupa fisik, visual, hingga perasaan. Kemudian, dari satu penggal kalimat tersebut, mungkin terkandung keluh kesah dan kata-kata yang bersifat buruk atau negatif. Kata-kata tersebut dicoret dan diganti dengan kata baru yang anti-thesis, yang mana sekaligus memberikan solusi terhadap permasalahan yang telah diungkapkan. Misalnya pada kampung Jogoyudan, paragraf yang akan muncul adalah seperti berikut:

“Aku udah tinggal di kampung Jogoyudan selama 50 tahun. Nggak kayak dulu, rimbunan bambu yang ada dipinggiran sungai udah habis dan diganti sama rumah-rumah warga. Sekarang, sungai juga menjadi penuh dengan sampah. Ini semua ulah warga kampung utara, buangin sampah sembarangan. Ikan juga jadi jarang ada. Sungai cuma bikin susah aja, apalagi kalau gunung Merapi meletus. Kita harus mengungsi ke tempat yang jauh. Pokoknya, aku benci sungai. Udah kotor, bau, ngebosanin, nyusahin lagi.� - Bapak Suwardi (Nama Disamarkan) 62 tahun, ingin segera pindah dari Jogoyudan.

Dari sepenggal paragraf di atas, terlihat bahwa sangat banyak kata-kata negatif yang mendeskripsikan ketidaknyamanan bapak Suwardi tinggal di kampung Jogoyudan. Bahkan ia ingin segera pindah dari tempat yang sudah didudukinya selama 50 tahun itu. Disinilah manipulasi teks bekerja. Dengan mengganti kata-kata buruk seperti penuh dengan sampah, susah, kotor, bau, ngebosanin, dan lainnya menjadi kata-kata baik yang bersifat berlawanan. Memanipulasi teks tidak memerlukan analisis berbasis akademis yang rumit. Bahkan, menurut penulis semua orang dapat melakukannya dan akan menjadi menarik ketika orang awam atau warga lokal yang membuat. Karena terkandung impian dan harapan mereka. Paragraf di atas, bila dimanipulasi teksnya akan menjadi seperti berikut:

Paragraf dan tokoh yang mengungkapkan cerita dapat berupa fiksi, namun cerita yang terkandung di dalam paragraf tidak boleh fiksi, karena menyangkut dengan kebenaran atau fakta eksisting. Paragraf dapat dikarang, namun harus berdasarkan oleh pengamatan.

74 75 Tools to Read and Write Following Code’s Emotion


“Aku udah tinggal di kampung Jogoyudan selaSama ma 50 tahun. Nggak kayak dulu, rimbunan bammasih ada bu yang ada dipinggiran sungai udah habis dan hidup berdampingan diganti sama rumah-rumah warga. Sekarang, bebas dari sungai juga menjadi penuh dengan sampah. menangkap Ini semua ulah warga kampung utara, buangin semakin sampah sembarangan. Ikan juga jadi jarang banyak jadi keren banget ada. Sungai cuma bikin susah aja, apalagi kalau nggak usah gunung Merapi meletus. Kita harus mengungsi ke tempat yang jauh, malah kita bisa lihat banjir sayang lahar dingin dari atas. Pokoknya, aku benci sunbersih, bagus, seru, nguntungin gai. Udah kotor, bau, ngebosanin, nyusahin lagi.� Penyortiran paragraf dengan mencoret kata-kata buruk dan menggantinya dengan kata-kata yang baik. Bisa juga dengan mencoret tanpa mengganti dengan kata baru atau bahkan bisa menyisipkan kata baru tanpa mencoret kata lama.

- Bapak Suwardi (Nama Disamarkan) tinggal selamanya di 62 tahun, ingin segera pindah dari Jogoyudan.


Word Cloud adalah salah satu teknik penyajian secara visual untuk memunculkan kata yang sering muncul pada sebuah teks. Seberapa sering kata tersebut muncul akan direpresentasikan oleh ukuran kata. Dalam hal ini, word cloud digunakan untuk menyajikan elemen yang dominan antara sebelum dan sesudah cerita kawasan yang baru ditulis.

76 77 Tools to Read and Write Following Code’s Emotion


Pada fase pertama, kata-kata yang baik dan buruk dibiarkan bertumpuk, kemudian lama kelamaan kata-kata buruk akan menghilang dan terganti dengan kata-kata baik melalui perancangan.


78 79 Tools to Read and Write Following Code’s Emotion


Re-framing atau teknik membingkai ulang juga merupakan salah satu bentuk dari memanipulasi teks dengan lebih singkat, fokus, dan langsung menembak pada inti.

Memanipulasi teks sendiri dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik. Mulai dari membuat kalimat atau paragraf yang kemudian disortir dan mengganti kata-kata negatif menjadi kata-kata positif, word cloud dengan cara memunculkan kata yang sering muncul yang bersifat negatif dari sumber informasi dan membentuknya di atas kawasan dan diganti menjadi kata-kata yang lebih baik, dan teknik yang lainnya adalah re-framing atau membingkai ulang. Jadi, pada dasarnya sama seperti memanipulasi teks, hanya saja dalam teknik re-framing ini hanya diambil poin-poin pentingnya saja, yang menjadi permasalahan utama, kemudian mengubah poin-poin tersebut namun langsung menembak pada solusi yang mengarah kepada rancangan. Misalnya, pada diagram di atas dinyatakan bahwa sungai Code yang marah membuat kampung menjadi panik dan susah. Kemudian, di sekelilingnya merupakan poin-poin yang menyebabkan kenapa kampung menjadi panik dan susah karena code yang marah, yaitu kampung yang harus repot-repot menyelamatkan diri, rumah yang menjadi rusak akibat terjangan banjir, warga yang panik dan cemas karena banjir yang tidak dapat diprediksi intensitasnya, mereka yang harus jalan memutar untuk menuju kampung seberang karena jembatan yang putus, dan kemudian berimbas pada warga yang menjadi segan ke untuk sungai. Lalu, dari situ diusulkan untuk mengubah menjadi kampung yang tenang dan bahagia dengan menjawab permasalahan yang sudah dinyatakan sebelumnya, seperti dengan menaikkan kampung ke tempat yang lebih tinggi, dengan mengamankan rumah, dengan membuat prediksi dan peringatan misalnya seperti sensor mungkin atau dengan hitungan perkiraan setelah terjadinya erupsi gunung merapi atau ramalan cuaca, membuat shortcut atau jalur pintas menuju ke seberang, dan membuat sarana untuk mendekati sungai.


Memanusiakan Sungai Code Salah satu jenis majas atau gaya bahasa yang ada dalam karya sastra yang menganggap benda mati seolah-olah hidup dan memiliki sifat layaknya manusia adalah personifikasi. Dalam melakukan perancangan ini, sangat banyak digunakan majas personifikasi baik dalam proses membaca maupun menulis kawasan. Penggunaan majas ini lebih berfokus untuk digunakan oleh objek sungai, sebagai pemeran utama dalam cerita ini. Dengan memanusiakan sungai, kita akan dengan lebih mudah untuk memahami dan membayangkan apa yang selama ini dilakukan oleh sungai. Kemudian, dengan memberikan solusi sungai sebagai manusia, maka secara tidak sadar solusi sungai sebagai sungai juga akan muncul dan tercetuskan. Misalnya, pada saat membaca kawasan telah disebutkan bahwasanya sungai Code ataupun dapat juga berlaku untuk sungai-sungai yang lainnya dengan kasus sejenis memiliki emosi. Tentu sebuah sungai tidak memiliki emosi, namun dengan kesamaan antara sungai dan manusia yang memiliki kondisi atau keadaan yang berbeda-beda, kita dapat menganalogikan sungai yang banjir, meluap, dan merusak sebagai marah, membentak, dan berkelahi jika ia adalah manusia. Hubungan antara manusia dan sungai pun menjadi dapat dianalogikan juga. Misalnya pada saat manusia marah, manusia cenderung menjauh dan menghindari daripada terkena imbas dari amarah tersebut. Begitu juga dengan sungai, pada saat ia marah, manusia cenderung menjauh dan menghindari daripada terhanyut kedalam aliran banjir yang deras dan berbahaya. Kemudian, bisakah mendapatkan solusi dari banjir yang kerap terjadi dengan cara memanusiakan sungai? Bisa, dengan analogi yang sama dengan saat manusia marah, lebih baik kita sebagai manusia lain yang berhadapan dengan dia yang sedang marah adalah cenderung untuk mengikuti saja, bukannya malah dilawan. Karena, apabila kita melawan manusia yang sedang marah, pasti emosi manusia tersebut akan menjadi lebih menggebu-gebu. Lalu, bagaimana dengan sungai? Mengikuti emosi sungai dapat diekspresikan dengan naik ke tempat yang lebih tinggi, bukannya melawan dengan memasang tanggul yang semakin tinggi.

Naik sebagai ekspresi mengikuti emosi sungai yang meluap yang selama ini dilakukan, kita sebagai manusia yang naik. Bisa naik perahu karet, bisa naik ke lantai 2 rumah, pada intinya ke tempat yang lebih tinggi dibanding air. (Sumber: https://kompas.id/wp-content/ uploads/2019/01/20190122_BANJIR_C_web_1548164297-1024x576.jpg)

80 81 Tools to Read and Write Following Code’s Emotion


Contoh dari memanusiakan sungai yang lain adalah dengan menganalogikan sampah yang menumpuk di sisi-sisi sungai sebagai kolesterol sungai. Sungai dapat dianggap sakit dan membutuhkan pengobatan. Kolesterol sendiri pada tubuh manusia merupakan tumpukan lemak yang berlebihan dalam tubuh yang menyumbat aliran darah pada pembuluh darah. Sedangkan kolesterol pada tubuh sungai dapat diibaratkan oleh tumpukan sampah yang berlebihan di dalam atau sisi sungai yang menyumbah atau memperkecil aliran air pada sungai. Lalu, pengobatan yang dilakukan pada manusia adalah dengan obat medis dan memasukkan tabung khusus untuk mengangkat plak melalui pembedahan. Pada sungai, sampah juga dapat diangkat dengan pembedahan dan pengerukan dengan ekskavator. Pencegahan kolesterol pada sungai pun juga dapat dianalogikan seperti manusia yang mengurangi asupan makanan yang mengandung lemak berlebih, sungai dapat mengurangi asupan sampah dengan dimulai dari tidak membuang sampah sembarangan ke dalam tubuh sungai.

Kesamaan penyakit manusia dan sungai, penyumbatan saluran. Bedanya, pada manusia penyumbatan darah yang berujung pada stroke dan pada sungai penyumbatan aliran yang berujung pada banjir. (Sumber: https://miro.medium.com/max /1044/1*m-vcgNXSYDifmpc2qjQGww. jpeg dan vectorstock.com/27144341)


Sumber Daya Alam Sebagai Kapital Alam telah diberkahkan kepada kita umat manusia dengan kekayaan yang dimilikinya. Di dunia yang luas ini, ada berbagai macam sumber daya alam yang memiliki pesonanya masing-masing. Mulai dari hutan, laut, danau, dan sungai. Yang dimaksud dengan sumber daya alam sebagai kapital adalah dengan memanfaatkan alam sebagai pemasukan untuk lokal. Mungkin dengan menjadikan alam sebagai elemen yang dapat menjadi daya tarik atau attractor orang luar untuk datang. Hal ini diperkuat dengan manusia terutama yang tinggal di area perkotaan yang membosankan cenderung mencari elemen alam untuk melepas penatnya. Namun pemanfaatan alam ini dibatasi, tidak dieksploitasi secara berlebihan. Barangkali istilah yang tepat dan relevan untuk kasus sumber daya alam sebagai kapital ini adalah eco-tourism atau pariwisata yang berwawasan lingkungan, dimana lebih mementingkan aspek lingkungan dan memberdayakan sosial, budaya, dan ekonomi lokal. Pada intinya, bagaimana alam dapat menghasilkan pemasukan bagi masyarakat lokal, baik itu membuka usaha berdagang, membuka industri kecil-kecilan, membuka udaha kuliner, mejadi musisi lepas, tiket masuk pariwisata, tiket parkir, sewa sepeda, tukang becak, atau bahkan mungkin penginapan, namun tetap dapat berdampingan tanpa merugikan satu sama lain. Jadi, perancangan berbasiskan alam tidak hanya memiliki dampak pada visual atau suasana saja, tetapi dapat juga memberikan efek yang lebih panjang, yaitu dengan menghasilkan lapangan pekerjaan untuk masyarakat lokal.

Ho Chi Minh City Innovation District, Vietnam rancangan Sasaki memanfaatkan alam sebagai daya tarik pengunjung untuk datang dan memberikan peluang kapital disekitarnya. (Sumber: archdaily.com)

82 83 Tools to Read and Write Following Code’s Emotion


Ho Chi Minh City Innovation District, Vietnam rancangan Sasaki memberikan gagasan tentang berbelanja berdampingan dengan alam. (Sumber: archdaily.com)

Mungkin rancangan Ho Chi Minh City Innovation District, Vietnam yang digagas oleh Sasaki ini merupakan salah satu contoh perkawinan antara sumber daya alam, atraksi, dan kapital. Elemen alam yang digunakan dalam rancangan ini beragam, mulai dari sungai, pepohonan, dan tanaman lain. Pepohonan tinggi digunakan untuk merindangi area yang ada dibawahnya, kemudian pada area bawah dibuka kedai-kedai makanan kecil lengkap dengan tempat duduk untuk menyantap makanan. Pengunjung diberikan pengalaman alam dan kerindangan pohon, pedagang mendapatkan peluang untuk mendapatkan keuntungan dari alam secara tidak langsung. Tidak hanya pepohonan, sisi sungai yang digunakan untuk ruang terbuka dengan kegiatan yang beragam seperti duduk-duduk, berjalan, dan mengobrol pun didukung dengan adanya komersial yang menjual berbagai macam barang. Di sini sungai menjadi pemeran utama dalam menarik kehadiran pengunjung, dimana sisi sungai dimanfaatkan menjadi atraksi utama, yaitu ruang terbuka. Kemudian komersial menjaring pengunjung yang datang ke sisi sungai dan pengunjung pun juga mendapatkan pengalaman baru untuk berbelanja berdampingan dengan alam, berbelanja sambil melihat sungai, atau mungkin menunggu seseorang berbelanja tidak akan menjadi hal yang membosankan karena ditemani oleh sungai yang ada dihadapannya. Tidak hanya menguntungkan penjual yang mendapatkan pengunjung dan pengunjung yang mendapatkan kesenangan, pengalaman, dan suasana. Alam juga mendapatkan keuntungan karena jadi mendapatkan interaksi dengan manusia, tidak diabaikan melainkan disukai. Dengan dikelola oleh seseorang atau oleh pihak tertentu dan mendapatkan keuntungan, alam juga pasti akan dirawat karena merupakan sumber pendapatan mereka secara tidak langsung.


