CD GEA

Page 1

CATATAN DISKUSI DAN KAJIAN (CD)

DEPARTEMEN DISKUSI DAN KAJIAN BPH HMTG "GEA" ITB 2021/2022


PRAKATA Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah, karena berkat karunia-Nya departemen diskusi dan kajian BPH HMTG "GEA" ITB 2021/2022 dapat berjalan dengan baik. Selanjutnya, rasa terima kasih juga saya sampaikan kepada para staf tetap dan staf magang yang sudah mau membantu menyukseskan departemen ini. CD GEA hadir sebagai salah satu strategi departemen diskusi dan kajian BPH HMTG "GEA" ITB untuk merangkum dan menyajikan semua artikel dan infografis yang dihasilkan selama kepengurusan departemen diskusi dan kajian BPH HMTG "GEA" ITB 2021/2022. Harapannya, massa GEA dapat menikmati dan memahami informasi yang disampaikan secara lebih ringkas dan padat.


DAFTAR ISI GASIN

1 GEA NGOPI

GEBERIN

119

150 GEBER MT

161


GASIN

1


GASIN

2


GASIN

3


GASIN

4


GASIN

5


GASIN

6


GASIN

7


GASIN

8


GASIN

9


GASIN

10


GASIN

11


GASIN

12


GASIN

13


GASIN

14


GASIN

15


GASIN

16


GASIN

17


GASIN

18


GASIN

19


GASIN

20


GASIN

21


GASIN

22


GASIN

23


GASIN

24


GASIN

25


GASIN

26


GASIN

27


GASIN

28


GASIN

29


GASIN

30


GASIN

31


GASIN

32


GASIN

33


GASIN

34


GASIN

35


GASIN

36


GASIN

37


GASIN

38


GASIN

39


GASIN

40


GASIN

41


GASIN

42


GASIN

43


GASIN

44


GASIN

45


GASIN

46


GASIN

47


GASIN

48


GASIN

49


GASIN

50


GASIN

51


GASIN

52


GASIN

53


GASIN

54


GASIN

55


GASIN

56


GASIN

57


GASIN

58


GASIN

59


GASIN

60


GASIN

61


GASIN

62


GASIN

63


GASIN

64


GASIN

65


GASIN

66


GASIN

67


GASIN

68


GASIN

69


GASIN

70


GASIN

71


GASIN

72


GASIN

73


GASIN

74


GASIN

75


GASIN

76


GASIN

77


GASIN

78


GASIN

79


GASIN

80


GASIN

81


GASIN

82


GASIN

83


GASIN

84


GASIN

85


GASIN

86


GASIN

87


GASIN

88


GASIN

89


GASIN

90


GASIN

91


GASIN

92


GASIN

93


GASIN

94


GASIN

95


GASIN

96


GASIN

97


GASIN

98


GASIN

99


GASIN

100


GASIN

101


GASIN

102


GASIN

103


GASIN

104


GASIN

105


GASIN

106


GASIN

107


GASIN

108


GASIN

109


GASIN

110


GASIN

111


GASIN

112


GASIN

113


GASIN

114


GASIN

115


GASIN

116


GASIN

117


GASIN

118


GEA NGOPI

119


Karya 1 (Enggal Estuaji)

GEA NGOPI

120


GEA NGOPI

121


GEA NGOPI

122


GEA NGOPI

123


GEA NGOPI

124


GEA NGOPI

125


Karya 2 (Muhammad Faiz Azka Siregar)

Pemerintah telah menyatakan dikeluarkannya abu batubara dari kategori limbah B3 dan hal ini telah dilandasi dengan pengujian ilmiah oleh para ahli. Limbah itu pun dapat bermanfaat sebagai bahan konstruksi dan kegunaan lainnya. Direktur Jendral Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati menyampaikan, kajian tersebut menunjukkan bahwa abu terbang dan abu padat (fly ash dan bottom ash/FABA) dari kegiatan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) tidak mudah menyala pada suhu di atas 140 derajat Fahrenheit dan tidak mudah meledak. Berdasarkan hasil uji konsentrasi logam berat dengan 16 parameter juga menunjukkan bahwa FABA memenuhi baku mutu sesuai aturan dalam lampiran Peraturan Menteri LHK Nomor 10 Tahun 2020 tentang Tata Cara Uji Karakteristik dan Penetapan Status Limbah B3. Menurut Rosa Vivien Ratnawati limbah kategori B3 itu memiliki karakteristik mudah menyala, mudah meledak, reaktif, korosif, dan serangkaian uji konsentrasi logam berat. Kami melakukan tes terhadap limbah batubara yang berasal dari PLTU dan hasilnya, FABA tidak memenuhi kategori sebagai limbah B3. Kemudian Kembali ditegaskan bahwa FABA yang masuk dalam kategori limbah non-B3, yaitu yang berasal dari kegiatan PLTU dan melalui pembakaran sempurna. Sementara FABA yang berasal dari kegiatan industri lainnya dan menggunakan teknologi stoker boiler atau tungku pembakaran masih tergolong limbah B3. Walaupun tak tergolong dalam limbah B3 lagi, namun pengelolaan dan pemanfaatan abu batubara untuk sejumlah kegiatan tetap diawasi secara ketat. Saat ini sedang dilakukan penyusunan standar-standar seperti penyimpanan, pengumpulan, dan penimbunan. Nantinya dalam Peraturan Mentri LHK dan akan masuk dalam dokumen persetujuan lingkungan. Ternyata sejumlah potensi pemanfaatan dari FABA, khususnya terkait dengan kandungan unsur tanah jarang (rare earth element/REE) yang dapat dimanfaatkanuntuk berbagai material industry teknologi maupun pertahanan.

GEA NGOPI

126


Dirjen Ketenagalistrikan Kementria ESDM Rida Mulyana mengatakan, jumlah produksi FABA yang diolah pada 2019 baru mencapai 9,7 juta ton atau 10% dari total penggunaan batubara sebanyak 97 ton. Pengelolaan FABA di Indonesia masihlah belum efektif, namun jika dikelola dengan efektif akan memberikan sebuah keuntungan. Dari catatan Kamar Dagang dan Industri Indonesia, pemanfaaatan FABA sebagai pencampuran bahan baku beton berpotensi memberikan efisiensi anggaran pembangunan infrastruktur sebesar Rp.4,3 triliun sampai tahun 2028. Berbagai kegunaan FABA, yaitu: 1. Campuran bahan baku beton 2. Abu terbang mampu memperbaiki strukturnya sendiri saat terjadi keretakan 3. Abu terbang dapat meningkatkan kesuburan dan tekstur tanah 4. Mengoptimalkan nilai keasaman 5. Menyediakan nutrisi mikro dan makro 6. Mencegah terbentuknya air asam tambang Referensi : Presentasi Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Bercaun, 15 Maret 2021

GEA NGOPI

127


Karya 3 (Dede Mohammad Rizman)

Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 22 tahun 2021 yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja, dalam Lampiran XIV, yang mengeluarkan abu terbang dan abu dasar (fly ash & bottom ash disingkat FABA) dari daftar limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), dengan penjelasan sudah melalui pengujian yang panjang salah satunya yaitu berdasarkan uji karakteristik pembakaran di pembangkit yang dilakukan pada temperatur tinggi. Suhu pengujian di atas 140o F, karena itu kandungan unburnt carbon di dalam FAB menjadi minimum dan lebih stabil saat disimpan. Lalu hasil uji karakteristik lain juga tidak ditemukannya hasil reaktif terhadap sianida dan sulfida, serta tidak korosif. Sedangkan karakteristik dari limbah B3 adalah reaktif terhadap sianida dan sulfida serta bersifat korosif. Begitu penjelasan dari Dirjen PSLB3 kementrian LHK, Rosa Vivien Ratnawati. Namun walau dinyatakan limbah non-B3 pelaku usaha yang menghasilkan FABA tetap harus memenuhi standar dan persyaratan teknis yang ketat, lanjut Vivien. Hal ini juga senada dengan Dirjen Ketenagalistrikan kementrian ESDM Rida Mulyana bahwa FABA PLTU itu menunjukkan karakteristik limbah non-B3. Sementara dari Indonesian Center for Environment Law (ICEL) tidak menyetujui terbitnya PP tersebut karena dianggap dapat memberi ancaman bagi kesehatan dan lingkungan hidup. Jika melihat dari kasusnya saya melihat dari perspektif lain justru ini merupakan satu langkah baik bagi Indonesia yang berani mengeluarkan FABA dari limbah B3 untuk memberi kemudahan agar limbah batubara ini bisa dimanfaatkan sebagai campuran substitusi lain termasuk digunakan dalam pembangunan infrastruktur yang saat ini masih gencar dilakukan oleh Bapak Presiden. Walupun tentunya banyak yang kontra karena dihawatirkan dapat mencemari lingkungan dan menggangu Kesehatan, justru jika memang pemerintah sudah menetapkan FABA bukan lagi limbah B3 maka ini mengindikasikan pemerintah sudah siap dengan konsekuensinya dan bisa mengantisipasinya. Karena jika kita melihat dari segi pemanfaatan FABA ini negara-negara seperti Amerika Serikat, Australia, Tiongkok, India, Jepang dan bahkan Vietnam sudah memanfaatkan FABA ini secara masiv untuk campuran semen dalam pembangunan infrastruktur jalan, jembatan, dan timbunan reklamasi lahan bekas tambang, sementara di Indonesia saat ini masih sangat rendah tercatat untuk fly ash kurang dari 1% dan

GEA NGOPI

128


bottom ash kurang dari 2% pemanfaatannya. Hal ini karena sebelumnya regulasi untuk pemanfaatan FABA saat menjadi limbah B3 itu sangat kompleks dan membutuhkan biaya yang mahal, sehingga pemanfaatan FABA masih kurang. Sehingga jika ini bisa mendorong Indonesia lebih maju dan Indonesia siap mengantisipasi masalah yang akan muncul kedepannya saya mendukung PP No. 22 tahun 2021 yang mengeluarkan FABA dari daftar limbah B3. Referensi : http://www.apbi-icma.org/news/4649/kontroversi-isu-faba-sebagai-limbah-nonb3 (diakses April 2021) https://lokadata.id/artikel/limbahnya-tak-masuk-b3-pltu-batu-bara-jadi-andalansampai-2040 (diakses April 2021) https://www.merdeka.com/peristiwa/limbah-b3-bisa-dikelola-untuk-pertaniandengan pengawasan-ketat-hingga-penuhi-standar.html (diakses April 2021)

