Edisi No. 170/Tahun XXIII/ Oktober-November 2012
CMYK
Ide/Grafis/Karikatur: Dedi/Faeza/Aai
ISSN: 1412-890X
2
Edisi No. 170/Tahun XXIII/ Oktober-November 2012
Fajar
Saripati
Ini Urusan Siapa? Perkara Pedagang Kaki Lima (PKL) yang ‘tumbuh’ di beberapa sudut kampus sudah menjadi cerita lama. Kisah ini sungguh dilematis. Di satu sisi, kampus sebagai lembaga institusi seharusnya bersih dari PKL yang –katanya- merusak pemandangan kampus ideal. Sementara, pedagang sendiri menjadikan kampus sebagai salah satu lahan untuk mencari nafkah, membiayai keluarga. Hingga kini, persoalan ini tak kunjung ditemukan solusi yang menguntungkan kedua belah pihak; antara kampus dan PKL itu sendiri. Dari awal, masalah ini seyogyanya sudah diberi batas tegas; apakah PKL boleh berdagang di lingkungan kampus atau tidak. Kalau boleh, bagaimana pengaturannya. Bila tidak, apa bentuk aturan yang melarangnya. Semuanya masih samar-samar, setidaknya secara teknis dan praktis. Sedangkan, bila dianalisis lebih jauh lagi, PKL masih dimanfaatkan secara sukarela oleh civitas akademika. Mereka butuh jajan. Bila tidak di sana, dimana lagi? Kampus pun belum menyediakan tempat resmi untuk belanja. Bagi orang ‘atas’, faktor kebutuhan inilah yang menyebabkan PKL tidak dapat dilarang secara tegas; sebab mereka masih dibutuhkan oleh mahasiswa dan warga kampus lainnya. Akhirnya, PKL semakin menjamur saja. Dari satu tenda menjadi dua, tiga dan lebih banyak lagi. Dari satu jenis makanan saja, menjadi berbagai jenis jajanan. Bahkan ada yang tidak hanya menjual makanan, pun aksesoris remaja sudah mulai pula terkembang tikarnya. Beberapa sudut kampus sudah kelihatan seperti pasar kaget yang selalu ramai setiap hari kerja dari pagi hingga sore. Tidak hanya PKL, pengemis pun rentan masuk ke lingkungan kampus, bahkan ke kelas-kelas perkuliahan. Mulai dari orang tua, yang cacat, dan anak-anak. Kalaupun harus mencari nafkah, seharusnya melihat-lihat situasi dulu. Kapan dan dimana mereka boleh meminta-minta. Pun, mereka juga tidak dapat disalahkan sepenuhnya. Pihak kampus melalui tim pengontrol lingkungan luput terhadap masalah ini. Buktinya, masih ada juga orang gila, pengemis dan pemintaminta berkeliaran tak tentu arah. Banyak dosen yang mengeluh ketika seorang pengemis tua renta tiba-tiba masuk ke kelas. Begitu pula dengan tukang ojek, mahasiswa yang mengendarai motor dengan knalpot keras, lahan parkir yang sangat tidak kondusif, dan sampah yang bertebaran di manamana lantaran jumlah tong sampah yang minim. Ditambah lagi dengan sanitasi yang kurang baik, kelas perkuliahan yang kurang, dan dosen yang ‘kurang senang’ mengajar. Bagaimana pihak kampus mengurus ini? Bertahun-tahun, masalah-masalah ini terus ada. Kalaupun pihak atas sudah berupaya keras untuk menyelesaikan masalah ini, tapi buktinya persoalan ini tetap ada. Apakah pihak kampus harus putus asa, atau lepas tangan? Rasanya tidak. Ini masih menjadi pekerjaan rumah buat pejabat terkait demi terciptanya lingkungan kampus yang kondusif dan nyaman untuk belajar. Semua masalah ini harus diselesaikan. Pihak kampus harus mampu membangun kerjasama dengan semua warga kampus untuk berperan serta menanggulangi masalah ini. Sudah waktunya ada kebijakan yang tegas dan jelas, agar semuanya tidak samar-samar dan menjadi perbincangan di belakang layar lagi.
Gantole
+ Perkara yang Tak Kunjung Usai - Patah Tumbuh Hilang Berganti
+ Menunggu Umpan Balik P3N-KC - Jangan sampai, minyak habis sambal tak enak + Cerita Setelah Setahun SM3T - Semoga kabar baik!
Mendambakan Universitas (Kampus) Hijau Pada 28 November ini, beberapa universitas di Indonesia mendapatkan penghargaan dari Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono sebagai universitas hijau. Kita sebagai civitas akademika Universitas Negeri Padang juga mendambakan penghargaan sebagai universitas (kampus) hijau tersebut. Namun demikian, penghargaan itu bukanlah menjadi yang utama, tetapi harapan kita adalah terwujudnya universitas dengan lingkungan kampus hijau, asri, kondusif, dan ramah. Dengan perencanaan yang tepat, selayaknya universitas melakukan penanaman pohon pelindung secara serentak dan didukung oleh semua sivitas akademika di kampus ini. Pohon-pohon pelindung yang telah ditanam tersebut harus dijaga dan dipelihara oleh seluruh masyarakat kampus, baik pimpinan, dosen, pegawai, dan mahasiswa. Program ini seyogyanya tetap dilakukan walaupun universitas ini tiap tahun terus berbenah dengan pembangunan gedung-gedung baru. Kita berharap program kampus hijau tetap dapat dilaksanakan beriringan dengan pelaksanaan pembangunan gedung-gedung baru tersebut. Selain itu, agar menjadi kampus yang ramah, universitas juga membangun koridor-koridor penghubung agar semua civitas akademika dapat berjalan antargedung dan antarfakultas. Pada beberapa tempat, koridor pejalan kaki dengan atap pelindung sudah mulai dibangun. Selayaknya, pada tahun depan pembangunan koridor ini tetap dilanjutkan sehingga semua gedung dan fakultas terhubung deng koridor pejalan kaki tersebut.
Jika koridor penghubung antargedung dan antar fakultas itu terwujud, universitas dapat pula menata kantong-kantong parkir bagi semua civitas akademika. Kantong-kantong parkir di tiap fakultas dan lembaga harus diadakan dan dikelola pula secara baik. Jika hal ini terwujud, universitas dapat pula membuat program berjalan kaki di lingkungan universitas. Artinya, sivitas akademika hanya dibolehkan menggunakan kendaraan menuju dan dari kantong parkir ke luar universitas. Di dalam universitas, sivitas akademika harus berjalan kaki. Jika hal ini terlaksana kita akan menyaksikan kampus hijau, asri, kondusif, dan ramah. Kondisi lingkungan kampus demikian akan dapat mendukung pelaksanaan kegiatan perkuliahan yang berkualitas. Lingkungan kampus yang kondusif, ramah, dan nyaman itu akan memacu semangat dosen dan mahasiswa melaksanakan berbagai kegiatan akademik di kampus ini. Kesembrautan kendaraan bermotor di dalam kampus bahkan di samping ruang-ruang kuliah tidak akan ada lagi. Jika program lingkungan kampus hijau, asri, kondusif, dan ramah tersebut dilaksanakan secara berkelanjutan dengan berbagai aspek penataan tersebut, maka suatu saat kita pasti menikmatinya. Oleh karena sejak tahun ini, universitas kita mulai membangun gedung-gedung baru, maka universitas dapat terus melaksanakan penataan kampus hijau secara beriringan dengan pembangunan gedung tersebut. Ketika pembangunan gedung selesai kita juga menikmati program penataan lingungan kampus hijau tersebut. Semoga. (Eto)
Pokok Padang Assalamualaikum, Wr. Wb. Dan alangkah indah kehidupan tanpa merangkakrangkak di hadapan orang lain (Pramoedya Ananta Toer) Kutipan yang indah sekali dan akan lebih indah kalau itu nyata dialami. Ganto mencoba mengartikan kutipan ini untuk terus belajar mandiri melalui beragam proses. Di sela-sela kesibukan aktivitas perkuliahan, Ganto edisi 170 akhirnya kembali hadir ke pembaca. Di samping memperbaiki kualitas dan pencitraan di mata masyarakat, UNP tampaknya sedikit mengabaikan hal-hal kecil dalam lingkungan kampus, yang menyebabkan timbulnya ketidaknyamanan dan ketidaktertiban warga kampus. Keadaan ini mulai dari simpang siurnya kendaraan, parkir yang tidak tertur, ojek yang masuk tanpa ada aturan, pengemis yang berupaya mencari nafkah di kampus, pemulung, dan pedagang kaki lima seakan dibiarkan bebas masuk kampus. Hal ini dibahas Ganto pada Laporan Utama kali ini. Pembaca akan mengetahui kondisi yang ada serta solusi-solusi yang ditawarkan oleh pakar-pakar yang berkompeten di bidangnya. Selain itu, civitas akademika UNP harus berbangga hati karena UNP terpilih sebagai Perguruan Tinggi (PT) pelaksana program pendidikan karakter. Beberapa langkah telah ditempuh untuk menjalan program ini, salah satunya P3N-KC. Seperti apakah program ini? akan kami sajikan dalam Laporan Khusus Ganto. Tujuan, teknis pelaksanaan, dan fungsi pendidikan karakter, akan pembaca dapatkan dalam edisi kali ini. Menyampaikan informasi dan perkembangan kampus merupakan tanggung jawab Ganto. Jangan lewatkan informasi seputar SM3T yang telah berjalan satu tahun, perbaikan jalan akses masuk kampus, program baru UPBK di rubrik Teropong. Pada rubrik Artikel pembaca akan disuguhkan tulisan-tulisan intelektual sebagai referensi. Untuk meningkatkan daya imajinasi pembaca Ganto juga menghadirkan rubrik Sastra Budaya dengan tampilan resensi buku-buku salah satunya Inspirasi dari Pengajar Tangguh. Kemudian cerpen Memorat Anonim juga
Foto bersama: Kru SKK Ganto foto bersama dengan pemateri Seminar Nasional Citizen Journalism, Dhandy Dwi Laksono yang diadakan di Teater Tertutup FBS, Sabtu (03/11) . f/Dok.
akan menambah ruang imajinasi pembaca. Tidak kalah pentingnya redaksi juga melakukan penelitian kecil-kecilan melalui angket mengenai aktivitas mahasiswa memperingati hari pahlawan. Untuk hasilnya bisa dilihat di halaman 21. Dalam hal ini kami juga menyampaikan agenda-agenda Ganto selain keredaksian. Saat ini pemagangan anggota baru dalam rangka regenerasi sudah sampai pada tahap kru bayangan. Artinya setiap kru dikaderkan untuk persiapan kepengurusan tahun 2013 yang akan datang. Saat masa bayangan, kru baru akan dibimbing menjalankan pekerjaan yang sesungguhnya ketika berada di periode baru. Kemudian Ganto juga mengadakan workshop yang tertemakan Citizen Journalism dalam Jejaring Sosial yang menghadirkan Dandhy Dwi Laksono, Ketua penyunting Bagian Bab yang Hilang program siaran Kompas TV, Sabtu (3/10). Terakhir Ganto meminta kritik dan saran dari pembaca untuk kebaikan kedepannya. Masukanmasukan yang diberikan akan menjadikan Ganto bisa mengetahui apa yang diinginkan pembaca. Selamat membaca. Viva Persma!
Surat Kabar Kampus Universitas Negeri Padang STT No. 519 SKK/DITJEN PPG/STT/1979, International Standard Serial Number (ISSN): 1412-890X, Pelindung: Rektor UNP, Penasehat: Pembantu Rektor III UNP, Penanggung Jawab: Prof. Dr. Ermanto, M. Hum, Dewan Ahli: Sari Fitria, Afdhal Ade H, Priondono, Qalbi Salim, Yudhi Irvan Syah, Heri Faisal, Rahma Dania, Arda Sani, Staf Ahli; Konsultasi Psikologi: Dr. Marjohan, M.Pd. Kons, Konsultasi Agama: Dr. Ahmad Kosasih, M.A, Konsultasi Kesehatan: dr. Elsa Yuniarti, dr. Pudia M. Indika, Kritik Cerpen: Mohammad Isa Gautama, M.Si, Kritik Puisi: Zulfadhli, S.S, M.A, Pemimpin Umum: Diana Besni, Pemimpin Redaksi: Dedi Supendra, Pemimpin Usaha: Mardho Tilla, Bendahara Umum: Fitria Ridhaningsih, Kepala Penelitian dan Pengembangan: Dwi Utari Kusuma (NA), Sekretaris: Ismeirita, Redaktur Pelaksana: Dila Monisa, Meri Maryati, Redaktur Berita: Aai Syafitri, Redaktur Tulisan: Ariyanti, Redaktur Bahasa Sastra dan Budaya: Elvia Mawarni, Redaktur Artistik dan Online: Anshar Firman Haryadi (NA), Layouter: Faeza Rezi S, Fotografer: Jefri Rajif, Reporter: Astuni Rahayu, Azizah Pratiwi, Siti Nurasyiyah, Staf Penelitian dan Pengembangan: Rahmi Jaerman, Sirkulasi dan Percetakan: Hasduni, Kesekretariatan dan Perlengkapan: Wezia Prima Zolla, Bagian Iklan: Winda Yevita Dewi, Reporter Junior: Cici Nurazizah, Fidia Oktarisa, Gumala Resti Harlin, Hasanul Hakim, Liza Roza Lina, Maisarah, Media Rahmi, Meri Susanti, Novi Yenti, Wahida Nia. Penerbit: SKK Ganto Universitas Negeri Padang, Alamat: Gedung PKM UNP Ruang G 65 Universitas Negeri Padang, Jl. Prof. Dr. Hamka, Air Tawar. Kode pos 25131. Laman web: http://ganto.web.id, Post-el: redaksiganto@gmail.com, Percetakan: Unit Percetakan PT. Genta Singgalang Press (Isi di luar pertanggungjawaban percetakan), Tarif iklan: Rp1.500,- (permilimeter kolom-hitam putih), Rp3.000,- (permilimeter kolom full colour), 1/4 halaman belakang Rp1.000.000,-(full colour), Iklan Baris Rp1.000,- perbaris. Redaksi menerima tulisan berupa artikel, esei, feature, cerpen, resensi buku, puisi, dan bentuk tulisan kritis lainnya dari sivitas akademika UNP. Redaksi berhak menyunting tulisan tanpa mengubah esensinya. Tulisan yang masuk menjadi hak redaksi dan yang tidak dimuat akan dikembalikan atau menjadi bahan edisi berikutnya. Setiap tulisan yang dimuat akan diberi imbalan/uang lelah semestinya.
3
Edisi No. 170/Tahun XXIII/ Oktober-November 2012
Surat Pembaca SKK Ganto menerima surat pembaca baik berupa keluhan, kritikan, saran dan permasalahan tentang lingkungan sekitar UNP. Surat pembaca dapat dikirimkan melalui email: redaksiganto@gmail.com atau dapat diantar ke redaksi SKK Ganto, Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa Ruang G65 UNP dengan dilampiri kartu identitas: KTP atau KTM.
Gedung MKU Seperti Tidak Terurus Sewaktu kuliah di gedung Mata Kuliah Umum baru, saya memperhatikan beberapa keadaan yang kurang menyenangkan. Banyak sampah di lorong-lorong meja, coretan-coretan di atas meja dan di dinding ruangan. Tangga-tangga gedung pun sudah banyak yang berkarat. Saya mau tanya, bagaimana pengelolaan gedung MKU ini? Apakah ada pegawai khusus yang mengurusnya? Bagaimana dengan peringatan-peringatan yang ada soal menjaga kebersihan dan sarana kampus, serta sangsi bagi yang melanggarnya? Apakah hanya gertakan semata? Kepada pihak yang berkaitan dengan ini, mohon diperhatikan lagi karena dalam suasana seperti itu, tidak enak dipandang mata dan mengganggu kenyamanan belajar. Terimakasih. TT - Mahasiswa FBS UNP
Toilet Al-Azhar Rusak Jum’at (23/11), saya melaksanakan salat Jumat di mesjid Alazhar yang baru. Meskipun baru diresmikan beberapa bulan yang lalu, saya menemukan kekecewaan ketika memasuki ruang berwuduk (toilet) pria. Hampir semua tempat buang air kecil di ruangan tersebut rusak. Airnya tidak mengalir dengan lancar dan salurannya pun tersumbat. Sementara, pengguna tetap menggunakan tempat tersebut. Tidak memungkinkan jika hanya menunggu giliran di tempat buang air besar karena orang sudah mulai ramai mengantri. Akibatnya, air sisa pengguna menggenang di dalam bak buang air kecil itu. Saya pikir itu, kurang enak dipandang mata dan menyebabkan bau yang kurang sedap. Saya tidak tahu, apakah ini adalah tanggung jawab pihak terkait dari UNP atau ada pengurus khusus dari mesjid yang mengelola masalah ini. Yang jelas, keadaan ini perlu diperhatikan lebih tanggap mengingat Al-azhar adalah mesjid kampus yang menjadi pusat ibadah civitas akademika UNP yang beragama islam. Apalagi, bila ada tamu atau orang luar (bukan sivitas akademika) yang berniat salat di sana. Hal ini tentu akan mengurangi citra UNP pula. Terimakasih. HL – Mahasiswa UNP
Jadwal Pembangunan Ganggu Perkuliahan Sebelumnya saya merasa senang dengan adanya perbaikan sarana dan prasarana perkuliahan di FMIPA, seperti perbaikan WC dan Musala. Hanya saja saya merasa jadwal pembangunan ini kurang tepat dengan mengerjakannya pada jam-jam perkuliahan. Hal ini disebabkan karena kegiatan bising yang dilakukan tukang bangunan mengganggu konsentrasi mahasiswa yang sedang kuliah. Tidak hanya mahasiswa, dosen pun mengeluhkan hal yang sama. Sekiranya, untuk ke depan, pihak terkait bisa mempertimbangkan kapan jam-jam bekerja tukang bangunan yang tepat dan tidak merugikan pihak lain. Terimakasih. EM - Mahasiswa FMIPA UNP
Kapan Buku di Perpustakaan UNP akan Diperbarui? Dalam empat tahun ini, saya sering berkunjung ke perpustakaan pusat UNP. Kadang meminjam buku untuk keperluan materi kuliah maupun meminjam buku bacaan. Namun, akhirakhir ini, saya baru merasakan ada sedikit kekecewaan dengan persediaan buku yang ada di sana. Dari segi kuantitas, memang banyak. Tapi, kebanyakan adalah buku-buku lama, terbitan tahun 1980-an atau 1990-an. Saya menjadi kesulitan mencari buku referensi untuk tugas akhir atau skripsi. Dosen pembimbing mengharuskan saya untuk mencari buku-buku terbitan baru. Perpustakaan UNP sebagai pusat buku di kampus ternyata belum mampu memfasilitasi ini. Saya pikir, ke-usang-an buku-buku di perpustakaan UNP bisa jadi penyebab mengapa mahasiswa enggan berkunjung ke perpustakaan UNP. Saya berdoa, semoga UNP dapat dana untuk meng-upgrade buku-buku yang ada di perpustakaan UNP. Aamiin. Terimakasih. WF – Mahasiswa UNP
Grafis: Jefri
Refleksi
Gotong Royong; Budaya yang Pudar Oleh Elvia Mawarni (Mahasiswa Kimia TM 2009)
Gotong-royong merupakan istilah asli Indonesia yang berasal dari kata “gotong” berarti bekerja, dan “royong” berarti bersamasama. Jadi gotong-royong adalah bekerja bersama-sama dengan hasil seperti yang diinginkan bersama-sama pula. Dalam khazanah kehidupan masyarakat Indonesia, istilah Gotong-royong menempati posisi terhormat sekaligus membumi. Terhormat karena istilah tersebut sering dijadikan kata kunci oleh para tokoh bangsa untuk menggalang dukungan terhadap suatu gagasan. Bahkan Presiden Sukarno menggunakan term gotong royong sebagai kata lain Ekasila yang merupakan perasan lanjutan dari Trisila setelah sebelumnya merupakan hasil peras dari Pancasila. Budaya gotong-royong juga yang menjadi faktor kekuatan penduduk Indonesia dalam melawan penjajahan kala itu. Ketika Bangsa Indonesia ditindas dan diperlakukan penjajah dengan sewenang-wenang, semua kalangan bersatu tanpa membedabedakan ia bekerja sebagai apa. Dari tingkatan pekerjaan rendah yang hanya seorang petani sampai dengan tingkatan tertinggi yaitu Presiden kala itu,Soekarno. Tahun ini, warga negara Indonesia patut berbangga bahwasanya ada penambahan warisan budaya asli Indonesia yang diakui UNESCO melalui sidang konvensi yang dihelat di St. Petersburg, Rusia, 20 Juni 2012 lalu. Hasil sidang tersebut mnetapkan Subak Bali sebagai “warisan budaya tak benda” yang sarat nilai-nilai sosial serta berisi semangat gotong royong. Namun yang menjadi fokus pembicaraan kita, apakah penghargaan ini berlaku universal? apakah seluruh lapisan
masyarakat Indonesia dari sabang sampai merauke masih melaksanakan kebudayaan yang sama? Namun sejalan dengan perkembangan jaman, semenjak faham modernisasi dan globalisasi melahirkan corak kehidupan yang sangat kompleks, tanpa kita sadari semakin derasnya arus informasi, modernisasi dan globalisasi, semakin kuat pula kekuatannya untuk menghanyutkan budaya gotong royong kita. Kita “dipaksa”; mau tidak mau, suka tidak suka, untuk merasakan bersama betapa bangsa ini mulai kehilangan kepribadiannya sebagai bangsa yang kaya akan unsur budaya, yang salah satunya dalam hal ini Bersama dengan para pahlawan Indonesia bersatu padu dengan rasa gotongroyong yang tinggi, saling membantu sama lain untuk mengusir penjajah dari tanah air demi tujuan mulia, menyegerakan kemerdekaaan Indonesia. adalah budaya gotong-royong. Bukti nyatanya, sekarang kita sudah sulit menemukan momentmoment dimana masyarakat saling bergotong royong dalam mata pencarian pertanian tradisional. Seperti: ketika menggarap tanah, akan banyak tenaga kerja yang membantu untuk mencangkul tanah, menanam benih, mengatur saluran air, memupuk tanaman dan menyiangi tanaman. Demikian juga pada saat musim panen tiba. Warga masyarakat itu bergotong royong memetik padi, mengeringkannya, serta memasukkannya ke dalam lumbung. Untuk kasus yang lebih tinggi, dan krusial, setiap hari selalu muncul pemberitaan mengenai sarana dan prasarana di Indonesia yang belum memadai. Mulai dari sarana pendidikan, sarana transportasi, tempat-tempat ibadah,
dan lain sebagainya. Banyak sekolah-sekolah yang atapnya berlubang, kursi-kursi lapuk, sering kebanjiran, tenaga pengajar kurang, padahal siapa menduga bahwa suatu saat “Einstein baru” itu berasal dari sini. Banyak orang-orang yang harus mengakhiri hidupnya di jalan raya karena jalanan berlubang. Serta ada kampungkampung yang penduduknya tidak pernah beribadah ke musala karena memang tidak memiliki. Apa yang salah dengan semua ini? Masih layakkah Indonesia berbangga dengan julukan “Semangat Gotong Royong” yang dimilikinya? Jika memang masih iya, untuk apa kita membanggabanggakan kejayaan masa lalu sementara saat ini kita tidak melakukan yang lebih baik, namun malah berusaha memudarkannya. Bukankah keberuntungan itu hanya berhak dimiliki oleh mereka yang hari ini melakukan hal yang lebih baik dari masa lalu? Jika kita lihat kondisi bangsa Indonesi hari ini, antara pemerintah dan rakyat terdapat dinding pembatas yang sangat tidak memungkinkan kedua pihak untuk bersatu dan “bersamasama”. Pemerintah sibuk dengan urusannya menelantarkan rakyat, dan rakyat juga sibuk dengan hujatan-hujatan mereka yang tak berujung tentang ketidakberhasilan pemerintah. Kita dapat melihat dengan jelas, semua elemen sibuk dengan urusan masing-masing. Bahkan antar sesama masyarakatpun tidak terdapat lagi kesamaan pemikiran dalam hal gotong royong ini. Ada yang masih peduli, namun lebih banyak yang tidak. Kapan kita akan sepemikiran untuk membawa perubahan yang lebih baik untuk bangsa ini? Kapan kita akan “bersatu” dan “bergotong royong” untuk membangun Indonesia yang lebih maju?
4
Laporan Utama
Soal Parkir dan Berisik ‘Tetangga’ Selain terminal bayangan, pedagang kaki lima, tukang ojek dan pengemis yang merusak kenyamanan kampus, kurangnya lahan parkir untuk kendaraan mahasiswa juga menjadi penyebab kesemrawutan kampus. Setidaknya, itulah yang dirasakan Irfan Manto Fani, mahasiswa Penjaskesrek TM 2012. Irfan yang biasa mengendarai sepeda motor ke kampus selalu merasa sulit untuk menemukan lahan parkir. Menurutnya selain luas dan jumlah parkir yang tidak memadai, masalah ini juga diperburuk dengan banyaknya mahasiswa yang sering parkir sembarangan. “Bahkan, satpam sudah mengempeskan ban motor pengendara,” ujarnya, Rabu (21/11). Dari sekian banyak lahan parkir di UNP, Irfan memilih memarkir motornya di area gedung MKU. Tapi, pada jam-jam sibuk seperti jam masuk kuliah kondisi area ini sangat parah. Bahkan akan sulit mengeluarkan motor dari parkiran. Tak hanya Irfan, Rifki, mahasiswa Pendidikan Geografi TM 2011 menuturkan ketidak-tertiban memarkir kendaraan juga menjadi penyebab utama. Ia berharap adanya tambahan lahan parkir yang nyaman untuk menampung kendaraan mahasiswa yang jumlahnya terus meningkat. “Saya juga berharap, semoga ada ruang yang nyaman dan bersih bagi mahasiswa untuk berkumpul,” harapnya, Rabu (21/11). Persoalan lain muncul ketika berpindahnya lokasi belajar siswa SMP dan SMA Pembangunan Laboratorium UNP yang berdampak kurang baik terhadap proses perkuliahan mahasiswa UNP. Hal ini khususnya pada perkuliahan di local TG1, TG2, TG3, TG4, dan BB4. Suara ribut yang berasal dari siswa-siswa tersebut mengganggu mahasiswa untuk berkonsentrasi dalam perkuliahan. Rita Andriani contohnya, hampir lima bulan lamanya sejak pertama kali ia menjalani proses perkuliahan di TG4 UNP ditemani oleh ributnya suara-suara yang berasal dari siswa SMA Pembangunan Laboratorium UNP. Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar TM 2012 ini mengaku merasa terganggu dalam mengikuti proses perkuliahannya. Sayangnya, sejauh ini tidak ada upaya yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut. “Kami hanya bisa berjuang keras untuk menjaga konsentrasi dalam belajar,” tutur Rita, Senin, (19/11). Tak hanya Rita, Nur Annisa, mahasiswa PGSD lainnya juga mengeluhkan hal yang sama. Menurut Annisa, dosen yang sedang mengajar di kelasnya terkadang harus berhenti sejenak karena adanya suara ribut di luar. Rita dan Annisa tidak bisa menyalahkan para murid SMP dan SMA tersebut. Mereka sadar kekurangan ruang kuliah di UNP juga menjadi penyebab ketidaknyamanan ini. Mereka hanya bisa berharap pembangunan di fakultas mereka segera diselesaikan sehingga mereka bisa memperoleh ruang kuliah yang lebih nyaman.
Edisi No. 170/Tahun XXIII/ Oktober-November 2012
Perkara yang Tak Kunjung Usai Oleh: Media/Dila/Dedi
Dari tahun ke tahun, masalah terminal bayangan, pedagang kaki lima, pengemis, pangkalan ojek, kendaraan berknalpot keras, lahan parkir yang tidak memadai seakan tak pernah usai Belasan bus angkutan daerah tujuan Bukittinggi, Payakumbuh, Pasaman, Lubuk Basung, Pariaman, dan angkutan kota tujuan Tabing dan Lubuk Buaya berhenti dan parkir tepat di sepanjang pagar depan Universitas Negeri Padang (UNP). Sesekali para agen dan kernek masing-masing angkutan ini berteriak memanggil calon penumpang. Bahkan, tak jarang mereka mengajak dengan cara menarik-narik penumpang. Tempat ini disebut terminal banyangan karena keberadaanya mempermudah para calon penumpang untuk menunggu bus yang sesuai. Pun, di terminal ini penumpang juga disuguhi kemudahan lain, yaitu dapat membeli buah tangan khas Padang tanpa perlu berdesak-desak di Pasar. Di sepanjang trotoar depan kampus UNP, belasan pedagang Bengkuang siap menanti pembeli. Sementara, tak jauh dari deretan angkutan umum dan pedagang ini terpampang sebuah spanduk besar bewarna merah yang diletakkan di dalam halaman universitas. Isinya berupa larangan untuk menggunakan lingkungan kampus yang tidak sesuai dengan fungsinya, termasuk keberadaan terminal bayangan dan para pedagang kaki lima ini. Tak hanya sekedar larangan, di spanduk itu juga tertulis sangsi yang akan didapat para pelanggar. Spanduk-spanduk serupa sebelumnya juga terdapat di dalam lingkungan kampus. Hanya saja beberapa waktu belakangan hilang entah kemana. Padahal suasana di dalam kampus tidak jauh berbeda dengan apa yang ditampilkan di depan pagar. Salah satu gerbang masuk UNP, tepatnya gerbang di sebelah kiri gerbang utama berdiri tendatenda dan gerobak milik para pedagang kaki lima yang menawarkan beraneka ragam jajanan bagi mahasiswa yang tidak sempat sarapan ataupun penebus lapar di siang hari. Pada jam-jam tertentu, tempat ini akan sangat ramai dikunjungi mahasiswa. Jika
Pedagang Kaki Lima: Disepanjang jalan menuju gedung perkuliahan Fakultas Ilmu Sosial banyak terdapat pedagang kaki lima yang menjual berbagai macam makanan dan benda. keberadaan pedagang ini membuat keadaan kampus tidak nyaman, Jum’at (30/11). F/Jefri.
sudah mencapai puncaknya, jalan ini menjadi sulit untuk dilewati karena tempat duduk yang disediakan oleh penjual diletakkan di badan jalan. Gerbang utama UNP juga tidak lebih baik. Di sini juga terdapat pedagang kaki lima walaupun jumlahnya tak sebanyak gerbang sebelumnya. Bahkan, di depan mesjid Al-Azhar ada pangkalan ojek lengkap dengan sekumpulan tukang ojek yang menunggu pengguna jasa yang biasanya berasal dari kalangan lingkungan kampus sendiri, yaitu dosen dan mahasiswa. Sesekali mengacungkan tangan sebagai isyarat kepada calon penumpang apakah mereka membutuhkan jasa ojek ini untuk menuju tempat di selingkungan kampus. Pangkalan ojek dadakan ini bukan hanya terdapat di areal gerbang utama UNP. Beberapa titik lainya juga dipenuhi oleh kumpulan serupa. Di area pascasarjana UNP tepatnya di depan area parkir pascasarjana, juga ada beberapa tukang ojek yang berkumpul dengan harapan ada mahasiswa dari pascasarjana yang membutuhkan jasa ojek. Perkumpulan ini juga bisa ditemukan di jalan antara Fakultas Ilmu Pendidikan dan Fakultas Ilmu Sosial. Tak hanya terminal bayangan, pedagang kaki lima dan tukang ojek, lingkungan UNP juga diperamai oleh kedatangan para
pengemis jalanan yang lalu lalang bahkan tak segan masuk ke ruang perkuliahan yang tengah berlangsung. Proses pembelajaran menjadi terganggu. Ketidaknyamanan kampus juga diperparah dengan mahasiswa yang menggunakan kendaraan berknalpot keras. Belum lagi, lahan parkir yang tidak teratur dan tidak mencukupi dengan jumlah pengguna kendaraan roda dua dan roda empat di lingkungan. Beberapa mahasiswa masih parkir di tepi jalan meskipun sudah ada rambu-rambu larangan parkir yang tertancap di sekitar sana, seperti di depan Fakultas Ilmu Sosial. Di sudut kampus lainnya, semisal gedung Mata Kuliah Umum baru, jumlah kendaraan milik mahasiswa yang parkir sampai melimpah ke jalanan dan menyebabkan kemacetan. Pada saat-saat pergantian jam belajar, area ini bahkan sulit untuk dilewati. Kejadian seperti ini terus berlanjut seiring dengan bertambahnya jumlah mahasiswa yang terdaftar di UNP. Pada tahun ini saja jumlah mahasiswa UNP telah mencapai lebih dari 35.000 orang. Padahal berdasarkan luas wilayah UNP yang ada saat ini, UNP idealnya hanya menampung 15.000 mahasiswa saja. Laporan: Ami, Zola, Liza*, Wak i*.
