Hapsari laporan pemantauan kur resize

Page 1

Laporan Pemantauan Program KUR dari Perempuan Akar Rumput

Tim Pemantau : Koordinator DIY : Ari Purjantati (SPI Kulonprogo) Koordinator Sumut : Rusmawati (SPPN Sergai) Zulfa Suja (SPI Sergai) Istuti Laili Lubis (SPI Labuhanbatu) Sri Rahayu (SPI Deli Serdang) Penulis Laporan Hasil Pemantauan Lely Zailani


Laporan Pemantauan Program KUR dari Perempuan Akar Rumput

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1.1. Perempuan dan Kemiskinan Pemerintah Republik Indonesia telah me­ nerbitkan berbagai peraturan perundangan dan membentuk berbagai lembaga untuk mening­ katkan kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan. Antara lain; Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Jender dalam Pe­ rumusan Perencanaan Nasional dan Permendagri Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelak­ sanaan Pengarusutamaan Jender dalam Perenca­ naan Pembangunan dan Penyusunan Anggaran pada Pemerintahan Daerah. Juga membentuk Unit Peng­arusutamaan Gender (PUG) dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Komitmen yang baik, yang juga merupakan buah dari hasil kerja advokasi dan perjuangan panjang kalangan pergerakan perempuan Indo­ nesia. Namun demikian, capaian perubahan kebi­ jakan yang dihasilkan ini tidak otomatis merubah kondisi kehidup­an kaum perempuan menjadi lebih baik, ter­utama untuk terbebas dari belenggu kemiskinan. Bebas dari kondisi yang secara sederhana digambarkan dengan penghasilan dan kekayaan yang tidak memadai (meski makna “me­ madai” sangat subjektif – berbeda ukuran untuk tiap orang). Kondisi yang dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayan­an dasar mencakup pangan sehari-hari, sandang, perumah­ an dan pelayanan kesehatan1 . Apalagi pemenuh­ 1. Seperti didefenisikian Wikipedia tentang kemiskinan (id.wiki­ pedia.org)

an tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucil­ an social, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat, termasuk pendidikan dan informasi yang kadang dianggap bukan kemiskinan, karena mencakup masalahmasalah politik dan norma sosial. Sebagai Organisasi Masyarakat Sipil dari kalang­an perempuan akar rumut yang sudah ber­ jalan lebih 20 tahun (sejak era orde baru – reformasi – pasca reformasi) dan ikut serta memper­ juangkan perubahan kehidupan social, budaya, politik dan ekonomi di Indonesia, selain mengha­ dapi berbagai bentuk diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan, kemiskinan adalah ma­ salah utama yang masih dihadapi mayoritas ang­ gota HAPSARI. Ada keperihan dan amarah, setiap kali men­ de­ngar keluhan-keluhan anggota atas kesulitan ekonomi rumah tangganya. Kebanyakan mereka lebih memilih bekerja di kebun/ladang, mencari kerang di pantai, membuat makanan kecil un­ tuk dijual, menjadi buruh tani mili tetangga atau menjadi buruh harian lepas di perkebunan se­ belah desa dengan upah 20 ribu sampai 30 ribu sehari untuk membeli beras, daripada meng­ikuti pertemuan pendidikan atau rapat-rapat organi­ sasi. Jalan yang terbuka melalui organisasi untuk terbebas dari “belenggu kemiskinan pengeta­ huan” sulit dilewati. Sebuah tantangan yang terus kami hadapi dan harus kami jawab. Itulah kenapa salah satu mandate Kongres Nasional HAPSARI tahun 2012 lalu adalah : Memperkuat kemandirian ekonomi HAPSARI dan komunitas perempuan basis.


2. Permasalahan 2.1. Komitmen Pemerintah Mengentaskan Kemiskinan Tantangan kemandirian ekonomi masyara­ kat mis­kin bukannya tidak menjadi perhatian pemerintah. Kabinet Indonesia Bersatu-II, di bawah kepemimpinan Presiden SBY telah men­ canangkan Program Penanggulangan Kemiskin­ an, Program Pro-Rakyat yang tertuang dalam tiga klaster2 : a. Klaster I : - Program Keluarga Harapan, - Bantuan Operasional Sekolah (BOS) - Program Bantuan Siswa Miskin (BSM) - Program Jaminan Kesehatan Masyara­ kat (Jamkesmas) - Program Beras Untuk Keluarga Miskin (Raskin) b. Klaster II : - Program Nasional Pemberdayaan Ma­ syarakat (PNPM) c. Klaster III : - Kredit Usaha Rakyat (KUR) - Kredit Usaha Bersama (KUBE) Arah Kebijakan Pembangunan Nasional yang tertuang dalam dokumen Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2012 menyebutkan bahwa salah satu arah kebijakan penanggulangan ke­ miskinan adalah ; mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan pro-rakyat miskin dengan memberi perhatian khusus pada usahausaha yang melibatkan orang-orang miskin serta usaha-usaha yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan3 . 2. 3.

Program Penanggulangan Kemiskinan Kabinet Indonesia Ber­ satu II : Kementrian Komunikasi dan Informatika Direktoral Jen­ dral Komunikasi dan Informasi Publik (2011) RKP 2012 : II.1-28

2.2. Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Advokasi Hak Ekonomi Perempuan Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan fasili­ tas pembiayaan yang dapat diakses oleh UMKM dan Koperasi terutama yang memiliki usaha yang layak namun belum bankable. Maksudnya adalah usaha tersebut memiliki prospek bisnis yang baik dan memiliki kemampuan untuk mengembali­ kan kredit. UMKM dan Koperasi yang diharap­ kan dapat mengakses KUR adalah yang bergerak di sektor usaha produktif antara lain: pertanian, perikanan dan kelautan, perindustrian, kehutan­ an dan jasa keuangan simpan pinjam. Penyalur­ an KUR dapat dilakukan langsung, maksudnya UMKM dan Koperasi dapat langsung mengakses KUR di Kantor Cabang atau Kantor Cabang Pem­ bantu Bank Pelaksana. Untuk lebih mendekatkan pelayanan kepada usaha mikro, maka penyaluran KUR dapat juga dilakukan secara tidak langsung, maksudnya usaha mikro dapat mengakses KUR melalui Lembaga Keuangan Mikro dan KSP/USP Koperasi, atau melalui kegiatan linkage program lainnya yang bekerjasama dengan Bank Pelak­ sana. Peluncuran program KUR diawali dengan Instruk­si Presiden Nomor 6 Tahun 2007 ten­ tang Kebijakan Percepatan Pengembang Sek­ tor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, dalam rangka meningkatkan kapasitas kelembagaan dan akses UMKM pada sumber pembiayaan. Ditindaklanjuti dengan di­ tandatanganinya Memorandum of Understanding (MoU) bersama antara Pemerintah (Menteri Negara Koperasi dan UKM, Menteri Keuangan, Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Perindustrian), Perbankan, dan Perusahaan Penjaminan yang


