the_ics : Message: Membaca (1)
1 of 4
Sign Out
Hi, Ahmad
http://groups.yahoo.com/group/the_ics/message/11911
Help
Yahoo!
Trending: iPhone birthday
Search
Web Search
Not Found
Start a Group | My Groups
lempoxe — lempoxe@yahoo.com | Group Moderator - Edit Membership
the_ics — Indonesian CyberLibrary Society Messages
Home Messages
Message #
Messages Help
Go Search:
Search
Advanced
Start Topic
Pending Spam?
[Delete]
Post
Membaca (1) Reply | Delete
Message List Message #11911 of 24549 < Prev | Next >
Files Photos
Rekan-rekan,
Links Database Polls Members Pending Calendar Invite Management Groups Labs (Beta) Applications
Info
Settings
Group Information Members: 705 Category: Teaching and Research Founded: Oct 5, 1999 Language: English
Yahoo! Groups Tips Did you know... Real people. Real stories. See how Yahoo! Groups impacts members worldwide.
Best of Y! Groups Check them out and nominate your group.
Kepustakawanan Indonesia ingin sekali dikenal sebagai promotor dari minat atau kebiasaan membaca. Secara sederhana, pemikirannya adalah seperti ini: jika masyarakat senang membaca, maka mereka akan ke perpustakaan. Pertanyaannya adalah: mengapa masyarakat harus senang membaca? Apa sebenarnya nilai-lebih dari membaca, sehingga kepustakawanan Indonesia perlu mendukungnya? Benarkah "membaca itu bagus"?
Sun Dec 28, 2003 2:29 pm Show Message Option
"putu_pendit" <putu_pendit@yahoo.com> putu_pendit Offline Send Email Remove Author | Ban Author
Banyak orang, termasuk pustakawan, yang menyangka bahwa misi perpustakaan sama dengan misi penerbit, yaitu menyebarkan buku seluas-luasnya di masyarakat. Padahal, kalau dipikir-pikir: perpustakaan dan penerbit adalah dua institusi yang berbeda. Penerbit adalah industri dengan landasan kapitalisme untuk menghasilkan uang sebanyak-banyaknya dengan menjual sebanyakbanyaknya karya cetak. Semakin banyak orang membeli buku, semakin bagus. Tentu saja, dengan asumsi bahwa orang membeli buku untuk dibaca. Sebab itu, semakin banyak orang membaca, bagi penerbit, adalah sama dengan semakin banyak orang membeli buku. Perpustakaan tidak demikian. Bagi kepustakawanan, BANYAK MEMBACA tidak sama dengan BANYAK MEMBELI BUKU. Bahkan kalau perlu BANYAK MEMBACA justru sama dengan TIDAK PERLU MEMBELI BUKU. Jadi, pengertian "membaca itu bagus", merupakan konsep yang berbeda untuk penerbit dan untuk perpustakaan. Saya tidak ingin menggugat cara penerbit memandang fenomena "membaca". Adalah hak mereka untuk menjadi industri dan menciptakan profit sebesar-besarnya. Adalah hak raksasa-raksasa seperti Gramedia atau Obor atau Mizan untuk menjadi kaya dengan menjadikan masyarakat Indonesia senang membaca. Adalah hak mereka untuk menggunakan berbagai cara promosi, termasuk membagibagi buku gratis dan mensponsori gerakan-gerakan cinta buku, mensponsori pameran-pameran di kampus, dalam rangka meningkatkan industri mereka. Dan mungkin saja, mereka juga punya "tujuan-tujuan mulia" dalam rangka membantu bangsa ini menjadi lebih baik. Itu hak mereka lah. Kita tidak perlu mempersoalkannya. Yang ingin saya diskusikan adalah cara pandang kepustakawanan Indonesia tentang "membaca". Apakah SEBENARNYA yang dimaksud membaca bagi pustakawan? Apakah membaca adalah "memilih buku di perpustakaan"? Pasti bukan hanya ini, walaupun sebenarnya kepustakawanan menghabiskan banyak sekali dana dan daya untuk mempermudah pengunjung memilih buku yang tepat. Pengetahuan dan kemampuan mengklasifikasi dan menciptakan alat temu kembali seringkali dianggap sebagai "pengetahuan inti" dari seorang pustakawan. Tetapi, terpaksa saya harus ingatkan: klasifikasi dan katalogisasi adalah alat temu-kembali, hanya SALAH SATU saja dari pengetahuan inti seorang pustakawan. Tentu saja, tanpa ada alat-alat ini, akan sulit menemukan apa yang dicari. Apakah membaca, kalau begitu, adalah "mengambil buku dan membawanya pulang (meminjam)"? Pasti juga bukan hanya ini, walaupun sekali lagi kepustakawanan menghabiskan banyak sekali dana dan daya untuk mengembangkan sistem sirkulasi, kalau perlu dengan komputer-komputer yang canggih dan mahal. Seringkali saya bertanya kepada para pembangun sistem komputer, mengapa harga sistem itu bisa jauh lebih mahal daripada
