Enam Tantangan

Page 1

Enam Tantangan

Laporan Hasil Penelitian :

Tantangan-tantangan dan Peluang Perempuan dalam Pengembangan Usaha Ekonomi Lokal Oktober 2014


Laporan ini merupakan bagian dari program kemitraan HAPSARI dan USAID/Program Representasi, program demokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) berdurasi empat hingga lima tahun dari Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID). ProRep bertujuan untuk memperbaiki representasi di Indonesia dengan meningkatkan inklusifitas dan efektivitas dari kelompok dan institusi yang menyuarakan aspirasi dan kepentingan publik kepada pemerintah dengan mendorong transparansi dan efektivitas proses legislasi. Laporan ini dibuat atas dukungan dari Rakyat Amerika melalui Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID). Isi laporan ini tanggungjawab penuh Himpunan Serikat Perempuan Indonesia (HAPSARI) dan tidak mewakili pandangan USAID maupun pemerintah Amerika Serikat.

Tim Peneliti : Koordinator : Riani – Pelaksana Harian HAPSARI Anggota : Sumberini – Serikat Perempuan Independen (SPI) Kulon Progo Luciana Linawati – Serikat Perempuan Independen (SPI) Kulon Progo Anna Mayasari – Serikat Perempuan Independen (SPI) Kulon Progo Heni Purwanti - Serikat Perempuan Bantul (SPB) Siti Khadijah – Serikat Perempuan Independen (SPI) Deli Serdang Rusmawati – Serikat Perempuan Petani dan Nelayan (SPPN) Serdang Bedagai Rizki Syahfadila (Relawan HAPSARI)


Ringkasan

O

tonomi daerah telah mendorong pemerintah daerah (kabupaten/kota) melakukan pengembangan ekonomi lokal, melalui kemampuannya memobilisasi serta memproduksi berbagai sumberdaya yang dimiliki untuk menjadi produk unggulan yang mempunyai daya saing, baik untuk pasar lokal, regional maupun nasional (bahkan internasional). Informasi tentang peluang dan tantangan yang dihadapi perempuan dalam pengembangan usaha ekonomi lokal penting diketahui, namun masih sedikit informasi yang tersedia, termasuk dari hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Untuk menggali peluang-peluang dan tantangan-tantangan tersebut, maka HAPSARI sebagai organisasi perempuan basis (akar rumput) yang mempunyai anggota di lima provinsi di Indonesia melakukan penelitian ini. Tidak hanya untuk membantu mengembangkan usaha ekonomi anggotanya, tetapi juga masyarakat luas lainnya. HAPSARI juga dapat menggunakan hasil-hasil penelitian ini sebagai media advokasi untuk mendorong dibuatnya kebijakan-kebijakan baru atau program yang dapat membantu mengembangkan unit usaha ekonomi lokal, terutama untuk perempuan. Penelitian ini berusaha menjawab dua pertanyaan, yaitu: (1)

Tantangan-tantangan apa saja yang dihadapi perempuan dalam pengembangan usaha ekonomi lokal di dua provinsi (Sumatera Utara dan Yogyakarta) wilayah kerja HAPSARI ?

(2)

Apa peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan HAPSARI untuk pengembangan usaha ekonomi lokal di dua provinsi wilayah kerja HAPSARI tersebut? Dan untuk menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, dalam penelitian kualitatif ini dipilih 30 orang perempuan dari empat kabupaten (Deli Serdang dan Serdang Bedagai di Sumatera Utara, Kulon Progo dan Bantul di Yogyakarta) sebagai subyek penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peluang bagi perempuan untuk mengembangkan usaha ekonomi di tingkat lokal masih tersedia, antara lain melalui “celah” adanya komitmen pemerintah daerah untuk memberikan peran “pendampingan” dalam manajemen usaha dan pemasaran, dan komitmen membangun kerjasama dalam program pembangunan daerah untuk peningkatan ekonomi lokal. Namun, tantangan yang dihadapi jauh lebih banyak dibanding celah peluang yang tersedia. Mulai dari aspek permodalan, masalah perijinan termasuk sertifikasi produk, masalah infrastruktur; mulai dari tempat usaha, peralatan produksi hingga jalan dan transportasi umum, masalah packaging (pengemasan produk); hingga masalah pemasaran dimana produk-produk berkualitas dari komunitas belum menemukan “pasar” tersendiri. Kata kunci : HAPSARI, ekonomi lokal, usaha ekonomi perempuan, Deli Serdang, Kulon Progo

1.

Latar Belakang

Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah menjadi babak baru tumbuhnya otonomi daerah yang diharapkan menjadi pintu masuk bagi terwujudnya pembangunan yang lebih adil dan demokratis dengan partisipasi aktif seluruh masyarakat, laki-laki dan perempuan. Otonomi daerah telah mendorong daerah-daerah (kabupaten/kota) melakukan pengembangan ekonomi lokal, melalui kemampuannya memobilisasi serta memproduksi berbagai sumberdaya yang dimiliki untuk menjadi produk unggulan yang mempunyai daya saing, baik untuk pasar lokal, regional maupun nasional (bahkan internasional). Pembangunan ekonomi lokal m e r u p a ka n u s a h a m e m p e r ku a t d aya s a i n g u n t u k pengembangan ekonomi daerah. Menurut ILO (International Labour Organization) ini adalah proses dimana pemerintah lokal dan organsisasi masyarakat terlibat untuk mendorong, merangsang, memelihara, aktivitas usaha untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Dengan demikian, pengembangan usaha ekonomi lokal adalah konsep pengembangan kewirausahaan lokal, pengembangan unit-unit usaha komunitas warga, kerja sama pemerintah lokal dengan pihak swasta dan lembaga-lembaga lainnya termasuk organisasi masyarakat (perkumpulan, serikat, dll), dalam mengelola sumber-sumber yang potensial untuk mendorong aktivitas ekonomi. Dalam konteks ini, maka mengembangkan usaha skala mikro, kecil, menengah, dan koperasi di kalangan perempuan akar rumput adalah bagian sangat penting dari upaya pengembangan ekonomi lokal, selain bentuk partisipasi nyata dalam pembangunan. Apa yang dilakukan oleh perempuan dalam menjalankan usaha ekonomi tersebut sesungguhnya merupakan bentuk partisipasi ekonomi yang penting. Tidak hanya mengurangi tingkat kemiskinan pada diri perempuan sendiri, tetapi juga berkontribusi dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga dan mendorong pembangunan ekonomi daerah secara keseluruhan. Undang-undang nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa: “pemerintah dan pemerintah daerah membantu menumbuhkan iklim usaha”. Artinya, pemerintah termasuk pemerintah daerah mempunyai tanggungjawab memfasilitasi (membantu) tumbuh dan berkembangnya unit-unit usaha, termasuk usaha ekonomi yang dilakukan oleh perempuan. Jika tanggungjawab ini dijalankan, maka seharusnya terdapat peluang yang besar bagi berkembangnya usaha-usaha ekonomi bagi perempuan. Tantangan-tantangan dan peluang perempuan dalam “pengembangan usaha ekonomi lokal” melalui kegiatankegiatan usaha ekonomi baik Usaha Menengah, Kecil dan Mikro (UMKM) itulah yang hendak dilihat oleh HAPSARI melalui penelitian kualitatif ini. 2.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan data tentang tantangan-tantangan yang dihadapi perempuan dalam pengembangan usaha ekonomi lokal dan peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan, dan untuk melakukan advokasi terhadap kebijakan-kebijakan program pemerintah daerah di dua provinsi.

