Pada edisi ini: Rencana ke Depan: Kelompok Kerja Kebijakan Halaman. 2 .................................................................................................................
Penelitian Berdasar Data Meninggalkan Jejak dalam Demokrasi
Halaman. 3 .................................................................................................................
Policy Research Network (PRN) Memperluas Jaringan dan Memaparkan Hasil Penelitian terkait Representasi
Halaman. 4 ................................................................................................................
Isu Deforestasi Nasional Dipresentasikan di Forum International
Halaman. 6 ................................................................................................................
Belajar dari Korea Selatan: Pengawasan Anggaran yang Lebih Kuat
Halaman. 6 ................................................................................................................
Akuntabilitas Dua Arah
Halaman. 7 ................................................................................................................
Transformasi Institusi untuk Proses Kebijakan yang Inklusif
Halaman. 8 ................................................................................................................
Diskriminasi Gender: Akankah Ini Berlalu di Indonesia?
Halaman. 9 ................................................................................................................
Sekilas Kegiatan di Bulan Juli Halaman. 12
Newsletter ini dibuat atas dukungan Rakyat Amerika melalui Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID). Isi newsletter ini merupakan tanggung jawab Chemonics International Inc. dan tidak mencerminkan pandangan USAID atau Pemerintah Amerika Serikat. Semua foto/gambar adalah milik Š USAID/Program Representasi kecuali jika dinyatakan lain.
2
ProRep | Newsletter Vol.2 2014
Siswi Sekolah Dasar (SD) di Indramayu, Jawa Barat, sedang mengerjakan tugas sekolah. Melalui inisiatif kelompok kerja (Pokja) kebijakan, ProRep menyediakan sebuah wadah bagi para pembuat kebijakan, implementor kebijakan, kelompok peneliti, dan organisasi advokasi untuk bekerja bersama mengatasi masalah yang kritikal terkait pendidikan di Indonesia.
Rencana ke Depan: Kelompok Kerja Kebijakan Selama tiga tahun pertama, ProRep membantu meningkatkan kapasitas anggota DPR dan stafnya dalam bidang analisis dan pemantauan anggaran, analisis kebijakan, penyusunan legislasi, pengelolaan hubungan konstituen, dan bidang lainnya. Memasuki tahun keempat, ProRep menginisiasi kolaborasi antara para pembuat kebijakan dan pelaku kebijakan lainnya untuk perbaikan mewujudkan kebijakan yang berbasis data, inklusif, dan adil. ProRep menginisiasi lahirnya kelompok kerja (Pokja) kebijakan – kelompok yang terdiri dari organisasi masyarakat sipil, lembaga penelitian, para pembuat kebijakan, dan pihak lain – yang bekerja bersama untuk mengidentifikasi, meraih peluang untuk belajar dan bekerja secara strategis dan kolaboratif dalam isu kebijakan tertentu. Pada bulan Maret 2014, ProRep mulai melakukan asesmen dan menyelenggarakan serangkaian pertemuan multipihak terkait beberapa area kebijakan dan menyepakati untuk mendukung pelaku kebijakan pada tiga isu spesifik: pendidikan,
Selain itu, ProRep akan memfasilitasi sejumlah kegiatan lain termasuk forum multipihak, konferensi, diskusi kelompok terarah, dan kegiatan lain, yang dapat menjadi forum bagi para pemangku kepentingan yang memiliki minat dan kepedulian akan isu yang sama untuk saling berdiskusi, belajar, dan membuat rencana aksi bersama untuk perbaikan kebijakan.
kesehatan ibu dan anak, dan lingkungan. Saat ini, ProRep sedang menyusun program hibah baru bersama sejumlah Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) dan lembaga penelitian yang berfokus untuk mendorong perbaikan proses kebijakan yang lebih efektif
Pendidikan Pokja ini berupaya meningkatkan kualitas guru Indonesia dan layanan sekolah dengan membantu para pembuat kebijakan untuk mengevaluasi dan memperbaiki dua kebijakan yang ada, yaitu: Program Sertifikasi Guru dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Selain itu, Pokja ini juga akan berupaya mendorong perbaikan sistem distribusi dan penempatan guru di Indonesia demi memastikan kesempatan belajar yang adil dan merata bagi anak Indonesia.Â
Kesehatan Ibu dan Anak Pokja ini berfokus pada perbaikan implementasi kebijakan terkait Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), dengan menekankan pada isu akreditasi fasilitas kesehatan dan sertifikasi tenaga medis profesional, serta implementasi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
dan inklusif di ketiga isu kebijakan dengan meningkatkan partisipasi masyarakat sipil, pemanfaatan analisis dan hasil penelitian kebijakan, serta mendorong kolaborasi yang lebih intens dan lebih efektif antara para aktor yang terlibat.
Silahkan kunjungi situs ProRep www.representasiefektif.org untuk informasi lebih lanjut terkait pokja kebijakan dan hubungi info@prorep. or.id jika organisasi Anda tertarik untuk berkolaborasi dalam salah satu atau lebih dari tiga isu kebijakan terkait.
Lingkungan Fokus Pokja ini adalah mendukung upaya penurunan laju deforestasi dan degradasi lahan, pesisir, dan laut di Indonesia, misalnya, dengan mendorong kementerian menyebarluaskan informasi tentang kebijakan terkait lingkungan dan keputusan Mahkamah Konstitusi, termasuk diantaranya UndangUndang no.32/2009 mengenai Lingkungan Hidup, serta Keputusan Mahkamah Konstitusi no.45/2011 tentang batas hutan dan no.35/2012 tentang hutan adat.
ProRep | Newsletter Vol.2 2014
3
Penelitian Berbasis Data Meninggalkan Jejak dalam Demokrasi Dengan semangat berbagi dan belajar, ProRep dan organisasi mitra meluncurkan empat publikasi baru berupa buku yang dapat diakses secara online. Keempat buku ini disusun dengan dukungan dari ProRep dan baru dipublikasikan beberapa bulan terakhir.
