Volume 33 Nomor 4, 2011
1
Pengantar Redaksi Ternyata, semangka bisa ditanam di pekarangan. Ulasan tentang hal ini menjadi salah satu artikel yang menarik dalam Warta Litbang Pertanian edisi kali ini. Pekarangan juga dapat dimanfaatkan untuk budi daya secara vertikultur komoditas yang bernilai komersial, misalnya sayuran. Menyinggung produksi pangan, agroforestry mampu menjawabnya karena agroforestry merupakan contoh sistem pengelolaan lahan yang berkelanjutan dan memiliki fungsi produktif dan protektif, yaitu dalam mempertahankan keanekaragaman hayati, ekosistem sehat, serta konservasi air dan tanah. Maka dapat dikatakan, agroforestry turut pula berkontribusi dalam mendukung peningkatan produksi pangan. Informasi selengkapnya dikupas dalam salah satu artikel yang tersaji pada Warta edisi ini. Artikel lain tentang kelapa genjah kopyor, hijauan pakan ternak, perakitan varietas baru gandum, penyuluhan melalui permainan, dan adopsi inovasi perkebunan rakyat, diharapkan bermanfaat pula bagi pembaca.
Daftar Isi Varietas Unggul Kelapa Genjah Kopyor .........................................
3
Ulat Bulu yang Meresahkan .................
5
Membudidayakan Sayuran secara Vertikultur .....................................
7
Semangka Bisa Ditanam di Pekarangan .....................................................
10
Rumput Potong Sumber Hijauan Pakan Ternak Ruminansia ............................
11
Perakitan Varietas Baru Gandum melalui Seleksi In Vitro .................................
13
Agroforestry: Mendukung Peningkatan Produksi Pangan ................................
14
Belajar Penyuluhan melalui Permainan .....................................................
16
Adopsi Benih Unggul Gerbang Adopsi Inovasi Perkebunan Rakyat ..................
18
Redaksi
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian diterbitkan enam kali dalam setahun oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pengarah: Farid Hasan Baktir; Tim Penyunting: Bambang Setiabudi Sankarto, Sulusi Prabawati, Sofyan Iskandar, Cicik Sriyanto, Ashari, Hermanto, Wiwik Hartatik, Misgiyarta, M. Djazuli, Vyta W. Hanifah, Saptowo J. Pardal, Seta Rukmalasari Agustina; Penyunting Pelaksana: Endang Setyorini, Usep Pahing Sumantri; Tanda Terbit: No. 635/SK/DITJEN PPG/STT/1979; Alamat Penyunting: Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian, Jalan Ir. H. Juanda No. 20, Bogor 16122, Telepon: (0251) 8321746, Faksimile: (0251) 8326561, E-mail:pustaka@litbang.deptan.go.id. Selain dalam bentuk tercetak, Warta tersedia dalam bentuk elektronis yang dapat diakses secara on-line pada http://www.pustaka. litbang.deptan.go.id Redaksi menerima artikel tentang hasil penelitian serta tinjauan, opini, ataupun gagasan berdasarkan hasil penelitian terdahulu dalam bidang teknik, rekayasa, sosial ekonomi, dan jasa serta berita-berita aktual tentang kegiatan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Artikel disajikan dalam bentuk ilmiah populer. Jumlah halaman naskah maksimum 6 halaman ketik 2 spasi.
2
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Varietas Unggul Kelapa Genjah Kopyor Kelapa kopyor tergolong kelapa eksotis dan bernilai ekonomi tinggi, salah satunya kopyor tipe genjah yang berkembang di Kabupaten Pati Jawa Tengah. Selain cepat berbuah, kopyor tipe genjah mampu menghasilkan buah kopyor per tandan hingga 50%. Tiga kelapa genjah kopyor Pati telah dilepas Menteri Pertanian sebagai varietas unggul.
M
eski bernilai ekonomi tinggi, jumlah tanaman dan produksi kelapa unik ini masih terbatas sehingga harga jual buahnya pun relatif mahal. Di pasaran, harga kelapa kopyor berkisar antara Rp20.000Rp30.000/butir atau 10 kali lebih ma-hal dibanding buah kelapa normal. Ketidaknormalan daging buah kopyor disebabkan oleh defisiensi salah satu enzim yang berperan dalam pembentukan daging buah, yaitu enzim Îą-D-galaktosidase. Karakteristik unik ini diturunkan secara genetis. Daging buah yang tidak normal menyebabkan buah tidak mampu mendukung pertumbuhan embrio secara alamiah. Oleh karena itu, pengembangan kelapa kopyor dilakukan dengan menanam buah normal dari tandan penghasil buah kopyor karena diduga mem-
bawa sifat kopyor. Cara lain yaitu menumbuhkan embrio dari buah kelapa kopyor pada media buatan dalam lingkungan aseptik, atau disebut metode kultur embrio. Asal-usul Kelapa Genjah Kopyor Pati Kelapa kopyor Pati termasuk tipe genjah. Selain cepat berbuah, kopyor tipe genjah juga mampu menghasilkan buah kopyor lebih banyak dalam satu tandan, bisa mencapai 50%. Kelapa genjah kopyor Pati berkembang sejak lebih dari 50 tahun lalu. Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa tanaman yang berumur lebih dari 40 tahun. Selain itu, beberapa pedagang pengumpul telah memulai usahanya mengirim
kelapa kopyor ke Surabaya sejak tahun 1960-an sebagai bahan baku es krim. Menurut keterangan penduduk setempat, pada awalnya kelapa kopyor Pati dikembangkan oleh para tokoh agama, yang kemudian bibitnya dijadikan buah tangan bagi tamu yang berkunjung ke tempat mereka. Bibit kelapa kopyor milik para tokoh agama tersebut tidak diketahui persis asal-usulnya. Kemungkinan merupakan hasil mutasi alami dari pertanaman yang ada di daerah Pati atau berasal dari luar Pati. Yang pasti, sejak tahun 1960an kelapa kopyor sudah ada di Pati dan dikembangkan penduduk di pekarangan dengan menggunakan benih dari tanaman kelapa genjah yang menghasilkan buah kopyor. Hingga saat ini, kelapa kopyor hampir ada di semua pekarangan
Kelapa Genjah Hijau Kopyor: (a) bentuk tanaman, (b) tandan buah, dan (c) tipe daging buah.
Kelapa Genjah Coklat Kopyor: (a) bentuk tanaman, (b) tandan buah, dan (c) tipe daging buah.
Volume 33 Nomor 4, 2011
3
Kelapa Genjah Kuning Kopyor: (a) bentuk tanaman, (b) tandan buah, dan (c) tipe daging buah.
dan kebun sekitar rumah penduduk di beberapa kecamatan di Kabupaten Pati. Pada tahun 2004, luas tanam kelapa kopyor di Kabupaten Pati mencapai 378,09 ha. Tiga kecamatan yang memiliki areal pertanaman terluas yaitu Dukuhseti, Margoyoso, dan Tayu, berturutturut 132,60 ha, 131,55 ha, dan 69,50 ha. Dengan populasi tanaman yang banyak dan menyebar luas di kabupaten ini, diduga kelapa genjah kopyor tersebut merupakan tanaman asli daerah Pati. Saat ini kelapa genjah kopyor Pati telah berkembang di beberapa kabupaten di Jawa Tengah, seperti Jepara, Rembang, Sukoharjo, dan Magelang, bahkan menyebar pula ke Yogyakarta, Sumenep Jawa Timur, Berau Kalimantan Timur, dan Kepulauan Riau. Populasi kelapa genjah kopyor Pati yang tersebar di Kecamatan Tayu, Margoyoso, dan Dukuhseti memiliki enam variasi warna buah, yaitu hijau, hijau kecoklatan, coklat, coklat kehijauan, kuning, dan oranye (gading), namun yang paling dominan adalah yang berwarna hijau, kuning, dan coklat. Ketiga varietas kelapa genjah kopyor tersebut telah dilepas Menteri Pertanian pada 29 Desember 2010 sebagai varietas unggul dengan nama Kelapa Genjah Coklat Kopyor, Kelapa Genjah Hijau Kopyor, dan Kelapa Genjah Kuning Kopyor. Ketersediaan Benih Pohon induk kelapa genjah kopyor Pati yang ada saat ini merupakan tanaman pekarangan dan kebun sekitar rumah yang menyebar di tiga kecamatan, yaitu Tayu, Margoyoso, dan Dukuhseti. Pohon-pohon 4
terpilih tersebut telah digunakan sebagai sumber benih untuk pengembangan kelapa kopyor. Berdasarkan pengamatan produksi buah kopyor dan buah normal dari pohon-pohon terpilih, dapat dihitung perkiraan produksi benih untuk setiap kecamatan. Kecamatan Dukuhseti memiliki potensi produksi benih 30.076 butir per tahun, yang dapat digunakan untuk pengembangan 120 ha. Kecamatan Margoyoso dapat menghasilkan benih kelapa kopyor 34.500 butir, yang cukup untuk pengembangan areal tanam 138 ha, dan untuk Kecamatan Tayu 47.635 butir untuk penanaman 190 ha. Dengan demikian, produksi benih kelapa kopyor di Kabupaten Pati dapat digunakan untuk pengembangan areal tanam seluas 448 ha/tahun. Pohon-pohon induk kelapa genjah kopyor terpilih dapat dimanfaatkan sebagai sumber benih dalam pengembangan kelapa kopyor di Jawa Tengah dan daerah lain. Disarankan untuk melakukan peremajaan tanaman pohon induk yang telah berumur di atas 30 tahun. Peremajaan pohon induk kelapa genjah kopyor dapat dilakukan menggunakan benih dari pohonpohon terpilih tersebut. Sumber Pendapatan Penduduk Kelapa kopyor merupakan salah satu sumber pendapatan masyarakat Kecamatan Tayu, Margoyoso, dan Dukuhseti, selain pisang, sayuran, dan tanaman pekarangan lainnya. Harga jual kelapa kopyor di tingkat petani bervariasi dari Rp7.500 hingga Rp30.000/buah. Harga bergantung pada musim dan
bulan tertentu. Pada bulan puasa dan saat lebaran, buah kopyor mencapai harga tertinggi karena meningkatnya permintaan, namun turun sampai harga terendah pada musim hujan. Rantai pemasaran buah kopyor dimulai dari pencari buah (tukang totok) yang kemudian menjualnya ke pedagang pengumpul tingkat desa, selanjutnya dibawa ke pengumpul tingkat kecamatan lalu dikirim ke Jakarta, Bandung, Surabaya, dan daerah lain di sekitar Pati. Selain buah kopyor, buah kelapa normal dari tanaman yang sama juga diperdagangkan sebagai benih. Pemilik kelapa kopyor menjual langsung benih ke pembeli dari luar daerah, namun umumnya dijemput oleh penangkar. Harga jual benih di tingkat petani bervariasi antara Rp3.000 sampai Rp5.000/butir, sedangkan harga bibit kelapa kopyor alami Rp7.500-Rp10.000/bibit. Karena tingginya nilai jual kelapa genjah kopyor, banyak penduduk yang menggantungkan hidupnya pada tanaman ini. Banyak anakanak mereka yang sampai ke jenjang perguruan tinggi dari hasil penjualan kelapa kopyor (Elsje T. Tenda dan Ismail Maskromo). Informasi lebih lanjut hubungi: Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain Jalan Bethesda Il, Mapanget Kotak pos 1004 Manado 95001, Telepon : (0431) 851430 812430 Faksimile : (0431) 812017 E-mail : balitka@litbang.deptan.go.id balitka@indosat.net.id
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Ulat Bulu yang Meresahkan Ledakan ulat bulu di Jawa Timur belum lama ini meresahkan petani mangga, terutama di Probolinggo. Hal serupa juga terjadi di Kota Malang dan Batu. Kepala Badan Litbang Pertanian, Dr. Haryono, menginstruksikan kepada jajarannya untuk proaktif mengendalikan hama tersebut. Isolat cendawan Paecilomyces fumosoroseus yang diperoleh dari lokasi ledakan ulat bulu potensial digunakan sebagai agens pengendalian.
