2 minute read
Garap Raperda Rumah Restorative Justice
BOGORBadan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota
Bogor saat ini tengah menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda), tentang Rumah Restorative Justice yang diajukan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor.
Ketua Bapemperda DPRD
Kota Bogor, Endah Purwanti mengatakan, setelah selesai tersusunnya naskah akadamis dan draft Raperda tersebut, Bapemperda DPRD Kota Bogor akan segera mengajukan pembahasan Raperda.
“Kami sudah mendapatkan khazanah ilmu, bahwa restorative justice ini merupakan ikhtiar dalam penyelesaian masalah diluar kasus persidangan. Sehingga, jika ini bisa diperdakan maka menjadi sangat bagus untuk Kota Bogor,” kata Endah, Rabu (12/4). Dalam Raperda tersebut, Endah menerangkan maksud dibuatnya Raperda tentang Rumah Restorative Justice, adalah untuk meningkatkan keterlibatkan seluruh elemen masyarakat, agar lebih peka terhadap permasalahan di lingkungannya. Juga berpe ran aktif dalam penyelesaian setiap permasalahan yang terjadi. “Didalam Raperda ini juga kami memiliki tujuan salah satunya untuk memberikan penyelesaikan perkara yang menghasilkan keputusan yang diterima oleh semua pihak dengan mengembalikan pada kondisi semula, tanpa menimbulkan stigma negatif dan pembalasan,” terang Endah.
Nantinya, lokasi untuk pelaksanaan Raperda tentang Ru mah Restorative Justice, akan berada di tingkat kelurahan dan kecamatan se-Kota Bogor. Di mana dalam penetapannya, akan diatur didalam Peraturan Walikota. Sekaligus melibatkan perguruan tinggi, dalam penyelenggaraan Rumah Restorative Justice.
“Tentu didalam Raperda ini akan ada batasan antara kewenangan Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada,” pungkasnya.
Untuk diketahui, Kota Bogor sudah memiliki Rumah Restorative Justice yang berlokasi di Kelurahan Cimahpar, Kecamatan Bogor Utara, dan diresmikan pada Agustus tahun lalu. Dibentuknya Bale
Badami Adhyaksa Rumah
Keadilan Restorative, merupakan tindak lanjut himbauan dari kebijakan pimpinan kejaksaan tertinggi.
Latar belakang dibangunnya
Rumah Keadilan Restorative Justice, adalah banyak perkara sederhana yang diajukan ke pengadilan, jika dilihat dari sisi lain, bisa diselesaikan dengan dialog atau musyawarah antar kedua pihak yang terkait, dan kembali ke nilainilai awal.
Adapun syarat utama Restorative Justice, adalah terjadi perdamaian pihak yang terlibat, dan syarat lain. Di antaranya ancaman dibawah lima tahun, kerugian dibawah Rp 2,5 juta, dan pertama kali melakukan tindak kejahatan.(ded/c)
BOGORPolresta Bogor Kota bersama Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor memusnahkan 5 ribu botol minuman keras (miras), dan 28 ribu petasan, di Mako Kedunghalang Polresta Bogor Kota, Rabu (12/4).
Kapolresta Bogor Kota, Kombes Pol Bismo Teguh Prakoso menjelaskan, ribuan bo tol miras dan petasam tersebut, merupakan hasil sitaan operasi yang digelar polisi, sejak 29 Maret-10 April 2023. “Operasi ini kami laksanakan berdasar pada masukan masyarakat dalam program Jumat Curhat dan Ngopi Bareng Kapolresta. Masyarakat mengeluhkan dampak dari adanya miras yang dapat menghilangkan kesadaran, menimbulkan tawuran, pertikaian, hingga kecelakaan lalu lintas,” jelasnya. Polisi juga menyita petasan dari penjualnya, karena dianggap berbahaya dan berpotensi mengakibatkan tawuran. Total, ada 28.011 buah petasan yang disita, kemudian dimusnahkan dengan cara disiram air.
Sementara itu, ribuan botol miras dimusnahkan dengan cara dilindas alat berat, yang dikendarai oleh Kapolresta bersama Wali Kota Bogor, Bima
Arya, dan Komandan Kodim 0606, Letkol Inf Ali Ikhwan. Tak berhenti di situ, Kapolresta juga memusnahkan 1.333 knalpot brong, yang berhasil disita dalam operasi yang digelarnya, bersama pihak TNI, dan Satpol PP di sejumlah titik di Kota Bogor.
“Knalpot brong ini melanggar
UU Lalu Lintas Angkutan Jalan Nomor 22 tahun 2009 Pasal 285 junto 106 yang menyebutkan bahwa kendaraan itu harus memiliki standar kelaikan termasuk knalpot. Oleh karena itu, ketika knalpot desibel suara melewati batas maka termasuk pelanggaran dan dapat dikenakan hukuman 1 bulan penjara dan denda sebesar Rp250 ribu,” jelasnya. Seperti petasan, knalpot brong juga dilihatnya dapat menimbulkan perselisihan dengan tetangga. Selain itu menurutnya, pengguna knalpot brong cenderung berkendara dengan kecepatan tinggi. Sehingga berpotensi menimbulkan kecelakaan. Sementara itu, Wali Kota Bogor, Bima Arya menilai, jual beli miras merupakan penyakit laten yang terus menerus terjadi. Oleh karena itu menurutnya, perlu ada konsistensi penindakan hingga ke hulunya.
“Produsennya juga harus disikat, ditindak dan diproses hukum. Karena Perdanya sudah jelas miras dengan kadar alkohol di atas 5 persen tidak boleh,” tegasnya. (fat/c)