8
Kaltim KAMIS 29 SEPTEMBER 2011
tribun buffer Bom Ambon dan Bom Solo Beda Tipe
Nasib si Pongo BERSYUKUR Kalimantan merupakan pulau eksotik mempunyai sumberdaya lengkap, flora dan faunanya sangat menawan. Satu di antara kakayaan satwa khas pulau ini adalah orangutan. Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kaltim, Tandya Tjahjana di Kaltim punya orangutan jenis Pongo pygmaeus morio merupakan subspesies unik dan keberadaaanya paling sedikit, dibandingkan subspesies orangutan Kalimantan lain. Selain morio, terdapat subpesies lain yakni Pongo pygameus pygmaeus dan Pongo pygmaeus wumbii. Diperkirakan Kaltim masih mempunyai sekitar 3.000 orangutan yang masih hidup di wilayah Kutai (Kutai Kartanegara, Kutai Barat, dan Kutai Timur). Namun dari jumlah itu, terdapat sekitar 75 persen yang hidup di luar kawasan konservasi. Ketika hutan alam di Kalimantan masih berjaya, maka kehidupan satwa unik ini masih lumayan bagus. Tetapi sekarang kondisinya semakin terdesak dan semakin sulit bagi kaum Pongo untuk mencari makanan. Hutan berubah menjadi lahan budidaya, terutama sawit. Sejak dulu memang ada kebiasaan umat manusia selalu memburu binatang, termasuk orangutan. Entah sekadar dipelihara, dijadikan hiasan sampai dijadikan komoditas komersial. Tetapi sekarang ini, motifnya lebih ngeri lagi: Si Pongo harus mati karena dia rakus. Seekor orangutan dapat mengonsumsi sekitar 50-60 pohon sawit setiap hari. Diduga karena alasan inilah orangutan diburu warga dan dibantai atas permintaan perusahaan. Laporan yang muncul dalam pemberitaan Tribun Kaltim, pembantaian terjadi di Desa Puan Cepak, Kabupaten Kutai Kartanegara. Si Pongo menjadi korban pembantaian agar tidak menjadi satwa pengganggu pohon sawit. “Ini terjadi karena pembukaan lahan itu tidak hanya menyebabkan habitat orangutan berkurang, tetapi juga membuat orangutan rawan untuk diburu karena dianggap merusak. Wajar saja orangutan itu merusak kebun sawit, karena dulunya itu habitat satwa itu,” ujar peneliti orangutan dari Universitas Mulawarman Yaya Royadin , saat dihubungi dari Nunukan, Kaltim, Rabu (28/9) seperti diwartakan kompas.com. Puluhan orangutan di Desa Puan Cepak, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara, disiksa dan dibunuh karena dianggap sebagai hama perusak kelapa sawit. Mereka diburu warga, karena salah satu perusahaan sawit memberikan imbalan untuk setiap penangkapan orangutan. Pembunuhan orangutan ini, menurut Yaya, merupakan bukti ketidakberdayaan pemerintah dalam melindungi orangutan dan habitatnya. Sebab izin perkebunan maupun kuasa pertambangan yang diberikan pemerintah daerah, tidak memperhatikan habitat spesies yang hidup di hutan Sumatera dan Kalimantan. Setelah muncul pemberitaan itu Tim gabungan BKSDA Kaltim dan Polres Kutai Kartanegara turun ke Desa Puan Cepak, untuk menyelidiki kasus pembantaian orangutan tersebut. Pelaku yang menyiksa dan membunuh orangutan bisa dijerat Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Akibat sifat manusia yang suka merusak pula, maka orangutan di hutan diburu dan dibantai sebaliknya orangutan yang dipelihara di kebung-kebun binatang justru diperlakukan secara tak senonoh. Misalnya, Sherly penghuni kebun binatang di Johor Malaysia, punya kebiasaan buruk seperti manusia, yaitu merokok. Dia bisa