GEA NGOPI

129


Karya 4 (Choirul Anam Aufal Hamdi)

Halo para pembaca, kenalin aku Aufal dari GEA 19 dan disini aku ingin menyampaikan opiniku terkait dengan Batu bara yang tak lagi termasuk dalam limbah B3 menurut PP No.22 tahun 2021. Aku menyatakan tidak setuju keputusan pemerintah yaitu PP No. 22 tahun 2021 saat ini. Sangat disayangkan sekali, dilain sisi dunia sedang menggemparkan energi hijau, Indonesia malah membuat batu bara sebaga limbah non-B3. Coba kita ulik sedikit lebih dalam lagi, didalam peraturan pemerintah nomor 22 tahun 2021 sudah dijelaskan bahwa ada tujuan baik didalam penghapusan batu bara di daftar limbah B3, Abu dari PLTU masuk ke kategori non-B3 karena telah melalui pembakaran degan suhu tinggi sehingga memiliki karbon sangat sedikit serta akan menghaslkan FABA yang sangat minimum dan stabil saat disimpan menurut Dirjen PSLB3 Kementrian Lingkunga Hidup dan Kehutanan (KLHK) Vivien. KLHK juga menegaskan tidak semua FABA yang dicabut dari limbah B3, namun hanya abu pembakaran di luar fasilitas stoker boiler atau tungku industri. Keputusan ini tentunya tidak luput dari keterlibatan pemiliki usaha pertambangan yang merasa kesulitan karena regulasi yang terlalu panjang nan sulit dan juga pengelolaan limbah yang bisa mencapai ratusan juta rupiah, di negara lain limbah FABA dapat dimanfaat sehingga punya nilai komersil ujar Hariyadi, Ketua Umum Apindo. Statement tersebut memang terlihat positif bukan?, namun siapa yang tahu akan seperti apa bentuk aplikasi realnya. Dari beberapa sumber yang aku baca aku menemukan satu kata yang tepat untuk mengungkapkannya, “Jika FABA memiliki nilai ekonomis mengapa yang dikeluarkan PP tentang penghapusan batubara dari non-B3, kenapa tidak mengeluarkan regulasi tentang pemanfaatannya?”. Aku rasa memang pemerintah tidak menomor satukan pemanfaatan limbah ini dalam pengesahan putusan limbah batu bara menjadi non B3, namun lebih fokus untuk mempermudah dan mempermurah produksi perusahaan batu bara. Pengubahan limbah batu bara menjadi non B3 juga mengakibatkan abu batu bara yang tidak perlu diuji terlebih dahulu sebelum dimanfaatkan, yang artinya terdapat risiko di mana abu batubara dimanfaatkan tanpa kita ketahui potensi pencemarannya. Kewajiban pelaku usaha PLTU juga menjadi hilang yaitu

GEA NGOPI

130


memiliki sistem tanggap darurat untuk pengelolaan abu batu bara, dan masih ada beberapa masalah kebijakan lain yang seharusnya dipertimbangkan terlebih dahulu daripada mengganti batu bara menjadi non B3. Limbah FABA batu bara merupakan hal yang baik jika bisa dimanfaatkan, namun perlu penelitian lebihlanjut dan memperbanyak pengadaan lab yang mampu untuk memastikan limbah FABA batu bara ini tidak mencemari lingkungan, keputusan pemerintah untuk mengubah limbah FABA batu bara menjadi non B3 dinilai belum tepat karena kemampuan lab lab masih kurang jika memang diperuntukan untuk memanfaatkan limbah FABA batu bara, pajak pencemaran yang bisa digunakan sebagai ganti rugi pencemaran juga menjadi tidak ada, sehingga dinilai tidak adil. Pengubaha limbah FABA batu bara juga disinyalir memiliki maksud lain karena keputusannya tidak fokus kepada pemanfaatan limbah nya, seharusnya jika memang berniat fokus, perumusannya seharusnya dikaji terlebih dahulu dan peningkatan fasilitas lab yang mumpuni diperbanyak, sehingga pada saat perumusan diresmikan, peraturan dan harapan kita bisa sesuai dengan ekspetasi. Menurutku putusan ini salah dan seharusnya ada revisi untuk menolong lingkungan dan masyarakat terdampak agar indonesia bisa lebih baik lagi di pemerintahan dan juga masyarakatnya. Sumber Limbah Batu Bara Ternyata Memiliki Beragam Manfaat. Begini Kata Pakar! (unair.ac.id) 4 Catatan Kritis ICEL Soal Abu Batubara Bukan Lagi Limbah B3 hukumonline.com Pemerintah klaim abu batu bara bukan limbah B3 sudah berdasarkan 'kajian ilmiah', warga terdampak abu PLTU: 'debu bukan seperti cabe begitu dimakan langsung pedas' - BBC News Indonesia KLHK jelaskan alasan abu PLTU masuk dalam limbah non-B3 - ANTARA New

GEA NGOPI

131


Karya 5 (Muhamad Taufik Rizki Tsalatsa)

Beberapa waktu terakhir publik sempat dihebohkan dengan keputusan Presiden Joko Widodo yang menandatangani PP No 22/2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dimana dalam peraturan ini limbah debu batubara atau fly ash and botton ash (FABA) dikeluarkan dari kategori limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun). Batubara memang terkenal sebagai sumber energi yang tidak ramah lingkungan1 , yang salah satu limbah nya berupa FABA (fly ash dan bottom ash). Fly ash adalah abu sisa pembakaran batubara yang terbawa terbang ke udara, sedangkan bottom ash adalah abu sisa pembakaran batubara yang mengendap. Disisi lain FABA ini acapkali diolah dan dimanfaatkan sebagai material bahan kontruksi, khususnya sebagai beton karena dinilai baik digunakan sebagai material bahan kontruksi karena memiliki sifat pozzolan. Sudah berjalannya pemanfaatan FABA ini menjadi material kontruksi-lah yang kemudian mendasari pencabutan FABA sebagai limbah non-B3. Karena apabila FABA dikategorikan sebagai Limbah B3, maka pelaku usaha penghasil FABA harus mematuhi kewajiban pengelolaan Limbah B3 sebagaimana yang diatur di dalam PP No. 101 Tahun 2014 yang mengatur kewajiban pengelolaan FABA berupa kegiatan pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengelolaan dan kegiatan penimbunan Limbah B3. Tahapan tersebut dinilai sangat menyulitkan perusahaan karena prosedur permohonan perizinan yang ribet dan memakan waktu yang lama2 . Oleh karena itu pengelolaan FABA menjadi tidak berlangsung secara efisien dan efektif serta dan membebani keuangan pelaku usaha yang juga memiliki komitmen dalam mengelola limbah yang dihasilkan dari kegiatan usaha termasuk FABA. Hal tersebut kemudian direspon pemerintah dengan mencabut limbah batubara sebagai limbah B3 dengan tujuan agar memperlancar pemanfaatan FABA sebagai material kontruksi3 . Sekilas kebijakan ini terlihat baik dan terukur, padahal sebenarnya kebijakan ini merupakan kebijakan yang sangat berisiko jika pelaksanaannya tidak dilaksanakan dengan hati-hati. Faktanya tidak semua penghasil FABA memiliki

GEA NGOPI

132


komitmen dalam pengelolaan FABA. Dengan perkiraan FABA yang dihasilkan sekitar 10 juta–15 juta ton per tahun setidaknya hanya 10% pelaku usaha penghasil FABA yang sudah menerapkan pengelolaan FABA. Dan Dengan semakin meningkatnya kebutuhan batubara sebagai sumber energi, FABA yang dihasilkan semakin bertambah yang apabila tidak dikelola dengan baik FABA yang tidak termanfaatkan akan menumpuk dan dapat menyebabkan permasalahan lingkungan. Dibalik tujuan dan risiko yang dapat ditimbulkan dari dikeluarkanya limbah batubara sebagai limbah B3, sebaik-baiknya sikap adalah menghindari risiko dan berhati-hati sebab dengan kebijakan ini maka pelaku usaha penghasil FABA akan kehilangan tanggungjawab untuk memiliki sistem tanggap darurat untuk pengelolaan abu batubara dimana hal ini akan sangat rawan terjadi penyalahgunaan dan kelalaian yang akan sangat berdampak buruk pada lingkungan. Referensi : 1. Koplitz, Shannon. (2017) “Burden of Disease from Rising Coal-Fired Power Plant Emissions in Southeast Asia”. Environmental Science & Technology 51(3) Harvard University. USA. DOI: 10.1021/acs.est.6b03731 2. International Coal Mining Asociation (2021). “Kontoversi Isu FABA sebagai Limbah Non B3” diakses melalui http://www.apbiicma.org/news/4649/kontroversi-isu-faba-sebagai limbah-non-b3 3. Singh, M. and Siddique, R. (2015) “Properties of Concrete Containing High Volumes of Coal Bottom Ash as Fine Aggregate.” Journal of Cleaner Production, 91, 269-278. 4. Mongabay (2021), “Kala Pemerintah Keluarkan Aturan Limbah Batubara Tak Masuk B3. Diakses melalui “https://www.mongabay.co.id/2021/03/12/kalapemerintah-keluarkan aturan-limbah-batubara-tak-masuk-b3

GEA NGOPI

133


GEA NGOPI

134


Karya 1 (Yanuar Atha Azhari)

