The Book of Nothing

Page 1

the book of nothing

an audiobook

anra



prolog

Salah.

Jika kamu menganggap, deretan tulisan di dalam buku ini akan mengarahkanmu pada motivasi dari percobaan-percobaan terbaik tentang kehidupan yang gagal diusia sebelum-sebelumnya. Seperti halnya metafor para petinggi pendidikan untuk mengendalikan bahasa dan krama ucap kepada setiap kepala di bilangan kotak tua dengan 30an kapasitas manusia usia belia. Bahwa semuanya harus sama, seragam, ujian dan universitas. Tidak.

Kami akan mengarahkanmu pada memori hari ini, kemarin, dan beberapa detik yang lalu sebelum plastik buku terbuka. Bahwa disetiap detiknya, mereka yang dianggap baik, sedang menertawakanmu di group whatsapp yang baru saja dibuat, mengkhianatimu perlahan setelah pamit berangkat tidur kepada cinta, meracunimu konstan dengan kutipan optimistis berantai sosial media, berusaha memaksamu loyal dan kemudian mengusirmu dari lokasi kerja tempat cita-cita terbungkus rapi untuk sementara, perjumpaan-perjumpaan rindu sisir jalan yang entah, mimpi masa tua yang indah namun berakhir sia sia, kekurangan diri yang menjadi lelucon di sela-sela hari muda. Semua yang ditulis adalah bentuk terima kasih kepada sakit, pilu, bosan, putus asa, skeptis, halusinasi, psimistis yang telah hadir secara sukarela dan diperjuangkan keras oleh batas-batas gelisah diri. Bertegur pada kesadaran, bahwa tidak hanya kamu yang mampu merasakan. Sama sekali tidak ada yang istimewa, karena Dia selalu menurunkan ciptaannya untuk mampu bersahabat dengan masalah bukan menjadi juara. Maka dari itu, setiap memori dan gelisah dibuat untuk mengukur seberapa besar peranan Esa untuk menentukan keputusan.


babak 1

untuk kamu



Untuk kamu

Yang hendak turun. Cepat namun terbatas, antar kota, lintar provinsi, di tempat berjuang dan geraman antara gengsi orang tua serta cita-cita. Permusuhan telah dikumandangkan pada alarm pagi, perut kosong, teori dan semua harus selesai dini hari. Tidak ada yang mengerti, sampai akhirnya mendung berdamai dengan matahari untuk membantu hari ini berbicara kepada satuan waktu agar cepat disudahi. Kontra sosial dalam menghitung angka yang tidak berupa, menjadi hakim pada diri sendiri, melukis ruang, dan teknik mengelabuhi tidak diajarkan di kampus ini. Bersedekah setiap bulan, membantu tempat singgah menteri, siapa tau butuh beli sabun lagi. Kota ini sudah penuh, oleh asumsi mahasiswa baru yang besar dan surat surat ijin tanda tangan palsu hasil karya sortiran dosen tua pada mereka yang dibayar 5 juta untuk satu kursi jurusan. Mendadak kristis, pada isu harga mendoan dan es teh manis ternyata lebih mahal dari alkohol dan sewa sound untuk pesta. Ceritanya berlarut, berlanjut hanya dengan sepiring mie instan, setiap subuh di gang surya tempat dulu mengakui diri lebih hebat dari malam. Teman terbaik lama-lama hilang, dari awal mereka tidak ada, menjadi lebih buruk dan tidak nyata. Yang diingat hanya umpatan dan pukulan diwajah ketika berangsur lama semakin naik dan berceloteh diperempatan akibat ulah alkohol baik dan polisi jahat.



Untuk kamu

Yang meledak siang itu, setelah panggilan telpon dari jauh mengisyaratkan ledakan rindu dan sambel tomat terasi kampung halaman. Enam bulan terakhir di tahun ini tidak memberikan tanda untuk berhenti sejenak. Meskipun petasan ruam-ruam air mata sempat jatuh pada riasan tipis blas on hasil sisa tabungan berbulan bulan belakangan. Tidak ada siapapun yang pandai menenangkan ombak, meski harus berlagak angkuh, duduk dengan kabel di telinga penuh suara endah dan reza di bus kota. Jalanan ini lenggang sampai akhirnya sadar, bahwa orang orang sedang sibuk bertegur sapa dengan batu, api, dan kitab suci di 300 meter sarinah kala itu.

Sungguh, aku terharu. Seperti itukah rindu hari ini? atau sudah terlalu jauh soekarno dan hatta membawa kaki ini merayu. Ikatan demi ikatan partikel udara baik sempat berpapasan dengan pulmo si kembar siam, sampai akhirnya singgah dan menjadi sel sel yang bergerak liar ke kepala. Portal waktu disimpan didalam genggam, menyala hampir 24 jam. Namun tidak satupun bisa bersentuhan, karna akhirnya waktu berkabar bahwa jarak hari ini telah diredam oleh gamma.




