Menulis Opini untuk Media Massa

Page 1


Menulis Opini untuk Media Massa: Modul Pelatihan untuk Aktivis NGO

Ditulis oleh Bambang Wisudo

1


Pengantar

Menulis artikel opini di media massa merupakan salah satu kemampuan yang perlu dimiliki oleh para aktivis organisasi masyarakat sipil yang melakukan kerja-kerja advokasi kebijakan publik. Sayangnya hanya sejumlah kecil aktivis yang mampu menuangkan gagasannya dalam bentuk opini yang layak dimuat di media massa. Artikel opini di media massa memang memiliki karakteristik khusus. Halaman opini di media massa tidak bisa dipisahkan dengan keberadaan berita atau news yang menjadi urusan pokok media massa. Karena itu aktualitas dan kebaruan selalu melekat pada opini di media massa. Karakteristik ini membuat penulis opini di media massa harus menghasilkan sebuah tulisan yang layak muat dalam waktu yang terbatas, bahkan dalam keadaan terburu-buru. Tuntutan antara kecepatan dan kualitas ini merupakan tantangan yang harus ditaklukan para aktivis yang ingin menembus halaman opini suratkabar. Modul ini ditulis panduan untuk pelatihan menulis opini untuk aktivis yang diselenggarakan oleh Program Representasi (ProRep) US-AID.

Penulis

2


Daftar Isi

Pendahuluan

……………………………………………………………………………… 4

Modul I

……………………………………………………………………………… 7

Modul II

……………………………………………………………………………… 11

Modul III

……………………………………………………………………………… 14

Modul IV

……………………………………………………………………………… 17

Modul V

……………………………………………………………………………… 19

Lampiran

……………………………………………………………………………… 21

Why I Write (George Orwell)

………………………………………………………

22

Contoh Opini 1: Menyiapkan Generasi Unggul (Boediono) ………………… 32 Contoh Opini 2: Tantangan PDI-P Pasca Megawati

………………………… 35

Contoh Opini 3: Pancasila for Our Classrooms (Bambang Wisudo ………

3

38


Pendahuluan Media sosial semakin berperan penting da-

Karakteritik khusus artikel opini di media

lam

Namun

massa menuntut keahlian dan komitmen

demikian media massa tradisional masih

yang khusus pula. Menulis untuk media

memainkan

massa

membentuk

opini

peran

publik.

signifikan

dalam

sangat

berbeda

dengan

menulis

mempengaruhi kebijakan publik. Di kalangan

laporan program, menulis karya tulis untuk

aktivis organisasi masyarakat sipil, kerja-

seminar,

kerja kampanye media untuk mempengaruhi

untuk jurnal. Halaman opini surakabar tidak

kebijakan publik yang dilakukan melalui

terlepas dari berita atau news yang menjadi

engagement dengan media, seperti siaran

denyut nadi seluruh kerja media. Oleh

pers,

ataupun

karena itu mereka yang ingin menulis di

jurnalistik

media massa harus memahami apa hakikat

kunjungan

mengadakan

ke

acara

media,

kunjungan

sudah sering dilakukan.Akan tetapi masih sangat

sedikit

memanfaatkan sebagai

aktivis halaman

strategi

yang opini

untuk

mampu

suratkabar

mempengaruhi

kebijakan publik.

penting

untuk

mempengaruhi

publik

tetapi

juga

akan

kebijakan menaikkan

kredibilitas, eksistensi, posisi tawar baik organisasi

maupun

aktivis

bersangkutan secara individual. Biasanya, aktivis atau organisasi yang rajin muncul di halaman opini suratkabar, mereka jugalah yang sering muncul dalam berita baik di media

cetak,

online.Sayangnya,

menulis

artikel

ilmiah

berita dan logika dasar kerja jurnalistik. Halaman opini, bagi umumnya suratkabar, merupakan halaman yang paling bergengsi selain halaman pertama. Biasanya halaman ini terdiri atas editorial atau tajuk rencana,

Menulis opini di suratkabar tidak hanya

bagi

maupun

televisi, hanya

maupun

sebagian

surat pembaca, kolom atau artikel opini. Editorial merupakan respon atau sikap resmi suratkabar terhadap suatu persoalan aktual yang menjadi perhatian utama publik, ditulis oleh pemimpin redaksi atau editor senior suratkabar

bersangkutan.Surat

pembaca

merupakan forum untuk pembaca untuk menyatakan

pendapat,

komplain,

atau

pengaduan yang umumnya terkait dengan pelayanan publik.

kecil

Semakin tinggi reputasi sebuah suratkabar,

aktivis yang memiliki kemampuan dan daya

semakin bergengsi halaman opini suratkabar

tahan untuk berkompetisi menulis opini di

bersangkutan.Karena itu, sekalipun imbalan

suratkabar.

4


atau honorarium untuk penulis tidak besar, halaman opini suratkabar ternama selalu diperebutkan

para

penulis.Sebagaimana

editorial, artikel opini juga sangat penting untuk

membentuk

mempengaruhi

opini

para

publik

pembuat

dan

kebijakan.

Sinergi antara kerja-kerja riset dan kajian kebijakan,

membuat

naskah

tandingan

rancangan Undang Undang, lobi, kampanye media, penggalangan massa dan penulisan opini

di

media

menentukan

massa

akan

keberhasilan

sangat advokasi

kebijakan.

ditampilkan di halaman opini tetapi juga bisa muncul di halaman satu atau halaman lainnya. Meski sejumlah orang berhasil menembus halaman opini suratkabar ketika ia masih tingkat pemula di bidangnya, secara umum menulis

opini

untuk

suratkabar

mensyaratkan repertoar pengetahuan yang luas di bidangnya. Repertoar ini selain ditentukan

oleh

pengalaman

melintang

dalam

sangat

ditentukan

pergulatannya

bidang

malang

kajiannya oleh

dengan

juga

keluasan

bacaan.

Tanpa

Baik editorial maupun artikel opini selalu

bacaaan, tanpa pengetahuan yang mendalam

terkait dengan berita yang sedang hangat

sekaligus

dipergunjingkan masyarakat.Kebaruan dan

analisis

aktualitas merupakan prinsip penting yang

tertinggal dan gagal menyajikan pendapat

menjadi

yang bernas terhadap issu yang tengah

pertimbangan

utama

diterbitkan

atau tidak diterbitkannya sebuah artikel opini.Sekalipun

demikian,

persoalan

dan

karena

kekhasan

pendapat

ada

yang

tanpa

tajam

memiliki

kita

akan

pisau selalu

berkembang.

sebagian

kedalaman

yang

meluas,

atau

disampaikan,

Tuntutan

aktualitas

sering

membuat

kewalahan tidak hanya para penulis opini

aktualitas artikel opini tersebut bertahan

tetapi

lama, tidak cepat basi, atau bahkan selalu

tantangan yang berat bagi para penulis

aktual.Artikel-artikel semacam ini sering

pemula.Mereka

disebut

dengan tuntutan ini, yaitu menyelesaikan

meta-aktual.Aktualitas

juga

bisa

juga

pengasuh perlu

opini.Ini

menyesuaikan

artikel

Secara

Menulis artikel opini harus dilakukan dengan

sebuah

artikel

opini

bahkan

waktu

kerja

waktu atau memiliki timeline yang pas.

buruan.Sebuah tulisan artikel opini harus dikirimkan

dalam

Artikel opini dan kolom sering dibedakan.

penulisan.

Menunda

Kolom

mengirimkan

ke

pada

dasarnya

termasuk

dalam

dalam

singkat.

berpeluang dimuat di suratkabar apa ia tepat

siap

cepat

dalam

diri

dikaitkan dengan hari-hari penting tertentu. umum

bermutu

rubrik

keterburu-

satu

dua

menulis

redaksi

akan

hari atau

membuat

kategori opini akan tetapi biasanya ditulis

artikel bersangkutan basi, tidak aktual lagi,

oleh penulis tetap dan lebih stylistic atau

dan disisihkan oleh redaksi. Belum lagi

menonjolkan gaya personal, baik dalam

risiko artikel tersebut tertumpuk di meja

penggunaan

bahasa

pengungkapannya.

Kolom

5

maupun tidak

hanya

redaksi.

Oleh

karena

itu

selain

perlu

menguasai teknik dan strategi yang tepat,


untuk menjadi penulis artikel opini di media

Mengembangkan Ide dan Kerangka Tulisan

massa

untuk menuntun peserta mengembangkan

perlu

mentalitas

tidak

mudah

menyerah, mencoba dan mencoba lagi. Oleh

gagasan dan membuat kerangka yang

karena itu perlu ada sikap untuk terus

perlukan untuk menuntun kerja penulisan

menulis tanpa mempedulikan apakah tulisan

opini. .Bagian keempat, Praktik Menulis

itu diterbitkan oleh suratkabar bersangkutan

Opini di Media Massa merupakan bagian

atau tidak.

terpenting dalam pelatihan yang menuntut

Modul didesain secara khusus untuk para aktivis NGO yang ingin belajar menulis opini untuk media massa. Modul ini bukan hanya berupa

panduan

tentang

apa,

yang

bersifat

mengapa,

dan

kognitif

bagaimana

menulis opini untuk media massa. Tujuan utama materi pelatihan ini juga bermaksud

di-

peserta untuk menghasilkan draft pertama tulisan dalam batas waktu tertentu. Pada bagian kelima, Strategi Mengirimkan Tulisan ke Media Massa berisi tahap terakhir yang harus dilakukan sebelum artikel dikirimkan ke media dan tips untuk mengirimkan tulisan ke media massa.

menanamkan sikap sekaligus aksi untuk

Menulis opini untuk media massa memang

mengantarkan para peserta menghasilkan

memerlukan semangat dan kerja ekstra,

sebuah artikel opini yang layak dan siap

khususnya

dikirimkan

gagal

menulis

ke

apa

media pun

massa.

tidak

Pelatihan

akan

banyak

manfaatnya, apabila peserta tidak belajar dengan

melakukan

(learning

by

doing).

Dalam kaitan ini patut ditekankan bahwa baik fasilitator maupun peserta dituntut berkomitmen untuk berkerja dalam satu

tahap-tahap awal. Beberapa

dimuat

tidak

boleh

mematahkan

semangat karena sekali seseorang berhasil menembus

suratkabar

biasanya

akan

menjadi jauh lebih mudah untuk selanjutnya. Kemahiran

menulis

juga

sangat

terkait

dengan jam terbang. Meski bagi seorang

siklus menghasilkan artikel opini yang layak

penulis, khususnya penulis opini, tidak boleh

dimuat di media massa hingga tuntas.

dilupakan bahwa jam terbang saja tidak

Modul ini terdiri dari lima bagian. Bagian pertama, “How to Write� untuk mengajak peserta

mendalami

persyaratan

dan

mencukup. Seorang penulis tidak pernah boleh berhenti membaca buku, membaca dunia, demi melahirkan tulisan.

bagaimana membangun kebiasaan menulis. Bagian kedua, Prinsip-prinsip dan Logika Jurnalistik

berisi

tentang

prinsip-prinsip

kerja jurnalistik yang perlu dipahami oleh penulis artikel opini karena pada hakikatnya penulisan opini di media massa tidak pernah terlepas

dari

berkembang.

berita Bagian

yang

sedang ketiga,

6


Modul

I

How To Write Menulis opini di media massa merupakan

eksistensi

kemampuan yang semestinya dimiliki oleh

lembaga yang dia wakili. Menulis atau

para aktivis, terutama aktivis peneliti, yang

binasa, write or perish. Bahkan tidak cukup

berkerja advokasi kebijakan. Media massa

sekedar, terbitkan atau binasa, publish or

hingga detik ini memiliki peran penting da-

perish. Begitu adagium yang berlaku di

lam proses pengambilan kebijakan (policy

kalangan

making) baik pada tahapan awal sebagai

untuk kalangan aktivis. Sangat disayangkan

agenda setter, sebagai mediator antara para

hanya sebagian kecil para aktivis peneliti

ahli atau peneliti dan pengambil kebijakan,

yang memiliki kemampuan menulis opini

maupun sebagai aktor yang membingkai

untuk media massa.

bagaimana kebijakan seharusnya diambil.