Indonesia merupakan negara maritim dan agraris yang 270 juta penduduknya saling hidup berdampingan sebagai mahkluk sosial, dalam tatanan negara demokrasi yang bersifat non blok. Sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani dan nelayan yang bergantung pada kondisi alam dan lingkungan demi kelangsungan hidupnya. Indonesia sendiri dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan yang tersebar luas, mengelilingi keseluruhan pulau kecil maupun besar. Indonesia juga dikenal sebagai negara kaya yang memiliki sumber daya alam dan sumber daya mineral yang melimpah, sebagai akibat dari kondisi historis geologis dan geografis Indonesia yang dilalui banyak jalur pegunungan aktif dan tektonisme intensif sejak jaman purba. Menurut Robert Hall, dalam publikasinya berjudul “Late Jurrasic-Cenozoic Reconstructions of The Indonesian Region and The Indian Ocean” pada tahun 2012, memperkirakan pembentukan kepulauan Indonesia sudah terjadi sejak 100 hingga 20 juta tahun yang lalu. Sedangkan pembentukan rangkaian pegunungan muda di sepanjang pulau Sumatera dan Jawa terjadi sekitar 2 hingga 3 juta tahun yang lalu dan masih terjadi hingga saat ini. Sebagai salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di dunia, sudah sewajarnya Indonesia membutuhkan pasokan energi dan pangan yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan dasar dari warga negaranya (sandang, pangan, papan, pendidikan, dan teknologi). Ketahanan energi dan pangan menjadi salah satu isu terpenting dari Indonesia yang harus terjamin dan sirkulasi didalamnya tidak boleh terputus. Artinya, keseluruhan proses yang terkait dan terjadi didalamnya seperti konsumsi, produksi, dan distribusi harus terus-menerus berjalan sebagaimana mestinya, tanpa henti, dan tanpa gangguan. Dari Badan Ketahangan Pangan tahun 2020, menyebutkan potensi lahan basah dan kering di Indonesia mencapai 190 juta hektar dan baru dimanfaatkan sekitar 17%. Sehingga, masih terdapat potensi 83% luas lahan yang seharusnya dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian, perkebunan, maupun lahan peternakan.

GEA NGOPI

135


Sedangkan untuk kebutuhan energi, dari Data Energi Eksekutif yang diterbitkan oleh Dewan Energi Nasional, menyebutkan bahwa pada tahun 2018 jumlah kebutuhan Indonesia untuk minyak adalah sebanyak 570 juta BOE (Barrel Oil Equivalent), untuk gas sebanyak 290 juta BOE, dan untuk batubara sebanyak 480 juta BOE. Sedangkan total kebutuhan energi oleh Indonesia pada tahun 2018 (ditambah energi geotermal, energi hidro, dan biofuel) mencapai 1.450 juta BOE atau setara dengan 2,5 juta GWh. Sebagai salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di dunia, Indonesia juga menyumbang produk samping yang sangat besar setiap harinya. Produk samping dapat berupa limbah rumah tangga, polusi, hingga limbah yang tidak dapat didaur ulang yang jika terus-menerus terakumulasi dapat menyebabkan ketidakstabilan ekosistem dan lingkungan. Dilansir dari situs Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pada tahun 2020 tercatat timbunan sampah seluruh Indonesia (kurang-lebih sebanyak 289 Kabupaten/Kota se-Indonesia) adalah sebanyak 33 juta ton sampah per tahun. Jumlah sampah terkelola adalah sebanyak 62%, sedangkan sampah tidak terkelola mencapai kurang-lebih 38%. Berkaca pada daur ulang sampah DAS Citarum pada tahun 2019 oleh Pusat Daur Ulang (PDU) Citarum, Jawa Barat, disebutkan bahwa pengelolaan sampah 10 ton per hari dapat mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRC) sekitar 5.000 ton CO2 per tahun. Jika dikalkulasikan, maka dari 62% sampah yang berhasil dikelola oleh Indonesia, dapat mengurangi emisi GRC sebanyak 28 juta ton CO2 per tahun. Artinya, dari 38% keseluruhan sampah di Indonesia per tahun yang tidak terkelola, Indonesia memiliki PR untuk mengurangi potensi emisi GRC sebanyak 17 juta ton CO2 per tahun. Diantara berbarai upaya untuk mengurangi dampak pemanasan global akibat emisi GRC, saat ini ditemukan metode pengurangan emisi dengan menginjeksikan CO2 di udara ke dalam tanah, yang dikenal dengan metode CCUS (Carbon Capture Utilization and Storage). Dengan kolaborasi berbagai bidang keahlian, CO2 yang telah diinjeksikan ataupun yang berada di dalam tanah, kemudian dapat dikelola menjadi cairan untuk membantu mendorong minyak bumi dalam pengeboran migas (injection fluid), cairan dalam

GEA NGOPI

136


sistem Geotermal (circulation fluid), maupun diolah menjadi gas metana untuk bahan baku gas elpiji. Kesuksesan CCUS juga nantinya dapat mendorong perkembangan geological storage di Indonesia untuk dapat menyimpan sampah hingga sampah radioaktif dari pembangkit listrik tenaga nuklir. Akibat Paris Agreement oleh UNFCC (United Nation Framework Convention on Climate) yang mulai berlaku pada tahun 2020 (tentang konvensi kebijakan iklim yang mulai beralih ke pengurangan emisi CO2), sebagian besar industri di dunia mulai beralih kepada proses produksi yang low-carbon emission dan green industry orientation. Maka, sudah semestinya masyarakat Indonesia juga sadar akan hal ini untuk turut ikut andil dalam perubahan model industri dan perkembangan teknologi kedepnnya. Banyak industri di Indonesia – diantaranya industri migas – yang saat ini sudah mulai beralih ke green energy development. Pada industri migas, gas buang dari pengeboran migas (flare) pada anjungan lepas pantai dan anjungan darat saat ini mulai digunakan sebagai sumber energi untuk untuk bitcoin mining. Selain itu, saat ini juga sudah mulai digalakkan industri kreatif yang menggunakan bahan baku daur ulang, seperti kain dari pengolahan limbah plastik dan limbah sisa kain (perca) pada produk perlengkapan pendakian gunung, maupun plastik biodegradable dari tepung singkong. Kesempatan ini tentunya harus menjadi peluang masyarakat Indonesia untuk terus berkembang dan menyesuaikan diri dalam perubahan. Bagi seorang geologiwan, diantaranya adalah dengan mengetahui potensi cekungan-cekungan di Indonesia yang dapat berperan sebagai geological storage untuk menampung CO2, sampah yang tidak dapat dikelola, hingga limbah radioaktif hasil dari pembangkit listrik tenaga nuklir. Bagi seorang konservator lingkungan, melakukan kampanye tentang zero plastic, zero waste, maupun bike to work juga dapat menjadi peluang edukasi dan langkah penyuluhan non-struktural yang kemudian dapat ditiru oleh seluruh masyarakat Indonesia. Tentunya, hal tersebut tidak dapat dilakukan sendiri, namun harus berkolaborasi dengan bidang-bidang energi terbaharukan lainnya.

GEA NGOPI

137


Dengan melihat hal tersebut, untuk mempersiapkan diri dalam transformasi tersebut masyarakat harus sadar dan mempelajari perkembangan dari banyak sektor energi terbaharukan dan teknologinya. Karena, jangan sampai ada anggapan bahwa metode CCUS lebih baik dari LST (Listrik Tenaga Surya) dalam menyediakan energi bersih bebas polusi dan keduanya bersifat bisa saling menggantikan satu sama lain. Tetapi, keseluruhan energi terbaharukan bersifat saling melengkapi dan turut andil dalam menurunkan emisi CO2, demi terciptanya ketanahan energi dunia, lingkungan yang bersih, bebas polusi, dan menjawab tantangan UN Sustainable Development Goals tentang Climate Action, Sustainable Living – Cities and Communities, Clean Energy, dan tentunya Good Health and Well-Being. PUSTAKA https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/susun-grand-desainstrategi energi-nasional-pemerintah-petakan-pemenuhan-kebutuhan-energihingga-2040 https://www.bps.go.id/subject/7/energi.html#subjekViewTab5 3. https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0040195112002533 4. https://www.antaranews.com/berita/1024588/daur-ulang-sampah-das-citarumtekan 5000-ton-co2-emisi-gr

GEA NGOPI

138


Karya 2 (Dede Mohammad Rizman) Menurut Konvensi Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim (United Nation Framework Convention on Climate Change atau UNFCCC), sistem iklim dalam hubungannya dengan perubahan iklim didefinisikan sebagai totalitas atmosfer, hidrosfer, biosfer, dan geosfer dengan interaksinya. Sedangkan perubahan iklim dinyatakan sebagai perubahan pada iklim yang dipengaruhi langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia yang mengubah komposisi atmosfer, yang akan memperbesar keragaman iklim teramati pada periode yang cukup panjang (Trenberth, 1995 dalam Harmoni, 2005). Perubahan iklim global salah satunya dipicu oleh akumulasi gas-gas pencemar di atmosfer terutama karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O) dan kloroflourocarbon (CFC). United States Department of Agriculture (USDA), tahun 2010 (dalam Adib, 2014) menyebutkan bahwa telah terjadi kenaikan konsentrasi gas-gas pencemar tersebut sebesar 0,50 - 1,85% pertahun nya. Konsentrasi tinggi dari gas-gas pencemar tersebut akan memerangkap energi panas matahari yang dipantulkan oleh permukaan bumi di zona atmosfer. Iklim di Indonesia, dipengaruhi oleh ‘El Niño-Southern Oscillation’ yang setiap beberapa tahun memicu terjadinya cuaca ekstrem. El Niño berkaitan dengan berbagai perubahan arus laut di Samudera Pasifik yang menyebabkan air laut menjadi sangat hangat. Kejadian sebaliknya, arus menjadi sangat dingin, yang disebut La Niña. Kejadian yang terkait dengan peristiwa ini adalah “Osilasi Selatan” (Southern Oscillation) yaitu perubahan tekanan atmosfer di belahan dunia sebelah selatan. Perpaduan seluruh fenomena inilah yang dinamakan El Niño Southern Oscillation atau disingkat ENSO (UNDP, 2007 dalam Adib, 2014). Satu hal yang tidak dapat dipungkiri adalah bahwa pada abad 20 temperatur rata-rata bumi naik 0,40,8°C. Kenaikan ini diduga akan terus berlangsung, dan pada tahun 2100 nanti temperatur rata rata global akan menjadi 1,4- 5,8°C lebih hangat. Salah satu akibat atau efek pemanasan global tersebut adalah pada naiknya kemungkinan frekuensi dan intensitas kejadian cuaca ekstrem, seperti badai, banjir, dan kekeringan (Harmoni, 2005).

