26 minute read
DAMPAK DAN KEBIJAKAN
“Menakar Untung dan Rugi di Masa Pandemi”
Buruh yang masih harus datang ke pabrik untuk bekerja (sumber : BBC Indonesia)
Advertisement
Pandemi Covid 19 yang terjadi di Indonesia saat ini telah menyebabkan krisis di bidang kesehatan dan juga perekonomian. Hal ini dikarenakan banyak kegiatan ekonomi yang terpaksa berhenti sementara untuk meminimalisir penyebaran virus. Pandemi ini menyerang berbagai sektor penting di Indonesia yang menjadi pemasukan besar negara seperti sektor industri, jasa, hingga pariwisata. Hal tersebut menyebabkan perekonomian di Indonesia melemah dan tidak stabil karena dampak Covid 19 terhadap jalannya Perekonomian Indonesia.
Pertama, pada sektor Industri. Sektor ini merupakan salah satu penyumbang terbesar dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia di tahun lalu. Kontribusi yang diberikan dari industri ini pada PDB 2019 tercatat 19,62%. Kontribusi tersebut jauh di atas Perdagangan, Pertanian, Konstruksi hingga Pertambangan.
Menurut data yang dihimpun dari Badan Pusat Statistik (BPS) selama Februari 2020, nilai impor dari semua golongan barang turun dibanding Januari 2020. Mulai dari impor bahan konsumsi yang menurun 39,91%, lalu impor bahan baku/penolong turun 15,89% hingga barang modal turun 18,03%. Hal tersebut juga membuktikan bahwa impor bahan baku ke dalam negeri tengah lesu.
Penurunan ini muncul dikarenakan adanya pembatasan terhadap segala bentuk aktivitas di luar rumah, termasuk kegiatan produksi, demi mencegah penyebaran COVID-19. Pembatasan ini pun berdampak pada aktivitas ekonomi serta membuat perputaran uang semakin melambat.
Tercatat, hanya beberapa industri yang dapat beroperasi dengan menjalankan protokol kesehatan yang ada. Hal ini juga menyebabkan banyaknya pegawai dirumahkan sementara, bahkan di-PHK. Berdasarkan data Kemenaker per 20 April 2020, terdapat 2.084.593 pekerja dari 116.370 perusahaan dirumahkan dan kena PHK akibat terimbas pandemi corona ini.
Meski telah memasuki bulan Ramadhan, beberapa pegawai masih belum mendapatkan kejelasan sampai kapan mereka akan dirumahkan. Akibatnya, tunjangan hari raya yang biasanya mereka terima menjelang hari raya Idul Fitri pun ditiadakan.
Kedua, pada sektor jasa. Dari sektor jasa, yang paling terdampak dalam pandemi ini adalah sektor konstruksi. Sektor konstruksi dan konsultan konstruksi menjadi salah satu sektor yang terdampak cukup besar karena hampir seluruh pekerjaan atau proyek dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah (APBD) terpangkas habis dialihkan untuk penanggulangan Covid-19.
Dikutip dari Warta Ekonomi, Wakil Ketua Umum Bidang Jasa Konstruksi dan Konsultan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim, M Rizal mengatakan bahwa saat ini adalah masa-masa sulit bagi jasa konstruksi dan konsultan. Mereka hampir tidak mengerjakan satupun proyek sejak awal tahun 2020. Padahal, jasa konstruksi termasuk industri padat karya yang menjadi penggerak industri turunan seperti semen, besi dan bahan bangunan lainnya.
“Karena selama ini sebagian besar proyek yang dikerjakan oleh pengusaha adalah proyek pemerintah yang dananya berasal dari APBN dan APBD. Sementara dengan merebaknya pandemic Covid-19 ini, Presiden Joko Widodo telah mengalokasikan dana sebesar Rp 405 triliun untuk penanggulangan pandemi tersebut, dan dana itu sebagian besar diambil dari anggaran pembangunan yang dianggap belum terlalu mendesak,” terang M Rizal di sela acara web seminar dengan tema “Strategi bisnis jasa konsultasi untuk survive saat pandemic Covid-19” di Graha Kadin Jatim Surabaya, Selasa (21/4/2020).
Ketiga, sektor Pariwisata. Ini adalah sektor yang dampaknya sangat terasa karena hampir semua kegiatan pariwisata menimbulkan kerumunan massa yang dilarang untuk meminimalisir penularan virus. Daerah yang paling terdampak dari sektor pariwisata ini adalah Bali.
Dilansir oleh Tribun News, Ketua PHRI Bali menyebutkan, 70 persen PDRB Bali bersumber dari pariwisata. Bali sendiri menutup semua tempat wisata dan hiburan demi mencegah penyebaran virus yang mempunyai nama ilmiah severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 atau SARS-CoV-2.
Keputusan ini berdasarkan Surat Edaran Pemprov Bali per 20 Maret. Obyek-obyek wisata yang ditutup mulai obyek wisata yang dikelola pemerintah, pemerintah daerah, maupun objek wisata yang dikelola oleh swasta, Desa Adat dan masyarakat.
Delapan Pemerintah Kabupaten atau Kota di Bali telah lebih dulu menutup destinasi wisatanya mulai 18 Maret. Sebelumnya, larangan beberapa negara kepada penduduknya untuk melakukan perjalanan ke luar negeri juga membuat pariwisata di Bali merosot. Hal tersebut karena mayoritas wisatawan di bali adalah wisatawan mancanegara. Penurunan pun mulai dirasakan sejak Februari.