L
edakan ulat bulu di beberapa daerah mengundang partisipasi Balai Penelitian Tanaman Kacangkacangan dan Umbi-umbian untuk mencarikan solusinya. Hasil identifikasi peneliti di lapangan menemukan tiga spesies ulat bulu yang merusak tanaman, yaitu Lymantria marginalis, Arctornis sp., dan Dasychira inclusa. Hal serupa dilaporkan oleh Institut Pertanian Bogor dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Di Malang dan Batu, Jawa Timur, ulat bulu teridentifikasi masing-masing sebagai Euproctis sp. dan D. inclusa. Tanaman inang Arctornis sp. dan L. marginalis di Probolinggo adalah mangga, sedangkan tanaman inang D. inclusa cukup banyak. Kacang tanah, termasuk tanaman yang dapat diserang D. inclusa. Inang lain, terutama tanaman perkebunan, hanya sebagai media untuk mempertahankan diri (shelter) sebelum larva akhir berkembang menjadi pupa. Fenomena ini juga terjadi di Batu dan Janti (Malang); kedua spesies ulat bulu D. inclusa dan Euproctis sp. hanya menyerang tanaman kersen (Muntingia calabura) dan kangkung liar (Ipomoea fistulosa). Oleh karena itu, peluang ulat bulu untuk menyerang tanaman lain sangat kecil. Hal ini terbukti dari larva ulat bulu yang ditemukan di Batu. Setelah tanaman inangnya ditebang, larva pindah ke tanaman ubi kayu di sekitarnya. Namun kelompok larva banyak yang mati dan mempersingkat umurnya dengan cara membentuk kepompong sebelum waktunya. Kejadian tersebut mengindikasikan bahwa populasi ulat bulu juga akan punah apabila inang tidak sesuai. Tingkat serangan L. marginalis dan Arctornis sp. berbeda dengan D. inclusa yang lebih ganas, dapat
Volume 33 Nomor 4, 2011
Daun mangga yang rusak akibat serangan ulat bulu di Probolinggo, Jawa Timur. (Sumber: Baliadi dan Bedjo 2011).
Larva Lymantria marginalis (a), pada saat memakan daun mangga (b), larva Arctornis sp. (c), larva Dasychira sp. (d) yang ditemukan di kebun mangga di Probolinggo. (Sumber: Baliadi dan Bedjo 2011).
mencapai 100%. Namun, seiring dengan perubahan musim, dari cabang pohon yang telah gundul akan muncul daun-daun baru sehingga tanaman dapat tumbuh kembali meski dalam waktu yang relatif lama. Selain merugikan petani, ulat bulu juga membahayakan manusia karena racun yang dihasilkan kelenjar pada ujung bulu akan meng-
akibatkan panas pada kulit apabila bersinggungan, bahkan dapat menyebabkan iritasi. Penyebab Ledakan Ledakan ulat bulu merupakan fenomena alam yang dapat terjadi di mana dan kapan saja. Ditinjau dari
5
Larva Euproctis sp. pada tanaman kangkung liar (Ipomoea fistulosa) di Malang.
populasinya, serangan ulat bulu kali ini belum membahayakan dan akan mengalami penurunan seiring dengan berjalannya waktu. Beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya ledakan ulat bulu adalah: 1. Keadaan musim yang tidak menentu, yaitu musim kemarau panjang kemudian disusul oleh musim hujan yang tidak terusmenerus sehingga populasi musuh alaminya punah. 2. Pola tanam mangga secara monokultur dan hanya terdiri atas satu varietas (Manalagi), seperti di Probolinggo. Hal ini akan mempercepat perkembangan ulat bulu karena rendahnya keanekaragaman hayati. Pada pola tanam yang beraneka ragam, jenis serangga maupun musuh alami berkembang berlimpah sehingga ledakan OPT sulit terjadi. 3. Penggunaan insektisida kimia yang tidak bijaksana sehingga membunuh berbagai serangga berguna, termasuk predator dan parasitoid. 4. Terbatasnya ruang bebas bagi ulat bulu untuk hidup dan berkembang sehingga populasi serangga yang ada harus terdeposit pada satu wilayah sehingga seakan terjadi ledakan. Pada masa lampau, ruang bebas masih luas sehingga populasi ulat bulu mengalami pengenceran di berbagai tempat. Cara Pengendalian Ulat bulu dapat dikendalikan dengan cara berikut: 1. Mekanis, yaitu mengambil dan mengumpulkan larva, kepom6
Larva Dasychira sp. yang ditemukan di Desa Oro-oro Ombo, Batu (Malang).
pong (pupa) maupun kelompok telur untuk dibakar. 2. Meningkatkan keragaman jenis tanaman dan mengurangi pola tanam monokultur satu varietas sehingga jenis musuh alami diharapkan bertambah. 3. Inundasi atau pelepasan musuh alami dalam jumlah banyak, khususnya parasitoid dan patogen serangga. Parasitoid yang dapat dilepas adalah kelompok Brachimera sp. dan Apenteles sp. Patogen serangga yang cukup potensial adalah cendawan entomopatogen Paecilomyces fumosoroseus, Lecanicillium lecanii, dan nuclear polyhedrosis virus (NPV). 4. Aplikasi insektisida kimia yang efektif, namun hanya terbatas pada stadium larva karena aplikasi pada stadium pupa tidak toksik. Potensi Cendawan Entomopatogen untuk Pengendalian Paecilomyces fumosoroseus dan Lecanicillium lecanii merupakan cendawan entomopatogen yang mempunyai kisaran inang yang luas dan bersifat kosmopolit sehingga mudah ditemukan. Koloni P. fumosoroseus pada awal pertumbuhan berwarna putih, kemudian berubah menjadi merah muda sejalan dengan bertambahnya umur cendawan. Kedua cendawan ini memproduksi toksin cyclodesipeptide dan dipicolinic acid setelah dibiakkan selama 24 jam pada media tumbuh dan efektif meracuni serangga inang, baik larva maupun pupa. Dalam rentang waktu 7 hari, cenda-
Pupa ulat bulu yang tidak dapat berkembang menjadi imago karena terkolonisasi cendawan Paecilomyces fumosoroseus dan Lecanicillium lecanii.
wan P. fumosoroseus mampu mengkolonisasi seluruh tubuh pupa. Isolat cendawan yang diperoleh dari lokasi ledakan ulat bulu berpotensi digunakan sebagai agens pengendalian karena bersifat spesifik lokasi (Yusmani Prayogo, Marwoto, dan Suharsono). Informasi lebih lanjut hubungi: Balai Penelitian Tanaman Kacangkacangan dan Umbi-umbian Jalan Raya Kendalpayak Kotak Pos 66 Malang, 65101 Telepon : (0341) 801468 Faksimile : (0341) 801496 E-mail : balitkabi@telkom.net
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Semangka Bisa Ditanam di Pekarangan Pemanfaatan pekarangan untuk membudidayakan tanaman hortikultura makin populer. Biasanya yang ditanam adalah tanaman hias, sayuran, tanaman obat keluarga, dan beberapa jenis pohon buah. Ternyata semangka pun bisa ditampilkan di pekarangan. Dengan menggunakan turus, semangka yang ditanam di halaman kantor Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Barat mampu menghasilkan buah berkualitas baik dengan bobot 2 kg/buah.
A
da dua cara membudidayakan semangka, yaitu dengan dihamparkan dan dengan menggunakan turus. Keunggulan menggunakan turus adalah populasi tanaman tiap hektar lebih banyak dibandingkan dengan dihamparkan dan penggunaan lahan lebih efisien. Oleh karena itu, budi daya semangka dengan turus bisa dikembangkan pada lahan yang sempit, seperti pekarangan. Dalam membudidayakan semangka dengan turus, pertama kali yang perlu kita lakukan adalah mengolah tanah, yang dikerjakan 10-14 hari sebelum pembenihan. Tanah dibersihkan dari sisa-sisa perakaran tanaman sebelumnya, kemudian dibuat petakan atau bedengan. Untuk halaman kantor BPTP Kalimantan Barat yang berukuran 15 m x 25 m dibuat 12 bedengan dengan ukuran 6 m x 1 m. Selanjutnya, tanah dicangkul agar menjadi remah. Bedengan setengah jadi dibiarkan 1 minggu agar terjadi proses oksidasi unsur-unsur beracun yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Pada bedengan lalu dibuat lubang tanam dengan ditugal, dengan jarak 90 cm x 30 cm, diberi pupuk kandang 3 kg/lubang dan ditutup mulsa plastik perak. Penggunaan mulsa plastik memberi banyak keuntungan. Selain dapat menekan pertumbuhan gulma, setelah semangka dipanen, lahan dapat ditanami kembali dengan tanaman sejenis atau tanaman semusim lainnya. Turus dibuat dari kayu sepanjang bedengan. Varietas semangka yang ditanam adalah BT1 dan BT2, hasil rakitan Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika yang berlokasi di Solok, Sumatera Barat. Benih di10
semai di tempat persemaian yang berukuran 4 m x 1 m, dengan media campuran tanah dan pupuk kandang. Media diberi pupuk NPK 80 g dan insektisida karbofuran 75 g. Setelah berumur 14 hari, benih dipindah ke bedengan. Pada 3 hari sebelum tanam, lubang tanam diberi pupuk dasar ZA + TSP + KCl + urea sebanyak 30 + 45 + 40 + 15 g/tanaman. Pemeliharaan tanaman meliputi menyulurkan ranting, memberi sarasah saat tanaman telah mencapai panjang 50 cm, pengairan dan
pengatusan, pembuangan ranting, perempelan buah, pengendalian hama penyakit, dan pemupukan susulan. Pemupukan susulan dilakukan empat kali. Pertama, ZA + KCl + urea sebanyak 10 + 10 + 5 g/tanaman pada 10 hari setelah tanam (HST). Kedua, ZA + TSP + KCl + urea (50 + 15 + 35 + 25 g/tanaman) pada 14 hari setelah pemupukan susulan pertama. Ketiga, ZA + KCl (65+25 g/tanaman) pada 14 hari setelah pemupukan susulan kedua, dan yang keempat, ZA + KCl (15+20 g/
Menanam semangka di pekarangan dengan menggunakan turus.
