1
Maret 2015
POLICY BRIEF
Mewujudkan Mendukung Kebijakan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
REKOMENDASI R A P E R M E N S I L H H A R U S D I P E R K U A T D E N G A N M E N A M B A H K A N P E N G A T U R A N S E B A G A I BERIKUT
Kerangka Rapermen SILH harus disusun dengan sistematis agar memudahkan pemahaman atas regulasi tersebut.Salah satu caranya adalah dengan membuat pembagian bab dalam Rapermen. Memperjelas bahwa proses bisnis/ tahapan SILH mulai dari pengumpulan hingga penggunaan. Mempertegas SILH sebagai dasar untuk menyusun Kebijakan Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup. Muatan SILH ‘paling sedikit memuat ‘ status lingkungan hidup, peta rawan lingkungan hidup, dan informasi lingkungan hidup lain. (informasli lingkungan hidup lain terlampir) Memperkuat partisipasi masyarakat disetiap alur PPLH. Selain itu, SILH melibatkan masyarakat sipil dengan cara memberikan kesempatan untuk menyediakan data informasi lingkungan hidup yang tetap akan dijamin kualitasnya oleh KLHK
1
Caption describing picture or graphic.
Ringkasan Setelah hampir 6 (enam) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), belum ada sistem informasi lingkungan hidup terintegrasi yang mumpuni dalam memenuhi hak masyarakat atas informasi lingkungan hidup. Hingga saat ini Peraturan Menteri tentang Sistem Informasi Lingkungan Hidup (PerMen SILH) yang diamanatkan secara eksplisit oleh UU tersebut belum juga dibentuk. Menteri yang membidangi Lingkungan Hidup (LH) sebagai badan publik yang membuat kebijakan mengemban kewajiban menyediakan informasi lingkungan hidup kepada masyarakat. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik ( UU KIP) telah memberikan kewajiban kepada badan publik untuk membuka akses seluas-luasnya kepada masyarakat. SILH sangat penting dalam memperbaiki tata kelola informasi dan memudahkan pemerintah untuk memenuhi kewajibannya dalam memberikan pelayanan yang terbaik kepada
2
Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki beragam karakter‐ is k alam yang mempengaruhi ter‐ bentuknya berbagai karakter sosial budaya serta pola masyarakat dalam pemanfaatan dan pengelolaan LH ter‐ masuk sumber daya alam (SDA). Kondi‐ si tersebut menyebabkan Indonesia dekat dengan potensi kerawanan LH baik yang terjadi secara alami maupun karena perbuatan manusia. Masyarakat Indonesia yang rentan terhadap kondisi rawan LH perlu mempunyai informasi yang cukup mengenai berbagai bentuk perubahan LH di wilayahnya serta
upaya mi gasi dan adaptasi yang dapat dil‐ akukan. UU PPLH menjembatani kebutuhan masyarakat atas informasi dan LH dalam klausul yang mengatur tentang SILH. SILH dibuat untuk memudahkan masyarakat da‐ lam memperoleh informasi mengenai LH, khususnya tentang status LH, peta rawan LH, dan informasi pen ng LH lainnya. Tiga poin tersebut pen ng untuk diketahui masyarakat mengingat fenomena pencema‐ ran lingkungan, bencana alam, dan masalah lingkungan lainnya yang terjadi di tanah air.
Masyarakat berhak tahu bahwa Indonesia rawan lingkungan hidup
t e m u a n 1. Rapermen belum lengkap dan sistemaƟs
“PERATURAN YANG BAIK ADALAH PERATURAN YANG MUDAH DIPAHAMI DAN DILAKSANAKAN”
Sangat disayangkan apabila konten yang diatur di dalam peraturan dak dapat dimenger oleh masyarakat karena cara penulisan regulasi tersebut belum terstruktur. Demikian juga dalam RPermen SILH versi KLHK belum ditemukan adanya pembagian bab yang terstruktur dengan baik. Selain itu, Dibandingkan dengan regulasi sistem informasi yang ada di kementerian/lembaga pemerintah lain, terdapat beberapa muatan pen ng tetapi belum diatur di dalam RPerMen. Ditemukan 2 (dua) sistem informasi yang dapat dijadikan role model yaitu pertama, Sistem Informasi Hukum Kementerian Dalam Negeri Dan Pemerintah Daerah yang mana Sistem informasi ini sangat unggul dalam hal perumusan pasal yang sangat jelas. Se ap pasal mu‐ dah dipahami, dan dapat terlihat dengan jelas subjek dari se ap pasal. Kedua, Sistem Informasi Kesehatan yang unggul dalam hal kelengkapan konten yang diatur.