Karena Butuh, Mau Bagaimana Lagi? Meskipun keberadaan mereka cukup menganggu keindahan kampus, tak jarang mahasiswa malah merasa terbantu dengan kehadirannya. Fasilitas kampus dirasa belum mendukung, jika mereka ditertibkan. Bagi sebagian orang, UNP telah menjadi lahan basah untuk mencari nafkah, salah satunya, Rian (40 tahun). Sudah tiga tahun, Ia bekerja sebagai tukang ojek di area kampus dan meninggalkan pekerjaannya di Pabrik es. Dalam sehari, Rian bisa memperoleh pendapatan maksimal Rp100ribu. Rian tidak sendiri, ada 200 orang tukang ojek lain yang beroperasi di lingkungan UNP. Rian tidak tahu apakah jasa yang ia tawarkan ini sudah mendapatkan izin resmi dari universitas atau tidak. Ia hanya tahu bahwa ia telah
mendaftarkan diri kepada ketua perkumpulan ojek daerah ini. “Semua urusan perizinan sudah diurus oleh sang ketua,” katanya, Selasa (19/11). Ia mengaku, selama melakoni pekerjaan ini belum pernah mendapat teguran dari pihak manapun. “Kalaupun ada, itu hanya sekadar evaluasi kinerja”, tambahnya. Sama hal dengan tukang ojek lainnya, Adon. Secara pribadi, ia belum pernah ditegur pihak UNP. “Kalaupun ada, biasanya langsung melalui ketua,” ujarnya, Senin (19/11). Tak hanya tukang ojek, pedagang kaki lima (PKL) semakin hari juga semakin ramai di UNP. Di antara mereka ada yang hampir 30 tahun berdagang di UNP, semisal Emi (52). Ia merasa senang berjualan di UNP karena banyak calon pelanggan. Tidak ada peraaan takut yang dirasakan Emi ketika berjualan di area ini, karena menurutnya selama ini hanya ada himbauan untuk tidak berjualan. “Tidak ada sangsi yang diberikan, jadi saya biasa-biasa saja,” ujarnya, Jumat (30/11).
Keberadaan tukang ojek dan PKL dapat merusak keindahan dan kenyamanan di lingkungan kampus. Sebagian mahasiswa merasa terganggu. Sri Wahyu Ningsih, Mahasiswa Pascasarjana menganggap kampus adalah pusat kegiatan mahasiswa dan mereka berhak mendapatkan kenyamanan untuk memandang dan beraktivitas. Namun begitu, Ia juga tidak menginginkan tukang ojek dan PKL digusur dari UNP sebab kedua profesi tersebut dibutuhkan mahasiswa. “PKL misalnya, sebaiknya diberi wadah yang teratur”, ujarnya, Senin (19/11). Faktor kebutuhan ini juga yang menyebabkan Emil Dahlia, Mahasiswa FIS TM 2010 merasa terbantu dengan kehadiran tukang ojek. “Karena butuh mau apa lagi?” ujar Emil, Minggu (18/11). Ia mengaku sering menggunakan ojek untuk mencapai tempat perkuliahan yang berjarak cukup jauh. Tak hanya Emil, Rima Dewi Rahayu, Mahasiswa FE juga sering mengunjungi PKL untuk jajan. Ia beranggapan jajanan yang ditawarkan PKL lebih menarik dan murah dibandingkan
dengan jajanan yang ditawarkan kantin yang jumlahnya tidak seberapa. Baik Emil maupun Rima, keberadaan PKL ini sebenarnya tidak apa-apa jika diberikan lahan dan teratur. Yang cukup mengganggu adalah keberadaan pengemis yang lalu lalang keluar masuk di lingkungan UNP. Bahkan ada pengemis yang tidak segan masuk ke ruang perkuliahan yang belajarnya sedang berlangsung. Banyaknya tukang ojek, PKL dan pengemis yang berkeliaran di UNP merupakan akibat dari pintu masuk UNP yang terlalu banyak. Mahasiswa, dosen atau siapa saja bisa masuk ke lingkungan kampus dari berbagai pintu, seperti di gerbang utama, gerbang di depan GOR UNP, gerbang di dekat gedung MKU baru, gerbang di kantor BNI, dan lain-lain. Hal ini diungkapkan Mona Monica, mahasiswa FBS TM 2011. “Akibatnya, pengawasan jadi kurang,” Katanya, Senin (19/11). Menurutnya, semua civitas akademika UNP bertanggung jawab menciptakan suasana kampus yang lebih nyaman.
Edisi No. 170/Tahun XXIII/ Oktober-November 2012
5
Laporan Utama
Bila Surat Edaran Terabaikan Oleh: Media/Dila/Dedi
Berkali-kali penertiban dilakukan, tapi belum berdampak besar. Belum adanya sangsi yang tegas membuat para pelanggar menganggap larangan hanya sekadar angin lalu. Nur biasanya sudah sibuk menyusun barang dagangannya sebelum jam 9 pagi. Aneka merek minuman mulai digantung di gerobak yang ia gunakan untuk berjualan. Berbagai jenis jajananpun sudah terhidang di beberapa meja yang disediakan. Nur sudah biasa berjualan di area Fakultas Ilmu Pendidikan UNP sejak lima tahun lalu. Ia baru akan menutup lapaknya pada pukul 18.00 WIB. Nur memang tidak pernah punya izin untuk berdagang disini. Ia bahkan pernah digusur oleh pihak UNP yang menertibkan lingkungan kampus. Namun Nur bersikeras untuk tetap berjualan di area ini. “Karena saya butuh, saya tak menyerah. Paling saya berhenti sebentar, setelah keadaan mulai damai saya berjualan lagi,” terang Nur, Rabu, (14/11). Penertiban serupa tidak hanya dialami Nur. Masih banyak pedagang-pedagang lain yang juga pernah ditertibkan karena telah melanggar surat edaran rektor. Surat edaran bernomor 2353/UN35/PS/2011 tertanggal 17 Oktober 2011 isinya melarang pemanfaatan lingkungan kampus dan aset negara yang tidak sesuai dengan fungsinya. Edaran ini tersebar di seluruh fakultas di UNP, organisasi mahasiswa, satpam, dan pihakpihak lain yang bersangkutan. Bahkan untuk mempertegas keberadaannya, edaran tersebut dipampang di beberapa sudut UNP dalam bentuk baliho-baliho berukuran besar. Terdapat empat sangsi yang tertera dalam edaran rektor tersebut. Pihak rektorat telah memberikan hak dan wewenang kepada Satuan Pengaman Kampus untuk
Tetap Dilanggar: Peraturan yang sangat jelas dari Surat Edaran Rektor No. 2353/UN35/PS/ 2011 mengenai Larangan dan Sanksi Pemanfaatan Lingkungan Kampus sebagai Aset Negara tetap saja dilanggar. Pelanggaran yang jelas terlihat yaitu masih banyaknya angkutan umum yang parkir di depan kampus dan pedagang kaki lima di dalam lingkungan kampus, Jum’at (30/ 11). f/Jefri
pemberian sangsi ini kepada para pelanggar. Sangsi pertama berupa pemberian teguran/ perintah baik lisan maupun tertulis. Kedua, penginstruksian untuk memindahkan/ membongkar sendiri oleh si pelaku pelanggaran. Sangsi ketiga berlaku apabila sangsi pertama dan kedua tidak diindahkan, maka Satuan Pengaman Kampus diberi hak dan kewenangan untuk membongkar paksa atas bangunan dan tenda-tenda serta merantai atau mengempeskan setiap ban kendaraan yang parkir pada tempat yang sudah dilarang. Sedangkan sangsi keempat khusus bagi civitas akademika yang terbukti terlibat kegiatan sewa menyewa rumah dinas Negara dalam kampus, dapat diberikan sanksi akademik, aturan PNS, dan atau dilaporkan untuk tindak lanjut oleh Lembaga Hukum resmi maupun KPK. Dalam hal ini, teguran dan penggusuran telah pernah
dilakukan oleh aparat keamanan. Faktanya, setelah aksi penertiban seperti penggusuran-penggusuran digelar, para pedagang kembali lagi. Mereka kembali memenuhi lingkungan kampus UNP tanpa ada lagi tindak lanjut dari pihak universitas. Baliho-baliho yang memuat berbagai larangan-larangan tersebut hanya dibiarkan lepas begitu saja. “ Kan cuma dilarang saja, biasanya keesokan harinya saya berjualan lagi. Larangan itu hanya untuk satu hari itu saja,” kata Emi pedagang buah yang biasa beroperasi di gerbang kiri UNP. Tindakan serupa juga telah dilakukan untuk menertibkan deretan bus yang selalu parkir di depan kampus UNP karena keberadaannya menganggu kenyamanan kampus. Pihak kampus telah mengirimkan surat kepada walikota untuk penertiban ini. Surat pertama dikirimkan pada 22 Februari
2012. Namun, karena pihak walikota tidak menanggapi, pihak UNP kembali mengirimkan surat permohonan penertiban yang kedua pada 22 Mei lalu. Pada surat permohonan yang kedua, UNP melampirkan tiga bahan pertimbangan bagi pihak walikota agar penertiban segera dilaksanakan. Ketiga lampiran itu berupa pertinggal surat permohonan sebelumnya yang bernomor 342/ UN35.10/TU/2012, surat edaran rektor nomor 2353/UN35/PS/2011, dan Koran Ganto Edisi 167/Tahun XXII/2012 yang mengulas “Himbauan Tak Berbalas”. Bus-bus yang telah ditertibkan kembali parkir dan mangkal di sepanjang pagar kampus UNP. Padahal edaran rektor masih terpampang di lokasi dimana mereka biasa mangkal. Hal ini terjadi karena setelah penertiban dilaksanakan, tidak ada lagi tindak lanjut terhadap kemungkinan yang akan terjadi. Begitu juga halnya dengan penertiban yang telah dilakukan terhadap pedagang kaki lima yang menggelar dagangan di area kampus. Setelah mereka ditertibkan, hanya berselang satu atau dua hari, mereka kembali lagi. “Seharusnya apabila memang sudah ditertibkan, lahan tersebut perlu dijaga dan diawasi agar tidak ada lagi pedagang yang datang,” terang Pembantu Dekan II FT Drs. Efrizon, M.T., Kamis (22/11). Menanggapi hal ini, Kepala Biro Administrasi Umum dan Keuangan (BAUK) UNP, Drs. Syarkani menjelaskan pihak universitas telah melimpahkan sepenuhnya tanggung jawab penertiban wilayah kampus kepada aparat keamanan. Ternyata, jumlah aparat keamanan yang ada di UNP ini juga tidak sedikit jumlahnya. Syarkani menjelaskan UNP mempunyai 65 orang aparat keamanan yang telah diberi tanggungjawab untuk menertibkan UNP ini. Lebih lanjut, mengenai penertibanpenertiban kedepannya, Syarkani mengatakan dari pihak BAUK sendiri tidak mempunyai rencana untuk melakukan penertiban tersebut. “Tidak ada penertiban kalau dari BAUK,” tutupnya. Laporan: Tila, Rita, Novi*.
Pembantu Dekan II Fakultas Teknik Drs. Efrizon, M.T
Perlu Pengawasan Lebih Lanjut Kurangnya lahan parkir, tersebarnya PKL, terminal bayangan di depan kampus dan tukang ojek yang berlalu lalang di lingkungan kampus bukan hal baru lagi bagi UNP. Penertiban telah berkali-kali dilakukan, surat edaran dan peringatan juga telah dilayangkan tapi lingkungan kampus yang nyaman tak kunjung di dapat. Apa sebenarnya yang menyebabkan himbauan ini tidak diabaikan dan apakah pembangunan yang tengah diusung oleh UNP telah merangkul hal ini? Siapakah yang bertangung jawab untuk penuntasan masalah ini dan bagaimana seharusnya civitas akademika bertindak untuk turut
serta melancarkan usaha penertiban ini? Simak wawancara reporter Ganto Mardho Tilla dan Novi Yenti dengan Pembantu Dekan II Fakultas Teknik UNP, Drs. Efrizon, M.T., Kamis (22/11). Bagaimana dengan kondisi kampus saat ini? Kita sama-sama tahu bagaimana sembrautnya UNP saat ini. Penyebabnya, UNP saat ini memang dalam masa pembangunan. Untuk itu dalam 2,5 tahun ini kita perlu bersabar dengan keadaan UNP yang sembraut. Apa yang sebaiknya dilakukan untuk mendukung kelancaran perkuliahan? Kalau pendapat saya, agar suasana kampus ini bisa menjadi lebih nyaman, dibuatkan saja peraturan larangan kepada mahasiswa untuk membawa kendaraan bermotor ke kampus. Karena ini adalah faktor yang paling menyebabkan kesembrautan, sebab suara bising, lahan parkir yang sempit dan banyak mahasiswa yang parkir sembarangan. Bagaimana dengan keberadaan PKL, pengguna ojek, pengemis dan terminal di depan kampus UNP? Masalah pedagang dan ojek di kampus, ini berhubungan dengan lokasi UNP yang
berada di tengah pemukiman penduduk dan kebanyakan orang-orang ini adalah anak nagari yang juga merasa berkuasa di daerah ini. Jadi harusnya UNP dapat mengambil sikap untuk menghadapi masalah ini dan sampai saat ini tidak terlihat penyelesaian yang berarti. Tapi sayangnya mahasiswa juga tidak peduli dengan permasalahan ini. Ditambah mahasiswa sendiri yang terlalu manja dengan sering menggunakan ojek, sedangkan jalan kaki bisa menyehatkan. Apabila panaspun, kita bisa menggunakan payung dan ini jauh lebih hemat dibandingkan membayar ongkos ojek Mengapa hal ini masih tetap berlangsung padahal sudah ada surat edaran rektor dan penggusuran? Dulunya sudah diberikan lahan untuk berjualan di belakang rektorat lama, sayangnya itu tidak diindahkan. Seharusnya apabila memang sudah dilakukan penggusuran, lahan tersebut perlu dijaga dan diawasi agar tidak ada lagi pedagang yang datang. Sayangnya hal tersebut tidak dilakukan. Ini bisa disebabkan kelalaian dari petugas keamanan UNP yang belum efektif dalam menjalankan tugas. Buktinya himbauan atau penggusuran tersebut tidak mempan. Ditambah lagi mahasiswa juga mau
berbelanja di tempat tersebut, jika tidak ada yang mau membeli tentunya juga tidak ada pedagang yang datang. Siapa pihak yang paling bertanggung jawab? Kita tahu bahwa kampus kita dibawah tanggung jawab rektor. Disini ada bagianbagian yang bertugas sesuai dengan bidangnya masing-masing. Misalkan untuk ketertiban kampus yang ditugaskan pada komando keamanan atau satpam. Tapi ini juga tidak sepenuhnya tanggung jawab mereka, semua masyarakat UNP harus turut serta dalam menjaga kenyamanan kampus ini. Bagaimana tata ruang kampus UNP yang seharusnya? Kalau nantinya pembangunan sudah selesai, kita bisa melihat tata ruang yang lebih nyaman untuk kampus ini. Misalkan, jika nanti ada satu tempat parkir untuk semua kendaraan mahasiswa, sehingga mahasiswa tidak boleh membawa kendaraan ke kampus dan parkir sembarangan lagi. Dan disediakan satu tempat untuk memenuhi semua kebutuhan mahasiswa seperti kafe, kantin, fotokopi, internet dan sebagainya. sehingga kegiatan mahasiswa bisa terpusat di satu tempat.
6
Laporan Utama
Edisi No. 170/Tahun XXIII/ Oktober-November 2012
Artikel
Antara Gengsi, Prestasi, dan Solusi Oleh Dedi Supendra (Mahasiswa Teknologi Pendidikan TM 2008)
Juli lalu, Universitas Islam Indonesia dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta mendapat kehormatan menerima penghargaan Green Awards 2012 yang diselenggarakan La Trofi School of CSR (Corporate Social Responsibility). Penghargaan diberikan sebagai bentuk apresiasi terhadap para pihak yang telah menjadikan perilaku hijau sebagai nafas hidup dan tanggung jawab dalam kegiatan sehari-hari. Di Pikiran Rakyat Online, Sabtu (14/7), Rektor UMY Ir H.M. Dasron Hamid, M.Sc., mengatakan UMY telah merintis kampus hijau dengan program Go Green Campus yang dimulai pada Mei 2011. Semuanya ditujukan untuk membantu mengurangi atau setidaknya tidak ikut berperan menambah buruk, dampak pemanasan global. Kasus pemanasan global yang kian mengganas beberapa tahun terakhir telah menjadi duka bersama. Tak peduli, siapa yang paling banyak menyumbang untuk ‘kecelakaan global’ ini. Yang jelas, semua umat manusia di bumi menerima akibatnya, entah mereka yang biasa tinggal di daerah kutub ataupun daerah khatulistiwa. Bila emisi gas ini terus dikembangkan, maka pada abad 21, menurut Badan Perubahan Iklim PBB Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), bumi akan mengalami kenaikan suhu sekitar 1,1 oC hingga 6,4 oC. Artinya, bumi sudah berada pada zona siaga tingkat akut sebab berdasarkan pemaparan Mark Lynas dalam buku Six Degrees: Our Future on a Hotter Planet yang menyabet penghargaan bergengsi Royal Society Science Books Prize, kenaikan suhu maksimal 6 oC bisa menyebabkan kehidupan di Bumi berakhir akibat badai besar, banjir bandang, bola api hidrogen sulfida dan metana berputar-putar cepat melintas di seluruh dunia dengan kekuatan bom atom; hanya jamur yang dapat bertahan hidup. Secara sederhana, manusia perlu mempertimbangkan kembali kemungkinanMarsuntukmenjaditempathunian selanjutnya. Tidak hanya secara geografis, dampak pemanasan global ini juga mengail sisi ekonomis-produktivitas dan psikologis sebagian besar manusia. Penduduk yang biasa hidup dalam iklim yang tidak stabil cenderung mengalami disorientasi produktivitas. Contoh kecil, ketidakjelasan suasana hati cuaca hujan-
panas bisa merugikan pedagang cendol atau petani. Orang yang berada di daerah pemanasan global juga cenderung mudah stress karena meningkatnya kekeringan dan kekurangan air yang memaksa penduduk untuk mencari daerah baru yang lebih baru dan perilaku tersebut tak jarang menimbulkan konflik dan ketegangan karena penduduk tersebut tidak mau berbagi tempat. Pemuka-pemuka dunia terkait masalah ini bukan tidak peduli. Hanya saja, pengorganisasian, pengkoordiniran dan penyosialisasian hasil konferensi soal iklim ini terkesan tidak menyeluruh hingga ke akar rumput sehingga masyarakat pun merasa tidak peduli bertanggung jawab untuk kasus global ini.
Pabrik-pabrik bekerja dan limbahnya merusak lingkungan. Semuanya berjalan dengan normal. Bukankah itu merupakan hukum sebab-akibat yang normal? Kini, setiap orang hanya harus menemukan solusi untuk dirinya sendiri dan –kalau bisa- untuk orang lain; bagaimana caranya tidak memperburuk keadaan. Kampus sebagai pusat massa sebenarnya juga bisa ikut memperbaiki keadaan ini. Asalkan ada niat, aturan, dan reward and punishment, yang jelas dari pembuat kebijakan. Semua komponen
Grafis: Faeza
Entah dimana terputusnya rantai kerjasama ini, seharusnya presiden atau duta terkait yang menghadiri rapat seputar pemanasan global menyambungkannya ke pejabat dalam negeri, ke pabrik-pabrik dan masyarakat sebagai penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca ini. Mungkin saja masyarakat awam menganggap bahwa semua kekacauan alam ini adalah anomali normal yang terjadi karena bumi sudah tua, atau karena Tuhan sudah bosan dengan manusia zaman sekarang. Bila dicari siapa yang salah, mungkin tak akan selesai hingga kiamat. Setiap orang merasa paling tidak bersalah. Seolah, semuanya berjalan dengan wajar. Penduduk merokok, berkendaraan, memakai parfum, memanfaatkan air conditioner lalu lapisan ozon menjadi bolong.
harus terlibat. Seperti yang telah dilakukan oleh Universitas Islam Indonesia dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tersebut. Selain membangun prestise dan gengsi di mata publik, mereka juga mendapatkan prestasi sekaligus solusi untuk masalah lingkungan ini, yaitu mewujudkan kampus hijau. Di Universitas Negeri Padang, hal yang sama dapat pula terjadi. Apalagi, dari segi jumlah mahasiswa, UNP juga tak kalah banyak. Pihak UNP bisa saja mengerahkan semua civitas akademika untuk turut serta mensukseskan agenda penciptaan kampus hijau ini. Mulai dari menanam pohon bersama, kontrol untuk tidak buang sampah
sembarangan, himbauan untuk menggunakan sepeda di lingkungan kampus, atau mendorong mahasiswa untuk menciptakan teknologi tepat guna dari limbah lingkungan. Semuanya bisa dilakukan di UNP, sekali lagi, asalkan ada niat dan keterlibatan semua pihak. Memang, semuanya tidak bisa dilakukan dengan kilat dan berharap hasil bagus dengan cepat. Setidaknya, ada progress dan proses yang didapat. Bila tahun ini, UNP berhasil menanam 100 pohon saja di lingkungan kampus, mungkin 10 tahun lagi, mahasiswa sudah bisa merasakan betapa rindangnya kampus hijau ini. Bila hari ini, disediakan 1000 tong sampah di tiap sudut kampus, mungkin sebulan atau dua bulan kemudian, tisu, plastik makanan, kertas untuk kuliah tidak berserak lagi di teras-teras, halaman-halaman atau sekitar kampus. Pun, UNP sebagai salah satu kampus yang diminati dapat memanfaatkan gelar ini untuk mensukseskan rencana kampus hijau ini. UNP harus mampu memberikan standar yang tinggi untuk mahasiswa yang ingin berkuliah di sini. UNP harus menampakkan ketegasannya. UNP tidak boleh sama dengan kampus lain, yang hidup biasa-biasa saja dari tahun ke tahun. Bagaimana bila UNP membuat kebijakan untuk mahasiswa baru yang ingin benar-benar belajar di UNP? Kebijakan dan kewajiban untuk menggunakan sepeda di lingkungan kampus. Ini bukan kebijakan buruk yang perlu ditolak dan didemo. UNP tidak perlu takut kehilangan peminat lantaran peraturan ini. Bahkan, dari sini kita akan melihat, siapa orang yang benar-benar ingin menuntut ilmu di UNP dan siapa yang hanya sekedar numpang eksis. Tidak ada alasan bagi pihak kampus untuk malas, acuh, menolak atau ogah-ogahan menjalankan program ini. Semuanya harus bekerja. Orang atas buat kebijakan, ada pegawai yang menjadi pengawas untuk mengontrol agar program ini tetap berjalan sebagaimana mestinya, dan staf, dosen dan mahasiswa dituntut untuk mematuhi semua aturan positif tentang penciptaan kampus hijau dengan menyediakan hukuman dan konsistensi yang tegas. Komitmen terhadap lingkungan dengan menyusun program-program yang mendukung tercapainya tujuan penciptaan kampus hijau sejak dini, yang melibatkan semua pihak kampus untuk menganalisis statistik lingkungan kampus, pengelolaan sampah dan transportasi. Walau bagaimanapun, kampus hijau bukan hanya soal kerindangan, kebersihan, kerapian dan kenyamanan. Namun, ini juga soal hati, bagaimana setiap orang mau memahami bahwa setiap kebaikan yang dilakukan oleh seseorang berdampak pada orang lain, begitu pula sebalikanya. Di kampus, kesadaran untuk menjaga lingkungan harus dimiliki tidak hanya oleh mahasiswa, tetapi juga dosen dan pejabat kampus. Kerendahan hati untuk tidak menutup mata dari kehebatan kampus lain kemudian memodifikasinya menjadi kelebihan kampus tersendiri.
Apa Kata Mereka
Perhatikan Nilai Estetika Vini Putri Utami Mahasiswa Jurusan PGPAUD TM 2012 Adanya pedagang di lingkungan kampus sangat efektif untuk membantu mahasiswa mencari jajanan saat istirahat kuliah. Selain dekat, harganya pun cukup murah. Walaupun ada juga sebagian yang mahal, namun setidaknya dapat sejajar dengan kantong mahasiswa. Hanya saja hal yang harus diperbaiki adalah: pedagang hendaknya memperhatikan nilai keindahan dan kebersihan kampus, karena yang kita temui sekarang ini sampah berserakan di mana-mana, sehingga merusak pemandangan bagi orang-orang yang lewat.
Ujang Tukang Ojek Kampus UNP Penghasilan penyedia jasa ojek yang mangkal di kampus sebenarnya tidak jauh beda dengan yang di luar kampus. Pendapatan itu sekitar Rp. 50.000-an atau Rp. 60.000-an perhari. Bedanya, di kampus lebih mudah mencari penumpang karena dosendosen dan para mahasiswa sering lalu lalang. Namun pada saat libur, penghasilan kami memang berkurang karena tidak ada yang kuliah. Kalau masalah peringatan, kami tidak pernah mendapatkan teguran dari pihak UNP karena kami tidak melanggar aturan apapun.
Dr. H. Idris M.Si Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi Sebenarnya tidak ada masalah dengan para pedagang yang berkeliaran di sekitar UNP. Mereka juga berhak untuk mencari nafkah, tetapi masalahnya adalah nilai estetika. Para pedagang yang berjejar di sekitar UNP membuat nilai estetika menjadi kurang. Tidak sepantasnya mereka berdagang di depan kampus, boleh berdagang tetapi setidaknya mereka memiliki tempat kusus untuk itu. Seharusnya pihak UNP menyediakan tempat khusus untuk mereka. Sedangkan mengenai terminal bayangan di depan kampus seharusnya pihak kampus memiliki koordinasi dengan pihak kota. Terminal memang seharusnya ada karena penting untuk kelancaran transportasi.
Edisi No. 170/Tahun XXIII/ Oktober-November 2012
7
Laporan Utama
Perlu Kerjasama dan Aturan Tegas Oleh: Media/Dila/Dedi
Meskipun sudah ada pihak yang menanggungjawabi, tetap saja kampus yang nyaman tidak akan bisa dicapai jika semua pihak tidak ikut berperan aktif Penertiban yang telah dilakukan pihak kampus terhadap terminal bayangan, pedagang kaki lima, pengemis dan tempat parkir nyatanya belum menampakkan hasil yang maksimal. Hingga kini, setiap hari kawasan pedagang kaki lima di dekat FIS, pengemis masih leluasa masuk kelas, dan mobil angkutan tetap parkir di zona terlarang. Sementara itu, warga kampus sangat menginginkan suasana kampus yang nyaman dan mendukung proses perkuliahan. “Melihat kondisi kampus saat ini, saya rasa lingkungan kampus kita perlu diakomodir kembali,” ujar dosen Fakultas teknik UNP Drs. Aswardi, MT, Kamis (22/11). Ia mengakui semakin meningkatnya jumlah mahasiswa memberi peluang bagi masyarakat untuk membuka peluang usaha di UNP. Mahasiswa sekarang juga tidak mau susah, tambahnya, sehingga tukang ojek yang sebenarnya cukup mengangu kenyamanan kampus begitu diminati. “Untuk itulah harus ada aturan yang jelas bagi mereka,” katanya. Sayangnya, harapan akan kampus nyaman belum akan terealisasi dalam waktu dekat. Meskipun sudah dikerahkan keamanan UNP untuk menertibkan PKL, pengemis dan terminal bayangan, mereka tetap kembali. Pun, dari petugas keamanan sendiri tampaknya enggan untuk menertibkan
Sembrawut: Kurang kondusifnya tata ruang yang ada di UNP, membuat keadaan disuatu waktu bisa menjadi sembrawut. Lahan parkir yang tidak sebanding dengan jumlah pengguna kendaraan bermotor membuat sering terjadinya macet. Contohnya di depan Gedung Perkuliahan MKU, Rabu (28/11). f/Novi*
secara tegas. Hal ini disebabkan kebanyakan PKL dan tukang ojek adalah warga sekitar kampus. “Sehingga kami agak kesulitan menertibkan mereka,” ujar salah seorang petugas keamanan UNP Afridoni, Senin (3/ 12). Ia mengakui tidak ada peraturan yang melegalkan keberadaan mereka di UNP, hanya saja menurutnya, banyaknya pintu masuk UNP membuat mereka bisa kembali. Petugas keamanan sudah melakukan berbagai cara untuk menertibkan, seperti: teguran dan tindakan tegas berupa pengusiran. “Bahkan kami melakukannya hampir setiap hari, tetapi mereka tetap kembali,” tambah Afridoni. Untuk parkiran
yang tidak teratur Afridoni mengaku ia dan teman-teman petugas keamanan lainnya telah mengambil tindakan tegas dengan mengempeskan ban kendaraan mereka agar para pelanggar aturan tersebut jera. Sempitnya lahan parkir masih menjadi kendala bagi petugas dalam menjalankan tugas. Ditambah lagi ada beberapa area yang lahan parkirnya masih dalam masa pembangunan seperti di lingkungan MKU baru. Mereka hanya berharap ada sosialisasi dari universitas untuk menggulangi hal ini. Menurut Aswardi, kampus ini memang berada di bawah tanggung jawab rektor dan juga ada bagian-bagian yang bertugas
sesuai dengang bidangnya masing-masing. Tapi, ia menambahkan, semua masyarakat UNP juga harus turut serta membantu menjaga keamanan kampus ini. Ia berharap, jika pembangunan kampus selesai akan ada tata ruang yang lebih nyaman, tempat parkir yang cukup, tempat untuk memenuhi semua kebutuhan mahasiswa seperti: kafe, kantin, fotokopi, fasilitas internet perlu disediakan sehingga kegiatan mahasiswa bisa berpusat di satu tempat. Harapan serupa juga disampaikan Rima Dewi Rahayu, Mahasiswa FE TM 2009 mengharapkan seluruh mahasiswa ikut bekerjasama membantu penertiban ini. Ia menyarankan agar memperbanyak penyediaan sarana kantin di setiap fakultas, banyak menanam pohon untuk mengatasi polusi udara dan melakukan pembangunan pembangunan vertikal, “untuk mengatasi kesempitan lahan parkir,” katanya, Senin (19/11). Tak hanya dosen dan mahasiswa. Semua pihak yang beraktivitas di UNP juga mengharapkan hal serupa. Weko Febrian, Staf UPT MKU, yang dulunya adalah petugas keamanan di UNP juga pernah menertibakan lingkungan kampus dari pedagang kaki lima dan pengemis bersama satuan polisi pamong praja pada tahun 2009 lalu. Menurutnya pedagang kaki lima perlu disediakan tempat yang layak karena keberadaan mereka tak jarang cukup membantu mahasiswa. Sedangkan untuk bagunan kampus ia beranggapan kampus UNP ini sudah bagus dengan adanya gedung-gedung baru yang memadai untuk proses perkuliahan. Hanya saja menurutnya kampus yang bagus tersebut juga perlu dilengkapi dengan lahan parkir yang memadai, tidak seperti sekarang ini. “Jika ini sudah terpenuhi tentunya kampus ini akan lebih baik,” tambahnya Kamis, (22/11) lalu. Laporan: Tila, Liza*, Novi*.
