Jurnal sharia law ed 03

Page 1


Sharia Law Institute adalah lembaga riset,m pengkajian dan pendidikan yang berfokus pada hukum syariah, baik perkara Hukum Tata Negara, Hukum Pidana, Hukum Perdata dll.

Setiap kajian yang dilakukan selalu berupaya untuk hati-hati berdasarkan al-Qurâ€&#x;an, asSunah, Ijma Sahabat, Itjihad Imam Mahzab dan Ulama hanif, serta qiyas.

Semua itu dilakukan dalam rangka mempersiapkan dan memahamkan masyarakat akan bagaimana mekanisme hukum syariah saat diterapkan di Negara Khilafah. Daftar Isi ; Tinjauan Kritis “Negara ISIS� Perspektif Hukum Tata Negara Khilafah (Islam) Penulis, Chandra Purna Irawan

Dan yang lebih penting adalah menopang Negara Khilafah, agar Khalifah semakin mudah dalam menerapkan hukum-hukum syariah.

Alhamdulillah, saat ini karya yang telah kami luncurkan diantaranya; 1. Hukum Tata Negara Khilafah

Thalabun Nushrah dalam tinjauan Hukum Tata Negara

2. Kitab Undang-undang Hukum Pidana Negara Khilafah

Penulis, Chandra Purna Irawan

3. Kitab Undang-undang Hukum Perdata Negara Khilafah Metode Menegakkan Kembali Khilafah ISIS, Mengaburkan Keagungan Khilafah

4. The Constitutional Khilafah Selamat membaca.

of

the

Islamic


Tinjauan Kritis “Negara ISIS” Perspektif Hukum Tata Negara Khilafah (Islam) Penulis, Chandra Purna Irawan A. Latar Belakang Banyak diantara kaum muslimin bertanya bagaimana cara mensikapi “deklarasi negara Islam” oleh ISIS (the Islamic State of Iraq and Syria). Dalam mensikapi ISIS ada baiknya kita mengikuti sikap seperti para „ulama, yakni menolak kekerasan yang dilakukan oleh ISIS namun tidak menolak terkait ide yang di bawa yakni syariah Islam dan Khilafah. Namun bukan berarti juga diartikan mendukung “Khilafah” yang dideklarasikan, ISIS karena untuk mendukung atau tidak, bergantung syar‟i atau tidaknya Khilafah tersebut. Artinya, jangan sampai sikap kita menolak apa yang dilakukan oleh ISIS juga membuat kita menolak konsep Khilafah sebagai sebuah ajaran Islam. Karena Khilafah merupakan

Jurnal Sharia Law

Halaman | 01


ajaran Islam. Dimana ada banyak hadist yang menjelaskan kabar gembira (bisyarah) akan datangnya Khilafah. Bagaimana status „Negara Islamâ€&#x; yang diproklamirkan di Irak dan Syam? Apakah layak disebut Khilafah? Jika tidak layak, apa alasannya? Jika layak, mengapa kita tidak ikut membaiat amirnya? Oleh karenanya penulis mencoba berkontribusi memberikan tinjauan kritis dengan sudut pandang Hukum Tata Negara. B. Pengertian Negara Para ahli tata negara dan hukum internasional telah merumuskan definisi tentang negara, antara lain: 1. Menurut Dr. Bonar, negara adalah suatu kesatuan hukum yang bersifat langgeng yang di dalamnya mencakup hak institusi sosial yang melaksanakan kekuasaan hukum secara khusus dalam menangani masyarakat yang tinggal di wilayah tertentu, dan negara memiliki hak kedaulatan, baik dengan kehendaknya sendiri maupun dengan jalan penggunaan kekuatan fisik yang dimilikinya. 2. Wahid Raâ€&#x;fat, ahli hukum tata negara Mesir, menyebutkan bahwa negara adalah sekumpulan besar masyarakat yang tinggal pada suatu wilayah tertentu yang tunduk kepada suatu pemerintahan yang teratur yang bertanggungjawab memelihara eksistensi masyarakatnya, mengurus kepentingan dan kemaslahatan umum. 3. Holanda, doktor berkebangsaan Inggris, merumuskan negara sebagai kumpulan dari para individu yang tinggal di suatu wilayah tertentu yang bersedia tunduk pada kekuasaan mayoritas atau kekuasaan golongan dalam masyarakat. Secara lebih spesifik, Mac Iver merumuskan bahwa suatu negara harus memenuhi tiga unsur pokok, yaitu pemerintahan, komunitas atau rakyat dan wilayah tertentu. Ketiga unsur itu perlu ditunjang dengan unsur-unsur lainnya seperti adanya konstitusi dan pengakuan dunia internasional. C. Perspektif Hukum Tata Negara (Umum) Berdasarkan pengertian negara diatas, maka sudah barang tentu perlu adanya beberapa hal yang dapat dimunculkan sebagai indikator atas kesiapan pendirian negara. Indikator yang akan penulis tampilkan sebagaimana dikatakan oleh Victor Situmorang, “Intisari Ilmu Negaraâ€? 1987, tentang berdirinya sebuah negara ditandai dengan terpenuhinya syarat-syarat sebagai negara. Sebuah negara dikatakan eksis apabila memenuhi syarat-syarat antara lain : 1. Mempunyai wilayah/ daerah tertentu (unsur konstitutif). Untuk mendirikan suatu negara dengan kedaulatan penuh diperlukan wilayah yang terdiri atas darat, laut dan udara sebagai satu kesatuan. Untuk wilayah yang jauh dari laut tidak memerlukan wilayah lautan. Di wilayah negara itulah rakyat akan menjalani kehidupannya sebagai warga negara dan pemerintah akan melaksanakan fungsinya. Dibagi menjadi tiga bagian, yaitu darat, laut dan udara. Darat memiliki garis batas/perbatasan dengan wilayah negara lain yang dijaga dengan ketat Laut termasuk danau, sungai, selat dan teluk juga memiliki teritorial dan di luar itu disebut laut bebas.Udara berada di atas laut dan darat dan perbatasan udara juga memilii daerah teritorial yang diawasi dengan ketat. 2. Adanya Rakyat, bahwa di dalam daerah/ wilayah tersebut terdapat masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu. (unsur konstitutif). Diperlukan adanya kumpulan orang-orang yang tinggal di negara tersebut dan dipersatukan oleh suatu perasaan. Tanpa adanya orang sebagai rakyat pada suatu ngara maka pemerintahan tidak akan berjalan. Rakyat juga berfungsi sebagai sumber daya manusia untuk menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari. Rakyatlah yang memiliki kepentingan mewujudkan cita-cita dan

Jurnal Sharia Law

Halaman | 02


harapan negara. Tidak mungkin negara tanpa rakyat, yang dimaksud adalah sekumpulan manusia yang disatukan oleh suatu wilayah tertentu serta tunduk pada kekuasaan negara. Rakyat dibedakan menjadi 2, penduduk dan bukan penduduk. Penduduk adalah sekumpulan orang yang telah memenuhi syarat administratif dari peraturan negara. Bukan penduduk adalah orang yang tidak memenuhi syarat tersebut. Penduduk juga dibedakan menjadi 2, warga negara dan bukan warga negara. Warga negara adalah orang yang memenuhi syarat negara, sementara bukan warga negara adalah orang yang tidak memenuhi syarat tersebut seperti turis dan lain2 3. Adanya pemerintahan, yaitu pemerintah yang berdaulat atas daerah dan rakyatnya (unsur konstitutif). Pemerintahan yang baik terdiri atas susunan penyelengara negara seperti lembaga yudikatif, lembaga legislatif, lembaga eksekutif, dan lain sebagainya untuk menyelengarakan kegiatan pemerintahan yang berkedaulatan. 4. Adanya Pengakuan negara dari negara-negara lain (unsur deklaratif). Untuk dapat disebut sebagai negara yang sah membutuhkan pengakuan negara lain baik secara de facto (nyata) maupun secara de yure. Sekelompok orang bisa saja mengakui suatu wilayah yang terdiri atas orang-orang dengan sistem pemerintahan, namun tidak akan disetujui dunia internasional jika didirikan di atas negara yang sudah ada. 5. Adanya Tujuan negara. Tujuan bersama dalam suatu negara menentukan setiap gerak dan tingkah laku, seperti lazimnya sebuah organisasi yang mempunyai tujuan tertentu. Sebagai suatu organisasi kekuasaan, ketentuan mengenai tujuan negara menjadi penting karena pada hakekatnya tujuan negara menentukan bagaimana cara mengatur dan menyusun negara yang bersangkutan. Memperhatikan unsur-unsur tersebut di atas, maka negara dapat dikategorikan sebagai sebuah organisasi atau persekutuan bangsa/kekuasaan atau rakyat/hukum yang mempunyai tiga paham yaitu : 1. Cita-cita untuk bersatu yang hidup (ada atau menetap) dalam suatu daerah/ wilayah tertentu untuk waktu yang tidak terbatas; 2. Dipimpin oleh (tunduk pada) suatu pemerintah (kekuasaan) yang sama dan yang berdaulat/tertinggi yang dapat mengatur hidup bersama serta ; 3. Demi melaksanakan kebahagiaan umum agar dapat mencapai tujuan bersama Jika mengacu pada berbagai ketentuan di atas, ada dua kemungkinan yang dapat diperkirakan. Pertama, ISIS tidak mempunyai wilayah/ daerah tertentu secara defenitif (unsur konstitutif) Negara harus terlebih dahulu menguasai satu wilayah otonom, dan bukan berada di bawah sebuah negara. Dan kini ISIS, sebagian ada di Irak dan sebagian ada di Suriah. Kedua, ISIS tidak memiliki pemerintah yang berdaulat atas daerah dan rakyatnya (unsur konstitutif). keamanan ISIS tidak sepenuhnya berada di tangannya. Keamanan ISIS, sebagian berada di pemerintahan Irak dan sebagaian ada di Suriah. Serta ISIS terlihat tidak memiliki kemampuan untuk menerapkan syariat Islam secara sempurna atau kaffah. D. Perspektif Hukum Tata Negara Khilafah (Islam) Penegakkan institusi imamah atau khilafah, menurut para fuqaha, mempunyai dua fungsi, yaitu menegakkan agama Islam dan melaksanakan hukum-hukumnya, serta menjalankan politik kenegaraan dalam batas-batas yang digariskan Islam. Agar kepemimpinan Islam (imamah atau khilafah) dapat berlaku secara efektif dalam dunia Islam, maka umat Islam membutuhkan pendirian negara untuk merealisasikan ajaran-ajaran Islam. Menurut al-Mawardi, hukum mendirikan negara berdasarkan pada ijmaâ€&#x; ulama, adalah fardhu kifayah. Pandangannya didasarkan pada kenyataan sejarah al-Khulafaâ€&#x; al-

Jurnal Sharia Law

Halaman | 03


Rasyidun dan khalifah-khalifah setelah mereka. Pandangan ini sejalan dengan kaidah yang menyatakan ma la yatimmu al-wajib illa bihi, fahuwa wajib (suatu kewajiban tidak sempurna kecuali melalui alat atau sarana, maka alat atau sarana itu juga hukumnya wajib). Artinya menciptakan dan memelihara kemaslahatan adalah wajib, sedangkan alat untuk terciptanya kemaslahatan tersebut adalah negara. Maka hukum mendirikan negara juga wajib (fardhu kifayah). Untuk membahas lebih dalam mengenai syarat-syarat sah berdirinya negara Islam atau Khilafah Islam perlu memahami defenisi negara Islam terlebih dahulu. Negara Islam adalah negara yang di dalamnya diterapkan hukum-hukum Islam dan keamanan negara tersebut berada di bawah keamanan Islam. Negara kafir adalah negara yang di dalamnya diterapkan hukum-hukum kufur dan keamanan negara tersebut berada di bawah keamanan bukan Islam. Defenisi di atas menunjukkan dengan sangat jelas, bahwa sebuah negara barulah absah disebut Negara Islam (Darul Islam) ketika telah memenuhi dua syarat: (1) hukum yang diterapkan di negara tersebut adalah hukum Islam; (2) kekuasaan (pemerintahan) di negara tersebut dikendalikan dan dipimpin sepenuhnya oleh kaum Muslim. Dengan demikian, pengkategorian Negara Islam atau negara kafir tidak didasarkan pada seberapa banyak jumlah penduduk Muslim atau kafir yang ada di negara tersebut, tetapi ditentukan oleh hukum yang diterapkan dan kekuasaan yang mengendalikan negara tersebut. Kategorisasi inilah yang dipilih dan dianggap paling râjih (kuat) oleh Sharia Law Institute, setelah sebelumnya dilakukan pengkajian yang jernih dan mendalam terhadap realitas Negara Islam dan negara kafir pada masa Nabi saw. dan Khulafaur Rasyidin, juga setelah dilakukan penelitian dan tarjîh terhadap pendapat para ulama. Dasar Argumentasi , Pertama: realitas negeri Makkah dan Madinah pasca hijrah. Sebelum hijrah ke Madinah, Makkah dan seluruh dunia adalah darul kufur. Setelah Nabi Muhammad saw. dan para Sahabatnya hijrah ke Madinah dan menegakkan Daulah Islamiyah di sana, maka terwujudlah Darul Islam pertama kali dalam sejarah kaum Muslim. Adapun Makkah dan negeri-negeri di sekitarnya tetap berstatus darul kufur. Berdasarkan kedua realitas yang bertentangan inilah kita bisa memahami syarat dan sifat Darul Islam dan darul kufur. Di Makkah saat itu, hukum-hukum Islam tidak diterapkan dalam konteks negara dan masyarakat, meskipun di sana telah tampak sebagian syiar agama Islam, yakni shalat yang dikerjakan oleh kaum Muslim yang masih tinggal di Malkah; itu pun harus seijin orang-orang kafir sebagai penguasa Makkah. Di sisi lain, kaum Muslim yang ada di Makkah tidak mampu menjamin keamanannya secara mandiri; mereka hidup di bawah jaminan keamanan kaum kafir. Realitas ini menunjukkan kepada kita, bahwa di Makkah tidak ditampakkan hukum-hukum Islam dan jaminan keamanan atas penduduknya berada di tangan orang kafir. Karena itulah, Makkah disebut dengan darul kufur. Ini berbeda dengan Madinah. Di Madinah, hukum-hukum Islam diterapkan dan ditampakkan secara jelas, dan jaminan keamanan dalam dan luar negeri berada di bawah tangan kaum Muslim. Kedua: bukti lain yang mendukung adalah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Sulaiman Ibnu Buraidah, yang di dalamnya dituturkan bahwa Nabi saw. pernah bersabda: ْ‫َارال ُوهَا ِج ِريْيَْ و أَ ْخبِرْ هُ ْوأًَه ْ​ُْن إِ ْى‬ ْ​ْ ‫ل ِه‬ ِْ ‫ك فأ َ ْقبِلْ​ْ ِه ٌْهُ ْ​ْن و ُمفْ َع ٌْهُ ْ​ْن ثُنْ أُ ْد ُعهُ ْ​ْن إِلَى الت َح ّى‬ َْ ‫ى أَ َجابُى‬ ْ​ْ ِ ‫اإل ْسالَ ِْم فَإ‬ ِ ‫أُ ْد ُعهُ ْ​ْن إِلَى‬ ِ ‫َار ِه ْ​ْن الى د‬ ِ ‫يد‬ ْ​َْ‫ل فَلَهُ ْ​ْن ها لِ ْل ُوهَا ِج ِريْيَْ َْو َعلَ ْي ِه ْ​ْن َها َعلَى ْال ُوهَا ِجريْي‬ َْ ِ‫فَ َعلُىا َذل‬ Serulah mereka pada Islam. Jika mereka menyambutnya, terimalah mereka, dan hentikanlah peperangan atas mereka, kemudian ajaklah mereka berpindah dari negerinya (darul kufur) ke Darul Muhajirin (DarulIslam, yang berpusat di Madinah), dan beritahukanlah kepada mereka bahwa jika mereka telah melakukan semua itu maka mereka akan mendapatkan hak