Laporan Penelitian | 03


3.

Pertanyaan Penelitian

wawancara dilakukan sekitar 90-120 menit. Ketika peneliti membutuhkan informasi lebih lanjut, maka informan dihubungi dan diwawancarai kembali sesuai dengan kesepakatan. Seluruh informan dapat dijangkau oleh peneliti, sehingga wawancara dilakukan dengan cara tatap muka, santai, dan dicatat. Dalam melakukan wawancara, pewawancara menggunakan topic guides interview yang berisi pertanyaan-pertanyaan wawancara yang telah disusun.

Penelitian ini berusaha menjawab dua pertanyaan, yaitu: (1)

Tantangan-tantangan apa saja yang dihadapi perempuan dalam pengembangan usaha ekonomi lokal di dua provinsi wilayah kerja HAPSARI ?

(2)

Apa peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan HAPSARI untuk pengembangan usaha ekonomi lokal di dua provinsi wilayah kerja HAPSARI tersebut ?

Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, dalam penelitian ini dipilih 30 orang perempuan dari empat kabupaten (Deli Serdang, Serdang Bedagai, Kulon Progo dan Bantul) sebagai subyek penelitian yang berasal dari anggota serikat HAPSARI yang sudah memiliki koperasi, anggota serikat HAPSARI yang belum memiliki koperasi, Pengurus Koperasi (HAPSARI dan serikat anggota HAPSARI), Pengurus serikat anggota HAPSARI yang belum memiliki koperasi dan Dinas Koperasi setempat. 4.

B.

Setelah mendapatkan data dari hasil wawancara mendalam, HAPSARI melakukan dua kali kegiatan Fokus Groups Discussion (FGD) di dua provinsi yaitu Sumatera Utara dan Daerah Istimewa Yogyakarta. FGD atau diskusi kelompok terarah adalah wawancara dari sekelompok kecil orang yang dipimpin seorang narasumber atau moderator yang mendorong peserta untuk berbicara terbuka dan spontan tentang hal yang berkaitan dengan topik pembahasan. Tujuan dari FGD ini adalah memperoleh masukan atau informasi untuk menemukan pemaknaan terkait tema penelitian menurut kelompok.

Metode

Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut maka HAPSARI melakukan penelitian ini dengan menggunakan metode kualitatif. 4.1.

Focus Group Discussion ( FGD)

Pengumpulan Data Proses pengumpulan data hingga analisa data dilakukan selama tiga minggu (Minggu kedua sampai Minggu keempat September 2014), dengan metode sebagai berikut : A.

Wawancara Mendalam Wawancara mendalam, dilakukan untuk menggali informasi berdasarkan pengalaman langsung yang dialami oleh individu informan terkait topik penelitian. Wawancara menggunakan metode semistructured interview dan melibatkan 30 orang informan yang sengaja dipilih, dari dua provinsi wilayah kerja HAPSARI yang terdiri dari empat kabupaten, dan 5 serikat anggota HAPSARI. FGD Analisa Data Hasil Penelitian di serdang Bedagai

Pengumpulan data ini dilakukan oleh delapan orang peneliti HAPSARI (empat orang peneliti dari Daerah Istimewa Yogyakarta dan empat orang peneliti dari Sumatera Utara). Sebelum penelitian dilakukan, informan telah diminta untuk membaca dan menandatangani informed consent. Proses

FGD pertama dilakukan di Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta yang mengundang 15 orang peserta, dari anggota serikat dan koperasi. FGD kedua dilakukan di Serdang Bedagai Sumatera Utara, juga mengundang 15 orang peserta, dari anggota serikat. FGD dipandu oleh dua orang fasilitator dari HAPSARI yang sekaligus melakukan pencatatan. 4.2.

Analisis Data Analisis Data dilakukan dengan menggunakan metode thematic analisis, yaitu analisis data dimulai dengan cara mempelajari dan menelaah data yang dikumpulkan, untuk dapat melakukan Interpretasi terhadap makna dibalik perkataan, ekspresi dan tingkah laku subyek penelitian. Dari sinilah dilakukan pengolahan yaitu interpretasi data mengenai masalah yang diteliti.