Nautilus Eco-Resort, proposal rancangan Vincent Callebaut Architectures di Filipina merupakan salah satu contoh rancangan yang memanfaatkan sumber daya alam dengan cara berpikir yang berbeda dan unik. Tidak hanya berpikir di level alam sebagai daya tarik untuk memancing pengunjung datang dan menghadirkan penginapan berupa resort, perancang ini berpikir hingga kepada alam sebagai sumber dari ide rancangan. Pembangunan kawasan ini, bangunannya mengikuti garis pantai atau costal line sehingga kawasan terbangun akan terlihat menyatu dengan kondisi eksisting atau alam. Bentukan dermaga pada setiap bangunan resort pun dibuat mengikuti bentuk teluk yang memiliki bentuk melingkar dan menjorok ke darat. Tidak hanya berhenti sampai di situ, perancang juga menganggap bahwa menyatu dengan alam adalah juga termasuk mengambil bentukan yang ada pada elemen alam yang unik. Misalnya pada konteks laut seperti ini, perancang membuat bangunan resort dibuat dengan bentuk yang terinspirasi oleh siput laut. Hal ini membuat kawasan wisata yang mendeklarasikan dirinya sebagai pariwisata yang eco-friendly ini menjadi unik, jika dilihat dari atas akan terlihat seperti siput laut yang berjejer di tepian laut. Pada bangunan di kawasan ini juga menyisipkan tanaman pada bangunan untuk menyelaraskan dengan daratan yang penuh dengan pepohonan. Rancangan ini juga sangat memanfaatkan material bangunan yang sustainable, seperti bio-concrete pada fasad hotel yang berbentuk cangkang, dinding hijau, dan cross-laminated timber di beberapa bagian pada area tengah. Selain itu, perancang juga mencoba mengajukan sistem transportasi yang menggunakan kapal untuk mencegah kerusakan laut karena pembangunan infrastruktur jalan. Pada bagian bawah kapal pun dilengkapi dengan bawahan yang datar untuk mencegah kerusakan lingkungan laut.

Bangunan museum dan hotel dengan bentuk yang merupakan transformasi dan terinspirasi dari salah satu kekayaan alam pada kawasan perancangan, yaitu siput laut. (Sumber: archdaily.com)

84 85 Tools to Read and Write Following Code’s Emotion


Kasus Banjir Lainnya

Changing Tragedy into Attraction

Safe and Secure

Applied Possibility

Flood Respond

Technology Affordability

Duration of Implementation

Visualisasi dan aksonometri rumah mengapung benowo, diperlihatkan detail dimana rumah mengapung dengan menggunakan drum. (Sumber: arsitag.com)

Floating House Benowo Proyek yang berlokasi di antara Gresik dan Surabaya yang masih dalam bentuk gagasan konsep yang diusulkan oleh Yu Sing pada tahun 2013 ini merupakan rumah yang berdiri di atas bekas rawa. Rumah apung diusulkan karena pasangan muda pemilik rumah ini memiliki keterbatasan biaya untuk mengurug tanah yang penuh genangan tersebut. Rumah apung ini pada dasarnya adalah rumah panggung yang memiliki drum yang berfungsi sebagai pelampung rumah. Jadi, ketika kawasan tersebut dilanda banjir, rumah tersebut akan mengapung naik ke atas mengikuti ketinggian air. Pada dasarnya Yu Sing memiliki gagasan konsep hidup bersama air. Bagian bangunan yang menyentuh area tanah pun hanya pada pondasi dan kolomnya saja. Ini merupakan sedikit upaya untuk mengurangi dampak negatif penutupan lahan basah untuk fungsi perumahan. Selain itu, Yu Sing juga merekomendasikan dengan menanam pohon-pohon bakau pada area taman yang juga berbasis air ini. Penanaman pohon akan dilakukan di dalam buis beton, dimana pada dasarnya seperti menanam di dalam pot.


Kampung Susun Pulo Rancangan yang juga merupakan gagasan dari Yu Sing ini juga mengusulkan perumahan yang hidup bersama dengan air. Berlokasi di Jakarta yang pada dasarnya merupakan kota air atau kota dengan penuh rawa-rawa, Yu Sing mengusulkan pemukiman kampung Pulo disusun dan dinaikkan. Jadi, satu level yang berada di paling bawah atau lantai dasar dikosongkan, hanya terdapat kolom-kolom penyangga pemukiman dan ruang kosong saja yang ada. Yang menarik adalah, ruang kosong yang ada pada lantai dasar dapat digunakan sebagai ruang bersama. Ruang berjalan, ruang mengobrol, ruang bermain, ruang bersepeda, ruang menanam, ruang duduk-duduk, ruang istirahat, dan lain-lain. Namun, ketika banjir datang, ruang kosong tersebut akan berubah menjadi ruang untuk air. Warga tidak perlu lagi mengungsi lagi ke tempat yang lebih tinggi. Hanya cukup naik ke rumah mereka sendiri yang sudah berada di atas. Tidak perlu ada rasa khawatir dan repot lagi. Tidak hanya dari segi rumah, sungai juga diubah dari yang bertanggul beton direnaturalisasikan menjadi sungai lama dengan bakau di sisi sungai.

Changing Tragedy into Attraction

Safe and Secure

Applied Possibility

Flood Respond

Technology Affordability

Duration of Implementation

Lantai dasar yang dibiarkan kosong, digunakan untuk berbagai aktivitas, namun ketika banjir menjadi ruang air. (Sumber: medium.com)

Yu Sing (Studio Akanoma) adalah salah satu tokoh arsitek yang berfokus dengan masalah banjir. Beberapa rancangan yang ia buat merupakan rancangan yang responsif terhadap banjir. (Sumber: rooang.com)

86 87 Tools to Read and Write Following Code’s Emotion


Potongan yang menunjukkan bangunan juga sebagai water reservoir atau waduk air penampung limpasan air hujan dari seluruh sudut kota. Sehingga kota tidak menjadi banjir lagi. (Sumber: archdaily.com)

Changing Tragedy into Attraction

Safe and Secure

Applied Possibility

Flood Respond

Technology Affordability

Duration of Implementation

Pop-Up Proposal perancangan yang diajukan oleh Trdje Natur pada tahun 2016 ini merupakan gagasan yang cukup gila namun brilian. Dimana ia mencoba untuk menyelesaikan beberapa permasalahan urban sekaligus, yaitu perubahan iklim yang drastis yang mungkin terjadi hujan dengan intensitas yang sangat besar lalu kemudian kekeringan dengan waktu yang lama, permasalahan parkir perkotaan, dan ruang terbuka pada kota. Dari situ, pop-up mencoba menggabungkan ketiga elemen tersebut, dengan menyediakan ruang terbuka yang menyediakan lahan parkir dan dapat menampung air. Yang menarik dari gagasan rancangan ini adalah, ruang terbuka yang menjadi sekaligus gedung parkir ini dapat naik turun sesuai dengan intensitas air yang ada di dalam penampungan yang ada dibawahnya. Pada dasarnya bangunan ini menerapkan prinsip hukum Archimedes, dimana setiap benda yang tercelup baik keseluruhan maupun sebagian dalam fluida, maka benda tersebut akan menerima dorongan gaya ke atas atau gaya apung. Jadi, ketika keadaan normal, ruang terbuka yang sebenarnya adalah bagian rooftop dari bangunan ini akan menjadi satu level dengan tanah, kemudian ketika hujan terjadi, air akan masuk menuju ke penampungan air sehingga bangunan akan naik dengan sendirinya dan yang tampak di atas permukaaan adalah lahan parkir yang berlapis dan ruang terbuka menjadi naik ke atas. Bangunan ini juga mencoba untuk membuat ruang yang kompak dalam sebuah kota. Plaza, area parkir, dan water reservoir disederhanakan menjadi satu tempat, sehingga lahan yang seharusnya menjadi plaza atau area parkir atau water reservoir dapat dibangun dan menghasilkan keuntungan atau pemasukan dan menambah nilai bisnis.


Penerapan prinsip hukum Archimedes pada bangunan Pop-Up yang digagas oleh Tredje Natur, menghasilkan berbagai macam skenario dengan kondisi yang berbeda-beda. Tergantung dengan keadaan alam. (Sumber: archdaily.com)

88 89 Tools to Read and Write Following Code’s Emotion


17 target United Nations yang juga merupakan indikator untuk mencapai Tujuan Pembangunan yang Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). (Sumber: un.org)

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan Palet 2030 Dikutip dari website resmi SDGs Indonesia, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan merupakan salah satu rencana aksi global yang disepakati oleh para pemimpin dunia, termasuk Indonesia, untuk mengakhiri kemiskinan, menghilangkan kesenjangan, dan melindungi lingkungan. Ada sejumlah 17 tujuan dan 169 target yang diharapkan dapat dicapai pada tahun 2030. Dari sekian banyak indikator dan target yang dicanangkan oleh United Nations, penulis hanya mengambil beberapa target yang sekiranya relevan dengan perancangan kawasan bantaran sungai Code, terutama kampung Jogoyudan dan menerjemahkannya menjadi masukan untuk ide atau gagasan dalam rancangan. Diantaranya adalah: • Akses Air Bersih dan Sanitasi (SDG 6) dengan menyediakan layanan air minum, menyediakan fasilitas cuci tangan, menangani air kotor atau air sisa dengan aman melalui instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal dibanding membuang langsung ke sungai, menjaga kebersihan air sungai dengan membuat perangkap sungai di beberapa titik, dan mengembalikan ekosistem yang berhubungan dengan air dengan membuat rumah-rumah baru untuk ikan. • Energi Bersih dan Terjangkau (SDG 7) dengan melarang transportasi dengan menggunakan bahan bakar masuk ke dalam kampung dan menyediakan penyewaan sepeda, sekuter, atau sepatu roda sebagai pengganti akses di dalam kampung, memasang panel surya dan turbin sebagai pengganti sumber listrik konvensional.


• Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi (SDG 8) dengan membuka peluang untuk membuka usaha pada area bantaran sungai yang diubah menjadi kawasan wisata yang berbasis ekologis, sehingga warga menjadi memiliki kawasan kerja yang mandiri dan dapat mengembangkan dan mungkin mengatur perekonomiannya sendiri. • Infrastruktur, Industri, dan Inovasi (SDG 9) dengan menyediakan akses yang terjangkau dan bebas emisi karbon, yaitu transportasi umpan berupa kereta trem dari jalan arteri utama yaitu jalan Jenderal Sudirman di sebelah utara dan jalan Kleringan di sebelah selatan. •Kota dan Komunitas yang Berkelanjutan (SDG 11) dengan menyediakan akses yang memadai, aman, dan inklusif, meningkatkan kualitas pemukiman, menyediakan perumahan dan fasilitas dasar yang terjangkau, menyediakan ruang publik dan terbuka, memanfaatkan material lokal, dan melindungi warga dari bencana yang mungkin terjadi. • Menjaga Ekosistem Darat (SDG 15) dengan melawan penggurunan dengan menambah porsi area hutan dan mengekspos dan merawat keanekaragaman hayati. Selain itu, pada fokus mitigasi bencana dan mengekspos keanekaragaman hayati, penulis juga merujuk pada Disaster Risk Reduction 2015-2030 Sendai Frame Work dan Aichi Biodiversity Target 2011-2020 yang direkomendasikan oleh Sustainable Development Goals 2030 ini. Disaster Risk Reduction 2015-2030 Sendai Frame Work berisikan tentang menemukan solusi tanggap bencana yang lebih tahan, mempersiapkan respons yang efektif, dan pemulihan dengan membangun kembali dengan lebih baik, sementara Aichi Biodiversity Target 2011-2020 berisikan tentang mengurangi aksi yang dapat menimbulkan kehilangan keanekaragaman hayati dan merawatnya. Palette 2030 adalah sebuah proyek yang dilakukan oleh Architecture 2030. Di dalam palet ini, terdapat berbagai macam contoh atau selanjutnya akan disebut sebagai swatch yang dapat menjadi rekomendasi atau acuan dalam merancang. Swatch pada palette 2030 ini tersedia dalam 6 level keruangan, yaitu region, city/town, district, site, building, dan material. Pada perancangan kawasan, swatch yang akan digunakan dalam Palette 2030 ini tidak meliputi level material. Dari seluruh swatch yang tercantum di dalam Palette 2030 ini, penulis juga hanya akan menerapkan beberapa swatch yang relevan dengan perancangan kawasan bantaran sungai Code, terutama kampung Jogoyudan. Karena pada dasarnya, seperti disebutkan pada website resmi Palette 2030, sejauh mana swatch tersebut akan direalisasikan dalam praktik perancangan tergantung pada ukuran atau besaran ruang pada perancangan, kondisi lokal, dan sejauh mana perancang berhasil dalam memahami dan menerapkan swatch. Diantaranya adalah:

Swatches yang ada pada Palette 2030 merupakan hasil ekstraksi atau mengacu pada tujuan dan target Sustainable Development Goals 2030 yang dibuat oleh United Nations. (Sumber: architecture2030.org)

90 91 Tools to Read and Write Following Code’s Emotion


• Region Level Pada level kawasan, perancangan akan dilihat dari sisi makro. Dalam hal ini akan dilihat dalam konteks sungai Code atau kota Yogyakarta dan kaitannya dengan kampung Jogoyudan. Swatches yang akan diterapkan pada level ini antara lain adalah pemetaan bahaya kawasan, pemetaan dan visualisasi skenario genangan kawasan, area pemukiman, koridor transit yang mencakup distrik pejalan kaki, jalur transportasi, dan simpul aktivitas, dan koridor habitat yang mencakup pengembalian, memperbaiki, dan menyambung lingkungan, menciptakan dan melindungi habitat dan kualitas air. • City/town Level Pada level kota, perancangan akan dilihat dari sisi meso. Dalam hal ini akan dilihat dalam konteks kampung Jogoyudan. Swatches yang akan diterapkan pada level ini antara lain adalah taman yang mencakup penciptaan ruang terbuka, jalur hijau yang di dalamnya terdapat jalur berjalan, berlari, dan bersepeda, dan sebagai penyambung antara area bermukim dengan area belanja, kerja, dan bersosialisasi, mitigasi heat island dengan mengurangi serapan matahari dan meningkatkan tanaman kanopi, dan jalur sepeda kota yang mencakup promosi aktivitas fisik, menyediakan jejalur yang aman, dan mengurangi polusi emisi gas dan polusi suara. • District Level Pada level distrik, perancangan akan dilihat dari sisi mikro. Dalam hal ini akan dilihat dalam konteks sebagian kampung Jogoyudan yang dijadikan prototype. Swatches yang akan diterapkan pada level ini antara lain adalah pusat distrik dengan fasilitas mix-used, didukung transportasi masal, dan dapat dicapai dengan jalan kaki dari transportasi masal atau Transit-Orieted Development (TOD). • Site Level Pada level tapak, perancangan akan dilihat dari sisi lansekap dan ruang terbuka. Swatches yang akan diterapkan pada level ini antara lain adalah menaikan struktur dan membiarkan air mengalir dibawahnya, pendingin dengan menggunakan tanaman, penangkapan dan penyimpanan air, tapak yang berkelanjutan dengan memperlambat limpasan air, mengolah air, dan melindungi tanah dengan meminimalkan penyesuaian ketinggian tanah atau grading.

92 93 Tools to Read and Write Following Code’s Emotion

• Building Level Pada level bangunan, perancangan akan dilihat dari sisi bangunan. Swatches yang akan diterapkan pada level ini antara lain adalah penggunaan peneduh, penggunaan atap dingin dengan material yang memantulkan sinar matahari, dan penggunaan green roof.


WRITING CITY

3


Mengikuti Emosi Code Seperti yang sudah dipaparkan pada pembacaan kampung Jogoyudan, atau mungkin bisa jadi hampir seluruh kawasan yang berada di bantarang sungai Code selama ini melawan amarah Code, yaitu banjir baik yang berasal dari hujan maupun lahar dingin dengan menahan aliran air untuk masuk ke dalam area pemukiman. Dalam perancangan kawasan kampung Jogoyudan ini, penulis mengusulkan untuk kampung yang mengikuti emosi sungai. Karena, sungai yang marah apabila kita semakin melawan, maka emosinya akan terbendung dan suatu saat nanti akan meledak suatu saat nanti dengan lebih hebat. Sebenarnya, selain menahan emosi sungai, tanpa disadari masyarakat ketakutan yang bermukim di bantaran sungai Code ini sudah mengikuti emosi sungai, yaitu dengan melarikan diri naik ke tempat yang lebih tinggi. Dari satu kalimat tersebut, didapatkan kata kunci bahwa naik merupakan cara untuk survive atau melarikan diri. Naik juga merupakan salah satu dari sekian banyak ekspresi manusia dalam mengikuti emosi sungai Code. Mengikuti emosi sungai Code sendiri juga diutarakan oleh pemuka agama katholik yang juga merupakan perancang urban yang sukses menyulap kampung Gondolayu, yang letaknya berada di sebelah timur kampung Jogoyudan, yang sebelumnya merupakan kampung kumuh dan sarang kejahatan menjadi kampung yang terbuka dan layak untuk dihuni, Yusuf Bilyarta Mangunwijaya atau yang biasa kita kenal dengan Romo Mangun. Salah satu semboyan dari Romo Mangun yang hampir pasti selalu digunakan oleh perancang urban, yang akan selalu muncul pada setiap perancangan pemukiman yang berfokus pada bantaran sungai, dan seakan seperti kunci jawaban untuk semua permasalahan banjir atau luapan sungai, yaitu Mundur, Munggah, dan Madhep Kali yang berarti Mundur, Naik, dan Menghadap ke Sungai ini bahkan mengandung kata naik. Mundur sendiri juga merupakan salah satu ekspresi mengikuti sungai yang lain. Setelah mundur, pemukiman juga diharapkan untuk menghadap ke sungai atau menjadikan sungai sebagai orientasi utama mereka.

Semboyan Mundur, Munggah, Madhep Kali oleh Romo Mangun yang sangat ikonik, bahkan masyarakat biasa yang bergelut di bidang non-arsitektur atau urban juga mengetahui semboyan ini.


Emosi sungai semakin menjadi-jadi dan menimbukan korban baik jiwa maupun material juga bukan seratus persen karena kesalahan Code. Karena sebenarnya, setiap sungai di seluruh dunia ini memiliki anatomi tubuh yang sama. Mereka pasti memiliki jalur banjir, pinggiran banjir, dan dataran banjir. Bahkan telah diatur juga jarak minimal dan jenis struktural yang seharusnya digunakan pada setiap bagian tubuh sungai. Pemukiman di kampung Jogoyudan yang semakin padat dan tanah di samping sungai yang semakin menipis membuat penduduk baru terpaksa untuk semakin memajukan garis tanah hingga memakan badan sungai. Mereka membangun rumah mereka di atas jalur banjir. Jadi, ketika mereka merasakan kerugian karena hantaman derasnya aliran banjir, itu juga karena salah mereka sendiri. Oleh karena itu, perancang memulai usulan mengikutemosi sungai dengan kembali mengosongkan jalur air milik sungai Code. Kemudian, perancang juga mengusulkan untuk tidak hanya membuat pengaturan garis mundur sempadan sungai yang selalu hanya menggunakan jarak horizontal sebagai acuan menjadi juga menggunakan jarak vertikal. Karena pada dasarnya air banjir tidak hanya melebar ke samping, bahkan justru menaik ke atas. Kemudian, yang perlu untuk bertahan hidup tidak hanya manusia saja, tetapi sering kali kita melupakan makhluk hidup yang tidak bisa lari dari emosi sungai ini, yaitu ikan-ikan yang tinggal di dalam karamba. Penulis mengusulkan untuk membentangkan semacam jembatan atau pergola atau jaring-jaring kokoh untuk dijadikan penopang karamba yang dapat ditarik ke atas dengan menggunakan katrol. Dengan begitu, ikanikan juga dapat ikut terselamatkan.

Bagian sungai yang pasti memiliki jalur banjir, pinggiran banjir, dan dataran banjir. Sungai juga memiliki ketinggian rata-rata air banjir. Rumah di area pinggiran direkomendasikan memiliki struktur yang tahan banjir, sedangkan pada area jalur banjir tidak diperbolehkan adanya konstruksi.

94 95 Writing City Following Code’s Emotion


Setelah menentukan pemukiman yang harus dihapus karena mengganggu jalur emosi sungai, ruang yang kosong tersebut dapat diisi dengan ruang hijau yang dapat digunakan bersama oleh warga kota.

Dengan menggunakan jaring-jaring yang disela-selanya dapat ditanami oleh tanaman rambat yang dapat meneduhkan, karamba akan ditopang oleh jaring-jaringin yang akn ditarik dengan menggunakan katrol.


Melalui sketsa potongan, diperlihatkan bagian bantaran sungai yang hilang, naik, dan ditetapkan.Kemudian menciptakan ruang luar baru yang didukung dengan akses vertikanl. Selain itu, juga muncul gagasan untuk tidak hanya mengganti rugi badan sungai, tetapi justru malah menambah.

96 97 Writing City Following Code’s Emotion


Mengikuti emosi sungai Code juga dapat berimplikasi pada tampilan atauvisual kampung secara aerial. Contoh dari pengaturan intensitas bangunan dan ketinggian bangunan yang mengikuti sungai adalah semakin jauh sebuah pemukiman dari sungai, maka intensitas bangunan diperbolehkan untuk semakin padat, atau tinggi bangunan yang dibuat menurun dan tidak beraturan untuk mengikuti karakter asli tanah di samping sungai yang menurun dan organis.


Evakuasi Seluruh Sistem Barangkali tidak hanya karamba ikan saja yang perlu dipindahkan. Jangan -jangan seluruh sistem pemukiman mulai dari rumah, toko, sanggar, pos ronda, balai desa, sekolah, masjid, lapangan, tempat main, tempat kumpul, tempat kerja juga butuh untuk diselamatkan. Karena dengan penyelamatan pemukiman secara keseluruhan ini dapat mengurangi kerugian yang ditimbulkan oleh emosi sungai dan masyarakat tidak perlu ketakutan, khawatir, dan menyelamatkan barang-barang mereka lagi. Sempat terpikirkan gagasan yang sangat gila, yaitu bagaimana jika setiap sistem pemukiman diletakkan pada sebuah platform, lalu platform tersebut dapat naik dan turun bersamaan ketika banjir terjadi. Namun, secara logis gagasan tersebut terlalu imajinatif dan akan menjadi terlalu mahal dan susah untuk menemukan teknologi yang kompatibel. Mungkin hanya dengan menaikkan elemen yang esensial saja seperti rumah dan balai desa atau mungkin membuat ruang yang versatile, dimana rumah yang juga toko, rumah yang juga sanggar, balai desa yang juga sekolah, atau balai desa yang juga tempat main.

Setiap platform yang diibaratkan merupakan satu RW atau setengah RW komposisinya berisi sistem pemukiman yang hampir selalu ada di setiap kumpulan rumah.

98 99 Writing City Following Code’s Emotion


Satu platform yang berisi berbagai macam komponen pemukiman, seperti rumah, toko, sanggar, dan ruang bersama. Juga dapat ditambahkan luasannya sesuai dengan kebutuhan.

Jika platform disusun dan disandingkan dengan platform yang lainnya, akan menjadi satu kesatuan kampung yang sama sekali baru.


Pilihan lain, selain platform, yang lebih realistis dan mungkin untuk diterapkan, dengan membagi zonasi berdasarkan prioritas dan menambahkan beberapa fungsi baru.

100 101 Writing City Following Code’s Emotion


Mengumpulkan dan menaikkan rumah, satu level, dengan begitu ruang lantai dasar menjadi kosong dan dapat digunakan oleh air apabila banjir sedang terjadi.


Tahapan atau urutan pengungsian masyarakat saat terjadi banjir, mulai dari hanya menonton hingga mengungsi keluar kampung. Hub komunitas + evakuasi termasuk ke dalam salah satu tahap pengungsian.

102 103 Writing City Following Code’s Emotion


Bagaimana Jika

A Walking City adalah proyek hipotetical oleh Ron Herron yang dimuat di dalam Archigram, sebuah majalah yang dibuat oleh sebuah grup arsitektural avant grade 2 yang melakukan gerakan beyond architecture. Karya dari grup ini lebih mengarah pada futuristik dan memberikan inspirasi mengenai teknologi untuk realitas baru. (Sumber: medium.com) Avant grade berasal dari bahasa Perancis yang berarti “advance guard� merujuk pada orang atau karya yang eksperimental dan inovatif, terutama penghormatan kepada seni, kultur, dan sosial masyarakat. 2

Adalah kata yang terucap ketika sedang melontarkan ide atau gagasan, mulai dari yang memikirkan berdasarkan realita, hingga yang sangat imajinatif, yaitu bagaimana jika. Salah satu aliran pemikiran arsitektur yang sangat futuristik dan imajinatif adalah utopia. Utopia sendiri merupakan bayangan tentang suatu keadaan dimana segalanya dianggap paling ideal dan sempurna. Bisa dimaknai dengan pengajuan suatu proposal atau hipotesis yang meskipun sikapnya baik, namun secara realistis bahkan secara logika hal imajinasi tersebut sangat sulit terjadi, bahkan hingga tidak mungkin terbangun. Misalnya pada karya yang dibuat oleh Ron Herron yang berjudul A Walking City, dimana ia membayangkan bahwa sebuah kota dapat bergerak. Selain itu ada Yona Friedman dengan Spatial City Project yang membayangkan jika sebuah kota dapat melayang di atas jaring-jaring. Sebenarnya, bukannya tidak mungkin usulan-usulan semacam itu dapat direalisasikan, hanya saja perlu teknologi yang sangat canggih dan memumpuni, serta biaya yang pasti akan sangat besar untuk dikeluarkan. Pada pertengahan perancangan, sekitar tanggal 11 Oktober 2019, penulis diberikan kesempatan untuk bertatap muka dengan 5 orang mahasiswa tingkat akhir dari jurusan Teknik Mesin Universitas Islam Indonesia, diantaranya ada Aziz, Aria, Arya, Viki, dan Hardika, mengenai solusi yang dapat diterapkan dari kacamata mekanis untuk menyelesaikan permasalahan banjir pada kampung Jogoyudan. Dengan kata kunci naik sebagai cara untuk menyelamatkan diri, ditemu-


kan berbagai macam solusi yang mereka paparkan. Namun, sebelumnya mereka lebih memberikan solusi pada peringatan dini dengan menggunakan sensor. Jadi, ketika diketahui kecepatan aliran banjir dan jarak dari aliran tersebut menuju Jogoyudan, dapat diprediksikan waktu datang banjir, sehingga masyarakat dapat menjadi waspada dan lebih tanggap. Kembali kepada solusi permasalahan. Mereka memiliki pemikiran yang cukup utopian. Mungkin dugaan penulis karena mereka, mahasiswa program studi Teknik Mesin, sering dihadapkan atau sering mencari kasus yang berhubungan dengan teknologi atau temuan masa depan. Ada yang mengusulkan dengan menggunakan hidraulik, ada yang memiliki usulan untuk memindahkan sungai menjadi melayang ke atas, ada yang memiliki usulan untuk digantung, ada yang memiliki usulan untuk menggunakan ekstruder, ada yang memiliki usulan untuk menggunakan balon udara, ada yang memiliki usulan untuk mengambangkan rumah seperti tank jerman, ada yang memiliki usulan untuk menggunakan segmentasi, ada yang memiliki usulan untukmenyembunyikan pemukiman masuk ke dalam tanah dan melapisinya dengan seal agar tidak bocor oleh air banjir, dan masih banyak lagi. Dari sekian banyak usulan-usulan yang masuk, penulis tertarik dengan bagaimana mereka mencoba membuat pemukiman menjadi robotik, dapat bergerak naik dan didukung dengan sistem automasi. Jadi, ketika sensor mendeteksi adanya aliran air banjir, pemukiman akan otomatis naik ke tempat yang lebih tinggi dengan pilihan cara naik yang telah mereka usulkan sebelumnya. Namun, kembali lagi pada faktor realita, yang paling mungkin untuk diterapkan adalah penggunaan sensor sebagai peringatan dini yang akan langsung otomatis memberikan pemberitahuan melalui gawai.