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian
tanaman) pada 14 hari setelah pemupukan susulan ketiga. Perlakuan khusus pada tanaman semangka adalah pemangkasan tunas dan seleksi buah. Pemangkasan tunas dilakukan pada tunastunas baru yang tumbuh pada ketiak daun, yaitu tunas ke-1 sampai ke-8. Bunga yang terbentuk setelah ruas ke-7 dipertahankan untuk menjadi buah. Tanaman semangka termasuk tanaman merambat dengan batang yang lunak sehingga panjang tanaman dan jumlah daun harus ideal. Oleh karena itu, tanaman perlu dipangkas untuk membentuk cabang tanaman. Pemangkasan pucuk (ujung tanaman) dilakukan saat masih pendek agar pertumbuhan cabang seragam. Pada umur 10-12 hari setelah tanam, mulai tumbuh 5-6
helai daun, titik tumbuh dipotong dengan gunting yang telah dicelup dalam larutan fungisida. Setelah pucuk dipotong akan tumbuh 4-5 cabang. Pemangkasan cabang dilakukan setelah terbentuk 3-4 ruas. Agar berproduksi optimal, dipilih cabang utama yang tumbuh kuat dan seragam. Tiap tanaman dipelihara dua cabang utama. Kedua cabang tersebut diatur membentuk huruf V. Dari cabang pertama, buah diangkat dan diikat pada turus, sedangkan dari cabang kedua, buah diletakkan pada mulsa. Buah dipanen 36 hari dari saat berbunga. Dengan bobot buah rata-rata 2 kg/ buah, dari lahan 375 m, diperoleh 309 kg buah semangka. Menanam semangka di pekarangan dapat menjadi salah satu alternatif pilihan dalam memanfaat-
kan lahan pekarangan yang terbuka karena semangka memerlukan intensitas sinar matahari tinggi dengan suhu 25-30째C, pH tanah netral, dan air cukup. Curah hujan tinggi dapat meningkatkan kelembapan, yang merupakan penyebab utama meningkatnya serangan penyakit, selain menurunkan kualitas buah (Titiek Purbiati dan Destiwarni). Informasi lebih lanjut hubungi: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur Jalan Raya Karangploso km 4, Kotak Pos 188 Malang 65101 Telepon : (0341) 494052 Faksimile : (0341) 471255 E-mail : bptp-jatim@litbang.deptan.go.id
Volume 33 Nomor 4
Rumput Potong Sumber Hijauan Pakan Ternak Ruminansia
11
Hijauan seperti rumput dan legum merupakan pakan utama ternak ruminansia karena 70% pakan ternak ruminansia berupa hijauan. Ratusan spesies rumput tumbuh di daerah tropis maupun subtropis. Rumput di daerah subtropis umumnya lambat menjadi tua sehingga nilai nutrisinya lebih tinggi daripada yang tumbuh di daerah tropis yang cepat menjadi tua. Paspalum, rumput mulato, setaria, dan panicum adalah rumput potong yang berproduksi tinggi sebagai sumber hijauan.
P
eternak umumnya mengalami kesulitan dalam menyediakan hijauan pakan. Terbatasnya lahan sering menyebabkan peternak harus menyediakan waktu lebih banyak untuk memberi makan ternaknya, baik dengan menggembalakannya maupun mencari pakan ke tempat yang jauh dari tempat tinggal mereka. Peternak umumnya menggembalakan sapinya di lahan kosong, pinggir jalan, pematang sawah atau sekitar hutan. Untuk memenuhi kebutuhan pakan, peternak dianjurkan untuk merencanakan sumber pakan ternaknya. Dengan perencanaan yang tepat, jumlah sapi yang akan dipelihara dapat disesuaikan dengan sumber pakan yang tersedia, juga
Volume 33 Nomor 4, 2011
jenis-jenis pakan yang perlu dipersiapkan agar kebutuhan pakan sapi terpenuhi sepanjang tahun dari lahan yang dimiliki tanpa harus mencarinya ke tempat yang jauh. Rumput alam yang tumbuh di lahan petani dapat menjadi sumber hijauan pakan, namun produksi dan nilai gizinya rendah. Beberapa jenis rumput introduksi merupakan sumber hijauan pakan yang berproduksi tinggi dengan nilai gizi yang baik. Jenis rumput ini dapat dibudidayakan di lahan kosong, misalnya sepanjang pinggir pagar pembatas lahan, tampingan teras bangku, dan lahan berlereng secara strip atau lajur memotong kemiringan lereng. Dengan demikian, membudidayakan rumput introduksi dapat men-
jadi pilihan bagi peternak dalam menyediakan hijauan pakan. Petani dapat memilih beberapa jenis rumput introduksi berikut ini sesuai dengan keinginannya Paspalum Produktivitas rumput paspalum lebih tinggi dibanding jenis rumput potong lainnya, namun tanaman perlu dikelola secara intensif dengan pemupukan, pengairan, dan pengaturan waktu panen. Dalam setahun (lima kali panen), rumput paspalum dapat menghasilkan 156 t/ha bahan kering atau rata-rata 30 t/ha per panen. Rumput ini menghasilkan biomassa tinggi, setara
11
tanaman) pada 14 hari setelah pemupukan susulan ketiga. Perlakuan khusus pada tanaman semangka adalah pemangkasan tunas dan seleksi buah. Pemangkasan tunas dilakukan pada tunastunas baru yang tumbuh pada ketiak daun, yaitu tunas ke-1 sampai ke-8. Bunga yang terbentuk setelah ruas ke-7 dipertahankan untuk menjadi buah. Tanaman semangka termasuk tanaman merambat dengan batang yang lunak sehingga panjang tanaman dan jumlah daun harus ideal. Oleh karena itu, tanaman perlu dipangkas untuk membentuk cabang tanaman. Pemangkasan pucuk (ujung tanaman) dilakukan saat masih pendek agar pertumbuhan cabang seragam. Pada umur 10-12 hari setelah tanam, mulai tumbuh 5-6
helai daun, titik tumbuh dipotong dengan gunting yang telah dicelup dalam larutan fungisida. Setelah pucuk dipotong akan tumbuh 4-5 cabang. Pemangkasan cabang dilakukan setelah terbentuk 3-4 ruas. Agar berproduksi optimal, dipilih cabang utama yang tumbuh kuat dan seragam. Tiap tanaman dipelihara dua cabang utama. Kedua cabang tersebut diatur membentuk huruf V. Dari cabang pertama, buah diangkat dan diikat pada turus, sedangkan dari cabang kedua, buah diletakkan pada mulsa. Buah dipanen 36 hari dari saat berbunga. Dengan bobot buah rata-rata 2 kg/ buah, dari lahan 375 m, diperoleh 309 kg buah semangka. Menanam semangka di pekarangan dapat menjadi salah satu alternatif pilihan dalam memanfaat-
kan lahan pekarangan yang terbuka karena semangka memerlukan intensitas sinar matahari tinggi dengan suhu 25-30째C, pH tanah netral, dan air cukup. Curah hujan tinggi dapat meningkatkan kelembapan, yang merupakan penyebab utama meningkatnya serangan penyakit, selain menurunkan kualitas buah (Titiek Purbiati dan Destiwarni). Informasi lebih lanjut hubungi: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur Jalan Raya Karangploso km 4, Kotak Pos 188 Malang 65101 Telepon : (0341) 494052 Faksimile : (0341) 471255 E-mail : bptp-jatim@litbang.deptan.go.id
Rumput Potong Sumber Hijauan Pakan Ternak Ruminansia Hijauan seperti rumput dan legum merupakan pakan utama ternak ruminansia karena 70% pakan ternak ruminansia berupa hijauan. Ratusan spesies rumput tumbuh di daerah tropis maupun subtropis. Rumput di daerah subtropis umumnya lambat menjadi tua sehingga nilai nutrisinya lebih tinggi daripada yang tumbuh di daerah tropis yang cepat menjadi tua. Paspalum, rumput mulato, setaria, dan panicum adalah rumput potong yang berproduksi tinggi sebagai sumber hijauan.
P
eternak umumnya mengalami kesulitan dalam menyediakan hijauan pakan. Terbatasnya lahan sering menyebabkan peternak harus menyediakan waktu lebih banyak untuk memberi makan ternaknya, baik dengan menggembalakannya maupun mencari pakan ke tempat yang jauh dari tempat tinggal mereka. Peternak umumnya menggembalakan sapinya di lahan kosong, pinggir jalan, pematang sawah atau sekitar hutan. Untuk memenuhi kebutuhan pakan, peternak dianjurkan untuk merencanakan sumber pakan ternaknya. Dengan perencanaan yang tepat, jumlah sapi yang akan dipelihara dapat disesuaikan dengan sumber pakan yang tersedia, juga
Volume 33 Nomor 4, 2011
jenis-jenis pakan yang perlu dipersiapkan agar kebutuhan pakan sapi terpenuhi sepanjang tahun dari lahan yang dimiliki tanpa harus mencarinya ke tempat yang jauh. Rumput alam yang tumbuh di lahan petani dapat menjadi sumber hijauan pakan, namun produksi dan nilai gizinya rendah. Beberapa jenis rumput introduksi merupakan sumber hijauan pakan yang berproduksi tinggi dengan nilai gizi yang baik. Jenis rumput ini dapat dibudidayakan di lahan kosong, misalnya sepanjang pinggir pagar pembatas lahan, tampingan teras bangku, dan lahan berlereng secara strip atau lajur memotong kemiringan lereng. Dengan demikian, membudidayakan rumput introduksi dapat men-
jadi pilihan bagi peternak dalam menyediakan hijauan pakan. Petani dapat memilih beberapa jenis rumput introduksi berikut ini sesuai dengan keinginannya Paspalum Produktivitas rumput paspalum lebih tinggi dibanding jenis rumput potong lainnya, namun tanaman perlu dikelola secara intensif dengan pemupukan, pengairan, dan pengaturan waktu panen. Dalam setahun (lima kali panen), rumput paspalum dapat menghasilkan 156 t/ha bahan kering atau rata-rata 30 t/ha per panen. Rumput ini menghasilkan biomassa tinggi, setara
11
Rumput paspalum (Paspalum atratum cv Higane).
Rumput Mulato (Brachiaria hybrid cv Mulato).
bahkan lebih tinggi daripada rumput gajah. Rumput mudah dipanen karena tumbuh tegak, tidak terlalu tinggi, dan tanpa bulu sehingga tidak menimbulkan rasa gatal ketika petani memanennya. Paspalum dapat tumbuh pada lahan terbuka dengan cahaya matahari langsung maupun lahan yang ternaungi. Paspalum menjadi pilihan utama petani karena selain produktivitasnya tinggi, juga disukai ternak. Untuk meningkatkan kualitas hijauan, penanamannya dapat dikombinasikan dengan tanaman legum sehingga terbentuk pertanaman campuran antara rumput dan le-
gum. Rumput dipanen setiap 60 hari sekali, bergantung musim. Dengan pemupukan, produksi hijauan dapat terjaga. Rumput Mulato Rumput ini merupakan hasil persilangan antara rumput Brachiaria ruziziensis klon 44-06 dan B. brizantha cv Marandu. Total produksi bahan kering dari tiga kali panen mencapai 12,04 t/ha. Rumput Mulato sangat disukai ternak sapi, salah satunya karena batang dan daunnya lembut. Bulunya sedikit
Rumput setaria (Setaria sphacelata cv Narok).