Dari Representasi Simbolik menuju Representasi Substantif: Seberapa efektif Dewan Perwakilan Daerah (DPD)? Apakah masyarakat memahami fungsi dan peran DPD? Seberapa besar tingkat keberhasilan anggota DPD dalam mewakili kepentingan konstituennya? Melalui survei dan wawancara dengan para anggota DPD dan konstituen di provinsi Kalimantan Timur dan Yogyakarta, para peneliti Institute for Research and Empowerment (IRE) mengukur dampak dan persepsi DPD. Hasil penelitian IRE ini tersaji dalam publikasi terbaru mereka: “Dari Representasi Simbolik Menuju Representasi Substantif” – buku bacaan wajib bagi para politisi, akademisi politik, aktivis masyarakat sipil, dan pihak lain yang terlibat dalam diskusi terkait DPD di Indonesia. Anotasi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup: Undang-undang ini mendorong terjadinya beberapa perubahan penting terkait penguatan perlindungan lingkungan Indonesia, namun keterlambatan mensosialisasikan kebijakan ini mengakibatkan Indonesia masih belum mendapatkan manfaat maksimal. Buku yang dipublikasikan oleh Indonesian Center of Environmental Law (ICEL) ini memuat observasi spesifik yang dapat membantu Kementerian Lingkungan Hidup membuat peraturan pelaksanaan undangundang. Buku anotasi ini juga memaparkan sisi historis dari undang-undang dan peraturan lingkungan terkait.
Jalin Relasi, Sampaikan Aspirasi! Buku ini merupakan publikasi kedua dan lanjutan dari buku “Kiat Blusukan” yang diterbitkan bulan April lalu – sebuah buku panduan bagi anggota DPR melakukan kunjungan reses ke daerah pemilihan (dapil) secara efektif. Buku panduan praktis ini diharap dapat membantu masyarakat lebih memahami peran dan fungsi DPR dan wakil rakyat, dan membantu masyarakat membangun hubungan dengan anggota DPR secara lebih baik sehingga dapat menyampaikan aspirasi dengan lebih efektif.
Menuju Politik Anggaran Berbasis Kinerja: Paramadina Public Policy Institute (PPPI) merilis publikasi terbaru mereka “Menuju Politik Anggaran Berbasis Kinerja” pada 23 April 2014. Buku ini memaparkan catatan penting penelitian mengenai implementasi Undang-Undang Keuangan Negara di Indonesia dan sejumlah rekomendasi bagi kementerian terkait; salah satunya adalah mengubah sistem anggaran inkremental menjadi sistem anggaran berbasis kinerja.
Pendidikan adalah ‘senjata’ paling ampuh yang bisa Anda gunakan untuk mengubah dunia. Nelson Mandela.
Semua publikasi dapat diakses di: http://www.representasiefektif.org/ view-knowledge
4
ProRep | Newsletter Vol.2 2014
Policy Research Network (PRN) Memperluas Jaringan dan Memaparkan Hasil Penelitian terkait Representasi
Teguh Dartanto dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, dan Philips J. Vermonte dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) memaparkan temuan penelitian mereka dalam seminar nasional, “Menjadi Wakil Rakyat: Investasi dan Relasi Calon Legislatif”.
Tahun 2014 adalah tahun penting bagi demokrasi di Indonesia dengan diselenggarakannya Pemilu Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) di bulan April dan Juli. Untuk memperkaya informasi dalam wacana Pileg, tiga lembaga penelitian anggota Policy Research Network (PRN) berkolaborasi dan memaparkan hasil riset mereka terkait isu representasi dalam seminar bertajuk “Menjadi Wakil Rakyat: Investasi dan Relasi Calon Legislatif” yang diselenggarakan pada 19 Maret 2014 di Jakarta. Ketiga lembaga penelitian ini menganalisis metode yang digunakan oleh calon legislatif (caleg) dalam menjangkau konstituen mereka dan seberapa sukses setiap metode tersebut mendorong keterwakilan yang efektif. Teguh Dartanto, peneliti dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM FEUI), mengungkap hasil penelitiannya terkait biaya investasi caleg untuk periode kampanye 2014 dan dampaknya terhadap perekonomian. “Seorang calon legislatif harus berinvestasi sebesar 1,1 miliar rupiah untuk biaya
kampanye agar dapat terpilih. Angka ini melonjak empat kali lipat dari angka pemilu 2009,” kata Teguh. Ia juga menegaskan bahwa biaya kampanye yang tinggi berkontribusi terhadap peningkatan kasus korupsi karena caleg merasa harus mendapatkan kembali investasi politik dan finansial yang telah dikeluarkan. Caleg juga didesak untuk mengeluarkan biaya besar agar hubungan mereka dengan konstituen menjadi lebih baik dan elektabilitas mereka meningkat.
Dalam Kertas Kebijakan “Kajian Hubungan antara Anggota Legislatif dan Konstituen di Indonesia: Mencari Cara Membangun Keterwakilan Politik yang Efektif”, Centre for Strategic and International Studies (CSIS) mengidentifikasi beragam penyebab komunikasi antara anggota DPR dan konstituen tidak harmonis, antara lain kurangnya usaha dan investasi waktu oleh caleg sebagai akibat dari dapil yang luas dan sumber daya serta waktu terbatas, sistem untuk menjangkau konstituen yang tidak diatur dengan baik, serta sikap apatis konstituen di level regional. Dua survei nasional yang dilakukan oleh CSIS pada April dan November 2013, menguak fakta bahwa lebih dari 80% responden tidak mengenal caleg dari daerah pemilihan (dapil) mereka. “Biaya komunikasi antara anggota DPR/ politisi dengan konstituen menjadi mahal dan biasanya hanya bersifat transaksional. Konstituen hanya mau bertemu dengan anggota DPR jika ada imbalan, bukan karena mereka [merasa] saling membutuhkan,” kata
ProRep | Newsletter Vol.2 2014
Demokrasi tidak dapat berhasil kecuali mereka yang memiliki hak pilih, siap untuk memilih dengan bijak. Perlindungan sejati dari demokrasi adalah pendidikan. Franklin D. Roosevelt.