FGD Analisa Data Hasil Penelitian di Kulon Progo

Laporan Penelitian | 04

Selama proses wawancara berlangsung, peneliti dapat menyelami bagaimana pengalaman subjektif informan, mulai dari kata-kata yang disampaikan, hingga ekspresi yang muncul secara spontan. Data-data yang dihasilkan


berdasarkan pengalaman empirik para informan dipahami sebagai realitas sosial yang diteliti, sebagaimana realitas sosial tersebut dipahami oleh subyek penelitian. Proses FGD yang dilakukan juga sangat membantu peneliti dalam melengkapi metode pendekatan interpretatif ketika menganalisis data-data yang ditemukan dari subyek penelitian. Sehingga datadata yang dibentuk dari pengalaman empirik para informan, dapat dipahami secara mendalam sebagai realitas sosial yang diteliti, sebagaimana realitas sosial dikonstruksikan dalam narasi kesimpulan hasil penelitian.***

harus ada agunan (jaminan), terpenuhinya syarat kelayakan tempat usaha, dan adanya persetujuan suami. Seperti pengalaman Jarwoni, SPI Serdang Bedagai yang mengelola usaha pembuatan Opak Singkong yang berusaha mengakses modal dari bank, namun gagal. “Modal awal yang diperoleh dari PNPM gak sepenuhnya dipake untuk modal usaha, dari 1 juta hanya 300 ribu yang dipake modal. Selebihnya habis untuk makan sehari-hari. Sebetulnya sudah berusaha mencari modal tambahan melalui bank, tapi proses administrasi menghalangi pencairan dana dari bank. Surat tanah yang diminta untuk jaminan gak bisa kami penuhi dan akhirnya gak jadi meminjam modal ke bank. Ya, gini-gini ajalah usahanya...” 2

Hasil dan Kesimpulan A.

Ta n t a n g a n - t a n t a n g a n P e r e m p u a n d a l a m Pengembangan Ekonomi Lokal 1.

Selain itu, mereka juga merasa khawatir; jika menambah modal dari pinjaman (hutang) tidak akan mampu membayar, takut akan terlilit hutang. Kekhawatiran ini disebabkan usaha yang dikelola belum memiliki sistim manajemen yang memisahkan antara uang dari keuntungan hasil usaha dengan uang untuk belanja rumah tangga. Juga kalau suami sedang tidak ada pekerjaan, atau di kampung banyak pesta dan harus memberi sumbangan, uang hasil jualan akan terpakai. Seperti yang diungkapkan oleh Pon, berikut ini :

Kesulitan Akses Permodalan

Tidak semua mengeluhkannya, tetapi aspek permodalan merupakan permasalahan yang dihadapi semua perempuan yang menjadi subyek penelitian ini. Rata-rata jumlah modal saat memulai usaha di bawah 5 juta rupiah yang kebanyakan berasal dari “kantong” sendiri, ada juga yang mendapat pinjaman modal dari PNPM. Akumulasi kapital berjalan lamban, laju perkembangan usaha yang mereka kelola juga lamban, dan tidak muncul usaha-usaha baru di luar sektor usaha yang sudah ada. Seperti usaha warung sembako yang dikelola Kak Pon di Gaharap Sei Rampah, Serdang Bedagai:

“Dulu pernah mau coba-coba minjam ke bank, semua syaratnya sudah disiapkan. Tapi setelah dipikir-pikir lagi, kok...takut nanti gak bisa bayar, jadi dibatalkan. Sebenarnya hasil kedai bisa dipakai untuk membayar cicilan, tapi kalau suami sedang tidak kerja kemudian banyak sumbangan pesta di kampung ini, pendapatan dari warung pasti dipakai untuk makan dan nyumbang, jadi gak bisa bayar utang, malah takutnya terlilit utang, ngeri...”

“Sudah lima tahun jualan, tetapi barang dagangan masih segitu-segitu aja. Sebenarnya kalau isi warung lengkap hasilnya lumayan satu hari bisa 30 ribu sampai 40 ribu rupiah, tapi karena masalah modal, warung jadi kosong, kalau sudah kosong otomatis keuntungan yang didapat berkurang. Gak banyaklah....penghasilan dari warung ini, tapi jadilah...ketimbang nganggur, cari kerja juga sulit kali di sini,” 1

2. Aspek Perijinan : Usaha, Sertifikasi Produk dan Koperasi

Meski aspek permodalan merupakan masalah, tetapi untuk mengakses sumber permodalan (menambah modal) mayoritas informan mengalami kesulitan, antara lain; terbatasnya informasi untuk mengakses permodalan ke lembaga keuangan resmi (Bank), dan kesulitan untuk memenuhi persyaratannya. Untuk pinjaman di atas 3 juta,

Bagi pemerintah, aspek perijinan dalam pengembangan usaha diperlukan untuk menjaga ketertiban umum dan memberikan perlindungan kepada masyarakat secara luas. Bagi pelaku usaha (mikro, kecil, menengah dan besar) perizinan seharusnya memberi manfaat sosial, dimana aspek usaha menjadi legal, dan manfaat ekonomi yang menjadikan produk lebih bernilai jual tinggi. Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh perempuan pelaku usaha (mikro, kecil, menengah) yang terlibat dalam penelitian ini adalah masalah perijinan. Mereka umumnya mengalami kesulitan untuk mendapatkan Sertifikat Produk Pangan Industri Rumah Tangga (SPP – IRT) terutama dalam memenuhi persyaratan kelayakan t e m p a t p r o d u k s i , k a r e n a h a r u s m e m p u nya i bangunan/rumah yang luas dan permanen, lantai semen, ber-plafon dan tersedia wastafel. 3 Salah seorang pengurus SPI Kulon Progo mempunyai pengalaman tersebut : 2

Wawancara Tim Peneliti dengan Ibu Jarwoni dari SPI Serdang Bedagai 1

Wawancara dengan Pon, SPI Sergai, 14 September 2014

3

Wawancara dengan Jarwoni, SPI Sergai, Persyaratan ini diatur dalam Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB/IRT) Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (Nomor: HK.00.05.5.1639) Tahun 2003.

Laporan Penelitian | 05


di tiap desa, sehingga program pemerintah untuk pemberdayaan masyarakat bisa disalurkan melalui koperasi perempuan ini. 7 Proses pendirian koperasi bukanlah hal yang mudah dan sederhana bagi kalangan perempuan desa di akar rumput, apalagi ketika sampai pada tahap mendapatkan aspek legalitas dari pemerintah. Padahal di satu sisi, prioritas pembangunan nasional dalam bidang perkoperasian (Propenas 2014) adalah menumbuhkan koperasi-koperasi di Indonesia dan mengaktifkan kembali koperasi yang sudah tidak aktif. Permasalahan yang dihadapi antara lain : (a) Kesulitan dalam mengatasi biaya yang harus dikeluarkan, mulai dari biaya pengurusan akte notaris pendirian koperasi sekitar 2 juta rupiah, menyediakan modal koperasi yang harus ada dalam rekening tabungan sebesar 15 juta rupiah, dan biaya administrasi pendaftaran koperasi ke Dinas Koperasi setempat sekitar 500 ribu rupiah. 8