Dilansir CNN, pada 22 Februari Wakil Gubernur Bali, Tjokorda, menyatakan kawasan wisata favorit seperti Nusa Dua dan Kuta telah sepi. Imbasnya, okupansi hotel di Bali turun 60 – 80 %.
Padahal, menurut Tjokroda, penurunan okupansi hotel di provinsi yang dipimpinnya pada tahun sebelumnya tak lebih dari 18%. Berdasarkan data BPS Bali, hotel berbintang di seluruh kelas mengalami penyusutan okupansi dari 59,29% pada Januari menjadi 45,98% pada Februari. Penurunan okupansi paling tajam pada hotel bintang satu, yakni dari 62,06% pada Januari menjadi 29,32% pada Februari.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Haryadi Sukamdani menaksir kerugian perhotelan di Bali akibat pandemi corona mencapai Rp 1 triliun. I Gede Ricky Sukarta, Ketua Bali Villa Association, menyatakan okupansi villa juga menurun sejak Februari. Okupansi villa, menurut Ricky, kini ratarata sebesar 30 %. Tak seperti sebelum corona melanda, yakni 80 % meskipun bukan musim liburan.
Tjokorda dan Ricky menyatakan penurunan okupansi hotel dan villa di Bali karena sepinya turis dari Tiongkok. Sebab, selama ini turis Cina menjadi yang paling ramai mengunjungi Bali. Catatan kantor Imigrasi Bali menyebutkan jumlah wisatawan asal Tiongkok menurun drastis pada Februari. Hanya 4.820 wisatawan. Berbeda dengan Januari yang tercatat lebih dari 113 ribu orang.
Penurunan ini diakibatkan kebijakan pemerintah pusat melarang perjalanan dari dan ke Tiongkok per 5 Februari. Sementara data BPS Bali mencatat keseluruhan wisatawan asing datang ke Pulau Dewata sebanyak 363.937 orang pada Februari. Jumlah itu menyusut dari Januari yang sebesar 528.883 orang pada Januari, minus 45 %.
Jika dibandingkan dengan Februari tahun sebelumnya, kunjungan wisatawan asing ke Bali menurun 20 %. Bandara I Gusti Ngurah Rai yang menjadi pintu masuk satu-satunya jalur udara turis asing langsung ke Bali, berdasarkan data BPS, mengalami penurunan kedatangan dari 526.823 orang pada Januari menjadi 358.254 orang pada Februari.
Bagus, pemilik event organizer dan penyedia jasa pemandu wisata bernama Bakta Tour yang berdomisili di Denpasar, mengaku bisnisnya terpukul. Seperti Maritim Travel, usahanya berhenti beroperasi sepenuhnya lantaran tak ada pesanan. Padahal ia baru menjalankan bisnisnya pada Januari tahun ini. “Sebelum corona bisa 200 orang sebulan. Itu kami hanya main turis domestik,” kata Bagus saat dihubungi Katadata.co.id
pada Selasa (7/4) sore. Dampaknya, Bagus harus merumahkan sementara tiga karyawannya dan kehilangan pendapatan lebih kurang Rp 50 juta dalam sebulan. Kini, ia mengaku menganggur sepenuhnya. Saat dihubungi oleh tim Katadata.co.id, ia mengaku sedang menemani anaknya bermain. “Karena saya juga berusaha mematuhi anjuran pemerintah untuk tetap di rumah,” ujarnya.
Namun dibalik dampak buruk di berbagai sektor di atas, ada sektor yang paling diuntungkan dari pandemi Covid-19 ini yaitu sektor Kesehatan. Ekonom Senior sekaligus Komisaris Independen Bank BCA Raden Pardede menyebut sektor kesehatan dan farmasi akan diuntungkan selama Covid-19 mewabah. “Sektor yang jadi the winner yaitu sektor kesehatan, farmasi, ada juga sektor yg menjual desinfektan, masker. Dugaan saya sektor ini booming sampai 3 hingga 5 tahun kedepan,” katanya, Rabu (23/4/2020).
Raden menuturkan, karena dampak pandemi Covid-19 sangat besar ke sektor kesehatan, akan ada kecenderungan banyak negara akan investasi dalam jumlah yang besar ke sektor ini. Raden juga menilai momentum ini dapat menjadi peluang yang besar bagi Indonesia.
Penumpukan penumpang Trans Jakarta di Halte Cawang (sumber : Warta Kota)
“Ini saatnya mengembangkan industri kesehatan yang besar, tidak hanya untuk kebutuhan domestik tapi juga utk ekspor,” katanya, dilansir dari Bisnis. com. Hal ini tidak mengejutkan. Jika dilihat ketika virus ini pertama kali masuk Indonesia, banyak orang yang memburu alat kesehatan seperti masker dan hand sanitizer yang sempat langka di pasaran dan harganya naik berkali kali lipat dari biasanya.
Selanjutnya setelah sektor kesehatan dan farmasi, sektor jasa telekomunikasi pun merasakan hal serupa. Banyak pelajar dari SD hingga Mahasiswa yang dirumahkan dan diganti sistem pembelajarannya dengan sistem dalam jaringan.
Menurut data BPS, jumlah pelajar di Indonesia dari SD hingga SMA/ SMK TA 2017/2018 berjumlah kurang lebih 45 juta peserta didik, sedangkan mahasiswa pada tahun 2018 berjumlah 7 juta. Memang tidak semua mengganti pembelajaran dengan metode online, dikarenakan banyak daerah yang belum dapat merasakan jaringan internet, bahkan listrik. Akan tetapi, jika saja separuhnya aktif dalam pembelajaran online, sudah 25 juta lebih orang yang membutuhkan paket data internet tiap bulannya.