Philips J. Vermonte, Kepala Departemen Politik dan Hubungan Internasional dari CSIS. Di level regional, sebuah studi kasus oleh Institute for Research and Empowerment (IRE) di Kalimantan Timur dan Yogyakarta mengungkap bahwa DPD sebagai dewan perwakilan alternatif masih berada pada tahap awal dalam membangun proses keterwakilannya. Saat ini, anggota DPD kebanyakan memperjuangkan konstituen mereka berdasarkan kesamaan, seperti kesamaan identitas budaya, agama, dan hubungan kekeluargaan.1 Abdur Rozaki, peneliti IRE, berpendapat, ”Anggota DPD perlu membangun aliansi strategis dengan berjejaring dengan forum warga, Organisasi Masyarakat Sipil, akademisi, jurnalis, politisi, dan individu lain yang mendukung perubahan positif. Hanya melalui representasi yang substansial, peran DPD sebagai wakil representasi regional di level nasional menjadi bermakna.” 1
5
Seorang biarawati sedang menggunakan hak pilihnya di salah satu TPS di Jakarta, Indonesia. Para aktivis percaya bahwa jika jumlah perempuan yang menempati posisi pengambil keputusan di level nasional meningkat maka jumlah beragam isu terkait perempuan yang diatasi cenderung meningkat. Jumlah wakil rakyat perempuan yang lebih besar di dalam parlemen akan membantu memastikan bahwa perspektif perempuan dipertimbangkan dalam proses pembuatan kebijakan. Hal ini juga berarti, lebih banyak suara perempuan yang didengar, ide dan pemikirannya yang dipertimbangkan, dan pandangan yang tercermin dalam reformasi politik.
Selain seminar nasional, Policy Research Network (PRN) – jaringan lembaga penelitian yang didukung oleh ProRep – secara resmi diluncurkan pada 19 Maret 2014 di Jakarta. PRN juga membuka kesempatan bagi lembaga penelitian lain untuk bergabung dan memperluas jaringan. Dibentuk pada tahun 2013, PRN berkomitmen untuk mendorong penelitian kebijakan publik berbasis data. PRN diharapkan menjadi forum bagi lembaga penelitian untuk berkontribusi terhadap dan memperkaya metode serta hasil penelitian, serta mendiseminasi hasil penelitian lebih luas kepada pemangku kepentingan terkait. Dengan berjejaring, lembaga penelitian dapat mengajukan rekomendasi kepada para pembuat kebijakan baik di level regional maupun nasional. PRN dibentuk oleh lima institusi: The Centre for Strategic and International
Studies (CSIS), Institute for Research and Empowerment (IRE), Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM FEUI), Paramadina Public Policy Institute (PPPI), dan Women Research Institute (WRI). “Dengan berjejaring, kita memiliki kekuatan lebih untuk mempengaruhi pembuat kebijakan agar menghasilkan lebih banyak kebijakan yang pro-rakyat,” kata Farma Mangunsong dari sekretariat PRN. Jaringan lembaga penelitian ini menawarkan banyak manfaat, seperti dukungan untuk peningkatan kapasitas, akses terhadap informasi, dan bantuan untuk mendiseminasi hasil penelitian. Untuk menjadi anggota Policy Research Network, silahkan hubungi Farma Mangunsong melalui farma.mangunsong@yahoo.com
Institute for Research and Empowerment, “Memperdalam Demokrasi di Indonesia: Mendorong Representasi Substantif sebagai Model Hubungan DPD – Konstituen”.
6
ProRep | Newsletter Vol.2 2014
Isu Deforestasi Nasional Dipresentasikan di Forum Internasional Peserta Konferensi Tahunan Bank Dunia tentang Lahan dan Kemiskinan tergugah setelah mendengar bahwa luas total hutan di Indonesia telah berkurang dari 1,185 juta hektar pada tahun 1990 menjadi hanya 0,937 juta hektar pada tahun 2011 (World Development Indicators, 2013), dan bahwa perubahan terkait tata kelola pemerintahan ikut berkontribusi terhadap kondisi tersebut. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM FEUI) mempresentasikan hasil penelitian mereka
yang berjudul “Deforestasi di Negara Indonesia yang Terdesentralisasi dan Demokratis� pada konferensi Bank Dunia, 24 Maret 2014 di Washington D.C., Amerika Serikat. Vid Adrison, ketua tim peneliti mengungkapkan bahwa desentralisasi tata kelola, terutama pada area pengelolaan hutan, telah memicu laju deforestasi yang lebih tinggi di Indonesia. Banyaknya departemen atau pejabat yang mengawasi pengelolaan kehutanan berkontribusi terhadap tidak jelasnya peraturan dan interpretasi atau pemahaman yang
berbeda-beda di tingkat regional. Selain itu, ada beberapa peraturan di tingkat nasional dan lokal yang tidak selaras atau kontradiktif sehingga perlu diharmonisasi. Faktor-faktor ini meningkatkan peluang terjadinya korupsi dan penyalahgunaan fungsi hutan. LPEM FEUI juga merekomendasikan sejumlah langkah yang perlu diambil demi terwujudnya sistem pengelolaan sumber daya alam dan hutan di Indonesia yang lebih baik serta mendorong tata kelola yang baik di dalam sistem tersebut.
Belajar dari Korea Selatan: Pengawasan Anggaran yang Lebih Kuat Tujuh kepala divisi dari Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN Sekretariat Jenderal DPR RI belajar mengenai pengawasan anggaran dari Badan Anggaran Korea Selatan (National Assembly Budget Office of South Korea/ NABO) bulan Mei silam. NABO, yang dinilai oleh International Monetary Fund (IMF) sebagai institusi yang sukses dengan dukungan staf yang kompeten, menyambut delegasi dari Indonesia dan menjadi tuan rumah acara diskusi dengan sejumlah perwakilannya serta para anggota dari Komite Khusus Dewan Anggaran Nasional (National Assembly Special Committee on Budget), Badan Perencanaan dan Koordinasi (Planning and Coordination Office), Perpustakaan Majelis Nasional (Library of National Assembly), dan Majelis Nasional Republik Korea. Menurut pengalaman Korea Selatan, Badan Anggaran Korea telah berkontribusi terhadap parlemen dan pemerintahan yang lebih baik dan transparan karena perannya sebagai watchdog keuangan negara, yang memastikan bahwa uang negara digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembelajaran yang didapatkan dari hasil kunjungan belajar ini membantu DPR RI menjalankan kewajiban mereka untuk mengawasi keuangan Negara.
Delegasi Indonesia disambut oleh Kepala NABO beserta jajaran stafnya. Ketika sesi diskusi, pimpinan NABO mengungkapkan antusiasme mereka untuk membantu Indonesia membentuk Badan Anggaran jika dibutuhkan. Pembelajaran dari kunjungan ini membantu DPR dalam memenuhi tugasnya untuk memantau anggaran negara.
ProRep | Newsletter Vol.2 2014
7
Seorang tokoh masyarakat memimpin pertemuan warga untuk mengevaluasi proyek pemerintah di Brebes, Jawa Tengah. ProRep mendukung organisasi mitra, Indonesia Budget Center (IBC), mendorong partisipasi publik dalam memantau aktivitas dan kinerja DPR.