Kepala BAUK UNP Drs. Syarkani
Bukan Berarti Tanpa Kendala Tidak kondusifnya suasana kampus UNP bukan berarti tanpa sebab. Banyak hal yang menyebabkan kenapa UNP menjadi kurang tertib seperti sekarang ini. Ketidaktertiban ini juga bukan berarti tanpa usaha untuk merapikannya. Berbagai usaha telah diupayakan. Namun, setiap upaya selalu diiringi dengan berbagai kendala. Bagaimana pihak universitas menyikapi hal ini? Usaha apa saja yang telah dan akan dilakukan? Kendala seperti apa yang dihadapi? Simak wawancara reporter Ganto Media Rahmi dan Jefri Rajif dengan Drs. Syarkani, Kepala Biro Administrasi Umum dan Keuangan (BAUK) UNP, Selasa (27/11). Bagaimana kondisi kampus sekarang? Sebenarnya UNP sekarang tengah melanjutkan pembangunan-pembangunan yang telah dimulai dari tahun-tahun sebelumnya. Kalau sekarang ini yang tengah dibangun seperti kolam renang di FIK, labor perhotelan di Bukittinggi, dan SMA Pembangunan Labor. Semua pembangunan yang tengah berlangsung ini merupakan pembangunan yang berkelanjutan, jadi tidak bisa dipastikan kapan pembangunan ini akan selesai. Hal ini kan juga bergantung kepada ekonomi UNP. Kalau dilihat dari sisi lingkungannya, UNP sekarang terlihat sedikit ruwet. Adanya pedagang kaki lima, terminal dadakan, ojek, juga pengemis menganggu kenyamanan di wilayah kampus. Keberadaan mereka juga
tidak sedikit. Apa usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini? Kalau dari pihak BAUK sendiri kami telah melakukan banyak hal. Penertiban yang bersifat persuasif hingga tindakan tegas telah dilaksanakan. Untuk menertibkan terminal dadakan misalnya. Kami telah mengirimkan surat permohonan penertiban kepada wali kota sebanyak dua kali. Surat pertama kami kirimkan pada 22 Februari 2012. Namun, karena tidak ada tanggapan, maka kami kirim kembali pada 22 Mei 2012. Bahkan kami juga melampirkan tiga bahan pertimbangan untuk wali kota pada pengiriman yang kedua dengan harapan tindakan penertiban dapat terlaksana segera. Sayangnya, hingga sekarang pihak walikota belum memberikan tanggapan balik ke BAUK. Apa saja kendalanya? Setelah penertiban-penertiban dilakukan, yang menjadi kendala diantaranya seperti kembalinya para pedagang kaki lima berjualan di UNP. Hal itu terjadi karena banyaknya pintu masuk bagi para pedagang itu untuk beroperasi lagi di UNP. Lokasi UNP yang juga dapat dibilang sebagai jalur perlintasan bagi penduduk menyebabkan banyaknya gang-gang tikus bagi para pihak yang ingin membuka usaha. Kendala lain datang dari kurangnya
kesadaran mahasiswa sendiri. Mahasiswa yang terlihat sangat jelas mendukung keberadaan para pelanggar ini selalu menggunakan jasa mereka. Terlebih jasa tukang ojek dan pedagang kaki lima. Kalau saja mahasiswa lebih memilih untuk berjalan kaki yang jauh lebih sehat dari pada sedikitsedikit naik ojek, maka keberadaan tukang ojek itu dapat teratasi. Belum lagi bagi mahasiswa yang jelas-jelas melanggar aturan parkir. Padahal satpam telah menertibkan. Selepas dari pengawasan satpam, mereka kembali melanggar. Apa tindakan yang dilakukan pihak BAUK? Kalau dari pihak BAUK sendiri, kami tidak mempunyai agenda untuk menertibkan pedagang kaki lima, ojek, terminal dadakan, dan pengemis di UNP. Wewenang untuk ini telah diberikan kepada aparat keamanan kampus, satpam. Jadi, untuk ketertiban kampus telah diwenangi oleh lebih kurang 60 satpam yang ada di UNP. Apa saja dampak dari penggunaan lahan kampus melihat masih banyaknya penggunaannya oleh keberadaan pihakpihak pelanggar edaran rektor? Semua penggunaan itu berdampak negatif bagi UNP karena hal tersebut telah melanggar seluruh aturan. Hal itu menimbulkan ketidaknyamanan terhadap berlangsungnya perkuliahan. Belum lagi jika
penggunaan lahan itu sampai memakan badan jalan hingga menyebabkan terganggunya akses menuju kampus. Menurut anda bagaimana seharusnya kondisi kampus yang kondusif? Semua sarana dan prasarana kampus dalam keadaan bagus, akses menuju kampus juga lancar. Selain itu, ketersediaan lahan parkir harus memadai untuk memuat kendaraan. Kepedulian civitas akademik akan lingkungan juga sangat mendukung terhadap kenyamanan kampus ini. Tak hanya petinggi-petinggi kampus, tapi seluruhnya harus terlibat, khususnya mahasiswa.
8
Artikel Umum
KonsultasiKesehatan Kesehatan Konsultasi Untuk edisi kali ini konsultasi Kesehatan SKK Ganto tidak bisa disajikan kepada pembaca karena kendala teknis. Sebagai gantinya redaksi menampilkan tulisan seputar masalah Kesehatan.
Aspartam Merusak Otak Dewasa ini banyak bermunculan penyakit yang sedang mewabah seperti pengerasan otak atau sumsum tulang belakang dan Lupus. Kebanyakan masyarakat tidak mengerti faktor apa yang menyebabkan wabah ini terjadi dan mereka tidak mengetahui mengapa menjadi begitu merajalela. Hal ini dikarenakan kebanyakan penyakit yang diderita masyarakat disebabkan oleh kekeliruan dan ketidakhatihatian dalam mengonsumsi makanan atau minuman yang diawetkan dan diberi perasa dengan zat-zat kimia. Banyak zat-zat kimia berbahaya yang terkandung dalam makanan dan minuman, dan masyarakat yang tidak mengetahui dampak buruk dari zat tersebut dengan senang hati mengkonsumsinya. Saat ini banyak masyarakat menggunakan pemanis buatan karena iklan di televisi memberitakan bahwa gula itu tidak baik buat kesehatan mereka. Hal ini memang benar. Gula merupakan racun bagi tubuh, akan tetapi yang orang-orang gunakan sebagai pengganti gula, jauh lebih mematikan. Zat kimia berbahaya ini dikenal denga “Aspartam”. Aspartam adalah pemanis buatan yang tersusun dari 2 asam amino yaitu asam aspartat dan fenilalanin. Ia ditemukan pada tahun 1965 oleh James Schslatte sebagai hasil percobaan yang gagal. Asam aspartat dan fenilalanin sendiri merupakan asam amino yang menyusun protein, khusus asam aspartat, ia juga merupakan senyawa penghantar pada sistem saraf (neurotransmiter). Aspartam, dikenal juga dengan kode E951, memiliki kadar kemanisan 200 kali daripada gula (sukrosa), dan banyak dijumpai pada produk minuman dan makanan/permen rendah kalori atau sugarfree. Diantaranya: Aspartam banyak ditemukan di makanan & minuman olahan seperti: softdrink / minuman bersoda, minuman jus buah dalam botol/kaleng, kacang atom, biskuit, keripik kentang dan singkong, permen bebas gula dan berbagai macam jenis makanan dan minuman olahan lain yang beredar di pasaran. Nama dagang aspartam sebagai pemanis buatan diantaranya Equal, Nutrasweet dan Canderel. Aspartam banyak digunakan sebagai pengganti gula karena rasanya jauh lebih manis dan harganya sangat lebih murah sebab bukan berasal dari tanaman ataupun makanan. Aspartam (aspartame) yang merupakan suatu pemanis buatan yang diproses secara kimiawi untuk menghasilkan rasa super manis ini dapat membuat berat tubuh bertambah. Namun permasalahan ini hanyalah sebuah hal kecil yang dapat dilakukan oleh Aspartame. Aspartame adalah bahan kimia beracun yang dapat merubah kimiawi pada otak dan sungguh mematikan bagi orang yang menderita parkinson. Bagi penderita diabetes, mengkonsumsi untuk jangka waktu lama dapat menyebabkan koma, bahkan meninggal. Bila ada produk yang mengklaim bahwa produk itu bebas gula, kita sudah harus tahu bahwa produk tersebut mengandung Aspartame. Senyawa kimia sejenis alkohol yang terdapat dalam Aspartame di dalam lambung berubah menjadi formaldehid (formalin) yang kemudian mengalami perubahan menjadi senyawa asam yang bernama asam format, sehingga pada akhirnya menimbulkan peningkatan derajat keasaman dalam darah, atau asidosis metabolik. Ditengarai bahwa formaldehid yang terbentuk dapat terakumulasi dalam sel, kemudian bereaksi dengan berbagai enzim dan DNA di mitokondria maupun inti sel, sehingga berpotensi mencetuskan keganasan atau kanker pada pengguna jangka panjang. Aspartam larut ke dalam larutan dan karenanya dapat melakukan perjalanan ke seluruh tubuh dan menumpuk dalam jaringan apapun. Tubuh mencerna aspartam tidak seperti sakarin yang tidak merusak di dalam tubuh manusia. Komponen aspartam dapat menyebabkan sejumlah masalah kesehatan. Efek samping dapat terjadi secara bertahap, bisa langsung, atau dapat reaksi akut. Menurut Lendon Smith, MD ada populasi besar penderita yang berhubungan dengan efek samping aspartam, namun tidak tahu mengap, obat, suplemen dan herbal tidak menghilangkan gejala mereka. Banyak kerugian dari mengkonsumsi aspartam pada kesehatan kita, bahkan mengakibatkan 92 kasus gangguan kesehatan (yang pernah dilaporkan ke FDA), diantaranya adalah: diabetes, kanker, bayi yang dilahirkan cacat, epilepsi, sakit kepala, migrain, dan vertigo, masalah perilaku (behavioral problems), sesak nafas, ganggual seksual, alergi, dan sebagainya. Batas aman konsumsi aspartam adalah 50 mg/kg berat badan per hari. Jadi jika berat badan Anda 50 kg, maka batas maksimal konsumsi aspartam adalah 2.500 mg. Ini jumlah yang sangat banyak untuk konsumsi pemanis harian. Marilah kita mengurangi atau menghindari produk makanan dan minuman olahan yang mengandung aspartam, dan lebih memilih produk dengan pemanis alamiah seperti gula pasir, gula merah, gula aren, xylitol, ataupun stevia yang dibuat dari ekstrak tanaman. (Dari berbagai sumber)
Edisi No. 170/Tahun XXIII/ Oktober-November 2012
Di Balik Potret Usang Kartini Oleh Era Susanti (Mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia TM 2010)
“Orang dapat merampas banyak dari kami, ya semuanya, tetapi jangan pena saya, ini tetap milik saya, dan saya akan dengan rajin menggunakan senjata itu” Itulah Cuplikan bait surat Kartini yang Ia kirimkan untuk sahabatnya bernama Nyonya Abendanon. Begitu kecilnya ruang gerak wanita pada saat itu, Kartini hanya bisa berkomunikasi dengan orang luar melalui surat. Hanya melalui tulisan, Kartini bisa mencurahkan isi hatinya. Tubuh Kartini terkurung dalam sangkar adat, namun semangatnya tak pernah pudar untuk memperjuangkan derajat kaum wanita. Pedang terhunus Kartini adalah penanya, menorehkan sejarah, senjata yang tidak haus darah, namun mampu menggetarkan hati dan jiwa para penjajah hingga hati mereka merasa tercabik-cabik oleh kepolosan jeritan hati nurani gadis pribumi. Hingga detik ini, bulan ini, tahun ini, bahkan hingga nanti, Kartini tetaplah menjadi sosok yang sangat dikagumi, pelopor emansipasi wanita yang sudah diakui kegigihannya secara nasional, bahkan di mata dunia. Seorang wanita yang berusaha keras dalam memperjuangkan kesetaraan gender antara kaum wanita dengan kaum pria. Perjuangannya tidak sia-sia, seperti yang dirasakan saat ini. Wanita s u d a h m a m p u memposisikan diri sejajar dengan kaum pria. Ini tak lain dan tak bukan berkat jasa beliau, sang pelopor “Habis Gelap Terbitlah Terang.” Kartini. Waktu terus berlalu, dan era pun terus berubah. Meski Kartini hanya tinggal nama dan kenangan, namun sejarah tidak akan pernah melupakan sosok Kartini, sosok yang telah mengangkat derajat wanita Indonesia di Negeri sendiri maupun di mata dunia. Begitulah sepintas potret perjuangan sosok Kartini, lalu bagaimana dengan nasib Kartini Muda sekarang? Saat ini, Kartini dengan kebaya dan kain panjang yang memperjuangkan nasib wanita mungkin sudah bukan zamannya lagi. Namun wanita harus tetap menjadi wanita dan sampai kapanpun takkan pernah menjadi pria. Wanita harus berjuang sesuai dengan kodratnya, wanita adalah panutan yang memiliki batas dalam bertindak. Terutama dalam masyarakat adat Minangkabau, wanita begitu dihormati. Wanita harus tetap menjunjung tinggi adat dan istiadat serta ajaran agama, terutama Islam. Wanita diharuskan menutup aurat dan jika belum mampu memakai jilbab. Setidaknya tampil dengan pakaian
selayaknya wanita, hal ini diharapkan dapat menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Jika dilihat posisi wanita dari segi adat, wanita dianjurkan sama dengan yang diharuskan agama. Apalagi bumi ranah Minang yang berpengang pada falsafah adat “adat basandi syarak, syarak basandi kitabbullah”. Semua ada aturannya, mulai dari cara berbicara, berpakaian, cara makan, dan cara tidur pun sebenarnya ada aturannya. Adat mengatur dengan mengacu pada agama, yaitu agama Islam. Akan tetapi, fenomena saat ini memberikan gambaran lain tentang sosok Kartini di era globalisasi. Begitu banyak kaum wanita yang menyalah artikan makna “emansipasi”. Banyak wanita yang ingin berkuasa, dan tidak lagi menghormati kaum pria. Seperti realita yang sering disaksikan, baik itu di media massa maupun di lingkungan tempat tinggal. Misalnya dalam hidup berumah tangga, banyak wanita yang mengambil alih peran pria. Dengan alasan pria (suami) tak lagi mampu menafkahi keluarga atau penghasilan suami tidak mencukupi kebutuhan rumah
bukan hanya terjadi pada wanita dewasa atau ibu-ibu rumah tangga yang berebut kekusaan dengan suami atau pria-pria yang dikenalnya. Tetapi juga pada generasigerasi muda yang kelak akan menjadi pemegang tampuk bangsa ini ke depannya. Banyak diantaranya yang tidak lagi peduli dengan kebudayaan sendiri. Tidak lagi mau mematuhi aturan dan nasehat orang tua. Dewasa ini, marak sekali generasi bangsa yang lebih cenderung mengikuti arus budaya luar yang telah memudarkan eksistensi kebudayaan Indonesia asli. Contohnya, baik itu dalam hal perilaku kehidupan nyata maupun dalam dunia film, bahasa persatuan mulai bergeser, dan digantikan dengan pemakaian tata cara bahasa asing. Dengan pakaian ketat dan tutur kata yang sama rata, tidak ada lagi rasa saling menghormati, semua dibuatnya sederajat, sehingga dianggap tidak perlu lagi tata karma. Jika ada diantaranya yang memilih memakai pakaian yang tidak mengikuti trend, maka akan diberi gelar kamseupay. Atau jika ada yang takut pergi main tanpa meminta izin kepada orangtuanya terlebih dahulu, akan mendapat gelar “Anak mami”. Bukan ini arti emansipasi yang sesungguhnya. Hal ini hanya akan merusak jati diri bangsa, apalagi generasi muda. Selama ini hanya membodohi diri sendiri dengan mengikuti bangsa asing, padahal kita sendiri juga punya Grafis: Faeza jati diri, bahkan lebih kaya, lebih unik, dan akan lebih bernilai bila terus dikembangkan. Kita punya budaya sendiri yang tak kalah memesona dengan budaya luar. Kartini Muda, harusnya mampu mencoba menjadi sosok yang benar- benar diharapkan. Sosok yang pantas dengan sebutan “Wanita adalah perhiasan yang sangat berharga” menjadi sosok idaman pria. Belajar memantaskan diri dengan kodrat menjadi sosok panutan yang disegani dan dihormati. Hapus anggapan miring tentang sosok Kartini muda, yang tangga. Atau gaji istri acap kali disebut tidak tahu aturan, jauh lebih besar daripada gaji nilai, norma, dan agama. suami, maka banyak wanita yang Ada jalan lain untuk melukis berbuat semaunya. Tidak lagi wajah dunia, pengorbanan yang menghormati suami, bahkan tidak tidak kalah berharga ketimbang peduli dengan urusan rumah menyambung nyawa. Dan meski tangganya lagi. Sedangkan yang saat ini wanita telah mempunyai menjadi korban dari kasus ini hak dan kedudukan yang sama adalah anak, hal ini yang sering dengan pria, bukan berarti itu boleh memicu anak mencari tempat meremehkan pria, karena walau pelarian, seperti terjerat candu bagaimanapun, sampai kapanpun, narkoba dan pergaulan bebas. pria akan tetap menjadi pemimpin Orangtua kadang terlalu sibuk bagi kaum wanita. dengan urusan masing-masing, ibu Sosok Kartini yang merupakan yang seharusnya bertugas menjaga gadis pingitan semenjak usia belia, anak di rumah saat suami bekerja, dunianya terkurung oleh temboktidak lagi peduli dengan tugasnya. tembok istana. Dan nasib keterJika ditegur, ibu (wanita) tersebut kurungan itu dialaminya hingga saat akan berdalih dengan berbagai di hari pernikahannya, namun Ia alasan, salah satunya “ Ini zaman masih tetap mampu berjuang. emansipasi, bukan zamannya lagi Sedangkan bagi yang hidup di era modern yang diberi kebebasan, di kekang.” Emansipasi wanita? Ya, begitu haruskah menghancurkan perjuabanyak yang menyalah artikannya. ngannya? menghancurkan impianKesalah kaprahan emansipasi ini impian Kartini?
Edisi No. 170/Tahun XXIII/ Oktober-November 2012
9
Artikel Pendidikan
Bercermin Sistem Pendidikan dari Bimbel Oleh Ana Sakinah Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris TM 2011
Pendidikan merupakan sektor yang berperan penting dalam kemajuan suatu bangsa. Namun faktanya, banyak hal yang menghambat seseorang dalam menempuh proses pendidikan tersebut. Hal ini dapat disebabkan oleh learning disorder, learning disfunction, atau mungkin disebabkan oleh kualitas lembaga pendidikan tempat ia belajar yang tidak bagus. Dari kebanyakan kasus, yang menghambat seseorang dalam proses belajar, yaitu berasal dari ketidaknyamanan tempat dimana ia belajar. Hal ini dapat ditemukan di berbagai lembaga belajar formal, seperti TPA, MDA, sekolah negeri, maupun sekolah swasta. Kebanyakan lembaga pendidikan formal hanya menuntut siswanya untuk tunduk dan taat pada aturan sekolah, belajar, dan berprestasi. Jarang ada lembaga pendidikan formal yang memperhatikan komprehensi siswa dalam materi pelajaran, apalagi yang memfasilitasi siswanya dalam suasana pembelajaran. Berbeda dengan lembaga pendidikan formal, lembaga pendidikan non formal, khususnya lembaga bimbingan belajar (bimbel), berusaha melayani siswa dengan suasana belajar yang menyenangkan. Melihat perkembangan lembaga bimbel dewasa ini, tidak dapat dipungkiri bahwa lembaga pendidikan non formal ini, akan mampu menjanjikan kemajuan bagi pendidikan di Indonesia. Alasannya? Pertama, melihat pada tempat dan suasana pembelajaran di lembaga bimbel yang santai, tapi kondusif sekaligus menyenangkan. Di lembaga bimbel, para siswa dapat mengenakan pakaian apa saja asalkan sopan. Mereka tidak dituntut untuk mengenakan pakaian seragam formal. Terlebih bagi seorang anak dengan jiwa artistic mereka. Bayangkan betapa membosankannya bagi mereka berpakaian yang sama dengan semua orang setiap hari, setiap minggu, bahkan selama Ia masih bersekolah di sana. Ia akan merasa terkekang dengan aturan seperti itu. Selain itu, di lembaga bimbel, siswa dapat membawa bekal ke dalam ruangan
belajar. Mereka boleh berhenti belajar kapan saja mereka merasa sudah lelah, dan memakan bekal yang mereka bawa. Tidak perlu menunggu bel jam istirahat berbunyi untuk makan. Sistem pembelajaran di lembaga bimbingan belajar juga lebih efektif. Materi pelajaran diberikan dengan cara yang singkat dan mudah dipahami para siswa. Pengajar memberikan trik-trik jitu dalam menjawab pertanyaan. Sehingga, dalam waktu yang singkat, siswa dapat menyelesaikan soal dengan mudah, sekalipun tingkat kesulitan soal itu tinggi. Ini sangat berguna ketika siswa menghadapi ujian, baik itu Ujian Akhir Nasional, ujian masuk Perguruan Tinggi, maupun ujian kenaikan kelas, dimana siswa dituntut berpikir cepat dan tepat. Materi pelajaran pun sering diulang di tempat bimbingan belajar. Berbeda dengan di sekolah, pembelajaran di lembaga bimbingan belajar tidak menargetkan siswanya untuk menamatkan semua materi dalam jangka waktu tertentu. Misalnya di lembaga pendidikan formal, siswa harus mempelajari dua belas materi pelajaran dalam enam bulan. Memberatkan, bukan? Itu sebabnya, banyak guru di sekolah yang menerangkan pelajaran sangat cepat karena mereka mengejar target yang tertulis dalam kurikulum pendidikan. Di tempat bimbingan belajar, siswa lebih kepada menikmati “sajian� materi seperlunya, dengan itu, mereka akan menguasai materi tersebut sebaik-baiknya. Sedangkan di sekolah, siswa harus mempelajari semua materi yang terdapat dalam kurikulum pelajaran. Padahal, ada sebagian materi yang tidak perlu dipelajari secara intensif. Prinsip lembaga bimbingan belajar berbunyi, “Boleh saja materi yang dipelajari cuma lima buah, tapi siswa dapat menguasai 90-95 persennya.� Hal ini akan jauh lebih baik dari mempelajari dua belas materi pelajaran, tapi siswa hanya menguasai 50 atau 60 persennya. Dengan jumlah materi yang sedikit, dapat dilakukan pengulangan pada materi yang sama. Sehingga materi yang diberikan benar-benar dapat dikuasai oleh peserta didik. Hal berikutnya yang menjadikan lembaga bimbingan belajar berkontribusi untuk kemajuan pendidikan adalah tidak adanya sistem penilaian terpadu. Di tempat bimbel tidak ada penerimaan rapor, tidak ada ujian kenaikan kelas, dan tidak ada siswa yang dinyatakan gagal sehingga tidak naik kelas
atau tidak lulus—hal yang menjadi momok menakutkan bagi sebagian besar siswa. Bimbingan belajar hanya memastikan semua peserta didik mereka memahami dan mendalami konsep pelajaran. Walaupun ada tingkatan atau level pelajaran yang diberikan, tapi bimbel tidak menekan siswa untuk belajar keras demi naik kelas atau lulus ke tingkat yag lebih tinggi. Karena lembaga bimbel berpikir setiap anak bisa saja “takut� saat mengerjakan ujian. Kemudian ia tidak dapat berkonsentrasi penuh, lalu gagal. Ia bukannya tidak memahami materi pelajaran, bukannya tidak pantas untuk naik kelas, tapi ia hanya tidak siap untuk ujian saat itu. Jika semua siswa diperlakukan sama dalam kapasitas kesiapan yang berbeda, tentu saja itu tidak efektif. Oleh sebab itu, bimbel fokus memahami siswanya dalam proses belajar, bukan dalam penilaian akhir. Memperhatikan emosional siswa, juga sudah seharusnya menjadi tugas pendidik terutama dalam pendidikan formal. Selanjutnya, lembaga bimbel memfasilitasi peserta didik dengan tim pengajar atau instruktur yang professional di bidangnya masing-masing. Bukankah pengajar di sekolah-sekolah juga merupakan orang pilihan yang lulus seleksi sebelumnya? Lalu, apa yang membedakannya dengan tim pengajar di bimbel? Memang benar, keduanya merupakan orang-orang yang telah lolos seleksi dan pantas untuk menjadi tim pengajar di lembaga pendidikan. Namun, satu hal yang membuat mereka berbeda adalah kualitas cara mengajarnya. Bimbingan belajar sangat memperhatikan kualitas mengajar tim pengajarnya. Ada seleksi yang ketat dalam pemilihan tim pengajar yang berkualitas. Pasalnya, gaji yang diberikan untuk tim pengajar di bimbel jauh lebih tinggi daripada gaji yang diberikan pemerintah untuk tim pengajar di lembaga pendidikan formal. Hasilnya, ketika seseorang dihargai dengan gaji tinggi, maka kinerja yang dihasilkan juga akan lebih baik daripada yang dihargai dengan gaji standar. Selain itu, pengajar yang kinerja lebih bagus daripada yang diharapkan pemimpin bimbel tersebut akan diberikan bonus tambahan.
Grafis: Faeza Bonus tambahan ini dapat berupa kenaikan jabatan, gaji tambahan, atau bonus jalanjalan ke luar negeri. Intinya, kesejahteraan pengajar diperhatikan oleh lembaga bimbel ini. Lalu pertanyaannya, bukankah pemerintah juga sudah mencanangkan program sertifikasi bagi semua guru di Indonesia? Tidakkah itu berarti bahwa pemerintah juga sudah memperhatikan kesejahteraan guru? Jika dilihat lagi, sepertinya program sertifikasi yang diperuntukkan bagi kesejahteraan para pengajar, tidak cukup untuk membuat pengajaran di sekolah-sekolah berjalan efektif. Perlu ada perbaikan pada sistem pengajaran itu sendiri. Para peserta didik butuh proses pembelajaran yang rileks, fun, dan kondusif. Mereka butuh didikan dari tenaga pendidik yang benar-benar menguasai bidangnya, tim pendidik yang memahami kesulitan siswa dalam memahami materi pelajaran. Tim pendidik tidak seharusnya mengikat peserta didik dengan sederetan aturan dengan berfikir bahwa aturan itu membuat siswa mudah diatur, lalu dengan begitu mereka lebih mudah “menyuapi�nya dengan pelajaran. Pada akhirnya, jelas terjadi bahwa lembaga bimbel terlihat menjanjikan untuk kemajuan pendidikan di negeri ini.
Konsultasi Psikologi Untuk edisi kali ini konsultasi psikologi SKK Ganto tidak bisa disajikan kepada pembaca karena kendala teknis. Sebagai gantinya redaksi menampilkan tulisan seputar masalah Psikologi.
Ketika di bioskop, tiba-tiba Ani berteriak-teriak seakan melihat sesuatu yang mistik, sebenarnya tidak ada. Bisa saja Ani mengidap phobia, penyakit takut yang tak beralasan dan tidak dapat dikendalikan. Phobia merupakan gangguan kecemasan terhadap stimulus atau situasi tertentu yang pada dasarnya tidak membahayakan bagi orang secara umum, akan tetapi individu tersebut mengalami peningkatan kecemasan yang tidak lazim dibandingkan dengan orang lain yang menghadapi stimulus atau situasi yang sama. Individu tersebut menyadari rasa takut itu tidak rasional, tetapi tetap sulit menahan dan berpura-pura tidak takut. Semua phobia adalah ketakutan yang tak beralasan, yang bertalian dengan perasaan bersalah, malu, atau pun ditekan yang kemudian berubah takut pada suatu yang lain. Dunia medis menganggap phobia sebagai gangguan psikologis. Phobia terjadi karena adanya faktor biologis di dalam tubuh, seperti meningkatnya aliran
Mengenal Phobia Lebih Dekat darah dan metabolisme di otak, atau sesuatu yang tidak normal di struktur otak. Tapi, kebanyakan psikolog setuju phobia lebih sering disebabkan kejadian traumatis. Seperti yang dialami salah seorang korban Bom Bali yang selamat, Rachel Green yang kini phobia terhadap api dan suara keras. Penyebab lainnya adalah faktor budaya. Di Cina, Jepang dan Korea, masyarakatnya takut dengan angka empat (tetraphobia). Faktor keturunan juga bisa menjadi penyebab phobia. Ada perbedaan “bahasa� antara pengamat phobia dengan seorang pengidap phobia. Pengamat phobia menggunakan bahasa logika sementara seorang pengidap phobia biasanya menggunakan bahasa rasa. Bagi pengamat dirasa lucu jika seseorang berbadan besar, takut dengan hewan kecil seperti kecoak atau tikus. Sementara dalam bayangan mental seorang pengidap phobia subjek tersebut menjadi benda yang sangat besar, berwarna, sangat menjijikkan ataupun menakutkan. Adapun tanda-tanda seseorang mengidap phobia adalah memiliki perasaan takut intens yang mengganggu apabila dihadapkan
dengan situasi yang ditakutkan itu, cenderung gelisah, mudah tersinggung, sakit punggung, dan sakit perut. Bila sudah parah, penderita bisa merasakan jantung berdebar kencang, kesulitan mengatur nafas, dada terasa sakit, wajah memerah dan berkeringat, gemetar, pusing, mulut terasa kering dan mudah lemas, muntah, teriakan, atau bahkan dapat berujung pada ketidaksadaran penderita alias pingsan. Pakar membagi phobia ke dalam tiga golongan utama, yaitu: 1) Agraphobia, rasa takut yang muncul ketika berada di tempat ramai dan cenderung pemalu. 2) Social phobia, rasa takut bertemu orang lain. 3) Specific phobia, ketakutan akan suatu objek atau situasi, misal: takut air, takut akan hewan. Beberapa jenis specific phobia, misal nya: takut pada kucing (felinophobia), takut pada kamar atau ruang tertutup (Koinoniphobia), takut pada ketinggian (acrophobia), dan lain-lain. Johnny Depp ternyata menderita coulrophobia alias takut badut. Pada kasus phobia yang lebih parah, gejala anxiety neurosa menyertai penderita tersebut. Si penderita akan terus menerus
dalam keadaan phobia walaupun tidak ada rangsangan yang spesifik. Selalu ada saja yang membuat phobia-nya timbul kembali, misalnya: takut mati (thanatophobia). Untuk mengantisipasi gejala penyakit ini, orang tua sebagai tiang utama pembentuk karakter anak mesti memperhatikan kualitas perkembangan anak sejak dini. Berbagai ciri kepribadian perlu mendapat perhatian khusus; bagaimana lingkungan hidup memungkinkan terjadinya proses pertumbuhan yang baik dan bagaimana lingkungan hidup dengan sumber rangsangannya memberikan yang terbaik bagi perkembangan anak, khususnya dalam keluarga. Banyak cara yang digunakan untuk menyembuhkan pengidap phobia, baik menggunakan psikolo maupun obatobatan. Para psikolog biasanya menggunakan teknik sugesti (hipnoterapi), reframing, flooding, abreaksi, dan desentisasi sistematis. Obat-obatan yang dikonsumsi biasanya antidepresan, obat penenang, dan beta-blocker.
10
Laporan Khusus
Menunggu Umpan Balik P3N-KC
Edisi No. 170/Tahun XXIII/ Oktober-November 2012
Awal Mula P3NKC di UNP Undang-undang nomor 20 tahun 2003, membahas sistem Pendidikan Nasional. Pada pasal 3 Undang-undang tersebut menyebutkan pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Atas dasar itu, Dikti menunjuk beberapa universitas di Indonesia, termasuk UNP untuk merancang konsep Pendidikan Karakter di tiap universitas. Melalui Prof. Dr. Prayitno M. Sc, Ed dan Dr. Afriva Khaidir, SH.,M.Hum., MAPA, UNP merancang konsep P3NKC. P3N-KC tersebut bertujuan untuk menjadikan mahasiswa agar memiliki karakter yang cerdas dan nantinya menghasilkan output yang sesuai diharapkan. “Keringnya karakter saat ini juga memicu terbentuknya bibit korupsi,” ujar, Prayitno, Senin (19/11). Konsep yang telah dirancang ini kemudian diterapkan kepada beberapa mahasiswa yang direkrut dari Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) dan perwakilan setiap jurusan. Pada pelaksanaannya yang pertama (September 2010) P3N-KC hanya diikuti oleh dosen saja, tahun kedua (November 2011) baru diperuntukkan bagi mahasiswa UNP, dengan jumlah 405 mahasiswa dan 70 fasilitator dari kalangan dosen yang pernah mengikuti program yang sama. Untuk ketiga kalinya program tersebut dilaksanakan kembali pada tahun 2013 dan diikuti sebanyak 420 peserta dengan melibatkan 400 fasilitator yang tergabung dari dosen dan mahasiswa S2 Bimbingan Konseling (BK) UNP. Selain dukungan yang diberikan oleh Dikti, program ini juga disokong oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut Prayitno, KPK sangat mendukung UNP dalam pelaksanaan program ini, karena program pembentukan karakter merupakan agenda dari KPK. “Bibit koruptor akan banyak lahir apabila tidak diantisipasi,” ujarnya. Selain itu Guru Besar Bimbingan Konseling UNP itu juga akan mengembangkan program ini ke masyarakatmasayarakat luas. “Sehingga tidak hanya mahasiswa UNP saja yang bisa merasakan,” tutupnya.