Jurnal Sharia Law

Halaman | 04


yang sama sebagaimana yang dimiliki kaum muhajirin, dan juga kewajiban yang sama seperti halnya kewajiban kaum Muhajirin (HR Muslim). Darul Muhajirin pada riwayat di atas adalah sebutan untuk Darul Islam pada masa Rasulullah saw. Manthûq hadis di atas menunjukkan dengan jelas, bahwa Rasulullah saw. memerintahkan para Sahabat untuk memerangi negeri-negeri yang tidak berada dalam kekuasaan kaum Muslim meskipun di negeri tersebut telah tampak sebagian syiar Islam. Adanya azan di wilayah tersebut menunjukkan dengan jelas adanya syiar agama Islam. Hanya saja, Nabi saw. dan para Sahabat tetap memerangi wilayah tersebut karena kekuasaan negeri tersebut tidak berada di bawah kendali penguasa Islam. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Darul Islam adalah negara yang di dalamnya diterapkan hukum Islam, sementara jaminan keamanannya ditanggung dan dikendalikan sepenuhnya oleh kaum Muslim; tanpa memperhatikan lagi komposisi penduduk Muslim dan kafirnya. 1. Syarat Negara Khilafah (Islam) Untuk menentukan syar‟i atau tidaknya Khilafah yang dideklarasikan ISIS, maka kita bisa merujuk kepada empat syarat untuk berdirinya Khilafah sebagaimana semisal penjelasan dari al-‟Allamah Syaikh „Abd al-Qadim Zallum dalam kitab Nidzam al-Hukmi fi al-Islam halaman 59-60. Dijelaskan bahwa empat syarat berdirinya sebuah Negara disebut Daulah Islam dengan sistem Khilafah adalah sebagai berikut, Pertama, kekuasaan wilayah tersebut bersifat independen, hanya bersandar kepada kaum Muslim, bukan kepada negara Kafir, atau di bawah cengkraman kaum Kafir. ISIS sendiri (baru) hanya menguasai sebagian wilayah Suriah dan sebagian wilayah Irak. Jadi wilayah itu sesungguhnya masih berada di dalam kewenangan Suriah dan Irak, sehingga belum bersifat otonom, walaupun mereka sudah menguasai itu secara militer. Kedua, keamanan kaum Muslim di wilayah itu di tangan Islam, bukan keamanan Kufur, dimana perlindungan terhadap ancaman dari dalam maupun luar, merupakan perlindungan Islam bersumber dari kekuatan kaum Muslim sebagai kekuatan Islam murni. Dan faktanya sendiri bahwa ISIS belum sepenuhnya menjadikan keamanan berada tangan kaum Muslimin. Dan ini menunjukkan bahwa mereka belum dapat sepenuhnya mempertahankan wilayah tersebut karena masih harus berhadapan dengan penguasa yang dianggap sah menguasai wilayah itu. Ketiga, Memulai seketika dengan menerapkan Islam secara total, revolusioner dan menyeluruh, serta siap mengemban dakwah Islam. Walaupun mereka mengklaim sudah ada mahkaman syariah, namun pelaksanaan syariah belumlah dilakukan secara kaffah. Kenapa? Karena ISIS belum pernah menawarkan bagaimana konsep ekonomi, politik di dalam Islam dalam hal penerapannya. Keempat, Khalifah yang dibai‟at harus memenuhi syarat pengangkatan Khilafah (Muslim, laki-laki, baligh, berakal, merdeka, adil dan mampu), sekalipun belum memenuhi syarat keutamaan. Sebab, yang menjadi patokan adalah syarat in‟iqad (pengangkatan). Untuk syarat ini, menurut penulis sudah terpenuhi. Sehingga, dengan melihat keempat syarat tersebut, ternyata ada yang belum dipenuhi oleh ISIS, sehingga menurut penulis, Khilafah yang dideklarasikan ISIS hanyalah sebatas Khilafah “klaim” bukan Khilafah yang syar‟i. Sehingga ISIS masih sebagai sebuah milisi bukan sebagai sebuah Negara (daulah) sebagaimana yang di proklamirkan. Tidak semua milisi yang berhasil mendirikan negara bersedia memproklamirkan negaranya sebagai negara Khilafah. Kasus Taliban di Afganistan, misalnya. Ketika itu mereka menyebut negaranya dengan istilah “Imarah Islamiyyah”, bukan Khilafah. Secara riil, negara Taliban ini juga memang bukan Khilafah, dan tidak layak disebut Khilafah.

Jurnal Sharia Law

Halaman | 05


Ada juga gerakan yang mendirikan Negara Islam, dan membaiat amirnya sebagai khalifah kaum Muslim, tetapi secara riil tidak mempunyai kekuasaan. Jika umat Islam naik haji, keluar negeri atau urusan formal lainnya, mereka harus menggunakan paspor atau surat yang dikeluarkan oleh “negara lain”, yang bukan negara mereka. Padahal tanpa kekuasaan riil, tidak mungkin ada negara. Sebab, esensi negara adalah kekuasaan, yang bisa digunakan untuk memerintah. Karena itu negara seperti ini hanyalah klaim. Jika wilayah tersebut memenuhi empat syarat ini, maka Khilafah benar-benar telah terwujud melalui pembaiatan yang dilakukan oleh wilayah tersebut. Meski hanya dengan (pemba‟atan) wilayah itu saja, Khilafah telah tegak sekalipun wilayah ini tidak merepresentasikan mayoritas Ahl al-Halli wa al-„Aqd dari mayoritas kaum Muslim. Sebabnya, mendirikan Khilafah hukumnya fardhu kifayah. Siapa saja yang melakukan fardhu tersebut dangan bentuk dan ketentuan yang benar, dia bisa dianggap telah melakukan fardhu tersebut. Selain itu, syarat mayoritas Ahl al-Halli wa al-„Aqd itu hanya berlaku jika di sana sudah ada Khilafah, yang berkeinginan untuk mengangkat Khalifah menggantikan posisi Khalifah yang meninggal atau diberhentikan. Namun, jika Khilafah itu sama sekali belum ada, sementara ingin mengangkat khalifah baru, maka adanya Khilafah yang memenuhi ketentuan syar‟i itu saja sudah cukup. Khilafah pun dinyatakan berdiri siapapun khalifahnya, selama memenuhi syarat pengangkatan, berapapun jumlah orang yang membaiat dirinya. Sebabnya, pada saat itu masalahnya adalah masalah melaksanakan fardhu yang telah dilalaikan oleh kaum Muslim dalam tenggat waktu lebih dari tiga hari. Kelalaian mereka ini menyebabkan mereka melepaskan haknya untuk memilih orang yang mereka inginkan. Jadi, siapa saja yang menjalankan kefardhuan ini, cukup dengan itu akad Khilafah dinyatakan sah. Jika Khilafah telah berdiri di wilayah tersebut, dan akad Khilafah telah diberikan kepada seorang khalifah yang sah, maka hukumnya wajib atas seluruh kaum Muslim untuk bergabung di bawah bendera Khilafah, dan membaiat Khalifah. Jika tidak, maka mereka telah berdosa di sisi Allah SWT. Penjelasan di atas didasarkan pada Ijmak Sahabat, yang terkait dengan fakta pembaiatan sejumlah khalifah. Pertama: pembaiatan Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq, yang awalnya hanya dibaiat oleh beberapa Ahl al-Halli wa al-„Aqdi, bukan oleh semuanya, di Saqifah Bani Saidah di Madinah.2 Setelah itu, beliau baru dibaiat secara umum oleh kaum Muslim di Masjid Nabawi. Itu pun hanya terbatas oleh penduduk Madinah, sementara pendapat kaum Muslim di Makkah dan Jazirah Arab yang lain tidak ditanya. Hal yang sama terjadi pada pembaiaatan Khalifah „Umar. Kedua: pembaiatan „Utsman bin „Affan yang diberikan oleh „Abdurrahman bin „Auf tidak hanya dilakukan dengan meminta pendapat Ahl al-Halli wa al-„Aqdi saja, tetapi seluruh penduduk Madinah. Ketiga: pembaiatan „Ali bin Abi Thalib yang dilakukan hanya dan oleh mayoritas penduduk Madinah dan Kufah, Irak. Semuanya ini disaksikan dan didengarkan oleh para sahabat, dan tidak ada seorang pun di antara mereka yang menyangkal keabsahan baiat tersebut. Ini menjadi bukti Ijmak Sahabat tentang keabsahan proses baiat dalam pengangkatan khalifah tersebut. Mengenai peristiwa Perang Shiffin atau Perang Jamal, sesungguhnya peristiwa ini terjadi bukan karena mereka menolak baiat tersebut atau menolak pembaiatan Imam „Ali bin Abi Thalib ra., tetapi lebih karena faktor “Fitnah Kubra” setelah Khalifah „Ustman bin „Affan terbunuh. Mereka menuntut darah „Utsman untuk segera diselesaikan. Berdasarkan penjelasan di atas maka bisa disimpulkan, bahwa adanya Negara Islam di Suriah dan Irak hanyalah klaim. Pasalnya, baik di Irak maupun Suriah, dua-duanya tidak memenuhi keempat syarat di atas. Jika pun “khalifah” yang dibaiat di sana memenuhi syarat sah pengangkatan khalifah yaitu Muslim, laki-laki, balig, berakal, adil, merdeka dan mampu

Jurnal Sharia Law

Halaman | 06


”khalifah” yang dibaiat di sana tidak serta-merta layak disebut khalifah, yang dengan itu Khilafah telah dinyatakan tegak. Alasannya, karena kekuasaan di Irak maupun Suriah, samasama tidak independen. Irak masih dalam pendudukan. Suriah pun di bawah rezim Bashar, yang menjadi boneka AS, ataupun di bawah kaum Mujahidin (yang masih berperang melawan Bashar, AS dan sekutunya) belum bisa disebut merdeka. Dengan begitu, keamanan wilayah ini tidak sepenuhnya di tangan umat Islam. Hukum Islam pun belum benar-benar dilaksanakan secara menyeluruh di kedua wilayah tersebut. Karena itu adanya “Negara Islam” di wilayah tersebut hanya klaim. Karena fakta Khilafah yang secara syar‟i belum ada, Khalifah yang sah juga belum ada, maka secara syar‟i baiat pun belum wajib ditunaikan. Memberikan baiat kepada “khalifah” yang tidak memenuhi syarat keabsahan Khilafah di atas juga tidak pernah bisa menggugurkan kewajiban untuk menegakkan Khilafah. Bahkan bisa sebaliknya, pembaiatan tersebut akan memalingkan umat Islam dari kewajiban untuk menegakkan Khilafah yang sesungguhnya. Penutup Tujuan pendirian negara tidak terlepas dari tujuan yang hendak dicapai oleh umat Islam, yaitu memperoleh kebahagiaan di dunia dan keselamatan di akhirat. Karena tujuan itu tidak mungkin dicapai hanya secara pribadi-pribadi saja, maka Islam menekankan pentingnya pendirian negara sebagai saranan untuk memperoleh tujuan tersebut. Ibn Abi Rabi‟ menjelaskan tujuan negara dengan pandangan sosiologis historis. Menurutnya manusia diciptakan Allah dengan watak dan kecenderungan berkumpul dan bermasyarakat. Ini didasarkan pada kenyataan bahwa manusia secara pribadi tidak mungkin mampu memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa bantuan orang lain. Namun dalam hubungan ini tidak tertutup kemungkinan mereka tergoda oleh pengaruh-pengaru jahat. Menurut Ibn Abi Rabi‟, ada tiga kejahatan yang melingkupi manusia, yaitu kejahatan yang bersumber dari diri sendiri, kejahatan yang datang dari sesama mereka dan kejahatan yang datang dari masyarakat lain. Kejahatan yang pertama dapat dihilangkan dengan mengikuti kehidupan yang baik, mengendalikan diri dan menggunakan akal dalam menyelesaikan setiap persoalan. Kejahatan kedua dapat dicegah dengan menegakkan dan mematuhi hukum-hukum Allah. Artinya siapa yang bersalah harus dihukum sesuai ketentuan-Nya. Sedangkan kejahatan ketiga dapat dihindarkan dengan pembentukan negara. Inilah tujuan negara menurut Ibn Abi Rabi‟. Dengan pembentukan negara, maka manusia dapat menjalankan kehidupannya dengan baik, jauh dari sengketa dan dapat mencegah dari intervensi pihak-pihak asing. Secara umum, al-Mawardi menjelaskan bahwa tujuan pembentukan negara (imamah) adalah mengganti kenabian dalam rangka memelihara agama dan mengatur dunia (al-Imamah maudhu‟ah likhilafah al-nubuwwah fi hirasah al-din wa al-siyasah al-dunya). Sementara Ibn Khaldun merumuskan tujuan negara adalah untuk mengusahakan kemaslahatan agama dan dunia yang bermuara pada kepentingan akhirat. [] Wallâhu a‟lam.