Untuk kamu

Yang terbiasa diam karna deretan alfabet lebih mengerti cara mencinta dari pada �isik dan perjumpaan semu racun racun suara yang kemudian hanya mengendap di telinga. Mengatakan sepi pada raba seluruh indera dalam nama seruan apatis kepada guna dan gaya hidup berkoloni multiguna. Ada yang suka menyendiri, ada yang selesai dengan bersama namun ego lebih kuat adalah diri sendiri. Persiapan demi persiapan dalam menerima pasangan baru, mendatangkan kembali mereka yang telah berlalu, atau berusaha untuk sembuh. Rasanya tidak akan pernah selesai dari hari kehari. Lingkaran demi lingkar dibentuk berdasarkan beda, namun atas nama sama, kemudian menyulut api kepada pujian beda seperti awal mula tujuannya. Berkumpulah kepada mereka yang sedang merasa bersama, bahwa sakit atau sembuh hanya masalah kuat dan jatuh. Kepada mereka selalu dikumandangkan, melodi melodi satir atas ironi yang berkawan ketidak sadaran diri ulah anggur merah dan sekepal umpatan liar di akhir bulan. Tanda bahwa hari esok, belum tentu baik baik saja. Maka.. Rayakan


Untuk kamu

Yang melepar cinta dengan letih diatas kasur penuh debu di jam 10 malam ini. Termampatkan sudah segala, utang lunas dibayar dengan sapa, kemudian berpikir ganti rugi pizza mungkin masih lama. Radio tua mengingatkan pada nasihat ibu yang bertubi tubi, tapi tidak didengar. Pelembut baju habis, laci meja menyimpan uang logam sisa sisa mabuk semalam.

Pesan daring gagal, karna 100 ribu habis oleh janji bersua, pada kedai kopi, latte dan motor sewa. Bibirnya kering, asapnya tebal, kakinya mengapal, sepatu ini ingin dijual. Nestapa selalu meminta maaf pada awal bulan, Ya Tuhan, apakah ini sudah di jalan yang benar?


Untuk kamu

Di jam 12 malam, terbangun namun tertidur, duduk namun bersimpuh. Berdoalah, mungkin doamu akan terdengar. Menangislah mungkin tangismu akan dirajam. Dan menyepilah mungkin sepimu menjelajah. Endapkan esok hari, sampai titik terdalam otak tidak sanggup berkata-kata lagi. Terlalu baik hati jika indra penglihatan ini terbangun dan mengingatkan kembali, akan persaudaraan malam dengan sepi-sepi.

Lingkaran dunia kita di dapur indonesia bagian subang waktu itu hanya dipenuhi orang-orang menyeberang. Sampingku hanya ibu madura muda, bercakap dengan dimensi dimensinya sendiri. Sungguh keterlaluan, ternyata belum tiba di rumah.


Untuk kamu

Yang berjalan sendiri di pertengahan bulan dengan harapan dan cita-cita berperang dengan kelam. Terntunduk bukan berarti mencari, mendongak bukan berarti peduli. Pada mereka yang terus meraba denyut nadi. Masih berdetak atau hanyut terbawa gengsi.

Menananyakan kepada siapa siapa tentang akhir bulan ini. Apakah masih hidup atau teman sejati. Malamnya hanya mengerti trauma bulan, setelah Bj Habibi habis dilahap mentari. Bibirnya menertawakan mitos yang dia dengar dari kecil, tentang hallo dan sapaan langit sore seperti motivasi. Ternyata es teh manis tidak menyelesaikan masalah, apalagi jager. Tapi apalah adanya, kesegaran hanya milik sate pak heri bilangan subang, samping circle-k tempat mereka mengingkari letih.


Untuk kamu

Yang sudah terlampau letih di akhir bulan. Mengendaplah pada debu yang rindu akan penantian setahun hujan. Mendekatlah, pada mereka yang dengan diam mendoakan, perlahan mengharapkan datangmu di penghujung malam. Sapaan pada racun racun cerita hingar bingar malam minggu sudah tidak menjadi bosan. Apalagi ajakan untuk keluar menjelajah warung warung kota tidak lagi dibutuhkan.