Laporan Pemantauan Program KUR dari Perempuan Akar Rumput

ditandatangani pada tanggal 9 Oktober 2007. Kemudian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan program ini pada tanggal 5 Novem­ ber 2007. Pada tahun 2012 target penyaluran KUR telah ditetapkan sebesar Rp 30 Trilyun, dan sampai bulan Juni 2012, penyalurannya sudah mencapai Rp. 18,9 tri­liun atau 63%. Disadari oleh pemerin­ tah bahwa untuk mencapai target tersebut tidak­ lah mudah. Sektor hulu (pertanian, kelautan dan perikanan, kehutanan, dan industri pengolahan), tetap menjadi prioritas program KUR. Sektor hulu tersebut mempunyai nilai tambah yang lebih be­ sar dan banyak menyerap tenaga kerja4 dan di sinilah banyak terdapat kaum perempuan. Oleh karena itulah maka HAPSARI meran­ cang program advokasi dengan fokus penguatan ekonomi perempuan. Ruang lingkup kerja advo­ kasi dalam konteks ini adalah melakukan Pemantauan Pelaksanaan Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) ; kaitannya dengan pemenuhan Hak-hak Ekonomi Perempuan. 3. Tujuan dan Manfaat Tujuan pemantauan ini adalah : 1. Mengetahui faktor-faktor yang mempenga­ ruhi pelaksanaan KUR; 2. Mengetahui sejauh mana perempuan mampu mengakses KUR; 3. Memperkuat kemampuan kader-kader perem­ puan anggota HAPSARI melakukan advokasi untuk pemenuhan hak-hak ekonomi. Sedangkan maanfaat yang diharapkan dari pe­ mantauan ini adalah : Terbangunnya interaksi lebih efektif antara ko­ munitas masyarakat (perempuan akar rumput) 4.

Laporan Forum Koordinasi Rencana Tindak Lanjut Perluasan KUR, Denpasar 8 Maret 2012: www.komite.kur

dengan pemerintah, pembuat kebijakan kunci serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-D) untuk melakukan advokasi bersama dalam pemenuhan hak-hak ekonomi. 4. Ruang Lingkup Mengingat luasnya aspek pemantauan yang berhubungan dengan KUR (kebijakan, proses dan prosedur, faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan serta dampaknya dari sisi perbank­ an maupun UMKM), maka pemantauan ini kami batasi dalam ruang lingkup sebagai berikut : 1) Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi akses perempuan terhadap KUR, terkait dengan : (a) sosialisasi yang dilakukan oleh bank pelaksana dan instansi pembina, (b) pembinaan dan pendampingan terhadap UMKM dan Koperasi, (c) skim KUR : persyaratan dan prosedur, ketentuan agunan, (d) aspek pengawasan pelaksana­an program KUR. 2) Identifikasi factor-faktor yang berkontribusi pada upaya memperkuat kemampuan ka­ der-kader perempuan anggota HAPSARI untuk terlibat dalam advokasi untuk pemenuh­ an hak-hak ekonominya, terkait dengan : (a) partisipasi perempuan dalam pemantauan, (b) interaksi dengan instansi pembina (pemerintah) dan dewan perwakilan (DPRD), dan (c) pengetahuan dan pe­ngalaman baru yang diperoleh. 5. Output Berdasarkan ruang lingkup tersebut di atas, maka output dari pemantauan ini adalah sebuah Laporan Hasil Pemantauan yang memberikan


gambar­an tentang : 1. Deskripsi hasil analisis factor-faktor yang mempengaruhi akses perempuan terhadap KUR; 2. Deskripsi hasil analisis factor-faktor yang ber­kontribusi memperkuat kemampuan kader-kader perempuan anggota HAPSARI melakukan advokasi untuk pemenuhan hakhak ekonomi. 6. Metodologi Pemantauan ini kami lakukan secara ter­ buka melalui metode ; pengumpulan data-data sekunder, wawancara dan focus group discus­ sion dengan pihak-pihak terkait pelaksanaan KUR ; debitur, potensial debitur, bank pelaksana, pemerintah daerah (dinas/instansi pembina) dan dewan perwakilan di daerah (DPR-D). Dalam pemantauan ini kami melibatkan seluruh pihakpihak tersebut dalam proses pemantauan (ter­ utama dari kalangan kaum perempuan yang be­

lum banyak mendapat pengetahuan tentang KUR dan belum banyak pula yang mengaksesnya). 7. Wilayah Pemantauan dan Sampel Pemantauan ini dilakukan di dua provinsi (Sumatera Utara dan DIY) dengan enam kabupa­ ten dan dua kategori kelompok perempuan se­ bagai sampel, yaitu ; debitur dan non debitur5 dari serikat anggota HAPSARI serta debitur dan non debitur yang bukan dari serikat anggota HAPSARI. Kami juga melibatkan kalangan peme­ rintah dari dinas/instansi pembina serta kalang­ an dewan (DPR-D) kabupaten. Alasan dipilihkan wilayah dan sampel ini adalah; Sumatera Utara : Sekretariat Nasional HAPSARI berada di Sumut, dan Sumut juga merupakan wilayah basis utama HAPSARI, karena lima (5) dari sepuluh (10) seri­ kat perempuan anggota HAPSARI berada di sini. Dilaksanakannya ke­giatan pemantauan di sini,

Daftar Penyebaran Sampel Responden

Kabupaten

Debitur

Bank

2 7 9

Potensial Debitur 21 18 34

1. Tanah Karo 2. Deli Serdang 3. Serdang Bedagai 4. Labuhanbatu 5. Kulonrogo 6. Bantul Total

3 10 6 34

30 20 15 138 5.

DPR-D

Total

2 3 2

Pemerin tah 1 2 2

1 1

27 30 48

3 3 2 15

1 4 2 12

1 1 1 5

38 38 26 207

Untuk selanjutnya kami menyebut non debitur dengan “poten­ sial debitur” karena mereka adalah individu yang telah mem­ punyai usaha produktif yang feasible namun belum bankable dan belum dapat mengakses KUR


Laporan Pemantauan Program KUR dari Perempuan Akar Rumput

akan meningkatkan kapasitas kader perempuan anggota HAPSARI, memperkuat konsolidasi kepe­ mimpinan antar serikat anggota HAPSARI dan memperbesar dampak advokasi, yakni semakin terbukanya akses membangun jaringan kerjasa­ ma (komunikasi, dialog-dialog) saling bergandeng tangan antar organisasi masyarakat sipil dengan pemerintah dan legislative yang menyandang keterwakilan dari konstituennya. Yogyakarta : HAPSARI menetapkan kebijakan untuk membuka kantor perwakilan di wilayah propinsi yang telah mempunyai sedikitnya dua serikat perempuan anggota HAPSARI. Saat ini, sudah dibuka kantor perwakilan HAPSARI di Yogyakarta dengan dua (2) serikat perempuan yang menjadi basis ang­ gota yaitu; Serikat Perempuan Independen (SPI) Kulonprogo dan Serikat Perempuan Bantul (SPB). Kedua serikat perempuan anggota HAP­ SARI ini telah melakukan kegiatan-kegiatan yang

melibatkan kalangan dinas/instansi pemerintah daerah tingkat kabupaten, antara lain dalam ben­ tuk diskusi dan dialog multi pihak dengan tema penguatan ekonomi, pengembangan unit usaha komunitas (pertanian, makanan olahan dan kera­ jinan) serta membangun pasar rakyat. Kegiatan ini sudah pernah diliput oleh media massa nasi­ onal (Kompas tanggal 5 April 2012, halaman 40). Dalam beberapa pertemuan dan forum ekspos­ ing capaian hasil program HAPSARI di kabupaten Kulonprogo, Bupati Kepala Daerah Kulonprogo menyatakan siap untuk bekerjasama dengan HAPSARI dalam program-program yang berkaitan dengan upaya peningkatan ekonomi, khususnya untuk perempuan. Di Sumatera Utara, pemantauan kami laku­ kan di kabupaten Tanah Karo, Deli Serdang, Ser­ dang Bedagai dan Labuhan. Sedangkan di DIY, pemantauan dilakukan di kabupaten Kulonprogo dan Bantul.