merokok karena diajari para pengunjung . Pengunjung melemparkan rokok kepada hewan primata itu berumur 25 tahun itu. Sherly merokok karena melihat tingkah laku pengunjung di sekitarnya. Kini petugas kebun binatang memaksa satwa itu agar berhenti merokok. Sherly kebinggungan. Bukan cuma orangutan Malaysia yang punya kebiasaan merokok, di Indonesia pun demkian, “Oangutan yang merokok di kebun binatang terjadi dimana saja, kecuali Taman Safari,” kata Hardi Bhaktiantoro, direktur Pusat Perlindungan Orang Utan, Centre for Orangutan Protection (COP) kepada BBC Indonesia. Sungguh sulit Si Pongo memahami perilaku manusia. Si Pongo semakin sedih, karena tidak pernah mampu melawan mahluk yang mendapat predikat sebagai ‘homo sapien’ alias ‘binatang cerdas, tetapi tidak pernah jelas apa maunya! (*)
# Bom di Tubuh Hayat hanya Butuh Rp 200.000 Dua bomnya beda, ya. Kalau di Ambon diameternya 4 cm dan panjangnya 10 cm. Kalau di Solo itu erdiri dari beberapa pipa tipis.” Irjen Polisi Anton Bachrul Alam Kepala Divisi Humas Polri
JAKARTA, TRIBUN - Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Anton Bachrul Alam mengungkapkan, jenis rakitan bom di Kota Ambon, Maluku, berbeda dari bom di Kepunton, Solo, Jawa Tengah. Anton mengatakan, bom rakitan yang dilemparkan di sejumlah tempat di Ambon memiliki casing rakitan dari pipa besi dengan diameter 4 cm dan panjang 10 cm. Isi bom tersebut berupa serbuk hitam dengan sumbu bakar berupa bambu cina isian korek api. Adapun bom yang digunakan oleh Hayat pada peledakan di Gereja Bethel Injil Sepenuh Kepunton, Solo, terdiri dari pipa tipis. “Dua bomnya beda, ya. Kalau di sana (Ambon) diameternya 4 cm dan panjangnya 10 cm. Kalau di Solo itu, kan, bom cangklongan, terdiri
Polres Kukar Butuh Seminggu # Sambungan Hal 1
yang telah diturunkan ke lokasi. Sebab kejadian pembantaian itu terjadi 20092010, sehingga membuat BKSDA harus benar-benar menelusurinya secara mendalam. “Saya masih tunggu kerja tim yang diturunkan ke lokasi pembantaian itu. Bagaimana hasilnya nanti, baru lah kami akan menindaklanjutinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Yang jelas, memang sesuai aturannya, tak dibenarkan satwa yang dilindungi itu dibantai, dan apalagi kepentingannya untuk perusahaan,” kata Tandya, Rabu (28/9). Menurutnya, memang selama ini BKSDA kerap mendapatkan informasi adanya pembantaian orangutan oleh oknum perusahaan kelapa sawit disejumlah daerah di Kaltim, namun itu masih sebatas informasi, tak ada fakta ataupun sesuatu yang bisa membuktikannya. Karenanya ketika ada informasi di Desa Puan Cepak tersebut, pihaknya harus menelusurinya terlebih dahulu ke lokasi. “Informasi-informasi ada yang kami dengar, tapi
dari beberapa pipa tipis,” ujar Anton di Gedung Humas Polri, Rabu (28/9). Menurut Anton, bom yang digunakan Hayat mirip dengan bom yang dipakai oleh Muhammad Syarif, pelaku bom bunuh diri di Masjid AdzDzikro, Cirebon, Jawa Barat, pada 15 April 2011. Hayat dan Syarif juga mengendalikan sendiri bom tersebut dan sama-sama menggunakan paku serta mur sebagai isian bom. “Bom yang di Solo seperti Muhammad Syarif (Cirebon),” lanjutnya. Ketika ditanya mengenai pelaku bom di empat tempat di Ambon, Anton menyatakan, saat ini kepolisian masih menelusurinya. Namun, polisi menduga keempat bom tersebut dirakit oleh orang yang sama dengan. Hal itu dilihat dari jenis bom rakitannya. “Jenis (empat) bom di Ambon sama. Dua meledak, dua tidak. Masih didalami, kita tunggu saja kelompok mana yang melakukan aksi ini,” ujar Anton. Terpisah, mantan Ketua Mantiqi III Jamaah Islamiyah Nasir Abbas menuturkan bom yang melilit tubuh hayat di Solo hanya membutuhkan dana kecil. “Rp 200 ribu saja bisa,”