GEA NGOPI

139


Perubahan iklim yang dicirikan oleh peningkatan suhu udara dan perubahan besaran dan distribusi curah hujan telah membawa dampak yang luas dalam banyak segi kehidupan manusia dan diperkirakan akan terus memburuk jika emisi gas rumah kaca tidak dapat dikurangi dan distabilkan. Dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dipengaruhi oleh kerentanan suatu sistem. Kerentanan (vulnerability) didefinisikan sebagai kemampuan suatu sistem (termasuk ekosistem, sosial ekonomi, dan kelembagaan) untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Selain itu kerentanan juga merupakan suatu kondisi masyarakat atau suatu komunitas yang menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya, sehingga apabila terjadi bencana akan mengalami kerusakan dan gangguan. (Rizal, 2015). Sistem yang rentan tidak akan mampu mengatasi dampak yang kecil sekalipun, apalagi jika perubahan yang teljadi sangat bervariasi. IPCC (200 I) menggolongkan risiko akibat perubahan iklim menjadi risiko ekstrim sederhana dan risiko ekstrim kompleks (Harmoni, 2005). Dampak iklim akan meningkat sejalan dengan berlanjutnya peristiwa perubahan iklim. Sebagian besar aspek perubahan iklim akan bertahan selama berabadabad bahkan jika emisi gas rumah kaca dapat dihentikan. Sebagian besar dampak dari peristiwa perubahan iklim tidak dapat diubah (irreversible). Risiko kerusakan akan terus meningkat selama berabad-abad, terutama proses terjadinya kenaikan permukaan air laut. Pada zaman es terakhir (120.000 tahun yang lalu), ketika suhu dunia meningkat 2°C lebih hangat, permukaan air laut naik 5-10 meter lebih tinggi karena melelehnya lapisan es (KLHK, 2017). Berdasarkan KLHK (2017) Dampak tersebut dapat kita kendalikan dengan melakukan aksi-aksi, sebagai berikut pertama adaptasi yaitu tindakan menyesuaikan diri untuk mengantisipasi pengaruh buruk iklim nyata dengan cara membangun strategi antisipasi dan memanfaatkan peluang-peluang yang menguntungkan, kedua mitigasi yaitu upaya stabilisasi konsentrasi gas rumah kaca dalam atmosfer untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi bencana, ketiga REDD+ yaitu mekanisme pengelolaan hutan

GEA NGOPI

140


berkelanjutan untuk memelihara dan meningkatkan tutupan hutan memastikan sumber daya termanfaatkan dan terbarukan, serta terjadinya konservasi nilai asset hutan dan keempat proklim yaitu upaya meningkatkan keterlibatan masyarakat dan pemangku kepentingan lain untuk melakukan penguatan kapasitas adaptasi terhadap dampak perubahan iklim dan penurunan emisi gas rumah kaca. Referensi : Adib, M., 2014, “Pemanasan Global, Perubahan Iklim, Dampak, dan Solusinya di Sektor Pertanian,” BioKultur, Vol.III, No.2, hal. 420-429. Harmoni, A., 2005, “Dampak Sosial Ekonomi Perubahan Iklim,” Proceeding. Seminar Nasional PESAT Universitas Gunadanna, Jakarta, 23-24 Agustus 2005. Hal. 62-68. Rizal, M. A., 2015, “Analisis Kerentanan Fisik Bahaya Lahar di Desa Sekitar Kali Putih Kabupaten Magelang,” Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada. Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2017, “Dampak Negatif Perubahan Iklim,” Website: http://ditjenppi.menlhk.go.id/kcpi/ (diakses, September 2021)

GEA NGOPI

141


Karya 3 ('Aisyah Qurrata'aini) Bosan gak sih mendengar kata-kata perubahan iklim? Seperti cuaca, bukannya iklim memang akan terus berubah-ubah? Bumi juga udah berkali-kali mengalami perubahan iklim, kenapa perubahan yang sekarang sangat diperhatikan? Janganjangan cuma hoaks. Atau jangan-jangan konspirasi elit global? Sayangnya, perubahan iklim bukan hoaks apalagi konspirasi elit global. Perubahan iklim nyatanya memang terjadi dan memiliki tempo yang lebih cepat dari sebelumnya. Itulah kenapa perubahan iklim kali ini mendapatkan sorotan yang luar biasa. Selain itu, perubahan iklim kali ini banyak dipengaruhi aktivitas manusia dan akan memengaruhi aktivitas manusia ke depannya. Perlu bukti? Naiknya kadar karbon dioksida dan gas rumah kaca menjadi hal yang sering dikambing hitamkan pada masalah ini. Penggunaan minyak mentah dan batubara menyebabkan lepasnya karbon dioksida yang telah tersimpan jutaan tahun. Pertanyaan selanjutnya, bagaimana perubahan iklim dapat memengaruhi kehidupan manusia? Lingkungan menjadi faktor pendukung utama dalam keberhasilan makhluk hidup, terutama manusia. Lingkungan yang tepat akan membantu makhluk hidup untuk hidup dan berkembang biak. Dengan adanya perubahan iklim, lingkungan ideal manusia dapat berubah dalam waktu cepat. Perubahan yang cepat akan meminimalisir kemungkinan untuk beradaptasi dan berujung pada kepunahan. Sebuah akhir tragis yang sedang menunggu tidak hanya manusia tapi juga spesies lain di bumi. Apakah manusia tidak dapat mengatasi hal tersebut? Sayangnya, manusia masih belum menemukan cara yang tepat untuk menangkal perubahan iklim. Masih belum ada alat yang dapat digunakan untuk menyedot karbon dioksida dari atmosfer. Begitu pula tempat penyimpanan untuk karbon dioksida tersebut, proses penangkapan dan penyimpanan karbon dioksida (carbon capture, utilization, and storage) memang semakin menjanjikan namun masih menuai banyak pro dan kontra. Penggunaan energi terbarukan yang akhir-akhir ini

GEA NGOPI

142


terjadi pun seakan menjadi solusi mutlak atas kelebihan gas rumah pada atmosfer kita. Sayangnya, penggunaan energi terbarukan tidak dapat menghapuskan jejak-jejak gas rumah kaca yang tertinggal sebelumnya. Tak hanya itu, energi terbarukan memiliki kekurangannya dan risikonya masingmasing. Apakah benar-benar tidak ada jalan keluar untuk masalah perubahan iklim? Apakah manusia harus mencari planet baru untuk disinggahi? Kalau ada, apakah manusia dapat lebih bijak dalam mengelola planet tersebut? Apa yang sebenarnya harus dilakukan oleh manusia? Mematikan lampu saat siang hari, mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, memilih produk yang ramah lingkungan. Hal-hal kecil yang tidak signifikan inilah yang sering kali kita lupakan. Kita sering kali menyalahkan industri dan cerobong asap mereka yang mengeluarkan emisi gas rumah kaca. Atau menyalahkan gas buangan sapi-sapi ternak yang siap menjadi santapan kita. Tanpa kita sadari, kebutuhan kita sebagai seorang manusia yang secara tidak langsung memberikan pengaruh terhadap meningkatnya kandungan gas rumah kaca. Bukan berarti kita sebagai manusia tidak boleh memakan daging sapi, menggunakan alat transportasi pribadi atau membangun pabrik untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sifat manusia yang cenderung konsumtif inilah yang menjadi salah satu masalah. Jawabannya bukan menghindari atau menghilangkan suatu aspek dalam kehidupan manusia agar kandungan gas rumah kaca dapat menurun. Tapi bagaimana manusia dapat lebih bijak dalam menggunakan sumber daya yang dimiliki. Bijak berarti mengetahui dan paham mengenai kebutuhan yang dimiliki dan cara memenuhi kebutuhan tersebut tanpa merugikan banyak pihak. Bijak juga berarti memiliki kesadaran bahwa manusia tidak hanya memiliki tanggung jawab pada dirinya sendiri, namun juga kepada makhluk hidup lain dan lingkungan.

GEA NGOPI

143


Ya, manusia memang belum memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab atas kerusakan yang telah ditimbulkan. Namun, dengan meminimalisir kerugian yang ditimbulkan dan memberikan cukup waktu kepada bumi untuk pulih, bukan tidak mungkin kita bisa memperbaiki masalah yang telah kita timbulkan. Dan ketika waktu menjadi faktor utama dari pemecahan masalah yang ada, kita tidak dapat diam dan menunggu. Cepat mulai maka akan cepat selesai! Semakin cepat kita mulai mengambil langkah, maka akan semakin cepat pula bumi dapat pulih dan menjadi lebih baik. Daftar Pustaka: IEA. https://www.iea.org/fuels-and-technologies/carbon-capture-utilisation-andstorage. Diakses pada 12 September 2021 NASA. https://climate.nasa.gov/. Diakses pada 12 September 202