Jurnal Sharia Law

Halaman | 07


Thalabun Nushrah dalam tinjauan Hukum Tata Negara Penulis, Chandra Purna Irawan Pengertian Thalabun Nushrah An-Nushrah dan al-munâsharah memiliki makna i‟ânah „alâ al-amr (menolong atas suatu perkara). Orang Arab menyatakan, “nasharahu „alâ „adwihi wa yanshuruhu nashran (menolong seseorang atas musuhnya, dan ia sedang memberikan sebuah pertolongan). Di dalam hadits shahih, Nabi saw bersabda, “Unshur akhâka zhâliman au mazhlûman”. Makna sabda Nabi saw ini adalah, menolong orang tersebut dari orang yang menzaliminya. Kata bendanya adalah an-nushrah. [Ibnu Mandzur, hal.210] Sedangkan menurut istilah, thalabun nushrah adalah aktivitas meminta pertolongan (nushrah) yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kewenangan (amîr) kepada orangorang yang memiliki kekuasaan untuk tujuan penyerahan kekuasaan dan penegakkan Daulah Islamiyyah.

Jurnal Sharia Law

Halaman | 08


Thalabun nushrah min ajli istilâm al-hukmi (thalabun nushrah untuk meraih kekuasaan) adalah hukum syariat yang berhubungan erat dengan metode meraih kekuasaan. Penyerahan kekuasaan tidak akan terjadi tanpa adanya aktivitas thalabun nushrah serta terpenuhinya syarat-syarat di atas; sama saja apakah kekuasaan tersebut diserahkan oleh atau diminta dari ahlul quwwah. Bagaimana Suasana Nushrah Dipersiapkan di Madinah, dan Bagaimana Suasana itu Dipersiapkan Pada Saat Sekarang? Siapa saja yang mengkaji sirah Nabi saw akan menyaksikan bahwa Nabi saw melakukan beberapa aktivitas penting dan berkesinambungan sebelum mempersiapkan suasana nushrah dan penyerahan kekuasaan di Madinah. Langkah pertama yang beliau lakukan adalah mengontak delegasi suku Khazraj yang berkunjung ke Mekah dan meminta mereka masuk ke dalam Islam. Setelah masuk Islam, Nabi saw memerintahkan mereka kembali ke Madinah untuk mendakwahkan Islam kepada kaumnya. Setibanya di kota Madinah, mereka menampakkan keislaman mereka dan mengajak kaumnya masuk ke dalam Islam. Jumlah kaum Muslim terus bertambah. Pada tahun berikutnya, mereka kembali menemui Rasulullah saw. Jumlah mereka pada saat itu adalah 12 orang. Nabi saw menerima mereka dan mengutus Mush‟ab bin „Umair ra. untuk menjadi pengajar mereka di Madinah. Akhirnya, melalui tangan Mush‟ab bin „Umair ra, pembesar-pembesar Auz dan Khazraj masuk ke dalam agama Islam dan menunjukkan dukungan dan loyalitas yang amat kuat terhadap Islam. Setelah melihat kesiapan masyarakat Madinah, yang tampak pada masuk Islamnya pembesar-pembesar Auz dan Khazraj serta terbentuknya opini umum tentang Islam yang lahir dari kesadaran umum pada penduduk Madinah, Nabi saw meminta mereka untuk menemui Beliau saw pada musim haji. Dari sini dapatlah disimpulkan bahwa realitas Madinah sebelum terjadinya bai‟at „Aqabah II bai‟at yang menandai terjadinya penyerahan kekuasaan di Madinah- adalah realitas yang dipersiapkan untuk pembentukan opini umum membela Islam dengan kekuatan. Artinya, Madinah dipersiapkan sedemikian rupa hingga Islam diterima oleh mayoritas penduduk Madinah dan menjadi opini umum yang mampu mendominasi penganut-penganut agama lain di Madinah. Tidak hanya itu saja, opini umum tersebut juga ditujukan agar masyarakat Madinah siap membela kepemimpinan baru yakni kepemimpinan Rasulullah saw. Artinya, opini umum di sana dipersiapkan begitu rupa hingga masyarakat Madinah siap menerima kepemimpinan gerakan Nabi saw. Opini umum untuk membela Islam tersebut lahir dari kesadaran umum mayoritas masyarakat Madinah dan pembesar-pembesarnya atas hakekat Islam dan atas Rasulullah saw dalam kapasitasnya sebagai Nabi dan pemimpin takattul shahabat. Rasulullah saw belum bersedia menerima nushrah li istilâm al-hukm, kecuali setelah kondisi-kondisi di atas terwujud dan yakin dengan kesiapan penduduk Madinah. Setelah yakin terhadap kesiapan penduduk Madinah untuk menerima dan membela kekuasaan Islam, Rasulullah saw meminta wakil penduduk Madinah dengan disertai Mush‟ab bin „Umair menemui beliau saw di bukit „Aqabah. Tujuan pertemuan itu adalah meminta nushrah dari penduduk Madinah agar menyerahkan kekuasaan mereka di Madinah kepada Rasulullah saw dan meminta kesediaan mereka untuk membela Rasulullah saw dengan harta, anak-anak, isteri, dan nyawa mereka. Aktivitas thalabun nushrah di bukit „Aqabah -sebagai langkah muqaddimah istilâm al-hukm (penyerahan kekuasaan) menjadi sempurna setelah Nabi saw tiba di Madinah dan menegakkan Daulah Islamiyyah di sana.

Tinjauan Hukum Tata Negara Dalam ilmu hukum tata negara berlaku doktrin “teori fiktie hukum” (legal fiction theory) yang menyatakan bahwa suatu negara dianggap telah memiliki konstitusi sejak negara itu

Jurnal Sharia Law

Halaman | 09


terbentuk. Terbentuknya Negara itu terletak pada tindakan yang secara resmi menyatakan terbentuk, yaitu melalui penyerahan kedaulatan (transfer of authority) dari negara induk seperti penjajah kepada negara jajahannya, melalui pernyataan deklarasi dan proklamasi, ataupun melalui revolusi dan perebutan kekuasan melalui kudeta. Jika Thalabun Nushrah diartikan sebagai istilâm al-hukm (penyerahan kekuasaan), maka dalam konteks hukum tata negara adalah transfer of authority atau penyerahan kekuasaan. Kekuasaan adalah kemampuan untuk memaksa orang lain. Kekuasaan sangat berkaitan erat dengan wewenang.Perbedaan antara kekuasaan dengan wewenang adalah bahwa setiap kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain dapat dinamakan kekuasaan.Sedangkan wewenang adalah kekuasaan yang ada pada seseorang atau sekelompok orang, yang mempunyai dukungan atau mendapat pengakuan dari masyarakat. Negara (sebagai suatu organisasi di suatu wilayah) memiliki kekuasaan untuk memaksakan kedudukannya secara sah terhadap semua golongan yang ada dalam wilayah itu dan menetapkan tujuan kehidupan bersama. Negara berkewajiban menetapkan cara dan batas kekuasaan untuk digunakan dalam kehidupan bersama, sehingga dapat membimbing berbagai kegiatan penduduk ke arah tujuan bersama. Subhanallah, Rasulullah SAW telah banyak mengetahui bagaimana konsep hukum tata negara. Aktivitas thalabun nushrah di bukit „Aqabah sebagai langkah muqaddimah istilâm al-hukm (penyerahan kekuasaan) menjadi sempurna setelah Nabi saw tiba di Madinah dan menegakkan Daulah Islamiyyah di sana. Indonesia pernah mempraktekkan Thalabun Nushrah atau penyerahan kekuasaan (transfer of authority) misalnya penyerahan kekuasaan pemerintahan dari presiden soekarno ke jendral soeharto, terlepas dari pro dan kontra. Begitu juga dengan Belanda menyerahkan kekuasaannya kepada Jepang tanggal 8 maret 1942 di Kalijati. Setelah tiga setengah abad lamanya menguasai Indonesia Belanda menyerahkan kekuasaannya kepada Jepang. Meski demikian, harus dicatat, bahwa tidak semua hukum thariqah bisa digunakan sembarangan. Namun, tetap harus sesuai dengan peruntukannya. Misalnya, jihad adalah hukum thariqah untuk melenyapkan kekufuran yang menghalangi sampainya cahaya Islam kepada umat manusia. Jihad juga merupakan metode untuk membela diri, jika kita diserang. Namun, jihad bukan metode untuk meraih kekuasaan. Jihad juga bukan metode untuk mengangkat Khalifah. Demikian halnya pemilu juga bukan merupakan metode untuk meraih kekuasaan. Juga bukan metode untuk mengangkat Khalifah. Namun, ini hanyalah uslub. Bisa digunakan, dan bisa juga tidak, sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Islam telah menetapkan, bahwa metode baku untuk mendapatkan kekuasaan adalah thalab an-nushrah. Sedangkan metode baku untuk mengangkat Khalifah adalah bai‟at. Meski dalam praktiknya, bisa saja dengan menggunakan uslub pemilu. Karena itu, mengerahkan seluruh potensi untuk melakukan uslub yang mubah, atau melakukan jihad yang wajib, tetapi tidak sesuai dengan peruntukannya, namun meninggalkan metode baku yang wajib, yaitu thalab an-nushrah dan bai‟at, jelas tidak tepat. Meski harus dicatat, bahwa thalab an-nushrah tidak akan didapatkan begitu saja, tanpa proses dakwah dan adanya jamaah (partai politik Islam idelogis) yang mengembannya. Peralihan Kekuasaan dari Nabi kepada Khalifah Setelah Nabi saw. wafat, Islam sebagai tuntunan hidup telah diwariskan oleh Nabi kepada para sahabat dan umat Islam dengan gamblang (muhajjat al-baidha‟), hingga digambarkan, Lailuha ka nahariha (malamnya sama dengan siangnya). Nabi pun telah menjelaskan, baik secara lisan maupun praktis, mekanisme pengangkatan Khalifah, melalui bai‟at. Para sahabat pun memahami dengan tepat mekanisme ini. Karena itu, setelah Nabi saw. mereka segera membai‟at Abu Bakar sebagai Khalifah. Hal yang sama juga dilakukan

Jurnal Sharia Law

Halaman | 10


oleh kaum Muslim setelah wafatnya Abu Bakar. Mereka segera mambai‟at „Umar bin alKhatthab, dan begitu seterusnya. Memang benar, saat sebelum pembai‟atan Abu Bakar ada perselisihan dalam menentukan siapa yang layak menggantikan Nabi saw. sebagai Khalifah. Karena Nabi saw. tidak menunjuk penggantinya. Ketika Abu Bakar menjadi Khalifah, menjelang akhir kepemimpinannya, beliau meminta masukan penduduk Madinah tentang siapa sosok yang layak menggantikannya. Munculnya dua nama, „Umar dan „Ali, namun akhirnya mengerucut pada „Umar. Ketika Abu Bakar merasa ajalnya hampir tiba, maka berdasarkan masukan penduduk Madinah beliau pun menunjuk „Umar sebagai penggantinya. Demikian halnya dengan „Umar, ketika menjelang ajalnya tiba, beliau menunjuk 6 sahabat sebagai ahli syura, untuk memilih di antara mereka sebagai Khalifah setelahnya. Begitu seterusnya. Ketika Mu‟awiyah menjadi Khalifah, Mu‟awiyah beragumen mengikuti sunah (tuntunan) Abu Bakar dan „Umar, dengan menunjuk Yazid bin Mu‟awiyah sebagai putra mahkota, namun dibantah oleh para sahabat. Di antaranya „Abdurrahman bin Abu Bakar. Beliau berkomentar, bahwa itu bukanlah sunahAbu Bakar dan „Umar, tetapi sunah Heraklius dan Mukaukis. Sebelumnya, „Umar bin al-Khatthab berkomentar, “Jika aku tidak menunjuk pengganti, itu karena Rasulullah tidak menunjuk pengganti. Namun, jika aku harus menunjuk pengganti, itu juga karena Abu Bakar telah menunjuk pengganti.”. Maksudnya, menunjuk pengganti, tetapi berdasarkan aspirasi umat. Jadi, ketika Nabi saw. tidak menunjuk pengganti, dan Abu Bakar melakukannya, tidak bisa dikatakan, bahwa tindakan Abu Bakar menyalahi sunah Nabi. Demikian halnya dengan apa yang dilakukan oleh „Umar, dengan tidak menunjuk satu orang, tetapi 6 orang, juga tidak bisa dikatakan sebagai menyalahi sunah Nabi. Karena ini hanyalah uslub, yang mubah dan tidak tetap. Uslub ini diambil sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Itulah yang dipahami oleh para sahabat. Namun, ketika uslub itu dilakukan dengan cara yang salah, sebagaimana yang dilakukan oleh Mu‟awiyah kepada Yazid, dengan menunjuknya sebagai putra mahkota, tanpa memperhatikan aspirasi umat, maka para sahabat pun menolaknya. Tidak hanya itu, Mu‟awiyah juga melakukan kesalahan, dengan membai‟at Yazid di saat Mu‟awiyah, sebagai Khalifah yang sah, masih hidup. Tidak hanya itu, bahkan dia pun memaksa kaum Muslim untuk membai‟atnya dengan carrot and steak. Bagi yang mau membai‟at Yazid diberi hadiah uang, sedangkan yang tidak mau akan dibunuh dengan pedang. Kesimpulan Islam mempunyai metode baku dalam meraih kekuasaan (istilam al-hukm). Islam juga mempunyai metode baku dalam mengangkat pemimpin (nashb al-imam). Islam telah menetapkan thalab an-nushrah sebagai metode baku dalam meraih kekuasaan, bukan kudeta, revolusi, jihad, pemilu maupun yang lain. Islam juga telah menetapkan bai‟at sebagai metode baku dalam mengangkat Khalifah. [ ]