Wawancara Tim Peneliti dengan Ibu Kartinah dari SPI Kulon Progo

“Saya belum berhasil mendapatkan SPP-IRT untuk produk teh gongseng yang saya buat, karena sewaktu disurvey, dapur rumah saya kan sempit dan saya belum ada wastafelnya,” 4

“Bayangkanlah...baru mau mendirikan, belum memulai usahanya...kami sudah harus punya uang lebih dulu. Memang ada 20 orang anggota untuk iuran, tapi seberapalah uang yang kami punya...,” 9

Sementara itu, Een Nuraini yang juga pengurus SPI Kulon Progo menambahkan : “Salah satu syarat lainnya untuk bisa dapat SPP-IRT itu kan harus sudah pernah dapat pelatihan dari Dinas Kesehatan, memang gak bayar kalau yang mengikuti ada 60 orang. Tapi saya gak dapat informasi, kapan dinas akan memberikan pelatihannya dan dimana. Jadinya ya gak pernah ikut pelatihan itu...”

(b) Mereka yang seluruhnya perempuan, ibu rumah tangga biasa yang sebelumnya tidak terbiasa berurusan dengan masalah-masalah administratif, juga mengalami kesulitan dalam pembukuan atau administrasi, misalnya membuat neraca rugi-laba sebagai bagian dari dokumen perijinan yang formatnya sudah disediakan oleh Dinas Koperasi setempat.

Untuk ijin usaha, hanya sedikit informan yang mengalami permasalahan mendapatkan ijin usaha, karena mereka memproduksi barang dan berdagang di rumahnya masingmasing. Hanya ada satu kasus, dimana untuk ijin usaha jasa Optik 5 kesulitannya dikarenakan harus menjadi anggota asosiasi terlebih dahulu dan membayar dengan biaya yang mahal. Dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Bidang Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) tahun 2014 disebutkan bahwa sasaran dan arah kebijakan koperasi adalah meningkatnya kapasitas dan daya saing koperasi yang ditunjukkan antara lain oleh peningkatan jumlah koperasi aktif dan peningkatan volume usaha koperasi. Salah satu kegiatan prioritasnya adalah “pengembangan keanggotaan koperasi melalui peningkatan kerjasama koperasi dan penyuluhan dalam rangka gerakan masyarakat sadar koperasi (GEMASKOP)” dengan sasaran “menyebarluaskan dan meningkatkan pemahaman masyarakat umum mengenai koperasi dan praktek berkoperasi yang benar sesuai prinsip dan jati diri koperasi”. 6 Di era otonomi daerah, pembangunan koperasi diserahkan ke daerah, sehingga perkembangan perkoperasian di tiap daerah berbeda-beda, tergantung keseriusan pemerintah daerahnya. Di kabupaten Deli Serdang misalnya, kebijakan pemerintah adalah memfasilitasi penumbuhan koperasi-koperasi perempuan

Wawancara Tim Peneliti dengan Ibu Een Nuraini dari SPI Kulon Progo

“Kami bingung, sama sekali gak ngerti bagaimana mengisi sepuluh buku yang memang harus diisi semuanya. Tetapi kami beruntung, karena pihak dari Dinas Koperasi yang justru menunggu diundang untuk memberikan pendampingan. Mulai dari rapat pembentukan, pembekalan dan pendidikan perkoperasian, sampai urusan administrasi kami dibantu sepenuhnya oleh dinas koperasi kabupaten Kulon Progo,” 10

4

Wawancara dengan Kartinah, SPI Keceme Samigaluh, Kulon Progo, 28 September 2014. 5 Harus menjadi anggota Gapopin (Gabungan Optik Indonesia) lebih dulu dan membayar uang pendaftaran. 6 RKP Bidang Pemberdayaan Koperasi dan UKM Tahun 2014. 7 Azrai Rizal, Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Kab.Deli Serdang

Laporan Penelitian | 06

8 9

Wawancara dengan Sri Rahayu, SPI Deli Serdang, tanggal 11 September 2014 Wawancara dengan Maryati, SPI Deli Serdang, tanggal 29 September


Berbeda dengan pengalaman yang dialami Sugihartati, pengurus Koperasi Selaras yang didirikan oleh SPI Deli Serdang : “Kami mengalami kesulitan karena keterbatasan sumberdaya manusia dalam melengkapi syaratsyarat administrasi yang dibutuhkan, seperti membuat pembukuan laporan rugi - laba dan membuat rencana kerja. Waktu itu Kepala Bidang Koperasinya berjanji akan mendampingi, namun sampai Kabidnya ganti, pendampingan belum juga dilakukan. Jadi, sampai saat ini kami baru memiliki akte notaris pendirian koperasi, tetapi belum memiliki ijin (badan hukum) Koperasi,” 11 (c) Permasalahan lainnya adalah ketika harus berkali-kali mendatangi kantor Dinas Koperasi di kota kabupaten untuk mendapatkan pendampingan dalam memenuhi persyaratan pengisian dokumen perijinan dan mendapatkan badan hukum koperasi. Hal ini menyulitkan bagi para pengurus Koperasi yang juga harus bekerja mencari nafkah dan memerlukan biaya transportasi. Kemudahan yang dialami oleh pengurus Koperasi Serba Usaha (KSU) HAPSARI Kulon Progo tidak terjadi di kabupaten Deli Serdang. “Kami ini selain ibu rumah tangga juga bekerja cari nafkah, ke ladang, jualan, dan mengurus rumah tangga. Kalau bolak-balik pergi ke kantor Dinas Koperasi tapi tak ada hasilnya, jadinya sia-sia. Kami harus kehilangan waktu dan mengeluarkan ongkos pula,” komentar Sri Rahayu, SPI Deli Serdang.