Hal ini juga seharusnya menjadi peluang Pemerintah Pusat untuk mengetahui daerah mana saja yang belum mendapatkan jaringan internet atau bahkan listrik sekalipun. Agar nantinya jika terjadi hal yang mengakibatkan siswa untuk belajar dari rumah, tidak ada kendala lagi pastinya. Apalagi mengingat ambisi pemerintah yang ingin tak tertinggal untuk ikut andil dalam revolusi industri 4.0. Kolaborasi Pemerintah Pusat dan Daerah
Pandemi COVID-19 mempengaruhi kehidupan masyarakat tidak hanya aspek kesehatan namun berbagai aspek seperti ekonomi. Roda perekonomian menjadi terhambat dan mengalami kemunduran. Pemerintah baik pusat maupun daerah berusaha untuk mengontrol dan mengatasi permasalahan ekonomi dengan mengeluarkan beberapa kebijakan ekonomi yang berlaku saat pandemi virus corona berlangsung.
Pertama, kebijakan moneter. Pemerintah bekerjasama dengan Bank Indonesia untuk mempertimbangkan beberapa kebijakan moneter yang akan dikeluarkan. Informasi yang ‘santer’ terdengar yaitu dengan adanya kebijakan penurunan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 4,5%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 3,75% dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 5,25%. Nah, kebijakan penurunan suku bunga acuan akan mempermudah pergerakan suku bunga pasar. Kebijakan tersebut akan mendukung tujuan yang tertera pada Perpu Nomor 1 Tahun 2020 untuk memberi kelancaran kredit pada
masyarakat serta UMKM. Pembayaran kredit juga diberi kelonggaran dari batas waktu yang ditentukan sehingga memudahkan masyarakat dalam pembayaran.
Kedua, kebijakan re-alokasi anggaran. Adanya pergeseran dan penyesuaian dalam mengambil tindakan yang berakibat pada pengeluaran dana APBN. Dana anggaran bersumber dari sisa anggaran lebih (SAL); dana abadi dan akumulasi dana abadi pendidikan; dana yang dikuasai negara dengan kriteria tertentu; dana yang dikelola oleh Badan Layanan Umum; dan dana yang berasal dari pengurangan Penyertaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Anggaran tersebut dianggarkan dalam rangka alokasi dana untuk kegiatan tertentu (refocusing). Total anggaran dialokasikan sebanyak Rp 75 triliun untuk bidang kesehatan; Rp 110 triliun untuk perlindungan sosial; Rp 220,1 triliun untuk bidang industri.
Anggaran bidang kesehatan digunakan untuk subsidi BPJS tenaga kerja, insentif, dan santunan kematian tenaga kesehatan, penyediaan Alat Perlindungan Diri (APD), dan lain-lain. Anggaran untuk jaring pengaman sosial digunakan untuk program Kartu Prakerja, Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Keluarga Harapan (PKH), Program Kartu Sembako selama 9 bulan, penggratisan tarif listrik untuk pelanggan 450 VA dan pemotongan tarif listrik sebanyak 50% untuk pelanggan 900 VA, pencadangan kebutuhan pokok dan operasi pasar, penyesuaian anggaran pendidikan, dan lain-lain. Anggaran bidang industri digunakan untuk cadangan perpajakan, stimulus Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan Rp 150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi.
Ketiga, kebijakan mengenai pajak. Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo menetapkan kebijakan yang sudah dirundingkan dengan pemerintah pusat terkait dengan anggaran cadangan perpajakan dan stimulus KUR akan digunakan untuk membantu mengurangi beban dan dampak sosial bagi Wajib Pajak. Kebijakan pajak sesuai dengan Perpu No. 1 Tahun 2020 menetapkan adanya pembebasan tarif Pajak Penghasilan (PPh) kepada Wajib Pajak untuk pekerja sektor industri pengolahan dengan maksimal penghasilan Rp 200 juta/tahun dan Wajib Pajak yang bekerja di perusahaan impor dengan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE). Selain itu, terdapat perpanjangan waktu pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban Wajib Pajak sehingga meringankan beban Wajib Pajak.
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah mempunyai kebijakan ekonomi tersendiri. Namun, seyogyanya
Mitra pelatihan kartu prakerja (sumber: website kartu prakerja)
seharusnya sejalan dengan kebijakan pusat agar tidak terjadi kebingungan di tubuh masyarakat.
Sejalan dengan pemerintah pusat mengenai kebijakan jaminan sosial, Pemda DIY mengadakan program Jaminan Hidup (Jadup) selama status tanggap darurat COVID-19. Jadup akan didistribusikan pada bulan April dan Mei. Ketua Gugus Tugas Percepatan Penangan COVID-19 DIY Bidang Sosial Kemasyarakatan, Drs. Untung Sukaryadi, MM., mengatakan bahwa, “Kita bertanggung jawab memberikan suatu perlindungan dan jaminan sosial. Salah satu tugasnya adalah memastikan masyarakat miskin bisa tetap makan dengan layak. Jaminan hidup ini atau bantuan sosial ini untuk seluruh keluarga miskin yang kehilangan mata pencaharian yang mengandalkan tenaga atau jasa yang macet karena terdampak Covid – 19. Nantinya akan diberikan selama 2 bulan karena Tanggap Darurat DIY sampai 29 Mei 2020.”