1/11/2012 2:32 PM
the_ics : Message: Membaca (1)
2 of 4
http://groups.yahoo.com/group/the_ics/message/11911
harga buku-buku yang disirkulasi lewat sistem yang bersangkutan? Biasanya, jawaban dari pertanyaan tolol ini adalah "sistem sirkulasi berbasis komputer akan membuat pekerjaan lebih efisien dan efektif". Dengan kata lain, perpustakaan menghabiskan dana besar agar pengunjung mudah meminjam dan membawa pulang buku. Tetapi... sistem mahal dan canggih ini tidak pernah bisa memastikan bahwa buku itu akhirnya dibaca, bukan? Apakah membaca, dengan demikian, adalah "duduk di perpustakaan dan membaca"? Dibandingkan "temu kembali" dan "sirkulasi", barangkali kegiatan duduk di perpustakaan inilah yang paling mendekati makna "membaca" yang tepat untuk kepustakawanan. Terlebih-lebih, kita dapat membuatnya lebih spesifik lagi, yaitu "membaca dalam diam" dan "membaca sendirian". Sebab, kepustakawanan tentu saja melarang orang membaca keras-keras di perpustakaan, atau beramai-ramai bergantian membaca sebuah buku sambil duduk melingkar. Membaca keraskeras dan bersama-sama sebenarnya adalah "mengaji" (untuk Muslim) atau "membasan" (Bali) atau "macopat" (Jawa) atau "berbalas pantun" (Minangkabau, Melayu). Kepustakawanan masih mengijinkan seseorang membaca keras-keras, lalu sekelompok orang lain (biasanya anak-anak) mendengarkan. Ini namanya mendongeng alias story-telling. Tetapi, kegiatan ini sebenarnya adalah promosi bagi kegiatan "membaca yang sesungguhnya". Lagipula, ini adalah kegiatan anak-anak. Saya belum pernah mendengar ada kegiatan mendongeng yang diikuti ibu-ibu atau bapak-bapak. Mendongeng adalah sebenarnya promosi bagi kegiatan membaca yang (mungkin secara tidak sadar) didukung oleh kepustakawanan, yaitu "membaca sendirian dalam diam". Setiap kali seseorang membaca sendirian dalam diam, maka dia menjadi individual sejati. Berbeda dengan membaca keras-keras dan bersamasama ketika kita mengaji, mebasan, macopat, atau berbalas pantun. Ketika melakukan "membaca bersama" seperti ini, maka kita menjadi anggota dari kelompok. Membaca dalam diam adalah individualisme, membaca bersama adalah kolektivisme. Apakah, dengan demikian, sebenarnya kepustakawanan menyokong individualisme dan menolak kolektivisme? Sebelum menjawab pertanyaan itu, mari kita periksa: sesungguhnya apa yang terjadi ketika seseorang membaca dalam diam, dan apa bedanya jika dia melakukannya dengan suara keras dan bersama-sama orang lain? Saya yakin Anda semua pernah berdoa. Ada dua macam doa, bukan? Pertama, adalah doa di dalam hati, yang Anda lakukan sendirian, biasanya sambil memejamkan mata dan menunduk. Kedua, doa bersama, disuarakan keras-keras, agar dapat didengar baik oleh Anda sendiri maupun orang lain. Bisakah Anda merasakan perbedaannya? Ketika berdoa sendirian, Anda memerlukan konsentrasi penuh sekaligus menutup diri dari dunia luar. Anda sendirian bersama Tuhan atau Allah atau Hyang Widhi...( whatever lah!) .... Di dalam kesendirian itu, terjadi proses maha hebat yang melibatkan keheningan jiwa sekaligus eksplorasi yang jauh dan mendalam. Ini, tentu saja, dengan asumsi bahwa Anda benar-benar berdoa, bukan sedang pura-pura berdoa padahal sedang ngelamun jorok... hehehehe. Sebaliknya, ketika berdoa beramai-ramai, kita tidak memerlukan konsentrasi sepenuh jika berdoa sendiri. Berdoa beramai-ramai dengan suara keras (hayo... siapa yang paling keras bilang "amiiiiin..."