pemerintah, terutama dengan dinas koperasi kabupaten. Untuk KSU HAPSARI Kulon Progo, saat ini masih terbatas melakukan pembelian bahan baku berupa teh dan kopi dari anggota yang memproduksinya di Keceme, ini memerlukan modal yang besar. Koperasi sendiri masih memerlukan tambahan modal, tetapi belum berani melakukan pinjaman modal dari bank dan juga belum mengakses dana untuk menambah modal. Sehingga akses modal belum bisa diberikan kepada anggota karena saat ini koperasi masih fokus dibidang usaha produksi (pembelian bahan baku teh dan kopi) Tetapi, dengan membeli produk-produk anggota maka anggota dapat meneruskan usaha dan produksi mereka juga dan koperasi yang akan membantu bahan bakunya, serta kebutuhan packagingnya untuk anggota. Di kabupaten Serdang Bedagai, proses berkoperasi, masih dimulai dengan pengurusan dokumen-dokumen perijinan dan berhubungan dengan dinas koperasi. Seperti yang disampaikan oleh Endang berikut ini : “Kami masih persiapan pendirian koperasi, sudah mengadakan rapat dengan anggota, ya seperti biasalah berorganisasi kan harus ada rapat-rapatnya. Lalu kami juga sudah mendata sebanyak 20 orang untuk jadi pendiri dan sudah ada rapat satu kali, semua sudah setuju untuk

2.1. Melatih Berorganisasi Ini berkaitan dengan fungsi koperasi untuk meningkatkan keterampilan anggotanya, serta berjalannya fungsi-fungsi kepengurusan. Peningkatan ketrampilan anggota sebenarnya jadi program prioritas di KSU HAPSARI ini. Tetapi karena organisasi koperasi ini termasuk masih baru berdiri, maka tantangan dalam membantu meningkatkan keterampilan anggota adalah; belum mampu melayani kebutuhan peningkatan keterampilan anggota. Masih prioritas pada upaya meningkatkan ketrampilan bagi pengurus dulu dan bertugas melakukan kontrol terhadap kualitas produk anggota (kopi dan teh) yang akan dipasarkan melalui koperasi. Tetapi di beberapa tempat (SPI Kecema) sudah dimulai untuk pelatihan-pelatihan ketrampilan seperti pengemasan, dan pengolahan produk secara baik dan higenis dengan mengundang beberapa narasumber dari dinas-dinas yang terkait. Juga pelatihan untuk pengurus agar administrasi dan fungsi stuktur organisasi berjalan dengan baik sehingga KSU HAPSARI mampu menjadi Koperasi yang baik agar bisa dipertanggungjawabkan ke anggota ataupun Dinas Koperasi. Semua proses ini memang betul-betul telah melatih pengurus berorganisasi dan berhubungan dengan

10

Wawancara via telpon dengan Srenti Lestari (KSU HAPSARI Kulon Progo) tanggal 21 September 2014. 11 Wawancara dengan Sugihartati, tanggal 14 September 2014

Wawancara Tim Peneliti dengan Ibu Endang Basuki dari SPI Serdang Bedagai

jadi pengurusnya siapa-siapa aja. Tantangannya, pengurusan izin koperasi terkendala pada tidak qorumnya rapat pendirian koperasi, dimana salah satu syarat pendirian koperasi adalah harus beranggotakan 20 orang, namun yang hadir pada rapat pendirian koperasi hanya delapan orang. Kami masih menunggu pendampingan dari Ketua SPI Serdang Bedagai” 2.2. Memajukan Usaha Anggota Untuk memajukan usaha anggota, Koperasi yang ada masih belum mampu berfungsi dengan maksimal. KSU HAPSARI Kulon Progo misalnya, masih terbatas pada peran membeli bahan baku kopi dan teh yang

Laporan Penelitian | 07


merupakan hasil usaha anggota, tetapi terbatas untuk anggota yang di Dusun Keceme (petani kopi dan teh). Selebihnya, membantu pemasaran dari produk-produk yang dihasilkan anggota (kebanyakan makanan ringan; keripik, kue-kue, jahe instan, emping, gula jawa, dan minuman permentasi). Tetapi juga masih menghadapi masalah pemasaran, karena produk yang ada di koperasi masih termasuk produk yang harga jualnya terlalu mahal bagi orang-orang sekitar wilayah koperasi. “Produk yang ada di koperasi termasuk mahal harga jualnya, terutama kopi dan teh. Karena ini produk asli, tanpa ada bahan campurannya. Sementara masyarakat membandingkannya dengan produk kopi dan teh dari pabrik yang harganya murah. Dan juga karena KSU masih menggunakan tenaga yang dikerjakan oleh ibu-ibu anggota KSU di wilayah Suroloyo, jadi memakan waktu lama dengan jumlah produksi sedikit-sedikit. Maka biaya biaya produksi sangat besar sehingga harga jual pun jadi mahal. Ini gak bisa diturunkan harganya.

Wawancara Tim Peneliti dengan Ibu Susilawati dari SPI Serdang Bedagai

“Saya jualan nasi, sayur mateng, makanan kecil (gorengan) untuk sarapan, dan minuman. Sebetulnya kalau bisa nyewa tempat di lokasi pinggir jalan, jualan saya bisa lebih maju. Tapi yo piye...ora cukup modale...(tapi ya bagaimana, tidak cukup modalnya),” 13 Alat usaha untuk produksi juga merupakan permasalahan tersendiri yang menjadi keluhan dari informan. Peralatan produksi (usaha) masih menggunakan peralatan rumah tangga (dapur) seadanya; masih manual, dan belum memenuhi standart kebutuhan produk. 14

Dalam hal kemampuan marketing, menurut Rundiyah yang juga pengurus KSU HAPSARI, belum ada kemampuan marketing yang memadai. “Untuk maketing di KSU HAPSARI saat ini belum ada yang mempunyai keahlian. Kami masih melakukan pemasaran melalui pameran-pameran, atau ke organisasi jaringan HAPSARI, sehingga promosi produk belum bisa menarik perhatian banyak konsumen”. 12 3.

“Saya masih membutuhkan banyak alat usaha seperti penggorengan, alat pengering minyak, wajan besar, kompor dan gasnya. Selama ini masih pake kayu bakar, penggorengannya masih wajan biasa yang dipakai di dapur, pinjam pakailah, gantian kalau sudah selesai masak untuk keluarga. wajannya juga kecil, kurang banyak muatnya untuk masak,” 15

Infrastruktur : Infrastruktur adalah sarana dan prasarana yang diperlukan oleh perempuan pelaku usaha untuk mendukung kelancaran usahanya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebutuhan adanya sarana jalan yang baik, transportasi umum dan listrik yang tidak berkali-kali padam, adalah kebutuhan yang banyak dikeluhkan oleh subyek penelitian ini. Masih ada desa-desa di kabupaten Serdang Bedagai dan kabupaten Kulon Progo dengan kondisi jalan lintas utama kurang baik, apalagi kalau musim hujan. Selain kondisi jalan yang buruk, sarana transportasi umum belum tersedia. Ini menunjukkan bahwa kualitas sarana dan prasana masih belum mampu menjadi daya dukung usaha yang maksimal.