Menanggapi kebijakan mengenai realokasi anggaran dari pemerintah pusat, Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengelola dana dengan hati-hati dan merumuskan teknis terkait distribusi anggaran sehingga berguna untuk menjaga keseimbangan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Semua terkait pengelolaan anggaran, Sri Sultan meminimalisir kesalahan dalam pengelolaan anggaran.
Terkait dengan kebijakan moneter yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, Pemda DIY bersama Sri Sultan didampingi Wagub DIY serta Sekda DIY mengimbau perbankan untuk melakukan koordinasi dengan OJK dan BI. “Pemerintah daerah juga akan membantu debitur untuk menyelesaikan dan menjembatani dengan perbankan Yogyakarta sesuai arahan dari Bank Indonesia maupun OJK yang tadi sudah menjadi keputusan bersama,” ujar Sri Sultan. (Humas Pemda DIY, 2020)
Apabila kita melihat dari kebijakan Pemda DIY, kebijakan tersebut berjalan searah dengan kebijakan pemerintah pusat. Pemda DIY mengadakan program daerah yang tetap mengacu pada protokol pusat sehingga tidak menimbulkan kebijakan yang berlawanan dengan pusat. Dengan adanya koordinasi yang baik antara pusat dan daerah, kepercayaan dan kepatuhan masyarakat meningkat terhadap kebijakan yang dikeluarkan baik daerah maupun pusat.
(Gayuh Laksono Wiguna, Iftinan Adhasari, Diva Arifin)
“Antara PSBB, Karantina, dan Darurat Sipil”
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada Selasa (31/3/2020). Sebelumnya, pemerintah telah mempertimbangkan opsi lockdown serta darurat sipil untuk menanggulangi penyebaran Coronavirus disease 2019 (COVID-19) yang kian meluas. Lalu, mengapa keputusan PSBB diambil oleh pemerintah Indonesia?
Menurut Pasal 1 Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).
Pemerintah menilai kebijakan PSBB dianggap tepat ketimbang karantina wilayah/lockdown. Lebih lanjut, Jokowi juga mengatakan kebijakan PSBB dipilih setelah pemerintah mengkaji langkah negara lain dalam menghadapi pandemi ini.
“Karantina wilayah itu kan sama dengan lockdown. Artinya apa, masyarakat hanya harus dirumah. bus berhenti gak boleh keluar, taksi berhenti, ojek berhenti pesawat berhenti, MRT berhenti KRL semuanya berhenti, hanya di rumah,” ungkap Jokowi dalam program Mata Najwa yang ditayangkan Trans 7 pada Rabu (22/4/2020). pro kontra di kalangan masyarakat. Saskia (20), Mahasiswi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta mengatakan bahwa dirinya setuju dengan diberlakukannya PSBB. Hal ini lantaran PSBB dirasa mampu memutus rantai penyebaran covid-19. “Pro karena PSBB itu kan pembatasan kegiatan untuk wilayah yang sudah terinfeksi. Yang pasti alasan utamanya untuk memutus rantai covid-19,” ungkapnya.
Petugas memeriksa penumpang di dalam kendaraan yang melintas di Posko Check Point Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Air Tawar, Padang, Sumatera Barat (Sumber: AntaraNews.com)
Infografis Kasus Virus Corona di Indonesia
pemberlakuan PSBB tersebut. Bowo (56), salah seorang ojek online (ojol) mengaku dirugikan akibat diberlakukannya PSBB.
“Ya merasa dirugikan karena PSBB orderan jadi sepi. Apalagi ojol kan pendapatannya gak tetap, kalau gak dapet orderan ya kami gak ada pemasukan.” tutur Bowo.
PSBB bukanlah satu-satunya opsi yang dimiliki oleh pemerintah dalam menghadapi covid-19. Melalui juru bicara kepresidenan Fajroel Rachman Jokowi merencanakan darurat sipil sebagai opsi terakhir untuk mengatasi pandemi ini.
“Presiden Jokowi menetapkan tahapan baru melawan covid-19 yaitu Pembatasan Sosial Berskala Besar dengan kekarantinaan kesehatan. Hanya jika keadaan sangat memburuk dapat menuju darurat sipil,” ujar Fadrjoel Rachman, juru bicara presiden.
Darurat sipil merujuk kepada serangkaian peraturan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang atau Perpu Nomor 23 Tahun 1959 tentang Pencabutan UU Nomor 74 Tahun 1957 dan Menetapkan Keadaan Bahaya. IKebijakan PSBB yang diterapkan oleh Pemerintah, dinilai belum cukup efektif untuk menekan jumlah kasus Covid-19 oleh beberapa kalangan. Total kasus positif corona di Indonesia mencapai angka 15.438 per Mei 2020. Dengan angka kesembuhan sebanyak 3.287 dan angka kematian 1.028.
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, menyarankan agar Pemerintah memberlakukan lockdown dengan syarat kebutuhan masyarakat wajib ditanggung Pemerintah. Hal ini dikarenakan menurut Refly, kebijakan PSBB belum bisa menekan jumlah kasus Covid-19 sehingga Pemerintah perlu melakukan langkah lain.
“Kalau (menurut) saya segera lockdown, karena saya tidak hitung dampak ekonomi dan politiknya, namun yang saya hitung korban jiwanya. Kalau hitung politik dan ekonomi enggak selesai-selesai, karena PSBB pun tidak tahu berapa lama. Kalau hitung dampak ekonomi sudah terjadi, daripada tanggung sekalian (lockdown), tapi tadi kasih makan,” ucapnya.
