2015 Edisi No. 186/Tahun XXVI
2 FA J AR
SARIP ATI SARIPA
Masih Terabai (Jua) Sebuah perguruan tinggi layaknya negara versi mini. Di dalamnya terdapat berbagai elemen yang membentuk sebuah kesatuan untuk mencapai suatu tujuan bersama. Dalam sebuah perguruan tinggi juga ada rakyat (mahasiswa), wilayah (kampus), dan pemerintahan (birokrat). Antarsatu elemen dengan elemen lainnya saling mendukung, saling mempengaruhi, dan saling membangun. Tanpa adanya keidealan antara elemen-elemen tersebut akan mengancam proses tercapainya sebuah tujuan. Universitas Negeri Padang (UNP) sebagai suatu perguruan tinggi juga punya sebuah tujuan hakiki, memanusiakan manusia. Untuk mencapai tujuan itu, sudah semestinya UNP mengidealkan unsur penting yang membangunnya. Salah satu elemen pembangun UNP adalah kampus. Kampus digunakan sebagai tempat utama berlangsungnya semua kegiatan proses belajar-mengajar. Belajar dalam kondisi yang aman dan nyaman tanpa ada gangguan (dalam bentuk apapun) sudah menjadi kebutuhan semua mahasiswa. Mengajar dalam kondisi yang sama juga dibutuhkan oleh pengajar. Fasilitas yang lengkap dan nyaman sebagai penunjang proses pembelajaran yang baik menjadi salah satu faktor pendukungnya. Tanpa adanya fasilitas yang menunjang proses belajar bisa terhambat. Pihak UNP sebenarnya sudah (dan wajib) mengadakan fasilitas pendukung tersebut. Hal ini dapat dilihat dari berdirinya gedung-gedung perkuliahan yang hampir mencakar langit, akses internet yang sudah (hampir) mencapai segala sudut, pendingin ruangan di setiap kelas, dan sebagainya. Akan tetapi UNP tampaknya terlalu fokus dalam membangun hal-hal besar, terkesan abai terhadap hal-hal kecil—yang kurang tampak. Masih saja ada yang mengeluhkan persoalan toilet, kelas, musala, kantin, dan sejenisnya. Meski dianggap hal kecil, kadang yang kecil itulah menjadi sandungan bagi yang besar. Pemangku kebijakan kurang perhatian terhadap kelayakan, perawatan, dan kenyamanan fasilitas yang digunakan oleh mahasiswa. Sepertinya pemerintah (birokrat) perlu turun langsung ke bawah untuk melihat apa yang benar-benar sedang dirasakan oleh rakyat (mahasiswa). Di sisi lain, mahasiswa sebagai rakyat yang dilayani UNP juga seharusnya memperlakukan semua fasilitas kampus dengan semestinya. Jangan karena merasa sebagai orang yang seharusnya dilayani, mahasiswa— biasanya oknum tertentu—memperlakukan fasilitas itu dengan seenaknya. Bila semua fasilitas sudah diadakan, diperbaiki, dan dinyamankan, mahasiswa seharusnya menjaga kenyamanan itu. Agar semuanya nyaman dalam belajar. Kampus adalah rumah untuk belajar. Perlakukan dan rawatlah kampus layaknya rumah sendiri. Lagi, segala lini mesti berkerja sama. Birokrat memberikan fasilitas yang nyaman kepada mahasiswa. Mahasiswa menjaga apa yang telah diberikan birokrat—yang sebetulnya juga berasal dari mahasiswa. Bila semua telah melaksanakan perannya, niscaya tujuan bersama akan tercapai. Semoga. (*)
GANTOLE
+ Sarana dan Prasana Terabaikan - Perhatiin kita dong. + Pengakreditasian Jurnal Terkendala - Hidup memang penuh kendala. + Alumni Pertanyakan Gedung Iluni - Bang, di ma latak Gedung Iluni?
Sarana dan Prasarana Tanggung Jawab Bersama Universitas Negeri Padang (UNP) terus berbenah. Sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan akademik dan aktivitas mahasiswa terus dibangun secara berkelanjutan. Pimpinan universitas, pimpinan fakultas, serta pimpinan jurusan dan program studi selalu berupaya untuk penyediaan dan pembenahan sarana dan prasarana untuk kepentingan bersama, yakni kepentingan sivitas akademika. Ruangan kuliah dan kursi belajar tetap ditambah dan dibenahi setiap tahun. Penerangan dan pendingin ruangan (AC) di dalam ruangan kuliah dan perkantoran selalu diupayakan secara maksimal, selalu dipelihara dan dirawat secara berkala. Hal itulah sebagai upaya pimpinan dari tingkat universitas hingga tingkat program studi. Namun kenyataannya, sarana dan prasarana tersebut seringkali mengalami kerusakan dalam jangka waktu pemakaian yang relatif singkat. Padahal pimpinan UNP dengan jajarannya selalu berupaya memelihara dan merawat sarana dan prasarana itu secara berjangka sebagai kewajiban institusi. Dari sisi lain, hendaknya mahasiswa dan pengguna lainnya juga berkewajiban memeliharanya. Mari kita menggunakan kursi
kuliah sesuai dengan fungsinya. Demikian juga fasilitas penerangan dan alat pendingin ruangan (AC) hanya dipakai ketika diperlukan. Kebiasaan mematikan fasilitas penerangan (listrik) dan alat pendingin ruangan (AC) setelah perkuliahan harus dibudayakan oleh seluruh sivitas akademika yang menggunakannya. Sarana dan prasarana pendukung lainnya seperti tempat parkir, taman kampus, dan toilet juga terus dilakukan pembenahannya. Pimpinan universitas juga telah selalu berupaya membangun, memperbaiki, dan memelihara sarana dan prasarana tersebut. Kenyataannya tempat parkir seringkali tidak dimanfaatkan secara baik. Parkir kendaraan seringkali masih dilakukan tidak pada tempat yang disediakan. Toilet sering pula tidak digunakan secara baik sehingga dalam jangka waktu yang relatif singkat sering terjadi kerusakan dan kotor. Hal ini karena toilet sering pula ditinggalkan oleh penggunanya dalam keadaan kotor. Singkatnya, pengguna memanfaatkan toilet yang bersih dan meninggalkan dalam keadaan kotor. Itulah budaya negatif yang perlu dibenahi oleh seluruh sivitas akademika UNP. Selain itu, banyak bangunan di
UNP ditempeli dengan berbagai kertas pengumuman. Kertas pengumuman yang ditempeli pada sembarangan tempat ini telah merusak keindahan kampus universitas ini. Mari setiap kita menginstropeksi diri sehingga keindahan bangunan kampus tidak dirusak oleh berbagai kertas pengumuman. Pimpinan di tiap fakultas berkewajiban menyediakan papan pengumuman secukupnya di tempat-tempat yang strategis. Sivitas akademika yang akan menempelkan pengumuman harus melakukannya di tempat yang disediakan. Pada 2015 ini, Pimpinan UNP telah mengembangkan universitas dengan membangun delapan unit gedung bertingkat dengan berbagai fasilitas yang baik. Bangunan dengan berbagai fasilitas yang baru tersebut dan seluruh fasilitas yang ada di lingkungan UNP ini akan sia-sia jika tidak dipelihara secara bersama dan harus pula dilakukan secara masif oleh semua sivitas akademika. Budaya positif memelihara, menjaga, dan merawat sarana dan prasarana universitas oleh semua sivitas akademika merupakan hal yang sangat penting dan merupakan modal utama dalam kerangka mengembangkan universitas ini. Semoga saja. (Eto)
POK OK P AD ANG POKOK PAD ADANG
Buka Bersama: SKK Ganto UNP mengadakan buka bersama di Ruang Sidang PKM, Sabtu (27/6). Acara ini turut mengundang Lembaga Pers Mahasiswa se-Sumatra Barat, Unit Kegiatan Mahasiswa se-UNP, dan Panti Asuhan Puti Bungsu. f/Rahmi
Salam Pers Mahasiswa. Tentang sebuah perasaan positif yang menggairahkan. Mencipta, melahir, dan membentuk sebuah indah. Sebab keindahan adalah perihal kebaikan tertinggi. Indah dalam berproses dan indah dalam berupaya. Lalu mencoba menyempurnakan diri dan menyelaraskan kemampuan dengan sebuah keadaan. Pun demikian, dengan perjalanan sebuah proses. Pada edisi ketiga ini, awak Ganto berupaya menyelaraskan sebuah proses. Adalah sebuah usaha yang telah dicoba untuk mengindahkannya. Banyak upaya yang dicobakan formulasinya, serta
beberapa proses yang mampu mengantarkan pada sebuah indah. Dan satu dari semua keindahan yang ada, yakni sampainya Ganto edisi 186 ke tangan pembaca. Adalah suatu yang membanggakan bagi seluruh orang terkait bahwa Ganto bisa kembali lagi menghampiri pembaca. Kali ini laporan Ganto membahas permasalahan sarana dan prasarana kampus yang bermoto alam takambang jadi guru ini. Hal ini diangkatkan karena adanya indikasi ketidakadilan fasilitas kampus berwujud sarana dan prasarana. Lalu, tentang tidak terawatnya sarana dan prasarana yang ada. Maka
dari itu, dengan adanya laporan ini bisa menjadi pertimbangan bagi semua pihak di UNP untuk dapat berbenah, baik itu berupa perbaikan diri maupun memperbaiki seluruh elemen pendukung kehidupan kampus, terutama dalam hal sarana dan prasarana. Selain itu, Ganto juga memberitakan prosesi pelantikan dekan selingkungan Universitas Negeri Padang (UNP). Pengukuhan tanggung jawab tersebut dikemas dalam rubrik Teropong dengan berbagai informasi seputar kampus lainnya. Tak hanya itu, setiap kegiatan di lingkungan UNP juga kami kemas dalam rubrik Inter. Namun, ada beberapa kegiatan yang tidak bisa kami muat cetak karena keterbatan ruang bisa ditelusuri di laman web: ganto.or.id. Selain menyajikan berita, seperti biasanya, Ganto juga menyajikan tulisan-tulisan kritis mahasiswa yang terdapat pada rubrik Opini. Karya sastra berupa cerpen dan puisi juga dapat pembaca nikmati di bagian sastra dan budaya. Serta, riset mengenai penerapan aturan TOEFL di UNP. Selamat menikmati sajian yang kami berikan. Kritikan dan saran yang membangun selalu dinanti dari seluruh pembaca guna memberikan karya yang lebih baik ke depannya. Selamat membaca.
Surat Kabar Kampus Universitas Negeri Padang STT No. 519 SKK/DITJEN PPG/STT/1979, International Standard Serial Number (ISSN): 1412-890X, Pelindung Pelindung: Rektor UNP: Prof. Dr. Phil Yanuar Kiram, Penasehat Penasehat: Pembantu Rektor III UNP: Dr. Syahrial Bakhtiar, M.Pd., Penanggung Jawab Jawab: Prof. Dr. Ermanto, M.Hum., Dewan Ahli Ahli: Jefri Rajif, Wezia Prima Zolla, Novi Yenti, Media Rahmi, Doni Fahrizal, Edo Febrianto, Staf Ahl Ahli: Konsultasi Psikologi Psikologi: Dr. Marjohan, M.Pd., Agama: Dr. Ahmad Kosasih, M.A., Konsultasi Kesehatan Puisi: Dr. Kesehatan: dr. Pudia M. Indika, Kritik Cerpen: M. Ismail Nasution, S.S., M.A., Kritik Puis Kons., Konsultasi Agama Yenni Hayati, S.S., M.Hum., Pemimpin Umum Umum: Meri Susanti, Pemimpin Redaksi Redaksi: Yola Sastra, Pemimpin Usaha Usaha: Suci Larassaty, Bendahara Umum Umum: Fitri Aziza, Kepala Penelitian dan Pengembangan Pengembangan: Wahida Nia Elfiza, Sekretaris Umum Umum: Gumala Resti Halin, Redaktur Pelaksana Pelaksana: Sri Gusmurdiah, Redaktur Berita Berita: Wici Elvinda Rahmaddina, Novarina Tamril, dan Rizka Wahyuni, Redaktur Tulisan Tulisan: Khadijah Ramadhanti, Redaktur Bahasa Sastra dan Budaya Budaya: Ranti Maretna Huri, Redaktur Artistik dan Online Online: Hari Jimi Akbar, Layouter Layouter: Resti Febriani, Fotografer Fotografer: Putri Rahmi, Reporter Reporter: Redda Wanti, Ermiati Harahap, Neki Sutria, Sabrina Khairissa, Kurniati Ramadhani, Riset: Juliana Murti, Pengembangan Sumber Daya Manusia: Sonya Putri, Pustaka dan Kearsipan: Yulia Eka Sari, Sirkulasi dan Percetakan Percetakan: Rival Mulyadi (NA), Iklan: Hera Gusmayanti, Usaha: Ratmiati, Kesekretariatan dan Perlengkapan: Windy Nurul Alifa. Penerbit: SKK Ganto UNP, Alamat: Gedung PKM UNP Ruang G65 Universitas Negeri Padang Padang, Jl. Prof. Dr. Hamka, Air Tawar. Kode pos 25131. Laman web web: http:// ganto.or.id ganto.or.id, email: redaksiganto@gmail.com redaksiganto@gmail.com, Percetakan: Unit Percetakan PT. Genta Singgalang Press (Isi di luar pertanggungjawaban percetakan), Tarif iklan: Rp4.000.000,- (halaman penuh berwarna), Rp1.500.000 (1/2 halaman hitam-putih), Rp100.000,- (iklan web ukuran 300x250 pixel). Redaksi menerima tulisan berupa artikel, esei, feature, cerpen, resensi buku, puisi, dan bentuk tulisan kritis lainnya dari sivitas akademika UNP. Redaksi berhak menyunting tulisan tanpa mengubah esensinya. Tulisan yang masuk menjadi hak redaksi dan yang tidak dimuat akan dikembalikan atau menjadi bahan edisi berikutnya. Setiap tulisan yang dimuat akan diberi imbalan/uang lelah semestinya.
2015 Edisi No. 186/Tahun XXVI
3
SURA T PEMBA CA SURAT PEMBAC
SKK Ganto menerima surat pembaca, baik berupa keluhan, kritikan, saran, maupun permasalahan tentang lingkungan sekitar UNP. Surat pembaca dapat dikirimkan melalui email: redaksiganto@gmail.com atau dapat diantar ke redaksi SKK Ganto, Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa Ruang G65 UNP dengan melampirkan kartu identitas, seperti KTP atau KTM.
Maling Helm Satu bulan yang lalu teman satu kelas saya kehilangan helm. Hal yang sama juga terjadi pada beberapa teman satu fakultas saya yang lainnya. Padahal helm-helm tersebut diletakkan di dalam jok motor yang terkunci dan diparkir di tempat yang seharusnya. Kejadian ini sangat meresahkan kami mahasiswa FIP. Triana Risa Putri Mahasiswa Jurusan Pendidikan Luar Sekolah TM 2011
Tak Ada Lab Komputer Jurusan Psikologi (NK) yang berada di Kampus Cabang UNP Bukittinggi tidak memiliki lab komputer. Selama ini kami menumpang di lab komputer milik Jurusan PGSD. Namun, terkadang jadwal kami bentrok sehingga kami harus mengalah. Diah Aini Lubis Jurusan Psikologi TM 2013
PKM Butuh Perhatian Menurut pengamatan saya, Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) UNP perlu diperhatikan. Ditinjau dari segi kebersihan, PKM terlihat tak terurus. Tidak hanya itu, tiadanya tempat parkir, sangat merusak pemandangan. Saya berharap agar di PKM disediakan parkiran. Ini untuk kebaikan bersama. Englia Bani Aslinda Mahasiswa Pendidikan Teknik Informatika TM 2012
Transparansi Uang SPP Setiap semesternya kami mahasiswa reguler ataupun nonreguler membayar uang SPP kepada UNP, jika dihitung-hitung jumlahnya sangat banyak. Bagi kami yang hanya mahasiswa tentu mengetahui sekadar membayar SPP, akses LHS dan kuliah tanpa mengetahui kemana saja aliran uang SPP mahasiswa UNP ini. Apabila dikatakan untuk pembangunan, sampai saat ini setelah saya 3 tahun kuliah belum begitu banyak perubahan UNP. Oleh sebab itu, jika mahasiswa boleh tahu, ke mana saja aliran uang SPP itu? Fauziah Rahmi Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan TM 2012
Merokok di Lingkungan Kampus Di Fakultas Ilmu Keolahragaan sering ditemukan mahasiswa yang merokok, padahal seharusnya kampus adalah lingkungan yang bebas dari asap rokok, selain merusak kesehatan, kampus juga tempat orangorang terdidik. Bagaimana aturan mengenai larangan merokok ini? Apa hanya untuk di ruangan perkuliahan saja larangannya? Okta Elfiani Mahasiswa FIK
ULASAN SURA T PEMBA CA SURAT PEMBAC
Minimnya Jumlah Kelas di UNP UNP memiliki peminat yang sangat bagus. Banyak yang antusias untuk masuk ke UNP, namun sayang masih minim kelas untuk menampung banyaknya peminat yang ingin kuliah di UNP, salah satunya di Fakultas Teknik. Yesa Fatma Mahasiswa Fakultas Teknik
Jawaban: Menanggapi pertanyaan minimnya kelas di Fakultas Teknik, sebenarnya Fakultas Teknik telah berusaha untuk melengkapi sarana dan prasarana sesuai dengan jumlah mahasiswa yang ada. Setiap tahunnya sudah diatur berapa kuota yang akan ditampung di Fakultas Teknik, yaitu dengan persentase 50% pada jalur SNMPTN, 30% jalur SBMPTN, dan 20% jalur seleksi mandiri. Kuota tersebut tentu sudah disesuaikan dengan fasilitas serta ruang kelas, laboratorium, maupun sumber daya manusia yang akan dibutuhkan nantinya. Jika penanya merasa seperti itu, bisa saja disebakan oleh adanya mahasiswa yang tidak mengambil mata kuliah sesuai dengan yang dipaketkan atau bisa juga mahasiswa tersebut gagal pada beberapa mata kuliah pada semester sebelumnya dan mengulangnya kembali. Hal itu secara otomatis akan mengurangi kuota untuk mahasiswa yang mengambil mata kuliah yang sama. Dengan adanya hal demikian pihak fakultas pun akan menambah grup atau kelas, namun dengan banyak pertimbangan, salah satunya kelas dan jumlah dosen. Akan tetapi sebaiknya tidak terjadi hal demikian karena akan mengganggu sistem yang berjalan. Jadi secara umum fasilitas meliputi kelas, laboratorium, dan sarana lain di Fakultas Teknik sudah dilengkapi sesuai dengan jumlah mahasiswa yang ada supaya pembelajaran berjalan dengan baik. Drs. Efrizon, M.T. Wakil Dekan II Fakultas Teknik
AC Tak Berfungsi Beberapa AC tidak berfungsi dengan baik di ruang perkuliahan FMIPA UNP. Begitupun dengan kipas angin yang sudah banyak berdebu. Hal tersebut menyebabkan perkuliahan dirasakan kurang nyaman, karena beberapa mahasiswa yang kepanasan mulai mengipas-ngipas dan hal itu menganggu konsentrasi mahasiswa lainnya. Apakah tidak ada pengadaan untuk AC atau kipas angin baru, atau setidaknya perawatan dari sarana tersebut. Ilma Yati Mahasiswa Biologi TM 2011
Jawaban: Semua dana untuk FMIPA berasal dari uang kuliah tunggal (UKT), termasuk sarana dan prasarana. Kalau dananya lengkap, sarana dan prasarananya tentu lengkap pula. Untuk sekarang ini, AC yang tidak berfungsi belum bisa diperbaiki karena dananya belum cukup. Ketika uangnya sudah cukup akan diperbaiki. Lambat atau cepat kita harus bersabar. Sarana dan prasarana yang harus diperhatikan tidak hanya AC, ruang kuliah darurat juga dalam perhatian. Nah, untuk semua itu butuh dana yang banyak, kita lebih prioritas ke hal yang lebih mendesak. Misalkan, ada atap yang bocor, tentu yang itu perlu diperbaiki terlebih dahulu daripada AC. Untuk melakukan perbaikan sarana dan prasarana, saat ini ada alokasi dananya, tapi bertahap-tahap. Jadi belum bisa untuk diperbaiki semuanya. Akan diperbaiki satu-satu terlebih dahulu. Kalau diminta sekaligus, itu tidak mungkin. Dr. H. Yarman, M.Pd. Wakil Dekan II FMIPA
Akibat Pembangunan Lahan Parkir Saya suka dengan adanya pembangunan lahan parkir di belakang gedung perkuliahan Fakultas Mate-
matika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Namun, di sisi lain muncul permasalahan. Tanah yang biasa ditumbuhi tanaman, ditutupi dengan semen beton, sehingga tumbuhan tersebut menjadi mati. Permasalahan lainnya adalah air yang sering tergenang di belakang kampus ini saat hujan. Pembangunan ini juga terkesan asal siap saja, bisa dilihat pada selokan yang juga ditutupi oleh semen, setelah disemen dilakukan pembongkaran kembali sehingga tampak kurang baik. Akan lebih baik sebelum pembangunan, perlu perencanaan agar tidak terjadi pembongkaran kembali dan tidak membuang biaya dan bahan. Adli Hadian Munif Mahasiswa Pendidikan Kimia TM 2013
Jawaban: Pembangunan lahan parkir di belakang gedung perkuliahan FMIPA dilakukan karena fakultas kita tidak punya lagi lahan untuk dijadikan tempat parkir. Sedangkan kendaraan sudah semakin banyak. Kemudian, adanya perbaikan selokan harus disyukuri karena awalnya dana FMIPA hanya cukup untuk pembuatan lahan parkir. Semenjak FMIPA berdiri tahun 1986, selokan itu tidak pernah digali, sehingga jalan di sana kerap mengalami banjir. Kemudian, untuk mengatasinya, diupayakanlah kedatangan rektor ke FMIPA untuk melihat kondisi di sana. Setelah itu, akhirnya selokan tersebut diperbaiki dengan dana dari rektor, sehingga selokan yang ditutup dengan kondisi seadanya setelah pembangunan parkir dibongkar kembali dan diperbaiki. Jadi begitulah perencanaanya, bukan tidak ada perencanaan sama sekali. Melalui surat pembaca ini diharapkan mahasiwa tahu, jika ada keraguan silahkan ditanyakan ke Wakil Dekan II. Untuk sarana yang telah ada tersebut tolong dipelihara. Jagalah sarana tersebut seperti milik kita di rumah. Untuk perbaikan semua sarana yang rusak sudah kami pikirkan, cuma masalahnya dana belum cukup. Dr. H. Yarman, M.Pd. Wakil Dekan II FMIPA
LAPORAN
4
2015 Edisi No. 186/Tahun XXVI
Sarana dan Prasarana yang Terabaikan Tak sekadar pengadaan, sarana dan prasarana kampus juga harus dijaga oleh mereka yang menggunakannya. Oleh Sri Gusmurdiah Yola Sastra
M
ahasiswa Jurusan Bim bingan dan Konseling, Faradilla Zulfa dan kawan-kawannya menggelar koran dan kertas dobel folio di salah satu ruang belajar Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP). Mereka hendak melaksanakan salat zuhur. Usai salat, mereka makan siang di sana dan kembali melanjutkan perkuliahan di kelas yang sama. Kala itu, mahasiswa yang akrab dipanggil Dilla ini sedang menempuh semester lima. Dilla dan kawan-kawan satu jurusannya melaksanakan perkuliahan Teknik Labor yang berlangsung dari pukul 07.00-15.00 WIB. Materi teori berlangsung pukul 07.00-12.20 WIB. Sedangkan praktiknya, berlangsung dari pukul 13.20-15.00 WIB. Demikian Dilla mengingat masa-masa perkuliahannya satu tahun silam. Dilla dan kawan-kawannya terpaksa salat di kelas karena di FIP tidak ada musala ataupun ruang ibadah. Mengingat jeda perkuliahan hanya sejam, mereka memilih salat dan makan di kelas. Salat ke masjid akan memakan waktu untuk berjalan dan antre. “Kami bisa terlambat masuk kelas,” ujar mahasiswa semester tujuh ini, Sabtu (4/7). Keluhan terhadap tempat salat juga terjadi di Fakultas Ilmu Sosial (FIS). Meski di Kampus Merah itu ada musala, kondisinya tidak terlalu baik. Seperti yang disampaikan Mutia Dara, mahasiswa Jurusan Sejarah TM 2009. Menurut Dara, lantai musala FIS kurang bersih, tikar untuk tempat salat pun kadang berpasir. Selain itu, mukena untuk salat tidak terawat dan berbau. “Ini membuat mahasiswa tidak nyaman,” ucapnya ketika ditemui di taman FIS, Rabu awal Juli lalu. Dari tujuh fakultas yang ada di UNP, dua di antaranya tidak memiliki musala, yaitu FIP dan FE. Namun, berbeda dengan FIP, FE dulu punya musala. Tetapi sudah dirobohkan karena adanya pembangunan di UNP. Lineci, Mahasiswa Jurusan Pendidikan Ekonomi TM 2012, mengatakan, sejak musala FE dirobohkan, ia melaksanakan salat di masjid Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Sumatra Barat yang terletak tidak jauh di belakang gedung FE. Lineci mengaku, di FE memang ada ruang salat, tapi hanya untuk dosen. Dulu ia pernah hendak salat di sana, tapi ditegur dan dilarang dosen. “Eh, di sini bukan untuk mahasiswa ya,” ujarnya menirukan ucapan dosen itu, Jumat (29/5). Menanggapi permasalahan tidak adanya musala di FIP, Wakil Dekan II FIP Drs. Taufik, M.Pd, Kons., mengatakan, sewaktu pembangunan gedung FIP, desain bangunan sepenuhnya dari pihak rektorat. Di dalam desain itu, tidak ada pembangunan musala. Sementara, pihak FIP tidak memiliki
Fakultas Ilmu Pendidikan UNP: Suasana Fakultas Ilmu Pendidikan UNP sebelum dimulainya masa perkuliahan yang baru akan dilaksanakan 24 Agustus mendatang, Rabu (5/8). f/Rahmi
wewenang untuk mengubahnya. “Jadi, ya seperti inilah FIP,” ujar Taufik, Kamis (2/7). Terkait tidak jadinya pembangunan musala FIP yang telah direncanakan awal 2014 lalu, Taufik mengatakan, dulu sempat diukur luas tanah yang ada di depan gedung Pascasarjana UNP untuk pembangunan musala. Namun pada saat pengajuan usulan, anggaran dana untuk pembangunan musala tidak ada. Yang tersedia hanya anggaran untuk pemeliharaan. Pembangunan pun tidak jadi dilaksanakan. Sementara itu, tidak adanya tempat ibadah di FIP, Taufik menyarankan agar mahasiswa salat ke musala ataupun masjid terdekat sekaligus untuk meramaikannya. Sedangkan, untuk perencanaan pembangunan musala ke depannya, Taufik mengatakan bahwa tahun ini akan dipasang pondasi pembangunan gedung dekanat lima lantai di FIP. Gedung dekanat yang sekarang akan dihancurkan dan dibangun kembali gedung baru. “Di lantai pertama akan dibangun musala,” kata Taufik. Selain musala, toilet juga menjadi permasalahan tersendiri di UNP. Seperti yang dikeluhkan Roli Stambo, mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia Fakultas Bahasa dan Sastra (FBS). Siang itu, mahasiswa yang akrab dipanggil Tambo dan beberapa teman satu jurusannya sedang berada di Perpustakaan Jurusan Bahasa Indonesia yang terletak di lantai tiga gedung FBS. Seperti biasanya, ia dan teman-teman menghabiskan waktu di perpustakaan untuk belajar, mebuat tugas, atau sekadar membaca untuk mengisi waktu luang. Ketika azan zuhur berkumandang, Tambo segera berwudu untuk melaksanakan salat di ruang pustaka. Ia pun masuk ke toilet yang berjarak sekitar tiga meter
di depan perpustakaan. Toilet itu satu-satunya toilet laki-laki yang ada di lantai tiga FBS. Di dalam toilet ada dua WC. Namun, tiap-tiap pintu dari WC sudah rusak. Pintu WC hanya bisa ditutup, tapi tidak bisa dikunci. Sehingga memberikan rasa tidak nyaman ketika menggunakan WC tersebut. “Saya selalu was-was kalau menggunakan WC itu,” ucap Tambo, Kamis (9/7). Tambo menyayangkan keadaan toilet itu. Selain kedua pintu WC, pintu utama toilet juga rusak. Pintu itu mudah terbuka, tidak bisa dikunci, walaupun toilet sedang digunakan. Begitu juga dengan closet berdiri. Sudah tidak lagi digunakan karena rusak. Pun halnya dengan lantai toilet yang sering kotor. “Saya berharap ini segera diperbaiki agar mahasiswa bisa menggunakan toilet dengan nyaman,” pungkasnya. Tak berbeda dengan keadaan toilet laki-laki, satu-satunya toilet wanita yang ada di lantai tiga FBS juga rusak. Dari empat pintu WC yang ada di toilet tersebut, tidak satu pun yang bisa dikunci. Pintupintu itu hanya bisa ditutup. Sehingga bisa dibuka dengan mudah dari luar. Keadaan ini dikeluhkan oleh mahasiswa Jurusan Bahasa Indonesia lainnya, Wirda Yuni dan Gylang Alhamdina. Selain pintu WC yang rusak, Wirda juga mengeluhkan WC yang sering kotor, ember dan gayung yang kadang tidak ada, serta wastafel yang tidak bisa digunakan sama sekali. “Keadaan ini sangat mengganggu,” tuturnya, Kamis (9/7). Begitu pula halnya dengan Gylang. Menurutnya, hampir semua WC di FBS dalam kedaan tidak baik. Ia mengatakan, selain toilet yang rata-rata rusak, mahasiswa pun tidak peka dengan kebersihan toilet. Toilet sering kotor dan tidak terawat. “Mahasiswa se-
harusnya juga menjaga,” ujarnya, Kamis (9/7). Terkait berbagai keluhan tentang keadaan toilet di FBS, Kepala Subbagian Umum Perlengkapan FBS Tristiyeni, S.H. mengatakan, toilet tidak ada yang rusak. Ia mengungkapkan bahwa toilet memang sempat rusak, namun sudah diperbaiki. Salah satunya toilet yang ada di musala FBS. “Dulu WC di toilet itu memang mampet, tapi sekarang sudah baik kembali,” ujarnya, Kamis (9/7). Tristiyeni juga mengatakan, saat ini memang sedang dilakukan perbaikan, namun bukan perbaikan toilet dan WC, melainkan loteng toilet yang rusak karena rembesan air dari toilet lantai atas. Menanggapi keadaan toilet di FBS banyak yang sudah rusak, ia agak tercengang. Menurutnya, semua toilet yang rusak sudah diperbaiki baru-baru ini. “Ternyata sekarang rusak lagi,” ujarnya dengan nada heran. Ia pun berharap dan mengimbau agar mahasiswa sama-sama menjaga sarana dan prasarana yang ada di lingkungan kampus. Lebih lanjut, ia mengatakan toilet-toilet yang rusak tersebut akan diperiksa kembali. Keluhan yang sama juga terjadi di Fakultas Teknik (FT). Banyaknya toilet yang tidak layak pakai, menimbulkan ketidaknyamanan pada mahasiswa yang berkuliah di FT. Namun, hal itu tak lagi dipermasalahkan, sebab beberapa bulan lalu, Kampus Oranye ini sudah berbenah dan memperbaiki semua kerusakan toilet. Hanya, masih ada mahasiswa yang mengeluhkan ketidakseimbangan antara jumlah toilet wanita dengan toilet laki-laki. Rany Chayratu Annisa, mahasiswa FT yang enggan menyebutkan jurusannya ini mengatakan, jumlah toilet wanita dan laki-laki di FT satu berbanding tiga. Menurutnya, jumlah toilet wanita dan