Oleh: Duni/Meri/Dedi
Sudah tiga tahun keberadaan P3N-KC di UNP, namun masih banyak keluhan dan kekurangan dalam pelaksanaannya. Dua tahun lalu, tepatnya Oktober 2010 Prof. Dr. Prayitno M. Sc, Ed ke Semarang untuk memenuhi undangan Dikti. Guru Besar Bimbingan Konseling (BK) itu mewakili UNP yang terpilih sebagai salah satu dari 25 universitas se-Indonesia untuk menjadi perancang dan pelaksana konsep pendidikan karakter. Berselang beberapa bulan, UNP menjalankan program Pengembangan, Penghayatan dan Pengamatan Nilai-nilai Karakter Cerdas (P3N-KC), yaitu memberikan pelatihan kepada mahasiswa dan dosen dengan mengacu lima konsep karakter cerdas, yaitu: jujur, cerdas, tangguh, peduli serta beriman dan bertaqwa. Lima konsep tersebut dicetuskan Prayitno dan Dr. Afriva Khaidir, SH,M.Hum, MAPA dalam buku Butir-butir Karakter Cerdas. “Lima poin itu diharapkan bisa dijadikan pedoman bagi mahasiswa,” ujar Prayitno, Senin (19/11). Setahun lalu, Rito Irawan bersama sembilan rekannya di Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan (BEM FIP) diminta fakultas menjadi peserta P3NKC. “Awalnya saya tidak tahu P3N-KC itu apa,” ujarnya, Kamis (22/11). Rito menceritakan dalam kegiatan itu peserta dibagi beberapa kelompok. Satu kelompok terdiri dari enam orang yang berasal dari fakultas berbeda. Masing-masing kelompok dibimbing dua fasilitator. Fasilitator terdiri dari beberapa dosen yang pernah mengikuti program yang sama pada tahun sebelumnya. Selanjutnya masing-masing kelompok akan membahas masalah yang sedang hangat terjadi di lingkungan dan akan dikaitkan dengan lima konsep karakter cerdas. “Peserta cukup antusias selama mengikutinya, mereka semangat dalam mengungkapkan pendapat,” tambah Rito. Namun, setelah kegiatan dua hari itu,
Pembukaan P3N-KC: Anggota tim perancang pendidikan karakter UNP, Dr. Afriva Khaidir, SH, M.Hum, MAPA dalam acara seminar hasil Pengembangan Penghayatan dan Pengalamanpengalaman Nilai Cerdas (P3N-KC) di Ruang Serba Guna Fakultas Teknik, Kamis (01-12-2011). f/Jefri.
Rito merasa tidak tahu harus melakukan apa. Ia merasa dilepas begitu saja, tanpa agenda lanjutan yang belum jelas. Akibatnya, ia hanya kembali kepada kehidupan dan kegiatan sebagaimana sebelum mengikuti P3N-KC. “Ini tidak efektif, karena pengetahuan yang didapat tidak bisa tersalurkan,” ungkapnya. Ia menambahkan bahwa memang ada himbauan dari panitia untuk menyebarkan kepada mahasiswa lainnya, namun itu hanya sebatas himbauan. “Tidak ada follow up dan kontrol membuat peserta lepas tanggung jawab”. Begitu pula Hery Hasta Satrianto, mahasiswa jurusan Teknik Mesin TM 2008. Menurutnya, harus ada program lanjutan dari panitia agar pengetahuan yang didapat bisa disampaikan kepada mahasiswa lain. Selain itu ia juga mengharapkan agar ke depan kegiatan ini bisa dinikmati seluruh mahasiswa UNP. “Bukan hanya mahasiswa yang bergabung di Organisasi Mahasiswa, karena itu hanya sebagian kecil,” ujarnya, Senin(19/11). Menurut Prof. Prayitno, M.Sc, Ed, keluhan-keluhan ini menjadi masukan pelaksanaan P3N-KC ke depannya. Ia
mengatakan semuanya butuh proses. Tetapi bila kegiatan ini rutin tiap tahun, maka akan banyak mahasiswa yang merasakannya. “Tidak bisa dilakukan sekaligus, karena jumlah mahasiswa banyak,” ujarnya, Senin (19/11). Tahun ini, kegiatan ini kembali digelar. Tahap satu sudah dilaksanakn pada JumatSabtu (9-10/11) lalu. Untuk kelanjutannya, P3N-KC akan kembali diadakan pada 7 dan 8 Desember mendatang. Menanggapi akan program lanjutan dari P3N-KC, Prayitno mengaku memang sejauh ini belum ada. Akan tetapi sebelum peserta dibubarkan, sudah diberi tahu agar sebisa mungkin pengetahuan yang didapat disebar luaskan kepada mahasiswa lainnya. “Misalnya ketika sedang makan bersama, berbagi dengan teman di kosan, atau sedang ngobrolngobrol bersama,” ujar Guru Besar BK UNP itu. Ia juga mengharapkan agar pendidikan karakter yang didapatkan mahasiswa dapat dimanfaatkan dengan sebaik mungkin. “Setidaknya bibit-bibit korupsi berkurang,” tutupnya. Laporan: Tuni, Winda, Mala*, Mai*.
Mahasiswa UNP Muhammad Sugero
Harus Ada Tindak Lanjut Saat ini UNP tengah menggalakkan konsep Pendidikan Karakter. Sebelumnya Dikti telah menunjuk 25 universitas se-Indonesia, termasuk UNP untuk dipercaya sebagai perancang konsep Pendidikan Karakter. Melalui program Pengembangan, Penghayatan dan Pengamatan Nilai-nilai Karakter Cerdas (P3N-KC), UNP mencoba membangun karakter cerdas bagi dosen dan mahasiswa di UNP. Apa tanggapan mahasiswa mengenai Pendidikan Karakter? Seperti apa idealnya mahasiswa berkarakter? Apa tanggapannya mengenai program P3NKC? Sejauh ini apa yang dirasakan dari dampak prog-
ram ini? Apa saran untuk program P3N-KC itu? Berikut hasil wawancara reporter Faeza Rezi S dengan Muhammad Sugero, Senin (19/11). Apa yang Anda ketahui tentang konsep pendidikan karakter? Konsep pendidikan karakter merupakan pendidikan yang bisa membangun kepribadian menjadi lebih baik dan tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Yang harus dimiliki setiap mahasiswa adalah sikap jujur. Misalnya dalam mengerjakan tugas mahasiswa harus mengerjakannya sendiri, dari sumber-sumber yang sah dan selalu mengecek kembali tugasnya apakah sesuai standar yang telah ditentukan. Seperti apa idealnya pendidikan karakter itu? Pendidikan karakter ini diharapkan akan menjadikan individu menjadi cerdas bukan pintar semata. Orang cerdas akan bisa membawa perubahan dan inovasi bagi dirinya, lingkungan dan bangsanya menjadi lebih baik. Berbeda dengan orang pintar, mereka hanya bisa mengupayakan apa yang
diinginkan dan tidak bisa menjadi agent of change bagi lingkungannya. Hal ini bisa dilihat bahwa negara kita saat ini sedang dipimpin oleh orang-orang yang pintar namun tidak cerdas. Mereka tidak bisa menjadikan negara ini menjadi lebih baik. Dengan adanya program P3N-KC di UNP, akankah berhasil menerapkan pendidikan berkarakter seperti yang diharapkan? Hasil dapat diukur dengan seberapa dampak terhadap objek P3N-KC yang telah dilaksanakan. Dalam jangka waktu yang baru berjalan dua tahun kegiatan ini, sangat singkat rasanya untuk mencapai sebuah tujuan besar seperti pendidikan karakter ini. Namun, dengan pelaksanaan P3N-KC yang telah berjalan tiga priode ini seharusnya ada dampak yang bisa dirasakan mahasiswa. Sampai sekarang saya belum merasakan pengaruh dari program ini. Program ini hanya dinikmati beberapa mahasiswa UNP saja, apakah itu efektif? Jika seperti itu programnya tidak jadi masalah. Namun, harus ada tindak lanjut
dari mahasiswa yang mengikutinya. Menurut saya mereka harus menerapkan aspek-aspek pendidikan karakter itu dalam kehidupan sehari-hari dan nantinya bisa dicontoh oleh mahasiswa lain. Selain itu, setiap mahasiswa yang mengikutinya harus membuat kelompok-kelompok diskusi untuk menyebarluaskan program pendidikan karakter. Misalnya dengan mendirikan forum diskusi untuk membicarakan, menghayati ciri-ciri pendidikan karakter cerdas itu. Jika setiap orang memiliki forum diskusi beranggotakan 20 orang saja, tentunya akan berdampak yang signifikan dalam mensosialisasikan program pendidikan cerdas ini. Apa saran yang Anda tawarkan untuk program ini ke depan? Program yang telah ada seharusnya dilakukan secara komprehensif. Setiap mahasiswa yang mengikuti program ini harus menyebarluaskan karakteristik pendidikan karakter itu seperti apa. Misalnya dengan membuat laporan kegiatan setelah mengikuti pelatihan program ini agar tujuan yang telah ditetapkan tercapai.
Edisi No. 170/Tahun XXIII/ Oktober-November 2012
11
Laporan Khusus
Bukan Sekedar Program Oleh: Duni/Meri/Dedi
Kegiatan P3N-KC tidak lahir begitu saja. Ada beberapa tahap yang dilalui.
Awalnya, panitia harus menyusun buku Model Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi dan melakukan Training of Trainer (TOT) yang bertujuan untuk melahirkan para fasilitator yang akan ditempatkan di P3N-KC itu. Namun, di usianya yang masih terbilang muda, berbagai komentar muncul terhadap pelaksanaan P3N-KC. Salah satunya dosen Jurusan Fisika, Fahrul Rozi, S.Pd. M.Si. Ia mengharapkan kalau bisa panitia P3N-KC memiliki rancangan tema atau masalah yang akan didiskusikan pada saat kegiatan berlangsung. Tanpa menutup peluang bagi peserta untuk mengusulkan tema diskusi yang lain. Harapannya, tema yang diusung tentunya dirujuk dari permasalahan yang ada di kampus dan dekat dengan dunia mahasiswa. “Seperti permasalahan parkir sembarangan,” ujarnya, Rabu (28/11). Jika demikian, mahasiswa secara tidak langsung diajak berpikir akan tindakan tidak baik yang tak jarang pelakunya adalah mahasiswa sendiri. Tentu hal ini akan mempermudah panitia dalam mengevaluasi seberapa besar pengaruh diskusi yang diadakan dalam mengatasi permasalahan di lingkungan kampus. Sedangkan jika ditinjau dari pihak-
Tidak Cukup Dua Hari Sudah tiga periode P3N-KC dilaksanakan, namun ada pihak yang meragukan keberhasilannya. Pihak itu mengharapkan ada tindak lanjut yang kongkrit, sehingga ilmu yang didapat dari pelaksanaan program tersebut benar-benar bisa diterapkan. Hal itu diungkapkan dosen Pascasarjana FT UNP, Prof. Dr. Jalius Jama, M.Ed. Senin (26/11), Guru Besar UNP itu memberikan pandangannya: “Mana mungkin dalam dua hari akan merubah pola fikir seseorang,” ujarnya. Ia menilai karakter seseorang sudah terbentuk sebelum orang itu masuk ke perguruan tinggi, sehingga sulit merubahnya. Bila mengharapkan output berkarakter, UNP harus menyaring input. Selama ini, lanjut Jalius, UNP belum benar-benar melakukan penyaringan yang efektif bagi calon mahasiswa baru. Ia menambahkan ada 90% mahasiswa UNP yang harus dirubah karakternya, sedangkan 10% sisanya sudah berkarakter baik dari awal. “Hasil adalah akibat dari proses. P3NKC, mana prosesnya?,” tambahnya lagi. Untuk itu Ia mengharapkan adanya program yang berkelanjutan dan hasilnya tidak sia-sia. Semisal lembaga yang mengurus program pendidikan karakter. “Selama menjadi mahasiswa, ia bisa belajar pendidikan karakter,” ujarnya. Tidak jauh beda dengan Jalius, Edo Andrefson, Mahasiswa Jurusan Ekonomi Pembangunan TM 2008. Edo menilai P3N-KC belum berdampak apaapa bagi mahasiswa UNP. Meskipun membutuhkan waktu, tapi alangkah baiknya proses itu tidak berlangsung lama. “Harus bisa memanfaatkan mahasiswa yang pernah ikut P3NKC,” ujar Edo, Senin (3/12).
pihak yang terlibat dalam kegiatan P3NKC ini, salah seorang Dosen Biologi, Ristiona, M.Si yang sekaligus sebagai fasilitator pada acara TOT tahun lalu, mengusulkan tidak ada salahnya jika aktivis mahasiswa juga diberi peran sebagai fasilitator. Hal ini dikarenakan mahasiswa kadang membutuhkan teladan yang seumuran dengan mereka. “Jika hal tersebut terpenuhi tentu hasilnya akan lebih maksimal,” jelasnya, Senin (26/11). Begitu juga dalam hal pemilihan peserta P3N-KC, ia menilai selain aktivis mahasiswa, kita bisa mengundang mahasiswa yang mungkin mereka tidak aktivis tapi mereka cukup berpengaruh di lingkungan sosialnya. “Karena ada juga aktivis yang tidak begitu eksis di lingkungan sosialnya.” Namun, ia tidak menapikkan bahwa susah mencari sosok tersebut dan tidak adanya parameter pasti untuk itu. Tidak hanya itu, harapannya P3N-KC ini jangan sampai bersifat event saja. Hal tersebut dilontarkan dosen Ilmu Administrasi Negara, Zikri Alhadi,S.IP,M.A. Maksudnya, pendidikan karakter ini bukan sekedar program tapi kebijakan. Ia mencontohkan dengan diwajibkan bagi seorang dosen untuk menerapkan pendidikan karakter di setiap mata kuliahnya. “Jadi perlu samacam internalisasi nilai, bukan hanya sebatas program,” terangnya, Rabu (28/11). Lebih lanjut ia menjelaskan, jika hal tersebut telah menjadi sebuah kebijakan tentu diperlukan evaluasi. “Mungkin karena keterbatasan dana juga kesibukan dosen maka program ini belum maksimal.” Pendek kata, ia menilai kegiatan P3N-KC masih dalam tahap pengenalan. Demi cepat terealisasinya pendidikan karakter ini menurutnya juga diperlukan teladan dari seorang dosen. Disini, para
Pelanggaran: Dengan adanya program P3N-KC yang bertujuan membentuk karakter cerdas, diharapkan tidak ada lagi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh mahasiswa seperti parkir tidak pada tempatnya yang terjadi di bahu jalan Fakultas Ilmu Pendidikan, Senin (03/12). f/ Jefri.
dosen diharapkan memiliki sifat ramah, mampu berkomunikasi dengan baik terutama dengan mahasiswa, tegas serta objektif dalam penilaian. Satu hal yang sudah seharusnya para dosen tahu kalau indikator kesuksesan seseorang itu bukan hanya dari Indeks Prestasi, namun yang nomor satu itu attitude. “Orang yang pintar itu belum tentu berkarakter,” selorohnya. Hal yang tidak jauh berbeda juga
disampaikan Dosen Pascasarjana Konsentrasi Teknologi Pendidikan, Dr. Darmansyah Nabar, ST, M.Pd. Ia memaparkan betapa pentingnya seorang dosen menjadi teladan bagi mahasiswa. Sangat disayangkan jika masih ada dosen yang berprilaku kurang sopan “Bagaimana mau mengajarkan karakter ketika kita sendiri tidak berkarakter,” terangnya, Kamis (29/11). Laporan: Faeza, Rian, Jefri, Cici*
Pencetus P3NKC Dr. Afriva Khaidiri, S.H., M.Hum., MAPA
Alasan Sebuah Kebijakan Tepat pada tahun 2012, P3N-KC memasuki tahun ketiga.Dalam pelaksanaannya ada beberapa kebijakan yang masih menimbulkan kontroversi berbagai pihak. Apa saja kebijakan kontroversi tersebut? Serta apa alasan para penggagas P3N-KC mengambil kebijakan itu? Simak wawancara reporter Ganto Meri Maryati dengan Dr. Afriva Khaidir, SH., M.Hum., MAPA salah satu pencetus P3N-KC. Bagaimana anda memandang konsep pendidikan karakter tersebut? Pendidikan karakter bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai yang positif kepada mahasiswa. Perlu diketahui bahwa karakter itu bukanlah bawaan dari lahir melainkan diciptakan alias sangat dipengaruhi lingkungan disekitar mahasiswa. P3N-KC hadir untuk menciptakan lingkungan tersebut. Meskipun, waktu yang dibutuhkan untuk membentuk karakter seseorang tidaklah sebentar. Namun, kita optimis jika dilakukan pembinaan terus-menerus akan memberikan hasil yang positif. Seperti kata pepatah batu yang jika diteteskan oleh air terus menerus lantas akan berlubang. Terciptanya mahasiswa berkarakter maka mereka diharapkan menjadi mahasiswa yang tahan uji. Atas dasar apa Dikti menunjuk UNP sebagai salah satu PT perancang pendidikan karakter? Keputusan Dikti menunjuk UNP sebagai satu dari 25 universitas untuk menjalankan konsep pendidikan karakter dipengaruhi banyak faktor. Beberapa diantaranya karena Dikti menganggap UNP sebagai salah satu
merupakan universitas yang cukup fokus menggarap dunia pendidikan. Jika dibandingkan dengan Universitas Andalas (Unand), dianggap kurang memiliki terobosan dalam bidang itu. Melainkan Unand lebih memiliki terobosan dibidang kewirausahaan. Mungkin saja, itulah penyebab Unand tidak terpilih. Perlu diketahui, di Sumatera hanya UNP dan UPI yang dipilih. Sebagaimana diketahui bersama, UPI juga fokus dalam hal pendidikan. Salah satu konsep pendidikan terkenal yang diusung UPI adalah Emotional Spiritual Quation. Selain itu, juga dipengaruhi faktor dana. Akibatnya, tidak semua perguruan tinggi ditunjuk untuk menjalankan program tersebut. Apakah anda menilai peserta P3N-KC yang saat ini adalah aktivis mahasiswa, telah representative bagi semua mahasiswa di UNP? Tentu saja hal tersebut belum representatif. Pemilihan aktivis mahasiswa sebagai peserta P3N-KC saat ini mempertimbangkan peran aktivis mahasiswa sebagai agen perubahan. Dalam hal ini, seorang aktivis diharapkan bisa menjadi row model perubahan itu. Namun sebenarnya, aktivis mahasiswa sebenarnya tidak bisa terlalu diharapkan. Hal ini dikarenakan rata-rata para aktivis hanya menjabat satu tahun dalam suatu organisasi. Setelah jalan selama dua tahun, P3N-KC tidak mewajibkan pesertanya untuk menu-
larkan ilmu yang mereka dapatkan selama pelatihan kepada mahasiswa lain. Kenapa demikian? Para peserta tidak kita wajibkan untuk menularkan ilmu yang mereka dapat selama mengikuti P3N-KC. Saat ini, kita hanya menumbuhkan kesadaran mereka seberapa penting pendidikan karakter tersebut. Jadi mereka tidak perlu melakukan semacam training. Ketika mereka telah menganggapnya sebagai sesuatu yang penting maka berkemungkinan besar mereka akan menerapkannya dalam kehidupan seharihari. Akibatnya, jika telah ada sesosok
12
Kilas Foto
Edisi No. 170/Tahun XXIII/ Oktober-November 2012
Asal Online atau Tidak Ada Tempat? Kebergantungan mahasiswa akan jaringan internet untuk memenuhi kebutuhan perkuliahan dan kepuasan pribadi dengan melakukan browsing, terkadang membuat mereka harus online setiap hari. Kampus pun telah menyediakan fasilitas Wifi dan hotspot supaya bisa mengakses jaringan internet kapanpun diinginkan. Namun tidak adanya tempat khusus yang disediakan oleh pihak kampus untuk kebutuhan ini, membuat mahasiswa online di berbagai tempat dan kelihatan tidak rapi. Berikut beberapa foto tempat online mahasiswa yang didokumentasikan oleh Ganto. Pustaka Pusat: Meskipun di lantai I perpustakaan telah disediakan beberapa meja untuk digunakan mahasiswa sebagai tempat online, mahasiswa lebih memilih untuk online diluar, duduk di teras dan di pinggir taman, Selasa (27/11). f/Novi*
Rektorat Lama: Meskipun keadaan gedung rektorat pasca gempa 2009 lalu bisa mengkhawatirkan keselamatan orang yang berada disekitarnya, namun area ini masih menjadi tempat favorit bagi mahasiswa untuk online, Selasa, (27/11). f/Novi*
LPSE-UNP: Meski sunyi dan jauh dari keramaian, mahasiswa masih ada yang menikamti fasilitas wifi yang terdapat disekitar LPSE, Selasa, (27/11). f/Novi*
Foto & Teks Foto: Novi Yenti* dan Jefri Rajif Desain & Tata Letak: Jefri Rajif
Koridor Fis: Dengan lesehan, mahasiswa mengakses internet di koridor tempat jalan utama di Fakultas Ilmu Sosial pada siang hari, Selasa, (27/ 11). Mahasiswa akan semakin banyak disini setelah jam istirahat siang. f/Novi* RSG FT: Tidak jauh berbeda dengan kodisi di FIS, di koridor samping Ruang Serba Guna Fakultas Teknik pun ditemukan pemandangan yang sama. Tanpa meja dan kursi, mereka tetap online, Selasa, (27/11). f/Novi*
13
Teropong
Edisi No. 170/Tahun XXIII/ Oktober-November 2012
Cerita Setelah Setahun SM3T Program Sarjana Mendidik di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) sudah berjalan satu periode. Program yang dicanangkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Indonesia kepada para sarjana pendidikan yang belum bertugas sebagai guru selama satu tahun ini bertujuan untuk memeratakan pendidikan di Indonesia. Adapun tempat yang dijadikan sebagai sasaran pelaksanaan program ini adalah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Papua. Dengan adanya program SM3T ini, sekolah yang menjadi tempat sarjana mengabdi akan terbantu dengan adanya gurutambahanyangmengajardisana. Salah seorang peserta SM3T angkatan pertama, Khairur Rahmi, Alumni Pendidikan Matematika 2007 yang ditempatkan di SMP 3 Tapak Tuan Kabupaten Aceh Selatan, mengatakanbahwauntukmengajardi tempat yang ditentukan mesti siap dari segala sisi. Contohnya saja untuk mengajar, murid-murid disana masih terbatas dengan sumber bahan ajar sehingga bergantung dengan bahan ajar yang diberikan oleh guru. “Mereka tidak punya buku, jadi bahan ajar mesti diperbanyak dulu,” jelas Ami, Senin (16/ 7). Sedangkan untuk mencapai sekolah dari tempat tinggal, Rahmi beserta guru lainnya mesti mendaki dua buah bukit terlebih dahulu. Hal yang tidak jauh berbeda juga disampaikan peserta lainnya, Aliyah Edi Putri yang mengajar di SMA Unggul Labuhan Haji Aceh Selatan. Di lapangan, ia menemukan anak didiknya banyak yang tidak semangat untuk belajar. “Mereka lebih memilih untuk bekerja mencari bijih emas dengan orang tua mereka,” jelas Aliyah, Senin (6/8). Untuk mengatasi hal itu, Aliyah beserta rekannya mencoba menggunakan strategi
belajar yang disesuaikan dengan keadaan semangat anak didik tersebut. Selain itu, kendala juga didapati di tempat mengajar, yaitu tidak tersedianya fasilitas belajar seperti labor. Sehingga hal ini menghambat lajunya proses pengajaran. Satu tahun pelaksanaan program ini, peserta pun ada yang mempertanyakan janji yang diberikan kepada mereka sebelum diberangkatkan, yaitu perkuliahan selama dua semester untuk Program Pendidikan Profesi Guru (PPG). Rahmi mengatakan bahwajanjiuntukdikuliahkanitusudah ada terdengar. “Tempatnya ditentukan oleh pihak nasional, kita tidak bisa memilih,” jelasnya, Senin (6/8). Menurut kabar yang didengar Rahmi, PPG akan dimulai pada Februari 2013. Belum bisa dipastikan lokasi perkuliahan, namun ada tiga universitas yang menjadi pilihan, diantaranya Uni-
versitas Negeri Medan (UNIMED), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), dan Universitas Negeri Padang (UNP). Lain lagi dengan Aliyah, ia lebih mempertanyakan nasib ke depannya setelah menyelesaikan PPG nantinya. “Bagaimana fungsi dari serti fikat PPG yang didapat setelah perkuliahan nanti,” jelasnya, Senin (6/8). Menanggapi hal ini, Kepala Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan (BAAK), Azhari Suwir mengatakan bahwa setelah mengikuti PPG, peserta akan mendapat nilai tambah dalam peluang kerja. “Bagi yang telah memiliki sertifikat PPG ini akan diutamakan saat tes CPNS,” jelas Azhari. Kini program SM3T ini telah memasuki tahun kedua. Wisudawan/ wati UNP yang ingin mengabdi di daerah 3T kembali dipanggil untuk
Upacara Bendera: Salah seorang peserta SM3T angkatan pertama dari UNP, Irfan Dani tengah mengikuti upacara bendera di SMP Negeri 1 Kluet Utara, Aceh Selatan Senin (8/10). f/ Ist
mengikuti program ini. Proses pendaftaran yang dimulai sejak tanggal 821 Juli hingga penyeleksian administrasi dari calon peserta dan berakhir dengan pelaksanaan ujian pada tanggal 1-4 Agustus. Pelaksanaan ujian kali ini berbeda dengan tahun sebelumnya. Tahun ini ujian dilakukan secara online, tidak manual lagi. Peserta ujian tinggal duduk di depan komputer yang telah terhubung dengan jaringan internet dan menjawab semua pertanyaan yang
telah disediakan. Dengan sistem yang baru ini, seorang calon peserta, Reni JayusmanyangmerupakanalumniJurusan PGSD Pendidikan Jasmani 2008 ini mengatakan mengaku sedikit kesusahan walaupun secara keseluruhan tidak sulit. “Dengan online, yang gagap teknologi akan sedikit kewalahan,” jelasnya, Kamis (14/8). Begitu juga jika hubungan internetnya bermasalah akan mengganggu. Meskipun demikian, lanjutnya, dengan sistem online ini, pelaksanaan ujian jauh lebih objektif dan efektif. Azhari menjelaskan perubahan sistem ini merupakan perbaikan dari SM3T sebelumnya. Melalui online ini bisa meniadakan tindak Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) di dalam proses penyeleksiannya. “Dengan sistem ini, seleksi tahun sekarang lebih bagus dan objektif dari tahun kemarin,” jelasnya, Jum’at (8/9). Dengan adanya program kedua dari SM3T ini, Rahmi selaku angkatan pertama berharap agar daerah sasaran bisa ditambah dan untuk daerah sebelumnya tetap masuk daftar. “Nanti setelah kami pergi, siapa yang mengisi kekosongan itu,” ujarnya. Selain itu ia juga mengharapkan agar persiapannya jangan tergesa-gesa lagi. Terlebih untuk sosialisasi mengenai daerah yang akan ditempati lebih dipersiapkan lagi. Jefri, Wa’i*.
F KUS
UNP Kembali Berprestasi Sebanyak enam mahasiswa Fakultas Matematika dan Imu Pengetahuan Alam (FMIPA) UNP dinyatakan sebagai pemenang Olimpiade Sains Nasional (OSN) Pertamina di Tingkat Provinsi, Senin (8/ 10). Para pemenang itu diantaranya: Rindi Antika (Peringkat I Matematika), Halimah Turosdiah (Peringkat II Matematika), Amir Ruzahri (Peringkat III Matematika), Bavitra (Peringkat I Fisika), Muzi Nofriani (Peringkat III Fisika), dan Defrian Melta (Peringkat I Biologi). Tiga dari enam mahasiswa ini, Rindi Antika, Bavitra, dan Defrian Melta, maju sebagai perwakilan Sumatera Barat (Sumbar) untuk berkompetisi di tingkat nasional. Mereka berhasil menyisihkan ribuan mahasiswa Sumbar yang ikut serta dalam perlombaan yang setiap tahun diadakan Pertamina itu. “Khusus Biologi, ada sekitar 268 orang peserta, lalu dikerucutkan menjadi sembilan orang, dan akhirnya sampai pada tiga pemenang,” kenang Rindi Antika, Rabu (21/11). Pihak fakultas sangat mengapresiasi prestasi yang diperoleh mahasiswanya tersebut. Pembantu Dekan III FMIPA, Drs. Amrin, M.Si., mengaku senang dan bangga. Ia juga optimis UNP mampu men-
jadi juara di tingkat nasional. “Mudahmudahan lomba kali ini berhasil menjuarai tingkat nasional,” ujarnya, Kamis (29/11). Amrin juga menambahkan bahwa dari awal mahasiswa yangakanmengikutilomba,dibimbing oleh dosen masing-masing jurusan agar persiapannya benar-benar matang. Untuk biaya transportasi dan hal lain sudah ditanggung oleh pihak Pertamina. “Meskipun semuanya telah ditanggung, pihak jurusan tetap memberi bantuan,” tambah Amrin. Selain melakukan bimbingan dengan dosen, salah seorang peserta, Defrian Melta, menuturkan peserta diperbolehkan mengikuti perkuliahan di kelas lain. Untuk menambah materi yang belum dipelajarinya, Defrian mengaku pernah masuk di kelas seniornya. “Sekarang saya baru semester 3, banyak materi yang belum saya pahami,” jelasnya, Selasa (20/11). Tidak hanya FMIPA, Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) UNP juga terus menuai prestasi sepanjang tahun ini. Baru-baru ini FIK mengikuti kejuaraan Pusat Pembinaan dan Latihan Olahraga Mahasiswa (PPLM) pada 7-8 November lalu. PPLM sendiri merupakan program Kementrian Pendidikan dan Olahraga yang bekerja sama dengan perguruan tinggi negeri dan swasta, dan memiliki fakultas keolahragaan.
Dari kompetisi yang sudah diikuti FIK selam lima tahun ini, PD III FIK, Drs. Yendrizal, M.Pd., menjelaskan untuk pertama kalinya FIK menduduki peringkat kedua dan membawa pulang sejumlah medali, diantaranya 3 medali emas, 4 medali perak, dan 4 medali perunggu. Para mahasiswa yang berhasil mengharumkan nama UNP ke tingkat nasional itu diantaranya, Agus Hari Kusuma (perunggu cabang lari gawang 110m), Osa Fitri (perak cabang cakram putri dan perunggu cabang tolak peluru), Lusiana Satriana (perak cabang lari 100 m dan emas cabang lari 200 m), Syulaiman (perunggu cabang jalan cepat 10,5 km), tim sepak takraw (perunggu), Anton dan M. Ridwan (emas cabang silat), serta Avifah dan OktaraAriansyah (perak cabang silat). Tak berhenti sampai di situ, Yendrizal juga menambahkan saat ini tengah ada dua orang mahasiswa FIK yang akan mengikuti kejuaraan Pekan Olahraga Mahasiswa (POM) di Laos pada Desember ini. Kedua mahasiswa tersebut adalah Lusiana Satriani dan Qori Mita “Semoga prestasi di UNP ini semakin bertambah dan FIK dapat menjadi dapur untuk menghasilkan mahasiswa yang berprestasi,” harapnya, Senin (26/11). Gumala*, Wak ii*
Graha Iluni: Rencana Pembangunan Graha Ikatan Alumni UNP yang diawali dengan peletakan batu pertama oleh Dr. Ir. Hatta Rajasa pada pertengahan November lalu masih belum dimulai. Pembangun graha ini juga mengurangi adanya lahan terbuka yang ada di kawasan kampus. Foto diambil Jum’at (30/11). f/Jefri.