GEA NGOPI

144


Karya 4 (Muhammad Faiz Azka Siregar) Latar Belakang Paradigma merupakan cara pandang berpikir seseorang yang dapat mempengaruhi pola pikir, cara bersikap, dan tingkah laku orang tersebut. Paradigma seseorang terhadap perubahan iklim tentulah berbeda-beda. Kemudian iklim sendiri didefinisikan dengan kejaian cuaca dan unsur-unsur atmosfer disuatu daerah selama kurun waktu yang Panjang (Glenn T. Trewartha, 1980). Sebenarnya perubahan iklim bukan hanya tentang pemanasan global saja, perubahan bukan melulu tentang temperature melainkan terdapat beberapa parameter lain seperti presipitasi, kondisi awan, angin, maupun radiasi matahari. Perubahan iklim global akan mempengaruhi banyak hal, termasuk empat unsur iklim dan komponen alam yang sangat erat kaitannya dengan pertanian, yaitu: (1) naiknya suhu udara yang juga berdampak terhadap unsur iklim lain, terutama kelembaban dan dinamika atmosfer, (2) berubahnya pola curah hujan, (3) makin meningkatnya intensitas kejadian iklim ekstrim (anomali iklim) seperti ElNino dan La-Nina, dan (4) naiknya permukaan air laut akibat pencairan gunung es di kutub utara. (Direktorat Pengelolaan Air, 2009). Pemanasan global itu sendiri merupakan peningkatan rata-rata temperature atmosfer yang dekat dengan permukaan bumi dan di troposfer, yang dapat berkontribusi pada perubahan pola iklim global. Pemanasan global ini juga diakibatkan oleh meningkatnya efek rumah kaca sehingga kenaikan intensitas efek rumah kaca terjadi akibat adanya gas dalam atmosfer yang menyerap sinar panas yaitu sinar infra merah yang dipancarkan oleh bumi menjadikan perubahan iklim global (Budianto, 2000). Walaupun pemanasan global hanya merupakan 1 bagian dalam fenomena perubahan iklim, namun pemanasan global menjadi hal yang penting untuk dikaji. Hal ini dikarenakan perubahan temperatur akan memperikan dampak yang signifikan terhadap aktivitas manusia. Perubahan temperatur bumi dapat mengubah kondisi lingkungan yang pada tahap selanjutkan akan berdampak pada tempat dimana kita dapat hidup, apa tumbuhan yang kita makan dapat

GEA NGOPI

145


tumbuh, bagaimana dan dimana kita dapat menanam bahan makanan, dan organisme apa yang dapat mengancam. Ini artinya bahwa pemanasan global akan mengancam kehidupan manusia secara menyeluruh. United Nations Environment Programme (UNEP) menempatkan Indonesia sebagai negara yang paling rentan terhadap perubahan iklim di Asia. Lalu bagaimana sikap kita? Bagaimana sikap kita? Menurut Prof Ir Joni Hermana, MscEs PhD, Rektor ITS mengemukakan mengenai pengaruh aktivitas lingkungan terhadap perubahan iklim di Kota Surabaya. Menariknya berdasarkan penelitian yang dilakukan selama 13 tahun ternyata tidak ada korelasi langsung antara aktivitas manusia dengan peningkatan suhu bumi. Aktifitas yang dimaksud disini seperti penggunaan energi, kendaraan, dan aktivitas pertanian. Namun tetap tidak menutup kemungkinan secara tidak langsung, aktifitas manusia juga turut berkontribusi. Berikut merupakan grafik peningkatan emisi dunia dari segi emisi gas rumah kaca paa rentang tahun 1950-2007:

Gambar 1. Grafik peningkatan emisi dunia (Sumber: bbc.com)

GEA NGOPI

146


Peningkatan ini disebabkan oleh meningatnya jumlah penduduk dan standar hidup mendorong naiknya emisi pada abad ke-20. Melihat kondisi tersebut pentingnya mitigasi dan aaptasi terhadap perubahan iklim, Berdasarkan UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change), mitigasi adalah upaya intervensi manusia dalam mengurangi sumber atau penambah gas rumah kaca (GRK) yang telah menimbulkan pemanasan global. Sedangkan adaptasi adalah upaya menghadapi perubahan iklim dengan melakukan penyesuaian yang tepat, bertindak untuk mengurangi berbagai pengaruh negatifnya, atau memanfaatkan dampak positifnya (UNDP, 2007). Sikap pemerintah dalam menanggapi hal ini tertuang dalam dokumen Rencana Aksi Nasional Perubahan Iklim (RAN-PI) an Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap (ICCSR). Tujuan dari mitigasi ini adalah untuk mereduksi emisi gas ruah kaca pada sektor-sektor ekonomi prioritas, yaitu energi, kehutanan, pertanianperikanan, dan infrastruktur yang didasarkan pada penetapan sasaran-sasaran reduksi per sektornya. Untuk adaptasi sendiri ditujukan untuk mengembangkan pola pembangunan yang tahan terhadap dampak perubahan iklim dan ganguan anomaly cuaca yang terjadi saat ini. Sikap kita sebagai generasi muda dapat dimulai dari mengurangi penggunaan pribadi dan segera beralih ke kendaraan umum, menghemat penggunaan energi, mengatur pola makan agar menghindari konsumsi daging merah, melakukan daur ulang dan menghemat penggunaan air serta yang paling penting adalah memberi pencerdasan yang benar kepada orang lain. Dilihat dari sisi geologi ternyta salah satu aspek yang sangat berhubungan dengan emisi karbon adalah penggunaan bahan bakar yang bersumber dari batu bara sendiri.

GEA NGOPI

147


Gambar 2. Grafik produksi karbon (www.downtoearth-indonesia.org) Salah satu sikap kita untuk menanggulangi permasalahan ini adalah dengan menerapkan konsep CCS. CCS adalah proses dimana karbon dioksida dari pembakaran pembangkit listrik dan sumber-sumber industri lainnya yang akan dilepaskan ke atmosfer ditangkap, dikompresi dan diinjeksikan ke dalam formasi geologi bawah tanah untuk penyimpanan yang aman, selamat dan permanen. Terobosan seperti penempatan sel bahan bakar karbonat di pembangkit listrik sangat penting untuk mengurangi emisi, sementara pada saat yang sama meningkatkan pembangkitan daya dan membatasi biaya bagi konsumen, ujar Dr. Vijay Swarup Wakil presiden untuk penelitian dan pengembangan di ExxonMobil. Kesimpulan dan saran Wilayah Indonesia sangat rentan terhadap perubahan iklim. Dampak perubahan iklim sudah dirasakan di banyak wilayah. Untuk mengurangi dampak dari perubahan iklim tersebut perlu dilakukan upaya antisipasi. Upaya antisipasi dapat dilakukan melalui mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim menjadi tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat. Mari Bersama kita persiapkan masa depan yang lebih baik untuk anak cucu kita.

GEA NGOPI

148


Daftar Pustaka 1.https://www.bbc.com/indonesia/laporan_khusus/2009/12/091207_grafikclimat e 2.UNDP. 2007. Sisi Lain Perubahan Iklim, Mengapa Indonesia harus Beradaptasi untuk Melindungi Rakyat Miskinnya. Jakarta: UNDP Indonesia Country Ofce, 3.Direktorat Pengelolaan Air. 2009. Pedoman Umum Sekolah Lapang Iklim. Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air, Departemen Pertanian. http://pla.deptan.go.id/pdf/11_PEDUM_SL_ 4.Trewartha, Glenn T dan Lyke H. Horn.1995.Pengantar Iklim.Yogyakarta :Gadjah Mada University Pres 5.https://www.downtoearth-indonesia.org/id/story/batubara-dan-perubahaniklim https://dlh.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/perubahan-iklim-climatechange-32

GEA NGOPI

149


GEBERIN

150


Resume GEBERIN x BIOSOCK Meluruskan Pandangan Keliru tentang Teori Evolusi Bersama HMTG “GEA” ITB dan HIMABIO “Nymphaea” ITB HMTG “GEA” ITB Latar Belakang Sebuah studi kasus di Amerika Serikat menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat mengenai evolusi menunjukkan trend penurunan pada satu dekade terakhir. Hal ini disebabkan oleh faktor agama dan politik. Di Indonesia, tingkat penerimaan terhadap teori evolusi di Indonesia termasuk dalam kategori rendah sampai menengah. Hal yang mendapat pertentangan dari teori evolusi berkaitan dengan ketidakpercayaan masyarakat akan adanya evolusi pada manusia. Berangkat dari keresahan tersebut, maka akan dijelaskan mengenai lima pandangan keliru terkait evolusi yang beredar di masyarakat. Kesalahan 1: Evolusi hanyalah Teori Evolusi bukanlah sekadar asumsi atau hipotesis. Lebih dari itu, evolusi merupakan suatu teori dalam sains yang telah diuji berdasarkan fakta, bukan voting atau survey. Terlebih lagi survey pada kelompok populasi yang dirasa belum memahami Teori Evolusi, atau bahkan kata Teori pada kerja saintifik. Kesalahan 2: Ilustrasi Teori Evolusi Sering kali kita disuguhkan contoh ilustrasi evolusi seperti gambar di atas. Ilustrasi yang menggambarkan evolusi manusia secara linear. Namun ilustrasi di atas adalah contoh ilustrasi evolusi yang salah. Ilustrasi evolusi yang benar adalah seperti berikut:

GEBERIN

151


Kesalahan 3: Missing Link Merupakan Bantahan terhadap Teori Evolusi Logika missing link memberikan gambaran bahwa evolusi terjadi seperti layaknya sebuah tangga atau pohon. Gambaran ini memberikan asumsi bahwa sebuah evolusi terjadi secara linear. Hal ini berimplikasi pada asumsi masyarakat yang beranggapan bahwa missing link memberi arti adanya suatu “jurang” yang hilang dimana leluhur kita seharusnya berada. Namun, pada kenyataannya, evolusi tidak terjadi secara linear dan lebih tepat digambarkan layaknya seperti jaring laba-laba yang kompleks. Kesalahan 4: Proses Evolusi Hanya Terjadi pada Satu Spesies Sebuah spesies tidak hanya menurunkan satu spesies saja dalam proses evolusi - seperti yang diyakin banyak orang. Dalam keberjalanan evolusi, sebuah spesies moyang akan menghasilkan evolusi banyak spesies lain yang ditemukan di zaman modern ini. Faktor yang mempengaruhinya antara lain jika sebuah spesies terisolasi, sebuah spesies mengalami proses migrasi, asal geografis yang berbeda dari spesies moyang yang sama, dan kebiasaan predasi. Salah satu buktinya dapat dilihat pada evolusi awal anjing modern, dimana hasil evolusi anjing tersebut menghasilkan banyak spesies akibat adanya migrasi, asal geografis dan kebiasaan predasi. Kesalahan 5: Manusia Berasal dari kera Manusia dan monyet sama-sama primata. Tetapi manusia bukanlah keturunan kera atau primata lain yang hidup saat ini. Manusia berbagi nenek moyang yang sama dengan monyet. Tetapi manusia dan monyet berevolusi secara berbeda dari nenek moyang yang sama. Manfaat Teori Evolusi Salah satu manfaat evolusi berkaitan dengan penyusunan biostratigrafi. Lebih lanjut, penyusunan biostratigrafi dalam bidang industri sangat diperlukan dalam kegiatan eksplorasi migas.