Yona Friedman dengan karyanya Spatial City Project, membayangkan kota dapat melayang di atas jaring-jaring. (Sumber: moma.org)

104 105 Writing City Following Code’s Emotion



Sketsa tuangan kolaborasi antara mahasiswa arsitektur dan mahasiswa teknik mesin pada awal perancangan, menghasilkan solusi atau ide arsitektural dengan pemikiran mekanis. Seluruh ide baik yang logis dengan pengetahuan mekanikal yang mereka sudah dalami hingga yang sangat imajinatif dituliskan di dalam kertas roti besar secara bersamaan.

106 107 Writing City Following Code’s Emotion


Berbagai macam ekspresi naik dengan imajinasi yang liar, tidak masuk akal, tidak memperdulikan dunia realita, dan ketersediaan teknologi.

Menggantung

Hidraulik

Tower Lift

Terbang

Membayangkan puluhan atau mungkin hanya dalam hitungan beberapa tahun ke depan, perkembangan teknologi yang semakin cepat dan tak terduga. Mungkinkah kampung dibuat naik? Bagaimana jika kampung dibuat naik dengan cara yang bahkan tak masuk akal untuk saat ini? Arsitektur utopia sempat terpikirkan menjadi solusi naik sebagai cara untuk survive atau menyelamatkan diri dari amarah sungai Code. Dimulai dari mengekstrak gerakan naik, dimana naik dapat dimaknai dengan berbagai cara. Mulai dari dengan cara digantung pada sebuah tali dan ketika banjir terjadi pemukiman akan ditarik naik ke atas, atau dengan menggunakan sistem mesin hidraulik yang menerapkan hukum Archimedes dalam penggunaannya, atau dengan berporos pada satu tiang tinggi dan pemukiman akan bergerak naik pada poros tersebut seperti salah satu wahana di Dunia Fantasi, Ancol, yaitu histeria, atau mungkin yang saat ini dianggap gila, yaitu menerbangkan pemukiman, atau menaruh pemukiman di atas jembatan


Jembatan

Mengapung

Bersembunyi

Kapsul

yang menghubungkan level tertinggi pada kawasan tersebut, atau bersembunyi ke dalam tanah tebing yang ada di samping bak slider yang ada pada CD Player, atau mengapung mengikuti tinggi arus sungai, atau mungkin juga membuat pemukiman yang dilindungi oleh dome yang akan menutup ketika terjadi banjir. Namun dari sekian banyak solusi yang cukup fiksional, perlu disortir dan disesuaikan dengan konteks kawasan, teknologi yang sudah tersedia, biaya yang pantas untuk dikeluarkan, waktu pengerjaan, dan konsolidasi tanah atau rumah atas kepemilikan penduduk saat ini. Mengingat kampung Jogoyudan yang memiliki jumlah penduduk yang cukup banyak, padat, dan dapat dikatakan sebagai pemukiman yang fixed, solusi di atas mungkin akan membutuhkan proses yang panjang dan tidak sebentar. Kemampuan finansial baik dari sisi penduduk maupun pemerintah untuk membangun teknologi monster atau gigantic semacam itu juga mungkin susah untuk dipenuhi.

108 109 Writing City Following Code’s Emotion


Bersahabat Dengan Air Manusia dengan 70% kandungan air pasti membutuhkan air. Manusia tidak hanya membutuhkan air saja, tetapi juga membuang air berupa kotoran. Sering kali manusia yang tinggal di samping sungai ini lupa jika kotorannya dapat menyakiti sungai. Sungai menjadi kotor dan tercemar. Padahal di dalam kotoran manusia terkandung berbagai macam zat yang dapat menguntungkan, seperti gas metana yang apabila diolah melalui teknologi biodigester dapat menjadi gas yang digunakan untuk memasak. Selain itu, kotoran manusia juga dapat dijadikan pupuk kompos untuk tumbuh kembang tanaman. Sungai yang juga menganggap manusia sebagai sahabatnya senantiasa memberikan manusia potensi energi, hanya saja manusia masih jarang untuk menggunakan hadiah pemberian dari sungai tersebut. Padahal energi yang dihasilkan dari aliran air sungai yang dapat menggerakkan turbin tersebut dapat menghasilkan listrik yang cukup untuk digunakan sehari hari bahkan ditampung untuk kemudian hari. Bersahabat juga berarti hubungan yang semakin mendekat. Perancang mengusulkan untuk mengganti talud yang tinggi dan membatasi antara manusia dan sungai dengan talud yang turun berundak dengan landai pada sepanjang sisi sungai. Dengan begitu, tidak ada alasan lagi untuk sungai dan manusia untuk tidak saling bertukar cerita. Bersahabat dengan air juga akan memberikan pengaruh yang baik untuknya. Penggunaan tiang-tiang struktural yang menyebar dan berbentuk segitiga akan membuat sungai yang sebelumnya tidak memiliki ekspresi dan daya tarik menjadi memiliki suara gemericik yang merdu.

Tiang-tiang yang dapat memecah aliran sungai Code dari deras dan mengumpul menjadi tenang dan menyebar. Bentuk segitiga yang diarahkan pada arah datang aliran dapat memecah aliran lebih baik.


Sungai dan manusia yang saling bersahabat akan memberikan yang terbaik untuk sahabatnya. Sungai memberikan energi yang bersumber dari kekuatan alirannya, sedangkan manusia tidak melukai air sungai dengan kotoran yang dihasilkannya, melainkan diolah dan digunakan kembali.

Mengganti talud dengan tangga yang dapat dipijak dan diduduki. Dengan begitu manusia dapat berinteraksi dan mengobrol bersama sungai dengan lebih mudah dan terjangkau. Di antara tangga dapat menjadi area serapan, seperti spons saatair meluap.

110 111 Writing City Following Code’s Emotion


Code yang Dinamis dan Atraktif

Jembatan berupa pijakan yang persis berada di atas permukaan sungai menjadikan atraksi baru yang dinamis, karena pengguna akan melompat-lompat kecil dengan hati-hati untuk mencapai seberang.

Pengalaman yang dirasakan oleh pengguna merupakan hal yang esensial untuk diperhatikan dan dipertimbangkan dalam merancang ruang luar untuk warga kota yang menempati bekas pemukiman yang dihapus untuk memenuhi jalur air melintas. Pengalaman yang ingin dibangun adalah sungai yang dinamis dan atraktif. Karena, sebelumnya sungai Code merupakan sungai yang statis dan pasif karena jarak yang sulit dijangkau oleh manusia. Oleh karena itu, saat ini pembatas antara manusia dan sungai Code dihilangkan dan diganti dengan tagga yang dapat dipijak oleh manusia untuk turun ke sungai. Ruang baru sungai Code ini memberikan banyak peluang dan pilihan pengguna untuk memilih berbagai macam jalur yang bervariasi. Mulai dari akses dari atas ke atas, atas ke bawah, dan bawah ke bawah. Akses pun tidak lupa untuk memperhatikan penyandang disabilitas, meskipun dinamis perancang tetap menyediakan ramp yang melintang dari atas ke bawah, sehingga semua orang tanpa terkecuali dapat mengakses sungai Code. Selain akses di dalam kampung, akses dari luar masuk ke dalam kampung Jogoyudan juga diberikan pilihan yang beragam, yang paling menarik adalah cara menyeberang dari sisi barat jalan masuk menuju kampung melalui terowongan yang melewati bawah jalan kampung. Ini dimaksudkan untuk mengurangi risiko kecelakaan lalu lintas akibat penyeberang jalan atau pengguna jalan yang teledor. Di sisi lain, pada badan sungai juga terdapat atraksi. Karena pemukiman sudah menjadi aman dengan terletak di atas, maka emosi sungai Code kini telah menjadi atraksi yang semua orang kini dapat menyaksikannya. Ketika sungai sedang surut, kita dapat membentangkan dek kayu di kedua sisi sungai yang dapat digunakan sebagai panggung pertunjukan, tangga di samping sungai berubah fungsi menjadi tribun penonton. Kini sungai menjadi sangat hidup dan ramai oleh manusia. Sungai senang karena dianggap, manusia senang karena punya sungai.


112 113 Writing City Following Code’s Emotion


Akses dari dan di sungai yang bekerja di 2 layer yang berbeda, yaitu layer atas (pemukiman) dan layer bawah (sungai), sehingga diperlukan pengubung pada kedua layer tersebut.


Menggabungkan elemen struktural, elemen akses secara vertikal, dan bentuk yang bersahabat dengan air, dapat memecah arus yang deras dan mengumpul.

114 115 Writing City Following Code’s Emotion


Badan sungai yang menjadi area pertunjukan dan tangga menjadi tribun penonton. Suasana sungai menjadi hangat.

Dari tempat parkir komunal kampung masuk menuju kampung melewati terowongan penyeberangan yang tersembunyi, bukan menggunakan jembatan penyeberangan yang biasa saja dan menghalangi visual.


Rasanya Seperti di Hutan Bambu Dulu Dahulu kampung Jogoyudan yang merupakan hutan bambu rimbun dan dingin, kini telah tergantikan dengan tumbuhnya batu dan beton rumah tinggal penduduk. Ketika beberapa kali mewawancarai warga lokal dan masyarakat di luar kampung Jogoyudan, bahkan supir ojek online, mengatakan bahwa dalam memori masa kecilnya, teringat jelas kawasan bantaran sungai Code yang dulunya penuh dengan pohon bambu yang rapat dan teduh. Tempat dimana mereka bermain air di badan sungai hingga bermain sepak bola di bantaran sungai yang terlindung oleh pepohonan bambu. Mungkin karena kondisi geografis Indonesia yang termasuk ke dalam iklim tropis yang memiliki sinar matahari sepanjang tahun membuat manusia tropis akan cenderung untuk mencari bayangan untuk melindungi dirinya dari teriknya sinar matahari yang menyengat. Hingga saat ini pun terbukti bahwa sebaik apapun rancangan ruang terbuka dengan sedikit bayangan, baik bayangan dari pepohonan ataupun bangunan, hanya akan menjadi ruang kosong yang mati di siang hari. Siapa juga yang mau dijemur panas-panasan di ruang terbuka? Lalu, bagaimana jika kita menuliskan cerita baru untuk kampung Jogoyudan berdasarkan jati dirinya yang lama? Dengan mengambil poin rimbun dan penuh bayangan, tidak harus dari pohon bambu, tetapi yang terpenting adalah bayangan yang dapat mengakomodasi aktivitas kampung baik di siang

Dapat terlihat dulu hubungan manusia dan sungai sangat akrab dan tepian sungai sangat rindang oleh hutan bambu. Bukan hanya penduduk sekitar Jogoyudan dan Gondolayu saja yang mengingat akan rimbunnya pepohonan bambu, tetapi hampir seluruh penduduk kota Yogyakarta. (Sumber: Pratopo, 1980)

116 117 Writing City Following Code’s Emotion


Kumpulan anak-anak dan remaja sekitar sungai Code yang dahulu sering berinteraksi dan mengobrol dengan sungai, kini jarang. (Sumber: Pratopo, 1950)

118 119 Writing City Following Code’s Emotion

maupun malam hari. Sehingga manusia akan kembali beraktivitas di luar rumah, dibandingkan dengan hanya berdiam diri di rumah tanpa adanya komunikasi dengan tetangga yang hidup bersebelahan selama bertahun-tahun. Sumber bayangan pun tidak hanya dari pohon atau bangunan saja, tetapi juga bisa berasal dari jembatan, pergola, atau kanopi. Jika dikaitkan dengan menaikkan sebagian rumah yang ada di bantaran sungai, maka dasaran yang digunakan oleh sekumpulan rumah itu untuk berpijak dapat menghasilkan bayangan raksasa yang dapat menghalangi panas dan jahatnya sinar matahari yang terik di siang hari. Selain itu, mengambil poin sejuk pada hutan bambu, penulis mengusulkan adanya lubang-lubang pada dasar ruang yang dapat diisi tanah maupun air, untuk mengingatkan kembali pada mereka, generasi baru akan rasanya tinggal bersama air dan tinggal bersama tanaman. Selain itu, apabila angin panas melewati lubang-lubang ini, harapannya akan dapat bertransformasi menjadi udara yang menyejukkan ditengah perkotaan yang sumpek dan sesak ini. Lubang-lubang kotak yang dapat disebut sebagai grid hijau dan grid biru ini juga merupakan tempat kehidupan beberapa ekosistem sungai, diantaranya ada rumput, pohon peneduh, enceng gondok, katak, udang, kepiting kecil, ikanikanan kecil, dan lain-lain. Lubang-lubang ini juga memiliki fungsi lain, yaitu untuk menyerap air banjir jika internsitasnya hingga naik di level lubang ini. Dengan membuka permukaan tanah, maka air diharapkan dapat menyerap air dan banjir akan surut dengan lebih cepat. Meskipun banyak terdapat lubang pada dasaran tempat pejalan kaki, para pejalan kaki, pengguna sepeda, atau mungkin pengguna sepatu roda tetap disediakan ruang untuk berjalan tanpa takut tidak memiliki ruang yang tepenuhi grid hijau atau grid biru ini.