II. GAMBARAN UMUM LAPORAN HASIL PEMANTAUAN Gambaran alur proses dan hasil pemantauan

PANTAU ANALISIS PUBLIKASI

1. Panduan Pemantauan 2. Temuan Hasil Pemantauan; Data dan Analisis 3. Hasil Pemantauan; Laporan/Publikasi Hasil Pemantauan

Menurut Kamus Bahasa Indonesia, lapor/ me­lapor berarti memberi tahu atau mengadu. Laporan berarti segala sesuatu yang dilapor­ kan, dan pelaporan berarti perihal melaporkan.6 6.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta 2008 hal 882

INFORMASI : Untuk Edukasi (pengorganisasian komunitas ADVOKASI : Perubahan Kebijakan dan Peningkatan Kualitas Interaksi OMS - Pemerintah Dewan Perwakilan (DPR-D)

Pemantauan (monitoring – bahasa ingris) yang dimaksud dalam kegiatan ini adalah tindakan yang dilakukan karena kesadaran (awareness) tentang sesuatu yang ingin diketahui7 . Karena 7.

Wikipedia : defenisi pemantauan


pemantauan akan memberikan informasi ten­ tang keadaan (status dan kecenderungan) terten­ tu untuk memeriksa proses, berikut objek atau kondisi menuju tujuan hasil dan tindakan yang diinginkan. Pemantauan Pelaksanaan Program KUR adalah serangkaian kegiatan mulai dari menge­ tahui konsep dari subjek yang dipantau (KUR), kebijakan (landasan operasional) hingga fak­ tor-faktor yang mempengaruhinya. Informasi yang diperoleh ini kemudian dianali­sis, menjadi temuan hasil pemantauan. Lalu temuan inilah yang dilaporkan dan dipublikasikan, sehingga menjadi produk informasi untuk edukasi dan me­ dia melakukan advokasi.

Dengan gambaran di atas dapat kami katakan bahwa Laporan Hasil Pemantauan Imple­ mentasi Program KUR ini, secara internal telah menjadi media informasi, pendidikan dan peng­ organisasian komunitas perempuan basis yang menjadi anggota HAPSARI. Dan secara eksternal, Laporan ini adalah media yang kami gunakan sebagai dasar un­ tuk “meng­adu” kepada publik; masyarakat luas, pemerintah dan dewan perwakilan untuk mendapat dukungan dalam melakukan kerja-ker­ ja advokasi; mempercepat terwujudnya perubah­ an kebijakan dan peningkatan kualitas interaksi antara organisasi masyarakat sipil dengan peme­ rintah dan dewan perwakilan.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKSES PEREMPUAN TERHADAP KUR 1.1. Sosialisasi oleh Bank Pelaksana dan Instansi Pembina Dari wawancara dan FGD yang melibatkan empat Bank penyalur KUR (BRI, BPD, BNI dan Bank Mandiri) seluruh pihak dari Bank mengatakan sudah melakukan upaya sosialisasi secara maksi­ mal, meskipun tidak ada anggaran khusus untuk ini. Mereka terbebani target jumlah dana yang harus disalurkan dan berusaha keras mencapai target tersebut. Keseriusan pihak perbankan juga tampak dari sangat antusiasnya mereka mem­ berikan informasi dalam wawancara dan hadir dalam FGD. Ini berbeda dengan pemerintah. Kalangan pemerintah dari dinas/instansi Pembina dengan tegas mengatakan tidak ada program dan ang­ garan khusus untuk mensosialisasikan program

KUR, namun tetap berusaha menyampaikan informasinya setiap kali ada kesempatan. Baik dalam wawancara maupun FGD, sambutan yang diberikan terkesan hanya formalitas. Dalam ke­ giatan FGD di salah satu kabupaten, dinas/instansi Pembina yang diundang meningalkan ruang­an sebelum acara selesai. Salah seorang key person dalam FGD mengatakan; “kita kalau diundang tidak hadir, susah…” Informasi yang disampaikan dalam wawan­ cara maupun FGD lebih banyak tentang programprogram penyaluran kredit yang ada di instansi masing-masing. Atau menjelaskan dana-dana kredit yang tersedia di PNPM-Mandiri (Simpan Pinjam Perempuan), kredit yang tersedia di lem­ baga-lembaga keuangan seperti LKM yang ada di desa-desa, dan sebagainya. Tidak memberikan informasi yang jelas, tentang apa bedanya kreditkredit lain yang tersedia di dinas/instansi mereka dengan KUR.


Laporan Pemantauan Program KUR dari Perempuan Akar Rumput

Seluruh responden dari kelompok potensial debitur mengatakan bahwa mereka mengetahui informasi tentang KUR dari iklan di televisi dan dari suami atau tetangga mereka yang meng­akses KUR. Dan baru mendapat informasi lebih rinci tentang KUR setelah mengikuti kegiatan peman­ tauan ini. 1.2. Pembinaan dan Pendampingan terhadap UMKM dan Koperasi Mengacu pada Nota Kesepahaman Bersama (MoU) KUR, pemerintah mempunyai tugas untuk menyiapkan calon debitur, antara lain menyiap­ kan UMKM-K yang produktif (individu, kelompok, kemitraan, cluster) yang dapat dibiayai dengan KUR dan melakukan pembinaan dan pendam­ pingan UMKM-K selama masa pengurusan dan pengembalian kredit/pembiayaan. Tetapi, kalangan dinas/instansi pembina terkait KUR di-enam wilayah pemantauan ini mengatakan tidak melakukan pembinaan dan pendampingan secara khusus kepada debitur KUR, dan tidak ada alokasi anggaran khusus un­ tuk ini. Tapi untuk pembinaan usaha, bermacammacam bentuknya. Ada yang dipertemukan de­ ngan pengusaha dari tempat lain, ada juga yang difasilitasi magang, diajak pameran dan pembi­ naan melalui diklat (Pendidikan dan Latihan) juga juga sering diadakan. Kalangan perbankan menyediakan eventevent khusus dalam rangka pembinaan usaha untuk para nasabahnya, termasuk debitur KUR. Biasanya dalam bentuk pameran UMKM. Indika­ tor kelayakan usaha untuk mendapatkan KUR dan jaminan tambahan yang mampu dipenuhi oleh debitur, sudah cukup bagi Bank untuk menjamin bahwa debitur mampu mengelola usahanya de­ ngan baik.