Jurnal Sharia Law

Halaman | 11


Metode Menegakkan Kembali Khilafah Metoda Perjuangan Rasul Rasulllah saw. adalah kepala negara Daulah Islamiyyah pertama kali. Beliau saw., selain sebagai rasulullah pembawa dan penyampai risalah, juga sebagai penguasa (hakim) yang melaksanakan hukum-hukum Islam yang beliau bawa sebagai bagian dari risalah Islam. Hukum-hukum Islam sebagian besar diturunkan di Madinah setelah Rasulullah saw. menempuh perjuangan selama sekitar 13 tahun di kota Mekkah mendakwahkan Islam kepada masyarakat Quraisy dan seluruh kabilah Arab yang setiap tahun berkunjung ke kota Mekkah. Di Madinah itulah Rasulullah saw. mendapatkan kekuasaan dari para kepala suku di kota Madinah, khususnya Aus dan Khazraj yang paling dominan dan berkuasa di Madinah. Dan syariat Islam telah diturunkan seluruhnya hingga akhir masa kehidupan beliau saw. di kota Madinah dimana wilayah kekuasaan beliau saw. telah meliputi seluruh jazirah Arab (kurang lebih 2,95 juta km persegi, lebih besar dari 3 kali luas gabungan wilayah Jerman dan Perancis ). Allah SWT berfirman: ﴾ ‫ًٕب‬٠‫ع َ​َل َ​َ ِد‬ ْ ‫اْل‬ ِ ‫ َس‬َٚ ِٟ‫ى ُْ ِٔ ْؼ َّز‬١ْ ٍَ‫أَ ْر َّ ّْذ َػ‬َٚ ُْ ‫َٕى‬٠‫ َ​َ أَ ْو َّ ٍْذ ٌَى ُْ ِد‬ْٛ َ١ٌْ ‫﴿ ا‬ ِ ْ ُ‫ذ ٌَى‬١‫ض‬

Jurnal Sharia Law

Halaman | 12


Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. (QS. Al-Maidah [5]: 3). Rasulullah saw. wafat dalam keadaan umat dan negara Islam yang baru sangat kuat dan siap untuk memikul beban risalah menyebarkan Islam ke seluruh dunia sebagai wujud risalah yang rahmatan lil „alamin. Para sahabat yang jumlahnya paling tidak sekitar 60 ribu orang adalah kader-kader unggulan yang siap untuk menaklukkan dunia, membebaskan bangsabangsa dari belenggu penguasa yang zalim dan cara hidup jahiliyah. Sejarah pun membuktikan bahwa berbagai penaklukan Islam yang meliputi hampir 2/3 dunia lama adalah terjadi di masa sahabat rasulullah saw. Oleh karena itu, di masa kerinduan akan kejayaan Islam dan kaum muslimin ini telah kembali mengusik pikiran dan perasaan umat , maka tidak ada metode (thariqah) perjuangan yang harus ditempuh untuk mewujudkan hal itu, kecuali mengikuti metode (thariqah) perjuangan Rasulullah saw. Sebab, secara syar‟i, Allah SWT telah memerintahkan kaum muslimin untuk meneladani beliau saw. Dia SWT berfirman َ ‫ ِي‬ٛ‫ َسع‬ِٟ‫﴿ٌَمَ ْذ َوبَْ ٌَى ُْ ف‬ ﴾‫غَٕخ‬ ْ ‫ّللاِ أ‬ َ ‫ح َح‬َٛ ‫ع‬ “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu..” (QS Al-Ahzab [33]: 21) Secara faktual, satu-satunya gerakan islam yang berhasil menegakkan pemerintahan yang dalam tempo singkat mencapai capaian yang luar biasa adalah gerakan yang ditempuh oleh rasulullah saw. beserta para sahabatnya. Ingat, Rasulullah saw. tidak berawal sebagai kepala negara. Beliau adalah berawal dari seorang diri, bagian kecil dari masyarakat Mekkah, lalu menjadi sebuah kelompok (kutlah), dan kemudian menjadi penguasa dengan bai‟at yang diberikan oleh para pemimpin suku Aus dan Khazraj dan hijrah ke Madinah. Apa benar Rasulullah saw. membentuk kelompok politik (kutlah siyasi)? Bukankah belum ada parlemen dan pemilu pada waktu itu? Kalau kelompok atau partai politik dimaknai sebagai peserta pemilu yang kemudian masuk parlemen dan membuat undang-undang dan mengangkat kepala pemerintahan, maka Rasulullah saw. tidak melakukan itu. Tapi kalau kelompok atau partai politik dipahami sebagai kumpulan ide (afkar) dan orang-orang yang mengimani ide-ide itu serta berjuang untuk mewujudkan ide-ide itu di tengah-tengah masyarakat, Rasulullah saw. dan para sahabat melakukan hal itu. Ketika turun firman Allah SWT : ﴾‫بص َذ ْع ثِ َّب رؤْ َِش‬ ْ َ‫﴿ف‬ “Sampaikanlah secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan kepadamu….” (QS Al Hijr [15]: 94) Rasulullah saw. bersama para sahabat bersama-sama menuju ke Ka‟bah dengan formasi yang belum pernah dikenal oleh orang Arab sebelumnya. Mereka berbaris dalam dua barisan yang dikepalai oleh Umar bin Khaththab dan Hamzah bin Abdul Muthalib. Mereka ber-thawaf mengelilingi Ka‟bah (lihat An Nabhani, Ad Daulah al Islamiyyah hlm 15) Setelah itu Abu Bakar As Shiddiq berpidato…..Saat itu pulalah orang-orang kafir Quraisy bereaksi keras dan melakukan tindakan kekerasan terhadap dakwah yang dilakukan oleh Nabi dan para sahabat dengan cara damai. Abu Bakar sebagai juru bicara yang berpidato saat itu langsung dipukuli sempai babak belur…Abu Bakar r.a kemudian diungsikan oleh keluarganya.Setelah kembali keluarga Abu Bakar mengatakan kalaulah Abu Bakar mendapat kecelakaan (meninggal)

Jurnal Sharia Law

Halaman | 13


mereka akan membunuh „Utbah bin Robi‟ah yang telah menyakiti Abu Bakar r.a. (lihat Ibnu Katsir al Bidayah wan Nihayah, juz 2 hal 369 ). Bagaimana sebenarnya tahap dakwah dalam perjuangan yang ditempuh Rasulullah saw. dan para sahabatnya? Ada tiga tahap perjuangan dalam dakwah yang ditempuh Rasulullah saw. bersama para sahabatnya. Pertama, tahap pembinaan dan pengkaderan (marhalah tatsqif); kedua, tahap interaksi dan perjuangan (marhalah tafaul wal kifah); ketiga, tahap penerimaan kekuasaan (marhalah istilamul hukm) untuk menerapkan Islam secara praktis dan menyeluruh, sekaligus menyebarkan risalah Islam ke seluruh penjuru dunia. Pertama, tahap pembinaan dan pengkaderan (tatsqif). Tahap ini dimulai sejak beliau saw diutus menjadi rasul. Pada tahap ini Rasulullah saw. melakukan pembinaan para kader dan membuat kerangka tubuh gerakan. Ketika turun firman Allah SWT dalam surat Al Muddatsir (surat yang turun setelah surat Iqra‟/al Qalam, lihat Manna‟ Khalil Qatthan, Mabahits fi Ulumil Qur‟an, terj. Hal 92):.“Hai orang yang berselimut, bangunlah, lalu berilah peringatan!” [QS al-Muddatstsir: 1-2], beliau saw. mulai mengajak masyarakat untuk memeluk Islam. Dimulai dari istrinya Khadijah r.a., sepupunya Ali bin Abi Thalib r.a., mantan budaknya Zaid, dan sahabatnya Abu Bakar As Shiddiq r.a., lalu beliau menyeru seluruh masyarakat. Beliau keliling mendatangi rumahrumah mereka. Beliau saw. menyampaikan : “Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menyembah-Nya dan janganlah kalian menserikatkan-Nya dengan sesuatu apapun”. Beliau menyeru manusia, mengikuti ayat di atas, secara terang-terangan. Setelah rasulullah saw. mengajak penduduk Mekkah untuk masuk Islam, sebagian orang menerima dan beriman kepadanya lalu masuk Islam dan sebagian yang lain menolaknya. Rasul mengumpulkan orang-orang yang beriman di sekeliling beliau dalam suatu kelompok atas dasar agama baru itu secara rahasia. Para sahabat beliau apabila shalat mereka pergi ke padang-padang rumput dan menyembunyikan sholat mereka dari kaum mereka. Kepada orang-orang yang baru masuk Islam, Rasulullah saw mengutus orang yang sudah masuk Islam sebelumnya (para senior) dan faqih dalam dinul Islam untuk mengajarkan Al Quran. Beliau saw. pernah mengirim Khubbab bin al-Arats untuk mengajarkan al-Quran kepada Zaenab binti al-Khaththab dan suaminya, Sa‟id dirumahnya. Ketika Umar bin Khaththab (kakak Zainab) memergoki mereka yang sedang belajar di rumah Said, dimana Khabab membacakan Al Quran kepada mereka, Umar pun masuk islam. Beliau saw. menjadikan rumah Al Arqam bin Abil Arqam (Daar al-Arqam) sebagai markaskutlah (kelompok dakwah) dan madrasah bagi dakwah baru ini. Di rumah Arqam itulah Rasulullah saw. mengumpulkan para shahabat, mengajar Islam kepada mereka, membacakan Al Quran kepada mereka, menjelaskannya, memerintahkan mereka untuk menghafal dan memahami al-Quran. Dan setiap kali ada yang masuk Islam, langsung digabungkan ke Darul Arqam. Beliau saw. tinggal di markas pengkaderan itu selama 3 tahun membina (yutsaqqif) kaum muslimin generasi pertama itu, sholat bersama mereka, tahajud di malam hari yang lalu diikuti oleh para sahabat, beliau saw. membangkitkan keruhanian dengan sholat, membaca al Qur‟an, membina pemikiran mereka dengan memperhatikan ayatayat Allah dan meneliti ciptaan-ciptaan-Nya, dan membina akal fikiran mereka dengan makna-makna dan lafazh-lafazh Al Qur‟an serta mafahim dan pemikiran islam, dan melatih mereka untuk bersabar terhadap berbagai halangan dan hambatan dakwah, dan mewasiatkan kepada mereka untuk senantiasa taat dan patuh sehingga mereka benar-benar ikhas lillahi ta‟ala (lihat Taqiyuddin An Nabhani, Ad Daulah Al Islamiyah, hal 11-12) . Rasul tetap

Jurnal Sharia Law

Halaman | 14


merahasiakan aktivitas dakwahnya, dan terus melakukan upaya-upaya pengkaderan dan pembinaan (tatsqiif) hingga turun firman Allah swt:

﴾ َٓ١‫ش ِش ِو‬ ْ ٌّْ ‫ض َػ ِٓ ا‬ ْ ‫أَ ْػ ِش‬َٚ ‫بص َذ ْع ثِ َّب رؤْ َِش‬ ْ َ‫﴿ف‬ “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.” [QS al-Hijr :94] Tahap kedua, tahap interaksi dan perjuangan (marhalah tafaul wal kifah). Meskipun aktivitas pada tahap pertama dilakukan dengan sembunyi-sembunyi, akan tetapi masyarakat Mekah mengetahui bahwa Muhammad Rosulullah Saw telah membawa agama baru. Mereka juga mengetahui banyak orang masuk Islam. Kafir Mekah pun tahu bahwa Rasulullah dan kutlahnya merahasiakan kutlah dan pemelukan agama mereka. Ini menunjukkan bahwa masyarakat Makkah telah tahu adanya agama dan dakwah baru serta kutlah baru, sekalipun mereka tidak tahu, di mana mereka berkumpul, dan siapa saja di antara orang-orang mukmin yang berkumpul. (lihat An Nabhani, idem). Setelah masuk Islamnya Hamzah bin Abdul Muthalib dan Umar bin Khaththab (3 hari setelah masuk islamnya Hamzah), turun firman Allah SWT: َ ‫َْ َِ َغ‬ٍٛ‫َ ْج َؼ‬٠ َٓ٠‫َٓ ! اٌَ ِز‬١ِ‫ ِضئ‬ْٙ َ‫غز‬ َ ‫ب َء‬ًٙ ٌَِ‫ّللاِ إ‬ ﴾ ٍََّْٛ‫َ ْؼ‬٠ َ‫ف‬ْٛ ‫غ‬ ْ ٌّْ ‫ض َػ ِٓ ا‬ ْ ٌّْ ‫َٕب َن ا‬١ْ َ‫َٓ ! إَِٔب َوف‬١‫ش ِش ِو‬ ْ ‫أَ ْػ ِش‬َٚ ‫بص َذ ْع ثِ َّب رؤْ َِش‬ ْ َ‫﴿ف‬ َ َ‫اخ َش ف‬ “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya Kami memelihara kamu daripada (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olokkan (kamu), yaitu orang-orang yang menganggap adanya tuhan yang lain disamping Allah, maka mereka kelak akan mengetahui (akibat-akibatnya)” [QS al-Hijr :94-96]. Beliau saw. pun menerangkan perintah Allah SWT secara terang-terangan. Beliau saw. pun menampilkan kutlahnya secara terang-terang kepada seluruh masyarakat, sekalipun masih ada sebagian kaum muslimin yang menyembunyikan ke-Islamannya bahkan sampai penaklukan kota Makkah. Setelah aksi menampilkan kutlah secara terang-terangan di Ka‟bah, terjadilah pergesekan dakwah dan kelompok dakwah dengan masyarakat Makkah dengan para pemimpinnya yang sangat cinta kepada kepemimpinan dengan sistem jahiliyyah. Perjuangan kelompok dakwah Nabi dan para sahabat pun berubah dari fase rahasia (daur al istikhfa) ke fase terang-terangan (daur al I‟lan). Berpindah dari fase mengkontak orang-orang yang memiliki kesediaan menerima Islam ke fase berbicara kepada masyarakat secara menyeluruh (lihat An Nabhani, idem., hal 16). Mulailah terjadi benturan (ishthidam/clash) antara iman dengan kekufuran di masyarakat, dan mulailah terjadi pergesekan (ihtikak) antara ide-ide yang benar dengan ide-ide yang rusak, dan mulailah tahap kedua, yaitu tahap interaksi dan perjuangan (marhalah tafaul wal kifah). Pada tahap ini mulailah orang-orang Kafir Quraisy melawan dakwah dan menyakiti Rasulullah saw. dan kaum muslimin dengan berbagai macam cara. Periode inilah yang paling berat yang dihadapi Rasul dan para sahabat sepanjang perjuangan mereka. Rumah Rasulullah saw. dilempari. Ummu Jamil, istri paman beliau saw. Abu Lahab, senantiasa melempar kotoran di depan rumah beliau saw. Rasulullah saw. merespon perbuatan itu cukup dengan menyingkirkannya. Gembong kekufuran Abu Jahal pernah melempar beliau saw. dengan bagian dalam isi perut kambing sembelihan untuk berhala mereka. Beliau pun minta putrinya Fatimah untuk membersihkan tubuhnya kembali.

