3 minute read
Dewan Minta Evaluasi Lalin
Sambungan dari Hal 12
Rudi menilai secara keseluruhan, kegiatan Bogor Street Festival CGM 2023 sangat baik, menunjukan simbol keberagaman dan semboyan Bhineka Tunggal Ika.
“Antusias warga menunjukkan Cap Go Meh sudah bukan lagi milik keturunan warga Tionghoa, tetapi milik warga Kota Bogor bahkan Jawa Barat. Terlihat dengan ramainya warga yang menonton dan turut mensukseskan,” kata Rudi, Senin (6/2). Menurut dia, kehadiran Wali Kota Bima Arya, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Wakil
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Angela Tanoesoedibjo, dan sejumlah pejabat lainnya untuk samasama memeriahkan acara, menunjukan suatu dukungan yang sangat baik. Namun, Politisi PDI Perjuangan itu menyebut, ada beberapa hal yang perlu disempurnakan pada tahun mendatang. Yakni soal keamanan dan rekayasa lalu lintas yang lebih matang.
“Perlu diperhatikan adalah soal pengamanan, dan ketertiban lalu lintas yang lebih awal bisa diantisipasi agar ti dak merugikan warga Kota Bogor yang punya kepentingan lain tetapi terganggu,”
Berani Nikah di KUA Saja?
Sambungan dari Hal 12
Tren menikah di KUA, belakangan juga dilirik para calon mempelai di Kota Hujan.
Kepala Seksi Bimbingan
Masyarakat Islam Kemenag
Kota Bogor, Sholahudin Al Ayubi, mengatakan jumlah nikah di KUA sempat mengalami kenaikan di 2021. Jumlah terbanyak dalam tiga tahun terakhir, yakni 1278 pasangan.
Sementara itu, di tahun 2020, tercatat ada 1093 pasangan, dan tahun 2022 kemarin ada sebanyak 1117 pasangan. “Di tahun 2020, Kecamatan Bogor Utara mencatat ada sebanyak 304 pasangan yang menikah di KUA. Jumlah itu jadi yang terbanyak dalam tiga tahun terakhir,” ujarnya. Komentar warganet pada unggahan-unggahan soal menikah di KUA, tak sedikit yang menyampaikan keinginan serupa. Nikah gratis, di KUA. Akan tetapi, keinginan itu kerap terbentur dengan kebiasaan dan gengsi keluarga para calon mempelai. Seperti yang diungkapkan warga Bogor, Annastasya Sukma Setiahawa (23). “Ada pasangan yang memang berpikir ‘yang penting sah’. Namun ada juga yang ingin merayakannya.
Semua kembali ke masingmasing calon mempelai,” ucap dia.
Bagi Tasya, sapaan akrab Annastasya, pernikahan idaman cukup dengan resepsi yang tidak berlebihan. Cukup dihadiri orang terdekat saja.
“Menggelar resepsi belum tentu karena gengsi, dan yang di KUA belum tentu tidak mampu,” ucapnya.
Tasya berpendapat, kebanyakan gengsi justru datang dari pihak keluarga yang terlalu memikirkan persepsi orang lain. Sebut saja kekhawatiran anggapan dari tetangga ketika menggelar pernikahan tanpa pesta atau resepsi.
Pendapat yang sama diutarakan Tita Davita. Warga Cimanggu itu menyebut, bagi sebagian orang, pernikahan di KUA masih sering dikaitkan dengan alasan negative.
“Entah itu tidak punya uang, atau telah hamil di luar nikah dan sebagainya. Makanya, pikiran itu yang biasanya perempuan hindari, apalagi orang tua kita,” ucap dia.(fat/c) imbuh dia.
Menurut dia, hal ini seharusnya menjadi bagian yang tak dapat dipisahkan. Bagaimana membuat acara agar berjalan dengan baik, warga bisa menimati suguhan parade budaya, tetapi masyarakat lain yang memiliki kepentingan, seperti keluarga, rumah sakit, dan usaha jangan sampai terganggu.
“Ini harus dihitung juga rekayasa lalu lintasnya pada acara yang akan datang, meminimalisir kekecewaan akibat kemacetan, dan akhirnya merasa terganggu yang tidak sedikit juga mengeluhkan,” pinta dia.