2. SILH belum diarahkan untuk menjadi dasar penyusunan kebijakan PPLH RPerMen hanya mengungkap satu pasal mengenai tujuan SILH terhadap kebijakan PPLH secara utuh dengan klausul: “Peraturan Menteri ini bertujuan membentuk sistem informasi lingkungan hidup yang mendukung pelaksanaan dan pengembangan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.” Adapun klausul tersebut hanya repe si dari bunyi Pasal 62 ayat (1) UU PPLH. Padahal sebuah RPerMen diharapkan memberi pengaturan yang lebih jelas agar mudah dilaksanakan sampai ke tatanan teknis. Idealnya, se ap data dan informasi yang terdapat dalam SILH dak hanya sebagai ‘barang ma ’ yang dak bermanfaat. Data dan Informasi tersebut harus dengan cara digunakan untuk pengembangan kebijakan lingkungan hidup.
2
3.
Muatan PenƟng SILH sesuai UU PPLH
SILH paling sedikit memuat tentang status lingkungan hidup, mengenai peta rawan lingkungan hidup dan informasi lingkungan hidup sesuai dengan amanat UUPPLH. Mengingat dalam RPerMen SILH KLH belum mengatur mengenai cara membuat peta rawan lingkungan hidup dan informasi lingkungan hidup yang lainnya sehingga perlu diatur mengenai hal tersebut. B.1 Tujuan dan Fungsi Peta Rawan Lingkungan Hidup Mengingat UU No. 32 tahun 2009 dak menjelaskan apa yang dimaksud dengan peta rawan lingkungan hidup, sebagai beberapa hal yang seharusnya ada dalam SILH, maka informasi tentang peta ini dapat dikaitkan dengan informasi terkait penanggulangan dan pemulihan lingkungan. Dalam hal ini, kita bisa belajar dari CERCLA (Comprehensive Environmental Response, Compensa on, and Liability Act), 42 USC §§ 9601‐9674,
3 merupakan undang‐undang federal AS. Instrumen ini merupakan instrumen yang memberikan informasi kepada publik tentang daerah mana yang menjadi prioritas pemulihan/penanggulangan pencemaran, tentang metode pemulihan apa yang akan dilakukan, dan sejauh mana pemulihan akan dilakukan. Dengan dikaitkannya status dan peta rawan lingkungan dengan upaya pemulihan/ penanggulangan, maka sistem informasi lingkungan dapat memiliki ar yang lebih signifikan, karena akan menjelaskan rencana‐rencana pemulihan lingkungan yang akan dilakukan sebagai respon pemerintah atas terjadi pencemaran/ kerusakan lingkungan di sebuah daerah.
B.2 Jenis Informasi Lingkungan Hidup yang lainnya Penyusunan Informasi lingkungan hidup yang lainnya yang diusulkan dalam bentuk Lampiran Rapermen (Informasi ingkungan hidup yang lainnya diambil dari hasil peneli an STRIPE dan Da ar Informasi Publik KLH) serta disebutkan bahwa da ar lingkungan hidup yang terdapat dalam lampiran “termasuk tetapi dak terbatas pada”. Pengaturam tersebut akan mengakomodir informasi lingkungan hidup lain akan akan muncul kemudian karena perkembangan jaman. Dalam SILH ini juga terdapat informasi lingkungan hidup berupa informasi geospasial seper peta tema k sumber daya alam dan peta industri berbasis sumber daya alam. Karena Muatan SILH juga menyertakan sebaran sumber daya alam Indonesia. Informasi lingkungan hidup lain sebaiknya dijadikan lampiran serta harus dinyatakan dalam batang tubuh bahwa lampiran tersebut bagian yang dak terpisahkan dari Rapermen SILH.