12
sehingga tidak menimbulkan rasa gatal saat memotong dan mengangkutnya. Agar rumput tumbuh, berkembang, dan berproduksi tinggi, drainase lahan harus baik. Pada lahan yang berdrainase buruk, rumput Mulato tumbuh kurang baik. Pada daerah yang bercurah hujan tinggi, rumput Mulato dapat terserang Rhizoctonia, yaitu cendawan yang menyerang akar. Jenis rumput ini sangat disukai ternak. Waktu panen atau pemotongan rumput sebaiknya setiap 60 hari sekali, bergantung pada musim. Pemupukan setelah pemotongan penting untuk mempertahankan produksi hijauan tetap tinggi. Setaria Kultivar setaria yang diintroduksi adalah Narok. Total produksi bahan kering hijauan rumput setaria dari tiga kali panen adalah 73,5 t/ha. Rumput ini sangat disukai ternak, tumbuhnya tegak dan tidak berbulu sehingga petani mudah memanennya. Rumput ini membutuhkan lahan yang terbuka atau tanpa naungan dan drainasenya baik karena setaria tidak tahan terhadap genangan. Oleh karena itu, setaria cocok dikembangkan pada lahan yang berlereng. Penanaman secara strip atau lajur memotong kemiringan
Rumput panicum (Panicum maximum cv Simuang).
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian
lereng dapat mencegah erosi tanah. Dapat juga ditanam pada tampingan teras bangku sehingga berfungsi pula sebagai penguat teras. Panicum Jenis rumput ini memiliki banyak kultivar, dapat tumbuh pada lahan terbuka atau agak ternaungi. Salah
satu kultivar panicum introduksi yaitu Simuang atau disebut pula �Purple Guinea�. Panicum menghasilkan bahan kering hijauan 8,1 t/ha dari tiga kali panen. Pertumbuhannya lambat sehingga biomassa yang dihasilkan dari tiga kali panen rendah. Namun, dengan pemupukan produksi hijauan akan meningkat. Panen atau pemotongan rumput setiap 60 hari sekali atau sesuai musim (Syamsu Bahar).
Informasi lebih lanjut hubungi: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Jalan Perintis Kemerdekaan km 17,5, Kotak Pos 1234 Makassar 90242 Telepon : (0411) 556449 Faksimile : (0411) 554522 E-mail : bptp-sulsel@litbang.deptan.go.id syamsubahar@yahoo.com
Perakitan Varietas Baru Gandum melalui Seleksi In Vitro Perakitan kultivar gandum yang adaptif untuk daerah tropis menjadi sangat penting untuk menunjang program pengembangan gandum di Indonesia. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB Biogen) telah melakukan perakitan gandum dengan memanfaatkan teknik bioteknologi. Klon-klon mutan gandum yang dihasilkan selanjutnya akan dievaluasi produktivitas dari keturunannya di beberapa lokasi dengan ketinggian dan kondisi iklim yang berbeda.
T
anaman gandum (Triticum aestivum L.) adalah salah satu jenis tanaman pangan penting di dunia. Salah satu produk olahan gandum adalah terigu. Konsumsi terigu masyarakat Indonesia meningkat 4-6% per tahun, padahal seluruh kebutuhan terigu masih dipenuhi dari impor. Oleh karena itu, pemerintah mencanangkan program pengembangan gandum di Indonesia. Salah satu kendala pengembangan tanaman gandum di Indonesia adalah terbatasnya varietas yang beradaptasi terhadap lingkungan tropis. Gandum merupakan tanaman subtropis. Di negara asalnya, gandum dibudidayakan di daerah dengan suhu di bawah 10°C dengan produktivitas 9 t/ha. Di Indonesia, gandum lebih sesuai dibudidayakan di dataran tinggi (>900 m dpl) dengan suhu 2224°C. Apabila ditanam di daerah dengan ketinggian di bawah 900 m dpl, produktivitas rendah. Oleh karena itu, perakitan kultivar gandum yang adaptif untuk daerah tropis menjadi sangat penting untuk menunjang program pengembangan gandum di Indonesia.
Volume 33 Nomor 4, 2011
Penyediaan keragaman genetik dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknik kultur jaringan (kultur in vitro), yaitu dengan menginduksi keragaman yang berasal dari sel-sel somatik (keragaman somaklonal). Metode kultur jaringan yang dapat digunakan untuk menghasilkan keragaman somaklonal adalah dengan menggunakan zat pengatur tumbuh dengan aktivitas yang tinggi, atau dengan menginduksi terjadinya mutasi. Induksi mutasi merupakan metode yang terbukti dapat menghasilkan varietas-varietas baru pada berbagai tanaman. Untuk mengarahkan perubahan sifat yang terjadi karena
induksi mutasi, dapat dikombinasikan dengan seleksi in vitro dengan menggunakan agens seleksi atau metode tertentu agar perubahan sifat mengarah pada karakter yang diinginkan. Untuk mendukung tujuan tersebut, peneliti Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian telah melakukan induksi mutasi pada kalus beberapa varietas gandum, yaitu Nias, Dewata, Basri Bay, dan Ali Bay. Induksi mutasi dilakukan dengan menggunakan iradiasi sinar gama pada dosis 25-100 Gy. LD50 terjadi pada dosis iradiasi sinar gama 50 Gy. Kalus yang telah
Regenerasi gandum hasil perlakuan iradiasi sinar gama dan seleksi in vitro; (a) kalus yang hidup, (b) kalus yang mati, dan (c) regenerasi kalus setelah iradiasi sinar gama dan seleksi in vitro.
13
lereng dapat mencegah erosi tanah. Dapat juga ditanam pada tampingan teras bangku sehingga berfungsi pula sebagai penguat teras. Panicum Jenis rumput ini memiliki banyak kultivar, dapat tumbuh pada lahan terbuka atau agak ternaungi. Salah
satu kultivar panicum introduksi yaitu Simuang atau disebut pula �Purple Guinea�. Panicum menghasilkan bahan kering hijauan 8,1 t/ha dari tiga kali panen. Pertumbuhannya lambat sehingga biomassa yang dihasilkan dari tiga kali panen rendah. Namun, dengan pemupukan produksi hijauan akan meningkat. Panen atau pemotongan rumput setiap 60 hari sekali atau sesuai musim (Syamsu Bahar).
Informasi lebih lanjut hubungi: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Jalan Perintis Kemerdekaan km 17,5, Kotak Pos 1234 Makassar 90242 Telepon : (0411) 556449 Faksimile : (0411) 554522 E-mail : bptp-sulsel@litbang.deptan.go.id syamsubahar@yahoo.com
Perakitan Varietas Baru Gandum melalui Seleksi In Vitro Perakitan kultivar gandum yang adaptif untuk daerah tropis menjadi sangat penting untuk menunjang program pengembangan gandum di Indonesia. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB Biogen) telah melakukan perakitan gandum dengan memanfaatkan teknik bioteknologi. Klon-klon mutan gandum yang dihasilkan selanjutnya akan dievaluasi produktivitas dari keturunannya di beberapa lokasi dengan ketinggian dan kondisi iklim yang berbeda.
T
anaman gandum (Triticum aestivum L.) adalah salah satu jenis tanaman pangan penting di dunia. Salah satu produk olahan gandum adalah terigu. Konsumsi terigu masyarakat Indonesia meningkat 4-6% per tahun, padahal seluruh kebutuhan terigu masih dipenuhi dari impor. Oleh karena itu, pemerintah mencanangkan program pengembangan gandum di Indonesia. Salah satu kendala pengembangan tanaman gandum di Indonesia adalah terbatasnya varietas yang beradaptasi terhadap lingkungan tropis. Gandum merupakan tanaman subtropis. Di negara asalnya, gandum dibudidayakan di daerah dengan suhu di bawah 10°C dengan produktivitas 9 t/ha. Di Indonesia, gandum lebih sesuai dibudidayakan di dataran tinggi (>900 m dpl) dengan suhu 2224°C. Apabila ditanam di daerah dengan ketinggian di bawah 900 m dpl, produktivitas rendah. Oleh karena itu, perakitan kultivar gandum yang adaptif untuk daerah tropis menjadi sangat penting untuk menunjang program pengembangan gandum di Indonesia.
Volume 33 Nomor 4, 2011
Penyediaan keragaman genetik dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknik kultur jaringan (kultur in vitro), yaitu dengan menginduksi keragaman yang berasal dari sel-sel somatik (keragaman somaklonal). Metode kultur jaringan yang dapat digunakan untuk menghasilkan keragaman somaklonal adalah dengan menggunakan zat pengatur tumbuh dengan aktivitas yang tinggi, atau dengan menginduksi terjadinya mutasi. Induksi mutasi merupakan metode yang terbukti dapat menghasilkan varietas-varietas baru pada berbagai tanaman. Untuk mengarahkan perubahan sifat yang terjadi karena
induksi mutasi, dapat dikombinasikan dengan seleksi in vitro dengan menggunakan agens seleksi atau metode tertentu agar perubahan sifat mengarah pada karakter yang diinginkan. Untuk mendukung tujuan tersebut, peneliti Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian telah melakukan induksi mutasi pada kalus beberapa varietas gandum, yaitu Nias, Dewata, Basri Bay, dan Ali Bay. Induksi mutasi dilakukan dengan menggunakan iradiasi sinar gama pada dosis 25-100 Gy. LD50 terjadi pada dosis iradiasi sinar gama 50 Gy. Kalus yang telah
Regenerasi gandum hasil perlakuan iradiasi sinar gama dan seleksi in vitro; (a) kalus yang hidup, (b) kalus yang mati, dan (c) regenerasi kalus setelah iradiasi sinar gama dan seleksi in vitro.
13
Aklimatisasi planlet dilakukan di rumah kaca dan beberapa tanaman sudah ada yang menghasilkan malai. Pada umumnya tanaman hasil iradiasi sinar gama lebih pendek serta jumlah anakan dan jumlah daun lebih sedikit dibanding tanaman yang ditumbuhkan dari biji (kontrol). Selanjutnya klon mutan ini akan dievaluasi produktivitas di beberapa lokasi dengan ketinggian dan kondisi iklim yang berbeda (Ragapadmi Purnamaningsih). Aklimatisasi planlet gandum hasil iradiasi sinar gama dan seleksi in vitro; (a) aklimatisasi planlet, (b) tanaman kandidat mutan M1 (kiri) dan tanaman kontrol (kanan), dan (c) tanaman kandidat mutan M1 yang sudah menghasilkan malai (kiri dan tengah) dan tanaman kontrol (kanan).
diiradiasi kemudian dipindahkan ke dalam inkubator dan suhunya diatur menjadi 35°C, selama 6 minggu. Perlakuan suhu panas dengan inkubator menyebabkan kalus banyak yang mati. Kalus yang tetap hidup dipindahkan ke media regenerasi.
14
Jumlah tunas yang dihasilkan dari masing-masing kalus berbeda, bergantung pada dosis iradiasi yang digunakan. Hasil yang berbeda disebabkan oleh tingkat kepekaan yang berbeda terhadap tingkat kerusakan sel/jaringan.