laki-laki di FT seharusnya sama banyak. “Zaman sekarang wanita juga banyak yang belajar teknik,” katanya, akhir Mei lalu. Lain halnya dengan Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK). Keberadaan ruang ibadah dan toilet tidak terlalu dipermasalahkan. Kepala Subbagian Umum dan Perlengkapan FIK, Elvi Hengki, ST., M.Pd. Hengki mengaku, selama ini ketersedian musala dan toilet di FIK aman-aman saja. Musala dirawat dengan baik, serta toilet yang bersih dan nyaman digunakan oleh seluruh sivitas akademika FIK. “Sejauh ini tidak ada kendala,” ujar Hengki, Kamis, (2/7). Tak jauh berbeda dengan FIK, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) juga memiliki musala dan toilet yang lengkap. Seperti yang disampaikan Wakil Dekan II FMIPA, Drs. Yarman, M.Pd. Meskipun keberadaan sarana lainnya banyak yang masih kurang dan rusak pascagempa 2009, pihak FMIPA selalu berusaha memulihkannya. Hanya, Yarman sedikit menyayangkan ketidakoptimalan pemanfaatan sarana dan prasarana di FMIPA. Yarman mengatakan, pintu toilet di FMIPA banyak yang rusak. Meski telah diperbaiki, namun hanya dapat bertahan beberapa minggu. “Rasa memiliki mahasiswa kurang,” ujarnya, Senin (6/7). Yarman berharap, sarana dan prasarana yang ada di FMIPA dapat menunjang pembelajaran, sehingga mahasiswa merasa nyaman dalam proses belajar mengajar. Selain itu, menurutnya mahasiswa juga harus memanfaatkan seluruh sarana dan prasarana dengan baik dan maksimum. “Menjaga layaknya milik sendiri,” harapnya. Laporan: Eka, Ermi, Fitri, Hera, Resti, Sri, Sastra
LAPORAN
2015 Edisi No. 186/Tahun XXVI
Amper a W ar ga: Ampera dan kafe milik warga yang terletak di seberang Ruang Serbaguna Fakultas Teknik menjadi Ampera War arga: alternatif mahasiswa untuk mencari makanan, Rabu (5/8). f/Rahmi
Permasalahan yang Belum Usai Tiap-tiap fakultas bertanggung jawab dan dibebaskan mengelola sarana dan prasarananya. Mestinya, tak ada lagi fakultas yang bermasalah dengan sarana dan prasarana tersebut. Oleh
B
Sri Gusmurdiah Yola Sastra
eberapa alat lab tersusun rapi di atas meja Laboratorium Mikrobiologi. Lab Jurusan Biologi tersebut terletak di lantai satu, bagian selatan gedung Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Meja-meja praktikum terletak di tengah-tengah ruangan lab. Beberapa tiang pun berada di ruangan bercatkan serba putih itu. Siang itu, Selasa akhir Mei lalu, mahasiswa Jurusan Biologi tengah berada di Lab Mikrobiologi. Namun, mahasiswa tidak melaksanakan praktikum, melainkan tengah belajar mata kuliah teori Bioteknologi. Beberapa mahasiswa asyik dengan kegiatan lain dan tidak terlalu memperhatikan dosen yang menyampaikan kuliah. Pembatas meja praktikum yang cukup tinggi dan sisi ruangan yang bertonggak, menyebabkan mahasiswa tidak leluasa memperhatikan dosen di depan. Demikian pula dosen, tidak bisa mengontrol mahasiswa karena banyaknya penghalang yang menghambat pemandangannya. Hal ini dikeluhkan oleh mahasiswa Jurusan Biologi, Suci Eka Rahmadini. Selain tata ruangan yang menyebabkan pembelajaran tidak kondusif, Suci juga mengeluhkan banyaknya alat praktikum yang terletak di meja praktikum. Sehingga memberikan rasa was-was kepada mahasiswa yang tengah belajar. “Saya tidak nyaman belajar dengan keadaan begitu,” ujarnya, Sabtu (1/8). Senada dengan Suci, dosen Jurusan Biologi Rahmadhani Fitri, M.Pd., mengatakan, belajar di lab memang membuat pembelajaran berjalan kurang efektif. Sebab, proses belajar mengajar kurang terkontrol akibat ada mahasiswa yang terhambat oleh tiang-tiang yang ada di ruangan lab. Menurut Rahmadhani, jumlah kelas di FMIPA mesti ditambah. Sebab, walau setiap jurusan telah memiliki lima ruang stan-
dar, namun dengan kondisi mahasiswa baru yang ditambah dan semakin banyak, ruang kelas menjadi tidak mencukupi. Selain itu, juga ada mahasiswa-mahasiswa sebelumnya yang mengulang. “Sehingga ada yang belajar di lab,” pungkasnya, Jumat (3/7). Hal yang sama juga terjadi di Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK). Kurangnya sarana dan prasarana kampus sering mengganggu proses pembelajaran. Seperti yang terjadi di salah satu kelas di FIK. Proses perkuliahan Strategi Pembelajaran Pendidikan Jasmani tengah berlangsung pada suatu siang. Dosen telah berada di ruangan F 35A yang berada di lantai dua gedung FIK. Beberapa menit kemudian, tiga mahasiswa datang sambil tergopoh-gopoh menuju ruangan kelas. Namun ketika sampai di depan pintu, kelas sudah penuh oleh mahasiswa. Semua bangku telah terisi oleh mahasiswa yang duluan datang ke kelas dengan 120 mahasiswa itu. Kelas memang memuat dua sesi perkuliahan sekaligus. Sehingga menyebabkan kekurangan bangku. Karena tidak ada bangku yang akan diduduki, mahasiswa yang terlambat berinisiatif untuk
mencari bangku ke kelas lain, agar mereka tetap bisa mengikuti proses pembelajaran. Beruntung, mereka bisa mendapatkan bangku dari kelas lain. Mahasiswa tersebut mengangkat dan menarik bangku ke kelasnya. Namun, hal tersebut justru mengganggu proses pembelajaran. Kursi yang diangkat dan ditarik membuat suara gaduh. “Fenomena ini sering terjadi,” ungkap Azmayani, mahasiswa FIK yang berkuliah di kelas itu, Senin (6/7). *** Lima warung makan yang berada di seberang jalan depan gedung Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) dipenuhi mahasiswa hampir tiap harinya. Berbagai jajanan dan menu makanan di sana menjadi pilihan mahasiswa untuk menghilangkan lapar ketika berkuliah di FBS. Tak adanya kantin di FBS menyebabkan mahasiswa berburu jajanan ke area luar kampus. Ketiadaan kantin di FBS disayangkan oleh mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Muhammad Nur Ifel Jalinus. Tidak adanya kantin di FBS memaksa Ifel untuk mencari makanan ke luar kampus. Walaupun tidak terlalu mempermasalahkannya, ia
5 tetap berharap di gedung fakultas lima lantai ini ada kantin. “Bagusnya ada kantinlah,” ujarnya, Kamis (9/7). Senada Dengan Ifel, Melly Pratiwi Puji Lestari juga menyayangkan tidak adanya kantin di FBS. Ia merasa terganggu dengan tidak adanya kantin. Sebab, jika ingin makan, ia harus keluar dan mendatangi kantin yang berada di seberang jalan depan FBS. “Kalau buru-buru kan bahaya juga,” katanya, Minggu (2/8). Lebih lanjut, mahasiswa Program Studi Desain Komunikasi Visual ini berharap, di FBS segera dibangun kantin. Menurutnya, sebuah fakultas harus memiliki sarana dan prasarana yang lengkap untuk mendukung pembelajaran, salah satunya kantin fakultas. “Semoga di FBS segera dibangun kantin,” tandasnya. Menjawab terkait tidak adanya kantin di FBS, Kepala Subbagian Umum Perlengkapan FBS Tristiyeni, S.H., menjelaskan, FBS dulunya memiliki kantin. Namun sejak tahun 2008 sudah tidak lagi, dengan alasan yang tidak dapat ia jelaskan. “Kurang tahu juga alasannya, saya baru 2010 di sini,” ujarnya ketika ditemui di ruangannya, Kamis (9/7). Lebih lanjut, Tristiyeni mengatakan, untuk perencanaan pendirian kantin sudah ada. Hanya saja belum ada keputusan pasti karena masih akan dirapatkan. “Dari pimpinan FBS sendiri sudah ada terpikirkan,” pungkasnya. Tidak berbeda dengan FBS, FIK pun mengalami nasib yang sama. Menurut mahasiswa Program Studi Pendidikan Kepelatihan Olahraga TM 2011, Azmayani, selain tidak memiliki kantin, jumlah kantin lain yang berada di sekitar FIK hanya tiga. Dengan ukuran yang tidak luas dan rata-rata dikunjungi mahasiswa laki-laki. “Kami yang perempuan segan berdesak-desakan di sana,” ujarnya. Menanggapi tidak adanya kantin di FIK, Kepala Subbagian Umum dan Perlengkapan FIK, Elvi Hengki, S.T., M.Pd., mengatakan, untuk sementara mahasiswa memang memanfaatkan tiga kantin yang ada di belakang ruang belajar FIK. Tanah tempat berdirinya kantin tersebut disewakan oleh pihak FIK kepada pemilik kantin. “Sepenuhnya dikelola oleh pemilik kantin,” ujarnya, Kamis (2/7). Lebih lanjut, Elvi mengatakan, jika fakultas ingin terlibat untuk pengelolaan, bisa dikomunikasikan dengan pemilik kantin. Selanjutnya, Elvi mengakui, menu yang disediakan oleh kantin memang tidak terlalu banyak.
Tapi setidaknya telah bisa memenuhi kebutuhan mahasiswa untuk sarapan. “Sejauh ini, untuk kantin, belum ada keluhan,” katanya. Hal yang sama pun terjadi di Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP). Deretan pedagang kaki lima menjadi alternatif bagi mahasiswa FIP untuk mencari makanan. Pasalnya, gedung FIP tidak memiliki kantin. Sehingga, mencari makanan ke tempat lain menjadi solusi satusatunya bagi mahasiswa. Tidak adanya kantin di FIP dikeluhkan oleh mahasiswa Jurusan Administrasi Pendidikan, Yuliani Tnd. Yuliani mengatakan, karena FIP tidak memiliki kantin, ia dan kawan-kawannya terpaksa mencari makanan ke kantin-kantin lain di sekitar UNP. Yuliani pun berharap, di FIP segera dibangun kantin. “Sangat disayangkan rasanya, jika di suatu fakultas tidak ada kantin,” ujarnya. Menjawab permasalahan terkait tidak adanya kantin di FIP, Wakil Dekan II FIP Drs. Taufik, M.Pd., Kons., mengatakan, tahun ini akan dipasang pondasi pembangunan gedung dekanat lima lantai di FIP. Gedung dekanat yang sekarang akan dihancurkan dan dibangun kembali. “Nantinya di lantai lima akan dibangun kantin,” ucapnya, Kamis (2/7). Dari tujuh fakultas di UNP, tiga di antaranya tidak memilik kantin, yaitu FBS, FIK, dan FIP. Tak hanya itu, musala, toilet, dan sarana prasarana lainnya, menjadi permasalahan tersendiri di UNP. Menanggapi hal ini, Wakil Rektor II UNP Dr. Ali Zamar, M.Pd., Kons., mengatakan, semua sarana dan prasarana yang berada di fakultas merupakan tanggung jawab fakultas masing-masing. Menurut Ali, pihak fakultas diberi kebebasan untuk mengelola fakultas sesuai kreativitasnya masingmasing. “Semua tergantung fakultas,” ujarnya, Selasa (4/8). Selain itu, ia juga mengungkapkan, pendanaan untuk pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pun telah diserahkan ke masing-masing fakultas. Fakultas disilakan menggunakan pendanaan seefisien mungkin. Lebih lanjut, Ali berharap, tidak hanya pihak kampus yang berusaha untuk pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana di UNP, tetapi mahasiswa juga melakukan hal yang sama, dengan menjaga sarana dan prasarana yang sudah ada. “Kita harus sama-sama menjaga dan memelihara,” tutupnya. Laporan: Ayu, Eka, Hera, Nia, Sri, Sastra
Polling ini dilakukan oleh Riset Subdivisi Litbang SKK Ganto pada 29 Juni3 Juli 2015 untuk mengetahui tanggapan mahasiswa terkait sarana dan prasarana di UNP. Populasi polling adalah mahasiswa UNP dengan sampel 100 mahasiswa per fakultas yang dipilih secara acak dari total tujuh fakultas.
LAPORAN
6
2015 Edisi No. 186/Tahun XXVI
Wirid di UNP Butuh Wadah Hampir semua mahasiswa dan dosen di fakultasfakultas UNP melaksanakan wirid secara rutin, namun tidak semua fakultas memiliki musala untuk pelaksanaannya. Oleh
Sri Gusmurdiah Yola Sastra
M
usala satu lantai berkubah biru terletak di belakang Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Negeri Padang (UNP). Dibatasi parkiran dan jalan, musala berdiri sejajar dengan gedung perkuliahan FMIPA. Saat istirahat dan waktu salat masuk, musala bernama AlQalam itu tidak pernah sepi dari mahasiswa. Pun ketika waktu lainnya. Al-Qalam digunakan sebagai tempat pengajian bagi mahasiswa yang tergabung bersama Forum Studi Islam (Forsia) FMIPA. Selain digunakan untuk kegiatan Forsia, Musala Al-Qalam juga digunakan sebagai tempat wirid dosen dan pegawai FMIPA. Sebelumnya, wirid dilaksanakan di ruang sidang fakultas. Namun, sejak Al-Qalam siap digunakan, kegiatan wirid dialihkan ke musala milik FMIPA. Ketua Musala Al-Qalam sekaligus pembina Forsia, Masril, M.Si., menjelaskan, wirid merupakan kebijakan dari dekan FMIPA dan pelaksanaannya diserahkan kepada Ketua Al-Qalam. Wirid mahasiswa diserahkan langsung kepada pengurus Forsia, sementara wirid dosen dijadwalkan minggu pertama setiap bulan. Namun, jika bentrok dengan jadwal kegiatan lain, wirid dosen ditunda hingga minggu berikutnya. “Yang penting tiap bulan wirid dilaksana-
kan,” katanya, Jumat (3/7). Memanfaatkan musala fakultas sebagai tempat ibadah dan tempat kerohanian lainnya tidak hanya dilakukan di FMIPA, hal yang sama juga berlaku di Fakultas Bahasa dan Seni (FBS). Mahasiswa dan dosen FBS melaksanakan wirid dan kegiatan kerohanian di Musala Amanah milik FBS. Sejak 2012, wirid telah dilaksanakan di FBS. Wirid dilangsungkan pada Jumat, minggu kedua tiap bulannya. Awalnya, wirid dilakukan di Ruang Teater Tertutup FBS. Namun, pada akhir 2013 Musala Amanah selesai dibangun, wirid dan semua aktivitas kerohanian pun dipindahkan ke musala Kampus Selatan tersebut. Wakil Dekan I FBS, Prof. Dr. Ermanto., S.Pd., M.Hum. mengatakan, wirid merupakan agenda FBS. Diikuti oleh pimpinan fakultas dan jurusan, dosen, staf administrasi, dan organisasi kemahasiswaan selingkungan FBS. Menurut Ermanto, dengan adanya wirid, sivitas akademika dapat mengimbangi antara kehidupan dunia dan akhirat. “FBS menyediakan fasilitas untuk menyeimbangkan kegiatan akademik dan administrasi dengan kegiatan kerohanian,” ujar Ermanto, ketika ditemui di ruangannya, Kamis (2/7). Lain halnya di Fakutlas Ilmu Pendidikan (FIP). Sebab tidak memiliki musala, mahasiswa FIP terpaksa mengadakan kegiatan kerohanian di kelas-kelas yang sedang tidak digunakan di FIP atau menumpang di musala fakultas lain. Demikian pula dengan wirid dosen. Di FIP, wirid dosen dilaksanakan di aula lantai empat. Seperti yang disampaikan salah satu pengurus Forum Studi Islam (Forsis), Melisa. Mahasiswa Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini ini tak jarang menggunakan tempat lain atau menumpang di musala FIS untuk
Musala Al-Qalam: Beberapa mahasiswi tengah melintas di depan Musala Al-Qalam Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNP, Kamis (30/7). f/Rahmi
merapatkan agenda yang akan dilaksanakan Forsis atau kegiatan kerohaniaan lainnya. “Terkadang kami menumpang di FIS,” katanya, Jumat (31/7). Melisa menyayangkan hal yang demikian. Ia berharap, FIP segera memiliki musala atau ruang ibadah sebagaimana fakultas lainnya. Sebab, banyak kegiatan kerohanian yang membutuhkan tempat tersebut. “Tidak mungkin kita hanya numpangnumpang aja,” tutupnya. Menanggapi hal tersebut, Wakil Dekan II FIP Drs. Taufik, M.Pd., Kons., mengatakan, wirid dan pengajian mahasiswa bisa dilaksanakan di lokal-lokal FIP. Sejauh ini, pelaksanaan wirid dan pengajian berlangsung di Lokal A308. “Sampai musala selesai dibangun, wirid berlangsung di sana,” ujarnya, Kamis (2/7). Hal yang sama juga terjadi di
Fakultas Ekonomi (FE). Karena musala FE dirobohkan, kegiatan kerohanian mahasiswa di FE, seperti yang dilakukan Forum Mahasiswa Ekonomi Madani FE, dialihkan ke tempat lain. Ulil Azmi, mahasiswa yang tergabung dalam Formi mengatakan, sejak musala FE dirobohkan, kegiatan Formi kadang dilakukan di masjid Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan Sumbar. “Kadang diskusi Formi dilaksanakan di sana,” ujar mahasiswa Jurusan Akuntansi TM 2013 yang juga merupakan Bendahara BEM FE ini. Menanggapi tidak adanya tempat pelaksanaan wirid bagi beberapa forum kerohanian tingkat fakultas, Wakil Rektor II UNP Dr. Ali Zamar, M.Pd., Kons., mengatakan, penyediaan tempat untuk wirid forum-forum tersebut dikembalikan kepada fakultas masing-masing. Ali mengungkap-
kan, dari pihak UNP sendiri telah menyediakan masjid untuk berbagai kegiatan kerohanian. “Silakan manfaatkan masjid yang ada,” katanya, Selasa (4/8). Sementara terkait pelaksanaan wirid, Wakil Rektor I UNP Prof. Dr. Agus Irianto mengatakan, tidak ada kewajiban melaksanakan wirid dari UNP. Itu merupakan inisiatif dari fakultas masingmasing. Menurutnya, fakultas tidak perlu diatur terkait hal tersebut. Selain itu, Agus juga mengatakan bahwa selain di tingkat fakultas, wirid di tingkat UNP juga ada. Wirid dilaksanakan sekali sebulan, setiap Jumat pagi di Masjid Al-Azhar. Wirid diikuti oleh semua sivitas akademika UNP. “Mahasiswa juga boleh ikut,” ujar Agus, Senin (29/7).. Laporan: Hera, Jimi, Rahmi, Sri, Suci, Sastra
WAWANCARA KHUSUS
Perlunya Menjaga Sarana dan Prasarana Kampus
Suhardi, S.H. Kepala Bagian Umum, Hukum, Tatalaksana, dan Perlengkapan UNP
Sarana dan prasarana merupakan bagian yang tidak bisa dilupakan sebagai salah satu faktor penting untuk mendukung jalannya aktivitas di universitas. Tanpa adanya sarana dan prasarana yang memadai, proses pembelajaran akan terganggu. Bahkan tak hanya pembelajaran, banyak kegiatan lain yang membutuhkan berbagai sarana dan prasarana dalam pelaksanaannya. Namun selain pengadaan, perawatan
sarana dan prasarana dari seluruh sivitas ademika UNP pun menjadi hal penting. Kenyataannya di UNP, pengadaan dan perawatan sarana dan prasarana masih menjadi masalah yang tak kunjung usai. Berbagai hal menjadi alasan tersendiri terkait masalah ini. Sebenarnya, mengapa hal demikian bisa terjadi? Lantas, apa yang mesti dilakukan seluruh masyarakat UNP untuk menyikapi permasalahan ini? Berikut wawancara reporter Ganto, Juliana Murti dengan Kepala Bagian Umum, Hukum, Tatalaksana, dan Perlengkapan UNP, Suhardi, S.H., Kamis (30/7). Menurut Anda, sarana dan prasarana yang ideal itu seperti apa? Kalau berkata mengenai wujud idealnya sarana dan prasarana, tentunya kita menginginkan sarana dan prasarana yang bersih, rapi dan nyaman untuk digunakan. Begitu pula dengan parkir-parkir kendaraan, seperti lahan untuk parkir yang seharusnya ada. Bagaimana dengan sarana dan prasarana di UNP, menurut Anda sudah baikkah? Pada prinsipnya, kalau untuk sarana dan parasarana itu, kita kan tetap membenahi. Artinya mana yang kurang kita lengkapi. Hanya saja, kondisinya sekarang kita sedang dalam pembangunan. Membenahi sarana, termasuk juga dengan cara
membuat himbauan-himbauan, seperti dilarang berjualan, dilarang ojek mangkal, dan dibuatnya rambu-rambu lalu lintas. Bagaimana dengan sarana dan prasarana seperti kantin, toilet dan musala yang ada di UNP? Sarana dan prasarana yang berada di fakultas merupakan tanggung jawab fakultas. Kalau kantin, sekarang kan per fakultasnya ada. Namun, kita tentu juga menyediakan kantin umum supaya tidak ada PKL-PKL di pinggir jalan. Misalnya, yang kemarin itu kantin yang kita buat di samping perpustakaan pusat. Demikian pula untuk toilet. Semua telah disediakan di fakultas masing-masing. Mengenai adanya kerusakan-kerusakan kecil, seperti keran tersumbat dan sebagainya, mereka mempunyai alokasi dana sendiri untuk memperbaikinya. Pun halnya mengenai musala, yang tidak punya itu adalah FIP dan FE karena lahannya yang tidak mencukupi. Namun, di fakultas lain, setahu saya sudah mempunyai musala karena lahannya mencukupi. Kembali lagi, itu masuk dalam alokasi fakultas. Kalau kita universitas, kan menyediakan masjid. Apa yang harus dilakukan pihak UNP untuk memperbaiki sarana dan prasarana yang bermasalah? Jika ada sarana dan prasarana dari
fakultas yang kurang bagus, pihak fakultas bisa meminta bantuan ke universitas. Untuk perbaikan tersebut, akan dilakukan kalau anggarannya tersedia. Misalnya dari FMIPA, labornya rusak. Nah, itu kan dari kita juga kadang-kadang membantu untuk perbaikannya. Artinya, asalkan ada alokasi dana untuk perbaikan sarana, akan dibantu oleh pihak universitas. Apa yang harus dilakukan sivitas akademika terkait sarana dan prasarana? Kita semua harus saling menjaga, harus saling mamatuhi aturan yang dibuat. Misalnya parkir, dibuat larangan parkir, malah di sana markir. Itu kan tidak mematuhi namanya. Begitupula dengan penggunaan listrik, air, dan yang lainnya. Semua unsur harus peduli, bukan mahasiswa saja, tetapi juga dosen, staf, dan pegawai. Jadi, itu butuh bantuan bersama. Apa harapan Anda ke depannya terkait sarana dan prasarana ini? Harapan saya ke depannya, sarana dan prasarana di kampus dapat memberikan rasa nyaman kepada semua orang. Mahasiswa datang ke kampus, dia nyaman. Dosen pergi mengajar dia senang. Seharusnya, semuanya dalam keadaan siap-siaga dalam menjaga semua yang ada di kampus ini. Begitupun dengan gangguan yang seharusnya tidak ada untuk sarana dan prasarana kampus. (*)
2015 Edisi No. 186/Tahun XXVI
LAPORAN
7
ARTIKEL
Agar Universitas Berkualitas Oleh Khadijah Ramadhanti Redaktur Tulisan SKK Ganto 2015
Pencapaian tujuan akademik diperoleh dari keseluruhan aspek penting hingga aspek penunjang yang terencana dan terarah dengan baik. Keberadaan universitas yang berkualitas menjadi aspek penting dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Sebab, di sana berkumpul para intelektual muda dengan berbagai aktivitas dari kegiatan intelektual yang terus berjalan. Membangkitkan ide-ide yang masih laten, antara lain melalui introspeksi dan tanya jawab untuk menemukan kebenaran, keindahan, dan kehidupan yang luhur. Mereka juga berkumpul untuk menimba dan menekuni suatu bidang ilmu khusus untuk mencari peluang masa depan yang lebih baik. Untuk memudahkan para intelektual dalam kegiatan intelektualnya tersebut tidak terlepas dari prasarana dan sarana yang memadai di universitas yang mereka masuki. Prasarana dan sarana tersebut menjadi penting untuk terciptanya proses perkuliahan yang efektif. Juga untuk mewujudkan pendidikan dan mutu lulusan yang berkualitas dan sesuai dengan apa yang diharapkan. Prasarana akademik itu sendiri merupakan perangkat penunjang utama suatu proses atau usaha pendidikan agar tujuan pendidikan tercapai. Prasarana tersebut terbagi menjadi dua. Pertama, prasarana bangunan yang mencakup lahan dan bangunan gedung baik untuk keperluan ruang kuliah, ruang kantor, ruang dosen, ruang seminar, ruang rapat, laboratorium, perpustakaan, pusat pelayanan mahasiswa, asrama mahasiswa, fasilitas umum, dan lain sebagainya. Kedua, prasarana umum berupa air, sanitasi, drainase, listrik, jaringan telekomunikasi, transportasi, parkir, taman, dan lain-lain. Sedangkan, sarana akademik adalah sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat/media dalam mencapai maksud atau tujuan. Yang mencakup perabotan dan peralatan yang diperlukan sebagai kelengkapan setiap gedung/ruangan dalam
menjalankan fungsinya untuk meningnya, kantin dan musala yang belum ada di katkan mutu dan relevansi hasil produk dan beberapa gedung fakultas di UNP. Hal terselayanan. Sarana akademik juga terbagi but mengharuskan mahasiswanya pergi menjadi dua, yaitu sarana pembelajaran berbelanja ke warung-warung emperan pe(seperti papan tulis, OHP, LCD, alat dagang, bukan ke kantin yang khusus peraga, dan lain sebagainya) disediakan oleh pihak fakultas dan sarana sumber belajar. maupun universitas. Ketika Yang terdiri dari buku waktu salat tiba, para mahateks, jurnal, majasiswa pergi ke masjid atau lah, lembar informusala terdekat dari masi, dan laingedung tempat mereka lain (Buku Pedoberkuliah. Begitu juga dengan sarana di beman Penjaberapa ruang perminan Mutu kuliahan yang juAkademik ga belum memaUniversitas dai. Indonesia). Untuk mengUniversiatasi hal tersetas Negeri Pabut, UNP tampakdang (UNP) nya masih terus sebagai salah berbenah dan satu pergumelakukan berbaruan tinggi di gai perbaikan-perSumatra Barat baikan, seperti pemyang menghabangunan gedung silkan calon guru baru, melakukan persetiap tahunnya, jubaikan dan perawatan ga harus menyediakan Grafis: Hari Jimi Akbar terhadap prasarana dan saprasarana dan sarana yang rana yang tersedia. Dalam hal menunjang dan memadai untuk perbaikan dan perawatan, bukan pihak unikegiatan akademik. Tidak hanya sekadar versitas saja yang bertanggung jawab, menyediakan, prasarana dan sarana mahasiswa dan seluruh pihak di lingkungan tersebut mestinya juga memenuhi standar sivitas akademika UNP juga harus bertangmutu yang diinginkan dan dikelola dengan gung jawab dalam menjaga dan merawat baik. Hal ini berfungsi untuk mendorong prasarana dan sarana yang telah ada. MenUNP menuju tercapainya visi yang dikeciptakan kebersihan dan kenyamanan di hendaki. Juga memudahkan universitas lingkungan kampus mesti menjadi tujuan dalam pencapaian tujuan dan menaikkan bersama dalam proses pencapaian pendicitra universitas di dalam dan di luar negeri dikan yang lebih baik. serta tercapainya atmosfer akademik yang Hal tersebut sangat penting dan menkondusif. jadi tugas bersama demi meningkatkan keDalam perjalanannya, UNP terkait praberkualitasan universitas, khususnya UNP. sarana dan sarana yang sesuai dengan stanJika mahasiswa sebagai pemilik sekaligus dar mutu yang diinginkan masih jauh dari pemakai dari prasarana dan sarana terseyang diharapkan. Hal tersebut terlihat dari but tidak menjaganya, ini akan menjadi beberapa gedung fakultas yang prasarana bumerang tersendiri bagi para mahasiswa. masih belum memadai, dan boleh dikatakan Mereka akan kesulitan dan tidak nyaman masih jauh dari yang diharapkan. Misal-
selama berada dan beraktivitas di kampus sehingga proses untuk pencapaian tujuan tertentu, seperti memperoleh ilmu dan pengetahuan menjadi terhambat. Selain itu, UNP juga perlu membuat buku Pedoman Penjaminan Mutu Akademik terkait prasarana dan sarana. Seperti Universitas Indonesia yang telah menyusun buku pedoman tersebut. Buku ini disusun tidak hanya sekadar untuk memperkenalkan konsep dan isi dari prasarana dan sarana akademik, tetapi juga berisi tuntunan tentang cara membangun dan memelihara prasarana dan sarana yang lengkap dan bermutu untuk kepentingan penyelenggaraan kegiatan akademik di sebuah universitas. Disusunnya buku tentang sarana dan prasarana itu dapat juga membantu para pengelola akademik atau penanggung jawab unit kerja di lingkungan UNP dalam melakukan manajemen prasarana dan sarana dengan mempertimbangkan standar mutu yang telah ditetapkan. Sebab, dalam buku tersebut dimuat standar mutu, manajemen mutu, dan penjaminan mutu prasarana dan sarana akademik. Setiap fakultas sesuai dengan bidang ilmunya mempunyai spesifikasinya masing-masing. Sehingga setiap fakultas perlu mengembangkan buku pedoman teknis penjaminan mutu prasarana dan sarana yang dapat berbeda satu dengan yang lainnya. Sivitas akademika mesti merawat dan menjaga sarana dan prasarana yang telah ada di UNP agar dapat digunakan dengan nyaman. Jika sudah demikian, visi dan misi serta cita-cita universitas akan tercapai sesuai dengan harapan. Kualitas dari para lulusan pun tidak diragukan lagi kemampuannya dalam bidang ilmu tertentu yang telah mereka miliki. Cita-cita untuk menjadi universitas yang berkelas dan mampu bersaing di dalam maupun di luar negeri tidak sekadar sebuah harapan, tetapi kenyataan yang telah dibuktikan dan dipertanggungjawabkan. (*)
AP A KA TA MEREKA APA KAT
Pentingnya Sarana dan Prasarana Menurut saya, sarana dan prasarana yang disediakan di masing-masing fakultas di UNP sudah bagus, Zuwitha misalnya di Fakultas Ekonomi (FE) yang sudah Marsela S.W. lengkap. Hanya, perlu peran dari mahasiswa (Mahasiswa untuk menjaganya. Misalnya untuk toilet di Jurusan lantai I FE yang bersebelahan dengan tangga, Akuntansi TM sehingga yang di bawah tangga digunakan 2013) mahasiswa untuk berkumpul. Pagi harinya tidak ada bau dari toilet, tapi siang harinya bau dari toilet mengganggu mahasiswa yang berkumpul. Saya harap ada pemberian sanksi dari fakultas terkait yang tidak menjaga kebersihan.