Berserakan: Tidak adanya tempat penampungan sampah di persimpangan jalan antara FIS dan gedung PKM, membuat sampah-sampah yang ada berserakan dan menimbulkan bau tidak sedap. Keadaan yang sama juga ditemukan di kawasan PKM dan bahu jalan menuju gedung perkuliahan MKU, Rabu (28/11). f/Jefri.
14
Artikel Agama
Konsultasi Agama Jika Anda mengalami masalah keagamaan, silahkan manfaatkan rubrik Jika Anda mengalami masalah agama, silahkan manfaatkan ini. Kirimkan surat tentang masalah Anda kepada pengasuhrubrik rubrikini. Kirimkan surat tentang masalah Anda kepada pengasuh rubrik ini ke ini ke email Ganto, redaksiganto@gmail.com atau Gedung PKM alamat Ganto: Gedung PKM UNP Ruang G 65 UNP. Setiap UNP Ruang G 65 UNP. Setiap pertanyaan harap dilengkapi dengan pertanyaan harap dilengkapi dengan identitas. identitas.
Diasuh oleh: Dr. Ahmad Kosasih,M.A.
Busana Wanita Islam Assalamu’alaikum Pak. Saya mau bertanya tentang busana wanita Islam saat ini. Banyak kita temui wanita Islam yang berlomba-lomba menggunakan busana yang lagi trend, dan jika tidak mengikuti takut dikatakan katrok. Busana yang bagaimana yang dianjurkan oleh agama Islam Pak? Apakah rambut dikuncir tinggi namun tetap menggunakan jilbab dibolehkan dalam aturan busana Islami dan menggunakan busana yang melebihi mata kaki juga diperbolehkan Pak? Karena saya pernah mendengar Islam melarang cara berbusana yang demikian. Terima kasih. A.S. Mahasiswa FBS
Jawaban: Islam sebagai agama yang kaffah (paripurna) dan bersifat universal membimbing umatnya dalam segala bidang kehidupan untuk meraih keselamatan dan kebahagiaan hidupnya dari dunia sampai akhirat, termasuk dalam hal berpakaian. Terkait dengan pakaian, Islam menetapkan beberapa prinsip dasar yakni antara lain: Pertama, pakaian berfungsi melindungi tubuh dari berbagai macam gangguan dan bahaya yang mengancam. Bahaya dimaksud, baik berupa faktor alam semisal cuaca/keadaan udara panas atau dingin, gangguan binatang, maupun gangguan dari manusia yang usil/nakal terutama lawan jenis. Kedua, pakaian juga merupakan simbol indentitas untuk mempertegas jati diri pemakainya, maka pakaian juga merupakan cerminan dari harga diri si pemakainya. Ketiga, pakaian juga mengandung nilai-nilai etika (kesopanan) dan estetika (keindahan). Ketiga fungsi ini terdapat dalam ajaran Islam tentang berpakaian. Menurut ajaran Islam, pakaian selain untuk melindungi tubuh dari gangguan cuaca juga harus dapat melindungi si pemakainya dari gangguan lawan jenis terutama bagi kaum wanita. Oleh karena itu Islam memerintahkan wanita agar menutup aurat, kecuali muka dan telapak tangan. Hal ini dipahami dari Al-Qur‘an dan hadis Nabi Saw sbb: Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau....... (Q.S. An-Nur:31). Ayat ini dipahami oleh jumhur ulama bahwa busana muslimah itu adalah busana yang menutup (bukan sekadar membungkus) ‘aurat. Sedangkan busana yang tipis atau ketat hanya baru membungkus/membalut aurat. Aurat wanita adalah selain muka dan telapak tangan. Hal ini ditopang oleh hadis yang dilaporkan oleh Aisyah, Ummul Mukminin, bahwa Asma‘ putri Abu Bakar masuk ke rumah Nabi dengan memakai pakaian yang tipis lalu Nabi berpaling sambil berkata: “Hai Asma‘ sesungguhnya wanita apabila sudah baligh tidak pantas lagi memperlihatkan (bagian tubuhnya) kecuali ini, sambil menunjuk ke wajah dan kedua telapak tangannya (H.R.Tirmizi). Ibnu Abbas juga menafsirkan kalimat ma zhahara minha dalam ayat di atas adalah muka dan telapak tangan, karena kedua hal itu biasa terbuka dan tidak termasuk kepada zinah (perhiasan) yang menimbulkan rangsangan syahwat lelaki (Lihat Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir, Beirut, Juz II, hlm.480). Mengenai rambut yang dikuncir tinggi tapi tetap tertutup, menurut hemat pengasuh, tidak ada persoalan sebab tidak membuka aurat. Terkait dengan busana yang melebihi mata kaki asalkan tidak menyapu jalan juga tidak apa-apa. Memang ada beberapa hadis yang mengecam isbaal tapi bila kita kembali kepada arti dasar kata isbaal terkandung makna sabiil yang berarti jalan. Maka larangan itu berkaitan dengan kain atau celana yang menyentuh jalan dan memakainya dengan sikap sombong (khuyala‘), bukan menyentuh mata kaki. Lihat penjelasan pengasuh pada Konsultasi Agama Ganto beberapa tahun yang lalu. Wallahu a’lam bisshawab!
Edisi No. 170/Tahun XXIII/ Oktober-November 2012
Jari Ungkap Relevansi Agama dan Sains cenderung mengabaikan pengalaman agama yang tidak include dalam proses pembelajaran. Jari-jari Oleh Dr. Abdul Razak, M.Si manusia mampu menjelaskan relevansi agama dan sains secara nyata. (Sekretaris Jurusan Manusia diberikan lima jari yang Biologi FMIPA UNP) merupakan lambang dan tanda nama “Allah” sebagai pemberi Zaman dulu di Eropa, terjadi sedikit mandat. Kemampuan dan kekuatan ketegangan antara kaum gereja (or- lima jari kiri dan kanan yang luar ang beragama) dengan kaum akademis biasa. Jari-jemari manusia sangat (ilmuwan). Keduanya merasa paling revolusioner berkembang, bila benar dan tidak ada yang ingin dibandingkan dengan hewan yang disalahkan. Dampaknya adalah pernah ada di muka bumi. Fakta dibunuhnya Galileo Galilei oleh kaum diatas jika dianalisis secara evolusi. gereja karena mengeluarkan pernya- Jari-jari manusia mampu melakukan taan bahwa bumi itu bulat, yang hal-hal luar biasa dalam mengekmenyalahkan statement gereja bahwa splorasi dan mengeksploitasi alam bumi itu peta. dan lingkungannya. Padahal, jika dianalogikan seperti Jari-jari manusia sangat powerkomponen tubuh antara agama dan ful (berdayaguna) mampu menjadi sains laksana otak dan tangan. Agama pelaksana keinginan dan mencipmenjadi idenya dan sains adalah tangan untuk mewujudkannya. Keduanya dapat saling melengkapi. Artinya, ide saja (otak) tanpa tindakan (tangan) tidak akan berjalan dengan optimal, begitu juga sebaliknya. Orang yang senang melakukan perbuatan tanpa ada landasan dan pemikiran matang, bisa-bisa dianggap konyol. Secara mendasar, agama berasal dari bahasa Sansekerta, “a” berarti tidak, “gama” berarti kacau. Agama mengandung arti tidak kacau atau tertib atau teratur sesuai fitrah manusia. Selanjutnya, Sains berarti ilmu pengetahuan atau intinya ilmu. Sains merupakan kumpulan keteraturan yang terdapat di alam dan pada makhluk yang hidup di dalamnya. Artinya juga, sains sesuai dengan fitrah manusia yang memiliki otak, akal Grafis: Faeza dan selalu ingin tahu. Agama dan sains seyogyanya harus seiring dan sejalan dimiliki oleh takan penemumanusia sebagai makhluk an-penemuan yang yang memiliki fitrah (sesuatu sangat krusial sepanyang suci, ada sejak penciptaan jang sejarah manusia. Hal manusia pertama kali). Hal ini bisa ini diungkapkan Al Qur’an dalam diibaratkan seperti air dan gelas. Agama surat Al Qiyamah, bahwa yang memberi isi gelas berupa nilai-nilai pertama sekali dibangkitkan adalah transendental spiritual. Sains sebagai jari-jemari manusia. Seiring gelas menjadi wadah, agar Agama penjelasan Agama, Sains pun dapat diambil manfaatnya sesuai menjelaskan bahwa jari-jemari kebutuhan manusia. Keduanya penting, mampu menjadi indikator potensi bekal manusia agar mampu menjadi otak dan kecenderungannya. Hal ini khalifah fil ardh (Penerima Amanat di dapat dianalisis melalui metode finmuka bumi). gerprint analysis. Metode ini mampu Bukti bahwa manusia merupakan menjelaskan hubungan sidik jari dan khalifah fil ardh yang diciptakan Sang kecenderungan otak yang dimiliki Maha Pencipta, adalah nama atau Asma oleh seorang manusia. Metode ini Sang Maha Pencipta, yang diabadikan mampu menjelaskan potensi kita pada bentuk yang terdapat pada kedua sebagai manusia secara utuh beserta tangan berupa 5 jari yang membentuk sifat-sifatnya. Tingkat kecerdasan asma Allah. Selanjutnya, pada tapak manusia pun dapat ditunjukkan oleh tangan tergurat angka 18 dan 81 dalam perbedaan jari manis dan jari tulisan arab yang merupakan jumlah telunjuk. Asmaul Husna (99 nama tuhan yang Selanjutnya, jari-jemari juga mulia). mampu menjelaskan atau menjadi Namun, permasalahan yang muncul indikator penyakit-penyakit yang saat ini adalah manusia melupakan atau ada pada tubuh manusia. Misalnya, kurang menyadari fungsi sejatinya penyakit diabetes dapat ditunjukkan sebagai khalifah atau wakil tuhan di oleh warna kuku pada jari yang muka bumi. Agama bahkan dianggap berwarna kekuningan. Begitu juga sebagai paham irrasional, tidak masuk dengan penyakit jantung, seseorag akal, dan lain sebagainya. Pandangan- yang menderita atau mengidap pandangan tersebut, akhirnya menjauh- penyakit jantung, dapat ditunjukkan kan mereka dari nilai-nilai agama yang oleh jari kelingking yang membengsebenarnya saling mendukung dengan kok pada bagian ujung. Sedangkan sains. Masalah lainnya, yaitu bahwa penyakit atau gangguan paru-paru manusia tidak mau atau tidak mengerti ditunjukkan oleh bagian tapak relevansi agama dan sains. Hal ini akibat tangan seseorang tersebut yang pendidikan kita yang sekuler dan berada dibawah ibu jari (jempol).
Selain itu, jari telunjuk yang memiliki kuku membulat menunjukkan hormone yang tidak seimbang dalam tubuh. Dan begitu juga dengan keadaan jari kelingking yang meruncing dan membengkok, menunjukkan bahwa tanda haid seseorang tidak teratur Beberapa contoh tersebut merupakan bagian dari pengobatan Thibun nabawiyyah (pengobatan cara Nabi SAW.) Pengobatan cara Nabi SAW saat ini, ternyata sangat sesuai dengan tubuh manusia. Sains saat ini mampu menjelaskan dampak dan mekanisme kerja pengobatan tersebut. Sebagai contoh, dengan berbekam. Bekam merupakan salah cara pengobatan Nabi SAW. Bekam telah diteliti manfaatnya sebagai cara detoksifikasi efektif dan setelah berbekam, kadar trombosit meningkat. Hal ini telah diteliti di Amerika Serikat dan di Perancis. Penulis sendiri telah tiga kali berbekam, dampaknya mampu meningkatkan kesegaran otak dan tubuh menjadi jarang atau kuat melawan penyakit. Disamping cara pengobatan, salah satu bukti yang menjadi relevansi antara sains dan agama adalah makanan nabi SAW, kurma. Hal ini juga telah mampu diungkap oleh Sains. Sains menjelaskan kurma sangat berkhasiat bagi kesehatan tubuh dan menghindari penyakit tertentu. Sebagai contoh KURMA AJWA. Kurma ini disebut kurma nabi. Kurma ini berkhasiat untuk menghindari dan mengobati penyakit liver. Penyakit ini sering diidap oleh guru, dosen, dan orang-orang yang suka bekerja keras yang menyebabkan liver terlalu berat kerjanya dan dapat menyebabkan cirroshis. Aspek lain tentang jari, fungsi jari untuk menulis juga ternyata mampu digali oleh Sains sebagai sesuatu yang mampu menjelaskan sifat manusia, latar belakang hidupnya, interaksinya dengan manusia yang lain, kepemimpinannya, emosinya, dan penyakit yang dideritanya. Ilmu tentang tulisan tersebut disebut Grafologi. Grafologi saat ini dipakai untuk pengembangan SDM dan deteksi penyakit serta auto-therapi yang dapat dimanfaatkan secara cepat oleh siapa saja. Grafologi mampu menjelaskan masa lalu seseorang dan bagaimana orang itu dapat mengatasinya atau memecahkan lifetrap (jebakan hidup) yang pernah di alaminya. Jebakan hidup tersebut jika tidak teratasi dapat menyebabkan depresi dan akhirnya bunuh diri. Beragam kejelasan tersebut harusnya menjadi perhatian, terutama dalam hal pendidikan. Dengan mengembangkan relevansi agama dengan bukti yang didukung sains ini, diharapkan akan membantu menguatkan kepercayaan setiap orang, bahwa agama bukanlah sebuah takhayul, agama bukanlah sebuah paham yang diluar akal sehat, malah sebaliknya. Agama dan sains itu saling mendukung, saling menguatkan. Sekali lagi, bahkan hanya dengan jari, manusia mampu mengungkap relevansi Agama dan Sains sebagai sesuatu yang penting dimiliki. Agar, manusia bahagia di dunia dan di akhirat.
Edisi No. 170/Tahun XXIII/ Oktober-November 2012
Artikel Politik
15
Media (untuk) Massa? Oleh Ariyanti (Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara TM 2010)
Jejaring sosial adalah sarang informasi, tapi hanya bisa difilter dengan pikiran sendiri. Karena jejaring sosial tidak bisa dibatasi, ia dengan beragam perselingkuhan kepentingan yang sulit dipisahkan. Maka segalanya bergantung pada pola pikir atau mindset yang kuat. Media adalah media seperti namanya. Ia, pada dasarnya adalah alat, prasarana yang dimanfaatkan untuk menyampaikan pesan, simbol, atau apapun itu, sebelum akhirnya menimbulkan feedback/ hasil yang tidak bisa ditebak. Walaupun konstitusi menyebutkannya harus berperan memberi informasi edukatif, tetap saja, kebebasan ditakuti akan mengalami apa yang sering disebut sebagai freedom above anything else (kebebasan di atas segala-galanya). Media, yang diberi kebebasan setelah lepas dari orde lama ini, masih akan terus berevolusi, menuntut perkembangan yang akan menenggelamkan bentuk paper atau media cetak, beralih ke bentuk online, dan lalu menyebar pada jejaring sosial. Transformasi ini juga yang ditakutkan, lambat laun ikut merubah mungkin fungsi dari media itu sendiri. Dengan jejaring sosial, yang kemudian disebut media sosial ini, semua orang bisa memberi informasi, semua orang (mungkin) bisa menjadi jurnalis. Akibatnya, sebagian besar pengguna jejaring
akan disuguhi beragam informasi dari beragam perspektif yang kadang, tanpa perlu diverifikasi kebenarannya. Media hari ini ikut mengalir bersama arus tekhnologi, sehingga tidak perlu lagi bentukbentuk formal, media dewasa ini menginjak sisi instant, bahkan tanpa tahu seberapa besar dampak yang akan diberikannya. Masyarakatpun ikut dialiri arus informasi yang sangat deras. Tidak masalah, jika itu menyangkut kepentingan orang banyak dan informasi yang diberikan merupakan sebuah kebenaran. Hanya saja tidak selalu demikian. Di Indonesia, konstitusi kita memberi jaminan kebebasan berekspresi, termasuk secara implisit menyangkut kebebasan pers. Namun dengan catatan undang-undang dasar membenarkan pengaturan kebebasan ini oleh pemerintah. Idealnya, standar kebebasan sama sekali tidak absolut. Ini mungkin yang mengakibatkan selalu akan ada permasalahan mengenai “kebebasan�. Kebebasan disalah artikan. Kebebasan diartikan secara awam. Kebebasan hari ini, dijadikan tameng oleh beberapa, atau bahkan sebagian besar orang. Mereka berlindung atas nama kebebabasan untuk menyelamatkan kebebasan diri mereka sendiri. Seharusnya bebas ataupun kebebasan baru akan diakui, bila seseorang juga menghargai kebebasan seseorang atau pihak lainnya. Jadi, ada keteraturan dalam memaknai paham “bebas� tanpa harus mengganggu kebebasan orang lain. Permasalahan akan kebebasan ini juga yang akhirnya ikut ditamengi oleh beberapa media. Beberapa dari mereka (media) telah mengalihfungsikan independensi dari fungsi media itu sendiri. Me-
pertarungan politik lebih diutamakan. Dengan adanya pemanfaatan media, pencitraan tokoh politik dibuat semenarik mungkin sehingga media, dalam hal ini pers tidak lagi memiliki fungsi murni sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi kepada mereka. Pengaruh televisi yang sangat kuat menyebabkan akhirnya televisi ataupun media massa lain dijadikan sasaran pemasaran bagi kandidat politik. Beragam kepentingan pun mengaliri media. Penggunaan media dalam hal ini pers, menimbulkan beragam problematik yang akhir-akhir ini kembali ramai diperbincangkan. Bisa dilihat, mengenai pelanggaran yang terang-terangan dilakukan Lembaga penyiaran swasta (LPS) terhadap UndangUndang penyiaran nomor 32 tahun 2002 pasal 20; “Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran radio dan jaGrafis: Faeza sa penyiaran dia massa yang seharusnya netral televisi masing-masing hanya dapat atau lepas dari label kepentingan menyelenggarakan 1 (satu) siaran golongan, telah dikhianati. Hal ini dengan 1 (satu) saluran siaran pada bisa ditelusuri dari rekam jejaknya, 1 (satu) cakupan wilayah siaran.� yaitu awal dimana “perpolitikan Peraturan yang secara nyata telah bahkan kampanye� memasuki me- lama dilanggar. Kebenaran dikambing hitamkan dia televisi (1999, 2004, hingga sekarang). Ketika itu, komunikasi atas nama kepentingan. Media politik mulai memakai media pencitraan, begitu mungkin yang televisi untuk sarana berkampanye cocok untuk keadaan media saat partainya. Namun agaknya, kesem- sekarang. Kepemilikan media tidak patan menggunakan media ini ada yang murni, atau mungkin memberi celah lain. Pemilikan me- ada, hanya saja tidak begitu dia menjadi amunisi yang ampuh populer. Sebut saja TVRI. Lembaga untuk dapat mempengaruhi publik. Penyiaran Pemerintah (LPP) satuMedia yang sangat berpotensi satunya yang Indonesia miliki ini, untuk menggiring opini publik. Hal tidak mampu menarik peminatnya ini, terutama tampak pada pemili- ketimbang Lembaga penyiaran Swasta (LPS). Orientasinya sudah kan media televisi swasta. Kepemilikan dalam penyiaran jelas, seperti namanya, LPS tentu swasta ini, berpontesi sangat besar lebih ber asaskan komersial, profit dalam menggiring opini publik. atau laba. Jadi tidak mengherankan Pemanfaatan media komunikasi bila pengaruh yang diberikan LPS politik melalui media televisi, lebih besar dari apa yang sehamembuat sebuah teori baru, dimana rusnya ditugaskan kepada LPP, pencitraan seorang kandidat dalam mencerdaskan bangsa. Sehingga
saat ini, Mayoritas publik tanpa sadar telah terjebak dalam pasaran arus media swasta yang mengalir luar biasa. Penyiaran swasta yang cenderung mengangkat program-program hiburan dengan penggarapan yang dekat dengan kehidupan masyarakat, menyebabkan mereka cenderung lebih menarik peminat dari masyarakat yang dominannya memang kelas menengah ke bawah. Terlepas dari kualitas, dan menjamurnya program yang sama, tetap saja LPS lebih laku di pasaran. Akibatnya, Pengaruh yang diberikan sangat frontal dan kuat. Masyarakat dibuatnya latah, ikutikutan dan bahkan mudah terprovokasi. Mengenai ini, Komisi Penyiaran Televisi haruslah ambil andil terbesar. Otoritas KPI harusnya berpijak di atas kekuatan industri penyiaran, khususnya dalam format nilai-nilai etis siaran dan kebijakan kepemilikan media. Pihak swasta harusnya bukan saja mempertimbangkan profit industri, tapi juga akibat dari sebuah program yang mereka buat. Kecenderungan arus ini yang kemudian membentuk satu pusaran pemberitaan sentralisasi. Media, baik cetak, televisi, online, apalagi jejaring sosial disibukkan dengan sinetronisasi kisah-kisah politik di Jakarta yang tak kunjung usai. “Pada langgam sentralisme inilah kemudian media massa turut menari. Jurnalis menjadi penabuh gendang pada panggung pengisapan,� ( TM Dhani Iqbal). Keberagaman, pluralisme, tidak begitu saja mudah disatukan seperti slogan bhinneka tunggal ika. Keberagaman harusnya tidak perlu lagi dipermasalahkan, jika saja di dalamnya terkandung nilai kesederajatan. Media yang menyebut diri mereka nasional harusnya rasional. Media yang menyebut diri mereka nasional harusnya menumbuhkan kesadaran multikulturalisme, yang mengamini prinsip “kau dan aku berbeda, namun kau dan aku setara.� (Lentera Timur)
Gantopedia
Bahan Bakar dari Air Tebu Semua orang tentu tahu dengan tebu. Biasanya tebu dijadikan sebagai bahan untuk pembuatan gula. Selain itu, es air tebu juga merupakan salah satu minuman yang sangat disukai kebanyakan orang. Namun, ketika dunia menghadapi krisis energi, seluruh Negara di dunia kini telah meyakini bahwasanya bioenergi merupakan alternatif pemecahan dari permasalahan tersebut. Selanjutnya, melambungnya harga minyak bumi semakin memperkuat keyakinan masyarakat di dunia untuk beralih ke bioenergi. Hal itu dikarenakan besarnya perhatian Negara-negara di dunia akan kesejahteraan lingkungan akibat fosil yang langka itu. Sebab, fosil energi tersebut menimbulkan emisi gas buang yang tidak baik untuk lingkungan. Jika ditimbang-timbang, maka penggunaan bahan bakar bioenergi jauh lebih ramah dari fosil energi selama ini. Salah satu negara yang telah sukses menggunakan bioenergi yang berupa
etanol dari tebu sebagai bahan bakar adalah Brazil. Brazil adalah produsen kedua terbesar di dunia bahan bakar etanol dan eksportir terbesar di dunia. Berikutnya Negara yang sama-sama memimpin produksi industri bahan bakar etanol yakni Amerika Serikat. Brazil dan Amerika Serikat merupakan negara yang memiliki jumlah ekspor terbesar. Dari data yang ada menunjukan bahwa kedua negara ini menghasilkan 89% bahan bakar etanol dari produksi dunia pada tahun 2009. Sekarang ini, Brasil dianggap sebagai negara yang mempunyai ekonomi pertama yang berkelanjutan di dunia biofuel dan pemimpin industri biofuel. Ini merupakan pelajaran berharga bagi pemerintah Indonesia. Keseriusan pemerintah Brazil untuk memberlakukan pencampuran antara bensin dengan etanol anhidrat dengan kadar 10 hingga 20 persen sejak 1976 menuai hasil. Sekarang ini, tidak ada lagi kendaraan ringan di Brazil yang
berjalan murni dengan bensin. Oleh karena itulah, Brazil diyakini sebagai Negara pengekspor etanol terbesar di dunia. Pengembangan Bioetanol berbahan baku tebu merupakan suatu potensi yang relatif besar. Pasalnya, dari data teknis di Brazil, asumsi 80 liter bioetanol dapat dihasilkan dari 1 ton tebu dan produktivitas tebu rata-rata 80 ton per ha, maka dari setiap ha lahan tebu dapat dihasilkan 6.400 liter
etanol. Dari survey yang telah pernah dilakukan sebelumnya, penanaman untuk areal tebu di luar pulau jawa terdapat sekitar 750 ribu ha, disamping lahan industri yang telah ada sekitar 430 ha pada tahun 1994. Indonesia sebenarnya juga bisa melakukan hal yang serupa dengan Brazil dan Amerika Serikat, pasalnya Indonesia memiliki area yang cukup luas untuk ladang tebu. Tanah Indonesia seperti di Pulau Sumatera, Sulawesi, Irian, yang masih banyak lahan kosong, menjadi tempat yang cocok untuk dijadikan kawasan industri tebu. Dengan demikian, pemerintah Indonesia tidak harus pusing lagi dengan kebutuhan minyak Negara yang selalu meningkat. Pembuatan etanol sendiri terdiri dari 4 unit processing, yaitu unit penggilingan, unit preparasi bahan baku, unit fermentasi, dan unit destilasi. Tebu sebagai pengganti bahan bakar hendaknya mendapat perhatian serius jika ingin mengukir sukses yang telah dirasakan
oleh Negara lain, khususnya Brazil. Tindakan ini harus diambil menyangkut pertumbuhan ekonomi yang carut marut, melambungnya harga minyak, dan menipisnya cadangan minyak bumi yang mengakibatkan ketidakstabilan harga di Negara-negara importer, termasuk Indonesia. Meskipun demikian, penggunaan tebu sebagai pembuatan etanol juga masih memiliki banyak kendala. Kendalanya antara lain penggunaan tebu yang digunakan juga sebagai bahan baku pembuatan gula. Jika tebu digunakan untuk pembuatan etanol, maka kebutuhan gula akan tersendat. Kendala lain adalah lahan pertanian tebu yang terbatas. Untuk itu, pengembangan produksi etanol memerlukan koordinasi dari operator sektor pertanian, industri, energi, perdagangan, transportasi dan BUMN agar kendalakendala tersebut dapat teratasi. Wendi Ichsan (Dari berbagai sumber)
ti
16
Teropong
Menyoal Teknologi dalam Pendidikan Perkembangan teknologi dan informasi, akhir-akhir ini sangat berpengaruh dalam dunia pendidikan. Banyak hal yang bias dilakukan ketika seorang tenaga pendidik memahami teknologi dan mengaplikasikannya dalam proses belajar mengajar. Berbagai jenis media yang digunakan dalam pembelajaran berbasis teknologi kerap dimanfaatkan guru-guru di sekolah berbagai tingkatan. Untuk itu, Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan UNP mengadakan seminar Internasional dengan tema Perkembangan Teknologi Pendidikan dalam Rangka Meningkatkan Mutu Pendidikan, Sabtu (10/11). “Untuk meningkatkan profesionalismenya, seorang tenaga pendidik harus memahami semua yang berkaitan dengan perkembangan teknologi dan informasi,” ujar Ketua Pelaksana, Dra. Zuwirna, M.Pd. ketika memberikan sambutan, Sabtu (10/11). Lebih lanjut Ia mengatakan berkembangnya teknologi harus diterapkan dalam dunia pendidikan. Media pembelajaran yang berkaitan dengan komputer seharusnya bisa dijadikan pendidik untuk memudahkan dalam melakukan proses belajar mengajar agar tercipta pembelajaran efektif dan efisien. Dengan seminar ini Ia mengharapkan peserta bisa menjadi orang-orang yang profesional dalam menjalankan tugas di bidangnya masing-masing. “Semoga apa yang dilakukan hari ini ada berkah dan manfaat untuk meningkatkan mutu pendidikan kita,” ungkapnya. Seminar yang diadakan di Ball Room lantai 2, Grand Basko Hotel ini dihadiri 260 orang. Peserta yang terdiri dari kalangan mahasiswa, program studi Teknologi Pendidikan (TP) di Sumatera dan Jawa, Guruguru Teknologi dan Informasi SMP dan SMA, dosen serta pemerhati pendidikan. Dalam seminar ini menghadirkan empat pembicara yaitu Dr. Ahmad Johari Bin Sihes dari Universiti Teknologi Malaysia, Dr. Christina Ismaniati, M.Pd, dari Universitas Negeri Yogyakarta, Prof. Dr. Z. Mawardi Effendi, M.Pd dan Dr. Darmansyah, ST, M.Pd dari UNP. Dalam materinya Dr. Ahmad Johari Bin Saleh menyampaikan Curriculum Reviewed
and Changing of Paradigm in Education Challenges in Use of INC Learning. Sementara itu, Prof. Dr. Z. Mawardi Effendi, M.Pd menyampaikan materi Penyiapan Tenaga Pengajar Teknologi Pengajaran. Dalam materinya Ia mengupas konsep teknologi pengajaran yang selalu berkembang. Menurutnya, Lima kawasan TP yaitu kawasan desain, kawasan pengembangan, kawasan pemanfaatan, kawasan pengelolaan dan kawasan penilaian serta evaluasi merupakan bidang garapan TP yang harus diterapkan dalam dunia pendidikan. “Untuk menerapkan ini tentunya harus menguasainya dengan baik,” ungkapnya. Selain itu, Dr. Christina Ismaniati, M.Pd menyampaikan materi Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran. Dalam makalahnya Ia mengatakan, penggunaan teknologi informasi dalam pembelajaran sabagai suatu upaya memperlancar jalannya pembalajaran sangat dibuthkan sekali. Sementara itu, Dr. Darmansyah, ST, M.Pd menyampaikan materi Tinjauan Teoritis Pengembangan Program dan Model Pembelajaran Berbasis Information and Communication Technology (ICT). Dalam makalahnya Ia menyampaikan bahwa saat ini program dan model pembelajaran yang paling mengemuka adalah pembelajaran berbasis web. Dengan demikian menurutnya pengembangan program dan model pembelajaran seharusnya dapat memfasilitasi peserta didik dalam melaksanakan pemebelajaran mandiri yang di dukung ICT. Sehubungan dengan seminar ini, peserta Dra. Demina, M.Pd dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Batu Sangkar mengatakan sangat tertarik mengikuti seminar ini. Ia berharap seminar seperti ini dijadikan sebagai agenda rutin jurusan KTP setiap tahunnya. “Karena dunia pendidikan tidak bisa dilepaskan dari teknologi dan informasi,” ungkapnya. Sementara itu, Rinny Anggraini mahasiswa TP 2008 Ia mengaku dengan adanya seminar ini lebih mengetahui prospek TP kedepannya. “Dengan seminar ini hendaknya akan menjadikan mahasiswa TP sebagai orang-orang yang profesional,” tutupnya. Faeza
Penolakan Calon Wisudawan FE Sejak tahun 2006, Fakultas Ekonomi (FE) mengadakan pelatihan Personality Development bagi calon wisudawan/i. Pelatihan ini diadakan dalam rangka membangun rasa percaya diri dan merangsang motivasi, untuk mempersiapkan generasi yang siap bersaing dalam dunia kerja. Namun pelatihan ini tidak lagi berlangsung pada wisuda September lalu karena adanya penolakan dari calon wisudawan/i. Hal ini dirasakan Rio Donika, salah seorang mahasiswa FE yang diwisuda pada September kemarin. Ia merasa Personality Development belum mampu memberikan perubahan yang lebih baik terhadap mahasiswa terkait materi yang disampaikan oleh pembicara. Selain itu, lanjutnya, suasana pada saat pelatihan cenderung membosankan. “Terkadang materi yang disampaikan tidak mewakili apa yang dirasakan peserta,” paparnya, Selasa (20/11). Rio berharap agar sistem pelaksaan kegiatan ini dapat dirancang lebih baik dengan biaya minim. Penolakan terhadap pelatihan ini dilakukan melalui diskusi dengan para calon wisudawan/i. Seperti yang dijelaskan Yori Anugrah, ketua pelaksana acara wisuda September lalu. Bersama panitia, para calon wisudawan/i berdiskusi mengenai anggaran dana dan perlengkapan wisuda. Dalam diskusi tersebut juga dibahas mengenai Personality Development dan sebanyak 60%
calon wisudawan/i yang hadir merasa keberatan terhadap pengadaan pelatihan ini. “Para wisudawan/i merasa biaya yang dikeluarkan terlalu besar jika pelatihan ini dilaksanakan,” terangnya, Senin (3/12). Ditemui di ruangannya, Dr. Susi Evanita, M.S., selaku PD III FE menjelaskan sebenarnya Personality Development ini bertujuan untuk memberikan pencerahan kepada mahasiswa dalam mencari pekerjaan. Dari pelatihan ini mahasiswa dapat berkaca dari pengalaman para pembicara. Ia mengaku paham terhadap pandangan siswa yang merasa biaya wisuda terlalu mahal jika pelatihan ini dilaksanakan. Padahal menurutnya pelatihan ini bermanfaat bagi mahasiswa. “Uang yang dibayar tersebut sebenarnya untuk mereka juga,” tuturnya, Kamis (29/11). Susi juga menjelaskan, jika ditambah dengan pelatihan Personality Development, biaya yang harus dibayar calon wisudawan/ i berjumlah Rp750ribu. Semua itu sudah termasuk perlengkapan wisuda dan fasilitas lengkap selama pelatihan, mulai dari makan siang, snack, sertifikat, dan sebagainya. Namun dengan ditiadakannya pelatihan ini, biaya wisuda pada September lalu menjadi Rp450ribu. “Semua tergantung mahasiswa, tidak ada paksaan dalam pelaksanaan pelatihan ini,” tegas Susi kembali. Nia*
Edisi No. 170/Tahun XXIII/ Oktober-November 2012
Mahasiswa Mengeluh, Poliklinik Menjawab Poliklinik Universitas Negeri Padang (UNP) merupakan unit pelayanan kesehatan yang tersedia untuk seluruh sivitas akademika UNP. Dalam buku Materi Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru dijelaskan Unit Pelayanan Kesehatan (Poliklinik) bertujuan untuk mewujudkan sivitas akademika UNP yang sehat jasmani melalui pelayanan pengobatan, perawatan, dan membantu pemerintah dalam mewujudkan kesehatan masyarakat. Dalam buku ini juga dijelaskan poliklinik UNP merupakan sarana layanan kesehatan yang bersifat standar. Oleh karena itu poliklinik hanya melayani penyakit primer seperti: flu, demam biasa, dan penyakit ringan lainnya. Dalam pelayanannya, para sivitas akademika UNP yang hendak berobat di poliklinik cukup memperlihatkan kartu tanda mahasiswa atau tanda pengenal selaku civitas akademika. Selanjutnya, pasien akan diberi kartu layanan poliklinik yang harus dibawa setiap kali berobat ke poliklinik. Sebagai salah satu unit pelayanan, banyak keluhan yang dirasakan mahasiswa. Pelayanan yang kurang ramah menjadi keluhan utama. Salah seorang mahasiswa, Rabbultini Hikmah mengeluhkan pelayanan dari poliklinik yang terkesan cuek. “Rasanya tidak enak saja saat kita berobat, karyawan di sana nyaris tidak senyum melayani kita,” keluh Tini, Selasa (20/11). Tak hanya itu, keluhan dirasakan Reza Wahyu, mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia TM 2011. Ia menilai selain palayanan yang kurang ramah, keluhan mahasiswa tentang penyakitnya sering diremehkan. Reza mengaku suatu waktu ke poliklinik mengeluhkan kurang enak badan dan nyaris semua tubuhnya dipenuhi bintik-bintik merah. Pihak poliklinik mengatakan ia hanya terkena campak dan memberikannya obat. Selain itu, Reza mengaku juga tidak merasakan efek apa-apa dari obat poliklinik yang dikonsumsinya. “Ketika saya periksa
ke tempat lain, ternyata saya menderita demam berdarah,” sesalnya, Selasa (20/11). Jam operasi poliklinik yang dimulai pada pukul 09.00-11.00 WIB dinilainya terlalu cepat. “Padahal karyawan di sana hanya dudukduduk, kenapa tidak diperlama saja jam bukanya?” ujar Reza. Lain halnya dengan mahasiswa yang cenderung mengeluhkan pelayanan poliklinik, seorang pegawai Unit Pelayanan Teknis Mata Kuliah Umum, Weko Febrian mengatakan pelayanan poliklinik UNP cukup baik. Weko yang pada saat itu mengurus Surat Keterangan Kesehatan menilai pelayanan di poliklinik cukup ramah. “Karyawannya baik dan cepat tanggap,” katanya, Rabu (21/11). Menanggapi hal ini, pihak poliklinik langsung buka suara. Ketika dikonfirmasi kepada pihak poliklinik, Dr. Arif F. Mukhlis, mengatakan ketetapan pelayanan yang dijalankan poliklinik sudah berdasarkan ketentuan dasar dari universitas. Saat ditanyai perihal jam operasi poliklinik yang singkat, Arif mengatakan semuanya disesuaikan dengan tenaga karyawan yang ada. Poliklinik UNP menyediakan empat orang dokter yang saling bergantian tugas setiap harinya, mengingat dokter yang bertugas di poliklinik juga merupakan staf pengajar UNP. Arif juga menjelaskan poliklinik sebenarnya melayani keluhan kesehatan bagi civitas akademika di luar jam operasi, tapi hanya untuk pelayanan yang mendesak atau emergensi saja. “Hanya memberikan pengobatan pertama,” tambahnya. Lebih lanjut Arif menjelaskan, pelayanan yang diutamakan adalah untuk civitas akademika. Karena tujuan utamanya memang untuk memudahkan pelayanan kesehatan bagi civitas akademika di UNP ini. “Jika ada mahasiswa yang menilai pelayanan poliklinik kurang ramah, itu sifatnya hanya situasional saja,” terangnya. Opi*
Penyuluhan UPBK untuk Mahasiswa Sejak Juli 2012, Unit Pelayanan Bimbingan Konseling (UPBK) menggagas sebuah layanan konseling yang bekerja sama dengan seluruh fakultas di UNP. Layanan ini lebih fokus kepada mahasiswa yang bermasalah dalam bidang akademik agar dapat menyelesaikan studi tepat pada waktunya. “Terutama untuk mahasiswa yang telah menjalankan studi lama,” ungkap Kepala UPBK, Prof. Dr. Mudjiran, MS.Kons., Rabu (29/8). Dalam pelaksanaannya, tambah Mudjiran, UPBK bekerja sama dengan seluruh Pembantu Dekan III (PD III) agar mengirimkan data mahasiswa yang memiliki masalah akademik. Fakultas yang juga dibantu oleh jurusan masingmasing mengutus mahasiswa tersebut ke UPBK untuk melakukan penyuluhan nantinya. Mahasiswa boleh menentukan konselornya sendiri atau UPBK yang menentukan. “Di UPBK ada 12 psikolog dan 39 konselor yang siap membantu,” jelasnya. Namun sayangnya, program ini belum bisa berjalan dengan baik. Mudjiran menjelaskan belum ada fakultas yang mengirimkan data mahasiswanya. Padahal ini telah disampaikan UPBK dalam pertemuannya dengan seluruh PD III fakultas Juli lalu. Seperti yang disampaikan PD III Fakultas Ilmu Sosial (FIS), Drs. Ikhwan, M.Si., ia mengaku belum paham mengenai teknis pelaksanaan program ini. Hal ini disebabkan ketika pertemuan yang diselenggarakan UPBK, ia berhalangan hadir. Oleh karena itu, sampai saat ini fakultas belum juga mengirimkan data mahasiswa. Dari UPBK sendiri, lanjutnya, belum ada konfirmasi lebih lanjut. Agar program ini berjalan lancar, ia mengharapkan komunikasi lebih antara UPBK dan fakultas.