Informasi lebih lanjut hubungi: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Jalan Tentara Pelajar No. 3A Bogor 16111 Telepon : (0251) 8337975 8350920 8339793 Faksimile : (0251) 8338820 E-mail : bb_biogen@litbang.deptan.go.id
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Agroforestry: Mendukung Peningkatan Produksi Pangan
Kerja sama yang saling menguntungkan antara petani sekitar hutan dan Perhutani mampu meningkatkan produksi dan pendapatan petani tanaman pangan. Agroforestry atau wana tani diharapkan juga mampu memberikan kontribusi bagi penyediaan pangan daerah sekaligus mendukung ketahanan pangan nasional.
K
etersediaan pangan yang cukup menjadi pilar utama ketahanan pangan nasional. Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya meningkatkan produksi pangan melalui berbagai terobosan dengan melibatkan berbagai pihak. Salah satu peluang yang cukup potensial dalam peningkatan produksi pangan, khususnya di Jawa, adalah melaksanakan agroforestry atau wana tani. Dalam pola ini, petani dapat memanfaatkan lahan hutan milik Perhutani untuk budi daya tanaman pangan di antara tegakan tanaman muda.
14
Wana tani memberi manfaat baik bagi petani sekitar hutan maupun Perhutani. Petani dapat memperoleh tambahan pendapatan dan persediaan pangan, sementara bagi Perhutani, kegiatan ini dapat menciptakan suasana yang kondusif bagi keamanan dan keberlanjutan usaha. Hubungan sosial yang erat antara masyarakat dan Perhutani pun akan tercipta sehingga dapat meminimalkan konflik yang mungkin timbul. Wana tani merupakan bagian dari program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang dilaksanakan oleh Perhutani
di Jawa Tengah, khususnya di Kabupaten Blora. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Agroforestry dicanangkan Perhutani untuk memberdayakan masyarakat sekitar kawasan lahan Perhutani. PHBM dilaksanakan dengan spirit “Bersama, Berdaya, dan Berbagi� untuk memanfaatkan lahan/ruang dan hasil dari pengelolaan sumber daya hutan dengan prinsip saling menguntungkan, saling memper-
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Aklimatisasi planlet dilakukan di rumah kaca dan beberapa tanaman sudah ada yang menghasilkan malai. Pada umumnya tanaman hasil iradiasi sinar gama lebih pendek serta jumlah anakan dan jumlah daun lebih sedikit dibanding tanaman yang ditumbuhkan dari biji (kontrol). Selanjutnya klon mutan ini akan dievaluasi produktivitas di beberapa lokasi dengan ketinggian dan kondisi iklim yang berbeda (Ragapadmi Purnamaningsih). Aklimatisasi planlet gandum hasil iradiasi sinar gama dan seleksi in vitro; (a) aklimatisasi planlet, (b) tanaman kandidat mutan M1 (kiri) dan tanaman kontrol (kanan), dan (c) tanaman kandidat mutan M1 yang sudah menghasilkan malai (kiri dan tengah) dan tanaman kontrol (kanan).
diiradiasi kemudian dipindahkan ke dalam inkubator dan suhunya diatur menjadi 35°C, selama 6 minggu. Perlakuan suhu panas dengan inkubator menyebabkan kalus banyak yang mati. Kalus yang tetap hidup dipindahkan ke media regenerasi.
Jumlah tunas yang dihasilkan dari masing-masing kalus berbeda, bergantung pada dosis iradiasi yang digunakan. Hasil yang berbeda disebabkan oleh tingkat kepekaan yang berbeda terhadap tingkat kerusakan sel/jaringan.
Informasi lebih lanjut hubungi: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Jalan Tentara Pelajar No. 3A Bogor 16111 Telepon : (0251) 8337975 8350920 8339793 Faksimile : (0251) 8338820 E-mail : bb_biogen@litbang.deptan.go.id
Agroforestry: Mendukung Peningkatan Produksi Pangan Kerja sama yang saling menguntungkan antara petani sekitar hutan dan Perhutani mampu meningkatkan produksi dan pendapatan petani tanaman pangan. Agroforestry atau wana tani diharapkan juga mampu memberikan kontribusi bagi penyediaan pangan daerah sekaligus mendukung ketahanan pangan nasional.
K
etersediaan pangan yang cukup menjadi pilar utama ketahanan pangan nasional. Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya meningkatkan produksi pangan melalui berbagai terobosan dengan melibatkan berbagai pihak. Salah satu peluang yang cukup potensial dalam peningkatan produksi pangan, khususnya di Jawa, adalah melaksanakan agroforestry atau wana tani. Dalam pola ini, petani dapat memanfaatkan lahan hutan milik Perhutani untuk budi daya tanaman pangan di antara tegakan tanaman muda.
14
Wana tani memberi manfaat baik bagi petani sekitar hutan maupun Perhutani. Petani dapat memperoleh tambahan pendapatan dan persediaan pangan, sementara bagi Perhutani, kegiatan ini dapat menciptakan suasana yang kondusif bagi keamanan dan keberlanjutan usaha. Hubungan sosial yang erat antara masyarakat dan Perhutani pun akan tercipta sehingga dapat meminimalkan konflik yang mungkin timbul. Wana tani merupakan bagian dari program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang dilaksanakan oleh Perhutani
di Jawa Tengah, khususnya di Kabupaten Blora. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Agroforestry dicanangkan Perhutani untuk memberdayakan masyarakat sekitar kawasan lahan Perhutani. PHBM dilaksanakan dengan spirit “Bersama, Berdaya, dan Berbagi� untuk memanfaatkan lahan/ruang dan hasil dari pengelolaan sumber daya hutan dengan prinsip saling menguntungkan, saling memper-
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian
kuat, dan saling mendukung serta kesadaran akan tanggung jawab sosial. PHBM bertujuan untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumber daya hutan yang berkelanjutan dan mengakomodasi partisipasi dan kepentingan masyarakat sekitar hutan. Kegiatan PHBM meliputi: (1) pengusahaan hutan, mencakup perencanaan, penanaman, pemeliharaan, perlindungan, dan pemanenan hasil hutan, (2) usaha produktif berbasis lahan, seperti agroforestry, dan (3) usaha produktif bukan lahan, seperti pengelolaan wisata, tambang galian, mata air, pengembangan dan pengusahaan flora dan fauna, dan pemborongan barang dan jasa. Sementara, kegiatan di luar kawasan hutan meliputi usaha produktif pengembangan hutan rakyat, aneka usaha kehutanan, industri pengelolaan hasil hutan, dan industri kecil atau rumah tangga. Fasilitasi pemerintah (dalam hal ini Perhutani) dalam kerja sama PHBM meliputi pembentukan desa model PHBM, sekolah lapang agribisnis, pelatihan pengelolaan hutan, bantuan modal, dan bagi hasil. PHBM memadukan aspek ekonomi, ekologi, dan sosial dalam pengelolaan sumber daya hutan. PHBM bertujuan untuk meningkatkan peran dan tanggung jawab Perhutani, masyarakat desa hutan, dan pihak lain dalam pengelolaan sumber daya hutan melalui kemitraan. Perhutani melakukan bagi hasil produk hutan, baik kayu maupun nonkayu dengan masyarakat sekitar kawasan hutan, sedangkan untuk lahan yang ditanami komoditas pangan, Perhutani menyediakannya secara gratis dalam jangka waktu tertentu (2-5 tahun). Tersedianya lahan memberi kontribusi penting bagi peningkatan produksi pangan. Sebagai contoh di Jawa Tengah, data Perum Perhutani menunjukkan, dengan pola tumpang sari, pada tahun 2010 kawasan hutan diharapkan menghasilkan gabah 6.450 ton, jagung 12.041 ton, kedelai 1.032 ton, ubi kayu 6.020 ton, dan kacang tanah 6,02 ton. Walaupun luas lahan
Volume 33 Nomor 4, 2011
hutan yang tersedia untuk ditanami komoditas pangan berfluktuasi setiap tahun, produksi pangan dari lahan Perhutani dapat menopang ketersediaan pangan di Jawa Tengah.
Agroforestry di Blora Kabupaten Blora memiliki kawasan hutan seluas 90.416 ha. Salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan petani sekitar hutan sekaligus produksi pangan di Blora adalah memanfaatkan lahan hutan milik Perum Perhutani melalui agroforestry. Petani dari desa sekitar hutan diizinkan menggarap lahan hutan milik Perhutani yang berada di wilayah pangkuan desa tersebut. Dalam mengimplementasikan PHBM, masyarakat desa hutan membentuk lembaga berbadan hukum, yaitu Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), untuk melakukan kerja sama pengelolaan sumber daya hutan dengan Perhutani. LMDH memiliki hak kelola di petak hutan pangkuan di wilayah desa tempat LMDH itu berada, bekerja sama dengan Perhutani, dan mendapat bagi hasil dari kerja sama tersebut. Di Kabupaten Blora terdapat 138 LMDH yang tersebar di 16 kecamatan, dengan total luas areal 86.488 ha. Pemerintah daerah memberi perhatian cukup besar terhadap LMDH. Di tingkat kabupaten, LMDH memiliki wadah yang disebut Forum Komunikasi Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHMB). Untuk membina LMDH, pemerintah melibatkan Dinas Pertanian, Dinas Kehutanan, Setda, dan Perhutani. Agroforestry yang melibatkan LMDH dapat membantu menyediakan pangan di daerah. Dari pengalaman selama ini, rata-rata hasil panen di kawasan hutan lebih tinggi dibanding lahan milik petani karena kandungan humus/hara lahan hutan lebih tinggi. Indikasi ini terlihat pada saat pelaksanaan program Cadangan Beras Nasional (CBN) di Blora. Dalam program ini, Kabupaten Blora mendapat alokasi benih padi gogo
untuk areal 600 ha. Dari total luas tersebut, 450 ha berada di luar kawasan hutan (tegal) dan 150 ha di kawasan hutan. Salah satu lokasi desa hutan adalah Desa Bogem, Kecamatan Japah. Varietas padi gogo yang ditanam adalah Situ Bagendit. Pada saat panen raya oleh Gubernur Jawa Tengah, hasil padi gogo mencapai 6,7 t/ha (ubinan). Hasil ini menunjukkan bahwa kawasan hutan cukup potensial untuk mendukung produksi pangan. Komoditas dominan yang ditanam di kawasan hutan adalah padi gogo dan jagung. Petani dapat memanfaatkan lahan hutan selama 3 tahun atau sebelum tegakan tanaman hutan tinggi. Interval waktu pemanfaatan lahan hutan fleksibel. Sebagai contoh, jika jarak tanam dari tanaman utama 3 m x 3 m (normal) maka pemanfaatan lahan untuk tanaman pangan selama 2 tahun dan jika jarak tanamnya 6 m x 2 m dapat mencapai 5 tahun. Namun, pemanfaatan lahan ditetapkan selama 2 tahun dan dapat diperpanjang setahun dan seterusnya jika budi daya tanaman masih memungkinkan. Selain hak memanfaatkan lahan Perhutani untuk budi daya tanaman pangan dalam batas waktu tertentu, LMDH juga mendapat bagi hasil kayu. Aturan umumnya, petani mendapat bagian 25% dari nilai kayu dikurangi biaya produksi dan keamanan. Waktu dan besarnya bagian hasil yang diterima petani bervariasi, bergantung pada umur tanaman. Jika pohon yang ditanam berumur panjang, misalnya jati hingga 70 tahun, petani tidak perlu menunggu hingga 70 tahun karena pada saat penjarangan tanaman, petani sudah mendapat hasilnya. Rumus bagi hasil ketika jati berumur 5 tahun (saat penjarangan) adalah 5/70 x 25% x nilai kayu. Pendapatan dari bagi hasil tersebut terutama dialokasikan LMDH untuk usaha produktif (50%), sisanya untuk bantuan pembangunan desa, honor pengurus, dan subsidi silang ke LMDH lain yang belum menikmati bagi hasil karena tanaman masih terlalu muda.
