bina rohani
Takabur dan Balasannya O l e h S a r j ono Rasulullah saw melarang umatnya berlaku sombong, terutama kepada Allah, juga terhadap sesama umat Islam. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh muslim bersumber dari Abdullah bin Mas’ud ra, Rasulullah saw telah bersabda: Tidak masuk syurga orang yang di dalam hatinya ada sedikit kesombongan. Lalu ada seorang lelaki berkata: “Sesung guhnya ada seorang yang senang pakai annya bagus dan sandalnya juga bagus”. Beliau lalu bersabda: “Sesungguhnya Al lah itu indah yang senang keindahan . Sedang sombong itu menolak kebenaran dan merendahkan orang lain. (HR. Muslim). Sombong dan angkuh adalah katakata yang mempunyai satu makna, yai tu menganggap dirinya lebih tinggi, lebih mulia, daripada lainnya. Sifat sombong sangat tercela di dalam agama. Begitu pula, oleh masyarakat sifat ini sangat dibenci, tidak hanya oleh orangorang yang berilmu saja dan orangorang yang berbudi luhur, melainkan hampir semua orang membencinya, ka rena sifat sombong bisa menimbulkan permusuhan dan hilangnya rasa kea kraban antarmanusia. Dari hadits Rasulullah saw di atas ada dua pengertian, pertama, pintu sorga tertutup bagi setiap orang yang di dalam hatinya ada sifat kesombongan, kedua, seseorang itu tidak bisa dikata kan sombong hanya karena suka pakai an yang bagus-bagus. Sombong yang sesungguhnya ialah tidak mau menerima kebenaran dan menganggap rendah orang lain. Sombong atau takabur dibedakan atas tiga golongan: 1. Sombong kepada Allah, yaitu me ngabaikan, tidak menghiraukan, atau ti dak mempedulikan agama Allah, tidak takut kepada ancaman Allah, serta mere mehkan dan mengabaikan syari’at (per-
kalam/pewara
aturan) agama. Diterangkan dalam firman Allah: Sesungguhnya orang-orang yang me nyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka jahanam dalam kea daan hina dina (Luqman: 60). 2. Sombong terhadap Rasul, yaitu enggan dan merasa hina untuk mengi kuti petunjuk Rasul, tidak sudi mengi kuti Nabi Muhammad saw. Sikap takabur demikian hanya dimiliki kaum Quraisy di masa Nabi. Mereka mengang gap Muhammad saw adalah anak yatim yang tidak punya harta. 3. Sombong teradap Sesama Manusia, yakni merasa lebih tinggi pendidik annya, sehingga merasa lebih pintar, le bih berkuasa, lebih mulia, lebih kaya, lebih ganteng, lebih cantik, lebih baha gia, lebih kuat daripada orang lain, menganggap orang lain lebih rendah harkat dan martabatnya. Ia menganggap remeh dan hina, orang lain tidak berharga sama sekali dibanding dirinya. Ia menjadi gila hor mat, gila pujian, lupa daratan, tidak suka ditegur, tidak mau mengakui pan
dangan orang lain meski itu benar. Dite rangkan oleh Rasulullah, Takkabur itu menolak kebenaran dan menghinakan hak-hak manusia (HR. Muslim) Rasulullah sehari-hari tidak pernah sombong. Beliau menengok orang sakit, mengantarkan jenazah, mendatangi undangan dari siapa pun. Pada suatu ha ri ada seorang wanita menghadap beliau ingin mengundangnya untuk suatu hajatan. Karena wanita ini dari golong an miskin, ia ragu-ragu. Oleh karena itu, beliau bersabda: Dudukkanlah saya di jalan-jalan Madinah mana pun yang ka mu kehendaki, pasti saya akan datang un tuk mendatangi hajatmu itu. Tawadlu’lah kalian, duduk-duduklah kalian dengan orang-orang miskin, pasti kalian menja di besar di sisi Allah dan terbebas dari ke sombongan (HR. Abu Nu’aim) Untuk menghindari sifat sombong, kita harus berlaku lunak dalam pergaul an. Sering-sering menengok tetangga, terutama yang sedang tertimpa kesusah an, suka berkumpul dengan orang miskin, suka bertegur sapa dengan sesama umat, ringan kaki mendatangi undangan dan sebagainya. Kadang-kadang kita perlu juga berla ku sombong, tetapi kepada orang-orang yang suka sombong. Rasulullah bersabda: Sombonglah kepada orang yang som bong, karena sombong kepada orang yang sombong adalah sedekah (Al Hadits). Takkabur merupakan penyakit rohani yang sangat membahayakan, sehing ga kita wajib menghilangkannya. Cara pengobatannya tidak dengan jalan ber khayal atau berharap-harap, tetapi dengan resep yang mujarap. Resep itu ti dak terdapat di apotik, begitu juga pada dokter, tetapi pada diri kita sendiri.
Drs. Sarjono Kabag TU FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta
P e wa r a Di n a m i k a m e i 2009
45