C. Partisipasi Masyarakat C.1 Peran masyarakat sipil dalam menyediakan data informasi lingkungan hidup. Masyarakat sipil (masyarakat terdampak ataupun Civil Society Organization) hendaknya diberikan kesempatan untuk menyediakan data informasi lingkungan hidup yang dimiliki kedalam SILH. informasi lingkungan hidup tersebut tetap akan dijamin kualitasnya oleh KLHK apakah layak untuk dijadikan informasi lingkungan hidup sesuai dengan standar KLHK. Peran masyarakat dalam menyediakan data informasi lingkungan hidup akan membantu KLHK dalam mengumpulkan data informasi lingkungan hidup. Selain itu peran masyarakat ini juga akan mewujudkan sistem informasi lingkungan hidup yang partisipatif dan transparan. C.2 Pentingnya keterlibatan masyarakat dalam pengumpulan data dan informasi. Pelibatan Masyarakat dalam pengumpulan data informasi lingkungan di setiap alur pengelolaan dan
perlindungan lingkungan hidup dalam UUPPLH. yaitu perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Pelibatan masyarakat dalam pengumpulan data informasi ini perlu didorong dikarenakan terdapat beberapa informasi lingkungan hidup yang membutuhkan kapasitas dan pengetahuan masyarakat akan daerah tertentu. Data informasi lingkungan hidup yang membutuhkan pelibatan masyarakat antara lain kearifan lokal, sebaran penduduk, dan keragaman karakter ekologis. Data informasi lingkungan hidup tersebut harus dimuat juga dalam SILH seperti dalam penjelasan Pasal 62 ayat (1) UUPPLH PENUTUP Badan publik berkewajiban untuk membuka akses informasi seluas-luasnya kepada masyarakat. Hal tersebut penting dilakukan karena informasi merupakan salah satu sarana utama masyarakat dalam berpartisipasi memberikan masukan kepada pemerintah dan tanggap terhadap keadaan lingkungan di sekitarnya. Sulit membayangkan masyarakat berpartisipasi dan beradaptasi terhadap lingkungan apabila ia buta terhadap persoalan lingkungan. Pentingnya informasi telah disadari oleh pembuat UU PPLH dengan mengamanatkan secara ekplisit pada pasal 62 bahwa pemerintah dan pemerintah daerah untuk mengembangkan SILH untuk mendukung pelaksanaan dan pengembangan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Namun setelah hampir 6 tahun diundangkan sejak 3 Oktober 2009, PerMen SILH belum juga dibentuk. Dengan membangun sistem informasi lingkungan hidup, secara langsung pemerintah telah mewujudkan Standar Pelayanan Minimal bidang lingkungan hidup dan juga telah memenuhi amanat UU KIP. Penyelenggaraan SILH yang terintegrasi diharapkan dapat memperbaiki tata kelola informasi dan memudahkan pemerintah untuk memenuhi kewajibannya dalam memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. 3
4
Keterangan lebih lanjut hubungi :
Indonesian Center for Enviromental Law (ICEL)
Jl. Dempo II No. 21, Kebayoran Baru Jakarta Selatan Telp. 021-726 2740/723 3390, Fax: 726 9331 www.icel.or.id
Policy Brief ini dibuat dengan dukungan USAID dan ProRep. Isi Policy Brief merupakan tanggung-jawab (organisasi) dan tidak merupakan pandangan pemerintah Amerika Serikat.
DAFTAR PUSTAKA Applegate , John S. dan Jan G. Laitos, Environmental Law: RCRA, CERCLA, and the Management of Hazardous Waste .New York: Foundation Press, 2006. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Henri Subagiyo, “Jaminan Akses Informasi Dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Rekomendasi Penguatan Hak Akses Informasi Lingkungan)�, (Jakarta: Jurnal Hukum Lingkungan Hidup Indonesia, 2014). Teknis dan Peningkatan Kapasitas, Pedoman Umum Pembangunan Sistem Informasi Kualitas Lingkungan, (Jakarta: KLH, 2010).
4