Sebanyak 31 orang debitur perempuan dari 34 debitur8 yang terlibat dalam pemantauan mengatakan belum pernah mendapat kesempat­ an dibina dan didampingi oleh pemerintah (di­ nas/instansi pembina) selama masa pengurusan dan pengembalian kredit mereka. 1.3. Skim KUR : Persyaratan dan Prosedur, Ketentuan Agunan Pihak perbankan cukup jelas menyampai­ kan kebijakan skim KUR, termasuk persyaratan, prosedur dan ketentuan agunan. Dijelaskan an­ tara lain, bahwa debitur Perorangan mengajukan surat permohonan KUR dengan melampirkan do­ kumen pendukung seba­gai berikut: 1. KTP dan KK, 2. Surat Nikah, bila telah nikah, 3. Perizinan usaha (surat izin dari Dinas Pa­ sar bila usaha di pasar, surat keterangan 8.

Hanya 3 orang debitur laki-laki


minimal Ketua RT/RW untuk lokasi diling­ kungan pemukiman dan sejenisnya), 4. Legalitas tempat usaha, bila ada, mis­ alnya bukti hak atas tanah, perjanjian sewa, atau lainnya, 5. Rincian peruntukkan kredit, dan; 6. Agunan, jika ada disyaratkan bank. Dari 34 orang debitur KUR yang terlibat dalam pemantauan ini, sebagian besar me­ ngatakan tidak merasa kesulitan dalam mengikuti persyaratan dan prosedur yang ditentukan oleh Bank. Kesulitan me­reka adalah memenuhi keten­ tuan agunan (jaminan tambah­an) yang diminta Bank untuk jumlah kredit tertentu (5 juta). Responden perempuan yang berpartisipasi dalam pemantauan ini yakin, dengan tambahan modal usaha 2 sampai 5 juta rupiah, mereka mampu mening­katkan jumlah produksi dan me­ ningkatkan hasil penjualan yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan. Hal ini diperkuat de­ ngan pernyataan dari kelompok perempuan de­ bitur yang menyebutkan bahwa jumlah produksi mereka meningkat dengan tambahan modal dari KUR. Dalam hal pembiayaan, debitur KUR di wi­ layah DIY (Kulonprogo dan Bantul) mengatakan tidak me­ngeluarkan biaya apapun diluar biaya resmi yang ditentukan oleh pihak bank, hanya bi­ aya materai. Tetapi di wilayah Sumatera Utara (ka­ bupaten Serdang Bedagai) masih ditemui adanya debitur KUR yang harus mengeluarkan biaya tam­ bahan di luar biaya resmi dari Bank setelah KUR dicairkan. Jumlah biaya tambahan yang diminta oleh pegawai Bank sekitar Rp.250.000,- (Dua Ra­ tus Lima Puluh Ribu Rupiah) tanpa kwitansi tanda

terima. Bahkan ada pegawai Bank yang meminta biaya tambahan dengan mendatangi debutur ke rumahnya. 1.4. Pengawasan Pelaksanaan Program KUR Komite Kebijakan menyebutkan bahwa peng­awasan program KUR dilakukan oleh peme­ rintah melalui BPKP (Badan Pengawas Keuang­ an Pembangun­an) yang akan melakukan peng­ awasan yang bersifat preventif dan melakukan verifikasi secara selektif dan Bank Indonesia akan mengawasi Bank pelaksana dalam kapasitas seba­ gai pengawas Bank9 . Namun dari wawancara dan enam kali FGD yang dilakukan bersama antara komunitas perempuan dengan dinas/instansi pembina pro­ gram KUR, bank penyalur dan dewan perwakilan (DPR-D), tidak ada pernyataan dari kalangan di­ nas/instansi pembina yang menegaskan perannya melakukan pengawasan. Key person yang berpar­ tisipasi dalam pemantauan ini selalu mengatakan program KUR sepenuhnya tanggungjawab Bank peyalur. Ketiga pihak berjalan sesuai dengan tu­ poksinya masing-masing, belum ada meka­nisme koordinasi untuk implementasi program KUR antara pemerintah, perbankan dan dewan per­ wakilan di tingkat daerah. Responden dari kalangan perbankan yang hadir dalam FGD mengatakan bahwa penga­ wasan terhadap debitur KUR (penggunaan kredit, kemajuan usaha dan kelancaran pengembalian pinjam­an) dilakukan sendiri oleh masing-masing Bank penyalur. Pihak perbankan merasa selama ini pengawasan KUR sepenuhnya di­serahkan ke­ pada Bank penyalur, padahal program ini meru­ 9.

Buku Tanya Jawab Seputar KUR : Tim Pelaksana Komite Kebi­ jakan Penjaminan Kredit/Pembiayaan Kepada UMKM-K


Laporan Pemantauan Program KUR dari Perempuan Akar Rumput

pakan program pemerintah yang dilaksanakan seluruhnya oleh perbankan. Itu sebabnya bank penya­lur KUR menjadi sangat hati-hati dalam penyaluran dana kredit kepada UMKM-K dengan menetapkan adanya jaminan tambahan yang berbeda-beda ditiap bank. Sementara itu, kalang­ an dewan perwakilan (DPR-D Komisi Ekonomi) yang menjadi responden dalam pemantauan ini mengatakan belum ada yang secara lagsung melakukan peng­ awasan terhadap pelaksanaan program KUR. Tetapi, dewan akan melakukan advokasi jika terjadi penyimpan­ gan dalam pelaksanaan KUR. Atau, terjadi ketidak adilan dalam pemenuhan akses masyarakat ter­ masuk perempuan dalam program KUR. Namun dari enam wilayah kabupaten dimana dilakukan pemantauan ini, belum ada satu pun kebijakan (peraturan daerah) yang dikeluarkan oleh DPRD terkait pengawasan anggaran untuk program KUR. Ada juga key person dari DPR-D yang dalam FGD mengatakan tugasnya tidak hanya melakukan advokasi, ia juga bersedia menjadi “penyambung lidah konstituennya”, dengan membantu komu­ nitas perempuan dalam pembuatan proposal un­ tuk mendapatkan pendanaan kegiatan baik dari pemerintah daerah maupun dari perbankan. Meskipun demikian, masih ada anggota DPRD yang tidak dapat meluangkan waktunya untuk menghadiri FGD terkait program KUR dalam ke­ giatan pemantauan ini.