Akuntabilitas Dua Arah Badan legislatif, sejatinya, adalah institusi yang harusnya paling transparan dan terbuka di antara tiga lembaga pemerintah lainnya. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), badan legislatif yang paling kuat, memiliki tanggung jawab untuk selalu akuntabel dan transparan pada rakyat. Pada bulan April, ProRep terlibat dalam dua kegiatan terkait transparansi dan akuntabilitas badan legislatif: Pemantauan Publik terhadap DPR: Dalam upaya mendorong partisipasi publik untuk memantau kinerja dan kegiatan DPR, mitra ProRep, Indonesia Budget Center (IBC), memfasilitasi sesi pada 7 April 2014 untuk membantu publik berpartisipasi secara lebih strategis dalam proses pemantauan. Sebanyak 33 peserta perwakilan dari OMS, akademisi, staf ahli DPR, dan praktisi media menunjukkan komitmen mereka dengan berpartisipasi aktif selama acara. Peserta mendiskusikan rencana untuk meningkatkan partisipasi publik dan mengembangkan sistem efektif yang memungkinkan publik berpartisipasi pada periode DPR berikutnya. Sistem Keluhan Publik DPR: Dalam menjalankan fungsi pemantauan, DPR dapat memanfaatkan informasi dari rakyat terkait implementasi program
pemerintah dan penggunaan anggaran negara. DPR telah memiliki sistem yang dirancang untuk menerima respon publik terkait isu tertentu, namun sistem tersebut belum berjalan baik akibat absennya fitur pelacakan dan minimnya tindak lanjut dari staf DPR terhadap isu yang disampaikan publik. Tidak adanya kelanjutan setelah respon diberikan tersebut mengakibatkan tumbuhnya rasa ketidakpercayaan publik terhadap DPR.
Keluhan atau masukan dari masyarakat itu sangat berharga dan harus terdokumentasi dengan baik. Aspirasi publik harus didengarkan dan diatasi, disampaikan, serta harus diperjuangkan. Poempida Hidayatullah, Anggota DPR Komisi IX bidang Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kependudukan dan Kesehatan.
Untuk membantu memperbaiki komunikasi antara rakyat dengan wakilnya, ProRep memberi dukungan kepada Divisi Keluhan Publik Sekretariat Jenderal DPR dalam mengevaluasi sistem yang ada saat ini. Pada 11-12 April, ProRep mengadakan lokakarya yang diikuti oleh 36 staf DPR termasuk staf ahli komisi, staf ahli fraksi, dan staf dari komite non-yurisdiksi, seperti Badan Legislaasi (BALEG) dan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN), serta Divisi Keluhan Publik Sekretariat Jenderal DPR. Dalam lokakarya tersebut, peserta berdiskusi mengenai sistem respon dan pelacakan aspirasi rakyat kemudian menyusun draft rekomendasi dan rencana aksi perbaikan sistem aspirasi dan keluhan publik DPR agar lebih efektif. Poempida Hidayatullah, anggota Komisi IX bidang Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kependudukan dan Kesehatan mengatakan dalam lokakarya, “Tugas dari anggota DPR tidak hanya tiga fungsi parlemen, anggota DPR juga bertanggung jawab untuk mewakili aspirasi publik. Keluhan atau masukan dari masyarakat itu sangat berharga dan harus terdokumentasi dengan baik. Aspirasi publik harus didengarkan dan diatasi, disampaikan, serta harus diperjuangkan.�
8
ProRep | Newsletter Vol.2 2014
Institusi di Indonesia membutuhkan perencanaan strategis yang efektif serta keterampilan yang mumpuni jika ingin mendorong perubahan kebijakan pemerintah atau memperbaiki implementasi kebijakan. Untuk membantu mereka, awal tahun ini, Program Representasi (ProRep) mendampingi mitra Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) Cakrawala Timur dan Garut Governance Watch (GGW) melakukan perencanaan strategis terfokus. Selain itu, ProRep juga menyelenggarakan pelatihan untuk memproduksi lembar kebijakan, kepada 22 peneliti dari OMS dan universitas.
Seorang perempuan, anggota HAPSARI, mencatat materi pelatihan sambil menggendong bayi pada lokakarya PADOCS di Kulon Progo, Yogyakarta pada Juni lalu. ProRep membantu organisasi mitra untuk mengevaluasi kinerja organisasi secara mandiri dan belajar cara menentukan prioritas strategis dan mengembangkan diri lebih jauh lagi untuk mencapai misi organisasi.
Transformasi Institusi untuk Proses Kebijakan yang Inklusif Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) memperkuat proses pembuatan keputusan dan perencanaan ke depan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) yang lebih kuat dan efektif dapat mendorong transparansi dan akuntabilitas serta membantu perempuan, masyarakat miskin, dan kelompok termarjinalkan di Indonesia untuk dapat mengakses sumber daya serta menyampaikan kebutuhan mereka kepada pemerintah. Pada bulan Maret dan April, ProRep menyediakan sesi pelatihan dan pendampingan untuk OMS Cakrawala Timur di Jawa Timur dan Garut Governance Watch (GGW) di Jawa Barat mengenai Penilaian Partisipatif dan Pengembangan Kapasitas dan Strategi Organisasi (PADOCS). Pada bulan Mei dan Juni, ProRep juga memfasilitasi AKSARA dari Yogyakarta, organisasi perempuan Islam Muslimat NU, dan Asosiasi Perempuan Indonesia di Kulon Progo, Yogyakarta, untuk mengembangkan target perencanaan berdasarkan kekuatan organisasi mereka masing-masing. Metodologi untuk pelatihan PADOCS ini dikembangkan dengan memanfaatkan beberapa alat bantu untuk melakukan asesmen dan perencanaan strategis yang sudah tersedia.
Dengan tercapainya pemahaman bersama mengenai tujuan organisasi di antara anggota dewan, anggota asosiasi, dan staf, serta dengan memiliki rencana strategis, maka proses pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah organisasi akan selalu mengacu pada tujuan jangka pendek dan cita-cita organisasi. Selain itu, organisasi juga akan bisa lebih akuntabel terhadap anggota mereka dengan menyelaraskan program dengan sumber daya yang tersedia untuk mencapai misi organisasi.