!) justru ditujukan untuk menciptakan perasaan bersama-sama dalam satu kesatuan. Kita ingin mendengar suara kita mengucap asma Tuhan menjadi bagian dari suara-suara lain yang mengucapkan hal sama. Dengan kata lain, kita berdoa keras-keras agar kita menjadi bagian dari umat yang sedang memuja Sang Pencipta. Tentu saja, baik dalam berdoa sendirian ataupun berdoa bersama-sama, tetap berlaku asumsi: bahwa Anda memang sedang berdoa, bukan sedang melakukan PDKT sesama pendoa yang kebetulan satu mesjid atau satu gereja.. hehehehe. Nah, membaca sendirian dalam diam adalah berdoa juga. Sama halnya dengan berdoa, membaca juga memerlukan keyakinan, iman, motivasi, disiplin, dan..... (yang sering orang lupakan)... kebebasan penuh untuk bercakap-cakap dengan siapa pun, termasuk dengan Tuhan, Allah, Hyang Widhi... Membaca sendirian dalam diam, adalah wujud dari individualisme dan kebebasan pribadi. Jika kepustakawanan bermaksud mempromosikan dan mendukung "budaya baca", maka dalam konteks ini kepustakawanan mendukung kebudayaan individual dan kebebasan. Persoalannya sekarang adalah, apakah kebudayaan seperti ini bertolak belakang dengan kebudayaan komunal, kolegial, dan "kekeluargaan" sebagaimana yang selama ini kita agung-agungkan? Selain itu, jika memang Kepustawanan Indonesia mendukung budaya membaca sendirian dalam diam, apa saja yang telah dilakukan?
1/11/2012 2:32 PM
the_ics : Message: Membaca (1)
3 of 4
http://groups.yahoo.com/group/the_ics/message/11911
Perpustakaan Nasional dan perpustakaan-perpustakaan lain di Indonesia sering sekali mengadakan "promosi minat baca". Bentuknya seringkali seremonial, dan berisi lomba-lomba yang pada akhirnya meminta si pembaca (biasanya anak-anak dan remaja) untuk menyuarakan (atau mempresentasikan) bacaannya. Berbarengan dengan itu, juga ada berbagai seminar atau "talk show" yang pada dasarnya adalah cuapcuap lisan, presentasi oral, bercakap-cakap dalam suasana bersamasama dan beramai-ramai. Hal ini, sebenarnya bertentangan dengan budaya individual-bebas yang mengandalkan konsentrasi dan kesendirian. Perlombaan membaca yang selama ini didukung oleh kepustakawanan Indonesia adalah bagian dari budaya kolegial, koletivis, dan "kekeluargaan". Budaya baca macam apa yang hendak dibangun lewat "promosi minat baca" semacam ini? Kita juga dapat mempertanyakan strategi kepustakawanan Indonesia selama ini, manakala kita lihat bahwa promosi minat baca biasanya juga membonceng promosi penerbit, lewat pameran-pameran buku dan penjualan buku murah. Pameran dan promosi seperti ini adalah alat kapitalisme industri buku (yang tentu saja positif!), tetapi belum tentu sesuai dengan budaya baca sebagaimana yang tercipta lewat kebiasaan membaca sendirian dalam diam. Saya sendiri tidak terlalu tahu, apa sebenarnya strategi Perpustakaan Nasional atau perpustakaan lainnya, dalam hal promosi minat baca. Tetapi, saya rasa perlu ada kepastian, apa yang sesungguhnya diinginkan Kepustakawanan Indonesia. Jangan sampai, promosi minat baca ini hanyalah apendiks dari industri buku dan penerbit, atau hanya pelepasan nafsu membuat proyek-proyek demi kepentingan pribadi. Sementara menunggu respon dan diskusi, saya hendak bertanya kepada Anda masing-masing: .."sudahkah Anda membaca hari ini?".. dalam nada yang sama dengan bertanya.. "sudahkah Anda berdoa hari ini?" Cheers, Putu Pendit
Reply
Delete
Expand Messages
Message #11911 of 24549 < Prev | Next >
Author
Sort by Date
putu_pendit
Dec 28, 2003 2:29 pm
Diah utari2000us
Dec 28, 2003 11:19 pm
putu_pendit
Dec 29, 2003 3:20 am
d_witono
Dec 29, 2003 3:18 am
putu_pendit
Dec 29, 2003 3:35 am
Octavian, Yuan (CIF... yuan_net
Dec 30, 2003 6:02 pm
putu_pendit
Dec 31, 2003 8:36 am
Re: Membaca (1) ... Ini bukan diskusi, lebih tepatnya koleksi celetukan, tapi siapa tahu bisa buat inspirasi buku yang sedang Bapak tulis: Teman saya bilang, untuk menguasai...