10

2. FAKTOR-FAKTOR YANG BERKONTRIBUSI MEMPER­KUAT KEMAMPUAN KADER PEREMPUAN ME­LAKU­KAN ADVOKASI HAK-HAK EKONOMI 2.1. Partisipasi Perempuan dalam Pemantauan Ada dua kelompok responden perempuan dalam pemantauan ini yaitu; debitur dan non de­ bitur dari serikat anggota HAPSARI serta debitur dan non debitur yang bukan dari serikat anggota HAPSARI. Partisipasi kedua kelompok responden ini sudah dimulai ketika HAPSARI melakukan ke­ giatan awal, Lokakarya Pemantauan dan Pelapor­ an Partisipatif Akuntabilitas Pemerintah dan DPR Dalam Pemenuhan Hak-hak Ekonomi Perempuan (Agustus 2012). Melalui lokakarya inilah dirumus­ kan bersama maksud dan tujuan pemantauan, serta konsep dan strategi melakukan peman­ tauan. Proses ini dilanjutkan dengan melakukan


Tabel Analisa Partisipasi Perempuan Basis Dalam Pemantauan Program KUR

Debitur dan non Debitur dari Serikat Anggota Keterlibatan dalam Kegiatan

-

Pemahaman terhadap Kegiatan

-

-

Respon terhadap Hasil Kegiatan

-

-

Debitur dan non Debitur Bukan dari Serikat Anggota Aktif menyebarkan kuisioner, - Perlu dipandu dalam melakukan wawancara dan pengisian formulir mengorganisir FGD, wawancara, Aktif mengajukan pertanyaan- Kurang aktif dalam pertanyaan dalam forum FGD. diskusi di forum FGD. - Mengikuti kegiatan Program/kegiatan organisasi yang sebagai bentuk harus dijalankan dengan sukses, dukungan pada serikat Menjadikan kegiatan untuk perempuan anggota menghidupkan aktifitas organisasi, HAPSARI, Pertemuan-pertemuan antar - Kurang memahami komunitas dengan pemerintah dan aspek substansi tentang dewan dinilai lebih penting daripada “representasi” yang topik KUR-nya sendiri. hendak dibangun Menjadikan tema “reperesentasi” melalui kegiatan ini. untuk membangun relasi-jaringan dan peluang kerjasama program dengan dinas/instansi pemerintah dan dewan. Laporan Hasil Pemantauan sebagai - Ingin mengakses KUR bahan melakukan lobi dengan dengan mudah, dinas/instansi pemerintah daerah - Tertarik untuk menjadi (kabupaten) untuk membangun anggota serikat. kerjasama program peningkatan ekonomi perempuan. Program Representasi sebagai media membangun dialog-dialog partisipatif khususnya dengan dewan perwakilan di daerah.

pengumpulan data melalui wawancara dan FGD, serta analisis data dan penulisan laporan hasil pemantauan ini. Dari serangkaian proses yang dilalui terse­ but, partisipasi perempuan dalam pemantauan pelaksanaan program KUR dari dua kelompok ini menunjukkan kualitas yang berbeda, seperti ter­ lihat pada tabel. 2.2. Interaksi dengan Instansi Pembina dan Dewan Perwakilan Interaksi adalah hal saling melakukan aksi, berhubungan, mempengaruhi; antar orang perse-

orangan dan kelompok, antar kelompok dengan kelompok.10 Selain dengan perbankan, kegiatan pemantauan implementasi program KUR ini mengharuskan tim pemantau berinteraksi de­ ngan kalangan dinas/instansi pembina, dalam hal ini dinas/instansi pemerintah daerah tingkat ka­ bupaten dan dengan kalangan dewan perwakilan (DPR-D) kabupaten. Ada lima dinas/instansi terkait program KUR yang berinteraksi dengan tim pemantau, yaitu; Dinas Koprerasi dan UKM, Dinas Pertanian, Dinas 10. www.artikata.com

11


Laporan Pemantauan Program KUR dari Perempuan Akar Rumput

seluruh dewan tersebut ber­ partisipasi dalam peman­ tauan dengan menjawab kuisioner wawancara dan hadir dalam FGD sebagai narasumber kunci ketika tim pemantau melakukan klarifi­ kasi data-data temuan hasil pemantauan. DPR-D Komisi Ekonomi di kabupaten Deli Serdang tidak dapat menye­ diakan waktu untuk hadir dalam FGD menemui kon­ stituen (bagian penting yang diwakilinya).

Perikanan dan Kelautan, Dinas Kehutanan, Dinas Perdagangan. Juga dengan Badan Pemberdayaan Perempuan Anak dan Keluarga Berencana (Badan PPA-KB), terkait tema pemberdayaan perempuan yang menjadi misi strate­gis HAPSARI dan serikatserikat perempuan anggota HAPSARI. Di kabupat­ en Kulonprogo, tim pemantau juga berinteraksi dengan Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindun­ gan Masyarakat (Kesbanglinmas), di kabupaten Serdang Bedagai, berinteraksi dengan Tim Koor­ dinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TK­ PKD) yang diketuai oleh Wakil Bupati. Dengan kalangan dewan perwakilan (DPRD) dari enam wilayah (kabupaten) dimana pemantauan ini dilakukan, tim pemantau hanya berhasil memba­ngun interaksi dengan lima (5) orang dewan di lima kabupaten. Masing-masing dari Komisi Ekonomi dan Komisi C Bidang Pen­ didikan, Kesehatan dan Pariwisata (kabupaten Tanah Karo). Meski tidak terlalu bersemangat,

12

2.3. Pengetahuan dan Pengalaman Baru yang Diperoleh Dengan jadwal kegiatan yang ketat (4 min­ ggu pengumpulan data melalui wawancara, satu ming­gu FGD), harus tepat waktu dan harus ter­ koordinir de­ngan baik antar wilayah pemantauan (enam kabupaten), kegiatan pemantauan imple­ mentasi program KUR ini telah memberikan pe­ ngetahuan baru atau pengetahuan tambah­an bagi para kader perempuan basis dari serikat-serikat perempuan anggota HAPSARI dan menjadi fak­ tor yang berkontribusi memperkuat kemampuan melakukan advokasi. Pengetahuan baru yang penting dan telah men­ jadi pembelajaran bersama itu adalah, - pertama; tentang bagaimana membangun interaksi de­ngan kalangan dinas/instansi pe­ merintah, bank penyalur, dan dewan per­ wakilan,


- kedua; tentang kemampuan menjalankan kepemimpin­an, dan - ketiga; tentang kemampuan administratif. Sebagai kader-kader organisasi, pada dasar­ nya ketiga aspek pengetahuan itu sudah dimiliki. Namun dalam pelaksanaan kegiatan ini, pengeta­ huan itu semakin bertambah (berkembang) dan tumbuh menjadi pengalaman baru yang menan­ tang untuk terus ditingkatkan kualitasnya. Interaksi yang sejak awal dinilai paling sulit adalah dengan kalangan dewan perwakilan. Ini karena masalah representasi di Indonesia sudah sejak lama merupakan tantangan yang belum ter­ jawab hingga saat ini. Interaksi dengan kalangan pemerintah sudah dapat ditebak; pemerintah pasti akan berelasi sebatas tupoksinya masingmasing. Dengan kalangan perbankan sudah ter­ gambar akan terjadi dengan mudah, karena tema program bersentuhan langsung dengan kepenting­ an Bank mencari debitur KUR. Analisa itu terbukti benar, maka sejak awal HAPSARI memutuskan target utama pemantauan ini adalah memperkuat kapasitas organisasi inter­ nal dalam melakukan advokasi, dan menjadikan kegiatan pemantauan sebagai titik masuk saja, untuk membangun interaksi yang lebih mem­