15
Di Kecamatan Jati, sistem PHBM telah berjalan di KPH Randublatung. Melalui PHBM, Perhutani bersama masyarakat desa hutan bisa disebut sebagai agens pembaharuan dalam pengelolaan hutan masa depan. Wilayah kerja Perhutani KPH Randublatung mencakup 34 desa hutan dan semuanya telah melakukan kemitraan dengan Perhutani. Kegiatan PHBM dalam kawasan hutan meliputi pemanfaatan lahan untuk budi daya tanaman pertanian di bawah tegakan tanaman hutan, kerja sama pengamanan hutan, serta penebangan hasil hutan. Untuk kegiatan di luar kawasan hutan, masyarakat yang tergabung dalam LMDH diberi motivasi dan inovasi usaha dengan modal dari bagi hasil untuk kegiatan produktif. Langkah ini diharapkan dapat memperluas lapangan kerja bagi masyarakat perdesaan. PHBM juga melibatkan pihak lain, termasuk unit pelaksana teknis Badan Litbang Pertanian, dalam meningkatkan nilai tambah dan mengembangkan usaha tani. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik serta Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, misalnya, mengenalkan budi daya tanaman empon-empon di kawasan hutan serta teknologi pengolahannya. Beberapa LMDH telah menerapkan teknologi yang diperkenalkan. Teknologi disesuaikan dengan kondisi lahan pada masingmasing desa hutan.
Kendala dan Pemecahan Masalah Kendala umum pelaksanaan program PHBM, khususnya dalam pembinaan LMDH lebih bersifat sosial, yaitu bagaimana mengubah perilaku masyarakat sekitar hutan terutama pada tahap awal program. Disadari sepenuhnya bahwa sulit mengubah perilaku masyarakat dalam waktu singkat, tetapi perlu waktu untuk mensosialisasikan program ke masyarakat sekitar hutan. Berkaitan dengan hal tersebut, Perhutani mempunyai petugas pendamping yang akan terus membina masyarakat sekitar hutan. Namun, dari pengalaman selama ini, masyarakat sekitar hutan mendukung program PHBM karena memberi manfaat nyata bagi mereka. Permasalahan lainnya adalah sebagian masyarakat sekitar hutan masih menerapkan teknik budi daya secara tradisional. Oleh karena itu, penyuluh pertanian terus berupaya memperkenalkan teknik budi daya yang baik dan benar dengan memberdayakan kelompok tani/LMDH dan penyuluhan secara rutin. Agar program pemberdayaan memberi hasil yang optimal, di masa mendatang masih diperlukan campur tangan pemerintah, terutama dalam penyediaan dana stimulan untuk modal usaha. Mengingat lokasi penanaman di kawasan hutan, dikhawatirkan petani (LMDH) tidak mendapat subsidi pupuk atau bantuan benih dari pemerintah karena secara teori pupuk
bersubsidi hanya diberikan ke petani di kawasan sentra produksi pangan. Namun, pemerintah/Dinas Pertanian memiliki kebijakan lain. Walaupun lokasi di kawasan hutan, karena petani mengusahakan komoditas pangan mereka tetap mendapat bantuan benih. Untuk memperoleh pupuk bersubsidi, mereka harus membuat RDKK. Umumnya petani yang mengelola lahan hutan juga memiliki lahan kering (tegalan) dan sebagai anggota kelompok tani sehingga mendapat pupuk bersubsidi. Untuk mengantisipasi pengurangan pendapatan petani karena tidak dapat lagi menanam komoditas pangan di kawasan hutan setelah tegakan tinggi, Perhutani mengizinkan petani untuk menanam empon-empon sebagai tanaman sela. Kegiatan ini sudah berjalan di beberapa desa. Petani sekitar hutan juga masih dapat memanfaatkan hutan, misalnya mengambil daun jati, ranting, maupun pupa ulat jati yang dikenal sebagai makanan bergizi bagi masyarakat sekitar hutan (Ashari). Informasi lebih lanjut hubungi: Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jalan Ahmad Yani No. 70 Bogor 16161 Telepon : (0251) 8333964 Faksimile : (0251) 8314496 E-mail : pse@litbang.deptan.go.id
16
Belajar Penyuluhan melalui Permainan Penyuluhan melalui permainan? Barangkali jarang terdengar di telinga kita karena memang belum dikenal luas di Indonesia. Pendekatan tersebut ternyata mampu melibatkan petani secara aktif dalam proses penyuluhan, seperti yang telah diuji coba dalam proses penyuluhan dalam kegiatan pengkajian melalui permainan simulasi, yaitu Simulasi Sistem Usaha Tani Jagung Sapi (SimSimJaSa).
A
dalah Associate Professor Elske Van De Fliert dari Center of Communication for Social Change, Universitas Queensland, Australia, yang menciptakan per16
mainan “SimSimJaSa� tersebut. Beliau adalah pakar dalam komunikasi partisipatif sehingga bentuk permainan SimSimJaSa ini dikembangkan dengan mengadopsi pen-
dekatan partisipatif. Permainan simulasi ini ditujukan untuk menjadi alat bantu dalam mengomunikasikan suatu inovasi sehingga dapat menggugah kesadaran petani bah-
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Di Kecamatan Jati, sistem PHBM telah berjalan di KPH Randublatung. Melalui PHBM, Perhutani bersama masyarakat desa hutan bisa disebut sebagai agens pembaharuan dalam pengelolaan hutan masa depan. Wilayah kerja Perhutani KPH Randublatung mencakup 34 desa hutan dan semuanya telah melakukan kemitraan dengan Perhutani. Kegiatan PHBM dalam kawasan hutan meliputi pemanfaatan lahan untuk budi daya tanaman pertanian di bawah tegakan tanaman hutan, kerja sama pengamanan hutan, serta penebangan hasil hutan. Untuk kegiatan di luar kawasan hutan, masyarakat yang tergabung dalam LMDH diberi motivasi dan inovasi usaha dengan modal dari bagi hasil untuk kegiatan produktif. Langkah ini diharapkan dapat memperluas lapangan kerja bagi masyarakat perdesaan. PHBM juga melibatkan pihak lain, termasuk unit pelaksana teknis Badan Litbang Pertanian, dalam meningkatkan nilai tambah dan mengembangkan usaha tani. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik serta Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, misalnya, mengenalkan budi daya tanaman empon-empon di kawasan hutan serta teknologi pengolahannya. Beberapa LMDH telah menerapkan teknologi yang diperkenalkan. Teknologi disesuaikan dengan kondisi lahan pada masingmasing desa hutan.
Kendala dan Pemecahan Masalah Kendala umum pelaksanaan program PHBM, khususnya dalam pembinaan LMDH lebih bersifat sosial, yaitu bagaimana mengubah perilaku masyarakat sekitar hutan terutama pada tahap awal program. Disadari sepenuhnya bahwa sulit mengubah perilaku masyarakat dalam waktu singkat, tetapi perlu waktu untuk mensosialisasikan program ke masyarakat sekitar hutan. Berkaitan dengan hal tersebut, Perhutani mempunyai petugas pendamping yang akan terus membina masyarakat sekitar hutan. Namun, dari pengalaman selama ini, masyarakat sekitar hutan mendukung program PHBM karena memberi manfaat nyata bagi mereka. Permasalahan lainnya adalah sebagian masyarakat sekitar hutan masih menerapkan teknik budi daya secara tradisional. Oleh karena itu, penyuluh pertanian terus berupaya memperkenalkan teknik budi daya yang baik dan benar dengan memberdayakan kelompok tani/LMDH dan penyuluhan secara rutin. Agar program pemberdayaan memberi hasil yang optimal, di masa mendatang masih diperlukan campur tangan pemerintah, terutama dalam penyediaan dana stimulan untuk modal usaha. Mengingat lokasi penanaman di kawasan hutan, dikhawatirkan petani (LMDH) tidak mendapat subsidi pupuk atau bantuan benih dari pemerintah karena secara teori pupuk
bersubsidi hanya diberikan ke petani di kawasan sentra produksi pangan. Namun, pemerintah/Dinas Pertanian memiliki kebijakan lain. Walaupun lokasi di kawasan hutan, karena petani mengusahakan komoditas pangan mereka tetap mendapat bantuan benih. Untuk memperoleh pupuk bersubsidi, mereka harus membuat RDKK. Umumnya petani yang mengelola lahan hutan juga memiliki lahan kering (tegalan) dan sebagai anggota kelompok tani sehingga mendapat pupuk bersubsidi. Untuk mengantisipasi pengurangan pendapatan petani karena tidak dapat lagi menanam komoditas pangan di kawasan hutan setelah tegakan tinggi, Perhutani mengizinkan petani untuk menanam empon-empon sebagai tanaman sela. Kegiatan ini sudah berjalan di beberapa desa. Petani sekitar hutan juga masih dapat memanfaatkan hutan, misalnya mengambil daun jati, ranting, maupun pupa ulat jati yang dikenal sebagai makanan bergizi bagi masyarakat sekitar hutan (Ashari). Informasi lebih lanjut hubungi: Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jalan Ahmad Yani No. 70 Bogor 16161 Telepon : (0251) 8333964 Faksimile : (0251) 8314496 E-mail : pse@litbang.deptan.go.id
Belajar Penyuluhan melalui Permainan Penyuluhan melalui permainan? Barangkali jarang terdengar di telinga kita karena memang belum dikenal luas di Indonesia. Pendekatan tersebut ternyata mampu melibatkan petani secara aktif dalam proses penyuluhan, seperti yang telah diuji coba dalam proses penyuluhan dalam kegiatan pengkajian melalui permainan simulasi, yaitu Simulasi Sistem Usaha Tani Jagung Sapi (SimSimJaSa).