“Saya harap komunikasinya lebih ditingkatkan lagi,” terangnya, Jumat (28/9). Selain FIS, ada juga Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) yang belum merekomendasikan mahasiswanya kepada UPBK. Hal ini diungkapkan PD III FBS, Drs. Esy Maestro, M.Sn., fakultas sudah melakukan sosialisasi ke jurusan selingkungan FBS. Menurutnya, data mahasiswa yang mengalami masalah akademik tentunya ada di jurusan masing-masing. “Sampai saat ini belum ada jurusan yang mengirimkannya,” ungkapnya, Jumat (28/9). Pada dasarnya, Maestro menyatakan dukungannya terhadap program UPBK ini. Kehadiran UPBK diharapkan dapat menyelesaikan masalah mahasiswa, baik akademik maupun nonakademik. Namun, ia juga menyesalkan sosialisasi yang dilakukan UPBK masih kurang maksimal. Menurutnya masih banyak civitas akademika yang tidak mengetahui UPBK. Untuk itu, ia berharap agar UPBK semakin gencar melakukan sosialisasi kepada seluruh civitas akademika. “Untuk program ini, UPBK baiknya melakukan sosialisasi secara berkala,” tutupnya. Menanggapi hal ini, Mudjiran menyebutkan akan diadakan kembali pertemuan UPBK dengan PD III semua fakultas untuk membicarakan program ini. Pada pertemuan tersebut, tambahnya, semua fakultas akan diingatkan lagi agar segera mengirimkan data mahasiswa. “Rencananya dalam waktu dekat ini,” ungkapnya, Selasa (6/11). Segala upaya untuk memperkenalkan UPBK juga telah dilakukan, seperti penghimbauan kepada mahasiswa di sela-sela perkuliahan dan penyebaran pamflet. Faeza, Media*
Edisi No. 170/Tahun XXIII/ Oktober-November 2012
Jalan itu Akhirnya Diperbaiki Jalan Gurami yang selama ini terkesan diabaikan akhirnya mendapat perbaikan. Jalan yang tepat berada di depan gedung perkuliahan Mata Kuliah Umum (MKU) baru ini diperbaiki setelah dibiarkan rusak berat begitu lama. Lubang besar dan genangan air saat hujan terlihat beberapa waktu yang lalu dan kini sudah ditutupi dengan cor. Mengetahui perbaikan jalan ini, segenap civitas akademika turut senang karena kerusakan jalan ini sebelumnya sangat mengganggu pejalan kaki atau pengendara yang lewat di sana. Seperti yang diutarakan Ainatul Mardiah, mahasiswa jurusan Manajemen TM 2008. Meskipun perbaikan ini hanya sampai batas gedung MKU, ia mengaku perbaikan yang dilakukan cukup bagus. “Sebaiknya diperbaiki total, tidak hanya sampai batas MKU,” ujarnya, Selasa (17/7). Selain itu, Putri Oviolanda Irianto, mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia TM 2011 yang juga mengetahui perbaikan jalan ini, berharap agar perbaikan tersebut dapat benar-benar membantu akses mahasiswa ke kampus. Selain melakukan pengecoran, perbaikan juga dilengkapi dengan pendirian jalur khusus pejalan kaki. Para pejalan kaki akan semakin nyaman ketika berjalan karena dilindungi atap pada jalur ini. “Kita jadi lebih nyaman dan terbebas
dari kemungkinan kecelakaan,” ujar Nurkemala Sari, mahasiswa Jurusan Teknologi Pendidikan TM 2011, Senin, (8/10). Bagi masyarakat sendiri, perbaikan jalan tidak terlalu berpengaruh. Hal ini terjadi karena perbaikan tidak total dilakukan. Hal ini diutarakan Marcot, salah seorang anggota masyarkat sekitar. Ia mengharapkan perbaikan dituntaskan hingga persimpangan jalan tersebut. “Sebaiknya diperbaiki total,” harapnya, Selasa (31/7). Menurut Kepala Bagian (Kasubag) Rumah Tangga UNP, Nasarudin. H, keterlambatan perbaikan Jalan Gurami selama ini disebabkan oleh keterbatasan dana. Selama ini pihak universitas harus menunggu dana dari pusat dulu sebelum melakukan perbaikan. Setelah dana turun, ternyata perbaikan hanya mampu dilakukan sampai batas gedung MKU. “Dana yang ada tidak cukup untuk memperbaiki jalan sepanjang gurami,” ungkapnya, Jumat (14/9). Ia juga menegaskan jalan gurami diperuntukan bagi kendaraan roda dua dan pejalan kaki. Sedangkan mobil dilarang menggunakan jalan ini. Peraturan ini dilakukan untuk menghindari kemacetan. Selain itu, lanjutnya, pembangunan jalur khusus pejalan kaki rencannya juga akan diteruskan di jalan-jalan kampus lainnya. “Agar mahasiswa yang jalan kaki merasa aman dan nyaman,” tutupnya. Zolla, Gumala*
Diskusi Online Sepi Peminat Kehadiran portal UNP sebagai layanan akademik mahasiswa masih kurang perhatian oleh penggunanya. Tidak hanya untuk penyususan Kartu Rencana Studi (KRS) dan mengetahui Lembar Hasil Studi (LHS), portal sebenarnyajugamampumemudahkan mahasiswadalamperkuliahan.Namun ternyata ada beberapa konten di portal yang tidak tersentuh mahasiswa, salah satunya Diskusi Online. Salah seorang dosen Jurusan Ilmu Sosial Politik, Junaidi Indrawadi, M.Pd., mengaku pernah memanfaatkan layanan ini dan mengajak mahasiswa untuk berdiskusi di sana. “Saya sudah posting bahan perkuliahan, tetapi mahasiswa saya katanya tidak bisa meninggalkan komentar,” jelasnya, Kamis (22/11). Ia pikir, barangkali ada ganguan atau ketidaksiapan pada layanan tersebut. Para mahasiswa pun punya kisah lain tentang layanan ini. Ada beberapa mahasiswayangbahkanbelummengetahui adanya layanan Diskusi Online. Seperti yang disampaikan Lia Kes wari, mahasiswa transfer Jurusan PGSD TM 2010, ia mengaku tidak mengetahui adanya fasilitas Diskusi Online di portal, apalagi menggunakannya. “Kami hanya diskusi di kelas, tidak pernah online,” terangnya, Selasa (20/11). Sama halnya dengan Sri Azmulyati Hanum, mahasiswa Jurusan Teknologi Pendidikan TM 2012 yang juga tidak tahu fasilitas Diskusi Online di
portal. Namun ia berharap agar layanan ini dimanfaatkan lebih baik. “Agar lebih mudah memperoleh informasi seputar kampus,” terangnya, Senin (3/12). Berbeda dengan Dhani Alfan, mahasiswa Prodi Pendidikan Kewarganegaraan TM 2010 sudah lama mengetahui layanan ini. Menurutnya, para dosen seharusnya memanfaatkan layanan ini. Ketikan dikonfirmasi, Kepala UPT Puskom, Drs. Yushamdi, membenarkan akan adanya konten portal yang tidak berfungsi dengan baik. Ia menjelaskan hal ini disebabkan kerusakan yang terjadi pada gedung server pascagempa 2009 lalu. Oleh karena itu, layanan pada portal difokuskan pada konten yang penting, seperti pengisian KRS dan LHS, sementara konten lain, seperti Diskusi Online dinonaktifkan dulu. “Harus ada yang diprioritaskan terlebih dahulu,” terangnya, Selasa (3/12). Lebih lanjut ia mengungkapkan perbaikan pada gedung server ini belum bisa dilakukan. Hal ini terkendala oleh dana. Sampai saat ini, belum ada dana UNP yang ditujukan untuk perbaikan gedung server ini. “Jadi kita manfaatkan apa yang ada saja dulu,” terangnya. Menurutnya, jika gedung server UNP dapat berfungsi baik, semua konten pada layanan online ini dapat berjalan baik. Bahkan akan lebih bisa ditambah beberapa konten lagi, seperti e-journal, e-learning, dan lain sebagainya. Cici*
17
Teropong
Lama Vakum, KBM Digelar Lagi
Kemah Bakti Mahasiswa: Pembukaan acara kemah bakti mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan yang diadakan di daerah Sungai Bangek, Lubuak Minturun, Jum’at (9/ 11). f/Novi*
Setelah vakum semenjak 2007, Fakultas Ekonomi (FE) dan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) kembali mengadakan Kemah Bakti Mahasiswa (KBM). Ketidakikutsertaan kedua fakultas ini pada tahun sebelumnya disebabkan tidak adanya dana khusus untuk acara KBM. Dibandingkan fakultas lain yang setiap mahasiswa baru dikenakan biaya tertentu untuk KBM, FE dan FIP justru tidak. Kedua fakultas ini memutuskan untuk tidak mengadakan KBM jika harus memungut dana dari mahasiswa baru. “Kami tidak ingin memungut dana dari mahasiswa,” terang Wahyudi, Ketua BEM FIP, Senin (19/11). Pada tahun 2012 setiap fakultas di UNP mendapatkan dana
Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBNP). Sebab itu, FE dan FIP kembali mengadakan acara KBM. Selain itu, peraturan mengadakan KBM ini juga muncul dari Rektor baru UNP. Selain tidak tersedianya dana, Wahyudi menjelaskan situasi di lokasi KBM juga menjadi faktor vakumnya KBM FIP selama empat tahun. Ia mngutarakan ketika di lokasi, sering terjadi fenomena kesurupan terhadap mahasiswa. Begitu juga dengan FE, Hafid Rahmad selaku Ketua BEM FE menjelaskan pada tahun-tahun sebelumnya lokasi pelaksanaan KBM pernah terkena banjir, sehingga mengganggu proses KBM. Menurut Wahyudi, pelaksa-
naan KBM merupakan suatu momen untuk bersatu, baik itu semua ormawa yang ada di fakultas, maupun mahasiswa FIP. Hal yang sama juga dirasakan Hafid, baginya sia-sia saja jika tidak mengadakan KBM karena KBM ini sepenuhnya dibiayai APBNP. “Sayang sekali, kita punya dana, tetapi tidak digunakan,” terangnya, Selasa (20/11). KBM kedua fakultas ini telah berlangsung di tempat yang sama pada 9-11 November untuk FIP dan 15-18 November FE. Menanggapi hal ini Pembantu Dekan (PD) III FIP, Drs. Syahril, M.Pd., menjelaskan KBM tahun ini diwajibkan bagi setiap fakultas di UNP. Peraturan tersebut terkait dengan kebijakan rektor baru UNP. Lagipula KBM tahun ini mendapatkan dana sepenuhnya dari APBNP. “Tahun sebelumnya belum ada dana khusus, makanya vakum,” terangnya, Rabu (21/11). Ditambah lagi dengan permasalahan yang terjadi di lapangan, seperti keserupan, kebanjiran, dan hal yang merugikan mahasiswa. “Karena itu, fakultas tidak mengizinkan pelaksanaan KBM tahun lalu,” jelasnya. Hal yang sama juga disampaikan PD III FE, Dr. Susi Evanita. Selain ketersediaan dana APBNP, pengadaan kembali KBM di FE juga didasarkan inisiatis dari mahasiswa sendiri. “Dana yang diberikan juga sesuai dengan jumlah mahasiswa yang ikut KBM“, ungkapnya, Kamis (29/12). Astuni, Liza*
Tingkatkan Manajemen Untuk Sebuah Akreditasi Berdasarkan keputusan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) tentang status, peringkat dan hasil akreditasi tahun 2007, Jurusan Seni Drama Tari dan Musik (Sendratasik) UNP dinilai berakreditasi C sampai Juni 2012. Namun, hingga kini akreditasi Jurusan Sendratasik masih dalam status akreditasi C yang telah kadaluarsa. Malah beredar pernyataan, jika Jurusan Sendratasik masih terakreditasi C, jurusan ini akan turun menjadi program studi (prodi) di bawah Jurusan Seni Rupa. Menanggapi hal ini, Ketua Jurusan Sendratasik, Syeilendra, S.Kan, M.Hum. membenarkan permasalahan akreditasi, namun tidak untuk isu yang beredar. Ia mengatakan pernyataan yang beredar itu merupakan isu semata. “Sendratasik dan seni rupa itu berbeda aliran, tidak mungkin dijadikan satu,” tegasnya, Selasa (20/11). Saat ini Jurusan Sendratasik justru tengah melakukan perbaikan jurusan untuk akreditasi ini. Rendahnya akreditasi Jurusan Sendratasik menurutnya diakibatkan kurang baiknya manajemen jurusan, kurikulum yang tidak dievaluasi setiap tahun, fasilitas gedung perkuliahan yang tidak sesuai dengan standar, serta perangkat perkuliahan yang kurang menunjang jalannya
perkuliahan. “Ini yang seharusnya diperbaiki guna meningkatkan mutu jurusan,” ungkapnya. Untuk meningkatkan akreditasi, Sendratasik telah melakukan perubahan-perubahan yang akan meningkatkan nilai akreditasinya. Beberapa langkah yang telah dilakukan pihak jurusan adalah memperbaiki manajemen sistem yang ada. Hal ini berkaitan dengan visi, misi, kepemimpinan, dan strategi pencapaian jurusan serta tata pamong, kepemimpinan sistem pengelolaan dan penjaminan mutu. Penyempurnaan kurikulum juga menjadi salah satu prioritas utama. Salah satu bentuknya adalah dosen harus memiliki perangkat pembelajaran, seperti: Silabus, Standar Acuan Perkuliahan (SAP), Hand Out, dan bahan ajar. Selain itu, persoalan ketika proses perkuliahan dengan ruangan yang tidak repsesentatif mengakibatkan kurang nyamannya perkuliahan. Namun, untuk saat ini jurusan telah mengupayakan pemasangan In Focus dan kipas angin setiap ruang kuliah. Lebih lanjut ia menyatakan selama ini lahan dan alat praktikum kurang, misalnya jumlah alat praktikum tidak sesuai dengan jumlah mahasiswa. Pun, jurusan telah melakukan pengadaan alat praktikum serta menyusun jadwal perkuliahan dengan baik sehingga
mahasiswa bisa menggunakannya. “Untuk mengefektifkan jalannya perkuliahan, jurusan menambah jadwal kuliah dengan program ekschool,” ungkapnya. Semua bahan yang berkaitan dengan pengujian akreditasi, menurut Syailendra telah dikirim sejak Juli lalu. Namun, tim visitasi assesor BAN-PT baru turun ke lapangan pada 8-9 November lalu untuk mencocokkan data yang dikirim jurusan dengan keadaan yang sebenarnya. Berdasarkan pengamatan asessor di lapangan, ia yakin hasilnya akan memuaskan. “Saya ingin jurusan ini maju, favorit, dan menjadi ikon UNP,” tutupnya. Purnama Trio Putra, mahasiswa Sendratasik TM 2009 berharap pihak jurusan bisa mengupayakan perbaikan akreditasi. “Fasilitas yang menunjang untuk meningkatkan akreditasi lebih ditingkatkan lagi,” ungkapnya, Rabu (21/11). Dekan FBS, Prof. Dr. M. Zaim, M.Hum juga mengatakan masalah akreditasi jurusan merupakan tanggung jawab jurusan dan fakultas untuk meningkatkannya. Oleh karena itu sangat dibutuhkan kerjasama tidak hanya fakultas dan jurusan melainkan mahasiswa juga turut andil dalam melakukan perbaikan menuju lebih baik. “Kita mengupayakan setiap saat ada perbaikan guna meningkatkan mutu,” pungkasnya, Rabu (21/11). Faeza
18
Inter
Edisi No. 170/Tahun XXIII/ Oktober-November 2012
MPM UNP
Kopaster UNP
Nasionalisme Lewat PBB Sejak disahkan pada 2008 oleh pihak rektorat Universitas Negeri Padang, Unit Kegiatan Kemahasiswaan (UKM) yang semula bernama Pasukan Pengibar Bendera atau Paskibra akhirnya berubah nama menjadi Komando Pasukan Teratai (Kopaster). Unit Kegiatan (UK) Kopater adalah salah satu UKM yang bergerak di bidang Persatuan Baris Berbaris (PBB) semi militer, tapi bukan Resimen Mahasiswa. Status UNP sebagai salah satu universitas keguruan, yang setiap tanggal 17 Agustus dan 2 Mei selalu mengadakan upacara bendera untuk memperingati hari besar nasional menjadi alasan berdirinya Kopaster. Setiap even seperti inilah peran Kopaster sangat dibutuhkan, walaupun memang terkadang digantikan oleh UK Pramuka ataupun Resimen Mahasiswa untuk mengibarkan bendera. Selama menjadi UKM, Kopaster belum bisa menunjukkan eksistensi layaknya UK lain. Hal ini mengingat karena Kopaster belum mempunyai sekretariat sendiri. Disamping itu karena mahasiswa banyak yang belum tahu keberadaan Kopaster. “Tidak adanya sekre memang menjadi
kendala utama bagi kami,” ujar Ayu Ningsih Almirus selaku sekretaris Kopaster, Kamis (22/11). Awal tahun 2012 lalu, Kopaster pernah mengikuti pelatihan dari Persatuan Paskibra Indonesia. Dalam agenda rutinnya, biasanya minimal sekali dalam sebulan Kopaster mengadakan pertemuan anggota untuk rapat dan latihan PBB. Latihan biasanya dilakukan di belakang rektorat atau di bawah tiang bendera depan gedung rektorat lama. Pada bulan Desember atau Januari nanti, Kopaster akan mengadakan Musyawarah Besar untuk kepengurusan 2013 mendatang Dari segi pendanaan organisasi, Kopaster masih menghimpun dana dari kas anggota. Hal ini mengingat karena Kopaster belum mendapat anggaran dana tersendiri dari pihak rektorat. Biasanya dana kas ini dipakai untuk pendanaan saat melakukan pelatihan PBB untuk siswa SMA se-kota Padang yang sudah berjalan sejak tahun 2011. “Sampai sekarang belum ada dana tetap dari pihak rektorat untuk Kopaster, jadi kami belum terlalu aktif dalam berbagai kegiatan” tutup Ayu. May*
Seni Rupa FBS
Gelar Karya dalam Bienal-bienalan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Seni Rupa kembali menunjukkan kreatifitas melalui acara BienalBienalan yang menghadirkan beragam karya mahasiswa Seni Rupa dan Desain Komunikasi Visual (DKV), Senin (19/11). Tak hanya dari mahasiswa UNP, pameran yang digelar di Medan Nan Balinduang FBS ini juga menampilkan karya dari siswa SMA N 7 Padang, Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang, dan Komunitas Seni Belanak. Pada pembukaannya, acara ini juga dihadiri para Pembantu Dekan FBS dan staf ahli Jurusan Seni Rupa. Saat memberikan sambutan, ketua pelaksana, Thorik Muntaha mengatakan selain mewadahi dan sebagai ruang berseni bagi mahasiswa
jurusan Seni Rupa, acara ini juga bertujuan memupuk tali persaudaraan antara uda dan adiak se-Jurusan Seni Rupa, bahkan semua mahasiswa UNP. Pembantu Dekan III FBS, Esy Maestro mengaku sangat mendukung jalannya acara ini. “Ini merupakan kreatifitas yang harus didukung untuk dikembangkan,” ujarnya, Senin (19/ 11). Ia mengungkapkan memang lebih baik jika hasil belajar mengajar langsung dikreasikan dan dipraktikkan. Lebih lanjut Esy mengatakan karya yang dipamerkan sekarang lebih bersifat temporer. “Memangmembutuhkanpemahaman khusus untuk menghayati karya-karya tersebut,” tutupnya. Opi*
Harapan Baru di Kepengurusan MPM Pada Rabu (14/11), kepengurusan baru Majelis Perwakilan Mahasiswa (MPM) UNP secara resmi dilantik di Ruang Sidang Senat UNP. Pelantikan ini dihadari Rektor UNP, Prof. Dr. H. Phil Yanuar Kiram, Pembantu Rektor (PR) III, Drs. Alizamar, M.Pd, Kons, Tunjung Budi Utomo (Presiden Mahasiswa UNP), serta UKM, BEM, HMJ selingkungan UNP. Ketua umum terpilih, Ihsan Nasution, mahasiswa Teknik Otomotif TM 2010, mengungkapkan akan bergerak bersama untuk berkomitmen menampung aspirasi mahasiswa UNP. “Saya akan bersungguh-sungguhdalammenjalankan
tugas sebagai pemimpin dalam kepengurusan MPM 2013 nantinya,” ujarnya, Rabu (14/11). Yanuar menyampaikan ketika masuk perguruan tinggi, mahasiswa akan mengalami suatu proses yang menjadikannya memiliki pribadi yang berkualitas dalam berbagai aspek. MPM merupakan satu cara menuju keprofesionalan tersebut. “Memang, kita harus siapsiap menjadi pelayan,” terangnya, Rabu (14/11). Ia menuturkan MPM harus memulai kepengurusan dengan santun, rendah hati, dan menjunjung tinggi tata krama. Wak i*, Media*
UKFF UNP
Workshop Editing Film Besar harap Unit Kegiatan Film dan Fotografi (UKFF) setelah peserta mengikuti workshop editing akan lahir orang-orang yang benarbenar berminat menjadi editor film. Seminar berlangsung di gedung MKU lokal NB 202, Minggu (11/11) juga bertujuan menambah wawasan para anggota baru UKFF angkatan ke empat.
