Pewara Dinamika Desember 2009

Page 1

Volume 10 • nomor 25 desember 2009

issn 1693-1467

P e w a r a

Dinamika majalah universitas negeri yogyakarta

MEMAKNAI (HARI) IBU Sosoknya begitu membekas di hati. Sukar untuk dilupakan, bahkan keagungan Ibu melebihi imajinasi anaknya.


KITA MASIH “HIDUP”, BUNG!!! KITA MASIH “HIDUP”, BUNG!!! KITA MASIH “HIDUP”, BUNG!!! KITA MASIH “HIDUP”, BUNG!!! KITA MASIH “HIDUP”, BUNG!!!

Di tengah derasnya arus modernisme, bangsa ini mengalami perubahan gaya hidup yang amat luar biasa. Orang-orang desa pun beramai-ramai menjadi bagian dari masyarakat modern. Memang ini tidak semua, tetapi banyaknya orang desa yang “memaksa” diri menjadi orang kota membuat kita perlu khawatir. Parahnya, tak sedikit dari mereka mulai menanggalkan kekayaan budaya lokalitasnya. Mereka mulai asyik dan akrab dengan alat-alat (musik) modern, seperti gitar, drum, piano/keyboard, terompet, dan lain-lain. Memang memainkan alat musik ini tidak salah, tetapi sangatlah keliru jika menganggap alat musik modern ini adalah “segala-galanya” dalam bermusik. Untungnya, di belahan Indonesia lainnya tidak mengikuti arus ini. Mereka asyik menikmati alunan nada alat musik tradisional. Di Sigi, Sulawesi Tengah, misalnya, perempuanperempuan tua masih senang memainkan alat tradisional Suling. Budaya ini dipertontonkan pada Festival Danau Lindu. Mungkin, mereka ingin berkata, “Kami masih ‘hidup’ Bung !!!”

Iklan layanan ini dipersembahkan oleh Pewara Dinamika • teks: Sismono la ode ��������� • repro. gambar: �������������� kalam jauhari �������


pena redaksi

P ewa r a

Dinamika majalah universitas negeri yogyakarta

PENERBIT HUMAS Universitas Negeri Yogyakarta IJIN TERBIT SK Rektor No. 321 Tahun 1999 ISSN 1693-1467 PENANGGUNG JAWAB Dr. H. Rochmat Wahab, M.A. (Rektor UNY) PENGARAH Prof. Dr. Hj. Nurfina Aznam, SU., Apt. (Pembantu Rektor I) H. Sutrisna Wibawa, M.Pd. (Pembantu Rektor II) Prof. Dr. H. Herminarto Sofyan (Pembantu Rektor III) PENASEHAT Hj. Sudjariyah, M.Pd. (Kepala Biro AUK) Dra. Hj. Budi Hestri Hutami (Kepala Biro AAKPSI) H. Sugirin, Ph.D. (Kepala KKHP) PEMIMPIN UMUM Prawoto, S.E. PEMIMPIN PERUSAHAAN Drs. Wedho Chrisnarto PEMIMPIN REDAKSI Sumaryadi, M.Pd. SEKRETARIS REDAKSI Tusti Handayani, A.Md. REDAKTUR PELAKSANA Sismono La Ode, S.S. REDAKTUR Endang Artiati Suhesti, S.Pd. Dhian Hapsari Witono Nugroho, S.I.P. Kusmarwanti, M.Pd. Hermanto, M.Pd. Desain dan Tata Letak Kalam Jauhari FOTOGRAFI Ahmad Natsir Eka Putra, S.H. REPORTER Ratna Ekawati, S.I.P. (FIK) Isti Kistianingsih, S.Pd. (FISE) Dedy Herdito, M.M. (FMIPA) Haryono (FBS) Badraningsih, M.Kes. (FT) Aryanto Sudarmono, S.Pd. (FIP) Prayoga, S.I.P. (LPM/Lemlit) Agus Purwatma W., S.Pd. (BAAKPSI/BAUK) Syamsu Rahmadi, S.E. (Kemahasiswaan) Yansri Widayati, S.Pd. (Kerjasama) SIRKULASI Drs. H. Trisilia Suwanto Sarjana Sudarman Fashilaturrochmah Widodo Sumedi ALAMAT REDAKSI Jl. Colombo No. 1 Kampus Karangmalang Universitas Negeri Yogyakarta 55281 Telp/Fax 0274 542185 E-mail: pewaradinamika@uny.ac.id Online: www.uny.ac.id

Desember 2009 akan dan telah pergi. Ada jejak yang tersimpan (rapi) dalam sanubari civitas akademika UNY. Pada 12 bulan lamanya itu, UNY berjum­pa beraneka ragam aktivitas. Semua-mu­anya hendak dijadikan tolak awal (menuju) World Class University (WCU). Me­mang, tidak sebagian yang mencemooh citacita tersebut, tetapi tidak sedikit pula yang memuji spirit tersebut. Mereka bersepaham bahwa memu­lai hari ini adalah lebih baik dari pada menunggu hari-hari, bahkan tahun-ta­hun ke depan. Meskipun demikia­n, orang-orang yang bersepaham ini te­tap bersepakat pula bahwa semua ini (gagasan WCU) haruslah terus dievalu­asi, jika ada cemo­ ohan dari sebagian orang, anggaplah mereka adalah teman dalam berfikir. Bukan begitu? Lantas, bagaimana dengan aktivita­s penerbitan Pewara Dinamika? Tentunya­, catatannya tidak sedikit, seperti yang kami bayangkan sebelumnya. Dari 12 bu­lan, kami hanya bisa menerbitkan 11 edisi. Dimana, edisi September dan Oktober, kami gabung menjadi 1 edi­­ si. Itupun tidak sedikit tantangan dan kritik­an yang datang silih berganti­.

Tetapi, kami harus jalan terus dan yang pas­ti kritikan adalah teman terba­ik da­ lam berfikir. Jujur, walaupun ha­nya 11 edisi, kami justru harus bersyukur, ka­ re­na majalah Pewara Dinamika ini te­ lah dipercaya menjadi juara III majalah humas terbaik se-Indonesia, de­ngan pe­ nyelenggara Badan Koordinasi Kehumasan Pemerintah RI, Departemen Komuni­ kasi dan Informasi RI tahun 2009. Atas prestasi dan kritikan tersebutlah, kami hanya berharap bahwa ke depan, tahun 2010, majalah tercinta ini masih terus diawasi publik dan pemba­ ca. Ka­rena, dengan itulah akan tetap eksis dan berjuang memperbaiki kualitas maja­lah ini. Dan yang pasti, 12 edisi adalah obse­si yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya. Hingga edisi akhir tahun ini, kami, kru redaksi hanya bisa mengucapkan terima kasih atas dorongan dan mengucapkan maaf atas segala tindakan yang pernah kami lakukan. Moga 11 kisah pernah kami wartakan bermanfaat bagi pembaca dan cita-cita UNY menuju WCU bisa terangkum dan termotivasi lewat majalah ini. Tabik kami. 

Redaksi menerima tulisan untuk rubrik Bina Rohani (panjang tulisan 500 kata), Cerpen (1000 kata), Opini (900 ka­ta), Puisi/Geguritan/Tembang (minimal dua judul), dan Resensi Buku (500 kata). Tulisan harus dilengkapi de­ngan iden­ti­tas yang jelas, nomor yang bisa dihubungi, pasfoto (khusus Opini), serta keterangan dan sampul bu­ku (khu­sus Re­sen­si Bu­ku). Kirimkan tulisan An­da me­la­lui pewaradinamika@uny.ac.id atau langsung ke kan­tor Humas UNY. Bagi yang dimuat, ho­nor dapat diambil di kantor Humas UNY.

P e wa r a Di n a m i k a d e s e m b e r 2009


daftar isi Volume 10 • Nomor 25 desember 2009

l a p o r a n U ta m a

Memaknai (Hari) Ibu Jika kita membahas mahluk Tuhan bernama “Ibu”, dipastikan kita akan membahas dunia dan segala isinya. Mengapa? Karena Ibu senantiasa ikut ambil bagian dalam setiap peristiwa yang telah kita lalui, baik susah maupun senang. halaman 6 istimewa

30

40 opini

berita

Ortinolog dari Kampus Karangmalang ja menghadiri konferensi Ornitologi (ilmu tentang burung) internasional The 5th Australasian...

Ahmad Natsir/pewara dinamika

Dari hobi mengamati burung, Surya Purnama menorehkan prestasi. Mahasiswa Biologi FMIPA UNY baru sa­

Berita Lainnya • ����������������������� UNY Raih Penghargaan EPendidikan 2009 Untuk ELearning • Sebanyak 2992 Mahasiswa Raih Beasiswa Senilai Rp 7.323.730.000,• UNY Serahkan 4586 Sertifikat Pendidik

Menyoal Pendidikan Murah Kemarin bukan maksudku untuk me­­­ngelabui atau menunjukkan ke­ ti­­dakkonsistenanku dengan bidang yang selama ini kuminati dan kugeluti. 45 5 46 4 1 3 48 48 44

bina rohani bunga rampai cerpen dari pembaca dari redaksi Jendela pojok gelitik puisi•geguritan•tembang resensi buku

perancang sampul: kalam jauhari • Sumber gambar sampul depan: upload.wikimedia.org • sampul belakang, repro: www.bentara-online.com.

Pewara Dinam i ka d e s e m b e r 2 0 0 9


jendela

MUSTI HUMANIS DONG! Alhamdulillah, akhirnya kita sampai juga di penghujung tahun 2009 ini. Desember! Bulan paling bontot dalam hitungan satu tahun. Bulan paling menyenangkan, kata seseorang, karena munculnya menambah sesuatu. Bulan paling menyedihkan, kata yang lain, karena hadirnya mengurangkan sesuatu. Ya, bulan ini bulan Desember tahun 2009. Artinya, bagaimanapun, bulan depan sudah pas­ ti bulan Januari tahunnya pun bertambah satu, tahun 2010. Memang, orang bisa bilang ‘Apa­ lah artinya Desember berganti dengan Januari?’ Toh, sama-sama nama bulan! ‘Apalah artinya tahun 2009 berganti menjadi tahun 2010?’ Toh, sama-sama angka tahun, cuma tambah satu angka. Ternyata, jikalau saja sempat diadakan sensus, angket, kuesioner, wawancara, atau apalah itu, jawaban, komentar, ungkapan perasaan kita berbeda-beda. Yang masih anak-anak, jawabannya pasti berseri-seri, karena merasa tambah ‘besar’, dan akan segera berulang tahun lagi. Yang remaja pun menjawab dengan berbinar-binar, karena dengan bertambahnya usia, maka peluang untuk berpacaran pun semakin dekat. Yang muda-mudi juga menjawab dengan semangat, karena dengan demikian, mereka semakin bisa memantabkan kehidupannya. Nah, giliran yang tua-tua, mereka memandang pergantian tahun dengan wajah sendu, karena itu berarti ‘saatnya sudah semakin dekat!’ Saat memasuki pensiun, saat mengakhiri karier, saat memasuki ....... dst. Itu dari satu sisi. Dari sisi lain, banyak “res­ ponden” yang tampak menjawab dengan “Tida­k masalah, alhamdulillah, subhanallah!” Semua itu sudah diatur oleh Yang Maha Perkasa. Se­hing­ga, itu dirasakan sebagai anugerah Tuhan yang luar biasa, yang musti disy-

ukuri dengan sebenar-benar syukur. Bahwa kita tambah “besar”, bahwa kita tambah “dewasa”, bahwa “du­nia” kita semakin luas, bahwa karier kita semakin menanjak, bahwa kita mesti bersiap-si­ap memberikan tongkat estafet kepada para penerus kita, bahwa kita .... dst., dst. Apa pun komentar, jawaban, penjelasan dari mereka, dari kita, di samping tentu saja kita tida­k lupa bersyukur atas semua nikmat yang su­dah kita terima itu, ada satu hal yang jug­a tidak boleh dilupakan, yakni kesadaran kita untuk melakukan introspeksi, mawas dhiri, melihat ke dalam diri sendiri. Sudahkah yang kita lakukan “kemarin” sesuai dengan “juklak” verti­kal maupun horizontal? Sudahkah beban, tuga­s, kewajiban, dan tanggung jawab yang kita laksanakan tempo hari sudah sesuai dengan “protap”-nya? Sudahkah kerja dan pekerjaan kita waktu itu kita tangani dengan penuh kreatif dan inovatif? Sudahkah segala sesuatu yang harus kita handle sebelum ini berjalan sesuai rencana, berhasil-guna dan berdaya-guna? Ungkapan “klasik” tetapi tampaknya akan tetap relevan sampai akhir zaman (“Siapa bilang tahun 2012, Bro!”): Hari ini kita harus lebi­h baik daripada kemarin, esok hari kita harus le­ bih baik daripada hari ini! Layak untuk secara menerus kita renungkan dan amalkan. Namun, masih ada satu yang tercecer, ketika yang kita hadapi adalah manusia, insan, human, maka “perlakuan” kita kepada mereka, siapa pun (: siswa, mahasiswa, guru, dosen muda, karyawan, pegawai rendahan, masyarakat luar, masyarakat luas, dst.) haruslah tetap humanis­! Sekali lagi: Humanis!

Drs. Sumaryadi, M.Pd. Pemimpin Redaksi

P e wa r a Di n a m i k a d e s e m b e r 2009


dari pembaca Kirimkan kritik/komentar/tanggapan Anda mengenai Pewara Dinamika maupun persoalan di seputar kampus Universitas Negeri Yogyakarta. Kritik/komentar/tanggapan harap dilengkapi identitas yang jelas dan dapat dikirim melalui pewaradinamika@uny.ac.id atau langsung ke kantor Humas UNY.

Pentingnya Lahan Parkir Setahun ini UNY semakin kentara geliatnya. Terbukti dengan ramainya acara di sekitar UNY, baik di tingkatan jurusan, fakultas, maupun universitas. Tidak tanggung-tang­ gung pula acaranya. Kalau tidak salah, le­ bih dari dua acara bertaraf nasional digelar. Perkembangan itu tentunya menambah nilai positif UNY di mata kancah pendidikan dan masyarakat luas.

Bagian yang penting, di samping ke­ le­bihan kualitas akademik univeritas­, adalah fasilitas pendukungnya. Bukan­ kah fasilitas ini menjadi salah satu la­ yan­­­an yang diberikan universitas? Ber­­ bi­­cara tentang fasilitas ini, seba­ga­i alum­­ni UNY saya merasa bangg­a meli­ ha­­t perkembangan universitas yang begitu pesat. Dulu saat saya masih menjadi mahasiswa, belum ada hot spot dan layanan stop kontak yang dapat dite­ mui di UNY. Fasilitas ini memudahkan men-cash laptop dan hp. Lebih dari itu, tataruang UNY juga se­makin menarik dengan perwajahan baru. Setiap fakultas seakan berlomba memberi tampilan yang mengesankan.

Apalagi dengan adanya taman yang can­ tik dan pohon-pohon rindang. Peningkatan fasilitas itu tentu diim­ ba­ngi dengan makin banyaknya peminat UNY. Bayangkan bila setiap tahun UNY dibanjiri mahasiswa baru sedang­ kan out­put (lulusan) tidak seimbang de­ngan input, pastilah UNY ini akan sangat ramai dan padat. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya pengendara sepeda motor. Nah, soal parkir ini yang agak mengganggu. Saya tidak tahu apakah mahasiswa telah ditanamkan disiplin parkir oleh pihak kampus. Sempat juga saya bertanya pada seorang kawan yang ke­betulan memarkir kendara­annya di

pinggir jalan, yang tentu saja bukan tempat parkir. Ia berseloroh tentan­g sempitnya lahan parkir dan membludak­ nya kendaraan di UNY. Walha­sil, tempat yang seharusnya tidak digu­nakan parkir menjadi tempat parkir instan. Memang kita juga tidak dapat sepenuhnya menyalahkan pemakai kendaraan yang parkir sembarangan, sebab di satu sisi lahan parkir di UNY juga kurang. Semoga tulisan ini bukan sekadar rerasan yang tidak ada juntrungannya. Saya kira, mempertimbangkan keindahan kampus dan ketertiban akan membuat kampus kita lebih nyaman.

Begitu terkejutnya saya ketika meliha­t sebuah pengumuman di Pewara Dinami­ ka edisi September-Oktober, bahwa ma­ jalah ini dinobatkan menjadi maja­lah Humas terbaik ke III se-Indonesia oleh Badan Koordinasi Kehumasan Pemerin­ tah pada tahun 2009. Saya bisa memaklumi mengingat satu tahun terakhir, se­ telah dimasuki pengurus redaksi yang merupakan orang-orang muda jebol­an

Lembaga Pers Mahasiswa, Pewara Dina­ mika memang berubah drastis. Lay­out yang lebih tertata rapi dan isi yang le­ bih menarik untuk dibaca dan layak untuk ditunggu tiap edisnya. Ada beberapa hal yang ingin saya sam­paikan agar ke depan Pewara Dina­ mi­k­a lebih baik. (1) perlunya untuk ber­ upaya terbit tepat waktu se­tiap awal bu­lan, agar beritanya tidak basi. (2) per-

lunya membahas masalah Sas­tra, Seni dan Budaya sebagai tema uta­ma, mengingat ketiga hal tersebut hingga saat ini masih terpinggirkan dari kam­pus ter­cinta. Untuk itu, bisa jug­a memu­at beberapa profil mahasiswa yang te­lah menerbitkan karya sastra, atau yang eksis di dunia kepenulisan.

Pewara Dinam i ka d e s e m b e r 2 0 0 9

Farid Arja Mahasiswa FIK

Heru Farhani Jln. Garuda Gg. Beo UH III Yogyakarta


bunga rampai

Ka

la

m/

pe

wa r

a

KORUPTOR DAN TAWAKALNYA LEBAH Oleh Sa r jono

K 1

ita baca di surat kabar atau mengikuti berita via televisi­, Indonesia adalah negara ter­korup di asia. Kalau kita teliti lagi, tentunya ada provinsi terkorup di Indonesia. Dan seterusnya ada kabupaten terkorup di provinsi. Namun, kali ini kita ingin menghubungkan korupsi dengan tawakalnya lebah (tawon). Menurut Nabi, “umat Islam itu seperti lebah”. Bagaimana sifat-sifat lebah, maka Nabi sampai mengumpamakan seperti itu.

lebah tidak suka mencari musuh, namun tidak pernah lari apabil­a ke­ temu musuh. Tidak pernah kita melihat lebah beramai-ramai menonton wa­ yang, kemudian ketemu binatang lain, dan lebah mengajak berkelahi. Namun, bila lebah telah terusik ketenangannya, siapa pun akan dikejarnya sampai di mana pun, sekalipun orang itu menyelam ke dalam air, lebah akan menunggunya terus. Andaikata para anggota DPR kita punya sifat seperti lebah, tentu mereka tidak suka mencari-cari musuh, menganggap semuanya adalah teman dan bukan lawan, maka berbagai pemandangan getir yang kita saksikan di sana tentu tidak perlu terjadi.

2

untuk lebah, yang dimakan selalu saripati bunga, hal yang halal-halal. Andaikata perilaku seperti itu juga ter-

jadi pada para pejabat kita, betapa indahnya kehidupan kita dalam berbangsa dan bernegara ini. Tidak akan ada lagi rumor “hari ini makan di mana dan besuk makan siapa”.

3

lebah mengeluarkan atau mengha­ silkan madu yang sangat bermanfa­ at bagi manusia. Umat Islam ketika berbicara tentunya yang bermanfaat bagi orang lain. Apa yang dikatakan selalu mem­berikan pencerahan pada orang la­­in, bersifat solutif. Umat Islam tent­u bu­­kan “tukang kompor”, yang menyul­ u­­t masalah ke sana kemari. Sebaiknya orang merasa kehilangan ketika kita per­­gi, dan merasa senang tatkala kit­a da­tang­. Jabatan mesti kita manfaatkan untu­k kesejahteraan rakyat, untuk memajukan negeri tercinta ini, untuk mengurus anak-anak terlantar, yatim piatu, janda-

jada tua yang miskin, untuk mengakomodasi rasa keadilan masyarakat, dan seterusnya.