Sonsang (Anggota Pramuka UNP)
Pentingnya sarana dan prasarana adalah untuk mendukung kenyamanan mahasiswa dalam beraktivitas. Adanya toilet, tong sampah, maupun tempat beribadah yang layak tentunya membantu kelancaran beraktivitas di kampus, terlebih untuk mahasiswa yang tergabung dalam organisasi di kampusnya. Di UNP pengadaan sarana dan prasarana tersebut untuk di PKM masih kurang menunjang. Toilet misalnya, yang tersedia hanya dua dengan kapasitas PKM yang seperti ini (padat). Begitupun dengan tong sampah, terkadang penuh dan ruang sidang PKM yang tidak relevan sebagai ruang sidang. Saya harap ada perhatian khusus dari pihak UNP yang terkait karena untuk pengadaan di luar kemampuan mahasiswa.
Havid Ardi, S.Pd., M.Hum. (Dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris)
Sarana itu sangat penting, karena sebagai mahasiswa tentu akan banyak kegiatannya di kampus. Mereka membutuhkan sarana untuk proses pembelajaran, sarana untuk beribadah, dan termasuk toilet yang memang sangat dibutuhkan pada setiap tempat. Untuk tempat sampah, kampus kita akan bersih kalau tempat sampahnya lengkap. Di UNP, keadaannya sudah berubah ke arah perbaikan. Terkait tempat sampah, perlu dibedakan tempat sampah untuk sampah yang bisa diolah kembali dan tidak, untuk memperlihatkan kampus kita juga mendukung go green. Untuk tempat beribadah sudah ada di semua fakultas (kecuali FIP dan FE, red.). Sekarang, kampus sudah punya komitmen yang bagus untuk menyediakan sarana dan prasarana. Hal ini dibuktikan dengan pembangunan baik sarana pembelajaran maupun lainnya. Hanya saja, sedikit terkendala karena adanya pembangunan. Ke depan, diharapkan sarana yang dibangun dapat memberikan manfaat untuk menunjang kegiatan mahasiswa maupun sivitas akademika yang lain.
KONSUL TASI ONSULT
8 K ONSUL TASI A G AMA ONSULT AG
Jika Anda mengalami masalah agama, psikologi, atau kesehatan, silakan manfaatkan rubrik ini. Kirimkan surat tentang masalah Anda kepada pengasuh rubrik ini ke e-mail Ganto, redaksiganto@gmail.com atau Gedung PKM UNP Ruang G65 UNP. Setiap pertanyaan harap dilengkapi dengan identitas.
K ONSUL TASI PSIK OL OGI ONSULT PSIKOL OLOGI
Hidup Tanpa Orang Lain
Diasuh oleh Dr. Marjohan, M.Pd., Kons.
Diasuh oleh Dr. Ahmad Kosasih, M.A.
Membakar Kemenyan saat Berdoa Saya mau bertanya, Pak. Di kampung saya, setiap kali ada kendurian, selamatan, dan acara lainnya yang melakukan doa, selalu diiringi dengan membakar kemenyan. Kemenyan yang dibakar ditaruh di tengahtengah orang yang sedang berdoa. Ketika saya tanya ke Eyang saya, beliau mengatakan hal itu dilakukan supaya arwah moyang datang dan mendengar doa kita. Saya pernah melarangnya, tapi tidak terlalu dihiraukan. Bagaimana pandangan Bapak terkait hal itu? Bukankah kegiatan itu termasuk syirik, Pak? Sri Gusmurdiah Mahasiswa Administrasi Pendidikan TM 2012
2015 Edisi No. 186/Tahun XXVI
Sejak 6 tahun lalu saya berpikir bisa hidup tanpa orang lain. Ego tersebut membuat saya tumbuh dalam diam dan tak peduli. Hingga saya menyadari itu salah dan berusaha untuk membenahinya. Alhamdulillah sekarang saya memiliki keluarga kecil (teman) dengan berbagai macam sifat mereka. Kadang saya tertawa, ataupun bisa bosan dengan tingkah mereka. Namun, ketika ego saya kembali (tidak peduli), saya merasa tidak membutuhkan orang lain dan menganggap pertemanan itu hal yang percuma. Apakah ada yang salah dengan kejiwaan saya Pak? Karena terlalu lama waktu yang saya butuhkan hanya untuk berpikir saya butuh orang lain atau tidak. Yulia Mahasiswa UNP
Saudara Yulia, Membaca surat ini, kami memahami bahwa ada keraguan pada diri Anda tentang perlu tidaknya teman atau orang lain dalam kehidupan. Berkenaan dengan kebimbangan itu kami berpendapat bahwa kehidupan kita ini berada dalam dua dimensi, yaitu dimensi keindividualan di satu sisi dan dimensi kesosialan di sisi lain. Jadi manusia itu adalah makhluk individual dan juga makhluk sosial. Sebagai makhluk individual, kita perlu berupaya mengembangkan potensi diri kita, seperti inteligensi, bakat, minat, dan kemampuan pribadi lainnya secara optimal sehingga kita menjadi pribadi sukses dan mandiri yang tidak tergantung kepada orang lain. Namun, meski demikian, jangan lupa bahwa kita juga makhluk sosial. Artinya, kita perlu berkomunikasi dan hidup bersama orang lain. Potensi kita berkembang karena ada orang lain, misalnya orang tua, guru, teman dan sebagainya. Adanya teman akan memberikan perspektif baru dalam hidup kita, membuat kehidupan penuh dengan kesetiaan, saling menemani dan mendukung di kala sulit, serta sebagai tempat berbagi untuk momen-momen menyenangkan. Bersosialisasi merupakan kebutu-
han dasar manusia. Tidak bermakna kesuksesan yang diraih individu bila tidak ada orang lain yang melihatnya, mengakuinya atau menikmatinya. Ajaran agama Islam menyatakan, khairun naas man yan faun naas, sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk manusia lain. Pemahaman akan pentingnya orang lain seperti teman, telah Anda sadari, setelah Anda berupaya “mengasingkan diri” selama 6 tahun dari kehidupan mereka. Persoalannya (yang mungkin belum disadari) adalah bahwa dalam pergaulan itu tentu tidak mulus seperti yang dibayangkan karena dalam bergaul dengan teman akan ada juga perbedaan dan kekhususan yang dimiliki teman-teman yang kadang-kadang membuat Anda tidak sepaham dengan mereka. Untuk dapat hidup berbahagia dan tenteram bersama orang lain agaknya perlu mencontoh kehidupan Rasulullah dalam kehidupannya dengan menerapkan resep TMJ3, yaitu (1) terimalah yang sedikit dari orang lain dengan kesyukuran yang banyak, (2) maaafkan teman-teman yang membuat Anda sulit, (3) jangan membebani orang lain, (4) jangan melecehkan teman, dan (5) jangan marah. (*)
K ONSUL TASI KESEHA TAN ONSULT KESEHAT Ananda Sri Gusmurdiah, sebenarnya berdoa dengan membakar kemenyan tidaklah bersumber dari ajaran Islam. Baik dalam Alquran maupun hadis, tidak ditemukan dalil atau keterangan yang menyebutkan bahwa berdoa harus memakai kemenyan dan tidak dijumpai pula keterangan bahwa Rasulullah pernah melakukannya. Tradisi bakar kemenyan ketika berdoa itu terdapat dalam ajaran Hindu. Konon, menurut kepercayaan Hindu, arwah orang yang sudah meninggal dapat dan mudah dipanggil dengan bau-bauan kemenyan. Sedangkan berdoa, dalam ajaran Islam, tidak perlu memakai perantara (wasilah), baik berupa manusia maupun benda-benda tertentu. Berdoalah secara langsung kepada Allah. Allah berfirman, “Apabila hamba-Ku bertanya/meminta kepada-Ku katakan bahwa Aku adalah dekat. Aku akan mengijabahi (memperkenankan) doa orang yang bermohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka penuhi permintaan-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku. Agar mereka selalu berada dalam kebenaran,” (Q.S. Al-Baqarah:183). Ayat tersebut mengisyaratkan beberapa syarat penting dalam berdoa, yaitu pertama berdoalah secara langsung tanpa harus memakai perantara karena Allah itu dekat dari hamba-Nya. Kedekatan itu sebagaimana digambarkan dalam firman-Nya, “Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya,” (Q.S. Qaf:16). Sehubungan dengan ini Dia berfirman, “Serulah Aku, niscaya Aku akan perkenankan seruanmu,” (Q.S. Al-Mukmin:60). Kedua, penuhi permintaan Allah dalam hidup kita, yakni mengerjakan suruhan-Nya dan menghentikan larangan-Nya. Ketiga, kuatkan keyakinan dalam berdoa, bahwa tiada yang dapat mengabulkannya, kecuali hanya Dia. Karena itu, jangan menyeru/meminta kepada selain Dia dalam hal-hal yang bersifat gaib sebagaimana firman-Nya, “Janganlah kamu seru Tuhan lain di samping (menyeru) Allah...,” (Q.S.Al-Qashash:88). Dengan demikian, membakar kemenyan dalam berdoa tidak terdapat dalam sunnah Rasulullah, dan jika hal itu diyakini sebagai salah satu cara untuk terkabulnya doa, akan menggiring kita kepada perbuatan syirik. Sebab, esensi dari kesyirikan itu ialah jika kita meyakini adanya sesuatu kekuatan yang dapat menyaingi, bahkan mengatasi kekuatan Allah Yang Maha kuasa. Rasulullah saw. mengatakan ada tiga golongan yang doanya akan diterima Allah swt., yaitu doa imam (pemimpin) yang adil, doa orang yang sedang berpuasa sampai datangnya saat berbuka, dan doa orang yang dizalimi (H.R.Turmizi dan Ibnu Majah). Oleh karena itu, sebagai orang terpelajar, Ananda diharapkan mampu menjelaskan ini kepada Eyang atau masyarakat kampung nantinya, tentu dengan caracara yang persuasif dan bahasa yang santun. Wallahu a’lam bishshawab! (*)
Kram pada Kaki
Diasuh oleh dr. Pudia M. Indika, M.Kes.
Ketika tidur, saya sering mengalami kram pada kaki terutama pada otot betis bagian bawah. Apa penyebab kram tersebut dan bagaimana cara mengatasinya? Apakah dipengaruhi oleh otot kaki yang berkontraksi terlalu keras?
Windy Nurul Alifa Mahasiswa Biologi TM 2013 Salam sehat Windy, Kram (muscle cramp) adalah keadaan otot dan atau sekelompok otot mengalami kontraksi terus menerus yang mengakibatkan daerah yang terkena sulit untuk digerakkan. Keadaan ini akan terasa sangat nyeri. Biasanya yang mengalaminya adalah otot-otot di depan paha, otot di belakang paha, otot-otot betis, dan tidak menutup kemungkinan seluruh otot. Penyebab kram saat ini belum diketahui dengan pasti, ada beberapa teori yang menyebabkan kram ini dapat terjadi, antara lain sebagai berikut. 1. Pemberian beban yang berlebihan. Keadaan berat badan dan tinggi badan yang tidak proporsional menyebabkan tubuh berusaha untuk membentuk suatu keadaan fisiologis yang tidak sesuai dengan bentuk tubuh. Hal ini mengakibatkan tungkai akan menahan berat badan. Kon-
traksi dari otot tungkai akan terjadi terus menerus. 2. Perubahan temperatur yang mendadak. Tubuh kita, termasuk otot, tidak menghendaki perubahan suhu yang mendadak. Jika terjadi perubahan suhu secara mendadak, otot dapat terangsang sehingga timbul kejang. 3. Kekurangan garam. Garam banyak keluar bersama keringat. Hal itu menyebabkan terjadinya perubahan kadar elektrolit darah yang dapat mengganggu kontraksi otot secara teratur. 4. Badan terlalu lelah. Saat beraktivitas, terjadi proses pembakaran atau metabolisme. Hasil dari metabolisme ini disebut dengan metabolit, misalnya asam laktat. Pada waktu seseorang melakukan aktivitas fisik yang berat, hasil metabolisme ini banyak terbentuk hingga daya pembuangan hasil metabolisme relatif kurang sehingga akan terdapat sisasisa metabolit yang akan merangsang otot hingga terjadi kram. 5. Kurangnya pemanasan, peregangan, serta pendiginan. 6. Gangguan sirkulasi darah. 7. Terjadinya tumpang tindih antara serabut-serabut otot. Berikut ini adalah usaha yang dapat dilakukan apabila otot mengalami kram. 1. Istirahatkan kaki dengan memberikan kompres es pada otot yang kejang atau digosok (tidak dipijit) dengan obat-obatan salep yang bersifat dingin. 2. Pada waktu otot kejang, tahan kontraksi otot sampai kejangnya hilang. Menahan otot waktu berkontraksi sama artinya menarik otot, agar serabut otot dapat kembali dalam posisi semula hingga kram berhenti.
Pada waktu ditahan dapat diberikan kompres es. Berikut ini adalah beberapa upaya yang dapat mencegah terjadinya kram. 1. Berendam pada air yang hangat atau merendam bagian tubuh yang terasa lelah dengan air hangat agar sirkulasi darah menjadi lancar. 2. Melakukan perenggangan minimal sebelum tidur. Hindari penegangan/meluruskan ujung jari kaki saat peregangan maupun tidur. 3. Hindari melakukan olahraga atau aktivitas berat secara tiba-tiba karena dapat menyebabkan otot menjadi kram. Lakukan pemanasan secara benar sebelum berolahraga atau melakukan aktivitas fisik lainnya dan lakukan pendinginan setelah selesai. 4. Minum setidaknya enam gelas penuh setiap hari, termasuk satu gelas sebelum tidur. Juga perbanyak minum sebelum, selama, dan setelah berolahraga. 5. Konsumsi makanan yang kaya kalsium, potasium dan magnesium. Makan satu atau dua buah pisang sehari sudah cukup memenuhi kebutuhan potasium Anda. 6. Konsumsilah Multivitamin B serta Vitamin E, Karena otot memerlukan vitamin-vitamin esensial ini untuk memperbaiki dan membangun kembali sel-selnya serta membantu mencegah kram. 7. Lakukan gerakan-gerakan kecil yang berlawanan dengan gerakan yang menetap yang telah dilakukan. Beberapa yang upaya dilakukan tersebut dapat mengurangi terjadinya kram pada malam hari yang akan menggangu tidur Anda. Selamat mencoba. (*)
2015 Edisi No. 186/Tahun XXVI
9
SOSOK
Hidup untuk Dinikmati
Prof. Ganefri, Ph.D.
Setiap orang tentu memiliki pegangan atau konsepnya masing-masing dalam menjalani kehidupan. Demikian pula halnya Prof. Ganefri, Ph.D.. Tidak mengeluh dan selalu berpikir positif menjadi konsep yang selalu dipegangnya dalam menjalankan setiap pekerjaan. Dalam melakukan pekerjaan, Ganefri selalu berorientasi kepada prestasi. Dari prestasi ini, ia menginginkan setiap pekerjaan yang dilakukannya dapat memberikan hasil yang membuat orang lain puas melihatnya. Seperti yang dilakukannya sewaktu menjadi pimpinan di FT
dulu. Ganefri selalu melihat kelebihan yang dimiliki rekan kerjanya. Menurutnya, kelebihan itulah yang bisa dimanfaatkan untuk kinerja lebih baik, bukan kekurangan. Mengawali karirnya di Universitas Negeri Padang (UNP) pada 1989, Dosen Pascasarjana FT UNP ini dipercaya sebagai dosen pembimbing. Kemudian pada periode 1992–1994 dan 1997–1999 ia diangkat menjadi Wakil Kepala Labor Komputer Fakultas Teknik (FT) UNP. Dalam rentang 1999–2004 Ganefri diamanahkan menjadi Sekretaris Jurusan Teknik Elektro FT UNP, dan kemudian naik pangkat menjadi Pembantu Dekan II FT UNP selama tiga tahun berikutnya, hingga akhirnya berhasil menjabat sebagai Dekan FT UNP selama dua periode, 2007–2011 dan 2011– 2014. Kegemilangan Ganefri tidak hanya sampai di situ, sejak tahun 2014 lalu hingga 2018 mendatang pria kelahiran Payakumbuh, 17 Desember 1963 itu dipercaya untuk memimpin Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah X yang meliputi Sumatra Barat, Riau, Jambi, dan Kepulauan Riau oleh Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti). Meskipun hidup dengan segudang aktivitas yang dijalani, bapak tiga anak ini tidak pernah mengeluh. Orang yang mengeluh menurutnya hanya akan menutup pintu kesuksesan. Bagi pecinta olah raga bela diri ini, hidup itu untuk dinikmati, termasuk pekerjaan. Suatu pekerjaan akan terasa berat jika tidak dinikmati. Apabila diberikan suatu tugas, pantang baginya
untuk tidak menikmati, sehingga tidak ada beban yang mengganjal. “Kita harus bekerja keras, tuntas, cerdas, dan ikhlas,” ujar Ganefri. Aktif berorganisasi Ganefri merupakan sosok yang aktif berorganisasi. Hal itu dapat dilihat dari berbagai macam organisasi yang pernah diikutinya. Baginya organisasi penting untuk diikuti, terutama dalam rangka pengabdian kepada masyarakat. Dengan berorganisasi seseorang akan memiliki nilai sosial yang baik. Organisasi menurut Ganefri adalah suatu sarana untuk meningkatkan softskill. “Dengan berorganisasi kita tahu bagaimana kehidupan sosial yang berkembang di masyarakat,” jelasnya. Ganefri sudah aktif berorganisasi sejak sekolah dulu dengan mengikuti Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). Ketika menjadi mahasiswa ia juga aktif di Himpunan Mahasiswa Teknik Elektro (HMTE) dan Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) FT. Meski sudah tidak menjadi mahasiswa lagi, ia tetap aktif berorganisasi. Ganefri pernah menjadi Ketua III Lembaga Karate-Do Indoensia (LEMKARI) Sumatera Barat pada 2006–2010, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Ikatan Alumni FT UNP pada 2004–2009, Sekjen Ikatan Alumni UNP selama dua periode, 2009–2014 dan 2014–2018, Ketua Umum Asosiasi Pendidikan Teknologi Kejuruan Indonesia (APTEKINDO) pada 2008 sampai sekarang, Wakil Bendahara Persatuan Olahraga Karate Indonesia (FORKI) Sumatra Barat tahun 2007–2010, Ketua Umum Pengda Keluarga Olah Raga Tarung Derajat (KODRAT) Sumatra Barat
tahun 2012–sekarang, dan Koordinator Usaha Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) tahun 2014–sekarang. Mengatur waktu dan pikiran Ganefri menikmati setiap pekerjaannya. Menurutnya selain bisa mengatur waktu, seseorang juga perlu memiliki kemampuan dalam mengatur pikirannya. Dengan demikian, pikiran akan selaras dengan apa yang ingin dilakukan. Apabila pikiran mengatakan sibuk, maka seseorang akan terorientasi bahwa dirinya memang sibuk. Dalam mengatur pikiran, pilih mana hal yang penting atau menjadi prioritas. Jangan sampai melakukan sesuatu di luar kemampuan yang dimiliki. Demikian juga sama halnya dalam mengatur waktu. Pilih prioritas dalam menjalankan kegiatan sehari-hari. Seperti cara yang ia lakukan dalam mengatur waktunya dengan mahasiswa. Anggapan kebanyakan mahasiswa, sosoknya sulit ditemui. Tapi diakui Ganefri, ia tidak sulit apabila dihubungi. Dirinya tidak ingin mengecewakan orangorang yang memiliki keperluan dengannya. Keterbatasan waktu tak lantas membuat komunikasi Ganefri dengan sesama menjadi berkurang. Baginya, cara mengatur waktu adalah melalui komunikasi. Komunikasi juga memiliki peran tertinggi mencapai sukses dalam bekerja dan tentunya softskill. “Kunci sukses bagi saya adalah komunikasi,” tegasnya. Dengan kemampuan softskill melalui komunikasi ini juga, ia dipercaya oleh rektor sebagai Project Manager Pengembangan Kampus UNP sejak 2011 hingga sekarang. Resti Febriani
RAGAM
Belajar Menjadi Cerpenis Kompas Oleh Dewi Syafrina Alumni Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia
“Tidak ada yang lahir secara instan, termasuk menjadi penulis. Pulang dari workshop menulis cerpen tanpa aksi selanjutnya tetap tidak akan menghasilkan apa-apa.” Senin (11/5) kali itu terasa begitu berharga. Senin bukan untuk diratapi—karena telah kehilangan akhir pekan—tetapi Senin akan memberikan kekuatan pada segenap asa. Dinginnya perjalanan menuju Kota Padang Panjang pada Senin sepagi itu tidak menyurutkan semangat saya untuk mengikuti Workshop Cerpen Kompas 2015. Kegiatan yang diadakan sebagai perayaan HUT Kompas ke-50 itu untuk pertama kalinya diadakan di lima kota, yaitu Padang Panjang, Denpasar, Bandung, Makassar, dan Jakarta. Bekerja sama dengan Teater Sakata Padang Panjang, panitia menyeleksi 65 pendaftar hingga terpilih 30 orang. Peserta datang dari berbagai kota di Sumatra, seperti Medan, Padang, Bukittinggi, Pekanbaru, Jambi, Palembang, dan Lampung. Acara dimulai dengan sambutan dari Putu Fajar Arcana, “Kepala Sekolah” Workshop Cerpen Kompas. “Workshop ini digagas sebagai wadah untuk mengembangkan kreativitas generasi muda,” jelas Redaktur Budaya dan Sastra Kompas ini. Kegiatan ini diharapkan akan melahirkan cerpenis Kompas. Namun, yang terpenting adalah munculnya nilai-nilai kejujuran, kemuliaan, dan kemartabatan dalam diri generasi muda. Menjadi penulis akan melatih kepekaan seseorang dengan nilai-
Foto Bersama: Peserta workshop dan para pemateri berfoto seusai penyerahan sertifikat di Wisma Pangeran, Padang Panjang, Senin (11/5). f/Doc.
