3 minute read
Sudut Lain Kalisat Jauh di Mata, Dekat di Rumah
Kurator: Bangkit Mandela, Cahaya Novalinda, Chellsa Sevia C., Hasanudin Haqi, Hamdan Tamimi
Dari perbincangan dengan warga Desa Kalisat Barat, kami belajar bahwa arsip tak melulu hal yang eksotis, mewah, ataupun berupa dokumen langka. Mudahnya, arsip adalah ingatan yang telah mengambil wujud fisik.
Advertisement
Misalnya, kami menemukan vespa tua yang masih bisa meraung sebagai penampung ingatan masa muda Cak Har. Begitu juga ketika tak sengaja membuka buku pelajaran milik Catryne, anak Cak Har, saat duduk di kelas 5 SD. Melalui catatannya kami menemukan serpihan pengetahuan yang masih berkaitan dengan keseharian di sudut lain Kalisat. Maka kami membiarkan Catryne kecil menyisipkan dirinya dalam catatan kaki. Ketika tidak menemukan arsip yang diharapkan seperti foto-foto tua (karena di masa itu tustel merupakan barang langka), foto KTP dan cerita warga telah cukup mengisi kekosongan narasi. Ada pula benda koleksi warisan yang bernyawa, seperti celurit yang ditarik Cak Har pada sepasang batu karang di daerah Pulau Nusa Barong atau tombak pemandu angin warisan ayahnya.
Pameran “Sudut Lain Kalisat” mengangkat tema kekerabatan. Kerabat bermakna “yang dekat”, atau masih sedarah daging. Konon, saudara juga mengandung makna yang sejalan dengan tema ini, yakni satu udara. Berangkat
LOKAKARYA KURATOR SEJARAH, ARSIP, DAN INGATAN WARGA
KALISAT
2022
59
dari ruang tamu Cak Har, kami melihat bahwa seluruh penduduk Desa Kalisat Barat, di bawah naungan Gumuk Meradeh, masih bersaudara dan berasal dari Madura. Dalam filosofi pola pemukiman yang dianut masyarakat Madura, taneyan lanjhang adalah suatu pemukiman yang terikat oleh taneyan, atau halaman panjang di pelataran rumah.
Sehingga, jika kami hendak mengangkat ruang tamu dan ingatannya, maka kami perlu melihat Desa Kalisat Barat sebagai sebuah kesatuan. Lantas kami memutuskan untuk mblusuk ke rumah-rumah lainnya, yang sebetulnya lebih mirip kamar kakak-adik yang disatukan oleh halaman depan sebagai ruang tamunya.
Kembali pada tema kekerabatan, arsip yang dipamerkan terdiri dari lima objek: foto para sepuh yang diambil setelah mengobrol bersama; motor vespa yang masih menunggu dihidupkan kembali; koleksi perangko dan amplop sebagai artefak berkomunikasi; koleksi uang yang menyimbolkan kemakmuran yang dibagi pada keluarga; serta hubungan antargenerasi yang disatukan dengan foto dan warisan.
Arsip dan artefak yang dipajang berupaya mengumpulkan ingatan panjang sejak Ki Marada membabat lahan tinggal keturunannya. Ada benda-benda yang jauh asalnya, ada yang ditemukan dekat setiap hari, tetapi semua berfungsi untuk menyimpan kenangan. Tentang masa yang lewat, kegembiraan hari ini, atau hal-hal yang ingin dicapai.
Supaya utuh, baiknya kami menutup pengantar ini dengan pesan titipan dari salah satu sesepuh bernama Misnari, sebagai pengingat dan pengikat.
Tak polanah benyak tak polanah sakonik elmo sekonco’an ghunong keng tak manfaat percoma
Tidak melulu tentang banyak atau sedikit, ilmu setinggi gunung tapi tak bermanfaat akan percuma.
LOKAKARYA KURATOR SEJARAH, ARSIP, DAN INGATAN WARGA
KALISAT
2022
60
Misnari (yang menunjuk foto), sesepuh keturunan ketiga dari Ki Marada, menyaksikan foto-fotonya ditampilkan di ruang tamu Cak Har.
(Atas) Koleksi barang personal Cak Har: amplop, surat, uang tua, akar tumbuhan, kepala rusa, dan topi. (Bawah) Hamdan Tamimi, Hasanudin Haqi, Bangkit Mandela dan Cahaya Novalinda mempresentasikan narasi pameran mereka di depan rumah Cak Har.
(Atas) Keris warisan ayah Cak Har yang disusun berdasarkan ukuran. Benda paling kiri adalah mandau. (Bawah) Foto mesin giling biji kopi milik Cak Har, beserta buku sejarah kopi dan biji kopi pilihan yang diolah sendiri untuk dijual pada masyarakat sekitar.