katanya seusai acara tanda tangan kafan terpanjang di restoran Papa Ron’s Pizza, Jakarta, kemarin. Menurut Nasir angka tersebut dihitung dari perkiraan bahan peledak dengan daya ledak yang menguncang gereja di Solo pada 25 September 2011. Saat ini, kata Abbas, pola teror bom memang tidak melalui jaringan besar. Dengan membentuk kelompokkelompok kecil saja, bom bisa dibuat dengan dana patungan antar anggota. “Tidak butuh biaya besar, bisa dari patungan saja,” ujar Nasir. Pelakunya, kata Nasir, bukan dari kelompok terorganisir. Melainkan beberapa orang yang bertindak berdasarkan emosi.”Aksi peledakan rumah ibadat umat lain adalah aksi emosi,” ujar Nasir. Pengeboman Gereja di Solo mirip dengan aksi bom Gereja tahun 2000. Aksi menjelang Natal tahun 2000 yang digerakkan oleh Hambali tersebut mempunyai tujuan adu domba. “Tujuannya dia ingin memindahkan konflik ambon jadi nasional,” kata Nasir. Untungnya, masyarakat di daerah yang terkena bom Natal 2000 tidak terpancing. “Kalau iya, bisa terjadi
konflik SARA di mana-mana,” papar pria asal Malaysia ini. Maka apa yang terjadi di Solo, Nasir berharap juga diharapkan bisa jadi pencerdasan masyarakat. Bahwa tidak ada untungnya terpancing dengan kerusuhan dan harus menolak segala kekerasan. Target Solo, Semarang dan Surabaya, seperti yang diramalkan oleh Kementerian Luar Negeri Inggris, menurut Nasir tidak bisa digeneralisasi. Memang pemerintah Inggris menganalisa berdasarkan pengalaman sebelumnya. Karena pelaku teroris, rata-rata berasal dari tiga kota tersebut Tapi, lanjut Nasir, kalau kota tersebut diketatkan pengawasannya justru akan berpotensi menimbulkan sifat-sifat radikal baru. “Apalagi masyarakat membuat penolakan kepada teroris yang sudah bebas, ini masalahnya,” ucap Nasir. Kalau masyarakat sudah terdoktrin untuk menolak mantan narapidana teroris, maka teroris justru akan kembali meneror karena tidak ada yang menerimanya. “Tapi ini masih perlu kajian lagi,” Nasir mengingatkan. (kompas.com/ti)
sebatas itu saja. Tapi sekarang kan sudah diterbitkan di koran, dan ada foto-fotonya juga. Memang itu sudah bisa dijadikan bukti, tapi bukti yang pasti kan tetap harus kita telusuri ke lokasinya. Mudahmudahan dalam waktu dekat ini sudah ada laporannya saya dapatkan,” ujarnya. Sementara itu, LSM Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) yang selama ini dikenal sangat konsen terhadap orangutan terkesan lamban merespons dan seperti menghindar. Beberapa kali Tribun menghubungi BOSF melalui manajernya Aschta Nita, tak pernah ada jawaban yang pasti. “Kami memang pernah dengar, tapi coba hubungi BKSDA setempat ya,” jawab Nita ketika dihubungi pertama kali. Berikutnya Nita kembali dihubungi, dia hanya menjawab sedang ada rapat di Jakarta, dan berjanji akan menghubungi kembali. Namun hingga saat ini tak pernah menghubungi. SMS yang dikirimkan pun tak pernah dijawabnya. Di kesempatan terpisah Ketua Komisi II DPRD Kaltim Rusman Ya’qub dan Sekretarisnya Mudiyat Noor sudah menjadwalkan dalam