Sarana jalan juga masih dikeluhkan oleh informan terutama dari kabupaten Serdang Bedagai. Jalan rusak; tidak ada sarana transportasi umum, dan jika hujan jalanan becek, sulit dilalui dengan kendaraan bermotor, pemilik usaha (warung) tidak bisa pergi berbelanja. Hal ini menyebabkan perlengkapan warung yang seharusnya dijual tidak tersedia, dan penghasilan hari itu tidak diperoleh. “Di sini masalahnya, kalau sudah hujan, aduuuhh...sulit kali. Kami gak bisa keluar, karena kalau belanja harus keluar dari kampung ini, ke kota Perbaungan atau Pasar Bengkel, jaraknya 15 kilo meter dari sini dan gak ada transportasi umum. Jadi, kalau sudah hujan ya sudah, warung tutup, karena belanjaan kosong, sedihlah...”. 16

Mayoritas perempuan pelaku usaha ini mengembangkan usahanya di rumah mereka masing-masing, meskipun ada lokasi rumah yang kurang strategis, tetapi untuk menyewa tempat lain yang lebih strategis, mereka tidak mempunyai modal tambahan untuk itu. Adapula yang menggunakan tempat berjualan di pinggir jalan dengan lokasi yang cukup strategis dan tidak harus membayar, karena milik pemerintah daerah, tetapi karena kekurangan modal, jumlah produk yang dijual sangat terbatas, sehingga jumlah pendapatannya tetap kecil. Seperti yang disampaikan oleh salah satu informan berikut ini : 12

Listrik yang sering padam dan cuaca juga dapat mengganggu proses produksi, seperti yang disampaikan Jarwoni, SPI Sergai berikut ini : “ Kalau listrik tidak mati, dalam satu malam produk bisa selesai dicetak dan dapat langsung dikeringkan, besok paginya sudah bisa dijual. Cuaca juga jadi hambatan, kalau cuaca panas terik, produk cepat kering dan dapat langsung di jual. Tapi musim ujan kayak sekarang, atau mendung terus...kami harus nunggu 2 sampai 3 hari baru kering dan kualitas produknya jelek, harganya turun”.

Wawancara dengan Rundiyah melalui telpon, tanggal 30 September 2014.

13

Wawancara dengan Hani, SPI Kulon Progo, tanggal 27 September 2014. Misalnya: untuk membuat (keripik) menggunakan penggorengan biasa belum mempunyai alat penggoreng yang sekaligus dapat meniriskan minyak, sehingga kualitas produk kurang baik. 15 Wawancara dengan Kartinah, SPI Kulon Progo, tanggal 20 September 2014 14

Laporan Penelitian | 08

16

Wawancara dengan Pon dan Jarwoni, SPI Serdang Bedagai. Kedua informan menyampaikan informasi ini dengan nada sedih dan menyampaikan harapan agar pemerintah memperhatikan masalah perbaikan jalan di kampungnya (Gaharap, Sei Rampah, Serdang Bedagai – Sumut).


4. Produksi : Dalam memproduksi barang dagangannya, masalahnya adalah jumlah produksi belum dengan jumlah banyak, karena keterbatasan modal untuk membeli bahan baku dan peralatan produksi. Namun begitu, umumnya dapat memproduksi sesuai kebutuhan masyarakat, namun kalau ada pesanan dalam jumlah banyak mereka kebingungan dan kerepotan. Mereka tidak akan membuat produk yang tidak diminati oleh masyarakat. Namun dengan peralatan produksi yang seadanya dan masih memakai peralatan dapur, kualitas produk menjadi kurang baik dibandingkan dengan produk serupa. “Usaha saya saat ini adalah jualan buah-buahan dan katering nasi dan snak. Kalau saya dapat pesanan banyak (snak dan nasi kotak), saya jadi bingung dan 'keteteran' dengan peralatan masak yang tersedia. Karena peralatan dapur saya terbatas. Jadi untuk mengatasinya, saya sampai gak tidur karena harus mulai kerja tengah malam sampai pagi, supaya dapat memasak dalam jumlah banyak sesuai pesanan,” 17

Wawancara Tim Peneliti dengan Sri Rahayu dari SPI Deli Serdang

kecil jumlahnya. Untuk produk kopi, teh, dan jahe instan, minimal order 2000 kotak ukuran 250 gr, dengan harga satuan Rp.1600. Packaging keripik dengan plastik ukuran 100 gr, minimal order 1000 bungkus dengan harga satuan Rp.1000. Packaging untuk sabun cair dengan plastik ukuran 1000 gr, minimal order 1000 bungkus dengan harga satuan Rp.3000. 18 Ada juga yang sudah mempunyai produk dengan merek, ijin produksi (SPP-IRT) dan packaging yang semuanya diurus oleh PNPM yang menjadi pemberi pinjaman modal dan pendamping usahanya.

5. Pengemasan (packaging) : Masalah pengemasan (packaning) belum menjadi kebutuhan utama bagi perempuan pelaku usaha yang menjadi subyek penelitian ini. Karena dengan jumlah produksi yang sedikit, biaya packaging menjadi sangat mahal, itupun harus standart minimal order yang tidak