Dalam rapat terbatas melalui telekonferensi dari Istana Merdeka, Jakarta, pada Selasa, 12 Mei 2020, Presiden Joko Widodo mengungkapkan bahwa berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, hasil pelaksanaan PSBB di setiap daerah berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat kesadaran masyarakat di daerah tersebut.
“Kita ingin ada sebuah evaluasi yang detail pada provinsi, kabupaten, dan kota mengenai data tren penambahan atau penurunan kasus positif baru di setiap daerah baik yang menerapkan PSBB maupun tidak,” ujarnya.
Presiden Joko Widodo juga meminta Gugus Tugas benar-benar memastikan bahwa kebijakan PSBB dapat berjalan secara efektif, selain itu Presiden menegaskan bahwa pelonggaran PSBB harus didasarkan pada data di lapangan. (Asha Prinanda Tamara Tansia, Amaliana Prasisti)
Para tenaga medis yang menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap, membantu proses pengecekan kesehatan puluhan orang TKI asal Sumsel di Wisma Atlet JSC Palembang (Dok. Humas Pemprov Sumsel / Liputan6.com)
Bukan lagi menjadi rahasia jika seluruh dunia kewalahan menghadapi pandemi covid-19 ini, begitu juga dengan negara Indonesia. Salah satunya dapat dilihat dari stok Alat Pelindung Diri (APD) di awal masa pandemi yang masih belum memenuhi kebutuhan. Padahal pemerintah mengaku telah terus menyuplai APD hingga ratusan ribu unit, tapi kenyataannya kebutuhan dilapangan jauh lebih banyak. Sebagai perkiraan, untuk pasien berjumlah 10 ribu maka jumlah APD yang dibutuhkan sekitar 1,5 juta. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sendiri memperkiraan paling tidak jumlah APD yang dibutuhkan tenaga medis berjumlah 17 juta.
Kebutuhan APD yang begitu besar disebabkan karena APD hanya bisa digunakan sekali dan jumlah orang yang terinfeksi juga semakin bertambah. Apalagi seluruh tenaga medis baik yang merawat pasien positif maupun Pasien Dalam Pengawasan (PDP) bahkan tenaga kebersihan terkait juga harus menggunakan APD. Tenaga medis ini menjadi garda terdepan dalam melawan pandemi dengan resiko taruhan nyawa, maka jika APD tidak mencukupi maka resiko bahayanya juga akan semakin besar.
Ketersediaan APD ini padahal merupakan hak prerogatif yang harus diterima oleh tenaga medis. Hal ini sesuai dengan apa yang diatur dalam UU Pasal 57 No 36 2014 Tentang Tenaga Kesehatan. Pasal ini menyatakan bahwa salah satu hak tenaga medis yakni memperoleh perlindungan hukum selama menjalankan tugas sesuai dengan SOP.
Pada akhirnya, permasalahan kekurangan APD ini menunjukan dampak yang mengkhawatirkan, yaitu tumbangnya para tenaga medis. Sampai awal Mei, 38 dokter dan 17 perawat telah meninggal dunia akibat ikut terinfeksi covid-19. Hal ini terjadi karena mereka tetap memaksa melaksanakan tugasnya meskipun tidak memakai APD yang sesuai. Selain itu, juga karena distribusi APD belum sampai pada fasilitas kesehatan seperti puskesmas dan klinik yang sering didatangi pasien terjangkit corona.
Menghadapi permasalahan kekurangan APD, tenaga medis sendiri sebenarnya telah melakukan upaya berupa penghematan APD. Upaya ini dilakukan dengan mengalihfungsikan sebagian baju operasi menjadi APD. Bahkan ada yang menggunakan jas hujan plastik untuk menggantikannya, meskipun jelas hal seperti ini tidak memenuhi standar APD yang sesuai.
Namun kini kurangnya APD telah ditangani oleh pemerintah. Hal ini dilakukan oleh pemerintah dengan memacu optimalisasi kinerja industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Berdasarkan data yang dihimpun Kemenperin dan Kementerian Kesehatan, terjadi surplus produksi sampai Desember 2020 sebesar 1,96 miliar buah untuk masker bedah, kemudian 377,7 juta buah masker kain, sebanyak 13,2 juta buah pakaian bedah (gown/surgical gown), dan 356,6 juta buah untuk pakaian pelindung medis (coverall). Dengan ini, pemerintah bahkan menyatakan siap untuk mengekspor APD ke seluruh dunia.
(Delima Purnamasari)
“Menilai Kesiapan Rapid Test di DIY”
Petugas medis melakukan rapid test covid-19 pedagang Pasar Beringharjo, DI Yogyakarta, Kamis (4/6/2020). (Sumber: Antara Foto/Hendra Nurdiyansyah/aww)
Perkembangan covid-19 yang terjadi di Indonesia banyak menimbulkan pertanyaan. Hal yang disoroti di sini adalah kelambatan pemerintah Indonesia yang dianggap terlambat menangani masalah ini. Keterlambatan ini dianggap membuat banyak korban meninggal.