4

lebah hinggap di mana saja belum pernah mematahkan dahan dan ran­­ting. Umat Islam mestinya selalu ber­te­rima oleh lingkungannya, untuk mem­per­juangkan nilai-nilai ke­ju­juran, keadilan, kebenaran, dan seterusnya. Tentu, hal itu bukan berarti tanpa ken­dala. Kita mengerti bahwa lingkung­ an yang kurang baik cenderung suli­t untuk diubah menjadi baik. Perlu strategi dan kiat-kiat tertentu. Salah satu doa kita, “Ya Allah, tunjuk­ kanlah yang benar itu benar dan berikan kekuatan untuk melakukannya, dan tun­ jukkan yang salah itu salah, dan berikan kekuatan untuk meninggalkannya”. Drs. Sarjono, M.M. Kabag TU FMIPA UNY

P e wa r a Di n a m i k a d e s e m b e r 2009


laporan utama

MEMAKNAI (HARI) ibu Sosoknya begitu membekas di hati. Sukar untuk dilupakan, bahkan keagungan Ibu melebihi imajinasi anaknya. O l e h sis mono la od e

J

ika kita membahas mahluk Tuhan bernama “Ibu”, dipastikan kita akan membahas dunia dan segala isiny­a. Mengapa? Karena Ibu senantiasa ikut ambil bagian dalam setiap peristi­ wa yang telah kita lalui, baik susah mau­ pun senang. Mungkin dalam sebuah pe­

ristiwa itu, (secara fisik) Ibu tak hadir, tetapi semua orang yakin bahwa in­sting Ibu akan selalu bersama anak­nya. Itulah sebabnya, Ibu, adalah seorang perempuan hebat yang mendedikasikan hampir seluruh waktunya untuk anaknya. Ibu juga yang memberikan seluruh pe-

luhnya untuk kebahagiaan anaknya. Ibu juga Yang mengerahkan seluruh tenaga­ nya untuk menjaga anaknya. Dan, Ibu ju­galah yang memberikan jiwa (juga) raganya untuk anaknya. Ibu adalah se­ ga­­la-galanya; sosok yang tak pernah (ba­ ca: jarang) meminta balasan atas apa


yang dia lakukan. Lantas hanya seagung itukah Ibu? Ti­dak, keagungan Ibu melebihi itu. Ya, kea­gungan Ibu melebih imajinasi kita. Bahkan, agama-agama besar duni­a ini (Islam, Kristen, Yahudi) lahir juga karena peran Ibu, Siti Hajar, sang istri nabi Ibra­ him AS, yang berjuang keras menyelamatkan nyama Ismail dari “hantaman” kehausan di padang pasir, pun demikian halnya keteguhan hati Ibu Siti Maryam, yang membesarkan nabi Isa As. Semua itu membuat peran dan sosok Ibu begitu dihormati oleh setiap bangs­a di dunia. Mereka pun mengabadikan ka­sih sayang Ibu ini melalui perayaan Hari Ibu. Kemarin, tepatnya 22 Desember, bang­sa ini telah merayakannya. Sedang­

ka­n lebih dari 75 negara lainnya, sepert­i Amerika, Australia, Kanada, Jerman, Ita­ lia, Jepang, Belanda, Singapura, Taiwan­, dan Hongkong telah merayakan Hari Ibu ini. Biasanya, mereka merayakan Mo­­ ther’s Day (dalam bahasa Inggris) pada hari Minggu di pekan ke dua bulan Mei. Di beberapa negara Eropa dan Timur Tengah, Hari Perempuan Internasional atau International Women’s Day diperi­ ngati setiap 8 Maret. Beda negara beda sejarah, di Indone­ sia, misi diperingati Hari Ibu ini pada awalnya lebih untuk mengenang sema­ ngat dan perjuangan para perempuan dalam upaya perbaikan kualitas bangsa ini. Dari situ pula tercermin semangat kaum perempuan dari berbagai latar belakang untuk bersatu dan bekerja

ber­sama. Pada 1959 Presiden Soekrano mengeluarkan Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959 yang menetapkan tangga­l 22 Desember sebagai hari Nasional, Hari Ibu. Lantas apakah alasan Pewara Dinami­ ka mengungkap gagasan tersebut di atas? Ada banyak alasan mengapa Ibu begitu menginspirasi dan berdasar untuk dirayakan? Dan sejuta alasan itu, telah terungkap dalam laporan utama majalah ini. Untuk mengetahuinya, ti­ daklah salah jika kami berharap Anda un­tuk memulai membaca majalah ini. Kami tahu bahwa gagasan memaknai Ibu belumlah sekomplit yang pembaca pikirkan. Tetapi, membaca laporan ini sudah begitu membuat kita lebih paham akan Ibu. 


laporan utama

Makna Ibu bagi Anak Ada pepatah yang mengatakan, “Walaupun kamu dapat memberikan bintang, berjuta harta, namun itu semua belum cukup untuk membalas kasih cinta seorang ibu”. Terus apakah dengan perayaan Hari Ibu, semuanya impas? Oleh D hian Hapsa ri

I

bu memiliki kelembutan sekaligus kekuat­ an, yang darinya kita dapat belajar. Peran ibu, bagi anaknya memiliki peran strategis, yang menentukan nilai-nilai, laku, hingga tatanan hidupnya. Ia menjadi sosok yang begitu kokoh dalam menentukan arah peradab­ an. Ibu, meminjam kalimat Bandung Mawardi, menjadi realitas tak selesai dalam tafsir dan selalu menyimpan misteri kehidupan. Pendefinisan ibu memang dapat beraneka ra­­gam, sesuai pengalaman dan pemaknaan ter­ ha­­­dap peran ibu. Tidak ada yang pakem da­lam pendefinisian tersebut, tergantung dari penga­ laman masing-masing akan sosok ibu. Pusat dan Awal. Definis ibu pun berkembang sedemikian ru­ pa, bahkan kerap kali digunakan sebagai ung­ kapan awal atau cikal bakal. Misalkan saja se­ but­an ibu jari untuk kata lain jempol. Orang akan mengangkat ibu jarinya ketika akan menyatakan kekaguman atau ungkapan “bagus”.

marissahaque.blogdetik.com

Pewara Dinam i ka d e s e m b e r 2 0 0 9

Selain itu kata ibu juga dipakai untuk menyata­ kan bahasa asli atau awal di suatu tempat, yang kemudian disebut sebagi bahasa ibu. Dua contoh itu saja sudah dapat menjelaskan bahwa ibu diletakkan sebagai awal, cikal, dan sumber­. Johan Jacob Bachofen (1982), seorang antropolog Swiss yang menganggap ibu sebagai alam, di mana pusat kehidupan dan kebudaya­ an berada. Ibu dalam konsep kosmologis memang menjadi pusat untuk realisasi nilai dan laku hidup. Pengertian ini hampir serupa yang dikatakan Sardiman, AM. M.Pd., Dekan FISE, “Ibu adalah sumber pembentukan moral anak.” Menurutnya, seorang ibu bertanggung jawab mendidik anaknya menjadi manusia yang berguna, berbudi luhur, dan memiliki bekal untu­k hari esoknya. Senada dengan Sardiman, Dr. Ariswan, De­ kan FMIPA, juga mengungkapkan, bahwa ibu adalah soko guru peradaban. “Seorang wanita sebagai ibu harus mampu mengantarkan anak­ nya mencapai kemampuan yang optimal,” ungkapnya. Selkain itu ibu juga merupakan sumber kasih sayang, inspirasi, keteladanan, dan sumber keberhasilan anak. Dalam khasanah cerita rakyat Nusantara ibu dihadirkan sebagai sosok yang memiliki daya magis dengan perkataannya. Sebut saja dalam cerita Malin Kundang yang melegenda itu, Malin yang durhaka berubah menjadi batu karena kutukan seorang ibu. Ingat pula cerita le­ genda terjadinya Gunung Tangkuban Perahu, yang berasal dari perahu setengah yang menja­ di permintaan Dayang Sumbi yang menolak anaknya yang melamar untuk dijadikan istri. Da­yang Sumbi, sang ibu, tampak sebagai seorang yang memiliki kelembutan penuh kasih sayang sekaligus kekuatan untuk menghasilka­n


laporan utama

istimewa

istimewa

sesuatu maha dahsyat hanya dengan sebuah perkataan. Tidak jarang juga sesuatu yang magis itu diyakini hingga saat ini. Doa seorang ibu, misalnya, seperti juga yang dikatakan Dr. Ariswan, bahwa ibu mendapatkan kedudukan yang lebih mulia di mata Tuhan. Setidaknya dalam Islam, Muhammad pernah menyarankan untuk berbakti pada ibu lebih dahulu dibandingkan dengan bapak. Tidak tanggung-tanggung, nab­i mengucapkannya hingga tiga kali. “Namun, bukan berarti bapak tidak memiliki peran apapun di dalam keluarga. Seperti apapun ibu, ia tetap harus mempertimbangkan kebijaksanaan kepala keluarga yang dalam hal ini adalah bapak,” ungkapnya lebih lanjut. Pengalaman Ibu yang dengan tangannya telah berusaha membesarkan anak dengan sebaik-baiknya. Ia yang lebih banyak menangani anak-anak daripada bapak yang memiliki kewajiban mencari nafkah. Dr. Ariswan memiliki pengalaman khusus dengan ibunya berkaitan dengan keberhasilannya, “Saya sangat bersyukur memiliki ibu yang demikian perhatian seperti ibu saya.” Dikatakan lebih lanjut, “Beliau selalu memperhatikan hal-hal kecil yang sebenarnya itu memiliki efek yang luar biasa. Tentang sarapan

pagi, misalnya.” Simbok, demikian Dr. Ariswan memanggil ibunya, selalu menyiapkan sarapan pagi sebelum kami berangkat sekolah. Ia membuat suasana pagi begitu menyenangkan. “Beli­ au tidak pernah memarahi kami di pagi hari sebelum kami berangkat sekolah, apapun kesa­ lahan kami pasti beliau memahami dan membuat pagi sebelum berangkat sekolah menjadi tenang. Dengan begitu, kami belajar dengan semangat dan mendapatkan hasil yang baik pula,” kisahnya akan ibunya saat ia masih bersekolah dulu. Selain Dr. Ariswan, pengalaman berkesan juga pernah dirasakan Prof. Dr. Nurfina Aznam, Su.Apt, Pembantu Rektor I. “Saya serasa ingin menangis kalau ingat tentang ibu,” terangnya. Sosok ibu baginya adalah perempuan yang berjuang luar biasa untuk membiayai kehidupannya hingga mencapai guru besar sekarang ini. “Ibu luar biasa, beliau tidak pernah mengeluh, meskipun berusaha sekeras apapun,” urainya lebih lanjut. Special untuk Ibu Semua yang diberikan ibu pada anaknya ten­ tu menjadi pendukung pertumbuhan dan per­ kem­bangan anak. Mulai dari dalam rahim hingga dewasa ibu memiliki arti yang mendalam un­tuk kehidupan. Namun pernahkah anak mem­ berikan hal yang spesial untuk ibu? Dian Mareta, mahasiswa Pendidikan Tata Busana, mengaku selalu memberikan perhatian khusus pada ibunya, terlebih saat hari ibu maupun ketika ibunya berulang tahun. “Saya ini

P e wa r a Di n a m i k a d e s e m b e r 2009


laporan utama perempuan satu-satunya di antara kami berlima, jadi saya lebih dekat dengan ibu,” tuturny­a. Ungkapan perhatian khusus yang ia berikan itu dapat berupa hadiah maupun mengerjakan pekerjaan rumah yang biasanya dilakukan ibu. “Kalau sekarang yang bisa saya lakukan hanya SMS karena terhalang jarak,” tandasnya singkat. Berbeda dengan Kartika, mahasiswa Tata Bo­ ga, Fakultas Teknik UNY. Ia tidak memiliki kebiasaan memberikan hadiah atau perhatian khusus untuk ibunya. Kendati demikian, Kartika te­tap menganggap ibunya sebagai perempuan luar biasa yang berharga dalam kehidupannya. “Saya memang jarang memberikan hadiah atau apapun untuk ibu, tapi saya berusaha setiap harinya membuat hati ibu bahagia dan menghormatinya sebagai orang tua,” kesannya. Perayaan hari ibu di Indonesia memang ti­ da­k semeriah Mother’s Day di Inggris maupun Amerika yang dirayakan dengan festival khusus dan ritual khusus yang intinya memberikan anugerah bagi para ibu. Meski demikian, Hari Ibu tetap dilaksanakan setiap tahunnya de­ ngan berbagai kegiatan seperti seminar, bakt­i sosial, dan berbagai acara yang dapat membuat kaum ibu berbahagia. Menurut Sugihartono, M.Pd., Ketua Jurus­

www.bpkpenabur.or.id

10

Pewara Dinam i ka d e s e m b e r 2 0 0 9

an Bimbingan Konseling, secara psikologi sosi­ al, Hari Ibu tidak begitu meriah seperti di Inggris dan negara-negara Eropa karena sebagian orang Indonesia masih memiliki pemikiran bahwa ibu merupakan konco wingking, sehing­ ga tidak perlu dibesar-besarkan. “Sebagian lakilaki di Indonesia ini tidak bisa lepas dari anggapan tradisional bahwa perempuan itu harus dikembalikan ke fungsinya sebagai perawat keluarga, sehingga harus memperhatikan keluarga. Ia adalah pendukung bukan kepala keluarga.” Ketika rumah tangga berantakan atau anak tidak terurus dengan baik, yang harusnya disalahkan adalah ibu, tambahnya. “Hal ini dikarenakan peran ibu sesungguhnya bukan sebagai pencari nafkah, tapi membimbing anak-anak dan membuat rumah tangga harmonis.” Lihat saja, katanya, sekarang ini banyak anak muda yang lebih senang mencari kesenangan di luar rumah karena keluarga sebagai fungsi rekreas­i telah tergeser. Secara pribadi, dirinya tetap memberikan acungan jempol untuk para ibu yang memiliki karier yang menanjak di samping memiliki kelu­ arga yang harmonis. “Ibu yang seperti ini saya anggap sebagai ibu yang luar biasa, karena di samping dapat menjaga rumah tangganya de­ ngan baik, membimbing putra putrinya mencapai kehidupan lebih baik, ia juga mencapai apa yang diinginkannya di kancah pekerjaan yang seharusnya wilayah laki-laki.” Ia kemudian teringat ibunya, yang seorang guru, membimbing anak-anaknya dengan baik dan senan­tiasa berkomunikasi, sehingga keterbukaan dan ke­ tentraman menyelmuti keluarga. Sebagai tanda terima kasihnya pada ibu, ia menghormati ibu dan merawatnya di usia senja dengan ikhlas. Pendapat lain muncul dari Sarleni R, maha­ siswa jurusan Bimbingan Konseling (2005), “Pe­ rayaan Hari Ibu di Indonesia tidak semeriah luar negeri karena adanya perbedaan budaya, kebiasaan, dan ekonomi. Kalau di sana secara so­sial dan ekonomi lebih maju daripada di Indonesia, jadi perayaan hari ibu itu lebih meriah.” Selain itu, tambahnya kemudian, tidak semua orang hafal kapan hari ibu dilaksanakan di Indonesia. “Saya saja, kadang merasa kaget. Kalau tidak lihat televisi atau media lain yang menyiarkan tentang itu, mungkin saya lupa kalau tanggal 22 akan ada hari ibu.” Kemeriahan hari ibu juga sia-sia, apabila se­hari itu menspesialkan ibu, tapi di hari lain


laporan utama

kemoning.info

menyakitinya. “Untuk apa memeriahkan hari ibu kalau cuma sehari itu ibu di sanjung, setelahnya justru dijadikan tumpuan kesalahan dan menderita lahir batin.” Hal yang lebih penting selain merayakan hari ibu adalah menghormati dan mengangkat harga diri ibu setinggi-tingginya. “Letakkanlah ia sebagai yang pantas dihormati, selebihnya perempuan sebagai calon ibu ataupun yang telah menjadi ibu juga harus menjaga diri dan kehormatannya.” Cara lain dilakukan Endar mahasiswa Fakultas Bahasa dan Seni UNY. Sebagai orang Jawa totok Enggar pun menggunakan cara yang biasa dilakukan orang Jawa untuk menghormati mereka yang lebih tua: berkomunikasi dengan bahasa krama hinggil. “Komunikasi dengan kra­ ma hinggil itu saya lakukan setelah ayah meninggal, waktu saya duduk di bangku SMP."

Memang pemaknaan penghormatan terha­ dap ibu dapat bermacam-macam. Apabila di­ kem­­balikan ke akar sejarahnya perayaan Hari ibu berbeda dengan negara lain. Inti dari Ha­ ri Ibu di Indonesia tidak lain mengenang per­ juang­an perempuan untuk kemerdekaan dan bangs­a, sedangkan perayaan Mother’s Day di Ing­gris, mi­sal­nya, diadakan untuk menghorma­ ti pengor­banan ibu dalam keluarga. Akan te­ tapi, peringatan Hari Ibu yang terjadi bela­ kangan ini mulai terpengaruh dengan gegap gem­pita Mother’s Day bangsa Barat, meski ti­dak ada salahnya pula memberi perhatian khusus dengan mengiri­m kartu ucapan, memberi hadiah, dan memberikan hal-hal yang spe­sial lainnya. Namun, ja­ngan sampai perla­kuan spesi­al tersebut berhenti pada hari itu sa­ja, karena hari yang lainpun memungkinkan akan hal itu. 