Yudho Giri Sucahyo yudhogs
Dec 31, 2003 10:26 am
Re: Membaca (1) Kegiatan membaca oleh banyak lebih sering diartikan secara sempit. Mungkin akan lebih enak kalau kita menggunakan istilah "Pembelajaran". Termasuk didalam...
Hendro Wicaksono jipui2000
Dec 31, 2003 9:18 pm
putu_pendit
Jan 1, 2004 6:01 am
Membaca (1) Rekan-rekan, Kepustakawanan Indonesia ingin sekali dikenal sebagai promotor dari minat atau kebiasaan membaca. Secara sederhana, pemikirannya adalah seperti... Re: Membaca (1) Saya suka dengan tulisan-tulisan P. Putu dan rekan-rekan di milis ini. Meski tidak lagi berkecimpung di dunia perpustakaan, saya tetap senang mengikuti diskusi... Re: Membaca (1) Diah, Terimakasih atas komentarnya. "Membaca" yang saya maksud memang "membaca buku". Mungkin juga harus dipertegas bahwa "membaca buku" inilah yang sangat... Re: Membaca (1) Seperti biasanya tulisan Pak Putu yang tajam, runtut dalam jalinan kata yang menggoda, selalu menarik perhatian. Tulisan tentang "membaca" begitu mengejutkan... Re: Membaca (1) PakDe(Witono), Terimakasih atas sumbang sarannya yang orisinal. Memang, ... Salah satu perbedaan utama teks buku dan teks digital adalah pada "hypertextuality"... Re: Membaca (1) Pak Putu, Dari awal sebenarnya saya sudah ingin bertanya, tapi kok sulit banget menemukan kata-kata yang cocok. Saya coba pikirin untuk beberapa saat, tapi ... Re: Membaca (1) Yuan dan rekan-rekan ... Jawabnya juga sederhana: tidak ada yang salah dengan membaca beramai- ramai....hehehehehe. ... Itu kesan. Memang dapat muncul seperti...
Re: Membaca (1) Hendro dan rekan-rekan, ... Istilah yang lebih luas dari "membaca" memang adalah "membaca dan menulis" (literacy). Tetapi kalau diperluas lagi juga bisa:...
1/11/2012 2:32 PM
the_ics : Message: Membaca (1)
4 of 4
http://groups.yahoo.com/group/the_ics/message/11911
Re: Membaca (1) kita semua pasti pernah punya pengalaman baca buku pelajaran atau majalah/koran rame-rame temen kan? coba inget-inget waktu SD. pasti pernah. pas SMP, SMU, ...
widya chalid chalidnet
Jan 2, 2004 5:25 pm
clara naibaho cnaibaho
Jan 2, 2004 5:25 pm
Toosye.Damayanti@brit...
Dec 30, 2003 6:08 pm
Achmad Bilal Hamdani achmadbilal
Dec 30, 2003 11:25 pm
Soeripto, Yuni (CIF... Y.SOERIPTO@CGIAR.ORG
Jan 4, 2004 5:50 pm
haris fuadi ydawv
Jan 4, 2004 6:28 pm
slamet Riyanto novlava
Jan 4, 2004 8:36 pm
putu_pendit
Jan 6, 2004 7:25 pm
Re: Membaca (1) Rekan Putu, Banyak yang mengatakan bahwa bangsa kita umumnya masih berputar sekitar masalah minat baca, sementara di belahan dunia lain (negara maju) orang ...
Harkrisyati.Kamil@bri...