Pemerintah mulai menggencarkan rapid test (tes cepat) massal di berbagai daerah. Rapid test merupakan tes singkat selama 10 sampai 15 menit terhadap pasien. Tes ini dilakukan untuk mengetahui tingkat antibodi saat terinfeksi virus atau lebih dikenal sebagai IgG dan IgM dengan cara mengambil sampel darah. Sifat dari tes ini hanyalah sementara dan tidak dapat langsung memastikan apakah positif atau tidak. Apabila pasien dinyatakan positif, pasien akan dirujuk ke fasilitas kesehatan yang ditunjuk untuk dilakukan pemantauan dan tes lebih lanjut yaitu swab test.
Tes cepat sendiri sudah dilakukan oleh berbagai daerah menggunakan fasilitas publik seperti kantor, Gedung olahraga (GOR), pusat perbelanjaan, dan fasilitas kesehatan sendiri seperti rumah sakit dan puskesmas. Tes cepat secara intensif dilakukan pada klaster yang berpotensi penularan covid dan orang orang yang berpotensi seperti tenaga medis, ODP (Orang Dalam Pengawasan, PDP (Pasien Dalam Pengawasan). Pemerintah Kabupaten Sleman menggelar rapid test pertama di pusat perbelanjaan Indogrosir pada 19 April hingga 4 Mei lalu untuk menekan penyebaran covid-19. Pada hari pertama, ditemukan 20 Positif reaktif. Masingmasing reaktif akan dijemput tenaga medis di tempat tinggal untuk diantar ke fasilitas pusat karantina yang ditunjuk. Sebelumnya, tes cepat yang sama telah diselenggarakan di GOR Pangukan, Tridadi Sleman dengan jumlah pendaftar 500 orang. Pemerintah Kota Yogyakarta sendiri telah melakukan tes cepat acak di berbagai tempat umum di Yogyakarta. Tes cepat ini dimulai pada bulan Juni 2020 menyasar tempat seperti pasar tradisional, mall, kafe, dan masyarakat umum. Dari rapid test acak di pasar tradisional, diketahui tiga pedagang reaktif uji cepat. Ketiga orang tersebut salah satunya merupakan warga Magelang. Sedangkan dari mal, diketahui empat karyawan reaktif. Dua diantaranya warga Kota Yogyakarta dan yang lain warga Sleman. Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul pada bulan Juni akan segera melakukan rapid test secara massal karena ditemukan kasus positif yang mana mobilitas sosialnya sangat tinggi dan bertemu banyak orang. Sehingga akan diadakan rapid test massal.
Pemerintah DIY bersama Tim Gugus Covid 19 menunjuk shelter asrama haji pada unit Gedung Muzdalifah, Gedung Madinah dan Gedung Makkah jika diperlukan adanya tambahan ruang isolasi. Pemerintah juga menunjuk 7 Rumah sakit rujukan covid-19 di Kota Yogyakarta, 2 rumah sakit di Kulonprogo, 10 rumah sakit di Sleman, 2 rumah sakit di Gunung Kidul dan 4 rumah sakit di Bantul. Dari ke-25 rumah sakit rujukan dilakukan penambahan sebanyak 95 kamar untuk mengantisipasi bertambahnya pasien reaktif setelah tes cepat di klaster baru Indogrosir. Pemkot Yogyakarta juga mempersiapkan Balai Diklat Kemensos yang mampu menampung hingga 150 pasien. Pemerintah juga menunjuk 18 Puskesmas di seluruh wilayah Yogyakarta, upaya ini dalam rangka mencegah kerumunan massa.
Ada tiga skenario dalam tes cepat yang disiapkan oleh gugus tugas penanganan covid-19 Yogyakarta. Pertama, jika tes cepat mendapat hasil positif dan kesehatan dalam kondisi yang baik, pasien melakukan isolasi mandiri. Kedua, jika hasilnya positif dan kondisi kesehatan tidak baik pasien akan dijemput ke Balai Diklat Kemensos DIY untuk melakukan isolasi dan swab tes. Skenario 3, jika tes cepat positif dan mengalami gejala klinis langsung dibawa ke rumah sakit dan swab test.
Masyarakat berbondongbondong untuk melakukan tes cepat mandiri. Tes cepat mandiri di DIY (tidak dibiayai pemerintah) meningkat di DIY. Pemerintah telah berusaha gerak cepat dengan gugus tugas penanganan covid-19 dan masyarakat pun ikut berperan penting dalam penanganan virus corona ini. Secara keseluruhan upaya yang dilakukan tidak akan maksimal jika tidak ada ketaatan dalam menjaga jarak. Demi mencegah penularan Covid 19 masyarakat harus menghindari keramaian dan mengurangi interaksi langsung di masyarakat. Dengan begitu maka pandemi ini akan segera berakhir. (Arvy Zulfan Akhmad Aulia, Kuni Qurota Aini)
Sampai saat ini, Indonesia masih “berperang” melawan COVID-19. Presiden Joko Widodo mengatakan pandemi COVID-19 tidak hanya berdampak pada masalah kesehatan tetapi juga masalah kemanusiaan yang berdampak pada aspek sosial, budaya, dan ekonomi.
Dilansir dari situs liputan6.com, pemerintah pusat menambah anggaran belanja dan pembiayaan APBN 2020 sebesar RP 405,1 Triliun demi melawan pandemi COVID-19. Hal ini merupakan upaya sekaligus bentuk keseriusan pemerintah dalam menangani pandemi corona.
Meskipun pemerintah pusat sudah menggelontorkan anggaran tambahan sebesar Rp 405,1 triliun, muncul seruan dari sejumlah kalangan seperti DPR dan Pemprov Jawa Barat untuk melakukan pemotongan gaji demi mempercepat penanggulangan COVID-19.