LANDED INTO

4


Intro Pada bagian ini akan banyak bercerita mengenai usulan-usulan rancangan yang dapat dijadikan pedoman untuk perancang, klien, pengguna, dan pemerintah untuk melakukan perencanaan kawasan dalam jangka menengah hingga panjang. Rencangan akan berbicara di 5 level berbeda yang akan mengacu pada Palette 2030 yang diusulkan oleh Architecture 2030, diantaraya adalah di level region dengan cakupan sepanjang sungai yang berhubungan langsung dengan gunung Merapi, dalam kasus ini merupakan sungaiCode, level city/town dengan cakupan kampung Jogoyudan, level district dengan cakupan potongan distrik sebagai sampel visualisasi gagasan perancangan, level site dengan cakupan ruang terbuka dan lansekap pada distrik sampel, dan level building denga cakupan bangunan pada distrik sampel. Dalam penyampaian gagasan akan diurutkan mulai dari level dengan cakupan yang paling luas hingga cakupan yang paling detail. Pada setiap poin gagasan dan pedoman untuk perancangan dan perencanaan berikut akan ditandai dengan bullet berwarna yang mengindikasikan di level manakah posisi usulan tersebut.

Level of Palette 2030 Design Guidelines

• Region Level • City/Town Level • District Level • Site Level • Building Level


diharuskan direkomendasikan

disarankan

dibebaskan

Dalam pembacaan pedoman perencanaan dan perancangan, akan digunakan hierarki atau tingkatan dari kewajiban atau tidaknya pedoman tersebut untuk diterapkan atau dipertimbangkan dalam melakukan pembangunan kawasan pada kampung Jogoyudan. Dimulai dari pedoman yang mengandung kata ‘harus’, artinya poin pedoman tersebut wajib untuk dipertimbangkan dalam perancangan kawasan. Seluruh aktor kawasan, termasuk di dalamnya perancang, klien, pengguna, hingga pemerintah wajib menaati pedoman tersebut dan menyiapkan piranti atau teknologi yang diperlukan. Biasanya kaitannya dengan keselamatan pengguna atau kemaslahatan bersama. Kemudian, pedoman yang mengandung kata ‘rekomendasi’, artinya poin tersebut lebih baik di pertimbangkan dalam perancangan kawasan. Karena poin tersebut memiliki implikasi untuk orang banyak namun masih dapat disesuaikan sedikit dengan keadaan lokasi perancangan. Kemudian, pedoman yang mengandung kata ‘saran’, artinya poin tersebut merupakan anjuran yang boleh dilakukan atau tidak, sesuai dengan kebutuhan dari pengguna dan bersifat lebih personal. Terakhir, pedoman yang mengandung kata ‘bebas’, artinya poin tersebut tidak memiliki batasan dalam melakukan peracangan untuk kawasan.

Hierarki pedoman berdasarkan kewajiban untuk diterapkan atau dipertimbangkan, ditunjukan oleh kandungan kata pada pedoman.

120 121 Landed Into Following Code’s Emotion


Pakem

Besi

Nglempong Sari

Jogoyudan


Peringatan Dini Amarah Code • Memahami ancaman amarah sungai pada pemukiman berupa banjir lahar dingin dengan kedatangan yang tiba-tiba dapat berpotensi untuk merenggut nyawa manusia, hewan, tumbuhan, dan harta benda. Berdasarkan artikel kebumian yang diunggah dalam situs daring Badan Meteorologi, Klimatologi, dna Geofisika (BMKG) yang berjudul Ancaman Banjir Lahar Merapi, Daryono (2011) mengatakan bahwa kecepatan aliran banjir lahar dingin dapat mencapai hingga 65 kilometer per jam atau 1 kilometer per menit, aliran ini juga dapat mengalir hingga lebih dari 80 kilometer. Dengan memanfaatkan teknologi seperti gawai dan internet yang hampir dimiliki oleh setiap manusia pada masa kini, peringatan dini dapat dilakukan dengan cara menangkap informasi melalui sensor yang dipasang sebelum area perkampungan. Teknisnya, alat sensor akan mendeteksi adanya kenaikan air secara drastis atas mendeteksi dengan menggunakan tabrakan ombak banjir, kemudian sensor tersebut diproses dan kemudian menghasilkan peringatan secara otomatis yang dapat diatur di beberapa platform, mulai dari sirine, siaran radio, hingga peringatan melalui gawai. Dengan menggunakan perhitungan sederhana mengenai hubungan antara jarak(s), kecepatan (v), dan waktu (t), dapat ditentukan peletakan sensor untuk mendeteksi adanya perubahan emosi sungai. Jika air mengalir 1 kilometer setiap menitnya dan memberikan 3 kali peringatan setiap 5 menit, maka sensor akan diletakkan pada 15 kilometer, 10 kilometer, dan 5 kilometer sebelum area perhitungan. Dalam kasus Jogoyudan, peletakan sensor pertama akan diletakkan di daerah Pakem, peletakan sensor kedua akan diletakkan di daerah Besi, peletakan sensor pertama akan diletakkan di daerah Nglempong Sari.

Guidelines • Setiap RW diharuskan untuk memasang pengeras suara sirine ke segala arah sebagai peringatan bahaya banjir. • Penduduk disarankan untuk mengunduh aplikasi peringatan bahaya banjir yang terkoneksi dengan sensor.

Daerah Aliran Sungai (DAS) yang mengalir dari gunung Merapi dan perkiraan peletakan sensor pada sungai Code sebagai pendeteksi dini aliran banjir lahar dingin dan skema cara kerja sensor dalam menyampaikan informasi.

122 123 Landed Into Following Code’s Emotion


Data eksisting (atas) dan perkiraan atau proposal (bawah) terkait jumlah manusia dan keruangan kawasan kampung Jogoyudan, Yogyakarta. Data didapatkan dengan perhitungan kira-kira.

Rekomposisi Ruang • Perkiraan Jumlah Manusia Dalam merancang kawasan urban, perlu diperkirakan pertumbuhan manusia hingga beberapa tahun, belasan tahun, hingga puluhan tahun ke depan supaya rancangan memiliki masa kedaluwarsa dan dapat berlanjut hingga kemudian hari dari segi kecukupan ruang. Perhitungan rekomendasi besaran ruang pada kampung Jogoyudan kali ini merupakan hitungan kasar yang bersifat kira-kira. Data penduduk secara keseluruhan didapatkan dengan cara perbandingan, sedangkan angka jumlah penduduk di masa mendatang merupakan hasil proyeksi dan kemungkinan lain yang dapat terjadi di kemudian hari. Berdasarkan data yang ditemui dari situs daring Kampung KB BKKBN, hanya dijumpai jumlah penduduk secara rinci pada RW 07 Jogoyudan, yaitu 598 jiwa. Angka tersebut dapat dijadikan perbandingan untuk menemukan perkiraan jumlah penduduk kampung Jogoyudan secara keseluruhan. Karena jumlah Rukun Warga pada kampung ini sejumlah 7 RW, maka jumlah penduduk RW 07 dikalikan dengan 7. Jadi, 598 jiwa x 7 RW = 4.186 jiwa. Dengan luas tapak total sebesar 90.945,487 meter persegi, selanjutnya akan menggunakan satuan hektar untuk mempermudah perhitungan, atau setara dengan kira-kira 9,1 hektar, jumlah penduduk per area adalah 4.186 jiwa : 9,1 hektar = 460 jiwa/hektar. Kemudian, berdasarkan data yang diungkapkan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta di dalam situs daring kependudukan, bahwa kenaikan jumlah penduduk kota Yogyakarta pada tahun 2012-2016 adalah sebesar 1,36%. Dengan begitu, maka kenaikan jumlah penduduk dalam 10 tahun dapat diproyeksikan dan didapatkan hasil 2,72% atau 114 jiwa pada kes-


eluruhan kampung Jogoyudan. Mengingat potensi kota Yogyakarta yang begitu tinggi dalam hal perekonomian hingga pariwisata yang dapat menjadi magnet dengan daya yang lebih kuat untuk menarik manusia pencari pekerjaan dan angka kelahiran yang lebih tinggi dibanding kematian. Bagaimana jika pertumbuhan penduduk akan naik secara drastis? Maka, mungkin dapat diprediksikan bahwa dari jumlah penduduk saat ini 460 jiwa/hektar akan melonjak tajam hingga 1.000 jiwa/hektar. Dengan begitu, total jumlah penduduk kampung Jogoyudan secara keseluruhan dengan luas kawasan total 9,1 hektar akan menjadi 9.100 jiwa. Luasan Setiap Manusia Setiap manusia pasti membutuhkan ruang untuk hidup, baik yang pokok seperti makan, mandi, tidur, bergerak, hingga yang paling esensial, yaitu bernapas, selain itu manusia juga membutuhkan ruang lain, seperti rekreasi, parkir kendaraan, dan sosialisasi mungkin. Dengan meninjau keadaan eksisting, dari 9,1 hektar luas keseluruhan kampung Jogoyudan, 5,1 hektar atau 56,52% bagian tertutupi oleh massa bangunan masif, sedangkan sisanya adalah non massa bangunan. Dalam perhitungan Koefisien Dasar Bangunan 3 pada kawasan ini dihitung dari bagian yang tertutup massa bangunan dan setengah dari bagian non massa bangunan yang dianggap terisi oleh perkerasan pada jejalur. Maka, KDB pada eksisting adalah 56,52% ditambah dengan setengah dari 43,48%, yaitu 78,26% atau 7,1 hektar. Sehingga, luas ideal manusia pada saat ini adalah 7,1 hektar dibagi dengan jumlah penduduk kampung Jogoyudan 4.186 jiwa, yaitu 12,28 meter persegi. Meskipun luasan tersebut memenuhi standar kebutuhan ruang hunian sederhana yang ditetapkan oleh Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui Puslitbang Pemukiman 2011, yaitu sebesar 11,85 meter persegi, namun luasan ideal tersebut hanya termasuk ruang untuk personal saja seperti tidur, makan, memasak, mandi, den mencuci. Padahal, manusia juga membutuhkan ruang lain untuk bersenang-senang, melepas penat, memarkirkan kendaraannya, dan berkumpul dengan tetangga. Oleh karena itu, diusulkan luasan ruang untuk manusia yang lebih besar, yaitu 25 meter persegi dengan rincian 15 meter persegi untuk ruang personal dan 10 meter persegi yang digunakan untuk ruang bersama. Luas kebutuhan ruang pada kampung akan menjadi naik karena selain luasan ideal yang bertambah, jumlah penduduk sendiri juga diprediksikan bertambah. Maka, luasan ruang yang dibutuhkan kampung Jogoyudan adalah 25 meter persegi dikalikan dengan 9.100 jiwa, yaitu 227.500 meter persegi atau 22,7 hektar. Perbandingan Luasan Tapak dan Bangunan Luasan KDB yang terlalu besar merupakan salah satu sebab terjadinya banjir, hal ini disebabkan karena air limpasan dari hujan akan langsung mengalir dengan debit yang semakin mengumpul tanpa diserap oleh tanah. Oleh karena itu luasan KDB kampung Jogoyudan pada saat ini, yaitu 78,26% atau sebesar 7,1 hektar perlu sedikit penyesuaian. Dengan mengurangi menjadi sebesar 50% atau sekitar 4,5 hektar, akan berimbas pada bangunan yang terpaksa meninggi

Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah angka berupa peresentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan dengan luas tapak. 3

(Sumber: Rencana Detail Tata Ruang Kota Yogyakarta 2013-2023)

Guidelines • KDB 50% - 90% dengan ruang yang tertutup atap namun tanah dapat menyerap air dihitung setengah. • Direkomendasikan menggunakan perkerasan jalan sejenis grass block untuk mengurangi hitungan KDB. • KLB maksimal 5 atau bangunan maksimal 5 lapis. • Tinggi bangunan 8 - 20 meter terhitung dari garis ketinggian tanah terdekat. • Luas ideal manusia minimal 25 meter persegi dengan perbandingan peruntukan 3 ruang personal dan 2 ruang bersama. 124 125 Landed Into Following Code’s Emotion


Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah angka berupa peresentase perbandingan antara luas seluruh lantai pada bangunan dengan luas tapak.