Jurnal Sharia Law

Halaman | 15


Semua itu justru hanya menambah kesabaran dan kesungguhan beliau saw. dalam dakwah. Kaum muslimin pun menghadapi berbagai ancaman dan gangguan. Setiap kabilah menyiksa dan memfitnah anggota sukunya yang masuk Islam. Sampai-sampai salah seorang budak Habsyi, Bilal bin Rabbah.r.a., mereka lempar di atas padang pasir, di bawah terik matahari, mereka tindih dadanya dengan batu, dan mereka biarkan di situ agar mati, tidak lain karena dia tetap mempertahankan kalimat tauhid: ahad-ahad!Summayyah istri Yasir r.a., mereka siksa hingga mati karena tidak mau kembali (murtad) dari agama Islam kepada agama nenek moyang mereka. Kaum muslimin secara umum dihinakan dan disiksa. Namun mereka bersabar menerima cobaan itu dalam rangka menggapai ridlo Allah SWT. Rasulullah saw. dan para sahabat menghadapi berbagai perlawanan dakwah yang dilancarkan oleh orang-orang Kafir Quraisy, baik itu penyiksaan fisik (at ta‟dziib) , propaganda busuk (ad da‟aawah/ad di‟ayah) untuk menyudutkan Islam dan kaum muslimin di dalam negeri dan luar negeri, maupun blokade total (al muqatha‟ah), dengan sikap sabar dan terus berdakwah menegakkan agama Allah SWT tanpa kekerasan. Tatkala Rasul melihat Yasir dan istrinya dibantai disiksa oleh orang-orang Quraisy, beliau saw. tidak menggerakkan kaum muslimin untuk melakukan perlawanan fisik terhadap mereka. Beliau saw.bersabda: »‫ئًب‬١ْ ‫ش‬ َ ِ‫ لَ أَ ٍِِْه ٌَى ُْ ِ​َِٓ ّللا‬ْٟ ِِّٔ‫ ِػذَوُ ا ٌْ َجَٕ ِخ إ‬ْٛ َِ َِْ‫عش فَئ‬ َ « ِ ‫َب‬٠ ‫ص ْج ًشا آ َي‬ “Bersabarlah wahai keluarga Yasir, sesungguhnya janji Allah untuk kalian adalah surga. Sesungguhnya akau tidak memiliki sesuatu apapun dari Allah”. Ketika mendengar janji surga itu, Sumayyah, istri Yasir yang sedang disiksa oleh kafir Quraisy, mengatakan: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku melihatnya secara nyata!” (lihat An Nabhani, idem, hal 18). Pertanyaan kita, kenapa Rasulullah saw. yang terkenal sempurna akhlaqnya, bahkan sudah mendapatkan gelar Al Amin (Yang Terpecaya), kok dimusuhi begitu rupa oleh orang-orang Quraisy? An Nabhani (idem, hal 24) menganalisis bahwa benturan yang dilakukan oleh Kafir Quraisy terhadap dakwah Islam adalah hal yang wajar. Sebab, rasulullah saw. mengemban dakwah dan menampilkan kelompok yang mengemban dakwah bersama beliau saw. dalam bentuk yang menantang. Lebih dari itu, substansi dakwah itu sendiri adalah perjuangan dan perlawanan terhadap Quraisy dan masyarakat Makkah. Sebab substansi dakwah adalah menyeru kepada mentauhidkan Allah dan seruan ibadah hanya kepadanya serta seruan untuk meninggalkan penyembahan kepada berhala dan seruan untuk melepaskan diri dari sistem kehidupan jahiliyah mereka yang rusak. Maka terjadilah benturan dengan Quraisy secara total. Bagaimana mungkin tidak terjadi benturan, padahal Rasulullah saw. membodohkan impian mereka, merendahkan tuhan-tuhan mereka, dan mencela kehidupan murahan mereka, dan mengkritik sarana-sarana kehidupan mereka yang zalim. Dan Al Quran pun turun menyerang mereka dengan jelas. Allah SWT berfirman: َ ِْ ٚ‫َْ ِ​ِْٓ د‬ٚ‫ َِب رَ ْؼجذ‬َٚ ُْ ‫﴿إَِٔى‬ ﴾َُ ََٕٙ ‫صت َج‬ َ ‫ّللاِ َح‬ “Sesungguhnya kalian dan apa (berhala) yang kalian sembah adalah umpan neraka jahannam” (QS. Al Anbiyaa [21]: 98). َ ‫ ِػ ْٕ َذ‬ٛ‫َ ْشث‬٠ ‫ط فَ َ​َل‬ ﴾ِ‫ّللا‬ َ ِ ‫ا ِي إٌَب‬َٛ ِْ َ‫ أ‬ِٟ‫ ف‬َٛ ‫َ ْشث‬١ٌِ ‫ز ُْ ِ​ِْٓ ِسثًب‬١ْ َ‫ َِب َءار‬ٚ﴿ “Apa yang kalian berikan berupa riba untuk tujuan menambah harta-kekayaan manusia tidaklah menambah apa pun di sisi Allah”. (QS ar-Rûm [30]: 39). ﴾ َْٚ‫غش‬ ْ َ٠ ‫ط‬ ِ ‫ ْخ‬٠ ُْ َ٘ٛٔ‫ص‬َٚ ْٚ َ‫٘ ُْ أ‬ٌٛ‫إِ َرا َوب‬َٚ ! َْٛ‫ف‬َْٛ ‫غز‬ َ ِ ‫ إٌَب‬ٍَٝ‫ا َػ‬ٌٛ‫َٓ إِ َرا ا ْوزَب‬٠‫َٓ ! اٌَ ِز‬١ِ‫ً ٌِ ٍّْطَفِّف‬٠ْ ٚ﴿

Jurnal Sharia Law

Halaman | 16


“Celakalah orang-orang yang gemar mengurangi timbangan. Mereka itu, apabila menerima takaran dari orang lain, ingin dilebihkan. Sebaliknya, apabila menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka menguranginya”. (QS al-Muthafifîn [83]: 1-3). Oleh karena itu, orang-orang Quraisy pun menghadang dakwah. Mereka menyakiti Rasulullah saw. dan para sahabat. Mereka menyiksa, mengembargo, dan membuat propaganda untuk melawan beliau saw. dan agama yang dibawanya. Namun itu semua tidak menyurutkan langkah dakwah rasulullah saw. Beliau saw. tetap menyerang mereka, terus melawan pandangan-pandangan yang salah, dan menghancurkan aqidah-aqidah yang rusak, dan bersungguh-sungguh menempuh jalan penyebaran dakwah. Beliau saw. mendakwahkan Islam dengan jelas, tanpa tedeng aling-aling, tanpa merendahkan diri, tanpa cenderung kepada kekufuran, dan tanpa menjilat gembong-gembong kekufuran. Hal itu beliau lakukan sekalipun menghadapi berbagai gangguan dari Quraisy, meskipun menghadapi berbagai kesulitan. Dan dakwah yang beliau lakukan di tengah berbagai kesulitan itu justru membuat Islam dari ke hari menyebar ke seluruh masyarakat Arab, sehingga banyak para penyembah berhala dan orang-orang Nasrani masuk Islam, bahkan para pembesar Quraisy pun mendengarkan Al Quran dan hati mereka berdebar-debar. Sejarah mencatat bahwa tiga orang gembong kafir Quraisy, yaitu Abu Sufyan bin Harb, Abu Jahal Amru bin Hisyam, dan Al Akhnas bin Syariq secara terpisah selama tiga malam berturutturut mendengar Rasulullah saw. membaca Al Qur‟an di rumahnya. Rasulullah saw. biasanya menghabiskan sebagian besar malamnya dengan qiyamul lail dan membaca Al Quran secara tartil. Perjuangan dakwah Rasulullah saw. dan para sahabat pada tahap kedua ini dilakukan dengan cara tanpa kekerasan. Beliau saw. melakukan pergulatan pemikiran (shiraul fikri) dan perlawanan politik (kifah siyasi) tanpa menggunakan kekuatan fisik, tanpa mengangkat senjata, meskipun setiap lelaki Arab pada waktu itu sudah terbiasa menunggang kuda dan memainkan senjata. Pergulatan pemikiran yang beliau lakukan melawan kekufuran itu tergambar pada ayat-ayat yang turun di tahap kedua ini yang banyak menengahkan celaan-celaan terhadap „aqidah, sistem, serta adat-istiadat kafir Mekah yang bejat. Selain ayat-ayat sudah dipaparkan di atas, juga ada ayat-ayat yang menyerang kemusyrikan mereka, seperti firman Allah swt : ﴾ َْٛ‫صف‬ ِ َ٠ ‫ َػ َّب‬ٌَٝ‫رَ َؼب‬َٚ َٗٔ‫ ِش ِػ ٍُْ ع ْج َحب‬١ْ ‫ثََٕبد ِث َغ‬َٚ َٓ١َِٕ‫ا ٌَٗ ث‬ٛ‫ َخ َشل‬َٚ ُْ َٙ‫ َخٍَم‬َٚ َٓ‫ا ِ َلِلِ ش َش َوب َء ا ٌْ ِج‬ٍٛ‫ َج َؼ‬ٚ﴿ َ “Mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sebagai sekutu bagi Allah, padahal Allah Yang menciptakan jin-jin itu. Mereka berbohong—dengan mengatakan bahwa Allah mempunyai anak laki-laki dan perempuan—tanpa mendasarkannya pada ilmu pengetahuan. Mahasuci Allah dan Mahatinggi dari sifat-sifat yang mereka nisbatkan.” (QS al-An„âm [6]: 100). َ ًِ ‫ض ل‬ ِٞٛ َ‫غز‬ ْ َ٠ ًْ َ٘ ًْ ‫ض ًشا ل‬ َ ٌ‫﴿ل ًْ َِْٓ َسة ا‬ َ ‫ َل‬َٚ ‫ ُْ َٔ ْف ًؼب‬ِٙ ‫غ‬ ِ ‫َْ ِْلَ ْٔف‬ٛ‫َ ٍِّْى‬٠ ‫َب َء َل‬١ٌِْٚ َ‫ِٔ ِٗ أ‬ٚ‫ّللا ل ًْ أَفَبر َ​َخ ْزر ُْ ِ​ِْٓ د‬ ِ ‫ا‬َٛ َّ ‫غ‬ ِ ‫ ْاْلَ ْس‬َٚ ‫د‬ َ َ َ ْ ْ ْ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ًِّ ‫ ُْ ل ًِ ّللا خبٌِك و‬ِٙ ١ْ ٍ‫ا وخٍمِ ِٗ فزَشَبثََٗ اٌخٍك َػ‬ٛ‫ا ِلِلِ ش َشوب َء خٍم‬ٍٛ‫س أ َْ َج َؼ‬ٌٕٛ‫ا‬َٚ ‫ اٌظٍ َّبد‬ِٞٛ َ‫غز‬ ْ َ‫ش أ َْ َ٘ ًْ ر‬١‫ص‬ ِ َ‫ا ٌْج‬َٚ َّٝ ‫ْاْلَ ْػ‬ ﴾‫بس‬َٙ َ‫ا ِحذ ا ٌْم‬َٛ ٌْ ‫ ا‬َٛ َ٘ٚ ‫ء‬َٟ ْ ‫ش‬ “Katakanlah, “Siapakah Tuhan langit dan bumi.”Katakanlah, “Allah.”Katakanlah, “Patutkah kalian menjadikan pelindung-pelindung kalian dari selain Allah, padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudaharatan bagi diri mereka sendiri?”Katakanlah, “Adakah sama orang yang buta dan yang dapat melihat atau samakah antara keadaan gelap-gulita dan terang-benderang? Apakah mereka menjadikan beberapa

