4 minute read
Segera Dibentuk
tersebut, setelah dipetakan melalui tahapan sosialisasi dan konsultasi publik di tingkat kalurahan, didapati ada 255 bidang dari pemilik lahan yang sebelumnya terdampak. Sedangkan tambahan lahan baru ada sebanyak 144 bidang.
Sebelum membentuk tim pengadaan lahan tambahan, BPN DIY juga akan melakukan pengecekan kelengkapan trase jalan tol di lapangan, termasuk mengecek keberadaan patok. “Kemarin sudah kita lakukan pengecekan,” kata dia.
Advertisement
Pembebasan lahan terdampak jalan tol ini belum sepenuhnya tuntas. Ada beberapa lahan yang belum dibebaskan, satu di antaranya yakni Ndalem Mijosastran di Padukuhan Pundong II, Kalurahan Tirtoadi. Terkait hal itu, Suwito mengatakan cagar budaya rumah limasan tradisional itu sudah ada nilainya dari penaksiran tim appraisal, yaitu nilai pemindahan bangunan dan nilai un- tuk tanah yang terdampak. Ia mengaku tidak hapal nominalnya. Yang jelas kata dia, nilai tersebut akan dimusyawarahkan terlebih dahulu bersama keluarga ahli waris. Apabila, sudah ada kesepakatan, segera dilakukan relokasi.
“Target relokasi secepatnya. Ini baru akan dibahas dalam rapat,” kata dia.
Upaya relokasi yang tak kunjung terlaksana membuat kondisi bangunan Ndalem Mijosastran saat ini cukup memprihatinkan. Beberapa bagian atap rusak, bahkan harus menggunakan penyangga bambu, karena terdampak pekerjaan proyek tol di sekitarnya.
Keluarga Ahli Waris Ndalem Mijosastran, Widagdo, berharap relokasi cagar budaya bisa secepatnya dilakukan. “Harapan saya cepat rampung. Segera direlokasi, supaya pengerjaan jalan tol juga bisa lancar dan segera selesai,” kata dia. (rif)
Konsumen Gugat Bupati Sleman Terkait
Relokasi Pedagang Pasar Godean
SLEMAN, TRIBUN - Bupati Sleman, Kustini, dan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sleman, Mae Rusmi Suryaningsih, digugat oleh masyarakat terkait relokasi pedagang dalam program pembangunan Pasar Godean. Penggugat merasa dirugikan dengan kondisi tempat transit relokasi pedagang yang kurang layak.
Pihak penggugat yakni Kunto Wisnu Aji, yang mengajukan gugatan sebagai konsumen ke Pengadilan Negeri (PN) Sleman. Dalam gugatan perdata nomor 4/ pdt.G/2023/PN Sleman, warga Sinduadi, Mlati itu memohon ke pengadilan agar para tergugat memperbaiki sarana-prasarana (sarpras), kelayakan dan keamanan konsumen maupun pedagang di tempat transit relokasi. Kunto bercerita, dirinya sering bersepeda dan jajan di Pasar Godean. Pada akhir Desember lalu, ia mengetahui bahwa Pasar Godean akan direvitalisasi, sehingga pedagang didalamnya terpaksa dialihkan ke tiga tempat transit, satu di antaranya di Sidokarto. Dia menilai kondisi tempat transit itu memprihatinkan karena Pemkab Sleman tidak benar-benar siap memfasilitasi relokasi.
Pedagang hanya diberi tempat transit seadanya dari bambu yang diberi iyupiyup (peneduh, red). Saluran pembuangan air hanya digali kecil. Pedagang terpaksa membuat pengerasan dan perbaikan sendiri di lapak masing-masing agar lebih nyaman sampai menghabiskan dana Rp500 ribu-4 juta.
Pedagang yang berjualan makanan bisa kebasahan ketika hujan dan barang dagangan rusak hingga tidak higienis dan tidak sehat.
“Gugatan saya sebagai konsumen, Undang-undang Perlindungan Konsumen Pasal 4 itu poinnya harus memberikan keamanan dan kenyamanan. Nah, keamanan dan kenyamanan dari Pemkab Sleman dalam memberikan lokasi relokasi (transit pedagang) tidak terpenuhi. Saya selaku konsumen, mewakili konsumen Pasar Godean secara keseluruhan, mengajukan upaya hukum agar (tergugat) memperhatikan kelayakan dan keamanan konsumen dan pedagang,” kata Kunto, ditemui setelah sidang di ruang IV Pengadilan Negeri Sleman, Kamis (19/1).
Sidang perdana tersebut
KULON PROGO, TRIBUN - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kulon progo kembali menyoroti tingginya angka kemiskinan di wilayah setempat. Apalagi, secara peringkat, angka kemiskinan di Kulon Progo jadi yang tertinggi se-DI Yogyakarta. Ketua DPRD Kulon Progo, Akhid Nuryati menyebut, persoalan kemiskinan cukup sulit teratasi. Hal itu lantaran mental melarat sudah telanjur mendarah daging di benak masyarakat setempat. “Di Kulon Progo, miskin sudah menjadi mentalnya orang Kulon Progo. Sehingga, kita sulit untuk menurunkan angka kemiskinan,” kata Akhid Nuryati, Ketua DPRD Kulon Progo, Kamis (19/1).