Peggi Murdani salah satu editor Film UKFF hadir sebagai pemateri. Salah seorang panitia pelaksana, Anggi Puspita Sari mengatakan posisi editor merupakan hal terpenting dalam proses pembuatan film. “Editor merupakan sutradara kedua dalam sebuah film,” ujarnya, Minggu(11/11). Wak i*, Mala*
PPIPM UNP
Peneliti Muda Menuju MDG’s 2015 Bertempat di Auditorium Fakultas Ekonomi (FE) UNP, PPIPM mengangkatkan seminar dengan tema Indonesia Bisa Menuju Millenium Development Goals (MDG) 2015 pada Minggu (18/11). Acara ini dihadiri 150 peserta dan 49 finalis lomba karya tulis ilmiah pada even PPIPM Fair beberapa waktu lalu. Ardiles, selaku Ketua Pelaksana mengatakan bahwa acara ini merupakan acara puncak PPIPM Fair sekaligus pengumuman pemenang lomba karya tulis ilmiah. “Ideide dalam karya ilmiah ini nantinya bisa diaplikasikan untuk mencapai MDG’s,” ungkapnya saat memberikan sambutan, Minggu (18/11). Hal senada juga disampaikan Ketua PPIPM, Mabrur M. Yusuf. Ia menjelaskan mahasiswa sebagai
generasi akademik memiliki peran sentral untuk melahirkan ide-ide kreatif dan inovatif dalam upaya mencapai Indonesia menuju MDG’s. Menurutnya, terealisasinya ide-ide peneliti muda ini tidak terlepas dari peran pemerintah sebagai fasilitator. “Karya-karya dari para finalis akan terealisasi dengan dukungan pemerintah,” jelasnya, Minggu (18/11). Dhani Alfan, salah seorang finalis karya tulis ilmiah dari UNP ikut berkomentar. Dengan mengetahui delapan visi MDG’s, jelasnya, diharapkan para civitas akademika dapat berperan serta dalam mewujudkannya. “Disinilah peran kita sebagai mahasiswa untuk mewujudkan delapan goals yang dicanangkan oleh MDG’s,” tutupnya, Minggu (18/11). Mai*
Biologi UNP
IKBM Sumbar
Menyatukan Idealisme Dalam rangka memperingati Hari Pahlawan dan Sumpah Pemuda, Ikatan Keluarga Bidik Misi (IKBM) Sumatera Barat mengadakan seminar di Aula Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan Sumbar, Minggu (25/11). Acara ini dihadiri mahasiswa penerima beasiswa bidik misi dari 6 perguruan tinggi di Sumbar, seperti UNP, Universitas Andalas, Institur Agama Islam Negeri, Institut Seni Indonesia Padang Panjang, Politeknik Padang, dan Politeknik Pertanian Payakumbuh. Ferdi Ferdian, ketua Dewan Pertimbangan IKBM Sumbar menyatakan bahwa seminar ini bertujuan untuk membentuk sebuah forumyangnantinyaakanmenyatukan sebuah idealisme, yaitu bidik misi. “Juga merealisasikan sebuah wadah
Dinas Pendidikan
untuk sebuah ideologi bidik misi,” paparnya, Minggu (25/11). Pada awalnya pemateri di seminar ini adalah rektor dari masing-masing perguruan tinggi. Namun batal dilakukan karena berhalangan hadir. Rektor UNP sendiri, Prof. Dr. Phil Yanuar Kiramr yang tidak hadir digantikan Prof. Dr. Agus Iryanto. Sebanyak 800 orang hadir sebagai peserta di seminar ini. Salah seorang peserta, Siti Aisyah, mahasiswa Sosiologi dan Antropologi 2011 mengaku kecewa dengan seminar ini karena pemateri yang diharapkan dari masing-masing rektor perguruan tinggi tidak terselenggara. “Penyampaian materinya juga terburu-buru,” tuturnya, Minggu (255/11). Nia*
Seminar Nasional Polemik Guru Profesional Ikatan Alumni Biologi FMIPA UNP mengadakan seminar nasional yang berlangsung di Teater Tertutup FBS, Minggu (18/11). Seminar ini mengangkat tema Polemik Beban Kerja Guru Profesional, mengingat implementasi beban kerja guru dan hubungan Uji Kompetensi Guru (UKG). Dr. Syamsulrizal, MM., sebagai salah seorang pembicara dalam seminar ini menyampaikan guru dibebankan paling sedikit 24 jam tatap mukadanmaksimal40jamperminggu. Tugas guru sebagai PNS bekerja paling sedikit 37,5 jam perminggu, masing-masing jam 60 menit, bukan 45 atau 40 menit. Peraturan ini disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah (PP) no. 14 th. 2005. Ia
menjelaskan profesional adalah suatu pekerjaan yang garansinya mutu, mengerjakan pekerjaannya melalui bidang keahliannya. Tugasnya adalah mampu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Menurut ketua pelaksana, Relsas Yogica, S.Pd., acara ini diadakan untuk mengetahui jam kerja guru yang sebenarnya. Di kalangan guru, khususnya Sumatera Barat, masih banyak keraguan dalam menyikapi jumlah jam mengajar tersebut. “Melalui seminar ini diharapkan guru dapat mengisi jam kerjanya secara maksimal,” ungkapnya, Minggu (18/11). Astuni
Semnas untuk Guru Bertempat di Gedung Olahraga (GOR) UNP, Dinas Pendidikan Kota Padang mengadakan seminar pendidikan yang bertemakan Seminar Nasional Pendidikan Reformasi Birokrasi dan Leadership Guru, Minggu(11/11). Acara ini dihadiri Gubernur Sumbar, Prof. Ir. Prayitno, M.Si, Walikota Padang Dr. H Fauzi Bahar, M.Si, Rektor UNP, Prof.Dr.Phil. Yanuar Kiram, Dirjen Perhubungan Udara dan Kepala Dinas Pendidikan kota Padang. Menteri Koordinator Perekonomian Republik Indonesia, Dr. Ir. M. Hatta Rajasa menjadi Keynote speech dalam seminar ini. Ketua pelaksana Drs. Afdal Man, mengatakan acara ini betujuan memberikanpengetahuankepadaguru agar bisa meningkatkan kompetensinya dalam menciptakan generasi unggul, khususnya di Kota Padang. “Semoga guru mendapatkan pengetahuan untuk dikembangkan disekolahnya nanti,” tuturnya saat menyampiakan materi. Hatta Rajasa menghimbau para guru agar mau bekerja sama dengan pemerintah dalam menciptakan motivasi tinggi kepada siswa. Menurutnya pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin meningkat, namun perlu dilakukan perimbangan di berbagai aspek, salah satunya pendidikan. Seminar ini juga disertai penyerahan penghargaan beasiswa berupa uang dan mobil secara simbolis oleh Wali Kota Padang, Fauzi Bahar, kepada 6 siswa tingkat SD, SMP dan SMA, serta guru berprestasi se-Kota Padang. Acara ditutup dengan lagu bagimu negri yang dinyanyikan secara bersama-sama. Opi*, Nia*
ISP UNP
Agen Pendidikan
Karakter Kebijakan Pendidikan di Era Otonomi Daerah dalam Memperkuat Karakter Bangsa menjadi tema seminar nasional yang dilaksnakan Jurusan Ilmu Sosial Politik (ISP, Rabu (14/ 11). Dalam kata sambutannya, Rektor UNP, Prof. Dr. Phill. Yanuar Kiram, mengurai harapan dengan adanya seminar ini para guru termotivasi untuk selalu belajar menjadi guru profesional dan mampu memotivasi siswanya. Ketua Pelaksana, Dra. Alrafni, M.Si mengatakan latar belakang acara ini untuk mendiskusikan pelaksanaan pendidikan berkarakter. “Hendaknya kita bisa mampu menjadi agen untuk menyukseskan program pendidikan berkarakter nantinya,” tuturnya. Hadir sebagai pemateri Guru Besar Adm. Publik Universitas Indonesia (UI), Prof. Dr. Azhar Kasim, MPA (Guru Besar Pend. Kewarganegaraan UNP), Drs. Syamsurizal, MM (Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sumbar), Dra. Maria Montisori, M.Ed (Pakar Strategi Pend. Kewarganegaraan UNP). Seminar yang berlangsung di Auditorium FE dihadiri oleh guru SMPSMA se-Sumbar, pengamat pendidikan, mahasiswa dan umum. Salah seorang peserta, Rini Han dayani, S.Pd mengungkapkan banyak ilmu baru yang didapatkan setelah mengikuti seminar ini “Mudah-mudahan dengan adanya acara ini bisa memberikan bekal mengajar para guru disekolah,” tutupnya. Cici*
Edisi No. 170/Tahun XXIII/ Oktober-November 2012
19
Feature
Saat Mahasiswa Berwirausaha Spanduk bertuliskan Mr. Brongkeng dan Seven Helm terlihat mendominasi di sepanjang Jalan Kandis II tepatnya pada bagunan No. 2A, sebelah jembatan Siteba Padang.…
Oleh Rahmi Jaerman Suara musik yang menggema, bunyi mesin air menyirami motor akan membuat mata melirik tempat pencucian motor ini. Jika diperhatikan tulis Seven Helm dikuti dengan kalimat penjelas tempat pencucian helm. Ketika menginjakan kaki di ruang 4x2 meter tepatnya dibawah spanduk Seven Helm membuat mata kita berhenti untuk membaca tulisan target, energi, atitut, motivasi yang jika di gabung akan menjadi kata team dalam bahasa inggris. “Musik memang menjadi salah satu trik untuk mengundang pelanggan berkunjung,” terang Hendra Gunawan, pendiri Seven Helm, Selasa (5/7). Melalui Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) yang diberikan Dikti melalui pihak universitas, usahanya telah berjalan selama tiga tahun sejak pertengahan 2009 lalu. Gunawan, Mahasiswa Pendidikan Ekonomi FE UNP TM 2007 yang mengaku punya jiwa wirausaha ini mulai bercerita, ketika mendapat informasi dari bagian kemahasiswaan UNP, ide kreatif untuk mendirikan tempat pencucian helm muncul begitu saja. Bersama lima orang rekannya, Gunawan pada tahun 2009 mengikuti sosialisasi PMW. Hingga akhinya mereka berhasil melewati beberapa tahap mulai dari pengajuan ide sampai bussines plan, hingga berhasil mendirikan tempat usaha pencucian helm sederhana bernama Seven Helm. Kata team? menurut Gunawan menjadi pegangan dalam menjalankan usaha mereka. Menggunakantaktiksalingmengutungkanlah
pengendara sepeda motor. Di dalamnya ada juga mesin yang sekilas mirip etalase toko, namun mesin itu dilengkapi dengan penerangan berwarna biru dan ada dua helm juga di dalamnya. Mesin inilah yang digunakan untuk mengeringan helm pelanggan. Kebiasaan berdiskusi sambil duduk-duduk di kafe membuat mereka sering memikirkan inovasi-inovasi baru yang ingin diwujudkan dalam sebuah usaha. Gunawan yang ditunjuk sebagai pemimpin dari tim PMW menegaskan program Dikti ini yang membuat ia Wirausaha : Salah satu program wirausaha tempat penyucian helm yang didirikan oleh mahasiswa, 7 Helm, bertempat di Jl. Kandis II No punya kegiatan yang 2A, Kampung Olo, Nanggalo, Padang, Senin (3/12). f/Ami. berarti selain kuliah. Ia dan kawan-kawan Seven Helm ini bisa mendapat tempat untuk mampu mengwujudkan mimpi menjadi enbergabung pada pencucian motor Mr. trepreneurship, selain latar belakang sebagai Brongkeng. “Sambil menunggu motor siap mahasiswa ekonomi, keinginan untuk hidup dicuci di Mr. Brongkeng, pelanggan bisa mandiri juga menjadi landasan untuk sekalian mencuci helm mereka di seven menjalankan program PMW dengan Helm,” tutur Gunawan ramah. Keputusan sungguh-sungguh. Ketika ditanya kenapa Gunawan dan lima orang rekannya untuk tempat pencucian helm Gunawan menjelasbergabung dengan Mr. Brongkeng kan ini merupakan usaha baru. Selain itu mendatangkan kemudahan, setiap hari ada mencuci helm sekarang sudah menjadi sekitar 10 helm yang ia dan rekan-rekanya sebuah kebutuhan, karena helm menjadi cuci. Kemudian ia tak harus menyewa salah satu tempat penghasil bakteri yang tempat cukup dengan hasil bagi untung. menyebabkan bau dan gatal-gatal bagi Di dinding ruangan kecil itu berjejeran penggunanya. banyak helm yang sering digunakan para Menjalani proses seleksi PMW dulunya,
Hendra mengisahkan bahwa usaha yang diajukannya ini sering menghadapi kendala. Salah satunya koordinasi sesama anggota tim, “Tak jarang terjadi kesalahpahaman,” terang Gunawan. Dengan jujur Gunawan mengungkapkan tim yang berjalan sampai sekarang bukan lagi tim yang dari awal mendirikan Seven Helm. Tak mudah untuknya mempertahankan usahan ini sampai sekarang. Berbagai strategi ia dan kawan-kawannya coba. Jasa cuci helm yang belum familiar dikalangan masyarakat kota padang menjadi salah tantangan bagi ia. Terlebih banyak yang belum tahu keberadaan usaha ini. Sehingga ia dan tim sedang gigih melakukan penyuluhan untuk memberikan kesadaran mencuci helm yang hampir digunakan setiap hari oleh pemiliknya. Usaha untuk mengembangkan bisnis, tetap dilakukan Gunawan dan tim, seperti mengusulkan pengembangan usaha dan menyebar brosur ke berbagai tempat. Rasa malu tak lagi jadi penghalang bagi mereka. “Tidak ada gengsi jika kita berusaha dan bekerja di jalan yang benar,” ujarnya. Sampai akhirnya untuk PMW tahun 2012 ini Gunawan dan Tim barunya berhasil lulus sampai tahap akhir, dengan judul program perluasan usaha. Sekarang Seven Helm sedang merintis cabang baru. Baginya mengikuti PMW untuk mendirikan usaha merupakan wadah yang disediakan untuk melatih mental wirausaha dan belajar mandiri. Jika mengharapkan uang yang banyak mungkin PMW bukalah tempatnya. Menurutnya belajar mengelola usaha dan bekerja dalam tim, kesempatan yang beruntung ia peroleh dari program ini, yang mungkin tidak didapatkan dibangku kuliah. Dari usaha ini, Seven Helm bahkan sudah mampu menggaji seorang karyawan untuk membantu menjalankan usaha sembari menjaga toko saat ia dan kawan-kawannya melaksanakan kewajiban kuliah.
Kreasi Kreatif di Rumah Kancil Gadis itu membolak-balik tempurung yang baru saja selesai ia ubah menjadi sebuah pot bunga, Kamis (2/8). Oleh Meri Maryati Wajah Fitri, gadis itu mengerut. Sesekali ia kembali mengoles beberapa bagian yang belum sempurna. Siswa SMK Seni Rupa Cengkeh Padang tengah magang di sebuah sanggar seni bernama Rumah Kancil. Hanya butuh satu hari bagi Fitri memahami cara membuat kerajianan dari temurung kepala ini. “Membuatnya mudah, sehari belajarnya setelah itu sudah bisa mengerjakan sendiri,” ungkapnya sambil memerlihatkan karya yang terpajang. Selain pot bunga dari tempurung ada juga frame, lukisan, craft, dan patung dari tanah liat Rumah Kancil merupakan salah satu kios yang tak hanya menjual hasil karya para seniman tapi juga merupakan sebuah sekolah mengambar. Kios dan Sekolah Mengajar ini berada di Taman Budaya (Tambud) Sumatera Barat tepatnya di Jalan Samudera Padang. Yuli dan Yani pemilik kios merupakan alumni Jurusan Seni Rupa FBS UNP. Merasa saling memiliki ikatan karena mempunyai kecintaan yang sama kepada dunia seni. Meraka memilih untuk tidak menjadi orang kebanyakan, setelah sarjana berburu Pegawai Negeri Sipil (PNS). Keinginan untuk berwirausaha melalui seni akhirnya terbesit di pikiran mereka. Menjadi seniman dengan menghasilkan karya, kemudian memasarkan bahkan juga mengajarkannya bagi mereka yang berminat, “berkarya merupakan kepuasan tersendiri bagi kami,” terang Yani,
Rumah Kancil: Beberapa orang siswa Rumah Kancil sedang mengekplorasikan kekreatifitasan mereka dibidang seni, Kamis (2/8). Rumah Kancil berada di Jl. Samudera, Taman Budaya, Padang. f/Meri.
Kamis (2/8). Kios Rumah Kancil bukan hanya tempat menghasilkan karya bagi Yuli dan Yani tapi juga karya-karya peserta atau anggota sanggar. Dulu saat awal berdiri tahun 2001 Rumah Kancil bernama Honesty yang berlokasi di Indarung Saat itu, ada 20 peserta sanggar yang diberi keterampilan mewarnai, melukis dan menggambar. Mereka merupakan anak sekolah dasar sampai ibu-ibu rumah tangga yang hobi akan seni. Saat itu, peserta yang mereka hanya dipungut ingin bergabung membayar biaya pendaftaran 30 ribu. Kemudian, mereka juga membayar biaya tambahan sesuai dengan keterampilan yang mereka dapatkan. “Jika
belajar mewarnai membayar Rp100ribu, menggambar Rp120ribu dan melukis Rp150ribu,” ungkapnya. Dalam satu kali pertemuan sekitar satu setengah jam. Saat belajar, mereka diberi waktu satu bulan dengan delapan kali pertemuan. Numun jumlah pengunjung yang datang ke Honesty sepi, setelah dua tahun beroperasi di Indrarung. Mereka pindah ke daerah Sawahan. Segi geografisnya Sawahan sudah masuk pusat kota sedangkan Indarung merupakan pingiran kota yang sulit dijangkau. Kepindahan ini membawa hasil, jumlah pengunung naik sekitar 40. Kemudian munculah keinginan untuk lebih mengembangkan Honesty. Kali ini Yuli dan
rekannya berinisiatif mengubah nama Honesty menjadi Rumah Kancil. “Rumah Kancil, lebih familiar bagi pengunjung, apalagi anakanak menjadikannya seperti teman bermain,” jelas Yani. Tiga tahun dengan nama Rumah Kancil berlokasi di Sawahan. Akhinya Rumah Kancil pindah ke pelataran Tambud hingga bertahan sampai sekarang. Kepindahan mereka tersebut, seiring dengan upaya pemerintah dalam memajukan pariwisata khususnya kebudayaan di Sumatera Barat. Sehubungan dengan hal tersebut, dibangunlah kios-kios seni yang merupakan kumpulan seniman perupa Sumatera Barat. Namun sayang kepindahan Rumah Kancil ke Tambud malah mengurangi jumlah peserta, “sekarang hanya tinggal 20,” ungkap Yani. Banyak faktor yang menyebabkan hal ini, salah satunya isu Tsunami yang sering beredar di masyarakat karena letak Tambud yang di tepi pantai. Lalu, kurangnya perhatian Departemen Pariwisata seperti pemberian batuan dana pengembangan usaha dan perbaikan kios yang mulai rusak. Takut peserta terlalu banyak, promosi yang dilakukan masih dari mulutmulut. Ini disebabkan kekurangan tenaga pengajar, “Kami mengajar hanya berdua.” Jelas Yani.. Begitu juga dalam hal pemasaran karya. Mereka memasarkan kepada kolega, kenalan atau orang yang sengaja memeasn atau meminta dibuatkan. Meski kami tidak mendapatkan suntikan dana dari pemerintah Rumah Kancil bisa mandiri. Paling tidak dari hasil mengajarkan keterampilan seni kepada orang lain dan hasil penjualan karya seni yang dibuat. Mereka bisa memiliki pemasukan sekitar enam juta per bulan. Harga satu lukisan misalnya bisa mencapai juataan. Selain itu alasan Yani dan Yuli terus mempertahankan sangar ini untuk membentu perkembangan dunia seni di-Inodenesia. “semoga banyak seniman-seniman baru yang lahir dari Rumah Kancil,” tutup Yani.
20
Edisi No. 170/Tahun XXIII/ Oktober-November 2012
Resensi
Inspirasi dari Pengajar Tangguh Judul Penulis Penerbit Tahun Terbit Tebal
: Indonesia Mengajar 2 : Pengajar Muda 2 : Bentang Pustaka : Juni, 2012 : 435 halaman
Guru ada di posisi ketiga setelah Tuhan dan orangtua, itulah salah satu kutipan yang cukup menarik dalam buku Indonesia Mengajar 2. Betapa mulia posisi seorang guru di hadapan kebanyakan orang. Guru adalah pemimpin dalam dunia ilmu pengetahuan. Gurulah yang membuka tabirtabir ilmu untuk orang-orang yang didera ketidaktahuan. Ketulusan seorang guru tergambar dalam sebuah hasil pembelajaran. Seorang guru tidak peduli seberapa jauh ia mengajar dan seberapa besar gaji yang diperoleh, namun seberapa butuh orang akan ilmu yang diberikan. Mengajar dalam kondisi yang penuh rintangan bukanlah suatu hal yang gampang. Kisahnya tidak hanya seputar bagaimana mereka berkarya, tetapi juga pengalaman unik yang justru membuahkan pelajaran bagi kehidupan mereka. Misalnya saja, Khairul Umur, pengajar muda yang ditugaskan di Rote Ndao, NTT, harus menjadi tukang penyembelih dadakan pada suatu acara kematian warga karena alasan dirinya Muslim yang paham cara meyembelih hewan. Lain lagi dengan Furiyani Nur Amalia, pengajar di pulau Sangihe, Sulawesi Utara, kegiatan mengajarnya harus berhenti setiap kali turun hujan karena atap sekolah bocor dan sangat tidak layak digunakan. Pengabdian selama setahun bukan lagi sebuah pengorbanan, namun sebuah penghormatan bagi pengajar muda Indonesia. Sekecil apapun usaha yang mereka lakukan telah menjadi sebuah cahaya bagi anak-anak bangsa. Kesederhanaan hidup disini dapat menjadi suatu motivasi mereka yang hidup dalam kesempurnaan. Hal ini dapat menjadi cermin bagi kita, bahwasanya
Cerita Terbaik dari yang Terbaik Judul Penulis Penerbit Cetakan Tebal
ada yang lebih sederhana dari pada kita, namun semangat mereka tak pernah pudar dalam menuntut ilmu. Buku Indonesia Mengajar 2 ini merangkum perjalanan mengajar 72 anak muda Indonesia ke seluruh pelosok negeri dari Aceh hingga Papua. Tak ada keluh dan kesah bagi mereka dalam menjalankan tugas. Meskipun banyak rintangan, namun tidak ada alasan untuk mengesampingkan harapan-harapan anak bangsa yang bermekaran dengan indahnya. Banyak sekali pengalaman berharga dan hal-hal menakjubkan yang belum pernah mereka temui di kemegahan kota. Semuanya semakin menumbuhkan rasa peduli terhadap anak bangsa. Banyak pesan yang dapat dipetik bagi pengajar muda Indonesia, terutama untuk seorang guru. Kita tidak boleh hanya terpesona dengan kenikmatan hidup di kota, kita perlu untuk melihat ke sisi lain bahwa ada orang yang sangat membutuhkan kehadiran kita. Seperti yang kita lihat sekarang ini, guru berbondong-bondong untuk mengajar ke kota. Padahal di pelosok sana masih kekurangan tenaga pendidik. Sebagaimana semboyan Ki Hajar Dewantara “ Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa” berarti: “Di depan, seorang pendidik harus memberi contoh tauladan yang baik, di tengah murid, guru harus menciptakan prakarsa dan dibelakang mereka memberi dorongan”. Resensiator: Liza Roza Lina Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia TM 2010
: Dari Salawat Dedaunan sampai Kunang-kunang di Langit Jakarta : Yahusa Nugroho, dkk. : Penerbit Buku Kompas : Pertama, Juni 2012 :
Dalam sejarahnya, nenek moyang orang Indonesia memakai prinsip memilih yang terbaik dari yang paling baik saat menentukan suatu pilihan. Hal serupa pun sekiranya dapat ditauladani dalam memutuskan sesuatu yang terbaik. Begitu yang dituliskan dalam pengantar buku Antologi Cerita Pendek rilisan Kompas yang berjudul; Dari Salawat Dedaunan sampai Kunang-kunang di Langit Jakarta. Dalam buku ini disajikan cerpen-cerpen terbaik sejak awal tahun 1992. Tak mudah menyeleksi, kemudian menentukan sebuah karya sastra yang terbaik dari sekian ribu cerpen yang pernah dimuat dalam harian Kompas selama dua dekade terakhir. Sampai pada akhirnya, proses seleksi yang apik lagi ketat ini, juri-juri yang terdiri dari para editor Kompas melahirkan keputusan 22 cerpen terbaik. Ada yang unik dari buku ini. Jika dianalisis, genre sebahagian besar cerpennya berbau mistik, namun dibungkus dengan imajinatif yang menimbulkan teka-teki pembaca diakhir cerita. Sebut saja cerpen berjudul Salawat Dedaunan karya Yahusa Nugroho, yang merupakan salah satu dari dua pemenang cerpen Kompas di buku ini. Cerpen ini menceritakan tentang sebuah masjid yang selalu sepi jamaah. Setiap hari paling banyak rata-rata hanya lima orang jamaah tetap. Sampai akhirnya, datang sosok nenek dengan misi pengampunan dosa kepada Sang Khaliq. Setiap hari ia gigih mengumpulkan dedaunan kering meskipun dengan tubuh renta. Ia berharap usahanya ini bisa menebus dosa-dosanya selama ini. Dari kejadian ini dapat diambil kesimpulan, usaha yang baik dan sungguh-
sungguh juga akan memberikan efek yang baik terhadap lingkungan disekitar dan usaha nyata adalah upaya tepat untuk melakukan perubahan. Hal ini ditunjukkan dengan makin ramainya mesjid karena banyak orang tergugah dengan usaha tulus si nenek. Sampai suatu ketika, si nenek menemui ajalnya. Ia pergi dipenghujung zikirnya bersama setiap daun-daun yang telah ia kumpulkan. Tak hanya itu, kisah-kisah lain yang berbau mistik pun juga disajikan dalam irama romantis. Cerpen Kunang-kunang di Langit Jakarta menyuguhkan pemandangan tragedi saat kerusuhan Mei 1998 di Jakarta dengan cara yang romantik dan dengan ending surealis yang membawa pikiran pembaca ke bawah alam sadarnya. Roh-roh korban perkosaan disulap Agus Noor menjadi ribuan kunang-kunang yang menghiasi langit malam Jakarta. Kunang-kunang seolaholah ingin membisikkan pesan kebengisan tragedi korban perkosaan dan kerusuhan di sekitar lokasi gedung. Penggambaran kunang-kunang tidak hanya lahir sebagai serangga romantika, tetapi juga menjadi simbol kedurjanaan di masa lalu. Masih banyak lagi, cerita-cerita menarik yang dikemas apik oleh Tim Kompas, Ikan Kaleng karya Eko Triono, Pakiah dari Pariangan karya Gus TF Sakai, dan lain-lain. Bagi penyuka cerita pendek, kumpulan cerpen jebolan Kompas ini bisa menjadi pelepas dahaga pembaca terhadap cerpencerpen yang bermutu tinggi, imajinatif dan sarat makna. Pun, tidak tertutup kemungkinan untuk menelusuri lebih lanjut bagaimana karakter naskah yang sering diterbitkan oleh Kompas. Resensiator: Maisarah Mahasiswa Jurusan Sejarah TM 2010
Perjuangan Panjang Lewat Tulisan Judul Buku : Tan Malaka, Nasionalisme Seorang Revolusioner Pengarang : Syamdani Tebal: 257 hal + cover Penerbit : Teras Tahun terbit : April 2012 Tan Malaka pernah berkata, “Dari dalam kubur suara saya terdengar lebih keras daripada di atas bumi”. Kata-kata ini ia ucapkan ketika ditangkap polisi di Hongkong pada tahun 1932. Nampaknya kata-kata yang diucapkan oleh Tan Malaka ini adalah kata bertuah yang bisa kita lihat kenyataannya hingga saat ini. Enam puluh tahun sejak kematiannya yang tragis, nama Tan Malaka tidak pernah berhenti disebut. Buah pemikirannya selalu menjadi topik yang menarik untuk bahan studi peneliti dan mahasiswa dari dalam dan luar negeri. Termasuk penulis buku ini sendiri yang menjadikan tokoh Tan Malaka sebagai topik penelitian tesisnya yang kemudian dijadikan dalam bentuk buku. Dalam perjalanannya, Tan Malaka memang tidak bisa terlibat langsung dalam pergerakan menuju Indonesia merdeka yang diidam-idamkannya. Untuk itu, Tan Malaka lebih banyak berjuang melalui tulisan-tulisan yang telah dipublikaskan di berbagai negara.
Awalnya Tan Malaka hanya menulis untuk memenuhi kebutuhan hidup selama di perantauan. Perkembangan pemikiran dan kesadaraan tentang ketidakadilan di negeri sendiri membuatnya tergerak untuk ikut beraksi. Berkat pemikiran yang ditulisnya, Tan Malaka juga harus menanggung hidup dalam pelarian menghindari penangkapan pemerintah kolonial. Tan Malaka yang dikenal sebagai tokoh gerakan kiri, lahir dan dibesarkan di tengah budaya Minangkabau yang begitu kental sebelum akhirnya merantau untuk melanjutkan pendidikan di negeri Belanda. Kebudayaan daerah tempat tinggalnya menjadi pendukung pemikiran pria yang terlahir dengan nama Ibrahim ini tentang bagaimana penindasan yang dirasakan bangsanya. Pemikiran ini terus berkembang ketika ia mulai menuntut ilmu dan bergaul dengan orang luar. Dengan idealisme yang dimilikinya, Tan Malaka tidak pernah bisa melihat bagaimana bangsanya ditindas dan
dibodohi. Hal inilah yang menjadi pemicu paling penting pergerakan Tan Malaka. Tan Malaka juga banyak menulis untuk mengkritisi penjajahan yang terjadi di Indonesia dan harapannya hanya satu yaitu Indonesia merdeka. Tak hanya masalah politik, Tan Malaka juga menyinggung masalah agama dan peduli dengan dunia pendidikan. Dari sekian banyak tulisan Tan Malaka yang diuraikan dalam buku ini, Madilog kembali disebut-sebut. Tan Malaka sendiri juga berpendapat bahwa madilog adalah tulisannya yang paling penting. Dalam buku yang ditulis lebih kurang selama delapan bulan ini, Tan Malaka mengadaptasikan filsafat politik barat kedalam situasi Indonesia. Tulisan ini juga dihasilkan Tan Malaka selama masa pelariannya dari kejaran polisi Internasional. Buku karangan Syamdani ini banyak mengulas tulisan-tulisan Tan Malaka dari zaman sebelum kemerdekaan. Dari tulisan-tulisan Tan Malaka yang dirangkum dalam buku ini kita bisa melihat betapa peduli dan bangganya Tan Malaka terhadap bangsa Indonesia.
Resensiator: Dila Monisa Mahasiswa Pendidikan Ekonomi TM 2008
21
Edisi No. 170/Tahun XXIII/ Oktober-November 2012
Seputar Mahasiswa
Mahasiswa dan Perpustakaan Hai pembaca setia Ganto..! 10 November adalah hari pahlawan yang diperingati setiap tahunnya oleh bangsa Indonesia. Peringatan hari pahlawan tersebut dilatarbelakangi oleh pertempuran arek-arek Suroboyo melawan Belanda. Meskipun sudah beda eranya, nafas-nafas perjuangan para pahlawan tersebut tetap ditiupkan melalui upacara peringatan hari pahlawan yang biasanya dilaksanakan oleh instansi-instansi pemerintah. Salah satunya adalah perguruan tinggi (PT). Mahasiswa sebagai salah satu civitas akademik di PT, turut ambil andil dalam perayaan hari pahlawan di PT. “Bagaimana sebenarnya mahasiswa memaknai hari pahlawan tersebut? Apakah ada nilainilai yang bisa diambil atau hanya sebatas seremonial belaka?�
a. 37.1 %
d. 36.4 %
1. Apa biasanya kegiatan yang anda lakukan untuk memperingati hari pahlawan ? a. Mengikuti upacara bendera b. Menyanyikan lagu-lagu nasional c. Membaca buku-buku tentang tokoh-tokoh nasional d. Tidak melakukan apa-apa
b. 11.5 % c. 15 %
c. 0.9 %
d. 8.9 % a. 18.4 %
d. 22.8 % c. 33.4 %
a. 50.6 %
d. 403 %
b. 30 %
c. 6 %
a. 64.8 % b. 52.8 %
b. 7.1 % 2. Apa dampak yang anda rasakan dengan adanya hari pahlawan tersebut? a. Lebih menghargai jasa para pahlawan b. Lebih mengenal sosok para pahlawan c. Terispirasi untuk meneladani sifat seorang pahlawan d. Tidak ada dampak sama sekali
4. Pada zaman sekarang, siapa menurut anda yang memiliki sifat seorang pahlawan? a. Orang tua b. Guru c. Pemerintah d. Orang-orang yang sedang beperang di medan perang
3. Sifat apa yang anda kagumi dari seorang pahlawan? a. Pemberani b. Pantang menyerah c. Tidak kenal lelah d. Memiliki visi yang bagus untuk kemajuan bangsa
Grafis: Faeza
Info Kampus
Jadwal Ujian Semester Juli-Desember 2012 Berdasarkan surat keputusan Rektor Nomor: 81/ UN35/ AK/2012 tanggal 20 Maret 2012 tentang kalender akademik 2012/2013, dengan ini kami sampaikan kepada saudara jadwal ujian semester Juli-Desember 2012, sebagai berikut: No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Hari/ Tanggal Senin/ 17 Desember 2012 Selasa/ 18 Desember 2012 Rabu/ 19 Desember 2012 Kamis/ 20 Desember 2012 Jumat/ 21 Desember 2012 Sabtu/ 22 Desember 2012 Rabu/ 26 Desember 2012 Kamis/ 27 Desember 2012 Jumat/ 28 Desember 2012 Sabtu/ 29 Desember 2012 Rabu/ 2 Januari 2013 Kamis/ 3 Januari 2013 Jumat/ 4 Januari 2013 Sabtu/ 5 Januari 2013
Jenis Ujian MKK (MKPBM/MKBS) MKK (MKPBM/MKBS) MKK (MKPBM/MKBS) MKK (MKPBM/MKBS) MKK (MKPBM/MKBS) MKK (MKPBM/MKBS) MKK (MKPBM/MKBS) MKK (MKPBM/MKBS) MKU MKU MKU MKU MKDK MKDK
Entri nilai secara online, tanggal 5 Desember 2012 s.d 16 Januari 2013 (24 Jam). Keterlambatan entri nilai ke Sistem Informasi Akademik UNP akan berakibat nilai E pada LHS mahasiswa.