waktu dekat ini memanggil pihak-pihak terkait atas kejadian pembantaian orangutan itu. Yakni mulai dari Dinas Kehutanan (Dishut), Dinas Perkebunan (Disbun) dan pihak perusahaannya. “Kita sudah jadwalkan dalam waktu dekat ini. Ini tak bisa dibiarkan, harus dipertanggungjawabkan oleh semua pihak yang terkait. Tidak hanya perusahaannya termasuk pemerintah yang memang lemah dalam pengawasan,” ujar Rusman. Hal senada dikemukakan Mudiyat, orangutan sudah jelas dilindungi oleh undangundang bukan hanya di Indonesia tapi dunia. “Harus kami panggil khususnya perusahaannya untuk mempertanggungjawabkan persoalan ini,” tandas Mudiyat. COP Desak Menhut Di Jakarta, Lembaga Swadaya Masyarakat Centre for Orangutan Protection (COP) mendesak Kementerian Kehutanan (Kemenhut) dan aparat penegak hukum untuk segera melakukan pengusutan terhadap kasus pembantaian orangutan. “Kita mendesak kepada
Kementerian Kehutanan, untuk melakukan penegakan hukum terkait dengan pembantaian orangutan yang dianggap sebagai hama di areal perkebunan-perkebunan kelapa sawit,” kata Juru Kampanye COP, Hardi Baktiantoro, kemarin. Hardi mengatakan, pihak yang memiliki wewenang untuk melakukan tindakan hukum kepada orang-orang yang diduga melakukan pembantaian terhadap satwa yang dilindungi itu adalah Kementerian Kehutanan melalui BKSDA. Sebelumnya, dalam siaran pers yang diterima Antara, Hardi mengatakan bahwa tanpa penegakan hukum, pembantaian terhadap orangutan (pongo pygmaeus) itu akan terus terjadi. “Dokumen-dokumen rencana aksi tidak akan menolong orangutan, upaya evakuasi hanya bersifat sementara menghindarkan orangutan dari pembunuhan,” kata Hardi, yang juga mengatakan bahwa hal itu bukan solusi permanen. Hardi menambahkan, orangutan yang akan dilepaskan kembali ke alam liar hanya menunggu untuk diburu dan dibunuh atau
dengan terpaksa harus diselamatkan kembali apabila tidak ada proses penegakan hukum. “Kita harus berani melihat kenyataan bahwa tidak ada kemajuan yang berarti. Tidak ada alasan satwa-satwa ini tidak dilindungi karena aturan hukumnya sudah jelas,” tegas Hardi. Hardi menegaskan, kejadian itu bukan merupakan konflik antara manusia dan orangutan, akan tetapi lebih cenderung ke arah pemusnahan. “Komitmen dan dukungan masyarakat internasional juga terus mengalir melalui beragam proyek konservasi, dari riset di alam hingga rehabilitasi,” tambah Hardi. Berdasarkan data dari COP, BKSDA Kaltim dan COP telah mengevakuasi sedikitnya empat orangutan dari Muara Kaman serta dua orangutan lainnya di Muara Wahau pada 26 Juli 2011. Dalam proses evakuasi tersebut, satu induk orangutan ditemukan mati dan telah dikubur dengan kondisi memperihatinkan dan banyak bekas pukulan, kedua pergelangan tangan terluka serta jari-jari yang putus. (top/ aid)
Bimbang Jadi Guru atau Wartawan
