
2 minute read
Lulusan Vokasi UI Langsung Punya Sertifikasi
JAKARTA–Seiring berjalannya waktu, pendidikan vokasi semakin menarik minat anakanak muda Indonesia. Pemerintah juga melakukan berbagai upaya agar vokasi bisa semakin berkembang. Dengan begitu, mampu menghasilkan lulusan yang siap bersaing di industri dalam maupun luar negeri. Universitas Indonesia (UI) menjadi salah satu pionir pengembangan pendidikan vokasi. Kampus dengan almamater berwarna kuning itu, kini sudah memiliki 15 program studi (prodi) di Program Pendidikan Vokasi. Terdiri dari 9 program Diploma 3 (D3) dan 6 program Diploma 4 (D4). Meski baru berdiri pada tahun 2008 lalu, mahasiswa Vokasi UI telah banyak menghasilkan inovasi. Seperti mahasiswa Prodi Akuntansi yang mampu mendirikan Klinik Pajak. Klinik ini setiap tahunnya melayani pengisian SPT untuk dosen dan karyawan UI maupun masyarakat umum. Padahal pekerjaan ini biasa dilakukan oleh lulusan S1 yang sudah memiliki pengalaman bekerja di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Namun, dapat ditangani oleh mahasiswa Vokasi UI tingkat 2. Adapula mahasiswa yang dikirim magang di negara Inggris, yang mampu memperbaiki Standard Operating Procedure (SOP) yang diterapkan oleh perusahaanperusahaan besar. Belum lagi mahasiswa yang direkrut sebelum lulus oleh berbagai perusahaan dan jumlahnya sangat banyak.
“Kita kalau dari komposisi, 30 persen teori, 70 persen praktik. Kita mendesign mahasiswa berbasis empiris, mengenali dunia kerja. Oleh karena itu, kita membuat program yang lebih banyak berinteraksi dengan dunia kerja,” kata Direktur Program Pendidikan Vokasi UI, Padang Wicaksono saat berbincang dengan JawaPos.com Vokasi UI juga memiliki 9 teaching factory. Sarana ini bisa dipakai oleh mahasiswa untuk mengasah keterampilan kerja. Teaching factory juga bisa menjadi tempat magang mahasiswa, maupun memberikan pelayanan kepada masyarakat umum untuk berbagai kebutuhan.
Padang memastikan, kapasitas mahasiswa Vokasi UI sudah teruji. Bahkan bisa bersaing di dunia industri dalam maupun luar negeri. Sejak tahun lalu, mahasiswa vokasi juga banyak yang telah dikirim ke luar negeri seperti negara Inggris, Skotlandia, Hungaria, Jerman, Australia, Korea Selatan, dan Taiwan melalui program Indonesian International Student Mobility Awards Edisi Vokasi (IISMAeVO) Kemendikbudristek. Vokasi UI juga rutin mengikuti event pengembangan keahlian siswa lainnya.
“Kita bicara (lulusan) siap pakai, mampu menyelesaikan masalah yang ada di masyarakat,” imbuhnya. Vokasi UI juga menjadi satu-satunya kampus yang menerapkan sistem pada saat lulus, mahasiswanya telah dibekali dengan sertifikasi, tidak hanya ijazah. Sertifikasi ini melambangkan kemampuan lulusan tersebut di dunia industri, sedangkan ijazah adalah pengakuan secara intelektual.
“Sertifikasi sudah terkandung di dalam kurikulum dari tingkat 1 sampai lulus, makanya dosen kita sekaligus asesor juga. Dosen kita punya degree, kita punya juga asesor, sudah embeded. Mulai awal-awal kita cari bentuk, sudah lulus sudah sertifikasi,” ungkap Padang.
Lebih lanjut, Padang menuturkan, dalam merancang kurikulum, Vokasi UI mengacu kepada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Vokasi UI tidak hanya mengejar kemampuan intelektual, melainkan kompetensi keahlian dunia industri juga sangat dikedepankan. Pengembangan kurikulum pun selalu melibatkan pihak lain. Termasuk dunia industri.
Langkah ini dilakukan agar terbentuk keselarasan antara materi pembelajaran dengan kebutuhan industri. Dengan sistem seperti ini, membuat mahasiswa Vokasi UI bisa laris menjadi buruan perusahaan besar. Lulusannya bahkan diklaim tersalurkan 100 persen ke perusahaanperusahaan di Jabodetabek maupun luar negeri.
“Masa tunggu kita 0 bulan, ya (presentasenya) 100 persen,” ujar Padang. Adapun prodi yang menjadi favorit yakni kesehatan, bisnis, sosial humaniora. Sedangkan yang saat ini tengah naik daun seperti komunikasi media, akuntasi, pariwisata dan bisnis kreatif.
Meskipun telah memiliki sistem yang bagus, Vokasi UI tak berpuas diri begitu saja. Fakultas tengah memikirkan skema agar mahasiswa bisa lulus dalam kurun waktu 2,5 tahun untuk D3. Tapi kelulusan ini bukan dengan sistem semester pendek. Melainkan memanfaatkan libur panjang pada periode bulan Juni sampai September untuk digunakan magang di luar program magang biasanya atau membuat suatu program.
“Kalau 3 bulan ini sudah bisa perform, semester besoknya ngapain kuliah, cukup nulis TA (tugas akhir), lah kenapa nggak kita lulusin. Kita ingin mahasiswa atau vokasi menjadi pionir, ingin mengatakan ke masyarakat, kita sebenarnya jangan gila gelar, sekarang kompetensi itu paling penting,” tegas Padang. Kendati demikian, cara tersebut masih dalam tahap penggodokan. Pasalnya ada ketentuan administrasi untuk kelulusan mahasiswa. Selain itu, dalam satu semester juga dibatasi maksimal 24 SKS. “Salah satu jalan, ini baru rencana sih, semester berikutnya kita kasih beasiswa. SPP-nya gratis, kan dia TA-nya selesai, tapi karena aturan administrasi kan (belum lulus). Sekarang yang penting itu bisa apa kan, mungkin lama-lama gelar hanya untuk membanggakan orang tua, tapi yang penting itu kan bisa apa,” kata Padang.(jpg)