nilai yang ada dalam masyarakat. Penulis akan melihat fenomena yang ganjil menjadi sebuah ide dan meramunya menjadi tulisan. Ketimpangan sosial yang diakibatkan tidak ada kejujuran, misalnya, bisa dijadikan pemancing ide. Penulis harus peka “Manusia adalah cerita itu sendiri,” kata Yanusa Nugroho saat memberikan pelatihan. Tidak ada alasan bagi seseorang, apalagi penulis, tidak memiliki cerita. Namun, ada yang membedakan cerpen dengan cerita dalam diari, yakni konflik. Konflik merupakan unsur pembangun cerita. Konflik yang pas, berasal dari ide yang bagus. Ide tidak perlu dicari karena ia datang sendiri. Tetapi, agar setiap orang bisa mendapatkan ide yang bagus, seorang penulis harus peka. Ke-
pekaan memang berkaitan dengan pengalaman setiap individu, tetapi bisa dilatih. Ada satu cara melatih kepekaan. “Coba deskripsikan suasana atau benda secara detail, tetapi dengan syarat kamu hanya boleh menggunakan satu indera. Misalnya kamu berada dalam satu ruangan yang hening, kamu tutup mata, dan deskripsikan ruangan itu hanya dengan menggunakan telinga. Di kesempatan lain, gunakan hidung untuk mendeskripsikan ruangan tersebut. Objek yang sama, tetapi dideskripsikan dengan indera yang berbeda, akan menghasilkan deskripsi yang berbeda,” jelas Yanusa. Bagi penulis yang peka keheningan itu ada suaranya. Tulis hal yang tak biasa Jangan membubuhkan terlalu banyak
informasi dalam paragraf pembuka cerpen. Hal ini, menurut Gus tf Sakai, akan membuat pembaca menjadi pasif dan tidak dapat berimajinasi. Selain itu, paragraf pembuka yang terlalu banyak mengandung majas yang tidak tepat juga akan membingungkan pembaca. Selain itu, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, konflik merupakan salah satu unsur penting dalam sebuah cerpen. Cara mencari konflik tidaklah susah. Cukup dengan melihat sesuatu yang bertentangan yang berasal dari perbedaan. “Namun tugas penulis selanjutnya adalah memilih konflik yang tidak klise,” ujar Gus. Salah satu yang dapat memancing konflik dalam cerita, yakni dengan menghadirkan mitos yang berlaku dalam masyarakat setempat. Mitos dapat menyederhanakan sesuatu yang harus diinformasikan secara ilmiah. Mitos dan perbedaan zaman akan menimbulkan konflik dan menjadi ide cerita pendek. Membaca dan berlatih Di akhir workshop Gus tf Sakai menyampaikan, masalah yang sering muncul dalam cerpen-cerpen yang dikirimkan peserta workshop saat seleksi adalah masih kurangnya penguasaan EYD. Selain itu, peserta masih kekurangan kata-kata baru sehingga kalimat yang dihasilkan masih kalimat bergaya lama. Karena itu kamus adalah teman yang selalu ada bagi penulis. Putu Fajar Arcana mengatakan, ada tiga hal utama yang perlu dilakukan dalam menulis cerpen, yaitu mempersiapkan masalah, menulis paragraf pembuka yang menarik dan tidak rumit, serta menciptakan judul yang menarik. Selain itu, menurut Yanusa Nugroho, seorang penulis harus gemar membaca. “Untuk menjadi penulis, tidak ada cara lain selain banyak membaca dan berlatih!” tegasnya. (*)
OPINI
10
2015 Edisi No. 186/Tahun XXVI
Kebebasan yang Terikat Oleh Dedi Supendra Alumni Fakultas Ilmu Pendidikan UNP
Kaum-kaum penganut paham keleluasaan sah-sah saja mengatakan seni adalah kebebasan. Seni diberi kebebasan yang seluas-luasnya untuk menampakkan dirinya, tanpa boleh dikurung oleh jeruji apapun. Kacamata agama dilepaskan. Baju-baju kesopanan ditanggalkan. Segala aturan yang menghambat kebebasan berseni, diabaikan. Adat-adat dan tradisi dianggap sebagai sesuatu yang mengerdilkan kreativitas. Sebagian dari mereka bahkan menghalalkan segala bentuk ekspresi untuk menunjukkan kepada dunia bahwa mereka adalah orang dengan nilai seni tingkat tinggi. Semakin nakal, semakin teatrikal, dan semakin di luar kebiasaan, atau mereka menyebutnya semakin anti-mainstream, maka semakin hebat mereka dibicarakan. Semakin abstrak bentuknya, semakin sedikit orang yang memahaminya, maka semakin tinggi gengsi yang tumbuh di dalam hati. Tak peduli, entah bagaimana mempertanggungjawabkan kebersenian mereka yang seperti itu. Bila sudah begitu, tak sedikit yang beranggapan bahwa seni adalah urusan dunia. Hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan akhirat, tidak layak dihitung untungruginya di dunia. Lagipula seni adalah kebebasan. Jika manusia sudah menemukan kebebasannya, apalagi yang perlu dikhawatirkan? Oleh sebab itulah, munculnya beragam karya seni un-universal. Karya seni yang hanya dinikmati oleh sebagian kalangan. Karya seni yang hanya dimengerti oleh segelintir orang. Karya seni yang hanya menghibur orang-orang berkepentingan. Akhirnya, pelaku senilah yang mengkurcacikan apresiasi nilai dari seni itu sendiri. Seni tidak lagi konsumsi umum, yang kemudian bisa saja menjadi sumber kesalahpahaman berbagai kalangan. Sementara pesan-pesan yang disiratkan di dalamnya tak lagi sampai ke pemahaman publik. Pelaku seni gagal menjadikan seni sebagai salah satu media untuk menyampaikan kritikan, menyuarakan harapan, mencibirkan sindiran, dan mengadang ketidakadilan. Tentu saja, tugas seni tidak hanya untuk menghibur khalayak. Ia punya beban lebih berat dari itu. Para penciptanya
harus sedikit bekerja lebih keras untuk menghasilkan karya yang bernilai. Albert Einsten, seorang ilmuwan tersohor dan penikmat musik klasik pernah mengatakan everything that is really great and inspiring is created by the individual who can labor in freedom. Jika seni hanya untuk membuat orang yang melihatnya tertawa, maka orang gila bisa juga disebut sebagai seniman. Tanpa dipasung oleh ideologi apa-apa, mereka berhasil membuat orang lain terpingkalpingkal ulah “seni” yang mereka hasilkan. Jika begitu, orang gila adalah abdi-abdi paham kebebasan yang paling setia dan komitmen. Oleh karena kebebasan yang tanpa batas itu, seni tidak singgah di mana-mana. Ia tidak menetap di bumi, tapi tidak pula punya rumah di langit. Ia hidup mengawang-awang hanya dalam euforia gelaktawa dan kepuasan penciptanya. Seni tidak menyisakan apa-apa, selain nafsu untuk berkarya-karya, bertahta, dan kaya. Itu pun kadang tak berhasil mengisi kekosongan jiwa yang lahir setelahnya. Padahal tantangan terbesar dari setiap pencipta karya seni adalah menemukan ide yang individual sekaligus bersifat sosial. Ia berciri khas dan unik tapi juga bisa go-public. Ia memuaskan ego pelakunya, tapi tidak memaksakan kepuasan penikmatnya. Kalau seniman yang berlaku ‘suka-suka’, lalu apa bedanya dengan preman yang sukasuka untuk memeras tanpa mempedulikan perasaan orang lain. Baiknya tidak ada istilah suka-suka seniman atau seniman bebas berkarya apa saja dan biarkan karya yang memilih penikmatnya masing-masing. Bukankah para seniman terkenal dengan semangat berkreasi dan kesensitifan perasaannya? Bukankah karya yang bagus adalah karya yang ‘dinikmati’ semua hati?
Grafis: Hari Jimi Akbar
Sebebas-bebasnya sebuah karya seni, ia tetaplah sesuatu yang terikat. Kalaupun rantai agama dan norma terlalu kuat, mungkin ia bisa dikebat dengan tali nilainilai. Tapi nilai-nilai kesopanan dan etika serupa temali pegas yang bisa ditarik-ulur. Sesuatu bisa dianggap sopan-sopan saja di suatu daerah, namun menjadi asusila di daerah lain. Bila masih ingin diberi dispensasi demi kebebasan berekspresi, nilai kesopanan dan etika bisa dilewatkan. Hal terakhir yang mau tidak mau harus memasung kebebasan bagi setiap seniman adalah nilai estetika atau nilai-nilai keindahan. Keindahan menguniversalkan sebuah karya. Bahkan model-model foto tidak asal bertelanjang bulat saja di depan kamera. Mereka bergaya sedemikian rupa untuk memperlihatkan sisi-sisi keindahan yang dapat diekspos dari tubuh mereka. Estetika adalah elemen utama yang mengikat seni. Orang-orang boleh berkarya
dengan mengedepankan kebebasan, tapi mereka tidak boleh melupakan unsur keindahan. Namun keindahan saja akan tiada artinya jika tidak mengindahkan tujuannya. Tujuan menyempurnakan sebuah karya seni. Tujuan yang baik akan melegakan orang yang menerimanya. Tujuan yang buruk hanya akan melahirkan kebencian. Begitu juga, keindahan yang ditujukan dengan kebebasan tanpa syarat, hanya akan melahirkan laku primitif yang tak berperasaan dan tak berpendidikan. Lagipula, karya seni yang bebas dan indah tidak diciptakan untuk melukai perasaan. Ia tidak lahir untuk menghina, meremehkan, dan merendahkan, atau bahkan sekadar mengusili suatu golongan yang ‘tidak bersalah’. Jika hal ini diabaikan, seorang seniman harus siap dengan resiko kurang mengenakkan, ditinggalkan penikmatnya, atau diserang balik oleh golongan yang dihinanya. Orang-orang yang mencederai keindahan seni dengan menuhankan kebebasan dan memesankan ketidakharmonisan tidak layak untuk dibela. Kebebasan tak menjanjikan apa-apa. Kadangkala, ia menyenangkan. Tapi, di saat buntung, Ia bisa saja sangat merugikan. Pelakunya mungkin akan dihujat, dikucilkan, atau bahkan dihilangkan dari muka bumi. Hewan yang bebas mungkin bisa masuk seenaknya ke dalam ladang orang lain. Tapi manusia berakal yang menafsukan kebebasan, juga harus bisa menjaga perasaan dan privasi manusia lain. Itu jika mereka tak ingin disamakan dengan hewan liar kebanyakan. Manusia boleh merasa bebas dan merdeka terhadap diri mereka sendiri. Tapi, selagi dia masih hidup bersama manusia lain, kebebasan tersebut akan selalu terpalang oleh kebebasan manusia lain. Jika memang mereka mengaku manusia bebas, berarti mereka juga harus mampu untuk menghormati kebebasan orang lain. Orang lain juga berhak menikmati kebebasan mereka dengan tenang tanpa diusik oleh kebebasan manusia lain. Jika ingin berlaku sebebasbebasnya tanpa melanggar hak orang lain, carilah tempat hidup yang hanya kita sendiri yang bermukim di dalamnya. (*)
Persatuan dalam Keberagaman Oleh Maida Yusri Mahasiswa Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer TM 2014
“Sungguh, satu lidi itu takkan mampu membersikan halaman yang penuh sampah berserakkan. Satu bata itu takkan bisa menghasilkan bangunan. Satu warna itu takkan mampu mengindahkan. Satu bentuk itu hanya menimbulkan kejemuan.” — Andrea Hirata Sejatinya manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Ia ditakdirkan untuk bersama-sama dengan orang lain menjalani lika-liku kehidupan yang penuh dengan misteri. Diciptakan dengan berbagai macam bentuk dan perbedaan watak melahirkan keberagaman yang sejatinya mesti dihargai dan harus dihormati, sebab keberagaman dan perbedaan yang ada merupakan perekat untuk terciptanya sebuah persatuan. Begitulah cara untuk dapat hidup rukun, damai, dan harmonis di tengah masyarakat. Saling melengkapi kekurangan dan bersama-sama menjunjung tinggi persatuan. Persatuan akan tercipta jika masyarakat mau dan sadar untuk bersatu. Namun, nyatanya sebuah persatuan tidak cukup dengan mau dan sadar akan pentingnya persatuan, tetapi bagaimana seseorang atau anggota kelompok masyarakat bergerak
dan berbuat untuk terwujudnya persatuan. Jika banyaknya keberagaman dan perbedaan, seperti beragamnya suku, etnis, budaya, dan agama seperti yang ada di Indonesia, alangkah baiknya masyarakat juga mampu mempertahankan keberagaman yang ada dengan cara menghargai antarsesama, menghormati setiap etnis, suku, budaya, dan agama, serta saling mendukung untuk terciptanya persatuan. Saling mendukung dan membela jika bangsa ini “dilecehkan” karena hadirnya keberagaman. Beragam kasus atau konflik yang terjadi akibat tidak pahamnya arti keberagaman yang sesungguhnya. Sehingga konflik seperti kekerasan berlatar belakang agama, pelecehan segolongan etnis, mencemooh salah satu atau sebagian budaya yang dianggap menyimpang, perang antarsuku, pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), dan berbagai kasus-kasus lain yang pada dasarnya juga disebabkan oleh ketidakmampuan bangsa merajut persatuan dalam keberagaman banyak terjadi di negara ini. Konflik-konflik tersebut tentunya menimbulkan keegoisan dalam diri seseorang atau sekelompok orang sehingga mele-
nyapkan rasa persatuan dan persaudaraan sesama masyarakat Indonesia. Kita sebagai masyarakat Indonesia juga kurang menyadari bahwa negara ini terbentuk dari beragam perbedaan yang tidak akan bisa berjaya tanpa semangat persatuan dan kesatuan bangsa yang dilandasi perbedaan tersebut. Oleh karena itu, persatuan dan kesatuan bangsa merupakan refleksi dari perbedaan dan menjadi harga mati yang harus dicapai demi terciptanya kesejahteraan bangsa Indonesia. Meresapi dan menanamkan kembali dalam diri bahwa keberagaman dan perbedaan itu indah, sedikit banyaknya akan meningkatkan rasa nasionalisme untuk menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sama halnya dengan setiap manusia yang menyadari bahwa mereka dilahirkan dengan keunikan masing-masing. Seperti, keunikan dari segi fisik (bentuk tubuh), unik dari segi berpikir dan bertindak, dan seseorang juga dapat dikatakan unik jika telah mendengar suaranya. Dengan menyadari keunikan yang ada pada dirinya itulah manusia dapat percaya diri dalam menjalani kehidupannya
di tengah-tengah masyarakat. Ia mampu beradaptasi secara cepat seperti melodi yang terdengar dari alat musik yang dimainkan oleh yang empunya. Setiap melodi yang keluar tidak mesti seragam, namun dapat membuat orang lain terbuai karena suaranya yang merdu dan indah. Jika para pemusik saja mampu menghasilkan simfoni yang indah dengan berbagai alat musik yang berbeda kenapa kita tidak? Jika dibawakan kembali kepada bangsa ini, tentu persatuan yang sesungguhnya akan tercipta. Dengan melibatkan semua pihak, baik pemimpin, rakyat atau masyarakat, pemerintahan tanpa terkecuali bersama dengan perbedaan dan keberagaman akan melahirkan masyarakat baru yang menjunjung tinggi persatuan dan meresapi setiap makna yang terkandung dalam kata persatuan. Seperti para pemimpin dan para pejuang terdahulu dengan segala kesusahpayahan yang ditanggungnya untuk menyatukan perbedaan dan keberagaman menjadi sebuah kemerdekaan. Seperti semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang terkenal itu, walaupun berbeda-beda, tetap satu jua. (*)
2015 Edisi No. 186/Tahun XXVI
OPINI
11
Menjadi Pemuda Profesional dan Berkualitas Oleh Reni Astanti Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris TM 2011
“Ada beberapa sumber penting yang dimiliki pemuda, yaitu pikiran, bakat, dan kreativitas untuk mengembangkan hidup dan kehidupan orang-orang yang dicintai. Bila Pemuda belajar untuk memanfaatkan sumber ini, usia tidak diperhitungkan.” — Sophia Loren Terlahir sebagai negara yang merdeka dengan sejarah perjalanan yang panjang dan penuh perjuangan, mestinya menjadi nilai plus bagi Indonesia untuk menjadi negara maju dan kaya dengan produkproduk yang diolah dari alam sendiri. Hal itu juga sebagai modal untuk menyejajarkan diri dengan bangsa-bangsa besar lainnya di dunia. Namun sayangnya, hal itu tidak berlangsung demikian. Lihatlah kondisi negara dan masyarakatnya yang sekarang masih jauh dari kata maju dan kaya. Kemiskinan dan kemelaratan masih berteman dengan rakyat. Lemahnya sistem pemerintahan dan orang-orang yang bekerja di dalamnya tidak menjalankan sistem sebagaimana seharusnya menuai protes dari rakyat. Selain itu, hasil olahan bumi yang se harusnya diolah sendiri oleh orang Indonesia malah dijual dengan harga murah ke negara lain. Kemudian produk-produk dari negara lain yang bahan dasarnya berasal dari negeri sendiri dibeli dengan harga mahal oleh masyarakat Indonesia. Mirisnya lagi, masyarakat Indonesia bangga membeli dan memakai produk yang bukan berasal dari negeri yang kaya ini. Hasil alam, seperti minyak bumi, gas alam, air, tanah, tumbuh-tumbuhan, batu bara, timah, nikel, tambang, dan hasil alam lainnya, selain diekspor langsung ke negara lain juga banyak diolah oleh perusahaan asing di Indonesia. Salah satunya PT
Freeport Indonesia yang merupakan perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan, Amerika Serikat yang melakukan eksplorasi, menambang, dan memproses bijih yang mengandung tembaga, emas, dan perak di daerah dataran tinggi di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua. Konsentrat yang mengandung tembaga, emas, dan perak tersebut akan dipasarkan ke seluruh penjuru dunia. Hal tersebut menandakan bahwa orang Indonesia sendiri kurang mampu mengolah hasil alamya dengan baik. Itu dikarenakan orang Indonesia tidak memiliki kualifikasi serta kemampuan yang profesional dalam menangani hasil alam dari negerinya sendiri. Padahal, jika kita mampu mengolahnya dan mampu menciptakan produk-produk baru yang berkualitas dari bahan mentah milik sendiri, akan menghasilkan pemasukan yang besar untuk negara. Untuk itu, pemuda Indonesia yang nantinya akan mengambil alih dan melanjutkan usaha dalam menyelamatkan dan mengolah hasil alam harus mempersiapkan diri secara maksimal. Membekali diri dengan ilmu pengetahun melalui pendidikan adalah syarat utama untuk menjadikan pemuda yang berkemampuan profesional dan berkualitas serta memiliki kualifikasi untuk mengolah hasil alam di
negeri ini. Pemuda jangan hanya sibuk dengan urusan sendiri. Urusan yang lebih banyak
Grafis: Hari Jimi Akbar
bernilai negatif daripada positif. Misalnya, hura-hura, berjudi, geng motor liar, memakai barang haram, seperti narkoba, minum-minuman keras, sabu-sabu; dan perilaku serupa lain yang dapat merusak diri dan orang lain. Perilaku-perilaku tersebut saat ini menjadi sebuah kasus yang sangat memprihatinkan di negeri ini. Seperti kasus penyalahgunaan narkoba yang jumlah penggunanya di Indonesia mencapai 2,2% atau 4,2 juta orang pada 2011. Untuk penggunanya sendiri 70% berasal dari pekerja, 22% kelompok pelajar atau mahasiswa, 8% pengangguran, dan
lainnya. Pada rentang 2004 hingga 2008 ada sekitar 100 ribu pengguna narkoba per tahunnya. Sedangkan pada rentang 2008 sampai 2012 sekitar 75 ribu pengguna per tahunnya. Jumlah tersebut disampaikan oleh Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Anang Iskandar (viva.co.id). Hal tersebut sangat memprihatinkan karena pemuda sebagai harapan bangsa telah terpengaruh oleh perilaku menyimpang. Jangankan untuk memikirkan kemajuan bangsa, untuk memikirkan kemajuan dirinya sendiri pun mereka tidak mampu. Jika keadaan seperti ini terus berlanjut kepada generasi-generasi pemuda selanjutnya maka Indonesia benar-benar berada dalam kehancuran. Karena tidaklah maju suatu negara, jika pemudanya tidak memperjuangkannya. Sebagai motor pengerak, pemuda mestinya menjalankan perannya secara maksimal demi kemajuan bumi pertiwi. Selain membekali diri dengan berbagai ilmu pengetahuan, pemuda sangat perlu berpikir kritis terhadap permasalahan yang sedang terjadi dan mencarikan solusi terbaik untuk masalah tersebut. Perlu perjuangan besar untuk mencapai hasil yang besar. Dan untuk meresapi sebuah perjuangan, dalam diri setiap pemuda harus dipupuk dan ditanam rasa persatuan dan kesatuan. Ini berguna dalam menyelaraskan dan menyamakan persepsi bahwa tujuan pemuda Indonesia adalah satu untuk kemajuan bangsa. Jika hal tersebut telah dilakukan, maka cita-cita bangsa yang dulunya hanya angan-angan sekarang secara berangsurangsur menjadi kenyataan. Bangkitlah jiwa pemuda dari kekosongan yang berkepanjangan. (*)
KOLOM
Proses Hanya Jadi Kisah Pre Memori Vendo Olvalanda. S Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia TM 2012
Beberapa bulan belakangan ini tengah hangat dibicarakan mengenai kelulusan siswa-siswa tingkat sekolah dasar sampai tingkat menengah. Hal tersebut membuat saya mengingat kembali peristiwa buruk yang pernah dialami keluarga. Beberapa tahun yang lalu adik perempuan saya yang duduk di kelas 6 SD tengah belajar dengan tekunnya. Waktu adalah “belajar”, itulah ungkapan bijaknya. Belajar untuk apa? Persiapan diri untuk Ujian Nasional. Adik seorang juara kelas di sekolahnya, tetapi ia tidak ingin meremehkan hal yang satu ini. Bahkan pernah sesekali saya menyuruhnya untuk pergi menghibur diri dengan bermain atau melakukan kegiatan lain, namun tetap saja ia lebih memilih tidur sebagai pengganti waktu istirahatnya. Di sisi lain saya punya seorang sahabat, kebetulan juga punya seorang adik, namun laki-laki. Entah karena tabiat seorang anak laki-laki atau memang karena pemalas, dia masih saja sibuk bermain, bahkan ketika sisa beberapa hari lagi pelaksanaan Ujian Nasional. Tidak sehari pun saya melihatnya
belajar. Hasilnya? Ujian berakhir, hasil bisa dilihat lewat internet. Adik sahabat saya itu mendapat nilai yang spektakuler, kurang lebih mendapat angka sembilan. Hal tersebut serta merta membuat saya sedikit tenang, “Pasti adik nilainya lebih tinggi.” Dan yang terjadi di luar perkiraan, adik lulus dengan nilai yang biasa-biasa saja. Saat itu penerimaan siswa pada tingkat SLTP masih menggunakan sistem Penerimaan Siswa Baru (PSB) online, hanya mematok kemampuan siswa pada nilai Ujian Nasional. Cobaan demi cobaan mulai menghampiri keluarga kami. Salah satunya, tentang bagaimana caranya adik akan melanjutkan pendidikan di tingkat SLTP, jika nilai UN yang diperoleh pas-pasan. Terpaksa ia harus masuk SLTP swasta. Lalu, dari mana uangnya? Sedangkan pembayarannya harus secara lunas. Apakah adik saya harus berhenti sekolah di tengah jalan? Dampak mengutamakan hasil Pada hakikatnya Ujian Nasional yang biasa disingkat UN/UNAS adalah sistem evaluasi standar pendidikan dasar dan menengah secara nasional dan persamaan mutu tingkat pendidikan antardaerah yang dilakukan oleh Pusat Penilaian Pendidikan, Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) di Indonesia. Dalam undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 dicantumkan bahwa dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional dilakukan evaluasi sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendi-
dikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Ujian Nasional, puncak dari segala proses belajar di bangku sekolah yang sangat menentukan bagaimana dan apa yang telah diperoleh selama peserta didik belajar dan menerima pelajaran dari para pendidik. Sebuah ukuran kasar dari tingkat pemahaman siswa tentang beberapa mata pelajaran di sekolah. Lalu bagaimana dengan tujuan program pendidikan berkarakter? Apakah dengan menjadikan UN sebagai penentu kelulusan dan penerimaan siswa pada tahap sekolah selanjutnya akan menjamin tercapainya tujuan pendidikan berkarakter? Sekarang kita kesampingkan dulu pembahasan permasalahan yang tengah terjadi pada beberapa kekacauan proses persiapan UN dan kebiasaan kecurangan pada pelaksanaan UN. Mari kita bahas mengenai dampak hasil UN yang dijadikan patokan penerimaan siswa baru di tingkat lanjutannya masing-masing. Pertama, akan banyak siswa yang bersekolah jauh dari lingkungan tempat tinggalnya, jika gagal bersaing untuk dapat sekolah negeri di sekitar lingkungannya. Kedua, siswa yang dalam proses pendidikannya termasuk dalam kategori terbaik, namun kacau dalam hasil UN, atau bahkan termasuk kategori keluarga menengah ke bawah, akan masuk sekolah swasta tanpa ada toleransi dalam dana pendidikan dan akhirnya berhenti sekolah. Maka, terjadilah kegagalan pada persoalan mendasar wajib
belajar 9 tahun, bahkan sekarang berkembang menjadi wajib belajar 12 tahun. Menghargai sebuah proses Permohonan setiap orang yang merasakan kegagalan UN—apakah itu gagal lulus atau gagal masuk sekolah negeri—UN sebaiknya dihentikan. Atau jika tetap dilanjutkan, jadikan UN hanya sebagai alat ukur untuk menentukan sejauh mana kemampuan siswa di negeri ini dalam menguasai kom-petensi yang telah ditetapkan dalam standar isi. Masalah kelulusan, serah-kan sepenuhnya kepada sekolah berdasarkan proses yang sudah diusahakan si anak (siswa). Karena tidak akan adil rasanya, penentu kelulusan dan kelanjutan siswa untuk berpendidikan yang diinginkan malah ditentukan oleh Ujian Nasional. Sebab hal tersebut yang akan jadi titik tolak sang pelaku kecurangan meluncurkan aksinya. Sehingga akhirnya bagi kita yang jujur dengan kemampuan dan kesiapan mental hanya akan jadi bulan-bulanan keadaan. Proses bertahun-tahun dalam menempuh sebuah pendidikan hanya jadi kisah pre memori, bagai sebuah peristiwa gladi resik suatu acara besar. Banyak di antara kita keluarga menengah ke bawah tidak menuntut hak yang seharusnya diberikan pemerintah dalam masalah ekonomi. Namun dalam hal pendidikan, tolong jangan dipersulit. Kami tidak hanya menengadahkan tangan, tetapi terus berusaha. Kami perlu dorongan dari usaha yang dilakukan ini. (*)
12
SORO T SOROT
2015 Edisi No. 186/Tahun XXVI
Styrof ofoam Styr of oam Buih-buih air asin menepi maju dan mundur mencium bibir pantai hingga membentuk garis setengah silinder dengan teratur di bawah langit biru Pantai Purus, Padang. Di tengah kebiasaan itu, sekelompok bocah tengah bermain dengan benda yang terdampar, styrofoam . Benda yang mudah mengapung ini tampak begitu mengasyikkan bagi mereka tanpa tahu ada tangan-tangan tak bertanggung jawab di balik terdamparnya bongkahan putih itu, Minggu (19/4). f / Rahmi
Penjual Bal on Balon Menjelang sore, baru dua balon terjual. Lelaki tua ini tak jemu menunggu barang dagangnnya dibeli. Ia dengan sabar berdiri di depan gerbang Klenteng See Hin Kiong, Pondok, Padang, saat perayaan Imlek digelar. Lelaki bernama Herman ini telah menjadi penjual balon selama dua tahun. Usianya telah hampir menginjak 65 tahun. Ia mengaku saat ini hanya menghabiskan masa tuanya dengan berjualan balon, Kamis (19/2). f/Rahmi Fot o & T eks F ot o: Putri Rahmi oto Teks Fot oto: Desain & T at a Let ak: Hari Jimi Akbar dan Resti Febriani Tat ata Letak:
Memungut Uang Jajan: Di tengah hujan deras pada April lalu di sekitar Purus, Padang, beberapa bocah cilik menenteng dan menjunjung kantong plastik besar. Katanya, “Untuk menambah uang jajan.� Mereka memungut botol plastik bekas yang kemudian akan dijual, Minggu (19/4). f/Rahmi
Senyum Ramah: Kedua tangannya penuh, bahunya tak luput dari sandangan, yang terlihat cukup berat. Di tengah gerimis dan hiruk pikuk Pasar Raya Padang, ia hanya tersenyum ramah sembari menyapa para pedagang lain dan tak lupa menawarkan dagangannya, Selasa (12/5). f/Rahmi
TEROPONG
2015 Edisi No. 186/Tahun XXVI
Pengakr edit asian Jurnal engakredit editasian di UNP T erk endala Terk erkendala
Kantor PKSBE: Dua orang pemuda tengah keluar dari kantor PKSBE yang berada di lantai III gedung Dekanat Fakultas Ilmu Sosial UNP, Rabu (29/7). f/Rahmi
Pusat Kajian Sosial Budaya dan Ekonomi (PKSBE) saat ini sedang mengurus pengakreditasian jurnal. Lembaga yang bernaung di bawah Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Negeri Padang (UNP) ini berusaha melakukan pembenahan dan pemenuhan kriteria dari Direktorat Jendral dan Perguruan Tinggi untuk menjadikan jurnal mereka, Tingkap, terakreditasi. Namun, usaha pemenuhan syarat pengakreditasian ini mengalami berbagai kendala. Tingkap yang seharusnya dicetak pada April lalu belum terwujud karena jumlah tulisannya kurang. Padahal menurut Syamsir, M.Si., Pemimpin Redaksi Jurnal Tingkap, untuk memenuhi jumlah artikel pihaknya sudah menjemput bola untuk mencari penulis. Masalah lainnya yang dialami PKSBE adalah tidak adanya arsip bukti koreksi dari mitra bestari jurnal Tingkap. Padahal bukti tersebut perlu diperlihatkan sebagai salah satu persyaratan administrasi. Hal itu disebabkan sulitnya mencari pengelola dan tidak memadainya pendanaan untuk menggaji pengelola secara profesional. Selain itu, dana juga menjadi batu sandungan untuk memenuhi jumlah cetak jurnal setiap terbitnya yang seharusnya mencapai 300 eksemplar, sesuai standar akreditasi. “Jumlah terbitan setiap edisi terkadang hanya dapat dipenuhi setengah
atau lebih dari setengah oleh pengurus,” ujar Syamsir, Senin (15/6). Selain PKSBE, upaya pengakreditasian jurnal juga tengah dilakukan oleh Lembaga Penelitian (Lemlit) UNP. Sama halnya dengan PKSBE, kurangnya jumlah tulisan yang masuk juga menjadi kendala bagi Lemlit. Untuk meningkatkan mengatasi hal itu, Lemlit pun memberlakukan sistem pemberian insentif penulisan artikel sebesar Rp150 ribu per lembar. “Diharapkan minat menulis semakin meningkat,” ungkap Dr. Alwen Betri, M.Pd., Kepala Lemlit UNP, Senin (6/7). Perihal susahnya mencari penulis artikel jurnal memang diakui oleh Wakil Rektor I UNP, Prof. Dr. Agus Irianto. Menurut Agus, dosen enggan menerbitkan artikelnya ke jurnal yang tidak terakreditasi, terlebih dosen dari luar UNP, karena poin (untuk naik pangkat) yang didapatkan lebih rendah daripada yang sudah terakreditasi. Padahal salah satu syarat jurnal terakreditasi harus diisi 40% oleh dosen dari perguruan tinggi terkait dan 60% oleh dosen perguruan tinggi lain. Untuk menyiasati hal tersebut, Agus mengimbau kepada pengelola jurnal agar menjalin hubungan baik dengan relasirelasi dari luar UNP. “Dengan adanya link, akan lebih mudah mendapatkan tulisan dari luar,” ujar Agus, Rabu (29/7). Suci
13
UNP Utus 26 Kafilah ke MTQMN XIV
Bersalaman: Para kafilah yang mewakili UNP pada MTQMN XIV di Universitas Indonesia bersalaman dengan Wakil Rektor (WR) III UNP, Dr. Syahrial Bakhtiar, M.Pd., dan stafnya pada acara pelepasan kafilah oleh WR III di Ruang Sidang Senat UNP, Rabu (29/7). f/Sastra
Setelah menjadi tuan rumah 2013 lalu bersama Universitas Andalas, tahun ini Universitas Negeri Padang (UNP) kembali mengirim utusan pada Musabaqah Tilawatil Quran Mahasiswa Nasional (MTQMN) XIV yang diadakan di Universitas Indonesia, Jakarta. Sebanyak 26 kafilah UNP sudah diberangkatkan Kamis (30/7) untuk mengikuti lomba yang berlangsung pada 1-8 Agustus. Ketua Kafilah UNP, Dra. Murniyetti, M.Ag., mengatakan, persiapan untuk mengikuti MTQMN ini sudah dimulai sejak 2014. Tahun itu diadakan MTQ tingkat UNP dan pemenangnya otomatis lulus seleksi ke tingkat nasional. Pada 2015 juga kembali diadakan seleksi bagi mahasiswa yang ingin mengikuti kompetisi dua tahunan ini. Pemenang seleksi 2015 dan para juara MTQ UNP 2014 ini digabung dan diikutkan training centre (TC). Menurut Murniyetti, persaingan tahun ini semakin ketat karena pesertanya bertambah banyak. Kalau dulu, saat UNP menjadi tuan rumah dan meraih juara III umum, MTQMN hanya diikuti 127 perguruan tinggi, sedangkan sekarang mencapai 167 perguruan tinggi. Meski demikian, dosen yang juga merupakan Ketua UPT MKU UNP ini tetap optimis. “Kita sudah berusaha yang terbaik,” ujarnya usai Pelepasan Kafilah yang dilakukan Wakil Rek-
tor (WR) III di Ruang Sidang Senat UNP, Rabu (29/7). Adapun tahun ini Kafilah UNP mengikuti sebelas cabang, yaitu Tilawatil Quran, Tartil Quran, Qiraatus Sabah, Hifzhil Quran, Fahmil Quran, Syarhil Quran, Khatil Quran, Karya Tulis Al-Quran, Debat Bahasa Inggris, Debat Bahasa Arab, dan Desain Aplikasi Komputer dan Al-Quran. Edi Salman, utusan cabang Tartil Quran, mengatakan bahwa persiapan yang dilakukannya sudah maksimal. Tidak hanya berlatih dengan instruktur, tetapi juga berlatih sendiri siang dan malam. Edi pun berharap dukungan dan doa dari semua kalangan UNP agar dapat tampil maksimal dan hasil yang memuaskan. “Hasil yang terbaik tentu kita serahkan kepada Allah swt.,” ungkap mahasiswa Teknologi Pendidikan TM 2013 ini. Utusan lainnya, Siti Khadijah, juga menyinggung soal persiapan yang menurutnya sangat padat. Mahasiswa Pendidikan Kewarganegaraan TM 2013 ini mengikuti TC selama kurang lebih tiga minggu, yaitu dua minggu selama Ramadan dan dilanjutkan seminggu setelah Idul Fitri. Utusan cabang Hifzhil Quran ini pun berharap dapat memberikan yang terbaik. “Kalau tidak dapat meningkatkan, mudah-mudahan mempertahankan prestasi UNP sebelumnya,” ujar Khadijah. Sastra
Rektor Lantik Dekan Selingkungan UNP Rektor Universitas Negeri Padang (UNP), Prof. Dr. Phil. Yanuar Kiram melantik dekan selingkungan UNP. Upacara pelantikan periode 2015-2019 berlangsung di Ruang Serba Guna Fakultas Teknik, Selasa (28/7). Acara pelantikan dan serah terima jabatan dekan tersebut dihadiri oleh sivitas akademika UNP. Yanuar menyampaikan kepada seluruh dekan untuk tidak terlalu bersifat toleran dalam memimpin sehingga mengakibatkan tidak berjalannya aturan. Menurutnya, tugas utama pemimpin adalah membina, menegur, dan mengingatkan. Selain itu, pada kesempatan tersebut Yanuar berharap agar seluruh dekan yang dilantik untuk periode 2015-2019 dapat bekerja dengan baik dan penuh tanggung jawab. “Bangunlah universitas ini dengan semangat dan inovasi sebagai abdi negara dan masyarakat,” harapnya. Dekan yang dilantik antara lain, Prof. Dr. Lufri, M.S. (Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam), Drs. Syahril,
S.T., M.Sc., Ph.D. (Fakultas Teknik), Drs. Syafrizar, M.Pd. (Fakultas Ilmu Keolahragaan), Dr. Alwen Bentri, M.Pd. (Fakultas Ilmu Pendidikan), Prof. Dr. M. Zaim, M.Hum. (Fakultas Bahasa dan Seni), Prof. Dr. Syafri Anwar, M.Pd. (Fakultas Ilmu Sosial), dan Prof. Dr. Yunia Wardi, M.Si. (Fakultas Ekonomi). Selain dari Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan, dan Dekan Fakultas Teknik, dekan lainnya merupakan dekan periode 2011-2015 yang diangkat kembali untuk masa jabatan kedua. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan, Dr. Alwen Bentri, M.Pd., mengatakan bahwa dirinya siap melaksanakan tugas dan akan melanjutkan program dekan periode sebelumnya yang masih relevan dan dibutuhkan. Ia menambahkan, ke depannya di fakultasnya akan dilaksanakan tujuh program, yaitu meningkatkan kualitas pembelajaran, meningkatkan kuantitas dan kualitas penelitian dan pengabdian masyarakat, meningkatkan mutu maha-
P elantikan Dekan: Dekan Fakultas Ekonomi, Prof. Dr. Yunia Wardi, M.Si., tengah menandatangani surat di hadapan Rektor UNP, Prof. Dr. Phil Yanuar Kiram pada acara pelantikan dekan seUNP di Ruang Serbaguna Fakultas Teknik, Selasa (28/7). f/Rahmi
siswa, meningkatkan tata kelola, pengembangan kelembagaan, meningkatkan jejaring kerja sama, serta pembinaan dan pengembangan dosen tenaga kependidikan. “Mari bersama-sama membangun FIP dengan semangat, loyalitas, dan komitmen untuk mencapai visi dan misi fakultas,” ujarnya, Jumat (31/7). Senada dengan Alwen, Prof. Dr. M. Zaim, M.Hum., Dekan Fakultas Bahasa dan
Seni yang diangkat kembali untuk masa jabatan II juga akan meningkatkan kualitas penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Selain itu, Zaim juga akan meningkatkan karya ilmiah dosen dan mahasiswa agar terbit di jurnal internasional. “Akan meningkatkan dan menyempurnakan program periode lalu untuk menuju World Class University,” ungkapnya, Sabtu (1/8). Neki
FEA TURE FEATURE
14
2015 Edisi No. 186/Tahun XXVI
Komunitas PLC, dari Mahasiswa untuk UNP Lahir dari sebuah niat, komunitas PLC berkiprah dengan karya dan prestasi. Oleh Wahida Nia Elfiza
Seorang lelaki bermata sipit memarkirkan motornya di depan sebuah toko yang terletak di Jalan Srigunting nomor 2 Air Tawar. Sembari menggoyangkan kunci motornya, lelaki itu melangkah masuk ke dalam toko. Kemudian menyapa seorang lelaki berbaju koko berwarna oranye yang tengah duduk di bangku plastik di dalam ruangan. “Selamat datang di Konika, ini adalah senior saya di Teknik Elektro sekaligus juga anggota PLC (Pogramable Logic Controller),” jelasnya memperkenalkan seniornya, pemilik toko, kepada Reporter Ganto saat berkunjung ke Kios Konika awal Juli lalu. Setelah itu, lelaki sipit itu mengambil dan menurunkan beberapa benda berbahan dasar plastik, batu alam, dan triplek dari rak kayu bertingkat. “Di sinilah tempat sementara benda-benda itu,” ungkap lelaki itu sambil mengarahkan jari telunjuknya ke karya dari Komunitas PLC. Di antara benda tersebut terlihat lima buah piala yang diraih dalam mengikuti perlombaan di Palembang, yaitu Piala peringkat II dan III ukuran menengah didapatkan pada perlombaan PLC Pekan Raya Elektro Nasional 2015, Inovation for Future Technologi pada 31 Maret 2015. Selain itu, dua buah piala warna kuning keemasan dengan ukuran paling tinggi atas peringkat I dan II pada perlombaan Pemograman Kreatif PLC pada tanggal 26 November 2013. Dan satu buah piala atas peringkat
III yang diraih dari Kompetisi PLC Pekan Raya Elektro Nasional pada 20 Maret 2014. Selain benda berupa piala, juga terdapat tujuh buah benda yang disebut trainer. Trainer merupakan suatu alat peraga sistem otomatis yang dirancang oleh calon anggota PLC dan digunakan sebagai media pembelajaran sekaligus dibawa saat mengikuti perlombaan PLC. Trainer dibuat secara berkelompok dengan anggota 5-6 orang. Trainer tersebut di antaranya adalah simulasi virtual pengecatan otomatis, motor control, simulasi pengisian dan penutupan otomatis, elevator trainer, dan lainnya. “Semua trainer ini dijadikan salah satu syarat penting jika ingin bergabung dengan PLC,” ungkap lelaki itu. Lebih lanjut, lelaki itu mengatakan, ini hanyalah sebagian dari trainer yang dihasilkan, sedangkan trainer lainnya masih terdapat di Laboratorium Teknik Elektro dan kos salah satu anggota PLC. “Saat ini bendabenda tersebut tersebar di tiga tempat,” ungkapnya. Lelaki bermata sipit itu bernama Aga Hasde Nanda Fadli. Aga merupakan Ketua Komunitas PLC yang bertugas untuk mengelola roda organisasi. Komunitas PLC ini digerakkan oleh mahasiswa dari Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik (FT) Universitas Negeri Padang (UNP) yang bertujuan untuk merancang karya berupa sistem otomatis dengan menggunakan PLC. Komunitas PLC terbentuk semenjak 2013 lalu dan hingga tahun ini telah memasuki kepengurusan yang kedua dengan jumlah anggota 30 orang. Selain memiliki ketua komunitas, PLC juga memiliki ketua umum yang mengepalai seluruh jabatan dalam struktur organisasi PLC, termasuk posisi ketua
Peringkat II dan III III: Komunitas PLC menerima penghargaan saat mengikuti perlombaan PLC pada Pekan Raya Elektro Nasional 2015 di Palembang, Selasa (31/3). f/Doc.
komunitas. Ketua Umum PLC berperan dalam hal menjalin hubungan eksternal organisasi yang nantinya akan bermanfaat untuk eksistensi PLC agar dikenal pihak luar. Hal ini diungkapkan oleh Michael Yeriko yang merupakan Ketua Umum PLC yang menjabat sejak awal berdiri hingga saat ini. “Peranan ketua umum dibutuhkan untuk menjalin komunikasi dengan pihak luar,” ujar lelaki yang akrab dipanggil Riko tersebut, Jumat (5/6). Lebih lanjut Riko menjelaskan bahwa nama PLC terinspirasi dari salah satu mata kuliah yang dipelajari di Jurusan Teknik Elektro. Dengan niat untuk memperdalam mata kuliah tersebut, maka terbesitlah keinginan untuk membentuk komunitas
yang bergerak di bidang PLC. “Semoga melalui komunitas ini, Teknik Elektro FT UNP menjadi terkenal,” ujarnya. Riko menambahkan, saat ini komunitas PLC belum mempunyai sekretariat (sekre) yang tetap untuk menjalankan organisasinya. Walaupun pernah ditawari oleh Wakil Rektor III, Dr. Syahrial Bakhtiar, M.Pd. di Gedung Rektorat lama, namun tawaran itu masih sebatas pembicaraan saja. Sehingga dalam menjalin koordinasi antaranggota, PLC memanfaatkan fasilitas di FT UNP, salah satunya menggelar rapat setiap minggunya di Taman FT. “Kita berharap ada sekre yang mampu menopang aspirasi mahasiswa dalam berkarya,” pungkas Riko. (*)
Adje dan Aksi Menolak Lupanya “Saya senang ketika banyak orang yang kembali ingat melalui aksi menolak lupa ini.” Oleh Neki Sutria
Sehari sebelum Hari Pahlawan tahun lalu, enam pemuda menempelkan poster para pahlawan Indonesia pada sebuah tembok tinggi di jalan menuju Pantai Purus, Lolong, Padang. Meski melakukanya di malam hari, belasan poster pahlawan tersebut tetap tampak berjejer rapi membentuk satu garis lurus. Ada gambar Tan Malaka, K.H. Agus Salim, Munir, Bagindo Aziz Chan, dan beberapa pahlawan lainnya yang dicetak pada sebuah kertas HVS tanpa bingkai dengan tulisan Selamat Hari Pahlawan. Pada poster lainnya, juga terdapat tulisan “Selamat Hari Pahlawan yang Terlupakan Tan Malaka”. “Penempelan poster itu adalah alarm untuk mengingatkan masyarakat kepada hari pahlawan,” kenang Fazri Ridwan Lipalma, penggagas dari aksi tersebut saat ditemui Reporter Ganto awal Juli lalu. Berawal dari kecintaannya terhadap para pahlawan yang berjasa bagi Indonesia, lelaki yang akrab dipanggil Adje ini ingin pahlawan-pahlawan tersebut terus dikenang. Menurutnya, dengan segala pengorbanan, termasuk nyawa yang telah dipertaruhkan untuk kejayaan Indonesia, mereka pantas dikenang oleh anak cucu bangsa yang masih hidup. Namun, Adje kecewa ketika banyak dari teman-temannya dan masyarakat sekitar yang tidak mengenal, bahkan lupa dengan pahlawan-pahlawan Indonesia. Oleh sebab itu, Adje berinisiatif membuat poster pahlawan-pahlawan tersebut dan menempelkannya di tempat-tem-
pat strategis dengan bantuan lima orang temannya. Adje menamakan aksinya ini dengan “Aksi Menolak Lupa”. Aksi menolak lupa yang dilakukan Adje tidak hanya dilakukan saat memperingati Hari Pahlawan. Lelaki yang saat ini menempuh semester tujuh di Jurusan Desain Komunikasi Visual Universitas Negeri Padang ini juga kerap menempelkan posterposter berisi gambar dan sindiran tentang kondisi-kondisi yang terjadi di Indonesia. Poster-poster tersebut merupakan hasil rancangannya sendiri dan biasanya berisi provokasi, sindiran, dan ajakan terhadap sesuatu. Poster itu ditempel di tempat-tempat yang sering dilalui banyak orang seperti di jembatan, kampus, tepi pantai, lampu merah, dan sebagainya. Adje mengatakan setiap aksi menolak lupa yang dilakukannya bertujuan untuk mengingatkan masyarakat tentang hal-hal yang sering terlupakan. Aksi menolak lupa tersebut dilakukan Adje pada situasi-situasi tertentu, seperti kenaikan BBM, maraknya calo pada pertandingan sepakbola, konfrontasi antarnegara, hari buruh, hari pahlawan, dan sebagainya. Pada suatu kesempatan, Adje pernah membuat poster yang bertuliskan “Daerah Istimewa Minangkabau”. Melalui posternya, Adje mengingatkan masyarakat Minang akan kayanya adat, bahasa, dan budaya yang dimiliki Minangkabau. Dengan kekayaan dan keberagaman itu, Adje ingin masyarakat Minang sadar dan mulai memi-
Menolak Lupa: Mural yang dibuat mahasiswa di bantaran sungai dekat Jurusan Seni Rupa menjadi sebuah pemandangan yang menarik. Ia menjadi pengingat bahwa pembunuhan aktivis HAM, Munir, tak boleh dilupakan, Kamis (30/7). f/Rahmi
kirkan cara untuk menjadikan Minangkabau menjadi daerah istimewa. “Negeri kita ini istimewa dan patut disebut sebagai Derah Istimewa Minangkabau, seperti halnya Yogyakarta,” katanya. Selain menempel poster di tempattempat yang dilalui banyak orang, Adje juga mem-posting foto-foto poster yang dibuatnya di Facebook. Sebuah fanspage bernama “Berang” digunakan untuk melaksanakan aksi menolak lupanya. Adje membagi postingan tersebut pada temanteman sesama penggiat seninya di Yogyakarta dan meminta mereka mencetak poster tersebut, serta menempelnya di tempattempat strategis Yogyakarta. “Tidak hanya di Padang, tapi juga ada di kota-kota lain,” ungkapnya. Tidak hanya itu, lelaki yang berusia 22 tahun ini juga melakukan aksinya melalui mural (lukisan dinding). Pada lomba-lomba mural yang diikutinya, ia memilih meng-
gambar pahlawan-pahlawan yang terlupakan dan tetap dengan ciri khasnya, dengan tulisan “Aksi Menolak Lupa”. Aksi menolak lupa ini telah dilakukan Adje sejak 2013. Ia melakukan aksinya secara idividu tanpa memiliki tim, termasuk dengan biaya pembuatan poster dan pengeluaran lainnya. Meskipun awalnya aksi ini tidak mendapat respons dari orang sekitar, namun Adje tetap melakukannya. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, aksi itu pun mulai mendapat perhatian dan apresiasi dari orang-orang sekitar. Temantemannya juga mulai ikut membantu untuk menempelkan poster-poster yang ia buat. Adalah hal yang menyenangkan bagi Adje ketika teman dan orang-orang di sekitarnya menjadi tahu dan ingat lagi halhal kecil yang mulai terlupakan. “Saya senang ketika banyak orang yang kembali ingat melalui aksi menolak lupa ini,” ungkapnya. (*)
2015 Edisi No. 186/Tahun XXVI
TELUSUR
15
Adat Bakaua Muaro Takung Di mano asa titiak palito Di puncak tanuang nan batali Di mano asa niniak moyang kito Di puncak Gunuang Marapi Oleh Putri Rahmi Belasan pemuda dan beberapa laki-laki paruh baya sedang menyeret tiga ekor kerbau ke tepi bantaran Sungai Palo Koto, sebulan jelang Ramadan tahun ini. Tiap-tiap kerbau itu diikat keempat kakinya dengan tali tambang, kemudian direbahkan untuk segera disembelih. Tak lama setelah itu, seorang laki-laki memakai peci dan memegang sebilah pisau bersiap di depan kepala kerbau untuk segera menyembelihnya. Di sisi lain sungai, ibu-ibu tengah sibuk mempersiapkan perlengkapan dapur seperti dandang untuk menanak nasi, pisau, kuali, santan kelapa, kunyit, lengkuas, dan rempah lainnya untuk memasak daging kerbau. Ada enam dapur yang disiapkan untuk memasak. Satu dapur nagari dan lima dapur lagi untuk lima suku yang ada di Muaro Takung. Setiap dapur memasak jatah daging yang telah dibagi rata. Kerbaukerbau itu nantinya akan dijadikan menu utama untuk menjamu para tamu di acara bakaua Nagari Muaro Takung, Kecamatan Kamang Baru, Kabupaten Sijunjung. Bersamaan dengan kegiatan ini, para ulama nagari tengah berziarah dan memanjatkan doa serta salawat di sebuah makam yang tak jauh dari sungai tersebut. Makam berlantai keramik dengan panjang 2 m dan lebar 70 cm serta atap bergonjong ini merupakan makam seorang wanita yang dijuluki niniak nan panjang palupuak mato, bernama Gadih Ambai. Konon me-
Perl engkapan T alam: Para ibu tengah mempersiapkan perlengkapan talam sebelum acara makan erlengkapan Talam: bersama dimulai pada acara bakaua di Nagari Muaro Takung, Minggu (24/5). f/Rahmi
nurut cerita, dari wanita inilah awal masyarakat Muaro Takung berkembang. Gadih Ambai dulunya bermigrasi dari daerah Pagaruyuang, Batusangkar, kemudian tinggal dan melanjutkan hidup di Muaro Takung. Makam inilah yang menjadi tujuan ziarah di setiap acara bakaua. Bakaua merupakan tradisi dua tahunan untuk menyambut masuknya bulan suci Ramadan. Bakaua itu sendiri diartikan sebagai kaul atau harapan-harapan, doa atau salawat kepada Nabi Muhammad saw., dan ucapan rasa syukur. Sedangkan inti dari acaranya ialah mengenang nenek moyang dan mengingat asal muasal masyarakat
Nagari Muaro Takung. “Manuruik jojak nan satitiak, unuik nan sabantang. Maknanya kita mengingat kembali asal kita dari mana,” ungkap Musirman, seorang penghulu di Muaro Takung, Senin (25/5). Bakaua ini diikuti oleh tujuh koto yang terdiri atas Nagari Muaro Takuang, Nagari Tanjuang Lolo, Nagari Lubuak Tarantang, Nagari Siaur, Nagari Sungai Lansek, Nagari Langkih, dan Nagari Muaro Kaluai. Selain itu, juga turut diundang pemuka adat nagari lain dan pejabat pemerintah Sijunjung. Undangan ini disambut oleh Wali Nagari, niniak mamak, para bundo kanduang yang telah lengkap dengan pakaian adat tradi-
sionalnya serta penampilan tari Pasambahan dari anak nagari. Setelah ziarah makam di pagi hari, siangnya acara dilanjutkan dengan berkumpul bersama antara pemuka adat, undangan, dan anak nagari untuk mendengarkan pidato adat dan diakhiri dengan makan bersama. Saat makan ini, dihidangkan berbagai jenis makanan, termasuk gulai kerbau yang disembelih tadi. Tak hanya itu, lamang barambai juga menjadi makanan khas yang selalu hadir pada acara itu. Lamang barambai sebenarnya sama dengan lemang pada umumnya, yang terbuat dari beras ketan dan dipanggang dalam seruas bambu. Keunikannya adalah hiasan kertas warna-warni yang melilit di ruas batangnya dan bunga yang diselipkan di ujung bambu. Tak sekadar lemang, ia menjadi ikon penting dalam acara bakaua. Lemang yang dibawa satu ruas per keluarga dan sebelumnya diletakkan di samping makam sebagai hiasan ini adalah simbol rasa syukur masyarakat kepada Allah swt.. “Bakaua tidak lengkap kalau tidak malamang,” tutur Ramaida, salah seorang ibu yang tengah memasak di dapur nagari. Bakaua merupakan tradisi turun temurun yang dilaksanakan di beberapa nagari di Kabupaten Sijunjung. Hanya saja penyelenggaraan di tiap nagarinya berbeda-beda. Ada yang kecil-kecilan dan ada yang di-alekkan. Khusus di Nagari Muaro Takung, acara bakaua menjadi alek nagari yang dibuat besar-besaran. Tradisi ini bertujuan untuk mengikat tali silaturahmi anak cucu dan kemenakan, beserta niniak mamak Nagari Muaro Takung. “Jikalau tidak dilaksanakan sama sekali, akan terjadi musibah dalam nagari dan persaudaraan tidak terjalin dengan baik,” tutup Musirman. (*)
Mengenal Sejarah lewat KIM Tidak hanya sebagai sebuah hiburan, permainan Kesenian Irama Minang ini juga menjadi pengingat bahwa suatu peristiwa pernah terjadi. Oleh Khadijah Ramadhanti
Dari kejauhan suasana ramai dengan lampu kerlap-kerlip tampak menghiasi rumah tersebut. Dentuman musik organ tunggal menggetarkan jantung, pertanda sedang ada acara baralek gadang di salah satu rumah di Jorong Padang Bungo, Nagari Gadur, Selasa (20/1). Di tenda pengantin yang dihiasi renda-renda kuning emas sejajar dengan panggung organ tunggal, duduk anak daro dan marapulai sambil berpegangan tangan. Terdengar pula penggalan pantun yang didendangkan Si Tukang Pantun diiringi irama musik Minang yang dimainkan oleh pemain organ tunggal. Pantun tersebut didendangkan untuk memulai permainan Kesenian Irama Minang (KIM). Hadiah permainan, seperti kipas angin, dispenser, payung, baju kaos, gelas, dan lainnya telah dibungkus dengan kertas kado warnawarni dan berjejer rapi di atas panggung untuk dibagikan kepada para pemain yang beruntung. Seluruh tamu yang ikut serta dalam permainan diberikan empat lembar kartu KIM berbeda warna yang berbentuk persegi panjang dengan ukuran kira-kira sebesar telapak tangan orang dewasa. Masing-masing kartu terdiri atas enam baris dan setiap baris terdiri dari lima angka yang berkisar dari satu sampai sembilanpuluh. Sebelum permainan dimulai, Si Tukang Pantun membacakan aturan permainan. “Permainan dimulai satu baris dengan lima angka,” jelasnya. Setelah itu, irama musik Minang diputar bersamaan dengan pan-
tun yang dinyanyikan. “Gampo rayo Padang Panjang, tajadi zaman Bulando, turun naiak jakun nak bujang, mancaliak jando nan kayo”. Pantun menceritakan gempa yang pernah terjadi di Padang Panjang. Di akhir pantun disebutkan bahwa peristiwa gempa ini terjadi tahun 1926. Berarti angka yang keluar adalah dua angka terakhir dari angka pada tahun yang disebutkan, yakni 26. Salah satu pemain KIM yang akrab dipanggil Riri (20) sudah memiliki empat lembar kartu beserta pena di tangannya. Mendengar angka 26 yang keluar, Riri langsung mencoret angka 26 yang tertera di kartu berwarna merah. Ada pula pemain yang tidak mencoret kartu merahnya karena angka tersebut tidak ada dari kelima angka dalam satu baris yang sedang dimainkan. Permainan pun terus berlanjut dengan pantun lain yang dinyanyikan Si Tukang Pantun dengan irama musik. Musik yang diputarkan adalah musik dari lagulagu asli Minang yang populer pada zamannya. Terkadang ada juga irama musik dangdut dan Melayu. Sekitar lima menit berlalu, seorang pemain bersorak sambil melambaikan kartunya ke atas, pertanda bahwa kelima angka dalam kartunya sudah dicoret dan ia lah pemenang pada putaran tersebut. Permainan satu baris dengan lima angka pun berakhir. Tuan rumah memberikan hadiah yang telah ditentukan. Sementara pemain lain memasang wajah kecewa, dan kemudian bersorak agar permainan dilanjutkan dengan 2 baris 10 angka. “Masih ada harap-