P e wa r a Di n a m i k a d e s e m b e r 2009

11


laporan utama

Aku Ada Untukmu, Nak! Ibu! Setiap orang memiliki kisah dan makna tersendiri akan sosok itu. Oleh Endang A rtiati S uhe sti … Ribuan kilo jalan yang kau tempuh Lewati rintang untuk aku anakmu Ibuku saying masih terus berjalan Walau tapak kaki, penuh darah penuh nanah Seperti udara.. kasih yang engkau berikan Tak mampu ku membalas.. ibu..ibu Ingin kudekat dan menangis di pangkauanmu Sampai aku tertidur bagai masa kecil dulu Lalu doa doa baluri sekujur tubuh Tak mampu ku membalas ibu..ibu…. (Ibu, oleh Iwan Fals)

S

yair lagu di atas adalah salah satu conto­h akan pemaknaan akan sosok ibu. Tentu saja masing-masing orang mempunyai cerita dan kenangan tersendiri tentang ibu. Seperti yang ungkapkan oleh Dr. Suroso, dosen Fakultas Bahasa dan Seni UNY ini, “Ibu adalah pendidik yang utama.” Ia menuturkan bahwa, ibu baginya sosok yang sangat mempe­ ngaruhi hidupnya. Bahkan Ia merasa jiwanya hi­ lang separuh saat ibunya pergi untuk memenu­ hi panggilanNya. “Ibu saya buta huruf, mungkin karena pada saat itu tidak ada kesempatan untuk mendapat­ kan pendidikan. Ibu saya pedagang tetapi ibu saya dapat menghitung uang , ribuan bahkan

Ahmad natsir Ep./pewara Dinamika

12

Pewara Dinam i ka d e s e m b e r 2 0 0 9

ju­taan tanpa dibukukan,” ujar Suroso lebih lanjut. Baginya walaupun ibunya buta huruf dan tidak bisa mengajari matematika, namun ibunya sangat senang ketika teman-temannya belajar di rumah bersama. “Ibu saya akan menyiapkan segalanya, misalnya jajan untuk menemani belajar, bahkan kalau teman anaknya ada yang menginap, disiapkan kamar pula,” paparnya saat ditemui di ruang kerjanya. Seorang ibu, berusaha untuk membimbing, mendidik dan memberi tahu apa yang baik dan tidak baik untuk anak-anaknya. Ia merawat­nya dengan penuh kasih sayang. Itulah yang dialami Yani, alumnus jurusan Biologi. Baginya segala sesuatu yang tentang ibu adalah berkesan. “Dari kecil sampai hal-hal yang menurut saya susah dan ribet, ibu saya bisa mengayo­ mi, membuat tentram hati dan bisa selalu nge­ mong. Ini selalu membuat saya terharu dengan sikap dan pengertiannya. Kenangan dengan ibu banyak banget, dari dipijatin dan disuapin dari kecil, bahkan udah SMA masih suka dipijatin,” tuturnya lebih lanjut. Selain itu, ibu juga menjadi teman diskus­i sekaligus pemberi nasihat. Yani juga merasakan dan menemukan sikap tersebut pada ibunya, “Ibu selalu bisa dijadikan teman curhat dalam segala hal. Ibu memberi tahu tentang menstrua­ si tuh apa, terus ntar cara bersihinnya gimana, trus cara berdoa kalo dapet menstruasi, cara mandi wajibnya dan berdoanya gimana semua tetek bengek yang berhubungan dengan itu semua. Lalu waktu menginjak remaja, Ibu selalu menasehati bagaimana bergaul dengan orangorang yang baik karena dalam agama juga ada, kalau kita harus bergaul dengan orang-orang yang baik kalau ada orang yang tidak baik sebaiknya dihindari saja. Ibu selalu menjadi panutanku.” Hal serupa juga dialami Shasha, mahasis­wi jurusan Sastra Inggris. Ia mengaku jika ibu­nya mendidiknya agar menjadi anak yang mandiri. “Sejak kecil aku didik untuk jadi anak yang mandiri. Tidak boleh bergantung pada orang lain.


laporan utama Meski saya anak perempuan pertama, dan menjadi anak tunggal hingga usia 10 tahun, ibu ti­ dak pernah menjadikanku seba­gai anak ‘emas’ yang dimanja,” kenangnya. Sejak kecil Sasha dilatih untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya sendiri, hal itu membuatnya belajar menyelesaikan masalah sebesar apapun tanpa bantuan orang lain. “Contohnya, waktu saya ada masalah di sekolah dengan temante­man, saya tidak boleh mengadu. Kalau saya mengadu pada ibu, malah akan dimarahi. Jadi saya berusaha untuk selesaikan sendiri, baru kalau sudah selesai saya cerita pada ibu,” tuturnya lebih lanjut. Selain itu Ia juga dididik untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga. “ Sejak kelas 2 SMP sampai SMA tugas saya adalah mencuci piring serta mencuci baju orang serumah. Dulu sempat saya berpikir, ‘duh ibu kok kejam banget sih’, tapi kemudian saya menyadari manfaatnya ketika saya mulai menjadi mahasiswa dan hidup di Yogja. Karena sudah terbiasa mengurusi hidup sendiri, jadi tidak kaget, tidak shock seperti teman-teman yang lain yang terbiasa di manja di rumah,” tandasnya.

kalau ngomong dengan ibu ngoko, sekarang pakai kramo. Keluarga pada kaget melihat perubahan sikap saya, sampai ada yang bilang, “Kamu kesambet setan apa?” urainya saat ditemui di kantin FBS. Setelah menyadari akan pentingnya sosok ibu, Endar mengaku merasa takut kehilangan ibunya. Hal itu ia sangat rasakan bila saat lebar­ an, “Dulu saya pernah dtinggal ibu selama dua tahun. Saat lebaran terasa banget, yang lainnya pada sungkem, saya mau sungkem sama sia­ p­a, mungkin karena inilah saya takut kehilang­ an ibu saya.” 

mewarna.files.wordpress.com

Penghormatan pada Ibu Banyak versi, orang menggambarkan sosok ibu masing-masing. Seorang ibu kadang digambarkan sebagai sosok yang tegas, disiplin dan keras, ada pula yang menggambarkan sosok ibu sebagai seorang yang seringkali khawatir akan keadaan anak-anaknya. Seperti yang diki­ sahkan oleh Endar, mahasiswa Fakultas Bahasa dan Seni UNY, “Saat itu saya sedang mencoba untuk hidup dalam anti kemapanan, saya mencoba memita uang 50 atau 100 ribu saja, selebih­ nya saya mencari sendiri, Saya hidup di jalan, jarang pulang ke kost dan mencontoh orang makan dengan hanya merebus kentang. Waktu ibu telpon, ibu tanya kenapa tidak mau minta uang, tadinya saya tidak mau cerita. Tetapi kemudian saya cerita semuanya, dan ibu langsung menangis,” paparnya. Sedangkan salah bentuk hormat pada ibuny­a dengan menggunakan bahasa jawa krama inggil dalam berkomunikasi. “Itu saya lakukan setelah ayah saya meninggal, waktu saya duduk di bangku SMP. Dulu saya sedang nakal-nakalnya, bahkan dulu saya cenderung cuek dengan ibu saya. Tetapi saya sadar, ibu menjadi satu satu­ nya orang tua semenjak ayah saya tidak ada. Saya kemudian merubah sikap, yang tadinya

P e wa r a Di n a m i k a d e s e m b e r 2009

13


laporan utama

Merayakan Ibu, Merayakan Kasih Sayangnya Di banyak negara, Hari Ibu selalu mengikutsertakan makanan dan bunga dalam perayaannya. Oleh D hian Hapsar i

T

idak diragukan lagi, jasa ibu memang pantas untuk dibalas dengan memba­ hagiakannya. Kini lebih dari 80 negara di dunia merayakan hari ibu. Perayaan ini menjadi salah satu hari nasional yang pen­ ting dan memiliki sejarah panjang. Wikipedia mencatat, perayaan untuk kaum ibu ini berawa­l dari perayaan penghormatan para dewi. Oleh karena itu upacaranya pun berkaitan dengan keyakinan setempat. Konon, pesta besar-besar­ an dilangsungkan beberapa hari di kuil maupu­n

tempat-tempat yang diyakini dapat digunakan untuk meletakkan persembahan. Kini kepercayaan kuno itu mulai ditinggal­ kan. Perayaan hari ibu lebih difokuskan pad­a penghormatan terhadap tokoh perempuan atau­ pun pengorbanan para ibu dalam hal tertentu. Baik karena memperjuangkan hak hidup da­lam perang, kesehatan para ibu, pengorban­ an dalam kehidupan keluarga, maupun untuk meng­hormati para ibu yang memiliki kelebih­ an khusus.

ahmad natsir Ep./pewara Dinamika

14

Pewara Dinam i ka d e s e m b e r 2 0 0 9


laporan utama

sprucefir.files.wordpress.com

Pergeseran Perayaan hari ibu memang memiliki tujua­n yang sama, menghormati kaum ibu, namun ti­ dak diadakan serempak dalam satu waktu di berbagai tempat. Perbedaan waktu ini disebabka­n akar sejarah adanya hari ibu yang berbedabeda. Ada yang diadakan untuk memperingati perjuangan kaum ibu di medan perang seperti yang dilakukan Indonesia dan Bolivia. Indonesia mengadakan perayaan hari ibu pa­ da setiap 22 Desember. Ini tidak lain dari upaya mengenang dan menghargai Kongres Perempu­ an Indonesia pertama pada 1928 di Yogyakart­a. Kongres tersebut berupaya menyatukan kaum ibu dalam perjuangan maupun menghormati para ibu yang turut berjuang dalam perang kemerdekaan Indonesia. Begitupun dengan Boli­ via yang melaksanakan hari ibu pada 27 Mei. Hari itulah terjadinya perang Coronilla yang menewaskan banyak pejuang perempuan da­ lam pertempuran tersebut. Ada juga negara yang merayakan hari ibu berkaitan dengan tokoh perempuan tertentu

yang anggap memiliki kemampuan khusus se­ perti yang dilakukan orang-orang di Iran. Di ne­ geri para mullah ini memperingati hari ibu pada 20 Jumada al-thani (kalender Islam) sesuai dengan hari ulang tahun Fatimah, anak perem­ puan Nabi Muhammad. Namun, perayaan terse-

kemoning.info

P e wa r a Di n a m i k a d e s e m b e r 2009

15


laporan utama but tidak berlaku lagi setelah setelah adanya revolusi Iran. Politik juga punya andil dalam mempenga­ ruhi dan menentukan perayaan tradisional setempat. Tidak jarang yang akhirnya mengganti waktu perayaannya sesuai dengan keinginan sang penguasa. Ini bisa dilihat dari pengaruh besar yang dilakukan Amerika terhadap bebe­ rapa negara lain seperti, Jepang, Denmark, Tur­ ki, Australia, Beligia, Afrika Selatan, India, dan Canada. Negara-negara tersebut adalah sebagi­ an kecil negara yang mengikuti kebiasaan pe­ rayaan hari ibu serupa dengan USA, yaitu pad­a minggu kedua bulan Mei. India, contohnya, memiliki perayaan untuk

ibu pada setiap 19 Agustus atau yang disebut sebagai Pâthâre Prabhu. Perayaan, yang hanya ada di Bombay dan India bagian selatan, ini digelar untuk meneladani kisah kuno tentang seorang ibu yang mempertahankan hidup anaknya seo­rang diri di tengah desa terpencil pedalaman India. Namun, perayaan hari ibu yang lebih popu­ler diadakan justru mengadaptasi model dari negeri paman Sam.

photobucket.com

16

Pewara Dinam i ka d e s e m b e r 2 0 0 9

Festival, Kado, Kue, dan Bunga Carnation Jauh sebelum pengaruh USA merasuki buda­ ya orang India, mereka telah memiliki perayaan pengistimewaan terhadap ibu secara elegan, bahkan berbau mistis. Lihat saja apa yang dila­ kukan orang Nepal yang merayakan Mata Tirtha Aunshi saat bulan Baishak (sekitar bulan April). Mereka merayakannya dengan gegap gempita festival di malam hari. Festival ini juga biasa dinamakan Mother Pilgrim Fortnight (perjalanan seorang ibu selama empatbelas hari). Perayaan ini diadakan di lembah Kathmandu karena dipercaya disanalah Mata Tirtha Kunda berada. Perayaan hari ibu di Nepal yang merupakan upacara tradisional ini konon berawal dari le­ genda Devaki, ibu Dewa Krishna. Menurut cerita kuno, Devaki hilang lenyap dari pandanga­n Krishna. Ia sangat bersedih dan mencari ibu­ nya ke berbagai tempat kemudian menemukan Mata Tirtha Kunda. Krishna pun melihat ibu­nya sedang mandi di tempat itu. Alangkah bahagianya Krishna, namun ia tetap tidak dapat menyentuh ibunya lagi. Lantas, Devaki berkata pada Krishna, ”Anakku, kelak tempat ini dapat menjadi tempat bertemunya anak berbakti de­ngan ibu­nya yang telah tiada. Untuk menjadikan tempatnya mandi sebagai tempat bertemunya anak yang berbakti dengan ibunya yang akan memu­lai sebuah perjalanan suci.” Sejak saat itu, lembah Kathmandu menjadi tempat yang baik untuk dilaksanakannya peri­ ngatan hari ibu yang mereka kemas dalam bentuk festival dalam bentuk tarian dan nyanyian khusus untuk ibu. Orang Nepal percaya, bila menghormati dan mencintai ibunya, kelak ketika ibunya telah wafat, ia akan dapat melihat ibunya berbahagia di lembah itu. Festival yang sama juga digelar di Mexic­o pada 10 Mei. Festival yang diberi nama Día de las Madres ini diawali dengan membagikan “ta­ males” dan “atole”, sejenis makanan untuk sa­ rapan, untuk para ibu. Selanjutnya mereka


laporan utama akan memeriahkannya dengan orkestra yang memainkan lagu khusus berjudul “las mañanitas”. Lagu ini akan selalu dimainkan setiap hari ibu untuk menghormati para ibu dan Bunda Maria. Para ibu juga mendapat hadiah yang dibuat sendiri oleh anak-anak mereka maupun hadia­h istimewa lainnya. Kado atau hadiah yang bias­a diberikan untuk merayakan hari ibu antara lain memberikan kartu ucapan, coklat, manisan, kue, dan bunga. Khusus di Inggris, anak perempuan biasanya memasak Simnel Cakes, semacam fruit cake atau kue kering yang diisi selai buah. Kue tersebut akan diberikan untuk ibu mereka di hari berbahagia tersebut. Makanan khusus ibu ini juga disediakan di China. Biasa­nya perayaan hari ibu di China membuat Dim Sum dan mengundang kerabat untuk makan malam bersama. Lebih khusus dari kado, kue, dan festival, bia­sanya sebagian besar orang di Inggris dan Amerika tidak melupakan bunga yang satu ini: Carnation. Bunga Carnation dapat pula dikata­

kan sebagai bunga khusus hari ibu karena ham­ pir semua negara barat memakai bunga ini un­tuk mengungkapkan perasaan sayangny­a terhadap para ibu. Orang yang pertama kali memakai bunga Carnation untuk ungkapan sayangnya pada ibu adalah Anna M. Jarvis, seorang kepala sekolah minggu di Virginia yang mengawali hari ibu. Ia selalu meletakkan bunga carnation, bunga kesukaan ibunya, di samping makam sang ibu. Perempuan yang mendapat julukan Mother of Mother’s Day itu mempengaruhi pemerintah US, sehingga negara lain yang berada di bawah US pun turut menggunakan bunga carnation sebagai ungkapan kasih sayang. Bunga lain yang juga kerap digunakan dalam perayaan hari ibu antara lain mawar, chrysanthemums, lotus, dan bunga-bunga lain yang berwarna cerah. Bila melihat perayaan tersebut dan atribu­t yang dipakai. Wajar bila perayaan hari ibu diba­ nyak negara selalu mengikutsertakan hal-hal dan benda-benda yang dianggap dekat dengan ibu, termasuk bunga dan makanan. 

youdee12.files.wordpress.com

P e wa r a Di n a m i k a d e s e m b e r 2009

17


laporan utama

Sang Pendidik Pertama nan Utama Seorang ibu mendidik anaknya sejak dalam kandungan. Oleh Endang artiati suhe sti

T

erlepas dari kemampuan teknologi kloning saat ini. Tanpa dikandung selam­a kurang lebih 9 bulan, seorang anak ma­ nusia tidak akan lahir ke bumi. Pera­n seorang ibu sangat besar, dari memelihara ja­ bang bayi dalam kandungannya, melahirkan, menyusui sampai dengan mengasuh bayiny­a dengan penuh kesabaran. Semua itu untuk per­tumbuhan, perkembangan dan kesehatan anak. Dengan ibulah anak yang lahir di bumi ini melakukan interaksi. Ia menjadi sosok yang pertama dan utma memberikan rasa aman. Me­ nurut Dr Suroso, ibu dari leksikalnya, didefini­ sikan menjadi hal yang utama, hal yang pokok. Oleh sebab itu, tak salah jika seorang ibu mempunyai peran yang sangat vital dalam proses pendidikan anak sejak usia dini. Dalam hal ini ibu sudah menjadi sekolah dan

Pewara Dinam i ka d e s e m b e r 2 0 0 9

Ahmad Natsir/pewara dinamika

upload.wikimedia.org

18

guru yang pertama. Peran ini sangat menentu­ kan kualitas generasi mendatang, termasu­k ku­ a­litas masyaraskat dan negaranya. Hal ini di­ te­gaskan oleh Suroso, dosen Fakultas Bahasa dan Seni UNY, “Merah hitamnya republik du­ nia itu bukan dari siapa-siapa tetapi dari ibu. Oleh sebab itu ibu adalah pendidik pertama da­lam keluarga. Sebelum melahirkan, wakt­u mengandung ibu juga telah memberikan pendidikan kepada si jabang bayi,”ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya. Para pakar pendidikan juga menyepakat­i bahwa, ibu menjadi orang pertama peletak fondasi kepribadian anak. Dengan keteladana­n seo­ rang ibu dapat memberikan warna pada pembentukan kepribadian anak. Sehingga seorang ibu mempunyai tanggungjawab terhadap anak­ nya. Suroso menegaskan, bahwa fungsi ibu itu untuk memberi perlindungan, kesejahteraan, dan kebahagiaan. “Seorang ibu yang baik bertanggung jawab pada anaknya, tidak hanya pertumbuhan secara fisik, psikologis, religius, namun juga sosialnya”, terangnya kemudian.


laporan utama orang ibu , sampai-sampai saya memanggil be­liau dengan sebutan “Bunda” hingga sekarang,” ingatnya. Ike juga menambahkan, bila dosennya bisa memberikan solusi atas permasalahan-permasalahan yang ia hadapi saat penelitian. Bu Rita juga memberikan gambaran tentang permasalahan anak dengan baik melalui contoh-contoh dan pengalaman yang telah beliau jalani. “Ia mengajak saya dalam kegiatannya untuk me­ ngamati hal-hal yang berkaitan dengan peneli­ tian saya,” terangnnya. Sama halnya dengan Yani, lulusan jurusan Biologi yang merasakan bahwa pembimbingnya adalah orang yang penuh keibuan. “Beli­ au orang enak diajak untuk diskusi. Orangnya sabar dan lemah lembut. Ibunya keibuan banget tapi fungky,” sanjungnya. 

deviantart.net

Dosen Menggantikan “Ibu” “Dosen itu juga perlu dalam mengajar de­ ngan rasa keibuan,” ujar Vini. Mahasiswa baru jurusan PknH, FISE ini. Ia mencoba memberikan alasan bahwa, kebanyakan mahasiswa di UNY itu anak rantau, sehingga kampus ini menjad­i rumah kedua bagi para mahassiwa, sehingga kalau ada apa-apa bisa membantu. Lain halny­a dengan alasan yang dikemukakan Endar, mahasiswa jurusan Seni Rupa, FBS, “Perlulah, biar (baca: mahasiswanya) tidak spaneng ( tegang. Red ),” ujarnya. “Saya rasa tiap dosen punya karakter ma­ sin­g-masing dan sebagai mahasiswanya haru­s mengerti. Sejauh ini obrolanya dengan dosen ha­­nya sebatas akademik. Dosen yang mengajar rata-rata ya keibuan karena banyak dari me­ reka yang sudah menikah. Mereka rata-rat­a profesional, konsisten dengan yang diomongka­n. Dosen dosen selalu ada kontrak terlebih dahu­ lu untuk batas pengumpulan tugas, kapan dan dimana sehingga tidak ada mahasiswa yang me­ngumpul tugas terus molor tidak ada,” pa­ pa­r salah satu mahasiswa angkatan 2006 jurusan Akutansi yang tidak mau disebutkan namanya­. Dalam pandangan beberapa mahasiswa me­ ngaku punya sosok dosen yang mereka anggap sebagai dosen yang penuh keibuan. Walaupun ti­dak begitu dekat dengan dosen , Sasha, mahasiswa jurusan Sastra Inggris, FBS ini menga­ ku salut dengan dosennya, Bu Wid dan Bu Ari. “Aku salut dengan para perempuan yang mengabdikan dirinya menjadi pendidik. Mereka harus berkubang dengan kegiatan di kampus yang sangat menyita waktu, persiapan mengajar, penelitian, administrasi ini-itu, belum lagi di­ tambah mengurusi mahasiswa yang bandelban­del, atau mahasiswa yang ngejar-ngejar buat bimbingan. Di lain pihak saat kembali ke rumah pikiran mereka disibukkan dengan kegiatan rumah tangga, peran mereka sebagai seorang istri, dan juga memerlukan banyak perhatian. Salut lah buat mereka”, jelasnya lewat email. Ike Munandari, alumni Fakultas Ilmu Pendi­ dikan mengungkapkan, “Ada dosen yang membuat nyaman, waktu itu saya mengambil tema skripsi tentang anak-anak, yang berjudul Pene­ rapan Metode Konseling Melalui Mendongeng Pa­ da Anak TK . Saya mendapat pembimbing Ibu Rita Eka Izzaty, dan sejak itu saya menjadi dekat dengan ibunya. Ibu Rita bagi saya dapat memberikan bimbingan dan pengarahan seperti se-

P e wa r a Di n a m i k a d e s e m b e r 2009

19


laporan utama

Beda Akar, Satu Tujuan Sudah berapa kalikah Indonesia memperingati Hari Ibu? Betapa indahnya ungkapan yang dianugerahkan untuk Ibu, namun pernahkah kita menilik bagaimana asal mula adanya Hari Ibu? Oleh D hian hapsar i

I

ndonesia memperingati Hari Ibu tepat pa­ da 22 Desember. Hari itu, Ibu dielukan dan dihormati sebagaimana seorang dewi. Ba­ nyak hal bisa dilakukan untuk membuat Ibu bahagia. Anak-anak memberikan bunga atau kado untuk Ibu , bapak memberikan hadi­ ah yang menyenangkan, atau kadang kala pula semua pekerjaan rumah Ibu diambil alih anggota keluarga lainnya. Bukan hanya Indonesia yang menggelar pe­ ra­yaan Hari Ibu, berbagai bangsa di dunia pun memiliki Hari Ibu atau secara universal disebut Mother’s Day. Kendati merayakan hal serupa, akar sejarah yang mendasarinya berbeda-beda. Dirunut dari sejarahnya, Hari Ibu di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari peristiwa bertemunya para pejuang wanita dalam Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) yang diadakan pertama kali pada 22 Desember 1928 di Yogyakarta. Organisasi perempuan yang berdiri pada 1912 ini diilhami dari perjuangan para perempu­ an yang telah berani mengorbankan nyawa dengan mengangkat senjata maupun menga­ sah pikiran ikut memikirkan negara. Mereka an­ tara lain R.A Kartini, Nyai Achmad Dahlan, M. Christina Tjahahu, Walanda Maramis, dll. Demi menghormati para perempuan yang peduli masa depan bangsa pula, akhirnya presi­ den Soekarno dengan Dekrit Presiden No. 316/ tahun 1959 menetapkan pada 22 Desember 2009 secara resmi menjadi Hari Ibu dan diraya­ kan secara nasional. Pun, dIbu atkan monumen untuk memperingati ide cemerlang itu dengan dibangunnya Mandala Bhakti Wanitatama di Yogyakarta pada 1952.