Dalam rapat paripurna pembukaan masa persidangan III Tahun sidang 2019-2020 yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada selasa (30/3), muncul seruan dari sejumlah anggota DPR RI untuk menyisihkan gajinya demi membantu penanggulangan COVID-19. Salah satu seruan disampaikan oleh anggota komisi 1 DPR RI, Nurul Arifin. “Saya berharap kita mempunyai solidaritas nasional sosial untuk menghadapi masalah-masalah sulit ini yang kita tidak bisa prediksi sampai kapan ini akan berakhir,” ujarnya. Menanggapi usulan tersebut, Ketua DPR RI Puan Maharani menuturkan usulan tersebut menunggu persetujuan fraksifraksi di DPR.
Berbeda dengan DPR yang masih menunggu persetujuan dari fraksifraksi yang ada, Ridwan Kamil selaku Gubernur Jawa Barat akan memotong gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan pemprov jabar selama 4 bulan kedepan. Besaran potongan gaji disesuaikan secara proporsional, adil, dan disesuaikan dengan kemampuan finansial para ASN.
Akan tetapi, pemotongan gaji ASN yang dilakukan oleh Gubernur jawa barat menuai pro dan kontra di kalangan ASN. Sebab, tidak semua ASN berada di kalangan menengah ke atas. Banyak juga dari mereka yang berasal dari kalangan menengah kebawah.
Apabila ditinjau dari sisi hukum, aksi pemotongan gaji ASN melanggar pasal 3 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2019 tentang gaji ASN, TNI, polisi, pejabat negara, dan penerima pensiun atau tunjangan. Peraturan tersebut
berbunyi “penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan potongan iuran dan/atau potongan lain berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan.”
Hal diatas senada dengan apa yang dikatakan oleh Analisis Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah . “Hal yang ada itu mengarahkan instruksi edaran sedekah seikhlasnya, tapi kalau memotong resmi enggak boleh. Dasarnya apa? Bisa digugat nanti itu,” kata Trubus kepada wartawan CNN Indonesia, selasa (31/3).
Retno Lestari widodowati (56), seorang ASN di Kementerian Kesehatan, mengaku bahwa dirinya tidak keberatan jika harus dilakukan pemotongan gaji bagi para ASN. Dirinya juga mengaku bahwa selama tunjangan masih tetap diberikan, pemotongan gaji pokok tidak akan terlalu berdampak kepada para ASN
“saya setuju saja kalau diadakan pemotongan gaji terhadap para ASN. Tapi saya kurang setuju jika tunjangan juga dipotong oleh (pemerintah) pusat. Banyak dari ASN lebih bergantung terhadap tunjangan. Oleh karena itu, dampaknya mungkin tidak terlalu besar apabila gaji yang dipotong,” ujar Retno
Selain aksi pemotongan gaji yang dilakukan para pejabat, aksi pemotongan gaji juga terjadi di kalangan pekerja. Tepatnya dilakukan oleh perusahaan waralaba ayam goreng Kentucky Fried Chicken (KFC) di pulau jawa. Kesepakatan tentang penyesuaian
beban upah selama COVID-19 dinyatakan oleh Direktur Fast Food J. Dalimin Juwono dalam keterbukaan informasi pada hari Jumat (24/3).
Karyawan yang bekerja di toko tidak akan dipotong gajinya namun hanya penundaan sebagian kecil pembayaran, sedangkan karyawan yang dirumahkan akan dipotong gajinya dan penundaan sebagian kecil gaji. Dilansir dari CNBC Indonesia, karyawan yang dipulangkan berjumlah 450 orang.
Pemotongan gaji yang dilakukan oleh perusahaan KFC kepada karyawan disesuaikan dengan gaji pokok yang diterima perbulannya. Bagi yang berpenghasilan diatas Upah Minimum Provinsi (UPM) sebesar 50%, lalu untuk karyawan yang berpenghasilan di bawahnya dipotong sebesar 30%.
Keputusan pemotongan gaji tersebut mengundang beberapa pro dan kontra dari kalangan pekerja. Pihak KFC mengatakan pemotongan gaji ini demi keberlangsungan perusahaan. Akan tetapi, karyawan merasa keputusan yang diambil tidak melibatkan pekerja sehingga dianggap hanya sepihak. Keputusan yang diambil juga bertentangan dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 pasal 35 ayat 3.
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil (Sumber: Detik.com)
{M. Rizky Fabian, Lingga Prasetya, Oktaviana Puspaningrum}
“Perkuliahan Daring di Mata Dosen dan Mahasiswa”
Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
Berdasarkan surat edaran No 14/UN62/SE/PK.03/2020, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta memberikan petunjuk teknis perkuliahan daring terkait pencegahan penyebaran COVID-19.
Tanggapan berbeda pun datang dari kalangan dosen dan mahasiswa mengenai jalannya perkuliahan daring. Banyak dari mereka yang menganggap bahwa kuliah daring telah berjalan secara efektif. Akan tetapi, tidak sedikit yang berpendapat bahwa perkuliahan daring berjalan tidak efektif dan cenderung membosankan.
Menurut DR. Sigit Haryono, dosen Ilmu Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta, metode perkuliahan daring yang dilakukan selama situasi darurat pandemi Covid-19 dinilai kurang ideal. memahami IT serta sulitnya mengontrol mahasiswa dalam pelaksaan kuliah menjadi kendala selama perkuliahan daring berlangsung.