GEBERIN

152


HIMABIO “Nymphaea” ITB Evolusi Makhluk Hidup Menghasilkan Biodiversitas Biodiversitas merupakan keragaman gen spesies dan komunitas dalam ruang waktu yang sama. Telah diketahui bahwa awal kehidupan dimulai dari organisme bersel tunggal di perairan yang kemudian bergabung membentuk organisme multiseluler. Evolusi pada makhluk hidup melibatkan adanya invasi makhluk hidup dari wilayah perairan menuju ke daratan. Hal ini disebabkan oleh kondisi perairan yang jenuh dan kondisi daratan yang masih memiliki relung yang kosong. Melalui mekanisme evolusi yang terdiri dari seleksi alam, mutasi gen, pergeseran genetik dan migrasi inilah yang kemudian menghasilkan biodiversitas. Hal ini dapat dilihat dari adanya kesamaan embriologi atau morfologi pada beberapa contoh hewan. Kepunahan Massal Selama Waktu Geologi Kepunahan massal telah terjadi sebanyak lima kali sepanjang sejarah bumi. Kepunahan massal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu glasiasi, aktivitas vulkanisme,dan benturan asteroid. Hal ini menyebabkan berkurangnya biodiversitas dalam waktu singkat. Berkurangnya biodiversitas dalam waktu singkat menyebabkan adanya kekosongan pada relung-relung lain. Kekosongan relung ini kemudian dapat mendorong berkembangnya organisme lain, seperti halnya mamalia yang mengisi kekosongan relung akibat kepunahan dinosaurus pascaperistiwa Cretaceous-Paleogene Extinction Event (K-Pg). Evolusi Manusia (Proconsul-Homo sapiens) Dalam kurun waktu 12 juta tahun yang lalu hingga masa kini, perubahan last common ancestors terbagi atas gorila, homonin, simpanse dan bonobo. Pemisahan ini terjadi dikarenakan perubahan genetik dan lingkungan. Manusia termasuk dalam sub-tribe hominin, yang dimulai dari Sahelanthropus tchadensis sampai Homo sapiens. Dalam sub-tribe hominin, terdapat beberapa perubahan karakter dari common ancestor

GEBERIN

153


terdapat beberapa perubahan karakter dari common ancestor hingga ke Homo sapiens, di antaranya adalah munculnya bipedalisme dan adanya perubahan bentuk kepala. Evolusi pada Manusia Modern Evolusi masih terjadi pada manusia modern. Hal ini disebabkan karena adanya penyesuaian terhadap kondisi lingkungan hidupnya. Contoh adanya evolusi pada manusia modern dapat dilihat pada peristiwa malaria dan sickle cell dimana penderita sickle cell memiliki tubuh yang relatif tahan terhadap penyakit malaria. Contoh lain adalah masyarakat suku Bajau yang memiliki kapasitas paru-paru yang lebih besar daripada orang pada umumnya. Aplikasi Evolusi dalam Kehidupan Sehari-hari Dengan mengetahui prinsip dan mekanisme evolusi, kita dapat mengaplikasikan ilmu tersebut di dunia modern saat ini, di antaranya adalah seperti dalam selective breeding pada jagung, pengembangan vaksin untuk mencegah munculnya varian patogen baru, dan dalam protein engineering yaitu pembuatan enzim berbasis mutasi.

GEBERIN

154


GEBERIN

155


Resume GEBERIN Ruang Diskusi: Kajian 4 Tema

Apakah Benar Napoleon Kalah oleh Letusan Gunung Tambora? Napoleon I memimpin Perancis dari tahun 1804-1815 dan memimpin kembali di tahun 1815 sampai turun tahta setelah kalah di Battle of Waterloo. Beberapa poin penting yang perlu diluruskan terkait kekalahan Napoleon adalah: 1. Letusan Tambora tidak menyebabkan musim dingin hebat di Rusia, karena invasi Napoleon ke Rusia terjadi pada tahun 1812 sedangkan letusan Tambora terjadi pada tahun 1815. 2. Battle of Waterloo menyebabkan Napoleon turun tahta, sebenarnya Napoleon sudah kehilangan 3/4 kekuatan militer Perancis ketika kegagalan invasi Rusia sehingga Napoleon kalah dan turun tahta di tahun 1814. CC(U)S : A New Hope In ‘Black Gold’ Industry? Carbon capture storage pada prinsipnya adalah proses menangkap karbondioksida (CO2) untuk disimpan pada formasi geologi. Utilization dapat diterapkan pada prinsip tersebut untuk menghasilkan berbagai produk seperti minyak dan sabun dari karbondioksida yang tersimpan. Selain itu, karbondioksida juga dapat dimanfaatkan untuk EOR pada industri migas. Saat ini, teknologi CCUS di Indonesia masih pada tahap awal dengan EOR sebagai pengaplikasian yang paling memungkinkan. Beberapa isu terkait CCUS di Indonesia adalah harga mahal, potensi kredit karbon, pengawasan obligasi, skema kerjasama, dan tidak adanya regulasi. Pasca COP 26: Bagaimana Energi Kita? COP26 pada bidang energi telah mensyaratkan transisi energi pada tahun 2030 untuk negara maju dan pada tahun 2040 untuk negara berkembang. Selain itu mission innovation (MI) dan breaktrough energy (BE) diterapkan

GEBERIN

156


pada negara berkembang guna percepatan teknologi untuk pembangkit energi terbarukan. Hal tersebut bisa berakibat pada penutupan PLTU di tahun 2030 dan 2040. Namun, jika melihat potensi cadangan batubara di Indonesia hal itu masih sulit direalisasikan karena besarnya cadangan batubara di Indonesia terutama yang berada di Cekungan Kutai, Cekungan Barito, dan Cekungan Sumatera Selatan. Ditambah lagi target ekspor Indonesia seperti India yang menolak penutupan PLTU. Jika melihat potensi energi lainnya, geotermal akan memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan kedepannya dan migas persentase penggunaannya diperkirakan akan menurun jika mobil listrik hadir nantinya. Hitam-Putih Limbah Emas Hitam;Penyelamat Karst? Penyesak Paru? atau Akal-Akalan Orang Pintar Saja? FABA memiliki potensi negatif dan positif secara kimiawi, uji toksisitas pun tidak menunjukkan bahaya dalam jangka waktu singkat, butuh studi selanjutnya tentang dampak pada manusia dan jangka panjangnya. Beberapa potensi positif dari limbah FABA adalah sebagai geopolimer beton, menangkap senyawa racun, organik, atau bahkan radioaktif, dan memerangkap arsen dan merkuri. Selain itu limbah FABA yang dapat menggantikan batu gamping dalam produksi semen akan menjaga ekosistem karst. Pemanfaatan limbah FABA memang ada dan lukratif, tetapi blm ada teknologi yg memadai dalam pemanfaatannya sehingga harus dipantau secara teliti dan hati-hati.

GEBERIN

157


GEBERIN

158


Resume GEBERIN x KARMA TERRA x LAPAK DISKUSI Melihat Potensi Pertambangan Bawah Laut Pertumbuhan penduduk, transisi energi, mobil listrik, dan kemajuan teknologi akan menaikkan permintaan terhadap barang tambang, seperti tembaga, kobalt, nikel, seng, perak, emas, litium, REE, dan fosforit. Laut merupakan salah satu opsi peningkatan pemenuhan barang tambang tersebut. Beberapa endapan yang dapat ditemukan di laut adalah placers, manganese nodule, cobalt rich crust, dan seafloor massive sulphide. Endapan tersebut tersebar di lokasi yang berbeda mulai dari continental shelf sampai mid oceanic ridge. Hingga saat ini, manganese nodule menjadi deposit yang paling potensial untuk ditambang, terutama yang berada di wilayah Clarion Clipperton Zone. Di wilayah itu, kandungan mangannya mencapai 5992 juta ton, lebih tinggi jika dibandingkan seluruh kandungan mangan di darat. Eksplorasi geologi dapat dilakukan dengan mengacu pada setting geologinya dan eksplorasi geokimia dapat dilakukan dengan cara sampling untuk mengkarakterisasi alterasi dan mineralisasi. Beberapa potensi pertambangan bawah laut yang dapat ditemukan di Indonesia adalah: 1. Endapan plaser di Perairan Indonesia Barat. 2. Endapan polimetalik dan nodul mangan di Lakuwahi dan Pulau Romang. 3. Endapan hidrotermal di Kompleks Komba. 4. Manganese crust di Tampomas Ridge. Pada eksplorasi geofisika beberapa metode yang dapat diterapkan dalam mencari keberadaan endapan bawah laut yang potensial adalah: 1. Seismik - metode seismik dapat memberikan resolusi vertikal terbaik, salah satu inovasi untuk ekplorasi bawah laut adalah dengan menggunakan vertical cable seismic (VCS). 2. Sonar - sonar dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan peta batimetri dan indikasi jenis batuan dasar laut. 3. Gravity - metode gravity berguna untuk melihat respon perubahan

GEBERIN

159


kepadatan yang terjadi di bawah permukaan bawah laut, seperti anomali gravitasi akibat adanya sulfida massif. 4. Elektromagnetik - metode elektromagnetik cocok untuk memetakan permukaan bawah laut. 5. Magnetometri - metode magnetometri dapat dimanfaatkan untuk visualisasi yang menunjukan distribusi bahan magnetik dibawah permukaan. Metode-metode tersebut dapat dibantu dengan menggunakan wahana, seperti ROV dan AUV. Untuk mengeksploitasinya terdapat beberapa kendala seperti: ancaman pada keanekaragaman hayati di bawah samudera, menyulitkan nodulnodul yang ditambang, masalah-masalah teknis, dan kelayakan ekonomi. Saat ini, regulasi terkait pertambangan bawah laut diatur oleh ISA. Penambangan bawah laut telah mengalami perkembangan dari awal tahun 1960an berupa Submarine -Drag Bucket Mining System, kemudian berkembang menjadi Continuous Line Bucket Mining System (akhir tahun 1960an), Shuttle Vesel Mining System (awal 1970an), dan Pipeline Lift Mining System (1980an). Tipe penambangan bawah laut berbeda sesuai endapannya, hal itu berhubungan dengan topografi bawah laut. Saat ini beberapa alat penambangan bawah laut keluaran terbaru sudah mulai bermunculan seperti MineRo 1 dan 2. Selain endapan-endapan yang disebutkan sebelumnya, penambangan bawah laut juga dapat ditujukan pada bahan tambang lain yang ditemukan di dasar laut, seperti batubara di Jepang.