4

(Sumber: Rencana Detail Tata Ruang Kota Yogyakarta 2013-2023)

dan Koefisien Lantai Bangunan 4 menjadi bertambah karena luasan pada tanah berkurang. KLB pada kawasan dapat dihitung dengan cara mengalikan luas ideal ruang yang baru dengan jumlah penduduk dan kemudian membaginya dengan luasan KDB. Jadi, 25 meter persegi/jiwa x 9.100 jiwa = 227.500 meter persegi : 45.472,7435 meter persegi = 5. Maka, ketinggian bangunan pada kampung Jogoyudan juga diperkirakan 5 lantai atau 20 meter dengan pengandaian setiap lantai setinggi 3 - 4 meter floor to floor. Garis Langit Code Ketinggian bangunan pada kawasan akan menciptakan sky line yang dapat menjadi kawasan tersebut. Sky line atau garis langit sendiri adalah sebuah pola dalam bentuk garis yang terbentuk akibat adanya sekumpulan bangunan yang dilata belakangi oleh langit. Misalnya seperti pada kota Jakarta yang memiliki garis langit berupa gedung-gedung tinggi pencakar langit atau kota Paris, Perancis yang memiliki garis langit berupa Menara Eiffel yang paling tinggi dan mencolok dengan bangunan rendah di sekitarnya yang memiliki ketinggian yang hampir sama. Garis langit ini dapat menjadi identitas dari sebuah kota. Pada bantaran sungai Code, diusulkan pemukiman dengan garis langit yang juga mengikuti bentuk badan sungai, yaitu dengan semakin menjauhi sungai, bangunan dapat berdiri semakin tinggi seperti layaknya kontur tanah yang menurun. Garis langit sungai Code ini juga dibuat untuk memperkuat keberadaan sungai dari segi visual.

Guidelines • Ketinggian bangunan pada zona B maksimal 2 lapis. • Ketinggian bangunan pada zona C hingga zona F dibebaskan dengan batasan maksimal 5 lapis.


Kepadatan dan Pelarian Intensitas penduduk dan bangunan pada bantaran sungai Code juga diatur berdasarkan kedekatan atau perbedaan jarak antara lokasi dengan sungai Code, dimana semakin dekat posisi rumah dengan sungai Code, maka intensitas atau kepadatan pemukiman dibuat semakin renggang atau sedikit. Hal ini dimaksudkan agar pada saat amarah sungai Code meluap, baik yang berasal dari muntahan gunung Merapi atau dari hujan yang sangat lebat, volume penduduk yang berlari menyelamatkan diri tidak menjadi terlalu berdesak-desakan atau bahkan mungkin hingga terinjak dan memakan korban. Selain itu, pengaturan semacam ini juga dimaksudkan agar kerugian material dan kerusakan bangunan yang ditimbulkan tidak terlalu besar. Kepadatan bangunan dapat diindikasikan dari permukaan tanah yang tertutup oleh bangunan pemukiman atau ketinggian bangunan dengan asumsi pemukiman yang ditumpuk dan dibuat meningkat. Pengaturan KDB pada kawasan juga disesuaikan berdasarkan zonasi yang mengacu pada ketinggian tanah.

Blok bangunan berwarna merah adalah bangunan yang dihilangkan untuk memenuhi ketentuan KDB berdasarkan zonasi perbedaan ketinggian tanah.

Guidelines • KDB naik 10% setiap naik zona. Mulai dari zona B 50 % hingga zona F 90%

126 127 Landed Into Following Code’s Emotion


Potongan distrik representatif keseluruhan kawasan kampung Jogoyudan, mengambil bagian dengan elemen sungai yang ikut terpotong.

Memotong Sampel Kawasan •

Guidelines • Batas pengelolaan pembangunan direkomendasikan mengikuti pembagian distrik yang baru. • Pekerjaan konstruksi disarankan bertahap, dengan pertimbangan alokasi biaya untuk konsolidasi lahan penduduk lama.

Dalam perancangan kawasan kampung Jogoyudan yang akan mengikuti emosi sungai ini, proses pembangunan akan dilakukan secara bertahap dan dibagi melalui distrik yang baru. Karena secara pembagian administratif, ada beberapa RW memiliki cakupan area yang lebih luas dan ada juga beberapa RW yang memiliki cakupan area lebih sempit. Selain itu, ada yang tidak memiliki karakteristik yang sama saat dibagi berdasarkan administratif. Misalnya pada RW 09 tidak memiliki bagian sungai yang merupakan objek utama dalam perancangan. Dalam penyajian perancangan kali ini akan befokus pada sepotong distrik sebagai sampel, yaitu terletak diantara RT 11 dan RT 12 Jogoyudan atau pada distrik E. Teknik merancang dengan potongan distrik ini dipilih karena dirasa akan dapat memberikan tingkat kedetailan yang lebih baik dibandingkan dengan merancang secara keseluruhan. Selain itu, karena pembangunan akan dilakukan secara bertahap, maka sepotong distrik ini dirasa dapat mewakili setiap tahapan pembangunan. Dengan luasan area perancangan pada potongan distrik yaitu 1,7 dari luasan total 12,9 hektar, bagian ini dipilih karena memiliki karakteristik yang juga dapat merepresentasikan sebagian besar keadaan kawasan, yaitu dengan susunan rumah-jalan-rumah-sungai-rumah-jalan. Selain itu, untuk melanjutkan distrik 5 yang sudah memulai dengan rumah susun.


128 129 Landed Into Following Code’s Emotion


Interval perbedaan ketinggian antara bibir sungai dan tanah pijakan pada setiap zona: Zona A antara 0 - 1 meter, Zona B antara 1 - 2 meter, Zona C antara 2 - 3 meter, Zona D antara 3 - 4 meter, Zona E antara 4 - 5 meter, Zona F antara 5 - 6 meter.

Pembagian Ruang dan Aktivitas • Guidelines • Set back bangunan yang diperbolehkan untuk adalah 1-2 meter dari ketinggian bibir sungai. • Zona A dan zona B diharuskan untuk mengikuti panduan pembagian ruang dan aktivitas. • Pemukiman pada zona A dan zona B diharuskan untuk pindah atau naik zona dengan ketinggian tanah yang lebih tike atas. • Zona C hingga zona Fdisarankan untuk mengikuti panduan pembagian ruang dan aktivitas. • Pada zona D atau E, direkomendasikan untuk membuat community hub yang juga sebagai pusat evakuasi.

Pada setiap potongan distrik, direkomendasikan pembagian zona yang didasarkan pada elevasi atau ketinggian tanah. Kaitannya dengan garis mundur atau setback dari bibir sungai. Selama ini, garis mundur dari sungai selalu diatur dengan menggunakan jarak secara horizontal. Padahal, banjir bergerak lebih kepada arah vertikal atau semakin naik ke atas. Oleh karena itu, pembagian zonasi yang berdasarkan perbedaan ketinggian tanah ini diharapkan dapat memberikan keamanan untuk penduduk saat menghadapi emosi sungai, baik banjir biasa maupun banjir lahar dingin. Zonasi yang bersifat wajib adalah pada level 1 dan level 2, sedangkan pada level 3 hingga level 6 bersifat rekomendasi dan dapat dikembangkan secara swadaya oleh masyarakat. Zona 1 merupakan zona sangat berbahaya untuk ditinggali, beberapa tahun belakangan selalu terkena terjangan banjir, menimbulkan banyak kerugian, dan sesungguhnya merupakan jalan bagi sungai. Zona 2 merupakan zona rawan berbahaya untuk ditinggali, merupakan antisipasi banjir yang mungkin datang lebih besar di masa mendatang, pada zona 3 sampai 6 dilakukan penataan pemukiman dan pembuatan pusat komunitas yang dapat digunakan untuk kepentingan bersama layaknya balai desa, juga digunakan sebagai tempat evakuasi ketika pemukiman belum ditata dan dikumpulkan.


Fase dan Prioritas Pembangunan •

Mengamankan Bantaran

Mendekatkan ke Sungai

Menambah Platform

Hub Komunitas + Evakuasi

Guidelines • Berdasarkan tingkat prioritas, fase 1 dan 2 bersifat harus, fase 3 hingga fase 5 bersifat rekomendasi, dan fase 6 bersifat saran. • Setelah fase 1 dan 2 selesai dikerjakan, masyarakat distrik memiliki kebebasan untuk melanjutkan ke fase berikutnya atau tidak.

130 131 Menaikkan Pemukiman

Mengumpulkan Pemukiman

Landed Into Following Code’s Emotion


Guidelines • Zona A diharuskan untuk pindah sedangkan zona B diharuskan untuk pindah atau naik minimal setara dengan ketinggian tanah pada zona C. • Alih fungsi ruang pada zona A dan zona B di bagian bawah untuk menjadi ruang bersama kota ditarik garis mundur 22 meter dari bibir sungai dan mengikuti pola sungai.

Tukar Tambah Aliran Sungai Sesuai dengan pengaturan pembagian ruang dan aktivitas yang dibagi berdasarkan ketinggian tanah, zona A dan zona B yang merupakan area berbahaya untuk dibangun pemukiman. Kemudian zona-zona berbahaya tersebut dijadikan sebagai alat bayar hutang atau pengganti badan sungai Code yang sebelumnya telah direnggut untuk dijadikan manusia bermukim. Selain mengganti kerugian sungai, usulan ini juga menambah lebar badan sungai sehingga kemungkinan banjir untuk naik semakin kecil karena air banjir akan terlebih dulu merambat ke samping. Pada zona A dilakukan perataan tanah menjadi semakin mendekati ketinggian badan sungai dengan perbedaan ketinggian dengan badan sungai sejauh maksimal 1,5 meter tanpa adanya bangunan satupun yang diperbolehkan untuk berdiri di area ini dengan pertimbangan keselamatan. Sedangkan pada zona B juga dilakukan perataan tanah menjadi setara atau maksimal 0,5 meter di atas dari ketinggian zona A, namun pada zona B diperbolehkan membangun dengan dasar bangunan yang setara atau lebih dari ketinggian zona C.


Hub Komunitas

Hub Komunitas + Evakuasi Mengkritisi kurangnya ruang bersama untuk penduduk kampung Jogoyudan saat ini hingga mereka menjadikan jejalur sebagai ruang bersama mereka yang sekaligus tumpang tindih dengan akses kendaraan. Dalam perhitungan luasan ideal manusia pada rekomposisi ruang, diusulkan bahwa setiap individu berhak untuk mendapatkan ruang personal dan ruang bersama. Implikasi ruang bersama di sini dapat diwujudkan dengan membentuk pusat atau hub komunitas + evakuasi. Di dalam hub komunitas + evakuasi ini, terdapat berbagai macam ruang yang dapat digunakan bersama dan mencakup banyak aktivitas di dalamnya. Pada setiap perbedaan waktu pun, hub komunitas + evakuasi dapat ini memiliki kondisi yang berbeda-beda. Isian ruang dan aktivitas ditentukan oleh masyarakat setiap distrik dengan kesepakatan mereka sendiri. Jadi, mereka menyusun apa yang akan mereka gunakan sendiri di masa mendatang. Misalnya pada pagi hari yang digunakan untuk berbelanja sayur, senam, atau sekolah, siang hari yang digunakan untuk ruang kerja berbagi, tempat berteduh, beibadah, sore hari yang digunakan untuk bermain anak-anak, kerja kelompok sepulang sekolah, bersantai, hingga malam hari yang digunakan untuk pos ronda, menonton film melalui layar tancap, atau sekadar mengobrol. Hub komunitas + evakuasi ini diusulkan agar dapat menjadi ruang bersama yang serbaguna dan kondisional berdasarkan waktu untuk komunitas dan juga dapat menjadi tempat untuk menyelamatkan diri ketika banjir yang lebih besar dan lebih tinggi dari zona B menerjang kampung Jogoyudan. Jika hub komunitas + evakuasi diibaratkan sebagai organ tubuh manusia, ini merupakan jantung kampung yang berdetak selama 24 jam sehari penuh.

Hub Evakuasi

Guidelines • Setiap distrik dengan 80% keadaan bangunan pemukiman yang belum naik diharuskan untuk memiliki setidaknya satu hub komunitas + evakuasi. • Pengguna mendapatkan kebebasan untuk mengisi fungsi dan kegiatan pada hub komunitas + evakuasi mereka.

132 133 Landed Into Following Code’s Emotion


Eksisting

Guidelines • Setiap rumah direkomendasikan untuk menaikkan rumahnya 1 level atau setara dengan ketinggian 3 - 4 meter. • Ruang kosong hasil dari penaikkan bangunan dibebaskan untuk digunakan apa saja.

Naik

Naik + Mengumpul

Mengangkat Bangunan Salah satu ekspresi dari mengikuti emosi sungai Code oleh penduduk bantaran sungai dapat diartikan dengan menaikkan bangunan ke atas. Selain dinaikkan, bangunan juga perlu menyisakan lantai dasar untuk dikosongkan. Tujuannya, agar saat terjadi banjir yang lebih besar, energi yang dikeluarkan untuk mengangkut barang atau melarikan diri tidak perlu dikeluarkan. Ruang kosong dibawah bangunan yang hanya terdapatstruktural saja ini dapat dimanfaatkan untuk tempat bermain, berkumpul, memarkirkan sepeda atau skuter, hingga dapat dijadikan untuk berbisnis bilamana ruang tersebut sedang tidak digunakan oleh air. Menaikkan bangunan dapat dilakukan mulai dari 1 level dimulai dari lantai yang paling dasar. Ketinggian lantai dasar sama berkisar antara 3-4 meter floor to floor. Selain mengangkat bangunan, pemukiman juga dapat dibuat naik sekaligus mengumpul. Mengacu pada re-komposisi ruang pada kawasan, dengan salah satu usulan menambah jumlah penduduk dan mengurangi permukaan tanah yang tertutup bangunan, pemukiman direkomendasikan untuk dikumpulkan sekaligus dinaikkan. Masih dengan prinsip yang sama, pada lantai dasar perkumpulan pemukiman ini diprioritaskan untuk ruang air dan apabila tidak digunakan oleh air, dapat digunakan apapun oleh masyarakat. Pemukiman yang mengumpul dan naik ini disarankan memiliki tinggi badan tidak lebih dari 5 lapis termasuk lantai dasar yang dikosongkan.