Menulis

seorang

aktivis

akademisi

--

tetapi

tetapi

apalagi

juga

berlaku

menulis

juga

opini

--

Menulis opini di media massa merupakan

mensyaratkan

metode

pengetahuan yang luas dan mendalam dalam

efektif

untuk

dan

hasi-hasil

pendapat

menyampaikan riset

yang

bidang

yang

adanya digeluti,

motivasi dan

yang,

pembiasaan

dilakukan organisasi masyarakat sipil, baik

menulis. Karena itulah pengetahuan tentang

dalam rangka membentuk opini publik atau

bagaimana

secara langsung mempengaruhi keputusan

sendirinya melahirkan seorang penulis opini.

yang dibuat oleh para pengambil kebijakan.

Apa

menulis

persyaratan

opini

untuk

tidak

menjadi

dengan penulis

opini? Bagaimana menjadi penulis opini? Dan Alasannya lainnya, menulis secara umum

apa prinsip-prinsip dasar penulisan opini?

menentukan

Pengetahuan

Eksistensi

eksistensi diri,

keinginan

seseorang. untuk

selalu

ini

mutlak

diketahui

bagi

mereka yang ingin belajar menulis opini

dikenang, merupakan salah satu alasan yang

untuk

dikemukakan

sastrawan

percuma bila tidak diresapi dan menjadi

Inggris, dalam esainya yang terkenal Why I

tenaga bagi seseorang untuk duduk di depan

Write. Menulis, khususnya menulis opini di

layar dan mulai menulis.

suratkabar

7

George

tidak

Orwell,

hanya

menentukan

suratkabar

akan

tetapi

menjadi


Tujuan 1.

2.

Pokok-pokok bahasan: Peserta

memiliki

pemahaman

1.

Mendiskusikan tentang apa syarat

mengenai persyaratan yang harus

utama untuk menjadi

dimiliki oleh seorang penulis opini,

Berapa buku yang harus dibaca?

yakni kemampuan membaca yang

Buku apa saja yang

harus dibaca?

kuat dan kebiasaan menulis sebagai

Bagaimana strategi

memperkuat

aktivitas ritual sehari-hari.

kemampua baca dan memperluas

Peserta

dapat

bacaan?

mengembangkan

alasan mendasar mengapa seorang

2.

Mendiskusikan

aktivis dituntut untuk menulis serta

seorang

memahami

menulis opini

agenda

bagaimana dan

menyusun

mengembangkan

kebiasaan (habit)

untuk

penulis.

tentang

aktivis

mengapa

peneliti

perlu

berdasarkan esai

George Orwell “Why I Write’?

menjadi 3.

seorang penulis

Diskusi

tentang

prinsip-prinsip

menulis yang baik 3.

Peserta

mendapatkan

tips

bagaimana memulai menulis dan menjadikan menulis sebagai ritual sehari-hari

Why I Write Esai ini ditulis oleh sastawan Inggris George Orwell yang mendunia berkat sejumlah tulisannya. Salah satu tulisan yang banyak dibaca orang adalah Animal Farm, sebuah cerita tentang pemberontakan di peternakan petani yang dipimpin seekor babi. Cerita yang bisa dinikmati oleh anak-anak ini sesungguhnya merupakan satire kan di

terhadap komunisme. Why I Write dipublikasi-

Majalah Gangrel dalam edisi musim panas 1946. Esai ini

beris alasan dan pergulatan eksistensial sebagai seorang penulis. Orwell bercerita bahwa ia mulai membuat puisi pada usia empat tahun, sebelum ia bisa menlis. Dalam esai yang memukau ini Orwell mengaku bahwa uang bukan alasan ia menulis. Ada empat alasan utama ia menulis, yakni egoisme belaka, antusiasme estetik, dorongan kesejarahan, dan yang paling penting adalah tujuan politik.

Tulisan ini sangat menarik dibaca sebagai bahan

refleksi, sekaligus untuk membangun motivasi, mengapa seorang aktivis harus menulis.

8


Durasi: 120 menit

Metode Pembelajaran: Presentasi, diskusi, tanya jawab, menonton dan mendiskusikan potongan film, mendiskusikan contoh-contoh kesalahan dalam penulisan, praktik menulis

Fasilitator menanyakan apakah seorang penulis opini perlu membaca puisi? Mengapa membaca puisi? Bagaimana membaca puisi? Selanjutnya fasilitator meminta peserta membaca bersama-sama puisi Wiji Tukul “Penyair” dan “Meditasi Membaca Buku”.

Tahap-tahap Pembelajaran 

Fasilitator melontarkan pertanyaan awal “Apa syarat utama menulis? hingga ada peserta yang menjawab “membaca buku”. Bertolak dari jawaban ini fasilitator mengajak peserta berdiskusi tentang pengalaman membaca, bagaimana menjadikan membaca sebagai kebiasaan sehari-hari, buku apa saja yang perlu dibaca, bagaimana cara dan strategi membaca, serta review ringkas buku “How to

Fasilitator membagikan naskah “Why IWrite” karya George Orwell dalam versi bahasa Inggris dan terjemahan bebas dalam bahasa Indonesia. Peserta membaca naskah George Orwell bergantian, satu orang satu alinea, dengan suara keras. Fasilitator mengajukan sejumlah pertanyaan untuk membantu peserta merefleksikan tulisan tersebut.

Peserta diminta menuliskan sebuah esai pendek (sekitar 300 kata) “Mengapa Aku Menulis”. Tugas ini dapat dikerjakan di luar kelas sebagai “Pekerjaan Rumah”. Dalam pertemuan berikutnya, fasilitator meminta satu atau dua peserta membacakan esainya di depan

Read” karya Mortimer Adler.

kelas. 

Fasilitator menyampaikan sejumlah tips untuk memulai menulis dan menjadikan menulis sebagai ritual sehari-hari

9


Hemingway & Gellhorn (2012) merupakan film drama percintaan antara Ernest Hemingway, sastrawan yang kita kenal dengan salah satu karya klasik The Old Man and The Sea, dengan kekasih gelapnya Martha Gellhorn. Ada sebuah adegan menarik dalam film ini, bagaimana Hemingway mengajar Gellhorn untuk menjadi seorang menulis. Tidak ada teori untuk menulis, yang perlu dilakukan seorang penulis adalah duduk dan berdarah-darah di depan mesin tik, kata Hemingway.

“Hm ….. Aku tidak bisa menulis, tidak bisa …..”

kata Gellhorn. “Aku

mencoba

apa-apa.

Aku

memahami.

Aku

tapi

tidak

merasa

aku

tidak cukup

menghasilkan tidak tahu

cukup tentang

perang , tentang militer, dan tentang …. Aku hanya …. Aku tidak … ,” kata Gellhorn. “Hal yang menarik bagiku hanyalah orangorang dan kehidupan mereka …. Siapa yang sungguh-sungguh

tertarik

hal

itu,”

kata

Gellhorn. “Tidak ada sesuatu untuk ditulis, Gellhorn. Apa yang harus kamu lakukan hanyalah duduk di depan mesin ketik dan berdarah-darah,” kata Hemingway dengan nada suara tinggi.

Fasilitator memutarkan video klip cuplikan adegan Hemingway saat menulis dan dialog Hemingway yang menegur Martha Gellhorn karena tidak kunjung menulis dalam film “Hemingway & Gellhorn (HBO, 2012). Disusul kemudian diskusi singkat cuplikan film tersebut dan menggarisbawai kata-kata Hemingway bahwa “menulis merupakan

Fasilitator menutup materi dengan menyampaikan kutipan terkenal Hemingway “There is nothing to

writing. All you do is sit down at a typewriter and bleed”.

sebuah pertempuran”.

10


II

Modul

Prinsip-prinsip dan Logika Jurnalistik Menulis opini untuk media massa memiliki

opini yang ditulisnya aktual, ada unsur

karakteristik yang jauh berbeda dibanding-

kebaruan,

kan menulis laporan program untuk lembaga

diangkatnya

dana atau menulis sebuah paper akademik

berdampak luas bagi publik? Topik yang

untuk presentasi ataupun jurnal. Opini di media massa hadir untuk memberikan ruang bagi publik berdialog dan memperdebatkan issu-issu aktual yang tengah berkembang. Aktualitas,

kebaruan,

dan

keterbatasan

dan

apakah

memiliki

topik

kedekatan

yang dan

dipilih oleh penulis opini haruslah memiliki cantolan yang kuat atau yang dikenal dalam istilah

jurnalistik

memiliki

pasak

berita

(news peg), Dalam hal ini seorang penulis opini perlu mengingat bahwa tugas utama jurnalisme adalah membuat sesuatu yang

ruang melekat di dalamnya yang sering

penting menjadi menarik dan relevan bagi

menjadi penghalang utama bagi penulis baru

publik

untuk

Kovach dan Tom Rosenstiel dalam bukunya

berpartisipasi.

Oleh

karena

itu

seseorang yang ingin menulis dan menjadi

sebagaimana

dikemukakan

Bill

Sembilan Elemen Jurnalisme (2001).

penulis di halaman opini media massa mesti memahami esensi sebuah berita dan prinsip -prinsip dan logika dasar jurnalistik. Berita bukan sekedar informasi atau peristiwa.

Jurnalis

atau

media

meliput

suatu

Dalam

menulis berita, seorang jurnalis

peritiwa karena ia memiliki nilai berita

juga

(news value). Sekurang-kurangnya sebuah

prinsip-prinsip

peristiwa layak diliput dan dipublikasikan

menjunjung tinggi kebenaran, akurat, tidak

karena

berprasangka,

berdampak

luas

bagi

publik

(consequence), unik atau menarik (human

interest), kedekatan (proximity), dan aktual atau tepat waktu (timelineness). Seorang penulis opini perlu memperhatikan apakah

11

harus

berpegang dasar

teguh

pada

jurnalistik

yakni:

objektif,

independen,

berimbang, dan menyuarakan mereka yang tidak mampu bersuara? Sejauh manakah prinsip-prinsip dasar jurnalistik ini relevan bagi seorang penulis opini di media massa?


informasi penting dalam sebuah berita tanpa

Salah satu tahap yang penting dalam penulisan adalah editing. Pada tahap terakhir penulisan, sebelum tulisan dikirim, perlu dicek lagi akurasi dalam penulisan nama, data, dan sebagainya, serta cek penggunaan ejaan, tanda baca, ada tidak salah pengetikan, atau kesalahan dalam

harus membaca keseluruhan berita. Rumus

penulisan istilah.

Seorang jurnalis dalam menulis berita keras (hard

news)

selalu

memegang

prinsip

menulis dengan rumus piramida terbalik. Mengapa?

Karena

memungkinkan

dengan

pembaca

pola

ini

mendapatkan

ini mengajarkan kepada penulis opini di media massa untuk buru-buru menempatkan hal-hal yang paling penting, paling menarik,

Tujuan: 

Peserta memahami prinsip-prinsip dasar dan logika jurnalistik

Peserta memahami implikasi prinsip-prinsip dan logika jurnalistik dalam kerja penulisan opini untuk media massa

inti dari tulisan pada bagian awal tulisan. Alinea pertama atau “lead” menjadi penentu utama keberhasilan tulisan opini. George

Orwell

dalam

sebuah

esainya

“Polititcs and the English Language”

mengemukakan

News Value

enam aturan dasar menulis, yakni

1)

jangan

gunakan

Consequence Human Interest Proximity Prominence Timeliness

mefafora, 2) pilih kata-kata pendek, 3) pangkas katakata yang tidak perlu, 4) hindari penggunaan kalimat pasif, 5) gunakan kata-kata yang

CHoPPT

mudah dimengerti,

jangan gunakan jargon, 6) baca keraskeras.