Ia menyebut, persoalan tingginya angka kemiskinan di Kulon Progo juga telah disampaikannya dalam berbagai forum. Untuk mengentaskan kemiskinan, DPRD Kulon Progo terutama Badan Anggaran (banggar) berupaya mengalokasikan dana lebih untuk program jaring pengaman sosial (JPS) kepada jaminan perlindungan.
“JPS yang alokasinya selalu berupa bantuan langsung tunai (BLT), bantuan pangan nontunai (BPNT), program keluarga harapan dan bantuan di tingkat kalurahan berusaha tidak ditambah melainkan dialihkan kepada perlindungan,” terangnya.
Ia mencontohkan, dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2023 digelontorkan bagi 1.786 penderes kelapa untuk pembayaran premi jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan jaminan kematian (JKM). Meski, jaminan perlindungan baru menjamin penderes di lima kalurahan di Kapanewon Kokap dan satu kalurahan di Kapanewon Samigaluh.
Ke depan, jaminan perlindungan menurutnya dihadiri oleh penggugat didampingi kuasa hukumnya, dan pihak tergugat yang turut dihadiri Kabag Hukum Setda Kabupaten Sleman, Anton Sujarwo. Setelah hakim memeriksa kelengkapan berkas, penggugat dan tergugat menyepakati penyelesaian perkara tersebut diserahkan ke PN Sleman. Sebelum masuk ke pokok perkara, kedua pihak diberi kesempatan untuk mediasi difasilitasi oleh PN.
Kabag Hukum Setda Kabupaten Sleman, Anton Sujarwo, ditemui setelah sidang, belum bisa berkomentar banyak. Pihaknya mengaku baru menerima materi gugatan tersebut, dan akan mempelajarinya terlebih dahulu. “Terima gugatannya, kan, baru ini, sehingga akan kami pelajari. Baru akan mediasi,” kata dia. (rif)
LANGKAH SULIT z Angka kemiskinan di Kulon Progo cukup tinggi dan jadi yang tertinggi se-DIY. z Kondisi itu turut menjadi perhatian dari DPRD Kulon Progo dalam upaya menurunkan angka kemiskinan. z Beragam program dan alokasi dana digelontorkan agar masyarakat terbebas dari jurang kemiskinan. tidak hanya diperuntukkan bagi penderes kelapa, melainkan pekerja informal lain seperti pembantu rumah tangga, petani, dan pekerja di level terbawah lainnya. Melalui cara tersebut, harapannya, warga di Kulon Progo tidak lagi mengharapkan bantuan, namun tercipta sebuah perlindungan-perlindungan baik sosial, beasiswa, kesehatan, dan ketenagakerjaan, sehingga tumbuh optimisme warga untuk lebih berusaha.
“Jika terjadi sesuatu hal di lingkup keluarganya, perlindungan yang dikucurkan dari pemerintah pusat sudah mencakup mereka, baik keluarga miskin, sekolah, dan berobat,” katanya. Akhid mengatakan, pihaknya juga berupaya dalam menumbuhkan ekonomi masyarakat. Di antaranya melalui pemberian bunga rendah terhadap sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Hal ini mengingat sektor perekonomian di Kulon Progo ditopang oleh pertanian dan UMKM. “Ini menjadi pekerjaan terberat, bagaimana dua sektor menjadi perhatian baik sarana prasarana (sarpras), sumber daya manusia (SDM) dan sistemnya,” ucap Akhid. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat kemiskinan di Kulon Progo selama 2022 di angka 16,39 persen. Angka itu memang menurun 1,99 persen dibandingkan 2021, yakni 18,38 persen. Kendati begitu, angka kemiskinan di Kulon Progo masih jadi yang tertinggi dibandingkan empat kabupaten/ kota di DIY. Sementara, angka kemiskinan se-DIY tembus 463.630 jiwa pada awal 2023.
Pemberdayaan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Kulon Progo, Eko Pranyata mengatakan pihaknya menyiapkan berbagai upaya untuk menurunkan angka kemiskinan di daerah ini. Selain bantuan dan jaminan perlindungan, ada pemberdayaan usaha kecil menengah (UKM) dan industri kecil menengah (IKM). Adapun pendukung lainnya seperti infrastruktur, akses pasar, dan sebagainya. Saat ini, Bappeda Kulon Progo tengah melakukan verifikasi warga yang termasuk kategori miskin ekstrem di lapangan. “Kira-kira ada 14.700 penduduk miskin ekstrem di Kulon Progo. Sekarang tahap akhir validasi semoga minggu ini selesai,” katanya,. Bappeda Kulon Progo mencatat, angka kemiskinan ekstrem pada 2021 sekitar 3,44 persen dari total 443.361 penduduk di Kulon Progo. Kemudian, angkanya menurun di 2022 menjadi 3,33 persen. Eko menyebut, karakteristik orang dengan kemiskinan ekstrem adalah pendapatan yang rendah sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan dasar khususnya makanan. Namun di Kulon Progo, analisis sementara, kemiskinan ekstrem terbanyak adalah penduduk usia lanjut. (scp)