perkuat sistim representasi dimasa datang. Kita mulai saja sekarang. Terkait kemampuan menjalankan kepemim­ pinan, pengetahuan dan pengalaman baru yang diperoleh adalah bahwa keberadaan organisasi HAPSARI dan serikat-serikat perempuan anggota­ nya (di enam wilayah kabupaten) terbukti cu­ kup diakui (mempunyai legitimasi yang kuat). Ini ber­arti kepemimpinan kader-kader perempuan anggota HAPSARI yang berasal dari komunitas perempuan basis akar rumput juga diakui. Namun di balik itu, kami mendapat penge­ tahuan dan pengalaman baru tentang tidak mu­ dahnya mengerjakan hal-hal yang bersifat tekh­ nis dan administratif; menulis dan mengirim surat, menghubungi kontak person; siapa pihak yang paling strategis agar surat cepat sampai dan cepat mendapat jawaban. Terutama ketika me­ng­ undang pihak Bank, apakah langsung ke direktur, bagian perkreditan, atau kesiapa. Begitu juga dengan pihak dewan; apakah ke sekretariat de­ wan, ke komisi, atau langsung ke ketua dewan. Dari situasi ini kami menyadari betapa ma­ sih terbatasnya pengetahuan para kader dan pimpinan organisasi serikat-serikat perempuan anggota HAPSARI berinteraksi dengan pihak-pi­ hak lain, di luar jaringan sesama organisasi ma­ syarakat sipil.

13


Laporan Pemantauan Program KUR dari Perempuan Akar Rumput

IV. KESIMPULAN HASIL PEMANTAUAN A. EMPAT FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKSES PEREMPUAN TERHADAP KUR 1. Sosialisasi oleh Bank Pelaksana dan Instansi Pembina Meskipun pemerintah berkepentingan ter­ hadap KUR untuk percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UMKM-K dalam rangka pengentasan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja serta pertumbuhan ekonomi, tidak tampak keseriusan dalam melakukan sosia­ lisasi kepada masyarakat, apalagi secara khusus kepada perempuan. Iklan yang disiarkan di tele­ visi tidak cukup memberikan penjelasan apa dan bagaimana mengakses KUR. Sehingga masyara­ kat, apalagi perempuan mengetahui KUR sebatas “judul kredit”. Akses perempuan terhadap kredit formal dari program-program perbankan atau pemerin­ tah yang selama ini memang minim, tidak sema­ kin bertambah melalui sosialisasi program KUR, karena sosialisasinya memang terbatas hanya dari pihak perbankan. Dalam situasi dimana sebagian besar waktu perempuan dihabiskan di rumah, di pasar atau di kebun dan jarang dilibatkan dalam pertemuan-pertemuan di tingkat masyarakat, perempuan semakin jauh dari akses informasi dan peluang mengajukan kredit. 2. Pembinaan dan Pendampingan UMKM-K Pada tahun 2012 target penyaluran KUR telah ditetapkan sebesar Rp 30 Trilyun. Meski target tersebut hanya naik sekitar 3,4% dari ca­ paian di tahun 2011, namun disadari bahwa un­

14

tuk mencapai target tersebut tidaklah mudah. Bank Pelaksana yang baru bergabung diharap­ kan dapat memperbesar penyalur­an KUR mulai Maret 201211 . Tampaknya pemerintah memang lebih berharap banyak kepada pihak perbankan. Pemerintah sudah merasa cukup dengan me­ lakukan pembinaan usaha untuk UMKM-K yang ada dalam lingkup dinas/instansi mereka masingmasing, dimana beberapa orang terdapat debitur KUR, atau potensial mengakses KUR. Dinas Kop­ erasi lebih banyak berpe­ran mendorong pemben­ tukan-pembentukan Koperasi, untuk difasilitasi mendapatkan kredit dari Bank, termasuk untuk mendapatkan KUR. Dinas/instansi pembina lain­ nya lebih mengejar target penyaluran dana-dana hibah untuk kelompok, sesuai tupoksinya. Di salah satu wilayah pelaksanaan FGD, Di­ nas Koperindag meminta serikat perempuan ang­ gota HAPSARI agar bersedia “menjadi corong” untuk mensosialisasikan kegiatan mereka di­ antaranya membentuk usaha mikro di setiap desa, membentuk kelompok-kelompok usaha melalui koperasi. Jika mempunyai anggota dan mempunyai kelompok, dapat segera membentuk kelompok-kelompok usaha atau membentuk ko­ perasi. Sekaligus menghimbau masyarakat agar jangan ba­nyak hutang yang pada akhirnya akan terlilit hutang. Permintaan yang menyenangkan dan him­ bauan yang simpatik; sekaligus menunjukkan tidak kuatnya kepedulian dan dukungan kepada perbankan dalam pembinaan kelompok-kelom­ pok UMKM-K debitur KUR. 11. Pernyataan Deputi Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan se­ laku Ketua Tim Pelaksana Komite Kebijakan KUR dalam Forum Koordinasi Rencana Tindak Perluasan Kredit Usaha Rakyat (KUR) 8 Maret 2012 di Denpasar.


3. Skim Kredit : Persyaratan dan Prosedur, Ketentuan Agunan Informasi tentang skim KUR; persyaratan, prosedur dan ketentuan agunan yang disam­ paikan secara jelas oleh pihak perbankan cukup dipahami dan mudah dimengerti baik oleh debi­ tur maupun potensial debitur. Persyaratan dan prosedur tersebut dinilai tidak sulit. Tetapi selu­ ruh responden menyampaikan harapannya agar KUR tidak memerlukan jaminan tambahan. Selama ini, untuk mengatasi kesulitan per­­modal­an baik dalam memulai usaha atau mengembangkan usaha, banyak diantara mereka mengakses dana-dana kredit dari individu atau lembaga pemberi jasa kredit (rentenir) yang mu­ dah diakses dengan bunga sangat tinggi. Banyak masyarakat yang terjerat rentenir ini dan pada akhirnya usahanya hancur. Program KUR bukannya tidak diminati ma­ syarakat pelaku UMKM termasuk kaum perem­ puan. Seluruh potensial debitur dalam peman­ tauan ini tidak atau belum mengakses KUR, karena tidak mendapatkan informasi yang jelas; apa itu KUR dan bagaimana mengaksesnya. 4. Pengawasan Pelaksanaan Program KUR Pengawasan terhadap transparansi dan akunta­bilitas kinerja pemerintah dan perbankan dalam implementasi program KUR, terletak pada kewenangan pihak dewan perwakilan (Dewan Perwakilan Rakyat – DPR-D) yang secara jelas mengatakan bahwa perannya melakukan penga­ wasan, selain peran legislasi dan anggaran. Namun, belum adanya kebijakan yang dike­ luarkan oleh dewan (DPR-D) secara khusus un­ tuk program KUR, merupakan factor yang perlu “dikhawatirkan”, ketika rakyat mulai mengharap­