Berbagai media yang digunakan seperti Zoom, Google Classroom, dan WhatsApp Group membuat beberapa dosen tidak dapat memantau aktivitas mahasiswa secara langsung. Hal ini memungkinkan mereka untuk bersantaisantai atau tidak mengikuti kegiatan perkuliahan sama sekali.
Kendala lain dari perkuliahan metode daring adalah media yang digunakan terkadang menyediakan waktu yang terbatas. Penggunaan aplikasi Zoom yang bersifat sementara membuat para dosen memilih Zoom dengan akun tak berbayar. Sistem Zoom akun tak berbayar hanya memperoleh waktu sekitar 40 menit untuk bertatap muka. Setelah 40 menit, mereka keluar dan harus masuk kembali. Hal tersebut mengakibatkan berkurangnya waktu efektif karena harus menunggu mahasiswa dengan jumlah yang tak sedikit untuk mengikuti kegiatan perkuliahan.
Media lain seperti Google Classroom dan WhatsApp Group digunakan untuk memberikan serta mengumpulkan tugas untuk melatih pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan. Untuk saat ini, media Google Classroom dan WhatsApp Group lebih sering digunakan untuk mengumumkan tugas UAS yang kebanyakan bersifat take home.
Dibalik sisi negatif dari perkuliahan daring, banyak sisi positif yang dapat diambil dari adanya metode tersebut. Manfaat yang didapat antara lain membuat dosen maupun mahasiswa lebih akrab dengan teknologi dan internet. Selain itu, banyak mahasiswa yang menjadi aktif pada kegiatan perkuliahan setelah sebelumnya takut atau malu ketika ingin menanggapi materi pada perkuliahan luring. Keaktifan ini juga datang tanpa memerlukan pancingan dari dosen pengajar.
Ketika dimintai pendapat mengenai keefektifan kegiatan perkuliahan, dosen yang akrab dipanggil Pak Sigit ini menilai bahwa kedua metode sama efektifnya. Akan tetapi, para dosen cenderung memilih metode perkuliahan luring. Selain dapat memantau mahasiswa, metode luring juga memungkinkan mereka berinteraksi lebih jauh dan nyaman dalam hal presentasi, bertanya, dan menanggapi.
Menurut Delima Purnamasari, salah satu mahasiswa Program Studi Hubungan Masyarakat, mekanisme kuliah daring yang dilakukan oleh tiap dosen berbeda-beda. Namun pada kebanyakan mata kuliah, dosen cenderung hanya mengirimkan materi sementara mahasiswa diminta untuk mempelajarinya secara mandiri. Dosen juga memberikan fasilitas berupa sesi tanya jawab. Akan tetapi, sesi ini terkendala oleh terbatasnya waktu perkuliahan karena adanya hambatan dari media yang digunakan.
Selain itu, mahasiswa angkatan tahun 2019 ini juga menuturkan bahwa kuliah online (daring) ini cenderung tidak efektif. Hal ini disebabkan oleh berbagai hal seperti ketidaksiapan kampus maupun pemerintah dalam menjalankan kuliah online (daring), Hambatan pada penggunaan media, proses pengetikan dan pengiriman jawaban yang membutuhkan waktu yang cukup lama, dan materi yang terbatas.
Bagi beberapa mahasiswa, mereka lebih menyukai kuliah offline dikarenakan jalannya proses diskusi dan presentasi cenderung lebih lancar dan menarik. Selain itu, candaan dari para dosen juga membuat kuliah offline menjadi tidak membosankan.
Dalam melaksanakan kuliah daring, hambatan dan keuntungan yang diperoleh lebih ditekankan pada penggunaan media. Untuk media berupa WhatsApp Group dan Google Classroom, materi dan penjelasan dapat terekap seluruhnya. Mahasiswa pun dapat mengaksesnya setiap saat. Kegiatan perkuliahan juga dapat dimulai dan dibubarkan sesuai jadwal yang telah ditentukan.
Namun, penggunaan media secara terus menerus mengakibatkan kegiatan kuliah menjadi membosankan. Selain itu, kecepatan sinyal juga menjadi penentu kesuksesan jalannya kuliah daring ini.
Selain mengeluhkan tentang perkuliahan daring, mahasiswa juga mengeluhkan mengenai pembayaran UKT. UKT yang diterima masing-masing mahasiswa beragam mulai dari golongan 1 hingga golongan 8 berdasarkan penghasilan orang tua. Namun akibat pandemi COVID-19, hampir sebagian besar aspek mengalami hambatan ekonomi. Oleh sebab itu, mahasiswa menginginkan adanya pemotongan pembayaran UKT.
“UKT masih tetap ketika masa pandemi ini. Setidaknya diberikan potongan 25%,” ujar David Putera Mahendra, salah satu mahasiswa Program Studi Hubungan Masyarakat.
Meskipun terdapat keluhan mengenai UKT, UPN “Veteran” Yogyakarta memberikan suntikan bantuan berupa kuota bagi mahasiswanya untuk menjalani perkuliahan online ini. Besaran kuota beragam tergantung dari provider yang dipakai oleh mahasiswa. Kuota yang didapat juga mencukupi bagi kebutuhan perkuliahan daring. Namun apabila media Zoom yang digunakan, tentu akan memakan cukup banyak kuota. Dengan adanya bantuan suntikan kuota diharapkan dapat mengurangi beban pengeluaran bulanan mahasiswa di masa pandemi ini. (Maria Dewi Sekaringtyas, Marizka Zahra Annisa, Latief Fadhlan)