Jan 4, 2004 8:59 pm
Re: Membaca (1) Rekan semua, Menurut saya terdapat perbedaan mendasar seorang pustakawan yang bekerja di perpustakaan dan pengguna dalam menggunakan perpustakaan, untuk...
irman siswadi siswadi02@eudoramail....
Jan 4, 2004 9:08 pm
Re: Membaca (1) Rekan semua, Saya mencoba untuk mengikuti yang menjadi pembahasan tentang membaca dan akhirnya muncul kata menulis. Menurut saya keduanya merupakan...
irman siswadi siswadi02@eudoramail....
Jan 7, 2004 12:55 am
Re: Membaca (1) ... Menurut saya tentu ada bedanya membaca sendiri dan membaca beramai-ramai. Mungkin pemahaman dan penghayatan yang lebih mendalam jika membaca sendiri. ... ... Re: Membaca (1) seperti posting posting Pak Putu yang sebelumnya ttg koleksi agama di perpustakaan atau kali ini tentang membaca, semuanya berkorelasi dengan ekspresi nilai... Re: Membaca (1) Pak Putu itu selalu mengaitkan fakta dengan ontologi/epistemologi/aksiologi. Kemudian menuturkan dengan bahasa yang mudah dimengerti. [Ini yg susyah..] ... Re: Membaca (1) ... From: putu_pendit [mailto:putu_pendit@yahoo.com] Sent: Monday, December 29, 2003 5:29 AM Kepustakawanan Indonesia ingin sekali dikenal sebagai promotor... Re: Membaca (1) ... tidak ... # mungkin perlu diperjelas minat baca yang seperti apa yang rendah itu ... barangkali ada tingkatan-tingkatan minat baca, kalau sekedar membaca... Re: Membaca (1) Minat Baca Kita Rendah? ... tidak ... saja bagi tidak lakunya perpustakaan. ... Saya salah satu yang kurang sepakat bahwa minat baca masyarakat kita rendah. ... Re: Membaca (1) Rekan-rekan, Terimakasih atas minatnya tentang diskusi "membaca". Ternyata saya salah sangka... banyak juga orang di ICS ini yang berminat soal baca- ...
< Prev Topic | Next Topic > Message #
Go Search:
Search
Advanced
Start Topic
SPONSOR RESULTS
Search Engine White Paper searchtechnologies.com/white-papers - Advice, ideas and inspiration from the experts in the search space
Library Automation www.surpasssoftware.com - Affordable and powerful automation for single or multi-site libraries
Project Management DoTellAll.com/Project-Management - Browse Listings For Project Management. Get Reliable Advice Near You!
Copyright Š 2012 Yahoo! Inc. All rights reserved. Privacy Policy - Terms of Service - Copyright Policy - Guidelines NEW - Help
1/11/2012 2:32 PM
the_ics : Message: Membaca (2)
1 of 3
Sign Out
Hi, Ahmad
http://groups.yahoo.com/group/the_ics/message/11932
Help
Yahoo!
Trending: iPhone birthday
Search
Web Search
Not Found
Start a Group | My Groups
lempoxe Â&#x2014; lempoxe@yahoo.com | Group Moderator - Edit Membership
the_ics Â&#x2014; Indonesian CyberLibrary Society Messages
Home Messages
Message #
Messages Help
Go Search:
Search
Advanced
Start Topic
Pending Spam?
[Delete]
Post
Membaca (2) Reply | Delete
Message List Message #11932 of 24549 < Prev | Next >
Files Photos
Rekan-rekan,
Links Database Polls Members Pending
... diskusi pun berlanjut, setidaknya untuk yang berminat..:-)) Sekarang, mari kita pakai konsep "membaca dan menulis" (atau "literacy", "melek huruf") sebagai dasar dari diskusi tentang kultur membaca yang sedang coba dikembangkan oleh kepustakawanan Indonesia, dan yang sedang kita coba persoalkan di ICS tercinta ini.
Calendar Invite Management Groups Labs (Beta)
Bangsa Indonesia sebenarnya adalah bagian dari sedikit bangsa di Asia yang memutuskan untuk menggunakan latin dan bahasa persatuan pada saat merdeka (bangsa lain, misalnya, adalah Malaysia dan Brunei). Perhatikanlah bahwa sebelum kita merdeka, sudah ada banyak bahasa lain yang tersebar dan terpakai di seluruh nusantara. Selain itu, huruf yang digunakan pada umumnya datang dari Sansekerta dan Arab. Tulisan latin dibawa oleh pedagang Eropa dan misionaris Kristen, jauh belakangan.