Piramida Terbalik

Dalam menulis opini, seorang penulis juga perlu menjaga supaya tulisan tetap padat ( concise ), singkatan

menghindarkan atau

akronim,

penulisan

Informasi Paling penting

menghindarkan

penggunaaan kata yang sama berulang kali, dan menghindarkan penulisan angka terlalu banyak

dan

terlalu

detail.

Untuk

Detail Informasi penting

menghindarkan angka-angka yang terlalu banyak, sebaiknya ditampilkan dalam bentuk tabel atau grafis.

12


Tahap-tahap Pembelajaran: 

Fasilitator memulai diskusi dengan menanyakan kepada peserta apa itu berita? Apakah berita sama dengan informasi?

Fakta?

Peristiwa?

Apakah semua peristiwa itu berita? Jadi apakah yang dimaksud dengan berita oleh suratkabar, radio, atau televise? Bertolak dari pertanyaanpertanyaan

itu

fasilitator

mendiskusikan tentang apa yang disebut nilai berita (news value) 

Fasilitator peserta

selanjutnya mendiskusikan

prinsip-prinsip

dasar

mengajak tentang jurnalistik

dan implikasinya dalam penulisan artikel opini untuk media massa 

Fasilitator mendiskusikan tentang prinsip

penulisan

piramida

dengan

terbalik,

cara

mengapa

piramida terbalik, dan apa implikasi bila ingin menulis opini di media massa 

Fasilitator mendiskusikan dengan peserta

tentang

prinsip-prinsip

dasar dan teknik penulisan untuk media massa, serta contoh-contoh kesalahan umum dalam penulisan

13


III

Modul

Mengembangkan Ide dan Kerangka Tulisan Keluhan umum yang disampaikan para

penulis pemula adalah kehabisan ide. Ada banyak

faktor yang menyebabkan seorang penulis pemula, termasuk dalam menulis opini, kehabisan ide atau kesulitan mengembangkan ide. Pertama, pengetahuan tentang topik yang dimiliki masih terbatas dan pisau analisisnya tidak tajam. Akan tetapi pengetahuan dan kekayaan bacaan

belum

tentu

membuat

seseorang

mengembangkan ide. Kemampuan

bisa

menulis

opini

tanpa

kemampuan

mengembangkan ide merupakan prasyarat kedua yang

perlu dikuasai oleh seorang penulis.

Mind Map Maria Vasquez, seorang guru keturunan Filipina yang mengajar di sebuah taman kanak-kanak di AS, mengajarkan literasi kritis dengan mengangkat percakapan muridmuridnya tentang program “heavy meal� McDonald. Ia mengajak murid-muridnya menggunakan peta ide (mind map). Membuat peta ide merupakan cara yang sangat efektif bagi seorang penulis untuk mengembangkan gagasan tulisannya.

14


Teknik sederhana untuk mengembangkan

rumuskan penutup atau ending dengan cara

ide

atau

yang sama. Perhatikan apakah kepala dan

Pertama-tama

ekornya terkait satu sama lain? Alinea

tentukan terlebih dahulu masalah yang akan

pembuka dan penutup yang baik biasanya

ditulis. Dari persoalan utama yang dipilih,

ada

ajukan pertanyaan aspek-aspek apa yang

merumuskan

bisa dibahas dalam tulisan itu. Selanjunya

“sempurna� baru rumuskan poin-poin yang

dikembangkan lebih lanjut dengan bagian-

akan

bagian yang lebih detail yang digambarkan

Kerangka

dalam

merupakan 70 persen kerja penulisan.

adalah

jejaring

dengan membuat

ide

(mind

map).

cabang-cabang

yang

peta

lebih

kecil.

Jejaring ide ini bisa sangat kompleks dan luas. Karena dalam penulisan artikel opini untuk media massa, kita akan berhadapan

keterkaitan

yang

kepala

dibahas

erat.

dan

sebagai

tulisan

Setelah

ekor

dengan

tubuh

yang

tulisan.

operasional

Tujuan: 1.

Peserta memiliki pengetahuan dan

dengan keterbatasan halaman, pilih saja

keterampilan memilih tema tulisan

fokus tulisan pada satu atau dua hal yang

opini yang layak dipublikasikan di

akan dibahas.

media massa

Bertolak dari peta ide tersebut, kita dapat

2.

Peserta

memahami

dan

dapat

menyusun kerangka tulisan. Penulis pemula

mengembangkan ide untuk tulisan

perlu memulai kerja menulisnya dengan

opini.

membuat kerangka tulisan karena ini akan memandu penulis dalam membuat tulisan

3.

membuat

yang mengalir. Kerangka tulisan juga akan

tulisan yang

sebuah tulisan opini.

bagian tulisan secara proporsional.

tulisan adalah menuliskan alinea pertama

kerangka

siap dikembangkan untuk menjadi

membantu penulis untuk membahas bagian-

Langkah pertama dalam membuat kerangka

Peserta dapat memahami dan dapat

Tahap-tahap Pembelajaran: 

Fasilitator membagi peserta dalam

yang kuat sebagai lead untuk “memimpin�

kelompok

tulisan. Tulis alinea pertama yang kuat,

artikel

yang

jangan

media

massa.

panjang dan pilih kata-kata yang kuat.

diminta

membuat

Bacalah dengan bersuara. Bila terdengar

kerangka tulisan serta membahas

mengalir, tidak membuat tersengal-sengal

secara kritis konten tulisan maupun

berarti

alasan mengapa tulisan tersebut

menggunakan

lead

tersebut

kalimat

sudah

panjang-

mantap.

untuk

menganalisis

pernah Tiap peta

dimuat

di

kelompok ide

dan

Rumuskan lead tersebut hingga 100 persen

dimuat di media massa.

jadi, meski untuk itu akan menghabiskan

-masing kelompok mempresentasi-

waktu beberapa lama. Bisa saja setelah

kannya di depan kelas untuk dinilai

tulisan selesai, lead diubah lagi. Setelah itu

oleh kelompok lain.

15

Masing


Sebagai

pekerjaan

rumah,

tiap

peserta diminta membuat artikel opini

untuk

menanggapi

yang

pernah

dimuat

artikel

di

media

massa. Panjang artikel tanggapan sekitar 400 kata. Artikel tanggapan ini selanjutnya diposting di grup facebook

dan

akan

dikomentari

terutama pada bagian lead dan ending-nya. 

Fasilitator dan

I quit, I think

membagikan

meminta

metaplan

setiap

peserta

menuliskan tema yang ingin ditulis

I’ve taught public school for 26 years but I

dalam

just can’t do it anymore. For years I asked

Setelah itu fasilitator meminta tiap

the local school board and superintendent to

peserta membacakan tema yang

let me teach a curriculum that doesn’t hurt

akan ditulis dan mendiskusikannya

kids, but they had other fish to fry. So I’m

apakah topik yang ditulis bernilai

going to quit, I think. 

belum Berbagai

kalimat

hipotetis.

untuk dimuat di media massa. Bila kesalahan

yang

aku

peserta

diajak

hingga memenuhi nilai kelayakan

melakukan nyalagi

untuk dimuat di media massa.

Sejarah sekolah Amerika – pyramid Mesir

layak,

menyempurnakan tema yang dipilih

lakukansebagai guru, aku tidak bisa 

satu

Fasilitator

membagikan

sehelai

Kritik Socrates terjadi

kertas dan meminta tiap peserta

Bukti-bukti: Davidvs Ratchel

membuat

Mitos-mitos pedagogi dan praktik-

berdasarkan

mengajar yang salah 

Tidak ada satu-satunya cara yang paling benar untuk jadi terpelajar

Apa syarat sekolah yang baik?

peta

disetujui.

ide

tema Peta

(mind

map)

yang

telah

ide

tersebut

selanjutnya didiskusikan di depan kelas

atau

dibahas

secara

individual.

I can’t teach this way any longer. If you hear of a job where I don’t have to hurt kids to make a living, let me know. Come fall I’ll be looking for work, I think.

16


IV

Modul

Praktik Menulis Opini untuk Media Massa Sesuai karakteristik media yang sangat menekankan aspek kebaruan dan aktualitas, menulis opini untuk media massa harus dilakukan dalam waktu yang relatif singkat dan dalam situasi keterburuan. Rentang munculnya gagasan untuk menulis hingga finilasisasi tulisan tidak boleh lebih dari dua hari.

Penundaan

memulai

sampai

menyelesaikan tulisan bisa berakibat artikel opini yang ditulis basi dan tidak relevan lagi

Pengalaman menulis draft pertama naskah

untuk diterbitkan oleh media. Menulis tuntas

opini

dalam

menanamkan sikap segera memulai menulis,

waktu

relatif

singkat

merupakan

tantangan utama bagi penulis pemula.

cenderung

hanya

menyerap

pengetahuan menulis opini tanpa pernah mengalami atau mempraktikkannya. Untuk menghindari penulisan

hal

opini

menyelesaikan

itu,

peserta

perlu draft

pelatihan

“dipaksa�

pertama

jeda

menyelesaikan

Dalam sejumlah pelatihan penulisan opini, peserta

tanpa

untuk

tulisannya

ini

tulisan

diperlukan dalam

untuk

keterburu-

buruan, untuk merebut peluang diterbitkan di media. Bahkan dengan kecepataan dan keterburuan-buruan,

hasil

tulisan

yang

layak dimuat, belum menjadi jaminan tulisan itu dimuat karena cepatnya perubahan issu yang menjadi perhatian media dan khalayak. Tujuan:

dalam jangka waktu tertentu, tanpa jeda. Peserta perlu dibawa dalam suatu suasana: baru

boleh

meninggalkan

1.

pekerjaan

tulisan

itu

diendapkan

beberapa

saat

sebelum diedit ulang sampai tulisan tersebut siap dikirimkan ke meja redaksi.

17

kebiasaan

artikel

yang

opini

menulis

layak

dalam

tekanan dan keterburu-buruan.

menulisnya setelah draft pertama selesai ditulis. Setelah itu baru diberi jeda agar

Menanamkan

2.

“Memaksa� peserta menulis draft tulisan hingga tuntas dalam tenggat waktu yang telah ditentukan.


Durasi: 4 – 10 jam

penulisan

Tahap Pembelajaran: 

Fasilitator

membuka untuk

klinik

memberikan

kesempatan kepada peserta

me-

Fasilitator meminta peserta untuk

nyempurnakan tulisan hingga siap

memilih tema yang akan ditulis

dikirimkan ke media massa baik

secara

melalui tatap muka maupun secara

individual

mendiskusikan

apakah

dan

tema

itu

virtual

memenuhi kriteria layak diterbitkan di media massa 

Peserta melakukan brain storming dengan membuat peta ide (mind map) dan menuangkannya dalam bentuk kerangka tulisan

Mendiskusikan peta ide yang dibuat para peserta atau, bila waktu tidak mencukupi,

peserta

mendiskusikannya secara personal dengan fasilitator. 

Peserta

langsung

menuangkan

kerangka tulisan yang dibuat dalam sebuah tulisan draft pertama antara 600 hingga 700 kata 

Hasil

tulisan

diserahkan melalui

grup facebook dan e-mail

fasil-

itator 

Apabila waktu memungkinkan, hasil tulisan draft pertama didiskusikan di kelas, peserta memberikan kritik dan masukan kepada penulis

18


V

Modul

Strategi Mengirimkan Tulisan ke Media Massa Ada sejumlah strategi dan aturan main yang

panjang artikel yang telah dimuat. Jangan

perlu diikuti untuk mengirimkan tulisan ke

menulis artikel lebih panjang dari panjang

media massa. Menulis opini di media massa

rata-rata yang dimuat.

sangat diikat oleh nilai aktualitas, kebaruan, dan ruang yang terbatas. Opini di media massa lebih menekankan pada pendapat individual

penulis

dan

disajikan

untuk

menarik perhatian publik terhadap persoalan yang

diangkat.