Kemudian, Rudi juga meminta Polresta Bogor Kota menghitung dan menerapkan lebih awal, rekayasa lalu lintas sebelum penyelenggaraan Bogor Street Festival CGM 2023.
“Bisa juga melibatkan Ormas kepemudaan, (keluhan masyarakat, red) ini memang tidak terlihat secara mata, tetapi itu terjadi di tengah-tengah kemarin,” tandas Rudy. (ded/c)
Lolos Seleksi Nasional, Wakili Indonesia di CEI ke-37
CEI merupakan konferensi yang diikuti oleh anak-anak muda yang peduli dan tertarik pada isu lingkungan. Dalam konverensi itu, anak-anak muda akan menyampaikan projekprojek mereka, yang berhubungan dengan warisan alam dan budaya. Dalam event bergengsi tersebut, ada pelajar asal Kota Bogor yang ikut, bahkan lolos ke tahap selanjutnya. Tidak hanya mengharumkan nama kota, mereka juga lolos sebagai perwakilan dari Indonesia. Mereka adalah sembilan siswa SM dan SMX Sekolah Alam Bogor. Mereka lolos dalam seleksi tingkat nasional, dan akan mewakili Indonesia pada konferensi yang akan berlangsung Juli mendatang di Yogyakarta. Mentor di SMPS Sekolah Alam Bogor, Eneng Destiani mengatakan, dalam seleksi awal, anak didiknya mempresentasikan dua proyek. Pertama berjudul “1167 mission: Raising Children’s
Awareness of Key Mammal
Species in Tropical Rainforest
Heritage of Sumatra” Proyek ini dikerjakan oleh lima orang siswa kelas 9, di antaranya Khansa Malika
Darmawan, Myula Aimee Fathena, Arsya Arraihan Madduppa, Sachi Myaisha, dan Kalyca Amira Ahmadi.
“Dalam proyek itu, mereka akan mensosialisasikan dan mengedukasi anak-anak soal 4 hewan asal Pulau Sumatera, yang akan punah. Yakni gajah, harimau, orang utan, dan badak. Mereka menyampaikan soal kampanye melindungi dan melestarikan hewan tersebut,” jelas Desti.
Sementara itu, proyek kedua adalah Syree Project. Projek yang diusung oleh dua orang siswa kelas 7, yaitu Rayana Aiman Nitisara dan Ahmad Rey Rasydan ini, berisi tentang kegiatan menanam pohon di daerah urban, yang minim pepohonan.
“Pohon yang ditanam itu khas Infonesia dan sudah jarang ditemui seperti pohon gaharu,” terang Desti.
Keduanya, lanjut dia, harus dilaksanakan anak-anak hingga Juni mendatang. Hasilnya, akan mereka pamerkan pada show case yang digelar Juli mendatang, bersama dengan delegasi yang berasal dari negara lain.
Selain siswa SMP, SMX Sekolah Alam Bogor juga mengirimkan satu kelompok lain, yang terdiri dari Ferdiansyah Hilmi Ciptono dan Arargya Atha, dengan mentor Candra Darusman. Mereka membawakan proyek berjudul Indifish.
Desti mengungkapkan, anakanak didiknya memang terbiasa membuat sebuah proyek di sekolah. Dia berharap, event CEI dapat menambah pengalaman para peserta didik, dan membawa harum nama Sekolah Alam Bogor. “Terpenting, dampak yang diberikan bukan hanya pada lingkungan sekitar, tapi bisa juga dirasakan kebermanfaatannya oleh semua orang,” tutur dia.
Di tempat yang sama, salah satu peserta, Arsya berharap, upaya keras yang dilakukan kelompoknya bisa berjalan baik dan membawa dampak baik bagi lingkungan. “Secara pribadi saya ingin usaha kami dapat merepresentasikan sekolahnya dengan baik,” ujarnya. Mereka mengaku, awalnya merasa ragu. Namun bimbingan dan pendampingan yang diberikan penuh oleh para mentor dan guru, memberikan dorongan maksimal kepada para peserta. Sehingga mampu melalui setiap tahapan selesksi dengan baik. (fat/c)