GEBERIN

160


GEBER MT

161


Resume GEBER MT Pesona Industri Migas di Kala Pandemi Covid-19 Dunia Kesehatan patut berterimakasih kedalam dunia migas karena industri petrokimia turut memberikan konribusi terhadap: -Dry Ice -Refrigeration -Plastic syringes (masker, suntikan) COVID-19 cukup memukul tajam global maupun nation fossil-based energy… ditahun 2020 nilai harga minyak anjlok. Triple Shock! -Pandemic covid-19 -Permintaan turun 25-20% Over supply (Hal ini dikarenakan kebanyakan masyarakat tidak menggunakan transportasi dalam kesehariannya dikarenakan factor lockdown) -Depresiasi rupiah (Gaung Resesi Global) National Impact Produksi menurun -> Pemasukan minyak menurun -> Penerimaan APBN menurun Pemerintah disini terbilang bijak karena tidak terburu-buru dala menurunkan harganya, disini GAP margin dari harga tersebut digunakan untuk kepentingan Indonesia dalam melawan COVID-19. IDN Goes to 1 MMBOPD in 2030 -Total 120 cekungan : 68 belum di bor dan merupakan sebuah potensi besar -Kerja Keras mencapai 1 juta barrel, lapangan minyak akan turun, terus dioptimalisasi

GEBER MT

162


Langkah bijak pemerintah: Aturan/regulasi disederhanakan contohnya sudah bisa memilih skema gross split Progress transisi energi: paris agreement & komitmen sektor energi -Komitmen global, Target Paris Agreement: Menjaga kenaikan temperature global tidak melebihi 2 C dan mengupayakan menjadi 1,5 C. -Komitment Nasional, Amanat UU No. 16 tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement Menurunkan emisi GRK sesuai NDC pada 2030. -Komitment Sektor Energi, Menurunkan emisi GPK sebesar 314 – 298 juta ton CO2 pada tahun 2030. Progress EBT INDONESIA Target 2025 sebesar 23% dan challenge yang pertama yaitu biaya yang relative mahal dan penyusunan pre-fs seefektif mungkin dan untuk contoh proyek saat ini adalah tenaga Bio di Sulsel. 4 Pilar Bisnis Pertamina di EBT -Geothermal -Bioenergy: Biodisel (D 100 basis CPO, sudah dieksport) -Gas -Battery (KSO antara Inalum, Pertamina dan PLN) Talent GAP in OIL and GAS Industry: -Potensi IoT (Internet of Things) dan Big Data Analytics telah menyebabkan sebuah revolusi untuk masa depan industry energy. -Dibantu dengan digital infrastructure yang mumpuni, IoT memudahkan users untuk mengakses data dari dimanapun mereka berada dan juga memonitor performance dan mengatur portfolio dengan cara yang efisien.

GEBER MT

163


-Hal ini menyebabkan terbukanya investors baru untuk memasuki Renewables Market. -3 Hal yang perlu dipersiapkan untuk mengembangkan dan mengimplementasikan IoT di Indonesia adalah Regulasi, Infrastruktur, dan Sumber aya Manusia (jangka Panjang) yang mumpuni. “Covid – 19 boleh memukul industry oil and gas tapi harapan an masa depan Indonesia masih sangat cerah”

GEBER MT

164


GEBER MT

165


Liputan Wawancara GEBER MT Geologi Militer dan Aplikasinya dalam Perang Pewawancara: Jika melihat biodata Bapak baik dari internet maupun cerita dari mulut ke mulut Bapak sempat berkecimpung di dunia militer. Bagaimana Bapak bisa berkecimpung di dunia militer padahal waktu yang tersedia 3 minggu di alam liar dan 1 minggu menyusun laporan? Narasumber: Seorang geologi lapangan, harus mengerti navigasi dengan baik, mahir dalam menggunakan peta maupun kompas, dan mempunyai kemampuan survival yang baik. Ilmu navigasi dan survival digunakan pula dalam dunia militer. Ketika di Jakarta 1 bulan, saya bertemu senior saya dan meminta saya untuk mengajar di bidang militer. Namun, saya belum bisa menerima karna ada kontrak dengan perusahaan asing. Besoknya, komandan batalyon datang ke tempat saya dengan senior saya. Komandan tersebut meminta untuk mengajar anak buahnya. Namun, saya masih menolak karna ada kontrak dengan perusahaan asing. Lalu, komandan batalyon tersebut mengatakan bahwa ini untuk negara bukan untuk dirinya sendiri. Setelah beberapa kali negosiasi akhirnya saya mengatakan bahwa akan membantu selama 1 tahun gratis. Saya mengajar di batalyon tersebut, per peleton membawa kelapangan. Pertama, yang saya ajarkan adalah orientasi peta tentang bagaimana menentukan lokasi kita di peta. Selama hal tersebut, ada yang meminta untuk mengajarkan cara membaca jejak. Namun, saya tidak mampu lalu mengajukan anak buah saya untuk mengajarkan cara membaca jejak. Pada saat operasi di Timoer Timur saya membantu mereka dalam membaca peta. Karna saya orang lapangan, ketika melihat peta saya bisa melihat arah pergerakan musuh, alhasil sebanyak 19 pucuk senjata musuh berhasil direbut dalam waktu 4 bulan.

GEBER MT

166


Pewawancara: Bagaimana Bapak bisa mengaitkan ilmu geologi dengan kemiliteran? Narasumber: Dengan ilmu geologi banyak yang bisa kita tafsirkan mulai dari ilmu morfologi sampai orientasi peta. Sehingga, dalam dunia militer menerjemahkan lokasi tersebut sangat berguna terutama untuk menyerang atau menyergap musuh. Pewawancara: Bagaimana pengalaman Bapak yang memperlihatkan bahwa ilmu geologi seperti ilmu navigasi, survival dan ilmu dalam memahami peta sangat berguna di bidang militer? Narasumber: Dulu diminta bantu dalam masalah operasi di Timika, lalu saya minta peta operasi tapi tidak ada makanya saya dipanggil karena peta topografi yang ada 1:250.000 yang menunjukkan itu peta penerbangan karena 1 cm di peta sama dengan 2,5 km mana bisa dibikin. Untungnya saya dulu waktu kuliah belajar geomorfologi dan geologi foto, waktu itu saya butuh selar yang biasa digunakan dalam foto radar dan satelit yang akhirnya minta bantuan freeport dan hari itu juga dikirim. Dari selar ini saya mulai buat peta 3D dengan sungainya di telusurin diberi warna biru, lembah sungai biru putus-putus, jalan setapak diberi warna merah tegas, kemungkinan jalan diberi warna merah putus-putus, ada arsiran antara punggung dengan lembah, jadi seperti google maps versi tangan. Skalanya 1:20.000. Sedangkan pada peta penyerangan saya membuat skala 1:10.000 sehingga sangat detail. Sehingga dari peta operasi yang saya buat, dengan memperhatikan unsur-unsur geologi itu bisa dipakai dalam membuat strategi penyerangan pada saat itu.

GEBER MT

167


Jadi saya panggil partner saya 10 orang, kalian pake golok yang memadai untuk hidup di hutan, pake base yang terbaik bikin lah, hasilnya goloknya bagus sekali, keras dan tajam, saya tertarik. Bikinlah 5 buah pisau tanpa gagang. Pulang ke bandung saya cari temen anak seni rupa alm. Wicaksono dibikinlah gagangnya sama beliau, hasilnya bagus kaya buatan luar negeri. Saya mikir pesawat terbang ada pabriknya, komputer juga ada, masa bikin pisau saja harus impor. Dulu pertama kali pisau pake per mobil, setelah itu dari mulut ke mulut menyebar. Saya dikasih buku metode bikin pisau yang bener beserta bahan apa yang bagus. Di Amerika, saya mencari buku yang isinya cara bikin pisau yang baik, jadi pulangnya saya bikin pisau di sini. Pewawancara: Kita secara politik kalah dari timor timur, kalau secara militer kita menang atau kalah? Narasumber: Kalau secara militer di timor timur itu tidak ada apa-apanya dibandingkan Indonesia. Namun, dari segi politik kan berbeda, tetapi saya gatau banyak. Pewawancara: Bagaimana perbedaan geomorfologi di Papua dan Timor Timur yang mempengaruhi strategi militer? Narasumber: Dari segi luas area Timor Timur kecil sekali dibandingkan Papua, dari segi medan juga jauh lebih enteng Timor Timur. Jadi, Papua ini akan sulit ditebas kalau bukan operasi terpadu karena basicnya masyarakat. Contohnya, G30S PKI hitungannya bulan kita bisa tumbangkan, tetapi DI-TII di Jawa Barat tumbangnya belasan tahun karena dukungan masyarakat terhadap DI-TII itu tinggi, tumbangnya itu juga karena saat itu mulai menyakiti masyarakat. Di Aceh kalau tanpa perundingan gaakan selesai, di Papua ini harus menggunakan operasi terpadu, dari ekonominya, politiknya, sosialnya, budayanya, dan militernya harus sejalan, terutama pembinaan teritorialnya. Papua sampai saat ini belum memiliki pemersatu, antar sukunya masih belum menyatu. Jika Papua merdeka, akan terjadi perang suku di dalamnya.