Permainan KIM: Suasana permainan KIM yang diadakan di halaman depan Anjungan Sumatra time wa Barat Taman Mini Indonesia Indah, Minggu (25/8). f/Is f/Istime timewa
an untuk menang,” ujar Riri dengan wajah penuh percaya diri. Malam pun semakin larut dan dingin. Sebagian pemain masih menggantungkan harapan pada angka-angka yang terdapat dalam kartu. Sebagian yang lain tampak berputus asa dan menyerahkan kartu miliknya kepada pemain lain. Sementara permainan terus berlanjut pada 3 baris dengan 15 angka. Irama musik Minang telah diputarkan sebanyak 15 kali dengan pantun yang tak tentu jumlahnya. Begitu seterusnya sampai permainan berakhir. Si Tukang Pantun tersebut adalah Rusdi (67), sekaligus pemilik KIM. Rusdi menuturkan pantun-pantun yang didendangkan itu dikarang oleh para Tukang Pantun. Kebanyakan pantun bercerita tentang peris-
tiwa-peristiwa yang pernah terjadi di Indonesia. Misalnya peristiwa Gempa Padang Panjang pada 1926, Bandung Lautan Api pada 1955, Malaya Merdeka pada 1931, Si Juki Mati Bagantuang, dan lain sebagainya. “Dua angka terakhir dari peristiwa itulah yang menjadi lambang pantun yang didendangkan,” ujarnya. Rusdi menjelaskan bahwa permainan ini tidak hanya diselenggarakan pada acara baralek, tetapi juga pada acara ulang tahun, peringatan hari-hari besar nasional, ataupun acara khusus yang diselenggarakan oleh instansi pemerintahan, perusahaan, dan lain-lain. “Selain sebagai hiburan, pemain juga dapat mengetahui peristiwa sejarah saat mengikuti permainan KIM ini,” tutup Rusdi. (*)
TEROPONG
16
Alumni Pertanyakan Pembangunan Gedung Iluni
Lahan Gedung Iluni: Dua muda mudi tengah beristirahat di depan lahan yang akan dijadikan Gedung Iluni UNP di samping Perpustakaan Pusat UNP, Selasa (28/7). f/Rahmi
Belum dibangunnya Gedung Ikatan Alumni (Iluni) Universitas Negeri Padang (UNP) dipertanyakan oleh alumni UNP. Sebelumnya, pada Surat Kabar Kampus Ganto edisi 171 Desember 2012 disebutkan bahwa Gedung Iluni akan dibangun pada 2014 lalu. Namun hingga berita ini diturunkan, belum terlihat tandatanda pembangunan gedung ini akan dimulai. Adetiyawarman Nazwar, salah seorang alumni, menyayangkan keterlambatan pembangunan Gedung Iluni. Sebab, sampai saat ini, UNP belum mempunyai gedung sebagai tempat berkumpul para alumni. “Gedung ini dibutuhkan alumni untuk tempat berkumpul,” ujar Adetiyawarman, Kamis (2/7). Alumni lainnya, Syaiful Islami, juga mengatakan hal yang senada. Saat ini, kata Syaiful, pertemuan alumni banyak diadakan di hotel atau tempat lainnya di luar UNP. Menurutnya, akan lebih baik jika ada gedung khusus di UNP sebagai tempat bertemunya para alumni. Dengan dibangunnya gedung itu, akan ada pertemuan rutin alumni UNP. “Selain itu, alumni juga dapat melihat kampusnya sendiri secara langsung untuk melepas rindu,” ujar mahasiswa S-2 Program Studi Pendidikan Teknik Elektro Pascasarjana UNP ini, Minggu (26/7). Menanggapi hal tersebut, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Iluni
UNP, Prof. Ganefri, Ph.D., mengatakan bahwa keterlambatan pembangunan Gedung Iluni disebabkan oleh kurangnya dana. Mantan Dekan Fakultas Teknik ini menjelaskan bahwa pembangunan direncanakan akan segera dikerjakan pada tahun ini. “Saat ini kita tengah mencari kontraktor yang akan mengerjakannya,” ungkapnya, Selasa (26/5). Ganefri juga menjelaskan bahwa gedung Iluni yang akan dibangun di Taman Perpustakan Pusat UNP ini direncanakan memiliki tiga lantai. Lantai I akan digunakan sebagai tempat pertemuan, lantai II sebagai kantor perwakilan Iluni setiap fakultas, sedangkan lantai III akan difungsikan sebagai tempat diskusi atau ruang terbuka. Ganefri juga menjelaskan bahwa dana untuk pembangunan Graha Iluni saat ini sudah mencapai Rp500 juta. Sumber dana untuk pembangunan ini berasal dari bantuan Menko Perekonomian RI, Hatta Rajasa, senilai Rp100 juta. Selain itu, juga dari bantuan Iluni dan iuran dari mahasiswa yang diwisuda sebesar Rp15 ribu per orang. Dosen yang juga menjabat sebagai Kepala Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah X ini menambahkan, setelah dibangun gedung akan diserahkan kepada UNP untuk dikelola. “Alumni hanya membuatkan gedungnya saja,” ujar Ganefri. Kurniati
2015 Edisi No. 186/Tahun XXVI
Transpar ansi ansparansi Uang Sepuluh Ribu Kopma Setiap mahasiswa baru (maba) Universitas Negeri Padang (UNP) diwajibkan membayar uang koperasi sebesar Rp10 ribu. Namun, banyak mahasiswa yang tidak tahu mengenai pengelolaan uang tersebut. “Saya memang membayar Rp10 ribu untuk koperasi, tapi tidak tahu bagaimana pengelolaannya,” ungkap Nailul Khaira, mahasiswa Jurusan PGSD TM 2014, Selasa (21/7). Hal senada juga diungkapkan oleh Fajri Ilahi, mahasiswa Jurusan Pendidikan Luar Biasa TM 2013. Hingga tahun keduanya di UNP, Fajri masih tidak mengetahui kegunaan uang tersebut. “Saya hanya membayar apa yang disuruh,” katanya, Selasa (23/6). Menanggapi hal itu, Bendahara Koperasi Mahasiswa (Kopma) UNP, Jusmanila Mustika Sari, mengatakan, uang tersebut adalah biaya administrasi untuk menjadi anggota Kopma. Setiap mahasiswa UNP memang diharuskan menjadi anggota Kopma dan ha-
rus memiliki simpanan wajib dan simpanan pokok. Simpanan pokok dibayar satu kali selama menjadi anggota, sedangkan simpanan wajib dibayar rutin per bulan. Namun, karena Kopma memiliki anggota yang sangat banyak, simpanan wajib tidak dibayar rutin, tapi diambil dari uang tersebut. “Dua ribu lima ratus dijadikan simpanan wajib dan tujuh ribu lima ratus sebagai simpanan pokok,” kata Jusmanila, Sabtu (4/7). Mengenai pengelolaan keuangan, Jusmanila mengatakan, uang yang telah disetor dijadikan modal usaha fotokopi dan toko Kopma. Laba atau selisih hasil usaha (SHU) dari usaha itu nantinya dilaporkan dalam Rapat Anggota Tahunan (RAT) Kopma UNP. Idealnya, SHU koperasi dibagikan kepada seluruh anggota. Namun, karena SHU yang diperoleh Kopma UNP jauh lebih kecil dari jumlah anggotanya, SHU pun dibelikan kepada barang-barang yang dapat digunakan oleh selu-
ruh mahasiswa, seperti tikar dan mukena untuk masjid di lingkungan UNP. Untuk menjaga transparansi keuangannya, pengurus Kopma juga memfotokopi materi dan hasil RAT, kemudian membagikannya kepada semua ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) selingkungan UNP. “RAT seharusnya dihadiri oleh seluruh anggota Kopma, namun karena sangat sedikit anggota yang aktif, kami berikan kopiannya ke HMJ agar diberitahukan ke anggotanya masingmasing,” jelas Jusmanila. Saat diwisuda, keanggotaan mahasiswa UNP di Kopma berakhir. Uang yang telah disetor tersebut dapat diambil kembali dengan mengisi formulir dan melampirkan fotokopi ijazah di Kopma UNP. Pengambilan uang dilakukan secara individu atau bisa diwakilkan oleh orang lain dengan membawa surat kuasa. “Bila tidak diambil, uang akan diputar lagi untuk modal,” kata Jusmanila. Ermi
Mahasiswa UNP Lol os PP AN 2015 Lolos PPAN Salah seorang mahasiswa Universitas Negeri Padang (UNP), Ana Sakinah, berhasil lolos dalam seleksi Pertukaran Pemuda Antar Negara (PPAN) 2015 yang diadakan oleh Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Provinsi Sumatra Barat (Sumbar). Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris TM 2011 ini akan mewakili Sumbar ke India bersama 23 orang peserta lainnya yang berasal dari seluruh provinsi di Indonesia dalam program Sean Student Visit India yang dikirim oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Republik Indonesia. “Ini kedua kalinya saya mengikuti seleksi PPAN, alhamdulillah lulus untuk tahun 2015,” ungkap Ana, Rabu (8/7). Pada seleksi PPAN ke India di Sumbar, Ana berhasil menyingkirkan lima orang peserta yang lolos pada tahap akhir. Hal itu berdasarkan Surat Keputusan Kadispora No.427/V/687/KPTS/Dispora-ll/2015 tanggal 19 Mei 2015. Bermodalkan rasa percaya diri pada tahap akhir, dengan menggunakan celana galembong dalam penampilan minat dan bakat, Ana berhasil mementaskan kesenian
randai. “Waktu itu tanpa persiapan yang matang, untung pada semester yang lalu di jurusan ada kuliah praktek randai,” tuturnya. Selain itu, Ana juga diberi pembekalan, di antaranya leadership, pengetahuan seni dan budaya, problem solving, dan pembekalan personalitas dan fisik yang diberikan oleh Purna Caraka Muda Indonesia, alumni PPAN. Selain Ana, ada mahasiswa dan alumni UNP lain yang ikut, namun tidak berhasil pada tahap karantina dan pantukir, di antaranya Fedri Ramadhani (Jurusan Perhotelan) dan Akbar Nicholas (alumni Sastra Inggris) dalam program pemuda Indonesia-Australia, Doni Fahrizal (Jurusan Akuntansi) dan Syafriko Yuliusman (Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris) dalam program pemuda Indonesia-Tiongkok, Gumala Resti Halin (Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris) dan Gistri Vilara (Jurusan Fisika) dalam program pemuda Indonesia-India, serta Epi Styo Pujowati (Alumnus Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris) dan Indah Afriani (Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris) dalam program kapal
pemuda Asean-Jepang. Sebelum keberangkatan, Ana mengikuti Pre Departure Training tingkat provinsi sebagai persiapan. Adapun kegiatan yang akan dilakukan selama sepuluh hari di India, di antaranya mengunjungi institusi keuangan, pusat-pusat pendidikan yang terkenal, rumahrumah industri di beberapa kota di India seperti Mumbai, New Delhi, Hyderabad, dan Agra. Namun mengenai tanggal keberangkatannya, belum diketahui secara pasti. “Untuk kepastian keberangkatan belum ada informasi, dengar kabar bulan November atau Desember 2015,” ungkapnya. Adapun tujuan dari PPAN ini untuk melahirkan pemuda yang bisa menggerakkan pemuda lainnya dan memberdayakan masyarakat untuk hal yang lebih baik. Selaku Wakil Rektor III UNP, Dr. Syahrial Bakhtiar, M.Pd. bangga dengan diutusnya mahasiswa UNP pada PPAN 2015. Syahrial mengatakan, universitas memberikan dukungan kepada mahasiswa berprestasi. “Apresiasi untuk mahasiswa berprestasi tentu ada,” ungkapnya, Rabu (29/7). Windy
skor 425, dan S-3 dengan skor 450. Kini hal tersebut kembali dimuat dalam peraturan akademik UNP 2015. Berbeda dengan 2012, skor TOEFL mahasiswa pada 2015 ditetapkan lebih tinggi. Bagi mahasiswa D-3, D-4, dan S-1 adalah 400, S-2 dengan skor 450, dan S-3 dengan skor 500 untuk semua fakultas. Namun , untuk menjawab kenapa belum diterapkan di semua fakultas, Azhari menyarankan untuk bertanya lebih lanjut kepada Wakil Rektor (WR) I, Prof. Dr. Agus Irianto. Menanggapi hal tersebut, WR I mengatakan, ia akan mengadakan pertemuan khusus dengan dekan selingkungan UNP dan mema-
sukkan hal ini sebagai salah satu pembahasan. Agus mengatakan, aturan yang telah dibuat oleh senat, tentu harus dijalankan. “Akan saya pastikan semester depan saya push mahasiswa yang wisuda Maret wajib mengikuti tes TOEFL,” tegasnya, Rabu (29/7). Lebih lanjut Agus mengatakan, karena tantangan ke depan semakin berat, maka siap tidak siap peraturan ini harus dijalankan. Sebab, peraturan ini termasuk dalam upaya menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean dan target UNP menuju World Class University. “Kalau tidak begitu, nanti lulusan kita akan kalah saing,” pungkasnya. Rival, Nova
Wajib TOEFL bagi Wisudawan Pada buku peraturan akademik Universitas Negeri Padang (UNP) 2015 dimuat bahwa sertifikat TOEFL merupakan salah satu syarat wisuda. Namun, saat ini dari tujuh fakultas yang ada di UNP hanya dua fakultas yang benar-benar telah menerapkannya. Fakultas tersebut, yaitu Fakultas Teknik (FT) dan Fakultas Ekonomi. Sedangkan fakultas lainnya baru akan mencanangkan hal tersebut. Pembantu Dekan (PD) III FT, Hasan Maksum, M.T., mengatakan, peraturan mengenai sertifikat TOEFL yang dijadikan sebagai syarat wisuda ini sudah sejak empat tahun lalu diberlakukan di FT. Skor TOEFL minimal yang
harus diperoleh mahasiswa FT adalah 400. “Jika tidak mendapatkan skor minimal 400, mahasiswa yang bersangkutan tidak boleh mengikuti ujian skripsi,” terang Hasan, Senin (1/6). Selain itu, Hasan juga menyampaikan bahwa sertifikat TOEFL yang diberikan mahasiswa harus dari lembaga yang diakui. Lembaga yang diperbolehkan tersebut, seperti Balai Bahasa UNP, Universitas Andalas, Universitas Bung Hatta, dan Balai Bahasa Sumatra Barat (Sumbar). Hasan juga mengatakan, FT memiliki program-program yang diadakan tiap tahun untuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggris ma-
hasiswanya, seperti pelatihan bahasa Inggris di Balai Bahasa dan mengundang lembaga kursus, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar Sumbar untuk melaksanakan tes TOEFL di FT. “Setahun sekali, tepatnya bulan September, kami mengundang lembaga kursus ke FT,” ungkap Hasan. Terkait hal ini, Kepala Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan UNP, Azhari Suwir, S.E. mengatakan, sebenarnya peraturan terkait TOEFL ini sudah tercantum pada buku peraturan akademik UNP sejak 2012. Dalam buku itu dijelaskan bahwa skor TOEFL bagi mahasiswa D-3, D-4, dan S-1 adalah 400, S-2 dengan
TEROPONG
2015 Edisi No. 186/Tahun XXVI
Sistem Baru Peminjaman Buku Perpustakaan Pusat Universitas Negeri Padang (UNP) integrasikan sistem peminjaman buku. Pengintegrasian ini telah diberlakukan sejak Oktober 2014 lalu, namun baru efektif pada Maret 2015 karena terkendala jaringan internet. Pada sistem ini, semua perpustakaan di UNP berkoordinasi dalam hal peminjaman buku. Mahasiswa hanya dapat meminjam maksimal empat buku di seluruh perpustakaan UNP pada waktu yang bersamaan. “Tujuannya untuk memudahkan pengontrolan semua transaksi buku yang ada di UNP,” ungkap Kepala Subbagian Tata Usaha Perpustakaan, Zuyetti, M.Pd.. Namun, perubahan sistem itu dikeluhkan oleh mahasiswa. Frizka Priyona, mahasiswa Jurusan Sejarah TM 2012 menyayangkan kurangnya informasi mengenai perubahan tersebut. Frizka terpaksa hanya meminjam dua dari empat buku yang dibutuhkan karena sebelumnya juga telah meminjam dua buku di perpustakaan jurusan. “Padahal, sebelumnya tidak ada diberitahukan sistemnya seperti itu,” katanya, Senin (6/7) Hal senada juga dikeluhkan oleh Reski Anita, mahasiswa Jurusan Bimbingan Konseling TM 2014. Ia merasa keberatan karena pembatasan itu membuat jumlah buku yang bisa dipinjamnya menjadi lebih sedikit. “Kalau untuk membuat makalah, kan perlu banyak buku,” katanya, Senin (8/6). Kepala Perpustakaan UNP, Drs. Yunaldi, M.Si., membantah bahwa perpustakaan tidak memberitahukan perubahan sistem terse-
Pengadaan Buku dan Jurnal Perpustakaan
Sistem Baru: Dua mahasiswa tengah mengisi daftar pengunjung dengan menggunakan sistem online yang baru diterapkan tahun ini di Perpustakaan Pusat UNP, Selasa (7/7).. f/Rahmi
but. Pihak perpustakaan sedari awal telah membuat pengumuman di website perpustakaan tentang perubahan sistem ini. “Mahasiswa saja yang kurang membaca,” katanya, Jum’at (29/5). Faktor lain yang membuat banyak mahasiswa kurang tahu, menurut Yunaldi, adalah tidak adanya bimbingan sebelum menjadi anggota perpustakaan bagi mahasiswa baru (maba). Sebelumnya, setiap tahun maba diberikan bimbingan mengenai kepustakaan. Namun sejak sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) diberlakukan, dana untuk bimbingan tidak ada lagi. Sehingga, banyak mahasiswa yang tidak tahu cara dan sistem yang berlaku di perpustakaan. Kemudian, terkait pembatasan buku, hal itu dilakukan agar buku yang tersedia bisa merata
dipakai oleh mahasiswa UNP. Pembatasan tersebut tidak bermaksud menyulitkan mahasiswa dalam meminjam buku, sehingga berimbas kepada tugas mahasiswa. “Jumlah buku kita kan terbatas, jadi tolong pikirkan juga teman-teman yang lain,” kata Yunaldi. Selain itu, menurut Yunaldi, sistem ini juga memiliki keuntungan lain. Dengan diberlakukannya pembatasan jumlah peminjaman buku, animo mahasiswa ke perpustakaan lebih meningkat. Mahasiswa yang butuh lebih banyak buku, akan kembali ke perpustakaan untuk mengembalikan buku lama dan meminjam buku baru, atau langsung membuat tugas mereka di perpustakaan. “Secara tak langsung ini membuat pengunjung meningkat,” kata Yunaldi. Sabrina
Pembekalan Instruktur PLPG Sertifikasi Guru 2015 Panitia Sertifikasi Guru (PSG) Universitas Negeri Padang (UNP) adakan Sosialisasi dan Pembekalan Instruktur Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) Sertifikasi Guru dalam Jabatan RabuKamis (29-30/7). Hari pertama kegiatan dilaksanakan di Auditorium Profesor Kamaluddin, Fakultas Ekonomi UNP. Sementara hari kedua dilaksanakan di program studi (prodi) masing-masing. Kegiatan ini diikuti oleh dosen UNP yang prodinya terkait dengan bidang yang disertifikasi. Selain itu, diikuti pula oleh dosen yang mempunyai Nomor Induk Asesor (NIA) yang dikeluarkan oleh pusat. Acara ini menghadirkan dua pemateri, yaitu Prof. Dr. Agustina, M.Hum. selaku Ketua PSG yang menyampaikan materi terkait sosialisasi pelaksanaan sertifikasi guru 2015, sedangkan Dr. Syafriandi, M.Si. selaku Sekretaris PSG memberikan pembekalan instruktur berhubungan dengan materi diklat dan teknis pelaksanaan PLPG di lapangan. Dalam materinya, Agustina menyampaikan, peserta PLPG terdiri atas guru yang memilih pola Pemberian Sertifikat Pendidik Langsung (PSPL), pola portofolio yang berstatus Masuk PLPG atau tidak lulus
verifikasi portofolio, sertifikasi pola PLPG, dan peserta yang tidak lulus atau tidak menyelesaikan sertifikasi/PLPG tahun sebelumnya. “Data peserta tersebut didasarkan atas data yang diunggah pada Aplikasi Sertifikasi Guru Online,” ungkapnya, Rabu (29/7). Agustina menambahkan, peserta PLPG hanya memiliki kesempatan sampai dua kali pemanggilan. Bagi yang tidak memenuhi panggilan pertama dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, akan dipanggil lagi pada PLPG tahap berikutnya selama rombongan belajar mata pelajaran terkait masih tersedia. Sedangkan, peserta yang tidak memenuhi dua kali panggilan dan tidak ada alasan yang bisa dipertanggungjawabkan dianggap mengundurkan diri. Mereka diberi kesempatan untuk mengikuti sertifikasi tahun berikutnya. Adapun jadwal pelaksanaan PLPG tersebut antara lain 5-14 Agustus 2015 PLPG angkatan I, 12-27 Agustus 2015 PLPG angkatan II, 30 Agustus-8 September 2015 PLPG angkatan III, 11-20 September 2015 PLPG angkatan IV, dan pada 25 September-4 Oktober 2015 PLPG angkatan V. Selain itu, Agustina mengata-
17
kan sosialisasi dan pembekalan tersebut bertujuan untuk memperkenalkan kepada para instruktur atau asesor mengenai aturan dan perubahan sertifikasi guru dalam jabatan, menyamakan persepsi tentang materi diklat, isi, dan konten agar tidak menyimpang. Tak hanya itu, kegiatan itu juga bertujuan untuk memosisikan instruktur pada bidang keahlian masing-masing. Acara dilanjutkan pada hari kedua dengan pembekalan instruktur PLPG. Dalam pembekalan ini, para instruktur harus membuat sebuah produk berupa power point atau handout untuk pendalaman materi, penilaian autentik, workshop perangkat pembelajaran, dan power point atau handout penelitian tindakan kelas, serta kisi-kisi dan soal ujian tertulis sesuai keahlian masing-masing. Salah seorang peserta sosialisasi, Drs. Don Narius, M.Si. mengatakan bahwa kegiatan tersebut sangat penting dalam memberikan rambu-rambu agar dapat menjadi instruktur yang baik. “Saya berharap para instruktur dapat menjalankan dengan sebaikbaiknya sehingga menghasilkan guru-guru yang terampil,” ujarnya. Khadijah
Perpustakaan Universitas Negeri Padang (UNP) melakukan pengadaan koleksi perpustakaan. Namun, anggaran untuk tahun 2015 yang direncanakan selesai pada pertengahan Juli lalu harus ditunda. Hal ini disebabkan karena anggaran pengadaan koleksi yang terdiri atas buku dan jurnal tersebut sebelumnya dibuat dalam satu paket, sedangkan ketentuan dari Dirjen Anggaran anggaran itu harus dipisah. Oleh sebab itu, anggaran sebelumnya harus dipecah, dan direvisi kembali untuk tiap-tiap buku dan jurnal. Sebelumnya, Perpustakaan UNP harus membuat rancangan judul beserta jumlah buku dan jurnal yang diajukan. Setelah disetujui oleh rektor, dalam hal ini adalah Wakil Rektor II, rancangan tersebut diserahkan ke Unit Layanan Pengadaan (ULP) untuk dibuatkan anggarannya. Setelah selesai pemeriksaan oleh Dirjen Anggaran, barulah bisa ditayangkan di website sekitar dua minggu untuk proses tender. “Perusahaan dengan tawaran terendah yang akan kita ambil,” jelas Drs. Yunaldi, M. Si., Kepala Perpustakaan UNP, Rabu (29/7). Selain itu, Yunaldi mengatakan bahwa keseluruhannya ditargetkan akan tuntas sampai pertengahan November nanti. Mulai dari pengadaan anggarannya,
sampai dengan buku dan jurnal tersebut sudah bisa dikonsumsi oleh sivitas akademika UNP. Dengan hal ini, referensi mahasiswa dan juga dosen lebih komplet. “Mudah-mudahan kebutuhan informasi ilmiah dapat ditanggulangi,” harapnya. Untuk pengadaan buku, sebanyak 997 judul dengan jumlah 8.423 eksemplar telah diajukan, sedangkan untuk total harganya adalah Rp898 juta. Untuk pengadaan jurnal, ada empat modul dengan total harga Rp870 juta. Keempat modul tersebut adalah Sport Discuss with Full Text, Academic Search Complete, ProQuest Research Library, IET eJournal Online. Modul-modul tersebut tersedia dalam bahasa Inggris, dan terdiri atas berbagai bidang ilmu, seperti pendidikan, sosial, sains, seni, bisnis, dan lain-lain. “Hal ini juga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam berbahasa Inggris,” terang Yunaldi. Mengenai sosialisasi terkait jurnal, misalnya aplikasi atau cara mengakses dan semacamnya, Yunaldi menjelaskan bahwa provider dari perusahaan yang akan melatih langsung. Nantinya, akan ada jadwal masing-masing untuk dosen per fakultas. “Sosialisasi dilanjutkan ke semua prodi dan mahasiswa,” ujarnya. Ranti
UNP Gunakan Virtual Account Pada semester pendek tahun 2015, Universitas Negeri Padang (UNP) mulai menggunakan virtual account atau sistem pembayaran online dengan akun tersendiri bagi setiap mahasiswa dalam pembayaran uang perkuliahan. Dengan sistem ini, proses pembayaran tagihan bisa melalui ATM atau via SMS Banking, tanpa harus ke Bank Nagari. Kepala Subbagian Pendidikan dan Evaluasi Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan (BAAK) UNP, Ahmad Rizal A., mengatakan tujuan dari sistem ini untuk mempermudah mahasiswa dalam pembayaran SPP. “Saat ini, virtual account baru digunakan untuk pembayaran SPP semester pendek. Namun, selanjutnya juga akan digunakan untuk pembayaran keuangan mahasiswa baru tahun masuk 2015,” ungkapnya, Kamis (1/7). Hal tersebut dibenarkan oleh Kepala Subbagian Tata Usaha UPT Pusat Komputer (Puskom), Yosefrizal, M.Kom.. Yosef mengatakan bahwa virtual account ini merupakan teknologi yang biasanya digunakan di dunia perbankan untuk memudahkan pencatatan segala transaksi di bank. “Karena itu, UNP juga mencoba menggunakan sistem ini untuk mempermudah pengelolaan keuangan,” ungkapnya, Kamis (1/7). Pada pembayaran biaya semester pendek tahun ini, mahasiswa yang bertransaksi harus login terlebih dahulu ke portal akademik dan mengisi jumlah KRS
yang akan diambil untuk mendapatkan nomor rekening. Nantinya mahasiswa akan membayarkan tagihan ke nomor rekening tersebut. Dalam sistem ini, setiap mahasiswa memiliki nomor rekening yang berbeda-beda dalam setiap transaksi dan hanya bisa digunakan sekali pakai. “Itulah keunikannya, kita seperti punya rekening sendiri, data base-nya pun jelas dan tidak rancu,” sambung Yosef. Dibandingkan sistem lama yang manual, virtual account memiliki beberapa keunggulan. Pada sistem lama, mahasiswa harus pergi ke Bank Nagari untuk melaksanakan pembayaran. Sementara itu, dengan virtual account mahasiswa bisa melakukan transfer di mana saja dan kapan saja. Mahasiswa pun bisa melakukan transfer melalui SMS. Dari segi administrasi, menurut Yosef, virtual account juga memudahkan pengelola dalam merekap semua data transaksi. “Sistem lama agak membuat bagian keuangan kesusahan untuk memeriksanya, karena data basenya tidak jelas,” ungkapnya. Untuk semester Januari-Juni 2016, Puskom juga akan memberlakukan virtual account ini kepada mahasiswa lama. Kata Yosef, sebenarnya data base virtual account untuk mahasiswa lama sudah ada, tetapi belum ditampilkan oleh puskom. “Insya Allah untuk pembayaran uang perkuliahan tahun depan akan ditampilkan,” ujarnya. Wici
INTER
18 BEM FIK
PPIPM
BSKO
Begal Bersama BSKO
Periksa Gula Darah Dalam rangkaian acara Fun Bike, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) UNP, Minggu (24/5), menyediakan posko layanan periksa gula darah di depan Gelanggang Olahraga (GOR) FIK UNP. Layanan ini dibuka untuk umum dan langsung ditangani oleh dr. Pudia M. Indika, M.Kes. yang juga dosen di FIK. Pudia mengungkapkan, tes gula darah ini bertujuan untuk mengetahui kadar glukosa darah di pembuluh darah. Kadar gula darah yang normal pada hari bia-