Peneliti kebijakan belajar mencapai target khalayak dengan efektif Penelitian kebijakan yang kuat dapat memberi manfaat besar terhadap proses pembuatan kebijakan. Dengan memiliki data terpercaya, para pembuat kebijakan dapat benar-benar memahami berbagai opsi kebijakan yang ada serta dampak dari masing-masing opsi tersebut. Namun, masih ada tantangan terkait cara memperkuat interaksi antara para peneliti dengan pembuat kebijakan, dan memastikan bahwa hasil penelitian dikomunikasikan dengan jelas dan menarik sehingga bisa diterima oleh target khalayak dan mencapai tujuan serta dampak yang diinginkan. Melalui pendampingan dan bimbingan,
pelatihan, serta pertukaran pengetahuan antara sesama institusi penelitian melalui Policy Research Network (PRN), ProRep membantu lembaga penelitian Indonesia mengasah keterampilan agar dapat mengomunikasikan temuan dan rekomendasi penelitian kebijakan melalui lembar kebijakan atau bentuk lain yang informatif. Pada bulan April, ProRep menyelenggarakan lokakarya “Penulisan Efektif untuk Para Peneliti Kebijakan” bagi 22 peneliti dari OMS dan universitas. Para peserta belajar untuk berempati dan menempatkan diri mereka sebagai pembuat kebijakan, lalu belajar tentang metode baru dalam merangkai pesan dan menyajikannya dengan cara inspiratif sehingga pembuat kebijakan lebih memperhatikan isu yang disampaikan. Masing-masing peserta berlatih dengan menggunakan lembar kebijakan yang pernah mereka kembangkan sendiri, yang kemudian mereka revisi, susun ulang, dan perbaiki dengan arahan fasilitator Najib Azca, PhD, dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. OMS dan lembaga penelitan adalah dua pemain kunci dalam peningkatan partisipasi masyarakat sipil dan perumusan kebijakan yang berbasis data. ProRep akan terus memperkuat kedua kelompok ini dan di saat yang sama mendukung keduanya untuk bekerja lebih efektif dengan para pembuat kebijakan dalam mengatasi berbagai tantangan kebijakan di Indonesia.
Beberapa referensi terkait perencanaan strategis, asesmen organisasi dan komunikasi penelitian kebijakan antara lain (hanya tersedia dalam Bahasa Inggris): • Mengomunikasikan penelitian untuk pembuatan kebijakan berbasis data – Sebuah panduan praktis untuk para peneliti di bidang sosio-ekonomi dan kemanusiaan. http://ec.europa.eu/research/social-sciences/pdf/guide-communicating-research_en.pdf • Teori Perubahan: http://www.theoryofchange.org/what-is-theory-of-change/how-does-theory-of-change-work/when-to-use/#3 • Beberapa bahan dari Civicus (World Alliance for Citizen Participation): http://civicus.org/index.php/en/media-centre-129/toolkits • Alat peningkatan kapasitas dari Root Change: http://www.rootchange.org/our_approach/capacity_development.shtml
ProRep | Newsletter Vol.2 2014
9
Diskriminasi Gender: Akankah Ini Berlalu di Indonesia? yang sama meski melakukan pekerjaan yang sama, tidak mendapatkan akses kredit yang sama, tidak mendapatkan peluang ekonomi yang sama, juga tidak memiliki hak yang sama terhadap hak kepemilikan properti seperti halnya laki-laki. Arimbi Heroeputri, anggota Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengatakan, Indonesia masih melihat lakilaki sebagai pencari nafkah, dan pandangan tersebut berakibat pada kesenjangan gaji antara laki-laki dan perempuan1.
Perempuan adalah manusia. Ia tidak lebih baik, tidak lebih bijak, tidak lebih kuat, tidak lebih pintar, tidak lebih kreatif, dan juga tidak lebih bertanggungjawab dibandingkan laki-laki. Sebaliknya, ia juga tidak kurang dibandingkan lakilaki. Keseimbangan adalah kodrat alam. Perempuan adalah manusia. Vera Nazarian, The Perpetual Calendar of Inspiration.
Meski kesenjangan gender di Indonesia telah berkurang dalam beberapa dekade terakhir, namun masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. ProRep bersama organisasi mitra berkomitmen untuk terus berupaya mewujudkan kesetaraan gender dan mendorong pemberdayaan perempuan di Indonesia.
Kesetaraan gender belum tercapai Tiga dekade berlalu sejak Indonesia meratifikasi Konvensi Persatuan Bangsabangsa (PBB) mengenai Eliminasi Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) pada tahun 1984. Namun kenyataannya, berbeda dengan deklarasi tersebut, di negara Indonesia yang berkembang pesat dengan lebih dari 240 juta penduduk ini, perempuan – baik yang tinggal di perkotaan maupun di pedesaan – masih menghadapi ketidakadilan. Sungguh ironis, mengingat bahwa data Bank Dunia tahun 2011 menunjukkan bahwa lebih dari 50% dari total penduduk Indonesia adalah perempuan. Laporan terbaru dari World Economic Forum menunjukkan Indonesia berada di peringkat 95 dari 135 negara dalam hal kesetaraan gender. Sementara negara tetangga ASEAN, Filipina, yang meratifikasi konvensi yang sama dua tahun lebih dahulu 1
Tugas menanti untuk mengurangi kematian ibu
Seorang perempuan penjaja makanan berjalan menyusuri jalan desa di Brebes, Jawa Tengah. Banyak perempuan Indonesia tidak memilliki akses pendidikan yang sama seperti laki-laki. Banyak dari mereka juga tidak mendapatkan upah yang sama untuk pekerjaan yang sama seperti laki-laki, tidak mendapatkan akses kredit yang sama, peluang ekonomi yang sama, atau hak memiliki properti yang sama seperti halnya laki-laki. Perempuan juga menghadapi risiko tindak kekerasan di rumah dan di tempat kerja serta risiko besar terkait kesehatan reproduksi. ProRep bersama mitra berupaya untuk mengubah kondisi ini.