A
dalah Associate Professor Elske Van De Fliert dari Center of Communication for Social Change, Universitas Queensland, Australia, yang menciptakan per16
mainan “SimSimJaSa� tersebut. Beliau adalah pakar dalam komunikasi partisipatif sehingga bentuk permainan SimSimJaSa ini dikembangkan dengan mengadopsi pen-
dekatan partisipatif. Permainan simulasi ini ditujukan untuk menjadi alat bantu dalam mengomunikasikan suatu inovasi sehingga dapat menggugah kesadaran petani bah-
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian
wa ada alternatif lain yang tersedia dan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf hidupnya. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTT, dalam melaksanakan Pilot Roll Out (PRO) project (tahun 2008-2009) telah menguji coba permainan SimSimJaSa sebagai bagian dari proses penyuluhan sistem manajemen integrasi jagung dan sapi pada lahan kering. PRO project merupakan uji coba pengkajian model pengembangan yang diiniasi oleh Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP) bekerja sama dengan Australian Centre for International Agricultural Research - Smallholder Agribusiness Development Initiative (ACIAR-SADI) pada tahun 2008, yaitu suatu kegiatan pengkajian dan diseminasi dengan pendekatan partisipatif. Permainan berbentuk simulasi sebenarnya sudah cukup dikenal sebagai alat bantu komunikasi dalam penyuluhan pertanian, namun belum dikenal secara luas di Indonesia. Beberapa literatur menyebutkan bahwa pendekatan penyuluhan melalui permainan cukup efektif dalam menggugah kesadaran dan minat petani dibandingkan dengan metode penyuluhan konvensional. Melalui permainan simulasi, petani diajak untuk mempelajari inovasi baru dan sekaligus mengambil keputusan tanpa harus menanggung risiko dari penerapan inovasi tersebut secara nyata di lahan mereka masing-masing dalam jangka waktu tertentu.
menjawab tantangan tersebut. Permainan ini didesain dengan benarbenar memahami keterbatasan dan potensi yang dimiliki petani, serta manfaat yang akan diperoleh dari mengadopsi inovasi. Komponen dan aturan permainan SimSimJaSa hampir mirip dengan permainan monopoli. Permainan monopoli bukan hal yang asing dan cukup mudah dimainkan. Dalam SimSimJaSa, penyuluh berperan sebagai fasilitator yang menjelaskan tujuan permainan serta peraturannya kepada pemain. Terkait dengan skenario pola integrasi jagung-sapi, papan permainan dibagi dalam 12 kotak yang mewakili bulan Januari sampai Desember, sehingga satu putaran permainan merefleksikan satu tahun berusaha tani jagung. Masing-masing bulan di papan tersebut merefleksikan kalender usaha tani jagung (waktu pengolahan tanah, waktu tanam hingga waktu panen). Permainan ini bertujuan untuk menggugah kesadaran petani akan manfaat yang dapat mereka peroleh dari usaha tani jagung yang intensif serta pengusahaan lahan pada luasan minimal 1 ha.
Permainan terbagi atas dua skenario. Pertama, pemain memainkan peran dengan kondisi umum yang dihadapi petani, yaitu mengusahakan jagung pada luasan 0,5 ha dengan pola usaha tani tradisional menggunakan benih lokal serta tanpa pemupukan dan penyemprotan. Skenario kedua diperankan oleh pemain lain di mana petani tersebut telah mengadopsi usaha tani jagung intensif pada lahan 1 ha. Dari kedua skenario tersebut, pemain dengan sendirinya akan mempelajari seberapa besar manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan inovasi. Di akhir permainan, mereka pun dapat membandingkan keuntungan yang diperoleh petani tradisional dan petani yang mengadopsi inovasi. Permainan berakhir setelah dua putaran atau berusaha tani selama dua tahun. Selain sebagai media pembelajaran, kelebihan lain dari permainan ini adalah petani dihadapkan pada proses pengambilan keputusan selama permainan berlangsung. Di setiap langkah/kotak, pemain akan membuka kartu-kartu yang telah disiapkan, yang berisi pertanyaan dan pilihan-pilihan, antara lain
Komponen dan aturan permainan SimSimJaSa yang hampir mirip dengan permainan monopoli.
Permainan SimSimJaSa Dalam PRO project, tim inovasi BPTP NTT dituntut untuk mampu mengubah pola usaha tani jagung tradisional yang dilakukan masyarakat ke arah usaha tani intensif. Mengubah pola usaha tani bukan hal yang mudah karena menyangkut perubahan kebiasaan kerja petani dalam membudidayakan jagung. Selain itu juga terkait persoalan sosial ekonomi yang cukup rumit. Dengan demikian, permainan SimSimJaSa dikembangkan untuk
Volume 33 Nomor 4, 2011
17
apakah petani akan memutuskan memakai benih unggul atau tidak, membeli herbisida atau tidak, dan sebagainya. Pengambilan keputusan didasarkan pada pengalamannya sendiri atau dari pengamatan terhadap pemain lain yang sudah menerapkan inovasi. Oleh karena itu, pada tahapan ini terbuka peluang terjadinya dialog dan diskusi untuk membahas pilihan-pilihan yang dihadapi, namun pengambilan keputusan tetap berada di tangan petani. Dalam hal ini, petani belajar tentang dasar-dasar dalam pengambilan keputusan yang akan berguna pada saat mereka menerapkan inovasi tersebut nantinya. Peluang Pengembangan Bentuk Permainan dalam Diseminasi Inovasi Hasil uji coba SimSimJaSa di NTT memang masih menunjukkan beberapa kelemahan, antara lain
kompleksitas sosial ekonomi petani yang tidak semuanya bisa terakomodasi dalam permainan ini. Di samping itu, durasi permainan yang memakan waktu cukup lama dapat menimbulkan kebosanan bagi pemain apabila fasilitator tidak cukup terampil dalam mendampingi permainan ini. Namun terlepas dari kelemahan-kelemahan tersebut, terdapat lessons learned yang dapat membuka wawasan kita bersama. Pertama, permainan seperti SimSim JaSa ini dapat dikembangkan oleh institusi yang menjalankan fungsi diseminasi, seperti BPTP. BPTP merupakan institusi penyedia inovasi spesifik lokasi dan bertugas mengomunikasikan inovasi tersebut kepada pengguna. Kedua, SimSimJaSa cukup efektif untuk mengomunikasikan inovasi baru kepada petani dalam bentuk pendidikan orang dewasa, yaitu terjadinya proses pembelajaran bersama dengan petani, terbukanya peluang untuk dialog,
diskusi dan pengambilan keputusan, serta tidak adanya risiko yang ditanggung oleh petani dalam menguji coba inovasi tersebut selama permainan berlangsung. Agar bentuk permainan simulasi semacam ini dapat dikembangkan dalam mendukung proses diseminasi secara partisipatif, diperlukan dukungan institusi terkait dalam hal pengembangan permainan simulasi, pelatihan bagi fasilitator, dan praktek uji coba permainan simulasi ini (Istriningsih). Informasi lebih lanjut hubungi: Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Jalan Tentara Pelajar Nomor 10 Bogor 16114 Telepon : (0251) 8351277 Faksimile : (0251) 8350928 E-mail : bbp2tp@litbang.deptan.go.id bbp2tp@yahoo.com
Adopsi Benih Unggul Gerbang Adopsi Inovasi Perkebunan Rakyat Adopsi benih unggul merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan perkebunan. Tanaman perkebunan umumnya merupakan tanaman tahunan sehingga ketepatan memilih benih akan menentukan kinerja perkebunan dalam jangka panjang. Benih unggul merupakan pintu masuk bagi inovasi lainnya karena benih unggul akan menunjukkan kinerjanya bila disertai aplikasi inovasi lain yang mengiringinya. Oleh karena itu, adopsi benih unggul sering disebut sebagai gerbang dari adopsi inovasi perkebunan yang lain.
P
etani atau pekebun disebut telah mengadopsi suatu inovasi bila telah menerapkan seluruh atau sebagian penting dari inovasi tersebut secara berkelanjutan. Secara umum, proses adopsi inovasi berlangsung dalam tiga tahap, yaitu tahap praadopsi, adopsi, dan adopsi lanjut. Pada tahap praadopsi, pekebun mulai mendapat informasi mengenai suatu inovasi dari berbagai sumber sehingga mulai muncul kesadaran bahwa usaha tani yang mereka laksanakan saat ini dapat lebih baik dan produktif sehingga
18
meningkatkan pendapatannya. Pada tahap adopsi, petani menerapkan inovasi tersebut dan melanjutkannya karena terbukti lebih baik dan lebih produktif dari inovasi sebelumnya. Adopsi lanjut dapat terjadi jika pekebun telah menikmati hasil dari penerapan inovasi sehingga muncul keinginan yang kuat untuk menerapkan inovasi lain yang relevan maupun yang tidak relevan dengan inovasi yang diadopsi. Adopsi benih dapat menjadi indikator kemajuan perkebunan tanaman dimaksud. Hal ini cukup logis karena perkebunan yang belum
mengadopsi benih unggul hampir dapat dipastikan kondisi pertanamannya kurang baik dan kurang produktif. Sebaliknya, perkebunan yang kurang produktif hampir dapat dipastikan adopsi benih unggulnya juga rendah. Usaha tani kelapa sawit merupakan usaha tani yang paling maju dibanding tanaman perkebunan lainnya karena perluasannya hampir seluruhnya telah mengadopsi benih unggul dan inovasi lainnya (Tabel 1). Walaupun tidak semaju kelapa sawit, peremajaan dan perluasan tanaman kakao juga me-
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian
apakah petani akan memutuskan memakai benih unggul atau tidak, membeli herbisida atau tidak, dan sebagainya. Pengambilan keputusan didasarkan pada pengalamannya sendiri atau dari pengamatan terhadap pemain lain yang sudah menerapkan inovasi. Oleh karena itu, pada tahapan ini terbuka peluang terjadinya dialog dan diskusi untuk membahas pilihan-pilihan yang dihadapi, namun pengambilan keputusan tetap berada di tangan petani. Dalam hal ini, petani belajar tentang dasar-dasar dalam pengambilan keputusan yang akan berguna pada saat mereka menerapkan inovasi tersebut nantinya. Peluang Pengembangan Bentuk Permainan dalam Diseminasi Inovasi Hasil uji coba SimSimJaSa di NTT memang masih menunjukkan beberapa kelemahan, antara lain
kompleksitas sosial ekonomi petani yang tidak semuanya bisa terakomodasi dalam permainan ini. Di samping itu, durasi permainan yang memakan waktu cukup lama dapat menimbulkan kebosanan bagi pemain apabila fasilitator tidak cukup terampil dalam mendampingi permainan ini. Namun terlepas dari kelemahan-kelemahan tersebut, terdapat lessons learned yang dapat membuka wawasan kita bersama. Pertama, permainan seperti SimSim JaSa ini dapat dikembangkan oleh institusi yang menjalankan fungsi diseminasi, seperti BPTP. BPTP merupakan institusi penyedia inovasi spesifik lokasi dan bertugas mengomunikasikan inovasi tersebut kepada pengguna. Kedua, SimSimJaSa cukup efektif untuk mengomunikasikan inovasi baru kepada petani dalam bentuk pendidikan orang dewasa, yaitu terjadinya proses pembelajaran bersama dengan petani, terbukanya peluang untuk dialog,
diskusi dan pengambilan keputusan, serta tidak adanya risiko yang ditanggung oleh petani dalam menguji coba inovasi tersebut selama permainan berlangsung. Agar bentuk permainan simulasi semacam ini dapat dikembangkan dalam mendukung proses diseminasi secara partisipatif, diperlukan dukungan institusi terkait dalam hal pengembangan permainan simulasi, pelatihan bagi fasilitator, dan praktek uji coba permainan simulasi ini (Istriningsih). Informasi lebih lanjut hubungi: Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Jalan Tentara Pelajar Nomor 10 Bogor 16114 Telepon : (0251) 8351277 Faksimile : (0251) 8350928 E-mail : bbp2tp@litbang.deptan.go.id bbp2tp@yahoo.com
Adopsi Benih Unggul Gerbang Adopsi Inovasi Perkebunan Rakyat Adopsi benih unggul merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan perkebunan. Tanaman perkebunan umumnya merupakan tanaman tahunan sehingga ketepatan memilih benih akan menentukan kinerja perkebunan dalam jangka panjang. Benih unggul merupakan pintu masuk bagi inovasi lainnya karena benih unggul akan menunjukkan kinerjanya bila disertai aplikasi inovasi lain yang mengiringinya. Oleh karena itu, adopsi benih unggul sering disebut sebagai gerbang dari adopsi inovasi perkebunan yang lain.