sa adalah kurang dari 200 mg/dL dan jika puasa kurang dari 120 mg/dL. Apabila hasil tes melebihi angka tersebut maka pasien akan diberi saran untuk menstabilkan gula darahnya. Tes ini dilakukan dengan memanfaatkan alat-alat yang ada di Labor Sport Medicine FIK UNP. Menurut Pudia, selain pada acara Fun Bike, tes gula darah juga bisa dilakukan di Sport Medicine FIK UNP dengan tarif yang telah ditentukan. “Masyarakat umum juga bisa melakukan tes setelah UNP jadi BLU,” ungkapnya. Redda
Badan Seni Kampus Orange (BSKO) Fakultas Teknik (FT) UNP menyelenggarakan konser musik di Gelanggang Olahraga (GOR) UNP, Sabtu malam (23/5). Kegiatan yang mengangkatkan tema Begal (Berani Nggak Loe?) ini merupakan program kerja BSKO yang diadakan setiap tahun. Kegiatan ini menampilkan penampilan seni, seperti band, dance, kontemporer, operet, dan fashion show. Selaku ketua pelaksana, Andre Devid mengatakan bahwa acara ini bertujuan untuk menampung aspirasi
mahasiwa FT dan mahasiswa UNP dalam bidang seni. “Biasanya keluh kesah mahasiswa ditunjukkan dalam bentuk aksi, sekarang kami apresiasikan dalam bentuk seni,” tutur Andre. Mahasiswa Program Studi D-3 Tata Boga FT TM 2014, Quita Dianda Voneline, yang menampilkan fashion show malam itu mengaku senang bisa tampil dalam kegiatan ini. “Setelah mengisi acara ini, saya menjadi tertarik untuk bergabung dengan BSKO,” ungkap Quita. Khadijah
EDeC HIMOTO
Sempat Vakum, HIMOTO Aktif Kembali Setelah sempat vakum tahun lalu, Himpunan Mahasiswa Teknik Otomotif (HIMOTO) Fakultas Teknik (FT) Universitas Negeri Padang kembali melakukan pelantikan pengurus baru pada Sabtu (25). HIMOTO aktif kembali dengan dilandasi keinginan untuk terus berkarya, sebagaimana yang juga dilakukan oleh himpunan mahasiswa jurusan lain yang ada di lingkungan FT. “Kami dari angkatan 2012 dengan dibantu oleh beberapa senior angkatan 2009, 2010, dan 2011 mencoba menyatukan suara kembali dengan mencari calon pemimpin yang baru untuk HIMOTO,” tutur Rovi, selaku ketua, Selasa (6/6). Meski masa kepengurusannya masih terbilang baru, HIMOTO telah berhasil melaksanakan beberapa kegiatan, seperti outbond dan Traning Dasar Organisasi yang dilaksanakan pada 21-22 Mei
lalu. Acara yang diangkatkan itu bertujuan untuk menambah wawasan para anggota HIMOTO sendiri. Tak hanya itu, pada awal kepengurusannya HIMOTO juga berhasil meraih juara I turnamen futsal tingkat fakultas pada Kejuaraan Mahasiswa yang diadakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FT pada 13-17 Mei 2015. Sementara, untuk program kerja organisasi, Rovi dan wakilnya, Ahmad Albi, beserta 41 anggota HIMOTO lainnya merencanakan sebuah program unggulan, yakni pembentukan tim Broadgres Teknik Otomotif. Tim ini dibentuk untuk menyalurkan bakat dan minat anggota HIMOTO yang nantinya akan difasilitasi dengan bengkel, servis gratis untuk masyarakat, dan pelatihan mengemudi. Ke depannya, Rovi berharap HIMOTO bisa aktif kembali dan mampu menyolidkan, serta menyejahterakan anggotanya. Kurnia
Training Guru Inspiratif Mengusung tema Menjadi Pendidik Teladan yang Menyenangkan dan Menginspirasi bagi Peserta Didik, mahasiswa Jurusan Teknologi Pendidikan (TP) Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Negeri Padang (UNP) menyelenggarakan acara Training Guru Inspiratif di Ruangan FIP.02.908, Sabtu (30/5). Acara pelatihan ini diadakan dua sesi. Sesi pertama diadakan pada 9 Mei, sedangkan sesi kedua diadakan 30 Mei. Ketua pelaksana, Rido Febrian, mengatakan, pelatihan ini diselenggarakan
sebagai salah satu tugas kuliah bagi mahasiswa yang mengambil mata kuliah Manajemen Sistem Kepelatihan (MSK). “Setelah tugas kuliah ini selesai, kami tidak hanya memperoleh nilai, tapi juga mendapatkan ilmu mengelola sebuah acara,” ujarnya, Sabtu (30/5). Salah seorang peserta, Yona, tujuannya mengikuti pelatihan ini adalah untuk menambah pengalaman agar menjadi guru yang menginspirasi siswa. “Sangat menyenangkan menjadi seorang yang menginspirasi,” ujarnya. Rival
Scholarship Talkshow Pusat Pengembangan Ilmiah dan Penelitian Mahasiswa (PPIPM) UNP selenggarakan scholarsip talkshow bersama Prof. Jeng-Yih Tim Hsu, dosen Bahasa Inggris dari National Kaohsing First University of Science and Technology Taiwan. Acara ini diadakan di Ruang Senat Rektorat UNP, Rabu (27/5). Selaku Pembina PPIPM, Hasan Maksum, S.T., M.T., mengatakan acara ini merupakan salah satu bentuk persiapan awal mahasiswa untuk melanjutkan studi S2. Menurutnya peluang mahasiswa untuk melan-
jutkan S-2 saat ini sangat besar, apalagi setelah ada beasiswa LPDP. “Untuk meraihnya, mahasiswa harus mempersiapkan skor TOEFL 400-500,” ujarnya. Kepala Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan (BAAK) UNP, Azhari Suwir, S.E., juga mengatakan, TOEFL merupakan pintu awal untuk melanjutkan studi ke tingkat yang lebih tinggi. Memang saat ini beasiswa LPDP ke Taiwan belum tersedia di UNP, namun ia akan berusaha melakukan kerja sama dengan kementerian. Rival
HMTE
Lomba Debat English Debating Community (EDeC) UNP selenggarakan lomba regional debat berbahasa Inggris tingkat universitas dan SMA seSumatra Barat (Sumbar), Selasa-Kamis (28-30/7). Lomba yang dinamai Regional English Debating Championship (REACH) 2015 ini diikuti oleh 12 sekolah dan 4 Universitas yang ada di Sumbar maupun luar Sumbar, seperti Riau dan Jambi. Ketua EDeC, Aga Tasrifan, mengatakan, EDeC tidak hanya meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris para anggotanya,
namun juga melakukan kerja sama dengan Dinas Pendidikan Sumbar untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris siswa Sumbar. “Kami mengadakan pembinaan untuk seluruh siswa Sumbar dalam debat berbahasa Inggris untuk masuk ke tingkat nasional,” ungkapnya, Selasa (28/7). Lomba debat berbahasa Inggris merupakan program tahunan EDeC, dan tahun ini merupakan tahun kedua. Sebelumnya pada April 2014 lalu, juga diadakan, namun hanya diikuti siswa SMA. Rahmi
BEM FMIPA
Hari Keakraban FMIPA Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) mengadakan acara Hari Keakraban Mahasiswa dan Silaturahmi Sivitas Akademika, Minggu (7/6). Acara bertema Mengukir Pelangi di Langit Biru FMIPA ini berlangsung di tempat parkir FMIPA. Adapun rangkaian kegiatan dalam acara ini, antara lain lomba yel-yel dan parodi mahasiswa TM 2014, penghargaan aktivis FMIPA, pemilihan duta FMIPA 2015, tausyiah sing-
kat, silaturahmi sivitas akademika FMIPA, penampilan nasyid, dan perpisahan pengurus BEM 2014/ 2015. Selaku ketua pelaksana, M. Rizki Pramana mengatakan bahwa acara ini sama dengan kegiatan yang dilakukan pada malam puncak Bakti Sosial Mahasiswa (BSM) yang pada tahun ini ditiadakan. “Dengan diadakannya acara ini, semoga mahasiswa FMIPA saling mengenal. Juga meningkatkan keakraban antara senior dan junior,” ungkap Rizki. Ermi
Dalam rangkaian kegiatan Electrical Vocational Days (EVD) II, Himpunan Mahasiswa Teknik Elektro (HMTE) Universitas Negeri Padang (UNP) menggelar pameran alat dan poster karya wisudawan di depan koridor Jurusan Teknik Elektro, Sabtu (6/6). Ketua panitia, Muhammad Zulfadhly, mengatakan, pameran ini bertujuan untuk mengenalkan karya yang telah dibuat oleh para wisudawan Jurusan Teknik Elektro kepada masyarakat, khususnya UNP dan orang tua wisudawan. Rencana awalnya, pameran ini me-
majang 16 alat dan beberapa poster karya mahasiswa Jurusan Teknik Elektro dari program D-3, D-4, dan S-1. Namun, tidak semua bisa dipajang karena beberapa alat masih tersimpan di laboratorium. “Pameran ini bisa menjadi income bagi wisudawan bila ada perusahaan ataupun perorangan yang berminat terhadap karya itu,” ungkapnya. Lebih lanjut, Zulfadhly menjelaskan, acara ini akan dilaksanakan berkelanjutan. “Insya Allah akan selalu diadakan pada setiap acara wisuda,” ungkapnya. Resti
ESA Vaganza Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Bahasa Inggris Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) menggelar acara ESA Vaganza di Teater Tertutup FBS, Sabtu (30/5). Kegiatan ESA Vaganza pada pagi hari diisi dengan lomba nyanyi. Siangnya dilanjutkan dengan unjuk bakat dari mahasiswa TM 2014, antara lain berupa pemutaran film, penampilan drama, dancing, dan stand up comedy. Selain ESA Vaganza, HMJ Bahasa Inggris juga mengadakan pertunjukan Randai yang dipanitiai oleh
mahasiswa TM 2012 pada Kamis (28/5) dan Spoken English Activity (SEA) oleh mahasiswa TM 2013, Jumat (30/5). Ketua HMJ Bahasa Inggris, Effip Prananda, mengatakan bahwa kegiatan ini terakhir kali diangkatkan pada 2007 lalu, kemudian kembali diangkatkan tahun ini. Effip berharap agar ke depannya kegiatan ini terus diselenggarakan. “Semoga generasi selanjutnya bisa menjadikan acara ini sebagai aleknya anak Bahasa Inggris,” kata Effip. Resti
BEM FE & BEM UNP
Demonstrasi Seni Rupa Sejumlah mahasiswa dari Jurusan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Universitas Negeri Padang (UNP) menggelar aksi demonstrasi dengan berjalan mengelilingi lingkungan UNP hingga hingga kawasan Tunggul Hitam, Kamis (11/6). Salah seorang peserta demonstrasi, Thariq Munthaha, mengatakan bahwa bila demonstrasi biasanya identik dengan aksi pro rakyat dan bentrok fisik, kali ini mereka berdemonstrasi dengan tujuan lain. “Kami ingin bersentuhan
Pameran Alat dan Poster
HMJ Bahasa Inggris
Mahasiswa Seni Rupa
Jurusan TP
2015 Edisi No. 186/Tahun XXVI
langsung dengan masyarakat umum Kota Padang dan berbagi karya yang kami miliki. Walau sederhana, semoga tetap bermanfaat,” ungkapnya. Dalam melakukan aksi ini, para peserta juga mewarnai wajah mereka dengan cat. Selain itu, mereka membagikan hasil karya, seperti lukisan dan patung kepada Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) selingkungan UNP dan masyarakat sekitar. “Aksi ini juga dalam rangka menyambut bulan Ramadan,” ungkap Thariq. Afrinaldi*
Pelatihan Kewirausahaan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNP dan BEM Fakultas Ekonomi (FE) bekerja sama dengan PT IBM Indonesia, TNI Angkatan Laut, dan Kementerian Koperasi dan UKM (Usaha Kecil Menengah) menyelenggarakan Pelatihan Kewirausahaan Mahasiswa UNP Tahun 2015 di Auditorium Prof. Kamaluddin, Senin (15/6). Bertema Melahirkan Mahasiswa Berkarakter Wirausaha yang Tangguh, Cerdas, dan Berdaya Sains, acara ini dihadiri oleh Wakil Direktur PT IBM, Inge Halin; Wakil Rektor III UNP, Dr. Syahrial
Bakhtiar, M.Pd.; Deputi Koperasi dan UKM, Afrizal Husein; Ketua Iluni UNP, Dr. Fauzi Bahar; Wakil Sekretaris Kolonel, Hargianto; dan Wakil Komandan Laktamal II Angkatan Laut Kota Padang, Budi Sutedjo. Inge Halin, Wakil Direktur Utama PT IBM Indonesia, mengatakan bahwa untuk mendorong program pemerintah, PT IBM Indonesia akan menghibahkan dana sebanyak Rp400 juta untuk UNP. “Sepuluh hingga dua puluh proposal terbaik mahasiswa UNP akan dipilih,” ungkapnya. Redda
2015 Edisi No. 186/Tahun XXVI
SEPUT AR MAHASISW A SEPUTAR MAHASISWA
19
52,26% Responden
Belum Pernah Mengikuti TOEFL Hai pembaca setia Ganto! Perguruan tinggi di Indonesia, baik negeri maupun swasta, sudah menjadikan TOEFL sebagai salah satu syarat wisuda mahasiswanya, seperti yang telah diterapkan oleh Universitas Indonesia, Universitas Andalas, Universitas Bung Hatta, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Syiah Kuala. Begitu pula halnya dengan Universitas Negeri Padang (UNP). Peraturan tersebut dicantumkan dalam buku Peraturan Akademik UNP Tahun 2015 dengan skor TOEFL yang ditentukan untuk tiap-tiap jenjang program (D-3, D-4, S-1, S-2, dan S-3). Hanya saja, dari tujuh fakultas di UNP, baru dua fakultas, yakni Fakultas Teknik dan Fakultas Ekonomi, yang menerapkannya. Lalu, bagaimana pandangan Anda sebagai mahasiswa UNP terkait TOEFL ini? Mengingat TOEFL dijadikan syarat umum untuk melamar kuliah/beasiswa ke luar negeri ataupun sebagai persyaratan saat melamar kerja di berbagai tempat. Untuk menjadi pribadi yang maju, berhubungan dengan banyak orang dengan karakter berbeda adalah pilihan. Karena intensitas interaksi yang tinggi dengan karakter yang berbeda akan berdampak pada pengetahuan yang dimiliki. Jika demikian, memiliki hubungan yang baik dan membangun komunikasi yang baik pun tak pelak harus dilakukan. Terlebih bagi si penyandang status sebagai kalangan terdidik, sebagaimana halnya mahasiswa. Mahasiswa dituntut untuk memiliki komunikasi yang baik, tidak hanya dengan lingkungan yang dikenal, tetapi juga di lingkungan asing yang secara tidak langsung memengaruhi kehidupan mahasiswa itu sendiri. Agar dapat berkomunikasi dengan masyarakat dari lingkungan yang berbeda, diperlukan satu bahasa yang sama. Dengan demikian, kedua belah pihak mengerti bahasa tersebut. Harapannya, suatu pesan atau informasi yang diberikan dapat dipahami dan diterima. Selain itu, juga diharapkan ada feedback dari pesan tersebut guna membangun hubungan yang baik. Baik Indonesia sebagai negara, maupun individu yang bernaung di dalamnya, tentu menginginkan suatu keharmonisan dalam berhubungan. Lagi pula tak dapat dihindari bahwa dalam cakup globalisasi, Indonesia tidak bisa mengelakkan diri untuk tidak berhubungan dengan masyarakat luar. Memahami suatu standar bahasa yang digunakan oleh masyarakat internasional menjadi syarat bagi Indonesia untuk menjadi bangsa dengan pribadi yang maju. Nah, untuk itulah dilakukannya upaya untuk meningkatkan pengetahuan bahasa asing bagi kalangan terdidik. Salah satunya adalah bahasa Inggris. Dalam dunia pendidikan, upaya untuk menguasai salah satu bahasa ini dimulai semenjak TK, berlanjut ke SD, SMP, SMA sampai mereka berada di perguruan tinggi. Hingga diakhiri dengan adanya Test of English as a Foreign Language (TOEFL) sebagai bukti bahwa mereka memiliki kemampuan tersebut. Umumnya, TOEFL sangat penting sebagai syarat untuk melamar pekerjaan. Sebab beberapa instansi besar di Indonesia membangun hubungan luas dengan masyarakat asing, sehingga bagi yang mendaftar harus mempunyai kemampuan berbahasa Inggris yang baik. Selain itu, TOEFL juga penting untuk melanjutkan kuliah di perguruan tinggi di dalam maupun luar negeri.
Di beberapa perguruan tinggi di Indonesia, TOEFL merupakan salah satu syarat penting bagi mahasiswa yang akan wisuda. Surat Edaran Pembantu Rektor Bidang Akademik Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Nomor 1190/UN11/ PP/2015 tanggal 18 Maret 2015 tentang Ketentuan TOEFL Bagi Mahasiswa yang akan Sidang Skripsi/Tugas Akhir, Tesis, dan Disertasi merupakan salah satu wujud nyatanya. Namun, dengan menyaratkan skor TOEFL 450, keresahan pun kerap kali dirasakan oleh mahasiswa yang belum memenuhi skor tersebut. Hal yang sama pun terjadi pada Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya. Pada wisuda ke-111, 94 mahasiswa harus digugurkan dari daftar wisudawan disebabkan skor TOEFLnya di bawah standar yang ditentukan—skor TOEFL yang disyaratkan adalah 447. Hingga persentase mahasiswa yang gagal wisuda meningkat dari 2,94% pada periode 110 menjadi 5,67% pada wisuda 111 (okezone.com, Jumat 20 Februari 2015). Lalu bagaimanakah peranan universitas dalam menyikapi peraturan tersebut? Di Unsyiah sejak berlakunya peraturan tersebut pada Maret 2015 lalu, pihak universitas melalui Unit Pelaksana Teknis Bahasa Unsyiah menyediakan Pelatihan TOEFL bagi mahasiswanya. Dengan mengalokasikan waktu sembilan hari penuh beserta biaya per masing-masing jenjang programnya, secara tidak langsung pihak Unsyiah telah mewajibkan mahasiswa untuk mengikuti pelatihan tersebut. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir TOEFL ilegal yang diyudisiumkan. Dengan prioritas yang tak jauh berbeda, Universitas Negeri Padang (UNP) pun menjadikan TOEFL sebagai salah satu syarat wisuda. Hal ini tencantum dalam Peraturan Akademik UNP Tahun 2012. Pada tahun 2015 diadakan pembaharuan skor TOEFL UNP, yaitu D-3, D-4, dan S-1 dari 400 menjadi 425; S-2 dari 425 menjadi 450; dan S-3 dari 450 menjadi 500. Hanya, dari tujuh fakultas di UNP baru dua fakultas yang menerapkan peraturan ini, yaitu Fakultas Ekonomi (FE) dan Fakultas Teknik (FT). Untuk mengetahui tanggapan mahasiswa UNP terkait penerapan TOEFL sebagai syarat wisuda, bagian Riset Subdivisi Penelitiaan dan Pengembangan (Litbang) Surat Kabar Kampus (SKK) Ganto UNP melakukan jajak pendapat dalam bentuk polling. Polling yang disebarkan berupa angket yang
Sumber: Litbang SKK Ganto UNP
terdiri atas enam pertanyaan kepada 700 mahasiswa di UNP dengan metode random sampling dan responden diambil secara accidentil. Walaupun baru diterapkan oleh dua fakultas, sebagian besar mahasiswa UNP mengetahui bahwa TOEFL dijadikan sebagai syarat untuk wisuda. Hal ini terlihat dari 81,57% menyilang (a) dengan jawaban responden tahu mengenai peraturan tersebut. Sedangkan 15,86% responden mengatakan tidak tahu peraturan tersebut, dan 2,57% lagi memilih untuk tidak berkomentar. Lepas dari eksistensi peraturan tersebut, responden memberikan suara yang hampir imbang untuk pilihan (a) yang menyatakan bahwa peraturan tersebut perlu diterapkan di UNP karena digunakan saat mendaftar kuliah/beasiswa dan melamar kerja, dan (b) yang menyatakan perlu untuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggris mahasiswa. Persentase untuk dua pilihan tersebut adalah 47,11% dan 33,28%. Selanjutnya,
11,25% responden menyatakan peraturan itu tidak perlu diterapkan karena tidak semuanya butuh TOEFL dan 2,58% menyatakan tidak perlu karena biayanya yang mahal. Sedangkan sisanya, 5,78% memilih untuk tidak berkomentar. Suara yang hampir imbang terus berlanjut pada pertanyaan, “Pernahkah Anda mengikuti tes TOEFL?�. 44,58% responden menyilang (a) tanda pernah mengikuti tes TOEFL, sementara 52,26% responden menyatakan tidak pernah mengikuti TOEFL dengan menyilang (b). Dari responden yang pernah mengikuti TOEFL, hanya 3,93% yang pernah mengikuti tes TOEFL lebih dari 3 kali. Lainnya, sebanyak 44,18%, mengikuti tes TOEFL kurang dari 3 kali, dengan perincian, 23,15% yang melakukan 1 kali tes, 17,25% yang melakukan 2 kali tes dan 3,78% dengan melakukan 3 kali tes. Melirik skor TOEFL yang diperoleh, sekitar 3,09%, Responden memiliki skor TOEFL dalam rentang 501-550. Namun, jumlah-
nya tidak terlalu mengecewakan karena lebih dari 4 kali lipat dari jumlah tersebut, sebanyak 12,92% memiliki skor TOEFL dalam rentang >551. Sementara untuk skor TOEFL dalam rentang 310-400 hampir imbang jumlahnya dengan skor TOEFL dalam rentang 401-450, yaitu sebanyak 39,62% dan 32,58%. Sedangkan responden yang memilki skor TOEFL dalam rentang 451-500, sebanyak 11,79%. Apakah peraturan akademik yang menyaratkan TOEFL sebagai syarat wisuda membuka pandangan pentingnya melanjutkan pendidikan selepas undergraduate (S-1)? Ternyata 40,96% responden mengikuti tes TOEFL dengan prioritas untuk memenuhi persyaratan kuliah/beasiswa, baik dalam maupun luar negeri. Sedangkan, responden yang memprioritaskan tes TOEFL untuk persyaratan untuk melamar pekerjaan adalah 19,20%, dan sebanyak 16,64% menjadikan tes TOEFL untuk mengetahui kemampuan bahasa Inggrisnya. (*)
RESENSI
20
2015 Edisi No. 186/Tahun XXVI
Metamorfosis Bumi Sikerei (?) Judul Penulis Penerbit Cetakan Tebal
: : : : :
Merobek Sumatra Fatris M F Serambi I, Maret 2015 210 Halaman
Ada tembok tinggi modernitas yang tidak bisa diloncati usia. Bahkan, sudah tidak ada lagi anak muda Mentawai yang ingin tubuhnya ditato. (hal. 4) Hidup dalam kelompok-kelompok kecil, berburu, beternak, memakan sagu, dan menetap di uma (rumah adat), merupakan kehidupan Masyarakat Mentawai. Hidup mereka terikat dengan alam dan bertuhan pada roh, pada ajaran yang mereka sebut dengan Arat Sabulungan. Tuhan dalam ajaran orang Mentawai ada dalam garis besar trinitas: roh yang berada di hutan, sungai, dan langit. Ketiganya merupakan makhluk suci yang tidak boleh dirusak. Bahkan, buang hajat pun tidak mereka lakukan di sungai karena sungai adalah sumber kehidupan. Mengotorinya berarti mengotori kehidupan pula. Akan tetapi, kebudayaan suku-suku pedalaman telah memudar. Ia tidak lagi lestari. Turut modern bersama dunia. Pengamat tato lulusan Seni Rupa Institut
Teknologi Bandung, Adi Rosa, mengatakan bahwa tato merupakan identitas bagi orang Mentawai. Dari tato tercermin kehebatan dalam berburu, serta dari kelompok mana dia berasal. Tato bukan sekadar gambar semata, tapi merupakan pancaran roh dari seseorang. Perkembangan zaman yang tidak bisa dihambat membuat anak-anak muda di Bumi Sikerei ini tidak ingin tubuhnya ditato. Mereka yang telah mencicipi pendidikan di luar Mentawai menganggap tato di suku mereka hanya ketololan dan primitif. Mereka sekarang dapat dikatakan telah kehilangan identitas, walau tidak sepenuhnya. Namun di lain sisi, modernitas seolah memperkenalkan mereka pada dunia yang lebih layak—modernitas mengajarkan tentang hak. Hak untuk mendapatkan pendidikan, hak untuk memperoleh makanan yang hieginis, hak untuk jaminan kesehatan, serta hak untuk menatap masa
Imajinasi dan Batin yang Berkelana Judul Penulis Penerbit Cetakan Tebal
: : : : :
Bastian dan Jamur Ajaib Ratih Kumala PT Gramedia Pustaka Utama 2015 124 halaman
Ini jamur bukan sembarangan, siapa pun yang memakannya harus hati-hati, karena membuka luka paling dalam seseorang. (hal. 116-117)
Ternyata, di balik romantika kisah yang bergelimang keriangan, berbumbu suka-cita, berbalut kehangatan, kebersamaan yang indah, dan kebahagiaan saling memiliki, tersimpan ancaman yang tak terduga. Ia senantiasa membuntuti setiap lakon dalam masing-masing cerita. Suatu takdir datang secara tiba-tiba, tanpa ada persiapan untuk menghadapinya. Tanpa ada kesempatan untuk menjelaskan. Apalagi mengungkapkan kebenaran yang tersembunyi. Takdir. Takdir itu disebut kematian. Ia membawa serta jiwa bersama kebenaran yang belum dikuakkan. Dunia cerita yang disajikan sungguh mengundang rasa takut akan sebuah rahasia yang belum terungkap sampai ajal mendekat, bahkan terlewat. Ketakutan yang tidak main-main. Karakter-karakter imajinernya dibuat sedemikian nyinyir mengingatkan bahwa ancaman itu selalu ada. Kematian adalah janji yang pasti, tanpa bisa bernego, apalagi melunasi per-
depan yang lebih maju. Bukankah sebagai manusia, masyarakat Mentawai berhak memperoleh semuanya? Entah karena telah dikalahkan modernitas, atau mereka telah menyerah bahwa perputaran dunia bukanlah ancaman bagi kebudayaan mereka untuk tetap lestari. Entahlah. Mentawai kini sudah tersentuh dan maju. Misionaris Kristen dan para pendakwah Islam sudah mulai berda-
Resensiator: Wici Elvinda Rahmaddina Mahasiswa Sastra Indonesia TM 2012
Resensiator: Hari Jimi Akbar Mahasiswa Desain Komunikasi Visual TM 2012
Ia yang Terlahir Bersama Bedil Judul Buku Penulis Penerbit Cetakan Tebal
masalahan yang belum terselesaikan. Adalah Bastian, salah seorang tokoh dalam kumpulan cerpen ini. Pemuda patah hati yang memutuskan untuk berkelana demi mencari pil lupa cinta. Perjalanan membawanya tiba di sebuah bar. Bastian pun diberi segelas cairan keabu-abuan atau kecoklat-coklatan oleh seorang bartender yang ia sebut Jus Eek. Padahal itu adalah jamur, obat yang dosisnya tidak boleh berlebihan karena dapat menyebabkan overdosis. Setelah meminum itu, Bastian pun meninggalkan bar, menuju tepi pantai. Di sana, Bastian mendapati sosok Raquel, tunangannya yang telah tiada. Bastian telah mempersiapkan sebuah cincin untuk meminang gadis yang teramat dicintainya itu. Suatu rahasia akhirnya terbongkar dan saat itulah ancaman itu datang, kematian. Bastian dan Jamur Ajaib adalah buku keenam Ratih Kumala. Imajimasi penulis yang memadukan antara kebahagiaan dan akhir yang tragis membuat kumpulan cerpen ini terasa berbeda. Setiap cerpennya menimbulkan kesan was-was akan akhir dari cerita yang di luar dugaan. Imajinasinya liar, tak terbayangkan tentang awal yang indah dan akhir yang menegangkan. Kumpulan cerpen yang berisi tiga belas judul ini seolah memberikan peringatan kepada pembaca bahwa di setiap kisah dan jalan kehidupan haruslah mempersiapkan diri untuk menerima kenyataan. Kenyataan terkadang tak sesuai dengan yang diharapkan. Setiap kisah yang diceritakan oleh Ratih Kumala mengandung pesan-pesan untuk selalu mempersiapkan diri menerima takdir Tuhan. Hanya rencana yang bisa dilakukan karena kuasa hanya berada di tangan-Nya. Setiap akhir kisahnya selalu menyimpan teka-teki kehidupan yang tak terduga dan tak terbayangkan.
tangan semenjak 1901. Keelokan laut dan pantainya, membuat Mentawai mempunyai daya tarik tersendiri bagi penikmat wisata. Meskipun demikian, Mentawai masih menyisakan beberapa uma yang berdiri dan berpenghuni, serta masih menjunjung tinggi kebudayaan yang mereka agungkan. Merobek Sumatra oleh Fatris MF ini tidak terlalu terfokus pada keindahan alam, atau hanya terfokus pada keunikan kebudayaan Sumatra saja. Dalam buku ini banyak diceritakan mengenai fenomena, sejarah, juga pengalaman penulis dalam berbaur dengan keseharian masyarakat. Disajikan dengan narasi yang apik, seolah pembaca turut merasai kisah pelik kehidupan mereka. Selain Mentawai, Fatris MF juga “membedah” cerita tempat-tempat lain di daerah Sumatra. Ada kisah seusai tsunami Aceh, pulau-pulau terlantar di dekat Singapura, sederet keunikan dari beberapa hal di Sumatra Barat, hingga cerita dari Batanghari, Jambi. Tidak cukup dengan tulisan, buku ini juga dilengkapi dengan foto-foto menarik mulai dari keindahan alam sampai dengan kehidupan.