Jurnal Sharia Law

Halaman | 17


sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan sesuatu seperti ciptaannya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?” Katakanlah, “Allah adalah Pencipta segala sesuatu. Dialah Allah, Zat Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa.” (QS ar-Ra„d [13]: 16). Dalam bidang sosial, Allah Swt. antara lain berfirman: َْ َ‫ْ أ‬ٛ٘ ٍَٝ‫غىٗ َػ‬ ِّ ‫ ِء َِب ث‬ٛ‫ َِ ِ​ِْٓ ع‬ْٛ َ‫ ِ​َِٓ ا ٌْم‬ٜ‫اس‬ ِّ ‫إِ َرا ث‬ٚ﴿ ْ ِ ٗٙ‫ ْج‬َٚ ًَ َ‫ ظ‬َٝ‫ش َش أَ َحذ٘ ُْ ثِ ْبْل ْٔث‬ َ َٛ َ‫َز‬٠ ! ُ١‫ َو ِظ‬َٛ َ٘ٚ ‫ ًدا‬َٛ ‫غ‬ ِ ّْ ٠َ‫ش َش ثِ ِٗ أ‬ َ َ َ ﴾ َّْٛ‫َ ْحى‬٠ ‫عب َء َِب‬ ‫ل‬ ‫أ‬ ‫ة‬ ‫ا‬ ‫ش‬ ‫اٌز‬ ٟ ‫ف‬ ٗ ‫ع‬ ‫َذ‬٠ َ ِ َ ِ “Apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, merahpadamlah mukanya dan dia sangat marah. Dia menyembunyikan diri dari orang banyak karena buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburnya dalam tanah. Ketahuilah, alangkah buruknya yang mereka tetapkan itu. (QS an-Nahl [16]: 58-59). ﴾‫َب‬١ْٔ ‫َب ِح اٌذ‬١‫ض ا ٌْ َح‬ َ ‫ا َػ َش‬ٛ‫ ا ٌْجِ َغب ِء إِْ​ْ أَ َسدْ​َْ ر َ​َحصًٕب ٌِزَ ْجزَغ‬ٍَٝ‫َبرِى ُْ َػ‬١َ‫ا فَز‬ٛ٘‫ َل ر ْى ِش‬َٚ ﴿ “Janganlah kalian memaksa budak-budak wanita kalian untuk melakukan pelacuran— sedangkan mereka sendiri menginginkan kesucian—dengan tujuan untuk meraih keuntungan duniawi. (QS an-Nûr [24]:33). َ​َ ‫ َح َش‬ِٟ‫ظ اٌَز‬ َ ‫ا إٌَ ْف‬ٍٛ‫ َل رَ ْمز‬َٚ ََٓ‫ َِب ثَط‬َٚ ‫ب‬َٙ ْٕ ِ​ِ ‫ َش‬َٙ َ‫ش َِب ظ‬ َ ‫ا ِح‬َٛ َ‫ا ا ٌْف‬ٛ‫ َل رَ ْم َشث‬َٚ ُْ ٘‫َب‬٠ِ‫إ‬َٚ ُْ ‫ َلدَو ُْ ِ​ِْٓ إِ ِْ َ​َلق َٔ ْحٓ َٔ ْشصلى‬ْٚ َ‫ا أ‬ٍٛ‫ َل رَ ْمز‬َٚ ﴿ َ ﴾ ٍَِْٛ‫صبو ُْ ثِ ِٗ ٌَ َؼٍَى ُْ رَ ْؼم‬ ِّ ‫ّللا إِ َل ثِب ٌْ َح‬ َ َٚ ُْ ‫ك َرٌِى‬ “Janganlah kalian membunuh anak-anak kalian hanya karena takut miskin. Kami-lah yang akan memberikan rezeki kepada kalian dan kepada mereka. Janganlah kalian mendekati perbuatan yang keji, baik secara nyata maupun secara sembunyi-sembunyi. Jangan pula kalian membunuh jiwa yang telah diharamkan oleh Allah, melainkan karena suatu sebab yang dibenarkan. Yang demikian itu diperintahkan oleh Tuhan kalia kepada kalian agar kalian berfikir”. (QS al-An„âm [6]: 151). Sementara itu, dalam kaitannya dengan masalah ekonomi, Allah Swt. antara lain berfirman: َ ‫ ِػ ْٕ َذ‬ٛ‫ ْشث‬٠َ ‫ط فَ َ​َل‬ ﴾ َْٛ‫ض ِؼف‬ ْ ٌّْ ‫ٌَئِ َه ُ٘ ا‬ٚ‫ّللا فَأ‬ ِ َ َٗ‫ ْج‬َٚ َْٚ‫ذ‬٠‫ز ُْ ِ​ِْٓ صَ َوبح ر ِش‬١ْ َ‫ َِب َءار‬َٚ ِ‫ّللا‬ َ ِ ‫ا ِي إٌَب‬َٛ ِْ َ‫ أ‬ِٟ‫ ف‬َٛ ‫َ ْشث‬١ٌِ ‫ز ُْ ِ​ِْٓ ِسثًب‬١ْ َ‫ َِب َءار‬ٚ﴿ Apa yang kalian berikan berupa riba untuk tujuan menambah harta-kekayaan manusia tidaklah menambah apa pun di sisi Allah. Sedangkan apa yang kalian berikan berupa zakat yang kalian kehendaki semata-mata karena Allah, maka yang seperti itulah yang dilipatgandakan (pahalanya). (QS ar-Rûm [30]: 39). ﴾ َْٚ‫غش‬ ْ َ٠ ‫ط‬ ِ ‫ ْخ‬٠ ُْ َ٘ٛٔ‫ص‬َٚ ْٚ َ‫٘ ُْ أ‬ٌٛ‫إِ َرا َوب‬َٚ ! َْٛ‫ف‬َْٛ ‫غز‬ َ ِ ‫ إٌَب‬ٍَٝ‫ا َػ‬ٌٛ‫َٓ إِ َرا ا ْوزَب‬٠‫َٓ ! اٌَ ِز‬١ِ‫ً ٌِ ٍّْطَ ِّفف‬٠ْ ٚ﴿ “Celakalah orang-orang yang gemar mengurangi timbangan. Mereka itu, apabila menerima takaran dari orang lain, ingin dilebihkan. Sebaliknya, apabila menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka menguranginya”. (QS al-Muthafifîn [83]: 1-3). Al-Quran juga telah menyerang habis adat-istiadat yang rusak. Dalam hal ini, Allah Swt. antara lain berfirman: ْ َ٠ ‫ َح ْشس ِح ْجش َل‬َٚ َ‫ا َ٘ ِز ِٖ أَ ْٔ َؼب‬ٌٛ‫لَب‬َٚ ﴿ َ َُ ‫ع‬ ‫ب‬َٙ ١ْ ٍَ‫ّللاِ َػ‬ ْ ‫َْ ا‬ٚ‫َ ْزوش‬٠ ‫أَ ْٔ َؼبَ َل‬َٚ ‫سَ٘ب‬ٛٙ‫أَ ْٔ َؼبَ ح ِّش َِذْ ظ‬َٚ ُْ ِٙ ِّ ‫ب إِ َل َِْٓ َٔشَبء ثِ َض ْػ‬َٙ ّ‫ط َؼ‬ َ َ َ َ ْ ْ َ َ َ ْ ْٓ‫َى‬٠ ْ​ِْ‫إ‬َٚ ‫اجٕب‬ َ ٌِ‫ ِْ َ٘ ِز ِٖ اْلٔ َؼ ِبَ خب‬ٛ‫ ثط‬ِٟ‫ا َِب ف‬ٌٛ‫لب‬َٚ ! َْٚ‫َ ْفزَش‬٠ ‫ا‬ٛٔ‫ ُْ ثِ َّب َوب‬ِٙ ٠‫َ ْج ِض‬١‫ع‬ َ ِٗ ١ْ ٍَ‫ا ْفزِ َشا ًء َػ‬ ِ َٚ ‫ أص‬ٍٝ‫ِ َح َشَ َػ‬َٚ ‫ ِسٔب‬ٛ‫صخ ٌِزو‬ ﴾ُ١ٍِ‫ُ َػ‬١‫ ُْ إَِٔٗ َح ِى‬َٙ‫صف‬ ْ َٚ ُْ ِٙ ٠‫َ ْج ِض‬١‫ع‬ َ ‫ ِٗ ش َش َوبء‬١ِ‫ ُْ ف‬َٙ‫زَخً ف‬١ْ َِ “Mereka mengatakan, “Binatang dan tanaman yang terlarang ini tidak boleh dimakan, kecuali bagi oang yang kami kehendaki—menurut anggapan mereka.”“Ada binatang ternak yang terlarang untuk ditunggangi dan binatang yang tidak mereka sebut nama Allah sewaktu menyembelihnya, semata-mata untuk membuat kedustaan. Kelak, Allah akan membalas mereka karena apa yang mereka dustakan itu. Mereka juga mengatakan, “Apa yang ada

Jurnal Sharia Law

Halaman | 18


dalam perut binatang ternak ini adalah khusus untuk pria kami dan diharamkan atas wanita kami.” Akan tetapi, jika yang ada di dalam perut itu dilahirkan dalam keadaan mati, pria dan wanita itu sama-sama tidak memakannya. Kelak, Allah akan membalas mereka. Sesungguhnya Allah Mahabijak dan Mahatahu. (QS al-An„âm [6]: 138-139). Dalam perlawanan politik (kifah siyasi) dilakukan oleh Rasulullah saw. dan para sahabat karena para pemimpin Quraisy yang tersinggung dengan dakwah islam dan yang sangat khawatir kedudukan mereka tergeser dengan berkembangnya dakwah Islam dan terus bertambah banyaknya orang-orang Quraisy yang masuk Islam telah melakukan berbagai makar untuk menyudutkan rasulullah saw., menghentikan langkah beliau saw., dan menjegal dakwah islam. Abû Jahal, Abû Sufyân, „Umayyah ibn Khalaf, Wâlid ibn Mughîrah, dan yang lainnya berkumpul di Dâr an-Nadwah untuk merundingkan perilaku Muhammad saw dan dakwahnya yang baru itu, sebelum orang-orang Arab datang ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Pada saat itu, dakwah Muhammad saw telah menyusahkan mereka, membuat mereka susah tidur, serta mengguncang kepemimpinan mereka atas kaum Quraisy. Oleh karena itu, mereka ingin mengambil satu pendapat yang bisa mendustakan dakwah baru itu dan mendistorsikan pemikiran-pemikirannya. Setelah melakukan dialog dan diskusi, mereka pun sepakat untuk mendatangi orang-orang Arab yang datang dan memperingatkan mereka agar tidak mendengarkan “ocehan”Muhammad saw. Sebab, Muhammad saw. dianggap memiliki katakata yang menyihir; sering mengatakan kata-kata yang dapat memisahkan seseorang dari istrinya, dari keluarganya, dan bahkan dari kaumnya. Allah SWT menyingkapkan persekongkolan ini kepada Rasulullah saw. dalam firman-Nya: ‫ع ْحش‬ ْ ‫ا‬َٚ ‫غ َش ! ث َُ أَ ْدثَ َش‬ َ َ‫ث‬َٚ ‫ظ‬ َ َ‫ْفَ لَذ َ​َس ! ث َُ َٔظَ َش ! ث َُ َػج‬١‫ْفَ لَذ َ​َس ! ث َُ لزِ ًَ َو‬١‫لَذ َ​َس ! فَمزِ ًَ َو‬َٚ ‫﴿إَِٔٗ فَ َى َش‬ ِ ‫عزَ ْىجَ َش ! فَمَب َي إِْ​ْ َ٘ َزا إِ َل‬ ﴾‫عمَ َش‬ َ َ‫ي ا ٌْج‬ْٛ َ‫ؤْ ثَش ! إِْ​ْ َ٘ َزا إِ َل ل‬٠ ْ ‫عأ‬ َ ِٗ ١ٍِ‫ص‬ َ !‫ش ِش‬ “Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan. Celakalah dia, bagaimana dia menetapkan? Celakalah dia, bagaimanakah dia menetapkan? Kemudian dia memikirkan, lalu dia bermuka masam dan merengut. Dia lantas berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri. Selanjutnya dia berkata, “(Al-Quran) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu). Ini tidak lain hanyalah perkataan manusia.”Aku akan memasukkannya ke dalam neraka Saqar. (QS al-Mudatstsir [74]: 18-26). Para pemimpin Quraisy itu pun satu persatu dilucuti jati diri mereka oleh Al Quran (lihat Ahmad Mahmud, Dakwah Islam, hal 119-120). Tentang Abu Lahab, Allah SWT berfirman: ﴾‫ر َ​َت‬َٚ ‫ت‬َٙ ٌَ ِٟ‫َذَا أَث‬٠ ْ‫﴿رَجَذ‬ “Binasalah kedua tangan Abi Lahab…” (QS. Al Lahab [111]: 1). Tentang penguasa Bani Makhzum, Walid bin Al Mughirah, Allah SWT berfirman: ﴾‫دًا‬ٚ‫ َج َؼ ٍْذ ٌَٗ َِ ًبل َِ ّْذ‬َٚ ! ‫ذًا‬١‫ ِح‬َٚ ‫ َِْٓ َخٍَ ْمذ‬َٚ ِٟٔ‫﴿ َر ْس‬ “Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian. Dan Aku jadikan baginya harta benda yang banyak”. (QS Al Muddattsir [74]: 11-12). Terhadap Abu Jahal, Allah SWT berfirman:

﴾‫َخ َوب ِرثَخ َخب ِطئَخ‬١‫ص‬ ْ ٌََٕ ِٗ َ‫ ْٕز‬٠َ ُْ ٌَ ِْٓ‫﴿ َو َ​َل ٌَئ‬ ِ ‫ ِخ ! َٔب‬١َ ‫بص‬ ِ ٌَٕ‫غفَ َؼْٓ ِثب‬ “Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti niscaya Kami tarik ubun-ubunnya, yaitu ubunubun yang mendustakan lagi durhaka” (QS Al Alaq [96]: 15-16).

