Pewara Dinamika Februari 2009

Page 1

Volume 10 • nomor 16 februari 2009

issn 1693-1467

P e w a r a

Dinamika majalah universitas negeri yogyakarta

MENGINTIP TRADISI BELAJAR LUAR NEGERI

Tradisi belajar di luar sungguh amat berbeda


Iklan layanan ini dipersembahkan oleh Pewara Dinamika • Sumber foto: istimewa

Pesan ini disampaikan oleh Pewara Dinamika • Sumber gambar: www.antipolitikusbusuk.net


pena redaksi

P ewa r a

Dinamika majalah universitas negeri yogyakarta

PENERBIT HUMAS Universitas Negeri Yogyakarta IJIN TERBIT SK Rektor No. 321 Tahun 1999 ISSN 1693-1467 PENANGGUNG JAWAB Dr. H. Rochmat Wahab, M.A. (Penjabat Rektor UNY) PENGARAH Dr. H. Rochmat Wahab, M.A. (Pembantu Rektor I) H. Sutrisna Wibawa, M.Pd. (Pembantu Rektor II) Prof. Dr. H. Herminarto Sofyan (Pembantu Rektor III) PENASEHAT Hj. Sudjariyah, M.Pd. (Kepala Biro AUK) Dra. Hj. Budi Hestri Hutami (Kepala Biro AAKPSI) H. Sugirin, Ph.D. (Kepala KKHP) PEMIMPIN UMUM Prawoto, S.E. PEMIMPIN PERUSAHAAN Hj. Sri Sujarwanti, S.I.P. PEMIMPIN REDAKSI Sumaryadi, M.Pd. SEKRETARIS REDAKSI Tusti Handayani, A.Md. REDAKTUR PELAKSANA Sismono La Ode, S.S. REDAKTUR Endang Artiati Suhesti, S.Pd. Dhian Hapsari Witono Nugroho, S.I.P. Kusmarwanti, M.Pd. Hermanto, M.Pd. Desain dan Tata Letak Kalam Jauhari FOTOGRAFI Ahmad Natsir Eka Putra, S.H. REPORTER Ratna Ekawati, S.I.P. (FIP) Isti Kistianingsih, S.Pd. (FISE) Dedy Herdito, M.M. (FMIPA) Haryono (FBS) Hadimin, S.Pd. (FIK) Rani Eryani, S.I.P. (FT) Prayoga, S.I.P. (LPM/Lemlit) Agus Purwatma W., S.Pd. (BAAKPSI/BAUK) Syamsu Rahmadi, S.E. (Kemahasiswaan) Yansri Widayati, S.Pd. (Kerjasama) Hadna A. Al-Falasany, A.Md. (Kampus Wates) SIRKULASI Drs. H. Trisilia Suwanto Sarjana Ngadina Sudarman Fashilaturrochmah Widodo ALAMAT REDAKSI Jl. Colombo No. 1 Kampus Karangmalang Universitas Negeri Yogyakarta 55281 Telp/Fax 0274 542185 E-mail: pewaradinamika@uny.ac.id Online: www.uny.ac.id

Satu bulan setelah awal 2009, orangorang merayakan CINTA. Di seti­ap su­ dut dan dalam ruang apa pun tampak mawar dan coklat. Seorang lelaki datang menghampiri wanita idamannya. Tanpa banyak pikir, ia langsung mengungkapkan kata CINTA, “Met Va­ len­tine, sayang….”, “Met Valentine mom.” Ya bisa dikata, hari itu, tepatnya 14 Februari, setiap orang yang popular dengan upacara valentine dipastikan akan berkata se­­ perti itu.

Mungkin beda da­ lam setiap pi­lih­ an dik­si­nya, tetapi semangat dan ruhnya dipastikan sama: CINTA! Walaupun demikian, bukan berarti hari yang dianggap sempurna itu tanpa cacat. Ada kelompok tertentu yang menolaknya, “seharusnya setiap hari itu adalah hari penuh CINTA,” demikian alasan mereka. Jadi,

tanggal 14 hanyalah ritual belaka yang bermakna pengkultusan. “Itu tak bisa dibiarkan,” tegas mereka! Wah…sungguh kontroversi. Tapi kami, redaksi Pewara Dinamika tak mau ambil pusing dalam kemelut itu. Kami yakin tiap hari adalah CINTA, namun kami juga yakin semangat tanggal 14 Februari mampu menjadi semangat pemicu tentang CINTA. Tinggal bagaimana kita mengelolanya. Bukan begitu? Di rumah kami, jujur kami

REPRO. kalam/pewara

katakan bah­wa hari itu tidak dira­ yakan, namun kru-kru tetap berpikir bahwa se­ha­rusnya di hari itu pula kita semakin mencintai Pewara Dinamika. Wujudnya adalah tetap semangat menerbitkan majalah secara reguler (baca: terbit tiap bulan). Walaupun, terkadang dia­ kui bahwa yang namanya menu­ lis, akan lancar terkadang, jika kita lagi ‘mood’. Tanpa itu, kita menjadi malas dan alhasil majalah dapat tertunda. Olehnya itu, di tengah semangat (CINTA) yang masih menggelora, kami tetap mengeluarkan jurus bahu-membahu, edit-meng-edit, untuk tetap yakin bahwa majalah ini akan terbit sesuai waktunya alias TEPAT DEADLINE! Dan hadir di depan pembaca dengan penuh pesona. Tapi, bukan berarti kami tak mengharapkan kritik dan saran. Dan, atas nama CINTA pun, kami amat berharap kritik itu. Tabikku! 

Redaksi menerima tulisan untuk rubrik Bina Rohani (panjang tulisan 500 kata), Cerpen (1000 kata), Opini (900 ka­ta), Puisi/Geguritan/Tembang (minimal dua judul), dan Resensi Buku (500 kata). Tulisan harus dilengkapi de­ngan iden­ti­tas yang jelas, nomor yang bisa dihubungi, pasfoto (khusus Opini), serta keterangan dan sampul bu­ku (khu­sus Re­sen­si Bu­ku). Kirimkan tulisan An­da me­la­lui pewaradinamika@uny.ac.id atau langsung ke kan­ tor Humas UNY. Bagi yang dimuat, ho­nor dapat diambil di kantor Humas UNY.

P e wa r a Din a m i k a f e b r ua ri 2009


daftar isi Volume 10 • Nomor 16 februari 2009

l a p o r a n U ta m a

Mengintip Tradisi Belajar Luar Negeri Tradisi belajar di luar negeri sungguh amat berbeda. Peserta didik dibuat enjoy dalam menikmati setiap pelajaran. Sedangkan, dosen tetap menjadi teman dalam belajar. halaman 6

26

36 opini

berita

SEBANYAK 40 GURU TERIMA SERTIFIKAT PENDIDIK MELALUI JALUR PENDIDIKAN sa Indonesia peserta harus menempuh 12 matakuliah (32 SKS), sedang untuk jurusan Bimbingan Konseling harus menempuh 12 matakuliah (36 SKS).

Sertifikasi guru melalui jalur pendi­dikan ini ditempuh selama dua semester, untuk jurusan Baha-

Berita Lainnya • Audensi dan Pamitan Aktivis Penerima Beasiswa ke Malaysia • AMT & Leadership CPNS UNY 2008: “Luar Biasa” • Penerimaan Kembali Lulusan S2/ S3 Dalam dan Luar Negeri

Triple Quotion Method: Alternatif Mewujudkan Pemimpin Cerdas dan Visioner “Apakah Indonesia tidak memiliki bu­daya kepemimpinan, sehingga be­lum bisa menyelenggarakan tran­sisi kepemimpinan?” 41 5 42 4 1 3 44 44 40

bina rohani bunga rampai cerpen dari pembaca dari redaksi Jendela pojok gelitik puisi•geguritan•tembang resensi buku perancang sampul: kalam jauhari

Pewara Dinam i ka f e b r ua ri 2 0 0 9


jendela

Dari UNY ke WCU

M

udah-mudahan sivitas akademika secara keseluruhan menyadari, mi­nimal memahami, lebih minimal lagi mengetahui, telah terjadi­ nya perubahan yang mendasar di dalam sosok lem­baga pendidikan tinggi besar di Yogyakarta ini, Universitas Negeri Yogyakarta. Visi Universitas Negeri Yogyakarta yang semula berbunyi “Pada tahun 2010 Universitas Ne­geri Yogyakarta mampu menghasilkan insan cen­dekia, mandiri, dan bernurani” dalam perjalanannya diubah menjadi “Pada tahun 2012 Uni­versitas Negeri Yogyakarta menjadi perguru­ an tinggi bertaraf internasional yang mampu meng­­hasilkan insan bernurani, mandiri, dan cen­dekia. Ada tiga perubahan yang terjadi, pertama, ba­tas waktu yang semula 2010 direvisi menjadi 2012; kedua, UNY yang semula ‘belum’ dire­visi menjadi perguruan tinggi bertaraf internasional; ketiga, urutan yang semula cendekia, mandiri, dan bernurani direvisi menjadi bernurani, man­diri, dan cendekia. Perubahan yang pertama tentu saja terjadi ka­re­na perubahan yang kedua. Sebuah peruba­ han di tengah perjalanan yang cukup wajar ter­jadi seiring terjadinya perubahan pikiran. Da­ri pemikiran yang tadinya memposisikan UNY ’cuma’ bertaraf lokal dan nasional menja­ di UNY yang bertaraf internasional. Dalam hal ini, yang penting digarisbawahi, perubahan itu mesti berorientasi ke depan, menuju kemaju­an, pengembangan, peningkatan, dan demi ke­ma­ slahatan umat manusia. Bukan sebuah kemun­ duran, pengerdilan, ikut-ikutan yang bernuansa spekulatif. Sementara itu, perubahan yang ketiga, urut­ an cendekia-mandiri-bernurani menjadi bernurani-mandiri-cendekia bisa ya-bagus, bisa ju­ga tidak. Masalahnya, urutan ketiga kata/isti­lah tersebut bukanlah isyarat bahwa urutan penca­ paiannya juga seperti itu, satu demi satu, me­

lainkan tiga tuntutan mutlak itu ditarget keter­ capaiannya bisa simultan. Sehingga, urutan –bisa saja–tidak usah dipersoalkan. Demi tercapainya visi UNY yang ’keren’ itu, perlu dirumuskan misi UNY yang tentu saja mes­ti ’keren’ juga. Maka, misi UNY ada enam bu­tir, yaitu: (1) Menyelenggarakan pendidikan akademik, vokasional, dan profesi, terutama bi­dang kependidikan, di samping bidang nonkependidikan; (2) Menyelenggarakan penelitian yang menunjang pengembanagan pendidikan dan pengabdian kepada masyarakat; (3) Meng­ upayakan peningkatan layanan pengabdian ke­pada masyarakat bidang kependidikan dan non­kependidikan; (4) Melakukan pembinaan hard-skills dan soft-skills bagi mahasiswa menuju lulusan yang memiliki daya saing secara nasional maupun internasional; (5) Mengupaya­ kan otonomi pengelolaan universitas menuju tatakelola yang baik dan bersih, serta terba­ ngunnya citra UNY; dan (6) Memantapkan dan mengembangkan kerjasama dengan institusi la­­ in, baik pada tingkat nasional maupun interna­ sional. Berbagai upaya pun secara suntuk dilakukan, demi UNY mampu ’go international’, menyandang predikat ’World Class University’ (WCU). Mu­ lai dari melakukan studi ke mana-mana, mem­ bentuk Task Force of WCU, menyelenggarakan kelas internasional (untuk Program Studi Pendidikan Matematika di FMIPA dan Pendidikan Akuntansi di FISE), melaksanakan ber­ba­gai work­shop dan seminar, dan seterusnya, dan seterusnya. Satu hal yang perlu distabi­lo, mes­ ki nantinya UNY – insya Allah – bergelar WCU, UNY tidak perlu kehilangan jatidiri, tidak perlu tercerabut dari akar budaya bangsa. Semoga!

Drs. Sumaryadi, M.Pd. Pemimpin Redaksi

P e wa r a Din a m i k a f e b r ua ri 2009


dari pembaca Kirimkan kritik/komentar/tanggapan Anda mengenai Pewara Dinamika maupun persoalan di seputar kampus Universitas Negeri Yogyakarta. Kritik/komentar/tanggapan harap dilengkapi identitas yang jelas dan dapat dikirim melalui pewaradinamika@uny.ac.id atau langsung ke kantor Humas UNY.

Saatnya, UNY Meningkatkan Publikasi Hasil Penelitian Selama Ini saya mengikuti perkembangan UNY melalui majalah Pewara Dinamika. Di­ karenakan saya adalah salah satu alumni UNY, tepatnya mahasiswi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), maka tidak salah jika saya ingin selalu mencari tahu tentang perkembangan UNY melalui media tersebut. Tidak salah pula jika saya nantinya dapat memberi masukan maupun kritikan terhadap UNY, dimana tujuannya adalah demi kemajuan UNY itu sendiri. Wacana mengenai cita-cita UNY un­ tuk menuju Word Class University (WCU) telah lumayan lama saya dengar (sejak awal 2008). Waktu itu, UNY masih dipimpin Alm. Prof. Sugeng Mardiyono, Ph.D. Hal ini sangatlah bagus, karena UNY, sebagai salah satu perguruan tinggi negeri yang besar, ke depan, akan dihadapkan dengan segala tantangan yang tak mudah. Oleh karena itu, pandangan yang mengarah ke skala internasional merupakan hal yang perlu diapresiasi, karena itu dilakukan jauh hari sebelumnya. Hanya saja, untuk me­nuju ke WCU ti­ dak hanya dipersipkan melalui renovasi dan pembangunan sa­ra­na dan prasarana. Memang saat ini, sa­rana-prasarana di UNY sudah cukup memadai dan la­yak menjadi prasyarat uni­versitas me­nu­­ju WCU, akan tetapi pe­ningkatan ku­a­li­tas akademik, masih belum begi­tu me­non­ jol. Setahu saya, beberapa ma­ha­sis­wa UNY telah membukti­kan ku­a­li­tas dirinya mela­lui per­ba­gai per­lom­baan aka­de­

Pewara Dinam i ka f e b r ua ri 2 0 0 9

mik. Dan ha­­silnya, mereka selalu meraih prestasi yang membanggakan. Akan tetapi, hing­ga saat ini prestasi di bi­dang peneli­tian belum cukup membangga­ kan. UNY ma­sih belum maksimal me­ ning­katkan pu­blikasi hasil penelitian. Kenapa peningkatan publikasi ha­ sil penelitian menjadi hal penting bagi saya? Karena, sebagus apapun universitas, tanpa terpublikasinya hasil peneli­ tian percuma saja. Sejak saya kuliah di UNY, setahu saya, jumlah penelitian sudah cukup banyak. Tetapi, hasil-ha­ sil penelitian tersebut jarang diakses ma­hasiswa, terlebih masyarakat. Oleh ka­rena itu, menjadi universitas berska­ la internasional tanpa diketahui seja­uh­ mana hasil penelitian para civitas aka­ demik adalah hal yang percuma. Untuk itu, ada beberapa hal pen­ting yang menurut saya harus dilakukan menuju universitas internasional ber­ basis riset. Dosen-dosen dan maha­sis­wa agar sedini mungkin dibiasakan me­la­ kukan riset (penelitain)bahkan mening-

katkan kualitas penelitian, bagi mereka yang telah senang meneliti. Pihak kam­ pus, terutama Lembaga Penelitian Uni­ versitas, sudah sewajarnya meningkat­ kan anggaran penelitian. Dan tidak ha­nya itu, usaha menggalang kerjasama dengan lembaga-lembaga riset, dan ter­u­tama media massa, adalah yang sesegera mungkin dilakukan. Ini penting agar penelitian tersebut dapat diketahui masyarakat dan jika perlu peneliti­ an tersebut dapat dimanfaatkan untuk ke­maslahatan umat. Mungkin saran ini terlalu “sepele”. Akan tetapi, belum maksimalnya publi­ kasi penelitian dosen dan mahasiswa membuat hal “sepele” itu menjadi ber­ arti. Dengan demikian, jika UNY telah berhasil meningkatkan publikasi penelitian, maka UNY akan dikenal di luar melalui kualitas penelitian, bukan hanya dikenal melalui gedung yang megah atau sebagainya. Nafratilova Septiana Alumnus FMIPA UNY


bunga rampai

Daur Ulang Limbah Menjadi Industri Rumah Tangga

M

asalah sampah dan limbah dewasa ini telah menjadi isu nasional yang aktual dan sangat komplek, terutama di lingkungan padat penduduk/perkotaan. Di Jakarta misalnya, sampah menjadi masalah yang serius yang harus segera ditangani. Limbah dan sampah harus dapat lebih bermakna untuk kehidupan ini, yakni dengan daur ulang. Dalam daur ulang itu aneka ragam dapat kita lakukan sesuai sampah atau limbah (air limbah, kertas-kertas, dan lain-lain). Dibawah ini beberapa contoh sampah rumah tangga yang dapat didaur ulang menjadi industri rumah tangga, salah satunya adalah tempurung (bathok), yang sangat bermanfaat seperti beberapa contoh dibawah ini:

1

Lukisan: tempurung ini dipotongpotong berukuran kecil misal­nya satu sentimeter lebar dan panjang dua sentimeter, ditempel-tempel pa­da sebuah papan yang sebelumnya su­­dah kita buat gambar atau sketsa terlebih dahulu, sehingga berbentuk lukis­ an timbul. Besarnya lukisan tidak ada ada standar yang baku, sesuai dengan ke­butuhan kita.

2

Gantungan Kunci: Tempurung di­ po­tong-potong dengan alat tra­di­ sional atau mesin. Setiap potong berukuran sekitar 3 cm, dapat berbentuk empat pesegi pan­jang, kubus atau lingkaran. Kemudian tempurung diha­ luskan dengan am­plas dan dilubang dengan bur atau de­ng­an alat lain yang kita gunakan untuk menempatkan bulat­ an kawat yang un­tuk menggantungkan kunci. Tempurung yang sudah halus dapat polos tan­pa tulisan atau bertulisan dan/atau ber­gambar. Agar tempurung yang sudah berbentuk gantungan kunci itu dapat halus kita oleskan pernis atau bahan lain yang sejenis.

3

ol e h S a rjono

Hiasan dinding: Pada dasarnya su­a­tu hiasan yang ditempel pada didinding. Tidak ada aturan ba­ku dalam bentuk maupun ukuran se­buah hiasan dinding. Yang pasti hiasan dinding dapat memberikan keindahan bagi pemakai ruangan tertentu. Dalam pembuatan hiasan dinding ini tempurung dipotong-potong, dihaluskan dan disusun, dirangkai dengan be­nang atau kawat. Umpamanya hia­ san dinding berupa rumah laba-laba yang dibuat dari tali kawat atau senar, dikombinasi dengan laba-laba dibuat da­ ri tempurung.

4

repro kalam/pewara

Alat Musik: Tempurung juga dapat dipergunakan untuk membu­ at alat musik. Alat musik tersebut sebgai salah satu alat musik tradisional seperti musik Toklik, Musik Bang Bung, dan jenis musik tradisional lainnya. Biasa tempurung ini dari kelapa gading atau kelapa puyuh yang relatif lebih kecil dibanding tempurung kalapa gen­jah atau kelapa lokal. Cara membuat alat musik ini kelapa yang masih

utuh dilubang pada bagian yang empuk atau ujung, lalu kelapanya diambil sedikit demi sedikit. Setelah bersih tempurung itu diisi kedelai lalu dikasi tangkai se­demikian rupa sehingga kuat. Cara mem­bunyikan adalah alat musik itu digoyang-goyang.