kan adanya transpa­ransi dan akuntabilitas peme­ rintah dalam pelaksanaan program-program prorakyat, termasuk penyaluran KUR. Dalam hal representasi, keterwakilan de­ wan dengan konstituennya pun, masih meru­ pakan tantangan. Saat dimana rakyat, komunitas warga dan terutama perempuan yang selama ini terpinggirkan mulai berperan aktif berbicara dengan dewan yang mewakilinya, masih ada ang­ gota DPR-D yang tidak dapat meluangkan waktu­ nya untuk menghadiri dialog dengan konstituen, terkait pemenuhan hak-hak ekonomi yang juga merupakan hak konstitusi warga Negara. Sebagai permulaan untuk praktik yang baik, apre­siasi patut diberikan kepada dewan dari DPRD kabupaten Serdang Bedagai (Sugiatik,S.Ag) dari Komisi Ekonomi yang berpartisipasi aktif dalam pemantauan ini. Selain memberikan informasi dalam wawancara (pe­ngisian kuisioner), menjadi key person dalam FGD, ia juga bersedia meng­ hadiri pertemuan nasional dalam rangka Konsoli­ dasi Program Representasi bersama tim HAPSARI di Bogor (September 2012). Dalam forum yang membahas tentang substansi representasi dalam sistim demokrasi di Indonesia, dengan terbuka ia me­ngatakan bahwa selama ini relasi antara de­ wan de­ngan konstituennya memang masih meru­ pakan tantangan bersama. Diperlukan kemauan belajar bersama antar pihak (masyarakat, dewan, pemerintah) untuk terus membangun dialog-di­ alog yang lebih aspi­ratif dan partisipasif B. TIGA FAKTOR YANG MEMPERKUAT KEMAMPUAN KADER PEREMPUAN MELAKUKAN ADVOKASI HAK-HAK EKONOMI 1. Partisipasi dalam Pemantauan Partisipasi perempuan basis yang berasal dari serikat-serikat perempuan anggota HAP­

15


Laporan Pemantauan Program KUR dari Perempuan Akar Rumput

SARI dalam pemantauan ini lebih berkualitas, diban­ding dengan kalangan perempuan yang bukan dari anggota serikat. Tidak hanya menjadi res­ponden, tetapi sekaligus menjadi pemantau itu sendiri. Karena mereka memahami bahwa ke­giatan ini bukan sekedar untuk memantau pelaksanaan program KUR, tetapi juga untuk me­ lihat bagaimana kinerja pemerintah dan dewan perwakilan dalam melayani kebutuhan ekonomi (permodalan) untuk masyarakat kecil, terutama untuk perempuan. Kegiatan Pemantauan Implementasi Pro­ gram KUR ini menjadi energi baru bagi kaderkader perempuan dari serikat anggota HAPSARI untuk menghidupkan kembali aktifitas organisasi, memberikan pendidikan kepada anggota dengan informasi baru tentang KUR, dan menjadi media komunikasi untuk mendekatkan diri dengan ka­ langan pemerintahan dan dewan perwakilan.

16

2. Interaksi dengan Instansi Pembina dan Dewan Perwakilan Pemerintah adalah alat negara. Pemerin­ tahan dalam suatu negara, memiliki peran men­ jalankan fungsi dan tanggung jawab negara dalam mencapai tujuan utamanya, yakni kesejahteraan dan ketentram­an bagi warga negaranya. Selain memiliki fungsi memerintah berdasarkan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi), pemerintah juga memiliki fungsi pelayanan. Fungsi pelayanan merupakan produk jasa yang tidak terlihat, namun dapat dirasakan dan dapat menimbulkan dampak dalam berinteraksi; menyenangkan atau tidak, memuaskan atau ti­ dak. Dalam konteks pelaksanaan fungsi pemerin­ tah, pelayanan dapat dikategorikan sebagai upaya untuk menyiapkan, menyediakan, atau mengurus keperluan warga masyarakatnya. Sebagai repre­


sentasi dari rakyat, sudah seharusnya pemerintah memberikan pelayanan yang baik (menyenang­ kan – memuaskan) kepada rakyatnya. Sepanjang berinteraksi dengan kalangan dinas/instansi pembina dalam proses peman­ tauan implementasi program KUR ini, relasi yang terbangun masih sebatas relasi dimana aparat pemerintah menjalankan fungsi memerintah ber­ dasarkan tupoksinya masing-masing. Pernyataan itu disebutkan secara jelas oleh hampir seluruh responden dari kalangan dinas/instansi pembina, ketika menyampaikan pandangannya terkait pro­ gram KUR. Demikian juga relasi dengan mayoritas ka­ langan dewan (DPR-D) tingkat kabupaten. Hanya

lima dari enam orang dewan yang meluangkan waktunya untuk berpartisipasi dalam pemantau­ an ini (menyediakan waktu wawancara/me­ngisi kuisioner pemantauan dan hadir dalam FDG) dan hanya satu dari lima orang dewan12 yang memberikan pelayanan (menyiapkan, menye­ diakan diri dan bersedia mengurus keperluan tim pemantau) sampai proses pemantauan ini selesai dilaksanakan. 3. Pengetahuan dan Pengalaman Baru yang Diperoleh Advokasi merupakan kerja strategis dengan hasil akhir terjadinya perubahan (kebijakan dan

12. Sugiartik,S.Ag (Komisi Ekonomi – DPR-D Serdang Bedagai)

17


Laporan Pemantauan Program KUR dari Perempuan Akar Rumput

sikap terkait kebijakan itu). Kalau kebijakannya belum berubah, minimal sikap dalam berinter­aksi antara perempuan basis pelaksana kegiatan ini dengan para pihak yang akan menjadi mitra; dari sikap yang hanya sekedar “formalitas berpartisi­ pasi” menjadi “benar-benar menjalankan fungsi pelayanan”. Maka, membangun interaksi dengan pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder) terkait tema advokasi ini adalah suatu hal yang penting dan harus dilakukan dengan strategi yang tepat pula. Kemampuan berinteraksi antara lain dilaku­ kan melalui kemampuan melobi. Menilik asal kata lobi yang berarti teras atau ruang depan yang ter­ dapat di hotel-hotel, tempat dimana para tamu duduk-duduk dan bertemu dengan santai, dalam kamus bahasa Indonesia terdapat pengertian “melobi” adalah melakukan pendekatan secara tidak resmi; untuk mempengaruhi orang lain. Belum semua kader perempuan basis ang­ gota HAPSARI mempunyai kemampuan me­

lobi. Selain membutuhkan keterampilan khusus berkomunikasi dan pengetahuan lain yang men­ dukung suksesnya melakukan lobi, pendekatan inipun belum biasa dilakukan di HAPSARI. Di­ tambah lagi masih adanya pandangan negatif dari kalangan pemerintah termasuk kalangan dewan yang memposisikan organisasi masyarakat sipil sebagai organisasi “tukang protes” yang hanya “menuntut” hak kepada mereka. Legitimasi organisasi dan kepemimpinan perempuan basis anggota HAPSARI yang su­ dah mulai terba­ngun merupakan sumberdaya yang dapat dimanfaatkan. Tinggal membekali para kader dengan keberanian, kepercayaan diri dan keterampilan tekhnis yang memadai untuk melakukan lobi. Keterampilan tekhnis itu antara lain dalam kerja-kerja administratif; membuat su­ rat, menyiapkan dokumen yang diperlukan (bah­ an-bahan presentasi), menyiapkan media-media komunikasi kreatif dan efektif, dll.