dari Indonesia dan menjadi negara ASEAN pertama yang melakukannya, berada di peringkat ke-5. Di Indonesia, diskriminasi terhadap perempuan diperparah dengan adanya mispersepsi dan stereotip mengenai peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan dalam keluarga dan masyarakat. Diskriminasi ini dimulai dalam keluarga – unit terkecil masyarakat – tempat perempuan sering tidak mendapat perlakuan yang setara dengan lakilaki. Seringkali, perempuan tidak dapat mengambil keputusan sendiri; laki-laki – baik itu suami, ayah, dan saudara lakilaki – dan masyarakatlah yang membuat keputusan untuk mereka. Perempuan yang masih muda dan belum menikah – terutama mereka yang tinggal di pedesaan dan pedalaman – terkadang tidak mendapatkan akses pendidikan yang sama seperti laki-laki, atau tidak mendapatkan kebebasan untuk memilih apa yang ingin mereka lakukan dan cita-citakan ketika dewasa kelak. Tak hanya itu, perempuan tidak mendapatkan upah
http://www.thejakartaglobe.com/news/taking-on-a-new-mindset-to-achieve-gender-equality/
Perempuan memiliki peran reproduktif yang penting; seringkali merekalah yang mengurus anak-anak dan seluruh keluarga. Selain “siap siaga” selama 24 jam per hari, banyak perempuan yang juga menjadi pencari nafkah utama maupun pendukung bagi keluarga mereka. Kedua tugas ini dilakukan bersamaan, dengan menyeimbangkan kebutuhan keduanya meski dalam waktu yang terbatas. Sayangnya, meski sudah mengemban peran ganda, perempuan masih saja harus menghadapi ketidakadilan yang membuat hidup mereka semakin sulit. Ketika peran reproduksi sudah menjadi kodrat perempuan, adalah tanggung jawab bagi semua pihak – baik keluarga, masyarakat, dan pemerintah – untuk menyediakan dukungan dan fasilitas yang memadai agar perempuan dapat menjalankan peran penting tersebut dengan aman. Terbatasnya akses ke layanan kesehatan menyebabkan banyak perempuan melahirkan di rumah dengan hanya dibantu tenaga tradisional seperti dukun beranak. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012, sebanyak 63% perempuan serta 69% laki-laki tidak memiliki asuransi kesehatan, dan satu dari 279 perempuan meninggal ketika melahirkan. Bank Dunia juga melaporkan bahwa 63 dari 76 kematian ibu terjadi pada saat proses melahirkan di rumah dengan bantuan dukun beranak. Indonesia menghadapi tantangan besar untuk dapat mencapai Tujuan Pembangunan Milenium dan menekan angka kematian ibu hingga dua pertiga jumlah saat ini pada akhir 2015.
10
ProRep | Newsletter Vol.2 2014
Kekerasan di tempat kerja – realita kejam bagi banyak perempuan Sekitar 28,07 juta atau sekitar 11,37% Warga Negara Indonesia (WNI) termasuk dalam kategori masyarakat miskin dan hidup dengan kurang dari 1 dolar per hari1. Menghadapi kondisi ini, banyak perempuan terpaksa bekerja untuk bisa menghidupi keluarganya, dan berjuang mendapatkan jaminan kesehatan yang memadai. Di luar rumah, banyak perempuan juga menghadapi realitas sulit lainnya. Mereka didiskriminasi secara ekonomi dan tidak terwakili secara politik, serta menghadapi horor kekerasan dan penyiksaan. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) melaporkan bahwa jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan – yang didominasi oleh kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) – meningkat empat kali lipat dalam lima tahun terakhir, dari 25,522 kasus pada tahun 2007 menjadi 119,107 pada tahun 2011.2 Tidak hanya di rumah, perempuan juga menghadapi kekerasan di tempat kerja. Pekerja migran perempuan merupakan salah satu kelompok yang sangat rentan terhadap tindak kekerasan. Padahal, setengah dari populasi pekerja migran internasional di seluruh dunia adalah perempuan. Hidup jauh dari keluarga dan teman, pekerja perempuan lebih rentan terhadap pengasingan, kemiskinan, masalah kesehatan, eksploitasi dan kekerasan. Di Indonesia sendiri, sejak krisis ekonomi tahun 1997, jumlah pekerja migran mencapai 350,000 setiap tahunnya, dimana 70 persen diantaranya adalah perempuan3. Lebih dari 90 persen dari perempuan tersebut bekerja di sektor informal,
kebanyakan sebagai pekerja rumah tangga, dan rentan terhadap kekerasan.
adalah dianiaya dengan pisau bergerigi sepanjang 30 cm5.
Pemerintah telah mengambil beberapa langkah untuk melindungi pekerja Indonesia di luar negeri. Selain menandatangani Nota Kesepahaman dengan negaranegara penerima tenaga kerja, pemerintah juga berupaya memperbaiki sistem dan mekanisme perekrutan dan penempatan kerja. Pusat-pusat pelatihan dibentuk untuk melatih tenaga kerja agar lebih terampil dan mudah beradaptasi di negara tujuan mereka nantinya. Namun, payung kebijakan terkait, yaitu Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri yang telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sejak 2010, masih tetap berada dalam status pertimbangan atau diskusi selama dua tahun terakhir.
Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) menyebutkan bahwa sejak tahun 2007 hingga 2011 terdapat 536 kasus upah yang tidak dibayarkan (348 di antaranya adalah pekerja rumah tangga di bawah umur) dan 617 kasus pengurungan, serangan yang berdampak pada luka dan cedera serius bahkan hingga menyebabkan kematian. RUU mengenai perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT) telah masuk dalam Prolegnas sejak 2010, namun hingga kini peraturan tersebut masih belum termasuk prioritas DPR dan tak kunjung disahkan.6
Tidak hanya di luar negeri, pekerja rumah tangga di Indonesia, terutama perempuan, juga menghadapi risiko kekerasan yang sama. Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) mencatat terdapat 2,6 juta pekerja rumah tangga di Indonesia pada tahun 2012 dan lebih dari 75%-nya adalah perempuan. Beberapa kasus penyiksaan yang menimpa para pekerja ini telah terkuak dan pelakunya telah diadili. Pada Desember 2013, Siti Nur Amalah, pekerja rumah tangga di Jakarta, diselamatkan setelah empat bulan mengalami kelaparan, pelecehan seksual, dan pemukulan oleh majikannya4. Pada 2010, pekerja rumah tangga anak Kaminah disiksa berulangulang oleh majikannya di Tangerang, Banten. Siksaan terparah yang diterimanya
Seorang mantan pekerja migran yang menjadi korban kekerasan bersama dengan putrinya di Blitar, Jawa Timur. Dengan dukungan ProRep, Cakrawala Timur berupaya meningkatkan kapasitas mantan pekerja migran di Kecamatan Blitar, Kabupaten Blitar, dan Tulungagung, Jawa Timur, sehingga mereka dapat mengomunikasikan aspirasi kepada para pembuat kebijakan.