(SGB) di Lenteng Agung, Jagakarasa (1953-1954). Selanjutnya mengajar di SMP Van Lith, Jl Gunung Sahari, Jakarta (1954-1956). Jakob kemudian mendapat tugas tambahan sebagai sekretaris redaksi yang seharihari melaksanakan pekerjaan sebagai Pemimpin Redaksi Penabur sejak 1956. Sambil mengajar di SMP, Jakob mengikuti kursus B-1 Ilmu Sejarah. Kemudian kuliah di Perguruan Tinggi Publisistik di Jl Menteng Raya hingga 1961. Berkat Ilmu Sejarah, tumbuh minat Jakob untuk menulis. Di sisi lain, ia direkomendasi memperoleh bea siswa di University of Colombia, AS, karena lulus B-1 Sejarah dengan nilai rata-rata 9. Dengan peluang itu Jakob diharapkan menyabet gelar doktor (PhD) dan kelak menjadi sejarawan atau dosen sejarah. Namun cita-cita menjadi guru mulai goyah. Sampai suatu saat seorang pastor, JW Oudejans OFM menanyakan profesi apa yang kelak ditekuni Jakob. “Jadi dosen,” kata Jakob. Namun Oudejans berkomentar, “Jakob, guru sudah banyak, wartawan tidak.” Ketika selesai kuliah di Universitas Gajah Mada (UGM), 1961, Jakob belum bisa menentukan pilihan, menjadi wartawan profesional atau guru profesional. Padahal menjelang menyelesaikan studi ia pernah diajak PK
Ojong menemui Pemimpin Umum Star Weekly, Khoe Woen Sioe . Ojong mengatakan kepada Sioe, Jakob merupakan orang yang tepat menggantikan kedudukannya sebagai pemimpin redaksi, karena ada tanda-tanda Star Weekly akan ditutup. Ojong merupakan orang yang tidak disukai pemerintah, menyusul pembredelan surat kabar Keng Po. Belajar dari Ojong Tawaran itu tak ditanggapi serius oleh Jakob karena fokus menyelesaikan kuliah di Fakultas Sosial dan Politik UGM. Pada April 1961, Ojong mengajak Jakob membuat majalah baru bernama Intisari, isinya sari pati perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia. Majalah bulanan Intisari terbit pertama kali Agustus 1963. Untuk menjalani hidup sebagai wartawan, Jakob bergaul akrab dengan kalangan wartawan seperti Adinegoro, Parada Harahap, Kamis Pari, Mochtar Lubis, dan Rosihan Anwar. “Dalam soal-soal jurnalistik, Ojong itu guru saya, selain Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar,” katanya. Di mata Jakob, Ojong kuat di bidang humaniora dan kuat dalam prinsip nilai-nilai kemajuan. Mochtar Lubis sosok yang berani dan memegang teguh prinsip, sedang Rosihan Anwar kuat dalam persoalan humaniora. Majalah Intisari kemudian
diperkuat oleh teman-teman Jakob-Ojong dari Yogyakarta seperti Swantoro dan J Adisubrata. Menyusul kemudian Indra Gunawan dan Kurnia Munaba. Begitu juga Irawati, seorang sarjana hukum alumnus Universitas Diponegoro, Semarang, yang rela beberapa bulan tak dibayar asal boleh bergabung di Intisari. Orang-orang tersebut yang kemudian menjadi pemimpin di unit-unit usaha baru Kompas Gramedia Sambil terus memberi perhatian kepada pengembangan Intisari, dilandasi citacita mengembangkan kemajemukan Indonesia, Jakob dan Ojong aktif dalam gerakan asimilasi Badan Komunikasi Penghayatan Kesatuan Bangsa (Bakom PKB). Lembaga itu merupakan sebuah gerakan yang mengajak keturunan Tionghoa untuk benar-benar solider dan menyatu dengan rakyat Indonesia di segala bidang. Bakom PKB didirikan 30 orang pri dan nonpri, pada 1977, di antaranya Hasjim Ning, K Sindhunata, Abjan Soleiman, H Syafiudin, Junus Jahja, Ridwan Saidi, Lo SH Ginting, dan Njoo Han Siang. Nama Jakob dan PK Ojong tidak tercantum sebagai pendiri Bakom PKB, namun pemikiran mereka mengenai asimilasi menjadi sadar pijakan pendirian gerakan tersebut. (tribunnews/feb)