Fri Jan 2, 2004 4:30 pm Show Message Option
"putu_pendit" <putu_pendit@yahoo.com> putu_pendit Offline Send Email Remove Author | Ban Author
Applications
Info
Settings
Group Information Members: 705 Category: Teaching and Research
Kita memutuskan memakai huruf latin dan Bahasa Indonesia karena pertimbangan modernisasi dan globalisasi. Sejak awal foundingfathers kita beranggapan bahwa tulisan latin dan Bahasa Indonesia adalah alat modernisasi (terutama industri dan perdagangan) dan akan membawa bangsa ini ke pergaulan internasional. Bersama dengan Malaysia (dan lalu Brunei), kita memutuskan untuk "menomorduakan" tulisan dan bahasa lain. Tidak seperti Thailand, atau Viet Nam, Cina, Korea, Jepang... semuanya mempertahankan tulisan dan bahasa "asli" mereka, selain tulisan latin.
Founded: Oct 5, 1999 Language: English
Yahoo! Groups Tips Did you know... It's your group. Make it marvelous. Check out Moderator Central.
Best of Y! Groups Check them out and nominate your group.
Apa artinya ini bagi "kultur membaca" di Indonesia? Ini artinya, sejak awal kita sudah mengambil risiko sangat besar untuk menciptakan sebuah kultur baru, kultur modern, di tengah masyarakat yang ratusan tahun berkembang dengan bahasa dan tulisan non-latin. Selain itu, ada risiko "tersembunyi" lainnya: kita mengembangkan sebuah kultur kolonial, karena tulisan latin dan Bahasa Indonesia sesungguhnya juga alat Belanda untuk mematahkan kekuasaan lokal. Kita musti ingat, kerajaan-kerajaan di Indonesia pra-kolonial pada umumnya berbahasa non-latin. Adalah Belanda dan sistem administrasi penjajahannya yang "memaksakan" tulisan latin kepada para pekerja "inlander" mereka. Ini risiko sangat besar dan telah dibayar amat mahal oleh bangsa kita. Ongkos yang digunakan untuk me-"latin"-kan dan mem-"bahasa Indonesia"-kan orang Indonesia sangat besar. Lewat programprogram "pemberantasan butahuruf" yang massal dan bersifat "top down", kita melakukan kerja raksasa mengubah bangsa ini menjadi bangsa bertulisan latin dan berbahasa Indonesia. Kepustakawanan Indonesia ikut berperan di sini, dan mendapat dana besar sekali untuk mendirikan (meneruskan sistem Belanda) sekitar 24.000 taman bacaan sepanjang awal-awal kemerdekaan. Siapa yang membayar ongkos untuk itu? Ada UNESCO, tetapi juga jangan lupa: ada Belanda dan negara-negara industri yang sekarang ini menjadi OECD dan sumber hutang terbesar kita. Pemberantasan butahuruf adalah cara cepat dan cara pertama, atau langkah pertama, dari sebuah kultur yang sekarang kita sebut "membaca dan menulis" itu. Langkah pertama ini sejak awal sudah berciri-khas: untuk kepentingan modernisasi dan industri. Mengapa semua orang Indonesia harus "bebas dari buta huruf"? Karena mereka harus dapat "berfungsi". Dalam istilah teknis Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, orang Indonesia harus sedikit-banyaknya
1/11/2012 2:58 PM
the_ics : Message: Membaca (2)
2 of 3
http://groups.yahoo.com/group/the_ics/message/11932
memiliki "functional literacy". Berfungsi untuk apa? Berfungsi sebagai angkatan kerja, tentu saja! Dengan berbahasa latin dan Indonesia, orang Indonesia bisa bekerja di pabrik-pabrik, dan kantorkantor, bisa jadi "ambtenaar" dan pegawai negeri. (Selanjutnya, dengan berbahasa Inggris, orang Indonesa bisa bekerja di kantor asing... hehehehehe). Bayaran untuk orang yang punya "functional literacy" lebih tinggi daripada yang buta huruf. Kepemilikan kemampuan "berbahasa Indonesia" sama dengan tiket untuk masuk ke kerajaan industri. Mohon maaf kalau alinea di atas kedengarannya "sinis". Tetapi, maksud saya adalah: kultur membaca yang diciptakan lewat tulisan latin dan bahasa Indonesia adalah kultur moderen dan bagian dari industrialisasi. Sementara itu, pada saat yang bersamaan, kita masih punya "kultur membaca" yang lain, yang mempunyai dasar lebih "dalam" dan lebih lama di Indonesia. Saya ambil contoh "mengaji". Saya tidak ingin membahas sisi agamanya, karena saya tidak mampu melakukan itu. Mengaji memerlukan kemampuan berbahasa Arab yang sangat tinggi tingkatannya, tetapi kita tetap mengganggap bahwa orang yang bisa membaca Al Quran tergolong "buta huruf" kalau tidak bisa berbahasa latin, bukan? Kita juga tidak menguji orang untuk bekerja di pabrik atau di kantor dengan menguji kemampuan berbahasa Arabnya, bukan? Padahal, di masyarakat Indonesia tercipta nilai yang sangat tinggi, nilai religius, bagi orang-orang yang bisa mengaji dengan baik. Bagi orang Islam, dan bahkan bagi semua orang Indonesia, "orang yang bisa mengaji adalah orang baik", adalah orang yang patut ditiru dan dicontoh. Dengan kata lain, "membaca" dalam konteks "mengaji" adalah dalam rangka menjadi orang baik, dan dalam rangka menciptakan masyarakat yang baik. Kita dapat melanjutkan analogi mengaji ini ke "macopat" di masyarakat Jawa, "mebasan" di masyarakat Bali, dan "berbalas pantun" di masyarakat Minangkabau. Di masing-masing masyarakat tersebut, orang-orang yang dapat "membaca" dalam acara macopat, mebasan, atau berbalas pantun, adalah "orang-orang khusus" dan biasanya dipandang dengan hormat oleh masyarakatnya. Di kalangan orang Jawa, macopat dan para pelakunya adalah sumber bagi "nilai-nilai agung" kebudayaan Jawa. Namun, semua nilai-nilai tinggi tersebut tidak "diakui" sebagai "kultur membaca". Bahkan, ada ahli-ahli yang mengganggap itu semua "kultur lisan"! Tentu saja, ini menimbulkan pertanyaan: bagaimana mengaji, macopat, membasan, dan berbalas pantun bisa jadi "kultur lisan", kalau orang-orang yang melakukannya harus bisa MEMBACA TULISAN (Arab, Sansekerta, Jawa, Bali) sebelum bisa melakukan semua itu???? Di sinilah letak komplikasi dan tantangan bangsa Indonesia dalam konteks membaca dan promosi "gemar membaca"! Di satu sisi, kita meletakkan nilai tinggi kepada "membaca latin" untuk industri. Di sisi lain, kita meletakkan nilai tinggi kepada "membaca non-latin" untuk nilai-nilai religius/rohani. Implikasinya: timbul kesan bahwa "industri" dan "religi" adalah urusan sendiri-sendiri. Di satu sisi, kita menganggap "membaca latin" adalah kultur-tulisan. Di sisi lain, kita menganggap "membaca Al-Quran" atau "membaca lontar" adalah kultur-lisan. Implikasinya: kultur lisan dianggap "tidak fungsional" dan muncullah "dua kebudayaan" yang saling mengritik dengan tajam; "orang modern" mengejek "orang tradisional", sementara "orang tradisional" menjelek-jelekkan "orang modern". Di satu sisi, kita mengembangkan "membaca latin" sebagai "membaca sendirian dalam diam". Di sisi lain, kita mengagungkan nilai kebersamaan dalam "membaca non-latin". Implikasinya: keragu-raguan apakah bangsa Indonesia adalah bangsa yang "individualis" atau bangsa yang "populis"; muncul berbagai perdebatan yang mencari batas pemisah antara keduanya, padahal manusia tidak dapat hidup tanpa sekaligus menjadi individualis dan populis. Dan semua itu akarnya bisa didapatkan di persoalan "membaca dan menulis"!!!! Sekarang, tambahkan lagi persoalan bahasa daerah, kultur daerah, dan tantangan bangsa Indonesia sebagai "bangsa yang satu", maka lengkaplah kerumitan itu. Belum lagi ditambah dengan kehendak kita untuk menguasai bahasa Internasional (misalnya Inggris). Tidaklah heran jika akhirnya "orang Indonesia" adalah mahluk yang paling rumit di dunia.... hahahaha. Kepustakawanan Indonesia "ketiban sial" karena harus berhadapan