GEBER MT

168


Pewawancara: KKB kan kesannya sulit diberantas harus integrasi militer, politik, dan ekonomi bersama. Namun, seakan-akan hanya militer saja yang jalan, itu bagaimana? Narasumber: Pemerintah sekarang sedang membangun Papua, apa yang dibutuhkan masyarakat itu yang paling utama, mereka juga terkotak-kotak atas suku dan belum ada pemersatu yang dapat menyebabkan Papua lepas dari Indonesia. Pewawancara: Apakah ilmu geologi masih eksis di dunia militer yang modern ini? Narasumber: Saya pikir masih dapat eksis terutama dalam geomorfologi, seorang analis di operasi militer harus mampu memetakan jalur jalur dari peta topografi. Pewawancara: Sejauh mana pentingnya kita mendapatkan pelatihan hidup di alam? Apa yang harus kita lakukan karena pandemi ini? Narasumber: Bekal untuk hidup di alam mutlak sebagai kebutuhan untuk saya yang berprofesi sebagai pekerja lapangan dan wanadri. Bagi teman-teman yang mau menekuni kehidupan di alam, mau tidak mau harus belajar dan berlatih, tanpa 2 itu tidak akan bisa. Untuk geologi memang mau tidak mau harus terjun lapangan walaupun banyak data yang dapat diakses melalui internet. Pewawancara: Bagaimana pandangan Bapak terkait potensi dan ancaman geologi militer di Indonesia? Narasumber: Kalau untuk anti gerilya masih sangat dibutuhkan, tapi tentunya seorang geologi milliter harus seseorang yang biasa ke lapangan. Kita dapat menebak arah perjalanan seorang separatis.

GEBER MT

169


Pewawancara: Bagaimana pendapatnya tentang pemindahan ibukota ke Kalimantan, apakah gemorfologinya cocok untuk pertahanan militer di Kalimantan atau mending di Jakarta aja? Narasumber: Kalau saya pribadi, lebih mending di Jakarta, Kalimantan juga belum tentu terhindar dari bencana karena bencana ada di mana mana dan Kalimantan dekat dengan selat Makasar. Pewawancara: Apakah di ITB tidak ingin mengembangkan keahlian geologi militer sebagai salah satu mata kuliah pilihan? Narasumber: Saya pikir ini ilmu yang sangat sederhana sekali asal memang berminat, jadi tidak perlu berbentuk kurikulum yang perlu kuliah 6 bulan, karena pelajaran ini cukup 1-2 hari bahkan 1-2 jam pun bisa, jadi ga perlu buat kurikulum paling sebagai kuliah umum saja kalo bisa. Pewawancara: Kekuatan militer yang paling kuat menurut Bapak dari kelompok mana? Narasumber: Kalau untuk medan Papua. Namun, dari segi kelengkapan peralatan militernya Aceh. Di Aceh kita bisa ketemu senjata-senjata modern yang di tim-tim itu biasanya cuma satu dua biji tergantung dari mana yang pernah kita hadapi, sama aja. Pewawancara: Peralatan itu dapetnya kan modern, kira kira dapetnya dari mana? Negara lain atau apa? Narasumber: Yang paling banyak dari luar, ada satu dua beli di Indonesia.

GEBER MT

170


Pewawancara: Bagaimana masa depan dari geologi militer di Indonesia? Narasumber: Lakukan semampu kita. Lagi pula nantinya akan berkembang dengan sendirinya. Tidak ada yang khusus dengan geologi militer dan sangat sederhana. Hanya, geologi militer merupakan perpaduan antara geologi lapangna dengan medan yang ada dan kebiasaan penduduknya. Dapat dilakukan dengan analisa logika saja jika sudah punya pengalaman pergi ke hutan. Sebagai geologis, yang dilakukan adalah mengambil data sedimen. Jadi, lakukan kerjaan sesuai dengan profesi kita. Yang paling penting bagi seorang pekerja lapangan adalah pembinaan teritorial, dekat dengan penduduk setempat, memahami apa menjadi pemikiran dan keinginan mereka. Masalah sosial penduduk seperti pemberontakan ini menjadi sangat penting untuk diatasi dengan melakukan pendekatan dari hati, tidak hanya dari segi militer saja karna bisa menimbulkan dendam. Kalau hanya sekedar masalah teknis bisa membaca buku atau bertanya degan dosen kita.

GEBER MT

171


GEBER MT

172


Resume GEBER MT Geologi Medis Geologi medis didefinisikan sebagai ilmu yang menghubungkan antara faktor-faktor geologi, khususnya natural geologi, dan hubungannya dengan kesehatan masyarakat. Selain itu geologi medis juga didefinisikan sebagai hubungan antara geologi lingkungan dengan kesehatan manusia. Hal-hal yang dipelajari dalam cabang ilmu ini mencakup kualitas air tanah, kualitas udara, bencana alam, dan epidemiologi. Makanan dan minuman yang dikonsumsi akan berpengaruh secara langsung pada kesehatan manusia. Minuman yang berasal dari air alami, terutama akifer, akan memiliki interaksi yang intens dengan batuan sehingga tingkat TDS (Total Dissolve Solid)-nya akan tinggi. Selain itu air alami yang ada di tanah dan atmosfer akan mengandung banyak polutan, bahkan bisa berupa polutan nuklir. Secara alami, radiasi nuklir dihasilkan dari peluruhan uranium di bawah permukaan bumi. Hasil peluruhan tersebut berupa sinar alfa, beta, gama, x, dan radon yang bergerak ke atas menuju permukaan bumi melalui celah-celah pada batuan. Produk peluruhan tadi bisa terperangkap di air tanah yang kemudian masuk ke dalam siklus hidrologi dan bisa juga terperangkap di dalam bangunan (radon). Polutan nuklir pada hidrosfer biasanya ditemukan dalam bentuk nuklida atau malah sudah bereaksi sehingga menghasilkan suatu unsur tertentu misalnya timbal. Semua senyawa polutan tersebut akan bersifat racun jika pada dosis yang berlebihan.

GEBER MT

173


Radiasi nuklir akan berefek pada tubuh manusia yang secara garis besar akan menyebabkan kanker pada berbagai organ dan jaringan. Selain itu terdapat gejala-gejala lain seperti demam, kebotakan, dan diare. Di daerah Mamuju, terdapat anomali yaitu dosis radiasinya secara natural sangat tinggi. Berdasarkan data dan penelitian saat ini, masyarakat sekitar mengalami gejala-gejala seperti diare dan demam. Namun, dosis radiasi tersebut tidak sampai membahayakan tubuh manusia. Untuk mengetahui dampak jangka panjang saat ini masih dilakukan penelitian.

GEBER MT

174


Resume GEBER MT Geologi Nuklir Akhir-akhir ini, sedang gencar disuarakan untuk berpindah dari energi yang berasal dari bahan bakar fosil ke energi yang berasal dari sumbersumber lain yang salah satunya yaitu nuklir. Jika berbicara mengenai nuklir akan erat hubungannya dengan radioaktivitas. Radioaktivitas merupakan sifat alami unsur labil yang ditandai dengan pelepasan energi dan partikel yang tujuannya untuk mencapai kestabilan. Unsur-unsur dengan nomor atom lebih dari 84 cenderung radioaktif. Pemanfaatan energi nuklir akan memiliki kaitan dengan berbagai disiplin ilmu, salah satunya yaitu ilmu geologi yang disebut Geologi Nuklir. Geologi Nuklir merupakan penerapan ilmu geologi dalam pengembangan teknologi nuklir dan penerapan teknologi nuklir dalam pengembangan ilmu geologi. Sebagai contoh saat akan pembuatan instalasi nuklir maka akan ada studi tapak terhadap lokasinya dengan memanfaatkan ilmu geologi. Terdapat 2 tipe dari reaktor nuklir yaitu reaktor daya yang ditenagai oleh panas dan reaktor riset yang ditenagai oleh neutron. Di Indonesia sendiri hanya terdapat 3 buah reaktor riset yang ada di Batan Bandung, Reaktor Kartini – Jogja, dan Batan Serpong-Tangsel. Siklus bahan bakar nuklir adalah sebagai berikut 1.Mining 2.Pengolahan 3.Enrichment 4.Fabrikasi 5.Digunakan dalam PLTN 6.Disimpan sementara 7.Dibuang dalam siklus lestari 8.Digunakan kembali dalam operasi reaktor nuklir

GEBER MT

175


Geologi memiliki andil besar dalam proses eksplorasi dan eksploitasi bahan galian nuklir (BGN). BGN yang biasa digunakan dalam pembangkit energi yaitu Uranium dan Torium. Terdapat perbedaan pada eksplorasi BGN dengan hardrock biasa yaitu adanya survei radiometri yang ditujukan untuk mengukur segala hal yang berkaitan dengan radioaktivitas alam dengan menggunakan piranti tertentu. Indonesia memiliki sumber daya Uranium sebanyak 70 ribu ton dan Torium sebanyak 140 ribu ton. Dari 70 ribu ton Uranium tersebut, diproyeksikan mampu untuk menenagai 5 PLTN selama 40 tahun. Meskipun begitu, sampai 2050 belum ada rencana nasional untuk menjadikan PLTN sebagai sumber energi. Bahkan tidak ada tambang BGN di Indonesia. Yang ada hanya tempat eksplorasi dan penelitian di Melawi Kalimantan Barat dan Mamuju Sulawesi barat. Sebenarnya, beberapa provinsi sudah menyuarakan keinginan untuk memiliki PLTN bahkan semua infrastruktur sudah siap. Namun, dengan nihilnya komitmen nasional dan dukungan masyarakat menyebabkan sampai saat ini PLTN di Indonesia hanya menjadi wacana saja.

GEBER MT

176



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.