Jurnal Sharia Law

Halaman | 19


Menghadapi tindakan keras orang-orang Quraisy, sempat muncul keinginan para sahabat untuk menggunakan kekerasan/senjata. Mereka memohon kepada rasulullah saw. agar mengizinkan hal itu. Tapi Rasulullah saw. mencegah keinginan mereka seraya bersabda (lihat Ahmad Mahmud, Dakwah Islam, terj. 121): ﴾‫الَْتُقَاتِلُىاْ ْالقَىْ َم‬ ْ َ‫ْف‬،‫تْبِ ْال َع ْف ِى‬ ُْ ْ‫يْأُ ِهر‬ ْ​ْ ًِِّ‫﴿إ‬ “Aku diperintahkan untuk menjadi seorang pemaaf. Oleh karena itu, jangan memerangi kaum itu” (HR. Ibnu Abi Hatim, An Nasai, dan Al Hakim). Bahkan ketika Rasulullah saw. telah mendapatkan baiat dari orang-orang Anshar di Aqobah dan mereka meminta izin kepada rasul untuk memerangi orang-orang Quraisy di Mina, beliau saw. menjawab: “„Kami belum diperintahkan untuk (aktivitas) itu, maka kembalilah kalian ke hewan-hewan tunggangan kalian. Dikatakan, „Maka, kamipun kembali ke peraduan kami, lalu tidur hingga tiba waktu subuh.” (Sirah Ibnu Hisyam bi Syarhi al-Wazir al-Maghribi, jilid I/305) Bahkan dalam pergulatan politik antara kelompok kafirin dengan kelompok mukminin, mereka menggunakan peristiwa politik internasional untuk melemahkan lawan. Ini terjadi ketika terjadi perang antara Persia dan rumawi di Palestina dimana tentara Rumawi dikalahkan oleh tentara Persia. Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Syihab, berkata, “Kami mendapatkan kaum musyrikin tengah berdebat dengan kamu muslimin. Saat itu mereka masih berada di Mekah dan sebelum Rasulullah melakukan hijrah. Orang-orang musyrik berkata, “Rumawi telah menyatakan dirinya sebagai ahlu kitab, dan sungguh mereka telah dikalahkan oleh Majuzi (Persia). Sedangkan kalian yakin bahwa kalian akan mengalahkan keduanya dengan kitab yang diturunkan kepada Nabi kalian. Bagaimana kalian dapat mengalahkan Rowawi dan Majuzi. Kami pasti mengalahkan kalian. Maka turunlah firman Allah SWT : ‫ َِئِز‬ْٛ َ٠َٚ ‫ ِ​ِْٓ ثَ ْؼذ‬َٚ ً‫َٓ ِ َلِلِ ْاْلَ ِْش ِ​ِْٓ لَ ْج‬١ِٕ‫ع‬ ْ ِ‫ ث‬ِٟ‫َْ ! ف‬ٛ‫َ ْغ ٍِج‬١‫ع‬ َ ُْ ِٙ ِ‫٘ ُْ ِ​ِْٓ ثَ ْؼ ِذ َغٍَج‬َٚ ‫ض‬ ِ ‫ض ِغ‬ ِ َ‫﴿اٌُ ! غٍِج‬ ِ ‫ ْاْلَ ْس‬َٝٔ‫ أَ ْد‬ِٟ‫َ ! ف‬ٚ‫ذ اٌش‬ ْ َ ‫ص ِش‬ ﴾ُ١‫ض اٌ َش ِح‬٠‫ اٌ َؼ ِض‬َٛ َ٘ٚ ‫َشَبء‬٠ َِْٓ ‫َ ْٕصش‬٠ ِ‫ّللا‬ ْ َِٕ‫َْ ! ث‬ِٕٛ​ِ ْ‫َ ْف َشح ا ٌّْؤ‬٠ “Alif Laam Miim. Telah dikalahkan bangsa Romawi di negeri yang terdekat, dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang dalam beberapa t.ahun lagi. Bagi Allahlah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.” [QS Al Ruum [30]: 1-5]. Namun demikian orang-orang Quraisy yang berhati beku itu tak bisa menerima kebenaran Islam yang dibawakan oleh Rasulullah saw. dan para sahabat. Lebih-lebih setelah wafatnya paman beliau saw., Abu Thalib, pemuka Quraisy yang selama ini mendukung dakwah nabi, melindungi beliau saw., dan menjadi mediator antara para pemimpin Quraisy dengan keponanakannya, wafat. Mereka melakukan tindakan yang lebih keras, tanpa sungkansungkan lagi. Rasulullah saw. pun mengontak para pemimpin Qabilah di sekitar Makkah untuk mengajak mereka masuk Islam dan melindungi beliau saw. dan melindaungi dakwah Islam serta siap menanggung resiko melawan kebengisan orang-orang Quraisy. Rasul juga menyeru para pemuka kabilah-kabilah Arab. Beliau berkata kepada mereka, “Ya Bani fulan! Saya adalah utusan Allah bagi kalian, dan menyeru kepada kalian untuk beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukanNya, dan agar kalian meninggalkan apa yang kalian sembah, beriman kepadaku dan percaya kepadaku, dan janganlah kalian mencegah aku, sampai aku menjelaskan apa yang telah disampaikan Allah kepadaku.” Akan tetapi paman beliau saw, Abu Lahab, berdiri di belakang beliau, membantah dan mendustakan perkataan beliau saw. Tak satupun kabilah menerima beliau.

Jurnal Sharia Law

Halaman | 20


Dalam Sirah Ibnu Hisyam diriwayatkan, “Zuhri menceritakan, bahwa Rasulullah saw mendatangi secara pribadi Bani Kindah, akan tetapi mereka menolak beliau. Beliau juga mendatangi Bani Kalban akan tetapi mereka menolak. Beliau juga mendatangi Bani Hanifah, dan meminta kepada mereka nushrah dan kekuatan, namun tidak ada orang Arab yang lebih keji penolakannya terhadap beliau kecuali Bani Hanifah. Beliau juga mendatangi Bani „Aamir bin Sha‟sha‟ah, mendo‟akan mereka kepada Allah, dan meminta kepada mereka secara pribadi. Kemudian berkatalah seorang laki-laki dari mereka yang bernama Baiharah bin Firas, “Demi Allah, seandainya aku mengabulkan pemuda Quraisy ini, sungguh orang Arab akan murka.” Kemudian ia berkata, “Apa pendapatmu, jika kami membai‟atmu atas urusan kamu, kemudian Allah memenangkanmu atas orang yang menyelisihimu, apakah kami akan diberi kekuasaan setelah engkau? Rasulullah saw berkata kepadanya, “Urusan itu hanyalah milik Allah, yang Ia berikan kepada siapa yang dikehendaki.” Bahirah berkata, “Apakah kami hendak menyerahkan leher-leher kami kepada orang Arab, sedang engkau tidak. Sedangkan jika Allah memenangkan kamu, urusan bukan untuk kami.” Kami tidak butuh urusanmu.” Adapun nama-nama kabilah yang pernah didatangi Rasulullah saw dan menolak adalah, (1) Banu „Aamir bin Sha‟sha‟ah, (2) Bani Muharib bin Khashfah, (3) Bani Fazaarah, (4) Ghassan, (5) Bani Marah, (6) Bani Hanifah, (7) Bani Sulaim, (8) Bani „Abas, (9) Bani Nadlar, (10) Bani Baka‟, (11) Bani Kindah, (12) Kalab, (13) Bani Harits bin Ka‟ab, (14) Bani „Adzrah, (15) Bani Hadlaaramah. Beliau saw selain aktif mendakwahi kabilah-kabilah di Mekah, beliau juga mendakwahi kabilah-kabilah di luar Mekah yang datang tiap tahun ke Mekah, baik untuk berdagang maupun untuk mengunjungi Ka‟bah, di jalan-jalan, pasar „Ukadz, dan Mina. Diantara orangorang yang diseru Rasul tersebut ada sekelompok orang-orang Anshor. Kemudian mereka menyatakan beriman kepada Allah dan Rasul Nya. Setelah mereka kembali ke Medinah mereka menyebarkan Islam di Medinah. Momentum penting lain sebagai petanda dimulainya babak baru dakwah Rasul adalah Bai‟at „Aqabah I dan II. Dua peristiwa ini, terutama Bai‟at „Aqabah II telah mengakhiri tahap kedua dari dakwah Rasul, yakni tahap interkasi dan perjuangan (marhalah Tafa‟ul wal Kifah) menuju Tahap ketiga, yaitu tahap Penerimaan Kekuasaan (Istilaam al-Hukmi). Dalam tahap ketiga ini Rasul hijrah ke Madinah, negeri yang para pemimpin dan mayoritas masyarakatnya telah siap menerima Islam sebagai metode kehidupan mereka, yaitu kehidupan yang (1) asas peradabannya adalah kalimat tauhid Lailahaillallah Muhammadurrasulullah; (2) standar perbuatan (miqyasul a‟mal) dalam interaksi kehidupan mereka adalah halal-haram; dan (3) makna kebahagiaan (ma‟nas sa‟aadah) mereka adalah mendapatkan ridlo Allah. Masyarakat yang kokoh inilah yang siap membawa risalah Islam ke seluruh dunia. Oleh karena itu, dengan bukti kesuksesan yang jelas dicapai oleh Rasulullah saw. dalam perjuangan beliau saw., disamping tuntunan dan tuntutan agar kita meneladani perjuangan beliau saw., maka tidak ada jalan lain untuk mengembalikan kedaulatan Islam di muka bumi ini selain jalan yang telah ditempuh Rasulullah saw. Untuk menyegarkan kembali gambaran kita tentang perjalanan dakwah rasulullah saw. tersebut perlu kita perhatikan bagan di bawah ini: Refleksi Metode Perjuangan Rasul Dewasa Ini

Jurnal Sharia Law

Halaman | 21


Dalam upaya meneladani rasulullah saw. pada perjuangan menegakkan khilafah di masa modern ini, maka langkah pertama yang harus ditempuh adalah membentuk kelompok atau partai politik Ideologis yang memiliki pemahaman yang jelas terhadap ide-ide Islam secara menyeluruh dan memahami metode perjuangan Rasulullah saw. secara detail. Mau tidak mau parpol tersebut harus melakukan kajian mendalam terhadap tsaqofah islam, baik itu Al Quran, Tafsir, Sunnah, Fiqh, maupun Sirah Nabi SAW. Kelompok itu juga harus memiliki pengurus dan kader-kader yang memiliki keahlian dalam menggerakkan partai tersebut serta memiliki kesadaran yang cukup terhadap metode yang benar bagaimana mengikat para anggotanya dengan ide dan metode dakwahnya. Parpol tersebut juga harus memiliki kesadaran politik terhadap dunia internasional. Parpol ideologis yang komit dengan Islam itu harus melakukan proses penyadaran kepada umat secara keseluruhan, khsusnya kepada para ulama, intelektual, tokoh-tokoh gerakan islam, pimpinan parpol dan ormas Islam, para hartawan muslim, para pemuda dan mahasiswa islam, dan kelompok-kelompok potensial lainnya dalam diri umat ini. Parpol itu harus membina umat dengan Islam sebagai agama dan ideologi yang mengatur seluruh aspek kehidupan, memberi kesadaran politik sebagai pengaturan urusan umat yang harus dilakukan oleh negara dan dikontrol oleh umat melalui proses amar makmur nahi mungkar, dan memberikan persepsi tentang perjuangan partai politik ideologis yang berjuang menegakkan Islam secara damai melalui pergulatan pemikiran dan perjuangan politik. Apabila terdapat kesadaran politik umat, partai tersebut bisa menguatkan tubuhnya dengan berbagai aktivitas pemikiran dan politik dan berusaha melebur umat dengan ide-ide, hokumhukum, dan pendapat-pendapat islami yang diadopsinya. Lalu berusaha menggapai kepemimpinan umat dan setiap anggotanya menjadi rujukan umat dalam masalah Islam dan perkembangan politik dunia. Ringkasnya, hal yang harus dilakukan untuk menegakkan khilafah adalah : Melalui jalan dakwah yang ditempuh dengan mengikuti thariqah dakwah Rasulullah, yaitu: 1. Dimulai dengan pembentukan kader yang bersyakhshiyyah Islamiyyah, melalui pembinaan intensif (halqah murakkazah) dengan materi dan metode tertentu 2. Pembinaan umat (tatsqif jamaiy) untuk terbentuknya pendapat masyarakat (al-waâ€&#x;yu alamy) tentang Islam 3. Pembentukan kekuatan politik melalui pembesaran tubuh jamaah (tanmiyatu jizmi al-hizb) agar kegiatan pengkaderan dan pembinaan umum dapat dilakukan dengan lebih intensif, hingga terbentuk kekuatan politik (al-quwwatu al-siyasiya) 4. Penegakan syariah dan khilafah memerlukan kekuatan politik. Kekuatan politik adalah kekuatan umat yang memilliki kesadaran politik Islam (al-waâ€&#x;yu al-siyasiy al-islamy)), yakni kesadaran bahwa kehidupan bermasyarakat dan bernegara harus diatur dengan syariah Islam. Maka harus ada upaya penyadaran politik islamy masyarakat terus menerus, yang dilakukan oleh kader. Makin banyak kader, makin cepat kesadaran terbentuk sehingga kekuatan politik juga makin cepat terwujud 5. Massa umat yang memiliki kesadaran politik menuntut perubahan ke arah Islam 6. Di dukung oleh ahl-quwwah (polisi, militer, politisi, orang kaya, tokoh masyarakat dan sebagainya) yang melalui pendekatan intensif, setuju mendukung perjuangan syariat dan khilafah. Kekuatan politik yang didukung oleh berbagai pihak semacam ini tidak akan terbendung. 7. Rakyat menuntut tegaknya sistem (syariah) dan kekuasaan khilafah atau penyatuan ke dalam khilafah Islam.