P
etani atau pekebun disebut telah mengadopsi suatu inovasi bila telah menerapkan seluruh atau sebagian penting dari inovasi tersebut secara berkelanjutan. Secara umum, proses adopsi inovasi berlangsung dalam tiga tahap, yaitu tahap praadopsi, adopsi, dan adopsi lanjut. Pada tahap praadopsi, pekebun mulai mendapat informasi mengenai suatu inovasi dari berbagai sumber sehingga mulai muncul kesadaran bahwa usaha tani yang mereka laksanakan saat ini dapat lebih baik dan produktif sehingga
18
meningkatkan pendapatannya. Pada tahap adopsi, petani menerapkan inovasi tersebut dan melanjutkannya karena terbukti lebih baik dan lebih produktif dari inovasi sebelumnya. Adopsi lanjut dapat terjadi jika pekebun telah menikmati hasil dari penerapan inovasi sehingga muncul keinginan yang kuat untuk menerapkan inovasi lain yang relevan maupun yang tidak relevan dengan inovasi yang diadopsi. Adopsi benih dapat menjadi indikator kemajuan perkebunan tanaman dimaksud. Hal ini cukup logis karena perkebunan yang belum
mengadopsi benih unggul hampir dapat dipastikan kondisi pertanamannya kurang baik dan kurang produktif. Sebaliknya, perkebunan yang kurang produktif hampir dapat dipastikan adopsi benih unggulnya juga rendah. Usaha tani kelapa sawit merupakan usaha tani yang paling maju dibanding tanaman perkebunan lainnya karena perluasannya hampir seluruhnya telah mengadopsi benih unggul dan inovasi lainnya (Tabel 1). Walaupun tidak semaju kelapa sawit, peremajaan dan perluasan tanaman kakao juga me-
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian
nunjukkan kemajuan yang signifikan dalam dua tahun terakhir seiring adanya Gerakan Nasional Kakao yang mengintroduksi benih unggul dengan perbanyakan melalui somatic embryogenesis (SE). Kondisi adopsi benih unggul berkorelasi langsung dengan produktivitas. Produktivitas aktual tanaman perkebunan masih kurang dari 50% dari potensinya, kecuali kelapa sawit (Tabel 2). Oleh karena itu, adopsi benih unggul merupakan prioritas utama dalam pengembangan perkebunan. Praadopsi Benih Unggul Pada tahap praadopsi, difusi informasi tentang benih unggul terjadi secara perlahan, tetapi dapat dipercepat melalui pembukaan akses terhadap berbagai informasi, terutama yang berkaitan dengan pengembangan usaha tani. Pada
mulanya, pekebun menggunakan benih asalan, yaitu benih yang berasal dari kebun sendiri atau dari sekitarnya tetapi tidak diketahui jenis dan asal-usulnya. Pekebun berusaha tani secara subsisten atau hasil kebun masih terbatas untuk memenuhi kebutuhan dasar sendiri dan informasi inovasi sangat terbatas. Untuk memperbaiki kondisi tersebut perlu upaya membuka akses terhadap informasi agar pekebun dapat mengadopsi inovasi untuk memenuhi kebutuhan yang lebih luas. Pada gilirannya hal ini dapat mendorong semangat pekebun untuk meningkatkan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan. Dalam kondisi demikian, adopsi inovasi berpeluang untuk berkembang. Pada tahap berikutnya, pekebun melakukan seleksi tanaman yang ada di kebun sendiri untuk menentukan tanaman yang terbaik produktivitasnya untuk dijadikan sumber benih. Selanjutnya, petani
Tabel 1. Perkiraan kondisi adopsi benih unggul untuk penanaman dan peremajaan perkebunan rakyat dalam lima tahun terakhir. Tanaman
Daerah
Kelapa sawit Kakao Karet Kelapa Kopi Lada Cengkih
Sumatera Utara Sulawesi Tenggara Sumatera Selatan Sulawesi Utara Lampung Bangka Jawa Barat
Adopsi benih unggul (%) Praadopsi
Adopsi
Adopsi lanjut
5 50 45 60 60 85 80
40 30 50 35 30 10 10
55 20 5 5 10 5 10
Tabel 2. Produktivitas aktual dan potensial perkebunan rakyat dalam lima tahun terakhir. Tanaman
Daerah
Kelapa sawit Karet Kelapa Kopi Kakao Lada Cengkih
Sumatera Utara Sumatera Selatan Sulawesi Utara Lampung Sulawesi Tenggara Bangka Jawa Barat
Volume 33 Nomor 4, 2011
Produktivitas aktual (t/ha)
Produktivitas potensial (t/ha)
Kinerja (%)
4,5 0,9 1,3 0,7 0,8 0,7 0,4
7,0 2,0 4,0 1,5 2,0 3,0 1,2
64 45 33 47 43 23 33
yang bergabung dalam kelompok saling menukar informasi tentang adanya tanaman yang baik dari lingkungannya untuk dijadikan sumber benih. Pada tahap praadopsi, pekebun tidak mendapat jaminan bahwa benih yang ditanam dapat menghasilkan tanaman yang berkarakter unggul. Hal ini tentu sangat merugikan pekebun apalagi tanaman tahunan membutuhkan investasi yang besar, baik biaya maupun waktu. Walaupun demikian, munculnya kesadaran dan keinginan pekebun untuk memperbaiki usaha taninya sangat penting dalam menuju adopsi benih unggul dan inovasi lainnya. Adopsi Benih Unggul Penggunaan benih hasil seleksi dari kebun sekitarnya merupakan isyarat adanya keinginan yang kuat dari pekebun untuk mengubah keadaan usaha taninya menjadi lebih produktif. Jika dalam keadaan demikian pekebun memperoleh informasi inovasi lebih lanjut maka dengan mudah pekebun dapat mengadopsinya, dengan syarat inovasi tersebut mudah diterapkan dan konsekuensi adopsi inovasi dapat ditanggung oleh petani. Setiap inovasi memiliki konsekuensi terhadap pengadopsinya, baik konsekuensi teknis, ekonomis maupun sosial. Konsekuensi teknis dari adopsi benih unggul adalah terjadinya perubahan cara budi daya tanaman. Konsekuensi teknis tersebut tentu membawa konsekuensi ekonomi, seperti tambahan biaya. Jika sebelum adopsi benih dapat diperoleh tanpa membeli, sesudah adopsi pekebun harus membelinya. Cara pemeliharaan tanaman yang berubah memerlukan input produksi yang juga harus diperoleh dari luar. Karena secara teknis dan ekonomis terjadi perubahan yang mendasar maka pada gilirannya juga terjadi perubahan pola hubungan dalam masyarakat, seperti meningkatnya kebutuhan untuk bekerja sama dalam memecahkan masalah yang muncul dalam menerapkan inovasi
19
Penangkaran benih cengkih AFO di Maluku (kiri) dan penjualan benih pala di Tobelo, Maluku Utara (kanan).
seperti benih unggul. Pola hubungan yang didasarkan pada motif ekonominya meningkat secara tajam. Adopsi benih unggul juga memunculkan risiko yang harus ditanggung pekebun, yang dapat berlipat ganda daripada keadaan sebelumnya. Jika pekebun tidak mampu menanggung risiko, adopsi dapat putus atau pekebun hanya mengadopsi sebagian inovasi yang risikonya masih mampu mereka tanggung. Untuk menghindari hal tersebut diperlukan upaya bersama antara masyarakat dan pemerintah, terutama dalam pengembangan kelembagaan yang dapat mendukung berkembangnya adopsi benih unggul. Pada awalnya pekebun dapat dibantu untuk menyeleksi tanaman yang ada dan menentukan pohon atau populasi yang memiliki keunggulan untuk dijadikan sumber benih yang dapat disertifikasi. Pada tahap ini, umumnya petani memiliki respons tinggi karena konsekuensi masih terbatas pada konsekuensi teknis, tetapi di sisi lain petani memperoleh manfaat dengan makin baiknya mutu benih dan keteraturan penanaman. Jika benih hasil seleksi dan disertifikasi tersebut menunjukkan keunggulan yang berkelanjutan melalui observasi dan pengujian ilmiah, pohon atau populasi tersebut dapat dilepas sebagai varietas spesifik lokasi. Benih yang dihasilkan dari pohon atau populasi tersebut menjadi benih bina. Di wilayah yang
20
bersangkutan, benih tersebut mudah diadopsi pekebun karena mereka dapat langsung menyaksikan keunggulannya dan tidak memerlukan adaptasi seperti halnya benih unggul introduksi. Beberapa pekebun di suatu wilayah umumnya memiliki akses terhadap informasi sehingga dapat menjadi pemimpin pendapat dari anggota kelompok atau anggota masyarakat yang lain. Dorongan yang kuat untuk maju menjadi karakter utamanya sehingga akses terhadap benih unggul nasional akan makin mendorong mereka untuk mencobanya, apalagi bila ditunjang oleh daya tarik keunggulan benih tersebut, seperti benih unggul hibrida ataupun benih transgenik. Konsekuensi dari adopsi benih unggul yang demikian umumnya sangat berat sehingga risikonya pun lebih tinggi. Hal ini karena benih unggul seperti hibrida ataupun transgenik, untuk dapat berproduksi tinggi melebihi benih unggul lokal memerlukan input yang memadai. Jika tidak maka pekebun akan lebih baik menggunakan benih unggul lokal. Berdasarkan pemikiran tersebut maka introduksi benih unggul perlu mengetahui responsnya terhadap penggunaan input. Untuk benih unggul hibrida, introduksi benih unggul saja kurang bijaksana karena pekebun harus memberikan input yang lebih besar daripada jika menggunakan benih lokal. Dengan kata lain, subsidi input lainnya se-
perti pupuk perlu menjadi pertimbangan dalam introduksi benih unggul hibrida. Adopsi Lanjut Benih Ungul Adopsi benih unggul yang secara ekonomi menguntungkan pekebun dan kelompoknya merupakan gerbang adopsi inovasi lainnya. Pada awalnya, adopsi lanjut yang terjadi adalah untuk inovasi yang relevan dengan benih unggul, seperti adopsi benih unggul hibrida yang mensyaratkan pemupukan yang lebih tinggi dan pemeliharaan yang lebih intensif agar hasil meningkat secara signifikan. Pekebun yang telah mengadopsi inovasi benih unggul umumnya lebih terbuka terhadap informasi untuk perbaikan usaha tani. Dengan kata lain, peluang adopsi inovasi lain yang relevan maupun yang tidak relevan dengan benih unggul menjadi lebih besar (Agus Wahyudi).
Informasi lebih lanjut hubungi: Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri Jalan Raya Pakuwon km 2, Parungkuda, Sukabumi 43357 Telepon : (0266) 7070941 Faksimile : (0266) 6542087 E-mail : balittri@gmail.com, balittri@litbang.deptan.go.id
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian