Contents
Introduction
Sustainable tourism, why does it matter?
What and why
At a glance: tourism trends in Indonesia
Did you know?
Taking a glimpse of Kemenparekraf’s updated criteria on sustainable tourism
Happenings Exploring sustainable tourism approved by Kemenparekraf and its components A destination rich in history, in the middle of a metropolitan city: Bukchon Hanok Village
Digest We summarize some of our tourism projects which incorporate sustainability: KSPK Kertek-Kejajar Garung-Sapuran Kepil, Masterplan Lipursari, and Masterplan Anambas. Experiencing the nature and culture of Wonosobo tourism trails Lipursari, a unique natural, cultural, and inspirational scenery tourism Anambas, the jewel of Indonesian archipelago
From our perspective Synergizing the authorities: A way to respond to the intricacy of sustainable tourism planning
Adviser Retas Aqabah Amjad
Editor Fadhila Nur Latifah Sani
Writers Afra Izzati Kamili Daffa Farras Dienputra Devika Natisha Revi Dyah Meutia Nastiti Hasna Munifah Permata Cinta Ilahi Rifka Nova Lusiana
Layouter Leony Angela
Instagram @shirvanoconsulting
LinkedIn SHIRVANO Architecture and Planning Youtube Shirvano Consulting Email shirvanoconsulting@gmail.com contact@shirvano.co.id Website shirvano.co.id Published by
INTRODUCTION
Sustainable tourism, why does it matter?
Sustainable tourism atau pariwisata berkelanjutan sebagai sebuah pendekatan bukan lagi merupakan hal asing dalam dunia pariwisata Konsep ini berkembang sebagai respon terhadap isu degradasi lingkungan yang terjadi pada kawasan wisata Namun, bagaimanakah penerapannya di lapangan? Realitanya, kegiatan wisata tidak jarang menimbulkan berbagai dampak negatif pada lingkungan seperti meningkatnya timbulan sampah, meningkatnya kebutuhan energi yang diikuti peningkatan emisi CO2 meningkatnya tren kecelakaan, objek wisata yang membahayakan, bahkan perilaku wisatawan yang membuang sampah sembarangan hingga merusak flora dan fauna1. Untuk itu, sebagai negara yang tengah mengembangkan pasar dan industri pariwisata, kita perlu beradaptasi dan berinovasi untuk menjawab tantangan tersebut
Pada edisi kedua kali ini, Shir vano Insight akan mengulik lebih jauh penerapan pariwisata berkelanjutan sebagai payung besar perencanaan yang diterapkan dalam berbagai wilayah, mulai dari lingkup makro hingga meso Ulasan dalam chapter Digest pada edisi kali ini juga akan menjelaskan upaya kami dalam mewujudkan serta menginovasikan konsep pariwisata berkelanjutan dalam berbagai karya sesuai pada konteks lokal kawasan
Lebih lanjut, Zam Zam Masrurun, S Si , M Sc , Head of Tourism & Rural Development di Shirvano Consulting mengungkapkan bahwa perencanaan dan pengembangan pariwisata idealnya mempertimbangkan aspek ekonomi, ekologi, dan komunitas untuk dapat menjadi berkelanjutan Oleh karena itu, perlu adanya sinergi yang menyeluruh dari setiap pemangku kepentingan termasuk masyarakat agar seluruh persoalan dapat diukur dan direspon dengan tepat Demikianlah, Shir vano Insight berupaya menguraikan berbagai inovasi pengembangan wisata yang kami susun berdasarkan penggalian potensi lokal dan pemetaan masyarakat yang menjadi key implementation dalam setiap gagasan
Last but not least, kami berharap agar Shirvamates dapat memperluas perspektif, mengambil pelajaran, dan menumbuhkan kesadaran bersama akan pentingnya keberlanjutan dalam setiap konteks desain dan perencanaan terutama dalam kegiatan wisata Utamanya bagi multistakeholder pariwisata agar dapat berkolaborasi menciptakan pariwisata yang berkelanjutan, aman, bertanggung jawab, dan berbasis pada komunitas Untuk itulah kami hadirkan Shir vano nsight edisi kedua ini sebagai upaya memberi dampak yang berkelanjutan untuk kehidupan yang lebih layak huni Pada edisi edisi berikutnya kami, akan mengulas berbagai topik menarik lainnya seputar perencanaan dan desain bangunan, ruang, perkotaan dan wilayah di penjuru negeri
Nofriya, N Arbain, A & Lenggogeni, S (2019). Dampak lingkungan akibat kegiatan pariwisata di Kota Bukittinggi urnal Dampak, 16(2) 86-94. https: // www researchgate net publication/337823976_Dampak Lingkungan Akibat Kegiatan Pariwisata di Kota Bukittinggi]
At a tourismglance: trends in Indonesia
WHAT AND WHY
Pandemi COVID-19 merupakan salah satu faktor yang mendorong meningkatnya kesadaran akan pariwisata yang berkelanjutan. Seperti dilaporkan dalam Sustainable Travel Report 2022, lebih dari 30.000 wisatawan di 32 negara menunjukkan preferensi berwisata sebagai berikut1:
63% +10% dari 2021
Wisatawan ingin lebih berupaya untuk melakukan perjalanan wisata yang berkelanjutan di tahun depan.
Wisatawan global berkeinginan untuk menginap di akomodasi berkelanjutan paling tidak sekali di tahun depan.
57%
72%
Wisatawan merasa lebih nyaman menginap di suatu akomodasi jika tahu bahwa akomodasi tersebut bersertifikasi berkelanjutan
So, what is sustainable tourism?
Keberlanjutan memiliki artian bahwa suatu sumber daya sebaiknya dapat dimanfaatkan seefisien mungkin di saat ini, sehingga tetap dapat memenuhi kebutuhan generasi yang akan datang di masa depan2. Terdapat sebuah langkah konkret yang dirumuskan oleh negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mendesak kolaborasi negara di dunia dalam menyelenggarakan pembangunan berkelanjutan, yaitu agenda Sustainable Development Goals (SDGs) yang memuat 17 tujuan. Di antaranya adalah Akses Air Bersih dan Sanitasi, Energi Bersih dan Terjangkau, Mengurangi Ketimpangan, Kota dan Komunitas yang Berkelanjutan, hingga Konsumsi dan Produksi yang Bertanggungjawab.
Dalam industri pariwisata, penerapan prinsip pariwisata berkelanjutan berarti memprioritaskan keberlanjutan dalam pengelolaan pariwisata. Hal ini dapat diselaraskan dengan indikator-indikator SDGs dan juga diimplementasikan dalam berbagai aspek. Dalam aspek ekonomi dan lingkungan misalnya, dengan menciptakan peluang kerja baru dan melestarikan warisan budaya lokal serta dengan meminimalkan kerusakan lingkungan alam dan terganggunya satwa liar akibat kegiatan wisata.
Implementasi pariwisata berkelanjutan juga dapat dilaksanakan dalam skala yang lebih kecil, misalnya dengan mendorong pengelola hotel untuk mengadopsi konsep hotel berkelanjutan. Hal ini dapat dicapai dengan beberapa strategi, seperti mendesain bangunan hotel yang menggunakan energi terbarukan, memasok bahan baku makanan restoran hotel dari kebun milik hotel atau pertanian lokal, menyediakan sprei serta alat mandi ramah lingkungan, dan lain sebagainya.
Sebagai negara yang memiliki destinasi wisata unggul dan jumlah wisatawan kompetitif, Indonesia bertanggung jawab untuk mengintegrasikan konsep keberlanjutan pada industri pariwisata. Dengan demikian, dampak negatif dari pariwisata serta faktor-faktor lain seperti perubahan iklim dapat termitigasi.
Destinasi wisata di Indonesia sangat beragam. Keindahan alam ditawarkan di Raja Ampat Papua, gunung berapi yang tersebar di Pulau Jawa, Danau Toba di Sumatra Utara. Wisata budaya atau warisan leluhur di Tana Toraja di Sulawesi Selatan, pura di Bali, candi di Jawa Tengah, dan masih banyak lagi.
Terdapat 3.419 desa wisata di Indonesia yang terdaftar pada Anugerah Desa Wisata Indonesia 2022, yang melombakan berbagai kategori keunikan dan keaslian alam dan buatan, homestay, suvenir, digital dan kreatif, toilet umum, CHSE, dan kelembagaan5 .
Titik kedatangan utama wisatawan asing:
Bandara Ngurah Rai Bal
Bandara Soekarno-Hatta Jakarta
Pelabuhan Batam Centre, Batam
Jumlah wisatawan asing pada tahun 2022 mengalami peningkatan tiap bulan, dengan total sebanyak 2.268.741
Kemenparekraf menargetkan
Tampak atas kekayaan alam wisata Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur Sumber: Bagata Photography Getty ImagesTaking a glimpse of Kemenparekraf’s updated criteria on sustainable tourism
Terlepas dari banyaknya jumlah dan ragam destinasi wisata yang ada di Indonesia, kita perlu mengkritisi pengelolaan wisata yang berfokus pada keuntungan di masa sekarang dan tidak memikirkan dampak dalam jangka panjangnya. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif memberikan kriteria yang harus diaplikasikan pada setiap destinasi agar menjadi pariwisata berkelanjutan. Peraturan yang sudah ada sejak tahun 2016 ini telah diaplikasikan oleh beberapa destinasi. Kemudian, pada 30 Juni 2021, peraturan mengenai pariwisata berkelanjutan ini pun diperbarui dan ditetapkan kembali oleh Kemenparekraf. Dilansir dari situs Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sendiri, ada beberapa destinasi yang sudah menerapkan kriteria ini, diantaranya ada Taman Nasional Baluran, Taman Nasional Ujung Kulon, Sangeh Monkey Forest, Punti Kayu Palembang, dan Umbul Ponggok. Tentunya, selain dari destinasi yang telah disebutkan, kriteria ini dapat diterapkan pada banyak destinasi wisata yang berada di perkotaan, pedesaan, pegunungan, pesisir, dan sebagainya. Lalu, kriteria apa saja yang harus diperhatikan oleh setiap stakeholder?
Pengelolaan berkelanjutan
Pariwisata berkelanjutan tentu harus memperlihatkan pengelolaan berkelanjutan yang efektif dan melibatkan keberlanjutan jangka panjang yang meliputi ekonomi, lingkungan, budaya, sosial, kualitas, dan keselamatan. Mudahnya, dalam membuat sebuah perencanaan destinasi pariwisata, setiap stakeholder harus bisa menjaga keamanan, kenyamanan, serta tingkat kepuasan bagi pengunjung dan masyarakat sekitar.
Keberlanjutan budaya
Keberlanjutan sosial-ekonomi
Seluruh stakeholder seyogyanya aktif dan inisiatif dalam mendukung perkembangan infrastruktur lokal dan pembangunan sosial masyarakat yang meliputi pendidikan, pelatihan, kesehatan, dan sanitasi. Melalui pengelolaan destinasi pariwisata, diharapkan dapat terwujud dampak positif terhadap ekonomi bagi masyarakat setempat dengan melibatkan masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan destinasi pariwisata.
Para stakeholder dan perencana idealnya perlu menciptakan kondisi yang aman dan nyaman, baik bagi wisatawan, bagi situs warisan budaya yang dikunjungi, serta bagi pengguna situs warisan budaya tersebut untuk meneruskan aktivitas dan nilai nilai kebudayaannya. Sehingga, interaksi antara ruang, manusia, dan nilai nilai yang ada dapat menjadi sarana tersebarnya pemahaman dan toleransi antar budaya.
Keberlanjutan lingkungan
Vandalisme dan timbulan sampah yang muncul di kawasan wisata merupakan contoh dampak negatif kegiatan wisata pada lingkungan. Oleh karenanya, dibutuhkan komitmen pada penggunaan produk ramah lingkungan dan berkelanjutan, serta upaya lain untuk mewujudkan kegiatan wisata yang selaras dengan alam. Karena seperti pada tujuannya, destinasi pariwisata berkelanjutan hadir untuk memanfaatkan sumber daya lingkungan yang ada secara optimal yang dalam pembangunannya harus mempertimbangkan kondisi lingkungan dan risiko yang ditimbulkan.
pandemi berfokus pada isu (C , , y, and Environment Sustainabil ty). Namun pekerjaan rumah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tidak berhenti pada penetapan standar saja, tetapi juga bagaimana benar benar menjadikan standar ini sebagai acuan, mendorong pelaku wisata untuk dapat mencapai kriteria kriteria yang ada, dan mengawasi penerapan serta evaluasinya. Harapannya, penerapan kriteria ini tidak sebatas menjadi gimmick wisata untuk meningkatkan jumlah kunjungan, tetapi benar benar membuat para pelaku wisata memikirkan dampak yang timbul karena pembangunan. Sehingga, dapat mendorong penjagaan nilai lokal serta alam kawasan dalam jangka panjang.
Exploring sustainable tourism approved by Kemenparekraf and its components
Bagaimana
potensi dan permasalahan pariwisata berkelanjutan di Indonesia?
Adanya pandemi COVID-19 menyebabkan sektor pariwisata mengalami penurunan sangat signifikan. 2 juta pelaku ekonomi kreatif kehilangan pekerjaannya karena penurunan tingkat kunjungan sebanyak 30% untuk wisatawan dalam negeri dan 75% untuk wisatawan mancanegara1.
Membangun kembali sektor pariwisata pasca pandemi menjadi satu tantangan yang perlu untuk dihadapi bersama. Adapun, optimisme pemulihan menjadi cukup tinggi dengan adanya potensi pengembangan ekonomi kreatif melalui transformasi aspek digital, kesehatan. dan keamanan.
Sementara itu, dalam membangun pariwisata berkelanjutan, terdapat 3 tantangan yang umum dihadapi. Pertama adalah aspek manusia, hal ini berkaitan dengan kesadaran dan kemauan para pelaku pariwisata untuk melakukan usaha dengan berkelanjutan. yang kedua adalah aspek biaya atau pendanaan, diperlukan lebih banyak investor yang mau berinvestasi di sektor berkelanjutan. Terakhir adalah tantangan dari segi teknologi, dimana para pelaku pariwisata belum percaya terhadap teknologi yang ramah lingkungan. Namun di samping itu, dukungan dan dorongan dari Kemenparekraf serta adanya momen G20 yang menjadi pilot project perhitungan emisi karbon menjadi semangat baru dalam pergeseran pendekatan kegiatan pariwisata menuju pariwisata berkelanjutan2.
Taman Nasional Baluran
Sumber: pariwisata.situbondokab.go.id
Ragam jenis pariwisata berkelanjutan di Indonesia diperkaya dengan jenis bentang alamnya. Konsep sustainable tourism bisa dikembangkan untuk berbagai jenis wisata alam, seperti pada 2 destinasi yang menurut Kemenparekraf telah memenuhi kriteria sebagai destinasi wisata berkelanjutan berikut3:
Sumber: pariwisata.situbondokab.go.id
Terletak di Provinsi Jawa Timur, Taman Nasional Baluran mengusung konsep eco tourism dalam pengembangan kawasannya. Nilai konservasi alam menjadi prinsip dasar pengelolaan dan pengembangan taman agar lingkungan tetap lestari dan masyarakatnya sejahtera. Sebagai destinasi wisata, nilai jual unik yang ditawarkan bagi para pengunjung berupa bentang alam dan keberagaman makhluk hidupnya. Memiliki savana terluas yang terbentang di Pulau Jawa, taman nasional ini juga merupakan habitat bagi 444 jenis tumbuhan, 28 jenis reptil, dan 196 jenis binatang lain. Selebihnya, untuk meninjau kondisi pengembangan pariwisata di taman ini, akan ditinjau dari aspek 4A, yaitu amenitas, atraksi, aksesibilitas, dan ancillar y-nya.
Amenitas
W isatawan tertarik dengan taman ini karena ketersediaan kondisi loket yang baik, harga tiket yang terjangkau, serta lahan parkir yang luas Taman nasional ini juga dilengkapi dengan fasilitas untuk diving, sur fing memancing, toilet, rumah makan, musholla, serta penginapan yang tersebar di daerah sekitar destinasi wisata .
Ancillary
Pengelolaan Taman Nasional Baluran dikelola oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Struktur organisasi yang terbentuk sudah matang dan hierarkis, yang dibagi menjadi 3 bagian, yakni tata usaha, seksi PTN W ilayah I: Bekol, dan Seksi PTN W ilayah II: Karang Tekok6 Keberlanjutannya juga didukung dengan adanya partisipasi masyarakat yang dihormati kebudayaannya7
Aksesibilitas
Taman Nasional Baluran dapat dijangkau kendaraan bermotor melalui jalan raya lintas provinsi. Selain itu, objek wisata ini berdekatan dengan destinasi wisata lainnya seperti Kawah Ijen, Taman Nasional Merubetiri, dan Taman Nasional Alas Purwo
Atraksi
Daya tarik utama Taman Nasional Baluran adalah kondisi alamnya yang memiliki ekosistem beragam seperti Savana Bekol dan Pantai Bama, estetika alam, ragam jenis hutan, ragam jenis flora, serta binatang khas baluran. Tidak banyak savana yang bisa menyajikan pemandangan indah sekaligus hewan yang berkeliaran bebas. Pengelolaan wisata mendorong keberlanjutan lingkungan karena menghasilkan manfaat langsung untuk konservasi.
Lalu, bagaimana penerapan pariwisata berkelanjutan di Indonesia saat ini?
HAPPENINGS
A destination r ich in history, in t he midd le of a metropolitan city Bukchon
Hanok Village
Ada apa saja di BHV?
aksi
Umbul Ponggok
Obyek wisata air yang tidak kalah unik ternyata juga bisa dikembangkan di daratan, seperti halnya Umbul Ponggok di Klaten, Jawa Tengah. Dianugerahi dengan 5 sumber mata air di desa mereka, masyarakat Ponggok mengembangkan destinasi yang diperkirakan pendapatannya mencapai Rp14 Miliar per tahun9. Diulik lebih lanjut, berikut adalah hal-hal menarik yang bisa dipelajari dari Umbul Ponggok10.
Amenitas
Baik di Desa Ponggok atau di Umbul Ponggok, amenitas yang ada dinilai sudah cukup baik. Terdapat rumah makan, toilet, rest area, mushola, penyewaan alat, dan pelengkap lainnya yang dapat memberi kenyamanan bagi wisatawan untuk berkunjung.
Aksesibilitas
Umbul Ponggok, dapat diakses melalui jalan provinsi dan jalan kabupaten yang kondisinya sudah cukup baik, walaupun belum terdapat transportasi publik dan lahan parkirnya masih perlu dikembangkan.
Ancillary
Pariwisata yang ada dikelola dengan sistem sentralisasi. Sistem ini memudahkan koordinasi dan pembagian tugas yang jelas karena satu komando. Meskipun belum optimal, partisipasi masyarakat sudah mulai dilibatkan melalui rapat pemegang saham yang diadakan BUMDes setempat. Adanya partisipasi masyarakat dengan menerapkan sistem kepemilikan kolektif mendorong Umbul Ponggok menjadi lebih berkelanjutan.
Atraksi
Meskipun memiliki topografi yang cukup datar, atraksi di Umbul Ponggok terbilang lengkap. Terdapat natural attraction cultural attraction dan special types of attraction. W isatawan yang datang dapat menikmati kolam dari mata air, pergelaran tari gambyong, dan spot-spot foto menarik. Penjagaan keberlanjutan dilakukan dengan mengelola penggunaan dan konservasi air dengan bijak11.
Karunia bentang alam beragam di Indonesia menjadi potensi atraksi wisata yang berdaya tarik tinggi. Disisi lain, diperlukan pula perhatian khusus dalam pengelolaannya. Baik Umbul Ponggok maupun Taman Nasional Baluran, saat ini sudah mengadaptasi konsep pariwisata berkelanjutan, khususnya dengan menerapkan konservasi lingkungan dari kekayaan alamnya serta melibatkan masyarakat dalam pengelolaannya. Namun, untuk memastikan keberlanjutannya, tentu upaya ini terus perlu dievaluasi dan diinovasikan, sehingga dapat menjawab berbagai tantangan ke depan. Pun, menjadi tantangan pula untuk menularkan prinsip keberlanjutan ini ke destinasi wisata lain yang ada di Indonesia.
Mari
berkenalan
dengan Bukchon Hanok Village (BHV)!
Area Metropolitan Seoul, sebagai ibu kota Korea Selatan, terdiri dari kota bersejarah dan kota metropolis, dan Bukchon Hanok V illage (BHV ), bisa menjadi bukti dari pernyataan tersebut. Hanok sendiri merupakan rumah tradisional Korea yang jumlahnya mencapai ratusan di kawasan BHV. Namanya, Bukchon (북촌), secara har fiah berarti desa utara karena BHV terletak di sisi utara Cheonggyecheon dan Jongno, yang merupakan landmark besar lain yang ditawarkan kota ini1. Sejalan dengan esensi sejarahnya, BHV juga terletak di dekat istana bersejarah ROK yang terkenal, seperti Changdeokgung (창덕궁), dan Gyeongbokgung (경복궁)2 .
Kaya akan aspek sejarah dan kultural Hanok merupakan rumah tradisional dari Korea Selatan, dan BHV merupakan kawasan tinggal untuk aristokrat pada masa Dinasti Joseon. Untuk menghayati dan menikmati suasana masa lampau ini, pengunjung dapat menyewa hanbok (pakaian tradisional negara tersebut) yang banyak ditawarkan di BHV dan mengenakannya sembari berjalan-jalan di antara deretan hanok yang terpreservasi dengan baik. Selain itu, banyak workshop dan museum yang terbuka untuk umum bagi pengunjung yang mau belajar langsung mengenai berbagai aspek dan aktivitas kebudayaan Korea5 .
Hanok yang berada di BHV digunakan untuk berbagai fungsi yang berhubungan dengan amenitas, seperti penginapan, tempat makan dan minum, dan beberapa area komersial lainnya
Akomodasi: Penginapan
Pengunjung dapat tinggal di dalam hanok yang dimiliki publik. Dilansir dari Seoul Hanok (n.d.), yang merupakan bagian dari Divisi Preservasi Hanok dari Pemerintah Kota Seoul, ada cukup banyak hanok yang bisa ditempati oleh pengunjung6. Pengunjung dapat menggunakan situs seperti Airbnb untuk menemukan pemilik hanok yang membuka hanok-nya untuk disewa dan ditinggali.
Akomodasi: Komersial
Berdasarkan dokumentasi dari wisatawan yang tersebar di kanal media sosial, area komersial yang beragam terdapat di BHV, mulai dari tempat makan dan minum, hingga area komersial nonFnB, seperti toko buku, workshop pembuatan parfum, dan lainnya7.
Aksesibilitas
Menjadi salah satu kota yang sering mendapat peringkat pertama kategori transportasi publik terbaik)8 aksesibilitas dari berbagai landmark area di kota Seoul menuju BHV cukup terjamin oleh sarana transportasi umum. Apabila menggunakan kereta bawah tanah, pengunjung dapat turun di Anguk Station exit 2 lalu menaiki bus ke halte bus terdekat selama 19 menit.9
Peng elolaan Wisata
Khusus untuk hanok, Pemerintah Kota Seoul, spesifiknya dalam Divisi Preservasi Hanok, mengimplementasikan kebijakan 10 tahun dalam upaya melestarikan hanok tradisional, dengan mengikutsertakan Bukchon bersama dengan desa hanok lainnya di Korea Selatan.10
Sejarah, kultur, dan infrastruktur di jantung kota metropolitan
Indonesia, sebagai negara multikultural, pun bisa menggunakan rumah adat daerah di Indonesia sebagai daya tarik wisata. Salah satu contoh adalah Plataran Dharmawangsa, yang membawa konsep rumah tradisional Jawa dalam bangunan dan suasana restoran.
Kebijakan yang tegas untuk menanggulangi dampak mass tourism
Bukan tanpa masalah, pengembangan wisata dengan konsep seperti BHV perlu didukung regulasi yang menjamin kenyamanan bersama. Penduduk BHV banyak mengeluhkan “pelanggaran privasi, kebisingan yang berlebihan, dan tumpukan sampah karena kerumunan wisatawan”, pun “buang air kecil di gang-gang sempit yang memisahkan hanok karena kurangnya kamar mandi umum”11. Diperlukan kebijakan tegas dan perencanaan robust, serta penataan ruang yang bijak untuk memastikan kenyamanan wisatawan dan juga masyarakat setempat.
Community-owned social areas
Sebagai salah satu aspek sustainable tourism yang telah dipaparkan di konten-konten sebelumnya, destinasi wisata perlu untuk turut memberdayakan komunitas sekitar dalam manajemennya. Seperti juga yang sudah diterapkan di Warung Kopi Klotok yang berada di Yogyakarta.
Walkability
Walkability kawasan bersangkutan sangat dibutuhkan. Untuk memastikan bahwa area wisata sustainable dan sehat secara kualitas udara, pula mudah dijangkau serbagai kalangan.
DIGEST
Experiencing the nature and culture of Wonosobo tourism trails
Di antara karya-karya Shirvano dalam perencanaan pariwisata, terdapat beberapa KSPK pada salah satu jalur strategis di Kabupaten Wonosobo, yang terbentang mulai dari selatan hingga utara. Jalur ini terkait dengan jalur strategis nasional yang menghubungkan KSPN Dieng dengan DPN BorobudurYogyakarta sekitarnya.
KSPK (Kawasan Strategis Pariwisata Kabupaten) adalah sebuah perencanaan strategis bagi kawasan wisata yang merupakan produk turunan dari Ripparda (Rencana Induk Pariwisata Daerah) Dalam skema dan susunan hierarki perencanaan di Kabupaten Wonosobo, Ripparda yang kemudian juga dikenal sebagai Ripparkab (Rencana Induk Pariwisata Kabupaten) ini menghasilkan enam DPK (Daerah Pariwisata Kabupaten) di Kabupaten Wonosobo. Dalam masing-masing DPK tersebut dirumuskan satu atau lebih KSPK /KPPK (Kawasan Pengembangan Pariwisata Kabupaten) Pada edisi kali ini, setidaknya akan dibahas 3 KSPK-KPPK di 3 DPK dari 6 DPK yang ada di Kabupaten Wonosobo.
KSPK Kejajar Garung berada pada sisi utara Kabupaten Wonosobo dan terletak di Dataran T inggi Dieng yang berbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara. Lokasi ini terdiri atas dua kecamatan, yaitu Kecamatan Kejajar dan Garung.
Konteks perencanaan pada kawasan ini meliputi multi stakeholder yang cukup holistik dan terdiri dari banyak unsur pelaku wisata. Dalam prosesnya, tim Shirvano melakukan wawancara pada setidaknya 55 narasumber dan melakukan penelusuran ke berbagai objek wisata alam, budaya, serta desa wisata yang ada di kawasan ini.
https://doi.org/10 1177/004728759303100459 4Nabila, A D., & Widiyastuti, D. (2018) Kajian Atraksi, Amenitas dan Aksesibilitas
Potensi alam yang unik dan menarik serta kekhasan budaya seperti ritual adat dan tradisi “ruwat rambut gimbal” menjadi daya tarik utama kawasan. Ragam potensi tersebut dirangkum dalam sebuah konsep bertemakan “Eco Cultural” yang diambil dari kata eco dan cultural yang merupakan hasil ekstraksi dari temuan di lapangan dengan 30 instansi/ kelompok dan kurang lebih 55 informan. 44% di antara para narasumber tersebut memiliki kecenderungan/concern ke arah pengembangan ecological dan 70% menekankan pada pentingnya pengembangan komunitas yang mencakup aspek sosial dan budaya
Implikasinya muncul pada kombinasi atraksi wisata yang akan dikembangkan, serta prinsip yang diterapkan seperti pengembangan atraksi alam yang sudah ada, konservasi lingkungan, serta dihidupkannya kebudayaan asli dan folklore masyarakat dengan membawa tema wisata perjalanan. Hal ini kemudian diselaraskan dengan pengembangan wisata KSPK Kejajar-Garung yang juga termasuk dalam pengusulan Geopark Nasional Dieng Plateau
Pada intinya, gagasan pada KSPK ini menekankan pentingnya mengkombinasikan alam dan budaya dalam sebuah landscape kawasan untuk menjadi tujuan wisata yang menarik.
://
publications/260722-none-3b13b66c.pdf] Seoul Hanok. n.d.) Seoul Hanok. Seoul Hanok. [https://hanok.seoul.go.kr/front /eng town town01.do Seoul Hanok. n.d.) Seoul Hanok. Seoul Hanok. [https://hanok.seoul.go.kr/front /eng exp expStay.do] 7Adaysophie. (2022 June 12) KOREA VLOG Bukchon Hanok V illage & ongno must-visit area in Seoul moving in korea ep.8 YouTube. https://youtu.be/3 5YCrjES5U Yoon, H. (2022 July 3) Getting around in Seoul Lonely Planet. [https://www.lonelyplanet.com articles getting-around-seoul ] Be Marie Korea. (2020 June 1) How To Go To Bukchon Hanok V illage W hat To V isit And W here To Stay Be Marie Korea. https://bemariekorea.com/how-to-go-to-bukchon-hanok-village/] Seoul Hanok. (n.d. Seoul Hanok. Seoul Hanok. https://hanok.seoul.go.kr/front eng/intro.do tab=1] 11Steger, I. (2018 June 19) Seoul s Bukchon Hanok V illage is fighting back against excessive tourism. Quartz https://qz.com/1308855/seouls-bukchon-hanok-village-is-fighting-back-against-excessive-tourism
Apa yang bisa kita pelajari dan adopsi untuk penerapan di Indonesia?KSPK Kejajar Garung dan sekitarnya
KSPK sebagian Kertek terletak pada bagian timur Kabupaten Wonosobo yang berperan sebagai gerbang pintu masuk wisatawan dari arah Kabupaten Temanggung, Semarang, dan sekitarnya. Lingkup perencanaan pada kawasan ini setidaknya mencakup 11 desa pada wilayah Kecamatan Kertek.
Perumusan gagasan dan penggalian masalah didapat melalui perjalanan di sepanjang kawasan dan perbincangan dengan pelaku wisata utamanya warga, pemerintah desa, pokdarwis, maupun pengelola wisata dan basecamp pendakian gunung. Kemudian, disimpulkan bahwa keutamaan kawasan ini adalah berkembangnya wisata minat khusus alam dan budaya seperti
Secara umum, visi kawasan yang diangkat adalah “Journey to the Soul of Java” dengan konsep pengembangan WANDERLUST. Konsep ini dapat dimaknai sebagai pariwisata yang diwujudkan dengan misi untuk melakukan perjalanan, menggali cerita, dan melakukan petualangan di alam terbuka.
Wanderlust menekankan makna dari pola perjalanan wisata di kawasan yang dapat dialami dan dirasakan oleh wisatawan, mulai dari merasakan dan menjelajah alam terbuka (adventure and experiencing); pengalaman memahami sejarah masa lalu, budaya, dan spiritual kawasan melalui berbagai peninggalan, arca, dan situs yang tersebar di kawasan (journey); serta pengusahaan ekonomi melalui kekhasan lokal untuk meningkatkan nilai ekonomi seperti produk kopi, yoghurt, tempe kemul, nasi jagung dan produk kerajinan di kawasan (ecommunity).
Konsep ini berimplikasi pada aktivitas di lapangan yang tidak terlalu masif, memanfaatkan keragaman kontur eksisting dan menekankan pada penguatan storynomics melalui pemanduan kawasan.
Pada KPPK Sapuran Kepil sekitarnya, digagas visi “The Adventurous Treasure” untuk mengangkat Sapuran Kepil sebagai tempat bagi adventure experiences, dengan mengangkat ekonomi lokal dan pengembangan komunitas, serta konservasi alam.
Untuk mewujudkannya, diramu konsep Active Tourism, yang berfokus pada aktivitas fisik di alam terbuka, serta eksplorasi tempat baru beserta sumber daya yang ada dengan masyarakat lokal, tanpa menyebabkan kerusakan lingkungan.
Komponen utama dalam konsep ini yaitu petualangan (adventure) sebagai rekreasi, budaya (culture) sebagai bagian dari edukasi bagi wisatawan, serta alam (nature) yang menjadi nilai tambah dan dapat meningkatkan perekonomian dengan meminimalkan dampak lingkungan untuk melindungi biodiversitas.
Keterkaitan antar konsep
Membentang dari selatan ke timur dan utara, konsep pada KPPK Sapuran Kepil, KSPK Kertek, dan KSPK Kejajar Garung pada hakikatnya saling terkait membentuk ruang pariwisata yang berkelanjutan.
Bergerak dari sisi selatan dengan gerbang masuk Kecamatan Kepil dari Kawasan Borobudur, wisatawan dapat difokuskan pada petualangan dan kegiatan aktif di ruang terbuka melalui berbagai pilihan olahraga alam.
KPPK Sapuran Kepil dan sekitarnya terletak pada sisi selatan Kabupaten Wonosobo yang menjadi jalur gerbang masuk dari arah Borobudur. Nilai strategis kawasan ini dinilai dari adanya jalur strategis nasional tersebut. Lingkup perencanaan pada KPPK ini meliputi Kecamatan Sapuran yang terdiri atas 17 desa dan Kecamatan Kepil dengan 21 desa di dalamnya.
Melalui perjalanan dan perbincangan dengan para pelaku wisata, ditemukan bahwa kegiatan wisata di kawasan ini didominasi oleh wisata alam minat khusus yang menekankan pada aktivitas luar lapangan seperti eep, offroad, trabas, river tubing, rock climbing, camper van, dan outbond dengan dukungan oleh kegiatan kebudayaan serta pasar kuliner yang menjajakan makanan tradisional khas kawasan. Selain itu, berbagai produk lokal seperti opak, ukir batu, batik carica, kopi robusta, batik tulis, nasi jagung, teh bunga pinus, ukir kayu, hingga tikar khas menjadi pendukung pengembangan wisata.
Bergerak ke arah timur, wisatawan menuju gerbang “The Soul of Java” yang menawarkan wisata minat khusus alam serta budaya khususnya religi dan sejarah dengan perjalanan slowliving culture.
Melalui perjalanan tersebut, wisatawan tiba pada KSPK Kejajar Garung yang menyimpan berbagai wisata alam dan budaya serta festival tahunan yang sudah menjadi daya tarik utama kawasan.
Selain terletak pada jalur yang searah dan berurutan, perencanaan kawasan ini menekankan pada aktivitas wisatawan yang tidak masif, berorientasi pada kegiatan menjelajah dan menikmati alam (experiencing, nature) serta didukung dengan pengembangan berbagai industri pariwisata dan produk lokal seperti batik, carica, makanan khas, kopi, hingga produk ukiran dari masyarakat lokal (economy, social).
Tentunya, hal tersebut berimplikasi pada corak kegiatan wisata, dengan adanya pembatasan wisata masif yang tidak ramah lingkungan. Selain itu, terdapat peningkatan partisipasi masyarakat lokal serta pengembangan tour guide lokal untuk wisatawan menikmati perjalanan wisata dengan storynomics kawasan. Dengan demikian, tentunya hubungan dan sinergitas antar pelaku wisata dapat terjalin dan menjamin berlangsungnya wisata berkelanjutan.
KPPK Sapuran Kepil
Lipursari, a unique natural, cultural, and inspirational scenery tourism
Visioning All-in-One Creative Edu Co-Tourism
Lipursari at a glance
Desa Lipursari terletak di sebelah selatan Kota Wonosobo, tepatnya di Kecamatan Leksono, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Lokasi ini terbilang cukup strategis karena dekat dengan Ibu Kota Kabupaten dan Jalan Arteri Banjarnegara-Temanggung. Secara geografis, desa ini memiliki luas 4.03 km² dan ketinggian sekitar 700-750 mdpl dengan kelerengan 8-40%. Kondisi tersebut membuat lahan di Desa Lipursari mayoritas menjadi perkebunan dan hutan produksi, dan sisanya dipergunakan untuk sawah dan permukiman. Lipursari juga termasuk dalam DPK Serayu dengan tema pengembangan wisata alam, dan memiliki amenitas pendukung pariwisata, wisata minat khusus, dan wisata agro. Wisata unggulan yang ditawarkan adalah wisata alam Bukit Mbeser dan embung desa, wisata edukasi kampung literasi, dan wisata budaya.
Aligning sustainable tourism concept
Mengutip Renstra Kemenparekraf, apabila daya tarik pariwisata yang sebagian besar ada di daerah pedesaan mampu dikelola melalui pendekatan pembangunan kepariwisataan berkelanjutan secara terpadu dan berkelanjutan, sangat dimungkinkan dapat memberi nilai tambah. Tidak hanya dari aspek ekologis, edukatif, dan aspek sosial budaya, tetapi juga nilai tambah aspek rekreatif dan aspek ekonomis yang bermanfaat bagi kesejahteraan bangsa. Hal ini juga mampu meminimalisir tingkat kemiskinan dan kesenjangan pembangunan di perdesaan1. Maka, pertanyaan selanjutnya adalah, apakah pariwisata di Desa Lipursari telah sesuai memenuhi pendekatan pembangunan kepariwisataan berkelanjutan?
Terdapat empat elemen kunci yang dirumuskan tim Shirvano dalam menyusun konsep pariwisata Desa Lipursari, yaitu; ekologi, pemberdayaan masyarakat, pendidikan, dan pengembangan industri pariwisata. Penerapan keempat elemen tersebut dalam konsep pariwisata Desa Lipursari diharapkan dapat sejalan dengan konsep pariwisata berkelanjutan yang memperhitungkan sepenuhnya dampak ekonomi, sosial dan lingkungan pada saat ini dan masa depan, serta memenuhi kebutuhan pengunjung, industri, lingkungan, dan masyarakat tuan rumah2.
Developing Creative EduCoVillage concept
Komponen konsep wisata
Konsep “Creative EduCoVillage” mengacu pada kata kunci kreatif, edukatif, dan ekologi, yang bertujuan untuk mengoptimalkan keunikan budaya dan gaya hidup desa, kekuatan sumber daya manusia, dan potensi pengembangan pariwisata di Desa Lipursari. Konsep tersebut bertujuan untuk menciptakan desa wisata yang terintegrasi dengan memaksimalkan seluruh peluang pengembangan sektor pariwisata; ekowisata, agrowisata, dan wisata edukasi.
Masyarakat Desa Lipursari, sebagai key person pengelola dan pengembangan desa, turut serta terlibat dan didukung dengan berbagai program pemberdayaan pariwisata, dengan berkolaborasi bersama para stakeholder. Pemberdayaan ini meliputi program pelatihan SDM pariwisata, pertanian, dan pembentukan lembaga pengelola wisata agar masyarakat dapat memiliki rasa tanggung jawab terhadap pariwisata daerahnya, yang manfaatnya dapat kemudian mereka nikmati sendiri. Kehadiran elemen edukasi yang menjadi bagian dari konsep, merupakan komponen pendukung untuk pemberdayaan masyarakat melalui program literasi bagi seluruh lapisan masyarakat desa mulai dari yang muda hingga yang tua. Selanjutnya, konsep pariwisata di Lipursari akan dikembangkan dengan fokus pada peran desa sebagai desa wisata dan desa pintar serta didukung oleh komunitas yang berinovasi.
Tourism development areas
beser
Melihat kondisi Bukit Mbeser yang terbengkalai, menjadi urgensi rencana revitalisasi kawasan ini. Bukit Mbeser berpotensi menjadi salah satu daya tarik wisata di Lipursari dikarenakan pemandangan alamnya yang indah. Pada rencana revitalisasi nantinya, Kawasan Bukit Mbeser akan dibagi menjadi tiga area utama, yaitu area komersial, area rekreasi, dan area tinggal. Area komersial meliputi kios makanan dan oleh-oleh serta sarana penunjang. Area rekreasi terdiri atas area hiburan seperti viewing deck, panggung budaya, dan playground Sedangkan area tinggal berupa area camping keluarga yang menghadirkan pengalaman tinggal di bukit.
Agrowisata Embung Desa Lipursari
Desa Lipursari juga memiliki embung desa yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi salah satu destinasi wisata. Untuk mendukung keberadaan embung dan lapangan desa, akan diberikan fasilitas tambahan guna menunjang fungsinya sebagai pusat agrowisata dan edukasi pertanian. Rencana pengembangan wisata embung desa ini meliputi pengembangan embung dan kebun wisata, penyediaan gazebo, serta penyediaan fasilitas penunjang seperti pendopo, sarana edukasi penjualan bibit, gudang penyimpanan hasil kebun, dan restoran.