Oleh

karena

itu

dalam

sebuah tulisan opini, tidak perlu mengutip pendapat banyak ahli seperti saat membuat kajian literatur atau menyusun kerangka teoritis

untuk

sebuah

riset

atau

paper

akademik. Pembahasan masalah mesti fokus pada satu atau dua hal saja. Demikian pula saran

dan

rekomendasi,

bila

memang

diperlukan, cukup satu dua hal pokok saja.

Salah

satu

finalisasi judul.

tahap

artikel

Pilih

yang

opini

judul

penting

adalah

yang

dalam

penulisan

menarik

dan

mencerminkan isi. Judul harus pendek, pada umumnya cukup tiga atau empat kata saja. Setelah itu edit kembali tulisan Anda. Cek apakah

ada

hal-hal

yang

dengan aturan umum keharusan menulis

sesuai

penulisan, seperti

menghindari angka

tidak

kalimat

yang

panjang,

terlalu

detail,

penggunaan singkatan dan akronim, atau penggunaan jargon. Cek juga penggunaan istilah asing, bila benar-benar diperlukan, tidak salah tulis. Demikian pula yakinkan

Sekalipun secara umum prinsip penulisan

bahwa tidak ada salah ketik dan gunakan

artikel opini di media massa tidak jauh

ejaan

berbeda satu dengan lainnya, setiap media

mintalah

massa memiliki karakteristik tertentu. Oleh

berpengalaman

karena itu ketika menulis artikel opini perlu

massa untuk membaca tulisan Anda sebelum

terlebih dahulu memproyeksikan artikel itu

dikirim.

ditulis untuk media mana. Sebelum tahap finalisasi,

cek

terlebih

dahulu

gaya

penulisan maupun panjang rata-rata artikel yang

dimuat

di

media

bersangkutan.

Sesuaikan artikel anda dengan gaya dan

19

yang

benar.

rekan

Apabila

sejawat menulis

diperlukan, Anda

opini

di

yang media

Ada sejumlah etika yang perlu diikuti oleh penulis opini di media massa. Pertama, jangan sekali-kali menjiplak atau mengutip tulisan

orang

lain

tanpa

menyebutkan

sumber. Risiko yang harus ditanggung bila


ketahuan menjiplak sangat berat. Reputasi

melalui email atau faksimili, konfirmasikan

Anda akan hancur tidak hanya sebagai

ke media bersangkutan apakah artikel Anda

penulis tetapi juga karir Anda. Tulisan opini

telah diterima dengan baik.

untuk media massa hanya boleh dikirimkan untuk

satu

media

dipublikasikan,

dan

termasuk

belum dalam

pernah website,

Tujuan: 1.

Peserta mendapatkan informasi dari

blog, atau media sosial. Anda hanya boleh

narasumber untuk mengenali lebih

mengirimkan

jauh mengenai rubrik opini di media

ke

media

lain

atau

mempublikasikannya di tempat lain apabila

massa,

Anda eksplisit telah menyatakan mencabut

dimuat, kebijakan redaksi di media

tulisan Anda. Pencabutan tulisan tidak cukup

bersangkutan,

dengan

kesalahan

langsung

e-mail ke

tetapi

mesti

sekretariat

menelepon

redaksi

atau

karakteristik

tulisan

serta

yang

yang

kesalahan-

sering

dilakukan

penulis pemula.

pengasuh rubrik opini media bersangkutan. Sekali tulisan yang sama dimuat di media

2.

Peserta

memahami

bagaimana

strategi mengirimkan tulisan di media

yang berbeda, Anda akan dimasukkan dalam

massa.

daftar hitam oleh media bersangkutan. 3.

Peserta memahami etika dan tata cara mengirimkan

artikel di media

massa. Tahap-tahap Pembelajaran: 1.

Fasilitator mempresentasikan hal-hal yang

perlu

editing,

diperhatikan

pembuatan

dalam

judul,

dan

finalisasi tulisan 2.

F asi li t ato r

m empr e se nt asi k a n

strategi mengirimkan tulisan di media Saat

mengirimkan

artikel

ke

redaksi,

massa

dan

mengajak

pesrta

sertakan surat pengantar. Secara umum

mengenali

surat pengantar berisi identitas Anda, judul

penulisan artikel di sejumlah media

artikel yang Anda tulis, dan apa urgensi

serta

tulisan tersebut. Cantumkan pula pernyataan

dipertimbangkan dalam memilih me-

kesediaan untuk diedit serta nomor kontak

dia yang akan dituju

tingkat

apa

kompetisi

yang

harus

Anda. Terutama bagi penulis pemula, perlu pula disertakan dalam surat pengantar fotokopi kartu identitas Anda. Setelah terkirim

3.

Presentasi

dan

diskusi

dengan

narasumber pengasuh rubrik opini media massa

20


Lampiran

21


Why I Write (George Orwell) I was the middle child of three, but there was a gap of five years on either side, and I barely saw my father before I was eight. For this and other reasons I was somewhat lonely, and I soon developed disagreeable mannerisms

which

made

me

unpopular

throughout my schooldays. I had the lonely child's habit of making up stories and holding conversations with imaginary persons, and I think

from

the

very

start

my

literary

ambitions were mixed up with the feeling of being isolated and undervalued. I knew that I had a facility with words and a power of From a very early age, perhaps the age of

facing unpleasant facts, and I felt that this

five or six, I knew that when I grew up I

created a sort of private world in which I

should be a writer. Between the ages of

could get my own back for my failure in

about seventeen and twenty-four I tried to

everyday life. Nevertheless the volume of

abandon this idea, but I did so with the

serious — i.e. seriously intended — writing

consciousness that I was outraging my true

which I produced all through my childhood

nature and that sooner or later I should have

and boyhood would not amount to half a

to settle down and write books.

dozen pages. I wrote my first poem at the age of four or five, my mother taking it down to

Dari sejak usia dini, mungkin sejak usia 5 – 6

dictation. I cannot remember anything about

tahun, Aku tahu bahwa saat tumbuh besar

it except that it was about a tiger and the

nanti aku harus menjadi seorang penulis. Saat

tiger had ‘chair-like teeth’ — a good enough

berusia antara 17 – 24 tahun aku mencoba

phrase, but I fancy the poem was a plagiarism

untuk memendam ide ini, tetapi itu kulakukan

of Blake's ‘Tiger, Tiger’. At eleven, when

dengan

akan

the war or 1914-18 broke out, I wrote a

mengeluarkan talentaku yang sebenarnya,

patriotic poem which was printed in the local

dan cepat atau lambat aku harus duduk dan

newspaper, as was another, two years later,

menulis buku.

on the death of Kitchener. From time to time,

kesadaran

bahwa

aku

22


Aku adalah anak kedua dari tiga bersaudara, tetapi usiaku masing masing berjarak lima tahun dengan kakak dan adikku, dan aku jarang sekali melihat ayahku sebelum aku berumur delapan tahun. Karena hal itu dan alasan-alasan lain aku merasa kesepian, dan itu

menumbuhkan

sikap

yang

tidak

menyenangkan sehingga membuatku tidak populer pada masa-masa sekolahku. Sebagai seorang yang punya kebiasaan menyendiri aku mengarang cerita dan bercakap-cakap dengan teman-teman imajiner, dan aku rasa dari awal ambisi menulisku bercampur dengan perasaan terisolasi dan tidak dihargai. Aku tahu bahwa aku memiliki kekuatan kata-kata, dan kekuatan menghadapi kenyataan yang tidak menyenangkan, dan aku merasa bahwa ini

menciptakan

semacam

dunia

pribadi

dimana aku bisa kembali pada kesalahanku dikeseharianku. Namun demikian isi dari tulisan serius (yaitu dimaksudkan serius) yang aku hasilkan melalui masa kecil dan masa remajaku tidak sampai setengah lusin halaman. Aku menulis puisi pertamaku pada usia 4 atau 5 tahun, ibuku mendiktekannya untukku. Aku tidak bisa mengingat apapun tentang ini, kecuali bahwa ini tentang seekor macan dan macan punya ‘kursi mirip gigi ’ – frase yang cukup bagus, tapi aku kira puisi ini jiplakan dari puisi ‘Tiger, Tiger’ karya Blake. Pada umur 11, saat perang pecah atau tahun 1914 – 1918 , aku menulis puisi kepahlawan yang diterbitkan dikoran lokal, sama halnya puisiku yang lain, dua tahun kemudian, yaitu The Death of Kitchener. Dari waktu ke waktu, saat

aku

tulisanku

mulai buruk

tumbuh dan

sedikit biasanya

dewasa, tidak

menyelesaikan ‘puisi-puisi alami’ dalam gaya Georgian. Aku juga mencoba menulis cerita pendekyang ternyata gagal total.

23

Itu seharusnya merupakan keseluruhan pekerjaan yang seharusnya aku tuliskan di atas kertas selama sekian tahun itu. However, throughout this time I did in a sense engage in literary activities. To begin with there was the made-to-order stuff which I produced quickly, easily and without much pleasure to myself. Apart from school work, I wrote vers d'occasion, semi-comic poems which I could turn out at what now seems to me astonishing speed — at fourteen I wrote a whole rhyming play, in imitation of Aristophanes, in about a week — and helped to edit a school magazines, both printed and in manuscript. These magazines were the most pitiful burlesque stuff that you could imagine, and I took far less trouble with them than

I

now

would

with

the

cheapest

journalism. But side by side with all this, for fifteen years or more, I was carrying out a literary exercise of a quite different kind: this was the making up of a continuous ‘story ’ about myself, a sort of diary existing only in the mind. I believe this is a common habit of children and adolescents. As a very small child I used to imagine that I was, say, Robin Hood, and picture myself as the hero of thrilling

adventures,

but

quite

soon

my

‘story ’ ceased to be narcissistic in a crude way and became more and more a mere description of what I was doing and the things I saw. For minutes at a time this kind of thing would be running through my head: ‘He pushed the door open and entered the room. A yellow beam of sunlight, filtering through the muslin curtains, slanted on to the table, where a match-box, half-open, lay beside the inkpot. With his right hand in his pocket he moved across to the window. Down in the


street a tortoiseshell cat was chasing a dead

dan remaja. Seperti pada saat aku masih

leaf’, etc. etc. This habit continued until I

sangat

was about twenty-five, right through my non

adalah Robinhood, dan membuat seolah-olah

-literary years. Although I had to search, and

aku ini seorang pahlawan petualangan yang

did search, for the right words, I seemed to

hebat, tetapi semakin lama kisahku terhenti

be making this descriptive effort almost

dengan cara yang kejam dan berubah menjadi

against my will, under a kind of compulsion

lebih

from outside. The ‘story’ must, I suppose,

kukerjakan, dan apa yang kulihat. Sesaat

have reflected the styles of the various

dalam beberapa menit hal seperti ini merasuki

writers I admired at different ages, but so far

pikiranku:

as I remember it always had the same

terbuka dan masuk ke ruangan. Cahaya

meticulous descriptive quality.

matahari

Bagaimanapun juga, dalam waktu ini aku berkeinginan untuk terlibat dalam aktivitas menulis. Untuk memulainya aku membuat tulisan

berdasarkan

pesanan

yang

aku

hasilkan dengan cepat, dengan mudah, dan tanpa dapat menikmatinya. Sebagai bagian dari tugas sekolahku, aku menulis vers d’ occasion, puisi semi komik yang kuhasilkan dengan jangka waktu yang cepat, dan jangka waktu itu mengherankan bagiku sekarang – umur 14 tahun aku menulis naskah drama yang

keseluruhannya

ber-irama

(drama

sajak), itu adalah tiruan dari Aristophanes, hanya

dalam

1

minggu,

dan

membantu

mengedit majalah sekolah, baik cetak maupun dalam bentuk naskah. Majalah-majalah ini adalah yang paling menyedihkan dari yang bisa kamu bayangkan, dan aku mendapatkan sedikit masalah daripada apa yang akan kukerjakan

sekarang

dengan

jurnalisme

kecil,

aku

kepada

membayangkan

deskripsi

“dia

memaksa

kuning,

atas

apa

pintu

menembus

diriku

yang

sehingga

kain

kasa,

memantul ke meja, dimana sebuah kotak korek

api,

setengah

terbuka,

tergeletak

disamping wadah tinta. Dengan tangan kiri yang dalam saku celana dia pindah ke seberang jendela. Jauh di jalan seekor kucing kulit

penyu

menangkap

daun

mati,

dan

seterusnya. Dan seterusnya. Kebiasaan ini berlangsung sampai aku berumur dua puluh lima tahun, tepat melewati tahun tanpamenulisku. Meskipun aku harus mencari, dan aku benar-benar mencari, untuk kata-kata yang tepat, aku seolah-olah membuat upaya deskriptif

hamper

keinginanku,

bertentangan

dibawah

tekanan

dengan

dari

luar.

Cerita harusnya, menurutku, mencerminkan gaya

beberapa

penulis

yang

kukagumi

diberbagai usia, tetapi sejauh yang aku ingat, mereka memmiliki kualitas deskripsi yang detil. When

I

was

about

sixteen

I

suddenly

murahan sekalipun. Tetapi bersamaan dengan

discovered the joy of mere words, i.e. the

semua hal ini, selama 15 tahun atau lebih, aku

sounds and associations of words. The lines

menjalankan sebuah tugas menulis yang agak

from Paradise Lost —

berbeda:

ini

adalah

penyusunan

cerita

berkesinambungan tentang diriku, buku harian pendek yang hanya tinggal dipikiranku. Aku

So hee with difficulty and labour hard moved on: with difficulty and labour hee.

percaya ini adalah kebiasaan normal anak-

24


which do not now seem to me so very

I give all this background information because

wonderful, sent shivers down my backbone;

I do not think one can assess a writer's

and the spelling ‘hee ’ for ‘he ’ was an added

motives without knowing something of his

pleasure. As for the need to describe things, I

early development. His subject matter will be

knew all about it already. So it is clear what

determined by the age he lives in — at least

kind of books I wanted to write, in so far as I

this is true in tumultuous, revolutionary ages

could be said to want to write books at that

like our own — but before he ever begins to

time. I wanted to write enormous naturalistic

write he will have acquired an emotional

novels with unhappy endings, full of detailed

attitude from which he will never completely

descriptions and arresting similes, and also

escape. It is his job, no doubt, to discipline

full of purple passages in which words were

his temperament and avoid getting stuck at

used partly for the sake of their own sound.

some immature stage, in some perverse

And

novel,

mood; but if he escapes from his early

Burmese Days, which I wrote when I was

influences altogether, he will have killed his

thirty but projected much earlier, is rather

impulse to write. Putting aside the need to

that kind of book.

earn a living, I think there are four great

in

fact

my

first

completed

Kira-kira umur 16 tahun aku menemukan kenikmatan bermain kata-kata, yaitu bunyibunyi yang ditimbulkan dan kelompok kata.

motives for writing, at any rate for writing prose. They exist in different degrees in every writer, and in any one writer the proportions will vary from time to time,

Maka,“hee with difficulty and labour hard”

according to the atmosphere in which he is

berubah menjadi: “with difficulty and labour

living.

hee”, yang bagiku sekarang tidak tampak terlalu indah, menggetarkan tulangku; dan melafalkan ‘hee’ untuk ‘he’ adalah sebuah tambahan kepuasan. Sebagai kebutuhan untuk mendeskripsikan sesuatu, aku sudah tahu tentang semua hal ini. Jadi sudah jelas jenis buku apa yang akan kutulis, sejauh ini yang bisa aku katakan saat aku menulis buku waktu itu. Aku ingin menulis novel alamiah yang hebat dengan akhir kisah yang sedih, penuh dengan deskripsi yang rinci dan kiasan, juga penuh dengan pesan sedih yang kata-katanya digunakan

sebagian

untuk

menyuarakan

pesan mereka sendiri. Dan faktanya novel pertama yang kukerjakan sampai tuntas, Burmese Days, yang kutulis saat aku berumur 30 tapi sudah kuproyeksikan sejak lama, jadi semacam buku itu.

25

Aku

memberikan

informasi

ini

semua

karena

aku

latar tidak

belakang berpikir

seseorang bisa mengetahui motif penulis tanpa mengetahui apa yang berkembang pada diri penulis tersebut. Subjek yang ditentukan oleh masa ia hidup di dunia – paling tidak ini sesuai dengan gejolak revolusioner ditahun aku hidup – tapi sebelum dia memulai untuk menulis

dia

akan

mempunyai

perilaku

emosional dari mana dia tidak akan benarbenar melarikan diri. Ini tugasnya, tidak diragukan

lagi,

untuk

mendisiplinkan

temperamen dan menghindari terjebak di titik yang tidak dewasa, dengan suasana hati yang buruk; tetapi jika dia mencoba melarikan diri dari

apa

yang

mempengaruhinya

secara

bersamaan, dia akan mematikan keinginan


menulisnya. Mencoba menyisihkan kebutuhan

tetapi juga para ilmuwan, seniman, politisi,

untuk mendapatkan uang, aku kira ada 4 motif

pengacara,

penting untuk menulis, dalam segala tingkatan

memiliki sifat ini

penulisan prosa. Mereka ini dimiliki oleh

seluruh titik puncak kemanusiaan. Massa

semua penulis dengan kadar yang berbeda-

terbesar manusia bukanlah egois yang akut.

beda, dan disetiap penulis akan punya porsi

Setelah menjelang 30 tahun mereka hampir

yang

meninggalkan

berbeda

dari

waktu

ke

waktu,

tergantung lingkungan di mana dia tinggal. They are: (i) Sheer egoism. Desire to seem clever, to be talked about, to be remembered after death, to get your own back on the grown-ups who snubbed you in childhood, etc., etc. It is humbug to pretend this is not a motive, and a strong one. Writers share this characteristic politicians,

with

lawyers,

scientists, soldiers,

artists, successful

prajurit,

sikap

pebisnis –

suksespun

pendeknya, dengan

individualisnya

sama

sekali – dan hidup terutama untuk orang lain, atau tertahan di bawah kebosanan. Tetapi ada juga minoritas yang berbakat, yang bertekad untuk tinggal sendiri sampai akhir hidupnya., dan penulis termasuk dalam kelas ini. Penulis yang serius, harus kukatakan, adalah lebih sia -sia dan egois daripada wartawan, meskipun lebih kurang tertarik kepada uang. (ii)

Aesthetic

enthusiasm.

Perception

of

businessmen — in short, with the whole top

beauty in the external world, or, on the other

crust of humanity. The great mass of human

hand, in words and their right arrangement.

beings are not acutely selfish. After the age

Pleasure in the impact of one sound on

of about thirty they almost abandon the sense

another, in the firmness of good prose or the

of being individuals at all — and live chiefly

rhythm of a good story. Desire to share an

for others, or are simply smothered under

experience which one feels is valuable and

drudgery. But there is also the minority of

ought not to be missed. The aesthetic motive

gifted, willful people who are determined to

is very feeble in a lot of writers, but even a

live their own lives to the end, and writers

pamphleteer or writer of textbooks will have

belong in this class. Serious writers, I should

pet words and phrases which appeal to him

say, are on the whole more vain and self-

for non-utilitarian reasons; or he may feel

centered

strongly about typography, width of margins,

than

journalists,

though

less

interested in money.

etc. Above the level of a railway guide, no book

Empat hal tersebut adalah: 1. Egoisme semata-mata. Harapan untuk

is

quite

free

from

aesthetic

considerations.

terlihat pintar, menjadi bahan perbincangan,

2. Antusiasme estetik. Persepsi keindahan di

untuk dikenang saat sudah mati, untuk meraih

dunia luar, atau disisi lain, dalam kata-kata

lagi

menggantikan

dan penyusunan yang tepat. Kepuasan atas

pelecehan yang kamu alami diwaktu kecil, dan

dampak dari sebuah bunyi dengan bunyi yang

sebagainya dan sebagainya. Omong kosong

lain, dalam ketegasan prosa yang bagus atau

bila berpura-pura ini bukan motif, dan ini

rima dari kisah yang baik. Hasrat untuk

motif yang paling kuat. Tidak hanya penulis,

membagikan

masa

pertumbuhan

pengalaman

yang

dirasa

26


berharga dan sayang kalau hilang begitu saja.

It can be seen how these various impulses

Motif estetika sangat sedikit diperhatikan

must war against one another, and how they

oleh

seorang

must fluctuate from person to person and

pembuat pamphlet ataupun penulis buku teks

from time to time. By nature — taking your

mempunyai perbendaharaan kata dan frase

‘ nature ’ to be the state you have attained

yang menarik baginya untuk alasan yang

when you are first adult — I am a person in

bermanfaat; atau dia akan merasa kuat dalam

whom the first three motives would outweigh

hal tipografi, lebar margin, dan sebagainya. Di

the fourth. In a peaceful age I might have

atas tingkat pakem yang ditentukan, tidak ada

written ornate or merely descriptive books,

buku yang bebas dari pertimbangan estetika.

and might have remained almost unaware of

banyak

penulis,

meskipun

(iii) Historical impulse. Desire to see things as they are, to find out true facts and store them up for the use of posterity.

my political loyalties. As it is I have been forced into becoming a sort of pamphleteer. First I spent five years in an unsuitable profession (the Indian Imperial Police, in

(3). Dorongan sejarah. Hasrat untuk melihat

Burma), and then I underwent poverty and

sesuatu

utnuk

the sense of failure. This increased my

menemukan fakta-fakta yang sebenarnya,

natural hatred of authority and made me for

dan menggunakannya untuk disebar-luaskan.

the first time fully aware of the existence of

seperti

apa

adanya,

the working classes, and the job in Burma

(iv) Political purpose. — Using the word ‘political’

in the widest possible sense.

Desire to push the world in a certain direction, to alter other peoples’ idea of the kind of society that they should strive after. Once again, no book is genuinely free from political bias. The opinion that art should have nothing to do with politics is itself a

had given me some understanding of the nature of imperialism: but these experiences were not enough to give me an accurate political orientation. Then came Hitler, the Spanish Civil War, etc. By the end of 1935 I had still failed to reach a firm decision. I remember a little poem that I wrote at that date, expressing my dilemma:

political attitude.

Ini bisa dilihat dari bagaimana berbagai (4) Tujuan Politik. ‘politik’

Menggunakan kata

dalam berbagai konteks. Hasrat

untuk mendorong dunia ke arah tertentu, untuk mengubah ide orang lain atas suatu masyarakat yang harus mereka perjuangkan sesudahnya. Sekali lagi, tidak satu bukupun yang bebas dari bias politik. Opini bahwa seni harus bebas dari politik adalah merupakan bentuk dari perilaku politik juga.

macam dorongan harus berperang satu sama lain,

dan

bagaimana

mereka

harus

berfluktuasi dari manusia satu ke yang lain dari waktu ke waktu. Secara alamiah

menjadikan talentamu sebagai hal yang harus kamu capai saat kamu sudah tumbuh dewasa – aku adalah orang yang memandang bahwa tiga motif pertama lebih berat ketimbang yang ke empat. Di masa yang damai aku mungkin menulis

buku

ringan

atau

hanya

buku

deskriptif saja, dan mungkin hampir tetap

27


tidak menyadari atas loyalitas berpolitik saya.

ditulis, secara langsung atau tidak langsung,

Seolah-olah

melawan

aku

dipaksa

untuk

menjadi

totalitarianisme

dan

untuk

penulis pamflet. Pertama aku menghabiskan 5

sosialisme demokratik, seperti yang aku

tahun dalam profesi yang tidak membuatku

pahami. Ini omong kosong bagiku, di periode

nyaman (sebagai seorang polisi kerajaan

layaknya sekarang ini, untuk berpikir bahwa

India, di Burma), dan kemudian aku menjalani

seseorang bisa menghindari menulis hal-hal

kemiskinan dan rasa gagal. Ini meningkatkan

tersebut.

kebencianku

dan

mereka dengan penyamaran atau hal lainnya.

membuatku untuk pertama kalinya menyadari

Ini hanya sebuah pertanyaan di satu sisi dan

keberadaan kelas pekerja, dan pekerjaan di

pendekatan disisi yang lainnya. Dan lebih lagi

Burma telah memberiku pemahaman atas

adalah kesadaran atas bias politik, satu

imperialisme: tetapi pengalaman-pengalaman

kesempatan lagi untuk bertindak politis tanpa

tersebut tidak cukup memberiku orientasi

mengorbankan

politik yang akurat. Kemudian datanglah

integritas intelektual.

terhadap

kekuasaan

Hitler, Perang sipil di Spanyol, dll. Pada akhir 1935

aku

masih

gagal

untuk

mencapai

tujuanku yang sesungguhnya. Aku teringat puisi yang aku buat pada saat itu,

Setiap

orang

estetika

menulis

tentang

seseorang

dan

What I have most wanted to do throughout the past ten years is to make political writing into an art. My starting point is always a feeling of partisanship, a sense of injustice.

The Spanish war and other events in 1936-

When I sit down to write a book, I do not say

37 turned the scale and thereafter I knew

to myself, ‘I am going to produce a work of

where I stood. Every line of serious work

art’. I write it because there is some lie that I

that I have written since 1936 has been

want to expose, some fact to which I want to

against

draw attention, and my initial concern is to

totalitarianism and for democratic socialism,

get a hearing. But I could not do the work of

as I understand it. It seems to me nonsense,

writing a book, or even a long magazine

in a period like our own, to think that one can

article, if it were not also an aesthetic

avoid writing of such subjects. Everyone

experience. Anyone who cares to examine

writes of them in one guise or another. It is

my work will see that even when it is

simply a question of which side one takes and

downright propaganda it contains much that a

what approach one follows. And the more one

full-time politician would consider irrelevant.

is conscious of one's political bias, the more

I am not able, and do not want, completely to

chance one has of acting politically without

abandon the world view that I acquired in

sacrificing one's aesthetic and intellectual

childhood. So long as I remain alive and well I

integrity.

shall continue to feel strongly about prose

written,

directly

or

indirectly,

Perang Spanyol dan kejadian lain di tahun 1936-37 merubah skalanya dan akhirnya aku tahu dimana aku berdiri. Setiap baris dari karya serius yang aku tulis sejak 1936 telah

style, to love the surface of the earth, and to take a pleasure in solid objects and scraps of useless information. It is no use trying to suppress that side of myself. The job is to reconcile my ingrained likes and dislikes with

28


the

essentially

public,

non-individual

activities that this age forces on all of us.

kind of difficulty that arises. My book about

Apa yang sangat aku ingin lakukan dalam waktu 10 tahun terakhir adalah membuat tulisan politik ke dalam seni. Titik tolakku adalah selalu perasaan berpartisipasi, dan perasaan ketidak-adilan. Saat aku duduk menulis sebuah buku, aku tida berkata pada diriku sendiri, ‘aku akan memproduksi sebuah karya seni’. Aku

menulisnya karena ada

kebohongan yang ingin kuungkap, sejumlah fakta

yang

ingin

kulontarkan

untuk

diperhatikan, dan keprihatinan awalku untuk didengarkan. mengerjakan

Tetapi buku,

aku

atau

tidak

bahkan

bisa

menulis

artikel panjang di majalah, jika ini bukanlah pengalaman estetik. Siapapun yang peduli untuk

memeriksa

meskipun

tulisanku

bahkan

ini

akan

ditulis

melihat sebagai

propaganda, ini berisi banyak hal yang akan dipandang

seorang

politisi

sebagai

Let me give just one example of the cruder

tidak

relevan. Aku tidak bisa, dan tidak mau, benar -beran meninggalkan pandangan terhadap dunia yang kuperoleh saat masa kecilku.

the Spanish civil war, Homage to Catalonia, is of course a frankly political book, but in the main it is written with a certain detachment and regard for form. I did try very hard in it to tell the whole truth without violating my literary instincts. But among other things it contains a long chapter, full of newspaper quotations

and

the

like,

defending

the

Trotskyists who were accused of plotting with Franco. Clearly such a chapter, which after a year or two would lose its interest for any ordinary reader, must ruin the book. A critic whom I respect read me a lecture about it. ‘Why did you put in all that stuff?’ he said. ‘ You've turned what might have been a good book into journalism.’ What he said was true, but I could not have done otherwise. I happened to know, what very few people in England had been allowed to know, that innocent men were being falsely accused. If I had not been angry about that I should never have written the book.

Selama aku masih hidup dan sehat aku harus

Ini tidak mudah. Muncul permasalahan atas

terus merasa kuat dengan gaya prosaku,

konstruksi dan atas bahasa, dan ini muncul

untuk mencintai permukaan bumi, dan untuk

masalah kebenaran ke jalan yang baru. Mari

mengambil

objek yang

kuberikan satu contoh kesulitan yang sedang

terpisah, dan potongan-potongan informasi

muncul. Bukuku tentang Perang sipil Spanyol,

yang tidak berguna. Tak ada gunanya untuk

Homage to Catalonia, tentu saja terus terang

mencoba menekan sisi diriku. Pekerjaan

ini adalah sebuah buku politik, tetapi intinya

adalah untuk mendamaikan kesadaranku suka

ini

atau

memperhatikan

tidak

kesenangan

suka

pada

dengan

yang

esensial

ditulis

dengan

mencantumkan

bentuk.

Aku

dan

sungguh

dimasyarakat, aktvfitas non-individu yang di

berusaha keras untuk mengatakan seluruh

jaman ini memaksa kita semua.

kebenaran tanpa menyakiti naluri sastraku.

It

is

not

easy.

It

raises

problems

of

construction and of language, and it raises in a new way the problem of truthfulness.

29

Tapi diantara hal yang lain berisi bab yang panjang, penuh dengan kutipan koran dan sejenisnya,

membela

Trotsky-an

yang

dituduh bersekongkol dengan Franco. Dengan


jelas dalam sebuah bab, yang setelah setahun

beberapa kasus aku menemukan bahwa ketika

atau

menghilangkan

kamu telah menyempurnakan gaya menulis,

ketertarikan pembaca biasa, pasti merusak

kamu akan selalu punya tingkatan yang lebih

buku.

hargai

dari itu. Animal Farm adalah buku pertama

membuatku mendapatkan pelajaran tentang

yang kucoba, dengan kesadaran penuhatas

ini. ‘kenapa kamu memasukkan semua itu?’

apa yang aku lakukan, untuk tujuan politik dan

katanya. ‘kamu telah mengubah apa yang

tujuan artistik menjadi satu kesatuan. Aku

seharusnya menjadi buku yang bagus menjadi

tidak menulis novel selama tujuh tahun, tapi

jurnalisme.’ Apa yang dia katakan benar,

aku harap akan menulis yang lain sesegera

tetapi aku tidak bisa melakukan sebaliknya.

mungkin. Ini menjadi sebuah kesalahan, setiap

Aku kebetulan tahu, apa yang sebagian kecil

buku adalah kesalahan, tetapi aku sungguh

orang Inggris ketahui, bahwa orang tidak

tahu dengan jelas buku semacam apa yang

bersalah difitnah. Jika aku tidak marah akan

akan kutulis.

dua

tahun

Sebuah

akan

kritik

yang

aku

hal tersebut aku seharusnya tidak menulis buku.

Looking back through the last page or two, I see that I have made it appear as though my

In one form or another this problem comes up

motives

again. The problem of language is subtler and

spirited. I don't want to leave that as the final

would take too long to discuss. I will only say

impression. All writers are vain, selfish, and

that of late years I have tried to write less

lazy, and at the very bottom of their motives

picturesquely and more exactly. In any case I

there lies a mystery. Writing a book is a

find that by the time you have perfected any

horrible, exhausting struggle, like a long bout

style of writing, you have always outgrown it.

of some painful illness. One would never

Animal Farm was the first book in which I

undertake such a thing if one were not driven

tried, with full consciousness of what I was

on by some demon whom one can neither

doing, to fuse political purpose and artistic

resist nor understand. For all one knows that

purpose into one whole. I have not written a

demon is simply the same instinct that makes

novel for seven years, but I hope to write

a baby squall for attention. And yet it is also

another fairly soon. It is bound to be a failure,

true that one can write nothing readable

every book is a failure, but I do know with

unless one constantly struggles to efface

some clarity what kind of book I want to

one's own personality. Good prose is like a

write.

windowpane. I cannot say with certainty

Dalam satu bentuk atau yang lain masalah ini muncul lagi. Masalah memperhalus bahasa dan ini akan memakan waktu yang terlalu lama

untuk

dibahas.

Aku

hanya

akan

mengatakan bahwa tahun-tahun terakhir aku mencoba penggambaran

mengurangi dan

lebih

menuliskan tepat.

Dalam

in

writing

were

wholly

public-

which of my motives are the strongest, but I know which of them deserve to be followed. And looking back through my work, I see that it is invariably where I lacked a political purpose that I wrote lifeless books and was betrayed into purple passages, sentences without meaning, decorative adjectives and humbug generally.

30


Kembali melihat ke halaman terakhir atau dua halaman terakhir, aku melihat bahwa aku membuatnya seolah-olah motif menulisku adalah semangat publik seluruhnya. Aku tidak mau meninggalkan itu sebagai kesan terakhir. Semua penulis itu satu, egois, dan malas, dan hal yang paling dasar dari motif mereka terdapat misteri. Menulis sebuah buku itu menyeramkan, perjuangan yang melelahkan, seperti perjuangan melawan penyakit yang deritanya menahun. Satu hal tidak akan pernah melakukan hal seperti itu jika tidak di dorong oleh setan yang tidak bisa menahan, tidak

juga

memahami.

Semua

orang

mengetahui bahwa setan mempunyai insting yang sama dengan seorang bayi rewel agar mendapatkan perhatian. Dan lalu ini benar bahwa seorang tidak bisa menulis apapun kecuali dia berjuang terus-menerus untuk menghapus

kepribadiannya

sendiri.

prosa

yang bagus adalah seperti kaca jendela. Aku tidak bisa mengatakannya dengan pasti mana dari motifku yang paling kuat, tapi aku tahu yang mana yang layak untuk diikuti. Dan menilik lagi ke karyaku, aku melihat bahwa aku hanya sedikit mempunyai tujuan politik bahwa aku menulis buku tanpa nyawa, dan dihianati oleh pesan yang sedih, kalimat tanpa arti, kata sifat penghias, dan umumnya berupa omong kosong.

31


Contoh Opini 1 : Menyiapkan Generasi Unggul (Boediono) KOMPAS Senin, 27-04-2015

Menyiapkan Generasi Unggul Oleh BOEDIONO Tahukah Anda cara yang paling efektif untuk membersihkan aliran sungai yang terpolusi? Langkah paling pertama adalah membersihkan air di hulunya, kemudian menjaga agar sepanjang perjalanannya ke hilir air itu tidak tercemar. Jika ini dilakukan, selang beberapa waktu seluruh air kotor akan tergantikan oleh air bersih. Hal serupa dapat kita lakukan untuk membangun bangsa. Perjalanan suatu bangsa pada hakikatnya dapat dilihat sebagai aliran manusia-manusia baru yang menggantikan manusia-manusia lama. Memandang dengan kacamata ini kita diingatkan akan satu fakta sejarah, yaitu bahwa suatu bangsa akan maju apabila generasi pengganti lebih baik daripada generasi yang diganti. Tautologi ini penting karena mengingatkan kita bahwa kunci utama kemajuan suatu bangsa adalah bagaimana menyiapkan generasi penerus yang unggul. Itu adalah tugas sejarah generasi sekarang dan negara harus tampil memimpin dan menjadi penjurunya. Negara wajib menyiapkan strategi dan kebijakan yang utuh dengan fokus tunggal menciptakan generasi baru bangsa—manusia-manusia baru—yang lebih unggul jasmani maupun rohani. Ini pekerjaan besar dan berwawasan jangka panjang, program antargenerasi, bukan sekadar koleksi program lima tahunan. Cetak biru generasi baru Bagaimana kira-kira bentuk blueprint atau cetak biru program-program itu? Perkenankan saya di sini berbagi sedikit pandangan mengenai hal ini. Akhir-akhir ini saya mencoba mengikuti diskursus yang berkembang di antara para ahli bidang pendidikan dari banyak negara. Satu perkembangan penting untuk kita ketahui adalah bahwa sekarang ini banyak negara yang menyusun kebijakan dan program pendidikannya dengan memanfaatkan secara maksimal dua hal: (a) potensi teknologi baru (terutama IT) dan (b) temuan-temuan baru dari ilmu-ilmu yang sebelumnya jarang dikaitkan dengan perumusan kebijakan pendidikan. Potensi besar penggunaan IT dalam program pendidikan di Indonesia saya bahas dalam tulisan saya terdahulu (�Pendidikan Kunci Pembangunan�, Kompas, 27/8/2012). Kali ini saya ingin menyoroti satu bidang ilmu yang temuan-temuannya sangat relevan bagi kebijakan dan program pendidikan. Bidang ilmu itu adalah neuroscience, ilmu yang mempelajari perkembangan dan bekerjanya otak manusia.

32


Satu temuan penting dan relatif baru di bidang ini adalah bahwa kualitas otak manusia sudah mulai dibentuk sejak bayi dalam kandungan. Penelitian di Amerika Serikat, Swedia, dan negara lain menyimpulkan bahwa stres, ketakutan, gangguan kejiwaan dan fisik, kekurangan gizi yang dialami sang ibu, memengaruhi perkembangan otak janin yang dikandungnya dan ikut membentuk kepribadian, perilaku, dan prestasi anak sampai dewasa. Temuan ini menggarisbawahi pentingnya program-program intervensi pada ibu hamil. Janin yang sehat adalah titik paling awal dari proses pembentukan manusia-manusia unggul. Beberapa negara sudah memasukkan temuan ini sebagai bagian integral dari kebijakan kesehatan dan pendidikan mereka. Temuan-temuan lain yang penting dan sekarang sudah menjadi pengetahuan umum adalah bahwa volume otak (grey matter), sel-sel otak (neuron), dan jaringan komunikasi yang menghubungkan neuron-neuron itu (disebut synapses) terus tumbuh dan mencapai puncaknya sampai kira-kira umur 12 dan 13 tahun, dengan masa perkembangan tercepat sampai umur 5 tahun dan lebih khusus lagi pada umur 2 tahun pertama. Pada umur-umur ”emas” ini hampir seluruh perangkat otak anak terbentuk dan ini akan menentukan kapasitas daya pikir anak yang ia bawa sampai dewasa nanti. Kekurangan gizi, gangguan penyakit pada umur-umur kritis tersebut menghambat pembentukan sel-sel otak atau neuron. Sementara jaringan synapses berkembang apabila ada rangsangan dari luar. Rangsangan ini terutama berasal dari interaksi anak dengan lingkungannya, termasuk dengan keluarganya, dengan teman-temannya, dan dari informasi yang dia serap dari bacaan dan sumber-sumber lainnya. Temuan penting lain yang perlu kita catat adalah bahwa macam rangsangan menentukan bagian otak mana yang akan berkembang. Rangsangan yang sehat akan mengembangkan dan memperkuat bagian-bagian otak yang mewadahi dan mendukung kecerdasan manusia yang disebut prefrontal cortex. Pada umur yang krusial ini terbentuk sebagian besar kecerdasan akademis, kecerdasan emosional, dan kecerdasan sosial sang anak, yang nantinya akan sangat menentukan jalan hidupnya. Semua temuan ini menggarisbawahi betapa strategisnya peran program intervensi dini di bidang kesehatancum-pendidikan. Program kesehatan prenatal ibu hamil, program parenting, vaksinasi, gizi/suplementasi makanan bagi anak, dan pengajaran PAUD, TK, SD, sangat menentukan keberhasilan kita memanfaatkan kesempatan emas untuk membentuk manusia Indonesia baru yang unggul. Kesempatan ini tidak boleh dilewatkan karena pengalaman menunjukkan bahwa upaya remedial bagi generasi yang telanjur kehilangan masa emasnya tak akan banyak gunanya. Otak terus berkembang Satu temuan penting lain adalah bahwa perkembangan otak manusia ternyata tidak berhenti pada usia 12-13 tahun. Pada usia setelah itu (dan barangkali sampai sekitar umur 25 tahun) masih dapat terjadi proses peningkatan kualitas otak manusia. Pada usia ini terjadi proses pe-rapi-an (pruning) jaringan synapses. Synapses yang tidak terpakai atau tidak banyak difungsikan akan dibuang dan synapses yang aktif dipertahankan. Pada tahap konsolidasi ini dimungkinkan synapses yang ”baik” diperkuat dan synapses yang ”buruk” dihapus. ”Pruning” berdampak pada peningkatan kualitas dan efisiensi bekerjanya otak. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa pada usia remaja berkembang kemampuan berkreasi, keberanian mengambil risiko, empati, kemampuan bekerja sama dan kecerdasan sosial lainnya—yang kesemuanya bermanfaat sebagai bekal bagi si anak untuk memasuki kehidupan orang dewasa nanti. Sesudah masa konsolidasi ini jaringan synapses yang terbentuk tidak banyak berubah dan akan permanen melekat pada orang itu sampai akhir hayatnya.

33


Temuan-temuan ini mempunyai implikasi penting bagi perumusan program-program pendidikan dan latihan untuk remaja. Program-program itu haruslah diarahkan untuk merangsang perkembangan kemampuankemampuan penting yang saya sebut tadi. Program-program pendidikan dan latihan untuk remaja beserta program-program dasar untuk anak-anak umur sebelumnya akhirnya akan membentuk tingkat kecerdasan dan karakter manusia dewasa bangsa. Dalam literatur kesehatan ada istilah stunted growth, yaitu perkembangan jasmani anak yang terhambat sampai masa tumbuhnya lewat sehingga akhirnya ia menjadi manusia yang secara fisik kerdil atau lemah. Fenomena ini masih banyak dijumpai di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Apabila kita serius ingin menciptakan generasi penerus yang unggul, kita harus berani berkomitmen bahwa bayi Indonesia yang lahir mulai hari ini tidak boleh mengalami stunted growth. Langkah-langkah yang diperlukan harus kita siapkan. Stunted growth tidak hanya bisa terjadi pada jasmani manusia, tetapi bisa pula terjadi pada alam pikirnya. Gejala adanya kekerdilan daya pikir ini penting untuk diwaspadai, dan barangkali justru lebih penting daripada kekerdilan jasmani, apabila kita percaya bahwa jasmani manusia digerakkan oleh rohaninya. Gejala kekerdilan daya pikir ini tidak kasatmata, tetapi Anda pasti dapat merasakan apabila bertemu orangorang seperti itu. Bangsa yang terdiri atas orang-orang yang kerdil daya pikirnya tidak akan pernah menjadi bangsa yang besar. Komitmen kita di sini harus sama dengan yang tadi—bayi Indonesia yang lahir mulai hari ini tidak boleh menjadi orang yang kerdil daya pikirnya. Temuan ilmiah yang saya sebutkan tadi mewanti-wanti bahwa apa yang kita lakukan dan berikan kepada generasi muda kita, mulai dari janin dalam kandungan sampai dengan masa remaja ria, sangat menentukan nasib mereka-dan nasib bangsa! Barangkali sekarang waktunya kita mempunyai program yang benar-benar komprehensif dan terpadu untuk menyiapkan generasi pengganti, manusia-manusia Indonesia baru, yang unggul. Barangkali sekarang sudah waktunya bagi kita untuk melaksanakan secara mendasar, sistematis, dan konsepsional amanat UndangUndang Dasar untuk �mencerdaskan bangsa�. Hasilnya baru akan terlihat satu generasi mendatang. Namun, upaya harus kita mulai hari ini kalau kita tidak ingin ketinggalan dari bangsa-bangsa lain.

BOEDIONO Wakil Presiden RI Periode 2009-2014

34


Contoh Opini 2 : Tantangan PDI-P Pasca Megawati KOMPAS Jumat, 09-01-2015. Halaman: 06

Tantangan PDI-P Pasca Megawati

Oleh Ikrar Nusa Bhakti

Hampir dapat dipastikan, pada Kongres Nasional IV Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan pada April 2015, partai berlambang banteng gemuk itu akan kembali memilih Diah Permata Megawati Soekarnoputri sebagai ketua umum. Ini berarti, Megawati akan memimpin PDI-P untuk lima tahun ke depan setelah 21 tahun menakhodai partai nasionalis itu sejak terpilih menjadi ketua umum pada Kongres Nasional Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pada Desember 1993. Pada Kongres PDI itu, ia mengalahkan petahana, Ketua Umum PDI Soerjadi, yang semakin kritis terhadap pemerintah, dan Budi Hardjono, tokoh PDI yang dipandang sangat bersahabat dengan penguasa Orde Baru. Upaya penguasa Orde Baru untuk mengudeta Megawati dan meletakkan kembali tokoh yang awalnya tidak disukai penguasa, Soerjadi, melalui Kongres Luar Biasa PDI di Medan pada 1996, kandas. Dukungan aparat keamanan kepada Soerjadi untuk merebut kembali Kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro, Jakarta melalui peristiwa 27 Juli 1996 juga tidak membawa hasil. Karena ada dualisme kepemimpinan di PDI antara Soerjadi dan Megawati, faksi yang mendukung Megawati mengadakan Kongres Nasional pada Oktober 1998 dan mengganti nama PDI menjadi PDI-Perjuangan, memilih Megawati sebagai ketua umum kembali dan menominasikannya sebagai calon presiden RI setelah jatuhnya Soeharto. Apabila kita jumlahkan seluruhnya, Megawati memiliki rekor terlama sebagai ketua umum partai di Indonesia, yakni 26 tahun 4 bulan ketika ia berhenti sebagai Ketua Umum PDI-P pada April 2020. Pada saat itu, Megawati Soekarnoputri yang lahir pada 23 Januari 1947 juga akan berusia 72 tahun 3 bulan, usia yang tidak muda lagi untuk memimpin partai di tengah dinamika politik Indonesia yang semakin semarak dan rumit. Karena itu, adalah suatu yang alamiah apabila PDI-P yang akan berulang tahun ke-42 pada 10 Januari 2015 ini mulai memikirkan regenerasi kepemimpinan agar PDI-P tetap berjaya dalam kompetisi dan kontestasi politik di Indonesia. Pertanyaannya, langkah politik dan organisatoris apa saja yang patut diambil oleh Megawati ke depan?

35


Asam garam politik Megawati adalah tokoh politik yang sudah makan asam garam politik sangat lama. Tempaan politik yang ia alami selama lima tahun pertama kepemimpinannya di PDI, 1993-1998, menjadikan dirinya sangat matang dalam memimpin PDI-P di kemudian hari. Kegagalannya untuk terpilih menjadi presiden RI melalui pemilihan di MPR pasca Pemilu 1999 tidak menjadikan dirinya patah arang. Ia tetap menerima posisinya sebagai Wakil Presiden RI mendampingi Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Ketika Gus Dur dimakzulkan MPR pada Juli 2001, Mega pun otomatis jadi presiden pada 23 Juli 2001-20 Oktober 2004. Mega juga merasakan rasa pahit ketika ia dikalahkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada dua kali pemilihan presiden langsung, 2004 dan 2009. Rasa sakit juga ia alami ketika beberapa tokoh PDI-P yang amat dekat dengannya keluar dari PDI-P menjelang Pemilu 2004 dan mendirikan Partai Demokrasi Perjuangan (PDP) pada 2005. PDP tak bertahan lama karena pecah menjadi dua, PDP pimpinan Roy BB Janis dan PDP pimpinan Laksamana Sukardi. Memimpin PDI-P yang berideologi Pancasila yang Soekarnois nasionalistik bukanlah suatu hal yang mudah. Apalagi partai ini awalnya adalah hasil penggabungan (fusi) paksa lima partai pada era Orde Baru, yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Partai Murba), Partai Kristen Indonesia (Parkindo), dan Partai Katolik. Karena itu, tidaklah mengherankan jika PDI-P sering dikonotasikan atau bahkan dipropagandakan secara negatif oleh para pesaing politiknya sebagai partai nasionalis ortodoks, nasionalis kiri, dan nasionalis Kristen. Apabila kita bandingkan perolehan suara sejak Pemilu 1955 sampai Pemilu 2014, tampak jelas terjadi pasang surut perolehan suara partai nasionalis dan partai Kristiani yang mendukung PDI-P. Pada Pemilu 1955, yang memperebutkan 260 kursi DPR dan 520 kursi Konstituante (MPR sekarang), PNI mendapat 57 kursi DPR dan 119 kursi Konstituante (22,32% suara), Parkindo 8 kursi (2,66%), Partai Katolik 6 kursi (2,04%), IPKI 4 kursi, dan Murba 2 Kursi. Kita tidak membandingkan suara dengan semua pemilu pada era Orde Baru karena adanya dugaan bahwa pemilu Orde Baru hanya untuk mendapatkan legitimasi bagi Presiden Soeharto dan hasil pemilu-pemilunya sudah diperkirakan dan/atau ditentukan sebelum pemilu itu dilaksanakan. Deparpolisasi dan depolitisasi pada era ini juga sangat masif. Pada Pemilu 1999, PDI-P jadi pemenang pertama dengan jumlah suara 33,74% (153 kursi), sementara pada Pemilu 2004 turun menjadi 18,53% (109 kursi), pada Pemilu 2009 turun lagi menjadi 14,03% (95 kursi), dan meningkat cukup signifikan pada Pemilu 2014 menjadi 18,95% suara (109 kursi). Apabila kita merujuk hasil Pemilu 1955, seharusnya angka persentase perolehan suara PDI-P pada setiap pemilu di era reformasi adalah 27 persen, yaitu penjumlahan dari perolehan suara PNI, Parkindo, Partai Katolik, IPKI, dan Murba. Perolehan suara berkurang karena tumbuhnya partai-partai nasional dan partai-partai Islam baru. Ini berarti dinamika, kompetisi, dan kontestasi politik semakin tajam. Selama 10 tahun (2004-2014), PDI-P melakukan puasa politik dengan menjadi partai penyeimbang di luar kabinet. Hasilnya cukup signifikan, yaitu terpilihnya capres PDI-P, Joko Widodo (Jokowi), sebagai Presiden RI pada Pilpres 2014. Selain itu, paling tidak ada lima gubernur yang 100 persen dinominasi PDIP, yaitu Kepulauan Riau, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah. Lima provinsi lainnya yang didukung PDI-P bersama partai lain adalah Bangka Belitung, DKI Jakarta, Banten, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan, belum lagi ratusan bupati/wali kota yang didukung PDI-P.

36


Suksesi kepemimpinan Apa yang dicapai PDI-P pada Pileg dan Pilpres 2014 serta pilkada gubernur, kabupaten, dan kota itu adalah hasil kerja keras para kader dan organisasi partai yang solid di bawah kepemimpinan Megawati Soekarnoputri. Namun, tantangan ke depan akan jauh lebih berat. Karena itu, suksesi kepemimpinan merupakan suatu keniscayaan. Apabila penggantian Megawati sebagai Ketua Umum PDI-P tak mungkin dilakukan pada Kongres IV PDI-P, April 2015, mau tidak mau Megawati harus sudah menentukan siapa saja yang mungkin jadi penggantinya. Ia harus menunjukkan diri sebagai pemimpin adil yang memberi kesempatan sama kepada semua kader untuk jadi penerusnya. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan ialah, pertama, PDI-P adalah partai milik para anggota dan pendukungnya, bukan perusahaan keluarga. Karena itu, kedaulatan harus berada di tangan anggota, bukan hanya pada segelintir elite yang bersifat oligarkis. Kedua, nama besar Soekarno dan ajaran-ajarannya akan tetap jadi bagian tak terpisahkan dari PDI-P yang harus dipahami dan mendarah daging pada jiwa anggota partai. Namun, suksesi kepemimpinan harus dilaksanakan atas dasar perhitungan pengalaman dan kepiawaian seseorang dalam memimpin partai, bukan atas dasar keturunan biologis Soekarno, terlebih lagi keturunan Megawati Soekarnoputri. Ketiga, mereka yang akan memimpin PDI-P, baik pada tingkat pusat maupun daerah, harus bersedia jadi pengurus partai sepenuh waktu dan tak boleh memiliki jabatan ganda, baik di legislatif maupun eksekutif. Profesionalisme menjadi kata kunci dalam memilih pemimpin. Apabila berbagai syarat suksesi politik ini dilaksanakan, bukan mustahil Megawati akan tersenyum bangga dan menangis haru melihat partai yang pernah dipimpinannya semakin profesional, berjaya dalam kontestasi politik, dan benar-benar berjuang atas dasar Ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan bangsa, untuk demokrasi, kemakmuran bangsa, dan keadilan sosial bagi seluruh bangsa Indonesia.

Ikrar Nusa Bhakti

Profesor Riset di Pusat Penelitian Politik LIPI

37


Contoh Opini 3 : Pancasila for Our Classrooms (Bambang Wisudo) Pancasila for our classrooms Bambang Wisudo, Jakarta | Opinion | Fri, June 01 2012, 9:18 AM Opinion News Strengthening pluralism, democracy and social justice as the basic values of the national ideology Pancasila is essential in developing a multicultural and democratic Indonesia. However since the fall of Soeharto, Pancasila has become marginalized both as the nation’s reference and social discourse, even in schools and colleges. In the midst of widespread corruption, violence and threats from radicals, evoking Pancasila education in our classrooms is a must. Rediscovering Pancasila education for our children is urgent to ensure the future of our nation as we commemorate the 67th anniversary of Pancasila today. We cannot avoid the reality that Pancasila and civic education is highly susceptible to the interests of the incumbent ruler in maintaining the status quo as happened in the past. Under Sukarno, civic education was no more than a transmission of his personal political beliefs. During the New Order, the regime held a monopoly in interpreting Pancasila by enacting the 36 items of the Pancasila code of conduct. Civic education was then reduced to a rendition of the regime’s interpretation of Pancasila for students from primary to university level. Pancasila education lost its appeal soon after the New Order regime collapsed. National Education Law No. 23/2003 omitted Pancasila as a mandatory subject in the national curriculum. As a consequence, Pancasila now is simply an adjunct to civic education. In the current curriculum, Pancasila is taught only in the first quarter of the academic year in the fourth and sixth grade of elementary schools and a half semester in junior and senior high schools. With the linear model of the curriculum, it is easy to understand why education institutions do not take Pancasila seriously. Nowadays, civic education is skewed to the study of politics, governance and constitutional law, even in primary schools that should cover only the basic knowledge and put more emphasis on character education. The changes to Pancasila and civic education policies so far have not changed the generally dull characteristics of the subject. Pancasila and civic education are flooded with too many topics and dogma but do not encourage critical thinking. Pancasila and civic education are often taught by teachers with a narrow repertoire, low competency both in basic knowledge and teaching skills, so that they tend to stick rigidly to the official curriculum. The learning process of the subject is therefore marked by the talk and chalk method, question and answer, or regular drills to accustom students to ticking the boxes of multiple-choice model tests.

38


It comes as no surprise then that the subjects of Pancasila and civic education are so boring, unattractive and unpopular among our students. Policy makers urgently need to bring Pancasila education back to schools as the nation’s moral guidance, without having to revive the old style of teaching. In my opinion, at elementary-school level, Pancasila education should focus on character building. At secondary-school level students can be introduced to politics, governance studies and constitutional law under the umbrella of Pancasila and civic education. While at college level, students should learn the subject of Pancasila philosophy, in which students are given ample room to debate, reexamine and challenge Pancasila as against other major ideologies in the world. Teaching Pancasila as the basic national values should not be monopolized by teachers of the subject of Pancasila education. It is the responsibility of all teachers to promote Pancasila as values that can be learned in all subjects, including math, science or even sports. Pancasila can be taught using the spiral model of curriculum in a continuous way at all levels of education according to the phases of child development. Critical literacy derived from critical pedagogy is compatible to meet this need. Critical perspectives in Pancasila education are shown in the ongoing program of critical literacy for the revitalization of Pancasila education conducted by Sekolah Tanpa Batas and Yayasan Tifa in three provinces. In the remote village of Waykanan, in the northern part of Lampung, an uncertified English teacher experimented teaching with Declan Galbraith’s song, “Tell Me Why”. A small laptop, instead of a projector and a screen, and a mini speaker using an electric battery managed to grab the attention of junior high madrassa (Islamic school) students to follow the session enthusiastically. While learning English, the students could discuss the values of solidarity, social awareness and justice as reflected in the lyrics of the song, the values Pancasila advocates. Critical pedagogy underlines that teaching is not just transferring knowledge. Production and reproduction of knowledge must occur in the classrooms. This can materialize by combining “reading words” and “reading the world”, reading texts always in context. Texts in critical literacy can be taken from news, novels, songs, poetry, video clips or films. Here learning is not conducted in the classic banking model of education where teachers have the privilege of transferring knowledge. Instead they serve mainly as facilitators who raise questions for deep and critical dialogues in Socratic style classes. This approach allows teachers and students to confront the hidden curriculum, the reality both at schools and in society that contradict the values of Pancasila. Rediscovering Pancasila education in critical perspectives will help us avoid repeating the past mistakes and misuse of Pancasila to serve the interests of the regime in maintaining the status quo and to conceal reality. Teachers should be given a broad space to adapt and negotiate the official curriculum. Education bureaucrats should respect the professional discretion of teachers in determining the materials, methods of teaching and evaluation of the learning process. Only critical and authoritative teachers can propagate Pancasila education effectively in order to develop our children as responsible and active citizens in a multicultural, just and democratic Indonesia. The writer is director of Sekolah Tanpa Batas, a nongovernmental organization concerned of creative and critical education.

39


Jadwal Jadwal Jadwal (Alternatif II) Hari Pertama Jam

Kegiatan

09.00 – 09.15

Pembukaan

09.15 – 09.45

Perkenalan + Kontrak

09.45 – 11.30

Sessi I Persyaratan Menjadi Penulis How to Read Coffee Break

11.30 – 11.45 11.45 - 13.00 13.00 – 13.45

Diskusi: Why I Write (Georde Orwell) Menulis 200-300 kata “Why I Write” Isoma

13.45 – 14.00

Sharing tulisan “Why I Write”

14.00 – 16.00

Nilai Berita dan Prinsip-prinsip Jurnalistik

16.00 – 16.15

Coffee Break

16.15 - 18.00

Film “Freedom Writer”

18.00 – 19.00

Isoma

19.00 – 21.00

Diskusi dan Menulis Review

Hari Kedua 08.30 – 09.15

Diskusi Penulisan Review Film

09.15 - 10.30

Mengembangkan Ide

10.30 – 12.00

Analisis Artikel

12.00 – 13.30

Isoma

13.30 – 15.45

Membuat Kerangka Tulisan

Coffee Break

15.45 - 17.00

Konstultasi Individual Kerangka Tulisan

17.00 – (pagi)

Praktik Menulis Artikel

20.00 – 22.00

Klinik Penulisan

Hari Ketiga 08.00 – 08.30

Evaluasi Penulisan

10.00 - 11.00

Perbaikan dan Konsulitasi Individual

Coffee Break

11.00 – 13.00

Diskusi dengan Editor Opini

13.00 – 13.30

Evaluasi + Penutup

13.30- ….

Makan Siang

40



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.