Jadwal Pelayanan Akademik Semester Januari-Juni 2013 Jadwal Pelayanan Akademik Semester Januari-Juni 2013 No
Tanggal
Pelayanan
1
A. Nilai 25 Januari 2013
Batas Akhir Nilai Skripsi
3
20 Januari 2013
Akses Nilai
1
B. Pembayaran SPP 2 Januari s.d 1 Februari
Online seluruh Bank Nagari
1 2 3 4 5 6
C. Pendaftaran KRS 21-23 Januari 2013 24-25 Januari 2013 26-28 Januari 2013 29-31 Januari 2013 1 Februari 2 Februari
FIK dan FMIPA FT FBS dan FE FIP dan FIS S2 dan S3 Terlambat dari Jadwal
1
D. Perubahan KRS 11-15 Februari 2013
Perubahan KRS
1 2 3 4
E. Wisuda 21 Januari-17 Februari 1 Maret 2013 8 Maret 2013 9 Maret 2013
Pembayaran Uang Wisuda Penandatanganan Ijazah Gradi Resik Upacara Wisuda
1
F. Perkuliahan 4 Februari 2013
Awal Perkuliahan Jan-Juni 2013
2
5 Des 2012 s.d 16 Jan 2013 Entri Nilai
22
Sastra dan Budaya
Edisi No. 170/Tahun XXIII/ Oktober-November 2012
Cerpen
Memorat Anonim Oleh Ariyanti (Mahasiswi Ilmu Sosial Politik 2011)
Saat ini aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, bahkan tidak ingin membayangkannya. Bagiku, bentuk masa depan serupa awan. Aku tak pernah tahu, sebenarnya seperti apa rupa pasti awan itu. Apakah ia benar-benar hitam, putih atau warna itu hanyalah permainan mata bagi orang-orang yang candu untuk berkhayal? Entahlah, aku tiba-tiba saja linglung. Maka, kuberikan waktu untuk melihat masa lalu, tentang cerita-cerita temaram yang samar, dengan prolog dan epilog yang masih tanda tanya dan hanya dipenuhi monologmonolog yang retoris. Aku tidak tahu, darimana ide penciptaan manusia itu muncul. Yang jelas, aku hanya tahu dengan yakin bahwa Tuhan adalah penulis novel yang melankolis, sanguinis, yang senang dengan lelucon-lelucon mistis. Aku selalu berharap dijadikan tokoh utama-Nya; tak peduli, seberapa satire kisahku dituliskan oleh tangan-Nya. Seperti kisah gadis penjual korek api yang diceritakan Hans Christian Andersen, aku juga nyatanya selalu sendiri. Dokter yang kukunjungi menyuruhku diam di rumah, menjahit, memasak, dan lakukan hal-hal lain yang mengharuskan aku tidak usah sekolah, tidak usah punya cita-cita tinggi, apalagi menjadi nabi. Dokter itu berkalikali bilang, aku begitu istimewa untuk menjadi teman bagi orang lain. Aku terlalu berbeda, mungkin itu yang sebenarnya ingin diucapkan tukang suntik itu, dengan bahasa yang dimanis-maniskan. Mungkin karena itu pula, dua orang yang kupanggil orang tua juga meninggalkanku ke sebuah bangunan gereja tua pada musim salju delapan tahun lalu. Meski sudah berlangsung cukup lama, tapi, hingga kini aku masih merasakan telinga dan hidungku kebal seperti roti yang beku. Pada hujan badai dahsyat malam itu, aku masih mampu bertahan dengan nafas yang tertinggal satu-satu. Mungkin sebelum dibuang dan akhirnya ditemukan, aku memang telah diramalkan akan menjadi manusia yang aneh, seperti kata mereka. Aku diasuh dan belajar di sebuah yayasan. Mereka mengajarku menulis. Tapi, tanganku berat. Beberapa kali, pulpen yang diberikan Merie, pengajarku yang manis itu, patah. Aku tak tahu, pulpen itu terasa begitu rapuh. Aku juga selalu melihat huruf-huruf seperti cacing yang menari-nari, berantakan. Mereka (orang-orang di yayasan) menyebutku menderita si-re-nia, ataukah herenia, entahlah, dua kata yang susah aku eja waktu itu. Apa aku memiliki teman di sana? Dimanapun? Ah, begitu pentingkah teman? Setidaknya aku pernah memiliki Arum. Gadis mungil yang selalu datang dengan gaun hijau mudanya dan senyumnya yang tajam. Pertama kali, Ia muncul di depanku saat badai gila itu. Ia duduk di sampingku, kemudian memelukku sangat erat, menghilangkan gigilku yang serasa menghentikan detak jantung. Ia gadis kuat, buktinya ia tidak bergetar sedikitpun saat itu. Hingga kini, ia tak pernah jauh, ia selalu dekat dan selalu ada. Arum lalu menjadi sahabatku. Kami sering bercerita. Tapi, orang-orang semakin menjauhiku. Mereka selalu menatap sinis bila aku sedang berbicara dengan Arum. Tapi, aku tidak peduli. Bagiku, Arum lebih penting dari jutaan orang di dunia yang tidak mengertiku. Setidaknya, Arum mau dan senang mendengarku berbicara. Aku rela dikucilkan, bila mereka juga mengucilkan Arum. Mereka menganggap gadis yang bertambah gila dari ke hari. Biar! Mereka bahkan tidak percaya bahwa Arum itu benarbenar ada. Biar! “Aku ingin bertemu Tuhan, apakah ia juga menertawakanku? Menertawakan
mimpi-mimpiku?” Arum tidak menjawab, seperti biasa. Ia hanya menatapku. Mungkin karena ia satu-satunya manusia yang tidak banyak bicara. Tidak seperti yang lainnya, sehingga kami bisa berteman lama. Aku kadang tidak ingin tumbuh dewasa. Aku ingin, tidak ada lagi yang namanya waktu, detik yang berdetak, hari yang berganti. Tidak ada lagi musim. Aku sudah merasa nyaman di kamar yayasan, bercengkrama bersama Arum tentang apa saja. Dunia luar kadang begitu egois. Ketika donatur tidak lagi datang, bangunan kami dijadikan restoran, aku harus mencari tempat lain untuk menetap. Dari hadiah seorang donatur juga, aku belajar bersama kuas dan kanvas. Hingga sekarang, aku hidup dari lukisan-lukisan. Dan aku tetap bertahan hidup, jika orang-orang heran dan bertanya kenapa, maka akan kujawab; aku punya keberuntungan dan keyakinan. Aku yakin, kehidupan punya ceritanya masing-masing. Dan aku menjalankan hidupku sendiri, sebagai tokoh utama dalam cerita yang ditulis dan ditonton sendiri oleh Tuhan bersama orang-orang yang dengan terpaksa membeli tiket dan menilai kisahku dengan seenak
mulutnya. Aku pernah mencoba menampilkan lukisan yang telah kubuat di sebuah pementasan seni. Tapi tidak seorangpun mengerti lukisanku, mereka membuangnya bersama sampah, setelah sebelumnya menertawakannya dengan sadis. “Aku telah membuang banyak mimpimimpiku. Sekarang apa aku juga gagal dalam lukisan?” Aku bosan dengan kedewasaan dan orang-orang yang hidup di dalamnya. Menurutku kata tersebut tidak lebih dari kemunafikan yang terselubung. Hingga suatu hari, Arum membawaku ke sebuah dimensi lain dari bumi. Yang materinya sama sekali lain dari bumi. Aku menyebut ini bukan bumi, tapi ini adalah bagian dari bumi. Sama seperti, aku ingin lari dari kedewasaan, sementara aku tumbuh menjadi seorang yang harus dewasa. Sehingga, aku mesti mencari cara untuk mempertahankan imajinasi anakanakku yang menyenangkan bersama Arum, bersama khayalan yang melebihi batas kenyataan, tentang lukisan-lukisan yang menggambarkan sisi surealis objek pandang, dan tentang cerita-cerita yang dibalut kesunyian. Arum benar, sebagian orang kadang terlalu sibuk bersama ambisinya, sehingga tidak pernah mencoba mengunjungi bagian
karena keberuntungan, Bukit Dipati dilanda longsor dan orangorang yang kukenal hilang. Hanya sebagian yang selamat. Mereka masih bertahan, menunggu bantuan. Katanya rumah pohon yang kubangun masih bertahan, disanalah mereka menungguku. Menunggu yang lain, menunggu makanan, perhatian, dan mereka kedinginan. Dokter yang dulu menyuruhku menjahit datang lagi. Ia kali ini lebih tua, dan kelihatannya lebih sabar. Aku menanyakan Arum, aku curiga ia mencuri sesuatu dariku. “Arum menghilang, apa yang terjadi padanya?” “Apa yang membuatmu yakin aku bisa menjawabnya?” Dokter itu tersenyum ramah sekali. Matanya menatapku aneh. “Kemana Arum?” “Aku terpaksa membunuhnya untukmu, Sayang. Tidak ada salahnya mencoba dunia baru, dunia tanpa bayang-bayang Arum di sekitarmu.” “Kau membunuh Arum? Sial!” Aku tidak tahu harus menyiratkan ungkapan yang bagaimana. Aku sedih sekaligus senang. Aku sedih sebab dokter gila itu telah membunuh satu-satunya orang yang mengertiku. Tapi di sisi lain, aku senang, Dokter itu tak lagi menyuruhku menjahit. Ia juga sedikit lebih ramah. Apalagi, kini, ia telah mengakui Arum itu benar-benar ada. Aku merasa sehat lebih cepat. Aku kembali ke bukit Dipati hari itu juga. Mereka yang selamat hanya sedikit. Tidak sampai sepuluh orang, yang meninggal juga sebenarnya tidak banyak, karena awalnya jumlah mereka yang hidup di sana memang tidak seberapa. Tapi apa bedanya? Mereka tetap kumpulan nyawa, kumpulan jiwa-jiwa yang hidup. Pada pagi yang ke sekian, salah satu koran lokal menuliskan berita longsor di bukit Dipati. Berita yang ditulis di pojokan kecil sebelah iklan Partai itu baru keluar setelah dua hari kejadian. Berita yang tidak memberikan apa-apa, tidak berpengaruh apaapa untuk orang-orang Dipati. Hingga akhirnya bukit Dipati ramai oleh orang-orang luar, juga beberapa partai, juga beberapa korporat. Apa yang membuatnya ramai? Siapa yang menggugah lukisan di jalanan dengan teriakan peduli? Aku. Aku berjalan setelah kembali dari suasana Dipati yang masih suram dan kedinginan. Aku kembali membawa Grafis: Faeza lukisan-lukisan bahwa disana tidak pernah mereka dapat tersebut benar- pernah ada kehidupan. Disana ada nyawabenar berkah, seperti hujan. Esoknya aku nyawa yang harusnya juga harus diperhidipanggil bu guru, esoknya aku dipanggil tungkan sebagai orang-orang yang penting. dengan sebuah nama yang indah. Sebuah Aku memamerkan sisa kehidupan mereka kejutan, karena lama sekali aku tidak mende- dalam lukisan, aku mempertontonkan ngar orang lain memanggil namaku selain si kepada orang-orang luar yang menyebut diri aneh. Aku mungkin seorang laki-laki nan mereka orang-orang penting dalam sangkar cantik. Aku seorang yang dijauhi, tapi sangat pemerintahan. “Oh tuhan, Kenapa harus ada bencana berarti bagi orang-orang Dipati. Aku seorang dyslexia, seorang skizofrenia yang dianggap dulu, kenapa harus ada yang menjadi korban dulu, baru mereka peduli?” gila. Tapi memiliki banyak teman membuat 10 Januari, 1960 Arum meninggalkanku. Aku tidak lagi “Aku selalu menunggu rohnya terbentur menemukannya, tidak pernah lagi melihatnya. Hingga suatu sore, aku tidak bisa pulang, sayap, jatuh lalu kembali lagi ke bumi. jembatan di bukit Dipati benar-benar tengge- Bukankah kita punya caranya? Balon-balon lam. Hujan lebat mengguyurnya sejak ma- yang kita terbangkan tidak pernah kembali lam. Tidak ada masalah dengan hujan, tapi bukan? Kita yakin mereka tersesat di suatu planet kadang hujan sangat menyebalkan karena ia selalu datang membawa kenangan. Aku dan bertemu roh yang telah dulu pergi. Bukankah kematian hanya masalah waktu? rindu dengan Arum, sangat. Dari kejauhan aku melihatnya, ia berdiri Memori akan selalu melekat dalam roh kudi ujung jalan. Aku berusaha mengejarnya, dus bukan? Kita akan bertemu lagi, Arum” Sekarang aku tidak tau dimana posisiku tapi ia makin menjauh. Aku tidak menghiraukan hujan, bahkan petir. Aku tidak takut bercerita, aku mungkin hanya ruang hampa apapun, aku hanya takut kehilangan Arum. yang bergerak, memanggilmu bersama kabut Pagi itu aku dibangunkan oleh perempuan uap di pagi hari. Jika kau perhatikan di berpakaian putih, kukira aku masih bemimpi sekelilingmu, aku akan menggerakkan melihat roh putih yang kukira Ibu. Ia telah dedaunan agar kau mengerti aku sedang merawatku selama enam bulan dari koma. berada di dekatmu. Walaupun kamu mengKepalaku terbentur, tapi masih diselamatkan anggap aku hantu, aku adalah memorat. lain dari dunianya. Ternyata, di atas tanah tempat mereka senantiasa berpijak ini, ada sebuah desa, jauh di atas bukit. Untuk ke sana, kau hanya perlu memejamkan mata dan sedikit berkhayal, dan kau akan melihat jembatan tua dari akar kayu. Hanya dengan jembatan itu, kau bisa ke sana dan itu pun, bila hari tidak hujan. Di musim penghujan, jembatan ini akan tenggelam. Dan walaupun harus terperangkap di dalamnya selama berhari-hari, kupastikan kau tidak akan menyesal, di dalam dimensi yang Arum beri nama Bukit Dipati. Bukit Dipati merubah semua keanehan menjadi keterbiasaan. Orang-orang biasa bisa saja merasa asing di sini. Di sana, orang-orang lebih menghargai ketidakbiasaan. Mereka menerima setiap pribadi dengan sederhana, tanpa banyak selidik, celaan atau tatapan jijik. Lama-lama aku betah bersama mereka. Aku mendirikan rumah dari pohon besar. Arum dan mereka turut membantu. Aku ke sana tiap sore, tiap hari. Aku benar-benar memiliki banyak teman sekarang. Mereka memanggilku Bu dokter. Padahal aku hanya memberikan mereka obat demam biasa, tapi bagi mereka pil ajaib yang
Edisi No. 170/Tahun XXIII/ Oktober-November 2012
23
Sastra dan Budaya
Sajak
Kritik Sajak
Kisah… Ada 24 bulan untukmu berbagi kisah denganku dalam suka maupun duka Nyatanya kau menyimpan resah dalam dada walaupun tetap senyum yang ku lihat Senyum yang ku bagi untukmu nyatanya tak mampu menyegarkan hatimu yang katamu begitu tandus dan gersang, Ku mencoba menyelam dalam duniamu yang katamu begitu kelam Ada sedih dalam jiwaku jika teringat ketidakmampuanku memahamimu. Ada air mata untukmu hanya kau yang tak tahu 24 bulan sudah kisah ini berjalan dan terus kita siram dan pupuk dalam diam Harusnya kau cabut saja sampai ke akarnya, bukan kau patahkan rantingnya sehingga menyakitkan sampai ke ujung daun yang kau tinggalkan Cukup sudah kisah ini berjalan, cukup sudah ia terlunta-lunta dalam kebisuan Maaf untuk waktu yang tak sepenuhnya untukmu Maaf untuk senyum yang tak memancing cinta di hatimu Maaf untuk kesedihan yang ku titipkan dihatimu Maaf untuk ketidakmampuanku melukis indah di kanvas hatimu 12 oktober kisah ini bermula tertulis, 2 tahun setelahnya kisah ini tak berbekas seolah tak pernah ada Kalau memang kau telah menemukan seseorang yang menyegarkan dahagamu. Sampaikan salamku padanya, Yang kupanggil angel Tak perlu ada sesal kisah ini terlukis. Karena tak ada perjanjian saat kita memutuskan untuk memulai 24 bulan sudah kisah ini digoreskan dalam hidupmu dan hidupku. Malam ini adalah goresan terakhir kisah ini, Kututup kisah ini dalam selembar kertas putih yang kuharap kelak bisa membuatmu ingat, 2 kali 365 hari aku pernah hadir dalam hidupmu. Andre Febra Rilma Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia TM 2009
Kisah Entah, Kisah Patah Taman itu tak lagi teduh. Meski matahari telah meninggalkan sore pada senja. Tetap saja terasa menggerahkan. Tetap saja hawa panasnya memeluhkan. Menimbulkan rintih gerimis di pelopak mata. Dalam senja yang terlampau tua. Dalam jingga yang merah marun. Dalam aku yang kamu kaukan. Sore itu pernah melahirkan dinihari. Sore itu pernah mengajarkan perhatian. Sore itu pernah menjabarkan arti rindu merindui. Sore itu pernah mengertikan pertemuan. Sore itu pernah banyak. Sore itu juga akhirnya tau kalau perpisahan itu memisahkan. Memisahkan senja dan matahari. Memisahan rindu dan temu. Memisahkan kamudanaku. Bagitulah aku mengartikan kisah yang tak bisa ku beri nama ini. Kisah yang hanya ada dalam tulisan tak berjudul. Kisah yang belum diketahui jenis kelaminnya. Kisah yang keguguran sebelum melahirkan. Kisah entah. Kisah patah. Boy Chandra Mahasiswa Administrasi Pendidikan TM 2008
Seremoni Hujan kali ini serupa seremoni Ucapan selamat datang bagi orang yang baru pulang Ke pangkalan Ke siluet yang terpahat sejak purba Adakah sesuatu yang membuatmu ingat tentang tanah-tanah tua itu? Tentang wewangi yang mampir bermasa lalu Adakah kau ingat tentang hujan di sore sabtu? Yang berbaris-baris menjadi tirai di atas-atas pucuk kemarau Kita, kebun teh dan hujan ini seperti menyaksikan diorama kisah lama, Yang tersuguh menjadi sebuah tembang lawas dan mengantarkan kita pada sepasang kapal yang kita hanyutkan di selusur parit tepi kebun itu. Dedi Supendra Mahasiswa Teknologi Pendidikan TM 2008
Oleh: Zulfadhli, S.S, M.A
Puisi Prosais: Seperti Sebuah Kisah Membaca puisi Ganto edisi kali ini, membawa pikiran kita pada beberapa puisi yang ditulis oleh Sapardi Djoko Damono dan Rendra. Dalam perkembangan puisi Indonesia modern, pengertian puisi sebagai sebuah karangan yang terikat oleh baris, bait, dan irama tentu tidak dapat dibenarkan lagi. Hal itu dimungkinkan karena ada puisi yang ditulis seperti ‘visual’ sebuah prosa. Secara visual, puisi berjenis itu tampak seperti sebuah prosa (seperti kutipan cerpen atau novel), padahal pengarang menyebutkan karyanya itu sebuah karya sastra bergenre puisi. Hal inilah yang kemudian dikenal dengan istilah puisi yang prosais, puisi seperti ‘bercerita’. Hal ini tampak dalam beberapa karya Sapardi diantaranya adalah puisi Perahu Kertas. Puisi Balada, begitu Rendra menyebutnya. Penulisan puisi jenis ini mulai banyak ditulis oleh beberapa penyair Indonesia lainnya. Gaya penulisan puisi seperti itu, juga terlihat dalam puisi-puisi Ganto edisi kali ini. Dalam puisi “Kisah Entah, Kisah Patah”, Boy Chandra seolaholah bercerita tentang sebuah taman yang tidak lagi teduh, meskipun matahari telah meninggalkan sore pada senja. Puisi ini menggambarkan tentang sebuah kisah yang sulit untuk dituliskan. Kisah itu ada tetapi seperti tidak ada. Hal itu berarti si Aku merasakan dirinya tidak berhasil dalam memperjuangkan cintanya dan menuliskan dalam sebuah kisah, Kisah Entah-Kisah Patah. Andre Febra Rilma di dalam puisinya “Kisah” juga seperti bercerita tentang sebuah kisah. Puisi ini bercerita tentang perjalanan kisah cinta si Aku yang telah lama menjalin hubungan dengan kekasihya, berbagi suka dan duka. Namun, seiring berjalannya waktu kisah itupun berakhir dalam lunta-lunta kebisuan, begitu Andre menyebutnya. Kesetiaan si Aku seperti waktu yang tidak sepenuhnya, senyum yang tak memancing cinta, kanvas yang tak terlukis indah. Kisah cinta ini seperti tidak berbekas. Seperti sebuah kisah klasik tentang cinta yang melepaskan kekasihnya kepada orang lain. Si aku bertitip salam kepadanya. Si Aku mengharapkan supaya tidak ada sesal ketika kisah cinta ini ia tuliskan. Sebuah kisah cinta yang ditutup dengan goresan terakhir berselimut selembar kertas putih sebagai sebuah kemurnian tanpa ada bekas. Di akhir goresannya pada malam itu, si aku menutupnya dengan sebuah harapan semoga kekasihnya ingat bahwa ia pernah hadir dan kehidupannya. Melalui puisi “Seremoni”, Dedi Supendra berkisah tentang masa lalu. Puisi ini mengajak pembaca untuk berkontemplasimerenungkan tentang peristiwa-kejadian di masa lalu. Tentang hujan di sore Sabtu, tentang tanah-tanah tua, tentang wewangi yang selalu mampir, dan tentang perahu kecil yang dihanyutkan pada sebuah kali kecil. Seperti yang dituangkan Sapardi dalam Perahu Kertas, “Waktu masih kanak-kanak kau membuat perahu kertas dan kau layarkan di tepi kali; alirnya Sangat tenang, dan perahumu bergoyang menuju lautan. “Ia akan singgah di bandar-bandar besar,” kata seorang lelaki tua. Kau sangat gembira, pulang dengan berbagai gambar warnawarni di kepala. Sejak itu kau pun menunggu kalau-kalau ada kabar dari perahu yang tak pernah lepas dari rindu-mu itu. Dalam buku Semiotics of Poetry, Michael Riffaterre menyebutnya dengan istilah intertekstualitas (hypogram). Sebuah karya memiliki hubungan dengan karya sebelumnya. Inilah sepenggal kisah perjalanan dan perkembangan puisi Indonesia modern. Sebuah puisi bertipografi seperti sebuah prosa.
Catatan Budaya
Basibak Oleh Novi Yenti (Mahasiswa Sastra Indonesia TM 2011)
Baju basibak merupakan pakaian yang dikenakan gadis minang sebelum era globalisasi mewabahi ranah yang bermottokan adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah ini. Memiliki ciri longgar dan tidak menampakkan lekuk tubuh, baju basibak seakan menjadi pelindung bagi perempuan Minangkabau. Selain sebagai pelindung tubuh layaknya pakaian, baju basibak juga menjadi ‘pagar’ dari buruknya pandangan orang lain. Kata basibak berarti tiga jahitan yang berawal dari ujung ketiak wanita yang diberi pita (bis) sesuai dengan warna baju, dan
ditambah lagi dengan lipatan yang indah sebagai penghias baju di bagian pasangan baju (rok). Baju basibak juga termasuk ke dalam daftar baju kurung yang longgar, tidak bersaku, dan panjang baju di bawah lutut. Tanpa kopnat, dan tidak sempit. Jika dilihat fenomena akhirakhir ini, baju basibak sudah mengalami pergeseran makna yang kontras, yakni dari basibak menjadi basibak-an. Basibak-an, dalam bahasa minangkabau berarti menyingkap atau membuka. Baju basibak-an identik dengan baju yang lebih terbuka, menonjolkan bentuk tubuh, baju yang menutupi sebagian tubuh atau baju yang hanya penutup bagian penting tubuh saja. Tidak jarang ditemui, saat ini sangat banyak kaum perempuan yang menggunakan
prinsip basibak-an dalam berbusana. Jika ditanyai alasannya, cukup banyak dan beragam. Mulai dari mengikuti trend, merasa nyaman, hingga takut dicap nggak update. Ini memang bukan masalah baru. Pergeseran besar-besaran gaya berpakaian perempuan Minangkabau sudah terjadi semenjak tahun 1970-an, bersamaan dengan meroketnya perlombaan Miss World. Oleh karena trend yang telah berubah, termasuk di Minangkabau, perempuan-perempuannya pun ingin berusaha mempercantik diri (mempercantik diri menurut pandangan dunia barat). Perlahan pandangan terhadap baju kuruang basibak pun mulai beralih, dari penilaian bahwa baju basibak merupakan suatu kebudayaan menjadi pencemoohan bahwa baju kuruang
basibak merupakan pakaian orang saisuak (lama). Meskipun akhirakhir ini tengah menjamur trend pakaian muslimah, namun pakaian muslimah ini pun melenceng dari hakikat pakaian muslimah yang sebenarnya. Wanitanya tetap berjilbab namun paduannya jeans ketat sehingga membentuk tubuh. Untuk persoalan ini perlu ditinjau lagi, mengapa banyak perempuan Minangkabau lebih banyak menggunakan baju basibakan daripada baju basibak. Salah satunya adalah karena kurangnya rasa memiliki dan penanaman nilai budaya berpakaian ala minangkabau tersebut sejak dini, dan lebih diperparah karena mereka menikmatinya. Penanaman kembali rasa memiliki budaya ini memang harus diterapkan. Agar rasa malu terhadap budaya yang dianggap
kuno tidak melaju dan berlanjut pada generasi selanjutnya. Tak hanya itu, kita harus meninggalkan paradigma-paradigma yang mengatakan bahwa budaya berpakaian barat yang basibak-an lebih keren dibanding budaya kita. Sebenarnya, tak salah bila ingin meniru fashion yang kebarat-baratan, namun harus tetap memperhatikan aturan dan etika berpakaian perempuan minang, memilih pakaian yang lebih longgar, tidak transparan, dan nyaman digunakan. Kita bisa pula memadu-padankan gaya berbusana dari barat dengan budaya timur. Namun yang lebih penting, kita harus bangga dan mencintai produk-produk dalam negeri yang memiliki kualitas tidak kalah dengan gaya barat.
24
Edisi No. 170/Tahun XXIII/ Oktober-November 2012
Kolom
Sosok
Generasi Ciyus, Miapah? Seorang filsuf dari Spanyol, George Santayana berkata “Mereka yang tidak mengenal masa lalunya, dikutuk untuk mengulanginya.” Hal ini terkait dengan kondisi generasi muda Indonesia yang seolah lupa atau pura-pura lupa dengan sejarahnya. Suatu kondisi yang miris, kala generasi muda tidak lagi bangga menggunakan Bahasa Indonesia yang baik sebagai bahasa sehari-hari. Kita dipaksa kembali ke masa lalu, di saat bangsa Indonesia belum memiliki bahasa persatuan. Kala itu, bangsa Indonesia berbahasa mengikuti bahasa negara penjajah, sayangnya, situasi seperti itu menyapa. Lagi. Ada sebuah kelatahan berbahasa yang marak digunakan oleh generasi muda Indonesia zaman kini. Kelatahan ini berdampak pada ‘pengrusakan’ tata baku berbahasa yang baik dan benar. Kebanyakan orang muda seolah-olah menjadi cadel dalam berkomunikasi dengan orang lain, layaknya balita yang baru belajar berbicara. ‘Ini ciyus lo! Miapah? Enelan!’ sudah menjadi sebuah pameo yang sering mampir di lidah dan telinga kita akhir-akhir ini. Orang-orang yang tidak suka dengan fenomena ini harus mengikhlaskan telinga untuk sering mendengar kata-kata tersebut. Sejarawan belum bisa mengetahui asal kampung, pencipta, dan tanggal pasti peluncuran bahasa anak layangan (alay) itu. Meskipun begitu, tetap saja peminatnya kian hari merangkak naik. Ada yang mengaku berperilaku demikian agar tetap eksis di depan teman-teman dan agar kelihatn lebih kelihatan imut. Mengingat presentase keimutan bisa berkurang karena faktor umur. Jadi, salah satu upaya untuk menanggulanginya
Oleh Meri Maryati (Mahasiswa Jurusan Kimia TM 2009)
adalah dengan tidak menggunakan bahasa anak alay itu. Muhammad Yamin dan kawan-kawan, mereka berhak merasa kurang dihargai perjuangannya dalam memdeklamasikan sumpah pemuda. Bukankah dulunya para putra dan putri Indonesia telah bersumpah untuk menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia? Serta, betapa sia-sianya program-program dengan memakan dana cukup besar yang diluncurkan Balai Bahasa demi menggalakkan Bahasa Indonesia yang baik dikalangan masyarakat. Balai Bahasa sebagai salah satu lembaga yang bertanggungjawab dalam menjaga eksistensi Bahasa Indonesia di masyarakat tentu sedang dihadapi dengan pekerjaan rumah yang cukup besar. Tentunya harus berpikir cerdas agar menemukan solusisolusi kreatif. Dengan catatan, jangan sampai membuat bahasa tandingan. Tentu saja, masalah yang mungkin sebagian orang menganggapnya kecil, tidak bisa hanya dilimpahkan penyelesaiannya kepada lembaga terkait. Agar tidak dikatakan sebagai generasi yang tidak bertanggungjawab serta tidak menghormati sejarah, oleh karenanya semua pihak harus turut ambil bagian. Paling tidak, jangan menjadi bagian dari masalah tersebut. Lebih baik menggunakan bahasa yang biasa digunakan, entah itu bahasa daerah, bahasa Ibu atau bahasa persatuan daripada menggunakan bahasa alay. Atau, apakah Indonesia akan menjadi negara yang terkutuk karena generasi mudanya lupa akan masa lalu?
Tidak Usah Neko-Neko Selain itu pada 2010, ia sudah Sosoknya yang ramah dan mulai mewajibkan para mahamurah senyum mengisyaratkan siswa yang akan diwisuda memseolah tidak ada yang membebuat artikel ilmiah yang nantinya baninya dalam menjalani tugas dipublikasikan di internet. sehari-hari. Padahal sejak tahun Padahal pemerintah melalui Di2009, selain bertugas sebagai rektorat Jenderal Pendidikan pengajar di jurusan Kimia UNP, Tinggi (Dirjen Dikti) baru mengeia juga merangkap sebagai Ketua luarkan aturan tersebut Program Studi (Prodi) di pada akhir 2012 ini. jurusan tersebut. Beban Hal lain yang bisa kerjanya secara otodibanggakan dari promatis bertambah. Nagram studi pendimun, tak sedikitpun dikan kimia dibawah terlihat gurat lelah di pengelolaan lelaki wajahnya. Siapa lagi yang akrab disapa kalau bukan Dr. Pak Del ini adalah Hardeli, M.Si. Dr. Hardeli, M.Si sumber daya tenaga Tidak hanya menjadi ketua Prodi berprestasi di tingkat pengajar yang ada di sana. “Saat ini prodi FMIPA, dan UNP, Ia juga berhasil masuk kimia memiliki satu orang professor, tiga 15 nominator ketua Prodi berprestasi orang doktor dan hanya satu orang dosen nasional di Yogyakarta. Gelar prestasi yang sedang menyelesaikan pendidikan yang ia sandang saat ini bukanlah hasil S2 nya,” ungkapnya. Selain memperkerja sehari saja. Melainkan, karena hatikan kualitas para dosen melalui keberhasilannya dalam mengelola Prodi pendidikannya. Dalam keseharian, ia juga Pendidikan Kimia yang telah memasuki tak lupa mengevaluasi kinerja dosen tahun keempat ini. Berkat prestasinya seperti mengecek kehadiran. Kemudian, tersebut, ia diapresiasi melalui sejumlah melakukan penyebaran angket kepada sertifikat dan dana yang diluncurkan mahasiswa pada akhir semester untuk jurusan, fakultas, universitas bahkan menilai kinerja dosen secara menyeluruh. Ketika ditanya mengenai rahasia nasional. Selama lebih kurang empat tahun dalam pengelolaanya sudah suksesnya dalam membagi waktu antara, banyak gebrakan-gebrakan yang telah mengajar, memimpin program studi kimia, ia perbuat, seperti: membuat kebijakan serta keluarga, dengan santai ia untuk setiap mahasiswa kependidikan menjawab “Enjoy aja, nggak usah nekoyang akan wisuda membuat skripsi neko.” Ia tidak menampikkan manusiawi dalam bentuk poster. Ia mengaku ide bila ia merasa capek. Jika situasinya membuat poster itu terinspirasi dari uni- demikian maka tak jarang ia mengatasi versitas ternama yang ada di Jawa. “UI dengan browsing internet. “Itu cukup telah terlebih dahulu menerapkannya, untuk mengobati lelah, selain capek hilang kenapa tidak kita coba juga di UNP,” pengetahuan juga nambah,” tutupnya. Meri Maryati dan Maisarah ungkapnya, Selasa (26/11).