5

Untuk membuat topeng: Topeng ini bisa digunakan untuk kesenian reok, ja­ti­lan, dll. Dan juga dapat dipergunakan untuk hiasan din­ ding. Cara membuat topeng ini adalah de­ngan cara tempurung dibentuk topeng misalnya topeng bejer, lalu dihaluskan atau diamplas, kemudian diberi warna se­suai dengan warna keinginan pe­mesan atau keinginan kita. Ini adalah secuil contoh dari pelbagai kerajinan tempurung. Di berbagai tempat tem­purung pun dapat dibentuk se­ suai ke­bu­tuhan kita semua, dan untuk berba­gai kepentingan yang lain. Drs. Sarjono Kabag TU FMIPA UNY

P e wa r a Din a m i k a f e b r ua ri 2009


laporan utama

Mengintip

Tradisi Belajar Luar Negeri Tradisi belajar di luar negeri amatlah berbeda. Mahasiswa merasa enjoy dalam menikmat setiap pelajaran. Sedangkan, dosen-dosen tetap menjadi teman dalam belajar. Mereka merasa tak berjarak. Oleh sismono l a ode

T

untutlah ilmu sampai ke nege­ ri Chi­na. Ungkapan teologis ini, saya rasa bukan semata untuk menunjukkan superi­or sejarah bangsa China di­ban­­­ ding bangsa-bangsa maju la­ innya. Namun lebih dari itu, di balik kata China terdapat sistem tanda yang luhur dan luar bi­asa! China, di kala itu, adalah bangsa yang sedang asyikasyiknya mengejar ilmu pengeta­huan dan berada pada puncak peradaban yang gemilau. Bangsa ini telah besar se­belum munculnya peradaban Nasrani dan Islam. Atas dasar Sabda inilah, penulis mengira bahwa “China” hanya sistem tanda yang ingin menunjukkan betapa ru­ ang dan waktu (baca: tempat) bukan­lah masalah dalam mengejar ilmu pengetahuan. Ruang-ruang yang begitu jauh da­ri tanah Arab, jika dilihat dari konteks waktu kala itu, tidak menjadi peng­ halang Nabi Muhammad untuk me­­ nyu­arakan kepada umat untuk sege­ra be­lajar, jangan hanya terkungkung di ne­­geri sendiri. Karena, semakin jauh ki­ta melangkah, maka jarak yang begitu membentang dari kota asal sampai kota tujuan, akan terbentang pula segala macam pengetahuan. Dari sinilah, hendaknya manusia belajar! Betapa, mengejar ilmu adalah laku manusia sesungguhnya. Jadi, Sabda ini adalah in-

spirasi! Sebuah gagasan yang lahir sejak ribuan tahun yang lalu, yang hingga kini tetap mengalir dalam diri manusia, bahkan orang-orang mengamini sebagai bagian dari awal mula diaspora ilmu pengetahuan. Lantas, apa hubungan pesan ini terhadap laporan Pewara Dinamika edi­si ini kali? Tentu ada! Laporan kali ini ber­ usaha mengisahkan bagaimana tradisi belajar di luar negeri. Sebuah tradisi yang (mungkin) lahir akibat pengaruh di­aspora pengetahuan “ke negeri China itu”. Di sana, jauh dari tanah kela­hiran, dosen-dosen UNY mengenyam ilmu pe­ ngetahuan. Mereka mening­galkan universitas bahkan keluarga dan handai tolan untuk meniupkan ruh ilmu pengetahuan dalam diri mereka. Tentunya itu diraih dengan segala tantangan kebuda­ yaan yang mereka hadapi. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai lika-liku tradisi belajar di sana, bacalah laporan Pewara Dinamika edi­si ini kali. Berdasarkan wawancara dari dosen-dosen tersebut, kami mendapatkan secuil informasi yang begitu mengharu biru. Ada kisah sedih, dan ada kisah bahagia, yang jika disatukan, maka akan “mengobok-obok” emosi pembaca. “Belajar di luar negeri itu beda,” kata mereka. Selain urusan fasilitas yang begitu memadai, relasi tradisi kultur-

al antara dosen dan mahasiswa begitu berbeda. “Antara dosen dan mahasis­ wanya begitu akrab, mereka adalah te­man diskusi. Dosen bukanlah sosok yang begitu menakutkan. Selain itu, ka­ta seorang dosen yang sempat kami wawancarai, sikap disiplin amatlah me­nonjol. Jika itu yang terjadi, sesunggunya yang terpenting, menurut kami, adalah bagaimana tradisi belajar itu tertransformasikan ke UNY, tanpa harus menanggalkan identitas yang telah dirumuskan bersama di kampus tercinta ini. Misalnya, dengan mendiskusikan tradisi belajar di sana dengan tradisi belajar di dalam negeri. Kecocokkan yang dimiliki segera diupayakan menjadi bagian dari tradisi belajar di UNY, dan masih banyak lagi. Jika tidak sege­ ra diupayakan, maka sekolah ke luar akan menjadi sesuatu yang besar, tapi tak bermakna. Dan untuk lebih jauh mengintip tradisi belajar di sana, bacalah majalah tercinta ini. Memang kami tidak ke sana, tetapi kisah ini lahir atas wawancara terhadap mereka (baca: dosendosen UNY) yang pernah mengenyam pendidikan di sana. Ada hal-hal yang tentunya menarik. Jauh dari apa yang kita pikirkan. Tidak percaya?sekali lagi: bacalah Pewara Dinamika edisi ini kali. Tabikku! 


ahmad natsir/pewara dinamika


laporan utama

Profesor itu Patner Belajar Di awal perkuliahan sebelum profesor bicara, mahasiswa sudah angkat jari dan berbicara. Di saat, mereka berbicara apa saja, sang profesor hanya diam mendengarkan pendapat mahasiswanya. Oleh Endang Artiati S u hesti

M

ereka, para dosen UNY yang me­ lanjutkan studi di luar negeri termasuk orang-orang yang mendapatkan kesempatan emas. Namun kesempatan emas itu tidak datang begitu saja, mereka mencari celah dan kesempatan. Salah satu kesempatan itu adalah dengan mencari be­asiswa studi lanjut ke luar negeri. Mereka ha­rus bersaing dengan para pelamar lainnya yang mengajukan aplikasi untuk mendapatkan be­asiswa studi lanjut di luar negeri. Andian Ari Anggraeni, M. Sc., dosen Fakultas Teknik meng­ akui hal itu, ia mencoba mengajukan aplikasi lamaran ke beberapa profesor di luar nege­ri le­ wat email. Dari sekian aplikasi yang ia ki­rim, salah satu dari mereka membalas email­­nya. Akhirnya dengan presentasi proposal yang me­ ya­kinkan para juri, Ardian lolos dan mendapat beasiswa studi lanjut ke negara Jepang. Andian hanya salah satu dosen dari sekian banyak dosen-dosen di UNY yang juga mendapatkan beasiswa di luar negeri. Aryadi Wijaya, M.Sc, dosen Matematika ini juga berkisah, lewat beasiswa yang diperoleh dari gerakan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI), ia mendapat kesempatan untuk belajar di Frundenthal Institute Utrecht University. Dari tes wawancara dan TOEFL, Ariyadi lolos beserta tujuh dosen LPTK lainnya, mereka berangkat ke Negeri Kincir Angin. Culture shock hampir dialami para dosen UNY yang melanjutkan kuliah di luar negeri, na­­mun toh mereka dapat beradaptasi dengan at­mosfir akademiknya. Kemampuan berbahasa interna

Pewara Dinam i ka f e b r ua ri 2 0 0 9

sional adalah langkah awal untuk dapat tetap bertahan di antara mahasiswa-mahasiswa internasional lainnya. Cally Setiawan, lulusan Master of Science in Educational Policy (Univercity of New York) yang me­lanjutkan studi­ nya di Amerika ini membutuhkan kurang lebih satu semester untuk ber­adaptasi dengan metode belajar di kelasnya. “Setiap kali pertemuan diisi dengan diskusi. Profesor lebih seringnya hanya sebagai modera­tor. Saya yang memili­ ki bahasa ibu, bahasa Indo­nesia, perlu membutuhkan waktu untuk berbi­cara, memikirkan dulu, baru menerjemahkan da­lam bahasa Ing­­gris. Berbeda dengan mereka. Mereka bisa lang­sung menimpali dan berpendapat tanpa harus menerjemahkan dulu,” kisahnya. Ia pun berusaha agar tidak ketinggalan dengan mahasiswa lain dalam kelasnya, se­bab menjadi mahasiswa yang aktif di kelas akan menambah score.” Di kelas, semua mahasiswa terlibat. Mau tidak mau harus bisa berbicara karena diskusi semakin lama semakin berkembang dan agak kesulitan juga bagi saya, bila berbicara pada tengah-tengah jalannya diskusi. Jadi agar saya juga aktif berbicara, di awal perkuliahan sebelum profesor berbicara, saya sudah angkat jari dan berbicara terlebih dahulu,” lanjutnya deng­ an tersenyum. Berbeda halnya dengan Vinta Angela Tiarani, M.Si., M.Ed., yang mendapat beasiswa APS (Australian Patnership Scholarship) mengungkap­ kan tidak terlalu merasa culture shock. Sebelum benar-benar di lepas di negara Australia, Vinta dan bersama sekitar 300 orang yang lolos


laporan utama

www.uuc.ie

be­asiswa APS mendapat pelatihan terlebih dahulu untuk mempelajari tentang bahasa dan bu­daya di Australia. “Di sana (Australia, red.) su­­dah banyak orang-orang dari Asia sehingga ti­dak terlalu bermasalah. Makanan seperti nasi pun sudah banyak di jumpai di sana. Bahkan ada tempat khusus untuk impor yang datang da­ ri Indonesia”, kisahnya saat di temui di Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP). Andian yang mendalami ilmu di bidang sains dan engineering mempunyai pengalaman yang lain. Sebelum benar-benar diterima sebagai ma­ha­siswa strata 2 di Mie Univesity, Jepang, ia men­jalani terlebih dahulu sebagai riset student. Tahap ini dilakukan untuk martikula­si ke­­ ma­m­­puan dengan orang Jepang, yaitu me­nye­ ta­­rakan kemampuan berbahasa Jepang dan kemampuan risetnya. “Jadi kalau akan studi lan­jut ke Jepang, belum tentu dapat diterima men­jadi benar-benar mahasiswa, karena harus menjadi riset student dulu. Calon mahasiswa mempunyai waktu menjadi riset student selama enam bulan dan maksimal selama dua ta-

hun. Setiap enam bulan sekali ada ujian, kalau lulus dapat langsung diterima sebagai mahasis­ wa, jika masih gagal dapat diulangi enam bulan berikutnya. Kalau sampai dua tahun tidak lulus, mereka dipulangkan tanpa gelar,” jelas Andian yang belajar di negeri Sakura selama tiga tahun ini. Kuliah yang “Hidup” Masing-masing mahasiswa internasional harus bisa menyelamatkan diri mereka agar ti­ dak terdepak. Bertumpuk-tumpuk buku menjadi santapan mereka sebelum berada di kelas. “Masuk ke kelas itu otak harus sudah ada isinya,” tegas Cally. Lebih lanjut menurutnya,”Kalau ki­ta ti­dak membaca buku, kita tidak akan bisa berbi­cara dan akan semakin tertinggal karena profesor di sana tidak banyak berbicara. Se­ sekali waktu di tengah diskusi Profesor akan mem­berikan ulasan sedikit, kadang kala belum sampai selesai berbicara, mahasiswa sudah banyak yang angkat tangan untuk meng­ ungkapkan pendapat.”

P e wa r a Din a m i k a f e b r ua ri 2009


laporan utama

abc.net.au university of Queensland

laboratorium, kuliah di kelas hanya beberapa kali saja. Prosentasinya lebih banyak untuk riset. Bahkan dalam jangka dua minggu sekali, kami harus mempresentasikan hasil riset kami,” lanjut­nya yang merasakan bahwa kelulusan menjadi master lebih ditentukan dari riset yang dilakukan. Atmosfir akademik yang memacu international student membuat mereka lebih nyaman belajar dan memahami ilmu yang sedang mereka pelajari. Intan yang meraih gelar master di University of Queensland merasakan sebagai mahasiswa strata dua yang masih minim pengetahuannya, tetap merasa nyaman berdiskusi dengan Profesor maupun supervisornya.“Design intruksionalnya berbeda dan atmosfir akademik­ nya lebih egaliter sehingga membuat dapat ber­ kembang lebih baik,”mantapnya yang sempat mencicipi kuliah strata 2 di UGM beberapa bulan saja. Dosen (baca: Profesor ) di sana, imbuh Aryadi benar-benar memposisikan diri sebagai patner belajar, mereka juga berjiwa besar ketika mahasiswanya meluruskan penjelasannya yang tidak tepat. Hal ini selain bisa memicu komunikasi dua arah antara dosen dan mahasiswa, sekaligus juga memicu para mahasiswanya untuk lebih mandiri. Tak hanya di kelas, atmosfir keaktifan mereka belajar, di dunia maya pun tetap berjalan. Sepertinya mereka tidak mengenal jarak ruang

www.udel.edu

Sama halnya dengan yang di alami oleh Vinta. Ia merasakan ketika kuliah di Monash Univer­ sity Australia benar-benar menonjolkan critical thingking. Setiap mahasiswa harus dapat berbi­ cara dan berpendapat. “Di sana Profesor tidak ba­nyak memberi kuliah. Profesor akan mena­ nyai satu-satu mahasiswa dan memberi kesem­ patan mahasiswanya untuk berbicara,” ungkap Vinya yang jarang sekali melihat profesor di sana marah atau cemberut ketika mengajar. Sebelum kelas di mulai, lanjut Vinta mahasiswa sudah dapat membaca bahan-bahan yang akan dipelajari untuk tiap pertemuannya lewat internet. Mahasiswa bisa down load dan mengakses reading list yang sudah ter-schedule sehingga tidak ada alasan mereka tidak tahu apa yang akan dipelajari. dr. Novita Intan Arovah. MPH. me­nambahkan, profesor di sana komunikatif dan memahami dengan kelas yang sebagian besar international student. “Memang komunikasi yang terjalin di kelas dengan di luar kelas berbeda, di kelas Profesor akan berbicara lebih pelan sehingga mahasiswanya mengerti,” lan­jut Novita yang lebih akrab di sapa Intan ini dengan ramah. Ketika mereka asyik bertukar pendapat di kelas, Andian justru jarang kuliah di kelas. Ia bertutur, di Jepang kuliah untuk mahasiswa strata 2 bidang sains dan engeneering tidak penting di kelas. “Lebih banyak aktivitas dilakukan di

10

Pewara Dinam i ka f e b r ua ri 2 0 0 9


laporan utama

dan waktu untuk kuliah. Di mana pun dan kapan pun mahasiswa dapat menghubungi Profe­ sor mereka. Lewat internet, mereka dapat berdiskusi dengan Profesornya, bahkan mereka janjian untuk bertemu lewat internet pula. Cally sering menghubungi Profesornya lewat email untuk mengajak bertemu.” Justru di sana kalau kita mau bertemu profesor buat janji terlebih dahulu. Kalau kita datang tiba-tiba mereka tampak kurang suka. Kontak mereka lebih seringnya memang lewat email dan mereka selalu menyediakan waktu,” ujarnya lebih lanjut. Pun de­ng­an Intan, sering berdiskusi deng­ an profesornya via internet. Mereka merasakan bahwa para Pro­fesor mereka hampir selalu dapat menyediakan waktu, kapan pun juga untuk melayani ma­hasiswanya. Lebih berkesannya, Intan merasakan bahwa kecintaan Profesor pada pekerjaannya sangat tinggi “Mereka (baca: Profesor) mau benar-benar membimbing mahasiswanya dari yang tidak tahu menjadi ta-

hu,” ungkap­nya dengan tegas. Fasilitas internet yang sudah establish membuat para mahasiswa lebih mudah dan efektif untuk berkomunikasi dengan para Profesornya. Selain untuk diskusi, bimbingan tugas akhir, tesis maupun disertasi lewat internet. Vinta mengakui hal itu, saat mengerjakan tesis ia lebih sering kontak lewat email dengan profesornya. “Jadi, Profesor saya kirimkan file tesis saya dalam bentuk pdf. Profesor saya akan memberi keterangan dalam file yang dikirimkan lagi kepada saya. Kalau memang Profesor saya ingin bertemu, baru ia kontak saya,” ujar­ nya yang telah merampungkan pendidikan strata 2 di Institut Teknologi Bandung (ITB) ini dengan ramah. Dengan adanya sistem e-learning ini, lanjut Intan sehari bisa 3 sampai 5 jam kita dapat di depan internet dan berkomunikasi dengan Profesor kita karena mereka senantiasa mengakses dan merespon email yang kita kirim. 

University of Queensland, Australia

P e wa r a Din a m i k a f e b r ua ri 2009

11


laporan utama

Pergi Cari Nama, Pulang Bawa Saudara Mencari ilmu di luar negeri bukan perkara mudah. Perasan shock culture menjadi tantangan tersendiri. Tetapi, semua itu dapat diatasi, salah satunya melalui keaktifan mengikuti pelbagai komunitas. Oleh D hia n H apsa ri

B

onus! Itulah kata yang pantas untuk apa yang didapatkan Hajar Pamadhi, do­sen Pendidikan Seni Rupa FBS UNY. Mereka yang tidak berkonsentrasi de­ ngan seni mungkin tidak tahu gelar tambahan yang menempel di belakang namanya: Hajar Pamadhi, MA (Hons). Penghargaan ini diberikan

12

Pewara Dinam i ka f e b r ua ri 2 0 0 9

untuk mereka yang berhasil menyelesaikan studi dengan pujian dan/atau dapat mengembangkan teori baru. Ia mengaku nama tersebut diper­ olehnya berkat usahanya menemukan Trikons model (Kontur, konten, dan konteks) dalam seni rupa. Teori ini didasarkan pada spiritual printing yang juga kini terus dikembangkan di ka-


www roac nl

langan akademisi seni dan seniman. Prosesnya mengerjakan penelitian tersebut tidak lepas dari peran komunitas. Adalah Estern New South Wales Artis, komunitas itu. Hajar mengatakan dengan mengikuti komunitas ia mendapatkan banyak manfaat. “Selain bi­ sa diskusi tentang perkembangan seni, saya ju­ ga mendapatkan manfaat lain.” Melalui komunitas itu pula, Hajar yang baru pertama kali menginjakkan kaki di Waga-waga, Australia, mendapat banyak informasi. Salah satunya saat saya salah menuliskan nomor pajak pada form, katanya, kawan-kawan di komunitaslah yang membantu menguruskan untuk merevisi surat-surat. “Untung saja ada yang menguruskan, kalau tidak, saya harus membayar pajak lebih besar dari yang seharus­ nya.” Komunitas yang dimasuki Hajar memiliki concern pada seni rupa dan pembelajarannya sejalan dengan keilmuan yang menjadi fokus utamanya. Dengan demikian, informasi yang ber­kaitan dengan keilmuan Hajar lebih cepat di­dapatkan. “Lewat komunitas pula, saya jadi ta­hu dan mendalami tentang Technical Assis­ten for Vocation Education.” Lebih dari itu, pengalaman bergelut dengan komunitas mengantarkannya menjadi agen yang menetralisir anggapan miring orang Australia terhadap Indonesia. “Maklum saja, waktu itu keadaan politik Australia-Indonesia sedang panas.” Saya yang kemudian berusaha me­yakinkan orang-orang Australia tentang ke­ a­daan Indonesia dan mencoba memulihkan hu­ bungan Australia-Indonesia.

Shock Culture Tidak heran apabila Hajar mengalami shock culture dengan adanya cuaca perpolitikan Australia-Indonesia yang tidak menentu. Terlebih

lagi, Hajar ditempatkan di daerah yang dihuni orang-orang yang masih ortodok (Country land di antara New South Wales dan Vistoria). “Mereka agak sensitif dengan orang Indonesia, meskipun pada saat itu saya sudah duduk menjadi dosen di Charles Stuurt University.” Perguruan tinggi tersebut terkenal masih membawa tradisi Anglo Saxon. “Lambang universitas­nya saja menyertakan lambang Anglo Saxon.” Ber­ untung ia menemukan komunitas orang Asia yang belajar di Australia. “Lambat laun, shock culture itu dapat diatasi.” Serupa, tapi tak sama. Apa yang dimiliki Ha­jar juga hampir sama dengan yang dialami Sudiyono, dosen Pendidikan Bahasa Ing­gris, FBS yang menyelesaikan stu­ di post-graduate di Michigan University, Amerika. Ia pun mengalami shock culture setibanya di negeri Paman Sam yang sedang diselimuti musim panas. Penyebab shock culture itu, menurut Sudiyono, antara lain karena perbedaan budaya dan beberapa hal lainnya. Caranya meng­ atasi shock culture ini cukup se­ der­­hana, “Banyak ber­ak­ti­ vi­tas, seperti olah­ra­ga atau kumpul de­­ng­an kawan-kawan lain.” La­ki-laki yang du­lu­

Ahmad Natsir/pewara dinamika

dokumen pribadi

laporan utama

Hajar Pamadhi, dosen Pendidikan Seni Rupa FBS UNY.