Percayalah, tidak jauh dari tempatmu, sudah tersedia mereka yang rela bertaruh lebih banyak dan tenggelam lebih dalam dari kehidupan deru ruam waktu. Membabtis tanahnya dengan air mata, mengisi setiap sisi rumahnya dengan gelisah, dan menikmati minum perjamuan dengan keringat. Bertahanlah,

Berdirilah, sampai orang lain tahu, kakimu tidak hanya untuk berjalan, namun menerima.


babak 2

untuk kamu



Untuk kamu

Yang sedang memilih, kepada siapa racun di dalam dirimu akan diwariskan. Perjalanan jauh yang diambil dari keputusan dungu, mulai menghantarkan hati pada lingkar koloni asing bursa-bursa pilihan antara kawan dan lawan.

Sebungkus djarum tidak menjadi soal, jika loyal dan tidak masuk diakal menjadi syarat wajib sapa dan jumpa. Berharap menuai kebaikan, namun malah kesakitan karena ulah ujian masuk keanggotaan grup whatsapp untuk tetap ada atau hanya dianggap berada. Memang susah, namun berada tetap di lingkaran adalah salah satu cara untuk mensortir agenda dan lawakan satir kelompok-kelompoknya.


Untuk kamu

Yang sedang berjuang untuk mengerti, akan beberapa hal yang sedang terjadi pada setiap inci dari indera ruam-ruam juang katamu. Kan terbenam dalam, pada pelabuhan lapuk, busa-busa kuning sepanjang minggu kebelakang.

Entah perihal baik atau buruk, yang melintas kepada indera yang dipaksa merasa, mendengar, berbicara, dan melihat. Pada aspal sepanjang kota, ditumpahkan asa atas nama usia dan belia. Gelar, warna, dan agenda dilantangkan keras di media.

Pencitraan entah semestinya bisa selesai dengan mie instan dan es teh manis satu malam dalam semeja. Asal mengerti dan mendegar tentang cerita tanah yang diinjak, mengepal, dan tidak meminta imbalan. Beberapa sengaja tidak mengerti, padahal tahun depan belum tentu akan tahan uji. Namun juga beberapa mengerti, namun memilih diam tidak merugi. Merasa diri cukup dengan pukulan terhadap problema diri sendiri, namun yang ini, membuat semakin tidak berarti. Lelah merapal pada setiap jangka, gorengan dingin etalase pasar digantikan batu-batu dan kawat berduri. Mau makan apalagi, cuka sudah tidak terlalu manis, untuk sapa yang masam. Luka sudah tidak terlalu perih untuk raba yang gelisah dan cahaya sudah tidak terlalu terang untuk mata yang sengaja terbuka menganga. Pada langit diserukan teriakan rumah, dengan isak tangis hampa disetiap jeda. Apa yang sedang kita lakukan ?




babak 3

terjun bebas



Kami hanya tau

Mata ini diciptakan tanpa surya yang nampak. Kami hanya tau.

Telinga ini dibentuk namun tidak bersuara.

Dan Kami hanya tau, badan ini mendelegasikan mimpi untuk menentukan keputusan.

Perjalanan semeter ini menjadi kenangan terburuk ketika hati sudah tertanam dan mengakar pada guna pedestrian kota yang tidak bijaksana. Tidak ada ruang yang baik, menjaga agar cita-cita tetap utuh tidak dipungli oleh teman sendiri. Mungkin, baginya dengan memberi celah jauh lebih baik dari pada hanya menitip lelah. Namun bagiku, lelah sudah menjadi tanah yang setiap hari aku raba, udara yang setiap hariku dengar, dan cahaya yang setiap hariku singkirkan.

Menunduk dan mendekatkan diri pada re�leksi diri sendiri pada cermin cermin diri, adalah pertahanan terbaik yang telah diajarkan sejak kami pertama melihat, meraba, dan bersuara. Dituntun oleh malam abadi serupa hening, suara sumbang enggan didengar, senyum lirih tuk berusaha memoles diri. Pada batas apa sebenarnya kami harus mengamini. Jika bersyukur hanya membawa pertahanan diri ini jatuh berulang kali. Kabar sudah tidak memberi ruang kepada sabar. Membuka kembali tumpukan buku catatan pengeluaran bulanan, dan ingat, sudah seharian belum makan. Akhirnya malam mengantarkan kepada bilangan- bilangan ingatan akan orang orang terdekat yang selang waktu belakangan tersekat.

Memang benar, kaki ini diciptakan untuk melangkah, tapi tidak terarah. Apakah mungkin, jika kehilangan dan sakit itu tidak ada, tidak akan seperti ini jadinya. Puluhan buku dari nama �ilsuf-�ilsuf asing sama seperti jumlah kedai kopi hari ini, tidak menyelesaikan masalah hanya menambah iba. Kepada siapa lagi dapat meminta, jika Esa sengaja meletakan tanga yang besar itu pada punggung yang selalu ingin menikah dengan pagi buta dan busa murah yang dibeli dari ruko tua milik pedagang kota. Jangan buat tersadar, sampai malam tahu kebiasaan rebah ini sebenarnya lebih hebat dari para pekerja di bursa saham.