Selain itu, hampir seluruh responden tidak memiliki informasi dan pengetahun tentang tempat packaging yang bagus dengan biaya murah. Juga tidak mengetahui pentingnya packaging untuk meningkatkan nilai jual produk. “Sebenarnya kami kepingin produk sabun cair yang diproduksi SPI Deli Serdang ada packagingnya. Tapi setelah kami tanya-tanya informasinya, ternyata biayanya mahal sekali dan harus cetak minimal 1000 bungkus, harganya 3000 per-bungkus. Wah, belum sanggup kami,” 19 Bu Paisah, dari Tanjung Harjo, Nanggulan Kulon Progo mengatakan : “Produk saya adalah VCO (Virgin Coconut Oil) yang saya butuhkan packaging botol-botol kecil ukuran 150 ml yang bentuknya menarik, ada logonya. Tapi saya gak tau kalau mau pesan berapa dan harganya berapa. Jadi, ya pakai yang ada sekarang ini aja, dengan botol sederhana, beli melalui PT. Bratacemical dengan harga Rp. 500 perbotol, sedangkan harga jual produk per-botol Rp. 1500,” 20 6. Pemasaran : Aspek pemasaran juga menjadi salah satu faktor penghambat bagi perempuan dalam mengembangkan usaha ekonominya agar lebih maju. Jumlah produksi yang terbatas, dan hanya menggunakan alat produksi sederhana dari peralatan rumah tangga menyebabkan produk-produk yang dihasilkan hanya dapat dipasarkan di sekitar lingkungan komunitas warga saja. Harga jual pun menjadi

Wawancara Tim Peneliti dengan Ibu Poniyem dari SPI Kulon Progo

17 18

Wawancara dengan Trimah, SPI Kulon Progo, 24 September 2014 Informasi dari Ari Purjantati, berdasarkan pengalaman Koperasi mencetak packaging selama ini.

19

Wawancara dengan Sri Rahayu, SPI Deli Serdang, 11 September 2014

Laporan Penelitian | 09


lebih murah, karena dinilai sebagai “produk lokal” warga. Sebagai pelaku usaha ekonomi yang memiliki anggota komunitas organisasi (serikat) mereka belum mampu menemukan “pasar khusus” dari kalangan anggota organisasinya sendiri. Seperti yang disampaikan oleh Maryati, dari SPI Deli Serdang: “Belum semua anggota serikat mau membeli sabun yang dibuat oleh unit usaha organisasi, mereka masih memilih sabun pabrik, karena harganya lebih murah...”

produktivitas perempuan cenderung lebih rendah dari laki-laki. Untuk mendapatkan data tentang peluang-peluang ini, informan yang menjadi subyek penelitian adalah Dinas Koperasi, dari kabupaten Deli Serdang dan kabupaten Kulon Progo. Peluangpeluang tersebut adalah : Di kabupaten Kulon Progo, peluang-peluang yang tersedia dari Dinas Koperasi adalah : 1.

Begitu juga untuk produk kopi dan teh yang diproduksi oleh Koperasi HAPSARI dengan merek “Java Menoreh”, masih sedikit sekali anggota yang bersedia membelinya secara rutin, karena harganya lebih mahal dibanding harga kopi dan teh dari pabrik dengan merek terkenal atau tidak. Hal ini dikeluhkan dengan sangat sedih dan kecewa oleh Srenti Lestari, Pengurus Koperasi HAPSARI di Kulon Progo : “Memang harga jual kopi dan teh kita lebih mahal dibanding produk sejenis dari pabrik. Tapi produk kita ini asli, harganya tidak mungkin diturunkan. Yang diperlukan adalah kesadaran anggota dan masyarakat untuk menghargai produk organisasinya dan produk lokal, daripada produk pabrik yang kualitasnya tidak lebih baik,”

2.

Permodalan : fokusnya ke koperasi -

Ada kerjasama dinas koperasi Kulon Progo dengan perbankan setempat untuk memberikan pinjaman modal ke koperasi. Pinjaman dapat diakses di bank, dengan rekomendasi dinas koperasi. Berkas-berkas administrasi tersedia juga di kantor dinas koperasi dan mereka memberikan bantuan tekhnis pengisian formulir yang diperlukan.

-

Membantu koperasi untuk mengakses permodalan dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sifatnya pinjaman tetapi bukan untuk kegiatan simpan pinjam, melainkan untuk usaha riil (bidang produksi) dengan plafon sampai 40 juta. Ada juga dana sosial atau hibah.

Dukungan khusus untuk perempuan tidak ada, karena dukungan yang diberikan untuk kelembagaan, bukan individu. Tetapi kalau ada koperasi khusus koperasi perempuan yang ingin mengembangkan usaha, dinas koperasi Kulon Progo akan memberikan pendampingan khusus yang diperlukan. Jika butuh permodalan, dinas koperasi juga akan membantu mencarikan peluangnya. Pengurus koperasi tinggal menulis surat kepada dinas

Wawancara Tim Peneliti dengan Ibu Mardiana, SPI Serdang Bedagai

Di tingkat Koperasi, masalah pemasaran adalah belum adanya sumberdaya manusia yang terlatih atau dilatih melakukan pemasaran, sehingga koperasi pun masih mengalami kendala pemasaran, karena produk yang dijual belum mempunyai segmen pasar khusus. B.

Peluang Perempuan dalam Pengembangan Ekonomi Lokal

Peluang-peluang yang dimaksud di sini adalah sesuatu (potensi dan kesempatan) yang dapat dimiliki/diakses oleh perempuan pelaku usaha (UKM) dari luar dirinya. Dalam pandangan Longwe, akses diartikan sebagai kemampuan perempuan untuk dapat memperoleh hak/akses terhadap sumberdaya produktif seperti tanah, kredit, pelatihan, fasilitas pemasaran, tenaga kerja, dan semua pelayanan publik yang setara. Karena kesenjangan gender telah menyebabkan munculnya ketimpangan dalam akses terhadap sumberdaya. Dan rendahnya akses perempuan terhadap sumberdaya menyebabkan 20

Wawancara dengan Paisah, SPI Kulon Progo, tanggal 26 September 2014

Laporan Penelitian | 10

Wawancara Tim Peneliti dengan Ibu Srenti, Pengurus Koperasi Hapsari Kulon Progo


koporasi dan menyebutkan apa kebutuhannya. Seperti KSU HAPSARI, kami juga dapat menghubungkan dengan Kementrian Koperasi di Jakarta jika ada peluang yang dapat diakses. Dukungan lainnya adalah pendampingan tekhnis, misalnya untuk pengurusan badan hukum, membuat pembukuan dan administrasi, dan lain-lain. 3.