Adaptasi Tanah dan Bangunan Bilamana ingin mengatur ulang susunan bangunan, perlu memperhatikan histori dari keadaan tanah yang lama. Keadaan tanah yang dimaksud adalah dari segi campur tangan manusianya. Selanjutnya, pembahasan akan menggunakan bahasa tanah cokelat yang merupakan tanah yang sedang atau sudah pernah dibangun dan tanah hijau yang merupakan tanah yang sama sekali belum bernah dibangun. Jika ingin menaikkan atau menaikkan dan mengumpulkan bangunan, disarankan untuk menggunakan tanah coklat dalam pemilihan lokasi tapak dan tidak dianjurkan untuk menggunakan tanah hijau. Tujuannya adalah agar tanah coklat yang sudah pernah terkotori dengan adanya struktural pondasi tetap menjadi tanah struktural dan agar ada lebih banyak lagi tanah hijau yang terjaga. Bahkan, jika bisa direkomendasikan untuk mengubah tanah cokelat menjadi tanah hijau kembali. Sehingga tanaman menjadi dapat tumbuh di banyak area dan luasan yang dapat menyerap air juga menjadi lebih banyak. Berimplikasi pada limpasan air yang mengumpul ke sungai menjadi lebih sedikit dan beban banjir menjadi lebih ringan atau banjir akan semakin lama terjadi. Jadi, prinsipnya tanah cokelat dapat diubah menjadi tanah cokelat atau tanah hijau, sedangkan tanah hijau sebisa mungkin tetap menjadi tanah hijau.

Guidelines Eksisting

Coklat Hijau • Bangunan baru yang akan dibangun diharuskan untuk memprioritaskan letaknya di atas tanah cokelat dibanding tanah hijau. • Tanah cokelat disarankan untuk diubah menjadi tanah hijau dengan melakukan treatment atau perawatan secara berkala.

134 135 Bangunan Baru

Coklat Hijau Landed Into Following Code’s Emotion


Skenario Banjir •

Guidelines • Urutan tempat menyelamatkan diri berdasarkan tingginya muka air banjir, yaitu rumah, hub evakuasi, rumah yang sudah dinaikkan, rumah tumpuk yang dinaikkan, dan keluar kampung.

Setelah dilakukan pengaturan ruang atau bangunan pada kampung Jogoyudan, reaksi atau perlakuan manusia terhadap banjir juga menjadi berubah. Tergenatung dari intensitas banjir yang terjadi dan hingga manakah intervensi perancangan diterapkan pada kawasan. Misalkan pada kejadian banjir dengan kekuatan seperti yang biasanya terjadi dan zona A dan zona B yang sudah diubah, maka yang penduduk dapat lakukan adalah hanya waspada karena diperkirakan air banjir tidak akan menyentuh bagian platform baru pada zona B, bahkan dari atas platform yang baru, penduduk dapat menonton banjir lahar dingin yang menjadi atraksi baru pada kampung. Kemudian, jika banjir dengan kekuatan sedang hingga besar menerjang, penduduk yang rumahnya sudah diangkat dapat naik menuju ke bagian rumah mereka yang berada di atas atau lebih tinggi, sedangkan untuk penghuni yang belum menaikkan rumah mereka dapat mengungsi ke hub atau pusat komunitas jika sudah tersedia pada setiap distrik, jika belum maka mengungsi ke tetangga lain yang lebih tinggi terlebih dahulu. Lalu, jika banjir dengan kekuatan yang besar menerjang, hingga merendam setengah lebih dari area perkampungan, penduduk dapat mengungsi ke gedung pemukiman yang naik dan mengumpul hingga 5 lantai jika sudah ada, jika belum dapat mengungsi dengan membuat shelter sementara pada area kosong di daerah dataran atas yang setara dengan jalan kampung Jogoyudan. Terakhir, apabila banjir dengan kekuatan yang sangat besar menerjang, hingga menutupi seluruh kampung atau air menyentuh daratan teratas yang setara dengan jalan besar atau mungkin disertai dengan hantaman batu-batu berukuran raksasa, penduduk Jogoyudan baik pada area yang menaikkan bangunannya secara individu atau bangunan yang dinaikkan dan dikumpulkan diungsikan keluar kampung, biasanya warga akan diungsikan ke tempat yang lebih besar seperti gedung olahraga, aula sekolah, atau stadion olahraga yang besar dan dapat menampung sangat banyak orang dari berbagai macam daerah. Karena, dengan keadaan seperti ini mungkin status bencana akan menjadi bencana nasional


Siklus Air • Memperlambat Aliran Air Selain mengamankan penduduk dengan mengangkat bangunan selevel atau selantai lebih tinggi dari tanah, tanah yang ada dibawah bangunan akan menjadi tanah hijau kembali, tanah ini akan membuat air dapat mengalir melaluinya dan diserap sedikit demi sedikit melalui tanah yang berada di bawah sela-sela bangunan. Serapan air ke dalam tanah ini diprediksikan dapat mengurangi kekuatan banjir pada sungai karena limpasan air yang akan mengalir ke sungai menjadi berkurang dan debit air tidak sebanyak ketika kampung masih memiliki banyak perkerasan yang masif dan menutup permukaan tanah. Selain itu, pada area samping sungai, dibuat banyak lubang untuk menyerap air sebelum naik ke pemukiman yang berada di atas, atau setidaknya air banjir akan menjadi surut lebih cepat karena adanya jalur serapan di sisi sungai pada zona 1 dan 2 bagian bawah yang bersentuhan langsung dengan sungai.

Tanah Menutup Eksisting

Guidelines

Usulan Tanah Menyerap

• Apabila ingin menggunakan lantai dasar untuk aktivitas masyarakat, disarankan untuk sedikit mengangkat dengan dipanggung agar air dapat tetap mengalir dan meresap di bawahnya.

136 137 Landed Into Following Code’s Emotion


Guidelines • Seluruh perumahan direkomendasikan untuk mengumpulkan air bekas menuju pengolahan limbah komunal.

Aliran Air Bekas Air bekas yang diproduksi oleh kampung dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu air hujan limpasan atap, air abu-abu atau air yang berasal dari hasil cucian piring, cucian baju, buangaan wastafel atau buangan kamar mandi, dan air hitam atau air yang sangat terkontaminasi yang berasal dari air yang tercampur dengan kotoran manusia atau air limbah dapur. Setiap jenis air dapat dikelola dan digunakan kembali untuk kegiatan yang berbeda-beda. Pada air hujan, air dapat ditangkap dan disaring, kemudian dikumpulkan pada tangki, air olahan ini dapat digunakan untuk mandi, mencuci, bahkan minum. Untuk air abu-abu, air dapat diolah melalui instalasi pengolahan air limbah (IPAL), kemudian dikumpulkan pada tangki, air olahan ini dapat digunakan untuk air flushing toilet, air emergency, dan air siram tanaman. Terakhir, untuk air hitam, air dapat diolah dengan cara biodigester untuk menghasilkan gas yang dapat digunakan untuk memasak dan dapat menghasilkan pupuk kompos.

Koneksi Ke dan Di Kampung • •

Guidelines • Setiap distrik diharuskan untuk menyediakan 3 jenis akses yang menghubungkan 2 layer dan 2 sisi, yaitu dari atas ke atas, atas ke bawah, dan bawah ke bawah. Selain itu juga dari kamung barat ke kampung timur.

Varietas Pilihan Jejalur Untuk di dalam kampung bawah Jogoyudan, disediakan berbagai macam akses. Pertama, saat memasuki kampung dari jalan kampung Jogoyudan, disediakan 3 akses, yaitu dari jalan langsung menuju ke bawah dengan menggunakan tangga, dari jalan menuju ke bawah dengan menggunakan ramp yang ada pada bangunan pemukiman mengumpul yang tinggi, dan menggunakan tangga melalui terowongan yang melintasi jalan kampung dari parkiran sebelah barat jalan untuk mengurangi potensi kecelakaan akibat menyebrang jalan. Kemudian, akses di area badan sungai juga terjadi dalam 2 dimensi, yaitu layer atas dan layer bawah. Terdapat 3 jenis, yaitu dari atas ke atas, atas ke bawah, dan bawah ke bawah. Atas ke atas menghubungkan 2 sisi kampung yang sempat terpisah, berupa jembatan dengan menyediakan 2 jalun bolak-balik dengan masing-masing jejalur selebar 3 meter. Atas ke bawah menghubungkan kampung dan badan sungai, terdapat 2 pilihan di sini, menggunakan tangga langsung turun ke bawah dan menggunakan ramp yang melintang di atas sungai. Bawah ke bawah menghubungkan kedua sisi ruang baru di samping sungai, terdapat 2 pilihan juga di sini, menggunakan jembatan di atas badan sungai dan setapak atraktif yang ada persis di atas permukaan sungai. Masa Depan Kendaraan Pilihan kendaraan saat ini, diantaranya adalah sepeda, motor, dan mobil. Akses utama satu-satunya menuju kampung Jogoyudan adalah jalan kampung Jogoyudan yang berada di sebelah barat kampung. Terdapat 2 fase perlakuan terhadap kendaraan dan jejalur akses menuju kampung. Pertama, dalam jangka waktu dekat kendaraan bermotor yang mengeluarkan emisi gas karbon monoksida yang dapat merusak udara kampung tidak diperkenankan untuk masuk kampung dan memarkirkan kendaraannya di bawah pemukiman sebelah barat jalan kampung yang sudah dinaikkan di daratan atas yang selevel dengan jalan kampung. Kemu-


dian jalan akan dilebarkan menjadi 3-4 meter untuk akses kendaraan bongkar muat. Dalam jangka panjang, diprediksikan penggunaankendaraan bermotor akan mulai berkurang dan digantikan dengan transportasi masal seperti bus rapid transit dan kereta cepat dalam kota. Pada kampung jogoyudan, jalan yang sudah dilebarkan akan dialih fungsikan menjadi jejalur trem yang akan mengumpan pada jalan Jenderal Sudirman di sebelah utara dan jalan Kleringan di sebelah selatan yang bersebrangan langsung dengan taman parkir terpadu Abu Bakar Ali. Area parkir yang digunakan sebelumnya juga akan dialih fungsikan menjadi area komersil dan area pengungsian saat terjadi banjir dengan intensitas sangat besar.

Guidelines • Kendaraan yang menghasilkan emisi gas yang mampu menghasilkan polusi udara dilarang untuk masuk ke dalam kawasan kampung. • Jalan kampung direkomendasikan untuk dilebarkan untuk persiapan jalur trem di masa mendatang.

138 139 Landed Into Following Code’s Emotion



Berbagai macam pilihan akses ke sungai dan di dalam sungai, mulai dari jembatan,ramp, dan pijakan sungai.

140 141 Landed Into Following Code’s Emotion



Sungai yang terlahir kembali menjadi sungai yang lebih besar dan memiliki banyak naungan, mengundang manusia untuk berkomunikasi kembali dengan sungai.

142 143 Landed Into Following Code’s Emotion


Self-Produced Resources • Menangkap Air Kebutuhan manusia akan air pasti akan selalu ada, tidak hanya untuk meminum saja, tetapi juga aktivitas yang lain sepeti mandi, memasak, mencuci, dan membilas. Bahkan tidak hanya manusia saja yang membutuhkan air, tetapi hewan dan tumbuhan pun juga membutuhkan air untuk bertahan hidup. Namun, cara mendapatkan air yang selama ini dipakai, yaitu dengan membuat lubang pada tanah dan dibuat sumur merupakan cara yang tidak memiliki keberlanjutan. Dengan menggali tanah dengan jarak yang cukup ddalam, membuat tanah menjadi rusak dan terkadang, pada pemukiman yang padat penduduk membuat sumur terpaksa diletakkan berdekatan dengan toilet yang menyebabkan air terkontaminasi oleh kotoran. Selain itu, ketika kemarau panjang melanda, manusia juga dihadapkan pada mahalnya air yang digunakan untuk berbagai macam aktivitas. Padahal alam telah memberikan air secara cuma-cuma dari berbagai sumber. Manusia dapat menangkap dan mengumpulkan air-air tersebut. Air dapat dikumpulkan dari air hujan yang mengalir dari atap pada musim hujan. Namun, pada musim kemarau, air dikumpulkan dari embun pagi saat udara masih bersih. Air-air tersebut kemudian dapat diolah untuk dijadikan air minum juga. Dengan demikian, masyarakat dapat sedikit lebih lega karena tidak kekurangan air dan harus membeli air dari luar. Bio Gas Dari Ampas Di dalam kotoran manusia yang kita keluarkan setiap hari terkandung gas metana. Dengan melakukan pengolahan yang benar, dengan mengumpulkan kotoran dan diolah dengan cara biodigester, gas-gas metana yang dihasilkan tersebut dapat dijadikan pengganti tabung gas untuk memasak yang harganya kian melonjak. Selain dapat menghasilkan gas untuk memasak, dengan mengolah kotoran yang terbuang menjadi terpakai dapat mengurangi pencemaran air dan kebersihan air pun dapat tetap terjaga.

Guidelines • Setiap distrik direkomendasikan untuk dapat memproduksi sumber energi sendiri. • Pemerintah direkomendasikan untuk menyiapkan teknologi pendukung produksi energi, yaitu tangki penyimpan air, penangkap embun, tangki biodigester, panel surya, dan turbin.

Listrik Gratis Dari Alam Alam ini telah memberikan sumber daya alam terbarukan dan tidak pernah habis meski manusia terus menerus menggunakannya, seperti sinar matahari, angin, dan air. Sungai Code yang merupakan aktor utama pada cerita ini merupakan jenis sungai yang mengalir dengan cukup deras. Potensi ini dapat digunakan untuk menggerakkan turbin yang dapat menghasilkan listrik. Supaya tidak mengganggu visual, turbin-turbin ini akan disembunyikan di dalam tanah. Selain elemen alam yang selalu ada pada kampung Jogoyudan adalah sinar matahari. Sangat sia-sia apabila sinar matahari yang terik dan berlebih ini tidak dimanfaatkan. Dengan menggunakan panel surya, sinar matahari dapat ditangkap dan disimpan untuk cadangan atau bahkan kegunaan listrik sehari-hari. Dengan begitu, masyarakat menjadi tidak ketergantungan pada listrik yang disediakan pemerintah dan biaya pengeluaran untuk listrik menjadi berkurang.