AWAL BULAN PERTAMA

Ada beberapa teman yang diciptakan sebagai api, untuk meredam. Ada beberapa lagi diciptakan sebagai air untuk menyulut amarah.

Dan yang terakhir diciptakan sebagai tanah untuk ditanaman dan menerima.

Sebagian dari mereka hidup dari senyawa yang tidak kekal, namun sebagian lagi mati dari nafas nafas tanah yang mengendap dilangit langit warung kopi tiga point titik lima.

Kudapan siang itu, disantap dengan bumbu cita-cita masa belia dengan tambahan saos. Gaji bulan depan mau dibelikan apa.

Noti�ikasi cicilan satu setengah juta belum lunas, masuk disela sela tegukan kopi dan susu bendera setengah saset. Terlalu manis, tapi aplikasi daring untuk darling yang belajar tentang hidup jauh disana. Tidak apa apa, ini juga belum seberapa.


Tidak seberapa terang, ketika tarikan asap kehidupan berasumsi pada vibrasi senayan malam itu. Bayangan demi bayangan lewat dengan kertas bertuliskan "beli" ditenteng penuh gaya seakan ibu bapaknya pemilik seribu hektar tanah negara. Segerombol bapak disamping, demam membicarakan jaman. Berbicara perihal tidur dan pinggir jalan, kontrakan dan perantauan. Jayabaya dan louis vitton. Akik dan makanan instan dengan sendok dan pisau. Mama besok adek waktunya bayar asuransi mobil.

Tiga orang, tidak jelas mukanya. dengan pakaian putih bawahan kain hitam, kacamata tebal dan gelang bekas nonton konser kemarin, bertengkar sambil menyeberang dan menyerukan, beli saya saja om! Telinganya tidak berhenti mendengar, kata kata tentang perdebatan siapa, disampaikan anak usia 3 tahun tentang menangis dan minta makan. Sedangkan mobilnya sedang diparkir diantara nyawa orangorang daerah yang membangun lokasinya. Tidak lama, segerombolan bapak berkumis lebat itu pergi. Yang satu menjemput pemberi rejeki, yang satu bercanda dengan angin, dan yang satu duduk, menunggu bayangan lain hinggap di kepulan asap sampoernanya


SAATNYA MEMULAI

Tiga kali empat meter itu Kadang menjadi dua kali tiga, kadang juga masih milik orang tuanya tidak lama setelah pesta masa kecilnya usai. seakan dunia membuatmu berjalan jauh dari tempat dimana semuanya berjalan halus pada awalnya. Semua yang dikatakan baik, tidak sebaik semestinya, semua yang dikatakan benar, tidak sebenar apa adanya. Menjadi lebih buruk membuat sebagian dari kita justru lebih hidup dan bahagia. Sebongkah batu besar ditanamankan paksa oleh ingatan dan pengalaman menghajar sampai titik eluh penghabisan. Bahkan tak ada yg berubah bentuk, atau mungkin sengaja dibiarkan berlumut sampai hancur karna batu yang lain. Dekotomi bermetamorfosa dengan istilah kbbi rumit diksi para musisi tua bilangan jakarta selatan. Menjadi beragam adalah masalah, atau mungkin tercerai berai dibutuhkan untuk awalnya saja.

Kertas Pertanyaan di dalam kantong sebelah kanan pemuda itu, meledak dengan cepat. Menjadi peluru kosong yang ditembakan akurat ke udara. Berharap terbakar habis dan bercampur dengan anggur merah 60 ribu untuk semeja. Saling membekali dan menciderai satu dengan yang lain, karna harga sepatu nike tidak terlalu mahal untuk sepiring nasi telur dan sate ati ampela.

Rumah belum tentu terbeli, lebih baik menyesuaikan gengsi dengan lipstik dan posisi jabatan kantor dipastikan aman terkendali, berharap aproving bisa dilakukan secepat MRT dari cipete ke arah Jakarta kota siang ini. Tapi itu tidak mungkin. Kami dengar manggarai siang itu pecah. Namun tidak lebih pecah dari pertanyaan kolega untuk segera menyelesaikan projek kerja 12 jam minim dana. Menjadi pecah berkeping dan segera di kumpulkan oleh hisapan gudang garam �ilter harga 2 ribu rupiah. Semuanya butuh makan, semuanya untuk makan. Seperti itu mungkin jawaban sementara. Dari pertanyaan tentang masa tua atau besok pagi mau menikah dengan apa.



Terima kasih, sudah mengerti isi buku ini. Semoga perasaan ini tersampaikan.



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.