Memperkuat keterwakilan politik perempuan – kunci menuju kesetaraan gender Apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi isu ketidaksetaraan gender ini? Banyak ahli percaya bahwa meningkatnya jumlah perempuan yang menempati jabatan pengambil keputusan di tingkat nasional berarti memperbesar kemungkinan diselesaikannya isu-isu terkait perempuan
seperti yang dipaparkan di atas. Lebih banyak wakil perempuan di parlemen juga akan membantu memastikan bahwa perspektif perempuan ikut dipertimbangkan dalam proses pengambilan keputusan atau kebijakan. Ini juga berarti, lebih banyak perempuan
yang suaranya didengar, ide dan opininya dipertimbangkan, dan pandangannya direfleksikan dalam reformasi politik. Di Indonesia, kemajuan sebenarnya telah dicapai. Pada tahun 2001, contohnya, Indonesia menjadi satu-satunya negara
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012 http://www.komnasperempuan.or.id/en/2012/07/press-release-commemorating-28-years-of-ratification-of-the-convention-on-the-elimination-of-all-forms-of-discrimination-againstwomen/ 3 Laporan negara terkait CEDAW, http://daccess-dds-ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N05/404/18/PDF/N0540418.pdf?OpenElement 4 http://www.amnesty.org/en/for-media/press-releases/indonesia-exploited-domestic-workers-urgently-need-legal-protection-2014-02 5 http://www.thejakartapost.com/news/2010/02/16/government-urged-protect-child-domestic-workers.html 6 http://www.voaindonesia.com/content/peraturan-soal-perlindungan-prt-sangat-penting-untuk-cegah-kekerasan/1856421.html 1 2
ProRep | Newsletter Vol.2 2014
demokratis di Asia Tenggara yang memiliki presiden perempuan. Namun, di balik terobosan tersebut, perempuan Indonesia masih tidak terwakili dalam kehidupan publik dan politik, dan dalam posisi pembuatan keputusan baik di tingkat lokal maupun nasional. Laporan Global Gender Gap mengungkap Indonesia berada di peringkat 75 dari 135 negara dalam hal pemberdayaan politik untuk perempuan7. Di Indonesia, pada pemilu legislatif April 2014 lalu, jumlah calon legislatif (caleg) perempuan mencapai 37% atau 2,467. Angka ini melebihi ketetapan kuota 30% seperti yang tercantum dalam pasal 55 Undang-Undang Pemilu no.10/2008. Namun, hanya 94 caleg perempuan yang terpilih, sekitar 17% dari 560 total anggota DPR – sebuah penurunan dari 101 caleg perempuan yang terpilih pada DPR periode 2009-20148. Newsletter ProRep edisi sebelumnya menyajikan informasi mengenai kerja dari organisasi mitra, Women Research Institute dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat keterwakilan politik perempuan dalam DPR. Studi tersebut mengungkap bahwa desentralisasi pemerintahan di Indonesia berpengaruh terhadap kesetaraan gender, karena komitmen pemerintah lokal dalam isu gender lebih lemah dibandingkan dengan yang ada di level nasional. Sejak pemerintahan didesentralisasi, muncul sejumlah hukum dan kebijakan di tingkat lokal yang melanggar hak asasi perempuan. (Lihat kotak di bawah) Di level nasional, pemerintah telah memberlakukan sejumlah kebijakan dan regulasi untuk memperbaiki kualitas hidup perempuan dalam banyak aspek. Namun, tantangan dan kesenjangan implementasi kebijakan ini masih ada dan beberapa agenda kebijakan yang penting masih harus dikerjakan, termasuk tiga RUU yang terdapat dalam Prolegnas 2010 – 2014 mengenai 1) kesetaraan gender, 2) bidan, dan 3) pelecehan seksual. Kesempatan untuk mengajukan peraturan baru sudah tertutup untuk Prolegnas periode ini, karena tidak akan ada undang-undang yang disahkan setelah 30 September 2014. Tidak ada jaminan bahwa ketiga RUU tersebut akan termasuk ke dalam Prolegnas 2015-2019, saat anggota DPR yang baru terpilih akan menjabat. Dan jika masuk ke dalam Prolegnaspun, proses kebijakannya akan mundur dan proses perumusan akan diulang kembali dari awal.
Pada akhir 2013, terdapat 342 hukum dan regulasi yang diskriminatif terhadap perempuan; jumlah ini meningkat dari awalnya 154 regulasi pada tahun 2009. Peraturan-peraturan tersebut berusaha mengatur tubuh perempuan, profesi dan status hukum mereka, serta berbagai hal lainnya. Peraturan-peraturan tersebut telah diimplementasikan di 141 kabupaten/kota di 30 provinsi. Salah satu contoh kebijakan diskriminatif bagi perempuan adalah Undang-Undang Perkawinan tahun 1974 yang menyebutkan stereotip patriarki dalam peran dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki dalam keluarga dan masyarakat. Disebutkan bahwa laki-laki adalah pencari nafkah, dan perempuan disebutkan memerlukan persetujuan dari suaminya jika ingin bekerja pada malam hari. Sumber: Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan)
Sub-index ini mengukur kesenjangan antara perempuan dan laki-laki di jabatan politik tertinggi dalam pembuatan keputusan, melalui perbandingan posisi di level kementerian antara laki-laki dan perempuan dan perbandingan antara laki-laki dan perempuan dalam parlemen. Sebagai tambahan, terdapat perbandingan antara masa jabatan di kantor eksekutif (perdana menteri atau presiden) antara perempuan dan laki-laki selama 50 tahun terakhir. 8 http://nasional.kompas.com/read/2014/05/14/2159364/Ini.97.Perempuan.Anggota.DPR. Periode.2014-2019 7
11
ProRep Membantu Pemberdayaan Perempuan Indonesia dengan Mendukung: •
Lembaga penelitian Prakarsa di Jakarta, yang berkolaborasi dengan PIAR, Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) yang berbasis di Nusa Tenggara Timur, untuk melakukan penelitian dan advokasi mengenai implementasi program Jaminan Persalinan (Jampersal) di NTT. Penelitian tersebut mengungkap bahwa salah satu alasan utama perempuan tidak dapat memanfaatkan program Jampersal secara maksimal adalah karena mereka tidak memiliki biaya transportasi untuk menuju lokasi layanan kesehatan. Laporan lengkap mengenai penelitian ini dapat diakses di: http://bit.ly/1pIWkxJ