P e wa r a Din a m i k a f e b r ua ri 2009

13


laporan utama Meskipun saya hanya partisipan, saya merasa cukup mendapat manfaat. Salah satunya mendapatkan saudara dan memperluas jaringan. nya bernama Santoso ini, merasa peran komunitas cukup berarti. “Meskipun saya hanya partisipan, saya merasa cukup mendapat manfaat. Salah satunya mendapatkan saudara dan memperluas jaringan.” Tips lain untuk menghadapi shock culture dib­erikan Aryadi Wijaya, dosen Pendidikan Ma­ tematika FMIPA. Cara ini, menurutnya, sudah dibuktikannya saat ia menyelesaikan studi di Ultrecht University, Belanda. Sebelum keberangkatannya ke Belanda, ia telah mempersiapkan diri dengan kemungkinan-kemungkin­an yang

14

Pewara Dinam i ka f e b r ua ri 2 0 0 9

akan ditemuinya dengan mempelajari tentang Belanda (termasuk kebudayaan) dari buku panduan dari Netherlands Education Centre maupun dari internet. “Ini cara untuk mencegah, bukan mengatasi.” Banyak Acara Sebagaimana perkumpulan lainnya, komunitas pun mempunyai agenda acara. Acara-acara ini yang menjadi daya tarik tersendiri sebuah komunitas. Saudi Arabia Student Assosiation, misalnya. Manfaat itu dirasakannya pada saat menunaikan ibadah puasa di sekitar tempat tinggalnya.“Saya merasakan keakraban dan ada sedikit berbeda dengan Indonesia,” tegas Sudiyono. Di Indonesia ritual buka bersama umum­ nya dihadiri orang muslim, tetapi di Amerika mereka justru turut mengundang pemeluk agama lain untuk ikut menikmati makanan buka puasa. “Sekalian memberi informasi tentang Islam untuk mengurangi anggapan negatif terhadap muslim,” jelasnya. Beragam acara juga diikuti Aryadi Wijaya, meski ia hanya anggota partisipan. “Saya meng­


one1thousan100education

dokumen pribadi

laporan utama

ikuti diskusi yang diadakan Persatuan Pelajar Indonesia.” Topik yang diangkat dalam diskusi antara lain perkembangan ekonomi, sosial dan politik di Indonesia. “Dari ke semua topik itu, yang paling sering dibicarakan adalah masalah lingkungan hidup,” kata Aryadi. Di samping acara rutin seperti diskusi, me­ ngunjungi tempat wisata bersama, bazar, acara ke­agamaan, olah raga, komunitas tertentu mem­­ fasilitasi kebutuhan khas anggota komunitas, ter­utama anggota baru. “Saya cukup terban­tu dengan adanya acara lapor bersama ke KBRI yang diadakan PPI,” ungkap Aryadi. Maklum sa­ ja tempat tinggal Aryadi lumayan jauh dari KB­ RI sehingga fasilitas yang diberikan PPI efektif untuk kebutuhannya. Keanggotaan Kini Aryadi sudah tidak lagi menjadi mahasiswa Ultrecht karena belum lama ini ia lulus

dari universitas itu. Namun, komunikasi deng­ an anggota komunitas maupun alumni Ultrecht masih tetap berjalan seperti biasa. “Keanggo­ taan memang tidak dibatasi oleh jarak. Fleksibel saja.” Akan tetapi tidak seperti yang didapatkan Sudiyono. Setibanya di Indonesia, Su­diyono sudah bukan lagi partisipan dalam ko­mu­nitasnya. “Sejak saya di Amerika pun, sa­ ya juga tidak bisa menjadi anggota komunitas itu karena mereka yang menjadi anggota ada­lah mahasiswa yang berasal dari Saudi Arabia,” paparnya. Bagaimanapun, persaudaraan yang telah terjalin tidak dapat dipisahkan hanya dengan menjadi anggota komunitas atau bukan anggota. “Yang paling penting, komunikasi tetap berjalan dengan lancar,” jelas Aryadi. Begitu pu­ la Hajar, “Saya dapat banyak saudara saat belajar di Australia. Jadi pulang tidak saja bawa ilmu, tapi juga tambah saudara.” 

P e wa r a Din a m i k a f e b r ua ri 2009

15


laporan utama

connect rhodes edu

Dua orang mahasiswa yang sedang belajar.

Tinggal Klik Aja! Fasilitas elektronik menjadi ciri khas pelayanan pembelajaran di luar negeri. Mahasiswa tidak perlu susah-susah. Mereka cukup meng-klik saja. Ole h E ndang Artiati S u hesti

A

papun fasilitas pembelajaran univer­ sitas di luar negeri tersedia, tak ter­ ke­c­uali fasilitas yang ada di perpusta­ kaan. Sudah barang tentu setiap uni­versitas memiliki perpustakaan sebagai sa­ lah satu sumber belajar para mahasiswanya. Ada yang mengatakan perpustakaan sebagai jan­tungnya universitas, tanpanya mahasiswa di universitas itu akan megap-megap mencari re­fe­rensi bacaan. Tentunya, mereka akan merasa lebih nyaman juga ketika koleksi buku-buku yang ada di perpustakaan bisa memenuhi kebutuhan belajarnya. Bahkan mereka akan betah berlama-lama di perpustakaan, menyusu16

Pewara Dinam i ka f e b r ua ri 2 0 0 9

ri buku-buku yang ada. Tak hanya itu, mereka juga dapat menyelami buku-buku yang ada di per­pustakaan dalam bentuk digitalnya. Begitu leng­kapnya fasilitas yang ada dan begitu mudahnya akses untuk down load jurnal membuat para customer perpustakaan dimanjakan, bak se­orang raja. “Kalau perpustakaan buka sampai pukul 24.00, kita mau apa lagi?” begitulah ungkapan ke­­pu­as­an seorang Cally Setiawan yang selama dua tahun studi lanjut di Amerika. Perpusta­kaan yang lengkap dengan fasilitas internet betul-be­ tul memudahkan para mahasiswa mencari sum­ ber bacaan mereka. Para mahasiswa pun te­tap dapat mengakses koleksi perpustakaan di ma­ na­pun mereka berada. Aryadi Wijaya, salah sa­ tu dosen UNY yang melanjutkan studinya di ne­ ge­ri Belanda ini juga merasakan hal yang sa­ma. Ia dimanjakan dengan fasilitas perpusta­ka­an yang ada. Di perpustakaan di sediakan ba­nyak unit komputer yang dapat digunakan ma­ha­sis­ wanya dengan jam buka layanan dari pu­kul 20.00 sampai 21.00 waktu setempat. Tak hanya itu, sistem perpustakaan di Belanda, menurut Ariyadi Wijaya telah terintegrasi de­ng­an semua perpustakaan yang ada di Belanda sehingga pencari informasi bisa mengetahui koleksi-koleksi di semua perpustakaan yang ada, bahkan juga bisa meminjam buku tanpa ba­tas keanggotaan. “Misalnya mahasiswa universitas X ingin meminjam buku yang ada di universitas Z, maka mahasiswa tersebut bisa reservasi buku secara online dan kemudian meng­hubungi petugas perpustakaan universitas X supaya buku yang dipinjam diantar ke uni­versitas X dan si mahasiswa tersebut ti­dak perlu datang ke universitas Z,” terang Arya­di dengan jelas. Pengalaman Aryadi dirasakan juga oleh Cally Setiawan selama tinggal di New York, Amerika. Perpustakaan di Amerika sudah terintegrasi dengan seluruh perpustakaan di Amerika. “Sa­ ya pernah meminjam buku dari perpusta­ka­an yang di Texas, padahal New York tempat sa­­ya kuliah dan Texas jauh sekali, “seru Cally. Bu­ku yang akan di pinjam, lanjut Cally dapat di­am­bil di perpustakaan kampus tetapi jika ma­hasiswa yang akan meminjam malas untuk mengambilnya dikirim lewat pos.“Kalau ma­las ngambil ke kampus dikirim lewat pos ke ala­mat peminjam. Begitu juga kalau kita akan mengem-


laporan utama kan, letak bukunya dan juga cara mengakses jurnal yang kita butuhkan. Setelah itu, dia akan menawarkan apakah kita butuh print out listnya atau tidak. Kalau iya kita dapat print outnya. Dan, sekali lagi itu semua free,”terang Cally, dosen FIK UNY. Di Monash University Australia, perpustakaan education mempunyai post graduate room, di tem­pat itu di sediakan sekitar 20-an unit kompu­ ter yang dapat dipakai mahasiswa strata dua. Ada ruangan khusus juga yang digunakan untuk lembur pekerjaan. “Saat perpustakaan tutup pukul 21.00, semuanya lampu dimatikan kecuali ruangan khusus. Kalau kita masih ingin di perpustakaan untuk mengerjakan tugas, kita pindah ke ruangan khusus yang untuk lembur,” terang Vinta Angela Tiarani, M.Si., M.Ed. Vinta menambahkan, di perpustakaan Mo­ nash University sudah memiliki alat yang dapat digunakan untuk self servis.“ Di sana itu kalau mau pinjam kita tidak usah ke teller, Kita bisa self servis. Kita scan kartu mahasiswa dan buku yang mau kita pinjam. Di buku itu sudah ada bar­code-nya juga, ting..ting..ting sudah langsung kerekam bahwa kita pinjam buku itu. Begi­ tu juga kalau kita akan pinjam buku di kampus lain, kita tinggal klik saja. Pokoknya di sana serba klik dech,” mantapnya! 

Perpustakaan Amsterdam, Belanda

fayyadi.files.wordpress.com.amsterdam library holland

balikan buku dan kita malas ke kampus dapat juga kita kirim lewat pos. Selanjutnya petugas perpustakaan yang akan mengirim­kan kembali ke Texas. Dan semua itu free!” lanjutnya kemudian. dr Novita Intan Arovah, MPH., dosen Fakultas ilmu Keolahragaan UNY inipun mengakui bahwa sistem pelayanan perpustakaan yang su­dah estabilsh. “Semua data yang dibutuhkan dapat mudah di dapatkan, kita tinggal meng­ak­ ses lewat internet. Dari katalog dan data base­ nya ada dalam bentuk digital sehingga kita bisa akses soft copy-nya,” ujar alumnus University of Queensland ketika ditemui di rumahnya. Perpustakaan di sana, lanjut Intan bisa buka sampai tengah malam sehingga seringkali sampai pukul 00.00 di perpustakaan masih saja pengun­ jungnya ramai. Andian Ari Anggraeni, M.Sc., dosen Fakultas Teknik ini pun termasuk mahasiswa yang se­­ring mengakses data jurnal yang dimiliki perpustakaan kampus. Biasanya dosen Fakultas Tek­ nik UNY ini mengakses ketika berada di lab. “Saya di lab bisa sampai jam 2 pagi jadi kalau mem­butuhkan data atau mau membaca jurnal-jurnal koleksi perpustakaan bisa langsung le­wat internet,” lanjutnya yang mendalami ilmu di Mie Univesity, Jepang. Lebih dari itu para customer perpustakaan dimanjakan juga dengan banyaknya koleksi bukubuku yang ada di perpustakaan. “Kita masuk ke perpustakaan itu seperti hutan be­lan­tara, ba­ nyak sekali buku-bukunya,” ungkap Cally deng­ an kagum. Di kampus saya, lanjut Cally, tidak memiliki Fakultas Ilmu Olahraga tetapi koleksi buku-buku olahraganya hampir sama dengan di Sidney yang mempunyai Fakultas Ilmu Olahraga. Hal ini mengisyaratkan bahwa cross disiplin ilmu di Amerika sangat tinggi, tan­das Cally yang tiga bulan lalu berangkat short course ke Australia. Cally menambahkan, perpustakaan di kampus tempatnya melanjutkan studi mempunyai ru­ang referensi. Di ruang itu ada sekitar 5 sampai 6 orang petugas yang akan siap melayani pengunjung. “Jadi di ruang itu (baca: referensi) kita tinggal bilang ke petugasnya. Misalnya, kita mau membuat paper lalu kita sebutkan ju­ dul kita. Nanti petugas di sana akan mengetik kata kuncinya dan beberapa detik kemudian akan muncul daftar buku dan jurnal yang dibu­ tuhkan. Monitor komputer akan di hadapkan kepada kita, lalu petugasnya akan menerang-

P e wa r a Din a m i k a f e b r ua ri 2009

17


laporan utama

Berkaca Lewat Interaksi Dosen-dosen di luar negeri cukup senang jika interaksi di luar jam belajar dilakukan lewat email. Penggunaan sms dianggap memboroskan waktu. Ole h D hian H aps ari

A

www lib ied edu hk

pa yang lebih penting dari studi di luar negeri? Hasil studi jelas penting, tapi untuk mencapainya seseorang wa­jib melakukan yang satu ini. Nur Azizah, M.Ed., mengatakan, “Interaksi menjadi kunci utama untuk bertahan.” Pendapat ini di­

18

Pewara Dinam i ka f e b r ua ri 2 0 0 9

dukung beberapa orang, seperti Vinta Angela Tiarani, M.si., M.Ed. dan Herman Dwi Surjono, Ph. D. Vinta menyelesaikan studi di Melbourne University, Australia, seangkatan dengan Nur Azi­zah, sedangkan Herman mengenyam pen­ di­dik­an S3 di Southern Cross University, Aus­ tralia. Pendapat ini ada benarnya juga. Bagaimana tidak? interaksi yang baik akan mendukung ke­ hidupan, seperti mendukung kebutuhan tempat tinggal, informasi, dan kebutuhan lain berkaitan dengan studi. Interaksi dalam hal ini bukan la­ gi sepele. Lebih dari itu, interaksi menjadi ke­bu­ tuhan pokok yang dapat menunjang kebutuhan lain di negeri orang. Interaksi Dosen-Mahasiswa Pola interaksi dipengaruhi budaya setempat. Itulah yang dialami Vinta dan beberapa maha­ siswa program post-graduate yang lain. Menurut Vinta, hubungan dosen dan mahasiswa menjadi lebih akrab dengan adanya pemanggilan nama tanpa status sosial. “Kami atau siapa pun di sana, memanggil mereka menggunakan nama depan, tanpa memandang siapa yang lebih tua ataupun apa statusnya. Itu budaya yang berkembang di sana” Dengan tanpa membedakan status itu, dosen dan mahasiswa dapat duduk sebagai mi­t­ ra. Hanya saja, tentunya itu tidak wajar apabila dilakukan di Indonesia, ungkapnya kemudian. “Ini hanya salah satu faktor saja.” Kedekatan dosen dan mahasiswa yang la­ in dapat dilakukan dengan saling terbuka. Re­kan­nya yang seangkatan, Nur Azizah, me­ ng­­aku dengan adanya keterbukaan akan me­ ng­untungkan kedua belah pihak. Setidaknya itu di­a­laminya saat ia hendak melahirkan di tengah masa studinya. “Dosen yang membimbing saya Interaksi juga terjadi di perpustakaan.


www umac.mo

laporan utama

membantu memperkenalkan saya pada OSHC. Mulai dari persalinan hingga keperluan yang lain saya terbantu.” Kejelasan informasi yang ia dapatkan dari dosen tersebut membantunya memenuhi kebutuhan, bahkan yang mendesak sekalipun. Hubungan ini jauh berbeda dengan yang pada umumnya ditemukan di Indonesia. “Di sini hubungan dosen dan mahasiswa masih kaku karena adanya perbedaan yang mencolok. Kebiasaan yang sudah ada menjadikan maha­ siswa berada di bawah dosennya,” paparnya. Hu­bungan yang terkesan vertikal (ordinat dan subordinat) ini seakan menghambat ke­ter­ bukaan dan kelancaraan berkomunikasi. “De­ ng­an adanya keterbukaan itu hubungan do­sen dan mahasiswa sedapat mungkin tidak la­gi vertikal, tetapi menjadi horisontal. Saya ki­ra dengan begitu komunikasi akan lancar dan da­ pat lebih baik.” Kepraktisan Berhubungan Ada kalanya mahasiswa memerlukan dosen di luar jadwal pertemuan yang sudah diten­

tukan, lalu apa yang dilakukan dosen? “Dosen saya akan berkomunikasi via internet, baik email maupun messenger,” jawab Cally. Menu­ rutnya, selama masa studi, dosen lebih banyak memanfaatkan internet daripada alat komunikasi lain seperti telepon. Begitu pula yang dialami Vinta, “Saya hampir tidak pernah meng­ hubungi dosen dengan telepon seluler. Hp ini hanya untuk menghubungi kawan dari Indone­ sia yang berada di Australia saja.” Bukan apaapa, segi kepraktisan dan penghematan waktu men­jadi pertimbangan penting dalam berkomunikasi. “Mereka (dosen) lebih menanggapi apabila kita menghubungi dengan email dibandingkan ketika kita menghubungi dengan SMS. Selain hanya memuat pesan singkat, SMS hanya akan memboroskan waktu. Kalau dengan telepon dan email saja murah dan praktis, kenapa harus SMS?” ungkapnya. “Ini jauh berbeda dengan di Indonesia. Penggunaan telepon seluler dianggap lebih efektif, ka­rena kita tidak bisa mengakses internet di sem­barang tempat,” jelas Nur. Terlebih lagi, tidak semua dosen membuka emailnya setiap ha-

P e wa r a Din a m i k a f e b r ua ri 2009

19


english arizona edu

laporan utama

ri. “Kebanyakan dari kita mengecek email se­ ming­gu sekali, itu pun kalau sempat,” tegas Her­man. Segi kepraktisan di Indonesia dihargai dengan biaya pengeluaran dan nilai gunanya. Tidak heran SMS-lah yang menduduki ranking pertama. Meski demikian, tidak semua orang mengganggap SMS sebagai hal yang wajar untuk berhubungan. “Ada dosen yang memang tidak mau dihubungi dengan SMS. Mereka lebih memilih ditelepon,” kata Herman. Ketidakwajar­ an ini disebabkan penilaian orang terhadap SMS dilihat dari kedekatan hubungan mereka. Artinya, hubungan melalui SMS hanya berlaku bagi mereka yang mengalami kedekatan tertentu. “Orang yang langsung mengirim SMS pada orang lain akan dianggap sok dekat menurut 20

Pewara Dinam i ka f e b r ua ri 2 0 0 9

pan­dangan sebagian orang,” terang Herman ke­mudian. Hubungan melalui SMS tidak selamanya bu­ ruk. Faktor lain yang menyebabkan dosen tidak mau dihubungi dengan SMS antara lain ka­­re­na ketidakjelasan informasi yang didapatkan. “Mung­kin juga dosen yang bersangkutan ku­­rang familier membaca bahasa SMS dengan ga­ya singkatan yang beragam dan font seluler­ nya yang terlampau kecil,” lanjut Herman. De­ ng­an demikian, SMS tidak bisa dikatakan praktis semata-mata karena mengingat siapa yang dihadapai dan bagaimana isi pesan dalam SMS tersebut. “Apapun itu, hanya media kalau saya pribadi tetap terbuka pada siapapun yang meng­hubungi, baik dengan SMS, telepon, ma­upun email.”


www.qctn.com.au

laporan utama

Suasana Kerja dan Kehidupan Sosial “Seperti bangun dari mimpi,” kenang Herman ketika ditanya bagaimana kehidupan sosial di lingkungannya saat ia menyelesaikan S3. “Se­ mua serba teratur, karyawan bekerja sesuai pe­rannya, tidak ada yang menganggur seperti membaca koran atau main game.” Keteraturan ini juga ia rasakan saat mengurus administrasi di universitas, menurut Nur, karena mereka te­ lah paham bahwa dosen dan karyawan me­ru­ pakan costumer yang menggunakan jasa pen­ didikan universitas tersebut. Service informasi tidak hanya diberikan de­ ngan lisan atau tatap muka saja, tetapi website universitas pun memiliki peran penting selama masa perkuliahan. Melalui website tersebut ma­ hasiswa dapat dengan jelas membaca apa yang akan dilakukan selama kuliah. “Melalui layanan yang sudah dipersiapkan saya mengetahui se­ lama perkuliahan itu tugas apa saja yang ha­ rus saya lakukan, bagaimana mendapatkan ni­

lai baik, dan berapa waktu yang akan dilalui untuk menyelesaikan studi tersebut. Semuanya terbuka dan sangat informatif. Itu jauh berbeda dengan apa yang kita alami di sini,” papar Nur. Pada umumnya dosen memberikan nilai tidak transparan, artinya mahasiswa tidak mengerti dengan jelas berapa dan bagaimana penilaian dilakukan. “Pembimbing saya di sana rigit dalam memberikan penilaian, sehingga pemahaman tentang nilai ataupun hal lain yang berkaitan dengan akademik tidak lagi dipertanyakan.” Pelayanan dan keteraturan ini merupakan salah satu bukti komitmennya terhadap profesi. “Di samping itu, penghargaan pemerintah untuk pen­didik memang tinggi,” tambah Cally. Bagaimanapun, setiap lembaga pendidikan memiliki perbedaan yang ditentukan oleh mi­si, visi, budaya, dsb. “Kita tidak bisa dengan se­der­ hana mengubah semua yang sudah ada di ling­ kungan kita, tetapi kita dapat berusaha un­tuk mem­berikan yang terbaik,” pesan Nur.. 

Pengajaran di University of Queensland

P e wa r a Din a m i k a f e b r ua ri 2009

21


laporan utama Andian Ari Anggraeni, M.Sc.

Lalui Riset Student Terlebih Dahulu Ada salah satu perbedaan jika akan menjadi mahasiswa internasional di negara Jepang, sa­lah satunya adalah menjadi research sudent yang menentukan diterima tidaknya seseorang men­jadi mahasiswa S2 atau S3. Lebih lanjut reporter Pewara Dinamika, Endang Artiati Suhesti berbincang khusus di kediaman rumah Andi­an Ari Anggraeni, M.Sc. untuk mengetahui bagai­ mana dan seperti apa menjadi international student di negeri Sakura itu.

dokumen pribadi

Bagaimana Anda bisa melanjutkan studi di negara Jepang? Saya mendapat beasiswa Panasonic Scholarship dari Matsushita Electric Industry. Beasiswa ini mensyaratkan semua pelamar untuk sudah memiliki calon profesor pembimbing pada salah satu universitas di Jepang. Waktu itu saya mengirim email ke 30 profesor, yang membalas empat orang dan yang menerima saya hanya satu orang. Alhamdulillah ia mengizinkan saya

22

Pewara Dinam i ka f e b r ua ri 2 0 0 9

menjadi student-nya pada Laboratorium of Applied Microbiology, Faculty of Bioresources Scien­ ces, Mie University Japan. Apa yang unik dari studi di negeri Je­pang? Kalau di Australia, kita (baca: international stu­dent) begitu datang, dapat langsung menja­ di student dan bisa masuk program. Tetapi di Je­pang, walaupun kita sudah mendapatkan be­ a­siswa, begitu kita datang status kita masih re­search student, bukan mahasiswa S2, bukan ma­hasiswa S3. Jadi di sana, tidak ada jaminan bah­wa kita bisa langsung masuk S2 dan S3. Untuk menjadi mahasiswa S2 dan S3, kita harus meng­ikuti Ujian Masuk Program S2 atau Ujian Ma­suk Program S3. Ujian Masuk dilakukan seti­ ap 6 bulan sekali atau setiap 1 tahun sekali, tergantung kebijakan fakultas. Bisa Anda jelaskan tentang riset student? Research Student itu semacam program ma­tri­ kulasi, yang bertujuan untuk menyamakan ke­ mam­pu­an kita dengan kemampuan mahasis­wa Jepang. Yang disetarakan bermacam-macam, misalnya dari kemampuan berbahasa Jepang setidaknya untuk daily conversation. Selain itu berguna untuk menyetarakan kemampuan ri­ set. Studi S2 dan S3 di Jepang tidak terlalu mementingkan kuliah. Yang paling penting adalah riset. Research Student berlangsung selama 6 bulan sampai waktu yang tidak terbatas, sampai se­orang research student lulus Ujian Masuk Program S2/S3. Ujian masuk program S2 atau S3 dilaksanakan setiap 6 bulan sekali atau 1 tahun sekali, tergantung kebijakan fakultas. Kalau lulus, berarti selamat bisa masuk ke program dan mulai bisa menjadi student S2 atau S3. Tetapi kalau gagal, bisa mencoba lagi 6 bulan berikutnya. Kalau sudah mengalami 2 kali kegagalan pada Ujian Masuk program S2/S3 su­atu universitas, maka sebaiknya kita segera


laporan utama

Lalu apa saja yang harus dilakukan selama men­jadi riset student? Kebijaksanaanya berbeda-beda tergantung pro­fesor pembimbing. Kalau saya dulu, 6 bulan pertama pure mempelajari bahasa Jepang dan tidak mengikuti riset di lab. Kemudian 6 bulan berikutnya adalah belajar bahasa Jepang dan mengikuti kegiatan riset di lab. Selain harus melalui riset student, ada hal lain ti­dak, yang sekiranya berbeda deng­an mahasis­ wa yang kuliah di negara selain Je­pang? Seorang research student, saat datang pertama kali sudah dikotak-kotakan di lab masing-ma­sing. Jadi lab yang bertanggung jawab terhadap kita. Di lab sudah ada profesor, associate professor, profesor tamu, researcher, postdoctoral student, mahasiswa S1, S2 dan S3, research student, dan exchange student. Kita itu belong to lab bukan belong to university. Kalau di Jepang mencari jurusan yang sesuai itu sulit kalau hanya melihat universitas atau jurusan­ nya, jadi harus melihat labnya juga. Kita harus tahu profesornya siapa, lalu kita juga harus searching jur­nal untuk mengetahui apakah bi­dang studi profesor match dengan kita atau ti­dak. Untuk bergabung dengan suatu lab, kita

meng­a­jukan permohonan ke profesor tersebut untuk me­minta kesediaan beliau menjadi pem­ bim­bing akademik kita. Jadi, untuk tahap pertama, aplication tidak ditujukan ke university, me­lainkan ke masing-masing profesor tersebut. Ka­lau profesor sudah menyetujui untuk menjadi menjadi pembimbing akademik kita, baru beliau yang akan mengurus aplikasi menjadi re­search student di university Bagaimana hubungan yang terjalin antara ma­hasiswa dengan dosen? Di Jepang, senioritas begitu kental. Di sana setiap mahasiswa junior harus mempunyai mahasiswa pembimbing yang lebih senior. Mahasiswa junior adalah mahasiswa undergraduate tahun ke-4, research student, mahasiswa S2/ S3 tahun pertama, dan exchange student. Biasa­ nya mahasiswa junior belum mempunyai peng­ alaman untuk melakukan riset. Profesor tidak mungkin akan selalu turun tangan langsung membimbing mahasiswa junior. Oleh karena itu, mahasiswa senior yang bertugas mene­rang­ kan dan membimbing cara melaksanakan riset. Bahkan kadang, ketika mahasiswa junior akan berkonsultasi dengan professor pun, seringkali mahasiswa seniornya juga mendampi­ngi.

dokumen pribadi

pin­dah laboratorium dan bergabung menjadi re­search student di universitas lain. Biasanya setiap scholarship mempunyai kebi­ jak­sa­naan yang berbeda. Beasiswa Monbukaga­ kusho (atau sering disebut sebagai Monbusho) me­ngizinkan masa research studentnya selama maksimum 2 tahun. Sedangkan sponsor sa­ya hanya akan mendanai masa research student selama 1 tahun. Kalau tidak bisa meme­nuhi syarat itu, dipersilahkan pulang kembali ke negara masing-masing, dengan tidak menda­pat degree, atau melanjutkan kuliah dengan biaya sendiri. Ada pandangan umum untuk seba­ik­nya memaksimalkan waktu yang disedia­kan untuk research student, terutama bagi calon maha­siswa S3. Karena pada saat menjalani masa sebagai research student, kita tetap melakukan riset S3, tapi status kita bukan mahasiswa S3. Sehingga, kita masih punya banyak cadangan waktu untuk menyelesaikan riset S3. Untuk memperoleh gelar S3, disertasi bukan syarat yang utama. Yang paling penting adalah memenuhi jumlah paper yang berhasil dipublikasikan di jurnal-jur­ nal internasional tertentu, biasanya sekitar 1-3 paper, sesuai kebijakan setiap fakultas.

Pendidikan: S2 Laboratorium of Applied Microbiology, Faculty of Bioresources Sciences, Mie University, Jepang • Pekerjaan: Dosen Fakultas Teknik UNY

Bagaimana perkuliahan S2 di Jepang? Pengalaman saya hanya berlaku untuk bidang science dan engineering, tidak berlaku untuk bidang sosial. Program S2/S3 di bidang sci­ ence dan engenering tidak terlalu mementingkan kuliah, karena yang paling penting adalah riset. Untuk kuliah program S2, biasanya dosen hanya memberi materi pada 2-3 pertemuan perta­ ma. Selanjutnya kuliah diisi dengan presentasi mahasiswa tentang paper-paper terbaru yang dipublikasikan di suatu jurnal internasional. Paper yang dipresentasikan harus sesuai dengan materi mata kuliah yang diikuti. Biasanya tidak ada ujian akhir, sehingga presentasi paper ini sekaligus menjadi pengganti ujian akhir. Presentasi untuk thesis defence S2 dilakukan secara terbuka dan tertutup. Sebelum melakukan presentasi, harus dilakukan latihan berkali-kali untuk menghafalkan naskah presentasi, supaya presentasi dapat dilakukan tepat waktu, yaitu 10 menit. Latihan presentasi ini dibim­bing oleh mahasiswa senior. Apabila mahasiswa senior sudah setuju dengan teknik presentasi kita, baru kemudian kita berlatih presentasi di bawah bimbingan profesor. 

P e wa r a Din a m i k a f e b r ua ri 2009

23


laporan utama

WCU dan Peningkatan Kualitas Pendidikan O l e h K a l am Jau h ari

D

ua tahun lalu Mentri Pendidikan Nasi­ onal, Bambang Sudibyo, menyatakan bahwa pihaknya telah menyiapkan limapuluh perguruan tinggi (PT)— 27 negeri dan 23 swasta—untuk menjadi World Class University (WCU). Kini, ham­pir tanpa ke­ cu­­a­li, PT-PT di In­donesia dari ber­bagai status dan akre­ditasi ber­lomba-lomba menyatakan hal yang serupa: bah­wa diri­nya tengah bersi­ ap menuju universitas kelas dunia. Tentu hal itu bukanlah omong kosong bela­ ka, atau sekedar latah mengikuti maraknya usa­ha universitas-universitas dunia menuju PT kelas dunia. Meskipun keberhasilan China mem­ba­ngun universitas kelas dunia, misalnya Uni­ver­sity of Hongkong, memunculkan harap­an dan rasa percaya diri universitas-universitas di ne­gara berkembang, untuk bersaing de­ng­an banyak PT dari negara maju. Bukti bahwa PTPT di Indonesia sedang berusaha menuju ke sa­ na, bisa di lihat dari website-website mereka. Da­ri sana akan terlihat bahwa saat ini kegiat­ an-kegiatan PT-PT itu mengarah ke WCU. Mulai dari mengadakan seminar-seminar tentang WCU, menyelenggarakan pelatihan, berusaha memperbesar anggaran, hingga berkunjung ke PT-PT luar negeri. Sebagian dari mereka bahkan te­lah menentukan target, tahun berapa mereka akan memproyeksikan diri menjadi WCU. Namun, sepengetahuan penulis, ramainya pem­­beritaan tentang usaha PT-PT itu justru le­ bih banyak menuai cibiran dari pada tanggap­ an yang positif. Mereka yang memandang si­ nis beranggapan bahwa menjadikan banyak

Melihat tantangan global saat ini, peningkatan kualitas PT (secara serius) adalah suatu keharusan. 24

Pewara Dinam i ka f e b r ua ri 2 0 0 9

PT di Indonesia menjadi WCU adalah sangat su­sah, bahkan tidak mungkin. Banyak alasan yang membuat mereka beranggapan demikian, antara lain minimnya dana di PT, dan itu ber­a­kibat pada kurangnya fasilitas, rendahnya budaya membaca dan meneliti, dan sedikitnya jum­lah jurnal ilmiah di Indonesia yang berskala Internasional. Memacu Peningkatan Kualitas Komentar bahwa PT-PT di Indonesia akan sa­ ngat sulit—tetapi bukan tidak mungkin—itu barang kali ada benarnya. Namun, dengan ha­ nya mencibir, kondisi Indonesia yang dianggap buruk itu tidak akan berubah. Jika mereka, para pencibir itu, mengharapkan perubahan, seharusnya mereka mendukung sepenuh hati usaha PT-PT di Indonesia untuk manjadi WCU. Karena keinginan untuk menjadi WCU itu justru akan memacu peningkatan kualitas suatu universitas. Dengan demikian, berhasil atau tidak menjadi WCU, minimal PT-PT di Indonesia te­ lah berusaha melakukan perubahan. Apalagi dengan melihat tantangan globa­l saat ini, peningkatan kualitas PT (secara se­ri­us) adalah suatu keharusan. Saat ini, kata Prof. KaiMing Cheng, dunia sedang mengalami perubahan yang sangat pesat, baik di bidang sosial, or­ga­nisasi, model pekerjaan, aktivitas pekerja­ an, front-line workers, kehidupan individu dan termasuk juga harapan. Perubahan itu menimbulkan banyak persoalan, terutama banyaknya pengangguran—termasuk yang bergelar sarjana. Oleh karena itu, masih menurut Si Profesor, pemerintah tidak punya pilihan lain kecuali mendongkrak PT-nya agar bisa menyesuaikan diri dengan perubahan yang begitu cepat itu. Salah satunya adalah dengan mendesain pendidikan tingginya berkelas dunia (dikti.go.id). Untuk menjadi WCU suatu PT harus memenu­ hi kriteria dari lembaga-lembaga perengkingan global, seperti Webometrics, 4 International Colleges and Universities, Shanghai Jiaotong University, dan Times Hingher Education Supplement.


laporan utama Dua yang disebut terakhir adalah yang paling besar. Shanghai Jiaotong Universi­ty yang didirikan pada tahun 2003 memiliki stan­dar peni­ laian dengan kategori: lulusan yang me­­me­nang­ kan nobel (bobot 10%); staf pemenang nobel (20%); hasil riset staf dikutip dalam 21 bidang (20%); artikel dalam nature dan science (20%); artikel dalam jurnal internasional (20%); kinerja akademik relatif terhadap ukuran institusi (10%)—sebagai catatan, perengking­an lembaga ini pada tahun 2005 banyak menu­ai kritik, karena 17 dari top 20 PT ber­a­sal dari Ame­rika. Se­dangkan Times Hingher Edu­cation Supplement pertamakali mempubli­ka­sikan perengkingannya pada tahun 2004 me­mi­liki kategori standar penilaian: reputasi akademik (40%); survei peng­ guna (employer review) (10%); mahasiswa internasional (5%); staf internasional (5%); rasio mahasiswa: do­sen (20%); rata-rata penghar­gaan per dosen (20%) (lihat makalah Levin, Henry M., “What is a World Class University?”, colum­ bia.edu, hlm. 4-6 ). Kriteria tersebut tentu masih jauh dari 100% dimiliki pendidikan tinggi di Indonesia. Apala­ gi melihat kondisi Indonesia saat ini yang sedang memperjuangkan anggaran pendidikan yang memadai, terbatasnya kursi bagi mahasis­ wa dalam negeri yang kemampuan ekonomi­ nya rendah, maupun kurangnya peran pendi­ dik­an tinggi dalam menghasilkan iptek yang ber­man­faat bagi kesejahteraan rakyatnya. Namun ukuran-ukuran tersebut penting sebagai da­sar bagi referensi kesejajaran PT di Indonesia de­ngan PT lainnya yang bertaraf internasional. Hal ini berarti PT-PT di Indonesia harus berusaha ekstra keras untuk mencapai WCU. Tentu sa­ ja PT-PT itu tidak bisa melakukannya sendi­ri, dibutuhkan dukungan moral dan fisik dari pe­ me­rintah, masyarakat, dan elemen swasta yang tidak setengah-setengah. Apa yang Harus Dilakukan Karena membangun WCU bukanlah pekerja­ an yang sehari jadi, maka pembangunan harus dimulai sesegera mungkin. Yang pertam­a harus dilakukan adalah mensosialisasikan apa itu WCU dan apa pentingnya. Hal ini perlu sebab, seperti yang telah dikatakan di atas, pembagun­ an WCU harus melibatkan banyak pihak, tidak hanya institusi pendidikan tinggi saja. Pihak di lu­ar pendidikan tinggi tidak akan mau memban­ tu jika mereka tidak diyakinkan bahwa membangun WCU adalah penting.

Hal itu bisa kita lihat pada masalah pendanaan. Suatu pendidikan tinggi yang sedang berusaha membangun dirinya menjadi WCU jelas membutuhkan dana yang besar, untuk mempersering dan meningkatkan mutu penelitiannya dan mendukung keberlanjutan berbagai aktivitas perguruan tinggi. Jika dana itu diperoleh hanya dengan menaikkan biaya kuliah, maka hal itu bukanlah solusi, karena hanya akan memperbesar jumlah orang-orang yang tidak mampu membayar ongkos PT. Kebutuhan dana yang besar itu bisa dipenuhi dengan bantuan APBN, donasi pihak-pihak swasta dan lembaga-lembaga pilantropi, selain mengembangkan badan usaha milik universitas. Di luar itu diperlukan pembangunan sumber da­­­ya manusia Indonesia yang baik. Suatu yang ju­ ga akan men­ja­di sa­ng­at su­­lit ji­­ka ha­nya di cetak me­la­lui PT an sich. Di bu­ tuh­kan pe­ran ins­ti­tusiin­stitusi pen­­di­dikan pra pen­didik­an ting­gi, per­ba­ ik­­an atau pembangunan fasilitas penunjang pen­ di­dik­an, seperti arsip dan per­pustakaan yang me­ ma­dai di banyak tempat, pe­num­buhan budaya li­ te­rasi (membaca dan me­ nu­lis) di In­do­ne­sia dan la­ in se­ba­gainya. Ke dalam, perguruan tinggi ha­rus melakukan ba­nyak hal, selain yang tertu­lis dalam kategori perengkingan. An­tara lain, mempraktekkan seni memanajemen yang baik, membangun karakter civitas akademika yang rasional, obyektif, normatif, dan produktif, membangun fasilitas-fasilitias pendidikan yang memadai. Jika semua hal itu telah berusaha dilakukan, maka PT-PT di Indonesia tidak perlu takut kalau tidak dinilai sebagai WCU. Karena dengan demikian, yang terpenting bukan penilaian itu, tetapi perubahan dan usaha untuk mengubah pendidikan kearah yang lebih baik itu sendiri.

istimewa

Kalam Jauhari Alumni Prodi Ilmu Sejarah UNY

P e wa r a Din a m i k a f e b r ua ri 2009

25


berita SERTIFIKASI

SEBANYAK 40 GURU TERIMA SERTIFIKAT PENDIDIK MELALUI JALUR PENDIDIKAN ahmad natsir/pewara dinamika

Berdasarkan Kemendiknas No.: 122/ P/2007, UNY mendapat amanah untuk menyelenggarakan sertifikasi guru me­ lalui jalur pendidikan. Untuk tahap ini, menurut Dr. Sunaryo Sunarto, Ketua Pe­ laksana Sertifikasi Guru Rayon XI, sertifikasi pendidikan di UNY diikuti oleh guru Bahasa Indonesia (BI) SMP sebanyak 21 guru dan 19 guru Bimbingan Konse­ ling (BK) SMP. Mereka berasal dari enam (6) propinsi, yaitu DIY, Jawa Barat, Jawa 26

Pewara Dinam i ka f e b r ua ri 2 0 0 9

Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, dan Nusa Tenggara Barat. Sertifikasi guru melalui jalur pendi­ dikan ini ditempuh selama dua semester, untuk jurusan Bahasa Indonesia peserta harus menempuh 12 matakuliah (32 SKS), sedang untuk jurusan Bim­ bingan Konseling harus menempuh 12 matakuliah (36 SKS). Diakhir pendidikan dilakukan uji kompetensi. Berdasarkan hasil uji kompetensi ke 40 peserta serti­

fi­kasi guru melalui jalur pendidikan di­ nyatakan lulus. ”Indeks prestasi rata-rata untuk guru Bahasa Indonesia 3,56 dan Bimbing­ an Konseling 3,66. Untuk matakuliah Ba­ hasa Indonesia, Ratna Mudaning­rum, S.Pd., dari SMPN 1 Cisaat Sukabumi Ja­ wa Barat berhasil meraih IP ter­tinggi sebesar 3,89. Sedangkan, Suwar­ta, S. Pd., dari SMPN. 3 Jumapolo Karanga­ nyar Jawa Tengah behasil menjadi yang


berita ter­baik untuk Bimbingan dan Konseling de­ng­an IP 3,85,” terangnya, pada upa­ cara Penerimaan Sertifikat Pendidik ba­ gi Guru dalam Jabatan Melalui Jalur Pen­­didikan, di ruang sidang UNY, Sela­ sa (27/1). Sementara itu, Penjabat Rektor UNY, Dr. Rochmat Wahab, MA., mengatakan perlu dimaklumi bersama, bahwa posisi profesi guru dewasa ini sungguh bergeser dari posisi termarginalkan menjadi posisi yang terhormat dan bermartabat. Untuk menandai posisi terhormat dan bermartabat, setiap guru secara berangsur-angsur harus melalui proses sertifi­ kasi. Ada dua jalan proses sertifikasi gu­ ru dalam jabatan, yaitu melalui penilian portofolio dan jalur pendidikan. Atas dasar itulah, maka suatu keberuntung­ an bagi Ibu/Bapak sekalian yang te­lah memperoleh kesempatan untuk meng­ ikuti program sertifikasi guru melalui pen­didikan dalam jabatan. Dikatakan Rochmat, sebagai lulus­an pendidikan dalam jabatan tentu diyakini memiliki kesan yang berbeda di­­ban­ dingkan dengan penilaian portofolio, demikian juga PLPG yang hanya membutuhkan waktu 90 jam kegiatan. Selama satu semester merupakan jumlah waktu standar untuk suatu program pen­didikan profesi. Dengan demikian, mem­peroleh tambahan pengetahuan, peng­alaman dan keterampilan yang cu­ kup berarti. Untuk membuktikan diri se­ba­gai konselor atau guru yang lebih pro­fesional, maka tidak ada pesan yang pa­ling penting, kecuali himbauan kepada semuanya untuk bisa kembali ke tem­pat tugas masing-masing dengan pe­nampilan kerja yang lebih produktif, disiplin, dan bertanggung jawab atas profesinya. “Setidak-tidaknya ada empat indikator penting sebagai guru profesional, yai­tu Conscience, Competent, Creative, and Care. Conscience berarti setiap guru ha­rus bernurani, dimana setiap langkah hidupnya dalam tugas profesional­ nya selalu bersandar pada nilai agama dan moral, sehingga tetap berada jalan yang lurus dan mampu mengantar peserta didiknya menjadi individu yang

ber­taqwa. Competent berarti setiap guru profesional setidaknya, ia mampu me­nun­jukkan empat kompetensi utama, kompetensi profesional, pedagogik, per­sonal, dan sosial. Creative berarti se­ ti­ap guru profesional harus mampu berkepribadian, berpikir, berperilaku dan berkarya secara kreatif, sehingga da­pat menampilkan hal-hal yang baru dan bermanfaat bagi orang lain, teruta­ ma bagi peserta didik. Care berarti seti­ ap guru profesional seharusnya memiliki kepedulian kepada semua peserta di­dik, sehingga semuanya merasa terla­ yani sesuai dengan kebutuhannya,” tuturnya. Jika Ibu dan Bapak semua mampu menunjukkan empat (4) indikator tersebut, Insya Allah saya yakin bahwa semuanya bisa menjadi model bagi guru la­innya. Usahakan untuk dapat menja­ ga martabatnya, bahwa peserta program sertifikasi guru dalam jabatan me­lalui jalur pendidikan yang mendapatkan layanan aktivitas lebih banyak, mampu berperilaku dan berkarya secara lebih baik dan profesional daripada mereka yang melalui program penilaian portofolio, bahkan PLPG yang 90 jam itu. Memang kelulusan untuk tahap ini memang penting, namun yang lebih penting lagi ilmu dan keterampil­ an yang diperoleh terus dipelihara dan dikembangkan, sehingga bermanfa­at bagi peserta didik. Jangan sampai bah­ wa proses pendidikan telah usai, ma­ka berhentilah sampai di situ. Tidak ada upaya pengembangan lebih lanjut. Ditambahkan Rochmat, ada wacana bahwa lulusan program sertifikasi gu­ru dalam jabatan melalui jalur pendi­dikan, khususnya untuk lulusan program studi Bimbingan dan Konseling diberikan gelar Kons di belakang nama yang bersangkutan atau di belakang gelar yang ada di belakang namanya. Perlu dimaklumi bahwa UNY berpegang pada atur­ an bahwa setiap pemberian gelar harus didasarkan atas Peraturan Universitas atau Peraturan Ditjen Dikti. Mengingat belum ada aturan pemberian gelar yang terkait dengan program sertifikasi guru dalam jabatan melalui jalur pendidikan,

maka dengan berat hati UNY untuk sementara ini tidak bisa memberi gelar tersebut. Witono Nugroho

SEMINAR

PESERTA SEMINAR INTERNASIONAL MELIMPAH Bertempat di Kantor Pusat Layanan Terpadu (KPLT) Fakultas Teknik (FT) UNY, (13-14/02), seminar Internasional bertajuk Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam bidang Pendidikan diada­ kan oleh Program Pascasarjana UNY, yang didukung Asia Pasifik Economic Co­o­peration ( APEC). Sebagai nara sumber dalam seminar ini adalah para pakar ahli TIK dari negara-negara Asia – Pa­sifik), mereka adalah Prof. Abtar Kaur (Malaysia), Prof. Paulina Panen (Indonesia), Prof. Okhwa Lee (Korea), sedangkan sebagai Keynote speakers adalah Dr. Joko Su­trisno, Direktur Pembinaan SMK Dikdasmen Depdiknas RI. Menurut panitia penyelenggara, se­ minar yang begitu banyak dihadiri peserta ini dimaksudkan untuk mensosi­ a­lisasikan pemanfaatan TIK dalam ber­­bagai bidang, mengkaji berbagai ke­ cen­de­rung­an dan isu penerapan TIK di­ bi­dang pendidikan serta menghimpun pe­mi­kir­an tentang pemanfaatan TIK bidang pendidikan. Peserta seminar diikuti oleh para guru, praktisi dan pengguna TIK, Sofware vendor serta dosen-dosen. Seluruh pe­ ser­­­­ta dengan seksama mengikuti jalannya seminar dengan penuh semangat me­nun­jukkan minat yang tinggi untuk meng­ambil ilmu dan pengetahuan yang di­sampaikan para pemateri. rani

P e wa r a Din a m i k a f e b r ua ri 2009

27


berita TRAINING

Luar biasa!!! Itulah kata yang tepat un­tuk menggambarkan Achievement Mo­tivation Training (AMT) dan Leadership Training yang diadakan oleh Wahana Studi Pengembangan Kreativitas (WSPK) Lembaga Penelitian (LEMLIT) UNY di hotel Satriafi, Kaliurang. Pelatihan ini diikuti peserta Pembinaan CPNS UNY angkatan 2008, dilaksanakan sela­ ma 2 hari (27-28/01), dengan trainer Ke­ pala WSPK, Siti Irene. D., M.Si: Guru Besar FIK, Prof. Dr. Djumhan Pida; Guru besar FMIPA, Prof. Dr. Nurfina Aznam; Dr.Farida Hanum, Dr. Suwarjo dengan didukung penuh tim WSPK, Tri Sumarni, SP dan Rini Astuti, S.I.P. Dari awal pelatihan yang langsung dipimpin oleh Irene, para peserta sudah diajak untuk membentuk mindset baru yang disepakati bersama. Dengan cara yang sepertinya mudah ternyata pada praktiknya sulit ini, para peserta hanya diminta untuk menyebutkan kata ”sukses”. Dari 40 kata sukses yang telah disebutkan para peserta ternyata dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi sukses itu faktor yang paling berpeng­ a­ruh adalah faktor internal sebanyak 75%, dan faktor eksternal hanya berpe­ ngaruh 25 % saja. Peserta juga diajak untuk lebih me­ ngenal diri melalui materi who am I? Peserta diminta untuk menuliskan SIAPA dan ingin menjadi APA? Peserta diajak untuk mengurai diri, mengetahui kelemahan dan kelebihan diri sendiri. Sehingga, muncullah rasa percaya diri bahwa ternyata kita mempunyai kelebihan-kelebihan yang mungkin tidak di­ punyai orang lain. Saat dimulai mate­ ri Indoor banyak peserta yang kurang pede. Tapi dengan bantuan dan motivasi dari para trainer membuat yang tidak berani bicara bisa mengungkapkan apa yang ada di dalam benak mereka tanpa 28

Pewara Dinam i ka f e b r ua ri 2 0 0 9

dokumen pribadi

AMT & LEADERSHIP CPNS UNY 2008: “LUAR BIASA”

ada rasa minder atau takut. Materi lain yang tidak kalah mena­rik adalah Teknik Sistem Tindakan Kepemimpinan (TSTK) yang disampaikan oleh Dr. Farida Hanum. Selain itu, para peserta diajak untuk mengisi beberapa kuesioner untuk dinilai tingkatan mo­ tif yang dimiliki peserta, cara penge­ nal­an pribadi dengan teori Jendela Johari (The Johari Window). Peserta juga diajak melakukan permainan oleh Prof. Dr. Djumhan Pida. Permainan ”Ter­sesat di Laut” menurut Prof. Djumhan ber­ tujuan untuk mengajak peserta berpikir secara cepat, logis dan realistis. Dalam permainan ini peserta diajak untuk membayangkan jika kita terapungapung di atas sebuah kapal pesiar di Samudra Pasifik sebagai akibat dari kebakaran yang tidak diketahui asal mulanya. Dengan pengantar yang mengajak peserta seolah – olah berada dalam keadaan tersebut, peserta diminta untuk menentukan urutan barang 1 hingga ke 15 sesuai dengan arti pen­ting ba­rang ter­sebut, ditinjau dari sudut ke­ bu­tuhan untuk menyelamatkan diri. Dari permainan ini dapat dilihat siapa yang mampu berpikir cepat dan realis-

tis, dinilai dari perbedaan nilai jawabannya dengan jawaban yang benar (kunci jawaban) dan dapat dilihat siapa yang mendominasi kelompok tersebut dalam berdiskusi. Hal ini bisa dilihat dari nilai rata-rata perbandingan kelompok dan nilai perbandingan individu. Dari berbagai permainan dan mate­ri yang diberikan oleh para trainer banyak perubahan yang terjadi pada pribadi peserta. Meskipun waktu yang disediakan sangat terbatas, tetapi banyak dari peserta merasakan efek positif yang luar biasa. Dari yang awalnya kurang pede, tidak bisa berbicara di depan umum, setelah acara tersebut mereka menjadi terbiasa untuk mengutarakan pendapat dengan munculnya rasa percaya diri. Selain itu, para peserta juga bermimpi dan berjanji kepada diri sendiri untuk menjadi seperti apa kelak, yang tentunya didasari dengan kemungkin­ an-kemungkinan hal itu bisa terwujud atau tidak, sesuai dengan kelebihan dan kekurangan diri masing-masing. Dan se­ mua berjanji untuk selalu berusaha me­ wujudkan mimpi dan janji tersebut semaksimal mungkin.


berita LINKUNGAN

Penjabat Rektor, para Pembantu Rek­ tor, jajaran pimpinan, dosen, karya­wan UNY beserta beberapa perwakilan dari Bank BNI Cabang UGM dan BNI Cabang Pembantu UNY melaksanakan aksi ta­ nam 800 pohon di halaman Rektorat UNY. Penanaman pohon dilaksanakan Jumat, (6/2), setelah senam Jumat pagi di halaman rektorat UNY. Pada kesem­ patan tersebut semua peserta senam pa­gi yang jumlahnya ratusan orang ma­sing-masing menanam satu pohon. Se­dang­kan pohon yang lainnya di ta­ nam di seluruh fakultas di UNY. Selain itu ju­ga dilaksanakan pelepasan burung se­ba­gai bentuk kepedulian terhadap kelestarian lingkungan. Dalam sambutannya, Penjabat Rektor UNY, Dr. Rochmat Wahab, MA., mengucapkan terima kasih kepada keluarga besar BNI Cabang UGM dan khususnya BNI Cabang Pembantu UNY yang berke­

nan berpastisipasi Artimatic Action. Maka itulah, kami atas nama pimpinan UNY, terutama pada hari ini, menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya untuk sekian kalinya pada keluarga besar BNI 46 yang telah memberikan sumbangan 800 pohon, yang pada hari ini akan kita tanam bersama-sama di ling­kungan UNY. ”Penanaman pohon ini membuat kam­pus lebih hijau dan lebih segar lagi. Ki­ta memanfaatkan lahan-lahan yang ma­sih kosong yang bisa tanami berba­ gai macam jenis pohon dan mudah-mu­ dahan dapat melengkapi berbagai je­nis pohon yang kita miliki sebelumnya. Dan juga kami harapkan tidak mena­nam saja, tapi kita bisa memelihara kelestarian lingkungan di sekitar kita,” ujar­­ nya. Dikatakan Rochmat, hari ini kita juga melepaskan beberapa burung ke­cil, yang kita harapkan bukan banyak­nya,

Witono Nugroho ahmad natsir/Pewara dinamika

TANAM 800 POHON DI LINGKUNGAN UNY

bu­kan kecilnya, tapi kepedulian kita, di sekitar kita banyak burung-burung se­ba­gai kelengkapan dari lingkungan ki­ta, sehingga kita punya pandangan yang lebih tercerahkan.” Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa UNY juga akan membenahi sumur peresapan agar dapat mengurangi kemungkinan adanya banjir di sekitar kita. “Kalau kita kena banjir sejumlah kegiatan yang tentunya bisa lakukan dapat terganggu, sehingga kita tidak bisa beker­ja dengan baik dan produktif,” tuturnya. Masih menurut dosen FIP ini, se­ba­gi­an besar toilet-toilet tempat kita relatif standar dan bisa dipenuhi kebersihannya, kecuali ada beberapa yang masih perlu kita benahi. Harapannya, sampai akhir 2009 tidak ada toilet yang tidak terawat dengan rapi.” Oleh ka­rena itu, lanjutnya, kami mohon semua pimpinan dapat menjaga lingkung­an sebersih mungkin bahkan barang-barang yang mengotori gedung-gedung di masingmasing unit/fakultas, mohon segera diupayakan penggantinya agar nantinya di seluruh lingkungan UNY menjadi le­ bih bersih, sehat, hijau, dan segar.

P e wa r a Din a m i k a f e b r ua ri 2009

29


berita

ahmad natsir/pewara dinamika

BEASISWA

AUDENSI DAN PAMITAN AKTIVIS PENERIMA BEASISWA KE MALAYSIA Bertempat di Ruang Sidang Utama Rek­torat UNY, Kamis (22/1) diselenggarakan acara Audensi dan Pamitan Maha­ siswa Penerima Beasiswa Unggulan Aktivis Pertukaran Mahasiswa Indonesia dan Malaysia. Acara ini dihadiri Penjabat Rektor UNY, Dr. Rochmat Wahab, MA., Pembantu Rektor III, Prof. Dr. Herminarto Sofyan, Kepala Kantor Kerjasa­ ma, Humas, dan Protokol (KKHP), Sugirin, Ph.D., Para Pembantu Dekan III UNY, Kabag dan Kasubag. Kemahasis­ waan, dan para mahasiswa penerima be­asiswa. Dalam laporannya Kepala KKHP UNY Sugirin, Ph.D. menjelaskan, program Be­ a­siswa Unggulan bagi mahasiswa akti­ vis tahun 2008 ini diperuntukkan bagi mahasiswa yang aktif di organisasi intrakurikuler, baik melalui Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) maupun Organisasi Kemahasiswaan (ormawa, baik tingkat Badan Eksekutif Mahasiswa/Himpunan Mahasiswa Jurusan, ed.). Harapannya, mereka mendapat pengalaman melihat 30

Pewara Dinam i ka f e b r ua ri 2 0 0 9

kondisi berbagai negara dari sisi per­kem­ bangan IPTEK, budaya, etos kerja, dan ke­hidupan kampus. Pada awalnya UNY men­dapat kesempatan bagi 18 orang ma­ha­siswa yang akan mengikuti program pertukaran mahasiswa ke bebera­ pa Negara di Asia Tenggara (Malaysia, Phi­li­pina, Thailand, dan Brunai Darussa­ lam). Namun demikian berdasarkan surat dari Biro Perencanaan dan Kerjasa­ ma LN, No: 46/A2.5/LN/2008 tanggal 4 Juli 2008, yang menegaskan bahwa ka­ re­na kondisi minyak dunia yang berimbas pada kondisi ekonomi yang tidak meng­gembirakan, maka program ini di­ se­rahkan sepenuhnya kepada perguruan tinggi. Berdasarkan hal tersebut, lanjut Sugirin, maka kami memutuskan untuk meng­geser kegiatan ini disesuaikan de­ ng­an program UNY yang dalam hal ini program Word Class University (WCU). Sehubungan dengan akan diadakan MOU antara UNY dengan PT luar nege­ri, sebagai wujud awal WCU, maka peneri-

ma beasiswa tersebut akan diikutkan ke Universitas Pendidikan Sultan Indris (UPSI) dan Universitas Tun Hussein Onn Malaysia (UTHM), keduanya ber­a­da di negeri Jiran. Mereka akan di­ berangkatkan pada 20-30 Januari 2009. Se­lanjutnya, mereka akan ditempatkan 8 orang dan 1 pendamping di UPSI, 8 orang dan 1 pendamping di UTHM. Di sa­­­na, mereka segera mengikuti kegiat­ an, Sit in class A, Campus Tour, Litera­ ture Stu­dy, dan Factory Tour and Cultu­ r­­al Study. Dr. Rochmat Wahab, MA., Penjabat Rek­tor UNY, dalam sambutannya mengatakan Beasiswa Unggulan merupakan program beasiswa nasional dan in­ter­nasional yang diberikan pemerintah Indonesia kepada putra-putri terbaik yang termasuk dalam kategori ‘ung­gul’ dan memiliki prestasi nasional maupun internasional dalam rangka me­nyiapkan insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif sesuai dengan visi pendidikan nasional. Dengan adanya


berita Pro­gram Beasiswa Unggulan, diharapkan di akhir program akan muncul critical mass dan bangsa Indonesia yang ber­ daya saing tinggi di masa yang akan da­tang. Bersamaan dengan kegiatan ini, da­ lam rangka program pertukaran dosen dan karyawan, akan berangkat bersamasama 4 orang pejabat (Pembantu Dekan I dan Pembantu Dekan II), 2 pejabat ad-

ministrasi (Kepala Ba­­gian dan Kepala Sub. Bagian), dan 2 karyawan. Program ini seba­gai perwujudan program WCU yang te­­lah mulai berjalan pada 2009 ini. Se­lama berada di luar negeri mahasis­ wa dapat melaksanakan kegiatan pada mata kuliah yang diminati atau sesu­ ai dengan bidang keahliannya. Mereka ju­ga akan melakukan presentasi peng­ a­laman selama aktif di Indonesia dan

me­lakukan diskusi (tukar pengalaman) de­ngan UKM kampus setempat dan untuk mempelajari bidang keahlian yang diminati serta tugas dari dosen. Sementara pada week end dilakukan kunjung­ an-kunjungan yang di koordinasikan dengan aktifis mahasiswa setempat untuk mempelajari kebudayaan Malaysia. Ahmad natsir

TENAGA PENDIDIK

PENERIMAAN KEMBALI LULUSAN S2/S3 DALAM DAN LUAR NEGERI UNY menyelenggarakan acara penerimaan dosen dan tenaga administrasi yang telah me­ nye­lesaikan studi S2 dan S3 da­­ ri dalam maupun luar negeri, Selasa (20/1) bertempat di Ru­ ang Sidang Utama Rektorat UNY. Dalam acara tersebut, Pem­­bantu Rektor II UNY, Sutrisna Wibawa, M.Pd., melaporkan lulusan S2 dan S3 yang di­­te­­ri­ ma sejumlah 47 orang, ter­di­ ri dari lulusan S2 seba­nyak 37 orang (31 lulusan dalam nege­ri dan 6 orang lulusan luar negeri), dan lu­lus­an S3 sebanyak 10 orang (semu­anya lulusan dalam negeri). Jika dilihat dari asal fakultas, FMIPA mempunyai lulusan S2 sebanyak 9 orang dan S3 seba­ nyak 2 orang; FT mempunyai lulusan S2 sebanyak 5 orang dan S3 sebanyak 2 orang; FIP mempunyai lulusan S2 se­banyak 5 orang dan S3 sebanyak 4 orang; FBS mempunyai lulusan S2 seba­ nyak 3 orang; FISE mempunyai lulusan S2 sebanyak 4 orang dan S3 sebanyak 2 orang, dan FIK; mempunyai lulusan S2 sebanyak 8 orang; sedangkan untuk te­ na­ga administrasi mempunyai lulusan S2 sebanyak 3 orang. Lebih lanjut, PR II melaporkan, saat ini di UNY lulusan S2 dan S3 berjumlah 818 orang dari jumlah dosen seba­ nyak 1030, jika dilihat dari persentase

un­tuk segera mempersiapkan diri menjadi Guru Besar. Rochmat juga menjelaskan saat ini masih ada dosen yang sedang melanjutkan studi S2 seba­ nyak 165 orang dan S3 seba­ nyak 155 orang, dan sleanjutnya untuk dosen yang masih S1, sangat diprioritaskan untuk segera melanjutkan studi ke ­ jenjang selanjutnya. Harapan lainnya terhadap lulusan ahmad natsir/pewara dinamika ta­hun 2008 untuk segera ikut dosen berkualifikasi S2 dan S3 telah ter­libat dalam pengembangan jurusan men­capai 79,41%, dimana lulusan S2 dan program studi, sebagaimana yang ber­jumlah 705 orang atau 68,44% dan menjadi pertimbangan penting sebeS3 berjumlah 113 atau 10,97%. Sedan- lum keberangkatan studi. Karena itu gkan, dosen yang masih SI berjumlah upaya yang strategis dapat dilakukan 212 orang atau 20, 59%. Dari dosen ada­lah menerapkan ilmu yang mutayang masih berkualifikasi SI yang se- khir dan pengalaman profesional yang dang menempuh S2 berjumlah 165 di­peroleh selama studi. orang atau 16,01%. Dari data ini, ma”Saya yakin banyak hal positif yang ka dosen yang benar-benar masih SI (be- di­temukan di tempat studi masing-ma­ lum studi lanjut) masih ada 47 orang sing yang tidak hanya terkait deng­an atau 4,5%. aspek akademik, melainkan juga aspek Dalam sambutannya, Penjabat Rek- lainnya terutama aspek manajerial. Se­ tor UNY, Dr. Rochmat Wahab, MA., men- muanya itu diharapkan sekali dapat ber­ gucapkan selamat datang kembali di manfaat bagi pengembangan jurusan, kampus tercinta UNY, dan rasa bang- fakultas, dan universitas. Saya senang ga atas keberhasilan menyelesaikan feedback dan kritik apapun dari komunistu­dinya dengan hasil yang sangat me­ tas UNY, namun jika kritik itu berlebih­ mu­askan dan membanggakan. Bagi lu­ an, sungguh membuat iklim kampus lusan S3, karena telah memiliki persya­ menjadi kurang sehat,” ujarnya. ratan formal, Rochmat memintanya Ahmad natsir

P e wa r a Din a m i k a f e b r ua ri 2009

31


berita Pengukuhan GURU BESAR

GURU BESAR YANG BERPETUALANG DENGAN IDENTITAS DR. GUNAWAN, dosen Jurusan Pendidik­ an Bahasa Inggris FBS dikukuhkan sebagai Guru Besar UNY, Kamis (19/2) di ruang Sidang Utama Rektorat UNY. Dihadiri ratusan undangan dan senator UNY, Gunawan menyampaikan pidato pengukuhan bertajuk “Keniscayaan Pe­ran Keilmuan Transdisiplin Penelitian Pendidikan Bahasa Bagi Bangsa Indo­ nesia”. Dalam pidatonya, dosen jurdik Bahasa Inggris ini mengkritik metode pengajaran bahasa asing di sekolah-sekolah yang masih menfokuskan pada pencapaian kelulusan ujian dibanding target pencapaian kompetensi atau pengua­ saan bahasa bagi siswa didik. “Saya se­ring komunikasi dengan para guru dan calon-calon guru yang mengikuti seminar atau pelatihan tentang target me­nga­jar bahasa. Dalam melaksanakan tugas mengajarnya, mana yang le­bih ditekankan antara kelulusan dalam ujian atau pencapaian kompetensi atau siswa dapat berbahasa Inggris? Jawaban para guru dan calon guru hampir selalu (mengutamakan) kelulusan. Yang penting lulus ujian,” tekan guru be­sar bidang Penelitian Pendidikan Bahasa ini. Selain itu, tokoh yang membidani ke­la­hir­an website UNY ini menghimbau agar mencapai pengajaran bahasa asing yang ideal akan terjadi jika ada keseimbangan proporsional antara penguasaan kompetensi/aspek konteks­ tual/keterampilan bahasa dengan as­ pek tekstual/teori. Keseimbangan target pengajaran bahasa itu pengaruhnya sangat besar, tidak sebatas dalam pengu­ asaan bahasa, juga berdampak pengem­ bangan keilmuan transdisiplin. Gunawan dilahirkan di Bengkulu, 6 Maret 1944, menikah dengan Sri Harta­ ti dan dikaruniai tiga anak masing-ma-

32

Pewara Dinam i ka f e b r ua ri 2 0 0 9

Ahmad Natsir/PEwara Dinamika

sing: Vita Perdana, Tifa Perwira, dan Hita Savitri. Di masa kecilnya, staf ahli Pembantu Rektor II ini, bersekolah di Taman Kanak-kanak Taman Siswa di Ke­pahiang Bengkulu Sumatera Selatan, yang dienyamnya hanya beberapa bulan karena dibawa pindah ibunya ke Jawa dan menetap di Yogyakarta.Di Yogya­ karta tinggal di Gowongan Kidul dan sempat masuk SD Ka­nisius kelas satu beberapa bulan. Di ta­hun yang sama Gunawan masuk ke TK Bustanul Atfal di belakang masjid Kauman Yogyakarta. Selanjutnya, se­­kolah di SR (Sekolah Rakyat) Negeri Nga­bean I (Sekolah Dasar, SD, waktu itu) di Jalan Ngabe­an (se­karang Jalan KHA Dahlan). Setelah lu­lus SD, Gunawan tidak bisa melanjutkan ke SMP Negeri karena nilainya ka­ lah bersaing sehingga kemudian masuk Ta­man Dewasa Gading (Sekolah Mene­ ngah Pertama Taman Siswa). Dari TD Ga­ding (SMP Swasta), dia melanjutkan se­kolah ke SMA Negeri I Teladan Yogya­ karta hingga lulus pada jurusan B2 (Kimia Hayat) bukan B1 (Pasti Alam). Ho-

binya waktu itu adalah elektronika dan ke­listrikan. Cita-cita Gunawan di awal sekolah me­nengah, adalah menjadi dokter. Teta­ pi setelah menyelesaikan sekolah mene­ ngahnya itu dia “menjerumuskan diri” untuk melanjutkan studi di Jurusan Me­ sin Fakultas Teknik UGM hingga tahun 1970. Selama sekolah, dia penuh de­ng­ an segala kerisauan dan kekecewa­an atau “kebingungan” sendiri. Karena dianggap sebagai alumni SMA N I Yogya­ karta yang berprestasi lumayan terhormat, pada tahun 1965 Gunawan di­min­ta untuk membantu mengajar di se­ko­lah tersebut dengan mata pelajaran Fisika Modern dan Prakarya Teknik Radio. Pada tahun berikutnya hingga ta­hun 1978 yang bersangkutan diberi ke­percayaan untuk mengajarkan fisika listrik di semua kelas paralel yang ada. Gu­nawan mulai tertarik dunia pengajar­ an dan pendidikan, khususnya yang terkait dengan fisika. Namun pada tahun 1970, setelah keluar dari FT UGM, Gunawan mendaf-


berita tarkan lagi sebagai mahasiswa baru bia­ sa di FPMIPA IKIP Yogyakarta dengan “khayalan” untuk dapat menopang keilmuannya sebagai guru fisika. Namun, yang bersangkutan drop out pada 1976 de­ngan segala “kebingungan” dan “keri­ sauan” bawaannya sendiri. Pada tahun itu juga Gunawan membuka kursus bahasa Inggris untuk umum dan ternya­ta laku. Untuk mem-back-up kebahasa-inggrisannya Gunawan keluar dari FPMIPA dan mendaftar sebagai mahasiswa baru di FPBS IKIP Yogyakarta. Saat itu Gunawan yang sudah punya anak dua dan berumur 32 tahun, diterima ku­liah

di FPBS IKIP Yogyakarta. Pendidikan S1 di FPBS ditempuh dalam waktu lima tahun dengan melewati periode sarjana muda. Dengan berbekal ijazah S1 pendidikan bahasa, si sarjana S1 tua mendaftar menjadi dosen di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris FBS IKIP Yogyakarta, dan diterima. Ketika menjadi dosen, yang bersangkutan kembali diserang “virus” kerisauan jati diri. Bahasa (bahasa Inggris) ternyata bukan disiplin yang menjadi panggilan hatinya sehingga untuk studi S2-nya, yang bersangkutan mengambil program studinya penelitian dan evaluasi pendidikan,

dan lulus pada tahun 1988 di Pascasarjana IKIP Jakarta. Alhasil, kecerahan, kesejukan, dan tantangan dalam disiplin penelitian mencair dalam diri seorang Gunawan sehingga, saat menempuh pendidikan S3, ia juga mengambil penelitian dan evaluasi pendidikan di Pascasarjana IKIP Jakarta. Kini, terhitung mulai 1Oktober 2008, dengan SK Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 68981/ A4.5/KP/2008, Gunawan disahkan menjadi guru besar dalam ilmu Penelitian Pendidikan Bahasa. Selamat ! AHMAD Natsir EP dan Witono Nugroho

program kreativitas mahasiswa

Sebanyak 119 proposal Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) UNY dinyatakan lolos dan dibiayai pelaksanaannya sebesar Rp. 262 juta untuk periode 2009 ini. Jumlah ini meningkat tajam dari tahun 2008 yang hanya di setujui 86 proposal. Tahun ini UNY mengirimkan 574 proposal ke Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Ditjen Dikti Depdiknas. ”Peningkatan ini tidak lepas dari berbagai upaya yang dilakukan oleh Bagian Kemahasiswaan beserta Jajarannya melalui penyelenggaraan seminar penyusunan proposal PKM, sosialisasi PKM, pendampingan penyu­ sunan proposal PKM, dan lain sebagainya,” jelas Pembantu Rektor III UNY, Prof. Dr. Herminarto Sofyan. Program Kreativitas Mahasiswa ini merupakan salah satu program Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Ditjen Dikti Depdiknas di bidang pengembangan penalaran dan keilmuan yang diharapkan dapat menjadi wahana menumbuhkan dan mengembangkan kreativitas, sikap ilmiah, sikap profesional, sikap peduli, serta peka pada masyarakat dan lingkungan dari mahasiswa. PKM diberikan oleh Ditjen Dikti kepada PTN dan PTS se-Indone­sia dengan pola pembinaan melalui pe­

Ahmad Natsir/PEwara Dinamika

UNY LOLOSKAN 119 PROPOSAL PKM DITJEN DIKTI

nyediaan dana yang bersifat kompetitif, akun­tabel, dan transparan. PKM terdiri dari lima bidang, yaitu : (1) Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian (PKMP), merupakan program kreativitas yang inovatif dalam menemukan hasil karya melalui penelitian pada bidang profesi masing-masing., (2) Program Kreativitas Mahasiswa Penerapan Teknologi (PKMT), merupakan program kreativitas yang inovatif dalam menciptakan suatu karya teknologi yang dibutuhkan masyarakat., (3) Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKMK), merupakan program kreativitas penciptaan keterampilan berwirausaha dan berorientasi pada peluang perolehan profit bagi mahasiswa, (4) Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian kepada Masyarakat (PKMM), merupakan program kreativitas yang inovatif dalam melak­

sanakan program membantu masyarakat., (5) Program Kreativitas Mahasiswa Penulisan Ilmiah (PKMI), merupakan program kegiatan penulisan ilmiah dari suatu hasil karya mahasiswa dalam pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Tahun 2009 ini, dari 119 proposal yang berhasil lolos didanai Ditjen Dikti berasal dari FIP 8 judul, FBS 20 judul, FMIPA 38 judul, FISE 30 judul, FT 12 judul, dan FIK 11 judul. Berdasarkan bidangnya, 119 proposal yang berhasil lolos didanai Ditjen Dikti terbagi menjadi 26 bidang PKMP, 3 bidang PKMT, 50 bidang PKMK, dan 40 bidang PKMM. Dari proposal PKM yang disetujui untuk didanai, Ditjen Dikti akan memilih program yang layak untuk diikutsertakan dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) pada Juli Tahun 2009 di Universitas Brawijaya Malang Lebih lanjut, Pembantu Rektor III, Herminarto Sofyan mengharapkan peningkatan kuantitas PKM UNY juga diimbangi dengan peningkatan kualitasnya. Dengan kuantitas dan kualitas PKM yang semakin meningkat, diharapkan semakin banyak yang terpilih mengikuti PIMNAS Tahun 2009. AHMAD Natsir EP

P e wa r a Din a m i k a f e b r ua ri 2009

33


berita KEBUGARAN

BUGAR DENGAN BERLATIH YOGA Kebugaran memiliki pengertian kebu­ garan fisik, kebugaran mental, kebugar­ an emosi, dan kebugaran sosial atau di­ beri istilah total fitness. Salah satu cara untuk mendapatkan kebugaran dapat ditempuh melalui yoga. Yoga adalah ke­ terampilan spritual, karena yang dikaji bukan hanya fisik saja, tapi juga jiwa. Dalam memahami keterampilan yoga di­butuhkan penguasaan dua disiplin praktik, yakni gerak dan diam. Disiplin gerak bermanfaat menguatkan fi­ sik, meng­hilangkan ke­ ka­kuan sendi dan otot, serta mengontrol kesehatan saraf dan kelenjar tubuh, membantu keseimbangan energi dan kenyamanan tubuh un­ tuk kehidupan seharihari, bahkan pen­ting un­ tuk peremajaan sel-sel tubuh. Tak jarang praktisi yoga tampak le­bih muda dari usia sesungguhnya. Ten­tu saja, jika semua gerakan yoga dilakukan dengan benar dan teratur. Sedangkan disiplin diam, yoga memberikan rileksasi, kete­ nangan, kejernihan pi­kir­an, keceriaan, rasa percaya diri, dan ber­kembangnya intuisi. Semuanya dapat diraih melalui meditasi yoga dengan mengatur napas dan si­kap yoga sempurna. Demikian, dosen jurusan Pendidikan Kepelatihan, Ch. Fajar Sri W, M.Or., me­ nyampaikan dalam kegiatan bulanan te­ mu Dharma Wanita Persatuan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta (23/1), di ruang sidang utama FIK, dihadiri Ketua Dharma Wanita Persatuan FIK, Sulastri Sumaryanto be­serta sekitar 60 anggota. Lanjut­nya, manfaat berlatih yoga yang paling dii­ nginkan para praktisi yoga pemula ada­ lah tubuh sehat. Padahal, tujuan yoga klasik adalah bahagia. 34

Pewara Dinam i ka f e b r ua ri 2 0 0 9

”Kebahagiaan tertinggi yang hendak diraih adalah penyatuan dengan Tuhan. Jadi, yoga merupakan latihan fisik yang penuh dengan nuansa spiritual. Tujuan ini lebih dari sekadar tubuh yang sehat, karena kesehatan juga merupakan pilar dari kebahagiaan tersebut. Tidak ada istilah terlambat untuk berlatih yoga. Siapapun bisa berlatih yoga: pria, wanita, anak-anak, orang dewasa, sehat, cacat.

Meskipun demikian, bukan berarti yoga bisa dilakukan asal-asalan. Berlatih yoga khususnya yogasana alias senam yoga, membutuhkan berbagai persiap­ an yang harus diperhatikan. Bila tidak, hasilnya kurang optimal. Isi dari yoga sendiri meliputi: pemanasan, latihan inti, pendinginan,” jelasnya. Terdapat enam rahasia berumur pan­ jang dengan yoga, yaitu: 1) aktivi­tas fisik yang cukup, 2) tidur jika mera­sa mengantuk 3) makan jika merasa la­par, 4) puasa secara teratur, 5) memba­suh tu­ buh sebelum tidur, 6) melakukan medi­ tasi secara teratur. Belumlah lengkap pem­bahasan aspek fisik Yoga tanpa meli­ batkan tentang pose-pose Yoga. Posepose ini dinamakan “Asanas”, yang berarti “pose yang nyaman dan mu­dah dilakukan”. Meskipun, ada bebe­rapa po­ se kompleks dan membutuhkan kelen-

turan, kebanyakan pose sangatlah seder­ hana dan bisa dilakukan siapapun. Penyampain materi yang diikuti prak­ tek yoga oleh seluruh peserta ini ber­ man­­faat untuk mengatur kelenjar ti­roid (di sekitar kerongkongan)/me­ngatur metabolisme tubuh, yaitu pro­­ses pengubahan makanan menjadi ener­gi. Jika kelenjar ini mengeluarkan ter­lalu sedikit hormon (under-secre­tion), maka seseorang akan menjadi ge­muk, meskipun tidak meng­konsumsi banyak ma­kan­an. Sebaliknya, jika me­­nge­­lu­arkan terlalu banyak (over-secretion) hor­mon, dapat membuat seseo­rang menjadi kurus meskipun meng­ kon­sum­si banyak ma­ kan­an. Pose “sikap lilin (shoul­der stand)” (berdi­ri di atas bahu dengan ka­ ki di atas) membantu me­ ngen­­dalikan kelenjar ini. Pose ini menekan kelenDok. FIK jar tiroid. Ketika pose ini dilepas, aliran darah akan me­ngalir kencang pada bagian kerongkongan dan “memijat” kelenjar tiroid dan membantu menghasilkan hormon da­lam jumlah yang cukup. Pose-pose yoga lain juga bekerja dengan cara yang se­rupa, menjaga keseimbangan pengeluaran hormon dari kelenjar endokrin lain. ”Yoga memberikan manfaat terapi seperti penguatan stamina tubuh, o­tot, daya tahan, dan fleksibilitas; ma­ na­jemen antistres; mengurangi lemak tubuh; memperbaiki sirkulasi darah; me­ rangsang sistem kekebalan tubuh; memperkuat daya konsentrasi; menciptakan kon­trol diri untuk lebih tenang; dan me­ nambah rasa percaya diri,” demikian ungkap Fajar saat mengakhiri pemaparan materi dan praktek, yang disam­ but tepuk tangan peserta. Ratnae


berita SEBANYAK 100 MAHASISWA FT MENJADI GURU PENDAMPING SMK DI SELURUH INDONESIA Fakultas Teknik (FT) UNY, baru-baru ini memberangkatkan kurang lebih 100 mahasiswa ke seluruh wilayah Nusantara. Kegiatan yang diadakan atas kerjasama dengan Direktorat Pembinaan SMK Man­ dikdasmen Depdiknas RI ini bertuju­an untuk peningkatan mutu SMK di selu­ ruh Indonesia. Menurut pihak paniti­a, dengan adanya Guru Pendamping da­ ri Mahasiswa FT UNY, diharapkan SMK yang ada di pelosok di Indonesia da­ pat terbantu dalam pengembangan ku­ ri­ku­lum KTSP, ba­han ajar, media pem­ be­la­jar­an, administrasi pembelajaran, kegiatan ekstrakurikuler, penataan ling­ kungan sekolah,bengkel. Dari data yang diperoleh dari pihak fakultas, pendampingan SMK di wilayah Jawa Tengah meliputi SMK di Temang­ gugung, Salatiga, Pekalongan, Semarang, Kudus, Pemalang, Banjarne­gara; SMK di wilayah Ja­­wa Ti­mur meliputi Blitar, Banyuwangi, Bo­jonegoro, Lamongan, Mojokerto, Nganjuk, Ngawi, Pa­­su­­ru­an, Probolinggo, Si­tu­bon­do, Tulungagung; SMK di Kali­mantan Selat­an, di­tu­jukan di Banjar; SMK di Kali­man­­tan Timur, meliputi kabupaten Bu­­lu­ng­­an, Panjam Paser Utara; SMK di wi­la­yah Lam­pung, meliputi Bandar Lam­pung, Lam­pung Barat, Lampung Te­ngah; SMK di wilayah Sulawesi Selat­an, meliputi Luwu, Lahat, Ogan Hilir; di Bali, dituju­ kan di Jembrana; pendampingan SMK di Banten, meliputi Lebak dan Serang; sedangkan SMK di Jawa Barat, meliputi Bekasi, Garut, Karawang, Majalengka, Tasikmalaya. Pengiriman mahasiswa di be­­­­be­­rapa daerah di Indonesia, diharap­kan akan mendapat pengalaman u­ntuk menjadi seorang guru, sehingga dapat meningkatkan kompetensi keguruannya. rani

K i l as Mahasiswa Jangan Berfikir Academic Ansich Setiap pimpinan di negara manapun tidak tiba-tiba, pimpinan di negara itu. Kepemimpinan itu bermula dari kesiapan yang bersangkutan sejak masa mudanya, termasuk usia ma­ha­­siswa. Untuk menjadi pemimpin harus di­kondisikan dari tahun ke tahun termasuk ma­­ha­ siswa. Mahasiswa yang terpilih menjadi pemimpin di lingkungan fakultas maupun universitas jangan berpikirnya seperti mahasiswa yang orientasinya academic ansich. Mereka harus juga berpikir bagaimana menjadi orang yang aktif di setiap kegiatan kemahasiswaan. Demikian disampaikan Penjabat Rektor UNY, Dr. Rochmat Wahab, MA, pada Pelantikan Pengurus BEM ReMa UNY, Senin, (9/2), di ruang sidang rektorat UNY. Presiden BEM Rema UNY periode 2009 ini dijabat oleh Pidi Winata, mahasiswa dari Pendidikan Teknik Elektro angkatan 2005. Witono Nugroho dokumen FIK

pendampingan

Ujian Akhir Pjj Dan Masa Residensial Mahasiswa Prodi S-1 PGSD Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) FIP UNY memasuki ma­ sa ujian akhir, bertujuan untuk mengukur kemampuan akademik mereka, ber­ tempat di kampus UPP 2 FIP UNY (5-12/1). Soal ujian untuk 23 LPTK se- Indonesia di­buat oleh konsorsium PJJ di bawah koordinasi dirjen dikti. Sampai saat ini jum­lah mahasiwa PGSD PJJ FIP UNY sebanyak 300 orang terdiri 3 ang­katan, me­liputi semester 2, 4, 5. Untuk menyelesaikan program studi/lulus, mereka ha­rus menempuh 6 semester termasuk PPL dan evaluasi tugas akhir. Setelah uji­an selesai akan dilanjutkan ujian residensial mulai 12 Januari – 3 Februari 2009 bertempat di kampus UPP 2 FIP UNY. Ratnae

Pembekalan Calon Anggota Baru Menwa Mahakarta Tepat Sabtu (24/1 ) di Hall Rektorat UNY diadakan kegiatan Pelatihan Pem­ be­­kalan Satuan Resimen Mahasiswa (Menwa). Kegiatan ini bertujuan untuk mem­per­si­apkan fisik maupun mental mahasiswa dalam usaha pembelaan negara, memiliki nilai juang yang tinggi, menanamkan jiwa kor­sa antara sesama calon anggota dan senior untuk regenerasi kelangsungan organisasi Menwa Mahakarta pasopati UNY. Hadir dalam kegiatan ini Prof. Dr. Herminarto Sofyan, Pembantu Rektor III UNY beserta jajarannya. Komandan Satmenwa Pasopati UNY, Arka Nugro­ho, menjelaskan dari hasil test calon anggota baru semuanya yang dinyatakan lulus mutlak 10 orang. Ahmad Natsir

Fise Mengadakan Pelatihan Prosedur Kerja Di gedung Pertemuan Hotel Sandaan Pangandaran Jawa Barat, Sabtu (7/2) war­­ga FISE UNY yang terdiri dari seluruh tenaga administrasi, Ketua Ju­rus­an, Ketua Prodi, Sekretaris Jurusan serta Pengurus Or­ma­wa penuh semangat dan konsentrasi mendengarkan ma­teri pelatihan Prosedur Kerja berdasarkan SMM ISO 9001-2000 yang di­sam­paikan Pembantu Dekan I, Suhadi Purwantara M.Si. Malam semakin la­rut, peserta pelatihan mulai sedikit berkurang konsentrasinya dikarenakan mu­lai mengantuk padahal masih ada dua materi pelatihan yang harus diikuti ten­tang Excellent Service yang disampaikan Lena Satlita, M.si. dan Tata Kerja Or­ga­nisasi FISE yang disampaikan Dr. Sugiharsono. isti P e wa r a Din a m i k a f e b r ua ri 2009

35


opini

TRIPLE QUOTION METHOD: ALTERNATIF MEWUJUDKAN PEMIMPIN CERDAS DAN VISIONER O l e h Reni n u ryanti

K

omponen IQ: membaca, menulis, dan menghitung menjadi ukuran yang me­ nentukan kecerdasan intelektual se­ orang pemimpin. Sebagai bahan re­ nungan, simak pernyataan Aa Gym: ”Pemimpin yang jujur dan benar memang sangat dibutuh­ kan, tetapi tidak hanya dengan kejujuran saja, ka­rena ternyata kecerdasan pun sangat dibutuh­ kan oleh seorang pemimpin. Bayangkan, jika ada seorang pemimpin yang benar dan jujur te­ta­pi bodoh. Tentu kepemimpinan akan menja­ di masalah.” Membaca, menulis, dan menghitung meng­ arah pada bargaining position seorang pemim­ pin di dunia akademik. Pemimpin yang mi­skin ilmu akan dicemooh, cenderung dileceh­kan, bah­kan tak didengar bawahan. Oleh karena itu, kekuatan IQ menjadi penting keduduka­n­nya. Ada label yang kerap ditulis di kam­pus-kampus atau di jalanan, “Tiga Kejahatan Akademik: Ti­ dak Membaca, Menulis, dan Bicara.” Demikian dalam konteks pemimpin yang se­sung­guhnya. Tidak membaca adalah kesa­ lahan fatal. Bukan hanya membaca dalam arti kla­­sik—membaca buku, tetapi membaca situa­si yang akan menempatkan keberhasilannya dalam me­mim­pin. Begitu pun dengan tidak me­nulis. Dalam perkembangan sejarah, hampir se­luruh pemimpin perjuangan nasional adalah pe­nulis besar: Agus Salim, Tjokroaminoto, Sukar­no, Hat­ta, Syahrir, Hamka. Itulah, mereka senan­ tiasa dikenang pemikiran dan karyanya. Apalah artinya kata-kata jika tak membekas da­lam kertas. Tepat yang dikatakan Ali bin Abu Tha­lib, “Ikatlah ilmu dengan menuliskannya”. Ini gambaran bahwa tulisan adalah pedang gaya ba­ru yang wajib dimiliki oleh para pemimpin. Se­jarah telah mencatat, metode Blue Print men­ duduki peran yang amat sentral. Bicara. Sukarno dalam tiap pidatonya sela­ lu mengatakan, “Wahai para pemimpin, bicara­ lah, tunjukkan kekuatan dirimu dengan bekerja dan bicara.” Bicara yang proporsional dengan 36

Pewara Dinam i ka f e b r ua ri 2 0 0 9

situasi. Salah satu kelemahan bangsa Indonesia adalah tidak berani bicara dalam forum inter­na­ tional. Akibatnya, kita selalu diinjak-injak bang­ sa lain. Lebih parah, kita selalu berlindung di ba­lik jubah, “Diam itu emas.” Era Megawati dengan prinsip “Diam itu emas”, Indonesia benar-benar menjadi bangsa ‘pendiam’. Kala PT Indosat sahamnya diraup Singapura, pemimpin kita hanya diam. Padahal, itu aset milik rakyat. Semuanya diam, hingga kroni-kroninya. Ini pertanda, harga kepemimpin­ an di negara ini bukan lagi menjadi amanah, tetapi gengsi dan prestise pribadi. Pemahaman ini kerap jadi bumerang, pemimpin gelap mata dan lupa sebagai pengemban amanat rakyat. Bicara lantang menentang penindasan adalah kebutuhan dan kekuatan pemimpin. Pemimpin Iran, Mahmud Ahmadinejad, dengan lantang menentang kejahatan AS. Syekh Ah­mad Yasin dengan kelemahan fisik tetap tegar menyuara­ kan kebenaran. Tokoh legendaris Afganistan, Osama bin Laden, rela hidup sengsara karena harga diri, tak sudi jadi ‘boneka’ AS. Sekarang, mana kekuatan suara pemimpin kita? Untuk mewujudkan kekuatan ini, dukungan dan dorongan dari bawah mutlak diperlukan. Pemimpin harus dicintai rakyat, di samping men­cintai, sebagaimana Rosulullah yang hing­ ga ajalnya hanya satu yang disebut: Umatku. Pan­taslah ketika Al Quran bertutur dengan lem­ but tentang keteladanan Rasulullah, “Sesung­ guhnya telah ada dalam diri Rasulullah itu suri tau­ladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatang­ an hari kiamat yang ia banyak menyebut na­ ma Allah“. b. EQ menjadi Inspirasi Memimpin Pemimpin paling tahu siapa dirinya. Tepat apa yang dikatakan filsuf Aristoteles, “Kenal­ ilah Dirimu”. Dengan mengenali diri (Selfawareness) kita akan tahu bagaimana siapa diri kita. Ini awal bisa menempatkan diri se­


opini cara luwes dengan orang lain. Makna yang se­ benarnya terkandung dalam EQ: bagaimana pemimpin mampu mengelola emosi (Self-regu­ lation), menumbuhkan motivasi (Self-motiva­ tion), membangun relasi yang efektif (Effective Relationship), serta menumbuhkan empati (Em­ pathy) terhadap orang lain. Pemimpin selain memahami konteks priba­ di, dituntut mampu mengelola emosi pribadi. Sebuah konsekuensi logis, memimpin akan berha­dapan dengan konflik. Di sinilah per­ an pemimpin diperlukan. Dia akan menem­ patkan diri sebagai penengah, bukan sebalikn­ ya memicu konflik baru dengan memihak ke salah satu blok, atau ngotot dengan pendapat pribadinya. Peran pemim­ pin menyatukan pendapat ada agar keragaman yang mun­cul dapat tertam­pung dan te­rangkum menjadi ke­­putusan bersama yang be­r­­ekses jangka panjang. Jelas bagaimana emo­si ha­ rus dikelola dengan baik. Salah bidik se­di­kit saja, ja­tuhlah ia di mata bawa­ han. Menumbuhkan motiva­ si. Inilah yang dalam kon­ sep kepemimpinan Jawa diistilahkan Ing Ngar­sa Sung Tuladha (memba­ ngun kemauan dan membe­ ri­­kan semangat). Di dalam autobiografi yang ditulis Cindy Adams, Sukarno pernah me­nga­ta­kan, “My life is ser­vice of my God” bagaimana ia menunjukkan bak­ti dan bukti ke­ pada Tuhan dengan memberikan pelayanan se­ baik-baiknya kepada rakyat. Pada konteks motivasi, hal penting adalah mam­pu membangun kemauan, yakni jiwa ge­ rak untuk aktif dalam menjalankan tugas-tugas yang diberikan. Pemimpin juga dituntut mem­ bangun inisiatif untuk mewujudkan kesukse­s­ an, harapan, dan keinginan bawahan. Relasi semacam inilah yang akan menumbuhkan keter­ ikatan hati pemimpin dengan bawahan. Kekuatan kepemimpinan ialah tiada jarak ha­ ti pemimpin dengan yang dipimpin. Dalam ha­ dits dikatakan, Sebaik-baik pemimpin adalah me­­re­ka yang kamu cintai dan mencintai kamu, ka­mu berdoa untuk mereka dan mereka berdoa

Sebuah konsekuensi logis, memimpin akan beha­dapan dengan konflik. un­tuk kamu. Seburuk-buruk pemimpinmu ada­ lah mereka yang kamu benci dan mereka mem­ bencimu, kamu melaknati mereka dan mereka me­laknati kamu”. (H.R.Buhkari Muslim). Setelah motivasi dan keterikatan hati terbi­ na dengan baik, tugas lain yang harus dimili­ ki pemimpin adalah membangun relasi. Untuk bisa membangun rela­ si dengan ba­ik, yang ha­ rus dihindari adalah sikap egois dan me­rasa paling ber­kuasa. Berikan hati yang lapang untuk bisa men­­dengar, memahami, dan me­nerima kritik dari orang lain. Interperso­nal Comunication yaitu ke­ mauan untuk mende­ngar dan menghargai orang la­ in, menghargai per­be­da­ an yang terjadi, melihat orang lain seba­gai bagian dari kesuksesan, mau me­ nerima dan mem­beri per­ tolongan kepada orang la­ in, serta meng­hargai orang Sheeyo/deviantart.com lain. Jiwa dan persa­an me­ nyatu dan tumbuh empati yang dalam terha­ dap orang lain. c. SQ menjadi Sumber Bercermin Diri SQ yang dimiliki pemimpin, tempat seorang pemimpin memaknai apa yang diembannya se­ bagai pemimpin. Sudahkah ia benar-benar men­ jadi pemimpin rakyat, atau sebaliknya, telah menciptakan penjara bagi rakyat dengan kepu­ tusan-keputusan yang memberatkan. Perenung­ an adalah puncak tertinggi kontak fisik dan psi­ kologis antara pemimpin dan Tuhan. *Tulisan terakhir dari dua tulisan.

reni nuryanti Alumni Universitas Negeri Yogyakarta

P e wa r a Din a m i k a f e b r ua ri 2009

37


opini GEMAR MEMBACA, TANGGUNG JAWAB SIAPA? O l e h D r a. Tri H ardiningtya s , M . S i

S

Pengantar eseorang dengan kacamata minus akan diasumsikan sosok yang gemar membaca/kutu buku. Demikiankah? Seseo­ rang yang berkutat dengan buku-buku belum tentu kutu buku. Ada kemungkinan orang tersebut punya kegemaran mengumpulkan buku, penggemar gambar tertentu yang terdapat dalam tumpukan buku untuk dikolek­ si. Tetapi, tidak bisa dipungkiri, ketika melihat seseorang membawa buku, spontan yang ter­ pi­kir, buku tersebut sedang dibaca. Sependa­ patkah? Buku atau apa pun koleksi karya cetak yang bisa dibaca merupakan gudang informasi ilmu pengetahuan. Apa pun yang didapat me­ lalui bacaan membuka mata hati mengenal du­­ nia. Dunia apa saja! Perkembangan teknologi informasi tidak akan menggilas kebiasaan seseorang memba­ ca sumber bahan cetak. Karena, membaca deng­ an karya cetak (buku/majalah/koran dsb.) le­bih nikmat tanpa beban dibandingkan membaca informasi melalui media elektronik (via internet). Juga, disebabkan pemerataan kesempatan agar bisa membaca untuk mendapat informasi belum menyeluruh. Dalam dunia pembelajaran belum dibiasakan membaca sebagai kewajiban. Para pendidik/guru belum sepenuhnya menerap­ kan kebiasaan membaca, di rumah atau seko­ lah. Padahal, dengan membaca seseorang mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Kegiatan membaca berkait dengan ketersedi­ a­­an bahan bacaan yang sesuai dengan kebutuh­

Perkembangan teknologi informasi tidak akan menggilas kebiasaan seseorang membaca sumber bahan cetak. 38

Pewara Dinam i ka f e b r ua ri 2 0 0 9

an jenis informasinya (kelompok usia). Oleh ka­ rena itu, siapa pun yang ingin berperan sebagai sarana transfer informasi mesti mengajak/mendorong orang agar ‘melek huruf’ terlebih dahulu. Perlu diketahui, urusan melek huruf bukan urusan guru/pendidik semata, tetapi urusan kita. Dengan demikian, cita-cita menjadi bangsa yang cerdas sudah selayaknya menjadi cita-cita se­tiap warga negara. Prestasi setiap warga bertumpu pada kemajuan bangsa. Lalu, siapakah yang bertanggung jawab jika masih ada yang be­lum melek huruf? Bagaimana menumbuhkan bu­daya gemar membaca? Harus diakui, budaya lisan masih kental pada kita. Ini salah satu faktor penghambat tumbuhnya budaya gemar membaca. Tetapi, kita ha­ rus memulainya! Lebih baik terlambat daripa­da tidak sama sekali. Pengalaman berikut dapat diperhatikan. Minat baca dimulai dari keluarga sendiri. Kedua anak saya termasuk anak-anak gemar memba­ ca. Anehnya, keduanya memulai dari kasus yang beda. Anak pertama gemar membaca ka­re­ na pada masa balitanya sering mendengarkan cerita pengantar tidur. Setelah bisa membaca, ia ingin mengulangi cerita-cerita itu dengan mem­ bacanya sendiri. Anak kedua gemar memba­ca bersamaan meningkatnya kemampuan membacanya yang diajarkan di sekolah. Kebiasaan membaca ternyata tidak harus dimulai dengan me­lek huruf. Hal terpenting adalah kemauan un­tuk memulai. Minat Baca vs Gemar Membaca Gemar artinya suka/senang. Minat yaitu perhatian/kesukaan/kecenderungan hati akan sesu­ atu (KBBI). Jadi, gemar membaca diartikan kesu­ kaan membaca, ada kecenderungan hati ingin membaca. Minat baca seseorang seharusnya diukur berdasarkan frekuensi dan jumlah bacaan yang dibaca di luar buku pelajaran (Suhaenah Suparno dalam Abdul Rahman, 2005: 122). Maka, minat baca berimbas pada jumlah koleksi yang pernah dibacanya (bukan buku pelajaran/ mo­dul/paket sekolah).


opini Bacaan yang dikonsumsi bisa diperoleh dari mana pun, berkait dengan peran toko buku/ ta­­man bacaan/perpustakaan. Bila minat baca su­dah tumbuh, dibutuhkan fasilitas (buku/ma­ ja­lah/koran dsb.) yang memadai. Suatu kenya­ ta­an, di Indonesia masih sedikit orang yang me­miliki koleksi bacaan sendiri. Sebagian besar diperoleh dengan meminjam/membaca di se­buah kedai/toko buku/perpustakaan. Mereka yang mampu (dana) bisa mengakses internet, pun memiliki perpustakaan sendiri. Maka, ada­ nya minat baca berlanjut ke gemar membaca be­lumlah merata. Peran Perpustakaan Berdasarkan UU Nomor 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan, budaya gemar membaca menjadi tanggung jawab keluarga, satuan pendidikan (sekolah), masyarakat, dan pemerintah. Pasal 48 UU tersebut sebagai berikut. (1) Pembudayaan kegemaran membaca di­ la­kukan melalui keluarga, satuan pen­di­ dikan, dan masyarakat. (2) Pembudayaan kegemaran membaca pada keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi oleh Pemerintah dan Pe­merintah Daerah melalui buku murah dan berkualitas. (3) Pembudayaan kegemaran membaca pa­da satuan pendidikan sebagaimana dimak­ sud pada ayat (1) dilakukan dengan me­ng­ embangkan dan memanfaatkan perpustakaan sebagai pro­ses pembelajaran. (4) Pembudayaan kegemaran membaca pada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penyedia­ an sarana perpustakaan di tempat-tempat umum yang mudah dijangkau, murah, dan bermutu. Gemar membaca menjadi tanggung jawab bersama seluruh warga negara dalam upaya mencerdaskan bangsa. Fasilitas yang disediakan memang bergantung pada bagian penyedia informasi, salah satunya perpustakaan. Mes­ kipun, pada pasal di atas dinyatakan budaya gemar membaca difasilitasi oleh Pemerintah melalui buku murah dan berkualitas. Kenyata­ annya, buku yang murah pun tidak terbeli oleh masyarakat. Lalu, ke mana para ‘pemburu’ bacaan mencari “makanan”. Jawabannya, perpustakaan/taman bacaan/tempat-tempat penyedia fasilitas secara gratis. Itulah gambaran budaya gemar membaca di

repro kalam/pewara

tanah air. Pemerataan kesempatan pendidikan agar dapat membaca maupun kursus-kursus kejar paket tertentu dalam rangka pemberantasan buta aksara belumlah optimal. Kita mesti ber­lomba untuk memberikan fasilitas pembuda­ yaan gemar membaca. Dinyatakan pada pasal di atas, kita mulai dari keluarga kita, mulai dari di­ri sendiri (mengutip pendapat AA Gym). Pasal 51 UU yang sama menyatakan, pembu­ dayaan gemar membaca dilakukan melalui ge­ rakan nasional gemar membaca, dilaksanakan oleh Pemerintah yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Dalam kaitan ini, perpustakaan wajib berperan aktif menyediakan karya tulis/cetak/rekam. Perpustakaan tetap menjadi tumpuan harapan dalam pelaksanaan budaya gemar membaca. Anehnya, sampai sekarang masih banyak orang yang enggan berhubungan dengan perpustakaan. Tidak perlu menu­ tup mata, belum setiap satuan pendidikan (ba­ ca: se­kolah) mempunyai/menyelenggarakan per­pus­takaan. Untuk itu, petugas di satuan pen­ di­dikan segera melaksanakan kewajiban demi men­cerdaskan bangsa. Tentu saja, peran keluarga dan masyara­kat juga diperhatikan. Bagaima­ napun, satuan pendidikan masih banyak yang belum mempunyai fasilitas yang memadai. Untuk itu, kita harus saling bergandengan tangan, merapatkan barisan, menggiring pertumbuhan budaya gemar membaca.

Dra. Tri Hardiningtyas, M.Si. Pustakawan UPT Perpustakaan UNS

P e wa r a Din a m i k a f e b r ua ri 2009

39


resensi buku

Pemimpin Muda: Antara Harapan dan Kenyataan Oleh Hendra su gia ntoro

P

erihal kepemimpinan kaum mu­ da mengemuka menjelang ha­ jat­an Pemilu 2009. Yang men­ja­ di pertanyaan, seberapa besar peluang tokoh-tokoh muda naik di po­ sisi kepemimpinan nasional. Analisis jelas bisa dilakukan terkait seberapa besar peluang tokoh-tokoh mu­­da tampil pada pemilihan presiden 20­09. Belum adanya kendaraan partai po­li­tik bagi tokoh-tokoh muda tentu sa­ ja men­jadi hambatan sekaligus tantang­ an. Kalau mau berpikir jernih, negeri ini sebenarnya tidak sulit melahirkan to­koh-tokoh muda yang piawai memim­ pin negara. Pemimpin Indonesia di a­­­wa­l kemerdekaan pun adalah dua tokoh ber­­ u­sia muda, Bung Karno (44 tahun) dan Bung Hatta (43 tahun). Syahrir dan Sya­ frudin Prawiranegara menjadi perda­ na menteri saat berusia di bawah 40 ta­hun. Begitu pula Mohammad Natsir yang menjadi perdana menteri pada usia 42 tahun. Jika saat ini Indonesia seolah-olah minim figur muda, ada aneka sebab yang bisa diungkapkan. Dari dua pe­ mim­­pin, Soekarno dan Soeharto, bisa di­ka­ta­kan gagal dalam melakukan re­ ge­ne­ra­si kepemimpinan. Keduanya ada­ lah presiden yang berkuasa terlalu lama dan tak dipungkiri mengakibatkan ma­cet­nya regenerasi kepemimpinan di negeri ini. Memang, regenerasi kepemimpinan menjadi harapan di era reformasi yang saat ini telah satu dasawarsa lebih berjalan. Sayangnya, regenerasi kepemim­ pinan malah tidak menjadi agenda pen­ ting, terutama oleh partai politik, yang merupakan basis kaderisasi aktor-aktor 40

Pewara Dinam i ka f e b r ua ri 2 0 0 9

Beyond Parlemen; Dari Politik Kam­pus Hingga Suksesi Kepemimpinan Nasional Oleh Dr. Yuddy Chrisnandi • Transwacana, Mei 2008 • xii+372 halaman

politik. Terhambatnya proses kaderisasi terlihat nyata dari kepemimpinan politik yang terlalu bersandar pada tokohtokoh tua. Fenomena yang disebut gerontokrasi itulah yang menghambat proses kade­ risasi politik bagi kaum muda untuk tam­pil menjadi pemimpin alternatif. Ge­ron­tokrasi tercermin dari hegemoni kaum tua dalam memegang ja­batanjabatan politik strategis, tidak ha­nya dalam pemerintahan tapi juga di partai politik. Partai-partai cenderung me­ ng­a­baikan aspirasi kaum muda agar ke­ pe­mim­pinan strategis diisi kaum muda yang masih segar. Fenomena geronto­ krasi ini kemudian diperkuat oleh tra­ disi oligarki partai. Oligarki partai tum­ buh karena kepemimpinan yang terlalu mengandalkan kaum tua, sehing­ga de­ mo­kratisasi politik di tubuh partai ti­dak berkembang karena kuatnya tekanan

ka­um tua terhadap kaum muda (hlm. 102). Pada dasarnya, wacana saatnya ka­ um muda memimpin bukanlah ingin men­ciptakan dikotomi kepemimpian ka­um tua dan kaum muda. Ada semangat dari kaum muda untuk mencipta­ kan perbaikan signifikan bagi negeri ini yang boleh dikatakan terombangam­­bing dalam ketidakpastian masa de­ pan. Ada asumsi bahwa pemimpin-pe­ mim­pin tua merupakan representasi masa lalu yang mengusung ide-ide kon­ servatif. Atas dasar tantangan zaman yang berbeda dan eksistensi Repu­blik yang menjadi taruhannya, perlu ada pe­r­alihan kepemimpinan dari generasi tua ke generasi muda yang kelak akan me­ng­usung ide-ide progresif. Pada titik ini, progresivitas perlu digarisbawahi oleh kaum muda, selain kejelasan visi. Meskipun kaum muda berhak menuntut dibukanya akses untuk tampil di posisi terdepan Republik ini, namun kepemimpinan kaum muda semestinya bukan sekedar ”menenggelamkan” kaum tua. Kaum muda bukan sekadar merebut kekuasaan dari kaum tua, melainkan apa manifesto kaum muda masa kini. Semangat kepemimpinan kaum muda yang tidak disokong oleh nilai-nilai kebangsaan yang tinggi hanya akan mem­buat kaum muda tidak berbeda dari kaum tua: sekedar mencari kekuasa­ an. Kaum muda bisa dicap besar nafsu daripada ide. Besar semangat daripada kerja (hlm. 109).

HENDRA SUGIANTORO Staf Redaksi Educinfo, FIP UNY


bina rohani

Menuju Pernikahan Yang Barokah O l e h Ahma d N atsir E . P.

[

Doa Nabi Muhammad SAW pada pernikahan Fatimah Az-Zah­ ra dengan Ali bin Abi Thalib: ”Se­moga Allah SWT menghimpun yang terserak, dari keduanya, member­kahi mereka berdua, dan kiranya Allah meningkatkan kualitas keturunan mereka, menjadikannya mereka pintu rahmat, sumber ilmu dan hikmat, serta pemberi rasa aman bagi umat.”] Menikah itu tidak mudah, yang mudah ijab kabulnya. Rukun nikah harus dihafal dan wajib lengkap kesemuanya. Begitu pula syarat wajib nikah pada pria yang harus diperhatikan. Harus diyakini, tiap orang sudah ada rezekinya. Menikah itu menggabungkan dua rezeki: rezeki wanita dan laki-laki ber­temu. Pernikahan dambaan seti­ap insan, namun pernikahan bukanlah ikat­ an yang dapat dijalin dengan “mau” sa­ ja. Untuk menuju pernikahan yang ba­ro­ kah, dibutuhkan bekal-bekal yang be­nar dan cukup. Pernikahan yang ba­ro­kah adalah pernikahan yang dilandasi nilainilai iman dan taqwa. Ha­nya pernikah­ an yang barokah yang akan memberikan kebagiaan dunia-akhirat. Keluarga sakinah bukan berarti tanpa masalah. Mungkin saja yang penuh masalah. Keluarga sakinah sesungguhnya adalah keluarga yang memiliki manajemen “fixing problem” yang baik, sehingga masalah menjadi energi positif yang mengoptimalkan potensi seluruh anggota keluarga. Resep untuk mencapai pernikahan yang barokah sebagai berikut. 1. Berani menghadapi kenyataan. Wajar kita memiliki ekspektasi berlebih terhadap pasangan kita. Tetapi, salah ke­ tika semua ekspektasi itu tak sesuai de­ ngan harapan. Terlebih, itu adalah hal

Repro. kalam/pewara

yang tidak terlalu berkenan. Saat inilah ujian sesungguhnya. Allah menjadikan kekurangan pasangan kita sebagai ladang amal untuk menjadikan kekurang­ an itu sebagai proses untuk meningkatkan kualitas diri dan keluarga. 2. Iman (aqidah dan tauhid) yang benar. Ini adalah fondasi dasar pernikah­ an mengingat tujuan menikah adalah mencapai ridha-Nya. 3. Takut dan Taqwa kepada ALLAH di mana pun kita berada. Kita selalu i­ngat, kita bisa berbohong kepada pa­ sang­an kita, tetapi tidak kepada Allah. 4. Melibatkan secara terus-menerus dengan amal sholeh. Meski kita te­ lah menikah, tugas amar ma’ruf nahimunkar harus tetap jalan. 5. Tholabu Ar-rizq halal. Kita mencari rizki yang halal untuk keluarga. Allah tidak akan membiarkan kita menikmati melebihi apa yang Allah tetapkan. Hilangkan pikiran bahwa kekayaan adalah segalanya. Jika nekat melanggarnya, kita sedang memasukkan keluarga kita ke jurang kenistaan.

6. Selalu pandai mensyukuri Nikmat Allah. Bagaimana pun pasangan kita, dia yang terbaik yang telah dianugerahkan Allah untuk kita. Dengan selalu bersyu­ kur, insya Allah hidayah dan kebaikan akan turun di tengah kelu­ ar­ga kita. Langkah-langkah yang dapat dijadikan kompas untuk pera­hu per­nikahan adalah sebagai beri­ kut: 1) meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah. Menantikan lelaki sholeh yang akan meminang dan menyandingnya memang mengundang berbagai bentuk godaan. Untuk itulah, mus­ limah hendaknya terus mening­ katkan kualitas dan kuantitas ibadahnya; 2) Istiqomah dalam doa dan tawakal. Sebagai manusia, yang diwajibkan hanyalah berusaha dan berdoa dengan sebaik-baiknya. Kemudian bertawakal kepada-Nya, serahkan dan percayakan segala keputusan final hanya kepada-Nya; 3) Mempersiapkan diri. Pernikahan bu­kan­lah hal sepele yang da­pat dicapai dan dijalani dengan sembarangan atau asal mau saja. Ketika seorang wanita me­masuki pintu pernikah­ an, secara otomatis kewajibannya pun telah bertambah (demikian pula halnya dengan laki-laki). Teruslah membekali diri dengan ilmu, khususnya ilmu agama, terutama yang berkaitan dengan masalah kerumahtanggaan. Seorang muslimah juga harus membekali dirinya dengan kete­ rampilan berumah tangga. Bekal terakhir adalah mempersiapkan diri untuk menjadi seorang istri yang sholehah.

Ahmad Natsir Eka Putra, S.H. Staf Humas & Fungsional Pranata Humas UNY

P e wa r a Din a m i k a f e b r ua ri 2009

41


cerpen

Cinta Toulouse RijaL O l e h M u h a mma d Lu thfi H idayat “Tok, tok, tok!” “Raf, bukain! Ngapa­in lo kunci segala, baru molor ya?” Rupanya si Rijal Cobek, cowok Bekasi, itu nggak sabaran ingin masuk kamar te­tang­ga kostnya. “Bentar, Jal, kayak abis nelan kacang atom lewat hidung aja.” Rafly bangkit meninggalkan buku Mikrobiologinya, disam­barnya gagang pintu. “Dasar cewek, payah, ... kapok gue!” Cowok junkies berambut klimis celana street itu membalikkan badannya. “Gue putus lagi, Raf. Habis, tuh cewek reseh banget. Masak di depan gue dia nyantai aja dirangkul cowok temen sekelasnya.” Rafly melihat toples kacang yang mulai kosong disikat Rijal. “He he he, maaf, rasa sedih membuatku lapar.” “Katanya habis putus. Cengengesan gitu!” Rafly bertanya. “Rossy bagaimana, kok sekarang sama Bella?” “Ah, Rossy itu masa lalu, sesudah Rossy masih ada Vita, Manda, dan ….” “Masya Allah, kamu nggak kapok-kapok mempermainkan hati wanita?” Rafly menggeleng-gelengkan kepala. “Siapa yang main-main, gue macarin mereka karena alasan kuat kok. Rossy cakep dan tajir, sayang bapaknya galak. Vita, cewek Matematika itu, imut banget, gue putusin karena belajar melulu dan pelit. Terus, si Manda itu ….” “Cukup-cukup, aku nggak suka kamu bicara aib mereka di sini. Sebagai orang Islam kita nggak boleh membicarakan kejelekan orang.” Firasat Rijal, kuliah agama Islam akan segera pindah ke ruangan 4x3 meter ini. “Benar … Pak Ustadz, alasan memilih wanita: kecantikannya, keturunannya, kekayaannya, aga­ manya. Gue udah praktekin nasehatmu. Rossy kaya, bapak­ nya tentara. Vita cakep, gue kagak cocok.” “Dari keempat pilihan itu, jika yang kau pilih karena aga­ manya, itu yang terbaik.” Rafly yang kalem dan tidak biasa berdebat terdiam. Wajah Rijal yang lonjong dan dagunya ditumbuhi jenggot menatapnya puas. “Gue mending, Raf, elo sendiri nggak pernah praktik, bisa­nya cuma ngomong kriteria cewek. Buktiin pejantan tangguhmu!” *** Pertemuan mereka berawal di OSPEK. Acara refleksi solidaritas. Waktu itu Rafly dihukum karena terlambat dan bawa­ annya tertinggal di bis. Hukumannya, Rafly harus merayu salah seorang panitia cewek. Hampir mandi keringat Rafly kalau tidak buru-buru diselamatkan Rijal. Rijal yang gantiin Rafly karena Rijal tahu kawannya itu bakalan nggak pede dihadapkan makhluk manis bernama cewek. Tentu Rijal kena damprat panitia: sok pahlawanlah, sok tertiblah, sok Her42

Pewara Dinam i ka f e b r ua ri 2 0 0 9

culeslah. “Cuek aja, EGP!” Jawab Rijal saat Rafly berterima kasih. Peristiwa itu membawa Rijal menjadi ‘Mahasiswa Solider 1995’. Anehnya, mbak senior yang dirayunya itu jadi pacar pertama Rijal di kampus itu. *** Kampus Sastra. Rijal memarkir skuter merah jambu deng­ an dua lampu halogen besar di samping kanan-kiri. Suara klakson pencetnya menarik perhatian beberapa mahasiswa gondrong yang duduk-duduk di dekatnya. Seperti biasa, cela­ na street, baju junkiest, dan rambut klimis. Rijal melepas kacamata hitamnya. Suasananya lain. Banyak cewek buat gebetan baru, pikir­ nya. Tengok kanan-kiri, kampus Sastra mayoritas dihuni ka­ um hawa. “Assalamu’alaikum. Sendirian, Mbak?“ Rijal eskaesde, sok kenal sok dekat. Gadis itu menjawab salam, tersenyum, melanjutkan ba­caannya. Dengan segudang pengalamannya, Rijal tahu, jenis gadis seperti ini sulit ditaklukkan. “Baca Kahlil Gibran, ya? Saya juga suka lho. Saya pernah ba­ca, judulnya ... Sang Rasul.” Rijal dengan pede khas buaya­nya. “Judul barukah? Seingatku Kahlil menulis buku The Pro­ phet alias Sang Nabi, bukan Sang Rasul. Gadis itu terse­nyum, tak nampak ia mencela. Jika dikartunkan, wajah Rijal pasti berkilau-kilau. Pasalnya, gadis berjilbab lebar itu cantiknya ... ruaaarr biasa! Wajahnya putih, hidungnya mancung, mirip turis asing di pantai Anyer, mungkin keturunan ras Kaukasoid. “Eh, ya ... Sang Nabi, saya kurang fasih men-translate-nya. Maklum, lama di Perancis sih ... jadi ya .…” Belum selesai Rijal membual, gadis itu menimpali, ”Est_ce que vouz etes serioux? Je viend de Toulouse. Et vous?” “Eee, yes ... yes … tulus.“ w“Je m’appelle Nadine Derien, et vouz vouz appellez comment?” Sambil mengusap keringat, Rijal coba menebak maksud ga­dis di depannya itu. “Nadine, yes, yes ... Rijal … Rijal Hasselhoff.” Rijal menunjuk hidungnya sendiri. Haselhoff, entah dapat dari mana karena namanya Rijal Aji Nugraha. Nadine yang memang cepat akrab, mengulurkan kedua telapak tangannya yang ditangkupkan kepada Rijal. Anak Biologi semester 8 itu heran, jarang gadis berjilbab lebar mendahului mengajak bersalaman. Namun, sebelum Rijal menyentuh jemari “Celine Dion“-nya Fakultas Sastra itu, si gadis segera menarik tangannya. Melihat aksen lawan bicaranya aneh, Rijal memutar siasat. “Nadine, kita bicara bahasa Indonesia saja ya? Ng-


cerpen gak enaklah, di Indonesia kita tidak bicara dengan bahasa Indonesia.“ Nadine mengangguk sambil tetap bicara dalam bahasanya Zinedine Zidane itu. Sejak itu, Rijal seperti tak kenal waktu. Selalu datang ke Fakultas Sastra untuk menemukan waktu yang tepat bisa ngo­­brol dengan mojang Tolouse itu. Bahkan, untuk sekedar men­curi pandang dari jauh. Rijal sangat kesengsem pada pe­ nampilan Nadine. Berdasarkan pantauannya berhari-hari, Nadine itu ramah, cakep, membuat penasaran, nggak berlebihan, sabar, rajin mena­bung, dan tidak som­bong. Sampai per­­gan­­ti­an se­mes­ter ge­­nap. Ri­jal mu­lai geli­sah. Bu­­­­­ kan per­so­­a­l­­­an mu­dah un­tuk da­­pat me­­n­e­­­mu­­­kan Na­­­di­ne di ke­­ las Bahasa In­do­ne­sia. Un­tuk menatap Na­­di­­ne da­ri ja­uh pun su­­­lit. Ju­­­ga di as­­ra­ma pu­tri Az Zah­­ra utara kam­­pus, tem­­pat ting­galnya, Nadine menghilang! Kalut hati Rijal. Dalam pi­kir­ an Rijal yang doyan pacaran itu, terlintas akan belajar Islam dengan baik agar bisa menikahi Nadine. Gadis Toulouse itu mampu menumbuhkan cinta tulus di hati Rijal. “Ah, Nadine... Je vous demande,” kata Rijal setelah membuka kamus per­cakapan Prancis po­puler. *** Pintu kamar kos Rafly dike­tuk keras. “Raf, bukain.” Raf­­ ly su­­dah hafal su­­a­­ra Rijal. Ka­ get Rafly meli­ hat wa­­­jah so­ hib­­nya. Bi­bir jon­tor, ma­ta le­ bam, wa­jah ma­­­­ kin ma­nyun. “Ka­­mu ke­­na­­ pa, Jal, ha­­­bis nyi­um tem­­ repro kalam/uny bok?” “Si­al­­­­ an lo, Raf, t e­ m e n­ n y a ke­­na musibah malah k e­ t a­ w a ke­ti­wi.” R i­ j a l

a

r wa

pe m/

la

ka

merebah­kan tu­buh­nya ke dipan. Suara murattal Ibnu Sudais mengalun mer­du. Rafly memberinya air putih dan menanyakan lagi pe­nye­bab berubahnya morfologi wajah Rijal. “Sebelum cerita, gue mau tanya. Ayat yang sedang dibaca itu, lo tahu artinya nggak?” “Arti detilnya aku kurang paham, tetapi intinya, jodoh untuk wanita baik-baik adalah pria baik-baik. Begitu sebaliknya. Kenapa?” Rafly ingin tersenyum geli, tapi tak tega. Sebuah pemandangan langka, Rijal menangis. Kemudian diceritakan kisah pertemuannya dengan Nadine, gadis pujaannya. “Sialnya, Raf, waktu gue tanya teman-temannya, semua menjawab ti­ dak tahu keberadaannya kini. Akhirnya ... ada gadis berjilbab menemuiku dan berkata bahwa Nadine akan ...” “Menikah?” Rafly memotong kalimat Rijal yang belum tuntas. “Iya, Raf, kok elu tahu sih?” Suara ibu kos terdengar, “Mas Rafly, ada telepon dari mbak Fatima! Lima belas menit kemudian, Rafly kembali. “Lanjutkan ceritamu, Jal, kenapa mukamu seperti itu?” “Nah, dengar berita itu, gue kan panas. Coba dia kasih tahu, detik itu juga kudatangi rumahnya, kutantang duel secara jantan! Hati gue sakiiit banget. Lagian Nadine nggak pernah cerita kalau mau kawin. Mungkin cowoknya orang Perancis juga ya? Gue lalu ke tempat parkir sambil nyumpahnyumpah. Di parkiran ada anak-anak duduk di atas skuter gue. Nggak papa sih, yang buat gue panas, mereka nyanyiin lagunya Sheilla on 7, Aku pulang//tanpa dendam//kuterima kekalahanku. Karena emosi, gue tantang saja ... jadinya seperti ini.” Rafly terdiam. “Eh, Raf, lo belum jawab pertanyaan tadi. Kok bisa nebak kalau Nadine mau nikah?” Rafly tersenyum. Rijal kembali merebahkan kepalanya di bantal. Terdengar suara ibu kos lagi, “Mas Rafly, telepon dari yang tadi.” *** “Siapa, Raf, jadi sibuk gitu? Aku dicuekin!” Rijal gusar. “Kamu mau tahu, Jal?” Rafly menarik nafas. “Yang telepon tadi calon istriku, Fatima.” “Apa?” Rijal melompat dari dipan. “Gile lo!? Emang lo bisa seneng sama cewek juga? Mau kasih makan apa istrimu nanti, sobatku Rafly?” Rafly menimpali, “Ya dikasih makan nasi. Masalah rezeki, Allah yang ngatur. Lagian, aku kan mau dikirim S2 ke L‘Institute de Mikrobiologie de Sorbonne. Sebelum ke Perancis, aku nikah dulu, biar lebih tenang. Istriku nanti juga kuajak ke sana setelah lulus. Rijal melongo. “Calon istrimu yang mana? Aku belum pernah lihat kamu berduaan dengan seorang gadis pun. Fatima? Siapa itu? Anak mana?” “Kamu sudah kenal dia, Jal. Fatima itu namanya setelah masuk Islam empat tahun lalu. Sebelum itu, namanya ... Nadine Derien.” Kedua sahabat itu saling beradu pandang. Tajam. Muhammad Luthfi Hidayat Mahasiswa Pendidikan Biologi 2002

P e wa r a Din a m i k a f e b r ua ri 2009

43


puisi•geguritan•tembang Sajak Wedho Chrisnarno Hak dan Pilihan Tuhan

memporak porandakan jalan-jalan, meluluh lantakkan rumah-rumah ya, sebentar singkirkan sarapan lezat di meja makan ketika orang-orang menjerit berlarian tanggalkan kembali baju dan gincumu ketika anak-anak telanjang meratap penuh darah berserakan merayap di reruntuhan, dilindas bebatuan atap rumah mereka

istriku, selagi masih ada waktu tundukkan doa selepas subuh pagi belum begitu terang sisa hawa dingin semalam merayap tanpa isyarat

istriku, kenakan kembali mukena dalam doa panjang karena ribuan nyawa meregang hentikan gunjingan dan omong kosong karena tanah basah air mata dan darah lumat dalam lumpur keputusasaan

istriku, pandangilah anak-anak kita bekalkan cinta mengayuh harapan bukankah pagi ini waktunya mereka pergi sekolah menyongsong kerasnya dunia

istriku, cobalah untuk tidak lengah berpikir mengapa kita terhindar dari bencana cobalah untuk tidak berhenti bersyukur barangkali kita harus terus berbenah ajari anak-anak untuk mengerti nikmat senikmat apa pun musibah segetir apa pun semua adalah menjadi hak dan pilihan Tuhan bukan yang lain dan bukan siapa-siapa !

sebentar, sepertinya kita harus berhenti bicara ketika suara gemuruh menelan pagi sepertinya kita harus sejenak diam ketika bumi bergoyang dahsyat

Yogyakarta, 2006

pojo k ge lit ik

kalam/pewara

Dewan Kehormanatan Internasional!

Umarmoyo : Di, eee…apa namanya… Umarmadi : Nggak tahu. Umarmoyo : Sebentar ta. Aku belum ngomong. Umarmadi : Ngomong aja! 44

Pewara Dinam i ka f e b r ua ri 2 0 0 9

Umarmoyo : Dewan Kehormatan Internasional sekarang ini lagi sibuk merumuskan aturan baru. Umarmadi : Aturan baru? Apa? Umarmoyo : Untuk press conference, jumpa pers. Umarmadi : Kenapa? Umarmoyo : Tempo hari, ada kasus Presiden Amerika dilempar sepatu oleh wartawan. Umarmadi : Ya. Ada lagi, Perdana Menteri China juga dilempar sepatu oleh mahasiswa. Umarmoyo : Dewan itu konon akan

merevisi aturan yang lama. Umarmadi : Apa itu? Umarmoyo : Dulu, setiap konferensi pers dengan petinggi negara, wartawan dan undangan, dilarang membawa senjata api dan senjata tajam. Umarmadi : Karena berbahaya. Terus? Umarmoyo : Nah, ke depan, setiap pertemuan dengan petinggi negara, wartawan dan undangan dilarang pakai sepatu! Umarmadi : .................? ema r '09


n le

sa

Pernikahan di Lamtoro Kebun Lamtoro di samping gedung utama UNY diserbu para pengantin wanita (9/1). Dengan baju pengantin ala barat, 30 pengantin itu bertebaran tanpa pengantin pria. Hanya ada satu pengantin pria saja yang tampak. Pengantin pria ini yang nantinya akan digilir oleh semua pengantin perempuan. Eit….tunggu dulu, ini bukan pesta perkawinan poligami. Mereka adalah model perwakilan mahasiswa jurusan Tata Rias Fakultas Teknik UNY yang sedang ujian akhir semester III. teks: dhian hapsari • Foto: Ahmad natsir ep


MENUJU WCU, DImULAI DARI mEmbAcA DAN mENULIS. universitas negeri Yogyakarta Jl. Colombo No. 1 Yogyakarta 55281 Telp. 0274-586168 www.uny.ac.id


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.