Sejarah Hari Ibu di Berbagai Negara Jauh sebelum Indonesia, US, dan negara-ne­ ga­ra modern memperingati Hari Ibu, bangs­a Yu­ nani dan Romawi sudah mengadakan perayaan menghormati Ibu. Bangsa Yunani mengadakan 20

Pewara Dinam i ka d e s e m b e r 2 0 0 9

upacara penghormatan ini hanya untuk Dewi Rhea, istri Cronus yang juga Ibu para dewa. Pe­ ra­yaan biasanya diadakan setiap musim semi. Bangsa Romawi pun tidak jauh berbeda. Me­ re­ka mengadakan upacara penghormatan khusus untuk Ibu para dewa yang disebut Cybel­e. Upacara sakral bernama Hilaria ini digelar di Ides pada Maret dengan memberikan persem­

bahan yang diletakkan di kuil Dewi Cybele. Peringatan penghormatan untuk Dewi Cybele ini tergolong cukup tua, yaitu sejak 250 tahun sebelum Isa Almasih dilahirkan. Selanjutnya, pada 1600-an Inggris juga mengadakan penghormatan untuk Ibu. Mereka me­ nye­butnya sebagai Mothering Sunday yang dilaksanakan pada Hari Minggu Keempat atau 40 Hari sebelum Paskah. Akar dari perayaan ini adalah penghormatan terhadap Gadis Suci, Bunda Maria, karena pengorbanannya merawat Isa Almasih dan menghadapi cercaan dari orang-orang yang dengki. Ia simbol perempuan yang kuat dan tegar menghadapi cobaan. India memiliki dua waktu yang berbeda untuk merayakan penghormatan pada Ibu . Orang Hindu India mengadakan festival Durga Puja, Dewi yang melindungi manusia dari iblis dan


laporan utama tuk menjadikan Hari Mnggu Kua bulan Mei sebagai Hari Ibu nasional, bertepatan dengan hari peringatan kematian Ibunya. Akhirnya, pada 1911 President Woodrow Wilson mempro­ klamasikan Hari Ibu nasional untuk US pada Hari Minggu Kedua bulan Mei. Saat ini lebih dari 80 negara memperingati Hari Ibu, kendati pada waktu berbeda dan ber­mula dari sejarah yang berbeda pula. Ibu, bukan hanya pantas mendapatkan anugera­h penghormatan dan perayaan yang megah, me­ lainkan memang harus mendapatkan penghormatan yang demikian besar. Beberapa sejarah di atas hanyalah sebagian kecil dari sejarah Hari Ibu yang ada di dunia, masih banyak sejarah berkaitan dengan Hari Ibu yang menarik untuk dibedah. 

media.photobucket.com

juga dikenal sebagai the universal mother, pad­a Hari Kesepuluh bulan Oktober. Namun, sebagian orang India juga mengadakan Hari Ibu seti­ ap 19 Agustus, khususnya di Bombay dan India bagian Selatan. Upacara Hari Ibu tersebut dinamakan Pâthâre Prabhu. Sejarah Pâthâre Prabhu berasal dari legend­a tentang seorang Ibu yang mempertahankan diri menghidupi anaknya sendirian di tengah desa terpencil dan masih liar. Konon, mereka hanya hidup berdua hingga akhirnya sang Ibu ditemukan orang dalam keadaan yang menyedihkan demi menjaga anaknya agar tetap hidup. Perjuangan sang Ibu inilah yang dikenang sepan­ jang masa. Akan tetapi, Hari Ibu yang popu­ ler dilaksanakan di India tidak lain bertepatan dengan Hari Ibu di Inggris, yaitu Hari Minggu Kedua bulan Mei. Awalnya Mother’s Day dipelopori oleh Julia Ward Howe, seorang aktivis perempuan, penulis, dan penyair. Perempuan yang terkenal de­ ngan lagu ciptaannya berjudul “Battle Hymn of the Republic” ini, menggalang para perempuan untuk bersatu menghentikan perang saudara yang berlangsung pada 1872. Dua tahun sebe­ lumnya, Julia Ward Howe menulis Mother Day Proclamation di Boston, yang diharapkan pada 2 Juni diadakan perayaan untuk memperi­ ngati persaudaraan perempuan. Perayaan ini sempat dilaksanakan untuk beberapa saat, namun kemudian tergeser oleh perjuangan Anna M. Jarvis. Anna M. Jarvis mengkampanyekan Mother Day setelah wafat Ibunya tahun 1905. Ia meme­ gang wasiat Ibu nya untuk mengadakan sebuah peringatan mengenang jasa seorang Ibu, bukan hanya Ibu nya saja, melainkan untuk Ibu seluruh dunia. Sebelum meninggal Ibunya berpesan, ““I hope that someone, sometime will found a memorial mothers day commemorating her for the matchless service she renders to humanity in every field of life. She is entitled to it,” begitulah kata Ibunya, Anna Marie Reeves Jarvis. Ia percaya dengan adanya Hari Ibu , keluar­ga akan terbina dengan baik dan meminimali­sir masalah sosial yang terjadi akibat ketidakpedulian keluarga terhadap anak. Pengalaman mengesan­ kan ia dapatkan dari Ibu nya yang mendidiknya dengan baik dan memperjuangkan masa depan anak-anaknya tanpa pamrih. Dengan bantuan ka­wan, Anna M. Jarvis berhasil mempengaruhi para pemimpin besar termasuk William Taft, Theodore Roosevelt, dan John Wannamaker, un-

P e wa r a Di n a m i k a d e s e m b e r 2009

21


laporan utama Prof. Dr. Nurfina Aznam, SU, Apt.

Keibuan Tidak Menanggalkan Profesionalitas Pembantu Rektor I, bidang Akademik UNY periode 20092013. Peneliti di bidang Kesehatan dan Farmatologi. Staf pengajar di FMIPA UNY dan Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta.

Sore itu (14/12) selepas usai sholat Ashar, Prof. Dr. Nurfina Aznam, SU.Apt mempersilahkan reporter Pewara, Endang Artiati Suhesti masuk ke dalam ruang kerjanya. Tugas-tugas yang harus diselesaikannya sebagai Pembantu Rektor I tetap membuatnya semangat dan ramah se­ hingga membuat wawancara terasa lebih santai namun tetap fokus. Ketika saya di lapangan, saya mendapat pe­ nga­kuan dari mahasiswa bahwa seorang dosen ter­utama yang perempuan perlu menjadi sosok yang profesional juga penuh keibuan. Bagaimana ibu menanggapi hal itu? Namanya profesional itu tidak bisa diotak atik. Jangan sampai gini, karena keibuan lalu profesionalnya hilang. Profesional seseorang meliputi tindakan, tingkah laku, kewajiban yang harus dilakukan. Untuk mencapai profesio­ nal kita punya strategi-strategi, misalnya kita ingin menanamkan mahasiswa untuk belajar, perlu ada pendekatan-pendekatan seorang ibu yang bisa menyebabkan dia rajin belajar. Bukan karena keibuan lalu melanggar profesional, tetapi strategi seorang ibu itu perl­u untuk memberikan tauladan dengan tetap da­ lam koridor keprofesionalan, meskipun kita bi­ sa menghadapi permasalahan mahasiswa de­ ngan pendekatan keibuan. Tetapi tetap korido­r profesional itu dilaksanakan dan tidak bisa dicampur-campur antar profesional dengan keibuan. Menghadapi mahasiswa dengan penuh kei­ buan, misalnya seperti apa Bu? Mungkin ada mahasiswa yang dalam mat­a kuliah tertentu selalu tidak lulus. Secara naluri keibuan dan secara profesional bisa kita lihat. Apa mahasiswa itu tidak belajar, apa mahasis­ wa itu ada masalah. Nah ini bisa kita selesaikan dengan profesional juga bisa dengan nalur­i kei­ buan kita. Mungkin mahasiswa itu tidak punya tempat curhat (curahan hati, red.). Seorang ibu itu lebih mau menerima, mendengarkan dan lebih memberikan perhatian meskipun ada

22

Pewara Dinam i ka d e s e m b e r 2 0 0 9

bapak dosen yang bisa mendengarkan (baca: curhat). Kalau begitu seorang dosen perlu mengetahui permasalahan mahasiswa di luar akademik Bu? Ya Perlu Dosen menggantikan orang tua di kampus bagi mahasiswa. Apalagi untuk memahasiswa rantauan yang jauh dari orang tua. Menurut Ibu bagaimana? Tidak masalah tetapi tetap menggunakan ta­ ta krama yang baik dan benar. Iyalah, kita seba­ gai orang tua di sini (baca: di kampus UNY) dan kita tidak hanya sebagai dosen yang menga­jar tetapi juga mendidik. Dosen yang mengajar, selesai di kelas ya sudah, tetapi kalau mendidik ya kita beri suport, kita beri perhatian juga. Selama ibu menjabat sebagai Pembantu Rektor I tentu sering menghadapi permasalahan mahasiswa. Apakah ibu merasakan benturan antara naluri keibuan dengan profesionalitas yang harus dijalankan? Sering banget, kadang peraturannya kaya­k gini, lihat anaknya kayak gini, rasanya juga berat. Tetapi bagaimanapun juga profesional­i­tas harus ditegakkan. Kita akan tetap beri so­lusi. Misalnya harusnya sudah tidak boleh mene­ ruskan studi karena sudah habis waktunya, tetapi kurang sedikit. Ada hal-hal yang bisa kita tolerir, tetapi jika itu merupakan pelanggrana yang tidak bisa ditolerir maka ya tidak bisa. Berarti ada kebijaksanaan khusus Bu? Ada. Tetapi dalam arti kata bukan mencari ke­bijaksanaan-kebijaksanaan pelanggaran. Harus ada dasar-dasarnya dan kita masih dalam rambu-rambu yang ada. Misalnya, telat bayar kuliah, sampai sekian semester. Peraturan sudah jelas ada tetapi kenapa dari mahasiswa yang bersangkutan tidak memberi kabar. De­ ngan naluri keibuan kita bisa carikan solusi. Kalau dia jelas-jelas tidak bisa membayar kare-


laporan utama na tidak punya uang, kita bisa carikan donatur, atau terpaksanya apa kita tidak bisa patungan untuk membayar kuliah dia. Itu kan tidak melanggar aturan karena kita patungan untuk mem­bayarkan kuliah dia. *** Bagi Prof. Dr. Nurfina Aznam, Su.Apt, sosok ibu harus bisa memberikan teladan bagi anakanaknya. Begitu pula apa yang dirasakan Nurfina terhadap sosok ibu kandungnya yang telah memberi ketauladanan, dan mendidik tentang makna berbagi pada masyarakat dan keluarga.

Lalu bagaimana ibu menanggapi pada kon­ disi ibu-ibu muda sekarang ini yang sebagian di antara mereka ada yang belum begitu paha­m tentang apa yang harus dilakukan untuk menjadi ibu, misalnya saja ada yang mendidik anaknya dengan sikap keras. Apakah menurut ibu perlu adanya pendidikan ibu? Kami di pusat studi wanita pernah memikirkan dan menggarap hal seperti itu kerena pendi­ dikan seorang ibu itu penting, jangan hanya dibiarkan berkembang sendiri. Harus ada orang yang menanganinya. Kalau mahasiswa akan me­ ngadakan pelatihan pendidikan untuk ibu ok.. ok.. saja (sembari tersenyum ramah). 

foto-foto: sismono dan natsir/pewara dinamika

P e wa r a Di n a m i k a d e s e m b e r 2009

23


berita mahasiswa uny yang diakui dunia

Surya Purnama: Ortinolog dari Kampus Karangmalang

foto-foto: dokumen pribadi

Dari hobi mengamati burung, Surya Purnama menorehkan prestasi. Mahasis­ wa Biologi FMIPA UNY baru saja menghadiri konferensi Ornitologi (ilmu tentang burung) internasional The 5th Aus­­tra­la­si­an Ornithological Conference (AOC) di Armidale, New South Wales, Aus­tra­lia, pada 29 November-4 Desember 2009. Di konferensi tersebut ia terca­ tat sebagai salah satu peserta termuda. Ia pun mampu memresentasikan dua hasil penelitiannya sekaligus dihadap­an sekitar 200 ornitolog (peneliti burung) dari berbagai negara, seperti Australia, Jepang, Korea Selatan, Amerika Se­rikat, Inggris, dan Afrika Selatan. Se­lain itu, 24

Pewara Dinam i ka d e s e m b e r 2 0 0 9

bersama dua pengamat burun­g Indonesia yang lain, mantan aktivis BEM ini menjadi orang Indonesia perta­ma yang hadir di forum dua tahunan tersebut. Presentasi pertamanya mengungkap tentang praktik perburuan burung yang berlangsung di Ujung Karawang, Bekasi, Jawa Barat. Hasil penelitiannya selama dua tahun tersebut ternyata cukup menyita perhatian peserta karena mengungkap fakta yang selama ini tidak banyak diketahui. Anggota kelom­ pok pengamat burung Bionic, yang ber­ naung di Himpunan Mahasiswa Biolo­gi Universitas Negeri Yogyakarta (HimaBio UNY), ini memperkirakan, ada seki-

tar 600 ribu burung yang tertangkap. “Bu­rung-burung tersebut tercakup da­ lam 63 spesies dengan 23 spesies di anta­ ranya merupakan burung migran. Tiga belas spesies dilindungi oleh pemerintah Indonesia dan 4 spesies di antaranya termasuk dalam Red Data Book yang dikeluarkan oleh IUCN,” paparnya. Tak ayal presentasinya itu menuai be­ragam penilaian dan tanggapan. “Ba­­ nyak dari peserta konferensi yang ter­ ke­jut,” akunya. “Bahkan, ada peserta yang mendatangi saya dan bilang kalau dia enggak suka dengan apa yang saya presentasikan,” kenangnya sambil tersenyum­. “Tapi habis itu dia berteri-


berita ma kasih kepada saya karena mau meng­ ungkapkan fakta yang ada.” Ia menilai, praktik perburuan burun­g merupakan salah satu penyebab turun­ nya populasi burung di Indonesia. “Mes­ ki begitu, kegiatan tersebut tela­h memberi sumber penghidupan bagi se­bagian masyarakat yang tergolong mis­kin dan telah berkembang menjad­i semacam budaya,” jelasnya. Namun, ia berharap akan adanya solusi. “Solusi­nya harus saling menguntungkan. Burung-burung harus tetap lestari dan masyarakat yang selama ini menggantung­kan hidup dari perburuan burung tersebut harus dapat diberikan solusi penghidupan bagi diri­ nya dan keluarganya.” Selain tentang perburuan burung, Surya juga memresentasikan hasi­l pene­ litiannya tentang populasi dan karakteristik habitat burung gagang bayam di Jawa. Menurutnya, di Indonesia belum banyak penelitian tentang burung pantai bernama ilmiah Himantopus leu­ cocephalus itu, meski statusnya telah dilindungi perundangan Indonesia. Keberangkatan Surya ke Negeri Kangguru tidak lepas dari kontribusi banyak pihak. Selain bantuan pendanaan dari pihak fakultas dan panitia konferensi, ia juga mengaku mendapat dukungan

dan kepercayaan dari perhimpunan ornitolog Indonesia Indonesian Ornitholo­ gist’ Union (IdOU) dan Yayasan Kutilang Indonesia (YKI), lembaga yang selama ini menaungi kiprah penelitiannya. Konferensi tersebut menjadi salah satu ukiran prestasi dari 5 tahun kese­ riusan mahasiswa asal Bantul ini dalam menggeluti hobi pengamatan tentang burung. Sebelumnya, pada 2005, ia ber­ hasil menjuarai lomba pengamata­n burung tingkat nasional di Bogor, Jawa Barat. Di tahun 2006, karya tulisnya tentang migrasi dan flu burung menyabet juara I di tingkat jurusan Pendidikan Bi-

ologi dan lolos hingga Lomba Kary­a Tulis Ilmiah (LKTM) tingkat wilayah (Region B) di Universitas Mulawarman, Sa­ma­rinda, Kalimantan Timur. Pada 2008, ia dan beberapa rekannya menelurkan sebuah buku berjudul Pedoman Pemantauan Flu Burung (Avian Influenza) Pada Burung Air dan Unggas yang diterbitkan oleh IdOU dan YKI. Tulisannya mengenai berbagai teknik berburu yang digunakan para pem­buru burung lokal di Jawa menjad­i bunga rampai dalam Global Studies in Indigenous Ornithology: Culture, Societ­y and Conservation. Terbaru, jurnal internasional Vectoor-Boone and Zoonotic Disease memuat H5N1 Surveillance in Migratory Birds in Java, Indonesia, hasil penelitiannya bersama rekan-rekan tentang flu burung pada burung migran. Surya, yang kini sibuk menyelesaikan skripsi, merasa mendapat manfaat dari kegiatan pengamatan burung di alam. “Awalnya cuma sekadar penyaluran ho­bi, tapi ternyata hobi yang terkesa­n aneh itu membuat saya bisa mene­rap­kan teori-teori yang saya dapat di per­ku­liahan. Saya pun jadi mampu berkarya dan berprestasi,” ungkapnya menutup pembicaraan. imam t

P e wa r a Di n a m i k a d e s e m b e r 2009

25


berita KEJUARAAN

BIONIC UNY SABET DUA GELAR JUARA NASIONAL

foto-foto: Dokumen pribadi

Dalam dua purnama berturut-turut, Ok­tober-November, tim dari kelompo­k pengamat burung BIONIC (Biology UNY Ornithology Club) berhasil menya­bet dua gelar juara pengamatan burung ting­kat nasional. Pertama, menjadi Jua­ ra I Lomba Pengamatan Burung yang di­selenggarakan di kaki pegunungan Unga­ran, Kendal, Jawa Tengah tanggal 23-25 Oktober 2009. Pada lomba yang diselenggarakan oleh HIMA Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang ini, tim yang beranggotakan Helmy Zulfikar Ulya, Zulqarna­ in Assidiqi, dan Shaim Basyari berhasil

menyisihkan 10 tim untuk kategori mahasiswa/umum. Tim Helmy dan kawankawan unggul dari tim Nycticorax dari Universitas Negeri Jakarta yang menja­ di Juara II. Sementara itu, Juara III diraih oleh tim Kelompok Studi Satwa Lia­r FKH UGM. Gelar kedua diperoleh pada Lomba Pe­ngamatan Burung Tingkat Nasiona­l yang diselenggarakan di Taman Nasio­ nal Bali Barat pada 20-22 November 20­09 kemarin. Dalam lomba yang berte­ makan “Melestarikan Varietas Burung Seba­gai Penunjang Kegiatan Ekowisata di Bali” ini tim BIONIC 1, satu dari 3

tim yang menjadi delegasi pada lomba tersebut berhasil menjadi juara III setelah mengumpulkan 69 poin. Posisi juara II ditempati oleh tim Kokokan dari Bali dengan 70 poin, sedangkan pada posisi juara I ditempati oleh tim dari Balai Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dengan 107 poin. Pada lomba yang diselenggarakan oleh HIMA Biologi FMIPA Universitas Uda­yana bekerjasama dengan Balai Ta­ man Nasional Bali Barat (BTNBB) ini, BIO­ NIC mengirimkan tim yang formasinya berbeda dengan tim lomba di Kendal, Jawa Tengah. Kali ini tim beranggotakan Tatag Bagus Putera P., Zulqarnain Assi­ diqi, dan Rani Asri Wijayanti. Para mahasiswa Biologi FMIPA UNY ini bersaing bersama 19 tim lain yang berasal dari kelompok pengamat burung, komunitas, maupun dari instansi pemerintah. Untuk sistem penilaian, kedua lom­ b­a tersebut mempunyai beberapa per­ be­­da­an. Perolehan nilai saat lomba di Kendal diambil dari akumulasi nilai kemampuan identifikasi spesies yang di­ da­sar­kan pada; sketsa, deskripsi, serta penamaan dan nilai dari presentasi tentang salah satu burung yang ditemukan saat lomba berlansung di hadapan juri. Prosentase nilainya yaitu 60 % dari identifikasi burung dan 40 % dari ha­ sil presentasi . Sedangkan perolehan nilai dalam lom­ba pengamatan burung di Bali diam­ bil dari akumulasi nilai hasil identifikasi dan kuis. Penilaian identifikasi didasarkan pada ketepatan memberi nama ilmi­ ah burung yang ditemukan serta meng­ urutkannya sesuai abjad, kemudian daf­tar burung yang ditemukan tersebut di­cocokkan dengan daftar burung yang dipegang juri. “Apabila spesies burung tersebut ada di daftar burung juri dan penulisan nama ilmiahnya tepat, maka akan mendapat 1 poin,” jelas Zulqarnain, anggota tim yang mengikuti ke­ dua lomba tersebut. ulya/id

26

Pewara Dinam i ka d e s e m b e r 2 0 0 9


berita BATIK DAN KULINER

MAHASISWA DARMASISWA UNY BELAJAR MEMBATIK DAN KULINER

Ahmad Natsir/PEwara Dinamika

foto-foto: Ahmad Natsir/PEwara Dinamika

Selama dua hari, Selasa-Rabu (14-15 /­12­) para mahasiswa darmasiswa UNY belajar kuliner dan membatik. Me­re­ka belajar kuliner dipandu oleh para ins­ truktur tata boga UNY di lab Tata Bo­ ga UNY. Mereka belajar memasak Sate, gado-gado dan Klepon. Sedangkan untuk membatik, merek­a belajar di Laboratorium Batik FBS UNY dengan dipandu oleh instruktur bati­k dari FBS UNY. Mereka belajar dari men­ desain, menggambar dengan canting, sampai proses pencucian dan pengering­ annya. Ada berbagai motif yang mereka buat, seperti pemandangan, cicak dan buaya, bunga dll. Humas UNY, Witono N, mengatakan, Workshop Seni Batik dan workshop me­ masak kuliner Indonesia adalah bagian dari program Bridging Course & Matri­ kulasi bagi mahasiswa darmasiswa RI 2009/2010. Kegiatan lainnya yaitu orientasi dan Inagurasi dengan menggela­r

acara The 2nd International Day, pelatihan Bahasa Indonesia selama lima bulan, dan Ekskursi, yaitu bentuk kegiatannya mengunjungi eve­n-even budaya yang ada di kota Yog­ya­kar­­ta dan sekitar­ nya. Seluruh kegiatan tersebut ditar­ getkan untuk mempersiapkan peserta Darmasiswa untuk masuk di kelas regu­ ler pada semester berikutnya. Sementara itu, Pippin, peserta dari Ame­rika Serikat disela-sela membatik me­ngatakan, Saya suka sekali worksho­p ini. Untuk waktu lama saya mau belajar batik dan ini adalah kesempatan yang baik.

Sedangkan Simon, peserta dari Austria mengatakan, instrukturnya menye­ nang­kan, dan berterima kasih atas du­­kungan selama belajar membatik. Be­­ gi­­tu juga dengan Matt Wodga dari Ing­ gri­s mengatakan sangat menarik untuk mengetahui bagaimana batik dibuat ka­ rena Yogya adalah tempat pembuatan batik yang terkenal. ”Asik, saya menikmati banget workshop ini. Saya harap kita punya workshop-workshop lagi seperti ini, untuk pelajar seni Indonesia,” ujar Paul Calden dari Amerika Serikat. Witono Nugroho

P e wa r a Di n a m i k a d e s e m b e r 2009

27


berita DIKLAT PEMBELAJARAN

Diklat Quantum Gamming: Revolusi Mengajar dengan Permainan

dokumen humas fip

Hampir 100 % proses belajar mengaja­r di sekolah masih dilakukan dengan ca­ ra yang monoton, statis, dan membo­ sankan. Setting pembelajaran hampir seluruhnya dilakukan di dalam kela­s de­ ngan kondisi suasana kelas yang tidak berubah. Guru sebagai salah satu subyek pendidikan melakukan tugasny­a tanpa variasi. Guru membuka dan me­ nutup pelajaran di kelas cenderung menjenuhkan. “Proses belajar akan efektif, apabil­a anak dalam kondisi senang dan baha­ gia,” papar Eko Susanto siang itu (15/11) di aula Abdullah Sigit Hall, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yog­ yakarta. Eko menawarkan sebuah pendekatan belajar yang menarik dengan me­tode game. Baginya, belajar anak ada­ lah belaajr sambil bermain dan berma­ in serya belajar. “Kita bisa mengenalkan huruf alphabet kepada anak dengan cara bermain. Ini akan membuat anak merasa lebih nyaman untuk memaha28

Pewara Dinam i ka d e s e m b e r 2 0 0 9

mi,” terangnya dengan ramah. Bermain bagi anak, lanjutnya buka­n sekedar bermain, tetapi bermain meru­ pakan salah satu bagian dari prose­s pem­belajaran. Selain membuatnya men­ jadi senang, bermain bagi anak juga da­ pat menambah pengetahuan. Oleh karena itu dibutuhkan guru yang bisa menun­jukkan keceriaan suka bekerjasa­ma, dan bersedia terlibat secara totali­tas de­ngan kegiatan anak. Guru harus mam­pu menjalin komunikasi aktif dari da­sar lubuk hati sehingga anak harus mam­pu merasakannya, dan mau dekat de­ng­annya. Dalam kondisi demikian, mu­dah bagi guru untuk mengarahkan dan membimbing anak untuk mengembang­kan potensi secara positif. Eko Susanto, adalah trainer dan penu­ lis buku “60 Games untuk Mengajar” me­nyampaikan materi diselingi denga­n tayangan-tanyangan film berdurasi pen­ dek sehingga membius peserta diklat Qu­

antum Gamming. Walaupun diklat yang diselenggarakan himpunan mahasis­wa PGSD ini berlangsung sampai sore hari, namun peserta masih tetap mengikuti dengan antusias. Eko, berhasil memba­ ngun suasana tetap menarik dengan hu­ mor-humor yang dilontarkannya. Jumlah peserta yang mencapai ku­ rang lebih 100 orang kebanyakan guru TK, SD, dan SMP, sedangkan beberapa yang lainnya adalah mahasiswa. Mereka diajak untuk mempraktekkan gamegame yang bisa digunakan untuk membuka dan menutup kegiatan belajar dan mengajar di kelas. Adapun stimulasi permainan yang di­praktikkan dalam kegiatan tersebut dian­taranya, Kincir Berhitung, Wek e Wek, Nyanyian Katak, Pistol Ttepuk, Peluit Ko­man­do, Kursi dan Pohon, dan Hup Hap Olala. Kesemuanya permainan tersebut diambil dari buku “60 Games untuk Mengajar”. endang artiati suhesti


berita PENGUKUHAN GURU BESAR

NILAI SERAT WULANG REH BISA DIMANFAATKAN SEBAGAI BAHAN AJAR DAN PEMBINAAN MORAL

foto-foto: Ahmad Natsir/PEwara Dinamika

Serat Wulang Reh merupakan salah sa­ tu karya Ingkang Sinuhun Paku Buwan­a IV yang berisikan pendidikan moral bagi masyarakat Jawa yang berwawasan Is­lam. Karya ini berisi Wulang terhadap keluarga dan masyarakat luas pada zamannya. Meskipun demikian, karya ter­ se­but dapat dikaji ulang dan nilai-nilai­ nya bisa dimanfaatkan sebagai bahan ajar dan pembinaan moral bagi generasi berikutnya,karena sumber ajarannya adalah Al Quran dan Hadits yang tida­k diragukan lagi isinya bisa digunakan sepanjang zaman. Demikian dipaparkan Prof. Dr. Endang Nurhayati, M.Hum., pada pidato il­miah pengukuhan Guru Besar UNY, Kamis, 10/12, di ruang sidang UNY. Endan­g Nurhayati dikukuhkan sebagai Guru Besar Budaya Jawa pada Fakultas Bahasa dan Seni UNY, dan beliau merupakan guru besar kedua di Jurusan Pendidikan Bahasa Jawa FBS UNY. Lebih lanjut, dalam pidatonya yang berjudul Kandungan Nilai-Nilai Moral

Islami Dalam Serat Wulang Reh, menga­ takan, ada hal-hal yang perlu dicermati karena karya tersebut merupakan sinkretisme Islam-Kejawen, atau tidak sepenuhnya merupakan ajaran Islam. Sehingga akan menimbulkan perbedaan sudut pandang bagi pembaca yang berbeda ideologinya. ”Serat Wulang Reh terkenal karen­a memiliki spesifikasi isi ajaran yakn­i aja­ ran menuju kek kesempurnaan hidup di dunia dan di akherat kelak. Hal ini sejalan dengan judul karya yaitu Wulang Reh,” tuturnya. Wulang Reh dapat dimaknai ajaran

un­tuk mencapai sesuatu. Sesuatu yang dimaksud dalam ajaran ini adalah laku menuju hidup harmoni atau sempurna di dunia dan akherat. Dikatakan Endang, Serat Wulang Re­h digubah dalam bentuk tembang ma­ca­ pat. Serat terdiri dari 13 pupuh ya­i­tu Dhandhanggula, Kinanthi, Gambu­h, Pang­kur, Maskumambang, Megatruh, Dur­ma, Wirangrong, Pucung, Mijil, Asmaradana, Sinom, dan Girisa. Setiap pu­ puh berisi tuntunan yang harus dilaksanakan manusia agar hidupnya tidak tererumus ke jurang kenistaan. ”Sedangkan penyampaian ajaran da­­ lam bentuk tembang dengan gaya: me­­ me­rintah, menasehati, melarang, mem­ beri contoh, dan mem­beri gambar­an da­lam bentuk ceri­ta­. Gaya-gaya tersebut disesuaikan dengan masing-masing watak tembang sehingga isinya sesuai dengan rasa dan nilai-nilai yang harus dilakukan pemba­ca,” urainya menutu­p obrolan. WITONO NUGROHO

P e wa r a Di n a m i k a d e s e m b e r 2009

29


berita penghargaan

UNY RAIH PENGHARGAAN E-PENDIDIKAN 2009 UNTUK E-LEARNING

foto-foto: witono nugroho/PEwara Dinamika

Universitas Negeri Yogyakarta memperoleh penghargaan E-Pendidikan dari Pusat Teknologi Informasi dan Komuni­ kasi (Pustekom) Depdiknas untuk E-Lear­ ning kategori Interaktivitas. Penghargaan diserahkan oleh Sekda DIY Ir Tri Har­jun Ismaji MSc dan diterima Rektor UNY, Dr. Rochmat Wahab, di Puri Manganti Keraton Yogyakarta, baru-baru ini. Acara ini beriringan dengan acara International Symposium on Open, Distance, and eLearning (ISODEL) 2009 yang digelar Pustekom di Yogyakarta. Anugerah E-Pendidikan untuk E-Le­ar­ ning merupakan penghargaan bagi individu, lembaga atau komunita­s yang telah memberikan perhatian dan pe­ ngem­bangan dan penerapan Teknolog­i Informasi dan Komunikasi (TIK) di dunia pendidikan. Masing-masing kategori yang mendapatkan penghargaan adalah yang ber­ 30

Pewara Dinam i ka d e s e m b e r 2 0 0 9

kompetisi pada Ki Hajar (Kita Harus Belajar), E-learning dan program televisi bermuatan pendidikan. Selain UNY, penerima Anugerah EPen­­didikan 2009 untuk E-Learning ada­ lah Universitas Bina Nusantara untuk ka­ tegori Inovasi dan Kreativitas, Kualitas

Bahan Pembelajaran, dan Penggunaan Bahasa Indonesia; Universitas Brawijaya untuk kategori Tampilan dan Kemu­ dahan Penggunaan; serta Jaeni, S.Kom dari STMIK AMIKOM Yogyakarta sebagai

Administrator Termuda. Sementara itu, dua stasiun televisi yang memperoleh penghargaan program televisi bermuatan pendidikan yai­tu Global TV untuk kategori feature un­tuk program Mata Angin; SCTV untuk kategori sinetron seri Para Pencari Tuhan. Para pemenang lain pada kompetisi KiHajar yaitu Selamat dari SMP Sutom­o 1 Medan untuk bidang matematika, Natasha Nurul Annisa dariSMP Negeri 4 Pakem Yogyakarta untuk bidang Bahas­a Indonesia), Faiq Adi Pratomo dari SMP Negeri 21 Semarang bidang Bahasa Ing­­gris, dan Yobert Yosua Trihardiant­o dari SMP YPPK Paulus Jayapura untuk bidang IPA. Sekjen Departemen Pendidikan Na­ si­onal, Prof. Dr. Ir. Doddy Nandika me­­ng­­ungkapkan, dengan pemberia­n peng­­hargaan ini diharapkan dapat me­­


berita num­­­buhkan budaya pengembanga­n dan pendayagunaan TIK untuk pembela­ jar­an terutama dalam rangka optimali­ sasi pemanfaatan Jaringan Pendidikan Nasional (Jardiknas) dan TVE serta me­ numbuhkan budaya belajar dan berkompetensi untuk meraih pendidikan yang maksimal. witono nugroho

SERTIFIKASI

UNY SERAHKAN 4586 SERTIFIKAT PENDIDIK

Ahmad Natsir/PEwara Dinamika

Universitas Negeri Yogyakarta selak­u uni­versitas penyelenggara sertifikasi gu­­ru rayon 11 kembali menyerahkan 4586 sertifikat pendidik dengan rincian dari Kabupaten (Kab) Bantul 1220 serti­ fi­kat, Kab. Sleman 941, Kab. Gunung Ki­dul 780, Kab. Kulon Progo 594, Kota Yog­yakarta 914, dan Provinsi 137. Ser­tifikat diserahkan Rektor UNY, Dr. Roch­mat Wahab, MPd, MA yang diterima oleh para Kepala Dinas di ruang sidang UNY, (9/12). Dalam sambutannya, Rochmat me­ ngatakan, akhir-akhir ini guru diberi kemudahan, yang dulu tidak bisa ikut ser­tifikasi semua karena harus sarjana. Tapi sekarang asal sudah golongan IV

dan berusia diatas 50 tahun sudah bisa ikut sertifikasi sehingga variannya juga ikut melebar. Demikian juga dosen yang dulu harus sudah S2, sekarang de­ ngan keluarnya permen baru yang sudah berusia 61 tahun mendapatkan tole­ ransi. Yang menarik akhir-akhir ini adalah jumlah jam mengajar bagi guru yang su­dah disertifikasi. Tidak hanya diseko­ lah-sekolah yang muridnya sedikit, dise­ kolah favoritpun menjadi masalah. Guru-guru yang lebih dulu sertifikasi, su­paya sertfikatnya fungsional, dapat tun­jangan, harus dapat jam yang cukup tapi mengurangi peluang dari yang sebelumnya dapat untuk masuk dalam

plus gara-gara tidak punya jam. Inilah tugas para kepala dinas untuk mengamankan/mengelinkkan antara sekolah negeri dan swasta yang memungkinkan untuk menambah jam. Bahasa team teaching harus dipaha­ mi secara profesional dan fungsional. Roch­mat menceritakan, pada tahun 1980an sebuah sekolah plus sudah me­ nerapkan pembelajaran dengan tim. Kalau SD dengan 3 guru, SMP/SMA 2 gu­ ru. Jadi kalau yang satu didepan gur­u yang lain mengawasi di belakang. Yang masih menjadi masalah sekarang ini ada­lah masih ada team teaching menga­ jarnya masih bergantian. witono nugroho

P e wa r a Di n a m i k a d e s e m b e r 2009

31


berita PELANTIKAN PEGAWAI

PEGAWAI HARUS MILIKI KETERAMPILAN KOMUNIKASI EFEKTIF Dengan UNY menuju WCU, menuntut semua unsur untuk bisa bersikap reaktif dan proaktif terhadap kehadiran tamu-tamu yang tak terduga, terutama dari luar negeri. Untuk itu setiap anggota sivitas akademika perlu dan wajib memiliki keterampilan komunikasi yang efektif, sehingga dapat menjamin message-nya sampai secara tepat. Selain itu juga memberikan dukungan dengan ide-ide dan karya-karya yang konstruktif daripada sekedar komentar saja. Untuk menunjukkan kesiapandapat mengoptimalkan potensi yang ada untuk prestasi yang baik, sehingga kita da­pat menghadirkan karya-karya unik yang siap untuk dapat dinikmati dan diakses oleh masyarakat Indonesia dan masyarakat internasional. Demikian juga mampu secara proaktif mensosialisa­ sikan eksistensi UNY dan karya-karya ke masyarakat dunia. Demikian dikatakan Rektor UNY, Dr. Rochmat Wahab, MA., pada acara Pelantikan Pejabat dan Penyerahan SK Kenaikan Pangkat bagi pegawai UNY di Ruang Sidang UNY, Selasa, 1/12. Pada ke­sempatan tersebut Rektor melantik empat pejabat yaitu Priyapto, SPd seba­gai Kepala Bagian Tata Usaha Fakultas Ilmu Keolahragaan, Sugeng Sutarto, S.Pd., Ka­su­bag Sistem Informasi Bagian Perenca­naan dan Sistem Informasi BAAKPSI, Mar­tutik, SIP, Kasubag Data dan Informa­si Bagian Tata Usaha Lembaga Peneliti­an, dan Panut Sumardi, SPd, Kasubag Pendidikan Bagian Tata Usaha Fakultas Ilmu Keolahragaan. Lebih lanjut, Rochmat mengharap­ kan semua pejabat baru, dosen, dan kar­yawan dapat meningkatkan kemampuan koperatif sehingga dapat meningkatkan produktivitas baik secara perso­ nal, kolektif, maupun institusional. Sebagai pejabat baru baik promosi maupun mutasi, perhatian pertama dan

32

Pewara Dinam i ka d e s e m b e r 2 0 0 9

foto-foto: Ahmad Natsir/PEwara Dinamika

utama adalah mempelajari, memahami­, dan melaksanakan tugas pokok dan fungsi jabatan sehingga dapat menunjukan akuntabilitas kepada publik. ”Bagi dosen yang naik pangkat, perhatian utama adalah tanggung jawab do­sen baik sebagai educator maupun scien­tist. Bagi karyawan (supporting staffs) yang naik pangkat, perhatian uta­

manya adalah menjaga komitmen ker­ja, memberikan layanan yang lebi­h baik, mengatur waktu kerja lebih produktif, memberikan layanan bagi mahasiswa, dosen, dan masyarakat yang lebih humanis, dan menciptakan lingkungan kerja yang menarik dan kondusif,” tambahnya. witono nugroho


berita seminar penelitian

UNY DISEMINASI HASIL-HASIL PENELITIAN

dokumen Lemlit

Untuk mengekplorasi dan mempublika­ sikan berbagai hasil penelitian yang ter­kait dengan pendidikan, olahraga, dan kajian wanita dan kesetaraan gender, Lembaga Penelitian (lemlit) UNY menyelenggarakan diseminasi hasil-ha­ sil penelitian, Sabtu, 5/12 di ruang sidang lemlit UNY. Diseminasi diikuti oleh dosen dari UNY dan universitas lain. Menurut Ketua Lemlit UNY, Prof. Dr. Sukardi, tujuan diseminasi ini untu­k me­ nyebarluaskan hasil-hasil peneliti­an di lingkungan akademisi, praktisi pada dunia industri, pemerintahan, dll. Se­ lain itu juga mewujudkan kemitraan stra­tegis dengan berbagai pihak terkait, menjajagi peluang kerjasama riset lanjutan dengan pemerintah dan perguruan tinggi lain serta dunia usaha, dan untuk merangsang munculnya penelitian-penelitian yang lebih berkualitas baik untuk pengembangan IPTEKS yang prospektif dan bernilai jual tinggi. Sementara itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Departemen Pendidikan Nasiona­l (Dep­ diknas) RI Prof Ir Suryo Hapsoro Tri Uto­mo PhD dalam paparannya menga-

takan, hasil-hasil penelitian yang dila­ kukan oleh kalangan akademisi di perguruan tinggi sebenarnya bisa menjadi jalan bagi upaya mensejahterakan negara ini. Hal tersebut membutuhkan sinergi yang kuat diantara kalangan bisnis, in­telektual, dan pemerintah. Mereka ha­rus bersinergi, dan harus mewujudkan “zero distance” atau menghilangkan jarak. Kalau hasil-hasil penelitian dari kalangan intelektual tersebut bis­a difasilitasi oleh pemerintah kemudian digunakan oleh kalangan bisnis, kesejahteraan bangsa ini sudah ada di depan mata. Menurut Suryo, pihak Ditjen Dikti se­ benarnya juga telah melakukan bebe­ rapa upaya untuk “zeronisasi” jarak an­ tara ketiga unsur tadi. Salah satuny­a yakni melalui penggelontoran dana un­ tuk riset bersama antara kalangan aka­ demisi dengan lembaga lainnya seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Kamar Dagang dan Industri (Kadin), dan lainnya. “Dalam dunia penelitian, ada tiga ke­lompok peneliti, yakni para peneliti yang berada di lingkungan perguruan

ting­gi, peneliti di lembaga pemerintah­ an--baik departemen maupun nondepar­ temen--, dan peneliti di dunia jasa dan in­dustri. Sementara itu, dilihat dari ak­ti­ vitas dan kewenangan, kelompok pene­ liti dibedakan menjadi tiga kelompok yang ia sebut “BIG” tersebut,” tegasnya. Ditambahkan Suryo, penelitian dibe­ dakan menjadi tiga jenis, yakni penelitian teoretik yang berorientasi pada pengembangan ilmu, penelitian terap­ an yang dilakukan untuk menjawab ma­ salah dan tantangan yang ada, sert­a pe­nelitian industri yang memang dila­ kukan untuk menghasilkan uang secara sustainable. Tapi uang bukan segala­ nya. Pengembangan ilmu juga hal yang penting,” tegas Suryo. Suryo juga mengatakan, anggaran pe­nelitian tahun 2010 mengalami penu­ runan. Sebagai konsekuensinya, anggaran lain di perguruan tinggi terpaksa dipotong. Tapi menurutnya, khusus untuk penelitian dosen muda dan studi ka­jian wanita, anggaran tidak akan dipotong. witono nugroho

P e wa r a Di n a m i k a d e s e m b e r 2009

33


berita seminar

Pustakawan tidak diharuskan menguasai semua

Ahmad Natsir/PEwara Dinamika

Untuk tahapan sertifikasi pustakawan, tahun ini kami sedang menyusun stan­ dar kompetensi. Kami membagi dalam uji kompetensi dalam tiga kelompok besar dalam hal pengembangan kolek­ si, pengolahan layanan, dan pelestarian. Jadi nanti pustakawan setelah ada standar kompetensi akan ada spesiali­ sasi-spesialisasi. Pustakawan tidak diha­ ruskan menguasai semua. Misalnya ka­lau pustakawan bakatnya dipengolah­ an, maka dia akan ditempa terus disitu untuk lebih mendalami pekerjaan itu sampai dia pakar dibidang itu. Tapi ti­ dak tertutup kemungkinan kalau sudah di sertifikasi di kompetensi satu bidang dan akan ikut yang lain dibolehkan. Demikian disampaikan Titiek Kismi­ ya­­ti dari Perpusnas Depdiknas pada Se­ mi­nar Nasional Sertifikasi Kompetens­i Pustakawan di ruang serbaguna FIP UNY, Kamis (16/12). Acara terselenggara atas kerjasama perpustakaan UNY deng­ an Forum Kerjasama Perguruan Tingg­i Negeri (FKP2TN) dan diikuti oleh 150 peserta yang terdiri atas kepala perpusta­ ka­an dan pustakawan. Lanjut Titiek, dengan keluarnya UU Nomor 43 tahun 2007 akan ada keseta­ 34

Pewara Dinam i ka d e s e m b e r 2 0 0 9

raan antara pustakawan PNS dan buka­n PNS. Nanti baik pustakawan yang PNS maupun bukan PNS yang sudah terserti­ fikasi akan mendapatkan tunjangan pro­ fesi. Menanggapi tentang perpusnas yang dianggap belum bersinergi dengan PTS, Titik mengatakan, di perpusnas ada pusat pengembangan perpustakaan dan pengkajian minat baca. Disitu ada bidang perpustakaan sekolah dan perguruan tinggi. Harusnya tidak mengurus yang negeri saja. Hal tersebut mungkin hanya belum ada yang secara khusus untuk menangani yang swasta. Pada bagian lain, Titiek mengatakan, dalam sertifikasi ada hal yang terkait ya­ itu kompetensi pustakawan. Karena tidak mungkin kita melakukan sertifikasi kalau kita belum memiliki standar kompetensi. Selain itu juga harus ada lemba­

ga sertifikasi, lembaga pendidikan profesi, dan organisasi profesi. Untuk kompetensi profesional yang terkait dengan pengetahuan pustakawan di bidang sumber-sumber informasi, teknologi, manajeme dan penelitian, dan kemampuan menggunakan penge­ tahuan tersebut sebagai dasar untuk menyediakan layanan perpustakaan dan informasi. Sementara itu kompeten­ si personal, menggambarkan satu kesatuan keterampilan, perilaku dan nilai yang dimiliki pustakawan agar bekerj­a secara efektif, menjadi komunikator yang baik, selalu meningkatkan pengetahuan, dapat memperlihatkan nila­i le­ bihnya, serta dapat bertahan terhadap perubahan dan perkembangan dalam dunia kerjanya ”Sementara itu Kompetensi TI yaitu daftar kemampuan yang harus dikuasai oleh seseorang dalam menggunakan tek­nologi untuk mengerjakan tugasnya. Selain itu juga agar pustakawan dapat menghadapi perubahan lingkungan ker­ja mereka yang sangat dipengaruhi oleh perkembangan teknologi informasi,” tambahnya. witono nugroho


berita beasiswa

SEBANYAK 2992 MAHASISWA RAIH BEASISWA SENILAI Rp 7.323.730.000,-

foto-foto: Ahmad Natsir/PEwara Dinamika

Pada tahun 2009 jumlah mahasiswa yang mendapatkan beasiswa dari berba­ gai sumber berjumlah 2992 orang de­ ng­an jumlah total Rp 7.323.730.000,-. Jum­­lah tersebut meningkat dari tahu­n sebelumnya Rp 6.838.700.000,-. Dan untuk tahun 2010 dana yang digunakan un­tuk memberi beasiswa akan ditingkat­ kan menjadi sekitar 8 miliar rupiah. Saat ini UNY juga memberikan beasis­ wa berupa pembebasan biaya SPP kepada mahasiswa yatim piatu. Beasiswa ini disediakan untuk 12 orang, dan saat ini yang terdaftar baru 3 orang. Hal tersebut dikemukakan oleh PR III UNY, Prof. Dr. Herminarto Sofyan, dalam Rapat Kerja (Raker) Universitas di Audi-

torium UNY. Raker yang dilaksanakan dua hari Rabu-Kamis (25-26/11) diikuti oleh seluruh unsur pejabat UNY. Lebih lanjut Hermin mengatakan, de­ ngan banyaknya beasiswa yang di­be­ri­ kan, diharapkan mampu memperi­ngan beban orang tua mahasiswa dalam mem­ biayai kuliah anaknya. Bagi mahasiswa yang potensial tapi kurang beruntung dari segi ekonomi, tentunya menjadi pe­ nyemangat dalam menempuh kuliah. Jadi tidak ada alasan untuk gagal kuliah karena alasan ekonomi.

”Selain beasiswa UNY juga memberikan klaim asuransi kecelakaan kepada mahasiswa UNY. Untuk periode Oktober 2008-September 2009 mahasiswa yang mendapatkan klaim asuransi sebanyak 33 orang dengan nilai klaim sebesar Rp 92.906.900,-,” tuturnya. Sementara itu, PR II, Sutrisna Wiba­ wa, M.Pd., mengatakan saat ini UNY sudah mengembangkan fasilitas pembelajaran dan fasilitas kerja baik itu berupa gedung, fasilitas pembelajaran di kela­s, internet, dll. Dengan begitu perkembang­an universitas akan berkembang lebih cepat. Perbaikan sarana meliputi gedung, peresapan air, penghijauan, pengaspalan jalan. ”Saat ini UNY juga sudah mengembangkan income generating berupa UNY­ QUA, UNYHOTEL, FOOD COURT dan usa­ ha lain yang merupakan investa­si jangka pendek. Hal ini untuk mendukun­g universitas dalam menutupi biaya pendi­ dikan,” ujarnya. Sutrisna juga mengatakan, tahun 2010 UNY menargetkan untuk mendapatkan ISO Laboratorium (lab) untuk satu lab FMIPA dan satu lab FT. Sehingg­a pihak fakultas harus segera mempersi­ apkan segala sesuatunya dengan lebih cermat. Dengan memperoleh ISO maka pelayanan menjadi lebih baik. witono nugroho

Atas: Herminarto Sofyan (PR III). Kanan: Sutrisna Wibawa (PR II).

P e wa r a Di n a m i k a d e s e m b e r 2009

35


berita PELATIHAN

MC DAN PROTOKOLER ADA ILMUNYA

Ahmad Natsir/PEwara Dinamika

Menjadi presenter maupun master of ce­remony (MC) yang baik tidak cukup ha­nya bermodal penampilan. Suara, ke­beranian/percaya diri, kemampuan mengolah suara, bahasa yang baik dan benar, pengatahuan yang luas, kreatif, Sense of humor dan body language juga harus diperhatikan. Selain itu juga sudah memastikan acara acara yang akan dipandu, baik itu resmi, semi resmi, hiburan, keagamaan, kekeluargaan. Bahkan bila perlu pastikan sebelum pelaksanaan acara telah meng-hunting lokasi (bila memungkinkan mengikuti gladi), mengumpulkan informasi seba­ nyaknya mengenai data dan informasi tentang acara, cek, dan riecek fasilitas, 36

Pewara Dinam i ka d e s e m b e r 2 0 0 9

nama-nama pengisi acara, hadir lebih awal, busana, serta siapkan kertas dan alat tulis kebutuhan lainnya. Demikan Siti Nuri Nurhaidah, S.Pd., S.Sos., MA praktisi MC dari Cerdas Trai­ ning Center, Jakarta, menyampaikan da­ lam pelatihan Protokol dan Master of Cer­

emony yang bertempat di hotel Grasia Semarang (4-5/12) lalu. Pelatihan diikuti dua puluh tiga utusan instansi nege­ ri se-Jateng-DIY. Universitas Negeri Yog­ yakarta, mengutus Ratna Ekawati, S.IP yang merupakan utusan dari Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY. Selama dua hari, peserta mendapat­ kan materi pelatihan berupa: Keproto­ koleran, dasar-dasar komunikasi efektif (REACH), Olah vokal, redaksi dan naskah MC, Etika dan kepribadian seorang MC, latihan dasar MC (acara resmi dan hiburan), dan latihan mandiri MC (Penekunan Olah Bahasa), pada redaksi, artikulasi, intonasi. Sementara itu, Drs. Damas B. Mul­


berita yono, dip.broad Jour, praktisi MC dari TVRI Pusat Jakarta menyampaikan materi mengenai tele caster. Menurutnya, tele caster adalah seseorang yang berprofesi sebagai “pelempar” atau “ pembawa” kata atau kalimat, dari jara­k ja­uh. Pada umumnya, memili­ki ko­no­­­ ta­­si, dibantu oleh alat yang da­pa­­t men­jadi perantara ia melempar da­ ri ja­rak jauh, dalam hal ini kamer­a dan mikrophone. Sementara itu pub­ li­c speaker memiliki pengertian seseo­

rang yang berprofesi berbicara di depan umum atau khalayak, biasanya berkonotasi komunikasi yang sifatny­a dua arah. Pelatihan tersebut bertujuan untuk menyiapkan tenaga MC yang mengetahui etika yang baik profesional, berwawasan luas, berpenampilan mampu menyusun redaksi/ kalimat, memahami tugas, etika, dan siap pakai untuk memandu/ memimpin dalam berbagai acara (resmi/tidak resmi) di sebuah lem-

baga/instansi. Di hari kedua diadakan evalusi­. Seluruh peserta disuruh mempaktik­kan materi yang telah diberikan dengan membawakan acara formal, langsun­g mengubah suara, ekspresi, dan penam­ pilan ke acara semi formal. Hasil akhir, dipilih tujuh peserta terbaik yang berhak memperoleh sertifikat peserta terbaik. Ratna Ekawati, S.IP, utusan dari FIK UNY masuk di dalamnya. ratnae

pementasan

PENTAS KAJIAN DRAMA Mahasiswa PBSI kelas I, J, dan K menampilkan pentas “Opera Binatang”. Pentas kajian drama yang dilangsungkan di Stage Tedjo Kusumo, (23/12) ini mendapat sambutan hangat dari penonton. Menurut panitia penyelenggara, pementasan yang menelan dana 24 juta ini mampu menyedot perhatian penonton. Jumlah penonton hingga 700 orang lebih, sedangkan kapasitas stage hanya cukup untuk 350 orang, hingga panitia mela­rang sebagian penonton untuk masuk stage. Walaupun sempat terjadi berdebatan dari pihak penyelenggara dan penonton yang hadir, namun semuany­a teratasi. Pementasan teater yang mengadap­ tasi naskah terjemahan Nano Riantiar­ no mampu dipentaskan secara exsclusif oleh teater EYD (edan yang disempurnakan) sebutan mahasiswa PBSI untuk

saat penggarapannya. Pementasan ter­­sebut memakan waktu yang tidak sedikit, yakni berdurasi dua jam lebih­. “Pementasan ini adalah pementasan terlama dalam sejarah pementasan untuk mata kuliah kajian drama, biasanya saya hanya memberi durasi waktu 90 menit, namun karena ini naskah yang berat dan jalan ceritanya pun banyak maka kami dosen kajian drama membebaskan durasi waktu,” ungkap Dr. Suroso sebagai dosen pengampu (23/12) sehabis pementasan selesai. Cerita “Opera Para binatang” ini me­ ngisahkan sebuah peternakan di salah satu peternakan di Eropa. Setting tahu­n 1980- an, menguatakan akan suasana peternakan di Eropa saat itu. Perternak­ an tersebut dimiliki oleh seorang yang kejam, karena alasan tersebut para binatang membuat komisi bersama untu­k

mendobrak dan memberontak terhadap pemilik perternakan. Pemberotak­ an yang dipimpin oleh babi-babi ini ke­mudi­an berhasil mengusir pemilik per­ternakan itu, kemudian terjadi kon­ flik lagi ketika para babi menguasai dan mencoba licik terhadap hewan-hewan yang lainnya. Pementasan kali juga di bumbui tarian kolosal, dimana seluruh binatang baik dari aktor sendiri maupun para pemeran binatang pembantu wajib menari, walupun yang semua­ nya bukan penari. Pementasan ini merupakan pembuka pementasan teater matakuliah kajian drama. Selanjutnya disususl dari PBSI kelas AB yang ber judul “Kode-Kode da Vinci”, dan kelas GH mengusung cerita dari naskas terjemahan dari Nano Riantiarno. Scholastica W Pribadi

Karya Anda jangan hanya disimpan. Kirimkan segera ke alamat kami: pewaradinamika@uny.ac.id.

P e wa r a Di n a m i k a d e s e m b e r 2009

37


berita jelang pentas

Mahasiswa PBSI UNY Membuat Jejak di Tepian Langit

foto-foto: dokumen pribadi

Seusai Isya’, Selasa (29/12), terdengar te­ riakan keras di hall Rektorat Universitas Negeri yogyakarta (UNY). Sepuluh maha­ siswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indo­ nesia (PBSI) berlarian tidak karuan sam­ bil terus berteriak, ada yang tertawa keras dan sebagian mereka meneriakkan kata, “Gila, gila, gila!!”. Koreografi puisi berjudul ‘Gilaku’ ini akan dipentaskan pada Jumat (15/1) di Laboratorium Karawitan Fakultas Baha­

38

Pewara Dinam i ka d e s e m b e r 2 0 0 9

sa dan Seni (FBS) UNY, sebagai salah satu program pengisi acara Launching dan Pementasan Antologi Puisi Mahasis­ wa PBSI AB angkatan tahun 2008, Jejak di Tepian Langit. Selain koreografi puisi, dalam laun­ ching buku tersebut akan ditampilkan juga dramatisasi puisi, musikalisasi, rap­ pisasi, deklamasi, dan bedah buku puisi. Proses mengantologi hingga peluncuran dan pementasan buku antologi ini memakan waktu 3 bulan, dimulai de­­ngan membuat puisi per individu, pe­nyun­tingan puisi yang layak muat, pe­nen­tuan judul buku, pembuatan ske­­ na­rio pementasan hingga latihan ber­ ka­la sebelum launching dilaksanakan­. “Cukup menyita waktu dan uang, Mbak, tapi kami sangat bersemangat meski ka­ dang saling berdebat, hahaha.” Kata Ria

Silviani (20) selaku sutradara pementasan antologi. Sebenarnya peluncuran antologi ini tidak harus dilaksanakan sebagai event akbar seperti ini, tapi kekreatifitasan para mahasiswa sendiri yang mengharuskan diri mereka berkorban banyak agar peluncuran antologi berjalan sesu­ ai harapan. “Sekalian buat latihan bera­ ni, biar besok pas kajian drama (mata ku­liah Kajian Drama-red) tidak kaget.” Imbuh Ria di sela kesibukannya menga­ tur teman-temannya. “Teman-teman kadang susah diatur, malas datang latihan, alasannya anehaneh.” Jawab Ria ketika ditanya kesulit­ an apa yang ia hadapi selama menjadi su­tra­dara pementasan dan launching bu­ ku antologi puisi mereka. Fosil


berita K i l as

OLAHRAGA

Untuk kesekian kalinya, Universitas Ne­ geri Yogyakarta menggelar pertanding­ an olahraga persahabatan dengan instansi lain. Pada Selasa (1/12) sore, di­ge­lar pertandingan eksebisi antara Ke­polisian Daerah (POLDA) DIY de­ nga­n UNY di lapangan tenis indoor FIK UNY. Seperti yang dituturkan Hariyul, M.Kes., Dosen FIK sekaligus pemain, skor pertandingan pada partai pertam­a antara Gani/ Sudarto Vs Dekan FIK/ PD2 FIK dengan hasil 8-5. Selanjutnya Cornel/ Yopi (POLDA) Vs Ngatman/ Sridad­i (UNY) dengan hasil 8-3. Hariyul/ Sunar­ diyanta (UNY) Vs supriyadi/ Hidayat (POLDA) dengan skor 4-8. Sementara Wa­ kapolda/Sogol melawan Wawan/Sisma­ diyanto (UNY) dengan skor 8-7. Rektor UNY berpasangan dengan Hari­ yul mengalahkan Wakapolda/Badrun dengan skor 9-7. Sedangkan Devi/Yoga (UNY) juga mengalahkan Suroso/ Karwanto (POLDA). Pasangan selanjutnya Rektor UNY/Alim Vs Hasim Gani/ Supriyadi (POLDA) dengan skor 5-8. Sebelum pertandingan, dalam sambu­ tannya rektor UNY, Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., MA mengatakan bahwa pembinaan kondisi fisik melalui tenis di lapangan untuk upaya menjaga kesehatan fisik sehingga sehat fisik dan akal. Selain itu juga untuk menjalin kerjasama antara instansi-instansi khususnya UNY dan POLDA yang pada kesempatan sore itu tanding tennis persahabatan, dan peningkatan kerjasama dalam bidang lain di lain waktu. hariyul/ratnae

Pengembangan Budaya Olahraga Menuju Indonesia Madani

dokumen humas FIK

PERTANDINGAN PERSAHABATAN TENIS: POLDA DIY Vs UNY

Bertempat di Gedung Olahraga Universi­tas Negeri Yogyakarta (12/12) di adakan Semi­ nar Olahraga internasional dengan tema Pe­ ngembangan Budaya Olahraga Menuju Indonesia Madani. Tujuh ratus peserta hadir memenuhi ruangan GOR dan balkon. Peserta terdiri guru/dosen olahraga, dan praktisi olahraga dari berbagai daerah. Seminar dihadiri oleh, Prof. Dr. James Ta­ kudung, mewakili Menpora yang berhalang hadir. Acara dibuka oleh Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., MA. Adapaun pembicara seminar, pelatih Pro Duta FC Kostadin Angelov dari Bulgaria, Ketu­a ISORI Pusat, Prof. Toho Kholik Mutohir Ph.D dengan topik Peran ISORI terhadap Pengembangan Olahraga di Indonesia. Pada kesempatan yang sama juga dilantik pengurus daerah Ikatan Sarjana Olahraga Indonesia (ISORI ) Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta masa bakti 2009–2013. Sumaryanto, M.Kes terpilih kembali sebagai Ketua Umum ISORI masa bakti 2009 – 2013. Pelantikan dilakukan oleh Ketua umum ISORI pusat, Prof. Toho Kholik Mutohir PhD. Siangnya, kegiatan dilanjutkan workshop melalui paralel sesion dan poster presentation. RAtnae

Keterbatasan Fisik Bukan Kendala untuk Berprestasi Sebanyak 990 kontingen yang berasal dari tiga puluh tiga propinsi seluruh In­ donesia mengikuti upacara pembukaan Pekan Olahraga Pelajar Cacat Nasina­l (POPCANAS) IV yang bertempat di Gedung Olahraga Universitas Negeri Yogya­ karta (GOR UNY) (21/11). Mereka adalah atlit penyandang cacat yang terdaftar sebagai siswa/siswi Sekolah Luar Biasa (SLB) maupun Pendidikan Luar Biasa (PLB) atau sekolah umum se-Indonesia yang berusia antara 13–18 tahun. Pertandingan semua cabang dimulai tanggal 19 November 2009. Mereka telah bertanding pada cabang atletik, bulutangkis, tenis meja, dan renang de­ nga­n kecacatan atlit meliputi: tuna netra, tunarungu, tunagrahita, dan tuna dak­sa. Setiap propinsi mengirimkan 22 atlit dan 8 official. Dalam upacara pembukaan POPCANAS diawali dengan devile seluruh atlit di­iringi marching band UNY, dilanjutkan menyanyikan lagu Indonesia Raya, Laporan penyelenggaraan kegaitan oleh Dekan FIK, Sumaryanto, M.Kes. event tersebut dibuka oleh Menpora, Dr. Andi Alfian Malarangeng. Sedangkan dari pe­merintah DIY diwakili oleh asisten pemerintahan dan Kesejahteraan rakyat Sekda Propinsi DIY , Drs. Taufik Agus Prayanto, M.Si. “Untuk itu, kami mewakili masyarakat Yogyakarta mengucapkan selamat datang kepada Bapak menteri atau yang mewakili dan seluruh peserta POPCANAS”. Demikian Drs. Taufik. Sementara itu Menpora dalam sambutan tertulis yang dibacakan Deputi Bidang Pemuda Olah Raga Kemenegpora Drs. Yunuzul Airi, MS. menyampaikan kegiatan POPCANAS diperuntukkan bagi olahragawan penyandang cacat. “Setiap orang mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam bidang olahraga. Oleh karena itu yang menyandang cacat jangan berkecil hati, karena para olahragawan cacat telah banyak mengumandangkan lagu Indonesia Raya di berbagai penjuru dunia melalui prestasi dalam bidang olahraga cacat internasional.”, urainya disambut tepuk tangan peserta. Ratnae P e wa r a Di n a m i k a d e s e m b e r 2009

39


opini Menyoal Pendidikan Murah O l e h S ulis S tyawan

M

emikirkan--atau sekedar memba­ yangkan--tentang adanya ”pendidikan gratis” di Indonesia, negeri berpenduduk sekitar 220 juta jiwa ini, adalah tak lebih dari sekedar membaca sebuah dongeng. Mengapa? Diakui atau tidak, selama ini memang banyak kalangan yang sela­ lu memperdebatkan soal pendidikan gratis di Indonesia. Kenapa pendidikan gratis selalu saja diperdebatkan? Jlentreh-nya kurang lebih begini. Kalau saja­ praktek pendidikan gratis itu sudah benar-benar gratis, tentu tidak akan ada yang memper­ debatkannya. Pasalnya, di kabupaten atau kota mana di bumi pertiwi ini yang praktek pendidikannya benar-benar ”gratis”. Apakah ���������� di Jem­brana (Bali), di Musi Banyuasin (Sumater­a Selatan), di Kutai Kartanegara, di Balikpapan (Kalimantan Timur). Ataukah di Kabupaten Sukoharjo (Jawa Tengah) yang notabena kota atau kabupaten tersebut sudah misuwur dan kondhang alias terkenal sebagai kota atau kabupaten yang berhasil menyelenggarakan ”pendidikan gratis”. Apakah di ketiga daerah itu para orang tua yang memiliki anak berusia 7 - 15 tahun (usia wajib belajar) sudah tidak harus menge­luarkan dana lagi untuk membelikan seragam sekola­h, tidak lagi membelikan buku tulis, tidak lagi mem­belikan sepatu, atau tidak lagi membelikan buku-buku pelajaran? Kenya­taannya, para orang tua di kota atau kabupaten penyelenggara ”pendidikan gratis” itu tetap saja harus membiayai pendidikan anaknya. Itu artinya, praktek pendidikan itu memang belum ”gratis”! Kita semua tentu mafhum, Pemerintah kita memang tidak pernah mengharuskan sekolah tidak memungut biaya. Artinya, Pemerin-

Menurut hemat penulis, istilah ’pendidikan gratis’ itu tak lebih dari sekadar ’bahasa politik’ semata-mata. 40

Pewara Dinam i ka d e s e m b e r 2 0 0 9

tah tidak pernah menjanjikan pendidikan itu ”digratiskan” karena UU Sisdiknas No. 20/2003 memang tidak mengamanatkan pendidikan itu digratiskan. Tetapi, mengamanatkan kepada Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah untuk menganggarkan minimal 20% anggaran pada sektor pendidikan--di luar gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan--dari total APBN/ APBD. Sementara itu, dengan alokasi dana 20% dari APBD, senyatanya juga tidak serta-merta bisa menjamin orang tua murid tidak mengeluarkan biaya pendidikan, seperti yang selama ini masih saja harus mereka tanggung. Dalam tataran ini, artinya, yang paling mungkin adalah seandai­ nya anggaran minimal 20% untuk sektor pendi­ dikan itu sudah dipenuhi oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, maka pendidikan ”murah” akan dapat dinikmati masyarakat. Namun, tetap saja itu bukan pendidikan ”gratis”. Galibnya, pendidikan murah tidak identik de­ ngan pendidikan gratis. Masih seputar ”bukan pendidikan gratis”. Jika kita cermati, istilah ”pendidikan gratis” sebenarnya lebih dipopulerkan oleh para kontes­ tan Pilkada. Menurut mereka, istilah itu lebih efektif untuk menarik simpati pemilih daripada berbicara soal anggaran pendidikan minimal 20%, ataupun memakai istilah ”pendidikan murah”. Oleh karena itu, menurut hemat penulis, istilah ’pendidikan gratis’ itu tak lebih dari sekedar ”bahasa politik” semata-mata. Pengalaman menunjukkan, bahwa bahasa politik itu identik dengan janji kosong. Selam­a praktek pendidikan itu tidak benar-benar grati­s, tentunya akan lebih arif jika kita menghindar­i istilah pendidikan gratis itu. Permasalahan­nya bukan hanya sebatas penggunaan istilah, teta­ pi lebih daripada itu, dengan menggunakan isti­lah itu, maka ”pembohongan publik” atas rak­yat banyak telah terjadi. Maka, marilah kit­a ber­usaha menahan diri untuk tidak turut serta membohongi masyarakat dengan segala obral janji-janji kosong yang membuai, namun tak pernah jelas juntrung-nya atau bahkan nir-realisasi. Terkait dengan kalimat “... tanpa memungut biaya …”, dalam Pasal 34 Ayat 2 UU Sisdiknas,


opini

Kalam/pewara

penulis menduga, itulah yang diartikan oleh banyak kalangan sebagai ”pendidikan gratis”. Kita tentu dapat menimbang ulang, apakah dengan hanya ”tidak membayar SPP”, serta-mer­ ta praktek pendidikan itu sudah bisa dikata­kan gratis? Tentu tidak! Pengertian pendidikan gratis itu tidak bisa dipersempit sedemikian rupa. Ketika orang tua masih harus mengeluarkan uang untuk membelikan seragam, buku tulis, buku-buku pelajar­ an, dan sebagainya (padahal anaknya masih dalam usia wajib belajar), maka amatlah gam­ blang, hal itu menunjukkan bahwa pendidikan tidaklah gratis. Sekali lagi, karena pendidikan itu tidak pernah benar-benar gratis, kita berhenti dari membual dengan istilah itu. Masalah pendidikan itu adalah tanggung jawab bersama antara Peme­ rintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan masya­ra­ kat--bahkan, peserta didik itu sendiri. Salah satu paradigma yang dibangun dalam UU Sisdiknas, yaitu ”meningkatkan peran sert­a masyarakat”. Maka, dengan bersama-sama bertanggung jawab, kita dapat secara sungguhsungguh melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di negeri ini. Juga, supaya kita tidak perlu lagi saling tuding ketika mutu pendidikan di negeri ini masih saja rendah. Memang, untuk mewujudkan pendidikan

”mu­rah” ini tak dipungkiri bahwa masyarakat te­tap saja dituntut peran sertanya--tidak terkecuali dalam hal pembiayaan--hanya saja porsi­ nya berbeda. Hal ini sebagai salah satu bentuk wujud partisipasi masyarakat dalam turut serta mengambil tanggung jawab terhadap masalah pendidikan. Namun, ����������������������������� tanggung jawab itu juga tidak cukup hanya urun dana. Lebih daripada itu, setelah timbul kesadaran un­tuk mengambil tanggung jawab, diharapkan masyarakat untuk tidak hanya seleh tangan atau pasrah bongkokan (menyerahkan begitu saja) ter­kait masalah pendidikan anak-anak mereka kepada lembaga-lembaga pendidikan, melainkan harus tetap ikut cawe-cawe (ikut mengurus) dan berperan aktif serta bekerjasama seca­ ra sinergis dengan sekolah. Konklusinya, sebagai bagian dari war­ga­ne­ gara yang baik, terkait dengan penyelenggaraan pendidikan, tentunya kita harus menyadari, meng­ambil peran, serta memikul tanggung ja­ wab atas peran itu. Kita semua tentu berharap bahwa penyelenggaraan pendidikan di negeri tercinta ini benar-benar bisa dan sampai pa­ da pengejawantahan ketercapaian tujuan pen­ didikan nasional. Semoga begitu!

Sulis Styawan mahasiswa Jurdik Fisika FMIPA UNY

P e wa r a Di n a m i k a d e s e m b e r 2009

41


opini SERTIFIKASI: GURU HARUS MENULIS! O l e h U m u S ulaim ah, S . P d . I .

F

akta saat ini memberikan gambaran yang berbeda mengenai sosok guru. Ada cerminan gambaran negatif tentang kredibilitas moral guru. Mereka melakukan pekerjaan karena berharap kenaikan gaji an sich, atau sekedar menjalankan rutinitas karena tidak ada pilihan lain. Wajarlah, kehadir­ an lembaga pendidikan tak mampu memberikan kontribusi yang positif bagi kehidupan. Ada guru yang masih memiliki pemikiran konservatif, sehingga mengekang seluruh daya kreativitasnya untuk maju. Guru sering mening­ galkan kultur akademis, seperti membaca dan menulis, sehingga keseharian mengajar hany­a berhias text book thinking. Sungguh membosan­ kan predikat guru seperti itu. Bahkan, guru sering tak lagi menjadi sosok suritauladan digugu lan ditiru. Hal itu diperparah dengan lemahnya semangat belajar-mengajar. Guru seharusnya mampu memberikan spirit atas peserta didik­ nya. Rendahnya kapasitas intelektual pendidik mempengaruhi tinggi rendahnya kualitas peserta didiknya. Tulisan ini bukan bermaksud mendiskredit­ kan guru, melainkan mengajak kita melakukan perbaikan diri agar profesi guru benar-benar menjadi profesi yang mulia, penerang bagi peradaban. Kenyataan tak dipungkiri, guru menjadi profesi yang sangat dibanggakan di beberapa negara maju, karena profesi guru merupakan jantung peradaban. Sebagus-bagus sistem pendidikan yang tela­h dirumuskan, secanggih apa pun kurikulum yang dirancang, tak akan bisa tanpa kehadira­n guru. Tanpa guru, pendidikan kosong makna dan eksistensi. Guru memiliki misi profetik yang senantiasa melakukan proses transmisi ilmu dalam upaya melakukan proses transfor-

Rendahnya kapasitas intelektual pendidik mempengaruhi tinggi rendahnya kualitas peserta didiknya. 42

Pewara Dinam i ka d e s e m b e r 2 0 0 9

masi peradaban untuk lebih maju. Tidak sekedar transfer of knowledge, namun guru merupakan inovator dalam menumbuhkan budaya akademik. Program pemerintah yang berupaya mening­ katkan kompetensi dan kapabilitas intelektual guru perlu disambut baik. Salah satunya UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen yang di antar­ anya berisi proses sertifikasi. Dikemukakan di sana bahwa sertifikasi adalah proses pemberi­ an sertifikat pendidik untuk guru dan dosen. Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional. Berlandaskan UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen, Pemerintah memberlakukan program sertifikasi dan stratifikasi S-1 dan D-4. Dengan program ini diharapkan guru dan praktisi pendidikan akan melakukan proses akselerasi dan peningkatan kapasitas diri, sehingga mendapatkan sertifikat lulus uji dan mendapat­ kan tunjangan tambahan atas keberhasilanny­a itu. Salah satu bentuk komponen penilaian guru dalam sertifikasi adalah penilaian portofolio yang mencakup penilaian atas pengalaman ser­ta profesionalitas guru. Hal itu dibuktikan dengan karya pengembangan profesi, dalam bentuk buku yang dipublikasikan, artikel yang dimuat di media, modul, diktat, media pembela­ jaran, dan sebagainya. Penulis melihat ada semangat yang kuat dari para praktisi pendidikan untuk lolos dalam ujian tersebut. Di samping upaya meningkat­ kan kapasitas, kapabilitas, dan kompetensi, mo­tivasi materialistik sering menjadi hal yang dikedepankan, berjibaku dalam memperjuang­ kan selembar sertifikat. Bagi mereka yang ambi­ sius, cara apa pun ditempuh demi memenuhi kriteria penilaian portofolio tanpa memperhati­ kan nilai dan asas kelayakan. Hal inilah yang sesungguhnya mencederai integritas moral asa­ si guru. Kejahatan intelektual pun menjadi pola kriminal yang baru. Cara yang ditempuh untuk itu lumayan ba­ nyak dan unik, di antaranya membeli karya orang lain atau melakukan tindakan pemalsu­ an hasil karya. Yang lebih mengherankan lagi,


opini sering terjadi ‘komersialisasi’ kegiatan ilmiah. Guru berbondong-bondong mengikuti semina­r yang dikemas secara ilmiah, berlabel regional maupun nasional, berbekal Rp 50.000,00 -200.000,00, bukan kemanfaatan karena akan bertambahnya ilmu pengetahuan, melainkan lebih demi selembar sertifikat. Jika tak ada upaya ketat dari Pemerintah dan tim sertifikasi untuk melakukan pengawasan, kondisi seperti itu dikhawatirkan akan menjadi tradisi buruk. Mendewakan formalisme dan simbolisme akan mengikis bangunan idealisme. Proses sertifikasi seharusnya menjadi ajang dinamisasi skill yang selaras dengan upaya me­ realisasikan misi profetik guru. Senantiasa me­ ngembangkan budaya membaca, menulis, me­ne­liti, dan menelaah, demi mendapatkan pe­ngem­bangan, temuan-temuan baru, serta tero­bosan mutakhir dalam dunia pendidikan. Se­ti­ap hari dipastikan ada hal baru yang dite­ mukan oleh guru karena mereka langsung berhadapan dengan peserta didik. Banyak hal bisa diteliti, ditelaah, dianalisis, dan kemudian ditulis untuk semakin memperkaya referensi bagi dirinya atas hal-hal baru yang ditemuinya selama mengajar. Kenyataan yang terjadi, kemampuan dan kebiasaan guru untuk membuat karya tulis dan mempublikasikannya masih rendah. Hal ini terjadi karena rendahnya budaya membaca dan melek informasi di kalangan guru. Wajar ������������������� jika kemampuan menulis menjadi kebiasaan yang jarang dilakukan. Di tengah arus informasi dan ko­mu­nikasi tanpa batas seperti seka­rang ini, guru ditun­ tut bergegas berbenah diri. Melek informasi menja­di perbekalan guru yang mengemba­n tugas mulia melakukan proses transmisi ilmu atas manusia pembelajar. Sebagaimana ������������������� diketahui, dunia saat ini tak lagi mengandalkan sistem komunikasi verbal yang dinilai lamban, kurang efektif, dan kurang efisien. Budaya verbal tergeser oleh budaya tulisan. ����������������� Terlebih, kecanggihan teknologi telah memberikan ruang seluas-luasnya bagi pertukaran informasi melalui tulisan. Budaya tulis-menulis merupakan hal yang penting dilakukan guru. Dengan menulis, guru bisa menuangkan ide/ gagasannya, menyuarakan aspirasinya, memberikan pengaruh, serta menyebarkan pemikirannya. Menulis dapat menjadi instrumen perjuangan, pengabdian, dan pemberdayaan. Oleh karena itu, guru-guru yang mengemban misi

Kalam/pewara

profetik seharusnya menjadikan budaya menu­ lis menjadi aktivitas rutin. Menulis merupakan cara untuk mengikat ide/gagasan, sarana transmisi ilmu, dan menyebarkan nilai-nilai kebaikan/kebenaran. Kemampuan menulis di kalangan guru masih relatif rendah. Itu terjadi karena lemahnya semangat dalam belajar-mengajar, tidak memiliki pemikiran progresif, dan rendahnya budaya akademik. Mengutip perkataan Imam Ghazali, ”Kalau engkau bukan anak raja dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis.” Dengan menulis kita bisa mencerdaskan ber­ juta-juta manusia tanpa batas. Bukan seke­dar motivasi material an sich atau motivasi kenaikan pangkat saja para guru berlomba-lomba meningkatkan aktivitas menulisnya, tetapi lebih pada panggilan jiwa untuk terus menyum­ bangkan saran, gagasan/ide positif bagi kemajuan peradaban bangsa. Membaca dan menulis adalah tradisi para ilmuwan. Guru merupakan ’ilmuwan’ yang tak boleh lepas dari itu. Menulis �������� berarti memberikan suluh harapan yang akan menerangi dunia dengan ide-ide yang mencerahkan. Wallahu a’lam.

Umu Sulaimah, S.Pd.I. guru SDIT Ulul Albab Kota Pekalongan

P e wa r a Di n a m i k a d e s e m b e r 2009

43


resensi buku

Jet Kune Do, Refleksi Bruce Lee Atas Kungfu Oleh Achm ad Cahyanto Kungfu, tidaklah sekedar gerakan untuk membela diri, atau ajang pamer dan mencari musuh. Lebih dari itu, kungfu menurut Bruce Lee memiliki fungsi yang lebih besar, yaitu pengembang­an jiwa. Bruce Lee percaya, dalam setiap gerakan kungfu dapat merepresentasi­ kan keagungan filosofi Cina. Tak mengherankan, jika ayah Bruce Lee sudah memperkenalkan kungfu Thai Ci pada­ nya sejak kecil. Namun, Bruce Lee kecil belumla­h mam­pu mencerna makna kungfu yang lebih dalam. Kedekatan dia dengan kung­fu Thai Ci serta kelincahan saat mem­pe­ra­gakan jurus-jurus kungfu, mem­bu­at­nya memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Di sekolah Bruce Lee selalu mem­per­ke­nal­kan diri sebagai Lee yang jago tinju, dan dia tidak suka apabila ada seorang anak yang lebih menonjo­l dari dirinya. Sejak kecil, Bruce lee juga telah meng­ gembleng kemampuan fisiknya dengan disiplin latihan yang tinggi. Setiap hari dia melakukan lari dan sprint beberap­a mil. Selain lari, setiap ada waktu seng­­ gang dia melakukan pull up dan sit up­. Menginjak usia remaja, porsi latihan di­tambah secara gila-gilaan. Bruce Lee melatih otot-otot tubuhnya dengan porsi di atas atlet-atlet. Hal positif dalam di­ ri Bruce Lee, dia tidak pernah meninggalkan hobinya untuk membaca buku dan merefleksikan gerakan-gerakan yang sudah diperlajari. Ketika belum menjadi seorang bintang, Bruce Lee pernah juga terperosok dalam dunia geng. Di Hongkong, tempat dia lahir, gangster tumbuh pesat bak jamur. Bahkan geng juga mempu­ nyai pengaruh sosial yang besar. Merasa serius ingin mendalami kungfu untuk bekal dalam pertarungan-pertarungan 44

Pewara Dinam i ka d e s e m b e r 2 0 0 9

antar geng, Bruce Lee kemudian berguru kepada Profesor Yip Man. Seringnya Bruce Lee terlibat perta­ rung­an jalanan dan berurusan dengan polisi, membuat ibu Lee khawatir dan menyuruh Lee merantau ke Amerika. De­ngan menumpang kapal “Americant President”, Lee berangkat ke Amerika de­ngan berbekal uang 100 dollar. Saat keberangkatannya ke Amerika, Lee ber­u­ mur 18 tahun. Bruce Lee yang kelahiran aslinya di San Fransisco tanggal 27 November 1940, mempermudah dia untuk mengurus kewarganegaraan Amerika. Di Amerika Bruce Lee mendapat kesempatan kedua untuk menyelesaikan pen­didikan SMA-nya yang tertunda. Setelah selesai SMA, Lee diterima di jurusan filsafat Universitas Washington. Lee tumbuh menjadi mahasiswa yang cerdas, dan tekun menyimak dosen-do­ sen dalam memberikan kuliah. Namun, minat dia terhadap filosofi kungfu tidak pernah surut. Dalam kesendirian di Amerika, Bruce lee mempunyai banyak wakt­u un­tu­k mengkaji tentang filosofi kungfu­. Akhir­ nya, setelah dia mencoba mengem­bang­ kan dan menggabungkan aliran-aliran kungfu yang pernah dia pelajari seper­ ti Thai Ci, Wing Cun dan aliran yang di­ bawa ahli kungfu Wong Shun Leung, akhirnya Bruce lee menemukan bentuk baru kungfu yang lebih efisien dan dina­ mis. Aliran ini kemudan dia sebut seba­ gai Jet Kune Do yang artinya mencegat pukulan. Jet Kune Do memuat dasar kemerdekaan total bagi seseorang untuk bereaksi, serta bebas beradaptasi dengan berbagai situasi. Jet Kune Do adalah warisan monumen­ tal yang ditinggalkan Bruce Lee setelah kematiannya yang tiba-tiba. Kematian Bruce Lee memang begitu cepat, keti-

Bruce Lee, Biografi Inspiratif Sang Legenda Kungfu Dunia Jo Pakagula • ����������������������� Pinus Book Publisher • I, 2009 • ������������� 163 halaman

ka namanya tengah bersinar di Hollywod. Sebelum meninggal pada tanggal 20 Juli 1973, Bruce Lee tak sadarkan diri di apartemen artis Taiwan yang bernama Betty Ting Pei. Spekula­­si mengenai penyebab kematiannya ber­kembang, mulai dari peran mafia, percintaan hing­ga balas dendam, namun hingga kini penyebab kematianny­a ma­sih misterius. Buku biografi Bruce Lee ini memang tidak detail menceritakan keseluruhan kehidupannya. Namun, buku ini mencoba menghadirkan ceck poin atas pencapaian Bruce Lee dari se­jak dia kecil hingga menikah, punya anak, dan meninggal pada usia muda. Dalam buku ini digambarkan bagaima­na Lee melewati fase-fase sulit dalam hi­dupnya, kemauan dan kerja keras yang kemudian mampu menjadi inspirasi.

Achmad Cahyanto Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia


bina rohani

Membersihkan Dosa dengan Istighfar O l e h H e nd ra S ug iantor o Manusia diciptakan Allah swt dari unsur tanah dan ruh. Tanah yang berada di bawah merepresentasikan keinginankeinginan rendah manusia, sedangkan ruh yang ditiupkan Allah ke dalam diri manusia mengajak pada perbuatanper­buatan tinggi dan ketaatan. Karena asal penciptaan manusia dari tanah dan ruh ini, manusia memiliki potensi untuk berbuat baik dan buruk dalam kehidupan di muka bumi. Allah berfirman dalam surat As-Sajdah ayat 7-9: “Yang membuat segala ses­ uatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hi­ na. Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)-nya ruh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan ba­gi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati.” Luasnya ampunan Allah menghen­ daki manusia senantiasa ber-istighfar jika melakukan kesalahan dan bertobat kepada-Nya. Allah berfirman, “Dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesung­ guhnya Allah Maha Pengampun lagi Ma­ ha Penyayang” (Qs An-Nisa’ (4): 106). Untuk memohon ampun itu manusia dianjurkan tidak menunggu sampai dosa-kesalahannya semakin bertambah. Manusia yang tidak bersegera memohon ampun, bahkan tidak mau ber-is­ tighfar, bisa menyebabkan hatinya semakin keras dan dapat dikatakan telah berlaku sombong di hadapan Allah. Hati yang keras menjadikan dirinya teru­s terjerembab pada kesalahan-kesalahan, bahkan kesalahan yang lebih besar lagi, tanpa disadarinya. Keburukan dan dosa tampakny­a te­­ lah menjadi fenomena keseharia­n ma­­nu­ sia. Ketidakmampuan manusi­a me­ngen­ dalikan hawa nafsu yang meng­a­ja­k pada keburukan menyebabkanny­a jatuh di lumpur hitam kehinaan. Bahkan, ma­

istimewa

nusia mengerti perbuatan-perbuata­n buruk yang semestinya tidak dilakukan, tetapi tetap saja dilakukan. Misalnya, tindakan kriminal, berjudi, mengambi­l milik orang lain secara batil, dengki, me­ nggunjing, mengorupsi uang rakyat, ber­buat mesum, ingkar janji, minum khamr, dan perbuatan buruk lainnya. Di dunia ini memang manusia berha­ dapan dengan musuh nyata yang me­ nyesatkan. Setan yang selalu mengajak pada keburukan dan kejahatan pernah berkata, ”Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan kesesatan padaku, pas­ ti aku akan menjadikan mereka meman­ dang baik perbuatan buruk di muka bu­ mi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka” (Qs Al-Hijr(15): 39). Manusia tidak pernah bebas dari dosa dan kekhilafan serta wajib memohon ampun kepada-Nya. Ber-istighfar bisa dilakukan setiap saat. Bahkan, ketika manusia memperoleh keberhasilan tetap, mereka dianjurkan untuk ber-is­ tighfar. Dalam surat An-Nashr ayat 1-3 diterangkan, “Apabila telah datang per­ tolongan Allah dan kemenangan, dan ka­ mu melihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesung­ guhnya Dia Maha Penerima Tobat.”

Aya­t tersebut menerangkan kemenangan dan keberhasilan yang telah diperoleh dan Allah tetap memerintahkan manusia untuk ber-istighfar, bahkan ketika selesai shalat pun kita ditentukan untuk membaca istighfar. Hal itu menegaskan bahwa manusia tidak bisa lepas dari kesalahan walaupun sebesar debu dan setipis rambut. Bisa jadi, ketika shalat kita tidak menyerahkan diri sepenuh­nya kepada Allah. Shalat kita masih tercampuri sesuatu selain Allah, misalny­a ingin dilihat orang lain taat beribadah (riya’) dan bacaan shalat yang mengali­r begitu saja tanpa kesadaran dan pikiran kita yang melayang-layang. Begitu de­ ngan keberhasilan kita, bisa jadi tida­k terhindar dari kekeliruan, misal­nya me­ lalui proses yang tidak benar, terbesit niat selain Allah dan banyak orang lain yang ter-zalim-i. Sebagai manusia, kita sewajarnya terus memperbaiki diri. Manusia yang baik bukanlah manusia yang tidak pernah melakukan dosa dan kesalahan, tetapi manusia yang menyadari perbuatan-perbuatan buruknya dan kemudian memohon ampun dan bertobat kepada-Nya. Terdapat berbagai keutamaan yang didapatkan dari membiasakan diri ber-istighfar. Selain itu, Allah akan menghilangkan darinya kenestapaan hidup dan mendatangkan rizqi dari arah yang tidak diperkirakan sebelumnya. Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda, “Barangsiapa memperbanyak istighfar, maka Allah akan menghilangkan dariny­a segala kesusahan, menghilangkan dari­ nya segala kesempitan, dan akan menda­ tangkan rezeki dari sumber yang tiada terduga” (HR Abu Daud).

Hendra Sugiantoro mahasiswa FIP UNY

P e wa r a Di n a m i k a d e s e m b e r 2009

45


cerpen

Pesan yang Terabaikan O l e h I nung S etya mi Salamah kembang desa di kampungnya. Kini, ketika ia menjadi mahasiswi, predikat kembang kampus pun melekat pada dirinya. Gadis itu semakin hari semakin mekar penampilannya. Ibarat bunga, ia mampu menarik banyak kumbang yang beterbangan. Beruntung, ia memiliki daya tarik siapa pun yang memandangnya. Beberapa tahun hidup di kota membuat Salamah lupa, bahwa ia gadis desa. Ia ubah penampilannya yang dianggap ndeso dengan penampilan gaya baru. Tak hanya gaya rambut yang berubah warna dan bentuk setiap waktu, baju-baju yang dikenakannya juga ber-merk dan mengenal mode. Tatto kupu-kupu yang melekat di pinggulnya menambah kesan eksotik. Ia wanita penggemar keindahan. Untuk menghilangkan kesan ndeso-nya, ia ganti namanya menjadi Salma. Di kampu­s ia enggan dipanggil “Salamah”, tapi lebih suka dipanggil “Sa­ lma”, seperti nama artis Happy Salma. Baginya nama “Salma” lebih gaul dan terkesan kota dibandingkan nama aslinya yang terkesan udik. Ia bangga dengan panggilan Salma. Salamah selalu mengutamakan penampilan, tak ada yang berantakan untuk soal mode dan gaya. Namun, untuk urusa­n perkuliahan tidak ada yang tidak berantakan. IPK-nya di bawah standar, C dan D banyak menghiasi KHS-nya. Selama ini ia tenang-tenang saja, toh masa studinya tujuh tahun. Masih ada waktu panjang untuk mengulang dan menyelesaikan skripsi, pikirnya. Salamah terlalu euforia dengan dunianya. Ia tak menghi­ raukan masa studinya yang kian menipis. Ia tak menggubris satu per satu temannya telah mengenakan toga, meninggalkan kampus, masuk dunia baru yang dicita-citakan. Satu hal penting yang ia lupa, segala rencana hanya Tuhan yang tah­u. Ia tidak menduga segala kemungkinan yang bisa terjadi. Dalam benaknya, hanyalah mencari kesenangan dengan menghambur-hamburkan uang. Salamah terlalu menikmati dunianya dan tak peduli bahwa uang yang dihabiskannya adalah keringat ibunya. Ia lupa pesan ibu, pesan dari desa yang dianggap kampungan dan kolot itu, pesan bertele-tele me­nurutnya dan tak pantas untuk dihiraukan. Pesan selal­u sholat lima waktu, pesan untuk menjaga diri, dan pesan menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab. Pesan-pesan kampungan itu telah terabaikan. Sejak itu, ia lupa pada doa, pada etika, dan pada tujuan. Mata Salamah melotot membaca surat peringatan dari kampus bahwa masa studinya habis. Kedua bibirnya terkatu­p, terkejut, jantung berdenyut keras tak beraturan. Keringat di­ ngin mengalir tak habis-habisnya. Ia serasa tak percaya, seper­ 46

Pewara Dinam i ka d e s e m b e r 2 0 0 9

ti mimpi, tapi ini nyata. Universitas tidak lagi memberikan kebijaksanaan. Ia terkena D-O. Seketika ia ambruk di kamar kostnya. Tubuhnya terasa lunglai dan kepalanya pening. Ia teringat segala kebohongan yang telah ia lakukan pada ibu di rumah yang kurang memiliki wawasan tentang kampus, sehingga begitu mudah dibohongi terutama soal uang. Berkali-kali ia minta uang untuk membayar semesteran dua kali lipat dari yang seharusnya dibayarkan. Uang itulah yang digunakan untuk ke bioskop, nongkrong di kafe, belanja-belanja, dan makan-makan di resto mewah. Ia lupa bahwa ibunya selalu berharap anak gadisnya bisa lulus menjadi sarjana, mengenyam pendidikan tinggi, tidak seperti orang tuanya yang sama sekali tidak tersentuh pendidikan. Tidak se­ perti bapaknya yang hanya abang becak dan ibunya yang hanya PRT. Mereka ingin Salamah memiliki masa depan yang menggembirakan. Salamah bingung. Kebingungan yang tak kunjung sirna, semakin menambah pening kepalanya. Mau tak mau Salamah harus pulang kampung. Meninggalkan kota Jogja untuk kem-


cerpen

repro. kalam/pewara

istimewa

bali menjadi gadis kampung. Mau tak mau harus meninggalkan kampus karena ia bukan lagi mahasiswi. Mau tak mau ia harus menjelaskan pada ibunya, orang tua satu-satunya. Menjelaskan pada ibu? Seketika badannya bergetar keta­ kutan. Dengan apa ia akan menjelaskannya? Dengan air mata? Itu hanya akan membuat ibunya semakin bertanya-tanya. Namun, dengan kata-kata, bagaimana ia bisa memulainya? Bertemu dan bertatapan saja rasanya ia takkan sanggup. “Sanggupkah aku ketemu ibu?” “Sanggupkah aku bertemu sama ibu?” Pertanyaan itu tak hanya menyergap hatinya, namun juga benak dan jiwanya. Salamah terluka oleh pisau yang selama ini diasahnya sendiri. Namun, segala kejadian perlu penjelasan. “Bu, bangunlah, Bu. Maafkan Salamah, Bu.” Salamah de­ ngan isak-tangisnya serak setelah terlalu lama menangis. Wanita setengah tua bertubuh kurus kering itu tetap diam mematung. Demi mendengar penjelasan dari anak gadisnya, wanita itu teramat kecewa hingga tak sadarkan diri. Kondisi jantungnya mendadak labil. Wanita perkasa yang selama ini gigih bekerja demi anak gadisnya itu kini terbujur lunglai tak berdaya di amben bambunya. Salamah mendekat, dibelainya rambut ibunya yang hampir memutih itu. Dipandanginya mata cekung sayu itu, ia temukan deretan kesedihan dan kekecewaan di dasarnya. Sungguh ia tak menyangka, keterusterangannya itu berbuah petaka bagi ibunya.

Ia sadar bahwa ini salahnya. Jika saja dulu ia tak mengabaikan pesan-pesan ibunya yang dianggap kampungan itu, ia pasti mampu menata ruang dan waktu di hadapannya. Andaikan waktu bisa diajak kompromi, ingin sekali ia kemba­ li ke masa lalu, tujuh tahun yang lalu. Menghapus kembali peristiwa-peristiwa selama ini yang hanya terbuang sia-sia untuk hal-hal yang tak berguna. Salamah termenung. Wajahnya murung. Hatinya seketika tercabik-cabik menyaksikan ibunya terkapar lunglai di depa­n mata. Hanya penyesalan yang tersisa, harapan-harapan te­ lah sirna. Salamah tak mampu berkata-kata melihat kejadian yang tiba-tiba dan tak terduga. Air mata yang berlinang di kedua bola matanya, tak habis-habis berlelehan membasahi pipi serupa anak sungai yang arusnya tak putus-putus. ”Andai saja kini aku memakai toga, pasti ibu bahagia. Pasti ibu menyambutku dengan senyum, bukan, dengan tertawa lebar.” Kini, yang ada dalam benak Salamah hanyalah rangkaian penyesalan. Dan, yang pasti, Salamah tahu bahwa waktu tak mungkin diputar ulang kembali seperti alunan lagu. Salamah hanya punya sekumpulan lagu-lagu teramat sendu untuk didendangkan. Yogya, 2009

Inung Setyami mahasiswi Bahasa dan Sastra Indonesia FBS UNY

P e wa r a Di n a m i k a d e s e m b e r 2009

47


puisi•geguritan•tembang Sajak Elizabet Tuti Muji Rahayu

Kal

ra wa

/pe

am

Balada Orang-orang Malam malam makin larut bagai berdiri aku di tebing curam tinggi mengerikan kutatap ujung ke ujung sepi kosong aku sendiri kutengok belakang seberkas cahaya bangkitkan kembali asaku mataku binar kutekan huruf demi huruf tombol demi tombol ternyata aku tak sndiri aku tak takut lagi meski aku lupa diri jagad maya mendorong motivasi

hari telah berganti terima kasih pagi! meski ku pulang bukan dari kembara mimpi namun, pagi tetap milikku pagi telah menyapaku biarkan aku kembali melangkah hadapi hari-hari sejuta harapan Bandung, malam 1 Syuro 1431 H Elizabet tuti muji rahayu

kudengar azan subuh

Mahasiswa UNY

pojo k gel it ik

Ibu Lebih Hebat!

Kalam/pewara

48

Umarmoyo: Di, Desember Hari Ibu ya? Umarmadi: Ya, tepatnya 22 Desember. Ngapain? Umarmoyo: Ternyata ‘ibu’ lebih hebat daripada ‘bapak’! Umarmadi: Lho kok? Umarmoyo: Lha iya ta! ‘Ibu’ dipakai di mana-mana, ‘bapak’ nggak pernah kan. Umarmadi: Misalnya? Umarmoyo: Ada ‘ibu kota’. Pernah ada ‘bapak kota’? Umarmadi: Ya. Nggak ada.

Umarmoyo: Ada ‘ibu negara’. Pernah ada ‘bapak negara’? Umarmadi: Ya. Nggak ada. Umarmoyo: Ada ‘ibu pertiwi’. Pernah ada ‘bapak pertiwi’? Umarmadi: Ya. Nggak ada. Umarmoyo: Makanya, ‘ibu’ lebih terkenal daripada ‘bapak’. Umarmadi: Tunggu! ‘Bapak’ juga bisa lebih hebat daripada ‘ibu’. Umarmoyo: Buktinya? Umarmadi: Ada ‘bapak pucung’. Pernah ada ‘ibu pucung’? Umarmoyo : ....................................? ema r '09

Pewara Dinam i ka d e s e m b e r 2 0 0 9


le

nsa

SENI MENYAMBUT TAMU Inilah kebiasaan kami, UNY. Menyambut tamu terasa “kosong”, jika tidak “menyertainya” dengan tarian yang menakjubkan. Tidak hanya untuk mempromosikan produk seni, karya sivitas akademika UNY, tetapi kami pun menganggap tamu adalah Raja. Dan, mereka layak untuk dijamu, sebagaimana (mungkin) mereka harapkan. teks: Sismono La Ode • Fotografer: Ahmad natsir ep


BENDERA SETENGAH TIANG untuk BAPAK BANGSA Innalillahi Wainnalillahi Rajiun. 30 Desember 2009, Bapak telah pergi. Tapi tidak untuk selamanya. Karena, ide dan perbuatan Bapak tetap kekal di sanubari bangsa ini. Selamat Jalan Gus Dur….

universitas negeri Yogyakarta Jl. Colombo No. 1 Yogyakarta 55281 Telp. 0274-586168 www.uny.ac.id


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.