Menikmati pemandangan hutan dan persawahan sembari mengarungi arus sungai menjadi pengalaman menarik yang bisa ditemukan di Desa Lipursari. Untuk mengembangkan atraksi ini, rencana pengembangannya mencakup starting point di Dusun Bringin, transit area, finish point dan pickup point di Dusun Dampit. Pengembangan kawasan ini juga akan didukung dengan perbaikan dan penyediaan gazebo, resto, dan fasilitas penunjang seperti toilet dan kamar mandi.
Anambas, the jewel of Indonesian archipelago
Tourism potential in Anambas
Kepulauan Anambas merupakan sebuah kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau dengan ibukota yaitu Tarempa. Dijuluki sebagai “The Next Luxury World Destination”, Anambas terletak strategis di persimpangan jalur negara-negara ASEAN. Seluas 98,65% wilayah Anambas merupakan perairan dengan daratan sebesar 63.437 m2. Di antara ratusan pulau yang ada di dalamnya, hanya 26 pulau yang berpenghuni. Sedangkan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Anambas 2011-2031, sebagian dari wilayah ini direncanakan untuk kawasan pariwisata, sedangkan sebagian lainnya untuk kawasan hutan lindung.
3A tourism strategy
Forestry and Agriculture
Untuk mengakomodasi minat pengunjung untuk menikmati keindahan alam di kepulauan ini, Eco Dive Resort dapat dikembangkan di setiap kecamatan.
Dilihat dari kondisi alam dan lingkungannya, Anambas memiliki berbagai potensi pariwisata untuk dikembangkan terutama dalam hal wisata bahari. Dengan berbasiskan konsep eco-tou i m, pariwisata Anambas dapat membantu menunjang kehidupan masyarakat lokal. Terdapat 5 destinasi utama yang berpotensial untuk dikembangkan
Pantai Padang Melan
Pulau Penjali
Pulau Mengkian Panjan
Pulau Renge
Pulau Durai
elopment
Holistic Archipelago Development
Konsep pengembangan ini mengedepankan kepentingan 3 aspek berikut. Su tainable Fi hing and Aquacultu e untuk menciptakan populasi biota laut yang sehat dan produktif serta minim terkena dampak pembangunan. Untuk mencapai hal ini, dilakukan pendekatan Blue Ci cula Holi tic Economy. Kedua, High-End Eco Tou m untuk menghindari lonjakan pasar massa yang berpotensi merusak alam. Terakhir, Ag ofo e t y and Biodive ity yang diwujudkan melalui konservasi, sumber daya ekonomi terbarukan, ketahanan dan keberlanjutan pangan, serta keanekaragaman hayati.
Kepulauan Anambas dapat mengakomodasi sebanyak 3 marina. Dengan pengembangan ketiga marina tersebut, kawasan ini akan mampu menampung sekitar 1000 pinisi dan yacht untuk datang dan bersandar setiap tahunnya.
Aquaculture
Budidaya perairan yang dilakukan bersamaan dengan pemberdayaan kehidupan lokal sebagai strategi preservasi kawasan dan biota laut.
Amenitas
Holistic Economy
Merupakan pendekatan yang memandang kesejahteraan bumi dan generasi mendatang sebagai bagian dari pemikiran ekonomi. Holi tic Economy menjadikan kehidupan nyata yang lebih baik dan berkelanjutan menjadi tujuan.
Keberadaan fasilitas penunjang tentunya sangat penting untuk memenuhi akomodasi wisatawan. Amenitas menjadi hal yang krusial mengingat kenyamanan wisatawan juga berpengaruh terhadap keberlanjutan pariwisata. Di Kepulauan Anambas sendiri, eco e o t dan amenitas lainnya telah tersedia di wilayahnya. Contohnya Pulau Bawah yang menyuguhkan e o t mewah nan ramah lingkungan. Resort dan villa di wilayah ini berlomba-lomba memanfaatkan limbah yang dihasilkan dari aktivitas penginapan agar menjadi ze o wa te ke lingkungan sekitar.
Aksesibilitas
Aksesibilitas berkaitan dengan semua jenis sarana dan prasarana transportasi yang mendukung pergerakan wisatawan. Beberapa depan, diperkirakan Anambas akan 4 titik transit yaitu Pulau
Jemaja, Pulau Telaga, Pulau Siantan, Pulau Mengkait. Kemudahan berpindah tempat ini nantinya juga didukung oleh e o t- e o t yang akan dibuat saling terkoneksi satu sama lain.
Sustainable tourism in Anambas
Pengembangan pariwisata di Kepulauan Anambas dapat menjadi salah satu pionir dalam penerapan konsep holi tic development di Indonesia. Jika Anambas menerapkan konsep ini secara konsisten di masa mendatang, maka secara tidak langsung kepulauan ini juga akan menjalankan kepariwisataan yang berkelanjutan
Apabila dilihat dampaknya dari segi lingkungan, penerapan sistem yang eco-f iendly ini menjadi momen pemberian perlindungan untuk salah satu pulau di Indonesia yang paling indah namun berpotensi terancam kelestariannya apabila tidak dikelola dengan baik. Wujud nyata ke depan dari penerapan konsep ini adalah dijadikannya Anambas sebagai Show oom Pengembangan Terintegrasi Eco Tou m Abad ke-21. Tidak hanya berdampak pada alam, nantinya pariwisata Anambas juga dapat berperan dalam menggerakan roda perekonomian lokal seperti datangnya investasi, pajak, dan evenue dalam jumlah besar. Selain itu, lapangan pekerjaan baru dan bisnis pemasok makanan, transportasi, dan pertanian yang dimiliki oleh masyarakat lokal juga kemudian dapat ikut berkembang.
Zam Zam Masrurun, S.Si., M.Sc.
adalah Head of Tourism & Rural Development di Shirvano Consulting. Akrab dipanggil Mas Zam, beliau tertarik dengan pengembangan wisata olahraga, pemberdayaan masyarakat, dan pendidikan. Mas Zam memiliki beragam pengalaman dalam industri pariwisata, salah satunya sebagai team leader dari project perencanaan pariwisata Shirvano Consulting yang diulas pada chapter Digest [lihat halaman 13-19].
Synergizing the authorities:
A way to respond to the intricacy of sustainable tourism planning
Bagaimana cara menanamkan mindset “sustainable” dalam benak perencana pariwisata?
Perencanaan pariwisata yang matang dan telah diuji dengan analisis ilmiah terkadang menghadapi tantangan tak terduga di realitanya. Proporsi aspek lingkungan, ekonomi, dan komunitas dalam wisata idealnya bisa seimbang untuk dapat dianggap “berkelanjutan”. Terkadang, ketiga hal itu tidak seimbang. Sebagai perencana wilayah, kita harus memahami bahwa tanggung jawab perencanaan itu tidak hanya kepada klien yang memberikan anggaran, tapi juga kepada masyarakat lokal yang akan terdampak. Untuk mengusulkan desain jalan saja harus berhati-hati, terlebih dalam merencanakan pariwisata, yang tentu memiliki banyak stakeholder; dari pelaku wisata, rute dan akses pengemudi, dan sebagainya. Meski tidak mudah, sebagai konsultan kita perlu mengingat untuk memperjuangkan hal ini, tapi juga harus sesuai konteks.