Kebijakan yang ada kaitannya dengan ekonomi: Peraturan Bupati Kulon Progo Nomor 25 Tahun 2011 Tentang Penataan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern untuk melindungi pasar tradisional dan produkproduk rakyat. Melalui kebijakan ini juga sedang diupayakan membangun kemitraan antara toko-toko modern seperti Alfamart dan Indomart dengan Koperasi. Manajemennya dibantu Alfamart, tetapi usahanya akan di take over oleh Koperasi.

Di kabupaten Deli Serdang, peluang-peluang yang tersedia dari Dinas Koperasi adalah : Peluang yang tersedia untuk pengembangan usaha ekonomi perempuan adalah : 1.

Dinas Koperasi Deli Serdang sedang memprioritaskan program untuk pembentukan koperasi perempuan.

2.

Memfasilitasi proses pengurusan perijinan koperasi, berupa bimbingan tekhnis untuk melengkapi berkas administrasi yang diperlukan (pembukuan, pembuatan neraca rugi-laba, dll).

3.

(5) Perkuat hubungan kemitraan dengan pemerintah daerah, untuk dukungan program pengembangan ekonomi lokal dan penciptaan produk-produk unggulan daerah, melalui pendekatan Audiensi dan Lobby dengan pengambil kebijakan daerah (pemerintah dan legislatif), untuk : Mengakses kegiatan-kegiatan pelatihan dan pendampingan dari dinas terkait dalam proses perijinan/sertifikasi produk usaha anggota.

ii.

Mendapatkan pendampingan dalam proses pengurusan badan hukum koperasi.

iii.

Mengakses permodalan dan pengadaan sarana produksi (peralatan) dari pemerintah atau mitra strategis lain, melalui pendampingan dari pemerintah daerah.

b. Pemerintah : Peran pemerintah untuk saat ini dan yang akan datang dalam rangka pengembangan ekonomi lokal dan mendukung pengembangan UKM adalah : 1. Membuat kebijakan lokal yang berisi/mengatur ;

Jika memerlukan permodalan, dinas koperasi hanya dapat membantu menghubungkan dengan pihak perbankan; memberi rekomendasi atau memberikan informasi tentang bank yang mempunyai program pinjaman modal.

Rekomendasi Direkomendasikan adanya pembagian peran strategis antara organisasi (HAPSARI dan Koperasi) dengan pemerintah daerah, yaitu : a.

i.

-

kemudahan akses permodalan bagi perempuan pelaku usaha (terutama) mikro, kecil dan menengah,

-

mendorong adanya program dari dinas/instansi terkait untuk memfasilitasi kebutuhan prasarana (peralatan) usaha yang memadai untuk peningkatan produksi,

-

penyediaan tempat-tempat yang strategis untuk menjual produk/berjualan bagi perempuan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah yang gratis,

-

penggunaan (konsumsi) produk-produk yang dihasilkan oleh serikat/koperasi HAPSARI oleh kalangan pejabat pemerintah daerah. 21

2. Sebagai fasilitator yang memberikan pendampingan, dan pendorong yang menggerakkan upaya kemandirian ekonomi rakyat melalui penguatan UMKM bekerjasama dengan berbagai mitra strategis, termasuk kalangan organisasi masyarakat seperti HAPSARI.

Organisasi (HAPSARI – Koperasi) (1) Komunikasikan hasil-hasil penelitian ini dengan pemerintah daerah, untuk media advokasi dan memanfaatkan peluang-peluang yang tersedia (baik kebijakan maupun komitmen pemerintah) dalam mendukung pengembangan UMKM.

3. Sebagai mediator yang menghubungkan perempuan pelaku UMKM dengan kalangan perbankan untuk akses permodalan, dan swasta (CSR) untuk mengakses dana sosial (hibah).

(2) Komunikasikan temuan-temuan tersebut, dengan pihak-pihak yang dinilai dapat membantu, seperti perusahaan Corporate Social Responsibility (CSR), asosiasi UMKM, dan pihak-pihak strategis lain. (3) Lakukan penguatan kapasitas dan kompetensi perempuan pelaku usaha dari serikat anggota HAPSARI, untuk pengembangan jiwa kewirausahaan, pengembangan etos kerja, dan mengatasi permasalahan permodalan, perijinan, produksi, packaging dan pemasaran, melalui Training Manajeme Usaha dan Training Strategi Promosi dan Pemasaran.

***

(4) Kembangkan strategi perluasan/pembangunan jaringan pemasaran melalui metode kreatif seperti pameran-pameran produk dan penggunaan media sosial (IT). 21

Misalnya untuk kopi dan teh di Kulon Progo

Laporan Penelitian | 11


Tentang :

HAPSARI HAPSARI (Himpunan Serikat Perempuan Indonesia) adalah organisasi masyarakat sipil berbentuk federasi yang berbasis keanggotaan terdiri dari serikat-serikat perempuan independen tingkat kabupaten. Didirikan 14 Maret 1990 di Desa Sukasari Kecamatan Perbaungan Sumatera Utara. Pada awal berdirinya HAPSARI adalah Kelompok Perempuan Desa yang memulai aktifitas dengan mendirikan Sanggar Belajar Anak bernama “Harapan Desa Sukasari”. Dari sinilah muncul akronim “HAPSARI” yang kemudian digunakan sebagai nama lembaga hingga saat ini. Tahun 1997 HAPSARI berbadan hukum dalam bentuk yayasan dan mulai memperluas wilayah pengorganisasian dengan strategi membangun organisasi sebagai media penguatan perempuan. Tahun 1999 seluruh kelompok perempuan dampingan HAPSARI didorong dan difasilitasi membangun organisasinya sendiri, bernama Serikat Perempuan Independen Sumatera Utara (SPI Sumut). Tahun 2001, HAPSARI dan SPI Sumut menyatukan diri membentuk federasi dengan nama HAPSARI-Federasi Serikat Perempuan Merdeka (HAPSARI-FSPM) yang berbadan hukum perkumpulan. Tahun 2004 nama Federasi Serikat Perempuan Merdeka (FSPM) dirubah menjadi Himpunan Serikat Perempuan Indonesia dan tetap disebut HAPSARI hingga saat ini.

Sekretariat Nasional : Jl.Tamrin No.53-A Lubuk Pakam 20515 Deli Serdang Sumatera Utara Telp : 061-7952196 Email : hapsari1@indosat.net.id Web : hapsari.jejaring.org

Laporan Penelitian | 12


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.