# Sambungan Hal 1
ujar founding father Kompas Gramedia tersebut. Yang dilakukan selanjutnya yaitu mencari kerja. Jadi apa? “Jadi guru, cita-cita yang pernah muncul bersamaan dengan cita-cita menjadi pastor,” katanya. Keinginan itu kemungkinan besar tak lepas dari lingkungan Jakob Oetama. Ayahnya, Raymundus Sandiyo Brotosoesiswo, seorang guru sekolah rakyat (sekarang bernama sekolah dasar), yang sering berpindah tugas mulai dari kawasan Jowahan --sekitar 500 meter sebelah timur Candi Borobudur-- hingga Sleman, DI Yogyakarta. Atas arahan sang ayah, Jakob hijrah ke Jakarta menggunakan kereta api untuk menemui Yosep Yohanes Supatmo. Pria yang masih ada hubungan saudara dengan Sandiyo Brotosoesiswo itu bukan seorang guru, namun baru saja mendirikan Yayasan Pendidikan Budaya, mengelola sekolah-sekolah budaya. Pertama kali Jakob menjadi guru di SMP Mardiyuwana, Cipanas, Jawa Barat, 1952-1953. Kemudian pindah ke Sekolah Guru Bagian B
PEMIMPIN UMUM(Plt): Agus Nugroho PEMIMPIN REDAKSI: Achmad Subechi REDAKTUR PELAKSANA: Priyo Suwarno MANAJER PRODUKSI: Arif Er Rachman WAKIL MANAJER PRODUKSI: Baskoro Muncar KOORDINATOR LIPUTAN: Fransina Luhukay STAF REDAKSI: H Sjamsul Kahar, H Herman Darmo, Uki M Kurdi, Achmad Subechi, Ignatius Sawabi, Priyo Suwarno, Arif Er Rachman, Baskoro Muncar, Fransina Luhukay, Iwan Apriansyah, Adhinata Kusuma, Dwi Haryanto SN, Sumarsono, Mathias M Ola, Perdata O Ginting, Trinilo Umardini, M Abduh Kuddu, Rita, Reza Rasyid Umar, Margaret Sarita, M Wikan Hendarman, Meinar F Sinurat, Ahmad Bayasut, Fachmi Rachman, Feri Mei Effendi, Basir Daud, Handry Jonathan, Syaiful Syafar. BIRO SAMARINDA, Jl Ulin No.106 Samarinda, Telepon: 0541 202416, 202417, fax: (0541) 769855: H Maturidi (kepala), Achmad Bintoro, Budhi Hartono, Khaidir, Maipah, Nevrianto HP, Reonaldus, Muhammad Yamin. KUTAI KARTANEGARA: Rahmat Taufik KUTAI TIMUR: Kholish Chered. BONTANG: Udin Dohang PASIR: Sarassani. PENAJAM PASER UTARA: Samir TARAKAN: Junisah. KUTAI BARAT: Alex Pardede. BERAU: Amalia Husnul A. NUNUKAN: Niko Ruru. BIRO JAKARTA, Jl Palmerah Selatan 3, Jakarta 10270, Telepon (021) 5356766 (7618), Fax (021) 5495360: Febby Mahendra Putra (Kepala), Domuara Ambarita (Wakil) Agung Budi Santoso, Johnson Simanjuntak, Chairul Arifin, Ismanto, Rachmad Hidayat, Toni Bramantoro, Yuli Sulistyawan, Yoni Iskandar, Bian Harnansa, Hendra Gunawan, Sugiarto, Budi Prasetyo, Hasanuddin Aco, Murdjani. DIREKTUR UTAMA: Asih Winanti. DIREKTUR: H Herman Darmo, Uki M Kurdi. PEMIMPIN PERUSAHAAN / MANAJER IKLAN: H Zainal Abidin. MANAJER SIRKULASI: Iskandar. BAGIAN IKLAN JAKARTA: Doddy Setiawan (HP 08164859626), Jl Palmerah Selatan 3 Jakarta, Telp: (021) 5483863, 5494999, 5483008, 5480888 (ext: 7635-7638) Fax: (021) 53696583 Tarif Iklan: ! Umum Display (B/W) Rp 22.500/mm kolom ! Spot Colour (2 warna): Rp 30.000/mm kolom ! Spot Colour (1 warna): Rp 25.000/mm kolom ! Full Colour: Rp 35.000/mm kolom ! Halaman 1 (B/W) Rp 60.000/mm kolom ! Halaman 1 (F/C) Rp 90.000/mm kolom ! Iklan Baris (2 s/d 10 baris): Rp 10.000/baris. Harga di atas belum termasuk PPN 10%.KANTOR PUSAT BALIKPAPAN Jl Indrakila Straat III Dalam, RT 52 No 1 Kampung Timur, Balikpapan 76125. Telepon: (0542) 735015, 7020152, 7020151, Fax: (0542) 735013 No Rek 191.0724971 BCA Balikpapan a/n PT Mahakam Media Grafika. PENERBIT: PT Mahakam Media Grafika. ISI DILUAR TANGGUNG JAWAB PERCETAKAN
WARTAWAN “TRIBUN KALTIM” SELALU DIBEKALI TANDA PENGENAL DAN TIDAK DIPERKENANKAN MENERIMA/MEMINTA APAPUN DARI NARASUMBER