V. PENUTUP Strategi dan arah kebijakan pembangu­ nan untuk pengentasan kemiskinan cukup jelas tercatat dalam dokumen resmi Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2012. Tetapi, masih ada ma­ salah dalam sosialisasi dan pembinaan untuk masyarakat miskin yang menjadi target sasaran­ nya. Oleh karena itu, kalangan masyarakat miskin sendiri (termasuk kaum perempuan) harus men­ jadi warga yang aktif; mempertanyakan, mempe­ lajari dan berusaha mengaksesnya. KUR hanyalah contoh kasus (keadaan atau kondisi) untuk pem­ belajaran. Dalam sistim demokrasi perwakilan di se­ luruh dunia termasuk Indonesia berlaku prinsip

18

“dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat”. Arti­ nya, legitimasi (sahnya) keberadaan pemerintah karena amanah rakyat, begitu juga keberadaan dewan adalah perwakilan rakyat. Itu juga berarti kebijakan-kebijakan program pro-rakyat seharus­ nya dibangun di atas nilai-nilai “melayani kepent­ ingan rakyat yang diwakili” yang sudah memper­ cayakan pada perwakilannya. Tetapi, masalah keterwakilan memang ma­ sih menjadi tantangan. Kesadaran bahwa pemer­ intah dan dewan perwakilan adalah representasi rakyat, masih harus diperkuat. Penguatan ini akan terjadi, jika semua pihak mempunyai pengeta­ huan dan menghayati pengetahuan tersebut.


Maka, membangun interaksi ; saling me­ lakukan aksi, berhubungan, mempengaruhi; an­ tar orang perse-orangan dan kelompok, antar kelompok (institusi/lembaga) dengan kelompok (institusi/lembaga) dalam relasi yang dinamis dan santun adalah praktek yang baik dalam upaya memperkuat sistim representasi kita. Program-program pro-rakyat, seharusnya di­letakkan dalam konteks memenuhi hak-hak ekonomi dan hak konstitusi oleh negara me­

lalui penyelenggara negara, yaitu pemerintah­ an (pemerintah dan dewan perwakilan). Jadi, pemerintah dan dewan perwakilan tidak sekedar menjalankan tugas pokok dan fungsi (tupoksi), melainkan menjalankan mandat13 rakyat.*** Lubuk Pakam, Oktober 2012 Tim HAPSARI 13. Perintah atau arahan dari orang banyak; rakyat (www.kamus­ besar.com)

Tentang HAPSARI Himpunan Serikat Perempuan Indonesia, atau dikenal sebagai HAPSARI, adalah organisasi berbasis keanggotaan independen dan non-pemerintah yang anggotanya berupa serikat atau perkumpulan perempuan di tingkat kota/ kabupaten. Organisasi ini didirikan pada tanggal 14 Maret 1990 di Desa Su­ kasari Kecamatan Perbaungan Sumatera Utara. Pada awal beridirinya HAPSARI adalah Kelompok Kerja Perempuan Desa yang memulai aktifitas dengan mendirikan Sanggar Belajar Anak bernama “Harapan Desa Sukasari”. Dari sinilah muncul akronim “HAPSARI” yang kemudian digunakan sebagai nama lem­ baga hingga saat ini. Pada tahun 1997 HAPSARI berbadan hukum dalam bentuk yayasan. Sejak itu HAPSARI mulai mem­ perluas wilayah pengorganisasian dengan strategi membangun organisasi sebagai media penguat­an perempuan. Tahun 1999 seluruh kelompok perempuan yang menjadi dampingan HAPSARI didorong dan difasilitasi membangun organisasinya sendiri, bernama Serikat Perempuan Independen (SPI) Su­ matera Utara. Tahun 2001, HAPSARI dan SPI Sumut menyatukan diri dalam satu organisasi dengan bentuk yang baru, menjadi federasi dengan nama HAPSARI-Federasi Serikat Perempuan Merdeka (HAPSARI-FSPM) dan berbadan hukum perkumpulan. Tahun 2004 nama Federasi Serikat Perempuan Merdeka (FSPM) di­ rubah menjadi Himpunan Serikat Perempuan Indonesia dan disebut HAPSARI hingga saat ini.

19


Laporan Pemantauan Program KUR dari Perempuan Akar Rumput

Visi HAPSARI adalah; “Terwujudnya masyarakat yang adil dan sejahtera tanpa ada penindasan antara perempuan dan laki-laki dengan memberikan penghargaan yang sama terhadap hak-hak yang dimiliki oleh perempuan dan laki-laki”. Misi HAPSARI adalah: a. Melakukan penumbuhan dan penguatan gerakan perempuan, sebagai bagian dari gerakan rakyat untuk melakukan perubahan sosial budaya dan politik yang berkeadilan di Indonesia. b. Menumbuhkan dan menguatkan kepemimpinan politik perempuan lokal, sebagai bagian dari kekuatan politik perempuan nasional. c. Melakukan berbagai upaya untuk menghapuskan kekerasan dan ketidak adilan terhadap perempuan baik yang dialami oleh anggota khususnya dan perempuan umumnya. Untuk pencapaian visi dan misi tersebut HAPSARI merancang Program Strategis, yaitu ; 1. Kampanye Nasional untuk isu-isu lokal gerakan perempuan. 2. Memperluas Jumlah Serikat Perempuan Idependen. 3. Memperkuat kemandirian ekonomi HAPSARI dan Komunitas Perempuan Basis. 4. Membangun system Kaderisasi dan Kepemimpinan Perempuan Basis. 5. Merancang Strategi dan Menyelenggarakan Pendidikan Politik Perspektif Perempuan. 6. Mendorong Perempuan Basis untuk duduk di Posisi Politik Formal. 7. Mensosialisasikan Hak Azasi Perempuan sebagai bagian dari Hak Azasi Manusia (HAM) dan anti kekerasan berbasis gender. Sampai Desember tahun 2011, jumlah serikat perempuan anggota HAPSARI adalah sepuluh (10) seri­ kat dengan jumlah individu sebanyak 1.928 orang perempuan yang menyebar di 9 kabupaten dari 5 propinsi di Indonesia (Sumatera Utara, Sulawesi Tengah, Jogyakarta, Jawa Tengah dan Kalimantan Timur). Ke-sepuluh Serikat tersebut adalah : 1) Serikat Perempuan Independen (SPI) Serdang Bedagai Sumut. 2) Serikat Perempuan Petani dan Nelayan (SPPN) Serdang Bedagai Sumut. 3) Serikat Perempuan Independen (SPI) Deli Serdang – Sumut. 4) Serikat Perempuan Independen (SPI) Labuhanbatu – Sumut. 5) Serikat Perempuan Independen (SPI) Tanah Karo Simalem – Sumut. 6) Serikat Perempuan Tana Poso (SEPENATAP) – Sulawesi Tengah 7) Serikat Perempuan Bantul (SPB) – Jogyakarta 8) Serikat Perempuan Independen (SPI) Kulonprogo – Jogyakarta 9) Serikat Perempuan Independen (SPI) Pekalongan – Jawa Tengah 10) Serikat Perempuan Dayak (SPD) Kalimantan Timur

20


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.