: : : : :
Benny Moerdani yang Belum Terungkap Tim Buku Tempo Kepustakaan Populer Gramedia 2015 208 halaman
Tiga dekade lebih bangsa Indonesia hidup di bawah kekuasaan rezim militer, ternyata dapat membuat banyak orang amnesia. Selama 32 tahun Presiden Soeharto memimpin Indonesia dengan menerapkan sistem pemerintahan “tangan besi” dari tahun 1966-1998. Namun setelah kekuasaan itu tumbang, ia kembali “dirindukan”. Publik seperti menderita sindrom Stocholm: jatuh cinta pada penculik yang menyekap selama bertahun-tahun. Salah satu alasan kenapa Orde Baru bisa berkuasa begitu lama, yaitu efektivitas dan efisiensi birokrasi negara dalam memperkuat kaki-kaki rezim. Kemudian, satu per satu kisah hidup serta perjuangan tokoh militer yang dijadikan sebagai mesin politik ketika zaman orde baru dikupas dan dibongkar. Seolah kembali mendudukkan tokohtokoh militer tersebut ke dalam hati rakyat karena mereka pernah merelakan nyawa untuk kedaulatan dan keselamatan bangsa Indonesia dari ancaman negeri sendiri. Ialah Benny Moerdani, seorang tokoh militer yang seolah lahir bersama bedil. Ia mulai menembakkan bedilnya pada usia remaja untuk mempertahankan bangsa In-
donesia. Sosok yang lahir di Cepu, 2 Oktober 1932 itu bernama lengkap Leonardus Benjamin Moerdani. Dunia Benny Moerdani adalah dunia keberanian dan ketegasan. Ia telah menyandang senjata saat berusia 13 tahun, berperang sebagai anggota tentara pelajar. Sejarah mengantarkan hidupnya melewati pelbagai perang, operasi intelijen, penyamaran, diplomasi lintas negara, hingga permainan politik tingkat tinggi turut ia lakoni. Sehingga pada usia 29 tahun ia sudah berpangkat sebagai kapten. Belum pernah berlatih terjun, ia pernah melompat dari langit Pekanbaru untuk merebut ladang minyak Caltex yang dikuasai oleh pemberontak Pemerintahan Revolusioner Indonesia. Pada penyerbuan lainnya di Papua melawan Belanda, ia berani terjun menyiapkan pos bagi penyerbuan yang lebih besar. Dalam operasi pembebasan sandera pembajakan Garuda 206 Woyla, di Bandara Do Muang, Bangkok, ia juga berhasil menunjukkan kepada dunia, Indonesia memiliki pasukan khusus yang patut dibanggakan. Benny juga berandil dalam hubungan diplomatik dengan negara-negara yang sedang memiliki perselisihan dengan Indonesia. Banyak aksi yang telah ia lakukan—sebenarnya. Akan tetapi sejarah tak menorehkan namanya dengan tinta emas karena sebagai manusia, ia bukanlah tentara yang tanpa cacat. Namanya kerap dikaitkan dengan sejumlah aksi pelanggaran hak asasi manusia pada 1980-an. Ia sering disebutsebut dalam kasus Tanjung Priok, penembakan terhadap demonstrasi kelompok Islam garis keras, dan juga peristiwa penembakan misterius yang dikenal dengan pembunuhan besar-besaran terhadap kriminal kelas kambing. Resensiator: Ratmiati Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia TM 2012
CERPEN
2015 Edisi No. 186/Tahun XXVI
21
Jungkir Balik Masa Oleh Rahmi Afzhi Wefielananda
Ruangan ini bukanlah sebuah bagian dari gedung yang megah, tinggi, dan memiliki fasilitas yang mewah. Bahkan, bisa dikatakan setiap orang tidak ingin masuk ke sini. Aku tidak tahu pasti apa yang mereka pikirkan. Entah karena ruangan ini terlalu sempit, atau karena mereka tidak mengerti dengan beribu nasihat dan pelajaran yang disampaikan oleh dindingdinding ruangan ini. * Waktu masih pagi. Aku, Graha, dan Derigas bergegas menuju tepi sungai. Sudah sejam kira-kira kami mandi ‘bebas’ di sungai ini. Selepas salat asar berjamaah di surau, kami langsung ke sini. Beginilah kami, tiga sekawan yang bermain sesuka hati layaknya anak kecil. Walau begitu, kami tidak suka melanggar aturan. Amak kami sudah berpesan agar pulang sebelum magrib, kami akan mematuhinya. Waktu masih menunjukkan pukul lima sore. Masih ada waktu bermain satu jam lagi. Kami bersantai sejenak di tepi sungai. “Menyenangkan sekali menjadi anak-anak. Kita bisa bebas bermain sepanjang hari. Benar, kan?” ucap Derigas. “Tentu, Der. Hanya anak kecil yang bisa seperti ini. Jika telah dewasa, kita tidak bisa bermain lagi. Orang dewasa disibukkan dengan banyak masalah,” dukungku. “Iya. Aku juga tidak mengerti dengan teriakan-teriakan di televisi kemarin. Orang-orang sibuk berteriak tentang keadilan, kesejahteraan, dan banyak lagi. Aku bingung dibuatnya,” kata Graha. “Jika kita sudah dewasa, tentu juga akan mendapatkan masalahmasalah seperti itu. Keadilan, kesejahteraan, dan kata-kata aneh lainnya, akan kita pahami artinya suatu hari nanti,” ujarku. “Iya. Kamu benar, Hirdi. Wah! Aku seperti berbicara dengan orang dewasa. Cara bicaramu mirip abangku yang sudah kuliah,” kata Graha. “Sudahlah. Jangan dipikirkan lagi. Bisa-bisa, aku pusing dibuatnya. Ayo kita pulang! Mumpung masih belum masuk waktu magrib.” Derigas berjalan meninggalkan kami yang mengekorinya
dari belakang. * Waktu bergulir menuju duha. Kami masih melakoni kehidupan bersama. Tetap seiring jalan kemana pun pergi. Kali ini kami bukan pulang berenang dari sungai, melainkan dari rapat OSIS. Seragam kami telah naik kelas menjadi putih abu-abu. Ritual bermain sepanjang siang dan sore hari hanya sesekali terlaksana. Kami ‘terikat’ oleh kegiatan. Patuh pada pengumuman dari mulut ke mulut. ‘Hari ini, ada rapat’, ‘Sore ini kita berkumpul’, ‘Minggu depan, semuanya harus datang’. Amak sudah tidak lagi berpesan untuk pulang sebelum magrib. Beliau yakin kami sudah mampu memikul sebuah kepercayaan. Jika terlambat pulang, tentu ada hal penting yang harus dikerjakan, bukan hura-hura. “Aku harus segera membuat program kerja divisiku minggu ini. Belum lagi latihan untuk persiapan pertandingan voli bulan depan. Ah! Apakah mereka— anggota lain—itu tidak tahu kalau kita juga punya tugas sekolah?” Graha menggerutu. Dia adalah salah satu koordinator di dalam OSIS. Dia lebih aktif daripada yang kubayangkan. Segala macam bentuk kegiatan ekstrakulikuler di sekolah diikutinya. “Itu adalah resiko, Ha. Engkau sendiri yang memilih, maka engkau juga yang harus bertanggung jawab. Karena itulah aku tidak mau terlalu banyak ikut kegiatan di luar sekolah. Menjadi anggota OSIS saja, sudah cukup membuatku membagi hati dengan pelajaran,” sindir Derigas. “Tapi, menurutku ini tidak adil. Kita mengikuti kegiatan, bukan berarti sepenuhnya juga untuk ‘mengabdikan’ diri pada satu kegiatan. Banyak juga hal lain yang butuh diperhatikan, bukan?” Graha membela diri. Derigas geleng-geleng kepala sembari menahan senyum, kemudian mendelik ke arahku. Kali ini aku lebih memilih untuk diam. Pengabdian versus setia untuk tak
Grafis: Hari Jimi Akbar
membagi hati. Lebih baik tidak memihak salah satu dari mereka, jika tidak ingin terjadi adu argumen yang tidak berkesudahan. * Siang pun datang. Begitu terlambat untuk jiwa yang masih belum bangun pagi. Aku masih di sini. Belum terniat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Bukannya karena aku malas, namun masih ada tiga adikku yang harus disekolahkan oleh Amak dan Abak. Aku masih suka membaca. Entah itu cerita fiksi, ilmu pengetahuan, bahkan koran. Sejujurnya, aku masih penasaran dengan kata-kata Graha di masa lalu. Keadilan, keadilan, dan keadilan. Pengabdian dan kesetiaan. Derigas juga masih di sini. Bedanya denganku, dia berkuliah di kota sebelah. Graha sudah merantau jauh, juga untuk berkuliah. Katanya, dia masuk di jurusan hukum. “Aku ingin menjawab sendiri rasa penasaranku di masa kecil. Aku sudah cukup dewasa untuk tahu. Sekarang, kita harus menemukan masalah, Kawan. Setelah itu, cari jalan keluarnya,” jawab Graha saat kutanya alasannya. Jawaban itu, tak kusangka akan jadi bumerang di masa depan. Kami akan mendewasa dan beradu argumen lagi dalam sebuah masalah. * Senja dan malam, mereka datang serempak. Rasanya terlalu terburu-buru. “Gaek Sarminah tidak bersa-
lah. Tidak sengaja. Apakah engkau tidak menyadari itu? Ayolah, Ha!” bentakku pada Graha. Ia hanya bisa diam. Derigas sudah menahan emosi semenjak tadi. Gaek Sarminah seorang nenek tua yang hidup sendiri. Suaminya sudah meninggal. Anaknya merantau. Beliau orang baik. Semasa kami kecil, beliau tidak ‘pelit’ untuk berbagi. Jambu yang tumbuh di samping rumahnya, sering kami petik buahnya. Beliau selalu memberi izin. “Aku juga belum memutuskan hasil sidangnya, Hir. Aku masih berpikir,” jawab Graha lesu. Gaek bekerja sebagai tukang bersih di kawasan pertokoan di pasar. Usianya sudah tua, namun tenaganya masih muda. Dua minggu lalu, toko di sekitar tempat Gaek bekerja terbakar. Hari itu listrik padam. Malam hampir menjelang. Mata Gaek yang sudah rabun, semakin tidak dapat melihat dengan jelas di saat kelam. Beruntung beliau membawa lampu togok hari itu karena sejak dari rumah, listrik memang sudah padam. Alhasil, jadilah lampu tersebut sebagai penerang Gaek dalam melaksanakan pekerjaan. Kejadian itu terjadi secara cepat. Tak sengaja sapu yang digunakan untuk bersih-bersih, menjelma menjadi penyulut duka. Lampu togok yang ditaruh di lantai tak sengaja tersenggol hingga jatuh oleh ayunan sapu Gaek. Dalam sekejap, kejadian itu berlangsung. Beberapa toko, hampir ludes dilalap api. Beruntung, Gaek dapat diselamatkan oleh para pemuda yang saat itu tengah berjalan di kawasan pasar. Dalam pikiranku, Gaek tidak bisa disalahkan begitu saja. Setidaknya dari penjelasan yang kudengar, begitulah adanya. Namun, beberapa pemilik toko tidak mau tahu. Mereka minta ganti rugi. Walaupun mereka sendiri juga tidak yakin meminta kepada siapa. Kepada pemerintah daerah kah? Atau kepada Gaek? Namun yang jelas, saat ini Gaek lah yang diminta pertanggungjawaban.
Sidang beberapa kali diadakan untuk memutuskan masalah. Graha yang telah menjabat sebagai hakim, ikut andil menetapkan keputusan. Aku dan Derigas segera menemui Graha. Kami meminta ‘sedikit’ belas kasihannya. “Jika kau tega melihat orang tua renta mengendap menghabiskan masa tuanya dalam tahanan, sungguhlah tega engkau menjadi seseorang yang kini telah dewasa,” tegas Derigas. “Aku juga tidak tega, Der. Tapi ini masalah keadilan. Aku harus berbuat seadil-adilnya. Bukankah itu tujuanku sejak awal?” “Iya, keadilan. Aku tahu itu. Manusia butuh keadilan. Hati nurani yang mengaturmu kini. Bisakah kau buktikan keadilan itu kini padaku?” “Aku sedang berpikir, Der!” “Jika kau memutuskan sesuatu yang salah, kau lihat saja. Aku akan menganggap bahwa kita tidak pernah mengenal dan berjumpa!” ancam Derigas. * Sepertiga malam, cahaya itu ditemukan. Aku menatapi dinding kosong di hadapanku. Sejenak kupalingkan wajah ke arah jeruji besi yang kokoh. Aku menggantikan posisi Gaek Sarminah yang dianggap bersalah. Entah ini benar atau tidak. Entah juga ini adalah keadilan atau bukan. Yang jelas, aku ikhlas. Tiada uang untuk membantu, raga pun jadi. Enam bulan waktuku harus berada di sini. Amak tidak menyuruhku untuk pulang, walaupun awalnya berat melepasku. Namun, aku sudah menjelaskan semuanya. Aku sedang mempertahankan sebuah keadilan dan pengabdian. Pengabdian pada Gaek Sarminah. Pengabdian pada kedua sahabat karibku, sehingga mereka tak harus berpikir untuk tidak saling mengenal satu sama lain. Dan juga pengabdianku pada “keadilan”. Aku akan segera pulang. Hanya beberapa bulan lagi. Aku akan membawa kenangan dan pelajaran. Jeruji besi telah mengajarkanku begitu banyak makna kehidupan. Makna keadilan, kebebasan, kesejahteraan, dan pengabdian. SELESAI
KRITIK CERPEN
Fakta Hukum dalam Karya Sastra
M. Ismail Nasution, S.S., M.A.
Manusia memang memiliki keterbatasan untuk mengetahui apa yang terjadi di masa datang. Konsepsi inilah yang menjadi topik pembicaraan dalam cerpen “Jungkir Balik Masa” karya Rahmi Afzhi W. Kehidupan yang tidak disangkasangka yang dialami oleh tiga orang lelaki yang hidup ber-
sahabat sejak kecil sampai pada akhirnya setelah mereka besar persahabatan itu teruji kembali karena sebuah masalah keadilan. Hirdi dipenjara karena menggantikan Sarminah yang didakwa karena kelalaiannya mengakibatkan terbakarnya toko-toko di pasar tempatnya bekerja. Hirdi rela menanggung hukuman itu karena merasakan ketidakadilan. Salah satu hakim yang memutuskan perkara itu, Graha, sahabat Hirdi dan Derigas. Ketiganya berdebat tentang keadilan. Hirdi dan Derigas lebih mempertimbangkan hati nurani, sedangkan Graha beranggapan bahwa yang terbukti bersalah harus dihukum. Pada bagian ini, pengarang mengemukakan persoalan hu-
kum yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Hukum lebih memihak dan menguntungkan kelompok tertentu. Kisah ini mengingatkan saya pada kasus Nenek Asyani yang dituduh mencuri kayu jati beberapa waktu lalu. Asyani (63 tahun) dijatuhi hukuman 1 tahun dan denda Rp 500 juta. Dari segi fisik, kerentaannya tidak mungkin lagi untuk mendekam di kandang si tumbin itu. Ia mestinya menikmati hari tua. Hukum di Indonesia memang masih ‘abal-abal’, tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Jika dibandingkan dengan para koruptor, perbuatan Asyani tidak ada apaapanya. Nenek Asyani tetap memenuhi panggilan pengadilan walau tempat tinggalnya jauh.
Sebaliknya, sang koruptor justru ‘mangkir’ ketika dipanggil pengadilan. Ia juga tidak menyesal, tetapi justru menebarkan pesona ketika disorot media massa. Ada juga yang keluar dari penjara, fotonya terpampang ingin menjadi anggota dewan dengan motto “bangkit dari keterpurukan, membawa kemajuan.” Hukum memang berbeda dengan moral. Ia berlaku kepada siapa saja. Sanksinya tegas dan jelas. Hanya, hukum yang tidak dimuati moral membuat hukum tidak bermoral, menjadi alat untuk membunuh karakter orang lain. Di samping itu, cerpen ini menarik karena pengarang menceritakan bagaimana sosok anak muda Indonesia yang merelakan
dirinya dipenjara demi seseorang yang dianggapnya tidak patut dihukum. Dalam konteks sekarang, hal itu mustahil dan terlalu heroik. Akan tetapi, fakta di dalam karya sastra bisa jadi berbeda dengan fakta hukum. Hirdi adalah ikon sikap protes terhadap hukum Indonesia saat ini. Lewat tokoh ini, pengarang mengemukakan, dalam hukum keadilan harus dikedepankan. Hal itu disimbolkan dalam neraca yang digenggam oleh seseorang dengan mata tertutup yang bermakna keadilan harus diberikan secara objektif tanpa pandang bulu. Teruslah berkreativitas Rahmi Afzhi Wefielananda! (*)
SASTRA BUD AYA BUDA
22
Sajak
2015 Edisi No. 186/Tahun XXVI
KRITIK SAJAK
Menulis Puisi: Mengkritik Kehidupan Ada Pesan di Balik Kaca Ada wajah di balik kotak berlapis kaca. Muram, menatap lengkungan andromeda berdebu tebal. Melukis aksara dengan jari tergontai, pada kaca beruap bekas cumbuan debu. Ada pesan di balik kaca. Di kejauhan merenung pada kehidupan. Debu di lengkungan atas yang masih berkompromi betah, membalut wajah di balik kotak berlapis kaca. Ia berbicara, ada pinta terhampar pada tatap, melata di balik kaca. Pada wajah di balik kaca, semburat tatap menampar pada aksara. Terjulur menggigil bermunajat pada semesta, mengeja seduhan awan. Berharap aksaranya bernyawa. Berdetak. Bernadi.
Diasuh oleh Dr. Yenni Hayati, S.S., M.Hum.
Hanya Payau Jauh sekali jarak yang kaurentang kekasih Tertatih aku berjalan, mengejar pemandangan dan fantasi Pengembaraan ini memisahkan mimpi dan doa yang kurangkai dalam harap Saat kureguk mereka dalam waktu bersamaan, hanya payau Saat aku sampai di pengujung senja, kupahat warnamu pada mereka Agar senantiasa dapat kueja berulangulang Pada takdir dan maut sebuah senandung telah aku titip Agar kelak jika kau kembali Duniamu tak hanya hampa berpintu sunyi
18 Februari 2015 Arif Hidayatullah Mahasiswa Statistika TM 2013
Dekat makam yang kau sebut kenangan, aku masih menyimpan wujud yang serupa Fanila Insani Mahasiswa Sastra Indonesia TM 2014
Soekarno dan Generasi Doraemon “Beri aku 10 pemuda, maka aku guncang dunia,” kata Soekarno. Tapi, dia mati sebagai lelaki absurd. Lain Soe Hok Gie, seperti termaktub dalam Catatan Harian Seorang Demonstran. Selamat pagi! Lihat generasi Doraemon dengan mulut tersumpal spons melewati supermarket-supermarket yang menjual kaleng Coca-Cola, pena dan kesehatan berdarah, jalinan pagar api, serta pemerintah plastik. Kiranya, telah musnahkah matahari merangkak tahun ’98 atau cinta padang ilalang. Tidak! Rakyat kecil masih butuh agen perubahan. Padang, 28 Mei 2015 Fakhruddin Arrazzi Mahasiswa Pendidikan Fisika TM 2013
Sastrawan Budi Darma (Kompas Minggu, 16 April 2015) beranggapan, pengarang yang baik harus mampu mengendapkan dan merenungkan realitas di sekitarnya. Karya sastra bukanlah sesuatu yang instan, yang lahir begitu saja tanpa perenungan. Oleh karena karya sastra lahir dari perenungan yang dalam, diharapkan pembaca menemukan ’sesuatu’ yang (mungkin) bisa dijadikan teladan dan pembelajaran di dalamnya, tentang kearifan ataupun kritik kehidupan. Puisi Ganto kali ini, meski tidak terlalu jelas, sudah mulai menggambarkan kritik. Contohnya, dalam puisi “Soekarno dan Generasi Doraemon” karya Fakhruddin Arrazzi yang menyaran kepada pembaca agar lebih arif dalam menyikapi perubahan zaman. Generasi muda sebagai agen perubahan semestinya meneladani kearifan yang dicontohkan oleh Soekarno dan Soe Hok Gie. Fakhruddin juga memberikan kritik kepada para agen perubahan itu. Sosok Soekarno yang nasionalis berakhir di penjara akibat kesalahan fatal yang dibuatnya, …mati sebagai lelaki absurd. Lalu, Gie yang ikut memprotes kebijakan Orde Lama, mati sebagai demonstran dalam memperjuangkan “kebenaran”. Sedangkan, generasi muda saat ini dilenakan kemajuan zaman dan disebut pengarang sebagai “generasi Doraemon”, hanya mengandalkan “kantong ajaib”. Sementara, puisi “Ada Pesan di Balik Kaca” karangan Arif Hidayatullah menawarkan kearifan yang lain. Puisi ini menggambarkan bahwa tak ada yang bisa dilakukan bila sesuatu telah berlalu, ibarat sebuah foto yang tersimpan di balik kaca, yang tak bisa melakukan apa pun selain mengandalkan kebijakan orang yang melihat foto itu dalam memaknai ekspresi wajahnya. Berharap aksaranya bernyawa. Berdetak. Bernadi. Sedangkan, puisi “Hanya Payau” karya Fanila Insani menyampaikan pesan yang berbeda pula. Puisi Fanila ini menggambarkan kearifan tentang indahnya kesetiaan. …aku masih menyimpan wujud serupa. Kalau ditelaah dari segi stuktur yang berhubungan dengan bunyi, puisi-puisi Ganto kali ini jauh dari kata puitis. Bunyi-bunyi yang ditimbulkan dari diksinya tidak menimbulkan rima yang sama dan irama yang senada, sehingga tidak ditemukan suasana puitis. Puisi-puisi ini masih disampaikan dengan cara sederhana, terlihat melalui pesan, ide, dan juga pilihan katanya. Namun, diharapkan kesederhanaan itu tidak membuatnya menjadi karangan yang ecek-ecek. Sebuah puisi mestilah mengandung pesan di dalamnya. Mari lebih peka dalam menyikapi kehidupan, agar kepekaan yang disampaikan melalui sebuah puisi mampu menyentuh kepekaan pembaca, dan semoga menjadi lebih peduli. Tetap berkarya! Salam Puisi!!! (*)
C ATATAN BUD AY A BUDA
Gagak Oleh Wahida Nia Elfiza Mahasiswa Pendidikan Kimia TM 2011
Gagak merupakan burung yang sarat dengan warna hitam pada tubuhnya. Gagak burung jenis corvus yang tersebar di seluruh tempat di dunia, kecuali Antartika dan Amerika Selatan. Sebagian masyarakat menganggap gagak sebagai burung penanda malapetaka. Anggapan itu masih kuat hingga saat ini. Jika menilik sejarah perjalanan hidup manusia dalam Al-Quran, gagak pernah menjadi bagian dari kisah itu. Tepatnya pada saat terjadinya pertumpahan darah antara Habil dan Qabil, buah cinta dari Adam as. dengan Siti Hawa. Kala itu sepasang gagak datang ke depan Qabil yang tengah kebingungan menghadapi jenazah Habil. Kemudian sepasang gagak itu berkelahi dan salah satunya menga-
lahkan gagak lainnya hingga mati. Lalu gagak yang menang menguburkan gagak yang mati. Hingga akhirnya, inilah yang dijadikan contoh oleh Qabil. Keterlibatan gagak dalam sejarah kehidupan manusia bukanlah kebetulan belaka. Tetapi merupakan sebuah pelajaran berharga yang hendaknya dapat dicontoh dari kehidupan burung itu. Sejarah penguburan jenazah Habil oleh Qabil yang telah disebutkan di atas adalah salah satunya. Tidak berbeda jauh dengan manusia, gagak senantiasa hidup bersama kelompoknya. Populasi gagak memiliki pemimpin atau hakim yang bertugas untuk menghukum gagak yang melakukan kesalahan atau melanggar aturan yang telah disepakati. Hukuman benar-benar berlaku bagi
yang bersalah. Contohnya ketika salah dari satu gagak dewasa mengambil jatah makanan yang diperuntukkan bagi para anak gagak, maka sekelompok gagak akan mematuki gagak tersebut hingga bulu-bulunya habis, sehingga gagak si pengambil jatah makanan gundul dan tidak bisa berbuat apa-apa lagi seperti anak-anak gagak yang belum dewasa. Anarkis memang, tapi inilah kesepakatan hukuman yang harus diberikan dengan tegas dan adil. Tidak peduli gagak tersebut dari golongan manapun. Jika gagak tegas dan adil dari segi hukum, manusia sebagai makhluk yang diciptakan dengan kodrat sempurna daripada makhluk lainnya, hendaknya bisa lebih tajam secara logika dalam menyatakan kesalahan atau kebenaran terhadap suatu hal. Tidak peduli dengan jabatan, pangkat, dan dari golongan manapun manusia tersebut. Namun, hal berbeda pernah terjadi di Negara Indonesia baik pada tingkat lokal maupun nasional. Hukum sering tumpul ke atas dan runcing ke bawah. Apabila orang dengan kedudukan kecil melakukan
kesalahan, mereka mendapatkan tanggapan serius dan hukuman yang lebih berat. Berbeda halnya dengan orang yang berkedudukan tinggi dan berkantong tebal, terkadang mendapatkan tindak lanjut hukum lamban, bahkan hukuman yang lebih ringan dibandingkan kesalahan yang diperbuat. Salah satu contohnya adalah kasus yang terjadi di Sumatra Barat. Marlon Martua, Bupati Dharmasraya, merugikan negara Rp 4,2 milyar, namun hanya divonis satu tahun penjara, sedangkan kasus Zul Apris Dt. Tumbasa Nan Ratiah yang hanya merugikan negara Rp560 ribu, divonis satu tahun penjara. Dan masih banyak lagi ketimpangan hukum yang terjadi di negeri ini. Demikianlah keadaan hukum di tangan manusia, seperti karet yang dapat ditarik ulur. Sepertinya manusia patut belajar dari gagak. Tidakkah merasa malu dengan gagak yang dapat memberlakukan hukum dengan adil. Di mana muka akan diletakkan? (*)
2015 Edisi No. 186/Tahun XXVI
23
GANTOPEDIA
Presiden yang Terlupakan Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan sejarah dan selalu menghargai setiap jasa para pahlawannya. Lalu masih pantaskah disebut sebagai bangsa yang besar jika jasa para pahlawan dilupakan selama bertahun-tahun? Barangkali tak banyak yang mengenal nama Syafruddin Prawiranegara. Tapi siapa sangka, mantan pegawai siaran radio swasta di era sebelum kemerdekaan ini pernah menjabat sebagai presiden selama 207 hari sejak 19 Desember 1948 sampai 13 Juli 1949. Syafruddin yang lahir di Serang pada 28 Februari 1911 mendapat sebutan presiden karena pernah menjabat sebagai pimpinan tertinggi Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). PDRI sendiri terbentuk karena terjadinya peristiwa Agresi Militer Belanda II pada 19 Desember 1948. Belanda menyerang Yogyakarta yang pada saat itu merupakan ibu kota negara Indonesia. Peristiwa Agresi Militer tersebut juga menyebabkan tokoh-tokoh penting Indonesia, Soekarno dan Mohammad Hatta, tertangkap dan diasingkan ke pulau Bangka. Sebelumnya, pada November 1948 Hatta yang juga selaku menteri kemakmuran datang ke rumah Syafruddin yang berlokasi di Yogyakarta. Hatta menugaskan Syafruddin berangkat ke Bukittinggi untuk segera membentuk benteng pertahanan Republik Indonesia karena pada saat itu hanya Yogyakarta, Bukittinggi, dan Aceh yang bukan merupakan bagian negara federal bentukan Van Mook. Ketika Syafruddin berada di Bukittinggi, Agresi Militer Belanda II terjadi. Kabar bahwa Belanda menyerang Yogyakarta telah sampai kepada Syafruddin. Khawatir Soekarno dan Mohammad Hatta tertangkap oleh Belanda, pemerintah segera membuat rencana untuk membentuk Pemerintahan Darurat di Sumatra yang akan dipimpin oleh Syafruddin. Dua pesan kawat yang memberikan mandat kepada Syafruddin untuk segera membentuk pemerintahan
IKLAN
darurat dibuat untuk dikirimkan langsung kepadanya. Satu surat lagi dikirimkan kepada Drs. Sudarsono selaku Duta Besar Republik Indonesia di India dan Mr. Alex Maramis selaku menteri keuangan yang sedang bertugas di New Delhi. Tetapi, surat tersebut tidak jadi dikirimkan karena kantor pos dan telegram, serta Radio Republik Indonesia (RRI) yang berada di Yogyakarta telah diduduki oleh Belanda. Apa yang dikhawatirkan pun terjadi, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta ditangkap dan diasingkan ke pulau Bangka oleh Militer Belanda. Sehingga roda pemerintahan RI lumpuh. Mendengar pimpinan negara telah ditangkap, Syafruddin mengusulkan untuk membentuk pemerintahan darurat (emergency government) dalam rapat di salah satu rumah yang berada di Ngarai Sianok, Bukittinggi pada 19 Desember 1948. Usulan tersebut mendapat persetujuan dari Gubernur Sumatra yang kala itu dijabat oleh Tengku Muhammad Hasan. Keputusan tersebut disetujui demi menyelamatkan negara yang berada dalam bahaya akibat kosongnya kepala pemerintahan. Hingga pada 22 Desember 1948, pembentukan PDRI diresmikan di Parak Lubang Halaban, Kecamatan Lareh Sago Halaban, Kabupaten Lima Puluh Kota yang dipimpin oleh Syafruddin. Melalui radio darurat yang dikenal dengan nama Radio Rimba Raya dengan perlengkapan seadanya, ia bersama para tokoh yang ada di Sumatra Barat langsung mengumumkan kepada dunia Internasional bahwa RI masih memiliki pemimpin dan mampu menunjukkan eksistensi republik yang dinyatakan telah hilang oleh Belanda. Tindakan Belanda dalam melakukan penyerangan tersebut menimbulkan reaksi internasional. Dunia menuding Belanda bahwa mereka telah berani melakukan agresi pada negara yang berdaulat. Sehingga Belanda telah melanggar prinsip saling menghormati kedaulatan negara lain sebagaimana diatur
dalam piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hal inilah yang juga mendorong PBB mendesak Belanda kembali ke meja perundingan. Selama 207 hari PDRI yang dipimpin Syafruddin tersebut berlangsung secara berpindah-pindah, dari satu tempat ke tempat lainnya dengan terus membawa radio pemancar. Hal tersebut dikarenakan Belanda juga menyerang dan menduduki wilayah Bukittinggi. Walaupun demikian, Syafruddin tetap berhasil meneruskan kepemimpinan RI dengan menjalankan roda pemerintahan secara bergerilya sampai ke wilayah Aceh. Selain menyebarkan semangat perjuangan kepada masyarakat, mulai dari perkotaan, ke pedesaan, sampai ke daerah-daerah pelosok di pedalaman, ia sementara waktu juga menggantikan peran Soekarno-Hatta dalam menjalankan roda pemerintahan Republik Indonesia bersama dengan kabinet yang telah dibentuknya. Namun setelah masa penjajahan ber-
lalu, pada masa era Orde Baru, jasa Syafruddin dan rekan-rekannya dalam memperjuangkan kedaulatan Indonesia sempat tak diakui. Ia dianggap terlibat dalam gerakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) yang saat itu bertentangan dengan pemerintahan pusat. Akan tetapi itu bukanlah alasan untuk melupakan jasa para pahlawan yang telah bertaruh nyawa mempertahan negara dari penjajahan. Setelah bertahun-tahun dilupakan, akhirnya perjuangan itu mendapatkan perhatian. Pada 2006, Presiden Susilo Bambang Yudhono mengeluarkan Keppres 28 yang menyatakan bahwa 19 Desember ditetapkan sebagai Hari Bela Negara Republik Indonesia. Tanggal itu diperingati sebagai apresiasi terhadap Syafruddin dan kawan-kawan yang dengan gagah dan berani mempertahankan dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. (Hari Jimi Akbar dari berbagai sumber)
2015 Edisi No. 186/Tahun XXVI
IKLAN
24