Apa elemen penting dalam merencanakan pariwisata berkelanjutan?
Dari berbagai project yang kita kerjakan, kita mengambil kesimpulan bahwa stakeholder memerlukan treatment khusus. Pada tahun 2019, kita rumuskan bagaimana penanganan yang tepat untuk hal ini. Muncullah analisis stakeholder mapping yang sampai saat ini kita gunakan, terutama pada project yang melibatkan stakeholder yang banyak
Pada perencanaan pariwisata dengan skala makro ini, salah satu output-nya adalah program dan kebijakan. Output tersebut harus tepat sasaran, adil, dan berkelanjutan. Stakeholder mapping berupaya untuk mencapai hal tersebut dengan menghimpun seluruh aspirasi pihak yang terkait pada suatu tema pembangunan. Di awal kita petakan dulu siapa saja stakeholdernya dari hulu sampai hilir, mulai pemangku kebijakan hingga siapa operator di lapangan. Kemudian, kita wawancara satu persatu terkait peran, fungsi, kepentingan, dan keterlibatan masing-masing pihak. Apabila terdapat stakeholder dengan peran signifikan tapi tidak mempunyai power untuk menyuarakan aspirasi, kita pertemukan dalam Focus Group Discussion (FGD) dengan pihak yang lain.
It takes time, tapi sesuai prinsip bahwa tanggung jawab kita adalah juga kepada masyarakat, hal ini menjadi pegangan untuk mendapat output terbaik. Project Kawasan Strategis Pariwisata Kabupaten (KSPK) Kejajar Garung di Dieng misalnya, melewati proses stakeholder mapping yang cukup panjang. Hal ini dikarenakan lokasi perencanaan yang meliputi 2 kabupaten dan melibatkan beberapa dinas dan kementerian. Salah satu skill penting dalam proses ini adalah kemampuan wawancara dengan pendekatan yang fleksibel dan adaptif. Kemudian, selain dari segi kelembagaan, kita memiliki analis lingkungan yang juga berpengaruh signifikan dalam merencanakan pariwisata berkelanjutan.
Apakah terdapat indikator dalam mencapai pariwisata berkelanjutan?
Ada indeksnya, tapi menurut saya, setiap kawasan memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga harus disesuaikan dengan kriteria kawasan tersebut. Paling tidak, ketika selalu mengusahakan aspek ekonomi berjalan, aspek ekologi terjaga, dan community terlibat. Sebetulnya, keberlanjutan dalam pariwisata saat ini menjadi menarik karena trennya berubah pasca pandemi. Setelah melewati “matinya” pariwisata di awal outbreak COVID-19, disusul new normal, kemudian early euphoria, saat ini di fase post-normal, terdapat pergeseran regulasi, politik, dan teknologi. Hal ini mempengaruhi perubahan karakteristik wisatawan, yaitu tidak suka berkerumun, mementingkan kehigienisan, dan lebih empati terhadap societ y. Hal ini yang kemudian perlu kita dorong dan menjadi pertimbangan dalam merencanakan pariwisata.
Bagaimana bayangan masa depan pariwisata di Indonesia menurut Mas Zam?
Selain wisatawan yang semakin responsible, teknologi digital akan menjadi katalis dan mendisrupsi sistem konvensional. Hal ini telah berlangsung secara berangsur-angsur. Selain itu, fakta bahwa kita sudah tidak bisa bergantung pada wisatawan nbound akan menjadi hal yang perlu kita pikirkan bersama dengan memajukan pasar domestik. Ketika terjadi resesi atau outbreak lagi di masa depan, dari segi ekonomi kita tidak akan terlalu terpengaruh seperti yang sebelumnya terjadi.
Tantangan dalam merencanakan pariwisata?
Tentu banyak, teman-teman alam atau penggiat ekologi akan mempertanyakan dampaknya. Banyak kawasan yang harus beralih menjadi komersial karena kebutuhan ekonomi. Selain itu, perencanaan idealnya harus melibatkan masyarakat dari proses perencanaan. Sehingga masyarakat lah yang mendapatkan manfaat terbesarnya, ini juga agar tidak terjadi “kebocoran” ekonomi. Tidak akan menjadi sustainable apabila masyarakat tidak memiliki daya atau tidak berkontribusi.
Mas Zam sudah menggarap beragam perencanaan sustainable tour ism selama 3 tahun bersama Shir vano Consulting. Manakah project yang berkesan?
Setiap project ada keunikannya masing-masing. Salah satu yang paling berkesan adalah KSPK Kejajar Garung di kawasan Dieng karena kepentingannya sangat banyak dan melibatkan stakeholder level nasional, sehingga perlu sangat berhati-hati dalam menganalisa dan mengambil kesimpulan agar seluruh pihak dapat tercapai aspirasinya. Selain itu, lingkungan Dieng sekarang memiliki banyak permasalahan, dari suhu panas, degradasi tanah dan lingkungan yang parah, dan banjir. Hal ini menjadi tantangan tersendiri. Pada setiap pengembangan di kawasan tersebut, ada kaidah ekologi dan preservasi budaya yang kemudian harus dilakukan, dan itu ada di dalam peraturan daerah yang kita susun
Konteks lokasi lain juga menarik, misalnya KSPK Kertek karena merupakan lahan pertambangan tapi memiliki berbagai peninggalan sejarah. Saya membayangkan KSPK Kertek ini akan sangat berkembang di masa depan, didukung dengan wisata pertanian dan gaya hidup slow-liv ng di wilayah tersebut.
Apakah Mas Zam memiliki benchmar k dalam merencanakan sustainable tour ism?
Benchmark setiap perencanaan tidak bisa diseragamkan, karena kebutuhannya berbeda. Untuk KSPK Kejajar Garung, saya banyak belajar dari Lugu Lake Tiongkok karena ketinggian dan komoditasnya cukup mirip dengan Dieng, dan terdapat festival budaya. Dari situ kami merumuskan konsep eco cultural tourism. Contoh lainnya, misal untuk KSPK Kertek, saya mempelajari konsep Slow Food dan rute wisata Camino de Santiago di Eropa karena keduanya applicable untuk konteks lokasi Kertek.
Sebagai penutup, saya percaya bahwa perencana memiliki tanggung jawab bukan hanya terhadap klien, akan tetapi juga kepada masyarakat dan alam. Harapan saya, perencanaan pariwisata di masa depan akan lebih partisipatif, tak hanya dengan seluruh pemangku kebijakan tetapi juga masyarakat lokal.