Usaha Mandiri • Produksi dan Dagang Selama ini, penduduk kampung Jogoyudan mencari pekerjaan di luar kampung mereka sendiri, mulai dari menjadi pedagang di jalan Malioboro, pembuat kerajinan untuk cinderamata yang dijual di jalan Malioboro, tukang becak, tukang cuci, dan lain-lain. Namun, dengan diubahnya sungai Code menjadi tempat yang lebih atraktif dan menarik pengunjung, kampung Jogoyudan menjadi punya peluang untuk memiliki usaha di tempat mereka sendiri. Dengan begitu, kampung dapat menjadi sejahtera karena menghasilkan keuntungan dari produksi dan dagangan yang mereka buat dan jual. Lokasi yang paling strategis untuk menjual barang yang mereka produksi adalah di bawah platform sungai Code, didukung dengan naungan yang sangat besar membuat pembeli juga menjadi tidak sungkan untuk datang bahkan saat matahari bersinar terik di siang hari. Pilihan tempat berdagang lainnya adalah di bawah rumah mereka sendiri. Lantai dasar pada setiap rumah yang sengaja dikosongkan untuk menjadi ruang air dikala banjir ini juga dapat dimanfaatkan untuk masyarakat berdagang. Dengan begitu, pekerjaan menjadi lebih mudah dan murah karena tidak memerlukan perjalanan yang jauh. Dari bekerja keluar kampung menjadi bekerja keluar rumah. Tinggal Bersama Lokal Keramahan dan kehangatan pada masyarakat kampung Jogoyudan yang mayoritas merupakan orang bersuku Jawa ini dapat dirasakan bahkan hanya dengan berjalan menyusuri tengah kampung. Budaya mengucapkan monggo sambil tersenyum yang sangat lekat pada kampung ini berpotensi untuk menerima pendatang dengan hangat. Dengan adanya atraksi baru pada kali Code yang dapat menarik pengunjung baik yang berasal dari daerah yang dekat maupun yang jauh. Jika mereka adalah yang berasal dari daerah yang jauh, biasanya akan membutuhkan tempat untuk bernaung dan beristirahat. Ini merupakan peluang bagi masyarakat untuk membuka rumah mereka dan menjadikannya penginapan dengan konsep tinggal bersama lokal, mungkin jika dapat dibayangkan akan menjadi seperti Air BNB ala kampung Jogoyudan. Bukan tidak mungkin masyarakat dapat menciptakan budaya baru untuk semakin menarik pengunjung datang, seperti festival dengan periode waktu tertentu, atau bahkan menjadikan bencana banjir lahar dingin tontonan yang aman untuk pengunjung.

Guidelines • Setiap rumah dibebaskan untuk dapat menjadikan rumahnya sebagai tempat usaha, baik produksi, dagang, dan tempat tinggal. • Rumah yang dijadikan tempat tinggal diharuskan memiliki 1 kamar tambahan untuk tamu.

144 145 Landed Into Following Code’s Emotion



146 147 Landed Into Following Code’s Emotion


Reinkarnasi Sungai • Ruang Di Dalam Sungai, Bukan Di Pinggir Bantaran sungai yang merendah dan melebar sebagai ganti rugi badan sungai yang dulunya terenggut kini menjadikan pinggiran sungai memiliki ruang yang sangat besar dan terbuka. Ruang ini dapat digunakan untuk ruang bersama baru di tengah kota. Mungkin dapat dikatakan sebagai Malioboro baru yang ada aliran airnya atau Malioboro baru di sungai Code. Ya, ruang ini bukan lagi berada di pinggiran sungai, tetapi ruang yang menyatu dengan sungai. Pada dasarnya ruang tersebut juga merupakan bagian dari badan sungai, hanya saja karena ruangan sedang tidak digunakan oleh air banjir, maka ruang tersebut menjadi kosong dan terbuka. Ruang besar ini dapat digunakan masyaralat kota sebagai wahana atau atraksi baru. Dimana kita dapat berjalan, bersantai, bersepeda, duduk, mengobrol, menyaksikan pertunjukan, makan, dan lain-lain. Sungai telah terlahir kembali dengan jiwa yang sama, namun dengan wujud yang baru. Dari yang dulunya hanya dianggap sebagai saluran pembuangan yang sempit dan sulit untuk diajak berinteraksi hingga mempunyai badan 3 kali lebih besar dari sebelumnya dan menjadi sangat atraktif. Naungan Raksasa Platform pada zona B yang melayang dibagian atas membuat zona B di bagian bawah dan sedikit bagian zona A dilindungi oleh bayangan yang sangat besar. Hal ini justru menjadi daya tarik untuk manusia melakukan banyak aktivitas di ruang luar yang terbuka ini di siang hari. Karena, manusia tropis seperti di Indonesia yang selalu mendapatkan sinar matahari sepanjang tahun ini cenderung akan mencari bayangan untuk berteduh. Bayangan sendiri tidak hanya dihasilkan oleh platform, tetapi juga dihasilkan oleh jembatan yang menghubungakan sisi atas ke atas dan pergola yang berisi tanaman yang melintang melintasi badan sungai. Gemericik Air Salah satu yang menjadi daya tarik dari sebuah sungai adalah dari suara gemericik yang dihasilkan oleh air yang menabrak pada bebatuan atau pada dasar sungai yang memiliki perbedaan ketinggian. Suara gemericik sungai ini dapat memberikan efek ketenangan pada pendengar. Oleh karena itu, terdapat usulan untuk memberikan tiang-tiang kecil dengan ukuran penampang yang variatif, yaitu 60 x 60 cm, 75 x 75 cm, dan 90 x 90 cm. Tiang-tiang kecil ini sisi atasnya terletak berdekatan dengan permukaan sungai, selain digunakan untuk menghasilkan suara gemericik air dan untuk memecah volume air yang masif, tiang ini juga dapat digunakan sebagai jembatan untuk menyebrangi sisi bawah ke sisi bawah pada level ketinggian yang berbatasan langsung dengan sungai. Jembatan tiang ini berbentuk pijakan, sehingga akan menghasilkan pengalaman atraktif saat menyebrang, yaitu dengan sedikit melompat.


Pori-Pori Sungai Pada bagian tubuh baru sungai, kini terdapat lubang pori-pori yang cukup banyak. Adanya pori-pori sungai ini dimaksudkan untuk menyerap air lebih cepat saat banjir datang menerjang, sehingga setelah hujan mereda, banjir akan surut dengan lebih cepat. Lubang-lubang ini terhubung langsung dengan tanah, ada pula yang diisi dengan air. Pori-pori sungai yang berbentuk kotak dengan ukuran modular 4 x 4 meter ini dapat juga dikatakan sebagai kotak ekosistem. Karena, di dalamnya ditumbuhi berbagai jenis tanaman yang menunjukan kekayaan alam sungai Code. Pada kotak berisi tanah, diisi rerumputan dan pohon yang biasa tinggal di bantaran sungai dulu. Sedangkan pada kotak berisi air, diisi tanaman air seperti enceng gondok dan katak di dalamnya. Makhluk Hijau Tidak hanya manusia dan hewan saja yang berinteraksi dengan sungai, namun para tumbuhan dengan jenis yang sangat beraneka ragam ini juga turut berinteraksi dengan sungai. Mereka memiliki tugasnya masing-masing untuk mendukung sungai. Ada yang meneduhkan sungai dan ekosistemnya, ada yang menahan tanah pada sisi sungai agar tidak longsor, ada yang menjadi tempat tinggal katak dan ikan, ada yang mempercantik sungai, hingga ada pula yang dapat menjadi sumber makanan manusia. Tempat tumbuh mereka pun sangat beragam. Ada yang tumbuh pada tanah, ada yang tumbuh pada sungai, ada yang tumbuh di tembok secara vertikal, dan ada pula yang menggantung di atas pergola.

Guidelines • Pada ruang terbuka bersama di bawah zona A dan B, direkomendasikan untuk memiliki pori-pori hingga 50% dasaran.

148 149 Landed Into Following Code’s Emotion


Meleburkan Batas Di kehidupan yang lampau, sungai sangat susah untuk diajak mengobrol. Adanya tanggul yang sangat tinggi dan pagar yang membatasi membuat sungai menjadi sulit dan berbahaya untuk diakses. Oleh karena itu, kini seluruh sisi sungai dibuat tangga yang menurun ke arah sungai. Bukan lagi berbentuk tanggul yang curam, kini berbentuk undakan yang landai. Di sisi bawah tangga, disesiakan jalur baru untuk berjalan persis di atas permukaan sungai. Jejalur berupa dek kayu ini dibuat sangat interaktif, yaitu jika mengikuti jalur ini, kita akan dapat merasakan pegalaman menunduk untuk melewati jembatan dan ramp yang melintasi sungai, berjalan di atas pijakan yang berada persis di atas permukaan sungai, hingga kita yang dapat duduk di ujung dek untuk mencelup-celupkan kaki.

Guidelines • Talud harus diganti dengan tangga, agar manusia dapat dengan lebih mudah mengakses sungai.


Penopang Juga Akses Platform yang melayang sekitar 12 meter memerlukan tumpuan yang kuat untuk menanggung beban bangunan yang ada di atas platform tersebut. Jenis struktur yang akan diterapkan adalah dengan menggunakan dinding penahan yang menutup seperti pada core atau inti bangunan. Inti-inti penanggung beban ini tidak hanya berfungsi sebagai elemen struktural saja, tetapi juga berfungsi sebagai akses tangga manusia dari sisi atas ke sisi bawah, akses pemipaan menuju ke bawah, dan juga di tengahnya terdapat toilet umum. Bentuk dari elemen inti struktural ini adalah segitiga dengan sisi yang tajam diarahkan ke arah datang aliran banjir. Tujuannya adalah apabila banjir menerjang pada bagian ini, air akan menabrak elemen struktural dan terpecah, sehingga massa menjadi seditik terurai. Tidak mengumpul seperti gulungan bola salju.

Guidelines • Penopang utama pada kantilever platform direkomendasikan juga dapat berfungsi sebagai transportasi vertikal dan toilet umum.

150 151 Landed Into Following Code’s Emotion


Penyelamat Ikan Sungai sebagai rumah utama ikan dijadikan penduduk kampung Jogoyudan untuk membudidayakan ikan di dalam keramba. Namun, selama ini ikan-ikan ini merupakan korban dari amarah sungai Code yang terjebak dan tidak dapat melarikan diri. Oleh karena itu, agar ikan-ikan dapat selamat dan manusia tidak mendapatkan kerugian, diusulkan untuk juga mengangkat karamba ikan dengan menggunakan prinsip katrol sederhana yang dikaitkan pada jembatan dan pergola yang meilntas di atas sungai. Dengan begitu, karamba juga dapat menjadi mengikuti emosi sungai Code.

Guidelines • Setiap karamba ikan diharuskan untuk diletakkan di bawah jembatan atau pergola dan dikaitkan dengan menggunakan tali baja yang terhubung dengan katrol.


Rupa Rumah Baru • Tatanan dan Tampilan Pada fase terakhir pembangunan, diusulkan dengan mengumpulkan dan menaikkan bangunan pemukiman. Pemukiman dibuat bertumpuk dan menjalar ke atas, bentuk bangunan rumah tumpuk ini mengadaptasi rumah susun yang sudah ada, yaitu H untuk melanjutkan dan menyelaraskan dengan bentuk lama, hanya saja orientasi bangunan berubah memanjang tegak lurus dengan jalan. Dengan membuat bagian tengah bangunan berlubang dan digunakan untuk ramp sebagai transportasi vertikal, dimaksudkan agar pengunjung yang melihat ke arah sungai Code dari sela-sela bangunan ini penasaran dan ingin segera mencoba masuk ke area kampung Jogoyudan. Bangunan ini akan menggunakan fasad dengan tanaman rambat sebagai pengganti bambu-bambu yang menjulang tinggi yang dulu pernah ada di Jogoyudan. Di antara fasad tanaman rambat, juga dipasang alat penangkap embun untuk dikumpulkan dan diolah agar dapat digunakan oleh masyarakat sebagai sumber air yang selalu ada. Perkembangan Swadaya Pada perancangan rumah tumpuk ini, jumlah, susunan, dan fungsi akan diberikan kebebasan pada masyarakat sebagai pengguna nantinnya untuk ikut merancang, bahkan dapat dikembangkan sendiri oleh mereka. Misalnya, ruang yang paling dapat dikembangkan sesuai dengan permintaan, kebutuhan, atau keputusan masyarakat adalah pada ruang di lantai dasar, ruang tersebut dapat diatur menjadi ruang kumpul, ruang makan, ruang parkir, atau mungkin digunakan untuk berjualan, atau bahkan digunakan untuk berkebun atau berternak. Itu semua terserah pengguna, dalam kasus ini masyarakat yang tinggal di rumah tumpuk.

152 153 Landed Into Following Code’s Emotion



154 155 Landed Into Following Code’s Emotion


Paramita, M., Pratopo, T., Usman, H.S. (2016). Geliat Masyarakat Kali Code. Yogyakarta: Hunian Rakyat Carita. Lawson, B. (2005). How Designers Think. Great Britain: Elsevier Architectural Press. Coates, N. (2012). Narrative Architecture. United Kingdom: Willey.

REFERENCES

Psarra, S. (2009). Architecture and Narrative. New York: Routledge.



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.