Jurnal Sharia Law

Halaman | 22


Khatimah Namun demikian, siapapun yang menghendaki dan merindukan hidup dengan islam secara kaffah, maka keberadaan negara Khilafah Islamiyyah tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sebab Khilafah-lah, institusi yang sanggup menerapkan syariah secara total (kaffah). Tinggal maukah kita berjuang. Karena metodenya telah jelas yaitu metode perjuangan pemikiran dan politik yang dicontohkan oleh Rasulullah saw., bukan dengan cara-cara demokrasi maupun revolusi sosialis yang tidak ada asal-usulnya dari Islam. Wallahu muwaffiq ila aqwamit thariiq. Wahuwa khairun haafizho wahuwa arhamur raahimin! [ ] Walhamdulillahirabbil „alamin!

Oleh karena itu, di masa kerinduan akan kejayaan Islam dan kaum muslimin ini telah kembali mengusik pikiran dan perasaan umat , maka tidak ada metode (thariqah) perjuangan yang harus ditempuh untuk mewujudkan hal itu, kecuali mengikuti metode (thariqah) perjuangan Rasulullah saw.

Jurnal Sharia Law

Halaman | 23


ISIS, Mengaburkan Keagungan Khilafah Sesungguhnya tanzhim (organisasi) apapun yang ingin memproklamirkan al-Khilafah di suatu tempat, yang wajib baginya adalah mengikuti thariqah Rasulullah Saw dalam hal itu. Diantaranya adalah, organisasi itu memiliki kekuasaan yang menonjol di tempat tersebut, yang menjaga keamanannya di dalam dan di luar negeri. Harus ada pilar-pilar negara di daerah yang di situ diproklamirkan al-Khilafah. Itulah yang dahulu ada pada Rasulullah Saw ketika beliau mendirikan Daulah Islamiyah di al-Madinah al-Munawarah: Kekuasaan di sana adalah milik Rasul Saw, keamanan dalam negeri dan luar negerinya dijamin dengan keamanan (kekuasaan) Islam, dan negara itu memiliki pilar-pilar negara di wilayah tersebut. Sementara itu, organisasi yang memproklamirkan al-Khilafah tersebut, tidak memiliki kekuasaan atas Suriah dan tidak pula atas Irak. Organisasi itu juga tidak merealisasi keamanan dan rasa aman di dalam negeri dan tidak pula di luar negeri, hingga orang yang dibaiat sebagai khalifah saja tidak bisa muncul di sana secara terbuka, akan tetapi keadaannya tetap tersembunyi seperti keadaannya sebelum proklamasi daulah! Ini menyalahi apa yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. Rasulullah Saw, sebelum daulah tegak, boleh saja bersembunyi di goa Tsur. Akan tetapi setelah berdiri daulah, beliau Saw memelihara urusanurusan masyarakat, memimpin pasukan, memutuskan perkara di antara orang-orang yang bersengketa, mengirim para utusan, dan menerima para utusan secara terbuka tanpa sembunyi. Jadi, sebelum berdiri daulah berbeda dengan sesudahnya. Begitulah, proklamasi organisasi itu atas al-Khilafah adalah ucapan sia-sia (laghwun) tanpa isi. Itu sama saja dengan yang sebelumnya dalam hal proklamasi al-Khilafah, tanpa realita riil di lapangan dan tidak memiliki pilar-pilar. Semua itu hanya untuk memuaskan apa yang ada di dalam diri mereka. Yang ini memproklamirkan diri sebagai khalifah. Yang itu memproklamirkan diri sebagai al-

Jurnal Sharia Law

Halaman | 24


Mahdi, dan sebagainya, tanpa pilar-pilar, tanpa kekuasaan dan tanpa menguasai keamanan dan rasan aman…! Sesungguhnya al-Khilafah adalah negara yang punya bobot. Syariah telah menjelaskan thariqah pendiriannya dan tata cara menggali hukum-hukumnya tentang pemerintahan, politik, ekonomi, hubungan-hubungan internasional… Bukan hanya proklamasi nama tanpa isi, yang dilontarkan di situs-situs elektronik atau media massa-media massa audio visual. Proklamasi al-Khilafah merupakan kejadian agung yang mengguncang dunia. Akarnya menancap dalam di bumi. Kekuasaannya menjaga keamanan dalam dan luar negeri atas wilayah tersebut, menerapkan Islam di dalam negeri dan mengembannya ke seluruh dunia dengan dakwah dan jihad. Proklamasi yang terjadi adalah ucapan yang sia-sia (laghwun), tidak memajukan dan tidak memundurkan dalam hal realita organisasi ISIS. ISIS adalah gerakan bersenjata, baik sebelum proklamasi dan setelah proklamasi. Posisinya seperti gerakan-gerakan bersenjata lainnya yang saling memerangi satu sama lain dan juga berperang melawan rezim, tanpa satu pun dari faksi-faksi itu bisa meluaskan kekuasaan atas Suria atau Irak atau keduanya. Seandainya ada faksi dari faksi-faksi itu, termasuk ISIS, yang mampu meluaskan kekuasaannya atas wilayah yang memiliki pilar-pilar negara dan memproklamasikan alKhilafah serta menerapkan Islam, niscaya layak untuk dibahas guna dilihat jika al-Khilafah yang didirikannya sesuai hukum-hukum syariah, sehingga pada saat itu diikuti. Hal itu karena penegakan al-Khilafah merupakan kewajiban atas kaum Muslimin. Maka siapa saja yang berhasil menegakkannya dengan benar, ia diikuti. Fakta yang terjadi saat ini tidak lah seperti itu. Semua faksi bersenjata (milisi), di antaranya ISIS, tidak memiliki pilar-pilar negara, tidak memiliki kekuasaan atas wilayah, dan tidak menguasai keamanan dan rasa aman. Karena itu, proklamasi ISIS atas tegaknya al-Khilafah adalah ucapan sia-sia (laghwun), tidak layak diperhatikan untuk dibahas pada realitanya sebab sudah tampak jelas. Yang layak untuk diperhatikan dan dikaji adalah kekhawatiran adanya dampak negatif atas proklamasi ini, terkait ide al-Khilafah pada orang-orang yang berpikiran dangkal. Sehingga ide al-Khilafah pada diri mereka jatuh dari posisi sentralnya yang agung dan urgensitasnya bagi kaum Muslimin. Jatuh pada pemikiran yang rapuh, yang sekadar menjadi penyaluran perasaan-perasaan gelisah pada sebagian person. Maka salah seorang dari mereka berdiri di lapangan atau di medan atau di kampung, lalu memproklamirkan diri bahwa dia adalah khalifah, kemudian dia mengundurkan diri dan menyangka telah berbuat sebaikbaiknya! Maka al-Khilafah akan kehilangan urgensitas dan keagungannya pada hati orangorang yang berpikiran dangkal dan menjadi tidak lebih dari nama bagus yang dijadikan sebutan bagi orang yang menginginkan tetapi tanpa isi… Inilah yang layak diperhatikan, khususnya saat di mana al-Khilafah telah makin dekat, lebih dekat dari sebelum-sebelumnya, dan kaum Muslimin telah menunggu pendiriannya dengan tidak sabar. Semua itu memunculkan tanda tanya, bahkan banyak tanda tanya… seputar timing proklamasi ini tanpa kekuasaan yang nyata dan stabil bagi pemilik proklamasi; yaitu kekuasaan yang menjaga keamanan negara ini di dalam dan luar negeri. Begitulah yang terjadi di Facebook atau media massa… Timing ini mencurigakan, khususnya bahwa gerakan-gerakan bersenjata yang tegak bukan atas asas takatuliyun fikriyun (kelompok yang bersifat intelektual), membuat infiltrasi menjadi mudah. Masuknya orang-orang jahat dari Timur dan Barat di barisannya adalah mudah. Sudah diketahui bersama bahwa Barat dan Timur terus melakukan tipu daya terhadap Islam dan al-Khilafah. Kepentingan mereka adalah memalsukan potretnya. Jika mereka tidak bisa memadamkan namanya, maka mereka sangat mementingkan agar al-Khilafah tidak lain hanyalah nama yang digunakan oleh orang yang menginginkan tanpa isi sama sekali. Sehingga kejadian agung yang menampar kaum kafir menjadi sekadar nama yang dijadikan ejekan oleh musuh-musuh itu siang malam…!

Jurnal Sharia Law

Halaman | 25


Atas semua yang diperbuat musuh-musuh jahat itu, kita tegaskan kepada musuh-musuh Islam dari Timur dan Barat, antek-antek dan para pengikutnya, serta orang-orang bodoh mereka, bahwa al-Khilafah yang telah memimpin dunia berabad-abad adalah sudah diketahui dan tidak majhul, kuat menghadapi distorsi bagaimanapun tipu daya dan konspirasi dilakukan. َ َٚ ‫ّللا‬ َ ‫َ ّْىش‬٠َٚ َْٚ‫َ ّْىش‬٠َٚ ﴿ ﴾ َٓ٠‫ش ا ٌْ َّب ِو ِش‬١ْ ‫ّللا َخ‬ “Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaikbaik Pembalas tipu daya.” (TQS al-Anfal [8]: 30) Allah yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa telah mendatangkan untuk khilafah satu partai yang menghimpun orang-orang, yang perdagangan dan jual beli tidak melalaikan mereka dari mengingat Allah. Mereka melingkupi khilafah dengan pikiran, pendengaran, dan penglihatannya. Mereka telah menyiapkan segala persiapan yang dibutuhkan untuk khilafah. Mereka istinbath hukum-hukum dan konstitusinya, serta struktur pemerintahan dan administrasinya. Mereka berjalan dalam upaya menegakkannya dengan meneladani sirah Rasulullah Saw tanpa menyimpang sehelai rambut pun… Mereka, dengan izin Allah, merupakan pagar yang menghalangi kekaburan tentang khilafah. Mereka layaknya batu cadas, yang dengan pertolongan Allah, dapat menghancurkan konspirasi-konspirasi kaum kafir, antek-antek, dan para pengikutnya. Mereka adalah para politisi yang memiliki kesadaran, yang dengan kekuatan Allah, dapat membalikkan segala tipu daya musuh-musuh Islam dan kaum Muslimin menjadi kebinasaan bagi musuh-musuh itu. ﴾ِٗ ٍِْ٘ َ ‫ِّئ إِ َل ثِأ‬١‫غ‬ َ ٌ‫ك ا ٌْ َّ ْىش ا‬١‫َ ِح‬٠ ‫ َل‬َٚ ﴿ “Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri.” (TQS Fathir [35]: 43) Sesungguhnya perkara al-Khilafah al-Islamiyah amatlah agung dan posisinya sungguh sangat signifikan. Berdirinya tidak akan sekadar berita yang menjadi bahan ejekan media massa menyesatkan. Akan tetapi dengan izin Allah, berdirinya Khilafah akan menjadi „gempa‟ menggema, yang membalikkan neraca internasional dan mengubah wajah dan arah sejarah… Sesungguhnya Khilafah akan kembali berupa Khilafah Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian, sebagaimana yang disampaikan kabar gembiranya oleh Rasul saw. Maka orang-orang yang menegakkannya, mereka seperti orang-orang yang menegakkan Khilafah Rasyidah pertama, orang-orang yang bertakwa lagi bersih, mencintai umat dan umat mencintai mereka, mereka mendoakan umat dan umat pun mendoakan mereka. Umat merasakan kebahagiaan bertemu dengan mereka dan mereka merasakan kebahagiaan bertemu dengan umat; bukannya keberadaan mereka di tengah umat justru dibenci… Begitulah, mereka adalah ashhâbul khilâfah mendatang yang mengikuti manhaj kenabian. Allah akan memberikannya kepada orang yang memang layak untuknya. Dan sungguh kita memohon kepada Allah agar kita termasuk orang-orang yang layak itu dan termasuk orang-orang yang mengaturnya. Kita memohon kepada Allah SWT agar memberi karunia kepada kita dengan tegaknya al-Khilafah ar-Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian. ﴾ِٗ ‫َ ْؼز ُْ ِث‬٠‫ ثَب‬ٞ‫ ِؼىُ اٌَ ِز‬١ْ َ‫ا ثِج‬ٚ‫شش‬ ْ ‫﴿فَب‬ ِ ‫عزَ ْج‬ “Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu…” (TQS alt-Tawbah [9]: 111) Janganlah Anda berputus asa dari rahmat Allah, sehingga Allah tidak menyia-nyiakan untuk Anda wahai saudara-saudara yang dimuliakan, kelelahan yang telah Anda persembahkan. Allah tidak menolak permohonan yang Anda pinta dari-Nya, Allah tidak menggagalkan harapan yang Anda ajukan kepada-Nya. Maka tolonglah kita dengan

Jurnal Sharia Law

Halaman | 26


meningkatkan kesungguhan dan pemberian. Perlihatkan kepada Allah dari diri Anda kebaikan, niscaya Allah menambah kebaikan untuk Anda. Jangan sampai ucapan main-main bisa memalingkan Anda dari perjuangan Anda yang penuh kesungguhan lagi jujur. [ ]

Sesungguhnya perkara al-Khilafah alIslamiyah amatlah agung dan posisinya sungguh sangat signifikan. Berdirinya tidak akan sekadar berita yang menjadi bahan ejekan media massa menyesatkan. Akan tetapi dengan izin Allah, berdirinya Khilafah akan menjadi „gempaâ€&#x; menggema, yang membalikkan neraca internasional dan mengubah wajah dan arah sejarah.

Jurnal Sharia Law

Halaman | 27



BNI.03.01.866.831 a.n Chandra Purna Irawan BRI 1689-01-000607-53-6 a.n Chandra Purna Irawan


GALERY FOTO SHARIA LAW INSTITUTE & MUSLIM ROHINGNYA @Langsa, Aceh Timur >>Menghibur anak-anak Rohingny

>> Kebutuhan air bersih +100.000 liter/hari. Sharia Law Institute turut membantu kebutuhan air tersebut >> CEO Sharia Law Institute foto bersama Imami, muslim rohingnya yang Hafidz 30 Juz Al-Qur’an


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.