•
Aisyiyah, organisasi perempuan Muslim, yang berupaya memperkuat peran pemimpin perempuan di Yogyakarta dalam mengadvokasi penggunaan anggaran untuk program asuransi kelahiran dan layanan Keluarga Berencana (KB) melalui penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Organisasi ini juga melakukan analisis terkait anggaran kesehatan reproduksi dan mengusulkan beberapa rekomendasi kepada komisi terkait di DPR. Laporan hasil penelitian Aisyiyah dapat diakses di: http://bit.ly/1rCGxVQ
•
Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (ASPPUK) dan HAPSARI untuk memperbaiki kondisi ekonomi perempuan dengan membantu mereka mengakses kredit Usaha Kecil dan Menengah (UKM), mempromosikan kebijakan pro-perempuan, dan melatih perempuan untuk menjadi pemimpin yang lebih efektif. Beberapa perempuan yang mereka bantu kini berperan sebagai pemimpin, dan bahkan diminta berperan dalam dunia politik. HAPSARI mendirikan tiga koperasi di Jawa Tengah dan satu tempat usaha di Sumatera Utara, sementara ASPPUK melakukan advokasi yang intens dan berhasil mewujudkan alokasi anggaran tahunan yang lebih besar untuk layanan kesehatan di Jawa Tengah dan mengakses hibah berupa peralatan senilai 750 juta rupiah dari Dinas Koperasi untuk memajukan usaha kecil. Info lebih detil tentang hasil kerja mereka dapat dilihat di: http://bit.ly/1ntGatb
•
Empat organisasi, Indonesia Budget Center (IBC) bekerja dengan masyarakat di Jawa Tengah, Garut Governance Watch (GGW) di Garut, Jawa Barat, AKSARA di Yogyakarta, dan Cakrawala Timur di Jawa Timur, untuk mengedukasi warga mengenai hak politik mereka dan meningkatkan partisipasi politik publik. GGW membentuk forum Riung Warga. IBC, AKSARA, dan Cakrawala Timur berupaya menghubungkan konstituen dengan anggota DPR agar anggota DPR dapat lebih baik dan cepat dalam merespon masalah spesifik terkait perempuan dan isu lainnya yang dihadapi oleh masyarakat. Cakrawala Timur membuat rekomendasi kebijakan kepada para pembuat kebijakan untuk memperbaiki kondisi yang dihadapi oleh pekerja migran perempuan.
12
ProRep | Newsletter Vol.2 2014
Sekilas Kegiatan di Bulan Juli •
Lokakarya untuk perbaikan manajemen Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Pembangunan Sekolah MANTAP (Sekolah dengan Manajemen Transparan Akuntabel Partisipatif ) merupakan inisiatif Yayasan Satu Karya Karsa (YSKK) untuk memperbaiki pengelolaan manajemen program BOS. Seminar dan lokakarya untuk membangun kemitraan menuju sekolah MANTAP ini diselenggarakan pada 2-3 Juli di Solo. YSKK juga mengadakan lokakarya pada 15-17 Juli untuk optimalisasi peran Komite Sekolah, yang memiliki peran penting dalam memantau implementasi program BOS.
•
Lokakarya menyusun rancangan besar terkait program Beras Daerah (Rasda). Institute for Promoting Sustainable Livelihoods Approach (InProSuLa) mengadakan lokakarya di Yogyakarta pada 3-5 Juli. Inisiatif Rasda diusulkan sebagai salah satu solusi untuk memperbaiki program Beras Miskin (Raskin). Menindaklanjuti lokakarya Rasda tersebut, InProSuLa bertemu dengan Kementerian Pertanian, Komisi IV DPR, dan Badan Ketahanan Pangan Nasional untuk menyampaikan hasil lokakarya pada 17 dan 20 Juli di Jakarta.
•
Lokakarya mengenai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) periode 2015-2019. Lokakarya ini diadakan pada 10 -12 Juli di Tangerang. Penting bagi para anggota DPR terpilih yang akan dilantik pada Oktober 2014 untuk mengetahui capaian, tantangan, dan kelemahan Prolegnas periode sebelumnya sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan Prolegnas periode mendatang.
Kunjungi Situs Baru Kami! ProRep baru saja memperbaharui situs dan mengundang Anda untuk menjelajahi beragam informasi baru yang tersaji di dalamnya. Dalam situs baru, ProRep menyorot hasil kerja yang dilakukan oleh ProRep bersama dengan para mitra dalam mendorong demokrasi, representasi, dan kebijakan publik di Indonesia. Situs ini juga memuat beragam hasil riset dan produk advokasi yang terbuka untuk publik, banyak diantaranya merupakan publikasi organisasi mitra ProRep. Kunjungi laman “Publikasi” dan bantu menyebarluaskan publikasi yang ada kepada rekan-rekan di organisasi dan jaringan Anda. Kami harap situs ini bermanfaat. Pastikan Anda juga terhubung dengan ProRep melalui Media Sosial: Facebook, Twitter, dan Instagram. Jika Anda memiliki berita, artikel, produk advokasi apapun yang ingin ditampilkan di situs kami yang dirasa dapat berkonstribusi terhadap pertumbuhan demokrasi di Indonesia, atau memiliki input bagi perbaikan situs ProRep, jangan ragu untuk mengirim email ke Wiwik Widyastuti, Manajer Komunikasi, melalui email wwidyastuti@prorep.or.id
Program Representasi (ProRep) adalah program demokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) berdurasi empat hingga lima tahun dari Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID). ProRep bertujuan untuk memperbaiki representasi di Indonesia dengan meningkatkan inklusifitas dan efektivitas dari kelompok dan institusi yang menyuarakan aspirasi dan kepentingan publik kepada pemerintah dengan mendorong transparansi dan efektivitas proses legislasi. ProRep dilaksanakan oleh Chemonics International, bekerja sama dengan Urban Institute, Social Impact dan Kemitraan. Untuk informasi lebih lanjut mengenai ProRep, kunjungi situs www.representasiefektif.org atau hubungi kami melalui email info@prorep.or.id Program Representasi (ProRep) Wisma GKBI, Suite 2105 Jl. Jend. Sudirman No. 28 Bendungan Hilir, Tanah Abang, Jakarta 10210 Tel: 021 – 5793 0407 | Fax: 021 – 5793 0408 info@prorep.or.id www.representasiefektif.org
Representasi Efektif
ProRep akan menempati kantor baru pada 4 Agustus 2014. Selama masa transisi, silahkan hubungi kami melalui email atau ponsel karena telepon kantor kami tidak berfungsi.
@Representasi_ID
@RepresentasiEfektif