1/11/2012 2:58 PM
the_ics : Message: Membaca (2)
3 of 3
http://groups.yahoo.com/group/the_ics/message/11932
dengan masyarakat yang sangat kompleks dalam hal "membaca dan menulis". Di sini juga kita lihat perbedaan yang sangat jelas antara "kepustakawanan" dan "penerbitan". Industri penerbitan lebih "beruntung" karena mereka "hanya" mengurusi kultur membaca latin. Mereka terutama mempromosikan minat baca untuk kepentingan menjual sebanyak mungkin buku (berbahasa latin). Kita, para pustakawan, menghadapi kultur yang jauh lebih rumit daripada itu. Tetapi, "sial"-nya, kepustakawanan Indonesia dianggap tidak penting, dan para pustakawannya juga -pada umumnya- tidak dilengkapi cukup pengetahuan untuk menghadapi kerumitan itu. Kepustakawanan dan pustakawan Indonesia cuma dibekali keahlian katalogisasi dan klasifikasi... hehehehe... paling-paling ditambah keahlian mengutak-atik komputer (itu juga tanggung...). Kepustakawanan umum (public librarianships) di Indonesia tidak memiliki cukup dana, perangkat, dan pegawai untuk menghadapi masalah yang demikian kompleks tersebut. Perpustakaan Nasional cuma gede di namanya, tetapi tidak diberi cukup wewenang dan sumberdaya untuk menjadi benar-benar NASIONAL. Sekarang lembaga ini malah "dipreteli" di daerah-daerah. Sudah begitu, kita semua "sok jago" mau mengurusi dan mempromosikan minat baca.... hehehehehe. Tulisan pendek ini, tentu saja, tentu saja, tentu saja (tiga kali, tuh!)... tidak lengkap dan sangat terburu-buru mengambil kesimpulan. Tujuan saya sederhana saja: mengajak Anda berpikir sedikit lebih banyak tentang "minat baca" dan "kultur membaca". Saya tahu, Anda semua sibuk mengurusi perpustakaan masing-masing, sibuk mengatalog, sibuk menelusuri Internet, sibuk mengembangkan database, sibuk ngurusin proyek (hehehehe!), tetapi luangkanlah waktu barang 15 menit sehari untuk merenungi nasib bangsa ini dari segi "membaca dan menulis". Sekali-kali, kayaknya bagus juga kalau masing-masing kita memikirkan bangsa ini, dan berhenti sejenak memikirkan diri sendiri. SELAMAT TAHUN BARU 2004 Cheers, Putu Pendit
Reply
Delete
Message #11932 of 24549 < Prev | Next >
Expand Messages
Membaca (2) Rekan-rekan, ... diskusi pun berlanjut, setidaknya untuk yang berminat..:-)) Sekarang, mari kita pakai konsep "membaca dan menulis" (atau "literacy", "melek... Re: Membaca (2) Rekan semua, Menggunakan 'bahasa Indonesia' dan 'huruf latin' bagi rakyat Indonesia mengingatkan saya akan meng'nasi'kan rakyat Indonesia untuk makanan pokok... Re: Membaca (2) Pertama-tama izinkan saya mengemukakan rasa kagum saya terhadap strategi Pak Putu yang senantiasa memancing diskusi melalui topik ini. Dengan cara ini, milis...
Author
Sort by Date
putu_pendit
Jan 2, 2004 4:31 pm
irman siswadi siswadi02@eudoramail....
Jan 5, 2004 12:10 am
Syarifuddin Atjtje satjtje
Jan 5, 2004 9:01 pm
< Prev Topic | Next Topic > Message #
Go Search:
Search
Advanced
Start Topic
SPONSOR RESULTS
Search Engine White Paper searchtechnologies.com/white-papers - Advice, ideas and inspiration from the experts in the search space
Library Automation www.surpasssoftware.com - Affordable and powerful automation for single or multi-site libraries
Knowledge Management? ManagementUpdate.info - Learn the basics and gain access to useful resources.
Copyright Š 2012 Yahoo! Inc. All rights reserved. Privacy Policy - Terms of Service - Copyright Policy - Guidelines NEW - Help
1/11/2012 2:58 PM